Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 323
STUDI EKSPERIMENTAL KUAT GESER BALOK TERLENTUR DENGAN TULANGAN
BAMBU GOMBONG
Herry Suryadi1, Adhijoso Tjondro
2 dan Jeffrey Mario
3
1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahayangan, Bandung.
email: [email protected] 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahayangan, Bandung.
email: [email protected] 3 Mahasiswa S1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahayangan, Bandung.
email: [email protected]
ABSTRAK
Beton merupakan suatu material yang memiliki kuat tekan yang cukup tinggi, namun lemah terhadap
tarik. Untuk mencegah keruntuhan beton dalam hal tarik pada umumnya beton dipadukan dengan
material yang memiliki kuat tarik yang tinggi sebagai tulangan. Untuk membuat beton bertulang salah
satu material yang pada umumnya digunakan sebagai tulangan adalah baja yang memiliki kekuatan
tarik yang tinggi, namun harga material baja tidaklah murah. Oleh karena itu untuk dapat mendapatkan
beton bertulang yang relatif lebih murah, untuk bangunan rakyat di pedesaan, digunakan alternatif
penggunaan tulangan bambu. Pada penelitian ini akan dimanfaatkan tulangan Bambu Gombong
(Giganthocloa pseudoarundinacea) sebagai tulangan lentur maupun tulangan geser. Berdasarkan uji
tarik bambu Gombong memiliki tegangan tarik ultimit sebesar 87.5 MPa. Pengujian kuat geser balok
dilakukan pada balok berukuran 20 cm x 25 cm x 160 cm dengan dua buah konfigurasi pemasangan
tulangan geser, yaitu pemasangan tulangan geser vertikal dengan dua buah kaki dengan jarak tumpuan
sebesar 100 cm, dan tulangan geser bambu miring dan vertikal dengan dua buah kaki dengan jarak
tumpuan 120 cm. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dengan
dua pembebanan simetris (two point loading). Dari hasil pengujian, balok mengalami kegagalan pada
beban simetris rata-rata P sebesar 54.5 kN pada balok dengan konfigurasi tulangan geser bambu
vertikal, dan beban simertis rata-rata P sebesar 52.4 kN pada balok dengan konfigurasi tulangan geser
miring dan vertikal. Dari penyebaran pola keretakan terlihat bahwa balok dengan konfigurasi tulangan
geser vertikal mengalami kombinasi kegagalan lentur dan geser, dan balok dengan konfigurasi tulangan
geser miring dan vertikal mengalami kegagalan lentur murni. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tulangan geser bambu vertikal dan miring memiliki kontribusi dalam meningkatkan kuat geser selain
dari kuat geser dari beton sendiri. Dalam desain lentur kekuatannya harus direduksi dengan faktor
reduksi lentur sebesar 0.52.
Kata kunci: Kuat geser, tulangan geser, bambu Gombong.
1. PENDAHULUAN
Beton merupakan suatu material yang memiliki kuat tekan yang cukup tinggi, namun lemah terhadap tarik. Untuk
mencegah keruntuhan beton dalam hal tarik pada umumnya beton dipadukan dengan material yang memiliki kuat tarik
yang tinggi sebagai tulangan. Untuk membuat beton bertulang salah satu material yang pada umumnya digunakan
sebagai tulangan adalah baja yang memiliki kekuatan tarik yang tinggi, namun harga material baja tidaklah murah. Oleh
karena itu untuk dapat mendapatkan beton bertulang yang relatif lebih murah digunakan alternatif penggunaan tulangan
bambu. Namun penggunaan beton bertulang bambu hanya dapat digunakan pada bangunan sederhana yang memikul
beban tidak terlampau besar. Bambu merupakan material alam yang cepat tumbuh, mudah didapatkan, dan mempunyai
kuat tarik yang cukup tinggi hasil penelitan yang dilaporkan (Ghavami, 2008) menyatakan bahwa rata-rata kekuatan
tarik bambu sebesar 74.3 MPa untuk Bambu Cina (Bambusa multiplex disticha), 103.9 MPa untuk Bambu Krisik
(Bambusa tuldoide), 127.7 MPa untuk Bambu Ampel (Bambusa vulgaris schard), dan 114.0 MPa untuk Bambu
Sembilang (Dendrocallamus giganteus). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa bambu mempunyai kekuatan tarik
yang relatif cukup tinggi, dan hampir mencapai setengah tegangan leleh baja tulangan polos dengan tegangan leleh 240
MPa.
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan studi untuk mengetahui kekuatan tulangan geser bambu Gombong
(Giganthocloa pseudoarundinacea) pada balok terlentur dengan dua macam konfigurasi, yaitu dengan tulangan geser
bambu vertikal dengan dua buah kaki, dan tulangan geser bambu miring dan vertikal dengan dua buah kaki (Gambar 7).
Masyarakat pedesaan umumnya memiliki taraf kehidupan yang lebih rendah daripada masyarakat di perkotaan, bagi
mereka untuk membangun suatu bangunan permanen dengan beton bertulang tidaklah murah. Keinginan masyarakat
Herry Suryadi, Adhijoso Tjondro dan Jeffrey Mario
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 324
pedesaan untuk tinggal pada suatu bangunan yang permanen cukup tinggi, terlihat pada masyarakat pedesaan yang
memiliki taraf kehidupan cukup layak dapat membangun bangunan permanen beton bertulang. Apabila beton bertulang
bambu berhasil digunakan pada bangunan rakyat yang relatif memikul beban yang tidak terlampau besar, maka dapat
dijadikan suatu alternatif untuk mendapatkan bangunan permanen dengan biaya yang terjangkau. Hingga kini belum
terdapat suatu standar khusus yang mengatur mengenai penggunaan bambu sebagai tulangan beton, oleh karena
penggunaan bambu sebagai tulangan beton masih perlu diteliti lebih lanjut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan suatu rekomendasi mengenai kekuatan bambu dan konfigurasi yang sesuai dalam penggunaannya sebagai
tulangan beton.
2. LANDASAN TEORI
Karena belum terdapatnya suatu peraturan yang baku mengenai analisis beton bertulang bambu maka dalam analisis
dianalogikan dengan beton bertulang baja.
Beton bertulang bambu
Beton merupakan suatu material yang kuat memikul gaya tekan, namun lemah dalam hal tarik. Untuk beton normal
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tegangan maksimum beton tercapai regangan diantara 0.0015 dan 0.003,
dalam desain regangan hancur untuk beton diambil sebesar 0.003 (ACI-318-08).
Untuk beton ringan dengan berat jenis 2300 kg/m3, besarnya modulus elastistas beton dapat dihitung dengan (ACI-318-
08)
'4700 cc fE = (1)
dimana cE = modulus elastisitas beton, 'cf = kuat tekan beton
Tulangan pada beton berfungsi untuk menahan gaya tarik yang bekerja. Sehingga perlu diketahui besarnya tegangan
tarik ultimit dari bambu dapat dihitung dengan
A
Tf uub = (2)
dimana ubf = tegangan tarik ultimit bambu, uT = gaya tarik maksimum bambu, dan A = luas penampang rata-rata
bambu.
Modulus elastistas merupakan perbandingan tegangan dan regangan aksial, besarnya modulus elastisitas tulangan
bambu dihitung berdasarkan kemiringan garis linear awal pada kurva tegangan regangan, sehingga modulus elastisitas
bambu )( bE dapat dihitung dengan
b
bb
fE
ε= (3)
dimana bf = tegangan pada bambu, dan bε = regangan aksial pada bambu.
Analisis lentur penampang balok
Pada saat tulangan tarik bambu mencapai regangan maksimumnya, regangan beton belum mencapai regangan
maksimumnya, oleh karenanya diasumsikan bahwa tegangan beton masih linier, sehingga dalam analisis lentur diagram
tegangan dan regangan pada penampang balok dapat dilihat seperti pada Gambar 1. Regangan beton pada saat bambu
mencapai regangan maksimumnya dapat dihitung dengan
( ) 11
bccd
cεε
−= (4)
dimana cε = regangan pada beton pada serat tekan, c = jarak garis netral dari serat tekan, 1d = jarak tulangan tarik
lapis pertama dari serat tekan, dan 1bε = regangan tulangan bambu lapis pertama.
Besarnya regangan pada bambu lapis kedua dapat dihitung dengan
Studi Eksperimental Kuat Geser Balok Terlentur Dengan Tulangan Bambu Gombong
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 325
( )( ) 1
1
22 bb
cd
cdεε
−
−= (5)
dimana 2bε = regangan pada tulangan bambu lapis kedua,
2d = jarak tulangan tarik lapis kedua dari serat tekan.
Besarnya gaya tekan pada beton, gaya tekan pada tulangan bambu, dan gaya tarik pada tulangan bambu dapat dihitung
dengan
s222s111
s21
' '
AETAET
AECbcEC
bbbb
bbbccc
εε
εε
==
== (6)
dimana cC = gaya tekan pada beton , bC = gaya tekan pada tulangan bambu,
1T = gaya tarik pada tulangan bambu
lapis pertama , dan 2T = gaya tarik pada tulangan bambu lapis kedua, sA' = luas tulangan tekan,
1'sA = luas tulangan
tarik lapis pertama, dan 2'sA
= luas tulangan tarik lapis kedua.
Dalam analisis jumlah gaya dalam arah horisontal harus seimbang, dan momen lentur nominal dapat dihitung dengan
021 =−−+ TTCC bc (7)
3221 ddbdcn JTJCJCM ⋅−⋅+⋅= (8)
dimana nM = momen lentur nominal, dan 1Jd , 2Jd , dan 3Jd adalah lengan momen dari gaya.
Gambar 1. Diagram regangan dan tegangan pada penampang beton
Analisis kuat geser pada balok
Kombinasi tegangan geser yang terjadi dan tegangan normal akibat lentur pada elemen balok menghasilkan tegangan-
tegangan utama dengan orientasi tertentu. Permukaan dimana tegangan tarik utama bekerja pada balok yang belum
retak disebut Trajektori tegangan, bentuknya pada balok curam pada bagian dasar balok dan mendatar pada tepi atas
balok. Karena beton akan retak pada saat tegangan utama melebihi kekuatan tarik beton, maka pola retak yang
dihasilkan cenderung mengikuti pola trajektori tegangan (Gambar 2a). Ada dua jenis retak yang dapat terjadi apabila
balok diberikan beban lateral (Gambar 2b) yaitu retak vertikal yang diakibatkan oleh tegangan lentur, terjadi pada tepi
bawah balok dimana nilai tegangan lentur terbesar, dan retak miring pada ujung balok yang diakibatkan kombinasi
tegangan lentur dan geser, retak ini sering disebut retak diagonal (inclined crack).
Gambar 2 (a)Trajektori tegangan (b) Retak vertikal dan retak diagonal (MacGregor, 2006)
Retak miring pada dasarnya akan membuka dengan arah tegak lurus terhadap bidang retaknya. Sebagai penahan
terhadap proses pembukaan retak miring tersebut diperlukan adanya kombinasi tulangan lentur horisontal dan vertikal
atau kombinasi tulangan horisontal dan miring (Gambar 3).
Dalam desain kekuatan geser nominal beton bertulang dihitung dengan
Herry Suryadi, Adhijoso Tjondro dan Jeffrey Mario
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 326
scn VVV += (9)
dimana nV = kekuatan geser nominal, cV
= kapasitas geser yang dipikul oleh beton, cV
= kapastitas geser yang dipikul
oleh tulangan geser
Gambar 3 Retak lentur, retak geser dan penulangannya (MacGregor, 2006)
Secara sederhana kapasitas geser yang dipikul oleh balok dapat dihitung dengan
dbfV wcc'
6
1= (10)
dimana wb = lebar balok , d = tinggi efektif balok.
Untuk tulangan geser vertikal (Gambar 5a), jika s adalah jarak antar tulangan geser, maka jumlah tulangan geser yang
terpotong adalah s
d. Jika semua tulangan geser mencapai tegangan ultimit, maka kapastias geser yang dipikul oleh
tulangan geser adalah
s
dfAV ubv
s = (11)
dimana vA = luas tulangan geser , ubf = tegangan tarik ultimit tulangan bambu.
Jika tulangan geser membentuk sudut α terhadap horisontal (Gambar 5b), maka jumlah tulangan geser yang terpotong
oleh retak adalah s
d)cot1( α+
, maka gaya miring F dan kapasitas geser yang dipikul oleh tulangan geser miring
adalah
( )
+=
s
dfAF ubv
αcot1 (12)
( )s
dfAFV ubvs ααα cossinsin +== (13)
Gambar 5 Gaya geser yang dipikul oleh (a) tulangan geser vertikal (b) tulangan geser miring (MacGregor, 2006)
3. METODOLOGI PENELITIAN
Uji tarik bambu
Studi Eksperimental Kuat Geser Balok Terlentur Dengan Tulangan Bambu Gombong
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 327
Untuk mengetahui besarnya kuat tarik bambu dilakukan uji tarik bambu pada enam buah sampel tanpa ruas bambu
(kode sampel A) yang dipasangi strain gauges (Gambar 6a), dan enam buah sampel dengan ruas bambu (kode sampel
B) tanpa dipasangi strain gauges. Dimensi sampel bambu mempunyai lebar berkisar diantara 1.5 cm hingga 2.5 cm dan
tebal 1.5 cm, dengan panjang 50 cm. Dimensi dari benda uji diukur pada tiga lokasi yang berbeda untuk mendapatkan
luas rata-rata dari sampel bambu. Uji tarik dilakukan dengan menjepit sampel bambu pada Universal Testing Machine
(UTM) dan kemudian diberikan gaya tarik dengan laju yang rendah (Gambar 6b).
Gambar 6. (a) Sampel bambu yang telah dipasangi strain gauges (b) Uji tarik bambu
Pembuatan benda uji
Tulangan utama bambu dibuat dengan membelah bambu dengan ukuran yang mempunyai lebar berkisar antara 1.5 cm
hingga 3 cm dengan tebal yang berkisar antara 1.5 cm – 2 cm. Tulangan geser dibuat dari bambu dengan ukuran 0.5 cm
x 1 cm untuk konfigurasi tulangan geser vertikal (Gambar 7a) dan 0.5 cm x 0.5 cm untuk konfigurasi tulangan geser
miring dan vertikal (Gambar 7b).Tulangan geser bambu vertikal dirangkai dengan mengikat keempat ujung bambu
dengan mengunakan kawat beton. Tulangan geser miring dan vertikal diikat menggunakan kawat beton pada tulangan
utama.
Benda uji balok dibuat sebanyak enam buah, dimana masing-masing konfigurasi dibuat sebanyak tiga buah benda uji,
ukuran masing-masing benda uji adalah 20 x 25 x 160 cm. Semua balok direncanakan agar tulangan mencapai kekuatan
batasnya terlebih dahulu sebelum beton mengalami kegagalan (under-reinforced). Masing-masing balok diberi enam
buah tulangan tarik yang dipasang pada dua buah baris dan tulangan tekan sebanyak dua buah, dan tulangan geser
dipasang pada jarak setiap 10 cm. Empat buah strain gauges dipasang pada benda uji, dimana dipasang dua buah pada
tulangan lentur dan dua buah pada tulangan geser.
Gambar 7. Tulangan bambu (a) dengan tulangan geser vertikal (b) dengan tulangan geser vertikal dan miring.
Pemasangan benda uji
Balok beton diuji dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dengan kecepatan rendah sebesar 2 mm/det.
Tumpuan balok merupakan tumpuan sederhana dengan dua buah titik pembebanan (two point loading). Tiga buah
benda uji balok dengan konfigurasi tulangan geser vertikal dipasang pada jarak tumpuan sebesar 100 cm, dan tiga buah
(a) (b)
(a) (b)
Herry Suryadi, Adhijoso Tjondro dan Jeffrey Mario
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 328
benda uji balok dengan konfigurasi tulangan geser miring dan vertikal yang dipasang pada jarak tumpuan sebesar 120
cm.
Gambar 8. Penempatan benda uji pada Universal Testing Machine (UTM)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tegangan tarik ultimit dan modulus elastisitas
Berdasarkan uji tarik yang dilakukan terlihat dilihat pola kegagalan yang dapat terjadi yaitu putusnya kulit luar bambu,
dan kegagalan yang terjadi pada ruas bambu (Gambar 9). Ruas bambu merupakan bagian yang lemah dan
memungkinkan terjadinya kegagalan pada ruas, sehingga untuk menentukan kuat tarik ultimit ruas bambu harus
terdapat pada sampel.
Gambar 9. Ragam kegagalan uji tarik bambu
Besarnya gaya tarik maksimum (Tu) dan besarnya tegangan tarik ultimit )( ubf dari masing-masing sampel bambu,
dapat dilihat pada Tabel 1, diperoleh bahwa rata-rata tegangan tarik ultimit bambu adalah 108.6 MPa dengan deviasi
standar sebesar 12.9 MPa, dengan koreksi batas daerah penolakan sebesar 5% didapatkan rentang untuk tegangan tarik
ultimit bambu sebesar 87.5 MPa hingga 129.9 MPa. Dalam analisis diambil batas bawah tegangan tarik ultimit yaitu
sebesar 87.5 MPa agar mendapatkan hasil yang aktual.
Tabel 1. gaya tarik maksimum dan tegangan tarik ultimit Bambu Gombong
Sampel Tu
(kN)
A
(mm2)
ubf
(MPa)
Sampel Tu
(kN)
A
(mm2)
ubf
(MPa)
1A 29.5 264.3 111.6 1B 44.7 443.7 100.8
2A 40.7 367.7 110.8 2B 41.2 328.2 125.4
3A 41.3 346.3 119.2 3B 33.3 316.5 105.1
4A 45.4 399.8 113.4 4B 33.6 424.5 79.2
5A 36.3 385.8 94.0 5B 37.8 338.2 111.9
6A 47.3 381.6 124.0 6B 34.4 317.1 108.6
Studi Eksperimental Kuat Geser Balok Terlentur Dengan Tulangan Bambu Gombong
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 329
Kurva tegangan regangan dari sampel bambu dengan kode A dapat dilihat pada Gambar. 10. Besarnya modulus
elastisitas dihitung berdasarkan kemiringan garis awal pada kurva tegangan regangan, besarnya modulus elastisitas dari
masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 10. Kurva Tegangan Regangan Bambu Gombong
Rata-rata modulus elastisitas bambu adalah 19353.4 MPa dengan deviasi standar sebesar 2799.9 MPa, dengan koreksi
batas daerah penolakan sebesar 5% didapatkan rentang modulus elastisitas diantara 14761.5 MPa hingga 23945.3 MPa.
Dalam analisis diambil modulus elastisitas bambu )( bE sebesar 14761.5 MPa.
Tabel 2. Modulus elastisitas Bambu Gombong
Sampel E
(MPa)
Sampel E
(MPa)
1A 19665.2 4A 18801.7
2A 16991.5 5A 24608.9
3A 17007.5 6A 19045.6
Kuat tekan beton
Uji tekan beton dilakukan benda uji beton silinder dengan diameter 15 cm dengan tinggi 30 cm pada beton. Didapatkan
kuat tekan estimasi rata-rata sebesar 20.66 MPa, dengan simpangan baku sebesar 2.82 MPa. Dengan koreksi batas
daerah penolakan sebesar 5% maka kuat tekan karakteristik rata-rata campuran beton sebesar 'cf = 16.02 MPa.
Tabel 3. Hasil Uji Kuat Tekan Beton
Specimen Umur
(hari)
Kuat Tekan
(MPa)
Kuat Tekan
Rata-rata
(MPa)
Kuat Tekan
Regresi
(MPa)
Faktor
Umur
Kuat Tekan
Estimasi
(MPa)
1
2
3
6
14.80
15.64
19.39
16.61
16.27
0.789
18.75
19.82
24.57
4
5
6
14
16.16
21.75
18.48
18.80
19.21
0.932
17.34
23.33
19.83
7
8
27 19.09
23.96
21.53 20.56 0.997 19.14
24.02
9
10
28 16.84
22.91
19.88 20.61 1.0 16.84
22.91
Herry Suryadi, Adhijoso Tjondro dan Jeffrey Mario
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 330
Momen kelengkungan
Dari hasil pengujian diperoleh hubungan momen dengan kelengkungan seperti terlihat pada Gambar 11, terlihat bahwa
perilaku keruntuhan yang terjadi bersifat getas (brittle), karena rentang kelengkungan yang pendek pada saat mencapai
momen maksimumnya. Pendeknya rentang kelengkungan dapat pula dipengaruhi oleh slip pada tulangan bambu dan
beton. Hal ini terlihat saat pengujian terjadinya slip pada beberapa tulangan.
Gambar 11. Kurva Momen Kelengkungan
Pola keretakan
Retak pertama pada balok dimulai dari serat bawah pada daerah dimana beton mengalami tarik, seiiring dengan
bertambahnya beban lebar retakan tersebut bertambah dan retak menyebar ke daerah tekan.
Balok 1, 2, dan 3 merupakan balok dengan konfigurasi tulangan geser vertikal, terlihat pada pola retak yang terjadi
bahwa balok ini mengalami kombinasi kegagalan lentur dan geser.
Gambar 11. Pola Retak (a) Balok 1 (b) Balok 2 (c) Balok 3
Sedangkan pada Balok 4, 5, dan 6 merupakan balok dengan konfigurasi tulangan miring dan vertikal, terlihat dari pola
retak yang terjadi bahwa balok ini mengalami kegagalan lentur.
Gambar 12. Pola Retak (a) Balok 4 (b) Balok 5 (c) Balok 6
Faktor reduksi
Dapat diperoleh besarnya faktor reduksi dengan membandingkan hasil uji eksperimen dengan hasil desain, seperti yang
dapat dilihat pada Tabel 3.
Studi Eksperimental Kuat Geser Balok Terlentur Dengan Tulangan Bambu Gombong
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 331
Tabel 3. Faktor reduksi lentur dan geser
Kuat Lentur
Kuat Geser Balok
Mdesain
(kNm)
Mexp
(kNm) φφφφb
Vdesain
(kN)
Vexp
(kN) φφφφv
1 30.9 18.4 0.59 46.7 93.3 1.99
2 31.7 19.2 0.60 46.5 115.5 2.48
3 29.0 17.2 0.59 46.5 103.6 2.23
4 29.0 23.5 0.82 49.7 118.6 2.38
5 25.5
19.9 0.79 49.8 100.3 2.01
6 28.6
18.8 0.69 49.2 97.8 1.99
Berdasarkan hasil pengolahan data statistik didapatkan faktor reduksi kuat lentur pada rentang 0.52 hingga 0.85 dan
diambil sebesar 0.52. Faktor reduksi kuat geser mempunyai faktor yang lebih besar dari satu ini menunjukkan bahwa
balok tidak terjadi kegagalan geser.
5. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian, balok mengalami kegagalan pada beban simetris P rata-rata sebesar 54.5 kN pada balok dengan
konfigurasi tulangan geser bambu vertikal, dan beban simertis P rata-rata sebesar 52.4 kN pada balok dengan
konfigurasi tulangan geser vertikal dan miring. Dari penyebaran pola keretakan terlihat bahwa balok dengan konfigurasi
tulangan geser vertikal mengalami kegagalan kombinasi lentur dan geser, dan balok dengan konfigurasi tulangan geser
vertikal dan miring mengalami kegagalan lentur murni. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tulangan geser bambu
vertikal dan miring memiliki kontribusi dalam meningkatkan kuat geser selain dari kuat geser dari beton sendiri. Dalam
desain lentur kekuatannya harus direduksi dengan faktor reduksi lentur sebesar 0.52.
Dapat disimpulkan bahwa tulangan bambu dapat digunakan sebagai tulangan lentur maupun tulangan geser.
Pemasangan tulangan geser vertikal dan miring dapat dilakukan dengan konfigurasi sesuai dengan yang telah dilakukan
pada penelitian ini (Gambar 7).
Sifat keruntuhan dari tulangan bambu bersifat getas, dan tingkat lekatan antara tulangan bambu dan beton yang rendah
dapat menyebabkan terjadinya slip, sehingga beton bertulangan bambu direkomendasikan hanya untuk bangunan yang
memikul beban tidak terlampau besar dan tidak dapat digunakan pada daerah dengan tingkat kegempaan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
ACI Comitee 318 (2008), “Building Code Requriements for Structural Concrete (ACI 318-08) and Commentary”,
Michigan.
American Concrete Institue (1991), “Standard Practice for Selcting Proportion for Normal, Heavyweight, and Mass
Concrete (ACI 211.1-91)”.
American Society for Tesing and Materials (1993), “Annual book of ASTM Standards” Section 4: Construction,
Volume 04.02: Concrete and Aggregates, Philadelphia.
Brink, F.E., Rush, P.J. (1966), “Bamboo Reinforced Concrete Construction”, U.S. Naval Civil Engineering Laboratory,
California.
Frick, H. (2004), “Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu: Pengantar Konstruksi Bambu”, Kanisius, Yogyakarta.
Ghavami, K. (2005), “Bamboo as Reinforcement in Structural Concrete Elements”, Cement & Concrete Composites 27,
p. 637-649.
Ghavami, K., “Bamboo: Low Cost and Energy Saving Construction Materials” (2008), Modern Bamboo Structures –
Xiao et al.(eds) p. 5-21, London.
Khare, L. (2005), “Performance Evaluation of Bamboo Reinforced Concrete”, University of Texas at Arlington.
MacGregor, J. Wight, J.K. (2006), “Reinforced Concrete: Mechanics and Design”, 4th
ed., Prentice Hall, p. 109-111;
204-209.
Pathurahman, J.F., Kusuma, D.A. (2003), “Aplikasi Bambu Pilinan Sebagai Tulangan Balok Beton”, Civil Engineering
Dimension Vol.5, No.1, 39-44, March 2003 ISSN 1410-9530.
Herry Suryadi, Adhijoso Tjondro dan Jeffrey Mario
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 332