Download - Prinsip Prinsip Perdagangan
PRINSIP – PRINSIP PERDAGANGAN
Prinsip-Prinsip Perdagangan yang Adil
Muhammad benar-benar mengikuti prinsip-prinsip perdagangan yang adil dalam
transaksi-transaksinya. Selain itu ia juga selalu menasehati para sahabatnya untuk
melakukan hal serupa. Ketika berkuasa dan menjadi kepala madinah, ia telah
mengikis habis transaksi-transaksi dagang dari segala macam praktik yang
mengandung unsur-unsur penipuan, riba, judi, ketidakpastian, keraguan, eksploitasi,
pengambilan untung yang berlebihan dan pasar gelap. Ia juga melakukan standarisasi
timbangan dan ukuran lain yang kurang dapat dijadikan pegangan.
a) Penghasilan Terbaik
Nabi mendapatkan penghasilan halal dengan cara bekerja keras selama tinggal di
Makkah, baik di masa mudanya maupun setelah dewasa. Ia meletakkan prinsip-
prinsip dasar hidup yang baik dan sopan, seperti dalam ucapannya sebagai berikut :
“Tidak seorang pun pernah memakan makanan yang lebih baik daripada apa yang ia
makan dari hasil kerja dengan tangannya sendiri. Nabi Daud pun biasa makan hasil
kerja tangannya” (Bukhari). ‘Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “hal-
hal yang paling menyenangkan yang engkau nikmati adalah yang datang dari hasil
tanganmu sendiri dan anak-anakmu berasal dari apa yang engkau hasilkan” (Tirmidzi,
Nasa’I dan Ibn Majah) Seseorang bertanya pada Nabi, jenis penghasilan mana yang
terbaik. Nabi menjawab “Hasil kerja seseorang dengan tangannya sendiri dari setiap
transaksi perdagangan yang disetujui” (Ahmad). Nabi juga bersabda. “Berusaha
mendapatkan nafkah yang halal adalah kewajiban disamping tugas-tugas lainnya
yang telah diwajibkan” (Baihaqi dalam Shu’ab al-Iman).
b) Perdagangan Terlarang
Nabi melarang beberapa jenis perdagangan, baik karena hakekat perdagangan itu
memang dilarang maupun karena adanya unsur-unsur yang diharamkan di dalamnya.
Pertama-tama, kita akan membicarakan barang-barang yang tidak boleh
diperdagangkan, kemudian menjelaskan bentuk-bentuk perdagangan yang dilarang.
c) Benda-Benda Terlarang
Memperjualbelikan benda-benda yang dilarang dalam Al-Qur’an adalah haram.
Al-Qur’an melarang mengkonsumsi daging babi, darah, bangkai dan alkohol,
sebagaimana firman-Nya ;”Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa
yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Nya jika
kamu menyembah-Nya. Ia mengharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi
dan daging hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah” (2:173, 5:3).
Jabir menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda pada hari kemenangan
kota Makkah, “Allah dan Rasul-Nya telah menyatakan haram penjualan anggur,
hewan yang mati (tidak disembelih), babi dan berhala. Nabi menambahkan, “Allah
telah melaknat orang-orang Yahudi, ketika dia (Allah) menyatakan bahwa lemak itu
haram (lemak hewan mati), mereka pun mencampurnya, lalu menjualnya serta
menikmati harga yang mereka terima” (Bukhari dan Muslim). Nabi juga menyatakan
harga yang dibayarkan untuk membeli seorang anjing itu haram, sewa yang
dibayarkan pada pelacur itu juga haram, dan pendapatan dari seorang ‘cupper’ itu
tidak halal’ (Muslim).
d) Sikap Baik dalam Hubungan Dagang
Nabi sangat sopan dan baik hati dalam melakukan transaksi perdagangan. Jabir
meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, “Rahmat Allah atas orang yang berbaik hati
ketika ia menjual dan membeli, dan ketika ia membuat keputusan” (Bukhari).
Selanjutnya Nabi berkata, “Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi
dagang, sebab itu dapat menghasilkan suatu penjualan yang cepat lalu menghapuskan
berkah” (Bukhari dan Muslim). Abu Sa’id meriwayatkan bahwa Rasullulah berkata
“Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para
Nabi, orang-orang jujur dan para syuhada” (Tirmidzi).
e) Hak-Hak Kelompok dalam Transaksi
Allah dan Rasulnya telah menetapkan pertukaran barang dengan persetujuan
antara kedua belah pihak dalam suatu transaksi dagang sebagai sesuatu yang halal,
dan melarang mengambil barang orang lain tanpa persetujuan dan izin mereka.
Ibn’Umar meriwayatkan dari Rasulullah,”Kedua kelompok di dalam suatu transaksi
perdagangan memiliki hak untuk membatalkannya hanya sejauh mereka belum
berpisah, kecuali transaksi itu menyulitkan kelompok tersebut untuk
membatalkannya” (Bukhari dan Muslim). Riba dalam segala macam bentuknya sama
sekali dilarang oleh Nabi. Ada banyak ucapan Nabi yang dengan terang-terangan
menyalahkan semua pihak yang terlibat dalam transaksi yang mengandung unsur riba
pada segala tingkatan. Jabir menceritakan bahwa, “Rasulullah telah mengutuk orang
yang menerima riba, membayar dan mencatatnya, serta dua orang saksi atasnya,
seraya mengatakan: mereka semua sama saja” (Muslim).
f) Transaksi-Transaksi Perdagangan
Nabi telah mengeluarkan perincian mengenai penghasilan-penghasilan yang
diharamkan yaitu sebagai berikut :
1. Dan tidak seorang pun yang menghasilkan harta yang haram dan memberikan
sebagian darinya sebagai sadaqah dan ia juga tidak akan menerima berkah, jika
ia membagikan sebagian darinya dan jika ia menyisakan sebagian darinya, maka
itu akan menjadi penghasilannya untuk api neraka.
2. Daging yang berasal dari makanan yang haram tidak akan masuk surga, tetapi
neraka lebih adalah lebih layak bagi semua daging yang berasal dari makanan
yang haram” (Ahmad,Darimy dan Baihaqi).
3. Allah akan memberikan rahmat pada orang yang berbaik hati ketika menjual,
membeli dan membuat pernyataan” (Bukhari).
4. Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi perdagangan, sebab itu
akan menghasilkan penjualan yang cepat namun menghilangkan berkah”
(Muslim).
5. Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya (amanah) termasuk golongan para nabi,
orang-orang jujur dan para syuhada” (Tirmidzi, Darimy, Ibn Majah dan
Daruqutni).
6. Para pedagang kaya akan dibangkitkan pada hari kebangkitan sebagai pelaku-
pelaku kejahatan, kecuali mereka yang takwa pada Allah, jujur dan selalu
mengatakan kebenaran” (Tirmidzi,Ibu Majah, Darimy, Baihaqi dalam Shu’abal
al-iman).
g) Persetujuan Kedua Belah Pihak
Selanjutnya al-Qur’an memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan
perdagangan dengan persetujuan timbal-balik antara kedua belah pihak : “Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu makan harta orang lain dengan cara bathil,
kecuali dengan cara perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantara kamu” (4:29).
Perdagangan disini meliputi seluruh transaksi yang dilakukan untuk memperoleh
keuntungan, manfaat dan lain-lain, seperti bisnis, industri dan lain-lain, yang
dengannya orang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain yang membayar
untuk pelayanan yang diberikan.
Nabi Sebagai Pengusaha Ideal
Nabi tidaklah diutus sebagai seorang pedagang. Ia mengatakan dalam haditsnya;
“Aku tidaklah diberi wahyu untuk menumpuk kekayaan atau untuk menjadi salah
seorang dari pedagang” (18:309 w). Dengan berpegang teguh pada prinsip
perdagangan yang jujur dan adil dalam mengadakan hubungan dagang dengan para
pelanggan merupakan kunci keberhasilan memperoleh keuntungan yang berkah.
a) Perintah-Perintah Nabi Untuk Berdagang
Nabi berkata: “Berdaganglah kamu, sebab lebih dari sepuluh bagian penghidupan,
Sembilan diantaranya dihasilkan dari berdagang”.Al-Qur’an mengatakan: “Dan kami
jadikan siang untuk mencari kehidupan” (178:11). Al-Qur’an juga memberikan
motivasi untuk berdagang pada ayat berikut ini: “Tidak ada dosa atas kamu
mendapatkan harta kekayaan dari Tuhanmu”…”Bertebaranlah kamu di muka bumi
dan carilah rahmat Allah” (62:60). Nabi bersabda : “Mencari penghasilan halal
merupakan suatu tugas wajib”(4:129 w).
b) Kejujuran dan Hubungan Baik
Menurut Nabi, peraturan-peraturan berikut ini harus diperhatikan dalam
berdagang disamping sikap jujur dan adil dalam melakukan transaksi yakni :
1. Penjual tidak boleh mempraktekan kebohongan dan penipuan mengenai barang-
barang yang dijual pada pembeli. Nabi berkata: “Apabila dilakukan penjualan,
katakanlah tidak ada penipuan” (18 ; 10).
2. Para pelanggan yang tidak sanggup membayar kontan, hendaknya diberi tempo
untuk melunasinya. Selanjutnya, pengampunan hendaknya diberikan jika ia
benar-benar tidak sanggup membayar.
3. Penjual harus menjauhi sumpah yang berlebih-lebihan dalam menjual suatu
barang. Nabi berkata: “Hati-hatilah terhadap sumpah yang berlebihan dalam suatu
penjualan. Meskipun ia meningkatkan pemasaran, tetapi ia juga akan mengurangi
berkahnya” (18 ;3).
4. Hanya dengan kesepakatan bersama, atau dengan suatu usulan dan penerimaan,
penjualan suatu barang akan sempurna. Nabi berkata: keduanya tidak boleh
berpisah kecuali dengan kesepakatan bersama” (18 : 19).
5. Penjual harus tegas terhadap timbangan takaran. Mengenai ini Nabi juga berkata:
“Tidak ada suatu kelompok yang mengurangi timbangan dan takaran, tanpa
diganggu oleh kerugian” (26 ; 359 w).
6. Orang yang membayar di muka untuk pembelian suatu barang tidak boleh
menjualnya sebelum barang tersebut benar-benar menjadi miliknya. Nabi berkata:
“Barang siapa membayar di muka untuk suatu barang, jangan biarkan ia
menyerahkan barang tersebut pada orang lain sebelum barang itu menjadi
miliknya” (18 : 66).
7. Nabi telah melarang bentuk monopoli dalam perdagangan dengan mengatakan,
“Barang siapa yang melakukan monopoli maka ia adalah seorang pendosa (18 :
67).
8. Tidak ada harga komoditi yang dibatasi. Ini merupakan suatu keputusan dalam
menangani masalah perdagangan besar. Jika harga dibatasi, lalu tidak akan ada
perusahaan dagang dan niaga, maka perdagangan dunia akan terhenti.
Sumber : Afzalurahman.1997.Muhammad Sebagai Seorang Pedagang.Yayasan
Swarna Bhumy Cetakan IV : 2000.