STUDI KONDUKTIVITAS ELEKTROLIT POLIMER
KITOSAN/PVA+KOH
RIKA PUTRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Konduktivitas Elektrolit Polimer Kitosan/PVA+KOH adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2010 Rika Putri
NIM G751070131
ABSTRACT
RIKA PUTRI. Conductiviy Study of Chitosan/PVA+KOH Polymer Eletrolyte. Under supervision of AKHIRUDDIN MADDU and IRZAMAN The blend-based polymer electrolyte consist of chitosan and polyvinyl alcohol (PVA) as host polymers and potassium hydroxide (KOH) as the complexing salt was studied. Polymer electrolyte were obtained by the casting technique. An attempt was also made to investigate the effect of TiO2 concentration in the chitosan/PVA+KOH polymer electrolyte. The polymer electrolyte with good ionic conductivity properties were characterized by thermal analysis (DSC), FTIR, SEM, XRD and EDX. The best ionic conductivity values of 1,105 x 10-2 S cm-1 at room temperature were obtained for the sample containing 35%wt of KOH and 1,210 x 10-
2 S cm-1 for the sample containing 50% wt TiO2. The thermal analysis indicates that both glass transition temperature (75.30 °C) and crystallinity are low for chitosan/PVA+KOH 35%. Keywords : polymer electrolyte, conductivity, chitosan.
RINGKASAN
RIKA PUTRI. Studi Konduktivitas Elektrolit Polimer Kitosan/PVA+KOH. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan IRZAMAN.
Kitosan memiliki gugus aktif amina bebas dan hidroksil. Dengan adanya gugus-gugus ini, maka kitosan dapat dimodifikasi menjadi berbagai produk. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah alkilasi, sililasi, tosilasi, pembentukan garam kuartener, sulfatasi, fosforilasi, dan tiolasi. Kitosan juga dapat dimodifikasi dengan cara dicampur dengan polimer lain seperti polivinil alkohol(PVA) dan poli (asam akrilat). Pencampuran kitosan/PVA dapat dimanfaatkan sebagai elektrolit polimer untuk berbagai macam aplikasi. Hal ini dapat dilihat dari kedua potensi bahan tersebut. Kitosan bersifat polielektrolit kationik karena adanya gugus amino, biodegradable, bisa membentuk film, dan bisa berfungsi sebagai agen pengkelat ion logam. Sedangkan PVA memiliki sifat mekanik yang bagus dan kemampuan terdegradasi alami pada kondisi tertentu. Pencampuran kitosan dan PVA dapat memperbaiki kekuatan mekanik dan meningkatkan konduktivitas elektrolit polimer.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi optimum kitosan/PVA+KOH. Komposisi optimum merupakan komposisi elektrolit polimer yang menghasilkan nilai konduktivitas ionik paling tinggi. Selain itu juga diteliti efek penambahan filler TiO2 terhadap komposisi kitosan/PVA+KOH optimum. Kitosan sebanyak 0,25 gram dilarutkan dalam 10 ml asam asetat 1% dengan metode sonikasi selama 4 jam. Kemudian ditambahkan PVA sebanyak 0,25 gram. Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan hot plat stirrer pada temperatur 80 oC sampai larutan homogen. Campuran kitosan-PVA yang telah homogen ditambahkan KOH dengan variasi konsentrasi 0–50% wt. Campuran kitosan/PVA+KOH dengan berbagai konsentrasi didinginkan pada suhu ruang dan diukur konduktivitasnya dengan menggunakan LCR meter. Campuran dengan nilai konduktivitas paling tinggi dikarakterisasi lebih lanjut. Diantaranya karakterisasi FTIR, DSC, XRD, SEM, dan EDX. Efek penambahan filler TiO2 pada campuran kitosan/PVA+KOH optimum diamati pada variasi konsentrasi 0–60% wt dengan cara mengukur konduktivitasnya.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa konduktivitas ionik meningkat dengan semakin banyaknya KOH yang ditambahkan. Konduktivitas ionik kitosan/PVA tanpa penambahan KOH sekitar 0,325 x 10-2 S cm-1. Peningkatan konduktivitas ionik akibat adanya penambahan KOH berkaitan dengan adanya peningkatan jumlah ion pembawa muatan (K+) dan reaksi ion tersebut di dalam rantai polimer. Pada batas tertentu penambahan garam KOH mengakibatkan penurunan nilai konduktivitas ionik elektrolit polimer kitosan/PVA. Nilai konduktivitas ionik paling tinggi yaitu pada penambahan KOH sebesar 35%. Konduktivitas ionik kitosan/PVA pada kondisi penambahan KOH 35 % (optimum) adalah sebesar 1,105 x 10-2 S cm-1. Penambahan kitosan pada PVA terbukti dapat meningkatkan konduktivitas ionik elektrolit polimer karena kitosan sendiri merupakan polimer yang bersifat konduktif. Dari pengukuran juga dapat diketahui bahwa semakin tinggi temperatur, maka konduktivitas ionik elektrolit polimer juga semakin tinggi. Pada batas temperatur tertentu, konduktivitas elektrolit polimer semakin menurun dengan semakin meningkatnya temperatur. Nilai konduktivitas ionik elektrolit polimer optimum pada suhu 75,40 oC. Adanya temperatur optimum ini berpengaruh dalam aplikasi elektrolit polimer tersebut.
Hasil analisa DSC telah dilakukan pada polimer elektrolit kitosan/PVA+KOH dengan perbandingan kitosan: PVA = 1 : 1 dan penambahan KOH 35%. Dari analisa
ini hanya diperoleh satu titik transisi gelas yaitu 75,30 oC. Titik transisi gelas ini lebih mendekati dan lebih rendah dari Tg PVA. Penambahan kitosan pada PVA akan menyebabkan terjadinya peningkatan fleksibilitas rantai polimer. Peningkatan fleksibilitas rantai menyebabkan kemampuan atom-atom pada struktur polimer untuk berputar atau melakukan segmental di antara rantai-rantainya semakin meningkat. Akibatnya temperatur transisi gelas paduan polimer tersebut semakin menurun. Konduktivitas ionik akan semakin meningkat dengan semakin turunnya temperatur transisi gelas elektrolit polimer. Pada kondisi penambahan garam optimum diperoleh nilai temperatur gelas tertentu yang nilainya merupakan kombinasi dari temperatur transisi gelas masing-masing polimer pembentuknya. Pada kondisi tertentu, terjadi peningkatan nilai Tg ketika penambahan garam melebihi jumlah optimum. Meningktanya nilai Tg akan menyebabkan menurunnya fleksibilas segmental dan semakin kakunya rantai polimer. Kekakuan rantai polimer terjadi akibat adanya ikatan silang antara kation pada garam dengan segmen di sekeliling rantai yang juga akan menurunkan mobilitas kation.
Spektrum FTIR campuran kitosan/PVA memperlihatkan puncak serapan inframerah yang lebih sederhana dibandingkan dengan puncak serapan kitosan. Hampir semua puncak serapan kitosan tidak muncul dalam campuran kitosan /PVA kecuali gugus fungsi C=O. Spektrum FTIR kitosan/PVA memperlihatkan adanya uluran gugus karbonat C=O (dengan lima cincin) pada bilangan gelombang 1812,71 cm-1. Puncak tersebut sebelumnya muncul pada bilangan gelombang 1794 cm-1. Puncak pada bilangan gelombang 3347,99 cm-1 menunjukkan adanya gugus fungsi NH (α-amido acids) yang sebelumnya tidak muncul pada serapan inframerah kitosan. Gugus funggsi kitosan tidak muncul sama sekali pada elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH. Namun gugus fungsi NH pada kitosan/PVA masih muncul setelah ditambahkan garam. Banyak puncak yang tidak muncul dan ada puncak baru yang ditemukan mengindikasikan bahwa telah terbentuk kompleks elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH.
Dari foto SEM dapat diketahui bahwa elektrolit polimer yang dihasilkan berupa elektrolit polimer dengan fasa amorf. Fasa amorf pada elektrolit polimer dapat meningkatkan konduktivitas ionik elektrolit polimer tersebut. Pencampuran kitosan dan PVA masih belum homogen. Hal ini dapat dilihat masih adanya penggumpalan. Fasa kristal yang muncul merupakan fasa kristal dari PVA. Adanya proses pengkristalan ini disebabkan oleh proses pemanasan elektrolit polimer untuk menguapkan pelarutnya. Pemanasan ini sedikit berpengaruh pada pengkristalan PVA. Elektrolit polimer tersebut berada dalam fasa amorf yang terikat satu sama lain. Elektrolit polimer yang dipanaskan cendrung memiliki permukaan lebih halus karena telah meleburnya PVA. Selain itu dapat dilihat adanya pengkristalan kembali KOH dalam sampel elektrolit polimer. Hal ini menyebabkan menurunnya konduktivitas ionik elektrolit polimer.
Hasil XRD memperlihatkan bahwa secara umum sampel yang terbentuk merupakan elektrolit polimer dengan fasa amorf. Puncak PVA muncul pada sudut 2θ = 20,3550. Ini menjelaskan bahwa masih adanya PVA dalam bentuk kristal yang terdapat dalam elektrolit polimer. Elektrolit polimer akan memiliki konduktivitas ionik tinggi jika fasa elektrolit polimer berada dalam fasa amorf. Persentase kristalinitas elektrolit polimer yang terbentuk sekitar 19,12%. Hasil XRD Kitosan/PVA+KOH 35% yang dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam memperlihatkan adanya puncak KOH. Sementara puncak PVA tidak terlihat dalam
fasa kristal. Pada sampel yang dipanaskan dapat dilihat adanya pengkristalan ulang KOH. Hal ini menyebabkan elektrolit polimer bersifat lebih kristalin sehingga dapat menurunkan konduktivitas ioniknya. Puncak yang muncul pada sampel yang dipanaskan terdapat pada 2θ = 33,04350 dengan derajat kristalinitas 32,61%. Persentase kristalinitas tersebut lebih besar 13,49% dari elektrolit polimer yang tidak dipanaskan.
Hasil EDX kitosan/PVA+KOH 35% memperlihatkan bahwa karbon merupakan unsur yang paling dominan pada elektrolit polimer yaitu sekitar 32,33% wt. Persentase kalium yang terdapat dalam elektrolit polimer hanya sekitar 28,24%. Penyebaran atom K+ dalam elektrolit polimer tidak terdistribusi merata pada sampel. Kerapatan atom K+ dalam elektrolit polimer yaitu sekitar 79 atom cm-2.
Salah satu cara untuk meningkatkan konduktivitas ionik elektrolit polimer adalah dengan menambahkan filler. Konduktivitas ionik elektrolit polimer maksimum pada konsentrasi penambahan TiO2 sebesar 50%. Konduktivitas ionik elektrolit polimer dengan penambahan TiO2 optimum menghasilkan konduktivitas sebesar 1,210 x 10-2 S cm-1. Nilai ini lebih besar 0,154 x 10-2 S cm-1 dari konduktivitas ionik elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH 35% yang hanya 1,105 x 10-2 S cm-1. Penambahan filler TiO2 dapat meningkatkan kekuatan mekanik, meningkatkan konduktivitas ionik, dan stabil dalam interface. Kata kunci: elektrolit polimer, konduktivitas ionik, kitosan, PVA, KOH
@Hak Cipta milik IPB, Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pngutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI KONDUKTIVITAS ELEKTROLIT POLIMER
KITOSAN/PVA+KOH
RIKA PUTRI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Irmansyah
Judul Tesis : Studi Konduktivitas Elektrolit Polimer Kitosan/PVA+KOH
Nama : Rika Putri
NRP : G751070131
Program Studi : Biofisika
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si. Dr. Ir. Irzaman, M.Si. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Biofisika Dr. Agus Kartono, S.Si, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 22 April 2010 Tanggal lulus: 12 Mei 2010
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “ Studi Konduktivitas Elektrolit
Polimer Kitosan/PVA+KOH” sebagai salah satu syarat kelulusan program
pascasarjana di Departemen Fisika Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu dan
Bapak Dr. Irzaman atas arahan dan motivasinya kepada Penulis. Terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Menteri Pendidikan Nasional telah memberi dukungan
sepenuhnya melalui program “BEASISWA UNGGULAN” Depdiknas tahun
anggaran 2007-2009 sampai tesis ini selesai. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada keluarga besar penulis, Amak yang selalu mendo’akan, serta Uda dan Uni
yang telah mendukung secara moril dan materil. Dan tak lupa ucapan terima kasih
penulis kepada teman-teman seperjuangan S2 Biofisika atas diskusi-diskusinya
dalam penyusunan tesis ini. Kepada teman-teman Himpunan Mahasiswa Muslim
Pascasarjana (HIMMPAS) IPB, terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama
mengerjakan penelitian. Terimakasih kepada teknisis di Puslitbang Kehutanan Bogor
yang telah meluangkan banyak waktu untuk membantu dalam penelitian ini. Ucapan
khusus untuk: Uni Afni, Mba Dona, Euis Handayani, Kastana Sapanli, Andi Syukri,
Kenzie Makoto, Hana Makoto, Ocu Indra, Nelly, Sandrio Ivanus, Mba Nurul, Bapak
Suparman Haru, Mba Tuti, Mba Yessie, TB dan BSP-ers (Ariz, Marto, Mada, Fitri,
Eni dan Dian), terima kasih atas do’a, dukungan, semangat, dan bantuan materinya.
Semoga Allah membalas dengan yang lebih baik. Serta Ustadz dan Ustadzah yang
telah menerima penulis sebagai keluarga selama penulis berada di Bogor.
Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat
kesalahan yang tidak disengaja dalam penulisan tesis ini. Kritik dan saran terhadap
penelitian penelitian ini sangat penulis harapkan.
Bogor, Mei 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 18 Februari 1985 dari Ayah Zulkarnaini (Alm) dan Ibu Warni. Penulis merupakan putri ke tujuh dari delapan bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB pada tahun 2003-2007. Pada tahun 2007 Penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Biofisika. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari program BEASISWA UNGGULAN Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Selama kuliah di Pascasarjana IPB penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS) IPB dari tahun 2007-2009 dan Forum Mahasiswa Pascasarjana (WACANA) Biofisika IPB 2007-2009.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Elektrolit Polimer ............................................................................... 3
2.2 Elektrolit Polimer Padat ...................................................................... 4
2.3 Konduktivitas Ionik ............................................................................ 4
2.4 Persamaan Arrhenius .......................................................................... 5
2.5 Persamaan Vogel-Tamman-Fulcher (VTF) ................................…...7
2.6 Pengaruh Penambahan Garam Ionik
Terhadap Elektrolit PolimeR .............................................................. 9
2.7 Kitosan ............................................................................................... 10
2.8 Polyvinil Alcohol (PVA) .................................................................... 12
2.9 Temperatur Transisi Gelas ................................................................. 12
BAB III BAHAN DAN METODE ................................................................ 13
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 13
3.2 Bahan dan Alat................................................................................... 13
3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 13
3.4 Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 14
3.5 Karakterisasi Elektrolit Polimer ......................................................... 14
3.5.1 Analisa Spektrofotometri FTIR ................................................ 14
3.5.2 Analisa DSC (Differential Scanning Calorimetry) ................... 15
3.5.3 Analisa SEM dan EDX ............................................................. 15
3.5.4 Konduktivitas Listrik ................................................................ 15
3.5.5 Analisa XRD (X-Ray Diffraction) ............................................ 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 16
4.1 Konduktivitas ionik kitosan/PVA ................................................ 16
4.2 DSC (Differential Scanning Calorimetry) ................................... 19
4.3 FTIR (Fourier Transform Infrared) ............................................ 21
4.4 Analisa SEM (Scanning Electron Microscope) ........................... 25
4.5 XRD (X-Ray Diffraction)............................................................. 27
4.6 EDX (Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy) ........................... 29
4.7 Efek Penambahan filler TiO2 ....................................................... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 35
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Data identifikasi gugus fungsi kitosan ........................................................ 23
2 Data identifikasi gugus fungsi kitosan/PVA .............................................. 24
3 Data identifikasi gugus fungsi kitosan/PVA+KOH ……………………….24
4 Data unsur yang terdapat dalam elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH….30
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Mekanisme perpindahan ion dalam kisi zat padat ....................................... 6
2 Pemindahan kation ke dalam koordinat ikatan polimer secara loncatan
pada elektrolit polimer yang dibantu oleh pergerakan ikatan polimer .......... 8
3 Pemindahan kation dalam elektrolit polimer karena kelompok ionik .......... 8
4 Jenis-jenis ion dalam kompleks polimer ...................................................... 9
5 Kitin (poli-N-asetil-glukosamin) ................................................................. 10
6 Kitosan (poli-glukosamin) ........................................................................... 10
7 Produksi Udang Indonesia .......................................................................... 11
8 Variasi konduktivitas ionik elektrolit polimer kitosan/PVA terhadap
persentase penambahan KOH (% wt) ............................................................. 17
9 Hubungan antara temperatur dan konduktivtas ionik kitosan/PVA+KOH
35 %............... ................................................................................................ 18
10 Plot Arrhenius Kitosan/PVA+KOH 35 % ................................................. 19
11 Suhu transisi gelas (Tg) Kitosan/PVA+KOH ............................................ 21
12 Spektrum FTIR Kitosan ............................................................................. 22
13 Spektrum FTIR (a) Kitosan/PVA (b) Kitosan/PVA+KOH ....................... 23
14 Hasil SEM (a) Kitosan/PVA+KOH 35% dan (b) PVA+KOH 40% .......... 26
15 SEM Kitosan/PVA+KOH 35 % (Pemanasan 100 0C) ............................... 27
16 XRD elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH (25 0C) ................................. 28
17 XRD elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH (100 0C) ............................... 28
18 Spektrum EDX Kitosan/PVA+KOH ......................................................... 30
19 Scanning line EDX Kitosan/PVA+KOH ................................................... 30
20 Mapping (a) Kitosan/PVA+KOH (b) KOH ............................................... 31
21 Efek penambahan TiO2 pada elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH ........ 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Gambar Alat-alat yang digunakan dalam penelitian .................................. 37
2. Konduktivitas ionik kitosan/PVA dengan variasi (% wt) KOH ................ 38
3. Variasi Konduktivitas ionik kitosan/PVA+KOH 35%
terhadap temperatur .................................................................................... 39
4 Konduktivitas ionik kitosan/PVA dengan variasi (% wt) TiO2 .................. 40
5 Perhitungan Plot Arrhenius ......................................................................... 40
6 Cara menghitung energy aktivasi dari plot Arrhenius .......................... …. 41
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan Indonesia yang
jumlahnya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Udang yang diekspor merupakan
udang dalam bentuk beku, yang sebagian besar (60-70 %) dari berat udang akan
menjadi limbah (bagian kulit dan kepala). Jika pada tahun 2009 potensi udang
diperkirakan sebesar 540.000 ton, maka akan dihasilkan limbah sebanyak 324.000
ton. Limbah sebanyak ini jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan [1,2].
Kulit udang mengandung kitin sebesar 99,1%, dan jika diproses lebih lanjut
akan dihasilkan kitosan. Kitosan memiliki gugus aktif amina bebas dan hidroksil.
Dengan adanya gugus-gugus ini maka kitosan dapat dimodifikasi menjadi berbagai
produk. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah alkilasi, sililasi, tosilasi,
pembentukan garam kuartener, sulfatasi, fosforilasi dan tiolasi [2,3]. Kitosan juga
dapat dimodifikasi dengan cara dicampur dengan polimer lain seperti polivinil
alkohol(PVA) dan poli (asam akrilat).
Campuran kitosan/PVA dapat dimanfaatkan sebagai elektrolit polimer untuk
berbagai macam aplikasi. Hal ini dapat dilihat dari kedua sifat bahan tersebut.
Kitosan bersifat polielektrolit kationik karena adanya gugus amino, biodegradable,
bisa membentuk film dan bisa berfungsi sebagai agen pengkelat ion logam.
Sedangkan PVA memiliki sifat mekanik yang bagus dan mampu terdegradasi alami
pada kondisi tertentu. Penambahan PVA dapat memperbaiki kekuatan mekanik
kitosan dengan adanya tekanan pada kristalisasi rantai polimer [1,2].
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi optimum
kitosan/PVA+KOH. Komposisi optimum merupakan komposisi elektrolit polimer
yang menghasilkan nilai konduktivitas ionik paling tinggi. Selain itu juga diteliti efek
penambahan filler TiO2 terhadap komposisi kitosan/PVA+KOH optimum.
1.3 Perumusan Masalah
1. Mensintesis kitosan/PVA dengan berbagai variasi penambahan KOH sehingga
dihasilkan kitosan/PVA+KOH dengan komposisi optimum untuk aplikasi elektrolit
polimer.
2. Karakterisasi kitosan/PVA+KOH dengan komposisi optimum (konduktivitas ionik
paling tinggi)
3. Pembuatan elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH dengan variasi penambahan
filler TiO2 sehingga diperoleh komposisi optimum filler pada elektrolit polimer.
1.4 Hipotesis
1. Semakin banyak KOH yang ditambahkan pada campuran polimer kitosan/PVA
maka konduktivitas ioniknya akan semakin tinggi.
2. Semakin banyak TiO2 yang ditambahkan pada campuran polimer
kitosan/PVA+KOH optimum maka konduktivitas ioniknya akan semakin tinggi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Elektrolit Polimer
Elektrolit polimer merupakan bidang ilmu bahan yang mencakup aspek
elektrokimia, polimer, kimia organik dan kimia anorganik. Sejak dua dekade
terakhir, modifikasi pada elektolit polimer giat dilakukan agar dihasilkan polimer
yang bersifat konduktif. Wright merupakan orang pertama yang mengkaji bidang
tersebut pada tahun 1973. Beliau menemukan bahwa kompleks PEO-Na
menunjukkan nilai konduktivitas ionik yang cukup tinggi. Banyak penelitian yang
telah dilakukan terkait dengan elektrolit polimer ini [4].
Elektrolit polimer memiliki peranan penting dalam piranti ektronika seperti
baterai litium, kapasitor dan sel foto elektrokimia [5]. Elektrolit polimer dapat
digunakan untuk menggantikan elektrolit cair. Penggunaan elektrolit cair dalam
piranti elektronika telah menimbulkan masalah seperti kebocoran yang disebabkan
oleh reaksi antara pelarut kuat dengan zat yang terkandung dalam larutan yang
bersifat toksik dan mudah terbakar.
Elektrolit polimer dapat beroperasi pada suhu agak tinggi yaitu antara 60 0C
sampai 100 0C dan memiliki sifat fleksibel yaitu dapat dibentuk sesuai keinginan.
Selain itu, elektrolit polimer bisa mengatasi kebocoran yang terjadi pada baterai
karena tidak menggunakan elektrolit cair [4]. Di samping itu, elektrolit polimer
memperlihatkan sifat yang bersesuaian dengan elektroda dan memberikan energi
yang lebih besar dibandingkan dengan baterai yang menggunakan elektrolit cair [4].
Konduktivitas ionik elektrolit polimer sangat penting untuk tujuan penggunaan
piranti elektronika. Polimer yang memiliki gugus penyumbang elektron sangat tepat
untuk dijadikan sebagai elektrolit polimer. Karena permintaan terhadap elektrolit
polimer terus bertambah maka penelitian terhadap polimer sebagai host dalam sistem
elektrolit banyak dilakukan.
2.2 Elektrolit Polimer Padat
Elektrolit polimer padat dapat dikelompokkan sebagai bahan padat yang
memiliki kemampuan untuk menghantarkan arus listrik dengan cara pergerakan ion
dan memiliki fungsi yang sama seperti larutan elektrolit [6,7]. Sistem polimer yang
memiliki nilai konduktivitas ionik yang tinggi dapat disiasati dengan menambahkan
bahan tambahan seperti bahan anorganik ke dalam matriks polimer tersebut [8].
Elektrolit polimer yang mengandung kation atau anion yang bebas bergerak akan
bertindak sebagai bahan konduktor dalam medium elektrolit polimer. Konduktivitas
ionik suatu polimer bergantung pada kerapatan dan mobilitas suatu ion. Secara fisik,
elektrolit polimer terlihat sebagai bahan yang berfasa padat tetapi struktur di
dalamnya bersifat seperti fasa cair yang memberi pengaruh pada perubahan nilai
konduktivitas.
Ciri-ciri yang harus dimiliki oleh suatu polimer agar dapat berfungsi sebagai
host dalam elektrolit polimer adalah [4] :
i. Memiliki atom atau kumpulan atom yang cukup untuk mendonorkan elektron
sehingga dapat membentuk ikatan koordinasi dengan kation.
ii. Memiliki hambatan yang kecil terhadap pemutaran ikatan sehingga
memungkinkan pergerakan ion pada ikatan polimer.
iii. Memiliki jarak yang sesuai antara pusat koordinat karena penting dalam
pembentukan multi ikatan ion secara intra polimer.
iv. Mempunyai suhu peralihan kaca yang rendah sehingga memudahkan pergerakan
ion
2.3 Konduktivitas Ionik
Konduktivitas ionik pada elektrolit polimer disebabkan oleh adanya ion
bermuatan dan elektron yang bersifat konduktor. Konduktivitas ionik diukur dalam
satuan S/cm atau Ohm-1cm-1. Persamaan konduktivitas ionik (σ) untuk elektrolit
polimer adalah sebagai berikut:
σ (T) = Σηiqiμi (2.1)
di mana:
ηi = jumlah pembawa muatan untuk ion jenis i
qi = muatan ion
μi = mobilitas muatan
Konduktivitas ionik elektrolit polimer dapat diukur dengan menggunakan
arus bolak balik (AC) atau arus searah (DC). Arus bolak-balik (AC) banyak
digunakan dalam pengukuran konduksi suatu elektrolit polimer. Dalam arus bolak-
balik, ion bergerak pada satu arah tertentu pada putaran pertama dan pada putaran
kedua bergerak pada arah berlawanan. Dalam kajian AC, perbandingan tegangan
terhadap arus merupakan nilai impedansi (Z) dalam satuan Ohm. Z merupakan
fungsi frekuensi, dan diberi simbol Z(ω). Dari plot impedansi dapat diketahui
resistansi bulk Rb dan konduksi ionik dapat ditentukan dari persamaan :
σ = (2.2)
di mana:
σ = konduktivitas ionik
l = ketebalan sampel
A = luas permukaan sampel yang bersentuhan dengan elektroda
Rb = Resistansi bulk
2.4 Persamaan Arrhenius
Mekanisme konduktivitas ionik pada elektrolit polimer dapat ditentukan
berdasarkan pada grafik antara konduktivitas ionik (σ) terhadap suhu (T). Persamaan
Arrhenius menjelaskan bahwa :
(2.3)
Dimana σ0 = konstanta
Ea = Energi aktivasi
k = konstanta Boltzmann
T = temperatur
Karakteristik Arrhenius pada elektrolit polimer di bawah nilai Tg (temperatur
transisi gelas) bisa dijelaskan dengan penarikan pasangan ion yang disebabkan
mekanisme perpindahan ion ke dalam bagian yang sempit secara tidak langsung.
Sementara karakteristik Arrhenius untuk temperatur melebihi nilai Tg, melibatkan
mekanisme perpindahan ion ke dalam atom tetangga. Mekanisme penyerapan ion
dalam bahan polimer bisa dianalogikan dengan mekanisme perpindahan ion pada kisi
zat padat.
Menurut Ricket dalam [4], mekanisme perpindahan ion dalam elektrolit
polimer adalah seperti berikut:
i. Mekanisme kekosongan yaitu pengisian ion ke dalam kisi tetangga yang kosong.
ii. Mekanisme penyempitan yaitu perpindahan ion ke bagian yang sempit secara
tidak langsung
Gambar 1 Mekanisme perpindahan ion dalam kisi zat padat
2.5 Persamaan Vogel-Tamman-Fulcher (VTF)
Mekanisme konduktivitas ionik dalam elektrolit polimer sudah banyak dipelajari
dan dimodelkan oleh peneliti. Salah satu model konduktivitas ionik adalah pergerakan
ion dalam material kristalin sepanjang terowongan berbentuk silinder. Namun, model ini
mulai ditinggalkan orang, karena ditemukan sebuah rumusan Arrhenius yang
menyatakan hubungan pergerakan torsi antara ikatan C-C dan C-O sebagai fungsi eksak
dari hantaran proton yang dinyatakan sebagai persamaan Vogen-Tamman-Fulcher
(VTF). Persamaan ini dibuktikan dengan hasil difraksi sinar X.
Penggunaan persamaan Vogel-Tamman-Fulcher (VTF) sangat sesuai untuk
sistem amorfus. Persamaan VTF dapat ditulis sebagai berikut:
(2.4)
dimana B = konstanta
To = temperatur awal
T = temperatur eksperimen
Karakteristik VTF menjelaskan bahwa perpindahan ion dalam matriks padat
hampir sama dengan perpindahan ion dalam keadaan cair. Di samping itu,
Karakteristik Arrhenius tidak sama dengan karakteristik VTF di mana penyerapan
ion tidak bermuatan terjadi melalui medium bergerak yang dipengaruhi oleh medan
listrik. Sementara itu, peningkatan suhu mengakibatkan material memuai dan
menyebabkan adanya kekosongan yang memungkinkan pergerakan ion dalam suatu
polimer. Mekanisme pergerakan ion yang fleksibel dalam matriks polimer
bergantung kepada konsentrasi garam yang ditambahkan dalam matriks polimer
tersebut.
Menurut Gray [8], dari hasil difraksi sinar-X diperoleh bahwa oksigen eter
memiliki ikatan kovalen dengan kation pada kompleks padat garam PEO. Hal ini
hanya dapat dijelaskan dengan stoikiometri kompleks padat dan tidak berlaku untuk
semua konsentrasi penambahan garam. Namun demikian, loncatan antara ikatan
dalam lebih penting daripada loncatan antara ikatan luar dan pemindahan ion-ion dari
ikatan ke ikatan dapat terjadi. Gambar 2 menunjukkan pemindahan kation ke
koordinat dalam ikatan polimer yang sama atau ke ikatan polimer tetangga secara
loncatan.
Gambar 2 (a) Pemindahan kation dalam ikatan polimer yang sama secara loncatan
(b) Pemindahan kation ke ikatan polimer tetangga secara loncatan [8]
Di samping itu, pemindahan kation secara berkelompok dapat terjadi karena polimer
berfungsi sebagai hos ion seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 (a) Pemindahan ion berkelompok dalam ikatan polimer yang sama secara
loncatan (b) Pemindahan ion secara loncatan untuk ion berkelompok [8]
(a)
(b)
(a)
(b)
2.6 Pengaruh Penambahan Garam Ionik Terhadap Elektrolit Polimer
Elektrolit polimer terbentuk karena adanya interaksi antara garam alkali
dengan suatu makro molekul. Untuk menentukan pengaruh penambahan garam ionik
dalam suatu elektrolit polimer terhadap perubahan nilai konduktivitas ionik, maka
dapat mengacu pada konsep pergerakan ion dalam matriks polimer tanpa adanya
pengaruh pelarut. Menurut Pearson’s dan teori asam-alkali, untuk membentuk suatu
kompleks elektrolit polimer, polimer berfungsi sebagai alkali lewis dan kation garam
berfungsi sebagai asam lewis. Terdapat beberapa faktor yang membedakan antara
elektrolit polimer dengan elektrolit cair yaitu morfologi fasa padat, berat molekul,
konstanta dielektrik yang rendah. Di samping itu, faktor seperti penguraian garam
ionik menjadi ion bebas atau pasangan ion juga menyebabkan perbedaan yang sangat
besar antara elektrolit polimer dan elektrolit cair. Secara umum, konduktivitas ionik
elektrolit polimer lebih rendah dibandingkan dengan elektrolit cair pada suhu ruang
yang disebabkan faktor-faktor yang disebutkan diatas. Gambar 4 menunjukkan jenis-
jenis ion yang terdapat dalam kompleks polimer.
Gambar 4 Jenis-jenis ion dalam kompleks polimer [9]
2.7 Kitosan Kitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh melalui deasetilasi kitin.
Perbedaan di antara kitin dan kitosan terdapat dalam derajat deasetilasinya. Kitosan
mempunyai derajat deasetilasi 80–90%, akan tetapi kebanyakan publikasi
menggunakan istilah kitosan apabila derajat deasetilasi lebih besar 70% [1]. Struktur
kimia dari kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6 berikut:
Gambar 5 Kitin (poli-N-asetil-glukosamin)
Gambar 6 Kitosan (poli-glukosamin)
Pada umumnya keberadaan kitin di alam tidak terdapat dalam keadaan bebas,
akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (zat
warna). Walaupun kitin tersebar luas di alam, sumber utama yang dapat digunakan
memproduksi kitin dalam skala besar dan dijadikan untuk pengembangan lebih lanjut
adalah kitin yang terdapat pada Crustaceae yang dipanen secara komersil seperti
kepiting, udang, dan lobster. Kitin dari jenis Crustaceae ini banyak tersedia dalam
jumlah besar sebagai limbah industri pangan. Tingkat produksi udang Indonesia
cukup tinggi, bahkan trend pertumbuhannya sangat mengesankan, seperti data pada
Gambar 7:
Gambar 7 Produksi Udang Indonesia [2]
Melihat sifat hidrofilik, reaktivitas kimia, kesanggupan membentuk film dan
sifat mekanik yang baik, maka kitosan merupakan bahan yang baik untuk digunakan
dalam berbagai bidang aplikasi. Kitosan tidak larut dalam air tapi larut dalam pelarut
asam dengan pH di bawah 6,0. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan
kitosan adalah asam asetat 1%, dengan pH sekitar 4,0. Pada pH di atas 7,0 stabilitas
kelarutan kitosan sangat terbatas. Pada pH tinggi, cenderung terjadi pengendapan dan
larutan kitosan membentuk kompleks polielektrolit dengan hidrokoloid anionik
menghasilkan gel.
Karena adanya gugus amino, menjadikan kitosan sebagai polielektrolit
kationik (pKa 6,5), hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Karena sifatnya yang
basa ini, maka kitosan:
a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental, sehingga
dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi konfigurasi seperti
butiran, membran, pelapis, kapsul, serat dan spons.
b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polielektrolit anion yang
dapat digunakan untuk pembuatan butiran, gel, kapsul, dan membran. Dapat
digunakan sebagai pengkelat ion logam berat di mana gelnya menyediakan sistim
proteksi terhadap efek destruksi dari ion.
Kitosan memiliki gugus hidroksil dan amin yang dapat memberi jembatan
hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian terbentuk
jaringan hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air. Gugus fungsi
dari kitosan (gugus hidroksil primer pada C-6, gugus hidrosil sekunder pada C-3 dan
gugus amino pada posisi C-2) membuatnya mudah dimodifikasi secara kimia.
2.8 Polyvinil Alcohol (PVA)
Polyvinil Alcohol ( PVA ) memiliki struktur kimia sederhana yang terdiri dari
gugus hidroksil. Pembuatan PVA dapat melalui proses polimerisasi dari vinil asetat
(PVAc) dilanjutkan hidrolisis menjadi PVA. Derajat hidrolisis dari gugus asetat
mempengaruhi penentuan sifat kimia, kelarutan dan kemampuan mengkristal. PVA
dengan derajat hidrolisis yang tinggi mempunyai kelarutan yang rendah dalam air
sehingga sulit untuk mengkristal. PVA dengan derajat hidrolisis sebesar 98.5 % atau
lebih dapat larut dalam air pada suhu 70 0C. PVA merupakan salah satu polimer yang
sering digunakan karena mempunyai sifat mekanik yang bagus, dan dapat
terdegradasi secara alami pada kondisi tertentu.
2.9 Temperatur Transisi Gelas
Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan salah satu sifat fisik penting dari
polimer yang menyebabkan polimer tersebut memiliki daya tahan terhadap panas
atau temperatur yang berbeda-beda. Dimana pada saat temperatur luar mendekati
temperatur transisi gelasnya maka suatu polimer mengalami perubahan dari keadaan
yang keras kaku menjadi lunak seperti karet. Akibat dari perbedaan Tg dari setiap
polimer menyebabkan setiap polimer memiliki kegunaan yang berbeda-beda
bergantung pada suhu lingkungan dimana polimer itu bekerja. Perbedaan Tg ini
disebabkan oleh berbagai faktor yang meliputi panjang molekul polimer, berat
molekul, efek elektrostatik seperti polarisabilitas, momen dwi kutub, stereokimia,
dan stereoregularitas rantai polimer maupun interaksi intermolekuler dari polimer
melalui ikatan hidrogen dan gaya london.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB,
Balai Penelitian Pengembangan Hasil Hutan dan Sentra Teknologi Polimer
PUSPITEK Serpong Agustus 2009 sampai dengan Januari 2010.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah kitosan,
polivinil alkohol (PVA), aquades, asam asetat, KOH, dan TiO2. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah neraca analitik, gelas piala, pipet tetes, pipet Mohr, gelas
ukur Iwaki 10 ml dan 100 ml, hot plate, cawan petri, hot plate stirrer, tissue,
Bransonic 2510 dan furnace (tanur). Alat karakterisasi yang digunakan diantaranya
adalah: LCR meter, Shimadzu X Ray Diftraktometer, SEM Brucer 133 eV, Brucer
FTIR, dan Rheometric Scientific DSC.
3.3 Metode Penelitian
Kitosan sebanyak 0,25 gram dilarutkan dalam 10 ml asam asetat 1% dengan
metode sonikasi selama 4 jam. Kemudian ditambahkan PVA sebanyak 0,25 gram.
Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan hot plat stirrer pada
temperatur 80 oC sampai larutan homogen. Campuran kitosan-PVA yang telah
homogen ditambahkan KOH dengan variasi konsentrasi 0–50% wt. Campuran
kitosan/PVA+KOH dengan berbagai konsentrasi didinginkan pada suhu ruang dan
diukur konduktivitasnya dengan menggunakan LCR meter. Campuran dengan nilai
konduktivitas paling tinggi dikarakterisasi lebih lanjut.. Untuk karakterisasi lebih
lanjut dilakukan solution casting pada cawan petri. Untuk menghilangkan pelarut,
dilakukan pengeringan dengan furnace pada temperatur 80 oC selama 4 jam.
Karakterisasi yang dilakukan yaitu FTIR, DSC, XRD, SEM, dan EDX. Efek
penambahan filler TiO2 pada campuran kitosan/PVA+KOH optimum diamati pada
variasi konsentrasi 0–60% wt dengan cara mengukur konduktivitasnya.
3.4 Diagram Alir Penelitian
3.5 Karakterisasi Elektrolit Polimer
3.5.1 Analisa Spektrofotometri FTIR
Pada penelitian dilakukan analisa spektroskopi FTIR (Fourier Transform
Infra Red) untuk menganalisis struktur. FTIR merupakan salah satu jenis
spektroskopi yang bersifat kualitatif. FTIR menggunakan energi yang bersumber dari
sinar inframerah sebagai energi pengganggu. Penyinaran sampel dengan FTIR
menyebabkan peristiwa transisi energi vibrasi molekul polimer. Sinyal hasil
penangkapan detektor selanjutnya ditransformasikan dari bentuk sinyal biasa
menjadi sinyal yang lebih kontinu dengan menggunakan transformasi fourier. Hasil
analisis diharapkan menunjukkan sinyal yang khas untuk spektrum elektrolit
polimer.
3.5.2 Analisa DSC (Differential Scanning Calorimetry)
Pengamatan sifat termal dilakukan dengan menggunakan instrumen DSC
yang bertujuan untuk mengetahui temperatur transisi gelas (Tg) elektrolit polimer.
Alat ini mengukur perubahan aliran panas (heat flow), jika sampel dipanaskan
sebagai fungsi dari suhu dan waktu. Perubahan energi yang terjadi dapat bersifat
endotermis atau eksotermis, yang kemudian terekam di dalam termogram. Sampel
dengan massa 10 mg di dalam aluminium pan diletakkan pada platinum holder.
Sebagai referensi, diletakkan pula pan kosong. Perbedaan arus panas yang terjadi
dimonitor dengan termokopel diferensial. Sampel dipanaskan dengan kecepatan 10
K/min. Untuk menghindari penyerapan dengan udara luar, selama pengukuran alat
ini dialiri gas Argon.
3.5.3 Analisa SEM (Scanning Electron Microscope) dan EDX (Energy Dispersive
X-Ray Spectroscopy)
Analisa SEM digunakan untuk mengetahui morfologi permukaan elektrolit
polimer. Perbesaran 100-1000x digunakan untuk menganalisa morfologi permukaan
elektrolit polimer. EDX merupakan analisis yang terintegrasi dengan SEM dan
digunakan untuk analisis unsur yang terdapat dalam elektrolit polimer.
3.5.4 Konduktivitas Listrik
Konduktivitas listrik elektrolit polimer ditentukan dengan menggunakan
HIOKI 2522-50 LCR. Pengukuran konduktivitas dilakukan dengan menggunakan
arus AC dengan tegangan 1 V. Selain itu konduktivitas juga dilakukan pada variasi
suhu 30 - 80 0C. Hasil konduktivitas diplot terhadap 1/T untuk menjelaskan
mekanisme konduksi ionik dalam elektrolit polimer.
3.5.5 Analisa XRD (X-Ray Diffraction)
XRD banyak digunakan untuk menentukan sifat sampel, identifikasi fasa,
analisis kuantitatif dari fasa campuran dan ukuran partikel. Konduktivitas ionik
polimer elektrolit secara kualitatif dapat dikaitkan dengan analisa XRD. Dari analisa
XRD dapat dilihat hubungan antara fasa elektrolit dengan konduktivitas ionik
elektrolit polimer.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Konduktivitas ionik kitosan/PVA
Kajian yang paling penting dalam kompleks elektrolit polimer adalah
pengukuran konduktivitas ioniknya. Konduktivitas ionik yang ditunjukkan oleh suatu
matriks elektrolit polimer adalah hasil dari penambahan (doping) unsur alkali ke
dalam matriks polimer tersebut. Unsur alkali yang ditambahkan ke dalam polimer
kitosan/PVA adalah kalium dari senyawa KOH dengan berbagai konsentrasi (%wt).
Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa nilai konduktivitas ionik meningkat dengan
semakin banyaknya KOH yang ditambahkan. Konduktivitas ionik kitosan/PVA tanpa
penambahan KOH sekitar 0,325 x 10-2 S cm-1. Konduktivitas meningkat ketika
ditambahkan KOH ke dalam polimer tersebut. Peningkatan konduktivitas ionik
akibat adanya penambahan KOH berkaitan dengan adanya peningkatan jumlah ion
pembawa muatan (K+) dan reaksi ion tersebut di dalam rantai polimer [10].
Pada batas tertentu penambahan KOH mengakibatkan penurunan nilai
konduktivitas ionik elektrolit polimer kitosan/PVA. Hal ini disebabkan elektrolit
polimer dalam komposisi melebihi batas komposisi jenuh. Menurut teori, konsentrasi
kalium yang tinggi dalam polimer dapat menghambat pergerakan ion-ion dan
mengakibatkan menurunnya nilai konduktivitas ionik elektrolit polimer. Nilai
konduktivitas ionik paling tinggi yaitu pada penambahan KOH sebesar 35%.
Konduktivitas ionik kitosan/PVA pada kondisi penambahan KOH 35 % (optimum)
adalah sebesar 1,105 x 10-2 S cm-1. Nilai ini lebih besar 0,255 x 10-2 S cm-1
dibandingkan dengan konduktivitas ionik elektrolit polimer PVA+KOH 40% yang
telah dilakukan A.A Mohamad dan A. K. Arof pada tahun 2006 [11]. Senyawa KOH
yang ditambahkan pada elektrolit polimer kitosan/PVA, 5% lebih rendah
dibandingkan dengan elektrolit polimer PVA+KOH. Penambahan kitosan pada PVA
terbukti dapat meningkatkan konduktivitas ionik elektrolit polimer karena kitosan
sendiri merupakan polimer yang bersifat konduktif.
Gambar 8 Variasi konduktivitas ionik elektrolit polimer kitosan/PVA terhadap
persentase penambahan KOH (% wt)
Seperti telah disebutkan di atas, penambahan KOH dengan persentase
optimum akan menghasilkan elektrolit polimer dengan konduktivitas ionik paling
tinggi. Persentase optimum penambahan KOH tergantung pada polimer yang
digunakan. Polimer yang berbeda akan memiliki persentase penambahan KOH
optimum yang berbeda pula. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa konsentrasi
penambahan KOH diatas konsentrasi 35% menghasilkan elektrolit polimer dengan
konduktivitas ionik yang semakin menurun.
Hubungan konduktivitas ionik elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH terhadap
temperatur dapat dilihat pada Gambar 9. Elektrolit polimer yang diukur merupakan
elektrolit polimer dengan konduktivitas ionik paling tinggi (35% KOH). Pada
Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur maka konduktivitas ionik
elektrolit polimer juga semakin tinggi. Terdapat temperatur optimum operasi
elektrolit polimer yaitu sekitar 74 oC. Di atas temperatur optimum konduktivitas
ionik elektrolit polimer mengalami penurunan. Hal ini diebabkan oleh kristalisasi
elektrolit polimer. Untuk konduktivitas ionik, semakin kristalin suatu bahan maka
konduktivitas ioniknya semakin kecil. Dengan kata lain, elektrolit polimer akan
memiliki konduktivitas ionik paling tinggi jika berada dalam fasa amorf.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 10 20 30 40 50 60
σ (1
0-2S
cm
-1)
Persentase KOH (% wt)
Gambar 9 Hubungan antara temperatur dan konduktivtas ionik kitosan/PVA+KOH
35 %
Adanya temperatur operasi maksimum ini berpengaruh dalam aplikasi
elektrolit polimer tersebut. Selain itu, peningkatan konduktivitas terhadap temperatur
berkaitan dengan apa yang terjadi pada kristal ionik yaitu terjadinya proses lompatan
ion ke bagian tetangga atom terdekat yang kosong. Pada temperatur tinggi,
pergerakan termal rantai polimer dan disosiasi kalium semakin meningkat sehingga
konduktivitas semakin meningkat. Pada temperatur rendah, kehadiran KOH
menyebabkan interaksi garam-polimer atau interaksi kation-dipol yang akan
meningkatkan energi kohesif jaringan polimer. Ketika terjadi penurunan volume
bebas, gerak segmental polimer dan ion terhalang maka akan terjadi penurunan
konduktivitas ionik [12].
Pada Gambar 10 dapat dilihat plot Arrhenius elektrolit polimer
kitosan/PVA+KOH 35%. Dengan menggunakan persamaan (2.3) diperoleh energi
aktivasi (Ea) elektrolit polimer sebesar 0,246 eV. Elektrolit polimer dengan
konduktivitas ionik tinggi memiliki energi aktivasi kecil. Hal ini berkaitan dengan
volume bebas yang terdapat dalam elektrolit polimer ketika terjadinya kenaikan
temperatur [10].
0
100
200
300
400
500
600
25 35 45 55 65 75 85
Temperatur (oC)
σ(S cm‐1)
Gambar 10 Plot Arrhenius Kitosan/PVA+KOH 35 %
4.2 DSC (Differential Scanning Calorimetry)
Salah satu karakteristik terpenting dari keadaan amorfus adalah sifat polimer
selama transisinya dari padat ke cair. Ketika suatu gelas amorfus dipanaskan, energi
kinetik molekul-molekulnya bertambah. Namun geraknya masih diibatasi sampai
vibrasi dan rotasi daerah pendek sepanjang polimer tersebut mampu
mempertahankan struktur gelasnya. Ketika temperatur dinaikkan lagi, maka muncul
satu batas di mana terjadi suatu perubahan yang jelas; dimana polimer melepaskan
sifat-sifat gelasnya dan berubah ke sifat-sifat yang umumnya lebih condong kepada
karet. Temperatur saat berlangsungnya fenomena ini disebut temperatur transisi gelas
(Tg).
Pada level molekul (pada temperatur transisi gelas) terjadi gerak molekul
dengan daerah yang lebih panjang, kebebasan rotasi yang lebih besar dan akibatnya
menimbulkan gerak rantai yang lebih segmental. Diperkirakan bahwa antara 20 dan
50 atom-atom rantai terlibat dalam gerak segmental pada temperatur transisi gelas.
Jelaslah bahwa agar terjadi pertambahan gerak, ruang antara atom-atom (volume
bebas polimer) harus bertambah, yang menyebabkan bertambahnya volume spesifik
polimer. Temperatur ketika terjadi perubahan volume spesifik ini, yang biasanya
diukur dengan dilatometri (pengukuran volume), bisa dipakai sebagai ukuran dari
temperatur transisi gelas (Tg). Perubahan-perubahan makroskopik lainnya juga
y = -2866,x + 14,82R² = 0,995
5,3
5,4
5,5
5,6
5,7
5,8
5,9
6
6,1
6,2
6,3
0,0029 0,003 0,0031 0,0032 0,0033 0,0034
1/T (K-1 )
Ln σ
(S c
m-1
)
terjadi pada temperatur transisi gelas tersebut. Diantarannya perubahan entalpi,
modulus, kekuatan, indeks refraktif dan hantaran panas.
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menentukan temperaur transisi
gelas (Tg) suatu sampel polimer adalah teknik DSC (Differential Scanning
Calorimetry). Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan sifat yang penting dalam
polimer, dimana pada suhu ini terjadi perubahan dari keadaan glassy ke keadaan
rubbery. Tinggi rendahnya temperatur transisi gelas dipengaruhi oleh kekuatan
ikatan antar rantai pada polimer dimana kekuatan ikatan makin besar maka
temperatur transisi gelas juga makin tinggi [13]. Temperatur transisi gelas PVA
adalah 85 0C sedangkan kitosan adalah 150 0C. Temperatur transisi gelas kitosan
sulit ditentukan karena kitosan mempunyai sifat kristalin dan berbentuk heterosiklik
dimana kuatnya ikatan antar dan intermolekul hidrogen di dalam polimer kitosan.
Sifat ini biasanya juga ditemukan pada beberapa polisakarida seperti turunan selulosa
dan kitin.
Analisa DSC telah dilakukan pada polimer elektrolit kitosan/PVA+KOH
dengan perbandingan kitosan: PVA = 1 : 1 dan penambahan KOH 35 %. Dari analisa
ini hanya diperoleh satu titik transisi gelas yaitu 75,30 0C (Gambar 11). Titik transisi
gelas ini lebih mendekati dan lebih rendah dari Tg PVA. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut, penambahan PVA pada kitosan akan menyebabkan terjadinya
peningkatan fleksibilitas rantai polimer. Peningkatan fleksibilitas rantai
menyebabkan kemampuan atom-atom pada struktur polimer untuk berputar atau
melakukan segmental di antara rantai-rantainya semakin meningkat. Akibatnya
temperatur transisi gelas paduan polimer tersebut semakin menurun.
Konduktivitas ionik akan semakin meningkat dengan semakin turunnya
temperatur transisi gelas elektrolit polimer. Pada kondisi penambahan KOH optimum
diperoleh nilai temperatur gelas tertentu yang nilainya lebih kecil dari temperatur
transisi gelas masing-masing polimer pembentuknya. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan Osman pada kitosan+Li, dimana dapat diketahui
bahwa penambahan garam pada elektrolit polimer akan menurunkan
Gambar 11 Suhu transisi gelas (Tg) Kitosan/PVA+KOH
temperatur transisi gelas dan meningkatkan konduktivitas ioniknya. Pada kondisi
tertentu peningkatan nilai Tg ketika penambahan garam lebih banyak dari kondisi
optimum justru akan menyebabkan menurunnya fleksibilas segmental dan semakin
kakunya rantai polimer. Kekakuan rantai polimer terjadi akibat adanya ikatan silang
antara kation pada garam dengan segmen di sekeliling rantai yang juga akan
menurunkan mobilitas kation [13].
4.3 FTIR (Fourier Transform Infrared)
FTIR digunakan untuk menentukan jenis ikatan dan gugus fungsi pada
molekul kompleks. Analisa ini banyak digunakan untuk melihat adanya kompleks
garam-polimer dalam elektrolit polimer. FTIR merupakan instrumen yang efisien
untuk mempelajari perubahan struktur lokal yang terdapat pada polimer. Spektra
inframerah material bervariasi bergantung pada komposisi dan sangat
memungkinkan untuk mengetahui adanya kompleks polimer dan interaksi antar
komponen penyusun polimer. Untuk kajian selanjutnya spektroskopi inframerah
digunakan untuk menentukan interaksi intermolekul dan intramolekul komponen
kompleks polimer-garam elektrolit. Setiap interaksi akan mempengaruhi perubahan
mode vibrasi atom atau molekul pada material sehingga terjadi perubahan sifat fisika
dan kimia penyusun kompleks polimer [12]
Spektrum gugus fungsi FTIR untuk kitosan yang digunakan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 12 dan Tabel 1. Spektrum FTIR menunjukkan adanya uluran
NH2 pada bilangan gelombang 3438 cm-1. Vibrasi –CH3 terdapat pada bilangan
gelombang 2923 dan 1383 cm-1. Terdapat ikatan -S-C≡N pada bilangan gelombang
2145 cm-1 dengan kekuatan sedang. Gugus fungsi C=O muncul pada bilangan
gelombang 1869, 1845,1794,1771, dan 1733 cm-1. Ikatan C=O yang lemah terdapat
pada bilang gelombang 1869 dan1845 cm-1, ikatan C=O dengan lima cincin pada
bilangan gelombang 1794 dan 1771 cm-1, dan ikatan C=O aldehid alifatik pada
bilangan gelombang 1733 cm-1. Pada bilangan gelombang 1650 dan 1508 cm-1
masing-masing terdapat uluran C=C dan NO2. Gugus fungsi R-CH2-( C≡N) muncul
pada bilangan gelombang 1421 cm-1 dan ikatan yang terbentuk lebih besar dari
deformasi hidrokarbon. Amina tersubtitusi muncul pada bilangan gelombang 1324
cm-1 sedangkan ikatan O-C-O ansimetrik muncul pada 1255 cm-1. Uluran C-O
terdeteksi pada bilangan gelombang 1081 cm-1 dan eter aromatik O-CH2 terdeteksi
pada 1032 cm-1. Kibasan CH2 dan C-H muncul pada bilangan gelombang berturut-
turut 895 dan 665 cm-1.
Gambar 12 Spektrum FTIR Kitosan
Tabel 1 Data identifikasi gugus fungsi kitosan
Bilangan Gelombang (cm-1) Identifikasi gugus fungsi
3438 NH2
2923 dan 1383 -CH3
2145 -S-C≡N
1869, 1845,1794,1771, 1733 C=O
1828 C-C=C
1650 C=C
1508 NO2
1421 R-CH2-(C≡N)
1324 N-CH
1255 O-C-O
1081 C-O
1032 O-CH2
895 Cl-CH=CH2
665 C-H
Gambar 13 Spektrum FTIR (a) Kitosan/PVA (b) Kitosan/PVA+KOH
Spektrum FTIR blending kitosan/PVA pada Gambar 13(a) memperlihatkan
puncak serapan inframerah yang lebih sederhana dibandingkan dengan puncak
(a)
(b)
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0
-0.5
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
66.6
cm-1
%T
Kitosan + PVA
Kitosan + PVA + KOH
3427.89
1637.03 1413.52
658.88
3347.99
1812.71
serapan kitosan. Hampir semua puncak serapan kitosan tidak muncul dalam blending
kitosan /PVA kecuali gugus fungsi C=O. Spektrum FTIR kitosan/PVA
memperlihatkan adanya uluran gugus karbonat C=O (dengan lima cincin) pada
bilangan gelombang 1812,71 cm-1. Puncak tersebut sebelumnya muncul pada
bilangan gelombang 1794 cm-1. Puncak pada bilangan gelombang 3347,99 cm-1
menunjukkan adanya gugus fungsi NH (α-amido acids) yang sebelumnya tidak
muncul pada serapan inframerah kitosan.
Pada Gambar 13(b), spektrum FTIR kitosan/PVA+KOH menunjukkan
adanya uluran NH dengan ikatan yang lemah pada panjang gelombang 3427,89 cm-1.
Uluran C=N pada bilangan gelombang 1637,03 cm-1. Dan uluran N=N (ozo
aromatis) pada panjang gelombang 1413,52 cm-1. Dan kibasan ≡C-H (mono
substituted acetylenes) yang sangat kuat dan lebar pada panjang gelombang 658,88
cm-1. Gugus fungsi kitosan tidak muncul sama sekali pada elektrolit polimer
kitosan/PVA+KOH. Namun gugus fungsi NH pada kitosan/PVA masih muncul
setelah ditambahkan garam.
Tabel 2 Data identifikasi gugus fungsi kitosan/PVA
Bilangan Gelombang (cm-1) Identifikasi gugus fungsi
1812,71 C=O
3347,99 NH
Tabel 3 Data identifikasi gugus fungsi kitosan/PVA+KOH
Bilangan Gelombang (cm-1) Identifikasi gugus fungsi
3427,89 NH
1637,03 C=N
1413,52 N=N
658,88 ≡C-H
Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa banyak puncak yang tidak muncul dan
ada puncak baru yang ditemukan. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terbentuk
kompleks elektrolit polimer. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa telah
terbentuk kompleks elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH. FTIR merupakan metode
yang efisien untuk menentukan perubahan struktur lokal dalam polimer. Spektra
FTIR sangat bergantung pada komposisi polimer dan bisa memperlihatkan adanya
complexation dan interaksi antara berbagai macam unsur yang terdapat dalam
polimer. Spektrum FTIR dapat digunakan untuk mengetahui adanya interaksi inter
dan intramolekul komponen yang membentuk kompleks garam-polimer. Seperti
interaksi yang dapat menyebabkan berubahnya sifat fisik dan kimia dari unsur-unsur
pembentuk senyawa kompleks.
4.4 Analisa SEM (Scanning Electron Microscope)
Dalam bidang polimer, coating, batas permukaan polimer katalis, polimer-
filler, oksida permukaan, morfologi permukaan merupakan bidang yang sangat
menarik untuk dikaji lebih lanjut. Pada dasarnya analisa permukaan melibatkan
radiasi dengan sumber energi (foton, elektron atau ion) yang cukup untuk menembus
dan menimbulkan beberapa jenis transisi yang menghasilkan emisi dari permukaan
berkas energi yang bisa dianalisis. Morfologi elektrolit polimer dapat dilihat dengan
menggunakan SEM. Ciri-ciri morfologi seperti kehomogenan elektrolit polimer dan
efek penambahan garam (salting effect) dapat ditentukan dari hasil foto SEM.
Analisa SEM telah dilakukan pada sampel elektrolit polimer Kitosan/PVA dengan
penambahan KOH 35% wt. Dari foto SEM (Gambar 14) dapat dilihat elektrolit
polimer yang dihasilkan berupa elektrolit polimer dengan fasa amorf. Fasa amorf
pada elektrolit polimer dapat meningkatkan konduktivitas ionik elektrolit polimer
tersebut. Pencampuran kitosan dan PVA masih belum homogen. Hal ini dapat dilihat
masih adanya penggumpalan. Namun morfologi yang dihasilkan tidak jauh berbeda
dengan apa yang telah dilakukan oleh Arof K dan Mohamad AA [11]. Campuran
PVA dengan kitosan dapat menurunkan jumlah doping KOH pada elektrolit polimer.
Hal ini disebabkan kitosan merupakan polimer konduktif. Susunan KOH yang padat
telah memberikan kontribusi terhadap tingginya konduktivitas ionik elektrolit
polimer. Kepadatan KOH yang optimum menyebabkan perpindahan ion semakin
mudah dalam matriks elektrolit polimer. Penambahan KOH harus berada pada
kondisi yang optimum. Jika penambahan KOH dilakukan secara berlebihan maka
akan menyebabkan semakin menurunnya konduktivitas ionik elektrolit polimer.
Kepadatan KOH yang tinggi menyebabkan lambatnya proses perpindahan ion-ion
dalam matriks elektrolit polimer.
Pada Gambar 14(a) tampak adanya fase kristal yang terbentuk pada elektrolit
polimer kitosan/PVA+KOH. Gambar 14(b) merupakan gambar pembanding terhadap
penelitian yang telah dilakukan Arof K dan Mohamad AA pada elektrolit polimer
PVA+KOH [11]. Fasa kristal yang muncul pada Gambar 14(a) merupakan fasa
kristal dari PVA. Adanya proses pengkristalan ini disebabkan oleh proses pemanasan
elektrolit polimer untuk menguapkan pelarutnya. Jika semua PVA dalam elektrolit
polimer terbentuk dalam fasa amorf maka dapat dipastikan konduktivitas elektrolit
polimer akan semakin tinggi.
Gambar 15 (a) dan (c) memperlihatkan citra permukaan elektrolit polimer
yang tidak dipanaskan. Elektrolit polimer tersebut berada dalam fasa amorf yang
terikat satu sama lain. Sedangkan pada Gambar 15 (b) dan (d) adalah citra
permukaan elektrolit polimer yang dipanaskan pada suhu 100 0C selama 1 jam. Dari
citra SEM tersebut dapat dilihat adanya perubahan permukaan elektrolit polimer.
Elektrolit polimer yang dipanaskan cendrung memiliki permukaan lebih halus karena
telah meleburnya PVA. PVA melebur pada temperatur sekitar 85 0C. Selain itu dapat
dilihat adanya pengkristalan kembali KOH dalam sampel elektrolit polimer. Hal ini
menyebabkan menurunnya konduktivitas ionik elektrolit polimer [11,14].
Gambar 14 Hasil SEM (a) Kitosan/PVA+KOH 35% dan (b) PVA+KOH 40%
a b
Gambar 15 SEM Kitosan/PVA+KOH 35 % (Pemanasan 100 0C)
4.5 XRD (X-Ray Diffraction)
XRD banyak digunakan untuk menentukan kristalografi sampel, identifikasi
fasa, analisis kuantitatif dari fasa campuran dan ukuran partikel. Pola XRD elektrolit
polimer kitosan/PVA+KOH tanpa perlakuan panas dapat dilihat pada Gambar 16.
Dari hasil XRD, secara umum sampel elektrolit polimer yang terbentuk berupa fasa
amorf. Pada Gambar dapat dilihat adanya puncak PVA yang muncul pada sudut 2θ
= 20,35540. Ini menjelaskan bahwa masih ada PVA dalam bentuk kristal yang
terdapat dalam elektrolit polimer [11]. Elektrolit polimer akan memiliki
konduktivitas ionik tinggi jika fasa elektrolit polimer berada dalam fasa amorf. Dari
gambar dapat dilihat bahwa persentase kristalinitas elektrolit polimer yang terbentuk
sekitar 19,12 %. Penyumbang kristalinitas dalam elektrolit polimer ini adalah dari
fasa kristal PVA. Puncak KOH tidak muncul pada pada hasil XRD elektrolit polimer.
a b
c d
Gambar 16 XRD elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH (25 0C)
Gambar 17 XRD elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH (100 0C)
Gambar 17 memeperlihatkan pola difraksi kitosan/PVA+KOH yang
dipanaskan pada suhu 100 0C selama 1 jam. Pada Gambar dapat dilihat adanya
puncak KOH yang muncul sementara puncak PVA tidak terlihat dalam fasa kristal.
PVA
KOH
PVA
PVA
KOH
KOH
Pengkristalan ulang KOH terjadi pada sampel yang dipanaskan. Hal ini
menyebabkan elektrolit polimer bersifat lebih kristalin sehingga dapat menurunkan
konduktivitas ioniknya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, semakin kristalin suatu
elektrolit polimer maka konduktivitas ioniknya akan semakin menurun. Puncak yang
muncul pada sampel yang dipanaskan terdapat pada (2θ) 33,04350 dengan derajat
kristalinitas 32,61 %. Puncak maksimum yang muncul merupakan puncak KOH.
Persentase kristalinitas tersebut lebih besar 13,49 % dari elektrolit polimer yang tidak
dipanaskan. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arof K dan Mohamad
AA, elektrolit polimer PVA+KOH dengan pemanasan 100 0C memperlihatkan
munculnya dua puncak yaitu PVA dan KOH. Hal ini menyebabkan kristalinitas
elektrolit polimer semakin meningkat karena kontribusi kristalanitas dua komponen
dalam elektrolit polimer tersebut [11]. Ketika dilakukan pencampuran PVA/kitosan,
hanya PVA yang memberi kontribusi besar pada derajat kristalinitas elektrolit
polimer.
4.6 EDX (Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy)
Analisis EDX (Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy) merupakan suatu
teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi komposisi unsur suatu sampel atau
daerah disekitarnya. Sistem analisis EDX bekerja terintegrasi dari Scanning Electron
Microscope (SEM). Keluaran dari analisis EDX adalah berupa spektrum EDX.
Masing-masing puncak pada spektrum EDX adalah unik untuk setiap atom dan
sangat sesuai untuk unsur tunggal [14]. Puncak yang lebih tinggi pada spektrum
menunjukkan semakin banyaknya unsur tersebut dalam sampel.
Hasil EDX kitosan/PVA+KOH 35 % (Gambar 18) memperlihatkan bahwa
karbon merupakan unsur yang paling dominan pada elektrolit polimer yaitu sekitar
32,33 %wt. Persentase kalium yang terdapat dalam elektrolit polimer hanya sekitar
28,24 %. Gambar 19 menunjukkan hasil scanning EDX pada sampel. Secara umum
mapping unsur dalam elektrolit polimer dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 18 Spektrum EDX Kitosan/PVA+KOH
Tabel 4 Data unsur yang terdapat dalam elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH
Unsur Persentase (%wt)
Karbon 32,33
Oksigen 30,51
Kalium 28,24
Nitrogen 5,02
Tembaga 3,90
Gambar 19 Scanning line EDX Kitosan/PVA+KOH
Gambar 20 Mapping (a) Kitosan/PVA+KOH (b) KOH
Pada Gambar dapat dilihat penyebaran atom K+ dalam elektrolit polimer..
Tampak pada gambar bahwa penyebaran atom K+ tidak terdistribusi merata pada
sampel. Dari gambar dapat dihitung kerapatan atom K+ dalam polimer elektrolit yaitu
sekitar 79 atom/ cm2.
4.7
men
Unt
kon
kito
%w
yan
Kon
TiO
opt
bes
kito
Fun
men
bas
elek
pem
ber
Efek Penam
Salah sa
nambahkan
tuk aplikas
nduktivitas i
osan/PVA+K
wt.
Hasil p
ng ditamba
nduktivitas
O2 sebesar 5
timum meng
sar 0,154
osan/PVA+K
Gambar 21
Penamb
ngsi dari pe
ningkatkan k
sa Lewis an
ktrolit polim
mbentukan
rkontribusi s
0,
0,
0,
0,
1,
1,
1,
σ (1
0-2S
cm
-1)
mbahan fill
atu cara unt
filler. Pena
si sel sury
onik elektro
KOH 35% d
penelitian (G
ahkan, kon
ionik elektr
0%. Konduk
ghasilkan ko
x 10-2 S
KOH 35% ya
Efek penam
bahan TiO2
enambahan f
konduktivita
ntara permu
mer lebih
kompleks
secara langs
,6
,7
,8
,9
1
,1
,2
,3
0
er TiO2
tuk meningk
ambahan fill
a, filler T
olit sel surya
ditambahkan
Gambar 21)
nduktivitas
rolit polime
ktivitas ionik
onduktivitas
S cm-1 dar
ang hanya 1
mbahan TiO2
berfungsi un
filler TiO2 y
as ionik dan
ukaan polar
besar diba
ion-keram
sung dengan
20Perse
katkan kondu
ler tergantun
iO2 dapat
a [12,15]. Pa
filler TiO2
menunjukk
ionik elek
er maksimu
k elektrolit p
sebesar 1,2
ri kondukt
,105 x 10-2 S
pada elektro
ntuk membe
yaitu dapat
stabil dalam
bahan inor
andingkan d
mik. Kondu
n adanya pe
40entase TiO2 (%
uktivitas ele
ng pada apli
digunakan
ada penelitian
dengan vari
kan bahwa
ktrolit polim
m pada ko
polimer den
210 x 10-2 S
tivitas ionik
S cm-1.
olit polimer k
entuk elektr
meningkatk
m interface [
rganik oksid
dengan diso
uktivitas pa
erpindahan k
60% wt)
ektrolit polim
ikasi yang d
untuk men
n ini elektro
asi konsentr
semakin ba
mer semak
nsentrasi pe
ngan penamb
S cm-1. Nila
k elektroli
kitosan/PVA
olit polimer
kan kekuatan
[15,16] Inter
da filler d
osiasi garam
ada kompo
kompleks io
80
mer dengan
diinginkan.
ningkatkan
olit polimer
rasi 10 - 60
anyak TiO2
kin tinggi.
enambahan
bahan TiO2
ai ini lebih
it polimer
A+KOH
r komposit.
n mekanik,
raksi asam-
dengan ion
m melalui
osit tidak
on keramik
seperti pada zat padat. Sebagian besar bentuk konduktivitas ionik berasal dari difusi
lokal pada matrik polimer amorf. Dengan kata lain transpor ion pada elektrolit oksida
padat lebih efisien dibandingkan dengan polimer. Hal ini disebabkan oleh transpor
terjadi melalui penggantian ion dengan hole yang berdekatan.
Bagaimanapun, ketika oksida padat disusun dalam sambungan saluran yang
panjang, dimana komposit dan polimer sebagai host, dua mekanisme konduktivitas
dapat terjadi secara simultan dan sinergi untuk menghasilkan konduktivitas ionik
yang baik. Pada rentang konsentrasi penambahan TiO2 tertentu konduktivitas ionik
elektrolit polimer meningkat dengan semakin besarnya konsentrasi penambahan
TiO2. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan mobilitas ion melalui campuran
fasa keramik dimana terjebak pada sisa pelarut sehingga terjadi pergerakan ion.
Fungsi konduktivitas ionik terhadap penambahan filler tidak bersifat linear.
Pada konsentrasi rendah terjadi efek pelemahan yang cendrung menekan
konduktivitas secara efisien dan kontras dengan adanya interaksi spesifik pada
permukaan keramik yang menaikkan transport ion. Hasilnya adalah peningkatan
konduktivitas secara progresif. Pada konsentrasi filler yang tinggi terjadi efek
pelemahan yang sangat menonjol dan terjadi penurunan konduktivitas.
Peningkatan konduktivitas ionik berkaitan dengan peran partikel keramik
sebagai pusat untuk pembentukan kristalinitas sesaat. Partikel keramik membantu
pembentukan fasa amorf dalam elektrolit polimer dan pembentukan kinetic path
yang baru pada batas polimer-keramik. Oleh karena itu keramik memainkan dua
peran sekaligus, meningkatkan konduktivitas ionik dan sebagai agen penghalang
konduktivitas.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada penelitian ini telah dihasilkan elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH
dengan komposisi optimum KOH 35% wt. Hasil FTIR menunjukkan banyak telah
terbentuk kompleks polimer kitosan/PVA+KOH. Nilai konduktivitas ionik yang
dihasilkan pada kondisi optimum adalah 1,105 x 10-2 S cm-1. Konduktivitas ionik
elektrolit polimer meningkat dengan semakin meningkatnya temperatur. Namun pada
temperatur diatas transisi gelas konduktivitas menurun karena adanya transisi
polimer. Transisi elektrolit polimer terjadi pada temperatur 75,30 oC. Hasil SEM dan
XRD menunjukkan adanya peningkatan kristalinitas elektrolit polimer akibat
perlakuan panas. Analisa EDX kitosan/PVA+KOH 35% memperlihatkan bahwa
kalium yang terdapat dalam elektrolit polimer sekitar 28,24 %. Foto EDX juga
memperlihatkan bahwa penyebaran kalium masih belum merata di dalam sampel.
Penambahan filler TiO2 akan meningkatkan konduktivitas ionik elektrolit polimer.
Elektrolit polimer dengan penambahan filler TiO2 50% wt menunjukkan nilai
konduktivitas ionik yang lebih tinggi yaitu sekitar 1,210 x 10-2 S cm-1.
Saran
Elektrolit polimer kitosan/PVA+KOH 35% sangat berpotensi untuk
dimanfaatkan dalam aplikasi fuel cell. Dan perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut
untuk aplikasi tersebut. Elektrolit polimer dengan penambahan filler TiO2 berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai pengganti elektrolit cair dalam DSSC (Dye Sensitized
Solar Cell), sehingga efek kebocoran elektrolit dapat diatasi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Aisyah IN. Pembengkakan Hidrogel Kitosan-Polivinil Alkohol [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor; 2005
[2] Kaban J. Modifikasi Kimia Dari Kitosan dan Aplikasi Produk Yang
Dihasilkan. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara; 2009
[3] Wan Y, Creber KAM, Peppley B, Bui VT. Synthesis, characterization and
ionic conductive properties of phosphorylated chitosan membranes.
Macromol. Chem. Phys 2003; 204: 850-858.
[4] Chew CL. Kajian Kekonduksian Ionik Terhadap Adunan Elektrolit Polimer
PVC-Getah Asli Terepoksi dan PVDF-Getah Asli Terepoksi. Skudai: Fakulti
Sains, Universiti Teknologi Malaysia; 2005
[5] Vincent CA. Polymer Electrolyte: New Materials for Applied
Electrochemistry. Chemistry and Industry 1992; 16. 602-604.
[6] Millet P, Andolfatto F, Durand R. Design and Performance of A Solid
Polymer Electrolytes Water electrolyzer. International Journal of Hydrogen
Energy1996; 21. 87-93.
[7] Nishimura Y. Solid Polymer Electrolyte CO2 Reduction. Fuel and Energy
Abstracts 1996; 87-93.
[8] Gray, F.M. Polymer Electrolyte. London: The Royal Society of Chemistry;
1997
[9] Baril D, Michot C, Armand MB. Electrochemistry of Liquid vs. Solid:
Polymer Electrolytes. Solid State Ionic 1997; 94. 34-47.
[10] Idris NH, Majid SR, Khiar ASA, Hassan MF, and Arof AK. Conductivity
Studies on Chitosan/PEO Blends with LiTFSI Salt. Ionics 2005; 11: 375
[11] Mohamad AA, Arof AK. Effect of storage time on the properties of PVA–
KOH alkalinesolid polymer electrolyte system. Ionics 2006;12: 57–61
[12] Rajendran S, Babu RS, Renuka Devi K. Ionic conduction behavior in PVC–
PEG blend polymer electrolytes upon the addition of TiO2. Ionics 2008; DOI
10.1007/s11581-008-0222-3
[13] Osman Z. Thermal and Conductivity Studies of Chitosan Acetate-Based
Polymer Electrolytes. lonics 2005; 11:397
[14] Jing Fu, Jinli Qiao, Xizhao Wang, Jianxin Ma, Tatsuhiro Okada. Alkali doped
poly(vinyl alcohol) for potential fuel cell applications. Synthetic Metals 2010;
160: 193-199
[15] Lakshman Dissanayake MAK. Nano-Composite Solid Polymer Electrolytes
for Solid State Ionic Devices. Ionics 10 (2004) 221
[16] Majid SR, Idris NH, Hassan MF, Winie T, Khiar ASA and Arof AK.
Transport Studies on Filler-doped Chitosan Based Polymer Electrolyte.
Ionics 2005; 11: 451
Lampiran1 Gambar Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
Bransonik (sonikasi) Plat pengukur konduktivitas (padat)
Alat XRD Hioki Hitester
SEM-EDX Furnace
Lampiran 1 Konduktivitas ionik kitosan/PVA dengan variasi (% wt) KOH
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50%
4,269 4,097 4,748 4,670 9,175 14,144 14,307 14,155 9,888 10,292 6,9063,705 4,059 5,237 5,691 10,266 13,410 13,432 12,783 10,289 8,648 7,0433,461 4,452 5,495 6,330 10,239 13,085 13,266 11,548 9,941 8,509 7,5043,743 4,452 5,269 6,199 9,643 12,624 12,814 15,757 11,056 10,473 7,3983,504 4,404 5,713 6,576 10,747 12,505 11,496 13,225 9,640 9,417 7,7743,557 4,837 5,608 6,518 9,671 11,344 11,098 11,504 8,990 8,660 7,2193,602 4,747 5,984 6,849 9,125 10,994 10,631 11,080 10,508 9,432 7,3104,462 4,993 5,981 6,802 9,266 11,179 11,345 11,182 8,530 9,575 7,5522,840 4,511 7,669 4,060 5,091 5,579 6,565 7,931 6,926 7,321 5,9432,660 5,227 7,828 4,615 5,345 6,349 6,521 8,473 7,216 6,403 7,4323,080 5,337 7,630 4,593 5,432 6,237 6,446 8,075 7,342 6,672 7,5532,790 5,516 7,207 4,545 4,878 6,052 6,436 8,704 7,226 6,832 7,3713,150 5,575 6,735 4,873 5,353 6,095 6,648 8,003 7,183 7,192 7,9053,110 5,593 6,311 4,745 4,900 6,170 6,049 8,695 7,443 6,427 8,1163,050 6,197 6,287 4,838 4,777 5,830 5,950 8,512 7,462 7,676 7,6762,830 5,592 6,047 5,522 4,961 6,403 6,869 8,196 7,752 7,937 8,0112,840 2,880 4,240 6,080 7,280 9,880 7,590 8,470 6,980 5,750 6,9102,960 3,080 4,290 6,460 7,270 9,260 7,710 8,750 7,310 6,430 7,1202,900 3,120 4,450 6,300 8,260 8,700 7,530 9,570 7,980 6,480 7,2302,900 3,220 4,690 6,450 6,790 9,130 8,710 9,480 8,280 5,040 7,1503,010 3,160 4,670 6,640 6,400 7,990 8,810 11,710 8,340 5,740 7,2803,060 3,240 4,570 6,740 6,340 8,640 9,060 9,480 8,290 5,570 7,3902,810 3,020 4,570 6,580 6,520 8,730 8,980 10,330 8,570 6,750 7,3702,730 3,310 4,710 6,430 7,760 9,040 9,290 9,960 8,680 5,730 7,2602,760 3,100 4,470 6,440 7,980 8,840 9,110 9,760 8,630 6,660 7,5602,820 3,250 4,450 6,540 7,230 8,900 8,750 10,620 8,490 6,590 7,5503,200 5,650 6,570 7,490 8,090 9,300 11,280 13,060 10,200 8,590 7,0703,300 5,610 6,650 7,030 8,210 9,900 11,150 13,310 10,980 9,640 7,6303,400 5,710 6,510 7,940 8,040 10,500 11,170 13,360 11,040 9,650 8,2903,730 5,630 6,210 7,650 8,060 10,020 11,050 14,810 11,450 9,920 8,8303,530 5,720 6,490 7,580 8,540 10,870 9,800 13,310 11,030 10,110 9,9303,490 5,610 6,210 7,210 7,770 9,870 9,610 13,320 11,360 10,670 9,8803,340 5,580 6,480 7,130 8,450 10,090 9,780 12,920 11,740 9,570 10,1803,560 5,760 6,320 7,130 7,850 10,210 10,010 13,200 12,130 10,150 10,1503,500 5,540 6,520 7,240 7,850 9,950 10,160 12,200 11,690 9,830 10,3903,420 5,820 6,130 7,350 7,970 10,210 9,750 12,560 11,750 10,100 11,460
3,252 4,656 5,804 6,273 7,542 9,390 9,421 11,056 9,231 8,068 7,926
Lampiran 2 Variasi Konduktivitas ionik kitosan/PVA+KOH 35% terhadap temperatur
Temperatur (0C) Konduktivitas σ (mS cm-1) 30,200 212,850 31,000 226,385 32,500 227,066 33,000 232,283 34,000 239,955 35,500 248,919 39,200 278,753 41,200 303,265 42,500 312,243 45,100 341,406 47,800 372,083 52,000 412,725 54,000 434,718 57,100 456,964 59,000 470,226 61,000 481,620 64,400 498,037 66,200 502,609 67,000 507,478 68,300 510,311 69,000 515,627 70,100 521,441 71,100 523,180 73,200 524,820 74,000 524,472 75,400 521,938 76,300 511,752 78,300 496,840
Lampiran 3 Konduktivitas ionik kitosan/PVA+KOH dengan variasi (% wt) TiO2
10 % 20 % 30 % 40 % 50 % 60 % 8,856 8,339 9,094 10,412 11,911 9,157 9,314 8,812 9,491 11,524 12,424 9,794 9,492 8,846 10,168 13,309 11,994 10,496 9,446 9,179 11,445 11,035 12,794 9,961 9,478 9,008 11,371 12,170 11,683 10,430 9,464 9,042 10,608 11,918 12,417 10,752 9,847 8,713 11,109 11,744 11,954 11,555 9,753 9,225 9,995 11,907 11,450 11,335 9,783 9,191 9,655 11,003 12,004 9,9979,612 9,406 10,102 10,993 12,413 10,165 9,504 8,976 10,304 11,602 12,104 10,364
Lampiran 4 Perhitungan Plot Arrhenius
T (oC) T (K) 1/T (K-1) σ Ln σ 30,200 303,200 0,003 212,850 5,361 31,000 304,000 0,003 226,385 5,422 32,500 305,500 0,003 227,066 5,425 33,000 306,000 0,003 232,283 5,448 34,000 307,000 0,003 239,955 5,480 35,500 308,500 0,003 248,919 5,517 39,200 312,200 0,003 278,753 5,630 41,200 314,200 0,003 303,265 5,715 42,500 315,500 0,003 312,243 5,744 45,100 318,100 0,003 341,406 5,833 47,800 320,800 0,003 372,083 5,919 52,000 325,000 0,003 412,725 6,023 54,000 327,000 0,003 434,718 6,075 57,100 330,100 0,003 456,964 6,125 59,000 332,000 0,003 470,226 6,153
Lampiran 6 Cara menghitung energy aktivasi elektrolit polimer dari plot Arrhenius:
Plot Arrhenius Kitosan/PVA+KOH 35 %
Dengan menyesuaikan dengan persamaan grafik diatas maka diperoleh:
2866 14,82
2866
,
2866
3955,08 10 ,
,0,246
y = -2866,x + 14,82R² = 0,995
5,3
5,4
5,5
5,6
5,7
5,8
5,9
6
6,1
6,2
6,3
0,0029 0,003 0,0031 0,0032 0,0033 0,0034
1/T (K-1 )
Ln σ
(S c
m-1
)