Download - Referat DKA Kundur by Putri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dermatitis berasal dari kata derm/o" (kulit) dan –itis
(radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai
suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi. Klasifikasi dermatitis
saat ini masih beragam. Salah satu jenis dermatitis adalah dermatitis
kontak. Dermatitis kontak merupakan inflamasi non infeksi pada kulit
yang diakibatkan oleh senyawa yang kontak dengan kulit tersebut.
Secara umum, dermatitis kontak dibagi menjadi dua: dermatitis kontak
iritan dan dermatitis kontak alergi.1,2,3
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah suatu reaksi peradangan yang
disebabkan paparan zat alergen pada kulit yang sebelumnya sudah
tersensitisasi oleh antigen spesifik limfosit T pada kulit. Mekanisme
terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun. Hanya
individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA.2
Dermatitis kontak merupakan gangguan pada kulit yang paling sering
terjadi. Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada
pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit
akibat dermatitis kontak adalah sebesar 4-7%. Di Skandinavia yang
telah lama memakai uji tempel sebagai standar, terlihat insiden dermatitis
kontak lebih tinggi dari pada di Amerika. Bila dibandingkan dengan
dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi
pada 0,21% dari populasi penduduk. Secara umum, usia tidak
mempengaruhi. Namun bila hanya ditinjau dari statistik yang ada hal ini
belum valid karena sesungguhnya banyak dermatitis kontak alergi yang
tidak terdiagnosis sehingga tidak dilaporkan. Salah satu penyebab utamanya
1
adalah tidak tersedianya alat/bahan uji tempel (patch test) sebagai
sarana diagnostik.5
Ciri umum dari dermatitis kontak ini adalah adanya eritema
(kemerahan), edema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang
dari 5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter kurang dari 5mm),
vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 5mm), dan krusta.4
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis lokalisasinya.
Terkadang kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan
kronis, mungkin penyebabnya juga campuran.2 Dermatitis tidak berbahaya,
dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun
demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat
mengganggu.
Pengobatan penderita DKA pada prinsipnya adalah menghindari
pajanan alergen, baik yang bersifat mekanik, fisis, atau kimiawi serta
menyingkirkan faktor yang memperberat. Obat-obatan hanya membantu
mengurangi gejala dan komplikasi yang terjadi.2
1.2. Tujuan
1. Untuk memahami tentang penyakit dermatitis yang berhubungan dengan
penyebab eksogen (alergi dan iritan).
2. Untuk memahami cara membedakan diagnosis dermatitis kontak alergi
dan iritan karena kedua diagnosis ini gambaran lesi sering serupa dan
penyebabnya sama berasal dari kontaktan (eksogen).
1.3. Manfaat
Setelah dicapai hasil pengobatan yang sesuai dari diagnosis yang
tepat, pada prinsipnya adalah menghindari pajanan baik yang bersifat
mekanik, fisis, dan kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat
atau pencetus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
disertai dengan adanya spongiosis/edeme interseluler pada epidermis karena
kulit berinteraksi dengan bahan – bahan kimia yang berkontak atau terpajan
kulit. Bahan- bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik.
Dermatitis kontak sering terjadi pada tempat tertentu dimana alergen
mengadakan kontak dengan kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non
imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme
imunologik spesifik.2
Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi
alergi terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabkan reaksi
peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas
terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.2
2.2. Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang
kulitnya sangat peka (hipersensitif).2
Dermatitis kontak merupakan gangguan pada kulit yang paling sering
terjadi. Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada
pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit
akibat dermatitis kontak adalah sebesar 4-7%. Di Skandinavia yang
telah lama memakai uji tempel sebagai standar, terlihat insiden dermatitis
kontak lebih tinggi dari pada di Amerika. Bila dibandingkan dengan
dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka
3
(hipersensitif). Insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi
pada 0,21% dari populasi penduduk. Secara umum, usia tidak
mempengaruhi.5
2.3. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering
berupa bahan kimia dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis
menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada paparan berulang.
Dermatitis ini biasanya timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam
beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak. Perjalanan penyakit memuncak
pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila tidak terjadi paparan
ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis rhus, yaitu reaksi alergi
terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi yang menyebabakn
kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabakan integritas kulit
terganggu, misalnya dermatitis statis.2
Tabel 2.1. Penyebab yang baku dari dermatitis kontak pada berbagai bagian tubuh
Bahan Penyebab
NikelKancing jeans, anting, kalung, jam, gelang, uang
logam
Kromat Pemutih kulit, semen
Formaldehid Pengawet, anting, kosmetik, rokok
Kloroisotiazolin Pengawet dalam krim
Dibromosianobutan Pengawet dalam krim, kosmetik
Merkaptobenzotiazol Produk karet ( sepatu, sarung tangan, kateter)
Tiuram Produk karet, cat rambut, pewarna, baju, stoking
Tumbuh-tumbuhan Poison ivy, tulip
4
2.4. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immune respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit
timbulnya lambat (delayed hypersensitivit), umumnya dalam waktu 24 jam
setelah terpajan dengan alergen. Sebelum seorang pertama kali menderita
dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik
reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak
dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang akan terikat
dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan
diproses leh makrofag dan sel Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke
sel T. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori.
Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem
limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh
kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif
disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung
selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh
derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah
alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih
pendek, sebaliknya sensitizer lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai
pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul
setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan.
Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama
atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi, umumnya
berlangsung antara 24-48 jam.3,4,7
5
Gambar 2.1. Patofisiologi Dermatitis Kontak Alergi
2.5. Diagnosis
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut
dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya
tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedaknn dengan dermatitis kontak iritan
kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.2
Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya
konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan
adanya lesi eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya
papulovesikula; gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular.
Vesikel-vesikel timbul karena terjadinya spongiosis dan jika pecah akan
6
mengeluarkan cairan yang mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula
lesi hanya terbatas pada tempat kontak dengan alergen, sehingga corak dan
distribusinya sering dapat meiiunjukkan kausanya,misalnya: mereka yang
terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan shampo atau cat rambut yang
dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat curiga dengan cream,
sabun, bedak dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada
kasus yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh. Berbagai
lokalisasi terjadinya dermatitis kontak: 2
1. Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling
sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula
kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian
besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya
deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.
2. Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila
umumnya oleh bahan pengharum.
3. Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan
kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata).
Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi,
getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat
kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat mata.
4. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai
kaca mata, cat rambut, hearing-aids.
5. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung
jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.
6. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat
warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.
7. Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan.
7
8. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan
oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal
(misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.
Diagnosis didasarakan pada hasil diagnosis yang cermat dan
pemeriksan klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai
didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit
berupa lesi numularis disekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi,
likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita
memeakai kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat dari
logam(nikel). Data yang berrsal dari anamnesis juga meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,
kosmetika, bahan-bahan yang diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit
kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya
dermatitis atopik, psoriasis). 2
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalissasssi
dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemugnkinan
penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan
oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemerikassaan hendaknya
dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.2
Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen
atau senyawa yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang
mengisyaratkan dermatitits kontak. Anamnesis harus terpusat kepada sekitar
paparan tehadap alergen yang umum. 2
8
Gambar 2.2. Dermatitis kontak alergi dengan infkesi sekunder seorang
pekerja semen
Gambar 2.3. Dermatitis kontak alergik karena kacamata
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui seseorang apakah menderita penyakit alergi dapat
kita periksa kadar Ig E dalam darah, maka nilainya lebih besar dari nilai
normal (0,1-0,4 ug/ml dalam serum) atau ambang batas tinggi. Lalu pasien
tersebut harus melakukan tes alergi untuk mengetahui bahan/zat apa yang
9
menyebabkan penyakit alergi (alergen). Ada beberapa macam tes alergi,
yaitu: 2
1. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit)
Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan
makanan, misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang,
kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam,
lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum
khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka,
berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit
Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah
gatal.
Syarat tes ini :
o Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung
antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis
obatnya.
o Umur yang di anjurkan 40 – 50 tahun.
2. Patch Tes (Tes Tempel)
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh
(tenang), bila mungkin setelah 3 minggu. Syarat tes ini dalam 48 jam,
pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi
tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan. 2 Hari sebelum tes,
tidak boleh minum obat yang mengandung steroid. Daerah pungung
harus bebas dari obat oles, krim atau salep.
Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di
lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas,
ditempelkan pada kulit, ditutup dengan bahan impermeable, kemudian
direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48
jam, 72 atau 96.
10
Hasil positif dapat berupa eritem dengan urtikaria sampai vesikel
atau bula. Penting dibedakan apakah hasil reaksi karena alergi kontak
atau karena iritasi. Bila karena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48
jam (tipe descrendo), sedangkan bila reaksi dari alergi kontak makan
reaksi akan semakin meningkat (tipe crescendo).
Gambar 2.4. Uji Tempel
3. RAST (Radio Allergo Sorbent Test)
Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan
makanan. Tes ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu
serum darah tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus,
hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam. Kelebihan tes ini : dapat
dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.
4. Skin Test (Tes kulit)
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang
disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan
11
obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca
setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol, merah, gatal.
5. Tes Provokasi.
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang
diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes
provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini
digunakan untuk penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial
dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien
dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. tes provokasi
bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick
Test dan IgE spesifik metode RAST.
Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double
Blind Placebo Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat
dengan dosis dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan
interval 15 – 30 menit. Dalam satu hari hanya boleh satu macam obat
yang dites, untuk tes terhadap bahan/zat lainnya harus menunggu 48 jam
kemudian. Tujuannya untuk mengetahui reaksi alergi tipe lambat. Ada
sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST. Semua
tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes harus
benar, dan cara melakukan tes harus tepat dan benar.
2.7. Diagnosis Banding1,7,8,9
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan
gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis.. Diagnosis banding yang utama ialah dengan
dermatitits kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu
dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena
kontak alergi.
12
Tabel 2.2. Perbedaan dermatitis kontak Iritan dan Alergi
Faktor Dermatitis Kontak
Iritan
Dermatitis Kontak Alergi
Penyebab Iritan primer Alergen kontak sensitizer
Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak berulang
Penderita Semua orang Orang yang hanya memiliki
sensitivitas alergi
Lesi Akut: eritem, vesikel,
bula,
batas jelas, lesi eksudat
kronik: kering, skuama,
dapatterjadi
hyperkeratosis, fisura,
likenifikasi,
Akut: dimulai dari bercak
eritema berbatas jelas, diikuti
edema, papul, vesikel, ataupun
bula.vesikel atau bula dapat
pecah dan menimbulkan erosi
dan eksudasi (basah).
Kronis: didapatkan kulit kering
berskuama, papul, vesikel, dan
mungkin juga fisura,
likenifikasi, batasnya tidak jelas
Pruritus Pruritus disertai rasa
pedih dan panas, rasa
terbakar,sensasi nyeri
saat pertama terpajan
Pruritus yang menghebat jika
terpajan dengan sumber
kontaktan ataupun terpajan
berulang-ulang
Uji tempel Sesudah ditempel 48
jam, reaksi akan
menurun (deskrendo)
Sesudah ditempel 48 jam, reaksi
akan meningkat (cresendo)
Contoh Sebagian besar zat kimia,
Detergen, minyak, bahan
derivate asam, alkali,
pelarut organic, air, agen
pereduksi, semen, fenol
Kosmetik, bahan baju, sepatu
karet, logam, obat
13
a. Dermatitis numular merupakan suatu peradangan dengan lesi yang
menetap, dengan keluhan gatal, yang ditandai dengan lesi eritem
berbentuk numular, sirkular atau lesi oval berbatas tegas, plak diskret,
berskuama, ditemukan pula papul-paul folikular, pustule. Plak dapat
eksudat dan berkrusta.dan gatal serupa dengan dermatitis kontak tetapi
tanpa riwayat paparan terhadap alergen dan lesinya bundar, tidak ada
konfigurasi lainnya. Biasanya disertai dengan riwayat atopi.
b. Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-
anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum
dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis
alergika, asma bronkhiale, dan konjungtivitis alergika). Lesi kulit dapat
berupa plak papular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi
yang gatal. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan,
mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan
cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama,
dan sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun
terjadi hiperpigmentasi. Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari.
2.8. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan
pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit. 2
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan
dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Hal yang perlu diperhatikan
pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya
kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit
yang timbul.
14
2. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan
sistemik.
a. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip
umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah
(kompres terbuka). Gunakan kompres dingin dengan air keran dingin
atau larutan burrow untuk lesi-lesi eksudatif dan basah. Kenakan
selama 20 menit tiga kali sehari. Hindari panas disekitar lesi. Bila
kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah
prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi
losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin), bila kronik
berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial
diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam,
diberi salep. Medikamentosa topikal saja tanpa sistemik dapat
diberikan pada kasus-kasus ringan. Lasio topikal yang mengandung
menol, fenol, atau premoksin sangat berguna untuk meringankan rasa
gatal sementara, dan tidak mensensitisasi, tidak seperti benzokain dan
difenhidramin. Obat-obatan bebas yang dapat digunakan antara lain
lasio atau obat semprot sarna dan lasio Prax Cetapil dengan mentol
0,25% dan fenol 0,25% dapat dibeli dengan resep dokter. Untuk
dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah
mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup
diberikan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal potensi paling
tinggi tidak efektif pada lesi basah & vesikuler.
b. Pengobatan sistemik.
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan
atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan
akut atau kronik. Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka
pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi
15
akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta
eksufatif (madidans), misalnya prednison 30 mg/hari. Umumnya
kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Lesi luas dan berat
sebaiknya gunakan kortikosteroid sistemik.
2.9. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis,
bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik,
dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang
tidak mungkin dihindari. 2
16
BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah suatu reaksi peradangan yang
disebabkan paparan zat alergen pada kulit yang sebelumnya sudah tersensitisasi
oleh antigen spesifik limfosit T pada kulit. Mekanisme terjadinya kelainan kulit
pada DKA adalah mengikuti respon imun. Hanya individu yang telah mengalami
sensitisasi dapat menderita DKA.2
Insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi pada 0,21% dari
populasi penduduk. Secara umum, usia tidak mempengaruhi. Namun bila
hanya ditinjau dari statistik yang ada hal ini belum valid karena
sesungguhnya banyak dermatitis kontak alergi yang tidak terdiagnosis sehingga
tidak dilaporkan. Salah satu penyebab utamanya adalah tidak tersedianya
alat/bahan uji tempel (patch test) sebagai sarana diagnostik.5
Ciri umum dari dermatitis kontak ini adalah adanya eritema
(kemerahan), edema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari
5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter kurang dari 5mm), vesikel
(tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 5mm), dan krusta. 4 Kelainan kulit
bergantung pada keparahan dermatitis lokalisasinya. Terkadang kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin penyebabnya juga
campuran.2
Pengobatan penderita DKA pada prinsipnya adalah menghindari pajanan
alergen, baik yang bersifat mekanik, fisis, atau kimiawi serta menyingkirkan
faktor yang memperberat. Obat-obatan hanya membantu mengurangi gejala dan
komplikasi yang terjadi.2
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Hayakawa, R. Contact Dermatitis. Nagoya J. Med. Sci (63) 83-90. Nagoya.
2000.
2. Buxton, P. K. ABC of Dermatology. BMJ Publishing Group: London. 2005.
3. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2004.
4. Freedberg, I. M., Eisen, A. Z., Wolff, K., Austen, K. F., Goldsmith, L.A.,
Katz, S. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine, 6th Ed.
McGraw-Hill Professional: New York. 2003.
5. Keefner, D. M., Curry C. E. Contact Dermatitis. Dalam: Handbook of
Nonprescription Drugs, 12th Edition. APHA: Washington DC. 2004.
6. Siregar, R.S, Prof. Dr. Saripati Penyakit Kulit. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta. 2005.
7. Janik, M. P., Heffernan, M. P., Warts. Dalam: Freedeberg, I. M., et.al (ed).
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed. 7, Vol. 2. McGraw Hill
Book Co: New York. 2008.
8. Goldstein, A. Dermatologi Praktis. Hipokrates: Jakarta. 1998.
9. Mansjoer, A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2005.
10. LaDou, J. The Practice in Occupational Disease. In: LaDou J,
editors.Occupational and Enviromental Medicine. Lange Medical Books / Mc
Graw Hill: New York. 1997
11. Firdaus, U. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja
Terbanyak di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II No. 5. 2002:
16-18
12. Putro, H. H. Penatalaksanaan Dermatitis Kontak. Majalah Dokter Keluarga.
Vol. 5 No. 1, Desember. 1985: 4-7
18