Download - PL 4 kelompok 3
PL IV
PENUANGAN DAN INSPEKSI
4.1 Tujuan
1. Praktikan dapat mengetahui dan memahami definisi beserta macam pengecoran logam.
2. Praktikan dapat mengetahui macam cacat coran beserta penyebab
dan pencegahannnya.
3. Praktikan mampu menganalisa hasil coran beserta solusi pada cacat coran.
4.2 Dasar Teori
4.2.1 Pengecoran Logam
Pengecoran logam adalah suatu proses manufatur produk dimana di
dalamnya terdapat rangkaian proses peleburan logam di dalam tangi peleburan.
Setelah logam mencair dilanjutan proses penuangan logam cair ke dalam cetakan
dimana proses ini bergantung pada fluiditas logam. Setelah logam cair mengalir dan
mengisi cetakan maka proses selanjutnya adalah solidifisi. Setelah logam embali ke
bentu padat cetaan dapat disingkirkan dari coran yang dapat dgunaan untu proses
sekunder. Berikut ini adalah diagram alir proses pengecoran
Gambar 4.1 Diagram alir proses pengecoran logamSumber : Kalpakjian (2009 : 262)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam yaitu
expendable mold casting dan permanent mold casting.
a. Expendable Mold Casting
Expendable mold casting adalah teknik pengecoran logam yang
cetakannya hanya dapat digunakan satu kali proses saja. Macam macam
expendable mold casting adalah :
1. Sand casting
Sand mold casting adalah proses pengecoran logam dengan menggunakan
pasir, bahan pengikat dan air sebagai cetakannya. Cetakan pasri merupakan
teknik yang paling banyak digunakan karena memiliki keunggulan:
Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang inggi seperti baja nikel dan titanium.
Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai ukuran besar.
Klasifikasi cetakan pasir adalah sebagai berikut :
Cetakan pasir basah
Cetakan pasir basah adalah cetakan yang terbuat dari
campuran pasir, lempung dan air.
Cetakan pasir kering
Cetakan pasir kering dibuat dengan menggunakan cetakan yang dibakar
dalam oven dengan temperature 204 sampai 316 0C pembakaran dalam
oven dapat memperkuat cetakan dan mengeraskan permukaan rongga
cetakan.
Proses pembuatan cetakan pasir dengan kup dan drag:
1. Papan cetakan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar mendatar.
2. Pola dan rongga cetakan untuk drag diletakkan di atas papan cetakan.
Rangka cetakan harus cukup besar sehingga tebalnya pasir 30 sampai 50
mm. Letak salurannya ditentukan terlebih dahulu.
3. Pasir muka yang telah ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam
rangka cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
4. Pasir cetak ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan penumbuk.
Dalam penumbukkan ini harus dilakukan secara hati hati agar pola tidak
terdorong langsung oleh penumbuk. Kemudian pasir tertumpuk melewati
tepi atas dari rangka cetakan digaruk dan cetakan diangkat bersama pola
dari papan cetakan.
5. Cetakan di balik dan diletakkan pada papan cetakan dan setengah pola
lainnya bersama sama rangka cetakan untuk kup dipasang di atasnya,
kemudian bahan pemisah ditaburkan di permukaan pisah dan permukaan
pola.
6. Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipotong, kemudian pasir
muka dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dan
dipadatkan kemudian kalau rangka cetakan itu harus ditandai agar tidak
keliru dalam penutupannya. Selanjutnya kup dipisah dari drag dan
diletakkan mendatar pada papan cetakan.
7. Pengalir dan saluran dibuat dengan mempergunakan spatula. Pola untuk
pengalir dan saluran dipasang sebelumnya yang bersentuhan dengan pola
utama , jadi tidak perlu dibuat dengan spatula. Pola di ambil dari cetakan
dengan jari. Inti yang cocok dipasang pada rongga cetakan dan kemudian
kup dan drag ditutup, maka pembuatan cetakan berakhir.
Sand mold casting biasanya digunakan untuk pengecoran logam
dengan titik lebur tinggi.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.2 Tahapan Membuat Cetakan PasirSumber : Surdia dan Kenji (1996:94)
2. Investment Casting (Pola Lilin)
Cara lilin adalah cara yang khas diantara teknik pengecoran logam
lainnya yang disebut juga dengan pengecoran investment. Berikut adalah garis
besar dari proses pengecoran dengan metode ini :
1. Dibuat cetakan untuk pengecoran lilin.
2. Pola lilin dan sistem saluran tersebut dibuat dengan menggunakan cetakan
tersebut diatas.
3. Pola lilin dan sistem saluran disusun menjadi susunan pola.
4. Susunan tersebut dilapisi.
5. Susunan pola lilin yang telah dilapisi itu ditutup dengan campuran
investment pembuatan cetakan.
6. Menghilangkan lilin dengan memanaskan pada temperatur 100 sampai 110
oC.
7. Cetakan dibakar pada t mperatur 800 0C.
8. Logam cair dihitung pada cetakan yang temperature tinggi.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
9. Pekerjaan penyelesaian.
Investment Casting biasanya digunaka untuk pengecoran logam paduan
dengan titik cair tinggi misalnya komponen turbin atau perhiasan.
Gambar 4.3 Tahapan Investment CastingSumber : Kalpakjian (2009 : 273)
3. Evaporative Pattern Casting (Lost foam process)
Proses ini menggunakan pola polystyrene dimana pola ini akan
menguap ketika bersentuhan dengan logam cair untuk membuat rongga saat
pengecoran. Proses ini menjadi salah satu proses penting dalam pengecoran
logam ferrous dan non-ferrous terutama pada industri otomotif.
Dalam proses ini, polystyrene yang mengandung 5 sampai 8% pentana
ditempatkan didalam die yang sudah dilakukan preheated dan die terbuat dari
aluminium. Kemudian polystyrene melebar dan memenuhi tempat / rongga
dari die. Die kemudian didinginkan dan dibuka lalu pola polystyrene
disingkirkan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.4 Tahapan Evaporative Mold CastingSumber : Kalpakjian (2009 : 270)
b. Permanent mold casting
Permanent mold casting adalah teknik pengecoran logam yang cetakannya
dapat digunakan lagi setelah proses pengecoran. Jenis cetakan ini bisa dipakai
berulang kali (terbuat dari logam). Pengecoran menggunakan metode ini
dikhususkan untuk pengecoran logam non ferrous dan paduan.
Macam macam permanent mold casting adalah :
1. Pengecoran Sentrifugal
Pengecoran sentrifungal dilakukan dengan menggunakan logan cair ke
dalam cetakan yang berputar akibat pengaruh gaya sentrifungal, logam cair
akan terdistribusi
kedinding rongga cetak dan kemudian membeku, jenis-jenis pengecoran
sentrifungal antara lain :
a. Pengecoran sentrifugal sejati
Dalam pengecoran sentrifungal sejati logam cair dituangkan ke
dalam cetakan yang berputar untuk menghasilkan benda cor bentuk tabular
seperti pipa, tabung, bushing, cincin dll. Pada pengecoran ini logam cair
dituangkan ke dalam cetakan horizontal yang sedang berputar melalui
cawan tuang (pouring basin) yang terletak pada salah satu ujung cetakan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
pada beberapa mesin, cetakan baru diputar setelah logam cair di tuangkan
kecepatan putar yang sangat tinggi menghasilkan gaya sentrifungal,
sehingga logam akan terbentuk sesuai dengan bentuk dinding cetakan.
Karakteristik benda cor hasil pengecoran sentrifungal sejati :
Memiliki densitas (kepadatan) yang tinggi terutama pada bagian luar cor.
Tidak terjadi penyusutan pembekuan pada bagian luar benda cor karena
adanya gaya sentrifungal yang bekerja secara kintinyu selama
pembekuan.
Terdapat ada impuritas pada dinding sebelah dalam coran dan hal
itu dapat dihilangkan dengan permesinan.
Gambar 4.5 Proses pengecoran sentrifugal sejatiSumber : Groover Mikel P (2007 : 232)
b. Pengecoran Semi Sentrifugal
Pada metode ini gaya sentrifungal digunakan untuk menghasilkan
coran yang pejal (bukan bentuk tabular) cetakan dirancang dengan riser
pada pusat untuk pengisian logam cair, seperti ditunjukkan dalam gambar
di bawah ini.
Gambar 4.6 proses Pengecoran Semi Sentrifugal
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Sumbar : Groover Mikel P (2007 : 233)
Densitas logam dalam alur pengecoran lebih besar pada bagian
luar di bandingkan dengan bagian dalam coran, yaitu bagian yang dekat
dengan pusat rotasi. Kondisi ini dimanfaatkan untuk membuat benda
dengan lubang ditangah seperti roda, puli, bagian tangah. Biasanya
digunakan untuk pengecoran logam paduan, biasanya untuk membuat roda
gigi atau membuat baling baling.
c. Pengecoran Sentrifuge
Dalam pengecoran Sentrifuge, cetakan dirancang dengan beberapa
rongga cetak yang diletakkan disebelah luar dari pusat rotasi sedemikian
rupa sehingga logam cair yang dituangkan ke dalam cetakan akan
didistribusikan ke setiap rongga cetak dengan gaya sentrifugal seperti yang
ditunjukan dalam gambar berikut ini,
Gambar 4.7 Proses Pengecoran SentrifugeSumber : Groover Mikel P (2007 : 234)
2. Squeeze Casting
Proses pengecoran ini dikembangkan pada tahun 1960-an dan meliputi
pemadatan dari logam cair dibawah tekanan tinggi. Produk – produk yang
dihasilkan dari proses ini adalah komponen otomotif dan rangka mortar. Alat –
alat yang dibutuhkan meliputi sebuah die, punch, dan pin pelepas. Tekanan
yang bekerja pada die menjaga gas yang terperangkap didalamnya , dan kontak
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
yang terjadi antara permukaan die dengan logam yang berada dalam tekanan
tinggi menghasilkan stutur mikro yang baik pada logam sehingga logam
memiliki mampu mesin yang baik.
Gambar 4.8 Proses squeeze castingSumber : Kalpakjian (2009:283)
3. Die Casting
Pengecoran die casting dilaukan dengan cara menginjeksikan logam
cair ke dalam rongga cetaan tekanan tinggi (1-30 Mpa). Tekanan tetap
dipertahanan selama proses pembekuan. Terdapat dua jenis die casting yaitu:
a. Hot Chamber (Mesin Cetak Ruang Panas)
Tungku peleburan terdapat pada mesin dan silinder injeksi terendam
dalam logam cair. Tekanan injeksi berkisar antara 7-35 MPa. Mesin ini
digunakan untuk logam cor dengan titik lebur rendah seperti Sn , Pb ,dan Zn.
Dalam mesin pengecoran cetak panas logam dilebur di dalam kontainer yang
menjadi 1 dengan mesin cetaknya, seperti yang ditunjukkan pada gambar
berikut.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.9 Proses Hot chamberSumber : Groover Mikel P (2007 : 230)
b. Cold Chamber (Mesin Cetak Ruang Dingin)
Pada mesin cetak ruang dingin , tungku peleburannya terpisah dan
silinder infeksi diisi logam cair secara manual. Tekanan injeksinya berkisar
antara 14 sampai
140 Mpa digunakan untuk logam cair dengan titik lebur lbih tinggi, dan
biasanya digunakan untuk pengecoran logam non ferrous.
Gambar 4.10 Proses cold chamberSumber : Groover Mikel P (2007 : 231)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Perbedaan Hot Chamber dan Cold Chamber Die Casting adalah sebagai berikut
Hot Chamber
Umumnya digunakan untuk material seng, tembaga,
magnesium dan material lainnya yang memiliki titik lebur rendah
yang tidak merusak dan mengikis cetakan, silinder, plunger. Tungku
peleburan logam menjadi satu dengan mesin ceta dan silinder injesi
terendam dalam logam cair
Cold Chamber
Digunakan untuk material paduan yang memiliki titik lebur
tinggi seperti alumunium. Tungku peleburannya terpisah dari mesin
cetak
Tabel 4.1 Perbedaan antara mesin cetak tekan ruang panas dan ruang dingin
Mesin cetak tekan ruang panas Mesin cetak tekan ruang dingin
Tungku peleburan terdapat di
mesin cetak
Silinder injesi terendam dalam
logam cair
Tekanan injesi 7-35 Mpa
Digunakan logam cair titik
didih rendah
Laju produksi cepat
Tungku peleburan terpisah
Silinder injeksi diisi logam
cair secara manual atau secara
mekanis
Tekanan injeksi 14-140 Mpa
Digunakan untuk logam cair
dengan titik lebur lebih tinggi
(Al)
Laju produksi lebih lambat
Sumber : Groover Mikel P. (2007 :231)
4.2.2 Peleburan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Peleburan merupaan proses yang menghasilkan perubahan fase zat dari padat
ke cair. Energi internal zat padat meningkat (karena panas) mencapai temperature
tertentu (disebut titik leleh) saat zat berubah cair. Peleburan logam merupakan aspek
terpenting dalam operasi operasi pengecoran karena mempengaruhi kualitas produk
cor. Pada proses peleburan mula mula muatan yang terdiri dari logam, unsur paduan
dan material lainnya serta unsur pembentuk terak dimasukkan ke dalam tungku.
Tungku tungku peleburan yang biasanya antara lain tungku listrik dan tanur industri.
a. Tungku / dapur listrik
Merupakan jenis dapur dimana bahan baku dilebur dengan panas yang
dihasilkan dari busur listrik. Biasanya dapur listrik menggunakan 2 atau 3
elektroda dan biasa digunakan untuk pengecoran baja. Material logam dapat
mencair karena adanya elektroda yang dihubungkan dengan rangkaian listrik
yang akan membentuk suatu busur api yang akan mencairkan logam. Electrical-
arm furnace menggunakan 3 elektroda sesuai dengan jumlah fase dari aliran
listrik yang digunakan adalah arus AC 3 fase. Bahan isian akan dipanaskan dan
dicairkan oleh adanya radiasi dari busur listrik yang terjadi antara elektroda yang
digunakan. Pada instalasi ini digunakan step down transformator yang berguna
untuk menurunkan tegangan aliran listrik yang tinggi yang akan digunakan untuk
memanaskan dan mencairkan bahan isian. Tanur listrik memiliki lapisan baja
berbentuk silinder dengan landasan berbentuk lengkung atau datar yang ditopang
rol penahan yang memungkinkan tanur untuk dimiringkan. Karakteristik dari
busur listrik adalah :
a. Laju peleburan tinggi sehingga laju produksinya tinggi
b. Polusi yang ditimbulkan lebih rendah dibandingkan tungku lainnya
c. Memiliki kemampuan menahan logam cair pada temperature tertentu
untuk jangka waktu lama
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.11 Tanur listrikSumber : Tata Surdia (1996:164)
b. Tungku / dapur induksi
Tungku induksi dapat digunakan untuk keperluan superheating. Cara
kerja dari tungku ini menggunakan energi listrik sebagai sumber energi panasnya.
Material yang digunakan harus tahan temperatur tinggi. Tungku juga harus
memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban. Meanismenya dibantu
oleh medan magnet. Medan magnet ini melakukan pengadukan agar
komposisi logam cair homogen. Transformator dapur menggunakan kumparan
primer yang terdiri dari arus AC dari sumber tenaga dan kumparan sekunder.
Kumparan sekunder yang diletakkan didalam medan magnet. Kumparan aan
menghasilan arus induksi. Arus induksi tersebut menjadi panas yang mencairkan
logam bahan.
Gambar 4.12 Tungku induksi
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Sumber : Tata Surdia (1996:146)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Tabel 4.2 Perbedaan Dapur Listrik dengan Dapur Induksi
Dapur Listrik Dapur Induksi
Eletroda yang dihubungkan
dengan rangkaian listrik akan
membentuk busur api yang
dapat mencairkan logam
Terjadi kontak dengan
pemanas
Kapastias peleburan tinggi
Konsumsi daya listrik tinggi
Arus AC dialirkan ke suatu
komponen menghasilkan medan
magnet dan terjadi arus induksi
yang menghasilan panas untuk
mencairkan logam
Tidak terjadi kontak dengan
pemanas
Kapasitas peleburan lebih rendah
Konsumsi daya listrik rendah
Sumber : Surdia dan Kenji (1996 : 146)
Energi yang dibutuhkan untuk peleburan
Titik lebur sebuah benda padat pada suhu dimana benda aan berubah
wujud menjadi cair. Energi internal zat padat meningat mencapai titik leleh saat
zat ini menjadi zat cair. Logam melebur dengan suhu tetap. Energi kalor tida
digunakan menaikkan suhu tapi mengubah wujud logam dari padat menjadi cair.
Kalor adalah energy yang berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah. Satuan
energy adalah kalori (kal). Satu kalori adalah jumlah kalor yang dibutuhkan untu
menaikkan suhu 1 gram air sebesar 1°C. Energi yang dibutuhkan peleburan
alumunium
Tabel 4.3 Sifat Sifat Fisik Alumunium
Sumber : Ella Sundari (2011)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Tabel 4.4 Sifat Sifat Mekanik Alumunium
Sumber : Ella Sundari (2011)
Kalor untuk meleburkan alumnium (Q)
Kalor yang dibutuhkan untuk melebur alumunium terdiri dari :
Qa yaitu kalor yang menaikkan temperature alumunium padat dari suhu
27oC (suhu ruangan) hingga mencapai titik alumunium cair 660oC
Qb yaitu kalor yang merubah fase alumunium padat menjadi cair (kalor
laten) pada suhu 660oC
Qc yaitu kalor yang menaikkan temperature alumunium cair dari 660oC
ke temperature penuangan 750oC. Kalor eleburan 10.71 KJ.mol-1
Maka kalor yang dibutuhkan adalah
Q = Qa + Qb + Qc
= Mal . Cp1 . t1 + Mal . h + Mal . Cp2 . t2
Dimana :
Mal = berat alumunium yang akan dileburkan (kg)
Cp1 = panas jenis alumunium padat (Kkal/kgoC)
T1 = perubahan suhu dari suhu kamar ke titik cair alumunium (oC)
H = panas laten alumunium cair (Kkal/kg)
Cp2 = panas jenis alumunium cair (Kkal/kgoC)
T2 = perunahan suhu dari fase alumunium padat menjadi cair (oC)
(sumber : Ella Sundari, 2011)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Waktu Pemanasan
t=Q
P
Keterangan :
t = waktu pemanasan (s)
Q = Kalor untuk meleburkan logam (kkal/joule)
P = Daya Dapur (watt)
(Sumber : Cengel, 2005)
Super heating
Super heating pada proses peleburan adalah pemanasan hingga
temperature diatas titik lebur logam sebagaimana rentang temperature yang
diperbolehkan. Tujuan dari superheating adalah sebagai berikut:
Untuk memperbaiki Fluiditas logam cair
Agar tidak terjadi solidifikasi dini pada proses pengecoran (tapping,pouring,
casting)
4.2.3 Solidifikasi
Solidifikasi adalah transformasi logam cair kembali ke bentuk padatnya.
Proses solidifikasi adalah sebagai berikut:
1. Pembekuan Inti Stabil dalam Logam Cair
Terdapat 2 mekanisme pengintian dari partikel padat pada logam cair, yaitu:
a. Pengintian homogenous, pengintian suatu logam cair terjadi saat
logam menyediakan atom-atom untuk membentuk inti
b. Pengintian heterogen, proses pengintian yang sama dengan homogen. Hanya
saja pengintian terjadi di dalam logam cair yang tidak murni
2. Pertumbuhan Kristal dalam Logam Cair dan Pembekuan Butir
a. Pertumbuhan setelah inti yang stabil terbentuk pada logam yang sedang
memadat
b. Inti tumbuh menjadi kristal seperti pada gambar
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
c. Pada setiap kristal atom berjajar beraturan sedangkan arah barisan berbeda
antara satu kristal dengan yang lainnya
d. Saat pembekuan total terjadi antar kristal saling bertemu membentuk batas butir
Gambar 4.13 Pembentukan butirSumber: Beeley
Jenis Solidifikasi Menurut Komposisi Logam
1. Solidifikasi Logam Murni
Logam murni membentuk padatan pada temperatur konstan, yaitu
sama dengan temperatur pembekuannya atau lebarnya seperti pada gambar
Gambar 4.14 Solidifikasi logam murniSumber: Beeley
2. Solidifikasi Logam Paduan
Logam paduan umumnya membeku pada daerah temperatur tertentu
seperti pada gambar
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.15 Solidifikasi logam paduanSumber: Beeley
Garis awal terjadi saat pembekuan disebut liquidus dan garis ahir disebut
garis solidus suatu paduan dengan komposisi tertentu. Bila didinginkan dalam
waktu yang sangat lambat maka pembekuan akan mulai terjadi pada saat
temperatur mencapai garis liquidus dan pembekuan akhir bila telah mencapai
garis solidus. Setelah itu pendinginan akan berjalan terus hingga mencapai suhu
kamar.
3. Solidifikasi Logam Paduan Eutektik
Suatu paduan yang memiliki komposisi tertentu bila mengalami
pendinginan saat lambat maka pembekuan akan berlangsung pada temperatur
konstan
Gambar 4.16 Solidifikasi logam eutektik
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Sumber: Beeley
Daerah pembekuan logam ada 3 yaitu :
1. Chill Zone
Selama proses penuangan logam cair ke dalam cetakan logam cair yang
berkontak langsung dengan dinding cetakan akan mengalami pendinginan yang
cepat di bawah temperatur liquidusnya. Akibatnya pada dinding cetakan timbul
banyak inti padat dan selanjutnya timbul ke arah cairan logam, cairan akan
membeku secara cepat di bawah temperatur liquidus.
Gambar 4.17 Chill zoneSumber: Beeley
2. Coloumnar Zone
Sesaat setelah penuangan, gradien temperatur pada dinding cetakan
menurun dan kristal pada daerah chin tumbuh memanjang dalam arah
perpindahan panas. Kristal-kristal tersebut tumbuh memanjang yang disebut
dendrit. Setiap kristal dendrit banyak mengandung logam-logam dendrit sekunder
dan tersier. Daerah yang terbentuk antara dendrit dan titik coran disebut mushy
zone.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.18 Coloumnar ZoneSumber: Beeley
3. Equiaxed Zone
Daerah ini terjadi dari butir-butir equiaxed yang tumbuh secara acak
di tengah ingate. Pada daerah ini perbedaan suhu yang tidak menyebabkan
terjadinya pembekuan butir.
Gambar 4.19 Equiaxed Zone Sumber: Beeley
4.2.4 Fluiditas
A. Pengertian Fluiditas
Fluiditas telah digunakan untuk menjelaskan perilaku logam cair
yang membuatnya mengalir melalui jalur cetakan dan mengisi semua celah-celah
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
cetakan.Sifat fluiditas menyediakan gambaran dan desain cetakan pengecoran.
Fluiditas yang rendah mengarah pada cacat dan kegagalan pengecoran.
B. Faktor – faktor yang mempengaruhi fluiditas
Ada beberapa factor yang mempengaruhi fluiditas logam cair yaitu
sebagai berikut :
1. Temperatur penuangan
2. Komposisi logam (mempengaruhi panas lebur dari logam)
3. Viskositas logam cair
4. Panas yang diserap lingkungan sekitar
C. Pengujian Fluiditas logam cair
Terdapat beberapa metode dalam pengujian fluiditas logam cair antara
lain:
1. Pengujian Spiral
Pengujian fluiditas digunaan cetakan uji yang berebentuk spiral. Dari
percobaan ini didapat indeks fluiditasnya. Semakin banyak bagian yang terisi,
semakin besar indes fluiditasnya. Dengan tingkat fluiditas baik, seluruh bagian
cetakan semakin mudah dicapai aliran logam.
Gambar 4.20 Pengujian Fluiditas SpiralSumber: Beeley (2001 : 86)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
2. Pengujian Fluiditas logam cair dalam kondisi vakum
Pengujian ini paling mendeati uji standar yang lengkap menggunakan
vakum fluidity test yang diusulkan Rangone, Adam dan Taylor. Pada alat ini
logam cair mengalir melalui tabung gelas halus di bawah pengaruh hisapan
kondisi vakum sebagai pressure heat dan factor manusia dihilangkan pada
proses pemanasan.
Gambar 4.21 Pengujian Fluiditas pada kondisi vakumSumber : Beeley (2001 : 88)
3. Pengujian Fluiditas tanpa perubahan kecepatan
Pengujian ini hampir sama dengan pengujian spiral tapi dibuat suatu
tampungan sehingga logam cair mengalir ketika penampang penuh sehingga
pengujian yang tidak stabil dapat dihindari.
Gambar 4.23 Pengujian fluiditas tanpa perubahan kecepatanSumber : Heine (1976 : 580)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
4. Multiple Channel Fluidity Test
Pengujian ini dilakukan untuk fluiditas logam cair saat melalui saluran
lebih dari satu dengan penampang sempit yang banyak pada saluran.
Bentuk cetakan berpengaruh pada fluiditas.
Gambar 4.23 Multiple Channel Fluidity TestSumber: Beeley (2001 : 86)
D. Macam-macam metode pembekuan saluran
Pada pengujian fluiditas terdapat beberapa metode pembekuan dalam
saluran antara lain :
1. Plane Interface Mode
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.24 Plane interfaceSumber: Beeley (1978:21)
a. Logam cair memasuki saluran dan terjadi pembekuan kolumnar, proses
solidifikasi dimulai.
b. Butiran kolumnar terus timbul dari inti
c. Choke off tersedia
d. Sisa pengecoran membeku dengan pertumbuhan cepat akan terjadi
penyusutan
2. Jagged Interface
Gambar 4.25 Jaged InterfaceSumber: Beeley (1978:21)
a. Logam cair memasuki saluran dan terjadi pembekuan kolumnar dengan proses
solidifikasi dimulai
b. Butiran kolumnar terus timbul, timbul juga butiran halus pada bagian ujung
c. Choke off tejadi. Saluran masuk logam cair meskipun tidak sepadat
penampang d. Sisa pengecoran membeku dan pembentukan rongga penyusutan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
3. Independent Crystalization
Gambar 4.26 Independent crystallizationSumber: Beeley (1978:21)
a. Logam cair memasuki saluran dan terjadi pembekuan kolumnar dengan proses
solidifikasi dimulai.
b. Butiran halus timbul cepat selama aliran berlangsung.
c. Timbul butiran halus pada ujung saat konsentrasi kritis
d. Terjadi solidifikasi dengan zona equiaxed dan terjadi distribusi penyusutan
mikro
E. Thermal Properties
Salah satu faktor yang disebabkan cetakan dan karakteristik heat transfer
logam cair. Kecepatan pendinginan dan suhu akhir aliran ditentukan oleh
difusivitas material sesuai persamaan berikut.
D=(k .. CP . ρ )
12
Keterangan :
D = Difusivitas Termal
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
k = Konduktivitas thermal
c =Panas spesifik
ρ = Massa jenis
Semakin kecil difusivitas termal suatu zat maka waktu yang dibutuhkan
untuk bertambah fase menjadi solid/padat lebih lama
4.2.5 Cacat Coran
1. Shift (Pergeseran)
Cacat yang dikarenakan ketidakcocokan bagian dari pengecoran di
daerah belahan.
a. Penyebabnya adalah
- Pergeseran titik tengah pola
- Pergeseran titik tengah inti
- Rangka cetak kurang kuat
b. Cara pencegahannya adalah
- Dengan pembuatan dimensi, penahan dimensi dan desain yang tepat
- Dengan dimensi pengunci
Gambar 4.27 Cacat GeserSumber : Anonymous
2. Fin (Sirip)
Cacat karena melebarnya coran pada sisi permukaan antara kup dan
drag a. Penyebab cacat fin adalah
- kup dan drag tidak menempel dengan baik
b. Cara pencegahan cacat fin
- membuat permukaan halus dan rata
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
- lebih hati-hati dalam pelepasan pola dari cetakan
- perencangan gating system yang tepat
Gambar 4.26 Independent crystallizationSumber: Beeley (1978:21)
3. Porositas
Cacat yang terjadi karena ada gas yang terperangkap dalam logam cor
atau cetakan pada waktu penuangan. Cacat porositas terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Interdendritic Porosity
Cacat porositas yang terjadi akibat gelembung gas yang terperangkap
diantara cabang dendrit. Penyebab cacat ini adalah
- Gas terbawa logam cair selama penuangan
- Permeabilitas pasir cetak rendah
Cara pencegahannya adalah dengan pembuatan cetakan yang
permeabilitas dan pemadatan yang cukup
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.29 Independent crystallizationSumber: Beeley (1978:21)
b. Gas Porosity
Cacat karena pembentukan gelembung dalam coran setelah dingin.
Penyebab cacat ini adalah :
- Gas terbawa logam cair selama penuangan
- Permeabilitas pasir rendah
- Lubang angin kurang memadai
Cara pencegahannya dengan pembuatan cetakan permeabilitas,
pemadatan dan lubang angin yang cukup
Gambar 4.30 Gas PorositySumber:
4. Shrinkage (Penyusutan)
Cacat terjadi karena pembekuan yang tidak seragam pada bagian coran
yang memiliki perbedaan ketebalan dan luas permuakaan yang cukup besar.
a. Penyebab cacat ini adalah
- Pembekuan yang tidak seragam
- Letak riser yang kurang tepat
b. Pencegahannya agar cacat bisa dihindari yaitu dengan menggunakan
riser/chill agar pembekuan mengarah ke riser
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.31 ShrinkageSumber: Diater Bisnis, 2013
5. Hot Tear (Retakan)
Cacat yang terjadi pada retakan permukaan coran akibat kontraksi setelah
logam membeku
a. Penyebab cacat ini adalah
- Retakan akibat tegangan sisa
- Penempatan gate dan riser tidak tepat
- Kekuatan cetakan rendah
b. Cara pencegahan cacat ini dengan
- Memperbaiki desain cetakan
- Menyeragamkan proses pembekuan dengan menggunakan chill
Gambar 4.26 Cacat retakSumber: Beeley (2001 : 54)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
6. Dirt (Inclusion) dan Sand Inclusion
Cacat karena partikel asing yang tertanam pada permukaan coran
a. Penyebab cacat ini adalah
- Adanya pasir yang terkkikis selama penuangan
- Adanya terak dalam cetakan
b. Cara pencegahannya adalah dengan pemberian saringan pada saluran
penuangan sehingga terak tidak ikut ke cetakan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
4.2.6 Inspeksi
Gambar 4.26 InklusiSumber: Diater Bisnis, 2013
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Inspeksi adalah pemeriksaan terhadap produk coran untuk mengetahui ada tidaknya
cacat pada produk coran tersebut. Macam-macam metode pengujian yang dilakukan
yaitu 1. Liquid Penetrant Test
Digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari
komponen solid logam maupun non logam. Caranya dengan memberi
cairan terang pada permukaan yang diinspeksi.
Kelebihan inspeksi adalah :
- Mudah diaplikasikan
- Murah
- Tidak dipengaruhi sifat kemagnetan material dan komposisi logam
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.34 Liquid Penetrant TestSumber: Degarmo (1984 : 270)
2. Magnetic Particle Inspection
Dengan metode ini, cacat pada permukaan atau subsurface
pada benda yang bersifat ferromagnetic dapat diketahui. Adanya cacat
yang tegak lurus arah medan magnet akan mengakibatkan kebocoran
medan magnet. Kebocoran medan agnet ini mengindikasikan adanya
cacat pada material. Caranya dengan menabur partikel magnetic
dipermukaan. Partikel-pertikel tersebut akan mengumpul pada daerah
kebocoran medan magnet.
Kelebihan :
- Mudah diaplikasikan
- Tidak memerlukan keahlian khusus bagi operator
Kekurangan
- Penggunaan terbatas pada material ferromagnetic
- Adanya kemungkinan cacat tidak terdeteksi akibat orientasi cacat
searah medan magnet
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 4.35 Magnetic Particle InspectionSumber : Degarmo (1984 :271)
3. U
ltrasonic Test
Inspeksi yang menggunakan gelombang suara yang
dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang
ditransmisikan akan dipantulkan. Gelombang ultrasonic yang
digunakan memiliki frekuensi 0,5-20 Mhz. Gelombang ultrasonic
dibangkitkan oleh transduser dari bahan piezoelektrik yang
dapat merubah energi listrik menjadi getaran mekanis kemudian
menjadi energi listrik lagi. Kelebihan
- Cukup teliti dan akurat
- Hanya diperlukan satu sisi untuk dapat mendeteksi keseluruhan
- Indikasi dapat langsung diamati
Kekurangan
- Memerlukan pelaksana yang terlatih dan berpengalaman
- Benda uji dengan permukaan kasar , tidak beraturan, sangat
kecil sangat sulit diuji.
Gambar 4.36 Ultrasonic TestSumber : Degarmo (1984 : 273)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
4. Eddy Current Test
Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnetik.
Prinsipnya arus listrik dialirkan pada kumparan untuk
membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan
magnet dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi,
akan terbangk it arus eddy, kemudian diinspeksi. Adanya
medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan magnet
Kelebihan inspeksi ini adalah :
- Hasil pengujian dapat langsung diketahui
- Pengujian eddy aman dan tidak ada bahaya radiasi
Kekurangan inspeksi ini adalah :
- Hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau
- Hanya diterapkan pada bahan logam saja
Gambar 4.38 Eddy Current TestSumber: Degarmo (1984 : 278)
5. Radiografic inspection
Metode ini menggunakan sinar x dan sinar gamma.
Prinsipnya sinar x dipancarkan menembus material yang
diperiksa. Saat menembus material, sebagian sinar akan diserap
sehingga intensitas berkurang, intensitas akhir kemudian direkam
dalam film yang sensitif. Jika t e r d a p a t cacat pada material maka
intensitas yang terekam memperlihatkan bagian material yang
mengalami cacat.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Kelebihan pengujian ini adalah :
- Faktor ketebalan benda tidak mempengaruhi. Hal ini
mengingat daya tembus sinar gamma yang besar
- Mampu menggambarkan bentuk cacat dengan baik
Gambar 4.38 Radiografic inspectionS
umber: ndt, 2014
6. Pemeriksaan porositas dengan uji piknometri dan uji
komposisi
Pada pengujian komposisi ketidakteraturan bahan, komponen
struktur mikro dan sifat mekanik diperiksa. Pemeriksaan porositas
dapat dilakukan dengan baik dengan perlakuan tekanan maupun foto
mikrostruktur dan coran
Untuk mencari prosentase porositas yang terdapat dalam
suatu coran dibandingkan 2 buah densitas, yaitu :
True Density (gram / cm3)
Kepadatan dari suatu benda tanpa porositas yang
terdapat di dalamnya merupakan perbandingan massa terhadap
volume sebenarnya.
Apparent Density (kg/cm2)
Berat tiap unit volume material termasuk cacat yang
terdapat dalam material uji. Pengujian porositas menggunakan
metode piknometri yaitu membandingkan densitas relative dari
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
padatan dan cairan diketahui, maka densitas padatan dapat
diketahui
Untuk memperoleh nilai True density dapat dicari dengan
menggunakan persamaan yang ada pada standar ASTM E252-84, yaitu :
Dengan :
Ρth : True density (gr/cm2)
ρ a1 ρcv ρfe etc : Densitas unsur (gr/cm3)
%a1 %cu %fe etc : presentase berat unsur
Dengan perhitungan Apparent Density menggunakan persamaan
ASTM B311-93, yaitu
ρ s=ρw
W s
W s−(W sb−W b)
Dengan :
ρs : Apparent density (gr/cm3)
ρw : density air (gr/cm3)
pW : berat dample udara (gr)
Ws : berat sample dan keranjang didalam air (gr)
Wb : berat keranjang dalam air (gr)
Perhitungan prosentase porositas yang terjadi dapat diketahui dengan
membandingkan apparent density dengan densitas teoritis
% P = ( 1- Ps/ Pth) x 100%
Dimana :
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
%P : persentase
porositas (%) Ρs :
apparent
density(gr/cm2) ρth
: true
density(gr/cm3)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya