perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
SINTESIS KOMPOSIT
POLIPROPILENA/SERAT ALAM/GRUP KAOLIN
YANG MEMILIKI KEMAMPUAN HAMBAT BAKAR SERTA
SIFAT MEKANIK YANG BAIK
Disusun oleh :
ELIEPHEDIA OKIDIMIS
M0306006
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Februari, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dra. Neng Sri Suharty, MSc., PhD Prof. Dr. Kuncoro Dihardjo, S.T, M.T
NIP. 19490816 198103 2001 NIP. 19710103 199702 1001
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 1 Februari 2012
Anggota Tim Penguji :
1. Dr. rer. nat Fajar Rakhman Wibowo., M.Si 1. …………………
NIP. 19730605 200003 1001
2. I.F . Nurcahyo., M.Si 2. ………………..
NIP. 19780617 200501 1001
Disahkan oleh :
Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dr. Eddy Heraldy, MSi
NIP. 19640305 200003 1002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Sintesis Komposit
Polipropilena/Serat Alam/Grup Kaolin yang Memiliki Kemampuan Hambat
Bakar serta Sifat Mekanik yang Baik” belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga
belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Februari 2012
Eliephedia Okidimis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
SINTESIS KOMPOSIT POLIPROPILENA/SERAT ALAM/GRUP KAOLINYANG MEMILIKI KEMAMPUAN HAMBAT BAKAR SERTA SIFAT
MEKANIK YANG BAIK
ELIEPHEDIA OKIDIMISJurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret
ABSTRAKKomposit pada penelitian ini telah disintesis dari matriks limbah
polipropilena (LPP), filler serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) dan lempunggrup kaolin yakni kaolin (Kao) dan haloisit (Hal), penyambung silang Divinilbenzene (DVB), serta penggandeng Asam Akrilat (AA) yang digrafting dengan LPPmembentuk LPP-g-AA. Konsentrasi lempung grup kaolin divariasi 10%, 20%, 30%,dan 40% (w/w). Sintesis komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao danLPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal dengan ratio LPP/STKS = 8/2 dilakukan secarareaktif menggunakan benzoil peroksida (BPO) dalam pelarut xilena.
Komposisi optimum komposit diperoleh dengan penambahan 20% (w/w)lempung kaolin maupun haloisit. Komposit tersebut memiliki kemampuan hambatbakar dan sifat mekanik yang lebih baik daripada komposit tanpa lempung yangdidasarkan pada uji bakar dan sifat mekanik. Kemampuan hambat bakar meliputitime to ignition (TTI), kecepatan pembakaran, dan persentase heat release (%HR)berdasarkan ASTM D 635. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20%mengalami peningkatan TTI dan %HR sebesar 171,56% dan 5,01%, serta penurunankecepatan pembakaran 59,55%. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 20%mengalami peningkatan TTI dan %HR sebesar 221,78% dan 5,20%, serta penurunankecepatan pembakaran 63,64%. Pengujian sifat mekanik yang meliputi kekuatantarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak mempergunakan ASTM D638 dan 6110. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20% mengalamipeningkatan kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impakmasing-masing sebesar 13,70%, 23,28%, 43,03%, dan 42,42%. KompositLPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal mengalami peningkatan kekuatan tarik, modulusyoung, energi serap dan kekuatan impak masing-masing sebesar 19,42%, 25,93%,53,53%, dan 51,70%.
Spektra FTIR komposit menunjukkan pola spektra dari bahanpenyusunnya. Pada gugus karbonil komposit tersebut mengalami pergeseranbilangan gelombang dari 1728 cm-1 ke 1735 cm-1 yang menandakan terjadinya reaksiesterifikasi antara AA dengan selulosa STKS. Pola XRD komposit pada 2θ=10-70menunjukkan puncak-puncak kristalografi yang khas dari bahan penyusunnyakecuali puncak kristalografi yang khas dari lempung. Hal ini mengindikasikan bahwalempung dimungkinkan mengalami eksfoliasi dalam matriks polimer.
Kata kunci : limbah polipropilena, serat tandan kosong kelapa sawit, kaolin, haloisit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
SYNTHESIS OF COMPOSITESPOLYPROPYLENE/NATURAL FIBER/KAOLINITE GROUP WHICH HAVE
BETTER FIRE RETARDANCY AND MECHANICAL PROPERTIES
ELIEPHEDIA OKIDIMISDepartment of Chemistry. Mathematic and Science Faculty.
Sebelas Maret University
ABSTRACTComposites in this research have been synthesized from polypropylene
waste (PPw) matrix, empty fruit bunch of oil palm fibers (EFPF) and kaolinite groupclays namely kaolinite (Kao) and halloysite (Hal) as fillers, cross linker divinylbenzene (DVB), as well as the coupling agent acrylic acid (AA) which grafted withPPw forming PPw-g-AA. The kaolinite group clays concentration were varied 10%,20%, 30%, and 40% (w/w). The synthesis of composites PPw/ DVB/PPw-g-AA/EFPF/Kao and PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Hal with ratio PPw/ EFPF=8/2 havedone reactively using benzoyl peroxide (BPO) in xylene solvent.
The optimum composition of the composites were obtained by the additionof 20% (w/w) of kaolinite or halloysite clays. Its have fire retardancy andmechanical properties better than to the composites without clay are based on testburn and mechanical properties. Fire retardancy includes time to ignition (TTI),burning rate and and the percentage of heat release (% HR) according to ASTM D635. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Kao 20% composites have increased TTI and%HR of 171.56% and 5.01%, and have decreased burning rate of 59.55%.PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Hal 20% composites have increased TTI and %HR of221.78% and 5.20%, and have decreased burning rate of 63.64%. The test ofmechanical properties that includes tensile strength, young’s modulus, absorptionenergy and impact strength according to ASTM D 638 and 6110. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Kao 20% composites have increased tensile strength, young’s modulus,absorption energy and impact strength of 13.70%, 23.28%, 43.03%, dan 42.42%,respectively. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Hal 20% composites have increasedtensile strength, young’s modulus, absorption energy and impact strength of 19.42%,25.93%, 53.53%, and 51.70%, respectively.
The FTIR spectra of composites showed spectra pattern of the constituentmaterials. The carbonyl group of composites were shifted wavenumbers from 1728cm-1 to 1735 cm-1 that shows the occurrence of esterification reaction between AAwith the cellulose of EPPF. The XRD pattern of composites at 2θ = 10-70 showscrystallographic peaks a typical of the constituent materials except thecrystallographic peak a typical of clay. This indicates that clay may be exfoliated bypolymer matrix.
Key words : waste polypropylene, empty fruit bunch of oil palm fibers, kaolinite,halloysite
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
(Q.S Al-insyirah: 5)
Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannnya...
(Q.S Al-baqarah : 286)
Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab
kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.
(Q.S Al-imran : 139)
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.
(Winston Chuchill)
Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar. (Umar
bin Khatab)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini penulis persembahkan
Untuk mama dan bapak di rumah
yang senatiasa memberikan doa serta supportnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Sholawat dan
salam senantiasa penulis haturkan kepada Rosulullah SAW sebagai pembimbing
seluruh umat manusia.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak,
karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bpk Dr. Eddy Heraldy, MSi selaku ketua jurusan Kimia FMIPA UNS
2. Ibu Prof. Dra. Neng Sri Suharty, MSc., PhD selaku pembimbing I dan
pembimbing akademik
3. Bapak Prof. Kuncoro Diharjo, S.T., M.T selaku pembimbing II
4. Bapak Dr.Rer.nat. Fajar Rakhman Wibowo, M.Si selaku penguji I
5. Bapak IF Nurcahyo selaku Ketua Lab Dasar Kimia FMIPA UNS serta penguji II
6. Bapak-ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA UNS
7. Aprina Suci Mahlani selaku partner skripsi
8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
Penelitian ini merupakan bagian dari projek penelitian “Developing of
Polypropylene/nano-Halloysite or nano-Montmorillonite Composites : Tough, High
Flame Resistance and Enviromental Friendly of Public Transportion” atas nama
Prof. Neng Sri Suharty, M.S., Ph.D. Berkaitan dengan hal tersebut maka
penggandaan atau pengambilan segala sesuatu dari penelitian ini harus seijin Prof.
Neng Sri Suharty, M.S., Ph.D sebagai pemilik projek penelitian.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya.
Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi pembaca
Surakarta, Februari 2012
Eliephedia Okidimis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................. vi
HALAMAN ABSTRACT ................................................................................ v
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 3
1. Identifikasi Masalah ........................................................... 3
2. Batasan Masalah ................................................................ 5
3. Rumusan Masalah .............................................................. 6
C. Tujuan ...................................................................................... 6
D. Manfaat .................................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 7
1. Polipropilena ...................................................................... 7
2. Bahan Pengisi (filler) ......................................................... 9
3. Komposit ............................................................................ 16
4. Fire Retardant ................................................................... 22
5. Karakteristik Komposit ...................................................... 25
a). Spektrofotometer Infra Merah.................................... 25
b). Difraksi Sinar-X (XRD)…....…................................. 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
c). Pengujian Daya Bakar ..........………………………. 27
d). Pengujian sifat Mekanik ...............…………...…….. 28
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 30
C. Hipotesis ................................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 35
A. Metode Penelitian ..................................................................... 35
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 35
C. Alat dan Bahan Yang Digunakan ............................................. 35
1. Alat ..................................................................................... 35
2. Bahan ................................................................................. 36
D. Prosedur Kerja .......................................................................... 36
1. Preparasi Limbah Polipropilena (LPP)............................... 36
2. Preparasi Serat tandan Kosong Kelapa Sawit (STKS) ....... 36
3. Kalsinasi Lempung Kaolin dan Haliosit…………............. 36
4. Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA dengan
Metode Larutan..................................................................37
5. Sintesis Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
sebagai Pembanding Menggunakan Metode Proses
Larutan ..............................................................................
37
6. Sintesis Geobiokomposit Menggunakan Metode Larutan . 38
7. Pembuatan Spesimen ……………………………………. 39
8. Pengujian Daya Bakar …………………………………... 39
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 40
F. Teknik Analisis Data dan Penyimpulan hasil ............................ 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 43
A. Penalaran Struktur .................................................................... 43
1. Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS ........................ 44
2. Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal ........... 47
B. Pengujian Daya Bakar ............................................................. 50
1. Time to Ignition (TTI) ........................................................ 50
2. Kecepatan Pembakaran ...................................................... 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3. Heat Release (HR) ............................................................. 53
C. Pengujian Sifat Mekanik .......................................................... 55
1. Kekuatan Tarik ................................................................... 55
2. Modulus Young (E) ........................................................... 56
3. Energi Serap (Es) dan Kekuatan Impak ............................. 57
BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 62
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sifat Fisik dan Morfologi STKS …………………………………….. 11
Tabel 2. Komposisi Kimia dari STKS ………………………………………... 11
Tabel 3. Formula Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA…………….... 37
Tabel 4. Formula Sintesis Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS …….. 38
Tabel 3. Berbagai Jenis Formula pada Sintesis Geobiokomposit ................. 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. (a). Limbah polipropena (LPP); (b). Label Plastik Jenis PP; (c).
Reaksi addisi propena menjadi polipropilena…………………..
8
Gambar 2. (a). Isotaktik; (b). Ataktik; (c). Sindiotaktik, dimana R = CH3 … 9
Gambar 3. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS) ………………..…………. 10
Gambar 4. (a). Monomer selulosa; (b). Struktur Selulosa yang saling
berikatan (bentuk kursi) yang dapat membentuk ikatan glikosida
12
Gambar 5. (a). rumus umum kaolin; (b). Struktur kaolin …………………... 14
Gambar 6. (a). Rumus umum haloisit; (b). Struktur haloisit ……………. 15
Gambar 7. Pembentukan radikal pada (a). BPO; (b). PP …………….......... 17
Gambar 8. (a). Struktur asam akrilat (AA); (b). Pembentukan radikal pada
asam akrilat; (c). Proses grafting LPP-g-AA; (d). Pembentukan
radikal pada LPP-g-AA ……………………...…………...….....
18
Gambar 9. Reaksi radikal pada selulosa …………………………………… 19
Gambar 10. (a). Struktur DVB; (b). Pembentukan radikal pada DVB …......... 19
Gambar 11. Skema sintesis polimer dan clay ………....................................... 21
Gambar 12. (a) Rangkaian alat proses larutan; (b). Internal Mixer ………...... 21
Gambar 13. Struktur Xilena …….………………………................................. 22
Gambar 14. (a). Reaksi pembakaran; (b). Segitiga api …................................ 22
Gambar 15. Skema pemantulan sinar X oleh bidang kristal ........................... 26
Gambar 16. Spesimen pengujian daya bakar ................................................... 28
Gambar 17. Spesimuen uji kekuatan tarik sesuai ASTM D 638 tipe V ……. 29
Gambar 18. Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) AA (neat-liquid), (c) LPP-
g-AA (film) ……………………………….……………………..
44
Gambar 19. Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) DVB (neat liquid), (c) LPP-
g-AA (Formula II) (film) (d) STKS (pelet KBr), dan (e)
Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (film) ..
46
Gambar 20. Spektrum FT-IR: (a) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1)
(b) Haloisit (pellet KBr), (c) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
(film) …………………………………………………………….
48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Gambar 21. Difaktogram (a) LPP, (b) Haloisit (c) LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Hal (Formula F3) ……………………………………
49
Gambar 22. Pengujian Daya Bakar …………………………………………. 50
Gambar 23. Kurva time to ignition dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………...
51
Gambar 24. Skema penghambatan O2 secara (a) interkalasi dan (b) eksfoliasi 51
Gambar 25. Kurva kecepatan pembakaran LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………...
53
Gambar 26. Kurva heat release dari LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay
(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………...
54
Gambar 27. Kurva nilai kuat tarik LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay
(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………...
56
Gambar 28. Kurva nilai modulus young LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa
clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………...
57
Gambar 29 Kurva nilai (a) energi serap (Es) dan (b) kekuatan impak
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1)
sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao
(F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) ………………...
58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alir Preparasi LPP .......................................................... 73
Lampiran 2. Bagan Alir Preparasi LPP-g-AA................................................. 73
Lampiran 3. Bagan Alir Pembuatan Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Clay ……………………………..............................
74
Lampiran 4. Pola Difraksi LPP berdasarkan JCPDS …….............................. 75
Lampiran 5. Pola Difraksi Haloisit berdasarkan JCPDS …………………… 75
Lampiran 6. Formula ……………………………………………………….. 76
Lampiran 7. Perhitungan Time to Ignition ………………………………….. 76
Lampiran 8. Perhitungan Kecepatan Pembakaran ………………………….. 77
Lampiran 9. Perhitungan Heat Release (HR) ………………………………. 78
Lampiran 10. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik ……………………………. 79
Lampiran 11. Perhitungan Modulus Young …………………………………. 80
Lampiran 12. Perhitungan Energi Serap (Es) ………………………………... 81
Lampiran 13. Perhitungan Kekuatan Impak …………………………………. 82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan air minum dalam kemasan (AMDK) terpenuhi dari
berbagai macam bentuk AMDK antara lain: kemasan galon 19 L yang terbuat dari
polikarbonat (PC) sebesar 60%, kemasan botol 600 mL yang terbuat dari dari
poliethylen terpthalat (PET) sebesar 25%, dan kemasan gelas atau cup 240 mL yang
terbuat dari polipropilena (PP) sebesar 15% (Soentantini, 2007). Berdasarkan data
dari Asosiasi Perusahaan Air minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) (Baroeno,
2010) pada tahun 2009 total konsumsi AMDK di Indonesia sebesar 15,5 milyar liter
dan diperkirakan pada tahun 2010 mencapai 17 miliar liter atau tumbuh 15%
dibandingkan dengan produksi tahun 2009. Air mineral dalam kemasan (AMDK)
berbentuk gelas umumnya hanya digunakan sekali pakai kemudian langsung dibuang
sehingga dapat diasumsikan bahwa limbah yang dihasilkan sebesar 9,7 milyar gelas.
Berdasarkan pengukuran massa, satu buah gelas mempunyai massa 4 gr, maka
limbah AMDK yang terbuat dari PP terbuang seberat 3,88 x 104 ton yang dapat
menimbulkan pencemaran limbah polipropilena (LPP) di lingkungan. Limbah
polipropilena (LPP) merupakan limbah plastik yang pada umumnya tidak dapat
terbiodegradasi secara alami sehingga keberadaannya di lingkungan dapat
menghambat kinerja mikroorganisme dalam proses pembusukan sampah di dalam
tanah dan dapat menimbulkan pencemaran. Permasalahan lingkungan yang timbul
karena LPP tersebut perlu dicari penyelesaiannya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat salah satu alternatif
pemecahan masalah pencemaran lingkungan oleh limbah plastik adalah pembuatan
komposit yang bermanfaat seperti komposit PP/Clay dapat digunakan untuk aplikasi
komersial yaitu komponen bagian luar otomotif (Solomon, 2004) dan komposit
LDPE/Clay untuk kemasan (packaging) (Arunvisut et al., 2007). Selain itu, terdapat
pemanfaatan dari limbah plastik yaitu dengan cara penambahan bahan pengisi (filler)
ke dalam matriks polimer sehingga dihasilkan komposit yang memiliki sifat
biodegradabel yaitu yang dapat terdegradasi di alam dan ramah lingkungan serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
memiliki sifat mekanik yang baik. Bahan-bahan pengisi (filler) dapat berasal dari
bahan organik (serat tumbuh-tumbuhan) dan geopolimer (lempung/clay). Beberapa
penelitian terdahulu yang menggunakan serat alam sebagai filler ke dalam matriks
polimer yaitu : polibutilen suksinat (PBS) dengan abu sekam padi atau serbuk kayu
(Kim et al., 2005), komposit polistirena daur ulang dengan serbuk kayu sengon dan
serbuk kayu kelapa (Suharty dan Firdaus et al., 2007), komposit epoxy dengan serat
pisang (banana fibers) (Maleque et al., 2006), polikarbonat dengan serat daun nanas
(Threepopnatkul et al., 2008), polietilen dengan serat kenaf (Aji et al., 2009),
polipropilena dengan serat bambu (Suharty et al., 2008) dan komposit termoplastik
akrolonitril butadiena stirena (ABS) dengan STKS sehingga dihasilkan komposit
yang biodegradabel dan memiliki sifat mekanik yang baik (Maulida, 2009).
Salah satu jenis serat alam yang banyak dijumpai di Indonesia adalah serat
tandan kosong kelapa sawit (STKS) yaitu serat dari tanaman sawit yang dapat
tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. Pemanfaatan STKS di Indonesia
masih terbatas untuk pupuk serta biodiesel sehingga kurang memanfaatkan
keunggulan nilai mekanisnya yang sebenarnya dapat meningkatkan nilai
ekonomisnya (Anonim, 2009). Salah satu cara untuk meningkatkan nilai ekonomi
dari STKS adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan pengisi dalam suatu
komposit.
Plastik dan serat alam merupakan bahan yang mudah terbakar. Sifat tersebut
menjadi masalah serius karena pada alat transportasi rawan terjadi kebakaran, baik
yang diakibatkan oleh kecelakaan maupun gangguan kelistrikan pada mesin.
Peningkatan sifat hambat bakar dari material komposit telah menjadi tuntutan dan
sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan akan keamanan produk komposit
serat alam, sehingga perlu ditambahkan suatu bahan penghambat bakar ke dalam
komposit serat alam.
Kemampuan tahan bakar dari suatu komposit dapat ditingkatkan dengan
penambahan senyawa penghambat bakar (fire retardants). Menurut Sain et al. (2004)
asam borat, zink borat dan kloride, serta garam ammonium dari fosfat, borat, sulfat
dan klorida dapat digunakan sebagai senyawa aditif senyawa fire retardants. Patra et
al. (2005) melaporkan bahwa senyawa CaCO3 yang dicampur dengan Ammonium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
polipospat (APP) dapat bertindak sebagai senyawa fire retardants. Penambahan
senyawa fire retardants Mg(OH)2/Al(OH)3 (ratio 15/5), serta H3BO3 pada
biokomposit polipropilena (PP) dengan serat kenaf dapat mengurangi tingkat
pembakaran 55% (Suharty et al., 2010). Suharty et al. (2010a) sintesis biokomposit
LPP/Serat Kenaf yang ditambahkan dengan senyawa penghambat nyala CaCO3 dan
DAP menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 54%. Penambahan material
anorganik seperti montmorillonite (MMt) dapat meningkatkan efektifitas senyawa
fire retardants (Lee et al., 2003). Penambahan lempung (clay) melalui grafting
antara PP dengan maleic anhydride (MA) dapat menurunkan kemampuan bakar
(Gilman et al., 2000). Haloisit dapat digunakan sebagai penyekat/pengisolasi panas
pada permukaan komposit (Handge et al., 2010). Hussain M et al. (2003) melaporkan
bahwa penambahan kaolin dapat digunakan sebagai senyawa fire retardants.
Menurut Haiyun et al. (2011) melaporkan bahwa interaksi clay ke dalam matriks
polimer menghambat konduksi panas antara polimer dan nyala api sehingga
menunda adanya pembakaran.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Limbah AMDK merupakan limbah yang sulit terdegradasi di alam. Salah
satu limbah AMDK yang yang dihasilkan cukup banyak adalah kemasan cup yang
terbuat dari polipropilena yaitu sebesar 3,88 x 104 ton sehingga menimbulkan limbah
polipropilena (LPP) yang dapat menyebabkan pencemaran. Salah satu alternatif
untuk mengatasi LPP yang berlimpah dan tidak degradabel adalah dengan mengubah
LPP menjadi material baru yang dapat terdegradasi serta memiliki sifat mekanik
yang meningkat dengan cara penambahan serat alam sebagai bahan pengisi dalam
komposit. Salah satu jenis serat alam yang banyak dijumpai di Indonesia adalah serat
tandan kosong kelapa sawit (STKS) yaitu serat dari tanaman sawit yang dapat
tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. Serat TKS memiliki kekuatan tarik
sebesar 71 MPa (Yusooff at al., 2009).
Komposit serat alam dapat dipergunakan sebagai komponen kendaraan
bermotor. Permintaan terhadap komposit serat alam dalam berbagai aplikasi seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
komponen otomotif terus meningkat. Hal ini disebabkan karena keuntungan yang
diperoleh secara ekologi dan ekonomi lebih besar dari komposit konvensional.
Sedangkan sebagai material organik, komposit serat alam sangat mudah terbakar.
Peningkatan sifat hambat bakar dari material komposit telah menjadi tuntutan dan
sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan akan keamanan produk komposit
serat alam. Sehingga perlu ditambahkan suatu senyawa penghambat bakar (fire
retardants) kedalam komposit serat alam.
Penambahan Clay dalam komposit serat alam dapat digunakan sebagai
senyawa fire retardants (Delhom et al., 2010). Du et al. (2006) melaporkan bahwa
penambahan Halloysite Nanotubes (HNTs) pada PP dapat menurunkan kemampuan
bakar dengan terbentuknya arang sehingga menghambat gas pengoksidasi (O2).
Penambahan kaolin lebih efektif sebagai senyawa fire retardants daripada silica dan
alumina yang berdiri sendiri dalam komposit (Ribeiro et al., 2008). Hal ini karena di
dalam kaolin terdapat silika dan alumina.
Sintesis komposit dapat dilakukan menggunakan metode larutan dengan
menggunakan pelarut yang sesuai (Suharty, 1993) maupun metode internal mixer
(Kim et al., 2005). Dalam prosesnya dapat dilakukan secara reaktif menggunakan
inisiator maupun non reaktif (Suharty et al., 2007). Suharty et al. (2008), mensintesis
polipropilena daur ulang dengan serbuk bambu mempergunakan asam akrilat (AA)
sebagai senyawa penggandeng multifungsional. Ismail et al. (2010) telah membuat
komposit Linear Low-Density Polyethylene/Poly (Vinyl Alcohol) (LLDPE/PVA)
menggunakan senyawa penggandeng multifungsional maleic anhydride (MA).
Khalid M et al. (2008) melakukan sistesis komposit PP/STKS menggunakan
senyawa penggandeng silang maleic anhydride (MA) yang di grafting dengan PP
sehingga terbentuk PP-g-MA yang dapat meningkatkan interaksi antara matriks dan
filler. Peningkatan kualitas komposit juga dapat dilakukan dengan penambahan agen
penyambung silang yang berfungsi untuk meningkatkan ikatan silang dan
mengeraskan komposit. Suharty (1993), telah melakukan grafting antara PP dengan
ditert-butil benzil akrilat (DBBA) menggunakan agen penyambung silang divinil
benzena (DVB) dan trimetilol propana triakrilat (TMPTA), dimana hasilnya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
pembuatan dengan menggunakan agen penyambung silang DVB lebih kuat daripada
dengan TMPTA.
Karakterisasi komposit dilakukan pada analisis gugus fungsi serta
kristalinitas. Pengujian daya bakar dilakukan dengan penentuan time to ignition
(TTI), kecepatan pembakaran menggunakan ASTM D 635 serta kemampuan untuk
melepaskan panas setelah terbakar (HR). Sedangkan pengujian sifat mekanik berupa
kekuatan tarik (TS) dan modulus young (E) menggunakan Universal Testing
Machine (UTM) mengikuti ASTM D 638 serta energi serap dan kekuatan impak
menggunakan charpy impact testing machine mengikuti ASTM D6110.
2. Batasan Masalah
1. Sumber polipropilena yaitu limbah air mineral dalam kemasan (AMDK) dalam
bentuk gelas (cup) 240 mL dengan merek sejenis.
2. Bahan pengisi (filler) yang juga digunakan adalah serat tandan kosong kelapa
sawit (STKS) yang diperoleh dari PTPN VII unit Rejosari, Lampung Selatan dan
lempung (clay) yang kaolin yang diperoleh dari Bratachem, Yogyakarta serta
haloisit yang diperoleh Applied Minerals Inc, USA.
3. Variasi konsentrasi kaolin maupun haloisit yang digunakan adalah 10%, 20%,
30% serta 40%.
4. Pembuatan komposit dilakukan dengan metode larutan menggunakan pelarut
xilena dengan proses secara reaktif mempergunakan inisiator benzoil peroksida
(BPO) dan adanya senyawa penggandeng LPP-g-AA serta agen penyambung
silang DVB.
5. Penalaran struktur dilakukan dengan perubahan gugus fungsi dengan
spektrofotometer infra merah (FT-IR), kritalinitas dengan difraksi sinar-X (X-Ray
Difraction, XRD).
6. Pengujian daya bakar meliputi penentuan time to ignition (TTI), kecepatan
pembakaran dilakukan menurut ASTM D 635 serta Heat Release (HR).
7. Pengujian sifat mekanik berupa kekuatan tarik (TS) dan modulus young (E)
menggunakan Universal Testing Machine (UTM) mengikuti ASTM D 638 serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
energi serap dan kekuatan impak menggunakan charpy impact testing machine
mengikuti ASTM D 6110.
3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana komposisi optimum pembuatan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal dalam berbagai variasi
konsentrasi clay secara proses larutan terhadap kemampuan hambat bakar?
2. Bagaimana komposisi optimum geobiokomposit terhadap peningkatan sifat
mekanik?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah pemanfaatan limbah polipropilen (LPP)
dengan serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) dan penambahan kaolin maupun
haloisit sehingga dihasilkan geobiokomposit yang memiliki kemampuan hambat
bakar serta sifat mekanik yang tinggi.
D. Manfaat
1. Memberikan suatu pengetahuan mengenai cara mengatasi LPP yang dapat
menimbulkan permasalahan lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat
terbiodegradasi.
2. Memberikan informasi untuk akademisi terutama dibidang polimer untuk
menjadikan suatu plastik PP yang mudah terbakar dapat dimodifikasi menjadi
suatu senyawa yang tidak mudah terbakar (fire retardants).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Polipropilena
Polipropilena (PP) adalah polimer yang mempunyai susunan berulang dari
monomer propena dengan rumus struktur (CH2=CH-CH3). Propena berasal dari
minyak bumi yang diperoleh melalui proses cracking (Grant, 1985). Penggabungan
monomer propena membentuk polipropena melalui proses polimerisasi addisi
(Adriani, 2003). Setiap unit ulang polipropilena mempunyai karbokation pada
karbon tersier bersifat sangat stabil, sehingga atom H yang terikat pada karbon
tersier tersebut bersifat reaktif dan bersifat non polar (Pudjaatmaka, 1986).
Kereaktifan ini disebabkan efek sterik dari gugus besar disekitar karbon tersier. Bila
suatu radikal menyerang polipropilena, maka Hidrogen yang lepas adalah yang
mempunyai energy disosiasi pemutusan ikatan C-H yang rendah. Energi disosiasi
pemutusan ikatan C-H tersier lebih rendah daripada energi disosiasi pemutusan
ikatan C-H sekunder maupun C-H primer. Energi disosiasi ikatan C-H pada karbon
tersier sebesar 91 kkal/mol sedangkan karbon posisi sekunder sebesar 94,5 kkal/mol
(Fessenden dan Fessenden, 1986).
Polipropilena bersifat non polar sehingga tidak dapat larut dalam air tetapi
dapat larut dalam dalam toluena mendidih adalah 66% dan pada xilena mendidih
adalah 100% (Suharty, 1993). Polipropilena bersifat termoplastik yaitu dapat
dipanaskan berulang-ulang. Ketika dipanaskan polipropilena akan meleleh dan
mengeras kembali saat didinginkan (Lubis, 2009). Polipropilena merupakan salah
satu plastik yang digunakan dalam bidang industri dengan kode angka 5 dari The
Society of Plastic Industry (Kusumastuti, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
(a) (b)
Propena Polipropilena
(c)
Gambar 1. (a). Limbah polipropena (LPP); (b). Label plastik jenis PP; (c). Reaksiaddisi propena menjadi polipropilena
Pada polimer polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun
membentuk daerah kristalin (molekul tersusun teratur) dan bagian lain membentuk
daerah amorf (molekul tersusun secara tidak teratur). Dalam struktur polimer
polipropilena atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut antara ikatan
C-C 109,5º dan membentuk rantai zigzag planar (Adriani, 2003). Polipropilena
struktur zigzag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung
pada posisi relatif gugus metil (CH3) satu sama lain di dalam rantai polimernya
sehingga menghasilkan struktur isotaktik (grup metil pada satu sisi dari bidang),
ataktik (grup metil secara acak menempel ke setiap sisi) dan sindiotaktik (grup metil
bergantian), seperti gambar 2. Secara kimia ketiga struktur polipropilena berbeda
satu sama lain. Polipropilena ataktik tidak dapat berubah menjadi polipropilena
sindiotaktik atau menjadi struktur lainnya tanpa memutuskan dan menyusun kembali
beberapa ikatan kimia. Dalam struktur polipropilena ataktik gugus metil bertindak
seperti cabang-cabang rantai pendek yang muncul pada sisi rantai secara acak. Ini
mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan daerah-daerah rantai yang sama
(tersusun) sehingga mempunyai sifat kristalin rendah menyebabkan tingginya kadar
oksigen pada bahan tersebut sehingga bahan polimer ini mudah terdegradasi oleh
C
H
CH3
H2C CH2C
H
CH3
**
Karbon tersier
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
pengaruh lingkungan seperti kelembaban cuaca, radiasi sinar matahari dan lain
sebagainya (Evrianni, 2009). Polipropilena berstruktur isotaktik dan sindiotaktik
adalah sangat kristalin, bersifat keras dan kuat. Menurut Ghosh (2011), PP komersial
hampir 90-97% merupakan isotaktik.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. (a). Isotaktik; (b). Ataktik; (c). Sindiotaktik, dimana R = CH3
2. Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan ke dalam campuran plastik
untuk peningkatan sifat mekanik (kuat tarik) suatu polimer (Ismail, 2001). Bahan-
bahan pengisi dapat berasal dari bahan anorganik (fiberglass), geopolimer (lempung)
, dan bahan organik (serat tumbuh-tumbuhan).
Bahan pengisi dari serat tumbuhan memiliki kelebihan, antara lain:
biodegradabel, densitas rendah, serat tidak hancur saat pemrosesan, serta murah dan
melimpah (Rowell et al., 1997). Serat ini digunakan untuk menaikkan sifat mekanik
pada plastik termoplastik seperti pembuatan biokomposit dengan membuat komposit
polibutilen suksinat (PBS) dengan abu sekam padi sehingga diperoleh komposit yang
lebih kuat (Kim et al., 2005). Penambahan serat pisang pada epoxy resin dapat
meningkatkan nilai kuat tarik sebesar 90% dibandingkan dengan dengan bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
awalnya (Maleque et al., 2006). Suharty et al. (2007) membuat biokomposit
degradabel dari polistirena (PS) daur ulang termodifikasi dengan bahan penguat
serbuk kayu kelapa menghasilkan biokomposit yang memilki sifat mekanik yang
lebih meningkat dibandingkan bahan awalnya serta kemampuan untuk terdegradasi
secara mikroorganisme.
Negara Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dimana banyak
ditemukan jenis-jenis tanaman yang memiliki serat. Salah satunya jenis serat alam
yang terdapat di Indonesia adalah serat yang terdapat pada tandan kosong kelapa
sawit (TKS). Indonesia adalah negara penghasil utama kelapa sawit setelah
Malaysia, serta menurut perkiaraan pada tahun 2011 Indonesia akan menjadi negara
penghasil utama kelapa sawit. Dari proses penggelolaan tandan buah segar menjadi
minyak sawit (CPO) lebih kurang 45%nya akan menjadi limbah padat berupa
tempurung (shell), serabut (fiber) dan tandan kosong. Setengah dari jumlah limbah
padat (22-23%) tersebut merupakan tandan kosong (Surjosatyo dan Vidian, 2004).
Menurut Deperin Indonesia (2011), potensi crude palm oil (CPO) tahun 2010 di
Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dengan memproduksi 20 juta ton dan
akan terus meningkat karena ditunjang oleh perluasan perkebunan kelapa sawit dan
produktivitas lahan. Sehingga dapat disimpulkan banyaknya limbah TKS yang
terbuang sebesar 8,19 juta ton pada tahun 2010 dan setiap tahunnya akan meningkat.
Sementara itu pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit masih terbatas untuk
pupuk serta biodiesel sehingga kurang memanfaatkan keunggulan nilai mekanisnya
yang sebenarnya dapat meningkatkan nilai ekonomisnya (Anonim, 2009).
Gambar 3. Tandan kosong kelapa sawit (TKS)
Tandan kosong kelapa sawit (TKS) dihasilkan sebagai sebagai limbah
dalam proses ekstraksi minyak kelapa sawit. Pada tandan kosong kelapa sawit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
terdapat dua bagian TKS yang mengandung banyak selulosa yaitu bagian pangkal
dan ujung (bagian yang runcing dan keras) dari tandan tersebut yang akan
ditunjukkan pada tabel 1 (Darnoko et al., 1995).
Tabel 1. Sifat Fisik dan Morfologi STKS (Darnoko et al., 1995)
Parameter TKS bagian Pangkal TKS bagian ujung
Panjang Serat, mm 1,2 0,76
Diameter serat, µm (D) 15,0 114,34
Kadar serat (%) 72,67 62,47
Bukan serat (%) 27,33 37,53
Menurut Heradewi (2007), komposisi kimia dari STKS ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia dari STKS (Heradewi, 2007)
Komponen Kimia Komposisi (%)
Kadar air 8,2
Kadar lignin 22,12
Kadar α-selulosa 62,46
Kandungan selulosa yang cukup besar serta lignin yang kecil menandakan
bahwa STKS memiliki keuletan yang cukup tinggi dan tidak getas (Mwaikambo,
2006). Maulida (2009) melakukan sintesis biokomposit dari komposit termoplastik
akrolonitril butadiena stirena (ABS) dengan STKS dan diperoleh komposit yang
memiliki sifat mekanik yang lebih baik. Hal ini dikarenakan Serat tandan kosong
kelapa sawit (STKS) memiliki kekuatan tarik yang tinggi karena bentuk serat yang
bermacam-macam dan tidak tersusun. Serat TKS memiliki kekuatan tarik sebesar 71
MPa (Yusooff et al., 2009). Sehingga STKS diharapkan dapat meningkatkan sifat
mekanik dari biokomposit tersebut.
Selulosa (C6H10O5)n dibentuk oleh ± 10.000 monomer glukosa yang diikat
dengan ikatan 1,4-β-glukosida (Sanjaya, 2001). Pada selulosa dapat membentuk
ikatan hidrogen intra dan intermolekul (Andriani, 2003). Ikatan hidrogen antara
gugus-gugus OH dari unit glukosa yang berdekatan dalam molekul selulosa yang
sama disebut ikatan intramolekul yang menyebabkan masing-masing rantai memiliki
kekakuan tertentu. Terdapat juga ikatan hidrogen antara gugus-gugus OH dari
molekul-molekul selulosa yang berdampingan atau disebut ikatan intermolekul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Ikatan tersebut menyebabkan adanya pembentukan struktur supramolekul (Setiadi,
2010).
Setiap unit monomer glukosa pada selulosa mengandung tiga gugus
hidroksil (-OH) yang terletak pada C2, C3, dan C6 serta dua oksigen pada C1 dan C4
yang membentuk ikatan glikosidik yang berkaitan dengan monomer lain (Achmadi,
2003). Kelima gugus ini bersifat reaktif dan polar, sehingga akan berikatan dengan
gugus polar dari senyawa lain.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Monomer selulosa; (b) Struktur selulosa yang saling berikatan (bentukkursi) yang dapat membentuk ikatan glikosida.
Ismail (2001) telah menyebutkan bahwa penggunaan serat alam sebagai
pengisi atau filler pada pembuatan biokomposit dapat berfungsi sebagai penguat atau
reinforcement, akan tetapi Kim (2005) dan Rowell (1997) menyatakan bahwa
kekuatan tarik biokomposit akan menurun seiring bertambahnya jumlah serat alam
sebagai pengisi biokomposit. Suharty et al. (2009) komposisi optimum LPP/Serat
kenaf=8/2 memiliki sifat kuat tarik yang meningkat dibandingkan dengan bahan
awalnya. Mengacu pada hasil penelitian tersebut maka dalam penelitian kali ini akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
digunakan rasio LPP/STKS = 8/2 dengan pertimbangan akan diperoleh biokomposit
yang memiliki sifat mekanik yang tinggi.
Selain berasal dari serat alam, bahan pengisi (filler) yang dapat membantu
degradasi dan meningkat sifat mekanik dari plastik, juga berasal dari geopolimer
(lempung/clay). Penambahan polilaktid (PLA) dengan Montmorillonit (MMt) dapat
meningkatkan kemampuan sifat mekaniknya dan biodegradabel (Ray and Bousmina,
2005). Lee et al. (2001) melaporkan bahwa penambahan alipatik polyester (APES)
dengan MMt organik dapat meningkatkan sifat biodegradabelnya dan meningkatkan
sifat mekaniknya.
Mineral lempung merupakan bahan alam yang relatif banyak terdapat di
Indonesia (Sutha Negara et al., 2008). Lempung/clay yang secara luas terdistribusi di
Indonesia dari Sumatra, Jawa, sampai Timor Timur dan Sulawesi sehingga dapat
dijadikan sebagai material penguat dalam komposit ini (Astutiningsih et al., 2009).
Menurut Supeno (2009), Berdasarkan tipe lapisan tanah, clay terbagi menjadi 3 yaitu
tipe 1:1 (kaolinit), tipe 2:1 (montmorillonit) dan tipe 2:2 (khlorit). Sedangkan
kelompok kaolinit (tipe 1:1) terbagi menjadi 5 mineral yaitu kaolin, haloisit,
Khrisotil, lizardit, dan Antogorit. Golongan kaolinit termasuk kedalam tipe 1 : 1
karena komposisinya terdiri atas satu lembar Si–tetrahedral dan satu lembar Al–
oktahedral (Gardolinski et al., 1999) . Mineral kaolinit merupakan alumino-silikat
yang terhidrasi (Ciullo, 2003).
Kaolin termasuk jenis mineral clay dengan formula Al2O3.2SiO2.2H2O.
Kaolin mengandung SiO2 sekitar 50% (Bakri et al., 2008). Kaolin bersifat hidrofilik,
oleh karena itu juga kaolin bersifat polar (Ciullo, 2003). Kaolin banyak digunakan
sebagai bahan pengisi (filler) dalam komposit untuk memperkuat sifat mekanik dan
mengurangi biaya pembuatan produk komposit (Zhang et al., 2009). Salmah et al.
(2005) membuat komposit PP/EPDM yang ditambahkan dengan kaolin dan
dihasilkan komposit yang mempunyai nilai kekuatan tarik yang tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Al2O3.2SiO2.2H2O
(a)
(b)
Gambar 5. (a). Rumus umum kaolin; (b). Struktur kaolin (Hyun YH, 2002)
Kaolin memiliki satu lembar silika tetrahedral pada satu sisi dan satu
lembar aluminium oktahedral pada sisi lain (Madejova J, 2003). Oleh karena itu,
bidang dasar atom-atom oksigen pada satu unit kristal berseberangan dengan bidang
dasar ion-ion OH dari lapisan berikutnya. Atom oksigen yang memiliki satu valensi
berpegangan erat dengan Si sedangkan yang lain memegang Al secara ikatan
koordinasi (Supeno, 2009). Pada difaktogram XRD kaolin mempunyai nilai d
spacing = 7,16 Ǻ (Gardolinski et al., 1999).
Haloisit termaksud ke dalam salah satu kelompok kaolinit yang
mempunyai komposisi umum Al2O3.2SiO2.4H2O (Horvath et al., 2003). Menurut
Handge et al. (2010) haloisit sering digunakan sebagai bahan pengisi (filler) pada
komposit. Strukturnya mirip kaolin, tetapi haloisit mempunyai kapasitas tukar kation
dan aktifitas katalitik yang lebih besar dari kaolin (Cocke and Beall, 2010). Selain
itu juga, perbedaan dengan kaolin terletak pada susunan yang tidak beraturan dari
lapisan-lapisan dan terdapatnya dua atau lebih antar lapisan air (water interlayer).
Molekul-molekul air terikat bersama-sama menurut pola heksagonal, molekul air ini
selanjutnya terikat dengan lapisan-lapisan kristal melalui ikatan H (Supeno, 2009).
Menurut Horvath et al. (2003) terdapatnya molekul air di antara lapisan haloisit
sehingga haloisit memiliki nilai d spacing =10,0 Å lebih besar dari kaolinit. Proses
pemanasan pada suhu 100-120°C menyebabkan haloisit kehilangan air sehingga nilai
d turun menjadi 7 Å (Abdullayev et al., 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Al2O3.2SiO2.4H2O
(a)
(b)
Gambar 6. (a). Rumus umum haloisit; (b). Struktur haloisit (Pasbakhsh P et al., 2009)
Haloisit umumnya berbentuk pipa (tubular) jika dilihat melalui mikroskop
elektron, bentuk ini berbeda dengan kaolin yang berbentuk heksagonal (Supeno,
2009). Menurut Handge et al. (2010), Haloisit merupakan tabung berongga dengan
ukuran panjang sampai 10μm dan diameter luar 30-100 nm. Di Haloisit, lapisan SiO2
terletak pada permukaan luar tabung dan bermuatan negatif di atas pH 4, sedangkan
lapisan Al2O3 terletak pada permukaan lumen dalam, serta bermuatan positif pada pH
di bawah 8,5 (Abdullayev et al., 2009).
Metode pemurnian kaolin dapat dilakukan dengan cara pemanasan yang
biasanya disebut kalsinasi dengan menggunakan oven bersuhu tinggi (Sukamta et al.,
2009). Pada umumnya kalsinasi berlangsung pada suhu 600-800°C yang berfungsi
untuk mememecah senyawa kaolin Al2O3.2SiO2.xH2O menjadi Al2O3.2SiO2 dan
H2O (Ilic et al., 2010) sesuai dengan reaksi dibawah ini.
Al2O3.2SiO2.xH2O Al2O3.2SiO2 + xH2O
Hilangnya air (dehidrasi) pada proses kalsinasi akan meningkat kekuatan
mekanik pada kaolin (Pesova A et al., 2010). Menurut Sukamta et al. (2009), proses
kalsinasi ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas termal dari kaolin dan untuk
memperbesar pori-pori permukaannya. (Ilic et al., 2010).
T = 800°C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
3. Komposit
Komposit merupakan suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua
atau lebih polimer, dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda
sehingga akan menghasilkan material baru yang mempunyai sifat mekanik dan
karakteristik yang berbeda dari material-material pembentuknya. (Taurista et al.,
2006). Pembuatan komposit dengan proses polimerisasi dapat dilakukan dapat
dilakukan secara non reaktif dan reaktif dengan penambahan inisiator (Suharty,
1993). Tahapan dalam proses polimerisasi ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Inisiasi : ROOR 2 RO●
ROOR ROO● + R●
R● + M RM●
Propagasi : RM● + M RMM●
Terminasi : RMx● + RMx+n
● M2x+n
Pada pembuatan komposit diperlukan suatu senyawa inisiator yang akan
menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas ini akan mengganggu senyawa lain untuk
membentuk radikal pula. Jenis inisiator ini biasanya berasal dari senyawa azo dan
peroksida. Senyawa inisiator yang sering digunakan adalah diasetil peroksida, di-t-
butil peroksida, dan benzoil peroksida (Sopyan, 2001). Dalam penelitian ini
digunakan benzoil peroksida sebagai inisiator. Suharty, et al (2007) telah membuat
komposit polistirena daur ulang dengan serbuk kayu sengon dan serbuk kayu kelapa
dalam pelarut toluena, baik secara reaktif menggunakan inisiator benzoil peroksida
(BPO) maupun non reaktif dan diperoleh komposit reaktif lebih kuat dari non reaktif.
Bensoil peroksida (BPO) dengan rumus struktur C6H5COOOOCC6H5 yang memiliki
dua jenis radikal yang terbentuk kemudian menginisiasi senyawa lain sehingga
menghasilkan senyawa radikal baru (Seymour and Carraher, 1988) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 7. Penggunaan senyawa BPO dalam penelitian ini
didasarkan atas sifat radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga cenderung dapat
bereaksi dengan molekul-molekul monomer yang lebih reaktif sebelum
mengeliminasi karbon dioksida sehingga dapat mengurangi pemborosan inisiator
(Sopyan, 2001). Nida (2011) melakukan optimasi konsentrasi BPO dalam pembuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
biokomposit LPP/SK dan diperoleh komposit dengan peningkatan sifat mekanik
sebesar 14% daripada LPP pada penggunaan BPO 0,05% berat total LPP/SK.
(a)
(b)
Gambar 7. Pembentukan radikal pada (a). BPO; (b). PP
Senyawa radikal R1• maupun R2• akan menyerang polipropilena untuk membentuk
polipropilena radikal aktif pada karbon tersiernya, sehingga selanjutnya akan
bereaksi dengan asam akrilat membentuk senyawa penggandeng silang LPP-g-AA.
Senyawa penggandeng multifungsional AA merupakan suatu jenis
senyawa yang dalam strukturnya memiliki gugus polar dan non polar sehingga dapat
menyatukan senyawa hidrofilik dan senyawa hidrofobik dalam suatu reaksi kimia.
Suharty et al. (2007a) menggunakan AA untuk menyamakan kepolaran polipropilena
dan serbuk sekam padi secara reaktif dimana terjadi peningkatan sifat mekanik.
Asam akrilat memiliki rumus kimia C3H4O2 dengan titik didih sebesar 141°C serta
masa jenis 1,12 - 1,19 g/mL (Siburian, 2001). Asam akrilat memiliki gugus
fungsional reaktif yaitu gugus vinil (CH2=CH-) yang bersifat non polar dan gugus
karbonil serta hidroksil yang bersifat polar. Gugus non polar dari asam akrilat akan
berikatan dengan gugus non polar dari polipropilena yaitu pada karbon tersier dari
polipropilena. Sedangkan gugus polar dari asam akrilat akan mengikat gugus polar
dari selulosa membentuk ester melalui reaksi esterifikasi (Suharty et al., 2010).
Proses grafting antara LPP dengan AA bertujuan untuk meningkat interaksi antara
matriks dan filler (Khalid M et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 8. (a). Struktur asam akrilat (AA); (b). Pembentukan radikal pada asamakrilat; (c). Proses grafting LPP-g-AA; (d). Pembentukan radikal padaLPP-g-AA
Pembentukan radikal pada selulosa menurut Carlsson (2005) akan
menghasilkan selulosa radikal pada atom O posisi C1 yang mengikat R.
Pembentukan selulosa radikal pada gambar 9 akan mengakibatkan selulosa dapat
berikatan dengan senyawa penggandeng multifungsional asam akrilat (AA) yang
telah tergrafting dengan PP membentuk ester melalui proses esterifikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gambar 9. Reaksi Radikal pada selulosa (Carlsson, 2005)
Komposit yang terbentuk dapat ditingkatkan sifat mekanik dan
kemampuan biodegradasinya dengan menambahkan agen penyambung silang. Yang
et al. (2007) melaporkan bahwa penambahan agen penyambung silang maleic
anhydride polipropilen (MAPP) pada pembuatan komposit serbuk sekam padi
dengan Polipropilena dapat meningkatkan kekuatan tarik komposit. Suharty (1993),
telah melakukan grafting antara PP dengan ditert-butil benzil akrilat (DBBA)
menggunakan agen penyambung silang divinil benzena (DVB) dan trimetilol
propana triakrilat (TMPTA), dimana hasilnya adalah pembuatan dengan
menggunakan agen penyambung silang DVB lebih kuat daripada dengan TMPTA.
(a)
(b)
Gambar 10. (a). Struktur DVB; (b). Pembentukan radikal pada DVB
DVB merupakan senyawa benzena yang mengikat dua gugus vinil pada
posisi meta atau para yang bersifat non polar dan mempunyai berat molekul 130,191
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
gr/mol serta titik didih 200°C. Gugus reaktif DVB terletak pada kedua gugus vinil
dan inti aromatis (Suharty, 1993). DVB dapat membentuk ikatan primer dan
sekunder pada gugus reaktifnya. Ikatan primer terbentuk pada gugus vinil dengan
senyawa non polar lainnya, sedangkan ikatan sekunder atau ikatan hidrogen terjadi
antara awan elektron π dari inti aromatik dengan atom hidrogen bermuatan parsial
positif (Hδ+). Ikatan primer dan sekunder memperbesar jaringan polimer sehingga
polimer lebih masif dan keras serta dapat menurunkan indeks alir leleh dan
konsekuensinya meningkatkan sifat mekanisnya. Suharty et al. (2009) sintesis
biokomposit PP dengan bahan pengisi serat kenaf dapat meningkatkan kekuatan tarik
(TS) tanpa DVB sampai 20%, sedangkan dengan penambahan DVB sampai 34%
dibanding dengan bahan awalnya LPP. Penambahan DVB akan membentuk ikatan
sambung silang yang memperbanyak ikatan dan memperbesar jaringan biokomposit.
Jaringan yang besar ini membatasi pergerakan rantai biokomposit sehingga dapat
menahan beban yang diberikan.
Menurut Ray and Okamoto (2003), proses pembuatan komposit
menggunakan pengisi (filler) clay dengan matriks polimer dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu : interkalasi, eksfoliasi serta flokulasi. Interkalasi merupakan penyisipan
matriks polimer ke dalam lapisan clay. Eksfoliasi merupakan lapisan clay secara
individu dipisahkan dalam matriks polimer secara terus menerus. Secara umum
eksfoliasi terdistribusi secara merata ke dalam matriks polimer (Haiyun et al., 2010).
Homogenitas dari komposit yang mengalami eksfoliasi lebih tinggi dari interkalasi
(Hussain F et al., 2006). Sedangkan flokulasi secara umum hampir sama dengan
interkalasi hanya saja pada tepi-tepi lapisan clay mengalami dihidroksilasi (Ray and
Okamoto, 2003). Skema sintesis polimer dan clay pada gambar 11. Menurut
Pasbakhsh P et al. (2009), gugus fungsi Al-OH dan Si-O pada clay dapat membentuk
ikatan sekunder dengan lonepair electron serta hidrogen bermuatan parsial positif
(Hδ+).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Gambar 11. Skema sintesis polimer dan clay
Proses pembuatan komposit yang dilakukan dengan metode lebur dan
metode larutan. Metode lebur biasanya digunakan dengan menggunakan internal
mixer, dimana 2 polimer dipanaskan hingga meleleh berbentuk sangat kental dan
kemudian dicampurkan. Sedangkan pada metode larutan, polimer-polimer dilarutkan
dalam pelarut yang sama lalu diaduk. Kemudian campuran diuapkan pelarutnya.
Umumnya metode larutan ini dilakukan dalam skala kecil mengingat penggunaan
pelarut dan prosedur penguapan (Dyson, 1998). Gambar alat pembuatan komposit
metode lebur maupun metode larutan dapat dilihat pada Gambar 12.
(a) (b)
Gambar 12. (a) Rangkaian alat proses larutan; (b). Internal mixer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Pembuatan komposit dalam penelitian kali ini akan dilakukan
menggunakan metode larutan karena pada pembuatan dengan metode lebur
diperlukan suatu alat khusus yang mana keberadaanya terbatas dan mahal.
Pembuatan komposit metode larutan membutuhkan pelarut polimer termoplastik
yang sesuai. Suharty dan Firdaus (2007) melakukan metode larutan untuk melakukan
polistirena (PS) dalam toluena mendidih agar dapat dicampurkan dengan serbuk
kayu sengon. Suharty et al. (2007a) menggunakan pelarut xilena untuk melarutkan
polipropilena (PP) agar dapat dicampur dengan serbuk sekam padi untuk membuat
suatu komposit degradabel yang kemudian pelarut diuapkan setelah diperoleh
campuran. Suharty (1993) melaporkan bahwa pelarutan polipropilena dengan xilena
dapat melarutkan dengan sempurna dalam kondisi mendidih. Xilena merupakan
hidrokarbon turunan benzena dengan densitas 0.86 g/cm3 dan titik didih 138 – 144°C
(Othmer, 1996).
Gambar 13. Struktur xilena
4. Fire Retardant
Pembakaran merupakan suatu reaksi kimia antara bahan bakar (fuel) dan
oksidator (segala sesuatu yang mengandung oksigen). Umumnya nyala dapat terjadi
disebabkan oleh tiga komponen yang sering disebut sebagai segitiga api, yaitu bahan
bakar, panas, dan oksigen (Sentanuhady, 2007).
CxHy + O2 CO2 + H2O
(a) (b)
Gambar 14. (a). Reaksi pembakaran; (b). Segitiga api
BahanBakar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Pembakaran tidak akan terjadi apabila:
1. Tidak terdapat bahan bakar sama sekali atau tidak terdapat dalam jumlah yang
cukup
2. Tidak ada sama sekali oksigen atau tidak dalam kondisi yang cukup
3. Sumber panas tidak cukup untuk menimbulkan api
Apabila dalam suatu sistem, oksigen dilingkungan diganti oleh gas yang tidak
mendukung pembakaran maka pembakaran akan terhambat (Hudiyanti, 2009).
Sebagai material organik, polimer dan serat alam sangat mudah terbakar
sehingga perlu ditambahkan suatu senyawa penghambat bakar (Fire retardant) ke
dalam komposit serat alam. Sistem penghambat bakar dapat bertindak secara fisik
yaitu dengan pendinginan, pembentukan lapisan pelindung (arang) atau pengenceran
bahan bakar atau secara kimia yaitu dalam fase padat atau gas. Penghambat nyala api
yang ditambahkan dapat mengganggu berbagai proses yang terlibat dalam
pembakaran polimer yaitu pemanasan, pirolisis, pengapian, propagasi degradasi
termal. Menurut Effendi (2007), dalam mekanisme sistem penghambat bakar ada
sedikitnya 2 pola yaitu sebagai berikut:
1. Senyawa fire retardant membentuk arang dan mengurangi pembentukan gas-gas
yang mudah terbakar (flammable), misalnya bahan yang mengandung karbon,
hidrogen dan oksigen, terurai membentuk arang dan uap air serta gas-gas mudah
menyala, seperti CO, H dan gas-gas hidrokarbon. Senyawa fire retardant yang
efektif akan membentuk lebih banyak arang dan uap air.
2. Senyawa fire retardant melepas gas-gas yang memperlambat atau memadamkan
reaksi-reaksi pembakaran melalui pengenceran (dilution) dan pendinginan,
kemudian menghentikan secara kimia berlangsungnya reaksi rantai. Perilaku
semacam ini umumnya ditunjukkan oleh senyawa fire retardant dari jenis
halogen. Selanjutnya Senyawa fire retardant terurai secara endotermis, serta
menyerap kalor, misalnya hidrasi alumina (Al2O3.3H2O) atau kapur (CaCO3)
yang dapat dicampur dengan polimer. Bila dipanasi, akan terurai dengan
menyerap kalor secara endotermik dan melepas H2O atau CO2 yang akan
mendinginkan nyala api, sebagai berikut:
Al2O3.3H2O(s) → Al2O3(s) + 3H2O (g) ΔH = + 162 KJ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
CaCO3(s) → CaO (s) + CO2 (g) ΔH = + 178 KJ
Fire retardant merupakan komponen atau kombinasi komponen yang
dapat menghambat pembakaran bila ditambahkan pada suatu substrat sehingga
dihasilkan suatu material yang memiliki kemampuan hambat bakar (Tesoro, 1976).
Menurut Sain et al. (2004) asam borat, zink borat dan kloride, serta garam
ammonium dari fosfat, borat, sulfat dan klorida dapat digunakan sebagai senyawa
fire retardant. Penambahan senyawa fire retardant Mg(OH)2/Al(OH)3 (ratio 15/5),
serta H3BO3 pada komposit polipropilena dengan serat kenaf dapat mengurangi
tingkat pembakaran 55% (Suharty et al., 2010). Patra et al. (2005) melaporkan bahwa
senyawa CaCO3 yang dicampur dengan Ammonium polipospat (APP) dapat
bertindak sebagai fire retardant. Penambahkan senyawa fire retardant Mg(OH)2
dalam biokomposit polipropilena (PP) dengan bahan pengisi serbuk sekam padi
sehingga biokomposit mengalami peningkatan kemampuan hambat bakar (Sain et
al., 2004). Senyawa fire retardant alami biasanya clay/geopolimer yang banyak
mengandung CaCO3, oksida silika (SiO2) dan oksida alumina (Al2O3) seperti
monmorilonite (Diharjo, 2007).
Komposit yang terbuat dari lempung/clay dan polimer dapat digunakan
sebagai senyawa fire retardant (Morgan et al., 2005). Penambahan lempung/clay ke
dalam matrik polimer, dapat meningkatkan kekuatan, kekakuan, sifat gas barrier,
kestabilan dimensi, dan tidak mudah terbakar (Kusmono, 2010). Lempung yang
banyak mengandung oksida silika (SiO2) dan oksida alumina (Al2O3) dalam jumlah
besar, serta oksida lainya dalam jumlah kecil yang memiliki kemampuan hambat
bakar yang tinggi. Ribeiro et al. (2008) mengamati bahwa silika-alumina, seperti
kaolin mempunyai sifat penghambat bakar yang tinggi daripada silika dan alumina
yang berdiri sendirian. Dengan demikian, diusulkan bahwa unsur-unsur Si dan Al
harus hadir dalam suatu struktur tertentu, seperti dalam bentuk kaolin, zeolit atau
montmorillonites. Penambahan material anorganik seperti montmorillonite (MMt)
dapat meningkatkan efektifitas senyawa fire retardant (Lee et al., 2003). Patra et al.
(2005) melaporkan bahwa penambahan montmorillonite (MMt) pada komposit dapat
mengurangi pelepasan panas 50-60%. Du et al. (2006) melaporkan bahwa
penambahan Halloysite Nanotubes (HNTs) pada polipropilena (PP) dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
menurunkan kemampuan bakar. Haloisit dapat digunakan sebagai
penyekat/pengisolasi panas pada permukaan komposit (Handge et al., 2010). Hussain
M et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan kaolin dapat digunakan sebagai
senyawa fire retardant. Menurut Haiyun et al. (2011) melaporkan bahwa interaksi
clay ke dalam matriks polimer menghambat konduksi panas antara polimer dan nyala
api sehingga menunda adanya pembakaran.
Suatu sistem penghambat bakar harus dapat menghasilkan gas yang dapat
mengurangi konsentrasi O2 yang mendukung pembakaran, mengurangi perambatan
panas pada polimer yang terbakar, dan menghasilkan arang untuk menghalangi
interaksi O2 dangan polimer (Tesoro, 1978). Manias, (2002) melaporkan bahwa
penambahan lempung/clay pada PP dapat memperlambat suplai O2 pada saat
pembakaran karena terbentuknya arang. Arang tidak mudah terbakar serta dapat
menjadi penghalang masuknya O2 dan panas.
5. Karakteristik Komposit
a). Spektroskopi Inframerah
Spektroskopi IR merupakan salah satu metode analisa yang digunakan
untuk karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Metode ini didasarkan
pada radiasi inframerah dengan materi (interaksi atom atau molekul dengan radiasi
elektromagnetik. Ikatan suatu senyawa organik bila dikenai sinar infra merah akan
diubah menjadi energi vibrasi. Energi vibrasi ini sebanding dengan frekuensi vibrasi
dimana frekuensi setiap ikatan berbeda-beda (Hartomo, 1981). Vibrasi dipengaruhi
oleh factor primer dan sekunder. Faktor primer antara lain kekuatan ikatan, massa
tereduksi serta efek massa sekunder. Sedangkan, faktor sekunder antara lain vibrasi
kopling, ikatan hidrogen, efek elektronik, sudut ikatan, dan efek medan (Kemp,
1987).
Identifikasi gugus fungsi pada polimer dapat dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer infra merah dan dihasilkan data dalam bentuk
spektra. Suharty et al. (2007a) dalam penelitiannya melaporkan bahwa PP murni
memiliki serapan khas pada bilangan gelombang 2723 cm-1 dan gugus metilen pada
daerah serapan 2890 cm-1 untuk (-CH2-)str dan 1454 cm-1 serta 1165 cm-1untuk (-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
CH2-)bend. Serapan vinil C=C berada pada daerah serapan 1640 cm-1. Gugus hidroksil
(OH) memberikan serapan melebar (adanya ikatan hidrogen) pada 3550 – 3200 cm-1
(Silverstain, 1963).
b). Difraksi Sinar-X (XRD)
Kemajuan teknik karakterisasi dalam elusidasi struktur membuka
pandangan baru pada karakteristik material padat. Beberapa teknik karakterisasi yang
penting antara lain spektroskopi infra merah, SEM, dan XRD. Difraksi sinar-X
(XRD) sangat penting digunakan dalam menentukan kristalinitas dari substansi
amorf. Suatu difraktogram XRD dari polimer tidak akan menunjukkan puncak yang
tinggi dan tajam, namun kristalografi suatu polimer nanokomposit akan
menunjukkan puncak yang tinggi dan tajam (Lageshetty dan Venkartraman, 2005).
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang pendek sebesar 0.7 sampai 2.0 nm. Bila elektron-elektron dari suatu
kawat pijar yang dipanasi dipercepat melalui suatu perbedaan potensial yang besar
dan menumbuk suatu sasaran logam di dalam sebuah tabung sinar-X maka sinar-X
dihasilkan dengan suatu distribusi λ yang kontinyu. Jika sinar-X itu kemudian
menumbuk sebuah kristal, maka sinar-X yang akan direfleksikan akan membentuk
titik-titik luas yang sangat tinggi intensitasnya pada sebuah layer/film.
Gambar 15. Skema pemantulan sinar X oleh bidang kristal
Titik-titik itu ditimbulkan oleh interferensi konstruktif dari gambar-gambar
kecil yang dihasilkan oleh banyak atom. Difraksi sinar-X atau biasa disebut XRD
merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui pengaturan atom-atom dalam
sebuah tingkat molekul. Pengaturan atom-atom tersebut dapat diinterpretasikan
melalui analisa d spasing dari data difraksi sinar-X. Selain nilai d spasing, observasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
tingkat kristalinitas bahan dan perubahan struktur mesopori dapat pula diketahui
melalui data difraksi sinar-X. Puncak yang melebar menunjukkan kristalinitas rendah
(amorf), sedangkan puncak yang meruncing menunjukkan kristalinitas yang lebih
baik.
Nilai d spasing tidak dapat digunakan untuk menentukan jarak interatom
dari suatu molekul, namun dapat digunakan untuk merefleksikan jarak interplanar
atau jarak interlayer antar kisi-kisi atom dalam suatu material. Nilai d spasing sangat
tergantung pada pengaturan atom dan struktur jaringan polimer dalam material. Jarak
antar interplanar atau interlayer dapat dikalkulasikan melalui persamaan Bragg’s :
2 d sin θ = n λ
Keterangan : d = Jarak interplanar atau interatom
λ = Panjang gelombang logam standar
θ = Kisi difraksi sinar X
Dalam analisis kimia, XRD bermanfaat untuk penentuan jenis kristal, penentuan
kemurnian relatif dan derajat kristalinitas sampel, deteksi senyawa baru maupun
deteksi kerusakan oleh suatu perlakuan. XRD akan menghasilkan suatu difraktogram
dengan variabel intensitas dua kali sudut difraksi (West, 1992).
c). Pengujian Daya Bakar
Komposit dengan penambahan senyawa fire retardant perlu diuji
peningkatan kemampuan hambat bakarnya untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh senyawa fire retardant tersebut. Sain et al. (2004) telah melakukan uji
nyala yang meliputi uji pembakaran secara horizontal terhadap sampel komposit
yang ditambahkan senyawa fire retardant berdasarkan pada ASTM D-635 yang
merupakan metode standar pengujian daya bakar yang digunakan untuk menentukan
rata-rata pembakaran relatif yang disebabkan oleh plastik yang diuji itu sendiri.
Spesimen yang digunakan dalam pengujian ini berukuran 125 mm x 13 mm x 3 mm
Gambar 16. Spesimen pengujian daya bakar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Pengujian dilakukan dengan menggunakan nyala api biru dengan tinggi 2
cm. Pengamatan yang dapat dilakukan antara lain time to ignition (TTI), suhu sesaat
setelah pembakaran, lamanya waktu pembakaran yang diperlukan untuk mencapai
panjang tertentu sehingga dapat ditentukan kecepatan pembakaran, dan pengamatan
fisik yang terjadi selama pembakaran berlangsung berupa lelehan dan tetesan yang
terjadi serta adanya pembentukan arang. Kecepatan pembakaran dapat dihitung
menggunakan rumus di bawah ini :
Kecepatan pembakaran (mm/menit) =
Keterangan : L = panjang specimen yang terbakar (mm); 75 mm
t = waktu pembakaran (s)
Heat release (HR) adalah kemampuan suatu material untuk melepaskan
panas setelah material tersebut terbakar. Persentase heat release dapat diukur
dengan menggunakan rumus:
Heat release ( HR ) = %10010
1
T
T
Keterangan : HR = Heat Release
T1 = Suhu panel setelah 5 detik api dipadamkan
T0 = Suhu pembakaran
d). Pengujian Sifat Mekanik
Penggunaan bahan polimer sebagai bahan industri sangat tergantung pada
sifat mekanisnya. Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan
tarik ( ), modulus Young (E), energi serap serta kekuatan impak. Kekuatan tarik
(Tensile Strength, TS) mengacu pada ketahanan terhadap tarikan. Kuat tarik diukur
dengan menarik spesimen dengan gaya tertentu (Sopyan, 2001). Menurut ASTM D-
638 tipe V, uji kekuatan tarik menggunakan spesimen dengan ketebalan sampai 4
mm (ASTM, 1985).
60Lt
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Keterangan :W (lebar) = 3,18 ± 0,125 mm G (panjang ukuran tempat tanda tes) = 7,62 ± 0,3 mmWO (lebar utuh) = 9,53 ± 0,375 mm L (panjang) = 9,53 ± 0,375 mmD (jarak pegangan) = 25,4 ± 1 mm LO (panjang utuh) = 63,5 ± 2,5 mmR (jari-jari kecil) = 12,7 ± 0,5 mm T (tebal) = 4 ± 0,4 mm
Gambar 17. Spesimen uji kekuatan tarik sesuai ASTM D 638 tipe V
Kekuatan tarik dapat dihitung berdasarkan rumus :
Keterangan : = kekuatan tarik bahan (kf F/mm2)
F = tegangan maksimun (kg F)
A = luas penampang bahan (mm2)
Semakin besar berat molekul suatu komposit maka gaya yang dibutuhkan
untuk menarik komposit sampai patah juga semakin besar. Dengan demikian kuat
tariknya juga semakin besar.
Modulus young (E) atau modulus elastisitas merupakan perbandingan
antara kuat tarik dengan regangan. Suatu material kaku mempunyai Modulus Young
tinggi dan berubah bentuknya sedikit di bawah beban elastis, contoh: intan. Suatu
material fleksibel mempunyai Modulus Young yang rendah dan berubah bentuknya
dengan sangat mudah, contoh : karet (Hastomo B, 2009). Modulus young dapat
dihitung dengan :
Dimana : E = Modulus Young (MPa)
σ = Kuat tarik (MPa)
ε = Elongation/Regangan (%)
FmaksA
σ =
Kuat Tarik (σ)
Elongation (ε)Modulus Young (E) =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Energi serap (Es) adalah ukuran dari jumlah energi potensial dari hammer
atau pemukul yang diserap specimen pada saat proses pematahan specimen (Hadi Q
and Gunawan, 2011). Sedangkan kekuatan impak (Is) merupakan suatu kriteria
penting untuk mengetahui ketangguhan material dengan cara memberi beban secara
tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi (Barleany et al., 2011). Pengujian impak
menggunakan Charpy Impact Testing Machine dengan mengikuti ASTM D 6110.
Semakin tinggi energi serap serta kekuatan impak dari material maka ketangguhan
juga semakin tinggi (Barleany et al., 2011). Energi serap (Es) dapat dihitung dengan
rumus :
Energi Serap (Es) = G x R x (Cos β – Cos α)
Dimana : Es = Energi serap (Joule)
G = Berat beban/ pembentur (Newton)
R = Jari-jari pusat putar ke titik berat pembentur (meter)
Cos β = sudut ayunan tanpa beban uji
Cos α = sudut ayunan saat mematahkan spesimen
Sedangkan kekuatan impak (Is) dapat dihitung dengan rumus :
Dimana : Is = Kekuatan Impak (Joule/m2)
Es = Energi serap (J)
A = Luas penampang spesimen (m2)
B. Kerangka Pemikiran
Pembentukan komposit dilakukan secara reaktif dengan inisiator bensoil
peroksida (BPO) dalam metode larutan dengan menggunakan bantuan pelarut xilena
pada titik didihnya yang dapat melarutkan LPP hingga 100%. Metode ini
memberikan luas permukaan pada LPP untuk bertumbukan secara maksimal dengan
bahan lain. Pelarut harus dibebaskan setelah pembuatan komposit.
Polipropilena (PP) merupakan polimer sintetik yang tersusun dari
monomer propena yang bersifat non polar. Setiap unit propena mengandung tiga
gugus non polar yang reaktif, yaitu satu gugus hidrogen pada metin (C-H).
Energi Serap (Es)
Luas Penampang (A)Kekuatan Impak (Is) =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Polipropilena (PP) bila mengalami reaksi radikal akan melepaskan atom hidrogen
yang terikat pada karbon tersier sehingga terbentuk karbon tersier yang radikal dan
bersifat non polar sebagai pusat reaksi.
Selulosa yang merupakan polimer alam tersusun dari monomer glukosa
yang tergabung ikatan 1,4-β-glikosidik. Setiap unit glukosa mengandung gugus polar
hidroksil pada C2, C3, dan dua gugus >C-O pada ikatan glikosidik yang berikatan
antar monomernya. Reaksi radikal akan menghasilkan suatu gugus reaktif yang
bersifat polar pada atom O posisi C1 yang mengikat R sebagai pusat reaksi.
Karena adanya perbedaan kepolaran gugus reaktif dari polipropilena,
selulosa, maka diperlukan suatu senyawa penggandeng antara gugus non polar dari
polipropilena dan gugus polar dari selulosa. Senyawa penggandeng ini harus
mempunyai gugus non polar dan polar, atau juga disebut sebagai senyawa
penggandeng multifungsional. Asam akrilat (AA) adalah salah satu senyawa
penggandeng multifungsional yang mempunyai tiga gugus reaktif yakni gugus vinil
yang bersifat non polar dan gugus karbonil serta gugus hidroksil yang bersifat polar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Senyawa penggandeng AA disini akan digrafting dengan PP melalui reaksi radikal.
Dimana gugus fungsi AA yang bersifat non polar akan berikatan dengan gugus
fungsi PP yang juga bersifat non polar. Sehingga dihasilkan senyawa penggandeng
LPP-g-AA.
Adanya gugus polar dari LPP-g-AA memungkinkan akan berikatan dengan gugus
polar dari selulosa pada atom O posisi C1 yang mengikat R yang juga bersifat polar
membentuk ester. Gugus non polar dari LPP-g-AA memungkinkan akan berikatan
dengan gugus nonpolar dari LPP itu sendiri atau gugus non polar dari DVB.
Geobiokomposit dibuat dengan penambahan agen penyambung silang
untuk meningkatkan ikatan sambung silang sehingga jaringan yang terbentuk
menjadi lebih besar dan biokomposit menjadi lebih padat. Agen penyambung silang
yang digunakan dalam penelitian ini adalah divinil benzena (DVB) yang memiliki
dua gugus vinil bersifat reaktif non polar serta awan elektron π dari inti aromatik
yang bermuatan negatif. Gugus non polar DVB akan berikatan dengan gugus non
polar dari LPP serta LPP-g-AA. Sedangkan awan elektron π dari DVB akan
membentuk ikatan hidrogen dengan Hδ+ yang berasal dari AA maupun selulosa.
Biokomposit yang terbentuk adalah LPP/DVB/LPP-g-AA/Selulosa dimana
ikatan liniernya yang paling sederhana dapat dituliskan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Pada biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/Selulosa terjadi penambahan clay.
Lempung/clay merupakan geopolimer yang bersifat hidrofilik yang tersusun dari
gugus fungsi Al-OH serta Si-O. Gugus tersebut akan berikatan sekunder yaitu ikatan
hidrogen dengan awan elektron dari benzena, lonepair electron dari atom O yang
berasal dari LPP-g-AA atau selulosa serta atom H bermuatan parsial positif (Hδ+)
yang berasal dari Selulosa ataupun LPP-g-AA. Model struktur LPP/DVB/LPP-g-
AA/Sel/Clay sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Struktur LPP, selulosa maupun lempung/clay akan berubah dalam
pembentukan komposit. Terjadinya ikatan antara LPP dengan bahan pengisi
(selulosa maupun lempung/clay) akan meningkatkan sifat mekanik dari komposit,
maka dilakukan uji kekuatan tarik, modulus young, energi serap serta kekuatan
impak. Perubahan struktur kimia dari LPP, selulosa, lempung/clay dan komposit
diamati dengan mempergunakan infra merah, sedangkan perubahan kristalinitas
komposit menggunakan XRD.
Komposit dengan penambahan filler clay dapat membentuk suatu
komposit cerdas yang memiliki kemampuan hambat bakar. Pada umumnya,
pembakaran disebabkan oleh 3 hal yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas sehingga
untuk menghambat bakar diperlukan senyawa yang dapat mengurangi setidaknya
salah satu dari komponen segitiga api. Senyawa fire retardant yang ditambahkan
adalah Clay meliputi kaolin dan haloisit yang dapat meminimalkan dua komponen
pendukung nyala yaitu O2 dan panas. Penambahan Clay dapat mengurangi suplai
oksigen dengan terbentuknya arang sehingga dapat menghambat pembakaran.
Pembakaran yang terhambat dapat ditunjukkan dengan lambatnya time to ignition
(TTI), kecepatan pembakaran yang rendah serta persentase heat release (HR) yang
tinggi.
Hipotesis
1. Geobiokomposit dapat disintesis dengan bahan awal LPP, STKS dan clay yang
meliputi kaolin maupun haloisit dalam berbagai variasi konsentrasi, secara reaktif
dengan penggandeng multifungsional AA yang telah digrafting dengan LPP
membentuk LPP-g-AA, serta agen penyambung silang DVB secara proses
larutan sehingga diperoleh komposisi optimum geobiokomposit LPP/DVB/LPP-
g-AA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal dapat memberikan
kemampuan hambat bakar yang baik.
2. Biokomposit dengan penambahan clay diperoleh komposisi optimum
geobiokomposit yang memiliki sifat mekanik yang tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dalam laboratorium. Penelitian meliputi pembuatan komposit LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal, pengujian daya bakar serta
sifat mekanik.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Dasar Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta di Laboratorium Material Jurusan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Waktu
penelitian dari Februari – Oktober 2011.
C. Alat dan Bahan yang Digunakan
1. Alat
a. Peralatan gelas
b. Satu set alat refluks
c. Oven vakum
d. Pengaduk mekanik
e. Neraca analitik
f. Alat cetak tekan panas (Hot Press)
g. Universal Testing Machine (UTM)
h. Charpy impact testing machine
i. Spektrofotometer Infra Merah (FTIR) (IRPrestige-21, Shimadzhu)
j. X-Ray Diffraction (XRD) (Bruker)
k. Thermometer
l. Stopwatch
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Bahan
a. Limbah polipropilen (LPP)
b. Serat tandan kosong kelapa sawit (STKS)
c. Alkohol teknik
d. Gas nitrogen (N2)
e. Kaolin (Kao)
f. Haloisit (Hal)
g. Divinil Benzena (DVB) p.a (Merck)
h. Asam akrilat (AA) p.a (Schuchai)
i. Xilena p.a (Merck)
j. Benzoil Peroksida p.a (Merck)
k. Minyak goreng
D. Prosedur Kerja
1. Preparasi Limbah Polipropilena (LPP)
Polipropilena dalam bentuk gelas/cup Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK) dengen merek sejenis dibuat serpihan kecil dengan ukuran 5 mm x 2 mm x
0,1 mm. LPP dikarakterisasi FT-IR, XRD, dan pengujian daya bakar serta sifat
mekanik.
2. Preparasi Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (STKS)
Serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) yang diperoleh dari PTPN VII
unit Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Propinsi lampung.
STKS dicuci menggunakan alkohol teknis lalu dipotong-potong kemudian
dihaluskan sampai dengan lolosan ayakan 100 mesh.
3. Kalsinasi Lempung Kaolin dan Haloisit
Lempung yang digunakan merupakan lempung Kaolin yang dibeli dari
BrataChem Yogyakarta dan lempung Haloisit dari Applied Minerals Inc, USA.
Lempung yang digunakan sebagai material dasar berbentuk serbuk/powder (250
mesh) kemudian dikalsinasi pada suhu 800°C selama 1 jam dan didiamkan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
oven selama 24 jam. Selanjutnya lempung kaolin dan haloisit di analisis FT-IR serta
XRD.
4. Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA dengan Metode Larutan
Pembuatan senyawa penggandeng dengan metode larutan dengan berat
total proses 50 gr. Sebanyak 50 gr LPP dan 0,0125 gr BPO dimasukkan dimasukkan
ke dalam labu alas bulat 500 mL dilengkapi dengan pendingin balik, thermometer,
gas nitrogen, dan pengaduk mekanik yang berisi 400 mL xilena mendidih dibiarkan
hingga LPP meleleh seluruhnya. Selanjutnya ditambahkan 2,5 gr AA dan di refluks
dengan penangas minyak goreng pada suhu 135°C selama 3 jam sehingga terbentuk
suatu komposit yang kemudian dituangkan dalam loyang dan dibiarkan sampai
semua pelarut menguap pada suhu kamar dalam lemari asam sampai beratnya tetap.
Campuran ini disebut sebagai Formula F0 yaitu LPP-g-AA. Komposit yang
terbentuk selanjutnya dilakukan IR. Hasil masterbatchnya akan dicampurkan pada
formulasi selanjutnya dan dilakukan karakterisasi FT-IR.
Tabel 3. Formula Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA
Formula KomposisiLPP AA BPO
%wt
F0 LPP-g-AA 100 5 0,025
Catatan : Berat total = 50 gr
5. Sintesis Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS sebagai Pembanding
Menggunakan Metode Proses Larutan
Pembuatan biokomposit dilakukan dengan mengikuti metode larutan
dengan berat total proses adalah 50 gram. Sebanyak 32,5 gram LPP dan 7,5 gram
LPP-g-AA (rasio berat optimum LPP/Serat alam = 8/2 (Suharty et al., 2007a))
dimasukkan ke dalam labu alas bulat 500 ml dilengkapi dengan pendingin balik,
termometer, gas nitrogen, dan pengaduk mekanik yang berisi 400 mL xilena
mendidih dan dibiarkan hingga LPP meleleh seluruhnya. Selanjutnya ditambahkan 8
gram STKS lolos ayakan 100 mesh (rasio berat optimum LPP/Serat alam = 8/2),
BPO 0,0125 gram dan DVB 0,05 gram. Campuran direfluks dengan penangas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
minyak goreng pada suhu 135oC selama 3 jam sehingga terbentuk suatu komposit,
kemudian dituang dalam loyang dan dibiarkan sampai semua pelarut menguap pada
suhu kamar dalam lemari asam sampai beratnya tetap. Biokomposit LPP/DVB/LPP-
g-AA/STKS disebut sebagai Formula F1. Formulasi sintesis biokomposit disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Formula Sintesis Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
FormulaLPP LPP-g-AA STKS BPO DVB
%w/w
F1 65 15 20 0,025 0,1
Catatan: berat total adalah 50 gram
Hasil biokomposit dituang dalam loyang dan dibiarkan sampai semua pelarut
menguap pada suhu kamar dalam lemari asam sampai beratnya tetap. Biokomposit
yang terbentuk selanjutnya dilakukan untuk karakterisasi.
6. Sintesis Geobiokomposit Menggunakan Metode Larutan
Pembuatan geobiokomposit dilakukan dengan mengikuti metode larutan
dengan berat total proses adalah 50 gram. Biokomposit Formula F1 yang menempati
70% berat total (35 gram) serta berbagai konsentrasi dari kaolin dan haloisit.
Sejumlah LPP dimasukkan ke dalam labu alas bulat yang dilengkapi
dengan pendingin balik, termometer, gas nitrogen dan pengaduk mekanik yang berisi
400 mL xilena mendidih dan dibiarkan hingga LPP meleleh seluruhnya. Selanjutnya
ditambahkan STKS lolos ayakan 100 mesh (rasio berat LPP/STKS = 8/2), LPP-g-AA
5 gram, BPO 0,0125 gram dan DVB 0,05 gram dan penambahan 4 gr kaolin (10%
dari berat total). Campuran direfluks dengan penangas minyak goreng pada suhu
135oC selama 3 jam sehingga terbentuk suatu komposit yang kemudian dituang
dalam loyang dan dibiarkan sampai semua pelarut menguap pada suhu kamar dalam
lemari asam sampai beratnya tetap. Pembuatan geokomposit dengan cara yang
dijelaskan di atas juga dilakukan pada variasi konsentrasi (%) dari berat total kao
atau hal = 10; 20; 30; dan 40. Formula campuran LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao
(Formula F2), LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3), disajikan pada tabel 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Geobiokomposit yang dihasilkan kemudian dilakukan karakterisasi FT-IR, XRD,
pengujian daya bakar serta sifat mekanik.
Tabel 5. Berbagai Jenis Formula pada Sintesis Geobiokomposit
Formula Utama Formula SimbolKaolin Haloisit
(% w/w)
Formula F1
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
Formula
F2
KI1a 10 -
KI1b 20 -
KI1c 30 -
KI1d 40 -
Formula
F3
KJ1a - 10
KJ1b - 20
KJ1c - 30
KJ1d - 40
Catatan : berat total 50gr
7. Pembuatan Spesimen
Geobiokomposit sebanyak 10 gram diletakkan diantara lempengan baja
berukuran 15 cm x 15 cm yang terlebih dahulu dilapisi lembaran aluminium.
Lempengan kemudian diletakkan diantara pemanas mesin cetak tekan yang telah
dipanaskan hingga suhu 175 °C tanpa tekanan. Kemudian lempengan baja tersebut
dipanaskan selama 10 menit pada suhu 175 °C dengan tekanan 90 kN. Kedua
lempengan baja segera diambil dan didinginkan dengan air pendingin.
8. Pengujian Daya Bakar
Pengujian terhadap kemampuan hambat bakar dilakukan berdasarkan
ASTM D 635. Spesimen disiapkan dengan ukuran 125 mm x 13 mm x 3 mm
(masing-masing tiga kali pengulangan). Sumber api diperoleh dengan bahan bakar
gas yang kemudian disiapkan dengan membiarkan nyala ± 5 menit hingga diperoleh
api yang stabil berwarna biru setinggi 2 cm. Spesimen dibakar dengan sumber api
kemudian dihitung time to ignition (TTI), selanjutnya stopwatch dinyalakan saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
spesimen terbakar pada 25 mm hingga 100 mm kemudian api dipadamkan dan
stopwatch dihentikan. Waktu diperoleh dari hasil perhitungan stopwatch dicatat
untuk selanjutnya digunakan dalam perhitungan kecepatan bakar. Selama terjadi
pembakaran juga dilakukan pengamatan fisik mengenai kondisi komposit saat
terbakar dan adanya pembentukan arang.
Pengukuran heat release (HR) yakni dengan mengukur suhu spesimen saat
pembakaran dan setelah api dipadamkan. Suhu yang diperoleh dari hasil pengamatan
selanjutnya digunakan dalam perhitungan.
E. Tehnik Pengumpulan Data
Geobiokomposit dari berbagai formula akan mendapatkan beberapa data dari
pengujian, diantaranya :
1. Gugus-gugus fungsi pada LPP, kaolin, haloisit dan geokomposit diketahui
dengan spektrofotometer infra merah
2. Karakter kristalinitas kaolin dan haloisit awal dan geokomposit diketahui dengan
XRD (X-Ray Diffraction)
3. Penentuan kemampuan hambat bakar diketahui dengan mentukan time to ignition
(TTI) dan kecepatan bakar geokomposit serta kemampuan untuk melepaskan
panas setelah terbakar (HR).
4. Penentuan sifat mekanik geobiokomposit dengan pengujian kekuatan tarik,
modulus young menggunakan Universal Testing Mechine (UTM), dan energi
serap serta kekuatan impak Charpy Impact Testing Machine.
F. Tehnik Analisa Data dan Penyimpulan Hasil
Data-data dalam penelitian yang diperoleh dari beberapa pengujian dapat dianalisis,
diantaranya :
1. Spektra infra merah menunjukkan perubahan gugus fungsi PP dari LPP dan
lempung/clay terhadap spektra geokomposit yang terbentuk serta hilangnya
gugus-gugus awal
2. Difraktogram XRD menunjukkan adanya difraksi pada 2θ yang khas dari
lempung/clay sebagai bahan penyusunnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3. Pengujian daya bakar meliputi time to ignition (TTI). Selain itu diperoleh data
waktu (detik) yang diperlukan untuk melakukan pembakaran spesimen komposit
sejauh L (75 mm).
4. Kecepatan pembakaran dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini :
Kecepatan pembakaran (mm/menit) =
Keterangan : L = panjang spesimen yang terbakar (mm); 75 mm
t = waktu pembakaran (s)
Waktu respon yang paling tinggi dan kecepatan pembakaran yang paling rendah
menunjukkan kemampuan hambat bakar yang baik.
Heat release (HR) adalah kemampuan suatu material untuk melepaskan
panas setelah material tersebut terbakar. Persentase heat release dapat diukur
dengan menggunakan rumus:
Heat release ( HR ) = %10010
1
T
T
Dimana : HR = Heat Release
T1 = Suhu panel setelah 5 detik api dipadamkan
T0 = Suhu pembakaran
5. Pengujian sifat mekanik yang diperoleh meliputi kekuatan tarik, modulus young,
energi serap serta kekuatan impak. Pengujian kekuatan tarik menghasilkan data
gaya maksimum dan panjang setelah dilakukan penarikan. Kekuatan tarik dapat
ditentukan dengan rumusan :
=
Keterangan : = kekuatan tarik bahan (kf F/mm2)
F = tegangan maksimun (kg F)
A = luas penampang bahan (mm2)
Semakin kuat suatu bahan maka kekuatan tariknya semakin besar. Kondisi
optimum terhadap sifat mekanik ditentukan dari besarnya kekuatan tarik yang
dihasilkan serta masih bersifat termoplastik.
FmaksA
60Lt
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Modulus young (E) atau modulus elastisitas merupakan perbandingan
antara kekuatan tarik dengan regangan. Suatu material fleksibel (ulet)
mempunyai Modulus Young yang rendah dan berubah bentuknya dengan sangat
mudah. Modulus young dapat dihitung dengan rumus :
Dimana : E = Modulus Young (MPa)
σ = Kekuatan tarik (MPa)
Ε = Elongation/Regangan (%)
Energi serap (Es) adalah ukuran dari jumlah energi potensial dari hammer
atau pemukul yang diserap spesimen pada saat proses pematahan spesimen.
Sedangkan kekuatan impak (Is) merupakan suatu kriteria penting untuk
mengetahui ketangguhan material dengan cara memberi beban secara tiba-tiba
dengan kecepatan yang tinggi. Energi serap dihitung dengan menggunakan
rumus :
Energi Serap (Es) = G x R x (Cos β – Cos α)
Dimana : Es = Energi serap (Joule)
G = Berat beban/ pembentur (Newton)
R = Jari-jari pusat putar ke titik berat pembentur
(meter)
Cos β = sudut ayunan tanpa beban uji
Cos α = sudut ayunan saat mematahkan spesimen
Sedangkan kekuatan impak dapat dihitung dengan rumus :
Dimana : Is = Kekuatan Impak (Joule/m2)
Es = Energi serap (Joule)
A = Luas penampang (m2)
Kuat Tarik (σ)
Elongation (ε)Modulus Young (E) =
Energi Serap (Es)
Luas Penampang (A)Kekuatan Impak (Is) =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1)
dilakukan dengan pencampuran LPP/STKS secara reaktif yang selanjutnya
digunakan sebagai standar dalam pembuatan geobiokomposit. Geobiokomposit ini
dilakukan dengan penambahan clay berbagai jenis (kaolin dan haloisit) dan berbagai
variasi konsentrasi (10%, 20%, 30% dan 40% dari berat total) sesuai pada tabel 5
sehingga dihasilkan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2),
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3). Geobiokomposit tersebut
dikarakterisasi gugus fungsinya dengan FT-IR, kristalinitas dengan XRD, pengujian
daya bakar meliputi penentuan time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran serta
heat release (HR), serta sifat mekanik meliputi nilai kekuatan tarik dan modulus
young yang diukur dengan Universal Testing Mechine (UTM) serta energi serap dan
kekuatan impak yang diukur dengan Charpy Impact Testing Machine.
A. Penalaran Struktur
Penalaran struktur dilakukan menggunakan FT-IR yang berfungsi untuk
mengetahui gugus fungsi dari senyawa awal. Karakterisasi gugus fungsi juga
dilakukan terhadap biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) serta
geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal utuk mengetahui perubahan
maupun pergeseran gugus fungsi. Selain itu, untuk memperkuat dugaan dari analisis
FTIR, dilakukan analisis secara kualitatif menggunakan XRD. Analisis XRD ini
berguna untuk mengetahui kristalinitas dari bahan awal LPP dan haloisit serta
geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal yang kemudian dibandingkan
dengan standar JCPDS (Joint Commite Powder Diffraction Standar). Kondisi
pengukuran dengan menggunakan XRD beserta nilai d dan I (Intensitas)
dibandingkan dengan standar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
1. Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan FT-IR
terhadap LPP, asam akrilat (AA), divinil benzena (DVB), dan serat tandan kosong
sawit (STKS) sebagai bahan awal. Analisis gugus fungsi juga dilakukan pada LPP-g-
AA serta biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS untuk mengetahui perubahan
gugus fungsi yang terjadi dalam pembentukan biokomposit.
Hasil analisa dari spektra FTIR menunjukkan bahwa sampel LPP dalam
bentuk KBR pellet mempunyai daerah serapan C-Hstr pada 2723 cm-1 yang
merupakan tipikal dari PP (Suharty et al., 2007a). Menurut Silverstein et al. (1991)
Gugus fungsi metilen (-CH2-) ditunjukkan pada daerah serapan 2890 cm-1 untuk (-
CH2-)str dan 1454 cm-1 serta 1165 cm-1untuk (-CH2-)bend. Daerah serapan 1377 cm-1
menunjuk pada gugus fungsi metil (–CH3)bend serta daerah serapan 2962 cm-1
menunjuk pada gugus fungsi metil (–CH3)str. Sedangkan spektra FTIR dari asam
akrilat dalam bentuk neat liquid menunjukkan adanya serapan yang kuat dan tajam
pada 1728 cm-1 yang merupakan serapan khas untuk gugus fungsi C=O (karbonil
asam), selain itu juga terdapat serapan pada 3448 cm-1 (broad) yang menunjuk pada
gugus fungsi –OH ikatan hidrogen, serta adanya gugus vinil (C=C) yang ditunjukkan
dengan serapan pada daerah 1635 dan gugus fungsi (C-H)bend vinil pada serapan
1411 cm-1(Silverstein et al., 1991).
Gambar 18. Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) AA (neat-liquid), (c) LPP-g-AA(film)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Spektrum FT-IR LPP-g-AA pada gambar 18c menunjukkan masih adanya
serapan milik LPP yaitu serapan CHstr pada 2723 cm-1, gugus metil (CH3)bend pada
1377 cm-1 serta (CH3)str pada 2962. Gugus metilen (-CH2-)str pada 2890 cm-1 serta (-
CH2-)bend pada 1454 dan 1165 cm-1. Sedangkan serapan milik AA yaitu serapan
gugus karbonil (C=O) pada 1728 cm-1 dan gugus hidroksil (OH broad) pada 3448
cm-1. Tidak adanya gugus vinil (C=C) pada serapan 1635 dan gugus fungsi (C-H)bend
vinil 1411 cm-1 dari AA pada spektrum LPP-g-AA menandakan bahwa gugus vinil
telah bereaksi dengan gugus metin dari LPP melalui reaksi reaktif.
Spektra FTIR dari serbuk STKS dalam bentuk KBr pellet mempunyai
serapan yang khas pada 3410 cm-1 (broad) yang merupakan serapan dari gugus
fungsi -OH ikatan hidrogen, serapan pada 2931 cm-1 adalah milik dari gugus fungsi
(–CH2-)str (Bodirlau and Teaca, 2007). Adanya serapan pada puncak 1033 cm-1 yang
menunjukkan gugus fungsi C-O-C serta serapan pada 1728 cm-1 menunjukkan gugus
fungsi C=O (Silverstein et al., 1991). Sedangkan spektra FTIR dari DVB dalam
bentuk neat liquid adanya (C-H)str (aromatik) yang ditunjukkan oleh serapan 3086
cm-1 (Williams and Fleming, 1973), selain itu adanya serapan pada 3008 cm-1
menunjukkan keberadaan (C-H) vinil. Serta terdapat serapan 1627 cm-1 yang
merupakan gugus vinil (C=C) dan serapan pada 1597 cm-1 yang menunjukkan C=C
aromatik terkonjugasi (Silverstein et al., 1991).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Gambar 19. Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) DVB (neat liquid), (c) LPP-g-AA(Formula II) (film) (d) STKS (pelet KBr), dan (e) BiokompositLPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (film)
Spektrum LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) pada gambar 19e
menunjukkan serapan LPP yaitu serapan gugus CHstr pada 2723 cm-1, gugus metil
CH3bend pada 1377 cm-1 dan CH3str pada 2962 cm-1, serta gugus metilen (-CH2-)str
pada 2890 cm-1 dan (-CH2-)bend pada 1454 dan 1165 cm-1. Sedangkan pada gugus
fungsi OH selulosa pada bilangan gelombang 3410 cm-1. Terjadinya pergeseran
bilangan gelombang karbonil asam (C=O) pada 1728 cm-1 (gambar 19c) menjadi
1735 cm-1 (gambar 19e) yang merupakan serapan dari gugus fungsi ester.
Terbentuknya ester akan menggeser bilangan gelombang karbonil asam ke bilangan
gelombang yang lebih besar (Silverstein et al., 1991). Hal ini menunjukkan bahwa
terbentuknya ikatan secara esterifikasi secara radikal yaitu ikatan antara AA dengan
selulosa, dimana selulosa terikat pada sisi polar AA dari senyawa penggandeng LPP-
g-AA. Reaksi yang terjadi antara SK dengan AA tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suharty et al. (2008b) yang melaporkan bahwa selulosa dari
serat alam dapat berikatan dengan AA secara esterifikasi. Tetapi tidak adanya gugus
vinil (C=C) dari DVB pada 1627 cm-1 menunjukkan bahwa kedua gugus vinil
tersebut telah berikatan dengan gugus metin dari LPP dan LPP-g-AA secara reaktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) yang selanjutnya
digunakan sebagai standar dalam pembuatan geobiokomposit dengan penambahan
clay dengan berbagai konsentrasi. Komposisi biokomposit standar tersebut
menempati 70% berat total dalam pembuatan gebiokomposit dengan clay.
2. Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
Biokomposit disintesis dengan penambahan Clay dalam berbagai jenis
(kaolin dan haloisit) dan konsentrasi (10%, 20%, 30%, dan 40% dari berat total)
sehingga diperoleh geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2),
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3). Geobiokomposit yang terbentuk
dikarakterisasi gugus fungsinya dengan FT-IR dan kristalinitas dengan XRD.
a). Karakterisasi Gugus Fungsi menggunakan FT-IR
Pembuatan biokomposit dengan penambahan clay akan memberikan
spektrum FT-IR yang berbeda dibanding biokomposit standar. Spektrum FT-IR
geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal ditunjukkan pada gambar 20
dengan data pembanding spektrum FT-IR dari haloisit dan biokomposit
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1). Spektrum FT-IR clay haloisit pada
gambar menunjukkan adanya serapan Al-OHbend pada bilangan gelombang 913 cm-1,
Si-O-Al pada serapan 538 cm-1, dan Si-Obend pada bilangan gelombang 1032 cm-1
(Ilic et al., 2010). Pada bilangan gelombang 692 cm-1 terdapat gugus fungsi Si-Ostr
(Ekosse, 2005). Menurut Pesova A et al. (2010), pada clay golongan kaolinite
terdapat gugus fungsi OH inner pada bilangan gelombang 3620 cm-1, gugus fungsi
OH outer pada bilangan gelombang 3690 dan 3670 cm-1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 20. Spektrum FT-IR: (a) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (b)Haloisit (pellet KBr), (c) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3)(film)
Spektrum biokomposit dengan penambahan Haloisit menunjukkan adanya
serapan khas biokomposit standar seperti yang ditampilkan pada spektrum
pembanding pada Gambar 20a yaitu serapan LPP dengan gugus CHstr pada 2723 cm-
1, gugus metil CH3bend pada 1377 cm-1 dan CH3str pada 2962 cm-1, serta gugus
metilen (-CH2-)str pada 2890 cm-1 dan (-CH2-)bend pada 1454 dan 1165 cm-1. Reaksi
esterifikasi antara AA dan selulosa ditunjukkan oleh munculnya serapan karbonil
ester pada 1735 cm-1. Spektrum geokomposit (gambar 20c) juga menunjukkan
adannya pergeseran serapan bilangan gelombang pada gugus fungsi yaitu gugus
fungsi Si-O juga mengalami pergeseran dari 1029 cm-1 ke 1062 cm-1. Sedangkan,
gugus fungsi Al-OH terjadi pergeseran gugus fungsi dari 912 cm-1 ke 947 cm-1.
Analisis terhadap gugus fungsi pada komposit tersebut menunjukkan
terjadinya pergeseran dan perubahan dari gugus fungsi bahan awal. Suharty et al.
(2007b) melaporkan bahwa pergeseran dan perubahan gugus fungsi pada sintesis
biokomposit menunjukkan terjadinya perubahan ikatan kimia yang sekaligus
menunjukan perubahan struktur jaringan matrik polimer baru dalam sintesis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
biokomposit. Untuk mendukung karakterisasi gugus fungsi maka dilakukan pula
karakterisasi kristalinitas menggunakan XRD
b). Karakterisasi Kristalinitas menggunakan XRD
Pada difaktogram LPP memiliki puncak utama pada 2θ sebesar 16,9° yang
diketahui memiliki fasa kristal dan fasa amorf. Haloisit memiliki puncak khas pada
2θ sebesar 11,9° dengan nilai d sebesar 7,4 Å dan diketahui sebagai fasa kristal.
Pada difraktogram geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal hasil sintesis
dibandingkan dengan difraktogram LPP dan haloisit untuk mengetahui puncak-
puncak karakteristik masing-masing. Hasil difraktogram diketahui adanya puncak 2θ
16,9° yang merupakan sudut difraksi LPP yang diketahui memiliki fasa kristal dan
fasa amorf. Berdasarkan difraktogram XRD pada 2θ antara 10 sampai 70
geobiokomposit tidak memperlihatkan puncak 2θ dari haloisit. Hal ini diasumsikan
mungkin haloisit mengalami eksfoliasi dan terdispersi dalam matriks polimer. Tidak
munculnya puncak clay pada komposit menandakan bahwa clay tersebut mengalami
eksfoliasi dan terdistribusi dalam komposit (Lee et al., 2008). Pola difraksi sinar-X
geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal hasil sintesis dibandingkan dengan
pola difraksi LPP dan haloisit seperti ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21. Difaktogram (a) LPP, (b) haloisit (c) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal(Formula F3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
B. Pengujian Daya Bakar
Sintesis biokomposit dengan 2 jenis lempung menghasilkan dua jenis
geobiokomposit, yaitu geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula
F2) dan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3).
Biokomposit yang terbentuk selanjutnya diuji kemampuan hambat bakarnya yang
meliputi time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran, dan heat release (HR).
Metode yang digunakan dalam pengujian sifat hambat bakar biokomposit adalah
ASTM D 635 dengan menjepit sampel secara horizontal dan mengenakan nyala api
ke salah satu ujungnya.
.
Gambar 22. Pengujian daya bakar
1. Time to Ignition (TTI)
Time to ignation (TTI) merupakan rentang waktu yang diperlukan oleh
geobiokomposit saat mulai terbakar. Semakin cepat waktu untuk terbakar pada suatu
bahan, menandakan bahan tersebut mudah terbakar. Diperolehnya TTI untuk
biokomposit standar LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula III) adalah 2,25 detik.
Berdasarkan data TTI yang diperoleh semakin banyak penambahan clay pada
biokomposit F1 akan meningkatkan nilai TTI. Penambahan clay 40% dapat
meningkatkan TTI sebesar 217,33% untuk kaolin (KI1d) dan 261.33% untuk haloisit
(KJ1d). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penghambatan pada saat
pembakaran. Berdasarkan studi litelatur Liu and Quintiere (2007) yaitu time to
ignition meningkat sesuai dengan konsentrasi lempung.
Menurut Haiyun et al. (2011) interaksi clay ke dalam matriks polimer
menghambat konduksi panas antara polimer dan nyala api sehingga menunda adanya
pembakaran. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Manias
Sampel saat pengujian daya bakar Sampel setelah pengujian daya bakar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
(2002) yang melaporkan bahwa penambahan clay pada matriks polimer dapat
meningkatkan kemampuan hambat bakar yang baik dengan terbentuknya lapisan
arang yang dapat memperlambat ketersediaan O2 selama proses pembakaran. Data
time to ignition biokomposit pembanding dan geobiokomposit disajikan pada pada
gambar 23.
Gambar 23. Kurva Time to ignition dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
Time to ignition (TTI) yang tinggi juga dipengaruhi karena matriks polimer
dan clay mengalami eksfoliasi. Menurut Haiyun M et al. (2011) TTI eksfoliasi lebih
lama daripada interkalasi. Polimer-clay yang mengalami eksfoliasi lebih banyak
menghasilkan arang yang dapat menghambat ketersediaan O2 pada proses
pembakaran (Delhom et al., 2010). Berikut ini merupakan skema penghambatan
masuknya O2 pada gambar 24.
Gambar 24. Skema penghambatan O2 secara (a) interkalasi dan (b) eksfoliasi(Haiyun M et al., 2011)
ba
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
2. Kecepatan Pembakaran
Kemampuan hambat bakar komposit ditentukan dengan pengukuran
kecepatan pembakaran dari komposit tersebut, dimana semakin kecil kecepatan maka
pembakaran menunjukkan bahwa kemampuan hambat bakarnya semakin besar.
Umumnya kemampuan hambat bakar polimer dapat ditingkatkan dengan
menambahkan bahan-bahan yang terurai baik untuk menghasilkan gas yang dapat
mengurangi kelangsungan pembakaran dan mendinginkan sistem, serta
menimbulkan pembentukan arang sehingga menghambat interaksi polimer dengan
sumber nyala (Sopyan, 2001). Suharty (2010) melaporkan bahwa biokomposit yang
ditambah dengan senyawa fire retardants Mg(OH)2+Al(OH)3+H3BO3 dapat
menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 55% karena pada saat pembakaran
Mg(OH)2, Al(OH)3 dan H3BO3 akan terdekomposisi secara endotermik menjadi
logam oksida (MgO dan Al2O3) dan air (H2O) serta oksida boron (B2O3) yang
bersifat moiety (lembab). Adanya logam oksida dapat melapisi polimer dengan
membentuk arang sehingga menghalangi interaksi gas pengoksidasi (O2), sedangkan
adanya H2O dan B2O3 dapat menyerap panas. Penambahan senyawa fire retardants
CaCO3 dengan DAP (diamonium fosfat) pada biokomposit LPP/Serat Kenaf dapat
menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 54% dikarenakan asam fosfat dapat
bereaksi dengan CaCO3 membentuk CO2 dan H2O yang dapat menghambat
pembakaran (Suharty, 2010a).
Biokomposit standar LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS memiliki kecepatan
pembakaran 2,20 mm/menit. Berdasarkan data kecepatan pembakaran semakin
banyak konsentrasi kaolin dan haloisit yang ditambahkan maka semakin besar sistem
hambat bakar yang terbentuk sehingga penghambatan bakar lebih optimal karena
jumlah arang yang dihasilkan juga meningkat. Penambahan clay sebanyak 40%
dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 62,73% untuk kaolin (KI1d) dan
69.10% untuk haloisit (KJ1d) dibandingkan dengan biokomposit Formula F3. Hal ini
sesuai penelitian Delhom et al. (2010) yaitu bertambahnya jumlah clay maka arang
yang dihasilkan semakin banyak. Arang tidak mudah terbakar serta dapat menjadi
penghalang masuknya O2 dan panas. Penambahan dua jenis clay kaolin dan haloisit,
dimana pada saat pembakaran geobiokomposit tersebut membentuk lapisan arang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
yang berfungsi sebagai pengurangan transfer energi panas dan dapat menyebabkan
kecepatan pembakaran menurun (Olivares et al., 2008). Liu and Quintiere (2007)
melaporkan bahwa pembentukan arang dapat menurunkan kecepatan pembakaran
dan semakin tebal arang yang terbentuk, maka penurunan kecepatan pembakarannya
semakin tinggi.
Pengujian daya bakar geobiokomposit memberi respon yaitu meleleh tapi
tidak menetes saat terbakar karena clay akan meningkatkan pembentukan arang yang
akan menghambat pembakaran sedangkan pada biokomposit awalnya akan meleleh
dan kemudian menetes saat terjadi pembakaran. Data kecepatan pembakaran formula
F3 (sebagai standar), formula F2 dan formula F3 disajikan pada gambar 25.
Gambar 25. Kurva kecepatan pembakaran LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
3. Heat Release (HR)
Heat Release (HR) merupakan kemampuan suatu material untuk
melepaskan panas setelah material tersebut terbakar. Semakin tinggi suhu suatu
material yang dihasilkan saat sumber nyala (api) dimatikan, maka HR semakin
rendah. Sehingga waktu untuk mendinginkan material semakin lama. Diperoleh
persentase heat release pada biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (formula F1)
sebagai standar yaitu 85,84 %. besar dalam proses pendinginan nyala api, seperti
pembentukan arang. Berdasakan data semakin banyak jumlah kaolin dan haloisit
yang ditambahkan maka persentase HR meningkat dan proses pelepasan panasnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
lebih baik. Penambahan clay 40% dapat meningkatan persentase HR sebesar 5,10 %
untuk kaolin (KI1d) dan sebesar 5,34 % untuk haloisit (KJ1d) dibandingkan dengan
komposit standar (Fomula F3). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan melepaskan
panasnya lebih baik daripada biokomposit standar. Hal ini sesuai dengan penelitian
Ray and Okamoto (2003), semakin banyak jumlah clay maka panas yang dilepaskan
semakin menurun. Data HR biokomposit pembanding dan geobiokomposit disajikan
pada gambar 26.
Gambar 26. Kurva heat release dari LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 40% (KJ1d) dapat menaikan TTI dan
persentase HR sebesar 44 dan 0,24 % serta dapat menurunkan kecepatan pembakaran
sebesar 6.37 % daripada LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (KI1d). Hal ini
dikarenakan haloisit merupakan alumina silikat yang mempunyai struktur pipa
berongga (Handge et al., 2010). Du M et al. (2006) melaporkan bahwa struktur
haloisit yang berbentuk tabung berongga menjanjikan adanya peningkatan stabilitas
termal dan penurunan sifat mudah terbakar dari polipropilen. Inti yang berongga dari
haloisit memudahkan adanya interaksi dengan matriks polimer. Selain itu, kaolin
yang digunakan disini memiliki pengotor yang lebih banyak dari haloisit, sehingga
kandungan logam oksida (Al2O3 dan SiO2) pada kaolin lebih sedikit dari haloisit.
Hal ini menyebabkan sifat penghambat bakar kaolin yang lebih rendah dari haloisit.
Menurut Wang et al. (2011), Logam oksida sering digunakan untuk meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
konduksi termal suatu material karena konduksi termalnya tinggi serta harganya
murah. Komposit yang mengandung logam oksida diharapkan mempunyai konduksi
termal yang tinggi.
C. Pengujian Sifat Mekanik
Sintesis biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) dengan
rasio optimum LPP/STKS=8/2 yang ditambahkan pada 2 jenis lempung (kaolin dan
haloisit) dengan berbagai komposisi (10%, 20%, 30% dan 40%). Sehingga
dihasilkan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2) dan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3). Geobiokomposit tersebut akan
dilakukan karakteristik sifat mekanik meliputi nilai kekuatan tarik dan modulus
young (E) yang diukur dengan Universal Testing Machine (UTM) serta energi serap
dan kekuatan impak yang diukur dengan Charpy Impact Testing Machine.
1. Kekuatan Tarik
Penggunaan serat alam sebagai pengisi atau filler pada pembuatan
biokomposit dapat berfungsi sebagai penguat atau reinforcement, (Ismail, 2001).
Peningkatan nilai kekuatan tarik menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah serat
alam yang ditambahkan akan meningkatkan nilai kekuatan tarik sampai pada rasio
optimum LPP/Serat alam, namun jika sudah melewati rasio optimum tersebut akan
terjadi penurunan nilai kekuatan tarik biokomposit (Kim, 2005). Suharty et al., (
2007a) melaporkan bahwa penggunaan serat alam yang terlalu besar pada
biokomposit dan sudah melewati kondisi optimumnya akan mengakibatkan
biokomposit menjadi rapuh. Komposisi Optimum dengan rasio LPP/Serat alam = 8/2
memiliki nilai kekuatan tarik tertinggi (12% lebih baik dibanding LPP). Komposisi
biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) tersebut selanjutnya
digunakan sebagai standar dalam pembuatan biokomposit selanjutnya dengan
penambahan kaolin dan haloisit pada berbagai konsentrasi. Diperoleh nilai kekuatan
tarik pada biokomposit Formula F1 sebesar 31.10 MPa.
Menurut Zhang et al., (2009), penambahan clay sebagai filler dapat
meningkatkan sifat mekanik dari produk polimer. Peningkatan konsentrasi clay juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
berpengaruh terhadap nilai kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan, dimana
besarnya kekuatan tarik biokomposit menentukan komposisi optimumnya. Data nilai
kekuatan tarik biokomposit terhadap Gambar 27.
Gambar 27. Kurva nilai kekuatan tarik LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
Gambar 27 menunjukkan bahwa penambahan kaolin dan haloisit pada
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) berfungsi sebagai penguat, sehingga
terjadi peningkatan nilai kekuatan tarik pada penambahan clay pada 10%. Nilai
kekuatan tarik tersebut meningkat sebesar 13,70% untuk kaolin 20% (KI1b) serta
19,42% untuk haloisit 20% (KJ1b). Namun terjadi penurunan nilai kekuatan tarik
pada konsentrasi clay 30% dan 40%. Peningkatan nilai kekuatan tarik dan tersebut
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah clay yang ditambahkan akan
meningkatkan nilai kekuatan tarik sampai pada konsentrasi yang optimum, namun
jika sudah melewati kondisi optimum tersebut akan terjadi penurunan nilai kekuatan
tarik dan geobiokomposit. Sarkar M et al. (2008) melaporkan bahwa penambahan
clay yang berlebih dapat menurunkan sifat mekaniknya dikarenakan berkurangnya
interaksi antara clay dengan matriks.
2. Modulus Young (E)
Modulus young (E) adalah perbandingan antara kuat tarik dengan
regangan saat patah. Semakin tinggi Modulus young suatu material, maka semakin
tinggi sifat kekakuan material tersebut (Salmah et al., 2005). Diperoleh nilai modulus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Young (E) dari biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) sebesar
86.10 MPa. Menurut Zhang Q et al. (2009) penambahan clay dapat meningkatkan
modulus young. Data modulus young yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin
banyak konsentrasi kaolin ataupun haloisit yang ditambahkan pada LPP/DVB/LPP-
g-AA/STKS (Formula F1) maka semakin tinggi nilai dari modulus young, seperti
dilihat pada gambar 28. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penambahan kaolin
ataupun haloisit dapat meningkatkan sifat kekakuan dari geobiokomposit. Jadi
semakin banyak jumlah clay yang ditambahkan maka semakin kaku sehingga
geobiokomposit tersebut rentan patah dan menurunkan sifat mekanik. Berdasarkan
modulus young penambahan clay 20% dapat meningkatkan sifat mekanik dari
biokomposit standarnya karena geobiokomposit yang dihasilkan tidak terlalu liat dan
kaku. Sedangkan penambahan clay lebih dari 20% dapat menurunkan sifat mekanik
geobiokomposit. Peningkatan kekakuan ini dikarenakan clay itu sendiri merupakan
material yang memiliki kekakuan yang tinggi sehingga dapat membatasi gerakan dari
matriks polimer (Kusmono, 2010). Hasil data modulus young ditunjukkan oleh
gambar 28.
Gambar 28. Kurva nilai modulus young LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
3. Energi Serap (Es) dan Kekuatan Impak
Energi serap adalah ukuran dari jumlah energy potensial dari hammer
atau pemukul yang diserap spesimen pada saat proses pematahan spesimen (Hadi Q
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
and Gunawan, 2011). Sedangkan kekuatan impak merupakan suatu kriteria penting
untuk mengetahui ketangguhan material dengan cara memberi beban secara tiba-tiba
dengan kecepatan yang tinggi (Barleany et al., 2011). Pengujian impak dilakukan
dengan menggunakan Charpy Impact Testing Machine. Semakin tinggi energi serap
serta kekuatan impak dari material maka ketangguhan juga semakin tinggi (Barleany
et al., 2011). Diperoleh energy serap dan kekuatan impak dari biokomposit
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F3) sebesar 0.0581 J dan 6,46 J/mm2*10-3.
Menurut Sarkar M et al. (2008) penambahan clay dapat meningkatkan nilai kekuatan
impak tetapi akan menurun apabila penambahan clay berlebih. Data dari Es dan
kekuatan impak akan dihasilkan pada gambar 29.
(a) (b)
Gambar 29. Kurva nilai (a) energi serap (Es) dan (b) kekuatan impakLPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagaipembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) danLPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
Gambar 29 menunjukkan bahwa penambahan kaolin dan haloisit berfungsi
sebagai penguat, sehingga terjadi peningkatan nilai Es dan kekuatan impak pada
penambahan clay pada 10%. Nilai Es dan kekuatan impak tersebut meningkat
sebesar 43,03 dan 42,41% untuk kaolin 20% (KI1b) serta 53,53 dan 51,70%. untuk
halosit 20% (KJ1b). Namun pada penambahan clay pada konsentrasi 30% dan 40%
terjadi penurunan nilai Es dan kekuatan impak. Penambahan konsentrasi clay dalam
matriks polimer akan meningkatkan nilai Es dan kekuatan impak, namun apabila
sudah melewati kondisi optimumnya akan terjadi penurunan kekuatan impak dari
geobiokomposit tersebut. Penurunan Es serta kekuatan impak ini dikarenakan jumlah
konsentrasi clay yang ditambahkan semakin banyak mengakibatkan penghambatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
gerak matriks polimer sehingga mengakibatkan geobiokomposit menjadi rapuh
(Ishak et al., 2008).
Penambahan haloisit 20% (KJ1b) pada biokomposit F1 memiliki sifat
mekanik yang terbaik dengan menghasilkan peningkatan sebesar : 1). 5,72% untuk
kekuatan tarik, 2). 2,66% untuk modulus young, 3). 10,5% untuk energi serap dan 4).
9,29% untuk kekuatan impak daripada penambahan kaolin 20% (KI1b) pada
biokomposit F1. Hal ini dikarenakan bentuk struktur haloisit yang berbentuk pipa
berongga memudahkannya untuk dispersi dengan polimer. Menurut Du M et al.
(2010), dibandingkan dengan material anorganik yang lain seperti silika,
montmorillonite, dan kaolin, haloisit mempunyai geometri yang unik serta
karakteristik permukaan Si-O dengan densitas hidroksil yang rendah sehingga
haloisit dapat terdispersi dengan baik dalam matrik polimer. Berdasarkan dari studi
morfologi pada komposit polimer-haloisit menunjukkan bahwa tabung tunggal dari
haloisit dapat terdistribusi dengan baik dalam matriks polimer (Prashantha K et al.,
2011). Secara kasat mata, partikel haloisit lebih halus dari kaolin yang
mengindikasikan bahwa ukuran partikel haloisit lebih kecil dari kaolin. Hal ini
menyebabkan luas kontak permukaan haloisit lebih luas daripada kaolin, sehingga
haloisit dapat terdistribusi dengan baik dalam matriks polimer.
Berdasarkan pengujian daya bakar serta sifat mekanik yang telah
dilakukan pada geokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2) dan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3) diperoleh komposisi optimum yaitu
dengan penambahan clay berbagai jenis (kaolin dan haloisit) dengan konsentrasi
20% pada Formula F1. LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20% (KI1b) dibandingkan
dengan biokomposit F1 dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 59,55%,
meningkatkan kekuatan tarik serta impak sebesar 13,70% dan 42,41%. Sedangkan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 20% (KJ1b) dibandingkan dengan biokomposit F1
menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 63,64%, meningkatkan kekuatan tarik
serta impak sebesar 19,42% dan 51,70%. Sehingga diperoleh geokomposit KI1b dan
KJ1b memiliki ketahanan bakar dan sifat mekanik yang lebih baik dari biokomposit
standarnya (F1). Geokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 20% (KJ1b)
memberikan ketananan bakar serta sifat mekanik yang lebih baik daripada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20% (KI1b) karena dapat menurunkan kecepatan
pembakaran sebesar 4,09 %, meningkatkan kekuatan tarik serta impak sebesar 5.72%
dan 9,29% daripada KI1b.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Geobiokomposit yang disintesis dari LPP, STKS (rasio LPP/STKS=8/2) dan clay
yang meliputi kaolin dan haloisit dalam berbagai rasio konsentrasi, secara reaktif
dengan penggandeng multifungsional AA yang telah digrafting dengan LPP
membentuk LPP-g-AA, serta agen penyambung silang DVB secara proses
larutan diperoleh komposisi optimum terhadap kemampuan hambat bakar pada
konsentrasi penambahan clay 20% (w/w). Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Kao (F2) dibandingkan dengan F1 dapat memperlambat time to
ignition sebesar 171,56%, menurunkan kecepatan pembakaran 59,55% serta
meningkatkan persentase HR sebesar 5,01%. Sedangkan LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Hal (F3) dibandingkan F1 dapat memperlambat time to ignition
sebesar 221,78%, menurunkan kecepatan pembakaran 63,64% serta
meningkatkan persentase HR sebesar 5,20%
2. Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) mengalami peningkatan
kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak masing-masing
sebesar 13,70%, 23,28%, 43,03%, dan 42,42% dibandingkan dengan F1.
Sedangkan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) mengalami peningkatan
kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak masing-masing
sebesar 19,42%, 25,93%, 53,53%, dan 51,70% dibandingkan F1.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas perlu dilakukan tindak lanjut yang
disarankan untuk geobiokomposit yang dihasilkan sebagai berikut :
1. Analisis morfologi menggunakan SEM
2. Analisis degradasi panas menggunakan DTA
3. Uji biodegradasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. http://id.shvoong.com/business-
management/entrepreneurship/1929400-pemanfaatan-limbah-sawit/ diakses
tanggal 15 Juni 2010.
Abdullayev, E., Price, R., Chchukin, D., and Lvov, Y. 2009. Halloysite Tubes as
Nanocontainers for Anticorrosion Coating with Benzotriazole. Applied
Materials & Interfaces. Vol 1. 7, 1437-1443
Achmadi, S. 2003. Kimia Organik : Suatu Kuliah Singkat. Edisi 11. Jakarta :
Erlangga. Terjemahan : Organic Chemistry : a short course. Hart, Harold ;
Leslie E. Craine; and David J.Hart. 2003
Adriani, A. 2003. Penggunaan Alumina untuk Meningkatkan Stabilitas Termal dan
Nyala Poliblen Polipropilena dengan Bahan Pengisi Cangkang sawit. Tesis.
Medan. Program Pasca Sarjana USU. 6-37
Aji, I. S., Sapuan, S.M., E.S. Zainudin., and K. Abdan. 2009. Kenaf Fibres as
Reinforcement for Polymeric Composites: a Review. International Journal of
Mechanical and Materials Engineering (IJMME), Vol. 4, No. 3,pp 239-248
American Society for Testing and Materials D 635-97. 1998 . Standart Test Method
for Rate of Burning and/or Extent and Time of Burning of Plastics in a
Horizontal Position1. Annual Book of ASTM Standards. Vol.8. 01.
American Society for Testing and Materials D 638-97. 1998 . Standart Test Method
for Tensile Properties of Plastics. Annual Book of ASTM Standards. Vol.8.
01.
American Society for Testing and Materials D 6110-97. 1998. Standart Test Methods
for Determining the Charpy Impact Resistance of Notched Specimens of
Plastics. Annual Book of ASTM Standards. Vol.8. 03.
Arunvisut, S., Phummanee, S., and Somwangthanaroj, A. 2007. Effect of Clay on
Mechanical and Gas Barrier Properties of Blown Film LDPE/Clay
Nanocomposites. Department of Chemical Engineering, Faculty of
Engineering, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Astutiningsih, S., Kinasih, P.L., And Wibowo, A.C. 2009. Stabilitas Termal Galeri
Clay Pada Komposit Nano Polipropilena-Clay Montmorillonit Dengan
Pengkompatibel Polipropilena-G-Maleik Anhidirida. Makara Teknologi, Vol.
13, No. 1, 19-24.
Bakri, R., Utari, T., And Sari, I.P. 2008. Kaolin Sebagai Sumber SiO2 Untuk
Pembuatan Katalis Ni/SiO2: Karakterisasi Dan Uji Katalis Pada Hidrogenasi
Benzena Menjadi Sikloheksana. Makara, Sains, Volume 12, No. 1, 37-43.
Barleany, D. A.,Hartono R., and Santoso. 2011. Pengaruh Komposit Montmorillonite
pada Pembuatan Polipropilen-Nanokomposit terhadap Kekuatan Tarik dan
Kekerasannya. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”.
ISSN 1693-4393.
Baroeno. 2010. Bisnis Air Minum Kemasan Terus Menggeliat.
http://bataviase.co.id/node/300123. Diakses pada tanggal 6 Mei 2010
Bodirlau, R., and Teaca, C.A. 2007. Fourier Transform Infrared Spectroscopy and
Thermal Analysis of Lignocellulose Fillers Treated with Organic
Anhydrides. Rom. Journ. Phys. Vol. 54:93-104
Carlsson, M. 2005 . The Inter and Intramolecular Selectivity of The Carbonate
Radical Anion in Its Reaction with Lignin and Carbohydrates. Doctoral
Thesis Kungliga Tekniska Hongkolan.Departement of Chemistry Nuclear
Chemistry,Stockholm.
Ciullo, P.A. 2003. Kaolin Clay: Functional Optical Additives. Paint & Coatings
Industry Magazine: Norwalk, CT.
Cocke, D.L., and Beall, G. 2011. Modification and Characterization of Nanotubular
Halloysite for Heterogeneous Catalytic Applications. 21st National Annual
Meeting, San Fransisco, California.
Darnoko., Guritno, P., A. Sugiharto., and S. Sugesty. 1995. Pulping of Oil Palm
Empty Fruit Bunches with Surfactant. Oil Palm Trunk and Other Palmwood.
Pp 83-87
Delhom, C.C., White-Ghoorahoo, L.A., and S.S. Pang. 2010. Development and
Characterization of Celullose/Clay Nanocomposites. Elsevier. Composites:
Part B 41:475-481
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Deperin RI. 2011. Industri Hilir Kelapa Sawit Indonesia. Kementrian Perindustrian
Republik Indonesia
Diharjo, Jamasri dan Firdaus F., 2007-2008. Rekayasa Panel Interior Kabin
Kendaraan Berkekuatan dan Ketahanan Nyala Api Tinggi Dari Bahan
Komposit Hibrid Geopolimer (Limbah Fly Ash-Serat Gelas-Serat Kenaf-
Polyester). Program Insentif Riset Terapan, KNRT Republik Indionesia.
Du, M., Guo, B., and D. Jia. 2006. Thermal Stability And Flame Retardant Effects
Of Halloysite Nanotubes On Poly(Propylene). Elsevier. European Polymer
Journal. 42: 1362-1369
Du, M., Guo, B., J. Wan., Q. Quliang., and D. Jia. 2010. Effects of Halloysite
Nanotubes on Kinetics and Activation Energy of Non-Isothermal
Crystallization of Polypropylene. Springer. J Polym Res 17:109-118
Dudley H. W and I. Fleming. 1973. Spectroscopic in Organic Chemistry. 2nd
edition. Mc Graw-Hill Book Company (UK) Limited
Dyson, R. W. 1998. Specialty Polymer. 2nd edition. London, Blackie Academic and
Professional.35
Effendi, A. H. 2007. Natrium Silikat Sebagai Bahan Penghambat Api Aman
Lingkungan. Jurnal Teknik Lingkungan Vol 8, No. 3 : 245-252. ISSN 1441-
318X
Evrianni, S. 2010. Reaksi Grafting Maleat Anhidrida Pada Polipropilena Dengan
Inisiator Benzoil Peroksida. Departemen Kimia, FMIPA USU
Fessenden and Fessenden. 1998 . Kimia Organik . Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta,
Erlangga.
Gardolinski, J. E., Zamora, P. P., and F. Wypych. 1999. Preparation and
Characterization of a Kaolinite-1-methyl-2-Pyrrolidone Intercalation
Compound. Journal of Colloid and Interface Science 211:137-141.
Ghosh, Premamoy. 2011. Polymer Science and Technology Plastics, Rubber, Blends,
and Composites. 3th Eddition. Tata McGraw Hill Education Private Limited
Gilman, J.W., Jackson, C.L., Morgan, A.B., and Harris Jr, R. 2000. Flammability
Properties of Polymer-Layered-Silicate Nanocomposites. PolyPropylene and
Polystyrene Nanocomposites. Chem. Mater. 12, 1866-1873
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Grant, M.H.1985.Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 1-20.
New York. John Wiley and Sons. 932-825
Hadi, Q., and Gunawan. 2011. Pengaruh Variasi Fraksi Volume Abu Terbang (Fly
Ash) Sebagai Penguat Al 6061 Matrix Composite Terhadap Sifat Mekanik
Dan Fisik Metal Matrix Composite Al 6061-Fly Ash. Seminar Nasional
Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9. ISBN : 978-602-97742-0-7.
HaiYun, M.A., PingAn, S., and F. ZhengPing. 2011. Flame Retardant Polymer
Nanocomposites: Development, Trend and Future Perspective. Science China
Chemistry Vol.54, No.2:302-313
Handge, U.A., Hedicke-Höchstötter, K., and Altstädt, V. 2010. Composites of
Polyamide 6 and Silicate Nanotubes of The Mineral Halloysite: Influence of
Molecular Weight on Thermal, Mechanical and Rheological Properties.
Polymer 51, 2690-2699.
Hastomo, B. 2009. Analisis Pengaruh Sifat Mekanik Material Terhadap Distribusi
Tegangan Pada Proses Deep Drawing Produk End Cup Hub Body Maker
dengan Menggunakan Software Abaqus 6.5-1. Skripsi. Jurusan Teknik
Mesin. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Heradewi, 2007. Isolasi Lignin dari Lindi Hitam Proses Organosolv Serat tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Skripsi. Departemen Teknologi Industri
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hyun, Y.H. 2002. Rheological Behavior of Biodegradable Polymer/Organoclay
Nanocomposites using Synthetic Aliphatic Polyester. Thesis. Department of
Polymer Science & Engineering. Inha University. Korea
Horvath, E., et. al., 2003. Hydrazine-Hydrate Intercalated Halloysite Under
Controllerd-Rate Thermal Analysis Conditions. Journal of Thermal Analysis
and Calorimetry, Vol 71, 707-714.
Hudiyanti, D. 2009. Pemadam Kebakaran dari Soda Kue, Apa Bisa?. http://
www.chem-is-try.org/tanya_pakar/pemadam-kebakaran-dari-soda-kue-apa-
bisa/ diakses tanggal 3 Mei 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Hussain, F., Hojjati, M., M. Okamoto., and R. E. Gorga. Review article: Polymer-
matrix Nanocomposites, Processing, Manufacturing, and Application: An
Overview. Journal of Composites Materials, Vol 40, No. 17.
Hussain, M., Varley, R.J., Y.B. Cheng., and G.P. Simon. Investigation of Thermal
and Fire Performance of Novel Hybrid Geopolymer Composites. Journal of
Materials Science 39: 4721-4726
Ilic, B.R., Mitrovic, A.A., and L. R. Ljiljana. 2010. Thermal Treatment of Kaolin
Clay to Obtain Metakaolin. Hem. Ind 64(4): 351-356
Ishak, Z. A. M., Kusmono., W.S. Chow., T. Takaechi., and Rochmadi. 2008. Effect
of Organoclay Modification on the Mechanical, Morphology, and Thermal
Properties of Injection Molded Polyamide 6/Polypropylene/Montmorillonite
Nanocomposites. Proceedings of the Polymer Processing Society 24th
Annual Meeting PPS 24, Salerno, Italy.
Kemp, William. 1987. Organic Spectroscopy. London. Mac Millan Publisher.
Khalid, M., Salmiaton, A., C.T. Ratnam., and C. A. Luqman. 2008. Effect of
Trimethylolpropane Triacrylate (Tmpta) on the Mechanical Properties of
Palm Fiber Empty Fruit Bunch and Cellulose Fiber Biocomposite. Journal of
Engineering Science and Technology Vol. 3, No. 2, pp 153 - 162
Kim, H.S., Yang H.S., and Kim H.J. 2005 . Biodegradability and Mechanical
Properties of Agro-Flour-Filled Polybutylene Succinate Biocomposite,
Journal of Applied Polymer Science. Vol 97.
Kusmono. 2010. Studi Sifat Mekanik Dan Morfologi Nanokomposit Berbasis
Poliamid 6/Polipropilen/Clay. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin
(SNTTM) ke-, Palembang.
Kusumastuti, E.D. 2008. Bahaya Plastik Dibalik Kemasan.
http://www.kompoas.com/index.php/read/xml/2008/12/12/11412071/bahaya.
di.balik.kemasan/plastik/ diakses pada tanggal 7 Mei 2010
Lagashetty, A and A. Venkataraman. 2005 . Polymer Nanocomposites . School of
Chemistry and Biochemistry, Thapar Institute of Engineering and
Technology Patiala, Panjab.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Lee, S.R., Park, H.M., Lim, H., Kang, T., Li, X., Cho, W.J., and Ha, C.S.2001.
Microstucture, Tensile Properties, and Biodegradability of Aliphatic
Polyester/Clay Nanocomposites. Polymer 43, 2495-2500.
Lee, J.H., Park, H.S., Lee, Y.S., Lee, Y.K., and Nam, J.D. 2003. Flame Retardancy
and Mechanical Property of Polypropylene/Nylon Nanocomposite Reinforced
with Montmorillonite. Polymer (Korea), Vol 27. No.6, 576-582.
Lee, C.H.,Chien, A., Yen, M.H., and K.F Lin. 2008. Poly(methyl acryalate-co-
methyl methacrylate)/Montmorillonite Nanocomposites Fabricated by Soap-
Free Emulsion Polymerization. Springer. J Polym Res 15:331-336
Lubis, M.Y. 2009. Pembuatan Komposit Kayu Plastik dari Serat Kayu Kelapa Sawit
dan Polipropilena Dengan Menggunakan Polipropilena yang Dimodifikasi
dengan Asam Akrilat sebagai Bahan Penghubung. Tesis. Sekolah Pasca
Sarjana USU, Medan
Maleque, M.A., Belal, F.Y., and S.M. Sapuan. 2006. Mechanical Properties Study of
Pseudo-Stem Banana Fiber Reinforced Epoxy Composite. The Arabian
Journal for Science and Engineering, Vol 32, No 2B. pp 359-354
Majedova, J. 2003. Review: FTIR Techniques in Clay Mineral Studies. Elsevier.
Vibrational Spectroscopy 31:1-10
Manias, Evangelos. 2002. The Role of Nanometer-thin Layered Inorganic Fillers as
Flame Retardants in Polymers. Advances in Fire Retardant Chemicals.
Maulida. 2008. Pembuatan Komposit Termoplastik Berdasarkan Serat Kelapa Sawit
Dengan Kaedah Prapreg. Jurnal Penelitian Rekayasa Vol 1 No.2 74-79
Morgan, A.B., Chu, L.L., and Harris, J.D. 2005. A Flammability Performance
Comparison Between Synthetic And Natural Clays In Polystyrene
Nanocomposites. Fire Materials (29), 213–229
Mwaikambo, L.Y. 2006 . Review of History, Properties, and Application of Plant
Fibres . African Journal of Science and Technology. Vol 7(2), 120 - 133.
Nida, N. S. 2011. Pembuatan Biokomposit Limbah Polipropilena (LPP)
Termodifikasi dengan Pengisi Serat Kenaf dan Senyawa Penghambat Nyala.
Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA UNS. Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Olivares, G.S., Solis, A.S., and O. Manero. 2008. Burning Rate, Mechanical and
Rheological Properties of HIPS-PET and Clay Nanocomposites.
International Journal of Polymeric Materials 57:417-428
Othmer, Kirk. 1996. Encyclopedia of Chemical Technology. Jilid 19th. Volume 14.
Fourth Edition. Canada:John Wiley & Sons Inc.
Patra, P.K., S.B. Warner, Kim Y.K., Qinguo Fan, P.D.Calvert and S. Adanur. 2005 .
Nano Engineered Fire Resistant Composite Fibre, NTC Annual report. No :
M02-MD08.
Pasbakhsh, P., Ismail, H., M.N. Ahmad Fauzi., and A. Abu Bakar. 2009. Influence of
Maleic Anhydride Grafted Ethylene Propylene Diene Monomer (MAH-g-
EPDM) on the Properties of EPDM Nanocomposites Reinforced by
Halloysite Nanotubes. Elsevier. Polymer Testing 28:548-559
Pesova, A., Andertova, J., and O. Gedeon. 2010. Hydrothermal Degradation of
Ceramic Materials on the Natural Raw Materials Base. Part 2: Structural
Changes. Ceramics-Silikaty 54(2):176-181.
Prashantha, K., Lacrampe, M.F., and P. Krawczak. Processing and Characterization
of Halloysite Nanotubes Filled Polypropylene Nanocomposites Based on a
Masterbatch Route: Effect of Halloysites Treatment on Structural and
Mechanical Properties. Express Polymer Letters Vol.5, No.4 : 295-307.
Pudjaatmaka, A.H. 1986. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi ke-3. Jakarta. Erlangga.
Terjemahan : Organic Chemistry. Fessenden R. J. dan J. S. Fessenden. 1979.
Williard Grant Press. Singapore.
Ray, S. S., and Okamoto, M. 2003. Polymer Layered Silicat Nanocomposites : as a
Review from Preparation to Processing. Progress in Polymer Science
28:1539-1641
Ray, S. S., Bousmina, M. 2005. Biodegradable Polymers And Their Layered Silicate
Nanocomposites: In Greening The 21st Century Materials World. Elsevier.
Progress in Materials Science 50: 962–1079
Ribeiro, S.P.S., Estevão, L.R.M., And Nascimento, R.S.V. 2008. Effect Of Clays On
The fire-Retardant Properties Of A Polyethylenic Copolymer Containing
Intumescent Formulation. Sci. Technol. Adv. Mater. 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Rowell, R.M., A.R. Sanadi, D.F.Caul-field , and R.E. Jacobson. 1997 . Utilization of
Natural Fibres in Plastic Composites: Problems and Opportunities .
Lignocellusic-Plastic Composites, USP&UNESP, Sao Paulo, 23-51.
Sain, M., S.H Park, F. Suhara, and S. Law. 2004 . Flame Retardant and Mechanical
Properties of Natural Fibre-PP Composites Containing Magnesium
Hydroxide. Jaournal of Polymer Degradation and Stability, Science Direct.
Vol 83. 363-367.
Salmah, Ismail, H., and Abu Bakar, A. 2005. A Comparative Study on the Effects of
Paper Sludge and Kaolin on Properties of Polypropylene/Ethylene Propylene
Diene Terpolymer Composites. Iranian Polymer Journal 14 (8), 705-713
Sanjaya. 2001. Pengaruh Anhidridasetat Terhadap Struktur Molekuler Kayu dalam
Stabilisasi Dimensi Kayu Pinus merkusii Et. De Vr. JMS Vol. 6 No. 1, hal.
21 – 32
Sarkar, M., Dana, K., S. Ghatak., and A. Banerjee. 2008. Polypropylene-Clay
Composite Prepared from Indian Bentonite. Bulletin Material Science Vol
31. No.1:23-28
Sentanuhady, Jayan.2007.Syarat Terjadinya Pembakaran. Gudangilmu.org
gudangnya ilmu pengetahuan http://gudangilmu.org/2007/11/26/syarat-
terjadinya-pembakaran/ diakses tanggal 15 Juni 2010
Setiadi, A. 2010. Ikatan Hidrogen pada Selulosa.
http://eascience.wordpress.com/2010/03/13/ikatan-hidrogen-pada-selulosa/
diakses pada tanggal 2 November 2011
Seymour, B. R., and C. E. Carraher, Jr. 1988 . Polymer Chemistry An Introduction.
Marcel Dekker Inc. New York.
Si, M., Zaitsev, V., M. Goldman., A. Frenkel., D. G. Peiffer., E. Weil., J. C.
Sokolov., and M.H. Rafailovich. Self-extinguishing Polymer/Organoclay
Nanocomposites. Elsevier. Polymer Degradation and Stability 92 : 86-93
Siburian, R. 2001 . Impregnasi kayu Kelapa Sawit dengan Poliblen
Polipropilena/Karet Alam. Tesis. Program Pasca Sarjana. USU. Medan.
Silverstein, R.M, C. Bassler dan T.C. Morril. 1991. Spectrometric Identification of
Organic Compounds. Fifth edition. Singapore. John Wiley and Sons Inc.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Soentantini.2008. Ekonomi Bisnis. http://www.SuaraSurabaya.net diakses tanggal 6
Mei 2010
Solomon. 2004. Intercalated Polypropylene NanoComposites. Dekker Encyclopedia
of Nanoscience and Nanotechnology. Michigan : Marcel Dekker Inc.
Sopyan, I. 2001 . Kimia Polimer . Jakarta:Pradnya Paramita. Terjemahan : Polymer
Chemistry: An Introduction. Malcom Stevens. 2001. Oxford, Oxford
University Press.
Suharty, N.S. 1993 . Reactive Processing of Polyolefins using Antioxidant System,
Ph.D. Thesis. Department of Chemical Engineering and Applied Chemistry,
Aston University, Birmingham, U.K.
Suharty, N.S., dan Firdaus, M 2007 . Pembuatan Biokomposit Polistirena Daur
Ulang termodifikasi Secara Reaktif Dengan Bahan Pengisi Serat Alam yang
Degradabel. Seminar Internasional Himpunan Polimer Indonesia, Medan.
Suharty, N.S., B. Wirjosentono, dan M. Firdaus. 2007a . Pembuatan Biokomposit
Degradabel dari Polipropilena Daur Ulang Dengan Serbuk Sekam Padi atau
Serbuk Bambu. Laporan Hibah Bersaing Th. 1/2 Angkatan XVI, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas Jakarta.
Suharty, N.S., B. Wirjosentono, dan M. Firdaus. 2007b . Pembuatan Poliblen
Degradabel dari Limbah Kemasan Polipropilena dengan Bahan Pengisi
Serbuk Sekam Padi dan Pemlastis Crude Palm Oil (CPO) Secara Reaktif.
Laporan Program Intensif Riset Dasar Tahun 1/2 , Kementrien Negara Riset
dan Teknologi, Jakarta.
Suharty, N.S., B. Wirjosentono, M. Firdaus, D.S. Handayani, J. Sholikhah, dan Y.A.
Maharani ,.2008 . Synthesis of Degradable Bio-Composites Based on
Recycle Polypropylene Filled with Bamboo Powder Using reactive Process .
Journal Physical Science. Vol 19(2). 105 – 115
Suharty, N.S., Sudirman, K. Dihardjo., and M. Firdaus. 2009. Rekayasa Bio-
Nanokomposit Berkekuatan dan Ketahanan Nyala Api Tinggi untuk Pelapis
Kabin Kendaraan Umum. Laporan Tahun I Pelaksanaan Hibah Penelitian
Kompetitif Sesuai Prioritas Nasional, Direktorat Pendidikan Tingkat Tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Suharty, N.S., Sudirman, Dihardjo, K., Firdaus, M., and Nida, N.S. 2010.
Flammability and Biodegradability of Bio-composite Base On : Recycled
Polypropylene With Kenaf Fiber Containing Mixture Fire Retardant.
ISFAChE, Bali.
Suharty, N.S., Sudirman, K. Dihardjo., and M. Firdaus. 2010a. Rekayasa Bio-
Nanokomposit Berkekuatan dan Ketahanan Nyala Api Tinggi untuk Pelapis
Kabin Kendaraan Umum. Laporan Tahun II Pelaksanaan Hibah Penelitian
Kompetitif Sesuai Prioritas Nasional, Direktorat Pendidikan Tingkat Tinggi.
Sukamta., Budiman, A., Sutijan., Akhmad, B.W., and S. Budiharto. 2009.
Pemecahan Senyawa Kompleks dalam Kaolin dan Pengambilan Alumina
dengan Metode Kalsinasi dan Elutriasi. Jurnal Teknologi Technoscientia.
ISSN: 1979-8415
Supeno, M. 2009. Bentonit Terpilar dan Aplikasi : Kimia Anorganik. USU Press.
Medan
Surjosatyo, A., and Vidian, F. 2004. Studi Co-Gasifikasi Tandan Kosong dan
Tempurung Kelapa Sawit Mengunakan Gasifier Aliran Kebawah. Prosiding
Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. ISSN : 1411 - 4216
Sutha Negara, I.M., Wijaya, K., and Sugiharto, E. 2008. Preparasi dan Karakterisasi
Komposit Kromium Oksida-Montmorillonit. Jurnal Kimia 2 (2), 93-99.
Taurista, A.Y., A.O. Riani dan K.H. Putra . 2006. Komponen Laminat Bambu Serat
Woven Sebagai Bahan Alternatif Pengganti Fiber Glass pada Kulit Kapal.
PKMI. Surabaya. Jurusan Tehnik Material. Institut Teknologi Sepuluh
November.
Tesoro, G. 1976. Current Research on Chemical Modification of Cellulose. Pure &
Application Chemistry, Vol. 46, pp. 239-245
Tesoro.G. 1978. Chemical Modification of Polymers with Flame-Retardant
Compounds . Journal of Polymer Science: Macromolecular Reviews, Vol.
13, pp. 283-353
Threepopnatkul, P., Kaerkitcha, N., and N. Athipongarporn. 2008. Polycarbonate
with Pineapple Leaf Fibers to Produce Functional Composites. Advanced
Materials Research. Vol 47-50, pp 674-677
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Wang , J., Xie, H., Z. Xing., Y. Li., and J. Li. 2011. Thermal Properties of
Composites Containing Metal Oxide Nanoparticles. Materials Science
Forum, Vol. 694, pp. 146-149.
West, A. R. 1992 . Solid State Chemistry and Its Applications. John Wiley and sons.
Scotland.
Yang, H.S., Kim, H.J., Park, H.J., Lee, B.J., Hwang, T.S. 2007. Effect of
compatibilizing agents on rice-husk flour reinforced polypropylene
composites. Composite Structures 77, 45–55
Yusoff, M.Z.M., Salit, M. S. and N. Ismail. 2009. Tensile Properties of Single Oil
Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB) Fibre. Sains Malaysiana 38(4): 525-529.
Zhang, Q., Liu, Q., Mark, J.E., and Noda, I. 2009. A Novel Biodegradable
Nanocomposite Based On Poly (3-Hydroxybutyrate-Co-3-
Hydroxyhexanoate) And Silylated Kaolinite/Silica Core–Shell Nanoparticles.
Applied Clay Science 46, 51–56.
Zheng, S., Sun, S., Z. Zhang., and X. Xu. 2005. Effect of Properties of Calcined
Microspheres of Kaolin on the Formation of NaY Zeolite. Bulletin of the
Catalysis Society of India 4:12-17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Lampiran 1. Bagan Alir Preparasi LPP
Lampiran 2. Bagan Alir LPP-g-AA
Prosedur dilakukan pada rasio LPP 100%, BPO 0,05%, dan AA 5% dalam berat total
campuran 50 gram
dipotong 5 mm x 2 mm x 0,1 mm
LPP
Serpihan LPP
FTIR XRD
Serpihan LPP,BPO, dan AA
Xilena
XilenaMendidih
LPP-g-AA dalamxilena
Master Batch LPP-g-AA
Spesimen
Dipanaskan T=135°C, 180 menit, diaduk
Dibuat cetakan dengan alat hot press,T=175°C, Tekanan 90 kN
Penguapan padaT kamar
Labu Refluks
FTIR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Lampiran 3. Bagan Alir Pembuatan Komposit Formula F1, F2, serta F3
Prosedur dilakukan sintesis biokomposit standar LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (F1)
mengikuti tabel 4. Sedangkan sintesis geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-
AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) mengikuti tabel 5.
Serpihan LPP, LPP-g-AA,DVB, BPO, STKS
XilenaMendidih
Gas Nitrogen
Xilena
Labu Refluks
Spesimen
GeokompositBebas Pelarut
GeokompositPanas
FT-IR
XRD
Dipanaskan T=135°C, 180 menit, diaduk
Dibuat cetakan dengan alat hot press,T=175°C, Tekanan 90 kN
Penguapan padaT kamar
Pengujian Sifat Mekanik :
Kekuatan Tarik
Modulus Young
Energi Serap dan
Kekuatan Impak
Pengujian
Daya bakar :
TTI
BR
HR
Dengan atautanpa Clay
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Lampiran 4. Pola Difraksi LPP berdasarkan JCPDS
Lampiran 5. Pola Difraksi Haloisit berdasarkan JCPDS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Lampiran 6. Formula
LPP : Limbah Polipropilena
F1 : LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
F2 : LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao
F3 : LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
KI1a : Formula F2; 10% (w)
KI1b : Formula F2; 20% (w)
KI1c : Formula F2; 30% (w)
KI1d : Formula F2; 40% (w)
KJ1a : Formula F3; 10% (w)
KJ1b : Formula F3; 20% (w)
KJ1c : Formula F3; 30% (w)
KJ1d : Formula F3; 40% (w)
Lampiran 7. Perhitungan Time to Ignition
Kode
Waktu
I
Waktu
II
Waktu
III
Rata-rata
waktu
(detik)
LPP 1,02 1,14 0,9 1,02
F1 2,24 2,39 2,12 2,25
KI1a 5,03 5,44 5,52 5,33
KI1b 6,00 6,21 6,12 6,11
KI1c 6,74 6,56 6,11 6,47
KI1d 6,89 7,06 7,47 7,14
KJ1a 6,27 6,91 6,47 6,55
KJ1b 7,51 7,18 7,03 7,24
KJ1c 7,91 7,49 7,37 7,59
KJ1d 8,57 7,81 8,01 8,13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Lampiran 8. Perhitungan Kecepatan Pembakaran
Kecepatan pembakaran (V) =
Keterangan : L = panjang spesimen yang terbakar (mm); 75 mm
t = waktu pembakaran (s)
SB
Nilai I Nilai II Nilai IIIRata-rata
V (mm/
menit)
T
(detik)
V
(mm/
menit)
t
(detik)
V
(mm/
menit)
t
(detik)
V
(mm/
menit)
LPP 1524,89 2,95 1550,09 2,90 1543,13 2,92 2,92
F1 2111,74 2,13 1997,81 2,25 2030,58 2,22 2,20
KI1a 4901,12 0,92 4681,05 0,96 5083,66 0,89 0,92
KI1b 5108,89 0,88 4811,81 0,94 5219,1 0,86 0,89
KI1c 5501,46 0,82 5003,67 0,90 5720,13 0,79 0,83
KI1d 5712,66 0,79 5321,08 0,85 5500,01 0,82 0,82
KJ1a 5501,49 0,82 5006,78 0,90 5421,37 0,83 0,85
KJ1b 5811,56 0,77 5288,01 0,85 5729,17 0,79 0,80
KJ1c 6035,26 0,75 6201,55 0,73 5988,07 0,70 0,74
KJ1d 6381,54 0,70 6893,67 0,65 6601,11 0,68 0,68
60Lt
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Lampiran 9. Perhitungan Heat Release (HR)
Heat Release = %10010
1
T
T
Keterangan : T1 = suhu panel setelah api dimatikan
T₀= Suhu Pembakaran, dimana T₀ = 692°C
SB
Nilai I Nilai II Nilai III Rata-rata
HR
(%)
T1
(°C)
HR
(%)
T1
(°C)
HR
(%)
T1
(°C)
HR
(%)
LPP 113,61 83,58 112,95 83,68 112,44 83,75 83,67
F1 98,16 85,82 98,89 85,71 96,95 85,99 85,84
KI1a 69,23 90,00 68,77 90,06 67,69 90,22 90,09
KI1b 68,47 90,11 68,15 90,15 68,04 90,17 90,14
KI1c 68,00 90,17 67,89 90,19 68,14 90,15 90,17
KI1d 67,82 90,20 67,61 90,23 67,91 90,19 90,21
KJ1a 67,45 90,25 67,34 90,27 67,32 90,27 90,26
KJ1b 67,22 90,29 67,19 90,29 67,01 90,32 90,30
KJ1c 66,65 90,37 66,50 90,39 66,53 90,39 90,38
KJ1d 66,37 90,41 66,10 90,45 66,40 90,40 90,42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Lampiran 10. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik
Rumus perhitungan nilai kekuatan tarik :
Kekuatan tarik (σ) =
SB
Nilai I Nilai II Nilai III Rata-rata
σ
(MPa)
A
(mm2)
Fmaks
(N)
σ
(MPa)
A
(mm2)
Fmaks
(N)
σ
(MPa)
A
(mm2)
Fmaks
(N)
σ
(MPa)
LPP 5.63 155.58 27.63 5.55 155.69 28.05 5.62 155.53 27.67 27.79
F1 5.64 174.28 30.90 5.58 174.15 31.21 5.59 174.17 31.16 31.10
KI1a 5.65 188.13 33.30 5.59 188.02 33.64 5.56 188.00 33.81 35.58
KI1b 5.61 197.95 35.29 5.55 197.96 35.67 5.64 198.12 35.13 35.36
KI1c 5.64 180.73 32.04 5.62 180.69 32.15 5.54 180.59 32.60 32.26
KI1d 5.63 170.10 30.21 5.57 169.88 30.50 5.60 170.08 30.37 30.36
KJ1a 5.64 192.08 34.06 5.61 191.99 34.22 5.55 191.90 34.58 34.28
KJ1b 6.37 234.10 36.75 6.32 233.94 37.02 6.21 233.90 37.67 37.14
KJ1c 5.65 182.85 32.36 5.63 182.76 32.46 5.52 182.70 33.10 32.64
KJ1d 5.65 172.30 30.50 5.61 172.26 30.71 5.54 172.07 31.06 30.75
F maks
A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Lampiran 11. Perhitungan Modulus Young
SB
Nilai I Nilai II Nilai III E rata-
rata
(MPa)
σ
(MPa)
ε
(%)
E
(MPa)
σ
(MPa)
ε
(%)
E
(MPa)
σ
(MPa)
ε
(%)
E
(MPa)
LPP 27.63 40.21 68.73 28.05 40.73 68.87 27.67 40.38 68.54 68.71
F1 30.90 36.00 85.84 31.21 36.15 86.33 31.16 36.21 86.05 86.10
KI1a 33.30 34.65 96.10 33.64 34.84 96.54 33.81 34.91 96.86 96.50
KI1b 35.29 33.19 106.31 35.67 33.50 106.47 35.13 33.25 105.65 106.14
KI1c 32.04 29.60 108.26 32.15 29.60 108.62 32.60 30.20 107.94 108.27
KI1d 30.21 26.86 112.48 30.50 27.29 111.76 30.37 27.21 111.62 111.95
KJ1a 34.06 34.28 99.35 34.22 34.39 99.51 34.58 34.59 99.96 99.60
KJ1b 36.75 33.99 108.12 37.02 33.98 108.93 37.67 34.80 108.23 108.43
KJ1c 32.36 29.49 109.74 32.46 29.51 110.00 33.10 29.92 110.62 110.12
KJ1d 30.50 27.28 111.79 30.71 27.37 112.19 31.06 27.64 112.37 112.12
Kuat Tarik (σ)
Elongation (%ε)Modulus Young (E) =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Lampiran 12. Perhitungan Energi Serap (Es)
Es = G x R x (Cos β – Cos α)
Keterangan : G = Berat beban / pembentur (Newton), dimana G = 9,80 N
R = Jari-jari pusat putar ke titik berat pembentur (meter),
dimana R = 0,83 m
α = sudut ayunan tanpa beban uji, dimana α = 156°,
cos α = -0,9136
β = sudut ayunan mematahkan specimen
SB
Nilai I Nilai II Nilai III Rata-rata
Es
(J)Cos β
Es
(J)Cos β
Es
(J)Cos β
Es
(J)
LPP -0.9006 0.1057 -0.9001 0.1094 -0.9003 0.1076 0.1076
F1 -0.9067 0.0559 -0.9065 0.0577 -0.9061 0.0607 0.0581
KI1a -0,9046 0,0727 -0,9051 0,0691 -0,9048 0,0709 0,0709
KI1b -0,9036 0,0812 -0,9030 0,0861 -0,9035 0,0818 0,0831
KI1c -0.9059 0.0619 -0.9054 0.0667 -0.9054 0.0661 0.0649
KI1d -0.9090 0.0374 -0.9079 0.0463 -0.9087 0.0392 0.0410
KJ1a -0,9045 0,0733 -0,9040 0,0776 -0,9037 0,0800 0,0770
KJ1b -0,9031 0,0849 -0,9024 0,0904 -0,9022 0,0922 0,0892
KJ1c -0.9045 0.0739 -0.9047 0.0721 -0.9054 0.0670 0.0709
KJ1d -0.9073 0.0505 -0.9062 0.0595 -0.9076 0.0487 0.0529
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Lampiran 13. Perhitungan Kekuatan Impak
SB
Nilai I Nilai II Nilai III Rata-
rata
Is
(J/mm2
*10-3
Es
(J)
A
(mm2)
Is
(J/mm2
*10-3
Es
(J)
A
(mm2)
Is
(J/mm2
*10-3
Es
(J)
A
(mm2)
Is
(J/mm2
*10-3
LPP 0.1057 9.05 11.68 0.1094 9.17 11.94 0.1076 9.08 11.85 11.82
F1 0.0559 8.97 6.23 0.0577 9.02 6.39 0.0607 8.99 6.75 6.46
KI1a 0,0727 9,12 7,97 0,0691 9,04 7,64 0,0709 9,14 7,76 7,80
KI1b 0,0812 8,96 9,07 0,0861 9,07 9,49 0,0818 9,06 9,03 9,20
KI1c 0.0619 9,16 6.76 0.0667 9,06 7.36 0.0661 9,08 7.28 7.13
KI1d 0.0374 8.87 4.22 0.0463 9.34 4.96 0.0392 9.09 4.31 4.50
KJ1a 0,0733 9,10 8,06 0,0776 8,99 8,63 0,0800 9,00 8,89 8,53
KJ1b 0,0849 9,03 9,40 0,0904 9,10 9,93 0,0922 9,17 10,10 9,80
KJ1c 0.0739 9.05 8.17 0.0721 9.07 7.95 0.0670 9.19 7.26 7.79
KJ1d 0.0505 8.94 5.65 0.0595 9.41 6.32 0.0487 8.91 5.47 5.81
Energi Serap (Es)
Luas Penampang (A)Kekuatan Impak (Is) =