Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN
SEMESTER GENAP 2018/2019
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
Pelindung : Rektor Universitas Darma Persada
Penangung Jawab : Wakil Rektor I
Pimpinan Redaksi : Kepala Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan
Kemitraan
Anggota Redaksi : Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah, IPU.
Dr. Gatot Dwi Adiatmojo
Dr. Aep Saepul Uyun, M.Eng
Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.
Drs. Rusydi M. Yusuf, M.Si.
Alamat Redaksi : Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Jl. Taman Malaka Selaltana) Pondok
Kelapa - Jakarta Timur (14350)
Telp. (021) 8649051, 8649053, 8649057
Fax.(021) 8649052
E-Mail : [email protected]
Home page : http://www.unsada.ac.id
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
~ v ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR iii
Penggunaan Buku Dekiru Nihongo-Chuukyu dalam Matakuliah Jissen
Kaiwa III
Bertha Nursari, Zainur Fitri, Irawati Agustine
1 - 10
Fungsi dan Penggunaan Kalimat Kondisional dalam Bahasa Jepang
“shidai” dan “kagiri” Berdasarkan Modalitas dan Teori Teritori Informasi
Ari Artadi, Hari Setiawan
11 - 24
Fenomena Ikumen dalam Masyarakat Jepang
Indun Roosiani 25 - 38
Makna Fukugoudoushi dalam Buku New Approach Chuukyuu Nihonggo
Herlina, Ni Luh Suparwati
39 - 47
Analisis Makna Penggunaan Verba Kiru pada Kalimat Bahasa Jepang
Hermansyah Djaya, Hargo Saptaji
48 - 69
Asimilasi Imigran Jepang di Brazil antara Nasionalisme dan Estado Novo
Erni Puspitasari,
70 - 80
Gambaran Kehidupan Masyarakat Jepang tahun 1928-1945 dalam Novel
Nijusshi no Hitomi Karya Sanae tsuboi
Metty Suwandhany, Tia Martia, Dila Rismayanti
81 - 93
Shindo Renmei dan Normalisasi Hubungan Diplomatik Jepang-Brazil
Pasca Perang Dunia II
Erni Pusptasari
62 - 72
Model Pengembangan Metode Pengajaran Ungkapan Idiom (Figurative
Language) untuk Peningkatan Kemampuan Membaca Cerita Berbahasa
Inggris bagiSiswa Kursus di Kota Bekasi
Juliansyah
73 - 88
Telaah Semantik Chengyu (成语) dalam Buku Pepatah Tionghoa
Kebijaksanaan Chengyu (Zhongguo Chengyu中国成语)
Yulie Neila Chandra
89 - 106
Pengaruh Puritanisme pada Perkembangan Pendidikan Masa Kolonial
Amerika tahun 1600 sampai 1776
Rusydi M. Yusuf
107 - 115
116 - 130
~ vi ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Kajian Slogan Donald Trump Make America Great Again melalui Teori
Semantik Geoffrey Leech
Kurnia Idawati
Jenis dan Makna Wakamono Kotoba Bahasa Jepang pada Manga
“Hoshino, Me Wo Tsubutte” (Hoshino, Close Your Eyes)
Hermansyah Djaya, Hargo Saptaji
131 - 140
Analisis Trasportasi Penyebrangan Laut antar Negara di Pulau Sumatera
Studi Kasus Penyebrangan Tanjung Balai Karimun-Harbour Front
Singapore dan Tanjung Balai Karimun Pelabuhan Kukup dan Pelabuhan
Puteri Malaysia
Danny Faturachman
141 - 150
Perencanaan Awal Slipway Sebagai Pendukung Operasional Kapal Perintis
Di Indonesia
Arif Fadillah
151 - 160
Pengembangan (Realisasi) Desain Prototipe Mesin Pembersih Tangki
Air
Husen Asbanu, Yefri Chan, Jamaluddin Purba
161 - 166
Pengaruh Kebijakan Deviden dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan
pada Industri-Industri Otomotif dan Komponen
Irma Citarayani, Endang Tri Pujiastuti, Saminem
167 - 182
Pengaruh Promosi Dan Proses Terhadap Minat Beli Konsumen Pada
Pembiayaan Multiguna Wom Finance Cabang Rawamangun
Resa Nurlaela, Irma Citarayani, Rian Miska Wega B
183 – 190
Fungsi dan Penggunaan Kalimat Kondisional Bahasa Jepang “tewa” dan
“baai” Berdasarkan Modalitas dan Teori Teritori Informasi
Ari Artadi, Hari Setiawan
191 - 203
~ vii ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
KATA PENGANTAR
Seminar hasil penelitian para dosen Unsada semester genap tahun akademik 2018/2019
dengan tema “MENINGKATKAN MUTU DAN PROFESIONALISME DOSEN MELALUI
PENELITIAN” telah dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2019 di Universitas Darma
Persada. Seminar hasil penelitian para dosen tersebut diadakan dengan harapan dapat
menghasilkan inovasi-inovasi teori maupun inovasi-inovasi teknologi tepat guna dan juga
menyampaikan hasil penelitiannya kepada sesama dosen dilingkungan sivitas akademika
Unsada.
Prosiding ini disusun dengan menghimpun hasi-hasil penelitian para dosen yang telah
diseminarkan dan telah diperbaiki berdasarkan masukan-masukan pada seminar tersebut.
Tujuan disusunnya prosiding seminar ini adalah untuk mendokumentasikan dan
mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian para dosen yang telah diseminarkan.
Pada prosiding edisi semester genap tahun akademik 2018/2019 ini berisi 18 makalah,
yang terdiri dari; 13 makalah bidang Humaniora, 2 makalah bidang Teknologi Kelautan, 2
makalah bidang Ekonomi, dan 1 makalah bidang Teknik.
Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada para peneliti, penyaji dan
para penulis makalah, penyunting serta panitia yang telah bekerja sama, sehingga prosiding ini
dapat diterbitkan. Selanjutnya harapan kami semoga prosiding ini dapat bermanfaat bagi para
pihak yang berkepentingan.
Jakarta, 27 Agustus 2019
Kepala
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat
dan Kemitraan
~ 8 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
PENGGUNAAN BUKU
DEKIRU NIHONGO – CHUUKYUU DI KELAS JISSEN KAIWA III
Bertha Nursari, Zainur Fitri, Irawati Agustine
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan metode Classrom Action Research (Penelitian
Tindakan Kelas) menggunakan buku teks Dekiru Nihongo Chukyuu untuk kelas Jissen
Kaiwa III yang merupakan kelas percakapan (kemampuan berbicara). Subyek penelitian
adalah mahasiswa program D3 Bahasa Jepang semester VI. Hasil yang ditemukan adalah
informasi tentang penggunaan buku teks Dekiru Nihongo yang cukup baik dalam upaya
meningkatkan kemampuan mahasiswa dan sejalan dengan penguasaan kemampuan Can-
do di kelas. Dari penelitian diperoleh input bahwa dengan menggunakan buku teks ini
yang sejalan dengan capaian Can-do di kelas Jissen Kaiwa III, ada beberapa hasil positif
dan negatif yang didapatkan. Hasil positif dan negatif ini membutuhkan analisis yang
lebih mendalam lagi dalam upaya meningkatkan kemampuan pemelajar di kelas
kemampuan berbicara.
kata kunci : bahasa jepang, percakapan, dekiru nihongo, can-do, action research
Pendahuluan
Pembelajaran bahasa Jepang yang dilakukan saat ini tidak hanya berpusat pada
silabus tata bahasa melainkan juga menganggap penting silabus Can-do. Menurut buku
panduan JF Standard (2017), Can-do sendiri menunjukkan tingkat kematangan
pencapaian bahasa yang dinyatakan dengan format “Mampu..”. Can-do memiliki
perbedaan dengan penangkapan tingkat kematangan yang telah mengetahui pola kalimat
dan gramatika apa yang sudah dipelajari, berapa kata atau kanji yang sudah diketahui oleh
pemelajar, karena Can-do merupakan indikator yang menunjukkan contoh aktivitas
bahasa yang mampu dilakukan pada tingkat kematangan bahasa atau pemahaman bahasa
yang dimiliki. Bagi mata kuliah kaiwa (percakapan), salah satu aktivitas yang dilakukan
di kelas adalah melakukan komunikasi antar dua pihak atau lebih. Kemampuan pemelajar
untuk memahami apa yang disampaikan oleh lawan bicara baik yang tersirat maupun
tersurat adalah sesuatu yang harus dikuasai oleh pemelajar terutama pada level menengah.
Kesulitan yang dihadapi oleh pemelajar adalah pengajaran yang memiliki fokus pada tata
bahasa dan cenderung sedikit mengabaikan praktik langsung dari kemampuan bahasa
~ 9 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
yang telah dikuasai oleh pemelajar, karenanya kami sebagai peneliti tertarik untuk
mengulas buku teks “Dekiru Nihongo Chukyu” karena dianggap menggambarkan tentang
aktivitas Can-do yang menjadi daya tarik dari pengajaran ini. Selain itu, dengan
mengadakan penelitian menggunakan sumber buku teks ini, diharapkan dapat menjadi
suatu masukan bagi proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas.
Tinjauan Pustaka
1. JF Standard
JF Standard memiliki konsep “Bahasa Jepang untuk Pemahaman Lintas Budaya”
yang bertujuan memposisikan bahasa Jepang sebagai salah satu bahasa di dunia yang
hidup dalam kondisi masyarakat dengan berbagai kebudayaan yang berbeda-beda (Buku
Panduan JF Standard, 2017). Konsep “Bahasa Jepang untuk Pemahaman Lintas Budaya”
ini memiliki 4 karakteristik sebagai berikut:
1. Menganggap komunikasi sebagai aksi bersama
2. Ada wadah dan wilayah untuk melakukan aksi bersama
3. Mendorong komunikasi anatara pengguna bahasa Jepang melewati batas negara
dan suku
4. Dengan mempelajari dan menggunakan “Bahasa Jepang untuk Pemahaman
Lintas Budaya” memberikan kesempatan pemelajar untuk bersinggungan
dengan bahasa dan kebudayaan yang berbeda dari bahasa ibunya.
Selain empat karakteristik di atas, JF Standard juga membagi kemampuan bahasa menjadi
tiga unsur yaitu:
1. Kemampuan Linguistik adalah kemampuan yang berhubungan dengan
kosakata, tata bahasa, pelafalan, huruf, penulisan, dan seterusnya. Kemampuan
ini mencakup kemampuan penguasaan kosakata dan tata bahasa, kemampuan
pemahaman makna, kemampuan pelafalan, serta kemampuan membaca dan
ortografi (kemampuan menulis huruf, kata, dan kalimat).
2. Kemampuan Sosiolinguistik adalah kemampuan menggunakan bahasa secara
tepat dengan menaati berbagai peraturan dalam berinteraksi dengan
~ 10 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
memperhatikan hubungan dengan lawan bicara ataupun situasi pembicaraan
yang dilakukan.
3. Kemampuan Pragmatik adalah dua kategori kemampuan yaitu kemampuan
diskursus (wacana) dan kemampuan fungsional. Kemampuan diskursus adalah
kemampuan untuk menyusun dan mengontrol diskursus. Kemampuan
fungsional adalah kemampuan yang digunakan dengan benar setelah
mengetahui peran dan tujuan (contoh: memberitahu suatu peristiwa,
membujuk).
JF Standard (2017) kembali membagi tingkat kematangan berbahasa Jepang
menjadi 6 level sesuai dengan kemampuan penyelesaian tugas (Can-do). Berikut adalah 6
level beserta penjelasannya.
1. Pengguna Bahasa Jepang Dasar (Level A1 dan A2)
2. Pengguna Bahasa Jepang Mandiri (Level B1 dan B2)
3. Pengguna Bahasa Jepang Mahir (Level C1 dan C2)
Setiap level memiliki kemampuan yang berbeda-beda, yaitu:
1. Level A1, mampu membaca ungkapan yang sangat pendek, sudah disiapkan
sebelumnya dan sudah berlatih mengucapkannya. Misalnya perkenalan diri
pembicara atau ucapan saat bersulang
2. Level A2, mampu menyampaikan presentasi pendek dan bersifat mendasar
mengenai topik yang dikenal baik setelah berlatih sebelumnya
3. Level B1, mampu menyampaikan presentasi sederhana mengenai topik yang
sangat diketahui karena merupakan bidang yang dikuasai dan telah
mempersiapkan sebelumnya
4. Level B2, mampu melakukan presentasi yang telah disiapkan sebelumnya
dengan cara penyampaian yang tegas
5. Level C1, mampu mempresentasikan topik yang rumit, dengan struktur yang
jelas
~ 11 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
6. Level C2, mampu berkomunikasi lisan mengenai isi pembicaraan yang rumit
dengan jelas dan penuh percaya diri, termasuk mengenai topik yang tidak
dikenal baik sekalipun.
2. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif adalah pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa
tujuan pembelajaran bahasa adalah kemampuan menggunakan bahasa dalam
berkomunikasi. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat kaidah, tetapi juga
sebagai sarana atau alat untuk berkomunikasi sehingga bahasa digunakan sesuai
fungsinya yaitu komunikatif. Pada pembelajaran nomi, bahasa yang komunikatif, kegiatan
lebih berpusat pada siswa. Posisi guru sebagai fasilitator memberikan siswa kebebasan
otonomi, tanggung jawab dan kreativitas yang lebih besar dalam proses belajar.
Tujuan pembelajaran bahasa menurut pendekatan komunikatif adalah:
1. Mengembangkan kompetensi komunikatif siswa yaitu kemampuan
menggunakan bahasa yang dipelajarinya itu untuk berkomunikasi dalam
berbagai situasi dan konteks.
2. Meningkatkan penguasaan keempat keterampilan berbahasa yang diperlukan
dalam berkomunikasi.
Selain itu, materi pelajaran utama dari pendekatan komunikatif adalah:
1. Empat keterampilan berbahasa
2. Fungsi-fungsi bahasa yang diperlukan siswa seperti fungsi bertanya, menjawab,
menyapa, menyangkal, mengajukan pendapat, dll.
3. Variasi-variasi bahasa, di samping variasi baku/formal, untuk memungkinkan
pemelajar mampu berbahasa sesuai konteks.
4. Sistem bahasa (struktur, kosakata, fonem, ejaan, intonasi, dan lafal)
5. Sastra yang tidak dijadikan bahasan yang berdiri sendiri, tetapi diintegrasikan
dengan keterampilan berbahasa (Dadan, 2008).
Sumber materi yang digunakan dalam pendekatan komunikatif sedapat mungkin
adalah materi otentik, berupa bahasa otentik yaitu bahasa yang digunakan dalam konteks
~ 12 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
nyata, sehingga pemelajar akan dihadapkan pada bahasa nyata yang ditemui dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Action Research Design (Disain Penelitian Aksi/ Tindakan)
Action Research Design adalah desain penelitian yang dilakukan dengan melalui
beberapa tahapan (lihat gambar). Tahapan tersebut berupa:
1. Mengindentifikasi masalah yang ada di dalam kelas
2. Menjadikan masalah tersebut sebagai pertanyaan
3. Mengumpulkan sumber, seperti pihak yang dapat membantu menyelesaikan
permasalahan ini.
4. Mengumpulkan informasi dan data, baik berupa data kualitatif dan kuantatif
5. Mulai menyusun informasi yang telah didapatkan
6. Menceritakan tentang
penelitian yang dilakukan
7. Menanyakan pertanyaan
berikutnya.
Classroom Action Research
merupakan salah satu contoh dari
Action Research Design. Classroom
Action Research dalam bahasa
Indonesia disebut dengan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). PTK ini merupakan penelitian yang dilakukan oleh pengajar
(pendidik) di kelas atau tempat di mana dia mengajar, dengan fokus pada penyempurnaan
proses dan praksis pembelajaran. PTK memiliki fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang muncul di dalam kelas dan juga sebagai alat seorang pengajar
untuk menggunakan keterampilan dan metode-metode baru serta mempertajam
kemampuan analitisnya. Selain itu PTK juga sebagai alat untuk memperbaiki komunikasi
antara guru dengan peneliti ilmiah, dan juga sebagai alat yang dapat memberikan
alternatif bagi permasalahan yang terjadi di kelas. PTK sendiri dilakukan dalam suatu
siklus, terdiri dari 4 tahapan, yaitu (1) perencanaan aksi, (2) aksi pembelajaran, (3)
~ 13 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
kegiatan obsevasi, (4) refleksi untuk menganalisis data yang diperoleh melalui aksi (Siti,
2013)
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah penelitian
pada penggunaan buku teks Dekiru Nihongo Chuukyuu pada kelas Jissen Kaiwa III
yang akan dilakukan pada mahasiswa semester VI Prodi Bahasa Jepang D3 di Universitas
Darma Persada. Sedangkan untuk perumusan masalah, adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penggunaan buku teks Dekiru Nihongo Chuukyuu dan
pelaksanaan Can-do di kelas Jissen Kaiwa III dengan menggunakan buku
teks ini?
2. Seperti apa hasil yang didapatkan oleh pembelajar setelah mengikuti
pembelajaran menggunakan buku teks ini?
Metodologi
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Disain Penelitian
Aksi (Action Research Design). Ada dua tipe Disain Penelitian Aksi yaitu Riset Aksi
Praktis (Practical Action Research) dan Riset Aksi Partisipan (Participatory Action
Research). Penelitian ini akan menggunakan Riset Aksi Praktis (Practical Action
Research) dengan fokus pada Classroom Research Design (Penelitian Tindakan Kelas).
Dalam riset ini pengajar mencari permasalahan dalam kelasnya sendiri sehingga akan
dapat meningkatkan kemampuan pemelajar sekaligus meningkatkan kemampuan
prosesional pengajar sendiri.
Pembahasan
Dalam penelitian ini, kegiatan yang dilakukan adalah tindakan kelas (classroom
research). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang dilakukan oleh
pengajar (pendidik) di kelas atau tempat di mana dia mengajar, dengan fokus pada
penyempurnaan proses dan praksis pembelajaran. Dalam penelitian ini, dilakukan di kelas
Jissen Kaiwa III, di institusi tempat peneliti mengajar sekaligus kelas ini adalah kelas
yang diampu oleh peneliti sendiri. PTK memiliki fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan
~ 14 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
masalah-masalah yang muncul di dalam kelas dan juga sebagai alat seorang pengajar
untuk menggunakan keterampilan dan metode-metode baru serta mempertajam
kemampuan analitisnya. Selain itu PTK juga sebagai alat untuk memperbaiki komunikasi
antara guru dengan peneliti ilmiah, dan juga sebagai alat yang dapat memberikan
alternatif bagi permasalahan yang terjadi di kelas. PTK sendiri dilakukan dalam suatu
siklus, terdiri dari 4 tahapan, yaitu (1) perencanaan aksi, (2) aksi pembelajaran, (3)
kegiatan obsevasi, (4) refleksi untuk menganalisis data yang diperoleh melalui aksi (Siti,
2013).
Tahapan penelitian berikut penjelasannya :
1. Perencanaan Aksi ; dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang perlu selama
melakukan PTK. Di dalam penelitian ini, yang dilakukan adalah menentukan
fokus masalah yaitu kurangnya keberanian siswa untuk berbicara dengan
menggunakan bahasa Jepang sedangkan ini adalah kelas kemampuan
berbicara. Apakah ini karena buku teks yang dipergunakan terlalu fokus pada
tata bahasa atau memang ada faktor lain yang menyebabkan siswa tidak
percaya diri untuk berbicara dalam bahasa Jepang.
2. Aksi Pembelajaran ; dilakukan dengan menggunakan buku teks Dekiru
Nihongo Chukyuu. Alasan kenapa menggunakan buku ini ada beberapa, yaitu
a) karena buku ini termasuk terbitan baru, sehingga informasi yang ada di
dalam buku ini lebih mendekati realita zaman sekarang. b) buku ini memuat
bacaan singkat di setiap bab-nya, bacaan singkat menceritakan hal-hal menarik
yang ada di Jepang baik budaya maupun bahasa yang sebelumnya tidak
ditemukan dalam buku yang dipergunakan di semester-semester sebelumnya.
c) Tata Bahasa dan kosakata yang muncul di dalam buku ini menuntut
mahasiswa untuk menemukan sendiri makna dan artinya berdasarkan contoh-
contoh kalimat yang diberikan, sehingga memberikan siswa kesempatan untuk
belajar mandiri.
Aksi Pembelajarannya sendiri dilakukan selama dua kali dalam satu minggu,
masing-masing 100 menit. Kegiatan yang dilakukan berpatokan pada materi
yang ada di setiap bab-nya. Tetapi, ada kalanya peneliti melakukan sedikit
modifikasi dengan meminta siswa melakukan presentasi singkat baik
~ 15 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
menggunakan powerpoint slide atau berbicara tanpa teks selama beberapa
menit, tentunya menggunakan bahasa Jepang, dengan tema yang sesuai
dengan bab yang sedang dibahas.
3. Kegiatan Obsevasi : kegiatan observasi ini dilakukan oleh peneliti dengan
mencatat setiap hasil perkembangan siswa yang melakukan kegiatan di kelas.
Apakah mereka sudah berhasil atau sudah mampu melakukan tugas (task)
sesuai yang diminta. Apakah mereka sudah menunjukkan level kemampuan
berbahasa sesuai dengan yang diharapkan. Observasi berlangsung selama mata
kuliah ini berlangsung yaitu 28 kali tatap muka. Tentunya, tidak semua
kegiatan berupa presentasi atau melakukan pidato singkat, ada kalanya sebagai
pengajar sekaligus peneliti meminta mereka untuk mencoba menjelaskan
kalimat-kalimat yang ada di dalam buku guna memastikan apakah pemahaman
mereka sudah tepat dengan yang dituju.
4. Refleksi untuk menganalisis data yang diperoleh melalui aksi, dari hasil
observasi ditemukan beberapa hal yang menjadi perhatian peneliti dan juga
para subjek dalam penelitian ini. Berikut hasil refleksi tersebut :
Sisi positif (+)
1) Buku ini membantu pemelajar bukan hanya dari bahasanya tetapi
juga budaya dan kebiasaan yang ada di Jepang
2) Untuk materi bacaan informasi yang diberikan cukup baru
3) Buku ini pun banyak pola kalimat beserta contohnya yang
memudahkan mahasiswa belajar.
4) Di setiap bab, terdapat informasi menarik masa kini tentang
Jepang, sehingga menambah pengetahuan
5) Adanya latihan melakukan percakapan secara spontan, dengan
menggunakan gambar tanpa ada dialog
6) Buku ini secara tidak langsung melatih kepercayaan diri mahasiswa
dalam percakapan bahasa Jepang.
7) Ada banyak kosakata dan tata bahasa yang bisa membantu
mahasiswa mengikuti JLPT
~ 16 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Sisi Negatif (-)
1) Terlalu banyak tulisan daripada gambar, sehingga mahasiswa tidak
mendapatkan gambaran materi secara jelas.
2) Di bagian latihan percakapan, kurangnya detilnya penjelasan apa
yang harus dilakukan, terget apa yang ingin dicapai, membuat
mahasiswa bingung untuk memahami secara cepat.
3) Akibat mahasiswa terbiasa terpaku dengan pola tata bahasa, ketika
mendapatkan bacaan informasi yang bahasanya informal atau
bahasa masa kini terkadang masih ada sedikit kesulitan untuk
memahami materi yang tertulis di dalam buku ini.
Kesimpulan
Penggunaan Buku Teks Dekiru Nihongo – Chukyuu yang dilakukan di kelas D3
Bahasa Jepang, ternyata memberikan efek positif pada mahasiswa dengan terpajannya
mereka akan info tentang Jepang yang relatif baru. Tetapi ada juga kekurangan yang
disadari oleh peneliti dan juga subjek penelitian, yaitu kemampuan setiap siswa di dalam
kelas yang berbeda-beda. Ini perlu diperhatikan oleh pengajar agar tugas yang akan
diberikan dan dikerjakan oleh siswa benar-benar dipahami, dan akhirnya mampu
menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan target yang diinginkan. Sebagai contoh,
informasi yang ada di dalam buku, tidak semua siswa mampu mencerna dengan baik,
dikarenakan kemampuan berbahasa yang terkadang tidak atau belum mencapai level yang
sesuai dengan bacaan tersebut. Sehingga sebagai pengajar perlu memikirkan alat bantu
bagi siswa yang tepat sehingga mereka bisa mengatasi kekurangan tersebut.
Buku ini memang dapat memancing siswa untuk menggunakan bahasa Jepang
secara spontan, karena ada bebarapa bagian dari buku ini yang memberikan gambar-
gambar tanpa ada dialog, sehingga siswa dipancing untuk membuat dialog berdasarkan
imajinasi sendiri, sesuai dengan tema yang diberikan. Hal ini baik untuk dilakukan karena
akan menjadikan siswa paham apa yang ingin dikatakan, apa yang akan dikatakan, tidak
hanya sekadar menghafal rentetan kalimat sehingga terkesan membeo. Tetapi, perlu
diperhatikan, konteks dari gambar tersebut harus diperjelas oleh pengajar sehingga
~ 17 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
mahasiswa mampu mencapai target yang dituju. Kembali lagi, pengajar perlu melakukan
banyak evaluasi terhadap cara penggunaan buku ini sehingga tujuan yang sudah
dirancang sedari awal dapat tercapai.
Kendala lain yang dihadapi oleh pengajar terutama di dalam kelas adalah
keterbatasan waktu. Diperlukan tindakan atau perlakuan tertentu oleh pengajar dan
pemelajar, dapat berupa melakukan pemilihan materi yang akan dilakukan di kelas dan
materi yang bisa dikerjakan di rumah, sehingga target pembelajaran tercapai. Selain itu,
buku ini memang memuat banyak tata bahasa yang berkaitan dengan pembelajaran di
level menengah. Tentu saja ini juga perlu untuk dibahas, tetapi karena kelas ini adalah
kelas kemampuan berbicara maka sebaiknya memilih sub bab yang memiliki aktivitas
berbicara agar siswa tidak lagi merasa ragu dan merasa takut salah untuk berbicara.
DAFTAR PUSTAKA
2017. _____. JF Standard bagi pendidikan bahasa jepang – Petunjuk pemakaian bagi
pengguna (edisi terbaru). Japan Foundation : Jakarta
2012. Creswell, John W. Planning, conducting, and evaluating quantitave and qualitative
Research. 4th ed. Pearson : Boston.
2008. Dadan Djuand. Studi tentang penerepan pendekatan komunikatif dan pendekatan
terpadu dalam pembelajaran bahasa indonesia di kelas VI SD Negeri Sukamaju
Kabupaten Sumedang. Jurnal Pendidikan Dasar No.10 – Oktober 2008.
2013. Siti, Khasinah. Classroom action research. Jurnal Pionir. Vol 1. No 1. Juli –
Desember 2013. https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Pionir/article/viewFile/159/140
diakses 02 Juli 2019
~ 18 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Fungsi dan Pengunaan Kalimat Kondisional Bahasa Jepang
“kagiri” dan “shidai”
Berdasarkan Modalitas dan Teori Teritori Informasi
Ari Artadi 1
Hari Setiawan 2
Abstrak
Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis fungsi dan penggunaan pola kalimat
“shidai” dan “kagiri” sebagai kalimat kondisional. Untuk itu, dengan mengunakan
metode kualitatif, penelitian ini mengolah data contoh kalimat yang diambil dari surat
kabar Jepang. Kemudian dianalisis berdasarkan modalitas pada akhir kalimat dan teori
teritori informasi. Hasil analisis adalah, fungsi dan penggunaan kalimat kondisional yang
muncul dari pola “kagiri” dan “shidai” adalah kalimat kondisional yang berupa
hipotesis/asumsi/ dugaan (kateijoukenbun) dan kalimat kondisional yang merupakan
kejadian atau perihal yang berulang (jojutsujokenbun). Kemudian baik pola “kagiri”
maupun “shidai” dapat memunculkan pola kalimat kondisional yang menunjukan
kejadian lampau yang berunutan ( jijitsujoukenbun ), namun pola “kagiri” memunculkan
kalimat kondisional yang menunjukan suatu temuan, sedangkan “shidai” menunjukan
kalimat kondisional yang merupakan kegiatan lampau berunutan. Penggunaan pola
kalimat "shidai" pada dasarnya didominasi oleh kalimat kondisional
hipotetis/asumsi/dugaan (kateijoukenbun). Dari sudut pandang modalitas, modalitas
keinginan dapat digunakan diakhir kalimat. Sebaliknya, penggunaan bentuk "kagiri" oleh
dapat berupa kalimat kondisional faktual berulang (jojutsujokenbun) atau kalimat
kondisional hipotesis (kateijoukenbun). Modalitas pada kalimat kondisional pola “kagiri”
sebagian besar adalah modalitas naratif, pertanyaan, penilaian, kesadaran, dan penjelasan.
Modalitas yang menunjukan keinginan sulit ditemukan. Berdasarkan penggunaan
modalitas dan teori teoritori informasi, dapat diambil kesimpulan bahwa isi informasi
kalimat kondisional pola “kagiri” dan “shidai” dapat berupa informasi yang hanya
diketahui oleh penutur (hanashitenochuushin),dan juga informasi yang diketahui oleh
penutur , mitra tutur dan khalayak umum (kikitenochuushin) .
~ 19 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Keyword:
Kalimat Kondisional, Modalitas, Teori Teritori Informasi, kikitenochushin,
hanashitenochushin
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Bahasa Jepang memiliki beberapa pola kalimat yang dapat digunakan untuk
mengungkapkan Kalimat Kondisional. Pola Kalimat “ to” , “ tara” , “reba” , dan “nara”
merupakan pola kalimat yang umum digunakan untuk mewakili Kalimat Kondisional
bahasa Jepang. Namun, selain 4 pola kalimat tersebut bahasa Jepang juga memiliki pola
kalimat yang penggunaan dan fungsinya mirip, seperti kalimat kondisional pola
“shidai”dan “kagiri” di bawah ini.
(1) 来年も土俵に上がる限り、最後まで優勝争いをしたい。(朝日新聞 2000/11/20)
Rainen mo dohyou ni agaru kagiri, saigo made yushu arasoi wo shitai.
Tahun depan juga selama bisa naik ring, (saya) ingin bersaing menjadi yang terbaik hingga
akhir.
(2) 社民が結論を出し次第、党本部から改めて話があるだろう。(朝日新聞
2012/11/19)
Shamin ga ketsuron wo dashi shidai, touhoubu kara aratemete hanashi ga aru
darou.
Selama orang-orang membuat kesimpulan, mungkin akan ada lagi pembicaraan dari kantor
pusat partai.
Dapat dilihat dari dua kalimat di atas sama seperti pola “kagiri” dan “shidai”
merupakan kalimat – kalimat majemuk bertingkat yang digunakan untuk menyatakan
kalimat kondisional dapat diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi “selama” . Pada
akhir kalimat tersebut ~ たい( tai ) adalah modalitas yang menyatakan keinginan penutur,
dan ~だろう( darou) adalah modalitas yang menyatakan dugaan penutur, sehingga kedua
kalimat kondisional tersebut menunjukan hipotesis/asumsi/ dugaan.
Terkait dengan modalitas, Charles Bally ( 1942 ) dalam Hasan Alwi ( 1992 )
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan modalitas adalah “ bentuk bahasa yang
menggambarkan penilaian berdasarkan nalar, penilaian berdasarkan rasa, atau keinginan
pembicara sehubungan dengan persepsi atau pengungkapan jiwanya”, sehingga dapat
~ 20 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
dikatakan bahwa modalitas adalah penilaian berdasarkan nalar, rasa, atau keinginan dari
penutur terhadap suatu perihal. Kemudian berkaitan modalitas pada perihal yang
diungkapkan atau dituliskan dalam sebuah kalimat, Nihongokijutsubunpokenkyukai
(2003) menjelaskan yang dimaksud modalitas dalam sebuah kalimat adalah bahwa
“ Kalimat terdiri dari 2 bagian yaitu Inti kalimat dan Modalitas. Inti Kalimat adalah isi
dari yang kalimat tersebut, sedangkan modalitas adalah bagaimana cara penyampaian isi
dari kalimat tersebut.”. Jadi yang dimaksud modalitas dalam sebuah kalimat adalah ragam
pilihan penutur menyampaikan isi kalimat kepada mitra tutur.
Modalitas yang berbeda pada pola kalimat kondisional bahasa Jepang di atas
menunjukan bagaimana penggunaan pola – pola kalimat tersebut. Sehingga, untuk
melihat bagaimana perbedaan pengunaan pola – pola kalimat tersebut dapat digunakan
modalitas sebagai acuan untuk menganalisis cara penggunaan dan fungsi masing-masing
pola tersebut.
Selain modalitas, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa modalitas berfungsi
menyampaikan isi dari kalimat. Disisi lain modalitas juga yang menentukan bahwa
informasi yang terkandung dalam kalimat tersebut merupakan informasi yang diketahui
hanya oleh penutur saja, informasi tersebut diketahui oleh penutur dan mitra tutur, dan
bersifat pengetahuan umum, atau informasi tersebut tidak diketahui oleh penutur maupun
mitra tutur. Untuk dapat menjelaskan penggunaan pola kalimat kondisional bahasa Jepang
sehingga dapat digolongkan dengan sederhana, maka pada penelitian ini selain modalitas
juga digunakan teori teritori informasi.
Teori Teritori Informasi yang dikemukan oleh Kamio (1999) adalah upaya melihat isi
dari informasi yang disampaikan dalam sebuah kalimat adalah informasi yang hanya
diketahui oleh penutur, diketahui hanya oleh keduanya, atau merupakan informasi umum
yang diketahui tidak hanya oleh penutur dan mitra tutur namun juga khalayak umum.
1.2 Perumusan Masalah
Dari kedua pola kalimat kondisional bahasa Jepang di atas dan contoh pola kalimat
kondisional “kagiri” dan “shidai”, dapat dilihat bahwa kedua pola tersebut sama-sama
berfungsi untuk menunjukan kalimat kondisional. Namun, kedua pola kalimat ini
memiliki arti dan fungsi yang nampaknya berbeda seperti pada contoh kalimat nomer 1
dan 2. Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya mencari persamaan dan perbedaan
penggunaan dan fungsi pola kalimat kondisional “kagiri” dan “shidai”. Bagaimana
~ 21 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
penggunaan dan fungsi kalimat kondisional “kagiri” dan “shidai” dalam bahasa Jepang
berdasarkan modalitas yang digunakan dan teori teritori informasi.
1.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian pola kalimat kondisional Jepang telah dilakukan, oleh peneliti seperti Kuno
(1973), Masuoka (1997), Hazunuma (2001), Tanaka (2005) dan Maeda (2009) memiliki
pendapat yang hampir sama tentang kalimat kondisional bahasa Jepang. Mereka
menjelaskan bahwa kalimat kondisional yang dibentuk dengan mengunakan partikel
sambung “kagiri” sebagai besar kalimat tersebut menunjukan kejadian yang berulang dan
kalimat yang menunjukan hipotesis /asumsi/dugaan. Karena kalimat kondisional pola
“kagiri” sebagian besar adalah kalimat kondisional berulang, maka ada pembatasan dalam
penggunaan modalitas akhir kalimat yang dapat digunakan. Kemudian, kalimat
kondisional yang dibentuk oleh partikel sambung “shidai”, merupakan kalimat
kondisional yang menunjukan pengandaian atau dugaan yang dapat mengunakan berbagai
macam modalitas untuk menyampaikan maksud dari penutur.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat dari sisi modalitas pola kalimat kondisional
“kagiri” dan “shidai” memiliki aturan penggunaan yang mirip, namun ada penggunaan
yang berbeda dari sisi modalitas. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa ada pembatasan
pemakaian modalitas pada pola kalimat kondisional “kagiri”. Sedangkan pada pola
kalimat kondisional “shidai” belum dijelaskan lebih dalam apakah ada pembatasan dalam
pemakaian modalitas atau tidak. Dari penjelasan ini digunakan, dan teritory informasi
agar memudahkan penggolongan.
1.4 Tujuan Penelitian
Dari penjelasan bagian sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah mencari dan
mengetahui perbedaan penggunaan pola kalimat kondisional “kagiri” dan “shidai” dalam
bahasa Jepang melalui acuan modalitas dan teori teritori informasi. Kemudian
menggolongkan kondisional pola “kagiri” dan “shidai” berdasarkan apakah isi informasi
merupakan informasi yang dimiliki oleh penutur, mitra tutur, atau khalayak luas.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah menemukan kejelasan perbedaan penggunaan pola
kalimat kondisional yang mengunakan partikel sambung “kagiri” dan “shidai”, dengan
melihat secara jelas pemakaian modalitas, dan menggolongkannya dengan mengunakan
teori teritori informasi. Dengan memperjelas penggunaan modalitas dan dimana informasi
~ 22 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
isi kalimat beraada berdasarkan teritori informasi, maka pembalajar bahasa Jepang dapat
memahami lebih baik dan mampu menggunakan pola kalimat kondisional yang
mengunakan partikel sambung “kagiri” dan “shidai” dengan lebih baik.
1.6 Metodelogi Penelitian
Dalam penelitian ini metodelogi yang dipakai adalah metode kualitatif, dimana data
utama adalah kalimat-kalimat kondisional pola “kagiri” dan “shidai” bahasa Jepang yang
dikumpulkan dari media surat kabar online Jepang (Surat Kabar Asahi Shimbun, Majalah
AERA, dan Majalah Shukan Asahi) periode 2011 - 2013. Data yang terkumpul dianalisis
dan digolongkan dengen acuan modalitas dan teori teritori informasi. Penjelasan hasil
analisis didukung oleh data berupa angka yang dimunculkan untuk memperkuat
argumentasi.
2. Jenis Kalimat Kondisional, Modalitas, dan Teori Teritori Informasi
2.1 Jenis – Jenis Kalimat Kondisional
Penelitian ini menetapkan jenis-jenis kalimat kondisonal berdasarkan Teori Realitas
yang disampaikan oleh Maeda Naoko (2009). Teori Realitas pada dasarnya melihat isi
frase pada anak kalimat dan isi frase Induk kalimat, apakah informasi yang ada pada anak
kalimat dan induk kalimat adalah perihal yang telah selesai atau belum. Berdasarkan
Teori ini, kalimat kondisional dibagi menjadi 3 jenis:
1. Kalimat Kondisional Hipotesis/Asumsi/ Dugaan ( Katei jokenbun )
Pada Kalimat Kondisional ini isi anak kalimat adalah kejadian yang belum terjadi
atau kejadian yang sudah terjadi, namun isi informasi induk kalimat nya adalah
kejadian yang belum terjadi.
Diagram 1
Kalimat Kondisional Hipotesis / Asumsi / Dugaan
(Anak Kalimat) ( Induk Kalimat )
Perihal yang belum terjadi / sudah
terjadi
Kejadian yang belum terjadi
Belum Terjadi / Sudah terjadi Belum Terjadi
Contoh kalimat kondisional hipotetis / asumsi / dugaan
~ 23 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
(3) もし核戦争が起こったら、日本はあっという間に消えてしまうだろう。
(Hazunuma:8)
Moshi kakuseso ga okottara, nihon wa attoiumani kieteshimau darou.
Jika terjadi perang nuklir, Jepang mungkin akan lenyap dalam sekejap.
Kalimat (3) di atas, menunjukan hipotesis/asumsi/dugaan yang kemungkinan akan
terjadi. Informasi pada anak kalimat “perang nuklir”, maupun informasi pada induk
kalimat “Jepang mungkin akan lenyap” adalah informasi yang merupakan hipotesis
atau dugaan.
2. Kalimat Kalimat Kondisional Faktual Berulang ( Kojo jokenbun )
Pada kalimat ini adalah kalimat kondisional yang menujukan pengetahuan yang
bersifat umum atau kalimat yang menunjukan kejadian berulang. Pada kalimat
kondisional ini isi informasi anak kalimat, maupun induk kalimat adalah kejadian
yang berulang dan diketahui oleh umum.
Diagram 2
Kalimat Kondisional Faktual Berulang
(Anak Kalimat) ( Induk Kalimat )
Jika kejadian ini terjadi Pastinya Kejadian ini juga terjadi
Contoh kalimat kondisional faktual berulang:
(4) 東京の中心部を掘ると、江戸時代のゴミが出てくる。(AERA 1992/10/27)
Tokyo no chuushinbu wo horuto, Edo Jidai no gomi ga detekuru.
Jika anda menggali di Pusat kota Tokyo, maka muncul sampah jaman Edo.
Kalimat (4) di atas, menunjukan informasi yang biasa bagi orang Jepang. Informasi
pada anak kalimat “anda menggali dipusat kota Tokyo”, maupun informasi pada
induk kalimat “muncul sampah jaman Edo” adalah informasi yang merupakan
diketahui oleh orang Jepang, karena Tokyo pada jaman dahulu diberi nama Edo,
sama seperti Jakarta dahulu namanya Batavia.
3. Kalimat Kondisional Kejadian Berunut Lampau (Jijitsu jokenbun)
Pada kalimat kondisional ini isi informasi anak kalimat dan induk kalimat adalah
kejadian berunut yang telah terjadi dimasa lalu dan hanya sekali terjadi.
~ 24 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Diagram 3
Kalimat Kondisional Lampau Berunutan
(Anak Kalimat) ( Induk Kalimat )
Kejadian yang telah terjadi
Kejadian yang terlah
terjadi
Sudah terjadi Sudah terjadi
Contoh kalimat kondisional Kejadiaan Berunut Lampau
(5) 震災から約1カ月後に一時帰宅すると、周囲の住民の多くは戻っていた。
Kasai kara ikkagetsu go ni ichiji kitaku suruto, shuuhen no jumin no
ookuwa modotteita.
Ketika (saya) kembali ke rumah 1 bulan setelah musibah, banyak penduduk
sekitar yang
telah kembali.(Asahi Shinbun 2011/07/17)
Kalimat (5) di atas, menunjukan informasi lampau yang telah terjadi. Informasi
pada anak kalimat “kembali ke rumah 1 bulan setalah musibah”, maupun
informasi pada induk kalimat “banyak penduduk sekitar yang telah kembali”
adalah informasi lampau yang menunjukan fakta yang didapatkan oleh penutur.
Dari 3 jenis kalimat kondisional di atas, dapat dikatakan bahwa jenis ketai jokenbun dan
kojo jokenbun adalah kalimat kondisional yang sesungguhnya. Namun, jijitsu jokenbun
dapat dikatakan salah satu jenis kalimat kondisional, namun dapat dikatakan juga jenis
kalimat yang menyatakan hubungan waktu. Oleh sebab itu, kalimat jijitsu jokenbun pada
penelitian ini tidak digolongkan dalam salah satu jenis kalimat kondisional.
2.2 Jenis – Jenis Modalitas
Untuk mengklasifikasikan kalimat kondisional dengan lebih akurat, pada penelitian ini
ditambahkan analisis terhadap modalitas. Jenis-jenis modalitas yang digunakan sebagai
instrumen analisis dalam penelitian ini adalah modalitas yang ada dalam buku
Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003). Buku ini menjelaskan bahwa ada 4 modalitas
dasar yang ada dalam bahasa Jepang: 1. Modalitas Ragam Wacana (hyogenruikei
Modariti) 2. Modalitas Penilaian dan Kesadaran (hyouka – ninshiki Modariti) 3.
~ 25 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Modalitas Penjelasan (Sestumei Modariti), 4. Modalitas Cara Penyampian Isi Kalimat
kepada Lawan Bicara (dentatsu modariti).
1. Modalitas Ragam Wacana (hyougenruikei modariti) adalah Modalitas yang berfungsi
menunjukan / menyampaikan isi kalimat kepada lawan bicara, yaitu: (1) Modalitas
Infomasi adalah modalitas yang menunjukan penyampaian informasi antara penutur
dan mitra tutur. Seperti: Modalitas Naratif (jojutsu modariti) dan Modalitas
Pertanyaan (gimon modariti). (2) Modalitas Tindakan (koiyokyu modariti) adalah
modalitas yang berfungsi untuk menyatakan keinginan penutur dan membuat mitra
tutur mengerjakan sesuatu. Seperti: Modalitas Keinginan, modalitas Ajakan, dan
modalitas menuntut perbuatan. (3) Modalitas Kekaguman adalah modalitas yang
menunjukan kekaguman dari penutur.
2. Modalitas Penilaian dan Kesadaran (hyouka – ninshiki modariti) adalah modalitas
yang merupakan tanggapan atau penilaian penutur terhadap isi kalimat, yaitu: (1)
Modalitas Penilaian (hyouka modariti) adalah modalitas yang menunjukan penilaian
penutur terhadap isi kalimat, seperti: modalitas keharusan, memberi izin,
ketidakharusan, dan modalitas tidak memberi izin. (2) Modalitas Kesadaran (ninsihiki
modariti) adalah modalitas yang menunjukan kesadaran penutur terhadap isi kalimat,
seperti: modalitas keputusan, modalitas dugaan, modalitas kemungkinan, dan
modalitas yang menunjukan bukti.
3. Modalitas Penjelasan (setsumei modariti) adalah modalitas yang menunjukan adanya
keterkaitan dengan isi dari kalimat sebelumnya.
4. Modalitas yang menunjukan cara penyampaian kepada lawan bicara (dentatsu
modariti) adalah modalitas yang menunjukan cara menyampaikan isi kalimat kepada
mitra tutur.
2.3 Teori Teritori Informasi
Teori Teritori Informasi pertama kali dijelaskan oleh Akio Kamio (1990). Kamio
menggunakan teori teritori (nawabari riron) sebagai landasan untuk menganalisa partikel
akhir kalimat bahasa Jepang. Menurut Kamio (1990:21), penutur dan mitra tutur masing-
masing memiliki teritori informasi. Pada hakikatnya teori teritori menjelaskan 3 hal: (1)
Jika informasi hanya diketahui oleh penutur, maka infomasi tersebut berada dalam teritori
penutur. (2) Jika informasi tersebut diketahui oleh penutur dan mitra tutur, maka
informasi tersebut merupakan informasi bersama atau informasi yang bersifat umum. (3)
~ 26 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Jika informasi tersebut hanya diketahui oleh mitra tutur, maka informasi tersebut berada
dalam teritori mitra tutur.
Berkaitan dengan modalitas dan teori informasi di atas, jika ditanyakan hubungan
kedua hal tersebut adalah sebagai berikut. Kalimat yang merupakan informasi yang
bersifat umum yang diketahui oleh penutur, mitra tutur dan khalayak banyak, memiliki
kecenderung tidak dapat mengunakan modalitas yang menunjukan keinginan penutur.
Sedangkan kalimat yang informasinya hanya diketahui oleh penutur, memiliki
kecenderungan menggunakan beragam modalitas tindakan ( koiyokyu modariti ) yang
terdiri dari : ajakan, keinginan, penolakan, dan sebagainya yang menunjukan keinginan
dari penutur.
3. Hasil Analisis Kalimat Kondisional “kagiri” dan “shidai”
Pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis kalimat kondisional pola “kagiri” dan
“shidai” dengan mengunakan acuan yaitu, 3 jenis kalimat kondisional, modalitas dan teori
teritori Informasi. Data yang digunakan untuk analisis adalah 1167 kalimat kondisional
“kagiri” dan 175 kalimat kondisional “shidai” yang diambil dari kalimat surat kabar,
majalah mingguan dan bulanan kelompok Asahi Shimbun (Kelompok Surat Kabar Asahi)
yang kumpulkan periode 2011-2013.
3.1 Hasil Analisis Kalimat “kagiri”
Hasil analisis kalimat kondisional pola “kagiri” menunjukan bahwa dari 1167 kalimat
terdapat 981 (84%) kalimat kondisional hipotesis/dugaan, 178 (15%) kalimat kondisional
faktual berulang, 12 (1%) kalimat kondisional lampau berunutan. Hasil analisis seperti
grafik di bawah ini.
Grafik 1
~ 27 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Hasil analisis fungsi dan kegunaan kalimat kondisional pola “kagiri” menunjukan
bahwa, fungsi dan pengunaan yang dominan dari pola “kagiri” adalah kalimat kondisional
hipotesis / dugaan / asumsi, seperti contoh kalimat nomer (6) dan kalimat kondisional
faktual berulang seperti kalimat nomer (7).
(6) 来年も土俵に上がる限り、最後まで優勝争いをしたい。(朝日新聞
2000/11/20)
Rainen mo dohyou ni agaru kagiri, saigo made yushou arasoi wo shitai.
Selama saya akan menjadi wakil ke tahun berikutnya Saya ingin berjuang sampai akhir
dibabak final.
(7) 我々は人間である限り、間違う可能性はつねにある。(朝日新聞
2010/10/18)
Wareware wa ningen de aru kagiri, machigau kanousei wa tsune ni aru.
Selama kita manusia, kemungkinan melakukan kesalahan pasti ada.
Namun demikian, ada kalimat kondisional pola “kagiri” yang berfungsi untuk
menunjukan peristiwa lampau berunut yang mennjukan suatu temuan, seperti contoh
kalimat nomer (8)
~ 28 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
(8) 6日の競艇場は見渡す限り、客のほとんどは中高年の男性だった。(朝日新聞
2011/11/11)
muika no kyoteiba wa miwatasukagiri, kyaku no hotondo wa chuukounen no danseidatta.
Selama mengamati selama 6 hari, rata-rata pengunjungnya adalah laki-laki setengah baya.
Kemudian berkaitan dengan modalitas yang ada pada kalimat kondisional pola “kagiri”,
untuk kalimat kondisional hipotesis /asumsi/ dugaan pola “kagiri” penggunaan modalitas
akhir kalimatnya tidak terbatas. Fungsi, penggunaan, dan modalitas akhir kalimat “kagiri”
bila disimpulkan seperti ditabel 1 di bawah ini.
Tabel 1
Fungsi, Pengunaan dan Modalitas Akhir Kalimat “kagiri”
No Jenis No Fungsi & Penggunaan Modalitas Induk Kalimat
1 Kalimat
Kondisional
Hipotesis /
Asumsi/ Dugaan
1
Kalimat Hipotesis / Asumsi /
Dugaan
(1) Modalitas Naratif & Tanya
(2) Modalitas Keinginan
(3) Modalitas Penilaian
(4) Modalitas Penjelasan
(5) Modalitas Penyampaian
2 Kalimat yang menunjukan
Hipotesis/Asumsi yang berlawanan
dengan kenyataan
(1) Modalitas penilaian,
kesadaran, dan perkiraan
2 Kalimat
Kondisional
Faktual Berulang
3 Kalimat yang menunjukan kejadian
yang umum (1) Modalitas Naratif
(2) Modalitas Penjelasan 4 Kalimat yang menunjukan
Kebiasaan
3 Kalimat
Kondisional
Lampau
Berunutan
5 Kalimat Kondisional Lampau
berunutan yang menunjukan temuan (3) Modalitas naratif
(Ari Artadi, Hari Setiawan)
~ 29 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Dari penjelasan dan tabel mengenai “kagiri”, dapat disimpulkan bahwa selain berfungsi
untuk digunakan membuat kalimat kondisional hipotesis/dugaan/ asumsi, fungsi utama
lain dari kalimat kondisonal pola “kagiri” adalah menunjukan kalimat kondisional faktual
berulang yang menunjukan peristiwa atau pemikiran yang umum dan suatu kebiasaan.
Kemudian, ternyata dalam kalimat kondisional pola “kagiri”, kalimat kondisional lampau
berunutan yang menunjukan temuan dapat ditemukan. Meskipun hanya 1%, sehingga
tidak terlalu signifikan. Berikutnya penjelasan hasil analisis kalimat pola “shidai”.
3.2 Hasil Analisis Kalimat “shidai”
Hasil analisis kalimat kondisional pola “shidai” menunjukan bahwa dari 175 kalimat
terdapat 169 (96.6%) kalimat kondisional hipotesis/asumsi, 5 (2.9%) kalimat kondisional
faktual berulang, dan 1 (0.5%) kalimat kondisional lampau berunutan. Dapat dilihat
bahwa fungsi utama dari kalimat kondisional pola “shidai” adalah kalimat kondisional
hipotesis/ asumsi yang menunjukan dugaan penutur tentang peristiwa yang akan terjadi,
dan kalimat kondisonal faktual berulang yang menunjukan peristiwa umum dan
kebiasaan. Hasil analisis bila diperlihatkan dalam grafik seperti di bawah ini.
Grafik 2
Sebagai contoh kalimat kondisional “shidai” yang menunjukan kalimat kondisonal
hipotesis/dugaan/asumsi dan kalimat kondisional faktual berulang seperti di bawah ini.
(9) 衆議院が許諾請求を認め次第、逮捕が現実となる。 (朝日新聞 2002/06/18)
Shuugiin ga kyodakuseikyuu wo mitomeshidai, taihou ga genjitsu to naru.
~ 30 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Begitu dewan perwakilan rakyat memberikan ijin, penangkapan akan menjadi kenyataan.
(10) 入金が確認され次第、ネットを介してゼニーは5分以内に届けられるのがウリだ。
(アエラ 2012/03/26)
Nyukin ga kakunisare shidai, netto wo kaishishite zeni wa 5 fun inai ni todokeraru no ga uri
da.
Begitu transfer nya masuk, keuntungan yang muncul diinternet akan dikirim dalam waktu 5
menit.
Kalimat (9) menunjukan kalimat kondisional hipotesis/asumsi yang isinya belum terjadi
atau merupakan hipotesis atau dugaan dari penutur. Kemudian, kalimat (10) adalah
kalimat kondisonal faktual berulang yang menunjukan sesuatu yang biasanya terjadi.
Fungsi, penggunaan, dan modalitas akhir kalimat “shidai” bila disimpulkan seperti ditabel
2 di bawah ini.
Tabel 2
Fungsi, Pengunaan dan Modalitas Akhir Kalimat “shidai”
No Jenis No Fungsi & Penggunaan Modalitas Induk Kalimat
1 Kalimat
Kondisional
Hipotesis /
Asumsi/ Dugaan
1
Kalimat Hipotesis / Asumsi /
Dugaan
(1) Modalitas Naratif & Tanya
(2) Modalitas Tindakan
(2) Modalitas Penilaian
(3) Modalitas Penjelasan
(4) Modalitas Penyampaian
(1) Modalitas penilaian,
kesadaran, dan perkiraan
2 Kalimat
Kondisional
Faktual Berulang
2 Kalimat yang menunjukan kejadian
yang umum (1) Modalitas Naratif
(2) Modalitas Penjelasan 3 Kalimat yang menunjukan
Kebiasaan
3 Kalimat
Kondisional
Lampau kejadian
berunutan
4 Kalimat yang menunjukan kegiatan
berurutan (1) Modalitas Naratif
~ 31 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
(Ari Artadi, Hari
Setiawan )
Dari penjelasan dan tabel mengenai “shidai”, dapat disimpulkan bahwa fungsi utama
kalimat kondisonal pola “shidai” adalah kalimat kondisional hipotesis dan kondisional
faktual berulang. Kalimat kondisional lampau berunutan hanya dapat ditemukan 1
kalimat, namun berbeda dengan pola “kagiri”, pada pola “shidai” kalimatnya menunjukan
kalimat kondisional lampau yang menunjukan kegiatan yang berunutan.
4. Simpulan
Hasil analisis kalimat kondisional bahasa Jepang dengan pola “kagiri” dan “shidai”
memiliki fungsi dan penggunaan sebagai berikut: (1) Pertama, kalimat kondisional pola
“kagiri” dan “shidai” berfungsi dan digunakan terutama untuk menunjukan hal yang
bersifat hipotesis/asumsi/dugaan (kateijokenbun) dan hal yang bersifat faktual berulang
(jojutsujokenbun). Kemudian, penelitian ini menemukan kemungkinan pola “kagiri” dan
“shidai” berfungsi dan digunakan untuk menunjukan kalimat kondisional lampau
berunutan (jijitsujoukenbun) yaitu kalimat kondisional yang menunjukan temuan (hakken)
untuk pola “kagiri”, dan kegiatan yang berunutan (keizokudousa) untuk pola “shidai”. (2)
Modalitas yang digunakan untuk kalimat kondisional pola “kagiri” dan “shidai” tidak
dibatasi, artinya baik kalimat kondisional pola “kagiri” dan “shidai” tidak ada pembatasan
dalam penggunaan modalitas. (3) Berdasarkan penggunaan modalitas dan teori teoritori
informasi, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian isi informasi kalimat kondisional pola
“kagiri” dan “shidai” adalah informasi yang diketahui oleh penutur saja
(hanashitenochuushin) dan juga bisa informasi yang diketahui oleh penutur, mitra tutur
dan khalayak umum (kikitenochuushin).
Daftar Pustaka
Arita Setsuko, 2007, Nihongo no Jokenbun to Jikasetsusei, Kuroshio, Tokyo, Japan.
Hazunuma Akiko, Arita Setsuko, Maeda Naoko, 2001, Jokenhyougen, Kuroshiosuppan
Kamio Akio, 1990, Joho no nawabari riron, Taishukanshoten, Tokyo, Japan
Kuno Susumu 1973, Nihonbunpo Kenkyuu, Taishukanshoten, Tokyo, Japan
Kobayashi Kenji 1996, Nihongo no Jokenhyougen no Kenkyu, Hitsujishobo, Tokyo, Japan
~ 32 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Masuoka Takeshi, 1991, Modariti, Kuroshio Suppan, Tokyo, Japan
Masuoka Takeshi, 1993, Nihongo Jokenhyougen, Kuroshiosuppan, Tokyo, Japan
Masuoka Takeshi, 1997, Fukubun, Kuroshio, Tokyo, Japan
Maeda Naoko, 2009, Nihongo no fukubun, Kuroshio, Tokyo, Jepang
Morita Yoshio, 2002, Nihongo Bunpou no Hyougen, Hitsujishobo, Tokyo, Japan
Nihonkijutsubunpoukennkyukai, 2003, Gendai nihongo bunpou 4 dai 8 bu Modarity,
KuroshioSuppan, Tokyo, Japan
Tanaka Hiroshi, 2004, Nihongofukubunhyougen no kenkyu – Setsuzoku to joujutsu no
kouzo -,
Hakuteisha, Tokyo, Japan
Tanaka Hiroshi, 2010, Fukugoji kara mita nihongobunpou no Kenkyu Hitsuji shobo,
Tokyo,
Japan
Yoshiyuki Morita, Masaki Matsuki, Nihongohyougen Bunkei, 1989, Aruku, Tokyo, Japan
Sumber Contoh Kalimat:
Asahi Shinbun ( Surat Kabar ) , AERA ( majalah bulanan), dan Asahi Shukan ( majalah
mingguan )
~ 33 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Abstrak
FENOMENA IKUMEN DALAM MASYARAKAT JEPANG
Indun Roosiani, M.Si
Negara Jepang dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung nilai-nilai patriarki,
dimana pria menduduki peran yang dominan daripada wanita. Konsep ayah sebagai
seorang kepala rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap keamanan finansial
keluarga, dan ibu sebagai pengelola urusan rumah tangga dan pengasuhan anak serta
memenuhi kebutuhan anak terus melekat hingga sekarang. Konseptualisasi bahwa otoko
wa soto, onna wa uchi (pria di luar dan wanita di dalam) semakin menyulitkan wanita
untuk mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan “di luar rumah”. Hal inilah yang
menyebabkan seorang ayah Jepang tidak dapat terlibat dalam peran pengasuhan anak,
karena seluruh waktu dan energinya habis tercurah untuk urusan pekerjaan.
Istilah ikumen pertama kali muncul tahun 2000 an. Kemudian pada tahun 2010
pada 2010 Menteri Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan meluncurkan Proyek
Ikumen nasional untuk mengumumkan gagasan itu sebagai cara mendorong keterlibatan
ayah yang lebih besar dalam kehidupan keluarga.
Ikumen berasal dari kata ikuji (pengasuhan anak) dan ikemen (sebongkah), sebuah
istilah yang mengacu kepada keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Selama bertahun-
tahun “ayah Jepang” selalu diidentikkan dengan seorang ayah yang “gila kerja” dan tidak
terlalu peduli dengan urusan pengasuhan anak. Proyek ikumen pemerintah dimaksudkan
untuk memperbaiki situasi ini, menghasilkan “gerakan masyarakat di mana laki-laki dapat
terlibat secara proaktif dalam pengasuhan anak”. Proyek ini memberikan simposium dan
lokakarya, dan para ayah juga diberikan 'Buku Pegangan Keseimbangan hidup-kerja'
untuk membantu mereka menangani tuntutan bersaing antara kantor dan rumah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang lahirnya ikumen
di Jepang, mengetahui gerakan ikumen dalam konsep kesetaraan gender di Jepang serta
bagaimana dampak gerakan ikumen terhadap ikatan keluarga di Jepang. Penelitian ini
menggunakan metode kepustakaan dengan pendekatan kualitatif, dimana data diperoleh
dengan cara studi literatur.
Gerakan ikumen meninggalkan beberapa permasalahan mengenai konsep
kesetaraan gender tradisional di Jepang. Secara tradisional, pria Jepang memiliki
kedudukan yang tinggi sebagai kepala rumah tangga dan penentu keputusan. Ungkapan
otoko wa soto, onna wa uchi, rupanya masih menyisakan image yang melekat pada
sebagian masyarakat Jepang. Berdasarkan latar belakang inilah maka dalam penelitian ini
akan diungkap bagaimana fenomena ikumen dalam masyarakat Jepang.
Kata kunci: ikumen, pengasuhan anak, peran gender
I. PENDAHULUAN
Sepanjang periode sejarah, Jepang telah melewati masa transisi
pertukaran budaya dan ekspansi imperialis ke berbagai negara, yang
~ 34 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
selanjutnya diikuti oleh periode isolasi dari pengaruh negara-negara Asia dan
negara barat lainnya. Selama periode ini (disebut sebagai era Edo), kehidupan
keluarga di antara kelas-kelas yang lebih kaya mengambil bentuk rumah
tangga yang diperluas, yaitu yang mencakup kepala keluarga, istri dan anak-
anaknya, dan orang tuanya serta kerabat lainnya. Keluarga dianggap terutama
sebagai unit ekonomi serta sarana untuk menjaga kelangsungan keluarga
dengan menghormati leluhur dan menghasilkan keturunan.
Selama periode Edo, wanita muda yang sudah menikah di rumah tangga
kaya diharapkan untuk mengurus suami dan ibu mertuanya. Mereka tidak
dipercayakan dengan perawatan eksklusif anak-anak mereka, terutama anak-
anak yang dianggap sebagai pewaris ie. Para ayah diharapkan bertanggung
jawab untuk melatih dan mendidik anak-anak mereka, khususnya anak laki-
laki. Selama era Edo, wanita muda yang sudah menikah di rumah tangga kaya
diharapkan untuk mengurus suami dan ibu mertuanya. Mereka tidak
dipercayakan dengan perawatan eksklusif anak-anak mereka, terutama anak-
anak yang dianggap sebagai pewaris ie. Para ayah diharapkan bertanggung
jawab untuk melatih dan mendidik anak-anak mereka, khususnya anak laki-
laki. Ayah Jepang di era pra-modern kadang-kadang digambarkan sebagai
sosok yang ditakuti, meskipun tulisan-tulisan lain menunjukkan bahwa
mereka tidak pernah menjadi anggota kuat dari lingkaran keluarga (Azuma
1986, dalam Htun, 2018). Membesarkan anak adalah usaha berbasis
komunitas di mana pengasuhan anak didistribusikan tidak hanya di antara
anggota keluarga dekat tetapi juga di seluruh penduduk desa (Imano 1988,
dalam Htun, 2018). Dengan demikian, penekanan Jepang modern pada ibu
sebagai satu-satunya pengasuh yang tepat bagi anak-anak mereka tidak
didasarkan pada tradisi berbasis budaya, seperti yang mungkin dipikirkan
beberapa orang, tetapi lebih merupakan penyimpangan dari norma-norma
yang berlaku di Jepang pada abad-abad sebelumnya.
Dalam konsep ikatan sosial, pengasuhan dibentuk oleh institusi sosial
serta norma budaya. Dalam hal ini pemerintah Jepang berusaha untuk
mengatasi masalah yang terkait dengan angka kelahiran yang menurun, yaitu
kurangnya keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan dan kehidupan keluarga.
~ 35 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Hal yang paling utama di antara masalah ini adalah bahwa keluarga tidak lagi
memberikan dukungan kuat yang sama untuk anak-anak muda seperti yang
terjadi pada dekade sebelumnya, ketika prestasi akademik anak-anak Jepang
dan penyesuaian sosial menjadi kecemburuan negara-negara Barat.
Kekhawatiran lain yang menonjol adalah penurunan angka kelahiran, yang
turun ke level rendah 1,26% pada tahun 2005 (Departemen Kesehatan,
Perburuhan, dan Kesejahteraan 2008).
Andersen (2009) menyatakan bahwa peran dan hubungan gender lambat
laun mengalami perkembangan di abad ke-20 karena perubahan makna
pekerjaan dalam kehidupan perempuan. Pekerjaan tidak lagi menjadi sarana
untuk menambah pendapatan keluarga atau memastikan kelangsungan hidup,
namun semakin menjadi mekanisme untuk mendefinisikan identitas pribadi
dan perjalanan hidup. Prestasi pendidikan wanita menyamai pria dan
kesenjangan upah, setidaknya di antara pria dan wanita lajang, mulai
berkurang. Namun kegagalan negara-negara maju dalam mengikuti perubahan
norma sosial, dan organisasi kapitalis untuk beradaptasi dengan peran
perempuan yang berubah, telah berkontribusi pada rendahnya angka kelahiran
dan populasi yang menua, karena perempuan dan keluarga didorong untuk
memasuki angkatan kerja ( dalam Htun, 2018:3 ).
Seiring waktu, upaya pemerintah berkembang dari penekanan awal
mereka pada fasilitas partisipasi pasar tenaga kerja perempuan, menjadi
desakan perubahan peran laki-laki dan keseimbangan kerja-kehidupan yang
lebih besar baik untuk pria maupun wanita. Proyek Ikumen, yang
diluncurkann pada tahun 2010 oleh Kementrian Kesehatan, Perburuhan dan
Kesejahteraan adalah salah satu upaya tersebut. Proyek ini berusaha untuk
memproyeksikan cita-cita keseragaman untuk memerangi populasi yang
menyusut dan untuk membujuk lebih banyak orang untuk mengambil cuti.
Gerakan ikumen meninggalkan beberapa permasalahan mengenai
konsep ketidaksetaraan gender secara tradisional di Jepang. Secara tradisional,
pria Jepang memiliki kedudukan yang tinggi sebagai kepala rumah tangga dan
penentu keputusan. Ungkapan otoko wa soto, onna wa uchi, rupanya masih
menyisakan image yang melekat pada sebagian masyarakat Jepang.
~ 36 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Berdasarkan latar belakang inilah maka dalam penelitian ini akan diungkap
bagaimana fenomena ikumen dalam masyarakat Jepang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah pertama, apa yang melatarbelakangi lahirnya gerakan
ikumen di Jepang?, kedua, bagaimana kaitan gerakan ikumen dengan konsep
kesetaraan gender di Jepang?, ketiga, bagaimana dampak gerakan ikumen
terhadap ikatan keluarga di Jepang?
Dalam penelitian ini metodologi yang digunakan adalah metodelogi
kualitatif, yakni dengan teknik mengumpulkan data-data kepustakaan yang
akan dicari masing-masing variabelnya. Dari data-data yang sudah ditemukan
variabelnya tersebut maka akan dicari relevansinya.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Pola Pengasuhan Anak di Jepang
Setelah Restorasi Meiji (1868) Pemerintah berusaha menghidupkan
kembali norma-norma budaya tertentu yang berkaitan dengan sentralitas
keluarga. Pemerintah memandang keluarga sebagai metafora yang efektif
untuk menggambarkan pentingnya "negara keluarga" yang baru; sehingga
mereka mencoba untuk menekankan aturan keluarga secara patriarki, atas
dasar posisi sosial dan gender (White 2002, dalam Holloway&Nagase,
2016:66). Para ayah semakin terdefinisi dalam hal kemampuan mereka
untuk mendukung keluarga secara finansial, dan para ibu sebagai sosok
yang bertugas melakukan perawatan dan pekerjaan rumah tangga. Istilah
istri yang baik dan ibu yang bijaksana (ryosai kenbo) diciptakan untuk
menyampaikan gagasan bahwa perempuan harus berhenti berpartisipasi
dalam kegiatan kewarganegaraan dan pencari nafkah, dan paling cocok
untuk berfokus secara eksklusif pada keluarga (Kojima 1996, dalam
Holloway&Nagase, 2016:66).
Selama masa transisi budaya ini, laki-laki masih dianggap sebagai
peserta aktif dalam kehidupan keluarga. Namun, dengan dimulainya
Perang Dunia II, peran keluarga mengalami redefinisi dan polarisasi,
karena tanggung jawab militer pria membuat mereka jauh dari rumah. Citra
~ 37 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
ayah yang ketat dan jauh semakin ditekankan, sementara para ibu
diharapkan mengambil tanggung jawab penuh untuk mengurus masalah
keluarga (Fukaya 2008; Kashiwagi 2008, dalam Holloway&Nagase,
2016:68). Pada masa ini anak-anak bergerak melampaui masa kanak-
kanak, dan orang tua biasanya mulai mengajar anak-anak secara lebih
eksplisit disposisi dan keterampilan yang dibutuhkan untuk bergaul dengan
orang lain di komunitas mereka. Orang tua Jepang biasanya menempatkan
penekanan khusus pada pentingnya mengembangkan hubungan
interpersonal yang lancar dan berharap agar anak-anak mereka menjadi
terampil dalam berinteraksi dengan orang lain. Untuk itu, para ibu
berusaha untuk memelihara kualitas seperti kebaikan (yasashisa), empati
(omoiyari), kepekaan (sensai), dan kesopanan (reigi tadashii) pada anak-
anak mereka, dan membantu mereka belajar untuk tidak mengganggu
orang lain (meiwaku kakenai youni) dan agar sesuai dengan norma
masyarakat . Untuk mengembangkan keterampilan sosial ini pada anak-
anak mereka, orang tua Jepang cenderung menghindari konflik langsung
dengan anak-anak mereka. Studi komparatif yang dilakukan oleh oleh Hess
dan Azuma pada tahun 1970-an menemukan bahwa sementara para ibu
Amerika tidak ragu-ragu untuk menghadapi anak-anak usia prasekolah
mereka jika mereka melakukan kesalahan, para ibu Jepang cenderung
menghindarinya karena takut mempermalukan anak-anak mereka (Hess et
al. 1980, dalam Holloway&Nagase, 2016). Para peneliti ini menemukan
bahwa alih-alih menghukum anak-anak atau menggunakan bentuk-bentuk
penegasan kekuasaan lainnya, para ibu Jepang cenderung meminta
perhatian anak-anak mereka pada konsekuensi dari perilaku yang tidak
pantas, dan seringkali merangsang perasaan empati mereka dengan
menunjukkan dampak emosional pada orang lain atau bahkan pada benda
mati. Dalam contoh yang kuat dari strategi ini, Hess dan rekannya
menggambarkan seorang ibu yang mengatakan kepada mereka bahwa jika
anaknya menggambar di dindingnya, dia akan memberitahunya bahwa
tembok itu terasa sedih karena tidak terlihat bagus lagi.
~ 38 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Strategi sosialisasi lain yang digunakan oleh banyak ibu Jepang adalah
memprioritaskan pemahaman anak tentang alasan melakukan sesuatu,
sebagai lawan dari sekadar membutuhkan kepatuhan. Penelitian yang
dilakukan pada 1950-an dan 1960-an menunjukkan bahwa orang tua
Jepang menekankan pentingnya wakaraseru (memiliki anak yang
mengerti), percaya bahwa kepatuhan tanpa keinginan sukarela pada anak
itu tidak ada nilainya. Untuk mendapatkan pemahaman anak, ibu berhati-
hati untuk menjelaskan alasan perlunya perilaku yang baik (seperti yang
kita lihat dalam contoh yang melibatkan anak yang merusak dinding).
Mereka juga mengambil pandangan jangka panjang, menoleransi
kepatuhan yang tidak sempurna dalam jangka pendek karena mereka
bekerja dengan hati-hati membantu anak melihat alasan perilaku yang baik.
Namun demikian, bukan berarti bahwa para ibu ingin anak-anak mereka
menjadi sangat tunduk. Anak yang ideal kadang-kadang digambarkan
sebagai sunao, sebuah istilah yang berkonotasi dengan penerimaan yang
bahagia terhadap bimbingan orang dewasa. Anak-anak yang sunao
cenderung memperhatikan orang lain, bukan karena mereka dipaksa untuk
melakukannya, tetapi karena mereka mengerti mengapa perhatian adalah
penting dan karena memberi mereka rasa senang memperlakukan orang
lain dengan baik.
2.2 Latar Belakang Munculnya Ikumen
Sepanjang dekade pertama abad kedua puluh satu, angka kelahiran
terus turun, mencapai rekor terendah 1,26% pada tahun 2005 (Kementerian
Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan 2008; 2010). Undang-undang
Cuti Perawatan Anak dan Cuti Perawatan Keluarga yang ditetapkan oleh
pemerintah dimaksudkan untuk memungkinkan laki-laki dalam mengambil
cuti ayah, akan tetapi hal ini memiliki sedikit pengaruh pada keterlibatan
laki-laki di tempat kerja (Departemen Kesehatan, Perburuhan, dan
Kesejahteraan 2005). Ayah Jepang kontemporer mungkin lebih terlibat
dalam beberapa tahun terakhir, tetapi mereka masih lebih kecil
~ 39 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
kemungkinannya daripada pria di negara lain untuk menunjukkan minat
yang kuat dalam mengasuh anak.
Dalam Holloway&Nagase (2016) dikatakan bahwa Ayah Jepang juga
memiliki pandangan yang relatif sempit tentang apa artinya menjadi
seorang ayah. Dalam satu penelitian, hanya sepertiga yang berpikir bahwa
berinteraksi dengan anak-anak mereka adalah sebuah bagian penting dari
peran pihak ayah.
Temuan serupa muncul dari dua penelitian yang dilakukan oleh
Benesse Corporation (BERI 2011) di mana setengah dari ayah anak-anak
mengatakan mereka ingin lebih terlibat dalam bermain dengan anak-anak
mereka, tetapi relatif sedikit yang menunjukkan bahwa mereka ingin lebih
sering memandikan anak-anak mereka, terlibat dalam tindakan yang lebih
disiplin, memberikan lebih banyak perawatan rutin (mis.tidur), atau
melakukan lebih banyak pekerjaan rumah. Sebuah studi yang
membandingkan ayah di Jepang dan AS menemukan bahwa ayah Jepang
lebih kecil kemungkinannya untuk diajak bicara, makan malam bersama,
mengerjakan pekerjaan rumah, dan terlibat dalam rekreasi dengan anak-
anak mereka yang berumur 10–15 tahun daripada ayah di Amerika Serikat
(Ishi Kuntz 1994 dalam Holloway&Nagase, 2016). Meskipun orang tua
telah mendorong perilaku anak-anak mereka, namun dari diskusi
sebelumnya tentang lembaga sosial menyatakan bahwa perilaku orang tua
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kondisi tempat kerja. Hal ini
ditambah bahwa masih banyak perusahaan mengharapkan karyawannya
bekerja lebih panjang, ditambah dengan sosialisasi wajib setelah bekerja
dan waktu perjalanan yang panjang, menyebabkan kontribusi pada
kehadiran ayah yang terbatas di rumah.
Sebuah penelitian terhadap 442 pasangan Jepang dengan anak usia
prasekolah menemukan bahwa ayah lebih banyak terlibat dalam perawatan
anak prasekolah mereka (bermain, mandi, mengurus anak, makan malam
bersama) ketika jam kerja mereka lebih pendek, ketika istri mereka
dipekerjakan , ketika rumah tangga termasuk lebih sedikit orang dewasa,
dan ketika mereka memiliki lebih banyak anak (Ishii-Kuntz et al. 2004).
~ 40 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Dengan demikian, tampaknya para ayah bersedia mengambil lebih banyak
waktu untuk berinteraksi dengan anak-anak mereka jika mereka tidak
bekerja berjam-jam (dalam Holloway&Nagase, 2016:93).
Ada beberapa faktor yang sebagai penyebab mengapa Jepang
memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Beberapa faktor tersebut adalah
adanya penurunan ekonomi pada awal tahun 1990-an yang menghapuskan
jaminan pekerjaan seumur hidup dan keamanan ekonomi orang tua
mereka. Selain itu kekuatan abadi model keluarga tradisional, yang
memberi tekanan perempuan untuk merawat orang tua lanjut usia dan
mertua di rumah, menghormati norma-norma gender tradisional, yang
mencegah wanita berpendidikan dari pernikahan. Analisis komparatif
menunjukkan bahwa alasan kritis lain yang menyebabkan tingkat
kesuburan rendah adalah ketidaksetaraan gender di tempat kerja.
Perempuan menghadapi banyak rintangan untuk partisipasi yang adil
dalam pasar tenaga kerja, dan para ibu bahkan lebih dirugikan. Tenaga
kerja inti di perusahaan-perusahaan besar cenderung ke arah pekerjaan
seumur hidup, dan ekonomi negara menekankan keterampilan khusus
perusahaan, yang keduanya menghalangi kesempatan perempuan dalam
berkarir. Mobilitas tenaga kerja antar perusahaan rendah. Terlepas dari
tenaga kerja inti mereka, perusahaan bergantung pada tingkat pekerja
sekunder untuk diberhentikan ketika terjadi penurunan laba perusahaan.
Mereka memiliki minat dalam mempertahankan perempuan yang sudah
menikah sebagai tenaga kerja cadangan. Di daerah perkotaan, perempuan
yang memiliki sedikit anggota keluarga hanya diandalkan sebagai tenaga
tambahan, sementara waktu perjalanan dari rumah ke tempat pekerjaan
cenderung jauh, dan jam kerja sangat panjang. Secara historis, negara
Jepang tidak banyak membantu wanita menggabungkan pekerjaan dan
keluarga. Itu didasarkan pada model laki-laki-pencari nafkah, asumsi
pekerjaan seumur hidup, dan pemahaman bahwa kerja reproduksi -
perawatan anak-anak, orang tua, dan rumah tangga - akan dilakukan oleh
wanita di rumah, meskipun banyak perusahaan menawarkan pekerja pria
yang menikah dalam hal tunjangan anak dan perumahan.
~ 41 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Oleh karena itu, setelah tahun 1989, ketika tingkat kesuburan
mencapai titik terendah yakni 1.57% anak per wanita, Pemerintah Jepang
memperkenalkan kebijakan yang lebih luas untuk mendorong perempuan
untuk bekerja dan mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja yang
lebih besar, termasuk cuti orang tua, perluasan akses ke penitipan anak,
dan tunjangan anak universal. Negara memperluas upayanya saat angka
kelahiran terus menurun dan kemudian turun menjadi 1,26% pada tahun
2005 (Htun, 2018:9).
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Jepang menjalankan
kampanye media aktif untuk mendorong dihapuskannya norma tradisional
yang melekatkan “pria gila kerja” dan “ibu penuh waktu”
(Holloway&Nagase, 2016:62, dalam Shatil 2010). Banyak pesan layanan
publik menyebut ayah yang bertunangan sebagai ikumen — istilah yang
menggabungkan istilah Jepang ikuji (membesarkan anak) dan kata bahasa
Inggris pria. Tujuan utama dari proyek ikumen pemerintah adalah untuk
menyebarluaskan kiat pengasuhan anak dan membentuk komunitas untuk
calon ayah. Sebagai tanda bahwa proyek ini sedang melakukan beberapa
terobosan, bisnis juga melihat gerakan ini sebagai pasar yang berpotensi
menjanjikan, memperkenalkan produk-produk seperti "jaket ayah" yang
dilengkapi dengan sembilan kantong untuk memegang perlengkapan bayi,
tas popok yang berkoordinasi dengan pakaian pria, dan kursus memasak
yang dirancang khusus oleh dan untuk ayah.
Aktivis feminis telah bertahun-tahun mengidentifikasi jam kerja yang
panjang sebagai hambatan utama bagi kemajuan perempuan dan perubahan
peran laki-laki, tetapi masyarakat sipil lainnya lebih lambat untuk
menyadari pentingnya hal itu. Hanya setelah kelompok yang semakin
beragam, termasuk gerakan laki-laki, konsultan keseimbangan kerja dan
kehidupan, perusahaan sektor swasta, dan biro pemerintah bergabung
dengan satu tekad yang kuat, barulah pemerintah mulai bertindak.
Beberapa organisasi sipil, seperti Child Caring Men's Group, Ikujiren, dan
Fathering Japan telah bekerja untuk mengubah peran pria selama bertahun-
tahun dan bahkan puluhan tahun (Ikujiren 1996; Ishii-Kuntz 2002, 2013).
~ 42 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
2.3 Kaitan Gerakan Ikumen dengan Kesetaraan Gender di Jepang
Untuk periode singkat pada tahun 1980-an, tampak seolah-olah
kendala peran gender dan pembatasan terkait keterlibatan perempuan di
tempat kerja memberi jalan bagi kesetaraan yang lebih besar antara laki-
laki dan perempuan. Pada saat perekonomian sedang booming para wanita
muda semakin cenderung mengejar pendidikan tinggi. Dibandingkan
dengan dekade sebelumnya, lebih sedikit perempuan yang menyatakan
rasa puas dalam peran sebagai ibu rumah tangga penuh waktu, dan lebih
banyak yang berusaha tetap bekerja bahkan setelah menikah dan memiliki
anak (Kashiwagi 2008,dalam Holloway&Nagase, 2016:70).
Antara tahun 2000 hingga tahun 2012 Htun (2018) mengadakan
survei terhadap pria terkait konteks evolusi sikap dan perilaku yang
berkaitan dengan peran gender. Kemudian pada tahun 2014 mereka juga
melakukan survey terhadap pekerja pria dan melakukan wawancara
terhadap 36 pekerja pria di Tokyo. Survey ini bertujuan untuk
mengeksplorasi sikap dan praktik Jepang terkait dengan peran gender dan
makna kerja dalam kehidupan pria dan seberapa besar upaya pemerintah
selama beberapa dekade untuk "membebaskan" wanita dan mengubah
peran gender yang dikaitkan dengan beberapa perubahan sikap terhadap
pembagian kerja berdasarkan gender. Hasil survey menunjukkan adanya
sedikit perubahan dalam perilaku. Kesenjangan antara tingkat partisipasi
angkatan kerja sangat sulit, sangat sedikit laki-laki yang mengambil cuti
ayah, dan sedikit yang berkontribusi pada pekerjaan rumah tangga.
Meskipun banyak pria mengatakan mereka menginginkan keseimbangan
kehidupan kerja dan peran yang lebih aktif dalam mengasuh anak, hanya
sedikit yang mampu mewujudkan keinginan itu menjadi kenyataan.
Temuan Htun menunjukkan bahwa Jepang tetap menjadi kasus
"revolusi tidak lengkap" dalam peran gender. Norma dan institusi sosial
belum mengakomodasi perubahan kehidupan perempuan atau kebutuhan
negara untuk pertumbuhan kesuburan. Kebijakan-kebijakan untuk
memberdayakan perempuan dalam angkatan kerja berada di bawah
~ 43 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
kebijakan dan praktik lain yang memberikan insentif bagi keluarga
tradisional. Konstelasi lembaga ekonomi, sosial, dan hukum bertentangan
dengan retorika pemerintah, termasuk jam kerja yang panjang, sistem
senioritas, sistem pajak dan pensiun yang menghalangi pasangan yang
bergantung pada bidang pekerjaan dan sistem pendataan rumah tangga
yang menjunjung tinggi praktek patriarki. Akibatnya, ada kesenjangan
besar antara sikap dan perilaku. Karena alasan ini, para ahli telah
menyimpulkan bahwa kesetaraan gender yang lebih besar mendorong
kesuburan yang lebih tinggi. Ketika pria berbagi pekerjaan rumah tangga,
ketika kebijakan publik mendukung orang tua yang bekerja, dan ketika
wanita memiliki akses ke pendapatan yang stabil, mereka lebih cenderung
memiliki anak (Iversen dan Rosenbluth 2010; McDonald 2006; Rosenbluth
2006 dalam Htun, 2018:1). Berdasarkan kondisi inilah, maka pemerintah
Jepang mengambil beberapa langkah dan kebijakan untuk menanggulangi
permasalahan tersebut. Salah satu gerakan yang menjadi fenomena dalam
masyarakat saat ini adalah proyek ikumen.
Gerakan ikumen yang secara resmi digaungkan oleh pemerintah
Jepang pada tahun 2010 telah membawa angin segar bagi perempuan
Jepang yang menginginkan pengakuan dan kesetaraan gender dalam hal
tanggung jawab serta pengasuhan masa depan anak. Stereotip yang
melekat bahwa ibu sebagai pihak yang memiliki peran sentral dalam
perawatan anak dan ayah sebagai pencari nafkah lambat laun mulai terkikis
dan berganti dengan wacana kesetaran gender antara pria dan wanita,
terutama peran ayah dalam rumah tangga.
Proyek Ikumen yang diluncurkan pemerintah Jepang telah mencapai
sukses besar, dan memicu diskusi tentang sosok “ayah yang hebat”. Di sisi
lain proyek ini pun menuai beberapa kritik, terutama dari kaum perempuan
yang berpendapat bahwa mengapa para ayah diperlakukan sebagai
“pahlawan”, hanya karena mengambil pekerjaan yang rutin dilakukan oleh
perempuan. Hannah Vasallo,(dalam
http://www.bbc.com/future/story/20181127-ikumen-how-japans-hunky-
~ 44 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
dads-are-changing-parenting) seorang penulis buku “Cool Japanese Men”
menyatakan bahwa
They may not meet the heroic image of the prototypical ikumen
– and some even felt embarrassed to use the term – but they
were taking pleasure in the upbringing of their children,
sharing tips with other parents on Facebook and regularly
attending PTA meetings. “It filled me with more of a sense that
they are navigating a healthy relationship with their attitudes
towards work and family.
Dari kutipan Vasallo di atas dapat disimpulkan bahwa para ayah Jepang
yang menyandang predikat ikumen terkadang merasa malu dirinya disebut
dengan ikumen, namun mereka dapat menikmati kebahagiaan dalam kegiatan
pengasuhan anak. Bahkan di antara mereka ada yang aktif berbagi pengalaman
di facebook atau menghadiri pertemuan PTA di sekolah-sekolah.
Setelah proyek Ikumen diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 2010,
lambat laun membawa perubahan pada keluarga di Jepang. Meskipun
proyek ini masih banyak menimbulkan pro dan kontra, namun dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa sejak proyek ini diperkenalkan, para ayah
yang mengambil cuti meningkat secara signifikant, yakni 1,9% pada tahun
2012 menjadi 7% pada tahun 2017, dan kurang dari 45% orang sekarang
mendukung gagasan bahwa “Laki-laki harus bekerja, perempuan harus
tinggal di rumah” – hal ini mengalami penurunan 15% sejak 1992, ketika
60% mendukung norma gender tradisional
(http://www.bbc.com/future/story/20181127-ikumen-how-japans-hunky-dads-
are-changing-parenting).
Dari hasil penelitian Vasallo pun tampak bahwa meskipun beberapa
ayah masih merasa malu dilekatkan citra ikumen, namun mereka merasa senang
dan menikmati kebersamaannya bersama anak. Bahkan sekarang bukan hal
yang aneh lagi bila terlihat pemandangan seorang ayah dan anak sedang
bermain di taman, jalan-jalan di pusat perbelanjaan sambil menggendong anak
atau mendorong troller anak. Menjadi seorang ikumen sebenarnya memberikan
dampak positif yang cukup signifikant bagi ikatan ayah-anak maupun suami-
~ 45 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
istri. Para ayah yang memutuskan untuk menjadi seorang ikumen akan
menemukan arti hidup yang lain. Keikutsertaan merawat anak mengubah cara
pandang mereka mereka bahwa hidup akan lebih baik (Muhayaroh, 2015).
Memainkan peran aktif dalam pengasuhan anak tentu saja memberikan
hasil positif bagi para ayah dan keluarga mereka, yang pertama adalah
kenyataan bahwa mereka dapat menghabiskan waktu bersama anak-anak
mereka dan mengembangkan hubungan dekat dengan mereka. Banyak ikumen
juga mengklaim bahwa hal itu dapat membuat mereka lebih memahami apa
yang kebanyakan wanita lalui mengenai pengasuhan anak ketika mereka
dibiarkan sendirian dengan anak-anak, dan mereka merasa mendapatkan
kesabaran dan keterampilan dari pengalaman. Mereka juga semua setuju
bahwa menjadi seorang ikumen dapat meningkatkan hubungan dengan istri
mereka, dan komunikasi dalam pasangan dan keluarga. Namun, pria-pria itu
juga memiliki andil dalam masalah ketika mengambil jalan pengasuhan anak.
III. SIMPULAN
Secara tradisional pola pengasuhan anak di Jepang bertumpu pada ibu
sebagai pihak yang berperan dalam pengasuhan dan perawatan anak dan ayah
sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam masalah finansial. Pola
pengasuhan ini diperkuat dengan ideologi ryousai kenbo yang semakin
mempertegas konsep ketidaksetaraan gender dalam masyarakat Jepang.
Ideologi ryousai kenbo dibingkai secara halus dalam lingkaran “memelihara
tradisi” Jepang serta diberlakukan sesuai dengan kebutuhan negara, mulai dari
pra perang hingga pasca perang. Pemerintah memberlakukan ideologi ini
secara masif, dan menanamkan kepada seluruh rakyat Jepang agar memelihara
warisan budaya ini.
Ketika Jepang mulai memasuki jaman Meiji (1868), yang ditandai
dengan interaksi dengan negara luar, maka paham kesetaraan gender mulai
bergelora di Jepang, dan wanita mulai menuntut persamaan hak dengan pria,
terutama dalam bidang pekerjaan. Mulai saat itu banyak wanita yang
memasuki lapangan pekerjaan, walaupun mereka tetap dibedakan dengan
kaum pria. Banyaknya pekerja wanita yang mendukung modernisasi Jepang,
~ 46 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
menyebabkan turunnya angka kelahiran, hingga ke titik yang terendah. Hal ini
diperburuk dengan pandangan bahwa wanita selayaknya berada di rumah, dan
kaum prialah harus bekerja. Kondisi ini menyebabkan banyak kaum pria,
khususnya para ayah yang tidak peduli dengan masalah pengasuhan anak,
karena waktu dan energi mereka sebagian besar tersita untuk urusan pekerjaan.
Dengan adanya masalah di atas, maka muncullah gerakan ikumen,
yakni salah satu gerakan untuk mengatasi turunnya angka kelahiran dan
meminta keterlibatan para ayah dalam masalah pengasuhan anak. Gerakan ini
digaungkan secara intensif oleh pemerintah, namun tidak mudah untuk
menarik perhatian para ayah dalam gerakan ini, karena bingkai yang tertanam
kuat bahwa tugas pengasuhan anak adalah tanggung jawab ibu. Program
ikumen bahkan telah dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan untuk
mempromosikan produk mereka. Beberapa pria Jepang yang menjadi ikumen
menyatakan bahwa gerakan ini memberikan dampak positif bagi ikatan
keluarga, namun masih menyisakan dampak negatif, terutama bagi perusahan
yang tidak mendukung program ini. Para ayah yang bekerja di perusahaan
seperti ini akan mendapatkan masalah, diantaranya adalah terhambatnya karir
mereka dan akan dikucilkan oleh sesama rekannya yang tidak mendukung
gerakan ikumen.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Akylbekova Dina.(2013). Ikumen: Challenges and Support of New Generation
of
Japanese Fathers. Japansociology
Fairuz Mumtaz.(2017). Kupas Tuntas Metode Penelitian. Jakarta: Pustaka
Diantara
Kobayasi Chihiro.(2013). Recognizing and Understanding
Ikumen. Japansociology
Nagao Kaho.(2013). What are Ikumen?. Japansociety
Minami Seki. (2015). The Dissemination of Gender Ideology by the State
~ 47 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Changing Gender Roles, and the Gender Gap in Employment in Post-
2008
Financial Crisis Japan. College of Liberal Arts and Sciences, University
of
Michigan
Mala Htun,Francesca R.Jesenius, Melanie Sayuri D. (2018). Forging Ikumen
in
Japan: On state efforts to change gender.
Muhayaroh, Iis.(2015). Fenomena Ikumen Sebagai Salah Satu Perubahan
Peran
dan Identitas Ayah Dalam Masyarakat Jepang Modern. Jurnal Lingua
Cultura
Susan D. Holloway and Ayumi Nagase. (2014). Child Rearing in Japan.
Berkeley: University of California
~ 48 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
MAKNA FUKUGOUDOUSHI
DALAM BUKU NEW APPROACH CHUUKYUU NIHONGO
Herlina Sunarti, SS, M.Si, Ni Luh Suparwati, SS, M.Hum
Fakultas Sastra / Jurusan Sastra Jepang
ABSTRAK
Dalam bahasa Jepang, verba majemuk atau fukugoudoushi memiliki jumlah yang sangat
banyak dan bervariasi dibandingkan dengan jenis fukugougo lainnya. Sebanyak 40%
kelas verba bahasa Jepang saat ini adalah verba majemuk. Dengan kata lain, tentunya
banyak verba majemuk yang muncul dalam buku pelajaran sehingga dirasa perlu untuk
mengadakan penelitian agar dapat menjelaskan dengan baik secara runut bagaimana
pembentukan, penggunaan serta makna kata fukugoudoushi yang muncul terutama pada
bahan ajar yang digunakan. Objek analisis pada penelitian ini adalah buku ajar New
Approach Chuukyuu Nihongo yang dipergunakan mahasiswa Universitas Darma Persada
semester III dan IV pada mata kuliah Hyougen I dan II. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Dari analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
jumlah verba majemuk atau fukugoudoushi yang terdapat dalam buku New Approach
Chuukyuu Nihongo ada sebanyak 38 buah. Klasifikasi unsur pembentuk fukugoudoushi
yaitu verba depan (V1) dengan verba belakang (V2) dianalisis dari teori yang terdapat
pada buku teks Morfologi karangan Chonan Kazuhide, Ph.D yang membagi menjadi 2
grup yaitu tougouteki fukugoudoushi dan goiteki fukugoudoushi, serta dijelaskan pula
makna dari masing-masing verba tersebut dan makna bentukannya.
Kata Kunci: fukugoudoushi, kelas kata, New Approach, Chuukyuu Nihongo, Hyougen
1. PENDAHULUAN
~ 49 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Pembentukan kata dalam bahasa Jepang menurut Nitta (1997) dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok kata, yaitu kata tunggal atau tanjungo dan kata
gabungan atau goseigo. Salah satu dari hasil kata gabungan atau goseigo adalah
fukugougou (複合語) atau kata majemuk. Fukugougo (複合語) adalah kata yang
terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi (Sutedi, 2008). Pada
penelitian ini lebih dipusatkan ke dalam ranah morfologi atau keitaron, dengan demikian
kata dan proses pembentukannya menjadi unsur yang diteliti.
Dalam bahasa Jepang, kata kerja majemuk atau fukugoudoushi memiliki jumlah
yang sangat banyak dan bervariasi dibandingkan dengan jenis fukugougo lainnya. Morita
(1978) menyatakan bahwa 40 persen dari kelas kata kerja bahasa Jepang saat ini adalah
kata kerja majemuk. Dengan kata lain, dalam kehidupan sehari-hari kata majemuk ini
banyak digunakan seperti dalam koran, majalah, jurnal, artikel, dan buku pelajaran
tentunya. Adapun pada penelitian ini hal yang akan dianalisis dibatasi dalam buku New
Approach Chuukyuu Nihongo yang dipergunakan mahasiswa Universitas Darma Persada
semester III dan IV. Buku pelajaran ini dipakai sebagai objek analisis karena banyak kata
majemuk yang muncul dalam buku ini, sehingga dirasa perlu untuk mengadakan
penelitian agar dapat menjelaskan dengan baik secara runut bagaimana pembentukan,
penggunaan serta makna kata majemuk (fukugoudoushi) kepada pembelajar khususnya
mahasiswa semester III dan IV yang menggunakan buku ini dan dapat dipergunakan
secara efektif dalam perkuliahan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Fukugougo
Dalam kamus Kokugojiten (1999:1175) menyebutkan bahwa kata majemuk
(fukugougo) adalah sebagai berikut:
「本来独立した単語が二つ以上結合して、新たに一つの単語として
の意味・機能をもつようになったもの。 「ほんばこ(本箱)」
「やまざくら(山桜)」「かきあらわす(書き表す)」などの類。
」
~ 50 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Dua buah kata atau lebih yang bergabung, dan membentuk satu kata baru
yang memiliki makna dan fungsi tertentu. (seperti honbako, yamazakura,
dan kakiawarasu).
Masako (2005:68) menyebutkan bahwa kata majemuk bahasa Jepang (fukugougo)
merupakan kata yang berasal dari gabungan dua buah kata jiritsugo atau lebih.
Berdasarkan unsur pembentuknya, fukugougo dibagi menjadi 4 jenis, yaitu fukugoumeishi
(gabungan kata dimana bagian belakang adalah kata benda), fukugoukeiyoushi (gabungan
kata dimana bagian belakang adalah kata sifat), fukugoudoushi (gabungan kata dimana
bagian belakang adalah kata kerja), dan fukugoufukushi (gabungan kata dimana bagian
belakang adalah kata keterangan). Berikut pengertian fukugoudoushi yang akan dianalisis
pada penelitian ini.
2.2. Pengertian Fukugoudoushi
Berikut merupakan penjelasan mengenai fukugoudoushi menurut Niimi (1987:1)
yaitu sebagai beikut:
その実質的形態素二つともが動詞であるか、あるいは後部形態素
が動詞であって、形成された複合語自体が一つの動詞としての文
法的性質をもつものを、複合動詞と呼ぶ。
Apabila kedua morfem tersebut adalah kata kerja, atau morfem bagian
belakang adalah kata kerja, yang memiliki makna secara tata bahasa
sebagai satu kata kerja dalam kata majemuk, disebut fukugoudoushi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fukugoudoushi merupakan
penggabungan dua buah kata dimana kata bagian belakang adalah kata kerja, yang
membentuk menjadi satu kata kerja baru.
2.3. Fungsi Unsur Belakang dalam Fukugoudoushi
Mengenai fungsi unsur belakang dalam fukugoudoushi, Hayashi (1990:495)
mengklasifikasikan sebagai berikut: 1) Menunjukkan aspek, contoh: 疲 れ き る
Tsukarekiru ‘Terlalu capek’, 2) Menunjukkan arah, contoh: 打ちおとす Uchiotosu
‘Menembak jatuh’, 3) Menunjukkan cara terjadinya suatu tindakan, contoh: 書きなおす
~ 51 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Kakinaosu ‘Memperbaiki tulisan’, 4) Menunjukkan hubungan antar objek, contoh: 話し
あう Hanashiau ‘Saling bercerita’, 5) Memperkuat arti, contoh: 飲みすぎる Nomisugiru
‘Terlalu banyak minum’, 6) Menunjukkan hasil dari pekerjaan, contoh: 聞きとる
Kikitoru ‘Memahami’
3. PERUMUSAN MASALAH
Masalah pokok dalam penelitian ini adalah banyaknya kata-kata fukugoudoushi
yang muncul dalam buku New Approach Chuukyuu Nihongo membuat mahasiswa kurang
memahami makna dan cara penggunaannya dalam kalimat, sehingga menghambat proses
pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut maka kami akan melakukan penelitian untuk
mengkaji dan menganalisis bagaimanakah cara pembentukan kata fukugoudoushi? makna
apa yang dihasilkan dari kata tersebut? Apakah pembentukan kata pada fukugoudoushi
menimbulkan makna baru?
4. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi literatur. Data diperoleh dari buku New
Approach Chuukyuu Nihongo yang berupa fukugoudoushi. Penelitian ini merupakan
kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Metode ini dipakai karena dianggap sesuai dengan permasalahan
yang diambil yaitu, menganalisis struktur dan makna pada kata kerja majemuk
(fukugoudoushi). Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan teknik pengumpulan data dengan dokumen. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah studi kepustakaan. Pertama-tama, akan diadakan studi kepustakaan
untuk mencari teori-teori yang cocok dengan penelitian yang akan dilakukan, kemudian
mengumpulkan data dari sumber data. Akhirnya dengan memiliki teori-teori yang
relevan, data yang terkumpul dapat dianalisis dengan lebih terarah.
Adapun tahapan yang dilakukan dalam melakukan penelitian adalah; tahap
pertama yaitu memilih dan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan
fukugoudoushi, kemudian tahap berikutnya adalah mencari menerjemahkan, mengkaji
~ 52 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
dan menganalisis data dengan teori yang dipersiapkan. Tahap terakhir adalah menyajikan
hasil analisis data dan menyimpulkannya.
Langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah; 1) Membaca sumber data.
Dalam kegiatan ini, penulis membaca buku New Approach Chuukyuu Nihongo, 2)
Mencatat fukugoudoushi yang terdapat di dalam sumber data pada buku New Approach
Chuukyuu Nihongo, 3) Mengklasifikasikan data berupa fukugoudoushi berdasarkan
maknanya.
Penelitian ini penulis lakukan agar penulis sebagai pengajar dapat memberikan
penjelasan yang mudah kepada mahasiswa mengenai fukugodoushi yang ada pada buku
ajar di atas. Berdasarkan hal itu, maka penulis menggunakan teori dan penjelasan yang
sederhana yang telah dipelajari mahasiswa pada mata kuliah 形態論 “Morfologi” karya
Chonan Kazuhide, Ph.D di semester 2. Sehingga untuk menganalisisnya mengacu pada
buku tersebut.
5. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Manfaat hasil penelitian bagi Penulis adalah penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai fukugoudoushi terutama dalam
buku yang dipakai sebagai referensi mengajar sehingga tingkat kesalahan dalam
memberikan penjelasan kepada mahasiswa menjadi minim. Sedangkan bagi pembaca
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi demi menambah pengetahuan dan
wawasan terutama di bidang linguistik.
6. HASIL PENELITIAN
Dalam buku New Approach Chuukyuu Nihongo, jumlah fukugoudoushi atau verba
majemuk yang terkumpul sebanyak 38 buah. Melalui teori dan penjelasan pada buku 形
態論 “Morfologi” karangan Chonan Kazuhide Ph.D, maka fukugoudoushi ini dibagi
menjadi 2 Grup yaitu;
1. Grup 1 統語的複合動詞 ‘tougouteki fukugoudoushi’ (syntactic V-Vcompound)
gabungan secara sintaksis atau dengan rumus「V1 を V2する」
~ 53 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Contoh: 読み終わる merupakan gabungan verba dari 読む “membaca” dan 終
わる “selesai” yang dapat diartikan langsung menjadi “selesai membaca”.
Verba belakang berupa Verba ~合う、~始める、~終わる、~出す、~続け
る、~続く、~かける、~つける .
Tabel Fukugoudoushi Grup 1
No Fukugoudoushi Verba
awal
Verba
belakang
Arti
1 助け合う
言い合う
話し合う
殴り合う
伝え合う
付き合う
抱き合う
語り合う
助ける
言う
話す
殴る
伝え
付き
抱く
語る
合う Saling~
2 作り始める
考え始める
帰り始める
作る
考える
帰る
始める Mulai~
3 書き終わる
読み終わる
洗い終わる
書く
読む
洗う
終わる Selesai~
4 飛び出す
降り出す
泣き出す
走り出す
飛ぶ
降る
泣く
走る
出す Seketika~
5 話し続ける
書き続ける
話す
書く 続ける Melanjutkan~
6 降り続く 降る 続く Berlanjut~
2. Grup 2 語彙的複合動詞 ‘goiteki fukugoudoushi’(lexical V-V compound)
Gabungan secara kata dengan rumus:
1. V1 dan V2 memiliki arti kata yang mirip.
Contoh: 光り輝く:cahaya + berkilau : “bersinar”
~ 54 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Tabel Fukugoudoushi Grup 2-1
No Fukugoudoushi Verba
awal
Verba
Belakang
arti
1 繰り返す 繰る 返す Ulang + Kembali:
“Mengulang kembali”
2. V1 menjelaskan V2 secara detail
Contoh: 撃ち殺す : menembak + membunuh: “membunuh dengan
menembak “
Tabel Fukugoudoushi Grup 2-2
No Fukugoudoushi Verba
awal
Verba
Belakang
arti
1 乗り過ごす 乗る 過ごす Naik + Melewati:
“Naik kendaraan tujuan
terlewat”
2 結ぶ 付ける
結び付け
る
Mengikat + Menempel :
“Menggabungkan,
menempelkan”
3. V2 memperkuat arti V1
Contoh: 飛び起きる: terbang, lompat + bangun : “lompat”
Tabel Fukugoudoushi Grup 2-3
No Fukugoudoushi Verba
awal
Verba
Belakang
arti
1 飛び上がる 飛ぶ 上がる Terbang + Naik:
“Melompat”
2 振り向く 振る 向く Mengguncang+Menoleh:
“Berbalik”
3 浮き上がる 浮く 上がる Melayang+Naik:
“Melayang”
4 思う 付く 思い付く Pikir + Menempel:
“Berpikir”
5 見る 掛ける 見かける Melihat + Menggantung :
“Melihat”
~ 55 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
6 話す 掛ける
話しかけ
る
Berbicara + Menggantung:
“Berbicara kepada,
bertegur sapa”
4. Arti V1 dan V2 hilang, menjadi arti yang baru
Contoh: 落ち着く: jatuh + tiba : “tenang”
Tabel Fukugoudoushi Grup 2-4
No Fukugoudoushi Verba
awal
Verba
belakang
arti
1 割り込む 割る 込む Membagi + Penuh:
“Menginterupsi,
mengganggu”
2 引き受ける 引く 受ける Menarik+Menerima:
“Bertanggung jawab,
Mengambil alih”
3 出来る 上がる
出来上が
る Bisa+Naik:
“Selesai”
4 締め切る 締める 切る Mengencangkan +
Memotong:
“Menutup”
5 落ち着く 落ちる 着く Jatuh + Tiba :
“Tenang”
6 恐れ入る 恐れる 入る Ketakutan + Masuk:
“Mohon maaf”
7 振り返る 振る 返る Mengguncang + Mengubah
: “Melihat ke belakang”
8 盛る 付ける
盛りつけ
る Makmur + Menempel :
“Menghidangkan”
7. KESIMPULAN
Verba majemuk atau fukugoudoushi yang terdapat dalam buku New Approach
Chuukyuu Nihongo setelah dianalisis berdasarkan verba pembentuknya dan
berdasarkan teori pada buku teks 形態論 “Morfologi” dapat disimpulkan sebagai
~ 56 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
berikut; 1) Jumlah fukugoudoushi pada buku ini ada 38 buah. Setelah dianalisis dan
dibagi menjadi 2 grup, maka Grup 1 統語的複合動詞 ‘tougouteki fukugoudoushi’
(syntactic V-Vcompound) ada sebanyak 21 buah dan Grup 2 語彙的複合動詞
‘goiteki fukugoudoushi’(lexical V-V compound) ada sebanyak 17 buah. Adapun
hasil dari penelitian ini dapat memudahkan pengajar untuk menjelaskan secara runut
berdasarkan ilmu yang pernah dipelajari oleh mahasiswa pada semester sebelumnya
melalui mata kuliah Morfologi, sehingga dapat dipahami makna dan proses
pembentukannya.
8. DAFTAR PUSTAKA
Hayashi, Ooki. 1990. Nihongo Kyooiku Handobukku. Tokyo. Taishukan Shoten.
Kazuhide, Chonan. 2017. 形態論. Morfologi. Nihongogaku Tekisuto 2017. Unsada.
Matsura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Kyoto Sangyo University
Press.
Morita, Yoshiyuki. 1978. Nihongo no Fukugoudoushi ni tsuite. Koza Nihongo
Kyouiku 69-89 Waseda Daigaku Gogaku Kyouiku Kenkyuusho.
Niimi, Kazuaki, dkk. 1987. Gaikokugo no Tame no Nihongo Reibun Fukushi. Aratake
Shuppan.
Oyanagi, Noboru. 2006. Nihongo Kenkyusya. New Approach Chukyu Nihongo –
Kisohen. Japan.
Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Humaniora. Bandung.
Internet
https//db4.ninjal.ac.jp/vvlexicon/
~ 57 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
FUNGSI DAN PENGGUNAAN SETSUZOKUJOSHI KARA
DAN NODE DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG
Oleh
Hermansyah Djaya dan Hargo Saptaji
Abstrak
Analisis Fungsi dan Penggunaan Setsuzokujoshi Kara dan Node
dalam Kalimat Bahasa Jepang
Penelitian ini berjudul fungsi dan penggunaan Setsuzokujoshi Kara dan Node
dalam kalimat Bahasa Jepang, bertujuan untuk mencari persamaan dan perbedaan kedua
setsuzokujoshi tersebut dari segi penggunaan, struktur kalimat dan tingkat kesopanan
dalam berbahasa Jepang. Metodologi yang digunakan yaitu metode kepustakaan, dimana
penulis mengumpulkan berbagai definisi dan penjelasan mengenai fungsi dan struktur
kalimat dari setsuzokujoshi kara dan node. Dalam penelitian deskriptif ini penulis
mengumpulkan data dari buku ajar Minna No Nihongo I dan II serta New Approach
Japanese Intermediate Course. Dari ketiga buku tersebut mencoba menggambarkan apa
saja fungsi yang didapat dari hasil analisis contoh kalimat yang ditemukan, kemudian
membuat kesimpulan atas data yang sudah dianalisis. Penelitian ini mengungkapkan
bahwa fungsi kara (50%) sering digunakan dalam alasan yang menunjukan kemauan
yang kuat seperti perintah, dasar dalam memberikan saran terhadap hal lain.
Setsuzokujoshi kara banyak dipengaruhi oleh pemikiran atau penilaian pribadi pembicara
maka dikatakan kara bersifat subjektif dalam menyampaikan alasan. Sedangkan
Setsuzokujoshi node (41%) banyak digunakan untuk mengungkapkan sebab terjadinya
suatu hal dan alasan atas permintaan lawan bicara. Setsuzokujoshi Node digunakan untuk
mengutarakan sebab dari peristiwa atau situasi yang bersifat objektif tanpa dipengaruhi
oleh pendapat atau pandangan pribadi.
~ 58 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Kata kunci: Setsuzokujoshi, kara, node, sebab, alasan, karena, kata penghubung
1. Latar Belakang
Dalam linguistik atau gengogaku (言語学) kita mengenal adanya sintaksis atau
tougoron ( 統語論 ) adalah ilmu bahasa yang mempelajari susunan kalimat dan
bagiannya atau bisa juga disebut ilmu tata kalimat. Sebelum menyusun sebuah kalimat tentu
kita harus mengetahui apa saja bagian-bagian yang menyusun sebuah kalimat (satuan
gramatika). Dalam gramatika bahasa Jepang, kalimat disebut dengan bun ( 文 ). Bun
tersebut disusun oleh sejumlah frase atau bunsetsu (文節 ), dan bunsetsu disusun oleh
sejumlah kata atau tango (単語).
Semantik atau imiron ( 意味論) sebagai salah satu cabang ilmu kebahasaan yang
meneliti tentang makna dalam bahasa. Objek yang dikaji dalam semantik antara lain
makna kata ( 語 の 意 味 ), relasi makna (語の意味関係) antarsatu kata dengan
kata lainnya, makna frase dalamsatu ideom ( 句の意味) dan makna kalimat ( 文の
意味) (Dedi Sutedi, 2003: 103).
Dalam buku “Minna No Nihongo I” pelajaran 9 mengenai penggunaan から
dan “Minna No Nihongo II” pelajaran 39 mengenai penggunaan ので ,
~ 59 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
dijelaskan keduanya dapat digunakan untuk menunjukan sebab atau alasan dari
kalimat berikutnya.
から dipakai untuk menghubungkan dua kalimat, menjadi satu kalimat.
Kalimat 1 menunjukan sebab atau alasan dari kalimat 2. (Minna No Nihongo I: 65)
Contoh:
時間がありませんから、新聞を読みません
Jikan ga arimasen kara, shinbun o yomimasen
Karena tidak ada waktu, saya tidak membaca surat kabar
毎朝新聞を読みますか。 いいえ、読みません
。時間がありませんから。 Mai asa shinbun o yomimasuka.
Iie, yomimasen. Jikan ga arimasen kara. Apakah anda membaca surat kabar setiap pagi ?
Tidak, saya tidak membaca. Itu karena tidak ada waktu.
ので juga menunjukan sebab dan alasan. Tetapi apabila から menyatakan sebab
atau alasan secara subjektif, maka ので menyatakan hubungan sebab akibat yang
terjadi dengan sendirinya secara objektif. Karena ditekankan pada subjektivitas orang
yang berbicara, maka kesan terhadap lawan bicara tidak kuat, sehingga pola kalimat ini
sering dipakai untuk memperhalus alasan pada waktu meminta izin atau pengertian
dari lawan bicara. (Minna No Nihongo II: 87)
Contoh:
日本語が分からないので、英語で話していただけませんか。
Nihongo ga wakaranai node, eigo de hanashite itadakemasenka.
Karena saya tidak mengerti bahasa Jepang, mohon Anda berbicara
dalam bahasa Inggris.
用事があるので、お先に失礼します。
Youji ga aru node, osakini shitsurei shimasu.
Karena ada keperluan, maaf saya pamit lebih dahulu.
Menurut Tanaka Toshiko (1990: 60), から dan ので sama-sama
~ 60 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
menunjukan penyebab dan alasan. Jika dibandingkan, partikel ので menunjukan sifat
yang alami, sedangkan か ら lebih menekankan makna penyebab dan alasan.
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dikatakan partikel から dan ので masing-
masing menyatakan sebab atau alasan.
Untuk menyatakan sebab atau alasan dalam bahasa Indonesia digunakan
konjungsi subordinatif sebab yaitu: (oleh) sebab atau (oleh) karena. Yang dimaksud
konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat
(klausa) yang kedudukannya tidak sederajat (Abdul Chaer, 2008: 100). Berbeda dengan
bahasa Jepang yang memiliki ciri khusus dalam pemakaiannya pada sebuah kalimat,
konjungsi subordinatif penanda sebab dalam bahasa Indonesia terlihat tidak memiliki
perbedaan. Baik から dan ので ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
maknanya menjadi sama yaitu “karena” sehingga hal ini dapat menjadi potensi
kesalahan bagi pembelajar bahasa Jepang di Indonesia.
Kedekatan makna yang timbul dari penggunaan setsuzokujoshi ( 接続助詞)
から dan ので setelah diartikan dalam bahasa Indonesia membuat penulis sendiri
kesulitan dalam membedakan penggunaan kedua setsuzokujoshi tersebut.
61
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti bagaimana penggunaan dan
perbedaan setsuzokujoshi ( 接続助詞) から dan ので sebagai penanda hubungan
sebab atau alasan.
2. Perumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam Penelitian ini adalah : Fungsi dan Penggunaan
Setsuzokujoshi (接続助詞) から(Kara) dan ので (Node) dalam Kalimat Bahasa
Jepang.
3. Tujuan Penelitian
T u j u a n d a l a m p e n e l i t i a n i n i a d a l a h u n t u k
m e n j e l a s k a n s e c a r a l e b i h m e n d a l a m m e n g e n a i f u n g s i
d a n p e n g g u n a a n setsuzokujoshi (接続助詞 ) Kara dan Node dalam
kalimat Bahasa Jepang.
4. Tinjauan Kepustakaan
Setsuzokujoshi ( 接続助詞) adalah salah satu jenis joshi ( 助詞) yang
berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat. Setsuzokujoshi (接続助
詞 ) digunakan setelah yougen (verba, adjektiva-na dan adjektiva-i) sebagai
bagian kalimat yang terletak sebelum setsuzokujoshi (接続助詞 ) yang ada
hubungannya dengan bagian kalimat setelah setsuzokujoshi ( 接続助詞 ).
Setsuzokujoshi ( 接続助詞 ) juga dipakai setelah kelas kata lain selain
kelompok yougen, yaitu setelah nomina atau setelah verba bantu (Sudjianto,
1999: 51).
Iori Isao (2000: 210) dalam bukunya “Shoukyuu Wo Oshieru Hito No
Tame No
Nihongo Bunpou Handobukku” menjelaskan bahwa kara ( から ) adalah
setsuzokujoshi ( 接続助 詞 ) yang paling umum dalam merepresentasikan
hubungan sebab atau alasan. Setsuzokujoshi kara ( から ) dapat
digunakan
62
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
baik dalam kalimat bentuk biasa ( 普通形 ) maupun bentuk yang lebih sopan
(丁寧形). Kara (から) yang digunakan dalam bentuk kalimat yang lebih
sopan,
bentuk klausa sebelum kara (から) dibuat dalam bentuk です、~ます.
Tomita Takayuki dalam bukunya “Bunpou No Kiso Chishiki To Sono
Oshiekata” (1991: 69) membagi setsuzokujoshi (接続助詞) menjadi lima jenis:
1. Setsuzokujoshi yang digunakan untuk menghubungkan bagian
awal dan akhir kalimat. Contoh: て、し
2. Setsuzokujoshi yang digunakan untuk menyatakan sebab atau
alasan pada
bagian awal kalimat, dan akibat pada bagian akhir kalimat. Contoh:
ので、から、て
3. Setsuzokujoshi yang bagian akhir kalimatnya merupakan
pemikiran dari
bagian awal kalimat. Contoh: と、ば
4 . Setsuzokujoshi yang digunakan untuk menghubungkan kedua
kalimat, dimana
bagian awal kalimat berlawanan dengan akhir kalimat. Contoh:
が、けれども、のに、ても、ながら
5. Setsuzokujoshi yang digunakan untuk menyatakan kegiatan yang lebih
dari satu. Contoh: ながら、たり
5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis berdasarkan pada jenis penelitian
deskriptif analisis yaitu metode kepustakaan dimana penelitian dilakukan untuk
menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan
menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual. Langkah yang
ditempuh yaitu menentukan objek penelitian, mencari dan menelaah literatur yang
relevan sebagai dasar teori, mengumpulkan data yang akan diteliti (jitsurei),
melakukan analisis (データの分析) dan mengambil kesimpulan dari hasil analisis
yang ditampilkan dalam penelitian ini.
63
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
6. Hasil Penelitian
6.1 Penjelasan Fungsi dan Penggunaan Setsujokujoshi Kara
Kalimat yang sudah dianalisis dan masuk ke dalam klasifikasi fungsi ini
sebanyak 44 kalimat dari tiga sumber data buku ajar. 30 kalimat berasal dari Minna
No Nihongo I, 4 kalimat berasal dari Minna No Nihongo II, dan 44 kalimat berasal dari
New Approach Japanese Intermediate Course. Kalimat yang sudah dianalisis dan masuk
ke dalam klasifikasi fungsi ini sebanyak 44 kalimat dari tiga sumber data buku ajar.
30 kalimat berasal dari Minna No Nihongo I, 4 kalimat berasal dari Minna No Nihongo
II, dan 44 kalimat berasal dari New Approach Japanese Intermediate Course.m30
kalimat berasal dari Minna No Nihongo I, 4 kalimat berasal dari Minna No Nihongo II,
dan 44 kalimat berasal dari New Approach Japanese Intermediate Course.
Dari data persentase tertinggi (50%) yaitu untuk penggunaan から yang
menyatakan alasan berdasarkan penilaian pribadi, tafsiran, atau sebagai dasar dalam
memberikan saran atau perintah (A2). Penilaian atau penafsiran yang timbul dan
disampaikan melalui setsuzokujoshi (接続助詞 ) から banyak terpengaruh oleh
subjektifitas pembicara. Itulah sebabnya banyak buku ajar menyatakan bahwa
setsuzokujoshi から digunakan untuk menyatakan alasan atau sebab secara subjektif.
setsuzokujoshi から digunakan untuk menyatakan alasan atau sebab secara
subjektif.
Sedangkan untuk persentase terendah (2%)
terdapat pada penggunaan から untuk
mengekspresikan alasan yang bersifat
emosional atau perasaan (A4
64
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
6.2 Penjelasan Fungsi dan Penggunaan Setsujokujoshi Node
Berdasarkan data yang sudah dianalisis, maka fungsi setsuzokujoshi ので yang
memiliki persentase tertinggi (41%) yaitu menunjukan sebab atas suatu hal atau
alasan atas permintaan dari lawan bicara (B4). ので pada klasifikasi ini bukan
merupakan bentuk penolakan, meminta izin, menggambarkan fenomena fisik dan alam,
atau objektifitas perasaan (tidak termasuk dalam klasifikasi
lima lainnya). Karena menekankan pada
sebab terjadinya suatu hal, maka pembicara
akan mengutarakan sebab secara objektif
berdasarkan fakta yang ada. Hal itulah
yang menjadikan setsuzokujoshi の で
digunakan
Sedangkan untuk persentase terendah (2%)
terdapat pada penggunaan か ら untuk
mengekspresikan alasan yang bersifat
emosional atau perasaan .
65
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
6.3 Fungsi dan Penggunaan Setsuzokujoshi Kara dan Node
Terdapat kalimat yang dapat disubstitusikan berdasarkan kesamaan ciri pada
fungsi dari setsuzokujoshi (接続助詞 ) から dan ので . Banyaknya kalimat yang
menggunakan setsuzokujoshi ( 接続助詞 ) から dan の で yang bisa disubstitusi
ini sebanyak 92 kalimat (23%), dan sisanya hanya penggunaan から saja 243 kalimat
(60%), serta penggunaan ので saja 69 kalimat (17%).
Diagram Perbandingan Substitusi から dan ので
から
60%
から
&
ので
23%
ので
66
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
TABEL DAN GRAFIK PERBANDINGAN PENGGUNAAN から
GRAFIK PERBANDINGAN FUNGSI SETSUZOKUJOSHI から
TABEL PERBANDINGAN FUNGSI SETSUZOKUJOSHI から
教科書 接続助詞「から」の機能
A1 A2 A3 A4 A5
Minna No Nihongo 1 20 24 31 0 10
Minna No Nihongo 2 23 96 7 3 30
New Approach 7 27 8 3 4
JUMLAH 50 147 46 6 44
TOTAL SAMPEL 293
67
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
TABEL DAN GRAFIK PERBANDINGAN PENGGUNAAN ので
TABEL PERBANDINGAN FUNGSI SETSUZOKUJOSHI ので
教科書 接続助詞「ので」の機能
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Minna No Nihongo 1 0 0 0 0 0 0
Minna No Nihongo 2 2 4 15 22 12 3
New Approach 1 6 6 23 13 4
JUMLAH 3 10 21 45 25 7
TOTAL SAMPEL 111
GRAFIK PERBANDINGAN FUNGSI SETSUZOKUJOSHI ので
68
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
7. Kesimpulan
Setsuzokujoshi から menekankan pada alasan yang ingin disampaikan, sedangkan
ので menekankan pada efek / hasil dari alasan yang disampaikan. Oleh karenanya か
ら sering digunakan untuk menyampaikan kemauan. Penilaian dan perintah, sedangkan
ので digunakan untuk meminta izin dan alasan menolak terhadap suatu ajakan secara sopan.
Menurut hasil analisis data, から (50%) sering digunakan dalam alasan yang
menunjukan kemauan yang kuat seperti perintah, dasar dalam memberikan saran terhadap
hal lain. Karena banyak dipengaruhi oleh pemikiran / penilaian pribadi pembicara maka
dikatakan から bersifat subjektif dalam menyampaikan alasan.
Menurut hasil analisis data, ので (41%) banyak digunakan untuk mengungkapkan
sebab terjadinya suatu hal dan alasan atas permintaan lawan bicara. の で digunakan untuk
mengutarakan sebab dari peristiwa atau situasi yang bersifat objektif tanpa dipengaruhi oleh
pendapat atau pandangan pribadi.
から dan ので dapat saling menggantikan apabila digunakan untuk menyatakan
alasan berupa fenomena fisik dan alam (menyatakan alasan yang diambil berdasarkan fakta
atau peristiwa yang terjadi secara alamiah). Hal tersebut didasarkan pada kemiripan fungsi
か ら yaitu digunakan untuk menunjukan sebab yang diambil berdasarkan fakta
atau kejadian yang terjadi secara alamiah (Iori Isao) dengan fungsi ので yaitu digunakan
untuk menggambarkan fenomena alam dan fenomena fisik (Miyajima).
から dan ので dapat saling menggantikan apabila digunakan untuk
menyatakan alasan yang berkaitan dengan unsur emosi atau perasaan. Hal tersebut
diambil berdasarkan kemiripan fungsi dimana から yang diletakan setelah kata benda
abstrak dari ekspresi emosi, menunjukan aktivitas yang berkaitan dengan faktor emosional
dari klausa sebelumnya (Kawashima), memiliki ciri yang sama dengan の で yang
digunakan untuk menggambarkan objektifitas perasaan yang mengandung unsur emosi
(Miyajima).
8. Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Bandung: Rineka Cipta.
69
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Iori, Isao. 2000. Shokyuu Wo Oshieru Hito No Tame No Nihongo Bunpou Handobukku. Tokyo:
Suriiee Nettowaaku.
Miyajima. et al. (Ed). 1995. Nihongo Ruigi Hyougen No Bunpou. Tokyo: Kuroshio Shuppan.
Oyanagi, Noboru. 2004. New Approach Japanese Intermediate Course. Tokyo: Nihongo
Kenkyuusha.
Ogawa, Iwao. 2008. Minna No Nihongo I. Surabaya: International Mutual Activity Foundation
(IMAF) Press.
____________. 2008. Minna No Nihongo II. Surabaya: International Mutual Activity
Foundation (IMAF) Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis bahasa ( Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan secara Linguistik). Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint
Blanc.
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press
(UPI Press).
Tomita, Takayuki. 1991. Bunpou No Kiso Chisiki To Sono Oshiekata.
Toshiko, Tanaka. 1990. Tanaka Toshiko no Nihongo Bunpou. Tokyo: Kindai Bungeisha.
Umabuchi, Kazuo. 1963. Koubun Bunpou. Tokyo: Musashino Shoin.
ASIMILASI IMIGRAN JEPANG DI BRASIL ANTARA NASIONALISME DAN
ESTADO NOVO
Erni Puspitasari
Abstrak
70
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis asimilasi imigran Jepang di Brasil yang berkaitan
dengan nasionalisme imigran Jepang dan kebijakan estado novo yang dibuat oleh Gestulio
Vargas. Estado novo adalah sebuah kebijakan yang ingin menjadikan semua etnis memiliki
nasionalisme Brasil. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa nasionalisme imigran Jepang yang kuat menjadi penghambat untuk
melakukan asimilasi di Brasil. Pemberlakukan kebijakan estado novo memaksa imigran Jepang
untuk menerima pembatasan pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah Brasil. Pembatasan
dilakukan di berbagai bidang, mulai dari pelarangan penggunaan bahasa Jepang di tempat
umum, penutupan sekolah sekolah Jepang, dan pembredelan media berbahasa Jepang.
Pembatasan ini menjadi lebih ekstrim ketika masa perang dunia kedua, ketika Brasil berada di
blok sekutu, maka terjadi deportasi, pemaksaan masuk kamp interniran, penyitaan aset
perusahaan Jepang dan imigran, hingga penyiksaan, pemenjaraan dan pembunuhan.Setelah
perang dunia kedua pemerintah Brasil secara resmi meminta maaf kepada kaum imigran yang
selamat, tetapi tidak memberikan konpensasi dan tidak mengembalikan aset aset milik Jepang
yang tersimpan rapi di bank sentral Brasil hingga kini.
Kata kunci : Asimilasi, imigran Jepang, nasionalisme, estado novo
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Para imigran Jepang pada umumnya tidak terlalu perduli untuk belajar bahasa Portugis
atau berintegrasi dengan masyarakat Brasil, tidak seperti bangsa lain pada umumnya. Mereka
hanya berupaya pada upaya komunal yang berpusat kepada pemeliharaan adat istiadat budaya
yang mereka lakukan semenjak dari negara asal. Karena imigrasi ke Brasil berorientasi kepada
keluarga, maka pertumbuhan masyarakat secara normal dapat berjalan dengan baik. Mereka
membesarkan anak anak mereka sebagaimana mereka membesarkan anak mereka di Jepang,
terutama di daerah pedesaan. Masyarakat Jepang juga mendirikan sekolah sendiri. Hal ini
berbeda dengan imigrasi ke Amerika Serikat yang bukan berasal dari imigrasi keluarga
71
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Sementara itu keadaan pemukiman Jepang di Brasil tidak selalu kondusif, tetapi bahasa
Jepang, Karakteristik Kaisar dan Sistem kepercayaan Shinto diajarkan di sekolah tersebut (
Shoji, 2008). Pada tahun 1927 Asosiasi Pendidikan Jepang di selenggarakan di Brasil oleh
Konsul Jenderal Jepang di Sao Paolo. Pada tahun 1929 asosiasi ini diganti menjadi Asosiasi
Orang Tua Siswa di Sekolah Jepang di Sao Paolo. Dalam beberapa kasus komunitas Jepang
dapat mengelola sekolah umum dengan bekerjasama dengan pemerintah Brasil. Kurikulum
yang digunakan adalah gabungan dari pendidikan Jepang dengan kurikulum Brasil. Sejak
tahun 1936 pemerintah Jepang menawarkan dukungan bantuan keuangan langsung kepada
sekolah sekolah melalui Asosiasi Penyebaran Pendidikan Jepang di Brasil ( Burjiru Nihonjin
Kyouiku Fukyuukei). Ciri dari pendidikan Jepang pasca periode Meiji adalah nasionalisme,
yang menghasilkan interpretasi ritual etnis Jepang melalui kultus temporal atau perasaan dari
asal yang sama. (Shoji 2008)
Di lain pihak gelombang besar imigran Jepang, dengan latar belakang invasi Jepang ke
Cina timur laut pada tahun 1931, menimbulkan kekhawatiran di antara orang Brasil, yang
dirangsang oleh nasionalisme mereka sendiri, dan berkembang menjadi kampanye anti-Jepang
pada tahun 1933-34. Para pendukung kampanye ini berpendapat bahwa Jepang bukanlah
komponen rasial yang ideal untuk Brasil karena budaya mereka terlalu berbeda dan orang
orang Jepang cenderung terlalu kuat sistem kekeluargaannya, mandiri dan tidak mau
berasimilasi dengan masyarakat Brasil. "Orang Jepang tidak larut seperti belerang," klaim
Oliveira Vianna, ilmuwan sosial terkemuka Brasil, pada tahun 1932. "Tidak larut seperti
belerang" menjadi frasa yang sering digunakan oleh pendukung anti-Jepang. Mereka juga
curiga bahwa Jepang militeristik. Yang paling radikal di antara pendukung anti-Jepang, anggota
Kongres Xavier de Oliveira, menyebut imigrasi Jepang ke Amerika Latin sebagai "imigrasi
untuk penaklukan," dan berpendapat bahwa setiap imigran adalah seorang prajurit yang
menyamar. "Brasil adalah Manchuria di Amerika Selatan," katanya. Dalam suasana seperti itu,
maka Undang Undang untuk membatasi imigrasi disahkan pada tahun 1934, dengan Jepang
sebagai target khususnya.
Presiden Getulio Vargas selama 1937 sampai tahun 1945 bertindak secra kontradiktif,
di satu sisi dia mendorong pembatasan imigran Jepang, di sisi yang lain mengambil langkah
untuk membawa Jepang ke Brasil. Sementara itu pada awal kedatangan imigran Jepang pada
awal abad 20 kelompok yang menentang imigrasi Jepang menguatkan argument mereka dengan
72
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
teori rasial. Para elit Brasil beragumen bahwa lambatnya kemajuan Brasil karena Negara
tersebut dihuni oleh ras yang lebih rendah yakni kulit hitam dan India, dan Negara tersebut
hanya akan berkembang karena populasinya berubah, yakni menjadi lebih putih, ketika siklus
imigrasi orang kulit hitam berakhir ke Brasil. Sehingga mereka focus kepada imigran Jepang
yang mulai berdatangan. Sementara itu para petani di Sao Paolo bersikap pragmatis, karena
mereka hanya butuh pekerja dan tidak perduli dengan ras. Asallkan mereka dapat bekerja
dengan baik
Menjelang Perang Dunia II, guna menciptakan nasionalisme Brasil yang berdasarkan
asimaialasi, maka dalam bidang pendidikan mulai diterapkan penggunaan bahasa Portugis
sebagai bahasa pengantar. Kepala sekolah juga harus orang Brasil. Pelarangan media cetak
dalam bahasa asing untuk komunitas tertentupun diterapkan oleh pemerintah Brasil.
Pembatasan pembatasan pembatasan yang dilakukan pemerintah Brasil pada tahun 1939 ,
dianggap sebagai permusuhan oleh komunitas Jepang di Brasil, hal ini berakibat banyaknya
orang Jepang yang ingin kembali ke Jepang. Sementara itu Tindakan tindakan kekerasan
terhadap warga Jepang juga terus berlanjut hingga Perang dunia kedua. Kekerasan yang
diterima berupa kekerasan fisik dan verbal.
1.2 Kajian Pustaka
1.2.1 Migrasi Orang-orang Jepang
Migrasi orang-orang Jepang adalah perpindahan orang-orang Jepang dari Jepangke
tempat lainatau di luar Jepang. Migrasi ini dikenal dengan migrasi internasional, yaitu :
perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam penelitian ini migrasi yang
dilakukan oleh orang Jepang yaitu dari Jepang menuju Brasil
1.2.2. Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari suatu masyarakat atau bangsa yang
memiliki kesamaan budaya, wilayah, serta kesamaan cita cita dan tujuan, sehingga
masyarakat suatu bangsa merasakan dan memiliki rasa kecintaan terhadap bangsanya. Hampir
sama nasionalisme mencakup konteks yang lebih luas, yakni persamaan kanggotaan dan
kewarganegaraan dari suatu kelompok etnis dan budaya dalam suatu bangsa ( Hara dalam
Anggraini 2004)
73
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
1.2.3.Asimilasi
Asimilasi didefinisikan sebagai pergantian yang melibatkan setidaknya dua segmen,
saah satu segmen adalah pergantian dengan segmen yang lainnya (Jurgec, 2011). Sementara
itu asimilasi dapat dimaknai sebagai perubahan etnis, yang dapat terjadi melalui perubahan
yang terjadi dalam kelompok di kedua sisi. Asimilasi dapat dilakukan perubahan yang cepat
atau bertahap tergantung kepada keadaan kelompok tersebut. Indikator yang paling umum
terjadinya asimilasi adalah melalui bahasa, kegiatan social ekonomi, tempat hunian, dan
perkawinan campuran ( Fotland ,2016)
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar Belakang Permasalahan, maka rumusan masalah yang dapat
disampaikan adalah :
• Kebijakan Estado Novo oleh Getulio Vargas
• Pemberlakuan kebijakan estado novo dalam rangka asimilasi imigran Jepang di Brasil
• Dampak kebijakan Estado Novo terhadap imigran Jepang di Brasil
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
• Kebijakan Estado Novo oleh Getulio Vargas
• Pemberlakuan kebijakan estado novo dalam rangka asimilasi imigran Jepang di Brasil
• Dampak kebijakan Estado Novo terhadap imigran Jepang di Brasil
1.5. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian kualitatif adalah menggambarkan
situasi social yang terdiri dari tempat dan pelaku ( Sugiyono, 2006). Sampal dalam
penelitian ini adalah narasumber, yang dilakukan secara puposiv. Instrumen penelitian
ini adalah penulis, kemudian teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumen.
Setelah data terkumpul dilakukan analisis, analisis yang digunakan adalah analisis
historis. Tahap yang terakhir adalah validitas penelitian dilakukan dengan uji
kredibilitas
2. Hasil dan Pembahasan
2.1. Getulio Vargas dan Estado Novo
74
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Getulio Vargas adalah anak seorang peternak dari Brasil Selatan yang kemudian
menjelma menjadi orang yang paling berpengaruh di Brasil. Ia lahir pada tahun 1882 dan
meninggal dunia pada tahun 1954. Dalam 15 tahun kekuasaannya Getulio Vargas ia banyak
mempengaruhi terhadap perkembangan ekonomi, nasionalisme, dan budaya Brasil, dan Vargas
mampu mengubah cara pandang orang Brasil dalam memahami negara mereka ( Green, 2015)..
Pada tahun 1930 Vargas berkuasa dengan dukungan militer. Para pendukungnya adalah
kaum muda dari aliansi liberal, walaupun pernah kalah di era tahun 1920 an, tapi mereka masih
memiliki gengsi dalam militer. Kudeta ini bukan sebuah revolusi, Vargas diangkat sebagai
presiden sementara. Karena tidak ada badan legislatyif, maka Vargas dapat memerintah hanya
dengan dekrit. Vargas tidak memiliki ideiologi yang jelas, dia cenderung oportunis, namun
terdapat perubahan dalam pemerintahannya yakni kaum oligarkhi tradisional digantikan oleh
orang rang dari kalangan militer, teknokrat, politisi dan kaum industrialis.
Sistem pemerinthan baru yang digagas oleh Getulio Vargas berupa Estado Novo
yang berarti negara baru adalah rezim diktator yang kemudian dilembagakan pada tanggal 10
November 1937, walaupun Vargas telah memerintah Brasil sejak 3 November 1930. Periode
pertama pemerintahan sementara yang berlangsung tahun 1930 sampai tahun 193y ang
berlangsung hingga rekonstitusi negara. Dengan dekrit konstitusi 1934 pemerintah berkonsitusi
dimulai. Pemilihan presiden dijadwalkan akan dilakukan pada tahun 1938, dan kampanye akan
dilakukan pada tahun 1937. Dalam pemilihan ini yang menjadi kandidat adalah integralis Plinio
Salgado, gubernur Sao Paulo Armando Vieira Sales, dan kandidat lain yakni Americo
Almeida. Getulio Vargas tidak mencalonkan diri, karena bermaksud melanjutkan pemerintahan
melalui kudeta. Dengan demikian ia tidak mendukung Americo de Almeida yang digadang
gadang sebagai penggantinya yang menyebabkan kampanye nya kosong. Sementara itu di
beberapa wilayah ada kekhawatiran munculnya bentrokan, sehingga proses terlaksananya
pemilu menjadi semakin sulit dan memanjangkan pemerintahan yang saat itu sedang berkuasa.
Sejak awal pemerintahan konsititusi memperkuat dan memusatkan tentara nasional yang sangat
diperlukan dalam melaksanakan kudeta di masa yang akan datang dalam pembentukan estado
novo.
2.2. Asimilasi Imigran Jepang antara nasionalisme dan estado Novo
Intensnya Jepang mengirimkan penduduknya ke Brasil, merupakan gambaran
hubungan bilateral yang dilandasi oleh hubungan simbiosis mutalisme. Sementara itu di
75
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
kalangan intelektual Brasi timbul kecurigaan, bahwa imigrasi Jepang memiliki tujuan politik,
hal ini didasarkan pada tujuan kapitalis. Perkembangan kapitalisme Jepang yang lambat
dibandingkan dengan negara barat dengan cara membuka pemukiman di luar negeri dan untuk
alasan itu mengasumsikan karakteristik imperialis untuk meningkatkan perekonomian melalui
ekspansi teritorial.
Hal ini tentu saja berkaitan dengan pembebasan tanah oleh perusahaan Jepang di
Brasil, hal ini menandai dimulainya imigrasi Jepang gaya baru ke Brasil, tetapi diplomasi yang
berkembang masih belum berubah. Keduataan Brasil di Jepang membuktikan bahwa sentimen
anti Jepang berkembang tetap didasrkan kepada masalah asimilasi dan inferioritas ras Jepang,
dan ancaman politik yang dibawa oleh para imigran. Sementara itu muncul dokumen resmi
yang mengungkapan ketidak adilan para elit Brasil sehubungan dengan hak penguasaan tanah.
Pada fase awal imigrasi Jepang ke Brasil. Pemerintah Brasilmenggunakan konsep pemukiman
pertanian untuk para imigran Jepang. Bahkan pemukiman yang luas untuk para imigran Jepang
di Amazon pada tahun 1929.
Sementara itu konsep “infiltrasi Jepang” tetap berada dalam agenda. Para diplomat
juga prihatin, bahwa tidak hanya infiltrasi, tetapi imigrasi Jepang Jepang sebagai alat ekspansi
imperialis yang dimotivasi oleh kelebihan penduduk dan kelangkaan sumber daya alam. Pada
dekade 1930 an terjadi peningkatan imigrasi Jepang yang signifikan, dan hal ini mempertinggi
perhatoan pihak berwenang terhadap kampanye militer Jepang di Asia, yakni insiden
Manchuria dan pendirrian negara boneka Manchukuo pada 18 Februari 1932. Fakta fakta ini
berdampak kepada amandemen anti Jepang yang dipresentasikan pada Majelis Konstitusi
Nasional pada tahun 1933.
Sementara itu suhu politik meningkat pasca Revolusi Getulio Vargas pada tahun
1930, aspek nasionalis dan xenophobia dari pemerintahannya, dan amandemen yang diajukan
oleh pihak yang anti Jepang di Majelis Konstitusi Nasional Itranaraty mengubah sikap yang tah
diadopsi hingga saat itu. Mengingat kemungkinan konkrit konflik diplomatik antara Brasil dan
Jepang, negosiasi antara kementrian luar negeri kedua negara dankekuatan politik dimulai.
Dengan tujuan untuk menghindari persetujuan atas amandemen yang diskriminatif, namun
krisis pada saat itu tidak mewakili perubahan dalam perjalanan diplomasi Brasil.
76
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Hal ini meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap Jepang. Dalam kondisi ini
seperti ini diskusi tentang pengucilan Jepang telah terjadi. Pada tahun 1930 an Imigran Jepang
di Brasil mendapati diri mereka menjadi korban ideologi politik dan rasial yang lebih kuat.
Pada tahun 1935 dan 1936 sekolah sekolah berbahasa Jepang ditutup. Di lain pihak pemerintah
Jepang tidak berhasil melakukan intervensi atas nama masyarakat. Pada tahun 1934, pemerintah
Brasil juga membentuk program asimilasi wajib untuk menggerakkan nasionalisme; pendidikan
distandarisasi di seluruh negeri, dan pengajaran dalam bahasa asing dilarang keras pada tahun
1937. ( Shoji, nd)Berita tentang pembatasan terhadap kehidupan imigran Jepang di Brasil
sampai ke Jepang, disikapi pemerintah dengan penarikannya dari komunitas internasional dan
meningkatkan upaya kolonialisasi Manchuria..
Sementara itu kebijakan pemerintah Brasil yang didasarkan pada nasionalisme terus
berkembang, dan pada 4 Mei 1938 sebuah dekrit Undang Undang N. 46 tentang ketentuan
masuknya orang asing ke Brasil) dikeluarkan, isinya mengenai pelarangan pengajaran bahasa
asing kepada anak anak di bawah 14 tahun di sekolah sekolah di pedesaan dan mengharuskan
guru adalah seorang penduduk Brasil asli. Undang undang tersebut berlaku mulai 21 Desember
1938. Sebagai akibatnya semua sekolah Jepang di pedesaan yang berada di luar wilayah federal
dan pedesaan di wilayah negara bagian Sao Paulo terpaksa harus ditutup. Setelah penutupan
sekolah Jepang, maka pengajaran bahasa Jepang dilakukan di rumah melalui homeschooling
atau oleh guru di wilayah tersebut. Namun karena homeschooling dihadiri oleh 4 atau 5 anak
perkelasnya, maka tetangga mereka yang orang Brasil akan melapor kepada pihak yang
berwenang, dan sekolah ini dianggap sebagai sekolah Jepang ilegal. Sementara itu ada juga
imigran Jepang yang mengirimkan anak anak mereka kembali ke Jepang untuk mendapatkan
pendidikan.
Perang Dunia II dan tahun-tahun berikutnya terbukti menjadi tantangan berat bagi
masyarakat. Orang Jepang — termasuk orang Jepang Brasil — memiliki pengabdian
nasionalistis kepada Jepang dan simbol utamanya pada masa ini, Kaisar. Pada saat yang sama,
Brasil sendiri memiliki rezim otoriter nasionalistik di bawah kediktatoran Getúlio Vargas sejak
1930-an dan seterusnya. Terperangkap di antara dua nasionalisme ini, komunitas Nikkei
(keturunan Jepang) mengalami pembatasan selama Perang Dunia II. Pada tahun 1934,
pemerintah Brasil membentuk program asimilasi wajib untuk menggerakkan nasionalisme;
pendidikan distandarisasi di seluruh negeri, dan pengajaran dalam bahasa asing dilarang keras
77
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
pada tahun 1937. Jepang tidak diizinkan menjalankan sekolah mereka, dan anak-anak mereka
tidak diizinkan untuk belajar bahasa mereka. Pada tahun 1940, publikasi dan surat kabar
berbahasa asing dilarang, dan dua tahun kemudian Brasil memutuskan hubungan diplomatik
dengan Jepang.
Keadaan ini memicu timbulnya berbagai kekersaan yang dilakukan oleh masyarakat
mapun pemerintah Brasil. Bentruk kekerasan yang dilakukan adalah berupa pelecehan ideologi,
dimana masyarakat Jepang diharuskan untuk menginjak gambar kaisar Jepang sebagai bentuk
test loyalitas. Kekerasan fisik yang dihadapi oleh masyarakat Jepang di Brasil terjadi mulai dari
pengusiran dari wilayah tempat tinggal ,penangkapan tanpa tuduhan yang jelas, penyiksaan
hingga pembunuhan.
Kesimpulan
Estado Novo adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan diktator
yang dipimpin oleh Getulio Vargas pada tahun 1937 di Brasil. Kebijakan ini sebenarnya telah
dimulai sejak Getulio Vargas melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang syah pimpinan
Washington Luis pada tahun 1930 . Inti dari kebijakan ini ingin menjadikan semua masyarakat
baik warga asli maupun pendatang memiliki hanya satu nasionalisme yakni nasionalisme
sebagai orang Brasil. Kebijakan ini diikuti dengan pelarangan pelarang berbagai hal yang
menjurus kepada identitas asli warga pendatang, seperti bahasa, dan budaya. Kebijakan ini juga
berdampak kepada warga Jepang yang berada di Brasil.
Pemberlakuan kebijakan estado novo bagi warga Jepang di Brasil berdampak kepada
pelarangan penggunaan bahasa Jepang baik untuk komunikasi secara langsung maupun dalam
bentuk media, baik media cetak mapun elektronik. Pelarangan ini tentu saja sangat
menyulitkan warga Jepang yang memiliki nasionalisme tinggi dan terbiasa tinggal di koloni
yang khusus diperuntukan untuk orang Jepang di Brasil. Warga Jepang tetap menjunjung tinggi
ideology dan budaya yang mereka bawa dari Jepang. Hal ini menimbulkan masalah dengan
proses asimilasi yang diinginkan oleh estado novo. Akibatnya muncul sentiment anti Jepang di
kalangan masyarakat Brasil. Sentimen anti Jepang semakin jelas ketika Jepang beraliansi
dengan Jerman dan Italia dalam Perang Dunia II untuk berperang dengan Amerika, sedangkan
Brasil berada di blok Amerika. Akibatnya waraga Jepang yang berada di Brasil mendapatka
kekerasan. Bentuk kekerasannya mulai dari pelecehan ideology, pengusiran, penyitaan asset,
78
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
penangkapan, pemenjaraan, hingga pembunuhan. Dan hingga kini asset warga Negara Jepang
yang disita tetap berada di bank sentral Brasil, dan belum ada upaya pengembalian. Pemerintah
Brasil juga hanya mengucapkan permohonan maaf secara resmi, tetapi tidak dibarengi dengan
pemberian konpensasi akibat perlakuan mereka terhadap warga Jepang di Brasil pada saat
Perang Dunia II.
DAFTAR PUSTAKA
Publikasi Cetak
Amemiya, Kozy K (1998) Being “Japanese”in Brazil and Okinawa, JPRI Occasional
Paper no 13
Hugh, Davis, (1996) The Biology of Live on the Move, Oxfor : Oxford University Press, Inc
1996
Malini, N, Amanda, 2016, Unbreakable : Development and Military Rule in Brazil, Georgetown
: Georgetown University
Michida, Tainah,2016 , Japanese Souls and Hearts: an Exploration of Ethnic Identities and
Mental Wellbeing of Japanese Brazilian Return Return Migrants, Massachusset :
Northearn University Boston
Sugiyono, (2006)Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif, dan R &D Alfabeta
Jakarta :SerambiI lmu
Tsuda, Takeyuki (2000) The Benefits of Being Minority: The Ethnic Status ofthe Japanese-
Brazilians in Brazil ( working paper ), San Diego : University of California,
Uehara, Alexandre, Ratsuo ( nd) Nikkei Presene-e in Brazil: Integration and
Assimilation,(working paper ) terj. Saulo A Lencastre
Sasaki, Koji, (2008) Between Emigration and Immigration:
Japanese Emigrants to Brazil and Their Descendants in Japan, Senri Ethnological
Reports 77:53-56
79
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Shoji, Rafael, (2008) The Failed Prophecy of Shinto Nationalismand the Rise of Japanese
Brazilian Catholicism, Journal of Religious Studies 35/1: 13–38
WATTS, JONATHAN,2013 BRAZIL'S JAPANESE COMMUNITY GETS APOLOGY FOR
ABUSE RIO DE JENEIRO : BST
Publikasi elektronik
Alisson, Elton ( 2012), Japanese migration to Brazil was part of a peaceful expansionist policy
diakses dari http://agencia.fapesp.br/japanese-migration-to-brazil-was-part-of-a-
peaceful-expansionist-policy-/15922/ diakses pada 10 januari 2019
Green, James, N, 2015,Brazil Under Vargas: Reshaping the Nation
https://library.brown.edu/create/brazilundervargas/wp-
content/uploads/sites/39/2014/10/Syllabus-Brazil-Under-Vargas-1-7-15.pdf
Hirano Sedi, nd,Advancing Research on Japanese-Brazilian Immigrants
http://www.fapesp.br/japanbrazilsymposium/media/upload/aaa/4-1-2_Hirano.pdf
IB HL History (nd )Getúlio Vargas and the Estado Novo(The following handout is shamelessly
stolen from a number of
sourceshttp://www.coralgablescavaliers.org/ourpages/users/099346/IB%20History/Ame
ricas/Brazil/Populism-%20Getulio%20Vargas%20_2_.pdf
1. JAPANESE COMMUNITY SITUATIONS BEFORE AND AFTER THE OUTBREAK OF
THE WAR BETWEEN JAPAN AND THE U.S.(ND
)HTTPS://WWW.NDL.GO.JP/BRASIL/E/S5/S5_2.HTML
Jurgec,Peter ( July, 25,2011) What is assimilation diakses dari
http://egg.auf.net/11/abstracts/handouts/jurgec_w2d1.pdf pada 20 Pebruari 2019
Nakamura, Akemi (2008), Japan, Brazil mark a century of settlement, family ties, diakses dari
https://www.japantimes.co.jp/news/2008/01/15/reference/japan-brazil-mark-a-century-
of-settlement-family-ties/#.XGAwlaIxXIU
80
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Nishida, Mieko, September 2017,Japanese Immigration to
Brazil http://latinamericanhistory.oxfordre.com/view/10.1093/acrefore/9780199366439.001.00
01/acrefore-9780199366439-e-423
Ribeiro, Patricia, 07/02/17, Kasato Maru and the First Japanese Immigration in Brazil
https://www.tripsavvy.com/japanese-immigration-in-brazil-1467074
Sakurai, Celia,nd. Japanese culture in Brazil
http://www.fapesp.br/japanbrazilsymposium/media/upload/aaa/5-1-4_Sakurai.pdf
Shoji, Rafael, and Matsue, Yoshie, Regina, nd , The Japanese Brazilian Community
https://revista.drclas.harvard.edu/book/japanese-brazilian-community
Yamato, Ichihashi,nd, International Migration of The Japanese
http://www.nber.org/chapters/c5121.pdf
81
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
GAMBARAN KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG
TAHUN 1928 – 1946 DALAM NOVEL NIJUUSHI NO HITOMI
KARYA SANAE TSUBOI
Metty Suwandany, Tia Martia, Dila Rismyanti
[email protected], [email protected], dila.rismayanti1808@gmail,com
Abstrak
Novel Nijuushi no Hitomi ini menceritakan tentang perjuangan seorang guru muda bernama ibu
guru Oishi yang mengajar di daerah terpencil di suatu desa nelayan di Jepang tahun 1928.
Dalam novel ini menceritakan bagaimana hubungan bu guru Oishi dengan keduabelas orang
muridnya dan masyarakat di desa tersebut, juga kondisi kehidupan mereka yang sangat miskin
terlebih di saat negara Jepang sedang mengadakan banyak peperangan dengan negara lainnya,
kehidupan rakyat yang semakin susah dalam hal sosial dan perekonomian. Seiring berlalunya
waktu, para murid lelaki usia SMP diwajibkan untuk ikut wajib militer yang merupakan
kebijakan pemerintah Jepang guna mengatasi kekurangan tentara di medan perang . Beberapa
murid bu guru Oishi pun ada yang meninggal di medan perang. Penelitian ini berisikan analisis
penulis tentang gambaran keadaan masyarakat Jepang dalam novel Nijuushi no hitomi
yang sesuai dengan kondisi masyarakat Jepang di rentang tahun 1928 - masa Perang Dunia
II berakhir. Penulis menggunakan pendekatan strukturalisme genetik dari Lucien Goldmann
karena menarik untuk membahas secara keseluruhan analisis intrinsik dan ekstrinsiknya dalam
suatu kesatuan pendekatan.
Kata kunci : bu guru Oishi, keadaan masyarakat Jepang, strukturalisme genetik
1. Pendahuluan
Dampak adanya Restorasi Meiji telah menjadikan Jepang sebagai negara yang
kuat dan modern,serta memiliki kedudukan yang sejajar dengan negara-negara besar di
Barat. Jepang telah mencapai perkembangan dalam segala bidang, seperti perkembangan
industri, perdagangan, pendidikan dan angkatan perang. Setelah Jepang menjadi negara
yang kuat, Jepang mulai melibatkan diri dalam dunia internasional dan membuat konflik
dengan negara-negara lainnya, serta mulai mempraktekkan politik imperialism untuk
menguasai negara-negara lainnya. Perang mengakibatkan kesengsaran bagi rakyat suatu
negara. Hal itu juga yang dirasakan oleh rakyat Jepang sebagai akibat dari perang-perang
yang berkepanjangan.
Karya sastra digunakan pengarang untuk mengajak pembaca ikut melihat,
merasakan, menghayati makna pengalaman hidup yang pernah dirasakannya, misalnya
82
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
kenyataan pahit yang harus mereka alami setelah perang dunia. Hal ini menunjukkan
bahwa karya sastra bisa menjadi gambaran masyarakat di sekitar pengarang, sekaligus
tanda yang menunjukkan situasi dan kondisi lingkungan pengarang. Melalui karya sastra
pengarang berusaha mengungkapkan kondisi masyarakat yang terjadi pada saat karya
sastra tersebut dituliskan. Selain itu karya sastra juga menggambarkan persoalan-persoalan
sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi dalam masyarakat. Karya sastra diciptakan oleh
pengarang untuk menggambarkan pandangannya tentang kehidupan di sekitarnya, sehingga
dapat dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi
karya sastra, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya (Wellek &
Warren, 1990: 25).
Strukturalisme genetik adalah sebuah kritik sastra yang dikembangkan oleh Lucien
Golmann. Ia menggunakan istilah ini untuk lebih memperhatikan hubungan antara suatu
karya sastra dengan kondisi historis yang melahirkannya. Golmann membangun
seperangkat kategori yang saling berhubungan untuk mendukung teorinya sehingga
membentuk suatu teori yang disebut strukturalisme genetik. Karya sastra adalah sebuah
struktur menurut Lucien goldmann. Struktur merupakan sebuah proses sejarah yang
bersifat dinamis. Dalam teori strukturalisme genetik, Lucien Goldmann memiliki beberapa
pandangan khas diantaranya adalah hanya karya sastra besar yang berbau sosiologis dan
filsafat saja yang pantas diteliti (Damono, 1979), Novel Nijuushi no Hitomi merupakan
sebuah karya sastra besar pada jamannya. Novel ini terbit di Jepang pada tahun 1952, dan
menjadi novel best-seller. Cerita ini kemudian dibuat menjadi film dengan judul yang
sama oleh sutradara yang bernama Keisuke Kinoshita pada tahun 1954.
Strukturalisme genetik ialah suatu pendekatan bahwa karya sastra itu merupakan
sebuah struktur yang terdiri dari perangkat kategori yang saling berkaitan satu sama
lainnya, yang terdiri dari :
1. Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal
maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuaan. Ada dua macam fakta
kemanusian, yaitu :
a. fakta individual yang merupakan hasil dari perilaku libidal seperti mimpi, tingkah
laku orang sakit jiwa dan sebagainya.
b. Fakta sosial yang memiliki peranan dalam sejarah (terdapat dua proses, yaitu proses
akomodasi, dan proses asimilasi).
83
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
2. Subjek kolektif, dapat berupa satu kelompok kekerabatan, kelompok sekerja,
kelompok teritorial. Kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok
yang telah menciptakan pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan
dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia (Faruk, 1999:12)
3. Pandangan dunia
Pandangan dunia inilah yang mampu menghubungkan kehidupan masyarakat dengan
karya sastranya. Latar belakang sosial, sejarah dan zaman juga mendukung terciptanya
suatu karya sastra baik dari segi isi maupun strukturnya. Karena kenyataannya, bagi
strukturalisme genetik itu sendiri pandangan dunia dianggap sebagai hasil dari
hubungan antara kelompok sosial yang memilikinya dengan situasi sosial dan ekonomi
pada saat tertentu (Faruk, 1999:13).
Novel Nijuushi no Hitomi ini berlatarkan tahun 1928 – hingga tahun 1946 pasca
berakhirnya PD II. Tokoh utama dari cerita ini adalah seorang guru wanita yang masih
muda, bernama Hisako Oishi yang dipanggil dengan sebutan bu guru Oishi. Latar tempat
dalam novel ini di sebuah desa miskin bernama desa Tanjung di tepi Laut Seto. Bu Guru
Oishi yang memiliki perawakan mungil, menjadi bahan pergunjingan warga desa karena ia
datang ke sekolah dengan menggunakan sepeda dan mengenakan pakaian model barat.
Pada saat itu (tahun 1928) sepeda merupakan barang mewah dan pakaian ala barat
dianggap terlalu modern. Masyarakat desa tidak menyukai bu guru Oishi karena dianggap
berpenampilan terlalu modern. Bu guru Oishi berusaha untuk bisa dekat dengan
masyarakat, salah satunya dengan membantu mereka membersihkan desa ketika desa itu
terkena badai. Bu guru Oishi juga sangat perhatian kepada para muridnya, sehingga mereka
pun menyayangi bu guru Oishi. Setelah mereka lulus sekolah pun mereka masih sering
mengunjungi bu guru Oishi. Seiring waktu terjadi Perang Dunia Kedua, anak-anak
laki-laki yang telah cukup umur diharuskan menjadi relawan perang. Mereka harus
mengikuti wajib militer dan bertempur di medan perang. Pemerintah Jepang menjadikan
mereka sebagai tentara guna menyiasati kekurangan tentara akibat perang yang terus
berlangsung. Tidak sedikit dari mereka gugur di medan perang, diantara mereka terdapat
beberapa murid ibu guru Oishi. Ketika perang terjadi perekonomian mereka memburuk dan
setelah usai perang pun perekonomian masyarakat menjadi semakin melemah.
Perang mempengaruhi lingkungan sosial pada novel ini. Pada saat itu (tahun 1939)
terjadilah Perang Dunia Kedua yang dipicu oleh penyerangan pangkalan militer Amerika
84
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
serikat di Pearl Harbor oleh pasukan kekaisaran Jepang. Penyerangan itu menjadikan
Amerika Serikat dan sekutu mengadakan serangan balik ke Jepang. Mereka bertempur di
Mildway dan Pasukan tentara Sekutu berhasil mengalahkan Jepang. Perang Mildway
disebut sebagai perang Asia Pasifik paling bersejarah. Selain itu, (1939-1945) Perang
antara Jepang dan Cina yang disebut sebagai perang terbuka karena terjadi tanpa
persetujuan dari Kaisar Jepang. Dampak dari peperangan tersebut menjadikan keadaan
Jepang dan kehidupan masyarakatnya menjadi semakin sulit, semua orang harus berhemat,
bahkan terjadi kelaparan di mana-mana.
Penulis tertarik untuk mengkaji novel ini karena isi cerita ini banyak menceritakan
tentang kondisi sosial dan kehidupan masyarakat Jepang akibat peperangan yang
merupakan gambaran sesungguhnya dari keadaan masyarakat Jepang di masa itu.
2. Tinjauan Pustaka
1. Efrika, Yuni Utami. (2016). Kondisi sosial Perempuan Jepang Dalam Novel Nujuushi
no Hitami Karya Tsuboi Sakae, Tinjauan Sosiologi Sastra. Diploma thesis, Universitas
Andalas Padang.
2. Mukminin, Annisa Julia. (2017). Konflik Batin Tokoh Utama pada Novel Nijuushi no
Hitomi Karya Sakae Tsuboi, Kajian Psikoanalisis. Skripsi, Universitas Diponegoro
Semarang.
Berdasarkan kedua tinjauan pustaka tersebut, penulis menyatakan bahwa analisis
yang penulis lakukan berbeda dengan ketiga penelitian tersebut, karena penulis
menggunakan pendekatan strukturalisme genetik untuk membahas secara global tentang
analisis intrinsik dan ekstrinsik novel Nijuushi no Hitomi agar dapat memberikan
gambaran yang jelas tentang kehidupan masyarakat Jepang seperti yang ditulis oleh
pengarang dan kehidupan masyarakat yang sesungguhnya pada masa itu, dimana rak
yat Jepang banyak mengalami kesulitan dalam bidang sosial, ekonomi dan politiknya.
3.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimanakah sosok bu guru Oishi yang berpenampilan dan bergaya hidup modern
harus mengajar di SD yang terletak di desa nelayan yang terpencil ?
2.Bagaimana keadaaan sosial, ekonomi dan politik Jepang di tahun 1928 – 1945 ?
85
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
3.Bagaimana kondisi sosial, dan ekonomi masyarakat Jepang dalam novel Nijuushi no
Hitomi?
4.Target Luaran
Luaran yang kami harapkan dalam penelitian ini yaitu berupa artikel dan jurnal
ilmiah yang dapat dipublikasikan baik dalam bentuk cetakan maupun elektronik, sehingga
pembaca khususnya mahasiswa dapat mengakses dengan mudah dan dengan biaya yang
murah. Tujuannya agar pembaca khususanya mahasiswa mengetahui keadaan negara
Jepang pasca perang dunia kedua dalam bidang ekonomi, politik, sosialnya.
1. Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan langkah-langkah sebagai
berikut : pengumpulan data, pengolahan data atau analisis data, penyusunan laporan.
Sedangkan pendekatan yang penulis gunakan adalah dengan pendekatan strukturalisme
genetik dari Lucien Goldmann.
2.Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang sulitnya kehidupan
masyarakat Jepang dalam hal perekonomian, maupun kehidupan sosialnya di saat
pemerintah Jepang sedang banyak melakukan peperangan dengan negara-negara
seperti Cina, Korea, Indonesia, juga dengan negara-negara adidaya seperti Amerika dan
Eropa.
3.Road Map
1. Hasil Penelitian
Secara ringkas penelitian dengan pendekatan strukturalisme genetik ini dapat
diformulasikan dengan ringkas melalui 3 (tiga) langkah sebagai berikut :
86
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
1.Mengkaji unsur intrinsik, baik secara parsial ataupun jalinan keseluruhan
a. Tokoh
• Tokoh utama dalam novel ini adalah bu guru Hisako Oishi. Ia adalah seorang guru
muda yang baru mengajar di SD yang terletak di desa nelayan. Bu guru Oishi mewakili
tokoh yang berpenampilan modern. Ia pergi mengajar ke desa terpencil itu dengan
memakai pakaian ala barat dan dengan mengendarai sepeda. Pada saat itu (tahun 1928)
sepeda merupakan barang mewah dan pakaian ala barat dianggap terlalu modern. Pada
awalnya mereka menolak keberadaan bu guru Oishi. Namun bu guru Oishi berusaha
mendekatkan dirinya pada masyarakat sekitar dengan cara membantu masyarakat desa
saat desa tersebut selesai ditimpa badai. Bu guru Oishi menjadi guru yang sangat
disayangi oleh para muridnya, karena sifatnya yang sabar, penyayang dan sangat
perhatian terhadap para muridnya itu.
• Tokoh bawahan dalam novel ini adalah 12 orang siswa, yaitu Isokichi, Takeichi, Kichiji,
Tadashi, Nita, Matsue, Misako, Masuno, Fujiko, Sanae, Kotoe, Kotsuru, pak guru yang
sudah berumur, ibunya bu guru Oishi.
b.Latar
Latar tempat : -Desa Tanjung, sebuah desa nelayan yang terletak di ujung sebuah tanjung
yang panjang. Desa ini sangat terpencil letakknya, dihuni oleh sekitar 100
kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat di sana bermata pencaharian
sebagai petani dan nelayan.
-Sekolah cabang dan sekolah utama
Latar waktu : -Showa tahun ke 3 (1928) pertama kali bu guru Oishi datang ke desa
Misaki untuk mengajar.
- Pada tahun 1939 terjadilah PD II yang dipicu oleh penyerangan pangkalan
militer Amerika serikat di Pearl Harbor oleh pasukan kekaisaran Jepang.
- Tahun 1939-1945 terjadi perang antara Jepang dan Cina yang disebut
sebagai perang terbuka
- Perang pasifik pada tahun 1941, lebih banyak prajurit yang
dikirim ke medan perang, termasuk para murid lelaki bu guru Oishi.
-15 Agustus 1945, saat bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki
- Saat itu tanggal 4 April 1946, perang sudah berakhir
87
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Alur : Alur yang digunakan adalah alur maju yang menceritakan kehidupan awal bu guru
Oishi mengajar di desa Misaki (tahun 1928) hingga pasca berakhirnya PD II (th.
1946).
2. Mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang
Novel Nijushi no Hitomi adalah karya sastrawan Jepang bernama Sakae
Tsuboi.
Ia lahir di desa Sakate ( sekarang bagian dari kota Shodoshima) pada 5 agustus 1899.
Sakae dibesarkan dalam keluarga besar yang terdiri dari ayah dan ibunya, nenek, serta
12
orang anak. Ayahnya adalah seorang pembuat tong kedelai yang sangat hebat dan giat
bekerja. Pada usia 15 tahun, Sakae sudah menjadi juru tulis selama kurang lebih 10
tahun
di kantor pos dan di kantor desa. Ia bekerja untuk menolong ekonomi keluarganya
Pada usia 26 tahun ia hijrah ke Tokyo dan kemudian menikah dengan Tsuboi
Shigeji, seorang penyair proletar dan penulis yang kemudian dihukum penjara dan
disiksa.
Sejak masa perang ia telah menghasilkan banyak novel. Ia mahir dalam menulis cerita
yang menjadikan anak-anak sebagai tokoh utama, dan dari beberapa karyanya ini telah
memenangkan berbagai penghargaan sastra. Karyanya yg terkenal yaitu Daikon no Ha,
Kaki no Ki no Aru Ie, Sakamichi dan lainnya. Namun dari semua karyanya yang paling
terkenal ialah novel Nijushi no Hitomi (Dua Belas Pasang Mata) yang diterbitkan pada
tahun 1952 dan menjadi bestseller. Novel ini difilmkan oleh sutradara Keisuke
Kinoshita
sebanyak dua kali pada tahun 1954 dan 1987, dan mendapat sambutan meriah dari
kalangan berbagai usia.
3.Mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang mengkondisikan saat karya sastra tersebut
diciptakan oleh pengarang.
88
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Berdasarkan temuan yang didapatkan dari kegiatan membaca novel Nijuushi no Hitomi sbb :
➢ POLITIK
1. Ada beberapa kejadian penting pada masa itu – sistem pemilihan baru saja diperbaharui,
dan pemilu pertama di bawah Undang-Undang Pemilihan Umum yang baru, telah
berlangsung pada bulan Februari. SakaeTsuboi,1952:13)
2. Empat tahun yang lalu, pada tanggal lima belas Maret 1918, tidak lama sebelum anak-
anak ini memasuki sekolah cabang di desa tanjung, dan sekali lagi pada tanggal 16
April tahun berikutnya, tak lama setelah mereka naik ke kelas dua, banyak orang Jepang
yang menuntut kemerdekaan bagi rakyat serta merencanakan reformasi-reformasi
dipenjara oleh pemerintah yang menekan gagasan-gagasan progresif. Namun anak-anak
desa Tanjung ini tidak tahu-menahu tentang hal tersebut. Yang terpatri di benak mereka
adalah masa depresi. Walaupun mereka tidak tahu bahwa fenomena ini terjadi di seluruh
dunia, ada satu hal yang mereka pahami dengan jelas: bahwa depresi ini terjadi bukan
akibat kesalahan mereka, dan semua orang harus berhemat. Mereka sudah mendengar
tentang bencana kelaparan di Honshu Utara dan Hokkaido, dan masing-masing anak
memberikan sumbangan satu sen di sekolah. Kemudian insiden Manchuria dan
Shanghai terjadi susul-menyusul, dan beberapa laki-laki dari desa tanjung itu dipanggil
menjadi tentara (SakaeTsuboi, 1952 : 101-102).
3. Entah bagaimana mereka akan membicarakan tentang perang pada keluarga mereka;
tetapi bisa dipastikan nanti pun mereka akan direkrut menjadi tentara, seperti yang lain-
lainnya, entah mereka suka atu tidak. Pada musim semi tahun lalu (1933), Jepang sudah
mengundurkan diri dari Liga Bangsa –Bangsa, dan dengan demikian memutus
hubungan dari pergaulan internasional. Tetapi apa arti penting tindakan tersebut, dan
apa kaitannya dengan guru sekolah tetangga yang dipenjarakan itu, anak-anak sama
sekali tidak tahu. Mereka bahkan tidak mengerti bahwa informasi tentang hal-hal
tersebut telah dirampas. Sebaliknya, atmosfer peperangan yang telah menyebar di
sepenjuru negeri, begitu besar pengaruhnya pada mereka, sehingga anak-anak ini
membayangkan diri mereka menjadi pahlawan-pahlawan pembela negara.
(SakaeTsuboi,1952:159).
89
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
4. Perang dengan Cina telah berkobar; Pakta Anti-Komintern antara Jepang, Jerman, dan
Itali telah terbentuk. Gerakan yang disebut “Mobilisasi Semangat Nasional” telah
berlangsung; orang-orang diajar untuk tidak membicarakan politik waktu sedang tidur
sekalipun, melainkan untuk menghadapi peperangan itu dengan gagah berani dan
meyakini tujuan mulianya, serta membaktikan diri sepenuh jiwa-raga ke dalamnya.
(SakaeTsuboi,1952:173-174)
5. Pak Tua itu memetik salah satu ranting dengan tak acuh. Sambil memandangi anak-anak
muda itu, dia berbisik, “Sungguh disayangkan! Kenapa anak-anak muda dengan
senyuman cerah ceria begitu mesti dijadikan sasaran peluru?” saya tidak boleh
mengatakan ini keras-keras. “Undang-Undang Anti Huru Hara, tahu kan? Saya bisa
dijebloskan ke penjara. (SakaeTsuboi,1952:177)
6. Anak-anak lelaki yang sudah cukup umur untuk masuk tentara menjalani serangkaian
pemeriksaan fisik pada musim semi; berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, mereka
langsung diberi tugas di berbagai cabang ketentaraan, seperti sayur-mayur dan lobak
yang dipamerkan di pekan-pekan raya. Menjelang akhir tahun, anak-anak ini akan
berangkat ke pos-pos baru mereka, dengan diiringi sorak-sorai. Akan tetapi perang
berkobar semakin dahsyat dan keadaan negara semakin genting, sehingga prosedur
lamban seperti ini tidak dimungkinkan lagi. Direkrut menjadi tentara berarti mereka
dikirim ke garis depan. Sorak-sorai untuk mengantar atau menyambut kedatangan para
prajurit terdengar sepanjang tahun, sementara pada waktu-waktu tertentu abu jenazah
para “prajurit yang telah memperoleh kemenangan” dikirim pulang dalam kotak-kotak
persegi warna putih, bersama tiupan angin laut, melewati gerbang lengkung itu. Para
pemuda dalam iring-iringan yang tak terhitung jumlahnya melewati lengkung-lengkung
hijau yang didirikan di seluruh penjuru Jepang, dan iring-iringan ioni seperti tak ada
habisnya. Perang pasifik pecah pada tahun 1941, dan lebih banyak prajurit yang dikirim
ke medan perang, dengan diiringi sorak-sorai. Anak-anak muda yang direkrut pada
tahun itu, seperti Nita, Kichiji, dan Isokichi, meninggalkan desa mereka jauh sebelum
perang diumumkan pada tanggal 8 Desember, atas nama Kaisar.
(SakaeTsuboi,1952:188-189).
7. Saat itu tanggal 4 April 1946-perang sudah berakhir setahun yang lalu; laut, langit, dan
tanah pun terbebas dari segala kengeriannya. (SakaeTsuboi,1952:193).
90
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
8. Pada tanggal 15 Agustus 1945 (semua sudah mendengar akibat-akibat mengerikan bom
atom, lewat kabar yang disampaikan dari mulut ke mulut, tetapi belum mendapatkan
informasi kengerian sesungguhnya). (SakaeTsuboi,1952:198).
9. Ibu sudah dengar. Perang sudah berakhir. Bukankah itu bagus? Ya. mulai sekarang,tidak
ada lagi yang mati di medan perang. Orang-orang yang masih hidup akan pulang.” “Kita
tidak akan bertahan pada semboyan ‘Mati dan tidak menyerah’.”
(SakaeTsuboi,1952:198-199).
➢ SOSIAL BUDAYA
1. Orang-orang yang tidak tahu-menahu tentang semua ini mungkin menganggap dia
terlalu modern karena mengendarai sepeda, dan sok gaya karena dia memakai
pakaian Barat. Apalagi waktu itu tahun 1928. Terlebih pula, desa itu sangat
terpencil, sehingga pemilu yang baru saja berlangsung dianggap sesuatu yang asing.
Karena sepedanya masih baru dan mengilap, dan setelan hitam jahitan tangan itu
tidak kotor, dan karena blus putihnya begitu bersih, mungkin di mata para penduduk
di desa tanjung itu tampak sangat mewah, modern, dan sukar didekati.
(SakaeTsuboi,1952:28)
2. Sejak dulu sekali, sudah ada semacam pemahaman tak tertulis bahwa anak-anak desa
boleh menghabiskan waktu dengan bermain-main sampai mereka berumur delapan
atau sembilan tahun. Tetapi bahkan sambil bermain pun mereka tidak sepenuhnya
bebas berbuat sesuka hati. Selalu ada adik-adik perempuan maupun lelaki di sekitar
mereka, atau bayi-bayi yang digendong di punggung. (SakaeTsuboi,1952:68)
3. “Masa depresi ini telah memengaruhi ayahnya, dan kalau sedang tidak ada pekerjaan
sebagai tukang kayu, ayahnya bekerja serabutan, misalnya mencabuti rumput.
Matsue tahu, ayahnya tidak bakal mampu membelikan kotak makan siang sekalipun.
Tapi, tetap saja, dia sangat menginginkan kotak makan siang seperti itu.
(SakaeTsuboi, 1952 : 105).
4. Dalam menjalani tahun-tahun panjang dan sulit, orang-orang hanya bisa hidup dari
hari ke hari, dan setidaknya mereka jadi belajar untuk tidak menyerah pada
kesulitan-kesulitan sepele, misalnya cuaca buruk (SakaeTsuboi,1952:195).
91
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
➢ EKONOMI
a. Setelah naik ke kelas lima, untuk pertama kali barulah mereka diperbolehkan
pergi ke sekolah desa utama yang jauhnya lima kilometer perjalanan. Sandal
jerami buatan tangan yang mereka kenakan pasti rusak setiap hari, tetapi anak-
anak itu justru bangga. Batapa senangnya mereka memakai sandal baru setiap
pagi. Di kelas lima, mereka mulai membuat sandal sendiri. Senang rasanya
berkumpul di rumah orang setiap hari minggu untuk membuat sandal
(SakaeTsuboi,1952:13-14)
b. Bapak Guru itu putra petani, dan selama sepuluh tahun dia mempersiapkan diri
untuk ikut ujian, supaya mendapatkan ijazah guru. Dia selalu memakai sandal
kayu dan satu-satunya setelan yang dia miliki warnanya sudah pudar di bagian
pundak. Dia tidak punya anak dan hidupnya hemat bersama istrinya yang sudah
tua.(SakaeTsuboi,1952:26)
c. Sepeda itu dibelinya lewat seorang teman baik, anak perempuan penjual sepeda,
dengan cicilan selama 5 bulan. Berhubung tidak memiliki pakaian yang pantas,
dia mencelup kimono ibunya yang terbuat dari bahan kepar dengan warna hitam,
dan menjahitnya sendiri menjadi setelan, walaupun jahitannya tidak begitu
bagus. (SakaeTsuboi,1952:27-28)
d. Desa ini sama saja dengan desa Miss Oishi. Desa yang para penduduknya mesti
bekerja keras tanpa henti. (SakaeTsuboi,1952:32)
e. Anak-anak ini, yang baru hari ini mulai merasakan pendidikan di sekolah, akan
membantu keluarga mereka menjaga adik-adik, menumbuk gandung, atau pergi
menarik jala sesampainya di rumah. (SakaeTsuboi,1952:32)
f. Sementara berbagai peristiwa itu berlangsung silih-berganti, anak-anak ini
makan nasi yang dicampur gandum; mereka tumbuh menjadi ank-anak yang
cerdas dan periang. Mereka tidak tahu apa yang menanti di depan sana. Mereka
sekadar bahagia bertumbuh semakin besar.
g. Di desa, orang-orang bekerja keras dan hidup berhemat-hemat. Beberapa
orangtua akhirnya mengizinkan anak-anak mereka berangkat, asalkan tidak
menginap di losmen dan mesti membawa tiga bekal makan siang. Namun
demikian, hanya sekitar enam puluh persen dari delapan puluh murid dua kelas
dijadikan satu yang bisa ikut. (SakaeTsuboi, 1952 : 135-136).
92
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
h. Dokter dan obat semuanya sudah diangkut ke medan perang. Ketika si nenek
meninggal, bahkan pendeta di desa tetangga itu sedang pergi bertugas. Pendeta
di desa tetangga terlalu sibuk mengurusi korban-korban perang yang meninggal.
(SakaeTsuboi,1952:207).
4.Kondisi politik, ekonomi, sosial di Jepang
Pada bulan Juli 1937, militer Jepang mulai perang terbuka di daratan Tiongkok dan
memulai mengirim pasukan dalam jumlah besar ke medan perang di Tiongkok. Pemerintah
membuat peraturan Wajib kerja Seiring dengan meluasnya medan perang bagi militer
Jepang dan semakin banyak prajurit yang gugur sehingga diperlukan pengiriman prajurit
pengganti. semakin banyak warga sipil dikerahkan ke medan perang. Ini berarti semakin
banyak unit kerja (pabrik, perusahaan, lahan pertanian) kekurangan tenaga kerja. Untuk
menutupi kekurangan tenaga kerja tersebut, pada bulan November 1941, pemerintah
mengeluarkan UU Wajib Kerja Nasional. Laki-laki usia 14 sampai dengan 40 tahun,
perempuan usia 14 tahun sampai dengan 25 tahun (bagi yang belum menikah) diorganisir
dan dikerahkan ke pabrik untuk bekerja, menggantikan buruh yang dikirim ke medan
perang.
file:///D:/PENELITIAN%20GENAP%20201819/Reformasi_Pola_Hidup_di_Jepang%20(su
sy%20Ong).pdf
2.Capaian dalam Road Map
Bahwa hasil penelitian ini sudah sesuai dengan sasaran yang dituju, yaitu
memahami gambaran kehidupan masyarakat Jepang di tahun 1928-1945 yang
terekam jelas dalam novel Nijuushi no Hitomi karya Sanae Tsuboi.
1. Kesimpulan
Penulis novel Sanae Tsuboi telah berhasil menuliskan pengalaman sulit dalam
kehidupannya, di saat itu negara Jepang mengalami banyak peperangan dengan
negara-negara, seperti Tiongkok, Amerika dan sekutu, juga negara asia lainnya.
Jepang berubah ingin menguasai seluruh negara karena keinginannya sejajar kuat
dengan negara Amerika dan Eropa. Akibat peperangan itu, rakyat banyak yang
menderita. Mereka kesulitan dalam hal perekonomian, juga sosialnya. Mereka sulit
93
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
untuk bekerja, membeli kebutuhan hidup.
2. Saran
Penelitian dan pengabdian mmasyarakat merupakan hal yang penting dilakukan oleh
dosen sebagai wujud pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di setiap semester.
Namun kami berharap semoga program penelitian dan pengabdian masyarakat ini
bisa terus dibiayai oleh universitas dan pengaliran dananya bisa lancar, agar
menambah semangat dosen untuk melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.
Daftar Pustaka
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Faruk. 1999. Strukturalisme Genetik dan Epistemologi Sastra. Yogyakarta: Lukman. Nurgiyantoro, Burhan. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ratna, I Nyoman Kutha ( 2003). Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Surajaya, I Ketut. (2001). Pengantar Sejarah Jepang I . Jakarta. Tadashi, Fukutake. (1988). Masyarakat Jepang Dewasa Ini. Jakarta: Gramedia.
Tsuboi, Sakae. (2007). Nijuushi No Hitomi. Jepang: Shinchosha Co, Ltd.
...................... (2016). Dua Belas Pasang Mata, Terj. Tanti Lesmana, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Sumber elektronik :
file:///D:/PENELITIAN%20GENAP%202018-
019/Reformasi_Pola_Hidup_di_Jepang%20(susy%20Ong).pdf
tentang Reformasi pola hidup di Jepang.
94
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019
============================================================================================================================================================================
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2017/2018-ISSN : 2337-7976 VOLUME VI / NO. 2 /SEP. 2018
==============================================================================================================
1