Download - Referat Trya
REFERAT
EFEKTIVITAS PROGESTERON PADA KEHAMILAN PRETERM
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun Oleh:
Trya Oktaviani
20090310165
Diajukan Kepada Yth:
dr. Bambang Basuki, Sp.OG
SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGIPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL2014
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Efektivitas Progesteron Pada Kehamilan Preterm
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh:
Trya Oktaviani
20090310165
Telah dipresentasikan dan disetujui pada:
Sabtu, 1 Februari 2014
Mengetahui
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
Dr. dr. HM. Any Ashari, Sp.OG (K) dr. Bambang Basuki, Sp.OG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehamilan preterm adalah suatu kehamilan yang terjadi pada seorang
wanita dengan usia kehamilan antara 20 minggu sampai 37 minggu,
sedangkan persalinan preterm menurut definisi WHO adalah persalinan pada
usia kehamilan lebih dari 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu lengkap
atau kurang dari 259 hari, atau dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.
Ancaman persalinan preterm sering menimbulkan masalah bagi ibu
hamil, karena ibu hamil dengan umur kehamilan kurang dari 259 hari sering
datang mengeluh timbulnya kontraksi yang memberikan ancaman bagi
persalinan. Pada ancaman persalinan preterm terjadi kontraksi uterus yang
regular diikuti dengan dilatasi serviks yang progresif dan atau penipisan
serviks. Selain itu, persalinan preterm merupakan salah satu penyebab
mortalitas dan morbiditas pada bayi dan merupakan gambaran tingkat
kesehatan suatu negara.
Kejadian persalinan preterm meliputi 10 – 15 % dari seluruh
kehamilan. Meskipun angka kejadian 10 – 15% kehamilan namun
kontribusinya terhadap morbiditas dan mortalitas neonatal adalah sekitar 50 –
70%. Disamping keberhasilan hidup, masalah penting lainnya pada bayi
prematur adalah mutu hidup yang bisa dicapai dengan berat badan lahir yang
sangat rendah dan gangguan - gangguan yang cukup bermakna baik pada
jasmani maupun intelektual anak nantinya.
Saat ini berkembang studi penggunaan progesterone sebagai tokolitik
pada persalinan preterm. Tokolitik merupakan landasan dasar terapi
farmakologi pada persalinan preterm. Tokolitik berfungsi untuk menghentikan
kontraksi uterus selama episode tertentu persalinan (first line therapy) atau
memelihara relaksasi uterus setelah episode akut (maintenance therapy).
Tujuan yang diharapkan adalah dapat memperpanjang umur kehamilan dan
meningkatkan berat badan lahir atau minimal untuk memperpanjang
kehamilan bersamaan dengan pemberian kortikosteroid yang berguna untuk
pematangan paru janin. Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh variasi maternal
dan efek samping terhadap neonates.
Untuk menurunkan dampak medis dan ekonomis dari persalinan
preterm, tujuan utama dari perawatan obstetri tidak hanya menurunkan angka
kejadian persalinan preterm namun juga untuk meningkatkan usia kehamilan
dimana persalinan preterm tidak dapat dihindari.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Referat ini adalah untuk mengetahui efektifitas
progesterone sebagai tokolitik pada kehamilan preterm.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persalinan Preterm
1. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari
37 minggu lengkap (kurang dari 259 hari). Pada tahun 1935, American
Academy of Pediatrics mendefinisikan prematuritas sebagai bayi yang lahir
hidup dengan berat badan 2500 g atau kurang. Kriteria ini digunakan luas
sampai didapatkan adanya ketidaksesuaian antara usia gestasi dan berat lahir
akibat pertumbuhan janin yang terhambat.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1961 menambahkan usia
gestasi sebagai satu kriteria bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia
gestasi 37 minggu atau kurang. Dibuat pembedaan antara berat badan lahir
rendah (2500 g atau kurang) dan prematuritas (37 minggu atau kurang).
Lembaga lain telah mengusulkan bahwa kelahiran preterm didefinisikan
sebagai bayi yang dilahirkan sebelum lengkap 37 minggu.
Pembagian klinis persalinan preterm:
a. Persalinan preterm spontan dengan membran utuh (40-45%)
b. Persalinan preterm spontan dengan ruptur membran prematur (30-40%)
c. Intervensi bedah atau medis karena indikasi fetal atau maternal (20%)
2. Etiologi
Penyebab terjadinya persalinan preterm diantaranya adalah:
a. Komplikasi medis dan obtetris. Sekitar 28% kelahiran preterm
diindikasikan disebabkan oleh preeklamsia (43%), gawat janin (27%),
pertumbuhan janin terhambat (10%), ablasio plasenta (7%), dan
kematian janin (7%). Tujuh puluh dua persen sisanya disebabkan oleh
persalinan preterm spontan dengan atau tanpa pecah ketuban.
b. Faktor gaya hidup. Perilaku seperti merokok, gizi buruk dan
penambahan berat badan yang kurang baik selama kehamilan, serta
penggunaan obat seperti kokain atau alkohol telah dilaporkan
memainkan peranan penting pada kejadian dan hasil akhir bayi dengan
berat lahir rendah. Beberapa hal ini akan berefek pada pertumbuhan
janin terhambat dan peningkatan risiko persalinan preterm.
c. Faktor genetik. Telah diamati selama bertahun – tahun bahwa
kelahiran preterm merupakan suatu kondisi yang terjadi secara
familial. Observasi ini ditambah sifat kelahiran preterm yang berulang
dan prevalensinya yang berbeda antar ras telah menimbul dugaan
adanya penyebab genetik persalinan preterm.
d. Infeksi cairan amnion dan korioamnion. Infeksi korioamnion yang
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme telah muncul sebagai
kemungkinan penjelasan berbagai kasus pecah ketuban dan atau
persalinan preterm yang tak dapat dijelaskan hingga kini.
e. Bakteri rongga mulut, terutama Fusobacterium nucleatum dan
Capnocytophaga dihubungkan dengan infeksi/peradangan saluran
genital bagian atas pada wanita-wanita yang hamil. Offenbacher dan
kawan-kawan menemukan wanita-wanita dengan periodontitis
mempunyai suatu resiko tujuh kali lipat dari kelahiran preterm
dibandingkan dengan kontrol. Sebanyak 24 dari 28 wanita-wanita yang
melahirkan sebelum 32 minggu mempunyai periodontitis; meningkat
empat kali lipat dibandingkan dengan wanita-wanita tanpa penyakit.
f. Vaginosis bakterialis telah lama dikaitkan dengan kelahiran preterm
spontan, ketuban pecah dini, infeksi korion dan amnion, serta infeksi
cairan amnion.
3. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya persalinan preterm adalah:
1. Riwayat persalinan preterm sebelumnya. Risiko persalinan preterm
meningkat tinggi jika:
a) Persalinan preterm sebelumya minimal dua kelahiran sebelum
kehamilan sekarang.
b) Persalinan preterm sebelumnya terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 28 minggu
c) Ada riwayat persalinan preterm yang multipel
2. Riwayat induksi aborsi dan kehamilan multipel.
3. Stress (sosioekonomi rendah, cemas, depresi, pembedahan abdominal
selama kehamilan).
4. Aktifitas fisik yang berat.
5. Polyhydramnion, anomali uterus atau fibroid.
6. Faktor serviks (panjang serviks, riwayat pembedahan di serviks,
dilatasi atau penipisan serviks prematur).
7. Placenta previa, anemia (hemoglobin <10 g/dL), kontraksi uterus
berlebihan.
8. Usia ibu (<18 or >40), ras African-American.
9. Faktor fetal (anomali kongenital, pertumbuhan terhambat).
4. Patofisiologi Persalinan Preterm
Persalinan preterm spontan merupakan sindrom heterogen. Kejadian
persalinan preterm spontan memuncak berdasarkan beberapa kemungkinan
yang mendasari, yaitu: kontraksi miometrium yang berlebihan, overdistensi
membran fetal, perdarahan desidua dan inflamasi atau infeksi intrauterin, serta
aktivasi axis hiptohalamus-pituitary-adrenal (HPA). Jalur – jalur ini dapat
dimulai berminggu – minggu sampai berbulan – bulan sebelum terjadinya
persalinan preterm. Proses persalinan preterm dapat berasal dari 1 atau lebih
jalur di atas.
Skema 1. Mekanisme inflamasi dalam menyebabkan persalinan preterm
spontan.
Chorioamnionitis adalah penyebab infeksi yang paling sering
menyebabkan persalinan preterm spontan, dimana dapat berasal dari infeksi
sistemik maupun secara ascenden dari traktus genitalis. Respon inflamasi fetal
dan atau maternal terhadap infeksi amniochorion-desidua dicirikan dengan
kehadiran neutrofil dan makrofag yang menginduksi mediator proinflamasi,
seperti sitokin-sitokin (misalnya interleukin 1,6,8; tumor necrosis factor-alpha
(TNF-α), granulocyte colony-stimulating factor (GCSF) dan matrix
metalloproteinase). Interleukin-1 beta dan TNF meningkatkan produksi
prostaglandin dengan menginduksi ekspresi COX-2 dalam amnion dan
desidua. Di samping itu, IL-1beta dan atau TNF secara langsung
meningkatkan ekspresi dari berbagai matrix metalloproteinase di dalam
amnio-chorion, desidua dan serviks untuk degradasi matrix ekstraseluler
membran fetal dan serviks sehingga menyebabkan ruptur membran dan
perubahan serviks (pelunakan dan dilatasi serviks). TNF juga memainkan
peranan tambahan, yaitu meningkatkan apoptosis di dalam sel epitel amnion
sehingga menyebabkan ruptur membran prematur. IL-6 meningkatkan
produksi prostaglandin membran fetal dan desidua ketika IL-8 dan GCSF
mengaktivasi neutrofil.
Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh bakteri (Pseudomonas,
Staphylococcus, Streptococcus, Bacteroides, and Enterobacter) yang dapat
memproduksi protease, kolagenase, dan elastase yang dapat mendegradasi
membran fetal. Bakteri juga dapat memproduksi phospolipase A2 yang dapat
mensintesis prostaglandin dan endotoksin yang dapat menstimulasi kontraksi
uterus.
Skema 2. Mekanisme regangan mekanis/distensi uterus dalam menyebabkan
persalinan preterm spontan.
Kehamilan multipel, polihidramnion dan penyebab lain yang
menyebabkan distensi uterus meningkatkan peregangan miometrium yang
menginduksi susunan gap junction, upregulasi reseptor oksitosin dan produksi
prostaglandin E2 dan F2 serta myosin light chain kinase yang akhirnya
memicu kontraksi uterus dan dilatasi serviks.
Skema 3. Mekanisme perdarahan desidua dalam menyebabkan persalinan
preterm spontan (F: factor; TF: tissue factor; MMP: matrix
metalloproteinases; ECM: extracellular matrix; uPA: urokinase-type
plasminogen activator; tPA: tissue-type plasminogen activator.
Perdarahan intrauterin dari plasenta previa maupun solusio
menyebabkan aktivasi faktor jaringan desidua, faktor VIIa yang mengaktifkan
faktor X hingga membentuk trombin. Kemudian trombin berikatan dengan
protease-activated receptor (PAR1 dan 3) yang kemudian mengatur ekspresi
protease seperti matriks metalloproteinas yang kemudian mendegradasi
matriks ekstraseluler membran fetal sehingga menyebabkan ruptur membran
prematur.
Skema 4. Mekanisme aktivasi axis HPA dalam menyebabkan persalinan preterm
spontan (HPA: hypothalamus-pituitary-adrenal; ACTH: Adrenocorticotropic
hormone, 16-OH; DHEA: 16-hydroxydehydroepiandrosterone; E1 - E3: estrogen,
estradiol, estrone; CRH: Corticotropin releasing hormone; Cox-2:
Cyclooxygenase 2; PG: Prostaglandin; MLCK: Myosin light chain kinase;
PROM: Premature rupture of membranes; PGDH: Hydroxyprostaglandin
dehydrogenase.
Stress psikologis dan fisik ibu dapat mengaktifkan axis HPA maternal.
Aktivasi HPA fetal dapat terjadi dari stress vaskulopati uteroplasenta.
Mekanisme aktivasi HPA dalam menyebabkan persalinan preterm:
peningkatan CRH serta peningkatan sekresi ACTH yang menstimulasi
produksi estrogen plasenta yang akan mengkatifkan miometrium dan
mengawali persalinan.
CRH dilepaskan di hipotalamus, tetapi selama kehamilan juga
diekspresikan oleh plasenta dan korion tropoblast, amnion dan sel desidua.
CRH menstimulasi ACTH dari hipofisis kemudian menstimulasi pelepasan
kortisol dari adrenal. Di dalam HPA maternal, kortisol menghambat CRH
hipotalamus dan ACTH hipofisis dengan umpan balik negatif. Sebaliknya,
kortisol mengstimulasi CRH dalam membran desidua tropoblast yang
memberikan umpan balik positif. CRH juga meningkatkan produksi
prostaglandin oleh amnion, korion dan desidua. Prostaglandin juga memicu
pelepasan CRH dari plasenta.
Sekresi ACTH fetal juga menstimulasi kelenjar adrenal dalam
mensintesis dehydroepiandrosterone sulfat (DHEA), yang dirubah menjadi 16-
OH-DHEA di hepar fetal. Plasenta merubah prekursor androgen ini menjadi
estron (E1), estradiol (E2) dan estriol (E3), yang akan mengaktifkan
miometrium dengan formasi gap junction, reseptor oksitosin, aktivitas
prostaglandin, dan enzim yang bertanggungjawab untuk kontraksi miometrium
(myosin light chain kinase, calmodulin)
5. Diagnosa Persalinan Preterm
Pada beberapa kasus persalinan preterm sulit untuk dibedakan secara
dini persalinan sebenarnya atau tidak, sebelum timbul kontraksi uterus yang
mengakibatkan penipisan dan pembukaan serviks yang progresif. Tanda-
tanda yang dipakai untuk mengidentifikasi persalinan preterm ialah:
a. Kontraksi uterus berlangsung setidaknya setiap 10 menit dan
berlangsung selama 30 detik atau lebih
b. Adanya dilatasi serviks yang progresif, pada primigravida pembukaan
3 cm atau lebih dan pada multigravida pembukaan 4 cm atau lebih,
dan keluarnya cairan lendir bercampur darah dari kemaluan
c. Penipisan serviks 80% atau lebih.
6. Penatalaksanaan Persalinan Preterm
a. Penilaian awal terhadap pasien terhadap kemungkinan terjadinya
persalinan preterm
1. Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin,
hidup/gawat janin/mati, kelainan kongenital, dan sebagainya)
dengan USG
2. Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk
menentukan prognosis dari pada berat janin
3. Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi
terutama adanya seorang neonatalogis, bila dirujuk.
4. Kemungkinan terjadinya ruptur membrane
5. Demam atau tidak
6. Letak plasenta untuk antisipasi irisan seksio sesarea
7. Dilatasi serviks
8. Vaginal bleeding
9. Aktivitas uterus
b. Mencari faktor resiko
c. Prinsip pentalaksanaan:
1. Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya
d. Mempertimbangkan strategi penatalaksanaan, yaitu
1. Terapi tokolitik intravena (keputusan harus dipengaruhi oleh
factor usia, penyebab persalinan preterm, dan kontraindikasi)
2. Jika terapi tokolitik digunakan, pasien harus diawasi terhadap
efek samping yang dapat terjadi
3. Terapi kortikosteroid, misalnya betamethasone dalam dosis 12
mg intramuskuler setiap 24 jam dengan total dua dosis.
4. Terapi antibiotik jika infeksi spesifik ditemukan
7. Terapi Tokolitik pada Persalinan Preterm
Tokolitik berasal dari kata toco yang berarti kontraksi dan lytic yang
berarti penghilangan. Tokolitik merupakan sekelompok obat-obatan yang
digunakan untuk menekan persalinan preterm. Sejauh ini tokolitik
mempunyai andil yang besar dalam mengurangi kematian perinatal dari
60% menjadi 40% pada bayi prematur yaitu bayi yang dilahirkan melalui
persalinan yang terjadi lebih cepat dari 37 minggu dari kehamilan lengkap
atau pada bayi dengan berat badan 2500 gram kebawah.
Obat-obat tokolitik belum terbukti efektif digunakan untuk
mencegah terjadinya kelahiran prematur atau menurunkan mortalitas dan
morbiditas neonatus. Namun hasil terbaik dari kelompok obat-obatan ini
adalah dapat menunda kelahiran untuk 48 jam agar manfaat maksimal dari
glukokortikoid terhadap paru-paru fetus dapat tercapai. Kebanyakan
tokolitik dapat memberikan efek ini apabila membran paru dalam keadaan
intak.
Bagaimanapun juga, pada beberapa penelitian, efektifitas dari
tokolitik hanya sedikit lebih baik dari pada istirahat total dan hidrasi,
keduanya lebih sedikit menimbulkan efek samping dari pada tokolitik.
Persalinan preterm kadangkala sulit untuk didiagnosa. Penggunaan obat-
obat tokolitik harus digunakan secara selektif dan disertai dengan
monitoring karena merupakan lethal medications.
Keputusan untuk menggunakan tokolitik harus memperhitungkan
manfaat yang didapat fetus. Mortalitas dan morbiditas neonates sangat
dipengaruhi oleh usia kehamilan. Sampai usia kehamilan 23 minggu,
neonates tidak memiliki kelangsungan hidup dan hanya sedikit
kemungkinan untuk bertahan dengan adanya komplikasi klinis yang lain.
Resiko mortalitas dan morbiditas neonatus menjadi lebih rendah setelah
kehamilan lengkap 34 minggu dimana tokolitik tidak dianjurkan pada usia
kehamilan lebih dari 34 minggu. Di antara minggu ke 24 dan 33
kehamilan, neonatus memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan
hidup.
Terapi tokolitik berdasarkan efektifitas terapinya berfungsi untuk
menghentikan kontraksi uterus selama episode tertentu persalinan (first
line therapy) atau memelihara relaksasi uterus setelah episode akut
(maintenance therapy). Ada beberapa kelas terapi tokolitik untuk
mengatasi kontraksi uterus pada persalinan preterm yaitu β mimetik,
calsium channel blocker, magnesium sulfat, nonsteroid anti-inflammatory
drugs (NSAIDs), ethanol, serta preparat tokolitik yang sekarang ini
digunakan yaitu progesterone.
8. Penggunaan Tokolitik yang Dianjurkan
Berikan obat-obat tokolitik tidak lebih dari 48 jam. Monitor keadaan
janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distress nafas, kontraksi uterus,
pengeluaran cairan ketuban atau darah pervaginam, djj, balans cairan, dan
gula darah).
Syarat-syarat pemberian tokolitik:
1. Usia kehamilan 28-37 minggu.
2. Pembukaan serviks tidak lebih dari 4 cm
3. Adanya kontraksi uterus dua kali dalam 15 menit
4. Janin dalam keadaan baik
5. Tidak ada kontraindikasi pemberian obat agonis adrenergik β
Kontra indikasi pemberian tokolitik:
1. Umur kehamilan kurang 28 minggu
2. Solusio plasenta dan plasenta previa
3. Infeksi intra uterin
4. Febris yang tak diketahui sebabnya
5. Pertumbuhan janin terhambat
6. Penyakit jantung
7. Hipertensi dalam kehamilan
8. Penyakit paru, hipertiroid, diabetes mellitus
Untuk menyingkirkan kontra indikasi tersebut perlu pemeriksaan
khusus seperti : Hematokrit, lekosit, gula darah sewaktu, EKG, dan foto
torak.
9. Kerugian terapi tokolitik
Kerugian terapi tokolitik meliputi efek samping yang muncul
dengan pemberian obat-obat tokolitik yang dapat berdampak pada ibu
hamil, fetus dan neonatus nantinya.
Kerugian maternal
1. Gangguan kardiovaskuler
Gangguan kardiovaskuler termasuk aritmia, gagal jantung, infark
miocard dapat muncul pada pemberian β mimetik.
2. Gangguan metabolik
Gangguan metabolisme dapat muncul pada pasien yang mendapatkan
tokolitik golongan β mimetik seperti hiperglikemia dan hipokalemia.
3. Gangguan gastrointestinal
Pemberian β mimetik, calcium channel blocker, magnesium sulfat, dan
ethanol dapat berdampak terhadap keluhan-keluhan gastrointestinal.
4. Gangguan psikologis
Pada pemberian β mimetik dapat menimbulkan gangguan psikologis
berupa depresi.
Kerugian fetus dan neonates
a. Takikardia
Pada ibu yang mendapatkan β mimetik dapat berdampak pada peningkatan
denyut jantung fetus yang menyebabkan takikardia.
b. Konstriksi duktus/regusgitasi trikuspidal
Yaitu pada ibu yang mendapatkan NSAIDs. Kelainan ini tidak muncul
pada pemberian β mimetik.
10. Penggunaan Progesterone Sebagai Tokolitik
Progesterone merupakan hormone yang dihasilkan oleh korpus
luteum. Pada masa awal kehamilan (6 - 7 minggu) progesteron sangat
diperlukan untuk kehamilan. Setelah masa transisi (antara minggu ke-7
dan 11), plasenta mengambil alih peran korpus luteum dan menghasilkan
progesteron. Sintesis progesteron plasenta sangat bergantung pada
hubungan antara maternal dan plasenta. Sumber utama sintesis protein
progesteron adalah kolesterol. Kolesterol ini masuk kedalam sitoplasma.
Pengaruh-pengaruh khusus progesteron yang penting untuk
kemajuan kehamilan yang normal adalah sebagai berikut:
1. Progesteron menyebabkan sel-sel desidua tumbuh di endometrium
uterus, dan sel-sel ini memainkan peranan penting dalam nutrisi
embrio awal.
2. Progesteron menurunkan kontraktilitas uterus gravid, jadi mencegah
kontraksi uterus yang menyebabkan abortus spontan.
3. Progesteron juga membantu perkembangan hasil konsepsi bahkan
sebelum implantasi, karena progesteron secara khusus meningkatkan
sekresi tuba fallopii dan uterus ibu menyediakan bahan nutrisi yang
sesuai untuk perkembangan morula dan blastokista.
4. Progesteron yang disekresikan selama kehamilan juga membantu
estrogen mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi.
Pada akhir kehamilan,uterus secara progesresif peka sampai
akhirnya mulai berkontraksi kuat secara ritmik dengan kekuatan
sedemikian rupa sehingga bayi dilahirkan. Penyebab peningkatan aktivitas
uterus yaitu rasio estrogen terhadap progesteron.
Progesteron menghambat kontraksi uterus selama kehamilan,
sehingga membantu mencegah ekspulsi fetus. Sebaliknya estrogen
mempunyai kecenderungan nyata untuk meningkatkan derajat
kontraktilitas terus, sedikitnya terjadi karena estrogen meningkatkan
jumlah gap jungtion antara sel-sel otot polos euterus yang berdekatan.
Baik progesteron maupun estrogen disekresikan dalam jumlah yang secara
progresif makin bertambah selama kehamilan, tetapi mulai kehamilan
bulan ke-7 dan seterusnya sekresi estrogen terus meningkat sedangkan
sekresi progesteron tetap konstan atau mungkin sedikit menurun.
Progesteron dan preparat progestin sintetik, diduga oleh para ahli
menghambat rangsangan kontraksi sel-sel myometrium. Tapi sejauh ini
preparat tersebut belum meyakinkan efektif digunakan secara klinis.
Penggunaan progesteron pada kehamilan preterm masih merupakan
kontroversi.
Efek tokolitik progesteron diduga merupakan efek antagonis
prostaglandin F2α dari stimulasi α adrenergik dan mempunyai peran
memblok perkembangan gap junction yang penting untuk aktivitas otot.
Progesteron sering diberikan dalam bentuk 17-Hydroxyprogesterone
caproate yang berfungsi melemaskan otot-otot rahim, mempertahankan
panjang serviks, dan memiliki antiinflamasi, dan dengan demikian
diharapkan dapat bermanfaat dalam mengurangi kelahiran prematur.
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penggunaan
progesteron pada kehamilan preterm:
a. Eduardo B dkk (2007) menunjukan efektivitas penggunaan vaginal
progesterone 200 mg untuk mengurangi persalinan preterm pada
wanita dengan short servix.
b. Roberto Romero dkk (2013) menunjukan efektivitas pemberian
vaginal progesteron 200 mg dibandingkan dengan plasebo dalam
mengurangi tingkat kelahiran prematur sebesar 45 % dan tingkat
morbiditas neonatal (dirawat di NICU, sindrome gangguan pernafasan,
penggunaan ventilator, dan lain- lain) pada wanita dengan servix
pendek, baik dengan atau tanpa riwayat kelahiran premature.
Sedangkan 17a – hydroxyprogesteron caproat 250 mg dibandingkan
plasebo belum terbukti efektif dalam mengurangi tingkat kelahiran
prematur pada wanita dengan servix pendek.
c. DeFranco EA dkk (2007) menunjukan bahwa penggunaan vaginal
progesterone gel 90 mg mengurangi persalinan preterm pada wanita
dengan short servix.
d. Rouse DJ dkk (2007) menunjukan bahwa penggunaan 17a –
hydroxyprogesteron caproat tidak bermanfaat untuk mencegah
persalinan preterm pada wanita dengan hamil kembar.
e. Arikan I dkk (2011) menunjukan bahwa penggunaan terapi tokolitik
dikombinasikan dengan intravaginal micronized natural progesteron
200 mg lebih signifikan dibandingkan dengan penggunaan tokolitik
saja dalam hal memperpanjang kehamilan dan meningkatkan berat
badan lahir.
f. Borna dkk (2008) menunjukan penggunaan vaginal progesteron
suppository 400 mg setelah penggunaan parenteral tokolitik
dihubungkan dengan perpanjangan kehamilan tetapi gagal mengurangi
insiden terjadinya persalinan prematur.
11. Upaya Menghentikan Kontraksi Uterus
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi
penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi
maturitas paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu. Intervensi ini
bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup matang. Apabila
pasien akhirnya masuk rumah sakit dan dirawat maka lakukan evaluasi
terhadap his dan pembukaan, selanjutnya:
1. Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin
2. Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berikan 4
dosis deksamethason 5 mg IM selang 6 jam
3. Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas
4. Pemberian antibiotik, mungkin berhasil pada kasus dengan resiko
infeksi tinggi. Organisme penyebab diantaranya adalah bakteri
golongan aerob gram (+) dan (-), anaerob dan lain-lain yang berasal
dari flora normal vagina/rectum dan terkadang faktor eksogen akibat
tindakan-tindakan yang aseptik (yang tersering grup A streptokokus).
12. Persalinan Berlanjut
Bila penggunaan obat tokolitik tidak berhasil, lakukan persalinan
dengan upaya optimal. Jangan menghentikan kontraksi uterus bila :
1. Umur kehamilan lebih dari 35 minggu
2. Serviks terbuka lebih dari 3 cm
3. Perdarahan aktif
4. Janin mati dan adanya kelainan kongenital yang memungkinkan hidup
kecil
5. Adanya khorioamnionitis
6. Preeklampsia
7. Gawat janin
Monitor kemajuan persalinan memakai partograf. Hindarkan
pemakaian vakum untuk melahirkan (sebab resiko perdarahan intrakranial
pada bayi prematur cukup tinggi). Persiapkan menolong bayi premature,
asfiksia bisa memperburuk penyakit membran hialin dan komplikasi
prematur dan lain-lain. Bila mungkin rujuk pada tempat untuk perawatan
yang lebih mampu.
BAB III
KESIMPULAN
1. Persalinan preterm adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu lengkap (kurang dari 259 hari).
2. Faktor risiko terjadinya persalinan preterm adalah riwayat persalinan
preterm sebelumnya, riwayat induksi aborsi dan kehamilan multiple,
stress, aktifitas fisik yang berat, polyhydramnion, anomali uterus atau
fibroid, faktor serviks (panjang serviks, riwayat pembedahan di serviks,
dilatasi atau penipisan serviks prematur), placenta previa, anemia
(hemoglobin <10 g/dL), kontraksi uterus berlebihan, usia ibu (<18 or
>40), ras African-American, dan faktor fetal (anomali kongenital,
pertumbuhan terhambat).
3. Tokolitik merupakan sekelompok obat-obatan yang digunakan untuk
menekan persalinan preterm. Pemberian tokolitik diperlukan dalam
memberikan waktu untuk pematangan paru janin dan memaksimalkan
kerja kortikosteroid.
4. Penggunaan progesterone pada kehamilan preterm masih kontroversi,
meskipun dari beberapa literature terbukti progesterone dapat
memperpanjang kehamilan pada wanita yang memiliki factor risiko
terjadinya parsalinan preterm walaupun dengan sediaan dan dosis yang
beragam.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
American College of Obstetricans and Gynecologist: Use progsteron to reduce
preterm birth. Comitte Opinion No.291, November 2003.
Adams, M. M., Elam, L. D., Wilson, H. G., Gilbertz, D. A. (2000). Rates of and
Factors Associated With Recurrence of Preterm Delivery. The Journal of The
American Medical Association, 283, 1591-1596.
Arikan I, Barut A, Harma M (2011). Effect of progesterone as a tocolytic and in
maintenance therapy during preterm labor.
Borna S, Sahabi N (2008). Progesterone for maintenance tocolytic therapy after
threatened preterm labour: a randomised controlled trial.
Cunningham, G. F., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap, L. C., Hauth, J. C Wenstrom,
K. D. (2006). Obstetri Williams volume 1 (21th ed). Jakarta: EGC.
David,M Haas., Deborah, M Caldwell.,Page,Kirkpatrick., Jennifer, J
McIntosh.,Nicky, J Welton.(2012). Tocolytic therapy for preterm delivery:
systematic review and network meta-analysis. BMJ 2012;345:e6226 doi:
10.1136/bmj.e6226 (Published 9 October 2012)
Da Fonseca EB, Bittar RE, Carvalho MH, Zugaib M. Prophylactic administration of
progesterone by vaginal suppository to reduce the incidence of spontaneous
preterm birth in women at increased risk: a randomized placebo-controlled
double-blind study. Am J Obstet Gynecol 2003;188:419–24.
DeFranco EA, Adair CD, Lewis DF (2007). Vaginal progesterone is associated with a
decrease in risk for early preterm birth and improved neonatal outcome in
women with a short cervix: a secondary analysis from a randomized, double-
blind, placebo-controlled trial.
Eduardo B, Fonseca MD (2007). Progesterone and the risk of preterm birth among
women with a short cervix
Keirse M. The History of Tocolysis. Diakses dari:http:/www./oblink.com/display.asp?
page=ON-TRAC_issue4_sat-29-june.
Lockwood, C. J., & Funai, E. F. (Eds). (2007). Overview of Preterm Labor And
Delivery.
Prawirodhardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan (2nd ed). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Putra, Handrians Kesuma.2007. OBAT-OBAT TOKOLITIK DI BAGIAN
KEBIDANAN.digilib UNSRI
Robinson, J. N., & Norwitz, E. R. (Eds). (2007). Risk Factors for Preterm Labor and
Delivery.
Rouse DJ, Caritis SN, Peaceman AM, Sciscione A, Thom EA, Spong CY, et al. A
trial of 17 alpha-hydroxyproges- terone caproate to prevent prematurity in
twins. National Institute of Child Health and Human Development Maternal-
Fetal Medicine Units Network. N Engl J Med 2007;357:454–61.
Simhan, H. N., & Caritis, S. N. (2007). Prevention of Preterm Delivery. The New
England Journal of Medicine,357, 477-487.
Tan T C, Devendra K, Tan L K, Tan H K.2006.Tocolytic treatment for the
management of preterm labour: a systematic review.Singapore Med J 2006;
47(5) : 361
Newton Edward R. Preterm Labor. Diakses
dari:http://www.emedicine.com/med/topic3245.htm.