STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA
KEPADA ANAKNYA YANG AWAS
(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh :
Emmanuel Pandu Harummurti
111114071
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA
KEPADA ANAKNYA YANG AWAS
(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh :
Emmanuel Pandu Harummurti
111114071
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTTO
Segala sesuatu di dunia ini terjadi
pada waktu yang ditentukan oleh
Allah.
-Pengkotbah 3:1-
Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran daripada penghasilan banyak tanpa keadilan.
-Amsal 16:8-
Around here however we don’t look backwards for
very long we keep moving forward, opening up new
doors and doing new things, because we curious and
curioscity keeps leading us down new path.
-Walt Disney-
Learn from yesterday, live for today, hope for tommorow.
-Albert Einstein-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERSEMBAHAN
Puji dan syukur aku panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu
mendengarkan dan mengabulkan doa-doaku, memberikan aku semangat,
kesehatan, dan kesabaran untuk menyelesaikan skripsi ini. Puji Tuhan
akhirnya pada tanggal 24 Januari 2017 aku bisa melalui dan
menyelesaikan skripsiku ini dengan baik. Skripsiku ini, akan aku
persembahkan untuk orang-orang yang sudah membantu, mendukung,
menyemangatiku, dan mendoakanku, yaitu :
Yang tercinta orangtuaku Yoseph Rahmat Hartoko dan Yusta Rumiah
Yang tercinta Kakek dan Nenekku Hadrianus Wahya Sudibya dan Modesta Sutarinah
Yang terkasih Veronica Desy Irma Rosari
Prodi Bimbingan dan Konseling Sanata Dharma
Teman-teman BK 2011 A dan B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA
KEPADA ANAKNYA YANG AWAS
(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta)
Emmanuel Pandu Harummurti
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengasuhan orangtua
penyandang tunanetra yang memiliki anak dengan pengelihatan normal (awas).
Subyek penelitian ini adalah sebuah keluarga penyandang tunanetra yang bekerja
sebagai tukang pijat tradisional yang berdomisili di daerah Sleman Yogyakarta
dan memiliki keturunan (anak) yang berpenglihatan normal.
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan metode kualitatif
dan dengan alat pengumpulan data wawancara dan observasi. Pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan wawancara yang disusun berdasarkan 4 aspek
pola asuh, yaitu (1) Penerimaan, (2) Perasaan, (3) Strategi, (4) Harapan. Teknik
analisis data yang digunakan mengacu pada konsep triangulasi, dengan cara
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, dan memperluas informasi yang diperoleh dari seseorang maupun
manusia lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh sebuah keluarga dengan
orangtua penyandang tunanetra memiliki sikap penerimaan yang baik terhadap
anaknya, mereka cenderung telah siap menerima apapun keadaan keturunannya
nanti, keluarga tersebut menerima kehadiran anaknya yang tidak cacat mata
dengan penuh rasa syukur, berkaitan dengan perasaan keluarga tersebut sangat
gembira dan bahagia sebab fisik anaknya yang lengkap, sehat, dan normal
layaknya manusia pada umumnya. Keluarga tunanetra juga memiliki strategi dan
kiat –kiat tersendiri dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya, demikian juga
dengan harapan mereka terhadap anak-anaknya yang indah dan baik untuk masa
depan mereka, mereka telah menyiapkannya sedemikian rupa.
Kata kunci : strategi, pengasuhan, orangtua, tunanetra, anak awas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
THE BLIND FAMILY EDUCATING AND NURTURING STRATEGY
FOR NORMAL SIGHTED CHILD
( The Case Study On a Yogyakarta Blind Family)
Emmanuel Pandu Harummurti
Sanata Dharma University
Yogyakarta
This research has a goal to know the education strategy of the blind
person having normal sighted child. The subject of this research is a blind family
working as traditional massager living at Sleman area Yogyakarta having normal
sighted child.
This research type is a case study using qualitative method and using
interview and observation data collection. The data collection of this research
used interview being arranged in four aspects : (1) acceptance, (2) feeling, (3)
strategy, and (4) expectation. The data analysis technique used was triangulation
concept which was based on human constructing, facts, organization, feeling,
motivation, demand, and information enlarging obtained from a person and
others.
This research showed that the blind people family parenting had children
good acceptance, they tended to accept whatever condition to their future
ancestry. This family gratefully accepted their non defect eye children present,
relating to the very happy family feeling due to having complete physical
condition child, healthy and normal as general humanlike. The blind family had
also strategies and tips for their children educating and nurturing, and also had
made good preparation for their children future lovely and good expectation.
Keywords : strategy, educating and nurturing, parent, the blind, sighted child.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
anugerah dan kasihNya yang begitu besar sehingga penyusunan skripsi ini
berjalan dengan lancar dan terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk
melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi
Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma.
Penulis mengucapkan terimakasih atas kesempatan, bimbingan, tenaga,
dan waktu yang telah diberikan oleh semua pihak dalam memperlancar skripsi ini.
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah terlibat dalam proses
penyusunan karya tulis ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan berkat dan kasih-Nya.
2. Bunda Maria dan Santo Yoseph yang telah memberkati setiap doa dan usaha
yang penulis lakukan demi terselesaikannya skripsi ini.
3. Rohandi, Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
5. Juster Donal Sinaga, M.Pd. sebagai Wakil Ketua Program Studi Bimbingan
dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu
dalam proses administrasi ujian pendadaran.
6. Drs. Robertus Budi Sarwono, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan pendampingan bagi penulis, meluangkan waktu untuk berbagi
pengalaman, menuntun penulis dengan penuh kesabaran, dan membantu
penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta atas ilmu-ilmu pengetahuan serta pengalaman
yang diberikan dalam proses perkuliahan, sehingga memberikan bekal dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. A. Priyatmoko sebagai sekretariat Program Studi Bimbingan dan Konseling
yang telah mengurus segala keperluan administrasi.
9. Keluarga Subyek teliti yang berkenan menerima dan memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian.
10. Kedua Orangtuaku yang tercinta Yoseph Rahmat Hartoko dan Yusta Rumiah
yang tak henti-hentinya memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan doa
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
11. Kedua kakek dan nenek yang tercinta Hadrianus Wahya Sudibya dan
Modesta Sutarinah yang memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan doa
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
12. Veronica Desy Irma Rosari yang terkasih yang selalu membantu,
memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis selama penulisan
skripsi.
13. Para sahabat Sugeng Purnomo, Yohanes Pius, Kaprino Parto, Andreas
Ridam, Ign. Hanung, Yosua Drita, Alfian Fauzi yang selalu mengingatkan
dan memberikan bantuan moral maupun material sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
14. Teman-teman prodi BK angkatan 2011 atas kebersamaan dan dukungan
selama proses perkuliahan sampai skripsi ini selesai.
15. Teman-teman Komunitas Motor Box dan teman-teman Independent Bikers
Community.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
(Emmanuel Pandu Harummurti)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................................ v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ................................................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................................. vii
ABSTRAK ......................................................................................................................... viii
ABSTRACT ......................................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................................. 7
C. Fokus Penelitian ........................................................................................................ 8
D. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian .................................................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Strategi Pengasuhan Orangtua
1. Pola Asuh ........................................................................................................... 12
2. Tipe Pola Asuh .................................................................................................. 13
B. Hakekat Tunanetra .................................................................................................... 16
C. Hakekat Orangtua ..................................................................................................... 18
D. Hakekat Anak ........................................................................................................... 20
E. Teori Harapan ........................................................................................................... 23
F. Kajian Penelitian yang Relevan ................................................................................ 24
G. Kerangka Pikir .......................................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................................................... 29
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................... 31
C. Subyek Penelitian ..................................................................................................... 32
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Wawancara ........................................................................................................ 33
2. Observasi ........................................................................................................... 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
E. Keabsahan Data/Validitas Data ................................................................................ 38
F. Teknik Analisis Data ................................................................................................ 39
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian .............................................................................................. 41
B. Deskripsi Data
1. Subyek Ayah ..................................................................................................... 42
2. Subyek Ibu ......................................................................................................... 42
3. Subyek Anak ..................................................................................................... 43
4. Subyek Pendukung (Saudara Subyek) ............................................................... 43
5. Latar Belakang Keluarga ................................................................................... 44
6. Perkembangan Jasmani dan kesehatan .............................................................. 45
C. Hasil Penelitian
1. Perasaan Orangtua Penyandang Tunanetra Menerima Kehadiran Anak ........... 45
2. Cara atau Strategi untuk Mengasuh Anak dalam Keterbatasan Fisik
yang dimiliki oleh Orangtua Penyandang Tunanetra ........................................ 47
3. Cara dan Sikap Orangtua Penyandang Tunanetra dalam Menghadapi
Tantangan-tantangan Mengasuh Anak .............................................................. 48
4. Harapan Orangtua Penyandang Tunanetra terhadap Anaknya .......................... 49
D. Pembahasan
1. Penerimaan ........................................................................................................ 50
2. Strategi ............................................................................................................... 51
3. Hambatan ........................................................................................................... 54
4. Harapan .............................................................................................................. 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 57
B. Saran-saran ............................................................................................................... 59
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................ 60
D. Penutup ..................................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tempat dan Waktu Penelitian Bulan November 2015 .................................. 31
Tabel 2 Panduan Wawancara ............................................................................ ........ 34
Tabel 3 Contoh Lembar Observasi ................................................................... ........ 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Observasi .......................................................................................... 64
Lampiran 2 Verbatim Reduksi ....................................................................................... 67
Lampiran 3 Verbatim Tematik ....................................................................................... 88
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Menjadi Informan ...................................................... 91
Lampiran 5 Foto-foto Penelitian .................................................................................... 92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah dan fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,
dan manfaat penelitian. Masing-masing sub dijabarkan secara padat dan jelas.
Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing sub bagian.
A. Latar Belakang Masalah
Pepatah kuno mengatakan, mata merupakan jendela hati, melalui mata
kita mengintip isi hati seseorang. Lewat mata kita melihat dunia, lewat mata
kita membedakan hitam dan putih. Lalu bagaimana bila mata hanya bisa
melihat warna hitam saja. Pada dasarnya Tuhan mengaruniakan indra
penglihatan kepada manusia sebagai wujud cinta Tuhan kepada manusia.
Melalui mata yang dapat melihat seorang manusia dapat melihat,
membedakan, memahami bahkan menghayati sesuatu hal. Itulah yang
membuat mata manusia sebagai indra penglihatan berbeda dengan mata pada
hewan meskipun mereka sama-sama memiliki mata untuk melihat.
Di Indonesia, seseorang dengan keterbatasan penglihatan disebut
sebagai “tunanetra”. Secara etimologi, kata tunanetra berasal dari kata tuna
yang berarti rusak, dan netra yang berarti mata atau penglihatan. Jadi secara
umum tunanetra berarti rusak penglihatan. Tunanetra berarti buta, tetapi buta
belum tentu sama sekali gelap atau sama sekali tidak dapat melihat. Ada
orang buta yang sama sekali tidak dapat melihat, orang semacam ini biasanya
disebut buta total. Disamping buta total, masih ada juga orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
mempunyai sisa penglihatan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membaca
dan menulis huruf biasa. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki
hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.
Sikap masyarakat luas terhadap penyandang tunanetra jauh lebih baik
dibandingkan dengan sikap terhadap tunarungu. Kebutaan adalah cacat yang
dapat dilihat dengan jelas oleh semua orang yang dapat melihat. Negara
mungkin memberikan kemudahan-kemudahan tertentu pada mereka .
Misalnya, diberi potongan khusus terhadap pajak pendapatan dan kekayaan
mereka. Orang tunanetra pada umumnya menimbulkan simpati pada orang
lain tetapi mungkin simpati tersebut disesalkan oleh tunanetra itu sendiri dan
tak jarang berimbas pada keluarga atau orang terdekatnya.
Menurut data dari Kementerian Sosial RI, pada tahun 2011, jumlah
penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta
jiwa. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang
disabilitas lebih besar, yaitu: 6% dari total populasi penduduk Indonesia.
Akan tetapi, bila mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB
(WHO) yang lebih ketat, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia
mencapai 10 juta jiwa, sementara rata-rata jumlah penyandang disabilitas di
negara berkembang sebesar 10% dari total populasi penduduk. Berdasarkan
survei dari PT Surveyor Indonesia (Persero), jumlah populasi penyandang
disabilitas tertinggi berada di Provinsi Jawa Barat, sekitar 50, 90%,
sedangkan populasi terendah berada di Provinsi Gorontalo, sekitar 1,65%.
Menurut data terbaru (Juli 2012), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
tercatat sebagai berikut; Tunanetra 1.749.981 jiwa, Tunarungu/wicara
602.784 jiwa, Tunadaksa 1.652.741 jiwa, Tunagrahita 777.761 jiwa.
Dengan melihat kenyataan seperti di atas maka dapat dikatakan
penyandang tunanetra di Indonesia cukup banyak, bahkan bila dikaji kembali
penyandang tunanetra adalah yang terbanyak apabila dibandingkan dengan
penyandang disabilitas lain. Melihat fakta ini bisa saja dimungkinkan
segelintir kecil keluarga memiliki sanak saudara yang menyandang tunanetra,
bahkan tidak menutup kemungkinan seorang penyandang tunanetrapun
membangun kehidupan berumah tangga dan memiliki seorang anak. Tidak
menutup kemungkinan juga anak yang lahir dari pasangan tunanetra itu tidak
mengalami kebutaan dalam artian normal namun, tidak menutup
kemungkinan juga anak yang dilahirkan tersebut juga lahir sebagai
penyandang tunanetra.
Anak-anak dan remaja tentunya masih dalam pengawasan dan asuhan
orangtuanya, namun tidak seperti pada umumnya orangtua yang menyandang
tunanetra memiliki anak, baik yang berpenglihatan normal maupun juga
penyandang tunanetra pasti akan memiliki atau memunculkan perilaku, cara
pikir, pola asuh dan perasaan yang jauh berbeda apabila dibandingkan dengan
orangtua bukan penyandang tunanetra atau bisa disebut normal yang memiliki
anak bukan tunanetra. Padahal, anak merupakan individu yang membutuhkan
pemeliharaan, kasih sayang, dan tempat bagi perkembangannya. Anak juga
mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
merupakan totalitas psikis pada masa anak-anak dan remaja (tahap
perkembangan).
Keluarga merupakan tempat pertama dimana seorang anak tumbuh dan
berkembang, dalam masa pertumbuhan dan tahap perkembangannya itu anak
haruslah didamping secara maksimal oleh kedua orangtuanya supaya tumbuh
menjadi pribadi yang memiliki hakekat pribadi, dengan kata lain memiliki
konsep diri yang utuh. (Carl Roger, 1945) Anak mempunyai arti penting bagi
orangtua, dapat dikatakan anak adalah aset bagi keluarga. Anak
berkepribadian tangguh, mandiri, bertanggung jawab dan berbudi pekerti
luhur merupakan dambaan setiap orangtua. Sikap-sikap tersebut dapat
terbentuk melalui bagaimana orangtua mendidik anak. Pola asuh yang tepat
akan menumbuhkan anak yang berkepribadian baik.
Hubungan yang baik antara orang tua dan anak akan membentuk
hubungan simbiosis mutualisme antara keduanya. Anak, di samping
mempunyai arti penting bagi orangtua, orangtua juga mempunyai peran
penting bagi anak, salah satu peran tersebut adalah sebagai pengasuh utama
bagi anak saat periode pertama kehidupannya. Orangtua sebagai pengasuh
utama bagi seorang anak, karena itu anak sangat membutuhkan orangtua
sebagai pribadi yang utuh dan sempurna. Orangtua yang menyenangkan akan
tercermin dalam sikapnya yang memberikan perhatian dan menghormati
kebutuhan anak, membuat anak lebih terbuka dalam menyatakan perasaan,
lebih bertanggung jawab atas pekerjaan rumah, mandiri, percaya diri, dan
gembira. Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orangtua sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku anak. Sikap, perilaku, dan
kebiasaan orangtua akan senantiasa dilihat, diamati, dan ditiru oleh anak yang
secara sadar atau tidak akan diresapi dan menjadi kebiasaan bagi anak. Pola
perilaku tersebut terbentuk karena anak pertama kali mengidentifikasikan diri
pada orangtuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain.
Setiap orangtua menyayangi anaknya, akan tetapi manifestasi dari rasa
sayang itu berbeda-beda antara satu orangtua dengan orangtua lainnya.
Perbedaan tersebut akan nampak dalam pola asuh yang diterapkan oleh
orangtua kepada anak. Faktor lain yang mempengaruhi gaya pengasuhan
orangtua selain perbedaan manifestasi rasa sayang dapat dibagi menjadi dua
faktor yakni faktor dari dalam diri orangtua dan faktor dari luar diri orangtua.
Faktor dari luar diri orangtua antara lain kesibukan orangtua, latar belakang
pendidikan orangtua, jenis kelamin anak, serta budaya dan tradisi keluarga.
Faktor dari dalam orangtua antara lain kesehatan jasmani dan mental
orangtua, serta sifat dan pembawaan orang tua. Kesehatan jasmani dan rohani
orangtua juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pola asuh yang
diterapkan orangtua kepada anak. Orang tua yang sehat secara mental dan
spiritual dapat mengasuh anak dengan penuh rasa cinta kasih dan rasa
“memiliki” terhadap anak, sehingga anak merasa nyaman berada di dekat
orangtua. Orangtua yang sehat dan bugar secara jasmani dapat mendampingi,
mengawasi, dan membimbing dalam melakukan kegiatan seperti belajar dan
atau bermain, juga dapat membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi anak
dalam melakukan suatu kegiatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Berbeda dengan orangtua yang memiliki kekurangan secara fisik atau
jasmani, misalnya pada orangtua yang memiliki kelumpuhan pada bagian
tubuhnya, yakni pada bagian tangan tidak dapat dengan leluasa menggendong
anaknya seperti anak-anak lain digendong oleh orangtuanya. Aktivitas
menggendong anak, meskipun terlihat remeh namun sangat berarti dalam
menjalin kedekatan hubungan antara orangtua dan anak. Anak yang tidak
pernah digendong akan merasa kecewa bahwasanya dia tidak dapat seperti
teman-temannya, walaupun lambat laun anak akan terbiasa dengan kondisi
tersebut. Sama halnya dengan orangtua yang mempunyai kekurangan fisik
seperti tidak dapat melihat atau disebut dengan tunanetra. Orangtua dengan
kekurangan seperti ini mempunyai pola asuh yang berbeda dengan orangtua
pada umumnya yang tidak memiliki kekurangan.
Keterbatasan orangtua dalam hal fisik terutama indera penglihatan tentu
memberikan pekerjaan rumah tersendiri bagi para orangtua dengan
keterbatasan ini. Kondisi ini sering tidak disadari oleh lingkungan sekitar dan
kurang mendapat perhatian bahwasanya orangtua dengan keterbatasan seperti
ini membutuhkan bimbingan dari lingkungannya untuk belajar menjadi orang
tua bagi putra-putrinya. Orangtua penyandang cacat tunanetra mempunyai
sifat dan karakteristik yang berbeda dari orang normal pada umumnya.
Berdasarkan alasan tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian
lebih lanjut tentang bagaimana orangtua dengan keterbatasan fisik sebagai
penyandang cacat tunanetra dapat mengekspresikan kasih sayang mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
kepada anak sekaligus menanamkan nilai-nilai kehidupan yang akan
tercermin dalam pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anak.
Fokus penelitian ini adalah strategi pengasuhan orangtua penyandang
tunanetra terhadap anaknya yang sedang dalam masa pertumbuhan anak (usia
Sekolah Dasar). Bagaimana seorang penyandang tunanetra memandang
pentingnya pola asuh terhadap anak dan bagaimana seorang tunanetra
mengasuh anaknya dalam kehidupan nyata di masyarakat dengan
kekurangannya tersebut di tengah-tengah jaman yang semakin berkembang
ini.
B. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas terkait dengan pola asuh
orangtua yang menyandang tunanetra, hal tersebut dapat diidentifikasikan
dalam masalah sebagai berikut :
1. Orangtua penyandang tuna netra tidak memberikan dukungan yang
maksimal kepada anaknya yang awas.
2. Orangtua penyandang tuna akan sulit menjadi seorang pembela
kepentingan anak sebab membela kepentingan dan hak-haknya sendiripun
masih sulit.
3. Orangtua penyandang cacat tuna netra menemui hambatan dan tantangan
dalam mengembangkan berbagai aspek kehidupan khususnya aspek
perkembangan panca indra.
4. Menjadi orangtua berarti juga menjadi pengawas bagi anaknya.
Pengawasan itu sendiri memiliki arti sikap dari orang tua dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
mengamati dan mengontrol apa yang dilakukan anaknya. Dengan adanya
pengawasan orang tua, maka diharapkan anak mempunyai tingkah laku
dan kebiasaan yang baik. Menjadi sebuah masalah bila, peran pengawasan
dan kontrol itu dilakukan oleh orang dengan keterbatasan hingga ketidak
mampuan melihat melalui indra penglihatan.
5. Menjadi orangtua tidak hanya melulu soal keluarga tetapi juga menjadi
bagian dari kehidupan bermasyarakat, dalam kehidupan bermasyarakatpun
orangtua memiliki peranan yang penting bagi perkembangan anak dalam
rangka mengasuh dan memelihara anaknya tersebut. Tanggungjawab
orangtua dalam hal ini ialahuntukmendidik, mengasuh dan membimbing
anak anaknyauntukmencapaitahapantertentu yang menghantarkan anak
untuk siap dalam kehidupanbermasyarakat tidak terkecuali orangtua yang
menyandang tunanetra yang notabene kehidupan bermasyarakatnyapun
belum tercapai secara maksimal atau bahkan tidak jarang “disingkirkan”
dalam masyarakat karena dianggap tidak mampu.
C. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti berfokus untuk untuk menggali,
memahami, dan mendeskripsikan sejauh manakah penyandang tunanetra
mengasuh anaknya yang dalam artinormal penglihatannya tidak seperti
orangtuanya, terkhusus seperti apa pola asuh seorang tunanetra dan apa saja
cara dan strategi yang dibuat dalam rangka mengasuh anak, mengawasi anak,
membimbing anak baik dalam keluarga bagi keluarga, dan dalam masyarakat
untuk kehidupan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
D. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang dan hasil identifikasi masalah diatas peneliti
merumuskan masalah yang akan dikaji lebih dalam lagi. Adapun rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana perasaan orangtua penyandang tuna netra menerima kehadiran
anak?
2. Bagaimanakah cara-cara atau strategi untuk mengasuh anak dalam
keterbatasan fisik yang dimiliki oleh orangtua penyandang tuna netra?
3. Bagaimana cara dan sikap orangtua penyandang tuna netra dalam
menghadapi tantangan-tantangan mengasuh anak?
4. Bagaimana harapan orangtua penyandang tuna netra terhadap anaknya?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan peneliti melakukan penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui perasaan keluarga tunanetra dalam menerima kehadiran anak
di dalam keluarga mereka.
2. Mendeskripsikan strategi pola asuh anak pada keluarga dengan orangtua
penyandang tunanetra.
3. Cara dan sikap orangtua penyandang tunanetra dalam menghadapi
tantangan-tantangan mengasuh anak.
4. Mengetahui perwujudan nyata tanggungjawab dan harapan orangtua
kepada anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
F. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap muncul manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pola asuh (parenting style)
orangtua atau keluarga tunanetra kepada anaknya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil penelitian ini dapat menjadi tolok
ukur yang dapat digunakan oleh program studi untuk melihat
mendalami dan, mengkaji seperti apa dan bagaimanakah pola asuh
orangtua yang menyandang tunanetra dalam mengasuh anaknya.
b. Bagi orangtua. Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan
kesadaran dan memahami pentingnya membangun pola asuh yang
baik, benar, tepat dan efisien dalam rangka mendidik anak di dalam
keluarga int, baik keluarga yang memiliki kekurangan secara fisik dan
atau mental.
c. Bagi peneliti. Melalui penelitian ini, penulis memperoleh pengetahuan
dan pemahaman baru mengenai pola asuh keluarga tunanetra pada
anaknya yang normal penglihatannya. Peneliti jugfa mendapatkan
kesempatan pembelajaran dan mengalami praktik langsung bertemu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
dengan subyek teliti dan melakukan penelitian dan
mengembangkannya secara ilmiah dalam koridor ke-BKan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisikan mengenai kajian-kajian teori yang mendukung penelitian
yang dilakukan oleh peneliti yakni tentang pola asuh (parenting style). Teori-teori
yang dipaparkan dan dijabarkan merupakan teori yang telah dikemukakan oleh
para ahli sebelumnya, dan pada bab ini peneliti menggunakannya untuk pondasi
dasar untuk melandasi setiap gagasan dan argumen yang muncul dari peneliti
selama penelitian skripsi ini berjalan sampai jadi dan dapat
dipertanggungjawabkan.
A. Hakikat Strategi Pengasuhan Orangtua
1. Pola asuh
Pola asuh pada dasarnya merupakan keseluruhan cara perlakuan
orangtua yang diterapkan pada anak. Pengasuhan anak menunjuk pada
pendidikan umum yang diterapkan terhadap anak, berupa proses interaksi
antara orangtua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut
mencakup perawatan seperti mencukupi kebutuhan makan, mendorong
keberhasilan dan melindungi, maupun sosialisasi yaitu mengajarkan
tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Wahyuning, 2003 :
126).
Menurut Hurlock (1980) , pola pengasuhan orangtua disebutkan
dengan teknik disiplin orangtua kepada anak. Disiplin merupakan cara
masyarakat mengajarkan kepada anak mengenai perilaku moral yang
diterima kelompok. Tujuannya adalah menunjukkan kepada anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
perilaku mana yang baik dan yang buruk serta mendorongnya untuk
berperilaku sesuai standar masyarakat (Hurlock, 1999:82). Setiap
orangtua memiliki sikap dan perilaku yang berbeda satu sama lain dalam
menghadapi anak-anak mereka. Sikap tersebut akan tergambar dalam
bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Bronfenbrenner dan
Melvin Kohn (dalam Ihromi, 2004:48) mengkategorikan pola
pengasuhan atau pola sosialisasi ke dalam dua bentuk, yakni pola asuh
yang berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan pola pengasuhan
cara represif (repressive socialization), dan pola pengasuhan yang
berorientasi pada dilakukannya partisipasi (participatory socialization).
2. Tipe Pola Asuh
Pola asuh represif menitik beratkan pada hukuman terhadap
perilaku yang salah, dan pola asuh partisipatori memberikan imbalan
untuk perilaku yang baik. Pola asuh represif berpusat pada orangtua
karena anak harus memperhatikan keinginan orangtua, sedangkan pola
sosialisasi partisipatori lebih berpusat pada anak karena orangtua
memperhatikan keinginan anak. Berbagai cara orangtua dalam
menerapkan pola asuh terhadap anak akan menghasilkan berbagai
karakteristik perilaku anak.
Pola asuh dapat membentuk karakteristik perilaku anak karena
interaksi yang dilakukan orang tua cenderung bersifat stabil dan dalam
jangka waktu yang lama.Pola asuh orangtua yang diterapkan pada anak
dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dirasakan oleh anak dari segi negatif maupun positif. Menurut Baumrind
(1967) ada empat macam tipe pola asuh orangtua, antara lain pola asuh
demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh
penelantar.
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.
Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari
tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga
bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang
berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga
memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu
tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan
standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-
ancaman. Misalnya kalau tidak mau makan tidak akan diberi uang saku.
Orangtua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan
menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan
orangtua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak.
Orangtua tipe ini tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi
biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan
balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
Pola asuh permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan
yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka
cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang
dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.
Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali
disukai oleh anak.
Pola asuh tipe penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya
memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya.
Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka,
seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak
mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik
dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak
mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
Pangaruh pola asuh orangtua pada pola asuh demokratis akan
menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol
diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi
stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap
orang-orang lain. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak
yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang,
suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik
diri.Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang
impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang
sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial. Pola asuh
penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah,
penghargaan diri (self esteem) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah
dengan teman.
B. Hakekat Tunanetra
Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
tidak dapat melihat (KBBI, 1989:971). Pada umumnya orang mengira bahwa
tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra
dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Anak yang mengalami
gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak
penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai
pengaruh yang merugikan bagi anak yang yang bersangkutan (Scholl,
1986:29). Pengertian ini mencakup anak yang masih memiliki sisa
penglihatan dan yang buta.
Dengan demikian, pengertian anak tunanetra adalah individu yang
indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran
penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Persatuan
Tunanetra Indonesia / Pertuni (2004) mendefinisikan ketunanetraan sebagai
berikut: Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan
sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan
tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan
biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu
dengan kaca mata (kurang awas). Ini berarti bahwa seorang tunanetra
mungkin tidak mempunyai penglihatan sama sekali meskipun hanya untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
membedakan antara terang dan gelap. Orang dengan kondisi penglihatan
seperti ini kita katakan sebagai ”buta total”.Orang tunanetra yang masih
memiliki sisa penglihatan yang fungsional seperti ini kita sebut sebagai orang
”kurang awas” atau lebih dikenal dengan sebutan ”Low vision”.
Tunanetra dapat dipahami sebagai sebutan bagi subjek atau orang yang
menyandang tunanetra. Kondisi atau masalah yang berkaitan dengan tunanetra
dan ketunanetraan dari berbagai segi mengakibatkan terjadinya berbagai
pengertian tunanetra. Secara umum berbagai pengertian yang ada memiliki
kesamaan (Hadi, 2005). Secara harfiah, kata tunanetra terdiri dari kata tuna
dan netra. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan kata tuna
mempunyai arti tidak memiliki, tidak punya, luka atau rusak. Netra berarti
penglihatan. Tunanetra mempunyai arti tidak memiliki atau rusak
penglihatannya. Secara etimologis kata tunanetra berarti luka, rusak, kurang
atau tidak memiliki. Netra berarti mata atau penglihatan. Tunanetra berarti
kondisi luka atau rusaknya mata sehingga mengakibatkan kurang atau tidak
memiliki kemampuan penglihatan. Frans Harsanan dalam buku karya
Rudiyati (2002) menyebutkan bahwa tunanetra ialah suatu kondisi dari indera
penglihatan atau mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Kondisi itu disebabkan oleh kerusakan pada mata, syaraf optik, dan atau
bagian otak yang mengolah stimulus visual. Menurut Noah Webster (1953:
287) dalam Webster Dictionary yang dikutip oleh Rudiyati (2002: 4), istilah
buta “blind” diartikan “destitute of the sense of sight either by natural defect
deprivation”, sedangkan kebutaan “blindness” diartikan “state or quality of
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
being blind”. Artinya bahwa buta adalah kekurangan pada indera penglihat,
baik kodrati maupun karena kehilangan, sedangkan kebutaan adalah keadaan
atau tingkat buta. Ketunanetraan yang dihadapi oleh seseorang menyebabkan
terjadinya keterbatasan dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungan
sekitarnya. Keterbatasan tersebut menjadikan kendala bagi penyandang
tunanetra untuk dapat beraktifitas sesuai dengan harapan individu tunanetra
maupun harapan masyarakat umum. Perilaku penyandang cacat tunanetra
pada mulanya merupakan ciri khas secara individu, namun pada
perkembangannya menunjukkan hampir semua penyandang tunanetra pada
golongan yang sama relatif memiliki karakteristik yang sama (Hadi,
2005:48).
C. Hakekat Orangtua
Orangtua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan
“orangtua artinya ayah dan ibu“ (Poerwadarmita, 1987: 688). Banyak para
ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian orang tua, yaitu
menurut Miami yang dikutip oleh Kartini Kartono, dikemukakan “orangtua
adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk
memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang
dilahirkannya.“ (Kartono, 1982 : 27).
Maksud dari pendapat di atas, yaitu apabila seorang laki-laki dan
seorang perempuan telah bersatu dalam ikatan tali pernikahan yang sah maka
mereka harus siap dalam menjalani kehidupan berumah tangga salah satunya
adalah dituntut untuk dapat berpikir seta begerak untuk jauh kedepan, karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
orang yang berumah tangga akan diberikan amanah yang harus dilaksanakan
dengan baik dan benar, amanah tersebut adalah mengurus serta membina
anak-anak mereka, baik dari segi jasmani maupun rohani. Karena orang
tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Singgih D Gunarsa dalam bukunya psikologi untuk keluarga
mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup
bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan
sehari-hari“ (Gunarsa, 1976 : 27). Dalam hidup berumah tanggga tentunya
ada perbedaan antara suami dan istri, perbedaan dari pola pikir, perbedaan
dari gaya dan kebiasaan, perbedaan dari sifat dan tabiat, perbedaan dari
tingkatan ekonomi dan pendidikan, serta banyak lagi perbedaan-perbedaan
lainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat mempengaruhi gaya hidup
anak-anaknya, sehingga akan memberikan warna tersendiri dalam keluarga.
Perpaduan dari kedua perbedaan yang terdapat pada kedua orang tua ini akan
mempengaruhi kepada anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut.
Pendapat yang dikemukakan oleh Nasution (1986) adalah “orangtua adalah
setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah
tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu”.
Seorang bapak atau ayah dan ibu dari anak-anak mereka tentunya
memiliki kewajiban yang penuh terhadap keberlangsungan hidup bagi anak-
anaknya, karena anak memiliki hak untuk diurus danan dibina oleh orang
tuanya hingga beranjak dewasa. Berdasarkan Pendapat-pendapat para ahli
yang telah diurarakan di atas dapat diperoleh pengertian bahwa orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina ank-
anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis. Kedua orang tua
dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat menjadi
generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.
D. Hakekat Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan
yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang
perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.
Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep
diri, pola koping dan perilaku sosial. Semua anak tidak mungkin memiliki
pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan
pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga
mengalami perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan
perkembangan kognitif yang cepat dan juga adakalanya perkembangan
kognitif yang lambat. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang
anak. Perkembangan konsep diri ini sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum
terbentuk secara sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring
dengan pertambahan usia pada anak. Demikian juga pola koping yang
dimiliki anak hampir sama dengan konsep diri yang dimiliki anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal ini
dapat kita lihat pada saat bayi anak menangis.Salah satu pola koping yang
dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai
dengan keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada
anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa
bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak
mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan.
Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku social yang
seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku social juga dapat
berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah
mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Hidayat, 2005).
Pada dasarnya anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,
melainkan manusia yang oleh karena kondisinya belum mencapai taraf
pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya
berbeda dengan orang dewasa. Anak masih mempunyai keterbatasan-
keterbatasan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Pengertian
anak menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak yang dikutip oleh Suryanah (1996: 1) menyebutkan bahwa
anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah
menikah. Batas usia 21 tahun ditetapkan karena berdasarkan pertimbangan
usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental
seorang anak dicapai pada usia tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Anak adalah penerus bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh
generasi sebelumnya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.23
tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan anak adalah seseorang
yang berusia 18 tahun. Termasuk di dalamnya anak yang masih dalam
kandungan (Supeno, 2010: 40).
Menurut Hurlock (1980) tugas perkembangan adalah suatu tugas yang
muncul pada saat atau suatu periode tertentu. Tugas tersebut jika berhasil
akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam
melaksanakan tugas berikutnya. Kegagalan dalam melaksanakan tugas akan
menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas
berikutnya. Pada masa-masa tersebut, anak sedang belajar mengenai berbagai
hal yang harus bisa mereka lakukan sebagai mahkluk individu seperti
keterampilan fisik, sikap sehat, serta memainkan peran jenis kelamin yang
sesuai. Sebagai makhluk sosial mereka juga harus bisa bergaul, bersikap
sesuai dengan norma di masyarakat lingkungan sekitar. Orangtua dalam hal
ini mempunyai tugas dalam mendampingi dan mendidik anak agar mereka
dapat menyelesaikan tugas perkembangan mereka dengan baik untuk
menyambut tugas perkembangan selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
E. Teori Harapan
Teori harapan kadang disebut teori ekspektasi atau expectacy theory of
motivation dikemukakan oleh Victor Vroom pada tahun 1964. Vroom lebih
menekankan pada faktor hasil (outcomes), ketimbang kebutuhan (needs)
seperti yang dikemukakan oleh Maslow and Herzberg. Teori ini menyatakan
bahwa intensitas kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu
tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil
yang pasti dan pada daya tarik dari hasil kepada individu.
Koontz (1990) mengemukakan bahwa orang-orang akan termotivasi
untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin
bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan. Sehubungan
dengan tingkat ekspektasi seseorang, Craig C. Pinder (1948) dalam bukunya
Work Motivation berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat harapan atau ekspektasi seseorang yaitu:
a. Harga diri.
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas.
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan.
d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas.
e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.
Sementara teori harapan menyatakan bahwa motivasi karyawan adalah
hasil dari seberapa jauh seseorang menginginkan imbalan (valence), yaitu
penilaian bahwa kemungkinan sebuah upaya akan menyebabkan kinerja yang
diharapkan (expectacy) dan keyakinan bahwa kinerja akan mengakibatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
penghargaan (instrumentality). Singkatnya, valence adalah signifikansi yang
dikaitkan oleh individu tentang hasil yang diharapkan. Ini adalah kepuasan
yang diharapkan dan tidak aktual bahwa seorang karyawan mengharapkan
untuk menerima setelah mencapai tujuan.
Harapan adalah keyakinan bahwa upaya yang lebih baik akan
menghasilkan kinerja yang lebih baik. Harapan dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti kepemilikan keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaan,
ketersediaan sumber daya yang tepat, ketersediaan informasi penting dan
mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
F. Kajian Penelitian yang Relevan
Melati (2013) mahasiswi Universitas Esa Unggul Jakarta melakukan
penelitian yang berkaitan dengan orangtua dan tuna netra. Dalam
penelitiannya banyak sekali dibahas mengenai persoalan-persoalan yang
dihadapi selama menjadi orangtua anak yang tuna netra. Penelitian ini
bertujuan melihat bagaimana proses penerimaan diri seorang Ibu yang
memiliki anak tunanetra. Jenis penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif.
Sampel penelitian 3 Ibu yang memiliki anak tunanetra sejak lahir. Teknik
yang dipakai purposive sampling. Mengumpulkan data dengan cara
wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis, ketiga Subjek dapat
menerima dirinya dengan melalui beberapa fase dalam penerimaan diri.
Walaupun tidak semua tanda-tanda dari sebuah perasaan yang kemungkinan
muncul pada suatu tahapan mereka rasakan. Contohnya seperti Subjek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
pertama yang tidak merasakan perasaan terguncang, dan tidak percaya,
namun merasakan perasaan tidak siap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penerimaan diri tersebut
diantaranya adalah,adanya pemahaman tentang diri sendiri yang baik, adanya
hal-hal realistik yang terpikirkan, tidak adanya hambatan dalam lingkungan,
sikap anggota keluarga yang menyenangkan, tidak adanya gangguan
emosional yang berat, pengaruh keberhasilan yang dialami, identifikasi
dengan orang yang memiliki penerimaan diri yang baik, pola asuh dimasa
kecil yang baik.
Penelitian lain yang dilakukan terkait dengan orangtua yang tunanetra
adalah jurnal penelitian milik Rahmawati (2012) seorang mahasiswi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini berupa jurnal yang
sama-sama membahas mengenai persoalan pola asuh orangtua yang
menyandang tunanetra terhadap anaknya. Teknik sampling menggunakan
teknik purposive sampling. Proses pengumpulan data dilakukan dengan
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data
menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik dalam analisis data adalah
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Keluarga dengan orangtua
penyandang cacat tunanetra memiliki kecenderungan pola asuh otoriter dan
permisif. 2) Hambatan yang dialami orangtua penyandang cacat tunanetra
adalah berupa: tidak dapat mengontrol secara penuh kegiatan anak sehari-hari
dan kekhawatiran terhadap kondisi anak dalam pergaulan sehari-hari. 3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Upaya untuk mengatasi hambatan yang dialami oleh orangtua penyandang
cacat tunanetra yaitu: menjalin hubungan baik dengan tetangga dan
lingkungan sekitar, menggunakan peran pihak ketiga, dan mengoptimalkan
sumber daya manusia yang ada dalam keluarga.
Kedua penelitian diatas memang sama-sama mengangkat permasalahan
tentang orangtua, anak, dan tunanetra. Melihat kembali ke paragraf
sebelumnya pada penelitian pertama subyek yang diteliti ialah orangtua
terkhusus ibu tanpa cacat mata yang memiliki anak cacat mata atau buta
(tunanetra), penelitian kedua meneliti orang tua cacat mata atau tunanetra
yang juga sama-sama memiliki anak dalam kasus ini peneliti kedua meneliti
tentang pola asuh yang dipakai orangtua tersebut. Apabila menilik dari kedua
penelitian yang relevan diatas tadi penelitian kedua memang terdengar sangat
identik dengan penelitian yang peneliti lakukan dalam penulisan skripsi ini.
Namun, apabila dikaji lebih mendalam penelitian yang penulis tulis ini
sebenarnya memiliki perbedaan dan keistimewaan dibandingkan dengan dua
penelitian diatas salah satunya ialah penelitian ini tidak tebatas sebagai
sebuah jurnal melainkan sebagai sebuah skripsi yang dipakai penulis untuk
memenuhi tugas akhir dan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana (S1).
Selain daripada itu penelitian ini juga mengandung dan berkiblat pada
teori psikologi yang kental, meskipun pada jurnal penelitian pertama juga
bersifat psikologis namun subyek penelitian berbeda. Bisa dikatakan bahwa
penelitian ini adalah gabungan antara kedua jurnal penelitian diatas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
G. Kerangka Pikir
ORANGTUA TUNANETRA
ANAK AWAS
(normal/tidak tunanetra)
STRATEGI PENGASUHAN
TANTANGAN CARA-CARA PENERIMAAN
STRATEGI PENGASUHAN
HARAPAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Dengan melihat diagram diatas peneliti mencoba untuk
menggambarkan alur dan kerangka penelitian yang dibuat. Pada diagram atau
pola diatas dapat dilihat dengan jelas maksud penelitian yang ditulis ini,
penelitian ini mengangkat isu mengenai orangtua tunanetra, seorang orangtua
pastilah memiliki kiat-kiat, aturan-aturan, cara main, atau strategy tersendiri
dalam membesarkan anaknya yang dalam bahasa yang lebih familiar adalah
pola asuh. Menurut peneliti pola asuh sendiri mencakup sedikitnya empat
buah aspek yaitu penerimaan, cara-cara, tantangan, dan harapan. Keempat
aspek pola asuh tadi belum dapat dilihat maupun dirasakan oleh anak tanpa
adanya wujud nyata dalam bentuk strategi pengasuhan, wujud nyata yang
dimaksud penulis disini adalah tindakan-tindakan real yang dilakukan oleh
orangtua terhadap anak dalam rangka melakukan binaan, bimbingan, dan
momongan atau yang dikenal dengan pola asuh tadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih
ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai
pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu
landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang
latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat
perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian
kuantitatif dengan penelitian kualitatif.
Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori
menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori
yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari
data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir
dengan suatu “teori”.
Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei
kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan
informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara
mendalam dan grup fokus. Sifat dari jenis penelitian ini adalah penelitian dan
penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah relatif kelompok kecil
yang diwawancarai secara mendalam. Peserta diminta untuk menjawab
pertanyaan umum, dan interviewer atau moderator grup periset menjelajah
dengan tanggapan mereka untuk mengidentifikasi dan menentukan persepsi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
pendapat dan perasaan tentang gagasan atau topik yang dibahas dan untuk
menentukan derajat kesepakatan yang ada dalam grup.
Kualitas hasil temuan dari penelitian kualitatif secara langsung
tergantung pada kemampuan, pengalaman dan kepekaan dari interviewer atau
moderator group. Jenis penelitian yang sering kurang dilakukan dari survei
karena mahal dan sangat efektif dalam memperoleh informasi tentang
kebutuhan komunikasi dan tanggapan dan pandangan tentang komunikasi
tertentu. Dalam hal ini sering metode pilihan dalam kasus di mana
pengukuran atau survei kuantitatif tidak diperlukan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus.
Penelitian kualitatif memiliki tujuan untuk memahami fenomena sosial
melalui gambaran yang menyeluruh dan pemahaman yang mendalam
(Moleong, 2007). Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif sehingga data
yang dikumpulkan berupa kata-kata dan makna dibalik data tersebut
(Sugiyono, 2010). Menurut Idrus (Rohandi, 2011) studi kasus adalah analisis
multiperspektif, karena peneliti tidak hanya berpegang pada perkataan dan
sudut pandang pelaku, namun juga kelompok yang memiliki relevansi dengan
pelaku dan interaksi diantara mereka. Ini menjadi point penting yang menjadi
karakteristik studi kasus. Memberi kesempatan bersuara pada entisitas-
entisitas yang tidak memiliki kekuatan dan tidak bersuara (voiceless).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan waktu penelitian tidak ditentukan secara kaku. Namun
penelitian akan sering dilakukan di lingkungan sekitar tempat tinggal atau
domisili subyek saat subyek melakukan pekerjaan, maupun melakukan
kegiatan kesehariannya yang tentu saja berkaitan dengan kepentingan
penelitian. Apabila dirasa kurang peneliti juga akan melakukan penelitian
dengan datang ke rumah subyek dengan catatan apabila peneliti mendapatkan
izin dari subyek sebelumnya. Peneliti merencanakan tempat dan waktu
penelitian pada bulan November tahun 2015.
Tabel 1
Tempat dan Waktu Penelitian Bulan November 2015
No. Tanggal Pertemuan Keterangan Tempat
1. 20 Desember 2015 Konfirmasi dengan
subyek
Rumah
Subyek
2. 26 Desember-25
Januari 2016
Observasi dan penelitian
terhadap subyek
dilakukan
Menyesuaikan
(fleksibel)
3. 26-30 Januari 2016 Melengkapi data yang
dirasa kurang dan
memulai melakukan
analisa penelitian
Menyesuaikan
(fleksibel)
Tabel diatas merupakan tabel perkiraan jadwal yang akan dilakukan
oleh peneliti dalam rangka melakukan penelitian terhadap subyek. Adapun
setting dan suasana selama penelitian fleksibel karena disesuaikan dengan
lingkungan tempat subyek melakukan kegiatan sehari-harinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
C. Subyek Penelitian
Penelitian kualitatif tidak menekankan upaya generalisasi melalui
perolehan subyek secara acak seperti pada penelitian kuantitatif. Penelitian
kualitatif berupaya memahami konteks dan sudut pandang secara lebih
mendalam.
Sarantokos (Poerwandari, 2005) menjelaskan prosedur penentuan
subyek, yaitu sebagai berikut:
1. Tidak mengambil subyek dalam jumlah yang besar, tetapi melihat kasus
perkasus yang memiliki kekhususan tipe dengan masalah penelitian.
2. Sejak awal penelitian tidak ditentukan secara kaku, baik jumlah maupun
karakteristik subyek tetapi berkembang mengikuti pemahaman konseptual
selama penelitian.
3. Mencari kecocokan konteks, bukan pada keterwakilan (dalam arti
jumlah/peristiwa acak).
Dalam penelitian ini nama subyek disamarkan bila subyek tidak ingin
namanya dicantumkan. Tetapi, bagi subyek yang tidak keberatan namanya
dicantumkan, peneliti akan mencantumkan namanya.
Subyek penelitian adalah pasangan suami istri tunanetra yang memiliki
anak (kandung) yang awas (dapat melihat/non-tunanetra). Peneliti telah
menentukan kriteria subyek teliti sebagai berikut:
1. Pasangan suami istri (pasutri), usia ±35-45 tahun (penyandang tunanetra)
2. Memiliki anak kandung usia Sekolah Dasar, usia ± 7-13 tahun. (normal
fisik dan mental)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan pertanyaan atas pertanyaan itu. Maksud
mengadakan wawancara itu ditegaskan dalam Lincoln & Guba (Moleong
2007 : 186) mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan, dan memperluas informasi yang diperoleh
dari orang lain baik manusia maupun manusia (triangulasi).
Wawancara ditujukan kepada orangtua yang menyandang tuna
netra, anak subyek (bukan penyandang tunanetra), dan orang lain yang
berhubungan dekat dan langsung dengan subyek serta anaknya. Jenis
wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah pertanyaan tidak
terstruktur. Berikut ini disajikan sebagian panduan wawancara tidak
terstruktur yang akan diaplikasikan pada subyek teliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Tabel 2
Panduan wawancara
Aspek Pertanyaan untuk
Subyek
Pertanyaan untuk
Significant Others
Pertanyaan untuk
Anak
Penerimaan
1. Saat anda
mengetahui istri
anda hamil
bagaimana
perasaan anda?
1. Bagaimanakah
menurut pengamatan
anda perasaan si ibu
tersebut ketika hamil?
1. Selama ini,
bagaimana
perasaanmu
terhadap kondisi
orangtuamu yang
tuna netra?
2. Saat anda
mengetahui
anda hamil
bagaimana
perasaan anda?
2. Bagaimanakah
menurut pengamatan
anda perasaan ayah
tersebut ketika
mengetahui istrinya
hamil?
2. Bagaimana sikap
orangtuamu
kepadamu?
3. Apa sajakah
yang anda
persiapkan
untuk kehadiran
anak anda?
3. Menurut yang anda
ketahui, selama masa
penantian kelahiran
anak tersebut apakah
keluarga ini
mempersiapkan
kelahiran anak
mereka dengan baik?
3. Bagaimana
perasaan
orangtuamu
kepadamu?
4. Apa yang anda
lakukan selama
masa penantian
kelahiran anak
anda?
4. Menurut anda
bagaimanakah sikap
keluarga tuna netra
tersebut terhadap anak
kandungnya?
4. Bagaimana
sikapmu kepada
orangtuamu?
5. Setelah anak
anda lahir,
bagaimanakah
perasaan anda?
5. Menurut
sepengetahuan anda,
bagaimanakah
perasaan keluarga
tuna netra tersebut
setelah anaknya lahir?
5. Bagaimanakah
perlakuan mereka
terhadapmu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Aspek Pertanyaan untuk
Subyek
Pertanyaan untuk
Significant Others
Pertanyaan untuk
Anak
Tipe Pola
Asuh
1. Bagaimana
strategi anda
dalam
mengasuh anak
dalam
keterbatasan
fisik yang anda
miliki?
1. Menurut anda,
bagaimana strategi
orangtua penyandang
tuna netra tersebut
dalam mengasuh
anak?
1. Bagaimanakah
orang tuamu
merawatmu
dalam
keterbatasan yang
mereka miliki?
2. Bagaimana
cara anda
untuk
mendisiplinkan
anak dalam
keterbatasan
yang anda
miliki?
2. Menurut anda,
bagaimana cara
orangtua penyandang
tuna netra tersebut
mendisiplinkan
anaknya?
2. Apabila kamu
tidak disiplin
dalam suatu hal,
adakah cara yang
selalu orangtuamu
terapkan supaya
kamu lebih
disiplin?
Bagaimanakah
cara tersebut?
3. Bagaimana cara
anda
mengawasi
pergaulan anak
anda dalam
kondisi anda
yang demikian?
3. Menurut anda,
bagaimana orangtua
penyandang tuna
netra tersebut
mengawasi setiap
perilaku anaknya?
3. Bagaimana cara
orang tua mu
mengawasi
perilaku maupun
pergaulan kamu?
4. Bagaimanakah
anda merawat
anak anda
apabila anak
anda sakit atau
terluka?
4. Menurut anda,
apakah orangtua
penyandang tuna
netra tersebut
termasuk orang tua
yang tegas?
4. Bagaimana orang
tuamu mendidik
kamu? Apakah
tegas atau lebih
membebaskan
kamu?
5. Bagaimanakah
sikap anda
apabila anak
anda
melakukan
kesalahan
(nakal)?
5. Menurut anda
bagaimana sikap
orang tua
penyandang tuna
netra tersebut apabila
menghadapi anaknya
berbuat kesalahan
5. Bagaimana cara
orang tuamu
memarahi kamu?
Pernahkan mereka
memukulmu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Aspek Pertanyaan untuk
Subyek Pertanyaan untuk
Significant Others
Pertanyaan untuk
Anak
Tantangan
1. Menurut
pengalaman anda
apa sajakah
tantangan dan
hambatan dalam
mengasuh anak itu
datang?
1. Menurut anda,
adakah hambatan
dan tantangan yang
mereka hadapi
selama proses
mengasuh anak?
Apa sajakah itu?
1. Selama mengasuhmu,
apa sajakah
tantangan-tantangan
yang dihadapi orang
tuamu
2. Menurut
pengalaman anda
bagaimanakah cara
tantangan dan
hambatan dalam
mengasuh anak itu
datang?
2. Menurut anda,
bagaimanakah
biasanya tantangan
itu muncul dalam
keluarga mereka?
2. Bagaimana biasanya
hambatan itu muncul?
(pada waktu apa)?
3. Didalam
keterbatasan anda,
bagaimana cara anda
mengantisipasi
pengaruh buruk
yang datang pada
masa perkembangan
anak anda?
3. Bagaimanakah
mereka
mengantisipasi
datangnya pengaruh
buruk yang
membahayakan
anak mereka?
3. Bagaimana orang
tuamu mengantisipasi
datangnya pengaruh
buruk yang datang
kepadamu
4. Didalam
keterbatasan anda,
bagaimana tindakan
anda apabila
menghadapi
pengaruh buruk
yang datang pada
masa perkembangan
anak anda?
4. Bagaimanakah
mereka menghadapi
pengaruh buruk
yang telah
membahayakan atau
mempengaruhi anak
mereka?
4. Bagaimanakah orang
tuamu menghadapi
masalah ataupun
tantangan yang telah
menimpamu
5. Bagaimanakah sikap
anda dalam
menghadapi
masalah-masalah
selama proses
mengasuh anak?
5. Sepengetahuan
anda, bagaimana
cara mereka
menghadapi
masalah yang timbul
dalam rangka
mengasuh anak?
5. Bagaimana sikap
mereka menghadapi
masalah-masalah
yang datang dalam
kehidupan mereka
selama mengasuhmu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
2. Observasi
Observasi adalah salah satu cara mengumpulkan data dengan
mengamati perilaku subyek secara langsung. Melalui observasi peneliti
belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut, Marshal
(Sugiyono 2010 : 310). Peneliti melakukan observasi saat pertama kali
datang ke lokasi dan selama proses penelitian dan penggalian data yang
dilakukan bersama subyek dimana dilaksanakan penelitian.
Tabel 3
Contoh Lembar Observasi
Hari :
Tanggal :
Waktu :
Aspek Deskripsi
Peneliti menggunakan alat perekam suara dan kamera untuk
merekam dan mengambil gambar semua informasi yang didapatkan
melalui percakapan maupun perilaku yang tertangkap oleh mata selama
melakukan wawancara dan observasi. Tujuan peneliti menggunakan alat
tersebut diatas adalah untuk memudahkan peneliti mengumpulkan data-
data dan informasi yang diperoleh selama penelitian. Selain itu untuk
memperoleh tanda bukti berupa informasi yang bersifat asli dan benar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
adanya. Penggunaan alat diatas diberikan atas dasar kesepakatan peneliti
dan subyek. Perlu diingat bahwa alat perekam suara dan kamera bukan
merupakan alat penelitian melainkan alat bantu penelitian yang
digunakan untuk mendukung pengisian lembar observasi.
E. Keabsahan Data / Validitas Data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling
banyak digunakan ialah pemeriksaan sumber lainnya. Pada penelitian ini
teknik triangulasi yang digunakan ialah teknik triangulasi sumber, triangulasi
sumber berarti membandingkan dengan mengecek balik derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif Patton (Moleong 2007 : 330).
Triangulasi, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti
menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi
untuk sumber data yang sama secara serempak. Triangulasi sumber berarti,
untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang
sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
F. Teknik Analisis Data
Peneliti melakukan analisis data melalui dua teknik dari instrument
pengumpulan data yang berbeda. Kedua teknik yang peneliti maksudkan
adalah wawancara subyek, wawancara significant others, dan observasi.
Teknik pertama adalah wawancara, hasil wawancara yang diperoleh peneliti
kemudian dibuat verbatim.
Verbatim adalah percakapan wawancara yang dituliskan hitam diatas
putih mengenai jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan pada saat
proses wawancara. Verbatim ini didapat dengan mendengarkan kembali
percakapan wawancara yang direkam dengan alat perekam seperti disebutkan
diatas tadi. Kemudian setelah semua percakapan selama wawancara tersebut
ditulis peneliti melakukan reduksi, tujuan reduksi adalah menghilangkan
jawaban atau perkataan yang muncul selama wawancara namun tidak ada
kaitannya sama sekali dengan penelitian.
Selanjutnya peneliti melakukan coding atau pengkodean kemudian
melakukan pengelompokan terhadap setiap pernyataan yang muncul dari
hasil wawancara mendalam terkait dengan penyesuaian diri baik penyesuaian
diri pribadi, sosial, emosional, ekononi, dan lain sebagainya. Dengan kata lain
peneliti mengkodekan setiap jawaban dari subyek menurut aspek dari
pertanyaan yang berupa kode. Pemberian kode ini dilakukan oleh peneliti
sendiri dengan maksud agar data mudah dipilah-pilah serta kode ini hanya
dimengerti oleh peneliti saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Teknik pengumpulan data yang kedua adalah observasi. Observasi
dilakukan melalui pengamatan langsung oleh peneliti terhadap subyek dan
obyek penelitian. Subyek penelitian yang dimaksud adalah orangtua (ayah &
ibu penyandang tunanetra) yang memiliki anak sedangkan obyek telitinya
adalah pola asuh yang dilakukan. Semua informasi yang dianggap penting
dan dapat digunakan untuk mendukung penelitian kemudian ditulis dan
dilampirkan gambar atau foto-foto sebagai data hasil pengamatan secara
langsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IVHASIL PENELITIAN
Pada bab ini peneliti membahas mengenai pelaksanaan penelitian.
Hasil penelitian berupa analisis data berbagai sumber. Proses trianggulasi data
berupa data dari satu respoden. Pada bab ini, peneliti juga mendiskripsikan
validitas data penelitian.
A. Pelaksanaan Penelitian
Bagian ini mendeskripsikan tentang subyek dan lokasi terutama yang
berkenaan atau yang terkait dengan topik penelitian. Deskripsi ini bermaksud
menginformasikan tentang subyek dan lokasi penelitian secara umum, dan
data atau peristiwa penting yang erat hubungannya dengan topik peneliti.
Penelitian dilakukan pada keluarga penyandang cacat tuna netra dengan
kualifikasi memiliki anak normal (tanpa cacat). Peneliti mengambil subyek
sebuah keluarga tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat dengan tiga
orang anak yang normal penglihatannya (awas) di daerah Sleman,
Yogyakarta. Lokasi penelitian terletak ± 4 KM arah selatan dari pusat Kota
Sleman. Peneliti hendak meneliti mengenai bagaimana pola asuh orangtua
penyandang tunanetra terhadap anak-anaknya yang memiliki penglihatan
normal. Peneliti memulai penelitian dari tanggal 20 Desember 2015 sampai
dengan 31 Januari 2016. Pelaksanaan penelitian berjalan dengan baik dan
lancar, dan tanpa kendala suatu apapun.
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
B. Deskripsi Data
1. Subyek Ayah
Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :
Nama : NT (nama inisial)
Tempat tanggal lahir : Sleman, 28 Juli 1979
Asal : Sleman, Yogyakarta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 36 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan Formal Terakhir : SD
Pendidikan Informal : Panti Sosial Bina Netra
Pekerjaan : Tukang pijat
2. Subyek Ibu
Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :
Nama : S (nama inisial)
Tempat tanggal lahir : KP, 26 Desember 1984
Asal : Kulon Progo, Yogyakarta
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 32 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan Formal Terakhir : -
Pendidikan Informal : Panti Sosial Bina Netra
Pekerjaan : Tukang pijat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
3. Subyek Anak
Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :
Nama : SNA (nama inisial)
Tempat tanggal lahir : Sleman, 27 Maret 2005
Asal : Sleman, Yogyakarta
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 11 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan Formal Terakhir : TK
Pekerjaan : Siswi kelas 5 SD
4. Subyek Pendukung (Saudara Subyek)
Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :
Nama : AG (nama inisial)
Tempat tanggal lahir : Sleman, 6 Agustus 1983
Asal : Sleman
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 33 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan formal Terakhir : SMP
Pekerjaan : Buruh Pabrik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
5. Latar Belakang Keluarga
Keluarga NT adalah keluarga sederhana yang bertempat tinggal di
Desa Gabahan, Padukuhan Warak, Kelurahan Mlati, Kecamatan Sleman,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Keluarga ini terdiri dari satu orang
kepala keluarga, satu ibu rumah tangga dan, tiga orang anak. Bapak NT
sebagai kepala keluarga adalah seorang penyandang tunanetra begitupula
dengan ibu S, dengan demikian bisa dikatakan keluarga tersebut adalah
keluarga tunanetra.
Anak mereka yang sulungpun bisa dikatakan sebagai penyandang
low vision sebab mata sebelah kirinya sudah tidak berfungsi sedangkan
penglihatan mata sebelah kanannya kurang optimal (rabun). Dia masih
duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama kelas 2. Anak mereka yang
kedua masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 5, anak ini termasuk
memiliki penglihatan yang sehat dan normal, kemudian anak mereka
yang bungsu masih berada diusia balita namun juga memiliki
kekurangan dalam penglihatannya akan tetapi sedang dalam masa
pengobatan.
Menjalani profesi sebagai tukang pijit tunanetra adalah cara
keluarga ini menggerakkan roda perekonomiannya, meskipun terlihat
seperti pekerjaan yang sepele namun melalui hal ini keluarga bapak NT
dapat mensekolahkan anaknya dan melanjutkan pengobatan anaknya
yang bungsu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
6. Perkembangan Jasmani dan Kesehatan
Awalnya bapak NT bukan penyandang tunanetra atau bisa dikatakan
bukan cacat lahir, kebutaan matanya adalaha akibat dari gen yang
diturunkan oleh ayahnya yang juga mengalami hal yang serupa. Ayahnya
yang seorang tunanetra akibat glukoma membawa bibit glukoma yang
bersarang didalam gen yang diturunkan langsung kepada bapak NT,
namun berbeda dengan bapak NT ibu S adalah penyandang tunanetra dari
lahir, menurut kepercayaan orang kuno ada mitos kebutaannya diakibatkan
karena ketika ibu dari ibu S ini mengandung dirinya ayah ibu S
menyembelih kambing tetapi secara tidak sengaja melukai mata kambing
tersebut sehingga pengaruh tersebut turun kepada anaknya. Kemudian
keturunan dari bapak NT dan ibu S ada 3 orang anak pertama membawa
bibit glukoma akibatnya matanyapun terserang penyakit tersebut, anak
yang kedua berpenglihatan normal, sedangkan anak ketika mereka juga
membawa bibit tersebut akan tetapi sudah sedini mungkin diobati secara
rutin bahkan sudah sempat operasi satu kali.
C. Hasil Penelitian
1. Perasaan Orangtua Penyandang Tunanetra Menerima Kehadiran
Anak.
Seseorang yang telah berkeluarga tentu saja ingin mendapatkan
keturunan, tidak terkecuali pada keluarga yang memiliki keterbatasan
dalam fisiknya, meskipun keluarga tersebut dikatakan tidak sempurna
namun mereka siap menerima resiko apapun dalam keluarganya termasuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
menerima kehadiran anak di dalam rumah tangga mereka. Pada awalnya
keluarga ini memiliki keragu-raguan dalam menerima kehadiran anak
dalam keluarga, namun karena dari hubungan suami istri maka keluarga ini
harus menerima resiko memiliki seorang anak, sperti (mendidik,
membesarkan, merawat, serta mengasuhnya). Seiring berjalannya waktu
akhirnya keluarga ini merasakan kebahagiaan memiliki seorang anak yang
sehat secara fisik dan mental seperti anak-anak pada umumnya. Hal
tersebut dapat dibuktikan melalui hasil wawancara terhadap subyek Ayah
(A) sebagai kepala keluarga :
Subyek A berpendapat bahwa tujuan dari adanya pernikahanadalah untuk melanjutkan keturunan, sehingga yang subyekrasakan adalah perasaan bahagia. Akan tetapi subyek jugamerasakan perasaan lain yaitu perasaan bingung sebab subyekmenilik kembali keadaannya saat ini. (Pn.A.v2_00:32-01:10)
Sejalan dengan pendapat yang di utarakan oleh subyek A, subyek B
(ibu) pun memiliki perasaan yang sama dalam menerima kehadiran anak
dalam keluarganya, berikut hasil wawancaranya :
Subyek B berfikiran bahwa anak adalah rejeki yang diberikanTuhan, sehingga berapapun jumlah anak yang diberikan kepadasubyek akan diterima dengan senang hati dan dengan tulus ikhlasmerawatnya. (Pn.B.v3_14:00-14:12)
Dari jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga
penyandang tunanetra juga merasakan kebahagiaan bahwa dia sudah
diberikan keturunan yang sehat secara fisik seperti anak-anak lain pada
keluraga normal pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
2. Cara atau Strategi untuk Mengasuh Anak dalam Keterbatasan Fisik
yang dimiliki oleh Orangtua Penyandang Tunanetra.
Dalam keluarga yang memiliki anak pasti keluarga tersebut memiliki
cara atau strategi dalam mengawasi, membimbing, mendidik, dan
mengasuh anaknya, tidak terkecuali untuk keluarga yang dibatasi oleh
kekurangan pada penglihatannya. Dapat dikatakan bahwa keluarga
penyandang tunanetra memiliki lebih banyak strategi yang unik dan
kadang tidak terfikirkan oleh keluarga normal pada umumnya. Hal tersebut
dapat dibuktikan melalui hasil wawancara dengan subyek A berikut :
Subyek pada awalnya diajari merawat bayi oleh orangtua(Str.A.v2_16:50-17:55), seiring berjalan waktu kesulitan merawatanak semakin meningkat, subyek akhirnya menerapkan strategi-strategi dalam merawat anak. Adapun strategi tersebut adalahdengan meminta tetangganya untuk mengawasi anak-anaknyaketika anak sedang berada diluar rumah ( Str.A.v2_18:36-20:35),kemudian setelah anak tumbuh dewasa dan semakin nalar subyeksecara berkala memberikan nasehat-nasehat agar anakberperilaku santun ( Str.B.v3_22:53-23:30). Selain itu, subyekjuga memiliki strategi dalam memberikan pendidikan kepadaanaknya, yaitu dengan memasukkan anaknya di sekolah yangberbasis Islam dengan alasan yang pertama sekolah Islam tersebutsekolah yang fullday school dengan demikian jam bermain anakdirumah bisa dikurangi dan jam belajar meningkat, yang keduasekolah tersebut mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan lebih banyakdan terperinci dibandingkan dengan sekolah negeri sehinggaharapan subyek terhadap anaknya menjadi anak yang takut akanTuhan dan berakhlak mulia (Str.A.v2_24:00-30:00). Kemudianmenujukan wibawa orangtua dengan bersikap tegas apabila anakmelakukan kesalahan, dan ketika anak melakukan kesalahan yangberlebih tidak jarang subyek marah kepada anak dan memukulanak dengan tujuan membuat anak jera dan bukan untuk menyakitianak ( Str.B.v3_28:45-31:40).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
3. Cara dan Sikap Orangtua Penyandang Tunanetra dalam Menghadapi
Tantangan-tantangan Mengasuh Anak.
Mengasuh seorang anak yang sedang tumbuh dalam masa
perkembangan anak jelas memiliki kesulitan tersendiri sebab masa anak-
anak sangat dipengaruhi oleh ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping
dan perilaku sosial. Semua anak tidak mungkin memiliki pertumbuhan
fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya
yang tidak lain dipengaruhi secara kuat oleh pola asuh orangtuanya.
Berkaitan dengan tantangan keluarga tunanetra jelas menghadapi
tantangan yang besar karena yang pertama keterbataasan fisik yang
dialami yang kedua adalah hambatan yang mucul dari dalam diri anak
sendiri yang kadang tidak jujur kepada orangtuanya dan hambatan atau
tantangan dari luar yang menggangu tumbuh kembang anak dalam rangka
pola asuh tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil wawancara
dengan subyek A dan subyek significant others yang tidak lain adalah adik
subyek sendiri. Berikut hasil wawancaranya :
Subyek bersikap waspada namun cenderung tenang dalammenghadapi tantangan-tantangan mengasuh anak(Skp.A.v2_37:02-39:04). Hambatan yang utama adalah ketikaanak tidak dapat bersikap terbuka dan jujur kepada subyek, namunsubyek memberikan kepercayaan kepada anaknya agar anakmengerti dan memahami kondisi orangtuanya selain itu orangtuajuga sudah percaya dengan penanaman ilmu agama yang salahsatunya adalah perintah untuk patuh terhadap orangtua.Hambatan lain yang terjadi adalah hambatan mengenai masalahbelajar. Subyek kesulitan untuk mengawasi dan membantuanaknya, kemudian sikap subyek adalah dengan bersabar daniklas hati mengantarkan anaknya bahkan sampai menungguianaknya belajar kelompok atau belajar bersama di rumahtemannya (Skp.A.v2_41:41-43:54).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Sejalan dengan pendapat yang di utarakan oleh subyek A, subyek B
(ibu) pun memiliki cara dan sikap dalam menghadapi tantangan mengasuh
anak. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil wawancara dengan subyek
sebagai berikut:
Subyek berpendapat hal yang menjadi hambatan dalam mengasuhanak adalah dalam hal mendisiplinkan anak. Subyek menilai anakjaman sekarang pandai sekali membantah dan menjawab apa yangdikatakan orangtuanya (Skp.B.v3_35:21-36:04).
4. Harapan Orangtua Penyandang Tunanetra terhadap Anaknya.
Selayaknya manusia yang memiliki hati, budi, dan pikiran yang
normal pastilah menginginkan anaknya menjadi seseorang yang memiliki
nasib jauh lebih baik dibandingkan kedua orangtuanya, demikian pula
dengan keluarga ini mereka tidak ingin terkungkum dalam kubangan yang
sama. Harapan mereka adalah anak maka mereka menyekolahkan anak
mereka setinggi mungkin meskipun mereka tahu tanggungjawab yang
diemban berat hambatan yang merintangpun besar namun mereka
sungguh-sungguh ingin mengentaskan anak mereka. Adapun harapan-
harapan tersebut dapat di buktikan dengan hasil wawancara berikut :
Subyek berharap kepada anaknya agar tetap diberi kesehatan(Hrp.A.v2_45:19-46:46), agar dapat mengangkat derajatorangtua, dapat sekolah diperguruan tinggi yang dicita-citakan,memiliki pekerjaan yang lebih baik dibandingkan denganorangtuanya (Hrp.A.v2_50:27-52:00). Harapan terbesar subyekadalah anak yang ia besarkan dengan kasih sayang tersebut dapatmenjadi tenaga pendidik atau guru. Semuanya itu dipasrahkankepada Tuhan lewat doa dan harapan yang mendalam(Hrp.B.v3_44:22-47:29).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
D. Pembahasan
1. Penerimaan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setiap keluarga baik
keluarga yang normal maupun yang memiliki keterbatasan pasti menerima
kehadiran anak di dalam keluarganya, penerimaan tersebut dapat dilihat
melalui sikap dan interaksi orangtua tersebut kepada anak. Sejalan dengan
hasil wawancara dengan subyek, subyek telah menunjukan sikap
penerimaan. Berikut kutipan wawancara yang diutarakan oleh subyek:
Menurut subyek A pernikahan itu bertujuan untuk bereproduksi dan
melanjutkan keturunan. Oleh karena itu subyek merasakan kebahagiaan
mendapatkan seorang anak. Selain perasaan senang dan bahagia subyek juga
merasakan perasaan bingung karena menurut subyek keadaannya saat ini
masih sangat minim alakadarnya dan terbatas, demikian juga perasaan
subyek B juga merasakan perasaan senang dan bahagia sebab subyek
menganggap anak adalah rejeki dari Tuhan kepada subyek untuk dijaga
dengan baik. Subyek dengan demikian dominan merasakan perasaan senang
dalam hatinya dan dengan senang hati dan tulus ikhlas merawat anaknya.
Jika dipadukan dengan (Wiwit, 2003 : 126), keluarga tersebut sudah
berhasil menjukan dan melakukan sikap penerimaan dengan baik. Wiwit
menyatakan keberhasilan penerimaan pola asuh ditunjukan dengan adanya
pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang diterapkan
terhadap anak, berupa proses interaksi antara orangtua (pengasuh) dengan
anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi,
maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima
oleh masyarakat.
2. Strategi
Setiap keluarga pasti memiliki kesulitan dalam mengasuh anak-
anaknya, tidak terkecuali keluarga ini, keluarga ini menggunakan cara-cara
tersendiri untuk mengasuh anaknya. Strategi tersebut digunakan untuk
mengatasi kekurangan yang dialami selama proses pengasuhan anak dalam
rangka pengawasan dan pendisiplinan terhadap anak. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan menyimpulkan hasil wawancara dengan subyek berikut :
Seringkali subyek A menjadi korban kenakalan anak, orangtua sering
dibohongi ketika jam belajar padahal anak malah bermain handphone,
sewaktu kecilpun anak sudah dapat melihat kelemahan orangtuanya yaitu
dengan mencuri-curi kabur keluar rumah dengan tidak diketahui oleh
orangtuanya. Belajar dari pengalaman tersebut orangtua penyandang
tunanetra membuat strategi yaitu dengan mengantarkan anak ke rumah
teman ketika jam belajar, kemudian menitipkan kepada orangtua temannya
agar dibantu mengawasi dalam belajar dengan demikian anak bisa belajar
dengan baik serta tidak mencuri-curi kesempatan dengan mengambil celah
kekurangan orangtuanya. Saat anak bermain di luar rumah Subyek B juga
meminta tolong kepada tetangga sekitar untuk membantu mengawasi
kemana anaknya pergi bermain, akan tetapi strategi sebenarnya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
dengan menyekolahkan anak di sekolah yang fullday school karena dengan
demikian jam bermain anak dirumah bisa dibatasi.
Pada dasarnya orangtua tersebut orangtua yang demokratis terhadap
anak, tidak mengekang anak, namun juga tidak memberikan pengawasan
yang sangat longgar ataupun bersikap otoriter bahkan menelantarkan anak.
Sebab menurut Baumrind (1967) ada empat macam tipe pola asuh orangtua,
antara lain pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan
pola asuh penelantar. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional,
selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang
tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap
yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga
memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu
tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan standar
yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman.
Misalnya kalau tidak mau makan tidak akan diberi uang saku. Orangtua tipe
ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak
tidak mau melakukan apa yang dikatakan orangtua, maka orang tua tipe ini
tidak segan menghukum anak. Orangtua tipe ini tidak mengenal kompromi
dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak
memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Pola asuh permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang
sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan
sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak
menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe
ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Pola asuh tipe penelantar. Orangtua tipe ini pada umumnya memberikan
waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka
banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga
kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam
tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang
depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan
perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya. Pernyataan Baumrind
diatas sejalan dengan kenyataan bahwa anak subyek ini memiliki
karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai
hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat
terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain. Maka, bisa
dikatakan strategi yang diterapkan untuk mengasuh anak keluarga ini sudah
berjalan dengan cukup baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
3. Hambatan
Setiap keluarga pasti berhadapan dengan masalah-masalah baik
masalah yang berkaitan dengan masalah dengan pasangan maupun hal yang
berkenaan dengan pengasuhan anak. Tidak sering hambatan ini menjadi hal
yang sangat mengganggu sebab dizaman globalisasi ini orangtua
dihadapkan dengan tantangan serta hambatan yang bermacam-macam. Pada
kasus ini orangtua penyandang tunanetra dihadapkan pada kesulitan dalam
mengasuh anak, anak yang sedang tumbuh pada masa anak-anak seringkali
terpengaruh oleh pergaulan, masalah belajar, hiburan-hiburan baik hiburan
digital (televisi, dan handphone) maupun hiburan yang ada dimasa
perkembangannya seperti permainan-permainan yang membuat anak lebih
sulit diawasi, dididik, dan diarahkan. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui
hasil wawancara dengan subyek significant others, berikut cuplikan
wawancaranya:
Menurut subyek D, hambatan fisik jadi mereka tidak bisa memantau
anak secara penuh dan maksimal menurut saya ini hambatan yang paling
berat kita saja yang memiliki penglihatan normal sering kesulitan mencari
anak yang pergi keluar rumah apalagi mereka, kadang mereka sering kecelik
diberitahu oleh tetangganya anaknya tadi lari ke selatan ternyata anaknya
sudah bermain di utara, kemudian hambatan kedua adalah faktor
pendidikan, karena mereka tidak sekolah tinggi jadi kadang mereka
kesulitan dalam membantu anak belajar, kadang kalau kesulitan seperti itu
bentuk dari tanggungjawab subyek A kepada pendidikan anaknya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
mengantarkan anaknya pergi kerumah temannya untuk belajar kelompok
mengerjakan PR yang tidak bisa dikerjakan sendiri dirumah. Subyek
berpendapat segi ekonomi sekarang bukan menjadi penghambat karena saat
ini usahanya sudah semakin meningkat dan bisa digunakan untuk
menyokong kehidupan rumah tangga mereka. Hambatan berikutnya adalah
mengenai kejujuran anak sebab menurut subyek B dirinya kadang merasa
sakit hati karena telah dibohongi anaknya sendiri, namun masih ada
tetangga mereka yang mau dan sedia untuk membantu dan memberitahu
mereka.
Dengan demikian hambatan yang dialami subyek sebenarnya berporos
pada kejujuran anak sendiri, namun apabila dikaitkan dengan pola asuh
sebenarnya orangtua penyandang tunanetra sudah memikul tanggungjawab
sebagai orangtua. Bila melihat pendapat Miami yang dikutip dari Kartini
Kartono, dikemukanan orangtua adalah pria dan wanita yang terikat dalam
perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggungjawab sebagai ayah dan
ibu dari anak-anak yang dilahirkannya (Kartono, 1982 : 27). Akan tetapi
karena keterbatasan yang dimiliki orangtua penyandang tunanetra ini proses
mengasuh anak dalam rangka menghadapi hambatan belum dapat dikatakan
berjalan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
4. Harapan
Setiap orangtua pasti menaruh harapan kepada anak-anaknya, orangtua
selalu berusaha semaksimal mungkin untuk kebaikan dan keberhasilan anak.
Anak yang mampu memenuhi harapan yang diberikan oleh orangtuanya
maka orangtua tersebut juga akan merasa berhasil dalam mengasuh anak,
hal terebut sesuai dengan hasil wawancara dengan subyek berikut :
Keinginan subyek A untuk membuat anaknya sukses dan lebih maju
masih sangat membara didalam hati, subyek bertekad untuk mendidik
anaknya supaya menjadi orang yang berhasil dalam memiliki pekerjaan
yang baik dan memiliki kehidupan yang lebih baik dan nyaman. Semua
harapan itu subyek buktikan dengan memasukkan anaknya ke sekolah yang
baik dan selalu memberikan pendidikan moral serta nasehat-nasehat kepada
anaknya supaya anaknya mau diarahkan menjadi lebih baik salah satunya
dengan memiliki pendidikan setinggi-tingginya.
Pernyataan subyek diatas berkaitan dengan teori tentang harapan;
Vroom dalam Koontz, 1990 mengemukakan bahwa orang-orang akan
termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila
mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian
tujuan tersebut. Dengan demikian orangtua tuna netra sudah sejalan dengan
pendapat Victor Vroom mengenai teori harapan (expectation theory).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
BAB VPENUTUP
Bab ini berisikan uraian mengenai kesimpulan, saran, keterbatasan
penelitian dan penutup. Bagian kesimpulan memuat kesimpulan dari hasil
penelitian. Bagian saran memuat saran untuk berbagai pihak. Bagian keterbatasan
penelitian berisikan kekurangan yang dialami peneliti dalam penelitian ini. Bagian
penutup memuat ucapan terimakasih.A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan tentang pola asuh orangtua penyandang tuna netra terhadap
anaknya yang awas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:1. Sikap penerimaan yang ditunjukan oleh orangtua penyandang tunanetra
adalah munculnya perasaan senang dan bahagia karena memiliki
keturunan yang sehat secara fisik dan mental, namun juga muncul
perasaan bingung muncul sebab tidak dipungkiri keterbatasan yang
mereka miliki kelak akan memunculkan sebuah persoalan, akan tetapi
perasaan bahagia lebih mendominasi hati mereka sehingga sikap
menerima dengan hati terbuka tumbuh dalam diri mereka.2. Cara atau strategi untuk mengasuh anak dalam keterbatasan yaitu;
memberikan tanggungjawab penuh kepercayaan kepada anak ketika
jauh dari orangtua, ketika jam belajar anak diantarkan ke rumah teman
supaya belajar bersama, ketika bermain diluar rumah orangtua
penyandang tuna netra meminta bantuan kepada tetangga sekitar untuk
membantu mengawasi anak, orangtua menyekolahkan anak ke sekolah
yang fullday school agar jam bermain dirumah bisa dikurangi, anak
dimasukan kesekolah yang menanamkan moral agama yang kuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
dengan maksud supaya anak lebih berakhlak serta memahami kondisi
orangtuanya.3. Tantangan-tantangan atau hambatan yang ditemui orangtua penyandang
tuna netra dalam mengasuh anak yaitu; tantangan untuk mempercayai
anak, hambatan yang dialami yaitu karena ketidak mampuan orangtua
dalam melihat, selain itu apabila anak belajar orangtua belum tentu bisa
membantu karena yang pertama masalah pengelihatan yang kedua
karena factor pendidikan orangtua, kemudian factor teman sebaya yang
kadang membawa pengaruh buruk kepada anak sehingga anak
cenderung lebih suka bertindak sesuka hati dari pada mendengarkan
nasehat orangtua, lalu masalah terbesar adalah tantangan yang berkaitan
dengan kejujuran anak, sebab dalam mengasuh anak harus ada
keterbukaan dari pengasuh dengan yang diasuh.4. Harapan-harapan orangtua penyandang tuna netra terhadap anak
kandung yang diasuhnya yaitu; anak dapat sekolah hingga jenjang
perguruan tinggi, , menjadi anak yang selalu ingat kepada orangtua,
memiliki ahklak yang mulia, berguna bagi masyarakat, bangsa, dan
Negara serta agama, memiliki pekerjaan yang lebih baik dari
orangtuanya yang hanya sekedar tukang pijat seperti menjadi tenaga
pendidik (guru atau dosen) atau tenaga kesehatan (dokter, bidan), hidup
layak dan bahagia.B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran kepada pihak yang
terkait dengan penelitian ini, yakni sebagai berikut:1. Untuk mengoptimalkan pola asuh terhadap anak sebagai konselor, maka
peneliti menyarankan untuk;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
a. Lebih berhati-hati dalam menaruh kepercayaan kepada anak, sebab
dengan kondisi yang demikian tidak menutup kemungkinan anak
berbohong dengan melihat celah kekurangan orangtuanya.b. Memberikan pendidikan kerohanian yang maksimal dengan cara
mengingatkan anak untuk selalu beribadah dan membaca kitab suci
supaya timbul rasa takut akan Tuhan serta hormat dengan orangtua.c. Meningkatkan intensitas dalam berkomunikasi dengan anak,
menyempatkan mendengarkan keluh kesah anak.d. Memberikan punish ketika anak melakukan kesalahanatau kenakalan
dan reward ketika anak melakukan hal baik atau memperoleh
prestasi.2. Bagi peneliti lain
Peneliti lain yang berminat pada penelitian tentang keluarga tuna netra
dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk melakukan penelitian
lanjutan demi memperoleh data lain mengenai keluarga tuna netra.
C. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan keterbatasan penelitian
dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:1. Pada penelitian ini kedalaman wawancara perlu ditingkatkan.2. Subyek teliti terkadang malu untuk mengutarakan jawaban pertanyaan
yang ditanyakan oleh peneliti.3. Intensitas pertemuan peneliti dengan subyek yang terhalang kesibukan
pekerjaan subyek.4. Keterbatasaan bahasa yang digunakan subyek teliti.
D. Penutup
Puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
berkat dan rahmat-nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, sumbangan saran dan kritik yang kontruktif
sangat dinanti dari berbagai pihak demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi
ini.
Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu terselesaikannya pembuatan skripsi ini. Semoga karya
penulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, bagi pembaca dan bisa
menjadi amal bagi orang lain. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Baumrind, Diana. (1967). Parenting Style (Tipe Pola Asuh) (Online).Tersedia di :http://mendidikanakanak.blogspot.co.id/2013/04/pengaruh-pola-asuh-terhadap-perilaku.html. Diunduh tanggal 15 September 2015, jam 14:15WIB.
Gunarsa, Singgih D. (1976). Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta : BPK GunungMulia.
Hadi, Purwaka. (2005). Kemandirian Tuna Netra (Online). Tersedia di :http://babydragon.blogs.uny.ac.id/2016/10/01/tunanetra/. Diunduh tanggal15 September 2015, jam 18:50 WIB.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1 (Online).Tersedia di: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20243/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh tanggal 15 September 2015, jam 14:45 WIB.
Hurloc, E. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
Hurlock, Elizabeth. (1999). Psikologi Perkembangan (Suatu PendekatanSepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.
Ihromi, T.O. (2004). Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan OborIndonesia.
Kartono, Kartini. (1982). Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung :Mandar Maju.
KBBI. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online). Tersedia di : http://netra-indonesia.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-tunanetra.html. Diunduhtanggal 15 September 2015, jam 18:00 WIB.
Koontz. (1990). Teori Harapan (Online). Tersedia di http://perilakuorganisasi.com/teori-harapan.html. Diunduh pada tanggal 20 September 2015, jam13:36 WIB.
Marheni, K. Indah A.G. (2009). Sikap Terhadap Perceraian Ditinjau Dari TingkatPendidikan, Jenis Kelamin, dan Persepsi Pola Asuh Orangtua (Tesis).Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Moleong, J. Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Nasution, Thamrin. (1986). Peran Orang Tua dalam Meningkatkan PrestasiBelajar Anak. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Poerwadarminta. (1987). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : BalaiPustaka.
PERTUNI. (2004). Pengertian Tuna Netra (Online). Tersedia di : http://netra-indonesia.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-tunanetra.html. Diunduhtanggal 15 September 2015, jam 18:22 WIB.
Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian PerilakuManusia (Online). Tersedia di : http://ahmadyusuf-fpsi08.web.unair.ac.id/artikel_detail-46452-Umum-Metode%20Penelitian.html. Diunduh padatanggal 21 September 2015, jam 18:23 WIB.
Rahmawati, Laili. (2012). Pola Asuh Anak pada Keluarga dengan OrangtuaPenyandang Cacat Tunanetra di Wilayah Kecamatan Kotagede Yogyakarta(Online). Tersedia di : http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/977/34/179. Diunduh tanggal 20 September 2015, jam 15:11 WIB.
Rohandi, Matius. (2011). Kebermaknaan Hidup pada Homo Seksual Ditinjau dariPrespektif Teori Victor Frankl (Skripsi). Yogyakarta : Sanata Dharma.
Rudiyati, Sari. (2002). Pendidikan Anak Tunanetra (Online). Tersedia di :http://journal.uny.ac.id/index.php/jpk/article/download/787/611. Diunduhtanggal 16 September 2015, jam 09:00 WIB.
Semiun, Yustinus (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Kanisius.
Siswanto. (2007). Kesehatan Mental. Yogyakarta : CV. Andi Offset.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Supeno, Hadi. (2010). Memahami Konvensi Hak-hak Anak, KPAI (Online).Tersedia di : http://www.kumham-jogja.info/karya-ilmiah/37-karya-ilmiah-lainnya/801-perlindungan-atas-hak-anak-dalam-undang-undang-nomor-23-tahun-2002. Diunduh tanggal 15 September 2015, jam 17:00 WIB.
Suryanah. (1996). Keperawatan Anak untuk Siswa SPK (Online). Tersedia di :http://www.rianfartawijaya.com/2016/10/pengertian-buku-panduan-ibu-dan-anak.html?m=0. Diunduh tanggal 15 September 2015, jam 15:25 WIB.
Wahyuning, Wiwit. (2003). Mengenalkan Moral pada Anak (Online). Tersedia di:http://repository.uin-suska.ac.id/4886/2/BAB%20I.pdf. Diunduh tanggal 15September 2015, jam 14:00 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Lampiran 1
TABEL OBSERVASI
Observasi I
Hari : Senin
Tanggal : 12 Januari 2016
Waktu : 15.00WIB - 16.30WIB
Aspek Deskripsi
Penerimaan
Subyek A menunjukkan sikap penerimaan kepada anaknya. Ketika itu subyek menjawab salam yang diberikan kepada anaknya yang baru saja pulang sekolah dan anak tersebut mencium tangan orangtuanya. Dari situ dapat dilihat bahwa subyek A menunjukkan sikap penerimaan serta rasa senang menerima kehadiran anak.
Observasi II
Hari : Kamis
Tanggal : 21 Januari 2016
Waktu : 08.00WIB - 12.45WIB
Aspek Deskripsi
Strategi
Ketika itu peneliti dtang ke rumah subyek pagi-pagi. Bertepatandengan hal tersebut, subyek B sedang menggendong sambil menasehati anaknya yang ketiga (prasekolah). Peneliti mencari tahu penebab hal tersebut ternyata si anak tidak mau mandi. Dengan kejadian tersebut subyek B memarahi anaknya sambil memberitahu pentingnya manfaat mandi. Tidak lama kemudian anak itu mau diajak mandi. Hal itu menunjukkan bahwa subyekB memiliki cara-cara sendiri untuk mengatasi dan mengasuh anaknya.
Observasi III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Hari : Rabu
Tanggal : 27 Februari 2016
Waktu : 19.00WIB - 21.00WIB
Aspek Deskripsi
Tantangan
Ketika itu subyek A sedang melakukan pekerjaannya (memijat),kemudian subyek B sedang di wawancarai oleh peneliti. Bertepatan dengan hal itu subyek C (anak) sedang mengerjakanpekerjaan rumah (PR) di ruang belajarnya. Kurang lebih 1 jam subyek B berbincang-bincang dengan peneliti, demikian pula subyek C belajar. Tidak lama kemudian subyek A selesai menyelesaikan pekerjaannya lalu pergi menegok anaknya yang sedang belajar di ruang belajar. Ternyata subyek C tidak ada didalam ruang belajar, setelah dicari-cari ternyata ada di kamar tidurnya. Hal ini membuktikan bahwa tantangan yang dialami subyek A dan B cukup besar karena berkaitan dengan kejujuran anak. Anak cenderung untuk mencuri-curi dan mengambil celahkekurangan orangtuanya untuk dapat lari dari tanggungjawabnya.
Observasi IV
Hari : Rabu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tanggal : 12 Februari 2016
Waktu : 10.15WIB - 11.00WIB
Aspek Deskripsi
Harapan
Subyek sedang berada di rumah sakit karena sedang melakukanoperasi penyembuhan terhadap anaknya yang ketiga yang juga terindikasi terjangkit penyakit glukoma yang menyerang matanya. Peneliti datang ke rumah sakit itu untuk menjenguk dan bersilahturahmi. Bertepatan dengan itu anak ketiga subyek hanya ditemani oleh subyek B (Ibu). Disitu subyek B mengutarakan doa dan keinginannya supaya anaknya sembuh. Subyek juga berharap supaya anaknya dapat melihat normal kembali. Disitu subyek terlihat sedih. Seolah-olah menyiratkan bahwa subyek merasa kecewa dengan kondisi tersebut. Sebab seperti pada ibu lainnya subyek B juga menginginkan anaknya sehat dan normal serta mencapai kesuksesan dalam hidup yang lebih baik. Hal itu membuktikan bahwa subyek memiliki harapan yang tinggi kepada anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 2
VERBATIM REDUKSI
MASALAH DATA WAWANCARA
1. Bgaimana perasaan orangtua tuna netra menerima kehadiran anak?
2. Bagaimana cara orangtua tuna netra mengasuh anak?
3. Bagaimana cara orangtua tuna netra dalam menghadapi tantangan dalam mengasuh anak?
4. Bagaimana harapan oraangtua tuna netra kepadaanak?
Aw : Dulu dikarenakan masih minimnya kondisi ekonomi, yang saya ingat waktu itu usia kandungan 6 bulan saya mempersiapkan perlengkapan bayi seperti ember, bak mandi bayi, popok bayi, slendangsabun, minyak bayi ya lebih kepada kebutuhan-kebutuhan fisik, dulu belinya masih kredit sebagian ada yang dari hutang uang ke tetangga, atau pemberian dari tetangga. Kemudian biasanya adat orang jawa itukan ada acara syukuran, itu juga masih sangat sederhana. Kami akui anak pertama kami ini persiapannya seadanya, berbeda dengan anak kami yang kedua, karena usaha sudah lumayan lancar akhirnya persiapan dan syukuran yang kami lakukan agak sedikit lebih meriah begitupun anak kami yang ketiga. Yang jelas anak pertama sudah kami usahakan semaksimal mungkin sesuai dengan kebutuhan pokoknya. Anak pertama ini benar-benar penuh perjuangan karena pernikahan kami ini sebenarnya hal yang nekat karena waktu itu usia saya masih 21 tahun belum memiliki pekerjaan tapi sudah berani menikah. Kehendak Tuhan kami bisa seperti ini sekarang, jadi bisa membiayai anak sekolah dan kebutuhan sehari-hari.
Bw : Sebagai seorang ibu tentu saja saya menyiapkan diri secara mental dan fisik terlebih pada kehamilan anak yang pertama. Lalu menyiapkan berbagai kebutuhan seperti alat-alat bayi seperti sabun, ember, minyak, pakaian bayi danlain sebagainya. Ketika itu juga kami sempat melakukan syukuran hanya yang menjadi pembeda syukuran anak pertama masih seadanya tapi untuk anak ke dua dan ketiga kami berusaha untuk menjadikannya meriah karena pekerjaan suami saya yang semakin maju.
Cw : Ayah sosok orang yang lebih senang memanjakan, sedangkan ibu orangnya keras.
Dw : Ya kalau dibilang sempurna mungkin belum sempurna, tapi kalau dibilang baik menurut saya sudah baik karena untuk ukuran orang yang memiliki kekurangan itu sudah termasuk sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
sangat baik, sebab apapun sudah mereka lakukan untuk mempersiapkan kelahiran anak tapi ya itu tadikarena keterbatasan mereka secara fisik membuat persiapan kelahiran jadi apa adanya kalau menurut orang normal, tapi sekali lagi kalau untuk orang yang memiliki kekurangan itu sudah sangat baik.
Dw : Selama ini yang saya lihat mereka perhatian, mereka juga nampak menyayangi anaknya, mereka juga sangat mengedepankan pendidikan bagi anak-anak mereka. Meskipun latar belakang pendidikan mereka itu kurang bahkan ibunya itu tidak sekolah ditambah mereka berdua juga memiliki kekurangan tetapi mereka punya komitmen untuk menyekolahkan anak mereka setinggi-tingginya, mereka menyadarkan dan memberi pengertian pada anak-anak mereka akan pentingnya pendidikan.
Dw : Kalau disebut galak mungkin bisa iya bisa tidak, karena anaknya sendiri jarang mengeluh misalnya “wah, wongtuaku ngekang” karena dikekang orangtuanya, saya rasa tidak seperti itu, tapi yang saya lihat memang pada saat-saat tertentu mereka keras kepada anaknya, ya mungkin bisa dibilang tegas, tapi sepertinya itu bukan menjadi karakter mereka dalam mengasuh anak. Hanya memang pada situasi tertentu mereka tegas, keras, kalau bentak ya bentak.
Dw : Dari sisi ekonomi saya rasa tidak terlalu menghambat, mungkin iya tapi pada saat awal-awal memiliki anak sebab ketika itu usahanya belum maju seperti saat ini. Tapi kalau sekarang saya rasa sudah bisa untuk menyokong kehidupan rumah tangga bahkan bisa untuk mengobatkan anak-anaknya. Seperti saat ini bisa kita lihat karena memiliki skill memijat dan membuka usaha pijat yang masih buka sampaisekarang membuat saat ini sudah banyak langganan pijatnya tersebut. Jadi untuk faktor ekonomi sendiri tidak terlalu berpengaruh saya rasa menurut saya bukan hambatan melainkan fasilitas pendorong.Aw : Ya karena suatu pernikahan itu tujuannya adalah untuk bereproduksi dan memiliki keturunan maka yang saya rasakan adalah kebahagiaan, saya merasa senang tapi juga bingung karena perlu saya akui pekerjaan saya belum lancar, rejeki yang datangmasih minim. Jadi boleh dibilang antara senang dan sedikit kebingungan masalah pekerjaan itu, tapi cenderung karena perasaan bahagia itu kami jadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
bersemangat untuk bekerja mencari nafkah. Pada dasarnya karena istri hamil ya senang bahagia.
Aw : Untuk anak yang pertama saya tidak merasa khawatir, sebab pemahaman saya waktu itu tuna netra tidak menurun. Anak saya yang pertama diketahui memiliki indikasi glukoma pada usia 2 tahun dan itupun belum kami simpulkan anak saya ini terkena glukoma seperti saya, sebab saya juga berfikiran ayah saya lima bersaudara dan yang tuna netra hanya ayah saya sendiri sedangkan ke empat saudaranya tidak. Sayapun berfikiran dan berpedoman demikian, besok kalau saya punya anaklebih dari satu berarti hanya akan ada 1 anak yang menderita tuna netra. Akhirnya anak saya yang pertama lahir tapi karena pikiran tersebut seiring berjalannya waktu semakin memburuk dan memburuk, sebenarya anak saya yang keduapun demikian hanya saja karena saya tangani dari awal, saya bawa ke rumah sakit mata dengan penanganan yang tepat bibit dari glukoma tersebut bisa dihilangkan, dan sekarang saya baru berusaha menyembuhkan dan menghilangi bibit glukoma pada anak saya yang ketiga. Saat ini sudah masuk ketahap oprasi kedua sebab operasi mata yang tahap pertama sudah selesai dilakukan. Kalau di awal terusterang tidak ada kekhawatiran sama sekali karena ketidak tahuan kami bahwa glukoma bisa menyerang keturunan yang nomer berapapun. Kekhawatiran itu malah muncul di kehamilan anak yang kedua dan yang ketiga tapi kami sudah tahu bahwa glukoma bisa diatasi dengan baik secara dini.
Aw : Jelas senang, bahagia, dulu setelah lahir bisa dilihat fisiknya bagus normal, anggota badan lengkap, matanyapun masih jernih masih bagus. Bahkan keluarga besarpun memprediksi anak ini kalau sudah besar bisa menjadi angkatan (TNI, POLRI). Tapi setelah ada permasalahan dimatanya yang terlihat setelah usia 2 tahun keinginan saya menjadikan anak sebagai angkatan mundur dan kemudian berubah sebab bila menjadi angkatan fisiknya harus sempurna akhirnya saat ini saya mengarahkan pada pekerjaan yang sesuai, sebab banyak teman-teman yang tuna netra banyak yang menjadi PNS. Lalu keinginan saya saat ini hanya mensekolahkan anak setinggi-tingginya agar kelak menjadi orang sukses dan mendapatkan pekerjaan yang nyaman dan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Aw : Saya akui saya emosi juga, jengkel juga karenakok anak sendiri tega melempar ayahnya dengan batu. Waktu itu karena dia masih kecil begitu saya tendang dia langsung rubuh, terus menangis kemudian saya beri pengertian supaya tidak mengulangi hal itu lagi, bukan saya benci pada dia tapi hanya sebagai gertakan kepada anak. Perasaan saya pribadi tidak khawatir karena yang saya tendang bukan bagian yang fatal, kalau perasaan kecewa pasti ada tapi lebih rasa kecewa kepada anakmengapa sampai tega melempar batu kearah ayahnya. Justru kalau timbul rasa kecewa itu malah pada saat anak nakal, tapi memanfaatkan kelemahanfisik orangtuanya. Pernah dulu anak saya yang kedua waktu dulu awal-awal sekolah di SD saya datang ke sekolah dia malah marah pada saya karenamalu, teman-temannya tahu kondisi fisik saya. Seiring berjalannya waktu anak saya yang kedua sudah mulai mengerti karena saya nasehati, sekarangkalau saya kesekolahnya waktu ada acara dengan menggunakan sound system teman-temannya sudah tahu “oh, itu bapaknya Siti”. Karena selain pijat sayajuga menyewakan sound system untuk berbagai acara, yang menjadi langganan saya itu salah satunya sekolahan anak saya yang kedua tersebut.
Bw : Tentu saja karena efek dari hal tersebut saya kemudian hamil, perasaan saya ketika mengandung anak saya yang pertama jelas tentu saja sangat bahagia karena diberi momongan oleh Tuhan.
Bw : Anak itukan rejeki, tentu saja saya merasa bahagia sebab Tuhan masih mempercayai saya untuk mendidik anak. Meskipun memang keinginan saya adalah memiliki 2 orang anak saja tapi jika Tuhan berkehendak lain dengan memberi tambahan anak saya dengan senang hati merawatnya dan menerimanya.
Bw : Tentu saja setelah lahir anak pertama dan ternyata berjenis kelamin laki-laki saya merasa sangat bahagia sebab nanti apabila dia sudah dewasaada yang bisa diandalkan dan nantinya akan ada yang bisa saya mintai bantuan atau bisa menjadi pelindung bagi saya. Jujur saja sangat besar harapan saya untuk jagoan saya satu-satunya ini dari kecil sudah kami didik dengan disiplin agar kelak bisa menjadi seorang guru. Minimal nantinya akan memiliki masa depan yang lebih baik dari orangtuanya. Kepada anak ketigapun saya juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
merasa senang atas kelahirannya sebab saya percayasaya yang memiliki keterbatasan ini masih Tuhan percayai sebagai orangtua atas 3 orang anak. Terlepas dari apa jenis kelamin mereka sekalipun bisa dibilang tidak sesuai prediksi sebab Tuhan yangmemberi dan memutuskan tentu saja saya terima danrawat dengan baik.
Bw : Saya pribadi untuk anak yang pertama tidak terlalu khawatir karena saat ini dia sudah ada di pondok pesantren, disana dia diawasi dan dididik secara ketat oleh guru dan pamong disana jadi rasa khawatir itu sudah banyak berkurang. Malah saya akan khawatir sekali bila Wahid sekolah bukan dipesantren. Kepada anak yang kedua, rasa khawatiritu ada karena anak saya yang nomer dua ini cewek apalagi saat ini anak cewek itu rawan sekali salah sedikit bisa terjerumus hal yang tidak-tidak tentu saja saya sangat takut dan khawatir apabila Siti sampai terpapar hal yang demikian. Tentu saja saya menyikapinya dengan memberinya nasehat, selalu mengingatkan bahwa bila waktunya pulang sekolah langsung pulang ke rumah, apabila hendak pergi bermain pulang kerumah dahulu supaya pamit sehingga orangtua dirumah tidak kebingungan mencari atau tanya tetangga sana-sini. Sebenarnya saya merasa khawatir dan cemas itu ketika Siti pergibermain kerumah temannya yang jauh, dan rumah temannya itu belum kami ketahui pasalnya suami saya itu sering mengantar Siti apabila dia belajar kelompok dirumah temannya, jadi ketika Siti pergi kerumah temannya yang sudah diketahui letaknya oleh suami, saya tidak khawatir lain cerita apabila suami saya belum tahu dimana rumah temannya itu.
Cw : Perasaan saya memiliki orangtua seperti mereka bangga dan bahagia, memang awalnya saya sempat merasa malu karena kekurangan mereka namun setelah saya tahu bahwa orang tua saya adalah orangtua yang hebat saya jadi bangga dan senang memiliki orangtua seperti mereka.
Dw : Menurut saya ketika ibu Tugimin hamil, ya anaknya sekarangkan sudah ada 3, untuk kehamilan anak yang pertama saya lihat memang sedikit cemas, karena mungkin mereka tahu penyakit mata yang mereka alami itu bersifat menurun (genetis) sehingga menimbulkan kekhawatiran. Terus setelah anak pertama lahir perasaan khawatir itu sepertinya hilang dan mereka tampak lega sebab saat itu belum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
ketahuan kalau anak pertamanya itu memiliki riwayat yang seperti itu. Ketahuannya setelah usia SD kalau tidak salah. Kemudian anak yang kedua dan ketiga saya rasa sudah tidak ada lagi perasaan khawatir itu dari diri ibu, ibunya namanya ibu Sumini disitu mas.
Dw : Nampaknya sama, karena saya sebagai saudaranya juga pernah dicurhati perihal penyakitnya tersebut “kira-kira penyakitku iki turun ning anak ora yo?” seperti itu, mungkin karena mereka sudah tahu bahwa penyakit yang dideritanyatersebut penyakit genetis yang dapat menurun kepada anak. Awalnya bapaknya juga cemas, namunsetelah anaknya lahir kemudian mereka tampak lega diawal, tapi setelah diketahui bahwa pada usia SD anak pertamanya glukoma pak Tugimin nampak sedikit kecewa, namun di kehamilan anak yang kedua dan ketiga sudah tidak khawatir dan cemas sebab mereka tahu penyakit tersebut dapat diobati dan ternyata benar anak kedua juga ada gejala glukoma dan saat ini sudah diobati tuntas, anak yangketiga kemarin baru saja selesai dioprasi. Jadi pada anak pertama bapaknya itu cemas, namun setelah tahu bisa diobati untuk anak kedua dan ketiga sudah tenang dan tidak khawatir lagi.
Dw : Ya, memang ketika masih dalam kandungan mereka terlihat sangat cemas, ketakutan itu ada karena penyakit itu gen. Tapi setelah istrinya melahirkan bapak Tugimin dan keluarga sangat lega karena ketika itu memang terlihat normal dan tidak ada tanda-tanda kecacatan. Tapi seiring berjalannya usia anak lalu jadi ketahuan kalau memiliki riwayat yang sama dengan ayahnya. Tapi untuk yang kedua dan ketiga mereka sudah bisa tenang karena tahu penyakitnya bisa disembuhkan dengan oprasi dan perawatan yang tepat. Intinya mereka pernah cemas dan takut tapi untuk yang berikutnya mereka belajar dari pengalaman lalu tidak takut lagi.
Aw : Awalnya anak saya yang pertama ini lahir dirumah mertua saya, kami sekeluarga tidak langsung tinggal di rumah sendiri tapi masih tinggal di rumah mertua sampai usia anak saya kurang lebih40 hari. Disana kami diajarkan mengedong, memandikan, dan berbagai macam ketrampilan merawat bayi kemudian, setelah 40 hari saya dan istri kembali kerumah dan melanjutkan merawat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
anak kami sesuai dengan anjuran dan ajaran mertua saya. Setelah saya bawa pulang kerumah tidak jarang juga tetangga-tetangga sekitar menggoda kami, sebagai contoh ketika saya memandikan anak di teras rumah ada tetangga lewat sambil menggoda “awas pak, nanti anaknya tenggelam!”, “Kepalanya diangkat sedikit, hidungnya kemasukan air”, “Bagaimana pak kok sebelah sini masih kotor?”. Penyandang tuna netra itu sisi kelucuannya justru disitu, sering membuat orang “maktratap” dan kawatir sendiri, tapi semua itu karena keadilan Yang Maha Kuasa saya diberi lancar selama mengasuh anak saya.
Aw : Masuk ke masa balita, yang mana anak saya sudah bisa berjalan dan berbicara disitu saya harus memutar otak dalam mengasuh anak saya tersebut karena anak sudah bisa jalan kenal dengan teman anak juga sedang nglidig (bandel-bandelnya), anak sering main keluar rumah sendiri, sering tidak pamit,tahu-tahu hilang dari dalam rumah, ditengah keterbatasan saya mau tidak mau saya harus meminta tolong tetangga kiri kanan, bahkan tetangga sekampung untuk ikut membantu saya dalam mengawasi anak saya. Pernah suatu ketika, waktu itu anak saya usia 4 atau 5 tahunan. Pintu rumah terbuka anak saya kabur keluar rumah ikut bermain dengan teman-temannya, saya dan istri kebinggungan mencari disekitar rumah, kami berduapergi mencari ke arah timur ditengah jalan kami diberitahu tetangga bahwa anak saya sedang bermain di opinggir kolam ikan yang letaknya ada disebelah barat rumah. Sebenarnya kejadiannya sungguh mengkhawatirkan hanya saja bila diceritakan lagi seperti ini terdengar lucu.
Aw : Selama masa balita pendidikannya kami sesuaikan dengan masa tumbuh kembangnya, kami ajarkan sopan santu, cara berbicara baik berbicara pada orang yang lebih tua, maupun bicara pada teman sebaya. Kami berikan pendidikan norma yangmendasar selayaknya orang jawa pada umumnya. Anak saya tidak saya masukkan PAUD, karena ada istri dan saya sendiri juga selalu ada di rumah jadi saya rasa sudah cukup untuk mendidik anak selama masa balita. Begitu menginjak usia 5,5 tahun saya baru memasukkan anak ke TK, saya ikutkan pendidikan formal seperti anak pada umumnya. Pada dasarnya kendala yang muncul selama mengasuh anak ini hanya masalah pengawasan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
selalu saja ada kejadian dimana saya dan istri kecolongan, tiba-tiba anak hilang, kabur, kami berdua tidak mengetahui kemana perginya sama sekali hanya saja karena saya telah meminta tolong tetangga kampung apabila melihat anak saya, saya tolong diberitahu. Pernah juga terjadi anak saya hilang di pasar, tapi karena penjual di pasar sudah hafal dengan istri saya akhirnya bisa bertemu kembali. Pada intinya selalu saja ada orang yang iba,kemudian membantu kami terkhusus dalam mengawasi anak.
Aw : Usia anak yang belum dewasa justru, belum kami larang-larang, kami berikan kebebasan bermain, berekspresi, sejauh itu tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain dan masih dalam koridor nilai dan norma orang jawa saya biarkan saja, tapi masih saya awasi namanya juga anak-anak rasa ingin tahunya tinggi sedikit-sedikit penasaran. Pada intinya selama tidak merugikan saya biarkan, tapi apabila sudah membahayakan barulah saya cegah, saya larang meskipun sampai menangis tetap saya larang.
Aw : Sebagai orang tua tidak jarang juga saya memberikan pengarahan kepada anak saya yang sudah besar, anak saya yang pertama mesikupun sudah kelas 3 SMP di pesantrenpula tapi masih bandel, kadang sifatnya masih kekanak-kanakan, kalau pas anak saya pulang kerumah lalu langsung main sama teman-teman SD-nya dahulu, mereka biasanya main ke rental PS, warnet, disitu saya selalu mengingatkan jangan terlalu sering bermain ditempat seperti itu selain boros uang, dan membuat ketagihan tidak menutup kemungkinan pergaulan ditempat itu memiliki pengaruh buruk, karena saya juga paham yang bermain di tempat seperti itu tidak hanya anak saya tapi banyak anak-anak lain yang sifatnya berbeda-beda. Ketika anak saya masih SD nilai kelulusanya menurun dibandingkan nilai-nilainya saat masih kelas 1-5 SD hal itu diakibatkan anak saya yang mulai kecanduan main PS, meskipunnilainya turun anak saya Alhamdullilah bisa diterimadi pesantren SMP favorit mengingat prestasinya selama kelas 1-5 SD tadi dan kecerdasan yang ia miliki serta keuntungan dalam group saya bahwa siapapun yang terdaftar dalam komunitas saya akan dibebaskan dari uang pendidikan. Anak saya bisa melalui tes masuk SMP tersebut, dan sampai sekarang nilai-nilai pelajarannya baik dan selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
masuk ranking 10 besar di kelasnya. Semua itu karena saya sebagai orangtua selalu mengingatkan mengenai studinya, setiap pulang ke rumah saya selalu memberikan wejangan agar anak saya fokus sekolah, agar selalu mengikuti perintah dan nasihat dari guru-guru dan kyai disana. Sekali lagi saya bersyukur kepada Tuhan, karena diberikan anak laki-laki satu-satunya yang mau dan bisa diarahkan. Apabila saya melihat anak saya yang pertama itu saya jadi teringat diri saya sendiri waktu masih seumuran itu, selalu dinasehati orangtua dalam hal pendidikan, ya meskipun saya hanya lulusan SMP karena keterbatasan biaya semangat saya untuk mensekolahkan ketiga anak saya ini setinggi-tingginya menyala-nyala. Kadang juga ketika anak saya dirumah saya memberi nasehat untuk tidak bermain jauh-jauh, jangan pulang larut malam, tapi yang namanya anak muda selalu saja alasan untuk bermain jauh dan pulang larut sama seperti saya saatmuda dulu. Jadi, saya percaya pada anak saya yang pertama ini dia sudah bisa berfikir dewasa, dan bisa diarahkan.
Aw : Karena keterbatasan kami, strategi saya untuk mendisiplinkan anak yang pertama ini saya masukkan ke pondok pesantren, karena disitu saya yakin mau tidak mau anak akan disiplin baik dalam hal disiplin waktu, disiplin ilmu, dan disiplin sikap, serta disiplin agama, sebab saya yakin apabila anak saya disekolahkan di sekolah umum yang tanpa asrama atau pondok pesantren waktunya akan banyak dihabiskan bermain dengan teman-temannyadirumah dan cenderung tidak terawasi dengan baik oleh saya dan istri juga tidak menutup kemungkinan bandel dan nakalnya malah menjadi-jadi. Di pondokpesantren saya yakin bisa diawasi oleh pamong-pamongnya, oleh para kyai disana karena dari pagi sampai sore jam 3 sekolah, mengikuti kegiatan belajar mengajar di SMP-nya. Kemudian setelah sholat Magrib mengaji sampai jam 8, jeda antara pulang sekolah sampai Magrib biasanya digunakan untuk bermain dilingkungan pondok, biasanya bermain sepakbola atau voli. Jam 8-10 malam belajar bersama dikelas bersama pamong-pamong. Jam 10 tidur nanti bangun lagi waktu Sholat Subuh. Oleh sebab itu saya percaya mau tidak mau dia harus terbiasa dengan kondisi seperti itu kemudian secara perlahan-lahan kediplinannya terbentuk, meskipun saya juga percaya tidak sedikit anak yang tidak betah karena padatnya kegiatan tapi saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
percaya dan tahu sendiri anak saya menjalani kehidupannya di pondok dengan senang, sebab memiliki banyak teman akrab dapat menjadi hiburandan motivasi dalam menjalani pembinaannya disana.Jadi, untuk kedisiplinan disana saya sudah menyerahkan sepenuhnya dan percaya pada pihak sekolah, para pembimbing, pembina, pamong, dan kyai disana. Lain cerita kalau saya sekolahkan di sekolah umum pasti tidak terawasi maksimal apalagikalau setelah pulang sekolah pasti semakin tidak terawasi. Sebagai contoh anak saya yang kedua ini, dia masih saya sekolahkan di SD umum, akhirnya waktu pulang sekolah kadang tidak langsung pulang tapi mampir dulu ke tempat temannya itu yang membuat saya kesulitan, tapi kembali lagi ke awal tadi masih ada tetangga yang peduli dan memberitahu keberadaan dan kondisi anak saya yang nomer dua ini. Sedangkan untuk anak yang ketiga masih sangat kecil, masih bisa kami awasi sendiri, walupun tak jarang dia juga suka kabur-kabur keluar rumah karena rasa bosan selalu berada didalam rumah.
Aw : Biasanya untuk anak-anak saya apabila sedang sakit dan sakitnya tidak parah, misalnya karena kecelakaan kecil karena kenakalannya sendiri misalnya kesandung, kejebles, atau sakit yang ringanseperti masuk angin, flu, demam biasanya kami belikan obat di warung dan kami rawat sendiri. Hanya saja bila ada suatu penyakit yang tidakdapat kami tangani sendiri ya lalu saya langsung bawa ke puskesmas atau rumah sakit. Seperti pada saat anak saya yang kedua itu di kakinya tumbuh benjolan seperti daging tumbuh lalu saya bawa ke rumah sakit lalu dilakukan operasi. Kami tidak suka menunggu penyakit itu menjadi parah, begitu terlihat ada yang kurang sehat langsung kami tindak lanjuti. Meskipun biaya obat itu mahal, tapi menjadi sehat itu lebih berharga.
Aw : Sebagai anak pasti pernah melakukan kesalahan ataupun kenakalan yang membuat kecewaorangtua atau bahkan tetangga. Biasanya yang nakalitu anak yang pertama, dan kedua karena anak yang ketiga itu masih kecil jadi nakalnya ya nakal bayi. Saya pribadi apabila menyikapi anak yang nakal bahkan sampai mengecewakan tetangga biasanya saya nasehati tapi anak juga tidak jarang melawan, membantah, dan menjadi sulit untuk diberitahu kadang saya juga timbul perasaan marah, kadang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
kalau kelewat batas saya ancam. Sebagai contoh; anak melukai ibunya, dengan melempar sandal ibunya marah anak tidak mau minta maaf saya ancam besok tidak diberi uang saku, nanti malam tidak boleh menonton tv, mainannya saya sita, seperti itu. Biasanya ancaman seperti itu sudah dapatmembuat anak takut, kemudian minta maaf, lalu menuruti kami sebagai orangtua. Dalam mendidik anak juga perlu keras, sebab bila tidak digretak anakmalah akan semakin mensepelekan, ngeyel sekali dua kali dibentak, dicubit, disentil, dijitak memang tujuannya bukan untuk menyakiti tapi lebih untuk mengarahkan agar anak itu bertindak benar dan masih dalam koridor mendidik.
Aw : Pernah sekali peristiwa anak saya yang pertama minta uang pada saya, saat itu saya benar-benar sedang tidak memiliki uang untuk jajan anak. Anak saya beri pengertian, dia malah marah lalu ambil batu kemudian batu itu dilemparkan kearah saya, langsung seketika itu juga saya tendang anak saya dan dari situ anak saya takut. Saya menendang anak saya bukan untuk menyakiti karena sikapnya itu sudah keterlaluan maka harus saya tegasi supaya anak tidak semena-mena dengan orangtua. Orangtuatidak terlihat wibawanya apabila tidak bisa mendisiplinkan anak sendiri, sekali lagi maksudnya bukan untuk menyakiti namun lebih kepada gertakan bahwa anak harus sopan, harus patuh pada orangtua. Kalau ditanya pernah mukul, pernah mencubit, pernah menampar anak jawabannya ya pernah tapi masih dalam sisi wajar dan tidak mengenai bagian tubuh yang vital atau membahayakan.
Aw : Saya harus pandai-pandai memposisikan diri didepan anak, memberikan pengertian dengan dasar ilmu medis dan agama agar anak mengerti akan kondisi yang orangtuanya alami. Selebihnya saya berikan pada anak agar dipahami dengan sendiri supaya mengerti. Lain dengan ibunya yang kadang berbicara “ya sudah kalau malu cari orangtua yang matanya normal”. Sebenarnya itu hanya bercanda, tapi mungkin tujuannya agar mengerti dan minder punya orangtua yang kondisinya demikian.
Aw : Menurut pengalaman saya sendiri yang menjadi hambatan dalam mengasuh anak itu dalam hal membantu belajar. Kemudian cara saya hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
bisa membantu anak dengan mengantarkan anak ke rumah temannya yang lebih paham untuk belajar kelompok disana. Ada hari ketika anak memiliki PR bahasa Inggris, dan besok harus dikumpulkan mau tidak mau saya hanya bisa mengantarkan anak saya ke rumah temannya yang pandai bahasa Inggris, itu komitmen dan tanggungjawab saya dalam menghadapi hambatan dalam mengasuh anak. Lalu dalam hal pergaulan karena keterbatasan penglihatankendalanya tidak bisa melihat, dan tidak bisa bergerak lincah strateginya hanya minta bantuan untuk ikut mengawasi anak saya tujuannya agar anak saya tidak terjebak pergaulan yang buruk. Hambatan lain adalah ketika anak meminta makananatau minuman yang bervariasi terkait hal itu anak kami beri pengertian terkait dengan kondisi kami.
Aw : Yang sering muncul itu hambatan dalam membantu belajar, selama anak-anak masih dirumahpasti hambatan dalam membantu anak belajar itu akan selalu muncul, apalagi anak saya yang kedua ini masih kelas 5 SD nanti disambung lagi oleh anaksaya yang ketiga jadi saya yakin masalah hambatan dalam membantu pelajaran anak pasti datang terlebih pelajaran anak SD semakin sulit dari tahun ke tahun.
Aw : Dalam persoalan anak saya yang kedua ini yang sehari-hari saya hadapi setiap sebelum berangkat sekolah saya selalu mengingatkan supaya belajar dengan baik, mematuhi guru, lagipula Siti (anak kedua) saya sekolahkan di MI (SD islam) masuk jam 7 pagi pulang jam 3 sore jadi selama disekolah saya serahkan dan percayakan pada guru-gurunya, bila dia melakukan kesalahan silahkan diingatkan bila perlu dihukum silahkan dihukum, tapi saya bersyukur Siti adalah siswi yang baik di sekolah. Jadi keputusan saya memasukkan anak sayayang kedua ke MI dan anak yang pertama ke pondokpesantren itu adalah bentuk antisipasi saya dari pengaruh buruk pergaulan diluar sekolah yang tidak bisa saya awasi secara maksimal. Sekolah anak ketigapun akan saya samakan dengan kedua kakaknya supaya terawasi dengan baik.
Bw : Siti itu orangnya walaupun kadang ngeyel dan bandel tapi seingat saya belum pernah melakukan hal itu, kalau pergi jauh atau main ketempat temannya yang rumahnya jauh pasti pamit namun tidak bisa dipungkiri kalau pergi tidak pamit itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
pasti ada tapi pasti perginya ketempat temannya yang rumahnya disekitar sini itupun tidak lama.
Bw : Seturut pengetahuan saya selama ini untuk Siti sejauh ini belum ada masalah mengenai temannya yang memberi pengaruh buruk malah yang saya tahumereka baik terhadap Siti apalagi dilihat bila Siti ingin ikut belajar kelompok bersama mereka, dilingkungan sekitar rumahpun tidak ada yang mengajari Siti hal-hal buruk. Malah kalau berbicara tentang teman yang membawa pengaruh buruk itu malah teman-teman SD Wahid dahulu. Pernah waktu itu sebelum Wahid saya sekolahkan di pondok pesantren teman-temannya seperti menakut-nakuti Wahid “awas, nanti di pondok kamu tidak bisa lihat TV lho, tidak bisa main keluar dengan bebas”. Saya rasa omongan teman-temannya itu yang membuat Wahid jadi kendo lalu sempat tidak mau disekolahkan SMP di pondok pesantren. Sampai sekarang kalau Wahid pulang kerumah pasti langsung mainnya dengan teman-teman SD-nya dulu, larinya ke warnet, ke rental PS hal yang tidak bisa Wahid lakukan di pondok pesantren. Itulah yang menurut saya kurang baik mengenai pengaruh teman-teman sebaya.
Bw : Saya pribadi selalu memberikan pengertian kepada Wahid mengenai kondisi saya dan ayahnya, sedikit-sedikit saya nasehati saya arahkan serta saya berikan contoh tentang anak-anak yang sukses karena mau mengikuti saran orangtuanya dengan belajar dengan tekun serta disiplin serta dalam pengawasan yang ketat. Sebebarnya saya bisa saja membuat anak saya belajar dengan tekun di rumah, tapi kembali lagi pengaruh dari lingkungan luar yang terlewat dari pengawasan saya yang terbatas ini yang membuat saya dan suami mengiklaskan wahid pergi belajar di pondok pesantren dengan konsekuensi saya akan jarang bertemu dengannya. Akhirnya Wahidpun mengerti keadaan ini, sehingga kembali bersemangat masuk sekolah SMP di pondokpesantren.
Bw : Pernah, saya dengan suami malah bisa dibilanglebih keras saya. Frekuensi marah saya pada anak bisa dibilang lebih tinggi dibandingkan dengan suami saya. Kalau anak mulai malas-malasan kadang saya marahi, saya bentak supaya disiplin, kalau kelewatan kadang saya juga jewer anak saya pernah juga saya menjitak Wahid karena saking
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
ngeyelnya sama saya. Untuk Siti dia kalau sudah diancam sedikit biasanya akan takut dan menuruti saya, biasanya saya ancam “habis ini jangan pernah nonton TV lagi” atau “besok tidak ada uang saku” biasanya kalau sudah seperti itu Siti langsung menurut. Tujuan saya melakukan itu supaya anak jadi benar dan tidak macam-macam sebab sudah sangat sulit mendidik dan mengasuh mereka dengan kondisi seperti ini apalagi ditambah ketika mereka ngeyel.
Bw : Iya, saya memiliki rencana yang sama untuk Siti yang pertama untuk menghemat biaya, yang kedua untuk membuat Siti lebih disiplin dan lebih terawasi dan terarahkan baik moral agamanya maupun ilmu pendidikannya, terlepas dari itu semuakami juga memanfaatkan fasilitas dari group. Rencananya akan kami sekolahkan di pondok sampai SMA baru kemudian untuk kuliahnya akan kami bimbing sesuai dengan kemampuannya pun demikian untuk Linda (anak ketiga).
Bw : Tentu saja sudah, sudah kami kenalkan ke komplek kami bawa ke lokasi, sudah kami beritahu nanti disana akan ada banyak teman sebayamu, nantikegiatannya ada banyak dan bermacam-macam. Justru malah sempat waktu itu dia minta dengan sendirinya untuk saat itu juga di sekolahkan di pondok pesantren.
Bw : Bagi saya, ada beberapa hal yang menjadi hambatan dalam proses mengasuh anak antara lain dalam hal mendisiplinkan anak, anak jaman sekarang pandai sekali membantah dan menjawab orangtua lalu permasalahan pengawasan karena penglihatan saya yang tidak sempurna sulit untuk mengawasi anak terlebih apa yang dilihat atau dilakukan anak dibelakang saya, bahkan didepan saya sekalipun. Kemudian hal pelajaran, karena sayatidak mengenyam bangku sekolah jadi apabila anak saya mengalami kesulitan belajar saya serahkan paa suami saya untuk membantunya, nanti kalau suami saya sedah mentok yang kami lakukan hanya mengantar dia untuk belajar kelompok dengan temannya. Menurut saya hambatan yang paling sering muncul itu hambatan dalam membantu dan mengawasi anak belajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Bw : Saya mengajarkan anak untuk pandai membagiwaktu, anak harus tahu kapan waktunya belajar, kapan waktunya mandi, kapan waktunya tidur. Untuk Siti saya sudah mulai mengajarkan untuk dia disiplin setelah makan mencuci piringnya sendiri kadang kalau hari minggu saya minta dia untuk mencuci pakaian.
Bw : Tergantung dari situasi, apabila saya mendapatiatau mengetahuinya dengan mata kepala sendiri saya langsung menegur orang yang berusaha memberikan pengaruh buruk pada anak saya, tapi untuk memagari anak saya saya selalu mengingatkan bahwa harus berhati-hati apabila bermain dengan teman, tirulah yang baik yang burukdan merugikan ditinggalkan. Saya akui karena keterbatasan saya, mau tidak mau saya harus percaya pada anak bahwa dia mampu untuk memilah mana baik mana buruk. Kemudian bila saya mendapati anak saya sendiri yang sudah berperilaku tidak baik, sayapun langsung melarang dan menegurnya meskipun tak jarang anak menjadi kagol (kecewa) tapi demi kebaikan harus tetap saya lakukan.
Bw : Dari cerita teman-temannya, dari cerita tetangga dan saudara-saudara, kadang dari pengalaman saya sendiri ketika anak berada di rumah.
Bw : Iya, bisa dibilang saya lebih tegas dan keras dalam mendidik anak dibandingkan suami saya. Tapi itu semua lebih untuk kebaikan anak saya. Tentu saja pernah, mengingat anak-anak saya adalahdarah daging saya tentu saja apabila dia sakit atau terluka saya pasti merasa sangat sedih. Yang membuat saya menangis adalah ketika anak saya oprasi mata, saya tahu oprasi itu untuk kesembuhan anak saya tapi saya kadang merasa tidak tega anak saya dioperasi. Bagaimanapun perasaan seorang ibu lebih peka dan sensitif.
Cw : Karena ketika saya tidak nakal, ayah sering secara tiba-tiba membelikan saya makanan kesukaansaya seperti pecel lele atau terang bulan (martabak manis). Sedangkan ibu kalau saya membantah sedikit saja langsung dimarai dan dibentak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Cw : Ayah kalau marah jarang membentak, hanya sering mengancam tidak diberi uang jajan. Kalau ibusedang tidak marah bisa diajak bercanda dan bercerita.
Cw : Karena orangtua saya jarang menemani saya belajar sebab tamu atau pasien orangtua saya datang pada jam-jam itu sehingga tidak ada yang menemanisaya belajar terlebih saya sering diminta menjaga adik bila orangtua saya sedang memijat pasien.
Cw : Ayah, kadang pas seperti itu ayah mematikan tv dengan langsung mencabut kabel tv dan merebut remot tv lalu mengancam saya dengan mengatakan “besok tidak ada uang saku kalau kamu tidak belajar.”
Cw : Biasanya sebelum pergi sekolah atau pergi bermain orangtua saya selau memberi pesan untuk berhati-hati, dan menjaga diri. Kalau kesulitan bisa minta tolong teman atau tetangga supaya orangtua yang dirumah tidak khawatir. Orangtua saya lebih menyerahkan kepada saya keputusan memilah manabaik mana buruk. Orangtua saya selalu mengatakan saya harus mandiri dan berfikir dewasa sebab melihat kondisi mereka yang demikian, sejauh saya tidak membuat mereka khawatir mereka tidak melarang saya dan bertanggung jawab atas diri sendiri.
Dw : Cara mereka mendidik anak tidak mengarah kepada otoriter, bukan mengekang-ngekang, merekamungkin memang kadang-kadang keras, tegas ketika anak melakukan sesuatu hal yang memang melanggar norma yang ada. Mereka memang bisa tegas tapi kadang juga bisa lunak mereka penyayangdengan anak hanya saja karena keterbatasan penglihatan mereka pantauan anak jadi tidak maksimal jadi anak-anaknya malah sering berbohong. Sering dibohongi anaknya tapi tidak tahu, tapi begitu tahu kalau dibohongi nah disitu tegasnya muncul disitu, kadang sampai membentak bahkan pernah waktu itu menendang anaknya tapi wajarlah tidak sampai terluka parah karena masih dalam rangka mendidik supaya anaknya baik dan benar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Dw : Cara mereka mendisiplinkan anak mereka itu dengan mengambil fasilitas seperti itu mainan anak yang kedua ada boneka dan mainan masak-masakan karena mereka itu ngeyel dan membangkan misalnya saat disuruh mandi atu belajar mainannya disita, atau kadang-kadang tv remotnya disita atau kadang juga dicabut langsung dari stopkontaknya, bahkan kadang saking emosinya ibu Sumini itu sering membanting mainan anaknya. Tapikan maksudnya bukan merusak tapi hanya untuk mengarahkan anaknya tapi tak jarang mereka juga menasehati secara halus.
Dw : Kebetulan dalam keluarga tersebut kepala keluarga dalam hal ini pak Tugimin merupakan penganut agama Islam yang kuat dan taat juga sebagai aktifis Masjid sehingga sifat kerohaniannya secara Islam lebih besar dibandingkan tetangga-tetangganya bahkan dengan saya sendiri ditambah dia juga jebolan pondok pesantren. Lalu, ketika mendidik dan mengasuh anak selalu mereka kaitkan dan dibumbui dengan nilai-nilai Islami. Seperti anakyang pertama mereka memasrahkan kepada pondok pesantren maksudnya agar bisa dididik dan didisiplinkan secara ajaran Islam yang baik. Sebab mereka percaya bila anaknya dididik dalam pondok pesantren anaknya dapat terhindar dari hal-hal yang kurang baik dan fokus serta lebih disiplin dalam belajar untuk menuntut ilmu dan mencapai cita-citanya. Lain kalau di rumah tidak bisa diawasi secara penuh karena ya itu tadi kekurangannya.
Dw : Untuk anak yang pertama jelas sudah dipasrahkan kepada pondok pesantren karena 24 jamanak yang pertama itu disitu jelas sudah ada yang mengawasi, baik itu diawasi oleh pembinanya, ustadnya, dan guru-guru disana. Untuk anak yang kedua dan ketiga sendiri diuntungkan oleh adanya tetangga-tetangga yang peka dan mau ikut membantu mengawasi anak bapak dan ibu Tugimin. Terutama ibu-ibu depan rumahnya itu sering memberitahu kalau anaknya sedang bermain misalnya bermain disungai “galo kae anakmu dolan ning kali” atau pernah juga bertemu dengan anaknyabermain di warnet atau rental PS juga ikut mengingatkan untuk segera pulang kerumah karena dicari orangtuanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Dw : Iya tentu saja, apalagi disinikan masih daerah perkampungan jadi tetangga satu dengan yang lain masih kenal dan dekat.
Dw : Saya pribadi juga pernah beberapa kali ikut mengawasi, saya juga pernah melihat anaknya bermain disungai anaknya bermain dengan teman-temannya apalagi waktu itu anaknya yang pertama yang laki-laki itu saat usia SD sedang bandel-bandelnya ya ketika itu saya juga ikut “ngelingke” saya suruh pulang karena waktu itu kondisinya hujan, ya saya bilang “walaupun bapakmu tidak mencari, tapikan sebenarnya bapakmu menunggumudirumah” seperti itu. Pernah juga saya lihat anaknya yang perempuan sudah hampir Mahgrib masih bermain dengan temannya, dan belum mandi saya juga sering mengingatkan untuk segera pulang dan mandi.
Dw : Yang pertama jelas, hambata fisik jadi mereka tidak bisa memantau anak secara penuh dan maksimal menurut saya ini hambatan yang paling berat kita saja yang memiliki penglihatan normal sering kesulitan mencari anak yang pergi keluar rumah apalagi mereka, kadang mereka sering kecelik diberitahu oleh tetangganya anaknya tadi larike selatan ternyata anaknya sudah bermain diutara, kemudian hambatan kedua adalah faktor pendidikan,karena mereka tidak sekolah tinggi jadi kadang mereka kesulitan dalam membantu anak belajar, kadang kalau kesulitan seperti itu bentuk dari tanggung jawab pak Tugimin kepada pendidikan anaknya adalah mengantarkan anaknya pergi kerumah temannya untuk belajar kelompok mengerjakan PR yang tidak bisa dikerjakan sendiri dirumah.
Dw : Dari sisi ekonomi saya rasa tidak terlalu menghambat, mungkin iya tapi pada saat awal-awal memiliki anak sebab ketika itu usahanya belum maju seperti saat ini. Tapi kalau sekarang saya rasa sudah bisa untuk menyokong kehidupan rumah tangga bahkan bisa untuk mengobatkan anak-anaknya. Seperti saat ini bisa kita lihat karena memiliki skill memijat dan membuka usaha pijat yang masih buka sampaisekarang membuat saat ini sudah banyak langganan pijatnya tersebut. Jadi untuk faktor ekonomi sendiri tidak terlalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
berpengaruh saya rasa menurut saya bukan hambatan melainkan fasilitas pendorong.
Dw : Kalau menurut saya, ketika anak mengalami masalah. Semisal anak berkelahi lalu mendorong pak Tugimin dan bu Sumini untuk membuat usaha dan cara-cara tertentu agar bagaimana membuat anaknya tidak melakukan hal buruk lagi, bermacam cara mereka lakukan, kemudian ketika dibohongi anak itukan menjadi hal yang sangat menyakitkan bagi orangtua tapi untung saja ada tetangga dan kerabat yang peka dan mau membantu memberitahu mereka. Jadi menurut saya yang paling susah itu ketika anaknya berkasus dan membohongi mereka.
Aw : Tidak, karena dulu kami tidak terlalu memikirkan apa jenis kelamin anak kami nanti. Lagipula waktu kehamilan yang pertama istri tidak USG jadinya saya juga tidak terlalu ambil pusing mau diberi anak laki-laki ya oke, anak perempuan juga oke intinya saya tetap bersyukur sudah diberi anak oleh Tuhan. Karena pada waktu itukan juga banyak yang berfikiran demikian ingin memilikin anak pertama laki-laki tapi malah diberinya perempuan, terus usaha terus sampai dapat laki-laki kalau belum dapat laki-laki belum berhenti. Kalau seperti itu saya rasa kurang bersyukur, jadi saya ya bersyukur saja waktu itu sudah dikaruniai anak dan tidak berharap mau anak laki-laki atau perempuan. Dulu hanya berkeinginan memiliki 2 anak laki-laki dan perempuan atau perempuan dan laki-laki tapi karena Tuhan masih mempercayai kami untuk memiliki anak lagi ya akhirnya lahirlah anak yang ketiga peempuan.
Aw : Tentu saja, keinginan tersebut masih membara dalam hati saya, meskipun dalam keterbatasan penglihatan saya maupun anak saya saya bertekad untuk menjadikan anak saya menjadi orang yang berhasil dan mengangkat derajat orang tuanya karena melihat dari pengalaman beberapa kawan yang sekolah tinggi mereka bisa membuktikan bahwa mereka berhasil.
Aw : Seperti pada umumnya orangtua yang menginginkan anaknya sehat, normal, sukses saya juga sempat merasa kecewa dan sedih, yang jelas saya kaget terhadap kondisi tersebut. Sayapun juga sempat menangis mengetahui kondisi anak seperti itu. Melihat diri saya sendiri saja sudah sangat repot
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
dengan kondisi seperti ini, semua keinginan saya untuk mengarahkan anak menjadi tentara jadi hilang, karena saya juga tahu syarat untuk menjadi tentara haruslah memiliki fisik yang tidak ada kecacatan dan mata yang normal. Hanya saja tidak semata-mata karena persoalan itu saya mengubur mimpi saya untuk menjadikan anak saya orang yangsukses, kemudian saya didik saya arahkan kepada minat yang lain karena menjadi seorang pegawai atau pekerja tidak harus menjadi angkatan masih banyak profesi lain untuk ditekuni. Saat ini cita-cita saya adalah mensekolahkan anak setinggi-tingginya lulus SMA lalu saya ingin memasukan anak ke Fakultas Keguruan agar kelak dapat menjadi seorang guru. Itulah mimpi saya untuk anak saya yang pertama, sebab saya lihat anak saya yang pertama ini memiliki kecerdasan lebih dibandingkanteman-teman sebayanya.
Aw : Harapan saya untuk ketiga anak saya,sesuai dengan kemampuan saya, akan saya perjuangkan sebaik-baiknya sampai titik darah penghabisan, jangan sampai mengalami kesulitan seperti saya. Akan saya perjuangkan agar menjadi anak yang sukses, tapi sukses itu relatif maksudnya sukses itu sesuai dengan kemampuan maksimalnya, dan kondisinya. Sebagai orangtua saya juga ingin anak saya mempunyai perkerjaan yang mapan dengan penghasilan yang cukup. Terutama untuk anak saya yang pertama akan saya arahkan menjadi tenaga pengajar, menjadi guru karena dilihat dari sisi kecerdasannya. Anak yang kedua dan ketiga masih belum terlihat bakat dan minatnya, tapi nanti pasti juga akan saya arahkan sebaik-baiknya agar bisa merubah kondisi keluarga jadi lebih baik.
Bw : Waktu itu belum terpikirkan sama sekali, ketika itu juga kandungan saya tidak saya USG karena keterbatasan biaya, mengingat ketika itu pekerjaan bapak masih serabutan jadi pada akhirnya saya tidak terlalu berfikirsn untuk mendapat anak pertama laki-laki atau perempuan. Saya dan suami hanya berpikiran mau diberi laki-laki atau perempuan oleh Tuhan tidak masalah “manut gusti maringine nopo.”
Bw : Ketika hamil anak kedua saya ingin memiliki anak perempuan, sebab anak yang pertama sudah diberi anak laki-laki. Saya sendiri hanya ingin memiliki 2 orang anak, kalau yang pertama diberi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
cowok yang kedua cewek begitupula sebaliknya. Untuk kehamilan anak kedua ini kami sudah USG, dan ternyata benar anaknya cewek ya “Alhamdullilah” keinginan saya terkabul.
Bw : Kembali lagi kesoal tadi, karena saya memang hanya ingin punya 2 anak kalu tidak cowok cewek ya cewek cowok lalu pada akhirnya untuk anak ketiga ini kembali lagi kami pasrahkan kepada Tuhan mau dikaruniai cewek ya saya terima kalau cowok lagi ya oke.
Bw : Saya sangat berharap anak-anak saya memperoleh hidup yang lebih nyaman dibandingkandengan saya. Saat ini yang bisa kami lakukan adalahmensekolahkan anak-anak saya setinggi-tingginya agar kelak harapan saya kepada anak tercapai. Sebabsemuanya itu saya pasrahkan kepada Tuhan lewat doa dan harapan yang mendalam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lampian 3
VERBATIM TEMATIK (CODING)
TEMA VERBATIM KODE
Penerimaan
S1: ”Karena suatu pernikahan itu tujuannya adalah untuk bereproduksi dan memiliki keturunan maka yang saya rasakan adalah kebahagiaan, saya merasa senang tapi juga bingung karena perlu saya akui pekerjaan saya belum lancar, rejeki yang datang masihminim. Jadi boleh dibilang antara senang dan sedikit kebingungan masalah pekerjaan itu, tapi cenderung karena perasaan bahagia itu kami jadi bersemangat untuk bekerja mencari nafkah. Pada dasarnya karena istri hamil ya senang bahagia.”
S2: “Anak itukan rejeki, tentu saja saya merasa bahagia sebab Tuhan masih mempercayai saya untuk mendidik anak. Meskipun memang keinginan saya adalah memiliki 2 orang anak saja tapi jika Tuhan berkehendaklain dengan memberi tambahan anak saya dengan senang hati merawatnya dan menerimanya.”
Pn.A.v2_00:32-01:10
Pn.B.v3_14:00-14:12
Strategi S1: “Awalnya anak saya yang pertama ini lahir dirumah mertua saya, kami sekeluarga tidaklangsung tinggal di rumah sendiri tapi masihtinggal di rumah mertua sampai usia anak saya kurang lebih 40 hari. Disana kami diajarkan menggendong, memandikan, dan berbagai macam ketrampilan merawat bayi.”
S1: “Ditengah keterbatasan saya mau tidak mau saya harus meminta tolong tetangga kiri kanan, bahkan tetangga sekampung untuk ikut membantu saya dalam mengawasi anaksaya.”
S1: “Saya masukkan ke pondok pesantren, karena disitu saya yakin mau tidak mau anak akan disiplin baik dalam hal disiplin waktu, disiplin ilmu, dan disiplin sikap, serta disiplin agama, sebab saya yakin
Str.A.v2_16:50-17:55
Str.A.v2_18:36-20:35
Str.A.v2_24:00-30:00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
apabila anak saya disekolahkan di sekolah umum yang tanpa asrama atau pondok pesantren waktunya akan banyak dihabiskanbermain dengan teman-temannya dirumah dan cenderung tidak terawasi dengan baik oleh saya dan istri juga tidak menutup kemungkinan bandel dan nakalnya malah menjadi-jadi. Di pondok pesantren saya yakin bisa diawasi oleh pamong-pamongnya, oleh para kyai disana karena dari pagi sampai sore jam 3 sekolah, mengikuti kegiatan belajar mengajar di SMP-nya. Kemudian setelah sholat Magrib mengaji sampai jam 8, jeda antara pulang sekolah sampai Magrib biasanya digunakan untuk bermain dilingkungan pondok, biasanya bermain sepakbola atau voli. Jam 8-10 malam belajar bersama dikelas bersama pamong-pamong. Jam 10 tidur nanti bangun lagi waktu Sholat Subuh. Olehsebab itu saya percaya mau tidak mau dia harus terbiasa dengan kondisi seperti itu kemudian secara perlahan-lahan kediplinannya terbentuk, meskipun saya juga percaya tidak sedikit anak yang tidak betah karena padatnya kegiatan tapi saya percaya dan tahu sendiri anak saya menjalani kehidupannya di pondok dengan senang, sebab memiliki banyak teman akrabdapat menjadi hiburan dan motivasi dalam menjalani pembinaannya disana.”
S2: “Sedikit-sedikit saya nasehati saya arahkan serta saya berikan contoh tentang anak-anakyang sukses karena mau mengikuti saran orangtuanya dengan belajar dengan tekun serta disiplin serta dalam pengawasan yang ketat.”
S2: “Kalau anak mulai malas-malasan kadang saya marahi, saya bentak supaya disiplin, kalau kelewatan kadang saya juga jewer anak saya pernah juga saya menjitak anak karena saking ngeyelnya sama saya. Untuk Siti dia kalau sudah diancam sedikit biasanya akan takut dan menuruti saya, biasanya saya ancam “habis ini jangan pernah nonton TV lagi” atau “besok tidak ada uang saku” biasanya kalau sudah seperti
Str.B.v3_22:53-23:30
Str.B.v3_28:45-31:40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
itu Siti langsung menurut.”
TEMA VERBATIM KODE
Sikap
S1: “Saya harus pandai-pandai memposisikan diri di depan anak, memberikan pengertian dengan dasar ilmu medis dan agama agar anak mengerti akan kondisi yang orangtuanya alami. Selebihnya saya berikanpada anak agar dipahami dengan sendiri supaya mengerti.”
S1: “Menurut pengalaman saya sendiri yang menjadi hambatan dalam mengasuh anak itudalam hal membantu belajar. Kemudian cara saya hanya bisa membantu anak dengan mengantarkan anak ke rumah temannya yang lebih paham untuk belajar kelompok disana.”
S2: “Hal yang menjadi hambatan dalam proses mengasuh anak antara lain dalam hal mendisiplinkan anak, anak jaman sekarang pandai sekali membantah dan menjawab orangtua.”
Skp.A.v2_37:02-39:04
Skp.A.v2_41:41-43:54
Skp.B.v3_35:21-36:04
Harapan S1: “Meskipun dalam keterbatasan penglihatan saya, saya bertekad untuk menjadikan anak saya menjadi orang yang berhasil dan mengangkat derajat orang tuanya karena melihat dari pengalaman beberapa kawan yang sekolah tinggi mereka bisa membuktikan bahwa mereka berhasil.”
S1: “Seperti pada umumnya orangtua yang menginginkan anaknya sehat, normal. Saat ini cita-cita saya adalah mensekolahkan anak setinggi-tingginya lulus SMA lalu sayaingin memasukan anak ke Fakultas Keguruan agar kelak dapat menjadi seorang guru.”
S2: “Saya sangat berharap anak-anak saya memperoleh hidup yang lebih nyaman dibandingkan dengan saya. Saat ini yang bisa kami lakukan adalah mensekolahkan anak-anak saya setinggi-tingginya agar kelak harapan saya kepada anak tercapai.
Hrp.A.v2_45:19-46:46
Hrp.A.v2_50:27-52:00
Hrp.B.v3_44:22-47:29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Sebab semuanya itu saya pasrahkan kepada Tuhan lewat doa dan harapan yang mendalam.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia menjadi informan
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Bimbingan dan
Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang bernama, Emmanuel Pandu Harummurti dengan judul penelitian
“STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA
KEPADA ANAKNYA YANG AWAS (Studi Kasus pada sebuah Keluarga
Penyandang Tunanetra di Yogyakarta)”.
Saya telah mendapatkan penjelasan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap diri saya. Data mengenai diri saya dijaga kerahasiaannya
oleh peneliti. Semua data yang mencantumkan identitas saya hanya akan
digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan
dimusnahkan. Hanya peneliti yang dapat mengetahui kerahasiaan data-data
penelitian.
Demikian, tanpa ada unsur pemaksaan dari pihak manapun dan dari siapapun dan
dengan suka rela saya bersedia berperan serta dalam penelitian ini.
Sleman, 22 Desember 2015 Sleman, 22 Desember 2015
............................................. ............................................. (Tanda tangan informan) (Tanda tangan informan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Lampiran 5
FOTO-FOTO PENELITIAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI