Download - Refarat Radiologi NEW
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama
meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat,
dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak
terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostik dan pilihan pengobatan.
Insfeksi dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk
pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang
tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas.
Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomis
pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan
pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian
bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu
pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit.
1
BAB II
PNEUMONIA
DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri.virus,jamur,protozoa)
INSIDENSI
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran
napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit
(pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah
akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.
Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada daerah berkembang akan tetapi di
negara maju dapat ditemukan kasus yang cukup signifikan. Berdasarkan umur, pneumonia dapat
menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia
penyebabnya cenderung berbeda-beda, dan dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di
dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Pneumonia dapat
terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa
yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu
daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme patogen paru bervariasi menurut
lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan,
ataupun rumah sakit. Selain itu faktor iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan
frekuensi infeksi penyakit ini.
2
ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,
jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia
bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia
streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza.
Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh
pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada
bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia
yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.
Bakteri penyebab pneumonia dapat diduga dari lingkungan/tempat mendapat infeksi
Tempat infeksi Penyebab
Pneumonia yang didapat di
masyarakat
Str.pneumonia,H.influenzae, M.catarrhahalis,St.aureus,
GNB (gram negative enteric bacilli), Atypical agents
(mycoplasma, chlamydia, legionella)
Pneumonia yang didapat di
panti werdha
Str.pneumoniae, GNB, St.aureus, H.influenzae, anaerob,
atypical agents.
Pneumonia yang didapat di rumah
sakit.
GNB (seperti klebsiella pneumoniae, pseudomonas
aeruginosa), St.aureus, polimikrobial.
PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling
beresiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.
3
Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium kongesti (4 – 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi
sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium akhir (resolusi)
4
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali
menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.
KLASIFIKASI
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
4. Pneumonia aspirasi
B. Berdasarkan lokasi infeksi
1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang
pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan
konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat
pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika
terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris/
2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis
menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi
dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan
sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat
muncul sebagai infeksi primer.
5
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.
DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:
1. Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:
Gejala Mayor: 1.batuk
2. sputum produktif
3. demam (suhu>37,80c)
Gejala Minor: 1. sesak napas
2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi
40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus,
yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk
dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak
mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut
6
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-
25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
3. Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara
anatomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak
deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius
kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus
7
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan
bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air
bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
8
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax
9
Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada
gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
CT Scan
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
10
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh
perselubungan yang tidak merata.
CT Scan
Gambaran CT Scan pneumonia interstitial pada seorang pria berusia 19 tahun.
(A) Menunjukkan area konsolidasi di prcabangan peribronkovaskuler yang irreguler.
(B) CT Scan pada hasil follow upselama 2 tahun menunjukkan area komsolidasi yang
irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda
panah).
4. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,
bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang
kemungkinan penyebab infeksi.
PENATALAKSANAAN
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.
Penderita yang tidak dirawat di RS
Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres
Minum banyak
Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran
Antibiotika
Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :
11
Penatalaksanaan Umum
Pemberian Oksigen
Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas
Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung.
Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.
Pengobatan Kausal
Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO
(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan:
Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan
pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.
Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena
itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya
dilakukan.
Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.
Penyebab tersering pada usia muda : Streptokokus pneumonia
Penyebab tersering pada Lansia : Streptokokus pneumoniae, H.influenzae, Stafilokokus aureus,
batang Gram negatif
DIAGNOSIS BANDING
Differential diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:
A.Tuberculosis Paru (TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),
nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam,
lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.
12
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
B. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun
terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya
pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau
sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA13
C. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign,
tanda khas pada efusi pleura.
Efusi pleura pada foto thorax posisi PA
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan menjadi
pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari pemeriksaan fisik
memang menunjukan kelainan di paru dan membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto
thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang
penegakan diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan adanya gambaran
air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk
menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax,
melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat dari adanya
penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah yang sakit atau sehat.
Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah dilihat dari ada atau tidaknya
kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan
pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis disamping
pemeriksaan laboratorium.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Gray D, Zar HJ. Childhood Pneumonia in Low and Middle Income Countries: Burden,
Prevention and Management. The Open Infectious Diseases Journal. 2010;4:74-84.
2. Madhi SA, Levine OS, Hajjeh R, Mansoor OD, Cherian T. Vaccines to prevent
pneumonia and improve child survival. Bulletin of the World Health Organization.
2008;86:365–72.
3. Nurhaeni N, Sutadi H, Rustina Y, Supriyatno B. Pemberdayaan Keluarga pada Anak
Balita Pneumonia di Rumah Sakit: Persepsi Perawat Anak dan Keluarga. Makara
Kesehatan. 2011;15(2):58-64
4. Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia Pada Balita, Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer. Jakarta. 2008
5. Stein RT, Marostica PJC. Community-Acquired Bacterial Pneumonia. Dalam: Chernick
V, Boat TF, Wilmot RW, Bush A, penyunting. Kendig’s Disorder of the Respiratory
Tract in Children. Edisi ke-7, Philadelphia: Saunders; 2006. h. 441-52
6. Susanto AD, Prasenohadi, Yunus F. 2010 The Year of the Lung. 2010 Mei 21 . Available
from: http://www.2010yearofthelung.org
7. Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.
8. Price, Sylvia Anderson 2009.Pathophysiology : Clinical Concepts of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Edisi 4.Jakarta : EGC.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Infomedika. 2010;11:1228-33.
15
10. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan
S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and
Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and
Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric
Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect
Dis. 53 (7): 617-630
11. Madhi SA, Levine OS, Hajjeh R, Mansoor OD, Cherian T. Vaccines to prevent
pneumonia and improve child survival. Bulletin of the World Health Organization.
2008;86:365–72.
12. Nurhaeni N, Sutadi H, Rustina Y, Supriyatno B. Pemberdayaan Keluarga pada Anak
Balita Pneumonia di Rumah Sakit: Persepsi Perawat Anak dan Keluarga. Makara
Kesehatan. 2011;15(2):58-64
13. Lee P, Chiu C, Chen P, Lee C, Lin T. Guidelines for the Management of Community-
Acquired Pneumonia in Children. Acta Pediatr Taiwan. 2007;48(4):167-80.
14. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI. 2008;I: 350-
65.
15. Ribeiro CF, Ferrari GF, Fioretto JR. Antibiotic treatment schemes for very severe
community-acquired pneumonia in children: a randomized clinical study. Rev Panam
Salud Publica. 2011;29(6):444–50.
16. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI
16
17. Lee GE, Lorch SA, Collins S, Kronman MP, Shah SS. National Hospitalization Trends
for Pediatric Pneumonia and Associated Complications. Pediatrics. 2010;126:204-13.
18. Said M. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4.
Buletin Jendela Epidemiologi. 2010;3:16-21.
19. Black SB, Shinefield HR, Ling S, Hansen J, Fireman B, Spring D, dkk. Effectiveness of
heptavalent pneumococcal conjugate vaccine in children younger than five years of age
for prevention of pneumonia. Pediatri infect Disj. 2002; 21: 810-5
17