Download - REFERAT FORENSIK.docx
REFERAT
INTOKSIKASI MINUMAN KERAS OPLOSAN DICAMPUR DENGAN
DEKSTROMETORFAN
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Program Pendidikan Kedokteran
Bagian Ilmu Forensik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Dosen Pembimbing:
Saebani, SKM, M.Kes.
Residen Pembimbing :
dr. Erni Handayani Situmorang
Disusun oleh :
Andri Changat FK Trisakti
Elbert Wiradarma FK Trisakti
Etika Tunjung Kencana FK Trisakti
Raysa Angraini FK Trisakti
Primarini Riati FK UPN
Sofie Arifah B FK UPN
Dimaz Kurniawan FK UPN
KEPANITERAAN KLINIK ILMU FORENSIK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG
Periode : 9 Februari – 7 Maret 2015
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Intoksikasi Minuman Keras Oplosan Dicampur dengan Dekstrometorfan” ini dengan baik
dan selesai tepat pada waktunya.
Selesainya referat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan referat ini hingga selesai, terutama kepada Pak Saebani, SKM,
MKes selaku dosen pembimbing dan kepada dr. Erni Handayani Situmorang selaku residen
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan yang membantu
dalam penyusunan referat ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman sejawat serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini
yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan referat ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.
Semarang, 24 Februari 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I PENDAHULUAN 5
1.1. Latar Belakang 5
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Tujuan Penulisan 6
1.4. Manfaat Penulisan 6
BAB II PEMBAHASAN 8
2.1. Minuman Oplosan 8
2.2. Alkohol 14
2.3. Dekstrometorfan 16
a. Definisi dekstrometorfan
b. Struktur kimia
c. Sifat fisiko-kimia
d. Farmakokinetik dekstrometorfan
e. Farmakodinamik dekstrometorfan
f. Indikasi
g. Dosis penggunaan
h. Toksikologi dekstrometorfan
i. Mekanisme toksisitas
j. Efek samping
k. Manifestasi penyalahgunaan dekstrometorfan
l. Tatalaksana intoksikasi dekstrometorfan
m. Mekanisme penyalahgunaan dekstrometorfan
n. Efek penyalahgunaan dekstrometorfan
2.4. Interaksi obat 25
2.5. Dosis lethal 25
2.6. Sebab dan mekanisme kematian 26
2.7. Pemeriksaan post-mortem 26
2.8. Aspek hukum 28
3
BAB III KESIMPULAN 29
DAFTAR PUSTAKA 30
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) prihatin semakin banyaknya kasus kematian yang
diakibatkan konsumsi minuman keras (miras) oplosan. Miras yang resmi dijual saja bisa
berpotensi berbahaya, apalagi miras oplosan yang pembuatannya asal mencampur barang-
barang berbahaya seperti alkohol. Minuman beralkohol, termasuk minuman beralkohol
tradisional, yang dioplos dengan metanol dan bahan-bahan lain merupakan pencampuran
yang membahayakan dimana keamanan minuman beralkohol oplosan tersebut jauh dibawah
pangan (tidak tara pangan).
Kasus kematian akibat menenggak miras oplosan paling "fenomenal" terjadi di Garut,
Jawa Barat. Data dari RSUD Dokter Slamet, Garut menyebutkan dalam periode 1 - 4
Desember 2014, sudah ada 16 orang tewas akibat minum miras oplosan. Rata-rata korban
tewas miras oplosan itu pun relatif muda, sekitar 18 tahun hingga 25 tahun.
Kasus serupa juga terjadi di Sumedang, Jawa Barat. Selama Desember ini ada 127
orang korban miras oplosan merek Cipas (Cai Plastik). Dari total korban itu, dilaporkan
sepuluh diantaranya meninggal dunia. Kemudian enam orang dilaporkan kondisinya kritis.
Gejalanya hampir sama yakni sakit di dada dan sesak nafas. Hal ini sangat memprihatinkan
mengingat kasus seperti ini terus terjadi dan bertambah banyak.
Selain itu, beberapa tahun terakhir banyak dilaporkan penyalahgunaan Dekstrometorfan
tunggal di beberapa wilayah Indonesia. Hasil kajian dan pembahasan keamanan dan khasiat
yang dilakukan oleh Komite Nasional Penilai Obat menunjukkan bahwa penggunaan
dekstrometorfan tunggal di kalangan medis sudah sangat jarang, namun kebutuhan akan
sediaan kombinasinya masih diperlukan.
Disisi lain, hasil kajian aspek sosial oleh pakar dan institusi terkait lainnya menemukan
bahwa di kalangan masyarakat menengah ke bawah produk dekstrometorfan tunggal
disalahgunakan sebagai substitusi produk halusinogenik yang dilarang seperti shabu, putaw,
ekstasi dan ganja dengan penyalahguna tertinggi adalah remaja/pelajar mulai usia sekolah
dasar sampai sekolah menengah.
Dekstrometorfan sering disalahgunakan dengan dosis yang berlebihan sehingga
memberikan efek euforia, rasa tenang, halusinasi penglihatan dan pendengaran. Intoksikasi
atau overdosis dekstrometorfan dapat menyebabkan hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat,
bicara kacau, hipertensi, serta dapat menyebabkan depresi sistem pernapasan. Jika digunakan
5
bersama dengan alkohol, efeknya bisa menjadi berbahaya yaitu menyebabkan kematian.
Namun sampai saat ini belum ada data tentang gambaran histopatologi yang terjadi pada otak
manusia apabila dekstrometorfan digunakan secara berlebihan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa miras oplosan yang dicampur dengan dekstrometrofan sering
disalahgunakan?
2. Apa bahaya dari miras oplosan yang dicampur dengan dekstrometorfan?
3. Bagaimana tatalaksana pasien dengan intoksikasi miras oplosan yang dicampur
dengan dektrometorfan?
4. Apa yang dapat ditemukan dari pemeriksaan forensik pada pasien dengan intoksikasi
miras oplosan yang dicampur dengan dekstrometorfan serta pemeriksaan
penunjangnya?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Menambah pengetahuan mengenai intoksikasi miras oplosan yang dicampur dengan
dekstrometorfan dengan kaitannya pada pemeriksaan fisik
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui alasan miras oplosan yang dicampur dengan dekstrometorfan sering
disalahgunakan
Mengetahui bahaya dari miras oplosan yang dicampur dengan dektrometorfan
Mengetahui tatalaksana pasien dengan intoksikasi miras oplosan yang dicampur dengan
dekstrometorfan
Mengetahui penemuan dari pemeriksaan forensik pada pasien dengan intoksikasi miras
oplosan yang dicampur dengan dektrometorfan serta pemeriksaan penunjangnya
1.4. Manfaat Penulisan
Memperkaya pengetahuan khususnya mengenai intoksikasi miras oplosan yang
dicampurkan dengan dekstrometorfan
6
Dapat menjadi sumber informasi dan landasan teori bagi tulisan selanjutnya mengenai
intoksikasi oplosan yang dicampur dengan dekstrometorfan
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Miras Oplosan
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan
cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi. Istilah kata “oplosan” itu sendiri
mempunyai arti “campuran”. Dimana miras oplosan tersebut merupakan minuman keras yang
terdiri dari berbagai campuran, diantaranya dioplos dengan alkohol industri (metanol)
maupun dengan obat herbal seperti obat kuat atau suplemen kesehatan. Miras oplosan
biasanya dibuat dan dijual secara ilegal.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang “Pengendalian dan
Pengawasan Minuman Beralkohol”, dari cara pembuatannya, minuman beralkohol yang
diizinkan beredar di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Minuman Beralkohol: adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan
cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.
2. Minuman Beralkohol Tradisional: adalah minuman beralkohol yang dibuat secara
tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan
sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.
Berdasarkan kandungan alkoholnya, minuman beralkohol yang beredar di Indonesia
dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
1. Minuman beralkohol Golongan A : adalah minuman yang mengandung etil alkohol dengan
kadar sampai 5 %.
2. Minuman beralkohol Golongan B : adalah minuman yang mengandung etil alkohol lebih
dari 5% hingga 20 %.
3. Minuman beralkohol Golongan C : adalah minuman yang mengandung etil alkohol lebih
dari 20% hingga 55%.
Minuman alkohol atau biasa disebut minuman keras merupakan zat psikopat yaitu
golongan zat yang bekerja secara selektif terutama pada otak hingga dapat menimbulkan
gangguan perilaku, emosi kognitif, persepsi, kesadaran, dan lain-lain. Metabolisme alkohol
terjadi didalam hati. Bila diminum dalam dosis rendah, alkohol dihidrogenase menjadi
asetaldehida (hampir 95% etanol menjadi asetaldehid dan asetat sedangkan 5% sisanya akan
8
diekskresi bersama urin). Enzim ini membutuhkan seng (Zn) sebagai katalisator.
Asetaldehida kemudian diubah menjadi asetil KoA oleh enzim dehidrogenase.
Kedua reaksi ini membutuhkan koenzim NAD. Ion H yang terbentuk diikat oleh NAD dan
membentuk NADH. Asetil KoA kemudian, memasuki siklus asam trikarboksilik (TCA),
yang kemudian menghasilkan NADH. Asetil KoA kemudian memasuki siklus asam
trikarboksilik (TCA), yang kemudian menghasilkan , dan yang digunakan untuk membentuk
adenosin tripospat (ATP) yaitu senyawa energi yang berperan sebagai cadangan energi yang
mobile di dalam sel.
Bila alkohol yang diminum banyak, enzim dehidrogenase tidak cukup untunk
memetabolisme alkohol menjadi asetaldehida. Sebagai penggantinya hati menggunakan
sistem enzim lain yang dinamakan Microsomal Ethanol Oxidzng System (MEOS).
Asetaldehida yang dihasilkan dari pemecahan alkohol oleh enzim dehidrogenase, manakala
berinteraksi kembali dengan alkohol akan menghasilkan senyawa yang susunannya
mendekati morfin. Hingga orang menjadi kecanduan atau alkoholik.
Alkohol atau minuman keras dapat juga menyebabkan muka terlihat lebih tua, kusam,
dan kurang gairah. Disisi lain alkoholik cenderung mempunyai simpanan besi (Fe) lebih
banyak dari manusia normal, selain bisa menimbulkan rasa mual, muntah dan diare.
Ancaman lain yang tidak mustahil diidap alkoholik adalah kerusakan hati disebabkan faktor
menutrisi alkohol yang terus menerus dikonsumsi, hal inilah yang menimbulkan OD (Over
Dosis). Mengkonsumsi alkohol yang terus menerus akan berdampak pada rasio NADH/NAD.
Kondisi ini menyebabkan terdongkraknya rasio laktat/piruvat, mengakibatkan
hiperlaktisidemia serta menurunkan kemampuan ginjal untuk mengsekresikan asam urat.
Bahan yang digunakan untuk mengoplos minuman keras
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minuman keras adalah bahan-bahan
alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Secara umum ada dua jenis tanaman yang sering
dipakai, yaitu perasan buah (jus) dan biji-bijian, meskipun kadang-kadang nira atau tebu juga
dipakai untuk minuman beralkohol tradisional. Perasan buah yang paling banyak dipakai
adalah anggur, sedangkan biji-bijian yang banyak digunakan adalah barley, gandum, hope
dan beras.
Dalam pembuatannya bahan-bahan tersebut kemudian difermentasi. Fermentasi
adalah proses pengolahan yang menggunakan peranan mikroorganisme (jasad renik),
sehingga dihasilkan produk-produk yang dikehendaki. Jasad renik adalah makhluk hidup
9
yang sangat kecil, sehingga mata biasa tidak mampu melihatnya. Ia hanya bisa dilihat dengan
menggunakan mikroskop.
Tuak
Minuman tuak adalah suatu cairan yang dihasilkan dari nira kelapa atau pohon penghasil
nira lainnya seperti aren, siwalan dan lontar yang disadap dan hasil penyadapan tersebut
didiamkan selama beberapa hari. Dalam keadaan segar nira mempunyai rasa manis
berbau harum dan tidak berwarna. Dalam proses penyadapan nira ini perlu penanganan,
baik sebelum penyadapan ataupun sesudah penyadapan. Hal ini karena nira merupakan
cairan yang mengandung kadar gula tertentu dan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikro organisme seperti bakteri, kapang dan khamir yang merupakan salah
satu bakteri penghasil alkohol.
Menurut Prescott dan Dunn (1982) reaksi fermentasi pada nira ketika fermentasi
berlangsung adalah sebagai berikut :
1. C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6
Sukrosa Glukosa Fruktosa
2. C6H12O6 + Saccharomyces ellipsoides 2 C2H5OH + CO2
Glukosa/Fruktosa Etanol (alkohol)
3. C2H5OH + O2 + Acetobacter aceti CH3COOH + H2O
Etanol Asam asetat (tuak)
Mikroba yang terdapat dalam nira adalah khamir dan bakteri. Khamir yang
terdapat dalam jumlah besar pada tuak adalah Saccharomyces cerevisiae.
Arak Bali / Brem Bali
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal dua macam brem, yaitu brem cair dan brem
padat, dan kedua-duanya dibuat dari tape ketan. Proses pengolahan brem cair dan brem
padat dimulai dengan tahap awal yang sama, yaitu pengepresan tape ketan dengan
menggunakan alat pengepres hidrolik, tekanan 300 kg/cm selama 20 – 30 menit. Cairan
yang diperoleh diencerkan dengan air, dengan perbandingan 1 : 1. Sari tape yang
diperoleh diperam pada suhu kamar sampai menimbulkan bau alkohol. Setelah
pemeraman selesai, brem yang terbentuk dibotolkan. Botol yang akan digunakan harus di
sterilkan dengan cara direbus dalam air mendidih ± 15 menit, pada proses pengisian ini
harus disisakan ruang kosong sekitar 1 1/2 cm dari permukaan atas botol. Botol-botol
yang telah diisi dalam keadaan masih terbuka direbus kembali dalam air mendidih selama
15 menit, air direbus kira-kira 3/4 dari tinggi botol. Dalam keadaan masih panas botol
10
ditutup dengan alat penutup botol dan dipasteurisasi dengan suhu 900C selama 15 menit.
Selanjutnya botol disimpan pada suhu 100C – 150C selama tiga bulan atau lebih. Hal ini
untuk penyempurnaan proses pematangan brem atau untuk mendapatkan kadar alkohol
yang maksimal
Minuman berenergi
Untuk mendapatkan cita rasa yang lebih baik, penggemar minuman keras sering
menambahkan suplemen minuman berenergi ke dalam minumannya. Berbagai merk
minuman berenergi ialah Extra joss, Hemaviton jreng, Kuku bima ener-G, M-150,
Kratingdaeng dll. Oplosan ini sering disebut ‘Sunrise’, dan bisa mengurangi rasa pahit
pada bir atau rasa menyengat pada alkohol yang kadarnya lebih tinggi. Walaupun kadar
alkohol menjadi sedikit berkurang, efek samping yang lain akan muncul dalam
pengoplosan ini. Kandungan utama minuman berenergi adalah Air, Gula / pengganti
lainnya, Cafein, sedang tambahan lain minuman berenergi dan ditambahkan secara
bervariasi antara lain : Taurine, Gingseng, Ginkobiloba, Guarana, Vitamint, The hijau,
Zat pewarna, Zat perasa, dll. Karena minuman berenergi mengandung bermacam-macam
zat perangsang, yang ketika di campur dapat berbahaya bagi tubuh dan mengandung
cafein yang merupakan kandungan utama bagi minuman berenergi, maka jika dikonsumsi
secara terus menerus dan berlabihan maka dapat menyebabkan dehidrasi dan bahkan
kematian. alkohol dan minuman berenergi memiliki efek berlawanan. Alkohol bersifat
menenangkan, sedangkan suplemen berfungsi sebagai stimulan. Jika digabungkan,
efeknya juga bisa memicu gagal jantung.
Miras dengan susu
Salah satu jenis oplosan yang sering menyebabkan korban tewas adalah ‘Susu macan’
(Lapen), yakni campuran minuman keras yang dicampur dengan susu. Jenis minuman ini
banyak dijual di warung-warung miras tradisional.
Miras dengan cola atau minuman bersoda
Salah satu oplosan yang cukup populer adalah ‘Mansion Cola’, terdiri dari Vodka
dicampur dengan minuman bersoda. Tujuannya semata-mata untuk memberikan cita rasa
atau menutupi rasa tidak enak pada minuman keras.
Miras dengan spiritus atau jenis miras yang lain
11
Di warung-warung tradisional, pengoplosan beberapa jenis minuman keras dilakukan
untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Minuman yang harganya mahal seperti
Vodka dicampur dengan spiritus, atau jenis minuman keras lain yang tidak jelas
kandungan alkoholnya. Jenis alkohol yang aman dikonsumsi hingga jumlah tertentu
adalah alkohol dengan 2 atom karbon atau etanol. Sementara alkohol dengan satu atom
karbon atau metanol umumnya digunakan sebagai pelarut atau bahan bakar, sehingga
sangat beracun jika diminum. Dikutip dari Medschl.cam.ac.uk, 10 mL methanol cukup
untuk menyebabkan kebutaan dan 30 mL akan menyebabkan dampak lebih fatal termasuk
kematian.
Miras dengan obat-obatan
Dengan anggapan akan mendongkrak efek alkohol, beberapa orang menambahkan obat-
obatan ke dalam minuman keras. Mulai dari obat tetes mata, obat sakit kepala, hingga
obat nyamuk. Karena akan meningkatkan aktivitas metabolisme, efek samping paling
nyata dari jenis oplosan ini adalah kerusakan hati dan ginjal. Efek lainnya sangat
beragam, tergantung jenis obatnya.
Bahaya minuman keras (miras) oplosan
Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan ganggguan
mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku.
Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena
sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan
menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk.
Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya
ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas,
terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi,
seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah, atau mata juling.
Perubahan psikologis yang dialami misalnya mudah tersinggung, bicara ngawur, atau
kehilangan konsentrasi. Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang
disebut sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut diberhentikan minum alkohol. Mereka akan
sering gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak
berhalusinasi.
12
Pertolongan Pertama Keracunan Miras Oplosan
Pertolongan pertama keracunan akibat minuman beralkohol adalah dengan menjaga
jalan napas karena adanya risiko terjadinya aspirasi ke dalam paru-paru yang dapat berakibat
fatal. Gejala keracunan alkohol yang sering muncul adalah dehidrasi. Pertolongan pertama
yang dapat dilakukan yaitu penanganan dehidrasi yang dialami oleh korban. Jika korban
sadar dapat dilihat dan ditanyakan apakah korban mengalami dehidrasi, disarankan untuk
memberikan banyak minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Sedangkan jika
korban tidak sadar segera bawa ke Rumah Sakit untuk mendapat pengobatan.
Penanganan Keracunan Miras Oplosan
Penanganan keracunan miras oplosan dilakukan oleh petugas medis secara suportif
dan simtomatik, yaitu:
1. Penatalaksanaan jalan napas, yaitu membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran
udara.
2. Penatalaksanaan fungsi pernapasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara
memberikan pernapasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida.
3. Penatalaksaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
4. Jika terjadi mual dan muntah dapat diberikan antiemetik (antimuntah).
5. Jika korban mengalami ketoasidosis alkohol dapat diberikan Dextrose 5% dalam NaCl
0,9%, vitamin B1 dan vitamin lainnya serta pengganti Kalium apabila diperlukan.
6. Jika korban menunjukkan asidosis berat atau kejang dapat diberikan Natrium Bikarbonat
dan Benzodiazepin.
7. Asidosis metabolik ditandai dengan napas cepat dan dalam (hiperventilasi). Untuk melihat
ada atau tidaknya metanol dalam miras oplosan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
terhadap osmolaritas (anion gap) atau kepekatan darah dalam tubuh.
8. Dekontaminasi gastrointestinal dapat dilakukan melalui aspirasi nasogastrik.
9. Jika alkohol mengenai mata korban perlu dilakukan irigasi mata yaitu secara perlahan,
bukalah kelopak mata yang terkena dan cuci dengan sejumlah air bersih dingin atau larutan
NaCl 0,9% diguyur perlahan selama 15-20 menit atau sekurangnya 1 liter untuk setiap mata.
Hindarkan bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya. Jika masih belum yakin
bersih, cuci kembali selama 10 menit. Jangan menggosok mata.
13
2.2. Alkohol
Alkohol adalah senyawa-senyawa dimana satu atau lebih atom hidrogen dalam sebuah alkana
digantikan oleh sebuah gugus –OH. Ada tiga jenis utama alkohol – primer, sekunder, dan
tersier.
Farmakokinetik
Alkohol diabsorpsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut dan lambung. Sebagian besar
(80%) diabsorpsi di usus dan sisanya diabsorpsi di usus halus dan sisanya diabsorpsi di
kolon. Kecepatan absorpsi tergantung dari dosis dan konsentrasi alkohol dalam minuman
yang diminum, serta vaskularisasi, motilitas dan pengisian lambung dan usus halus. Bila
konsentrasi optimal, alkohol diminum dan mauk ke dalam lambung kosong, kadar puncak
dalam darah tercapai 30 – 90 menit sesudahnya. Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya
dalam jaringan sesuai kadar air jaringan tersebut, semakin hidrofil jaringan semakin tinggi
kadarnya. Biasanya dalam 12 jam sudah tercapai keseimbangan kadar alkohol dalam darah,
usus, dan jaringan lemak. Konsentrasi dalam otak sedikit lebih besar daripada dalam darah.
Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan kecepatan yang sangat bervariasi, 12 –
20 mg% per jam, biasanya penurunan kadar tersebut dianggap rata-rata sebesar 15 mg%
setiap jam. Sepuluh persen alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bentuk utuh
melalui urin, keringat dan panas. Dari jumlah ini sebagian besar dikeluarkan dalam bentuk
urin (90%).
Farmakodinamik
Takaran alkohol untuk menimbulkan gejala keracunan bervariasi tergantung dari kebiasaan
minum dan sensitisasi genetik perorangan, umumnya 35 gram alkohol (2 sloki whisky)
menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan serta
menimbulkan euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gram (setara 150-200 ml whisky) akan
menimbulkan gejala keracunan akut dan 250-500 gram alkohol (setara 500-1000 ml whisky)
dapat merupakan takaran fatal.
Etanol
Reaksi etanol yang masuk ke dalam tubuh akan segera diabsorbsi di lambung dan usus halus
serta terdistribusi dalam cairan tubuh. Di dalam hati, etanol akan dimetabolisme oleh enzim
14
alkohol dehidrogenase menjadi asetaldehid yang bersifat toksik dan karsinogenik. Kemudian
oleh enzim asetaldehid dehidrogenase, asetaldehid diubah menjadi asam asetat, yang melalui
siklus Krebs menghasilkan karbondioksida dan air.
Metanol
Reaksi metanol yang masuk ke dalam tubuh dapat segera terabsorbsi dan terdistribusi ke
dalam cairan tubuh. Metanol dimetabolisme di hati oleh enzim alkohol dehidrogenase
membentuk formaldehid, lalu oleh enzim aldehid dehidrogenase dimetabolisme membentuk
asam format. Baik formaldehid maupun asam format, keduanya merupakan senyawa beracun
bagi tubuh, terutama asam format yang selain dapat menyebabkan asidosis metabolik juga
dapat menyebabkan kebutaan permanen.
15
2.3. Dekstrometorfan
Dekstrometorfan (DMP) adalah zat aktif dalam bentuk serbuk berwarna putih, yang
berkhasiat sebagai antitusif atau penekan batuk. Zat aktif ini selain banyak digunakan pada
obat batuk tunggal juga digunakan pada obat flu kombinasi dengan zat aktif lain seperti
fenilefrin, paracetamol, dan klorfeniramin maleat. Obat yang mengandung dekstrometorfan
tersedia di pasar dalam berbagai bentuk sediaan seperti sirup, tablet, spray, dan lozenges.
Ada beberapa alasan mengapa dekstrometorfan banyak disalahgunakan, diantaranya
adalah : Desktrometorfan mudah didapat. Dekstrometorfan merupakan yang dapat diperoleh
secara bebas baik di apotek maupun di warung-warung. Dekstrometorfan yang
disalahgunakan umumnya dalam bentuk sediaan tablet, karena dalam bentuk tablet dapat
diperoleh dosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti sirup.
Harga dekstrometorfan relatif murah. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 092/Menkes/ SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun
2012, harga eceran tertinggi Desktrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan kotak isi 10
x 10 tablet adalah Rp. 14.850,- . Dekstrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan botol isi
1000 tablet, harga eceran tertingginya adalah Rp. 53.406,-. Jadi rata-rata harga eceran
tertinggi untuk 1 tablet Dekstrometorfan HBr adalah Rp. 50,- hingga Rp. 150,-. Persepsi
masyarakat bahwa obat bebas itu aman, karena dekstrometorfan dapat dibeli secara bebas
sebagai obat batuk, sehingga banyak orang beranggapan bahwa penyalahgunaan
16
dekstrometorfan relatif lebih aman dibandingkan dengan obat golongan narkotika atau
psikotropika yang regulasinya lebih ketat.
Anggapan masyarakat bahwa Dekstrometorfan aman karena saat ini di Indonesia
statusnya sebagai Obat Bebas, perlu dipikirkan kembali, karena legal status Dekstrometorfan
sebenarnya tidak selalu demikian. Bila kita lihat sejarahnya, status penggolongan
Dekstrometorfan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kefarmasian No.
2669/Dir.Jend/SK/68 tahun 1968, Dekstrometorfan HBr digolongkan sebagai obat keras.
Kemudian pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 9548/A/SK/71 tahun 1971
disebutkan bahwa sediaan-sediaan yang mengandung dekstrometorfan HBr tidak lebih dari
16 mg tiap takaran digolongkan sebagai Obat Bebas Terbatas. Lalu pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 2500/Menkes/ SK/XII/2011 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2011
menyebutkan bahwa dekstrometorfan tablet 15mg dan sirup 10 mg/5 ml merupakan obat
yang termasuk dalam DOEN 2011. Dapat disimpulkan bahwa walaupun Dekstrometorfan
banyak dijual di berbagai tempat, namun dosis penggunaannya memang telah dibatasi dan
tidak tepat jika digunakan melebihi dosis yang dianjurkan, dan mengingat statusnya pernah
sebagai Obat Keras, maka tetap perlu kehati-hatian dan tidak serta merta menganggapnya
aman.
Di negara lain legal status Dekstrometorfan juga bervariasi, ada yang
menggolongkannya sebagai produk Over the Counter (OTC) atau Obat Bebas, seperti
Kanada, ada juga yang memasukkan sebagai obat yang hanya diperoleh dengan resep
(Presciption Only Medicines) atau Obat Keras, ada juga yang menggolongkan sebagai obat
yang Pharmacy Medicines (hanya dapat dibeli di apotik dengan penjelasan/informasi dari
apoteker) atau Obat Bebas Terbatas. Di Singapura misalnya, Dekstrometorfan hanya bisa
didapatkan dengan resep dokter.
Definisi DMP
DMP merupakan salah satu obat antitusif yang dijual bebas dan dikira oleh masyarakat obat
yang aman. DMP sendiri merupakan dekstroiseomer dari kodein analog metrofan, DMP tidak
bekerja pada reseptor opiod time mu dan delta seperti jenis levoisemer tetapi bekerja pada
reseptor sigma.
17
Struktur Kimia
Dekstrometorfan merupakan senyawa dari methylether dextrorotary enantiomer dari methyl
ether, levorphanol, suatu senyawa analgesic opioid yang tingkat penyalahgunaannya cukup
tinggi. Penamaan untuk DMP adalah (+)-3-methoxy-17-methyl-9α,13α,14α-morphinan.2,3
Gambar 1. Struktur kimia dekstrometorfan
Sifat fisiko-kimia
Serbuk berbentuk kristal berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau. Tidak larut dalam air,
larut dalam kloroform. Disimpan dalam wadah tertutup rapat.4
Farmakokinetik DMP
a. Absorbsi
Pada penggunaan secara oral, dekstrometorfan diabsorbsi secara cepat pada .traktus
gastrointestinal dan mengalami metabolisme dalam waktu 15 sampai 30 menit. Dalam waktu
2,5 jam, kadar konsentrasi dalam plasma mencapai puncak.2,6 DMP cepat diserap melalui
usus, kemudian masuk ke aliran darah dan menembus sawar darah otak. Pertama kali DMP
akan melewati vena porta hepatica, sebagian obat akan diubah menjadi bentuk metabolit
aktif, dekstrofan, 3-hidroksi dekstrometorfan. Aktivitas terapeutik dari DMP berasal dari obat
ini dan metabolitnya. Durasi DMP adalah ≤ 6 jam.
b. Metabolisme
Di dalam hepar, dekstrometorfan mengalami proses demethylasi oleh enzim CYP2D6
dan sitokrom P450 menjadi D-methoxymorphinan, D-hydroxymorphinan dan dexthrorphan.
CYP2D6 berperan penting dalam metabolisme DMP menjadi bentuk inaktif. Sebagian
18
populasi mengalami defisiensi enzim CYP2D6 sehingga metabolisme obat tersebut
terganggu sehingga durasi dan efek obat tersebut mengalami peningkatan tiga kali lipat.
Dari ketiga hasil proses demethylasi, dexthrorphan merupakan metabolit senyawa
antitusif yang paling banyak dihasilkan, sedangkan dari seluruh dosis dekstrometorfan, hanya
15% saja yang diubah menjadi metabolit minor, yaitu D-methoxymorphinan dan D-
hydroxymorphinan.
c. Ekskresi
Waktu paruh DMP adalah 2 -4 jam pada orang yang memiliki metabolisme yang baik
dan 24 jam pada orang yang tidak memiliki metebolisme yang baik . Hasil ekskresi
dekstrometorfan tergantung pada metabolism di hepar, sampai 11% dapat diekskresikan
dalam bentuk tidak berubah dan sampai 100% dapat diekskresikan dalam bentuk senyawa
morphin yang terkonjugasi. Dektrometorfan terutama diekskresikan melalui urine.
2.2.1 Farmakodinamik
Dekstrometorfan merupakan isomer D dari kodein analog metorfan tetepai berbeda
dengan isomer I dimana dekstrometrofan tidak bekerja pada reseptor opoid tetapi berikatan
dengan kuat dengan ligan sigma dan berikatan lemah dengan phencyclidine (PCP) reseptor
dari N methyl-D-aspartate (NMDA) berdasarkan penelitian yang dilakukan pada hewan.
Sebagian besar reseptor NMDA methyl-D-aspartate (NMDA) berada di otak dan berbentuk
pentametrik ataupun tetrametric. Bentuk metabolit aktif dari DMP adalah dextrorphan (3-
hydroxy-17-methylmorphinan) yang berikatan lemah dengan ligan sigma dan berikatan kuat
dengan PCP. Hubungan antadra reseptor dengan mekanisme farmakologi dari
dekstrimetorfan tidak di ketahui dengan pasti tetapi ada beberapa penelitian yang
menghubungkan dengan nalokson sebagai antagonis dari efek antitusif dari kodein
Pada dosis terapeutik, dekstrometorfan dapat berperan secara sentral (artinya bekerja
pada otak) bukan secara lokal (pada traktus respiratorius). Obat ini bekerja meningkatkan
ambang batas batuk, tanpa menghambat aktivitas silia. Obat ini cepat diserap melalui saluran
cerna dan dimetabolisme 15 sampai 60 menit setelah konsumsi, dipengaruhi juga oleh usia.
Dosis lazimnya 15-60 mg, bergantung pada umur. Durasi kerja obat 3-8 jam untuk
Dekstrometorfan hidrobromida dan 10-12 jam untuk dekstrometorfan polistirex.7 Kadar
puncak pada serum dicapai dalam waktu 2-3 jam dan waktu paruhnya 3 jam.5
19
Dekstrometorfan dapat melalui sawar darah otak dan menimbulkan beberapa efek
seperti: antagonis reseptor NMDA, agonis reseptor 1 dan 2, antagonis reseptor nikotinik,
serotonin reuptake inhibitor dan dopamine reuptake inhibitor.
Efek psikologis dekstrometorfan bisa disebabkan oleh dekstrofan. Sama seperti semua
antagonis NMDA, dekstrofan dan dekstrometorfan menghambat neurotransmiter (khususnya
glutamat) di otak. Hal ini mengakibatkan melambatnya atau bahkan mematikan jalur saraf
tertentu sehingga menyebabkan gangguan psikologis. Efek euforia sering dikaitkan dengan
peningkatan kadar dopamin, seperti efek yang ditimbulkan oleh obat antidepresan.
Indikasi
Penggunan utama dari dektrometorfan adalah sebagai obat batuk, untuk
menghilangkan batuk yang disebabkan oleh iritasi tenggorokkan ringan dan brinkial, serta
penyebab lainya seperti irtasi saluran pernafasan.
Dosis Penggunaan
Dosis lazim dekstrometorfan hidrobromida untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun
adalah 10 mg – 20 mg tiap 4 jam atau 30 mg tiap 6 - 8 jam, dan tidak lebih dari 120 mg
dalam satu hari. Pada penggunaan dengan dosis lazim efek samping yang pernah muncul
seperti mengantuk, pusing, nausea, gangguan pencernaan, kesulitan dalam berkonsentrasi dan
rasa kering pada mulut dan tenggorok. Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan
biasanya jauh lebih besar daripada dosis lazim. Pada dosis 5-10 kali lebih besar dari dosis
yang lazim, efek samping yang timbul menyerupai efek samping yang diamati pada
penggunaan ketamin atau PCP, dan efek ini meliputi: kebingungan, keadaan seperti mimpi,
rasa kehilangan identitas pribadi, gangguan bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan
pingsan, mengantuk (Schwartz, 2005; Siu et al., 2007).
Toksikologi DMP
DMP menimbulkan beberapa tingkat toksisitas, hal ini tergantung dari dosis ataupun
komponenen dari obat tersebut. Pada tahun 2009, terdapat 5 orang remaja laki -laki
meninggal secara langsung karena konsumsi obat DMP dosis besar yang di konsumsi untuk
bersenang-senang dalam 3 kasus yang berbeda yang terjadi United States American (USA).
Dari kasus tersebut DMP yang didapatkan bersumber dari penyedia yang sama di internet.
Sebagian besar obat, termasuk dekstrometorfan, masuk melalui saluran cerna. Hepar
terletak di antara permukaan absortif dari saluran cerna dan organ target obat dimana hepar
20
berperan sentral dalam metabolisme obat. Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi
potensial yang hampir selalu ada pada setiap obat yang diberikan, karena hepar merupakan
pusat disposisi metabolik dari semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk tubuh,
termasuk dekstrometorfan. Penggunaan dekstrometorfan pada dosis tinggi menyebabkan
tertimbunnya dekstrorfan dalam hepar sehingga berpotensi menimbulkan cedera sel hepar.
Cedera sel hepar ini berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis.
Mekanisme Toksisitas
Afinitas ikatan dari channel ion reseptor NMDPA terhadap dekstrometorfan adalah
3500 nm dibandingkan dengan dekstorfan 222 nm dan penicyclidin 42 nm. Pembukaan
channel reseptor NMDPA tergantung dari Mg dan permeabilitas Ca. Teraktivasinya reseptor
NMDPA maka akan mengaktivasi Ca calmodulin yang akan mengaktivasi sintesis Nitrit
Oxyde. Bentuk metabolic aktif dari DMP adalah dekstorfan dimana akan mengeksitasi
transmisi neural dan rangsangan disosiasi.
Efek Samping Pada Manusia
Dilaporkan efek samping dekstrometorfan kurang dari 1% mengalami beberapa efek
berupa mengantuk, pusing, koma, depresi susunan pusat, mual, gangguan pencernaan,
konstipasi, rasa tidak nyaman di perut, takikardi, rasa panas, tidak bisa berkonsentrasi, mulu
dan tenggorokan kering.
Mekanisme Penyalahgunaan Dekstrometorfan
Dekstrometorfan adalah dekstroisomer dari kodein analog metorfan. Dekstrometorfan tidak
bekerja pada reseptor opioid tipe mu dan delta seperti jenis levoisomer, tetapi bekerja pada
reseptor tipe sigma.
Dekstrometorfan memiliki efek halusinogen. Zat yang memiliki peran dalam mengakibatkan
efek halusinogen ini adalah metabolit aktif dari dekstrometorfan yaitu dekstrorfan (3-
hydroxy-17-methylmorphinan). Dekstrorfan dapat terikat dengan afinitas lemah dengan
reseptor opioid tipe sigma dan terikat dengan afinitas kuat dengan reseptor NMDA (N-
methyl- D-aspartate). (Klein et al., 1989; Murray et al., 1984); (Franklin et al., 1992).
Dextrometorfan bekerja sebagai antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang
akan memproduksi efek yang sama dengan efek dari ketamin maupun fenisiklidin (PCP). Hal
inilah yang menyebabkan orang menggunakan dekstrometorfan untuk mendapatkan efek
21
yang mirip dengan penggunaan ketamin. Ketamin sendiri adalah obat yang digunakan
sebagai anestetik umum.
Akumulasi dekstrometorfan dapat mengakibatkan efek psikotropik. Efek yang muncul dibagi
dalam 4 tingkatan:
1. Dosis 100 – 200mg, timbul efek stimulasi ringan
2. Dosis 200 – 400mg, timbul efek euforia dan halusinasi
3. Dosis 300 – 600mg, timbul efek perubahan pada penglihatan dan kehilangan koordinasi
motorik
4. Dosis 500 – 1500mg, timbul efek sedasi disosiatif
Efek Penyalahgunaan Dekstrometorfan
Dosis lazim dekstrometorfan hidrobromida untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun
adalah 10mg - 20mg tiap 4 jam atau 30mg tiap 6 - 8 jam, dan tidak lebih dari 120mg dalam
satu hari. Pada penggunaan dengan dosis lazim efek samping yang pernah muncul seperti
mengantuk, pusing, nausea, gangguan pencernaan, kesulitan dalam berkonsentrasi dan rasa
kering pada mulut dan tenggorok. Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan
biasanya jauh lebih besar daripada dosis lazim.
Pada dosis 5-10 kali lebih besar dari dosis yang lazim, efek samping yang timbul
menyerupai efek samping yang diamati pada penggunaan ketamin atau PCP, dan efek ini
meliputi: kebingungan, keadaan seperti mimpi, rasa kehilangan identitas pribadi, gangguan
bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan pingsan, mengantuk (Schwartz, 2005; Siu et al.,
2007). diperlambat. Sebaliknya minuman yang mengandung gas mempercepat pengosongan
lambung, karena sebagian komposisi minuman bersoda yang terdiri atas asam sitrat, natrium
sitrat, perisa lemon lime dan pengawet natrium benzoat yang dapat mempercepat peningkatan
asam di lambung (Weinbroum, et all,2006).
Toksisitas bromida akut dapat terjadi pada kasus penyalahgunaan dekstrometorfan HBr
meskipun sangat jarang dan sedikit disebutkan dalam literatur. Biasanya toksisitas bromida
terjadi ketika kadar bromida pada serum lebih besar daripada 50-100 mg/dl. Toksisitas akut
dapat dihubungkan dengan adanya depresi sistem saraf pusat, hipotensi, dan takikardia.
Konsumsi kronis dapat mengakibatkan sindrom “bromism”, yang ditandai dengan adanya
perubahan perilaku, iritabilitas, dan letargi. Tidak ada antidot khusus untuk menangani
toksisitas bromida. Untuk menangani kasus keracunan bromida biasanya digunakan metode
22
hidrasi dengan menggunakan larutan saline untuk mendorong ekskresi melalui urin, dan pada
kasus yang parah digunakan metode hemodialisis.
Pemberian bersama dekstrometorfan dengan obat dari golongan inhibitor Monoamin
Oksidase (MAOI) seperti moklobemid dan isoniazid, dapat menyebabkan sindrom serotonin,
yaitu keadaan dimana terjadi perubahan status mental, hiperaktifitas saraf otonom dan
abnormalitas saraf otot (neuromuscular). Meskipun demikian, keadaan ini tidak selalu
muncul pada orang yang mengkonsumsi kedua obat tersebut.
Efek yang muncul dibagi dalam 4 tingkatan yang pertama dosis 100–200mg, timbul
efek stimulasi ringan, kedua dosis 200–400mg, timbul efek euforia dan halusinasi, ketiga
dosis 300–600mg, timbul efek perubahan pada penglihatan dan kehilangan koordinasi
motorik dan yang ke empat dosis 500–1500mg, timbul efek sedasi disosiatif (BPOM, 2012).
Jika obat batuk dan obat flu yang mengandung dekstrometorfan dikonsumsi dengan
jumlah 5- 10 kali dosis lazimnya maka dapat terjadi peningkatan toksisitas bahan tambahan
dan atau bahan aktif kombinasi lainnya. Kombinasi dekstrometorfan dengan guaifenesin
dosis tinggi dapat menyebabkan mual yang hebat dan muntah. Sedangkan kombinasi dengan
klorfeniramin dapat menyebabkan rasa terbakar pada kulit, midriasis, takikardia, delirium,
gangguan pernafasan, syncope dan kejang. Penyalahgunaan dalam bentuk sirup, memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi untuk menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan
karena larutan tersebut mengandung etanol sebagai pelarutnya.
Manifestasi penyalahgunaan DMP
Gejala yang berhubungan dengan penyalahgunaan DMP, adalah euphoria, gangguan
presepsi, halusinasi, paranoia, gangguan penglihatan, dan disorientasi. Selain itu juga
ditemukan adanya takikardi, mual, muntah, pusing, hipertensi bersaamn juga dengan efek
pada system saraf pusat (nistagmus, ataksia, midiarisis, letargi, kejang, koma)
Konsumsi DMP dalam jumlah besar akan mengakibatkan efek psikotropik. Hal ini
terutama disebabkan oleh akumulasi dari bentuk aktif dekstrofan. Gejala yang dihasilkan
tergantung dari stadium, awalnya para penyalahguna DMP mengeluhkan efek stimulant yang
ringan disertai dengan halusinasi dan delusi. Efek samping tersebut juga diserta euphoria,
ataxia, agitasi, dan penurunan tingkat konsentrasi. Gejala tersebut baru timbul jika dosis
DMP > 2 mg/kgBB. Dan jika dosisnya melebihi 7mg/KgBB maka efek disosiatif lebih
banyak dirasakan.
Pada intoksikasi yang akut dan berat dapat menimbulkan nystagmus dan midriasis.
DMP juga dikenal sebagai antagonis reseptor serotonin, oleh sebab itu pasien yang datang
23
dengan syndrome serotonin, harus dipikrkan juga efek dari DMP. Gejala yang muncul pada
sindroma serotonin antara lain gangguan status mental, kekakuan, hipertermia, dan kejang.
Pada kasus konsumsi DMP dalam jumlah besar dapat juga terjadi depresi pernafasan,
takikardi, dan hipertensi. Intoksikasi akut bisa berhubungan dengan depresi saraf pusat,
hipotensi, dan takikardi. Pada penggunaan DMP jangka panjang dapat menimbulkan
sindroma Bromism, dimana ditemukan perubahan perilaku, iritabilitas dan letargi.
Stadium
(Dosis)
Stadium 1
(1,5-2,5 mg/kg
Stadium 2
2,5-7,5 mg/kg)
Stadium 3
(7,5-15 mg/kg)
Stadium 4
(>15 mg/kg)
Manifestasi
Klinis
peningkatan
kewaspadaan
restlessness
sensitisasi visual
dan auditorik
euphoria
Halusinasi
energi
bertambah dan
eksitabel
sensasi auditorik
dan visual
makin
meningkat
gangguan visual
dan auditorik
penurunan
kesadaran
waktu reaksinya
dan respon
melambat
gangguan
kognitif
mania/panik
asosiasi
terganggu
halusinasi
ataksia
Tatalaksana Intoksikasi DMP
Untuk tatalaksana DMP sendiri adalah tatalaksana suportif. Pasien dengan gangguan
kesadaran memerlukan pemasang IV line, pulse oxymeter, dan pemeriksaan kadar gula darah
secara berkala. Untuk tatalaksana dari kegelisahan (agitasi) dapat diberikan golongan
benzodiazepine ( lorazepam ataupun diazepam). Hipertensi dan takikardi yang muncul biasa
berespon dengan baik terhadap obat sedasi, reassurance, dan ruangan yang tenang.
Terdapat beberapa kasus dengan gangguan kesadaran memberikan respon yang baik
terhadap pemberian nalokson tetapi respon DMP terhadap nalokson tidak konsisten. Dosis
DMP yang diberikan sama dengan dosis yang diberikan pada intoksikasi opoid, cara
pemberian 0,4 – 2 mg secara diulang 2 -3 menit hingga didapatkan respon dan dosis
24
maksimalnya adalah 10 mg Sebagian besar pasien dengan intoksikasi akut DMP dapat
dipulangkan dari bagian gawat darurat rumah sakit setelah diobeservasi 4 – 6 jam dengan
syarat terdapat perbaikan.
Untuk pemeriksaan laboratoium mencskup elektrolit darah, status asam basa, keratin
serum, kinase, myoglobin utin, tes faal ginjal serta hati, urinalisis, dan skrening urin untuk
obat-obat terlarang. Tidak ada antidot khusus untuk menangani toksisitas bromida. Untuk
menangani kasus keracunan bromida biasanya digunakan metode hidrasi dengan
menggunakan larutan saline untuk mendorong ekskresi melalui urin, dan pada kasus yang
parah digunakan metode hemodialisis.
2.4. Interaksi Obat
Kombinasi dekstrometorfan dengan alkohol yang digunakan oleh responden
menimbulkan efek stimulan ringan yang cepat karena secara farmakologi obat yang larut
dalam alkohol akan mempercepat proses ionisasi sehingga mudah berikatan dengan reseptor
dan cepat memberikan efek (dosis tepat menghasilkan efek terapi, dosis lebih menghasilkan
efek toksik) (Harkness, 1989). Jika dekstrometorfan di kombinasikan dengan alkohol maka
efek samping yang akan muncul lebih cepat dan dapat mengakibatkan keracunan bahkan
menimbulkan kematian15
2.5. Lethal Dose
Lethal Dose 50 (LD 50)
Lethal dose 50 (LD 50) adalah dosis tertentu yang dinyatakan dalam miligram berat badan uji
per kilogram berat badan hewan uji yang menghasilkan 50% respons kematian pada populasi
hewan uji dalam jangka waktu tertentu. Pada DMP terdapat LD50 yang berbeda tergantung
pada hewan yang dijadian percobaan. Untuk tikus 8200 mg/kg, 5200 mg/kg untuk kelinci,
2900mg/kg untuk babi, 10100 mg/kg untuk ayam, dan 8600 mg/kg untuk mencit.
2.6. Sebab dan Mekanisme Kematian
25
Mekanisme kematian pada peminum miras yang dicampur dengan dextromethorphan
terutama akibat asfiksia yang disebabkan karena depresi pusat pernafasan di otak. Depresi
pusat pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak >450 mg%. Pada kadar 500-600 mg% dalam
darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma 10-16 jam.14 Pada alcohol
yang dicampur dengan dextromethorphan biasanya korban meninggal sebelum dapat
mencapai dosis yang disebutkan diatas, karena efek sinergisme antara alcohol (ethanol) dan
dextrometorfan mempertajam efek depresi system pernafasan yang dimiliki keduanya.
2.7. Pemeriksaan Postmortem
Kelainan yang ditemukan pada korban meninggal tidak khas. Mungkin ditemukan
gejala gejala yang sesuai dengan asfiksia. Organ organ yang termasuk otak dan darah berbau
alcohol. Untuk intoksikasi DMP sendiri tidak ada hasil yang spesifik, hasil penemuan hampir
sama dengan orang yang mengalami intoksikasi opoiod. Dimana dari 2 korban yang, di
keduanya ditemukan odem serebral, odem paru,dan buih di saluran nafas tanpa adanya tanda
yang menunjukkan adanya trauma atapun antecedent natural disease
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan:
1. Sianosis pada muka dan ujung ujung ekstremitas (pada bibir, ujung jari dan kuku)
2. Lebam mayat cepat timbul, lebih luas dan lebih gelap karena terhambatnya
pembekuan darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Hal ini akibat
menigkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih
gelap karena meningkatnya kadar HbCO2.
3. Busa halus pada hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena
kocokan pada pernapasan kuat
4. Pelebaran pembuluh darah konjunctiva bulbi dan palpebral
5. Bintik bintik perdarahan (Tardieu’s Spot) pada konjunctiva bulbi dan palpebral
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan:
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer
2. Busa halus di saluran pernafasan
3. Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh, sehingga organ dalam tubuh
menjadi lebih gelap dan lebih berat
4. Petekie (Tardieu’s Spot) pada mukosa organ dalam: pericardium, pleura visceralis
paru terutama pada aorta, kelenjar tiroid, kelenjar timus, pielum ginjal
26
5. Edema paru
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar alcohol dalam otak, hati, atau organ lain atau
cairan tubuh yang lain seperti cairan serebrospinal. Penentuan kadar alcohol dalam lambung
saja tanpa menentukan kadar alcohol dalam darah hanya menunjukan bahwa orang tersebut
telah meminum alcohol. Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah
yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai berikut :
1. Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat dengan
melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian tambahkan 280
ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml akuades.
2. Sebarkan 1 ml darah yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1
ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan.
3. Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah bercampur dengan
larutan kalium karbonat.
4. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang.
5. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen Antie.
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning kehijauan
menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan warna hijau kekuningan sekitar
300mg%14
Pemeriksaan urine dapat dilakukan ketika terdapat kecurigaan atau riwayat menggunakan
dextrometorfan. Terdapat 2 tipe utama skrining obat obatan dalam urine yaitu pemeriksaaan
immunoassay dan kromatografi.
Pemeriksaan immunoassay menggunakan antibody untuk mendeteksi adanya zat obat dengan
menemukan metabolitnya. Pemeriksaan ini biasanya digunakan pada awal pemeriksaan
karena prosesnya yang cepat dengan harga terjangkau. Dalam pemeriksaan dextrometorfan,
hasil positif palsu seringkali terjadi karena hasil metabolit dekstrometorfan yang serupa
dengan metabolit obat golongan opiat dan atau penisiklidin.
Pemeriksaan kromatografi urine pada dekstrometorfan menggunakan prinsip menemukan
metabolit berupa dekstorfan dengan cara menemukan hasil assay dalam urine dengan high-
performance liquid chromatography (HLPC) ataupu dengan Gas Chromatography/Mass
Spectrometry (GC/MS). Pemeriksaan kromatografi ini mengkarakterisasikan aktivitas
27
CYP2D6 yang menggunakan metabolisme dekstrometorfan yang dipicu dengan
menambahkan β-glucuronidase pada sampel urine sebelum ekstraksi dan analisis. Walaupun
mereka memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik, harga yang kurang terjangkau
dan waktu pemeriksaan yang lama membuat pemeriksaan ini kurang disarankan sebagai
pemeriksaan awal.
Pemeriksaan untuk menentukan apakah adanya kandungan dekstrometorfan dalam suatu pil
dapat menggunakan reagen Marquis atau reagen Mecke. Selain dapat mendeteksi
dekstrometorfan, reagen-reagen ini biasanya lebih digunakan untuk mendeteksi zat ekstasi
(MDMA) dalam pemeriksaan lapangan. Dengan meneteskan reagen pada pil. Dengan 2 tetes
reagen Marquis pil akan berbusa sebelum berubah warna menjadi abu-abu gelap kehitaman,
dan dengan 2 tetes reagen Mecke pil akan berubah warna menjadi kuning.
2.8. Aspek Hukum
Produsen, distributor dan atau pengecer minuman beralkohol oplosan dikenai sanksi
administratif dan atau sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 18 tahun 2012
tentang Pangan. Sanksi administratif yang dimaksud dapat meliputi:
a. Peringatan secara tertulis;
b. Pemusnahan
c. Penghentian kegiatan produksi dan peredaran
Pengoplosan minuman beralkohol secara jelas tidak memenuhi standar keamanan pangan
karena produk yang dihasilkan berisiko terhadap kesehatan bahkan dapat menghilangkan jiwa
manusia. Pelaku pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah). Jika menyebabkan luka berat atau membahayakan nyawa, ancaman pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar
rupiah) dan jika menyebabkan kematian orang pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau denda paling banyak Rp20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah).
Dari sisi pemenuhan ketentuan izin edar, minuman beralkohol oplosan dapat dikategorikan
sebagai produk tanpa izin edar dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
atau denda paling banyak Rp. 4.000.000.000 (empat miliar rupiah).
BAB III
KESIMPULAN
28
Kesimpulan
Miras oplosan merupakan minuman keras yang terdiri dari berbagai campuran,
diantaranya dapat dioplos dengan alkohol industri (metanol) maupun dengan obat
herbal seperti obat kuat atau suplemen kesehatan. Miras oplosan biasanya dibuat dan
dijual secara ilegal. Akhir-akhir ini penggunaan miras oplosan yang dicampur dengan
dekstrometrofan sedang marak di Indonesia. Dekstrometrofan (DMP) sebenarnya
merupakan salah satu obat antitusif yang dijual bebas dan dikira oleh masyarakat obat
yang aman. DMP sendiri merupakan dekstroiseomer dari kodein analog metrofan,
DMP tidak bekerja pada reseptor opiod time mu dan delta seperti jenis levoisemer
tetapi bekerja pada reseptor sigma. Pada dosis terapeutik, dekstrometorfan dapat
berperan secara sentral (bekerja pada otak) bukan secara lokal (pada traktus
respiratorius). Obat ini bekerja meningkatkan ambang batas batuk, tanpa menghambat
aktivitas silia. Obat ini cepat diserap melalui saluran cerna dan dimetabolisme 15
sampai 60 menit setelah konsumsi, dipengaruhi juga oleh usia. Dosis lazimnya 15-60
mg, bergantung pada umur. Durasi kerja obat 3-8 jam untuk Dekstrometorfan
hidrobromida dan 10-12 jam untuk dekstrometorfan polistirex. Kadar puncak pada
serum dicapai dalam waktu 2-3 jam dan waktu paruhnya 3 jam.
Dekstrometorfan dapat melalui sawar darah otak dan menimbulkan beberapa efek
seperti: antagonis reseptor NMDA, agonis reseptor 1 dan 2, antagonis reseptor
nikotinik, serotonin reuptake inhibitor dan dopamine reuptake inhibitor. Efek
psikologis dekstrometorfan bisa disebabkan oleh dekstrofan, hasil metabolit dari
metabolisme DMP. Sama seperti semua antagonis NMDA, dekstrofan dan
dekstrometorfan menghambat neurotransmiter (khususnya glutamat) di otak. Hal ini
mengakibatkan melambatnya atau bahkan mematikan jalur saraf tertentu sehingga
menyebabkan gangguan psikologis. Efek euforia sering dikaitkan dengan peningkatan
kadar dopamin, seperti efek yang ditimbulkan oleh obat antidepresan
Kombinasi dekstrometorfan dengan alkohol yang digunakan oleh responden
menimbulkan efek stimulan ringan yang cepat karena secara farmakologi obat yang
larut dalam alkohol akan mempercepat proses ionisasi sehingga mudah berikatan
dengan reseptor dan cepat memberikan efek (dosis tepat menghasilkan efek terapi,
29
dosis lebih menghasilkan efek toksik) (Harkness, 1989). Jika dekstrometorfan di
kombinasikan dengan alkohol maka efek samping yang akan muncul lebih cepat dan
dapat mengakibatkan keracunan bahkan menimbulkan kematian15
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2014. Info POM : Menilik Regulasi Minuman
Beralkohol di Indonesia. BPOM RI: Jakarta.
30
2. Bonauli, Nina. 2010. Pengaruh Pemberian Dekstrometorfan Dosis Bertingkat Peroral
Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Wistar. Universitas Diponegoro
Semarang.
3. NICNAS. Dimethyl Phthalate. Australian Government Department of Health and Ageing
NICNAS. 2008. P.4-5,15.
4. Bryner Jk, Wang UK, Hui JW, Bedodo M, McDougall C, Anderson IB.
Dextromethorphan Abuse in Adolescence.Arch Pediatr Adlesc Med/Vol160, December
2006. P.1217-22.
5. Carlson KR, Patton LE. Toxicity Review for Dimethyl Phthalate. United States Consumer
Product Safety Commision. 2010. P.5-20.
6. Romanli F, Smith KM. Dextromethorpan Abuse: Clinical Effect and Management.
Pharmacy Today. 2009 (Mar); 15(3): 48-55.
7. Barceloux DG. Medical Toxicology of Drug Abuse : Synthesized Chemicals and
Psychoactive Plants. John Wiley & sons : 2012.
8. WHO Expert Committee on Drug Dependence, Dextromethorphan Pre-
9. Review Report, Juni 2012
10. SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang
Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012
11. Frank Romanelli and Kelly M. Smith, Review Article: Dextromethorphan abuse: Clinical
effects and Management.
12. Edward W. Boyer, M.D., Ph.D., and Michael Shannon, M.D., M.P.H., Review Article:
current concepts The Serotonin Syndrome
13. AHFS 2010, hal 2787.
14. Budianto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im T, Sidhi, Hertian S, etc. Ilmu Kdokteran
Forensik. Alkohol. Edisi 1. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti, Jakarta; 1997; 113-18.
15. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2012. Info POM : Mengenal Penyalahgunaan
Dekstrometorfan. BPOM RI: Jakarta.
31