i
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBERI PINJAMAN DALAM
PENYELENGGARAAN FINANCIAL TECHNOLOGY
BERBASIS PEER TO PEER LENDING DI INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
ALFHICA REZITA SARI
No. Mahasiswa: 14410360
PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2018
ii
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBERI PINJAMAN DALAM
PENYELENGGARAAN FINANCIAL TECHNOLOGY
BERBASIS PEER TO PEER LENDING DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana (Strata-1) pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
Oleh :
ALFHICA REZITA SARI
No. Mahasiswa: 14410360
PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2018
iii
iv
v
vi
vii
viii
CURRICULUM VITAE
1. Nama Lengkap : Alfhica Rezita Sari
2. TTL : Ponorogo, 7 Juli 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Golongan Darah : O
5. Agama : Islam
6. Alamat Terakhir : Jalan Taman Siswa, Gang Permadi Nomor 1552
Nyutran MG II, Wirogunan, Mergangsan,
Yogyakarta.
7. Alamat Asal : Jl, Suryahadiningrat No. 29, Ponorogo, Jatim.
8. Identitas Orang Tua
a. Nama Ayah : Sasmito, S.H.
Pekerjaan Ayah : Swasta
b. Nama Ibu : Dyah Retno Dwi Ratriari, S.Kep.,Ners.
Pekerjaan Ibu : PNS
9. Riwayat Pendidikan
a. SD : SD Negeri 1 Somoroto
b. SMP : SMP Negeri 1 Ponorogo
c. SMA : SMA Negeri 1 Ponorogo
10. Organisasi :
a. Magang UKM Komunitas Peradilan Semu LEM FH UII Periode
2014-2015
b. Anggota UKM Komunitas Peradilan Semu LEM FH UII Periode
2015-2016
c. Bendahara Umum UKM Komunitas Peradilan Semu LEM FH UII
Periode 2016-2017
d. Staff Pengusaha UKM Komunitas Peradilan Semu LEM FH UII
Periode 2017-2018
11. Pengalaman Lainnya :
a. Anggota Divisi Acara dalam Acara National Moot Court Competition
Piala Abdul Kahar Mudzakkir VI Tahun 2015
ix
b. Steering Committee Komisi B dalam Acara National Moot Court
Competition Piala Abdul Kahar Mudzakkir VII Tahun 2017
12. Prestasi :
a. Delegasi National Moot Court Competition Asian Law Students’
Association Piala Mahkamah Agung XIX Tahun 2016 yang
diselenggarakan oleh Universitas Gajah Mada
b. Juara 2 National Moot Court Competition Piala Kejaksaan Agung
Tahun 2016 yang diselenggarakan oleh Universitas Pancasila
c. Juara 2 Kompetisi Peradilan Semu Arbitrase Badan Arbitase Nasional
Indonesia Tahun 2017 oleh Universitas Padjajaran
13. Hobby : Menyayi, Memasak dan Menonton Drama
x
HALAMAN MOTTO
DON’T LOSE THE FAITH, KEEP PRAYING, KEEP TRYING !
xi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Allah SWT,
Rasulullah Muhammad SAW,
Teruntuk Mama dan Papa ku tercinta,
Kakakku tersayang,
Sahabat-sahabatku,
Teman-temanku,
Almamaterku.
xii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur atas rahmat, karunia, serta
hidayah yang telah diberikan Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang serta
sholawat dan salam yang senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad
S.A.W. Berserta semua doa dan dukungan dari orang-orang tercinta bagi penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas Akhir berupa Skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi
Pemberi Pinjaman Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis
Peer To Peer Lending Di Indonesia” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia.Kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi dalam penulisan tugas
akhir ini berkat rahmat dari-Nya serta dukungan dan doa dari orang-orang tercinta
dapat penulis atasi sampai dengan terselesaikannya tugas akhir ini. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
kelemahan.
Terselesaikannya Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis sampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
xiii
2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Bapak Dr. Aunur
Rahim Faqih, SH., M.Hum.
3. Mbak Inda Rahadiyan S.H, M.H selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir
yang memberikan bimbingan, arahan dan segala nasehatnya kepada
penulis.
4. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis
selama penulis menuntut ilmu di kampus perjuangan ini.
5. Mamaku tercinta Dyah Retno Dwi Ratriari dan Papaku Sasmito yang
selalu mendukung baik moril maupun materiil dan mendoakan penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Kakaku tersayang Ineke Amandha Sari yang selalu memberi semangat
dan doa kepada penulis.
7. Almarhumah Utiku Sri Soekatmi dan almarhum Kakungku Sarni
tersayang di Surga yang selalu mendoakan penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini.
8. Irwan A. Saputro, terimakasih atas kasih sayang, semangat, bantuan,
do’a, serta kesabaran dan kebaikan yang telah diberikan selama ini.
9. Keluarga besar UKM Komunitas Peradilan Semu FH UII, Bapak
Teguh Sri Rahardjo, Pak Mahrus, Bang Wahyu, Bang Dimmi, Mbak
Puput, Mas Nopek, Mbak Fafa, Mbak Yuni, Mas Dedi, Mbak Dita, Mas
Agung, Mas Fajar, Mbak Putri, Mas Awan, Bang Ryan, Mbak Talitha, Aa’
Irfan, Bang Amin, Mas Haris, Mbak Rifa, Mas Bayu, Adit, Ika, Heni,
xiv
Alda, Rifqi, Gita, Tamara, Ratna, Indah, Regina, Naya, Alpi, Ida, Arin,
Rifky, Syahdan, Selururh Delegasi National Moot Court Competition
Asian Law Students’ Association Piala Mahkamah Agung XIX Tahun
2016, Selururh Delegasi National Moot Court Competition Piala
Kejaksaan Agung Tahun 2016, dan Selururh Delegasi Kompetisi Peradilan
Semu Arbitrase Badan Arbitase Nasional Indonesia Tahun 2017 yang
telah menambah wawasan penulis, ilmu prihatin, pengalaman organisasi
dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk turut mengharumkan
nama Fakultas Hukum UII di Tingkat Nasional dalam Kompetisi Peradilan
Semu.
10. Sahabat-sahabat terbaikku Evi, Vesty, Dwi, Rahmi, Mada, Nindya,
Narrunita, Hasna, Mutia yang selalu memotivasi dan memberi semangat
dalam penyelesaian tugas akhir ini.
11. Sahabat-sahabat terbaik selama menempuh ilmu di Yogyakarta Corry,
Erma, Ummu, Rusyida, Krisnanda yang selalu membantu dan memberi
dorongan dari kanan, kiri, depan maupaun belakang dalam penyelesaian
tugas akhir ini.
12. Teman-teman terbaikku KKN Unit 257 (Yahno VVIP Club) Fuji,
Meryta, Reskita, Yunita, Fasya, Ari, Tubagus, dan Aldi yang
senantiasa memberi semangat dan doa dalam penyelesaian tugas akhir ini.
13. Seluruh teman dan sahabat Fakultas Hukum yang memberikan warna
dalam kehidupan perkuliahan penulis.
xv
14. Semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
semoga mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Aamiin.
Ibarat tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi
ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga penulisan Skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Atas
perhatiannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, 1 Mei 2018
Alfhica Rezita Sari
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….......
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………...………
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………..………......
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS…................................................
CURRICULUM VITAE……………………..…………………….…………...
HALAMAN MOTTO……………………………………………………….....
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….
KATA PENGANTAR…………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...
ABSTRAK………………………………………………………………...........
i
iii
iv
v
vii
ix
x
xi
xv
xix
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ………..……………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………... 17
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………. 17
D. Tinjauan Pustaka……………………………………………………. 17
E. Defenisi Operasional………….…………………………………….. 25
F. Metode Penelitian……………………………………………………
G. Sistematika Penulisan………………………………………………..
27
29
BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG FINANCIAL TECHNOLOGY
DAN TEORI PERLINDUNGAN HUKUM ……………………….
31
xvii
A. Tinjauan Umum Tentang Financial Technology ………………….
1. Pengertian Financial Technology ………………………………
2. Fungsi Financial Technology ………………………………...........
3. Jenis Financial Technology ………………………………………....
B. Tinjauan Umum Tentang Teori Perlindungan Hukum..…………...
C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Utang Piutang Secara Online
Berdasarkan Hukum Islam…………………………........................
1. Utang Piutang Dalam Hukum Islam………………………….....
a. Pengertian Utang Piutang………………………………...
b. Dasar Hukum Utang Piutang……………………………..
c. Rukun dan Syarat Utang Piutang……………………....…
d. Hukum Melebihkan Pembayaran Pada Utang
Piutang………………………………………………........
2. Perjanjian Utang Piutang Secara Online Dalam Hukum
Islam…………………………………………………………
BAB III. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBERI PINJAMAN
DALAM PENYELENGGARAAN FINANCIAL
TECHNOLOGY BERBASIS PEER TO PEER LENDING DI
INDONESIA.……………………………………………………….
A. Perjanjian Dalam Penyelenggaraan Financial Technology
Berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia………………….......
1. Perjanjian Dalam Penyelenggaraan Financial Technology
31
31
34
39
43`
54
54
54
57
59
60
61
66
66
xviii
Berbasis Peer to Peer Lending Antara Pemberi Pinjaman
Dengan Penyelenggara……………………………………….
2. Perjanjian Dalam Penyelenggaraan Financial Technology
Berbasis Peer to Peer Lending Antara Pemberi Pinjaman
Dengan Penerima Pinjaman ………………………………….
3. Hak dan Kewajiban Bagi Pemberi Pinjaman, Penerima
Pinjaman, serta Penyelenggara Layanan Fintech Berbasis
Peer to Peer Lending…………………………………………
B. Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam
Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer to Peer
Lending Di Indonesia…………………………………………..
1. Perlindungan Hukum Secara Preventif …………………........
2. Perlindungan Hukum Secara Represif ……………………….
BAB IV. PENUTUP……………………………………………………………
A. Kesimpulan………………………………………………….........
B. Saran……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….
78
83
87
93
104
105
108
108
110
112
xix
xx
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui layanan Financial Technology berbasis
Peer to Peer Lending. Pada layanan Fintech berbasis P2PL, perjanjian pinjam
meminjam hanya terjadi antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman.
Penyelenggara bukan sebagai pihak pada hubungan hukum tersebut. Apabila
terjadi gagal bayar oleh Penerima Pinjaman, Pemberi Pinjaman tidak dapat
meminta pertanggungjawaban dari pihak Penyelenggara karena pada dasarnya
Penyelenggara bukan sebagai pihak dalam perjanjian pinjam meminjam uang.
Pada penulisan tugas akhir ini penulis memberikan 3(tiga) contoh perusahaan
Penyelenggara yaitu Investree, Crowdo, dan Akseleran. Pada faktanya Pemberi
Pinjaman hanya dapat menyalurkan dananya kepada Penerima Pinjaman yang
dianggap berkualitas dan layak untuk didanai berdasarkan hasil analisis dan
seleksi dari Penyelenggara. Belum ada perlindungan hukum bagi Pemberi
Pinjaman yang mengalami kerugian (gagal bayar) sebagai akibat tindakan
Penyelenggara dalam menganalisis dan menyeleksi calon Penerima Pinjaman.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana perlindungan hukum
bagi Pemberi Pinjaman dalam penyelenggaraan Financial Technology berbasis
Peer to Peer Lending di Indonesia?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif yang didukung dengan data empiris. Data penelitian dikumpulkan
melalui studi pustaka, studi dokumen dan wawancara. Analisis dilakukan dengan
menggunakan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan
perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dapat terwujud secara Preventif
berdasarkan Pasal 29 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 yaitu dengan menerapkan
prinsip-prinsip dasar bagi Penyelenggara dan perlindungan hukum secara
Represif berdasarkan Pasal 37 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi dan Pasal 38 POJK
Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,
Penyelenggara wajib memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan
sebagai akibat kesalahan atau kelalaian Penyelenggara Fintech dalam hal
menganalisis dan menyeleksi calon Penerima Pinjaman yang akan diajukan
kepada Pemberi Pinjaman. Saran yang penulis berikan untuk dapat mengatasi
persoalan dikemudian hari adalah peran OJK dalam mengatur dan mengawasi
perkembangan Fintech di Indonesia harus lebih dipertegas dalam menerapkan
regulasi dengan fakta yang sebenarnya terjadi. Perusahan rintisan Fintech yang
belum terdaftar OJK juga harus mendapatkan perhatian karena menjadi sarana
terbaik untuk melakukan pencucian uang dengan aman tanpa adanya
pengawasan dari pemerintah. OJK harus lebih banyak memperkenalkan serta
memberikan edukasi mengenai layanan Fintech agar dapat dimanfaatkan
terutama bagi unbanked people. Selain itu, OJK dapat membuat regulasi untuk
membentuk lembaga penyelesaian sengketa Financial Technology di Indonesia.
Kata Kunci : Fintech, Peer to Peer Lending, Perlindungan Hukum, Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan dalam
perekonomian suatu negara yang memiliki peran, terutama dalam
menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan oleh lembaga-lembaga
keuangan dan lembaga-lembaga penunjang lainnya.1 Sistem keuangan
memainkan peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan
kesehatan perekonomian suatu negara secara berkelanjutan dan seimbang.
Sistem keuangan berfungsi sebagai fasilitator perdagangan domestik dan
internasional, mobilisasi simpanan menjadi berbagai instrumen investasi
dan menjadi perantara antara penabung dengan Pemberi Pinjaman.
Stabilitas dan pengembangan sistem keuangan sangat penting agar
masyarakat meyakini bahwa sistem keuangan Indonesia aman, stabil, dan
dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa keuangan.2
Dewasa ini lembaga keuangan di Indonesia semakin berkembang
sebagai akibat dari laju pertumbuhan perekonomian dari perkembangan
zaman. Hal ini tampak pada semakin banyaknya variasi instrumen
keuangan yang beredar dalam sistem keuangan baik di bidang perbankan
maupun di bidang non-perbankan. Perkembangan instrumen keuangan
sejalan dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan itu sendiri. Hal
1 Djoni S. Gazali, Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.
39. 2 Ibid, hlm.41.
2
tersebut tercermin dari tumbuhnya berbagai lembaga keuangan seperti
lembaga sekuritas, lembaga asuransi, dan lembaga perbankan syariah,
perkembangan bank konvesioanal, dan lembaga-lembaga keuangan
lainnya.
Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi dan gerak pembangunan,
lembaga keuangan tumbuh dengan berbagai alternatif jasa yang
ditawarkan. Lembaga keungan yang merupakan lembaga perantara dari
pihak yang kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang
kekurangan dana (lack of funds) yang memiliki fungsi sebagai perantara
keuangan masyarakat (financial intermediary). Lembaga keuangan,
sebagaimana halnya suatu lembaga atau institusi pada hakikatnya berada
dan ada di tengah-tengan masyarakat. Lembaga yang merupakan organ
masyarakat merupakan “sesuatu” yang keberadaannya adalah untuk
memenuhi tugas sosial dan kebutuhan khusus bagi masyarakat. Berbagai
jenis lembaga ada dan dikenal masyarakat yang masing-masing
mempunyai maksud dan tujuan dari tiap lembaga yang bersangkutan.3
Perkembangan perekonomian Indonesia salah satunya adalah
bertopang pada sektor perbankan yang ada di Indonesia. Keberadaan bank
yang yang bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.4 Bank
3 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan di Indonesia, Reika Aditama, Bandung,
2010, hlm. 2. 4 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
3
adalah sebagai salah satu lembaga keuangan yang fungsi utamanya sebagai
penghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat.5
Perbankan nasional berfungsi sebagai sarana pemberdayaan
masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha
kecil, menengah, dan koperasi. Oleh sebab itu perbankan Indonesia
sebagai agen pembangunan (agent of development) yaitu sebagai lembaga
yang bertujuan guna mendukung pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat
banyak.6 Hal tersebut diatur di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan)
bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kerdit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.7
Bank yang merupakan lembaga intermediasi keuangan (financial
intermadiary) yaitu kegiatan pengalihan dana dari pihak yang kelebihan
dana (unit ekonomi surplus) kepada pihak yang kekurangan dana (unit
ekonomi defisit). Baik pihak kelebihan dana (unit ekonomi surplus)
maupun pihak yang kekurangan dana (unit ekonomi defisit) dapat berupa
5 Djoni S. Gazali, Rachmadi Usman, Op.cit, hlm. 1. 6 Djumhana Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012,
hlm. 18. 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan.
4
badan usaha, lembaga pemerintah, atau perorangan.8 Bisnis yang
dijalankan dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan bisnis yang
penuh resiko (full risk business) karena aktivasinya sebagian besar
mengandalkan dana titipan masyarakat. Besarnya peran perbankan dalam
kegiatan perekonomian harus didukung dengan peraturan yang kuat. Hal
tersebut sebagai upaya mewujudkan perbankan yang sehat. 9
Akan tetapi, timbul permasalahan terhadap pemerataan layanan
perbankan di Indonesia dalam melaksankan tugasnya untuk meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak. Hal ini terjadi karena berdasarkan letak
geogarfis Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Jangkauan
masyarakat terhadap layanan perbankan menjadi sulit karena perbankan
itu sendiri tidak merata. Layanan perbankan hanya tertumpuk di pusat kota
saja, kurang menyentuh masyarakat yang ada di pelosok daerah. Hal inilah
yang menyababkan kesenjangan kesejahteraan di Indonesia akibat tidak
meratanya pembangunan perekonomian nasional.
Sulitnya sebagian besar masyarakat daerah untuk mendapatkan
layanan perbankan menjadikannya fakta mengenai tingginya jumlah
penduduk yang belum tersentuh layanan perbankan (unbanked people).10
8 Abdulkadir Muhamad, Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.15. 9 Zaini Zulfi Diane, Aspek Hukum dan Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan, Keni Media,
Bandung, 2014, hlm. 31. 10 Secara global tercatat lebih dari dua miliar orang dewasa di seluruh dunia tergolong ke
dalam unbanked people. Sekitar sepuluh persen (10%) dari 2,5 miliar orang di dunia hidup
dengan pendapatan kurang dari 2 USD per hari tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan
apapun. Lihat: Timothy R. Lyman, Gautam Ivatury, and Stefan Staschen, “Use of Agents in
Branchless Banking for the Poor: Rewards, Risk and Regulation”, The Consultative Group to Assist
5
Kondisi demikian terutama terjadi di negara-negara berkembang. Di
Indonesia, angka warga negara usia dewasa baik yang belum mengenal,
menggunakan, atau memiliki akses pada layanan perbankan tergolong
masih tinggi.11
Berdasarkan hasil survei Bank Dunia, kurang dari 50% penduduk
Indonesia memiliki rekening bank pada institusi keuangan formal (bank)
dan hanya 17% dari penduduk yang mempunyai akses kredit. Lebih jauh,
hasil survei rumah tangga yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2010
menunjukkan bahwa 62% rumah tangga tidak memiliki tabungan sama
sekali. Jumlah kepemilikan rekening masyarakat Indonesia dinilai masih
rendah bahkan se-Asean.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab terbatasnya layanan
perbankan ke masyarakat diseluruh pelosok adalah terbatasnya
infrastruktur karena kondisi alam Indonesia yang berkepulauan.
Masyarakat sendiri masih merasakan hambatan dalam memperoleh
layanan jasa keuangan formal dari perbankan. Selain keterbatasan
infrastruktur lembaga keuangan dimaksud, juga disebabkan rendahnya
the Poor, Focus Note Number 38, October 2008, http://www.cgap.org, Akses 15/08/2017, Pukul
20.40 WIB. 11 Lembaga riset Sharing Vision mencatat sebanyak 68 persen dari 246,9 juta penduduk
Indonesia belum memiliki rekening Bank. Dari jumlah tersebut 80 persen penduduk berusia 15
tahun ke atas belum tersentuh layanan perbankan sementara 52 persen rumah tangga belum
memiliki simpanan pada lembaga keuangan formal. Berdasarkan Global Financial Inclusion Index
2011 yang dirilis oleh Bank Dunia tercatat bahwa jumlah penduduk Indonesia usia dewasa yang
memiliki rekening pada lembaga keuangan formal hanya berjumlah 20 persen. Jumlah ini masih
jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia (66,7%), Thailand
(77,7%) dan Filipina (26,5%). Lihat: ILO, “Financial Inclusion Development Policy in
Indonesia”,http://www.ilo.org, Akses 15/08/2017, Pukul 21.00 WIB.
6
penghasilan sehingga pendapatan yang diterima penduduk desa lebih
banyak digunakan untuk konsumsi. Berdasarkan hasil survei Bank Dunia
79% masyarakat yang tidak memiliki tabungan karena tidak memiliki
uang. Namun demikian, masyarakat berpendapatan rendah adalah active
money managers yang sangat membutuhkan akses keuangan terhadap
lembaga keuangan khususnya perbankan. Selain itu, rendahnya
pemahaman masyarakat tentang keuangan (financial literacy) dan belum
tersedianya produk yang sesuai untuk kelompok masyarakat kecil
menambah rumit persoalan.12
Seiring dengan perkembangan masa di era globalisasi ini, apapun
aktivitas masyarakat tidak akan terlepas dari bantuan teknologi. Begitu
pula pada lembaga keuangan yang kini mulai bergeser pada lembaga
keuangan berbasis teknologi. Salah satu kemajuan dalam bidang keuangan
saat ini adanya adaptasi Fintech (Financial Technology).
Fintech itu sendiri berasal dari istilah Financial Technology atau
teknologi finansial. Menurut The National Digital Research Centre
(NDRC), Fintech merupakan suatu inovasi pada sektor finansial.
Tentunya, inovasi finansial ini mendapat sentuhan teknologi modern.
Keberadaan Fintech dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang
lebih praktis dan aman.13
12http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/berita/Documents/Branchless%20B
anking%20Setelah%20Multilicense%20(Publik).pdf, Akses 15/08/2017, Pukul 20.00 WIB. 13 Fauziah Hadi, Penerapan Financial Technology (Fintech) sebagai Inovasi Pengembangan
Keuangan Digital di Indonesia, terdapat dalam http://temilnas16.forsebi.org/penerapan-financial-technology-fintech-sebagai-inovasi-pengembangan-keuangan-digital-di-indonesia/, Akses 18/10/2017, Pukul 19.00 WIB.
7
Fintech merupakan implementasi dan pemanfaatan teknologi untuk
peningkatan layanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya
dilakukan oleh perusahaan rintisan (startup) dengan memanfaatkan
teknologi software, internet, komunikasi, dan komputasi terkini.14 Konsep
ini yang mengadaptasi perkembangan teknologi yang dipadukan dengan
bidang finansial sehingga bisa menghadirkan proses transaksi keuangan
yang lebih praktis, aman serta modern. Bentuk dasar fintech antara lain
Pembayaran (digital wallets, P2P payments), Investasi (equity
crowdfunding, Peer to Peer Lending), Pembiayaan (crowdfunding, micro-
loans, credit facilities), Asuransi (risk management), Lintas – proses (big
data analysis, predicitive modeling), Infrastruktur (security).15
Kemunculan perusahaan-perusahaan keuangan dalam bidang
layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer
atau P2P lending) yang semakin mendapatkan perhatian publik dan
regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Hal
tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi. Dalam POJK tersebut mengatur tentang layanan
pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau bisa disebut
dengan pinjam meminjam uang secara peer to peer. Layanan ini
merupakan suatu terobosan dimana banyak masyarakat Indonesia yang
belum tersentuh layanan perbankan (unbanked people) akan tetapi sudah
14 Nofie Iman, Financial Technology dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra Linkage Bank Syariah Mandiri, Yogyakarta, 2016, hlm. 6.
15 Ibid. hlm. 7.
8
melek akan teknologi. Layanan Fintech berbasis P2P Lending menjadi
salah satu solusi terbatasnya akses layanan keuangan di tanah air dan
mewujudkan inklusi keuangan melalui sinerginya dengan institusi-institusi
keuangan dan perusahaan-perusahaan teknologi lainnya.16
Para pihak dalam layanan Fintech berbasis P2P Lending ini terdiri
dari Penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi
informasi, Pemberi Pinjaman, dan Penerima Pinjaman. Dalam hal ini
peneliti membatasi Penerima Pinjaman dalam batas Penerima Pinjaman
perseorangan bukan Penerima Pinjaman badan hukum. Hal ini juga diatur
dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016.17 Mekanismenya, sistem dari
Penyelenggara Fintech akan mempertemukan pihak peminjam dengan
pihak yang memberikan pinjaman. Jadi, boleh dikatakan bahwa dalam
layanan Fintech berbasis P2P Lending merupakan marketplace untuk
kegiatan pinjam-meminjam uang secara online.
Fintech menjadi begitu populer di Indonesia karena berbagai macam
alasan, antara lain:18
1. meluasnya penggunaan internet dan smartphone, sehingga
dibutuhkan transaksi keuangan secara online;
2. Fintech dianggap lebih praktis dibandingkan industri
keuangan konvensional yang lebih kaku;
3. Maraknya bisnis berbasis teknologi digital;
4. Industri keuangan online yang lebih simpel bagi pemain
usaha start–up; dan
16http://nasional.kompas.com/read/2016/11/26/060000226/.p2p.lending.sebagai.wujud.
baru.inklusi.keuangan, Akses 05/09/2015, Pukul 01.30 WIB. 17 Pasal 1 angka 6, angka 7, angka 8 POJK Nomor 77/POJK.01/2016. 18Tim Jurnalistik Legalscope, Perkembangan Fintech di Indonesia, terdapat dalam
https://www.legalscope.id/perkembangan-fintech-di-indonesia/, Akses 12/09/2017, Pukul 16.10 WIB.
9
5. Penggunaan sosial media (memungkinkan industri Fintech
berkembang karena data yang diunggah pengguna ke
sosial media bisa digunakan untuk menganalisa risiko
nasabah).
Indonesia memiliki lebih dari 57 juta pelaku usaha mikro. Namun,
hanya satu persen dari usaha tersebut yang dapat berkembang menjadi
UKM berdaya saing. Indonesia memiliki kesempatan memanfaatkan
Fintech untuk mengisi kekosongan dana, mempengaruhi ekonomi dan
memberi dampak positif bagi jutaan orang di negara ini. Fintech adalah
sarana baru yang dapat digunakan untuk mempercepat inklusi keuangan
nasional.19
Dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan dalam Fintech
membuat tumbuh banyak perusahaan Fintech di Indonesia. Akan tetapi,
apabila melakukan pinjam meminjam uang dalam bank konvesional, bank
memiliki lebih banyak persyaratan yang harus dipenuhi sehingga
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pencairan dana. Di
bandingkan dengan layanan pinjaman meminjam secara Peer to Peer
Lending ini menjual kecepatan dan kemudahan di era digital. Ketika
sebuah platform P2P lending memiliki Pemberi Pinjaman, maka mereka
siap memberikan pinjaman. Langkah yang perlu diikuti biasanya tertera
lengkap di website, terutama karena aktivitas platform P2P lending
mayoritas dilakukan secara online.
19https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160419134722-78-125007/ojk-waspadai-
empat-risiko-bisnis-fintech/Akses 12/09/2017, Pukul 17.00 WIB.
10
Fintech berbasis Peer to Peer Lending merupakan sebuah
Penyelenggara sistem elektronik. Pemanfaatan teknologi informasi dan
transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:20
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat
informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiang orang untuk
memajukan pikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan
bertanggung jawab;
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi
pengguna dan Penyelenggara teknologi informasi.
Dalam pelaksanaan Fintech berbasis P2P Lending diperlukan adanya
regulasi yang mengaturnya karena Fintech termasuk dalam
mikroprudensial sehingga kegiatannya akan senantiasa di awasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK). Sistem pengawasan
secara mikroprudensial maksudnya adalah OJK memiliki kewenangan
yang lebih mengarah kepada analisis perkembangan individu lembaga
keuangan.21 Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan penyelanggara
Fintech berbasis P2P Lending harus tetap dalam koridor hukum
pengawasan OJK, sebagaimana diatur dalam penyelanggara Fintech
berbasis P2P Lending dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
20 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. 21 Sesi 1 - Stabilitas Sistem Keuangan – s. hlm. 8.
11
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis
Teknologi Informasi.
Pada prakteknya, kemunculan perusahaan-perusahaan Fintech yang
telah terdaftar dan diawasi OJK, juga menimbulkan permasalahan hukum
yang baru pula. Sebagai contoh penulis memberikan tiga contoh
perusahaan yaitu PT Investree Radhika Jaya (Investree), PT Mediator
Komunitas Indonesia (Crowdo), PT Akseleran Keuangan Inklusif
Indonesia (Akseleran). Dalam mekanismenya, baik Investree, Crowdo,
maupun Akseleran adalah sebagai Penyelenggara layanan Fintech berbasis
Peer to Peer Lending yang menyediakan wadah bagi Pemberi Pinjaman
untuk menyalurkan dana kepada Penerima Pinjaman.
Untuk contoh yang pertama, cara yang dilakukan oleh Investree
untuk menarik Pemberi Pinjaman adalah dengan memberikan hasil yang
cukup tinggi bagi para pemberi modal. Rata-rata return imbal hasil yang
ditawarkan oleh Penyelenggara adalah sekitar 17,3% per tahun. Return
tinggi tersebut didapatkan berkat memilih dan dalam sistem pendanaan
langsung kepada Penerima Pinjaman.22
Kegiatan Penyelenggara dalam Penyelenggaraan layanan Fintech
berbasis Peer to Peer Lending sebagai wadah bagi kegiatan seperti pinjam
meminjam uang pada umumnya. Pemberi Pinjaman berkudukan sebagai
kreditur dan Penerima Pinjaman sebagai debitur. Keduanya memiliki
22http://republika.co.id/berita/ekonomi/fintech/17/08/17/outv5n-investree-tawarkan-
imbal-hasil-tinggi-kepada-investor, Akses 17/09/2017, Pukul 08.00 WIB.
12
hubungan hukum sebagaimana pinjam meminjam pada umumnya.
Investree, selain sebagai pihak yang menyediakan ruang eksklusif bagi
kegiatan pinjam meminjam uang secara online juga sebagai pihak yang
menyeleksi, menganalisis, dan menyetujui aplikasi pinjaman yang
diajukan oleh Borrower (Penerima Pinjaman) agar menghasilkan
pendanaan yang berkualitas untuk ditawarkan kepada para Pemberi
Pinjaman23 sehingga Pemberi Pinjaman hanya bisa memilih Penerima
Pinjaman berdasarkan portofolio analisis yang ditawarkan oleh
Penyelenggara (Investree).
Dalam mekanisme Penyelenggara layanan Fintech berbasis Peer to
Peer Lending apabila terjadi gagal bayar dari Penerima Pinjaman, usaha
penagihan akan Investree jalankan melalui Unit Penagihan Pihak Ketiga
dengan upaya-upaya yang sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Pemberi Pinjaman jelas dapat mengajukan gugatan kepada Penerima
Pinjaman namun Investree tidak dapat menjamin kesuksesan dari Pihak
Ketiga atau upaya-upaya hukum untuk menagihkan sisa pinjaman
sehingga Lender (Pemberi Pinjaman) tetap dapat mengalami kerugian
sepenuhnya dari pendanaan yang ditanamkan.24
Contoh yang kedua adalah Crowdo. Crowdo menarik minat Pemberi
Pinjaman dengan adanya perolehan pengembalian atas nilai yang
diinvestasikan atau dipinjamkan melalui Crowdo kepada Penerima
23 https://www.investree.id/how-it-works, Akses 10/10/2017, Pukul 20.00 WIB. 24 https://www.investree.id/how-it-works/know-your-risk, Akses 20/09/2017, Pukul 10.00
WIB.
13
Pinjaman kemudian ditambah dengan bunga dengan jadwal pembayaran
kepada Pemberi Pinjaman pada waktu yang telah disepakati.25 Pemberi
Pinjaman dapat dengan bebas memberikan pinjaman melalui Crowdo
tanpa ada batasan apapun.26
Crowdo dengan tegas tidak melakukan penjaminan apapun kepada
Pemberi Pinjaman yang telah menyalurkan dananya melalui Crowdo
karena hal tersebut merupakan resiko yang mungkin terjadi apabila
melakukan investasi atau memberikan pinjaman kepada pihak Penerima
Pinjaman meskipun melalui Crowdo.27 Meskipun demikian apabila terjadi
kondisi gagal bayar (secara dua bulan berturut-turut terjadi keterlambatan
bayar) dari Penerima Pinjaman kepada Pemberi Pinjaman, maka Crowdo
akan melanjutkan dengan likuidasi jaminan dan hasil dari likuidasi akan
dipergunakan untuk membayar pokok jaminan kepada Pemberi Pinjaman
bagi Penerima Pinjaman yang memberikan jaminan dalam proses pinjam
meminjam tersebut. Akan tetapi bagi Penerima Pinjaman yang tanpa
jaminan, Crowdo akan membantu dengan malakukan mediasi kepada
Penerima Pinjaman untuk potensi solusi pembayaran kembali dengan
menginformasikan proses yang sedang berjalan kepada investor.28
25 https://p2pid.crowdo.com/learning_center/item/882, Akses 25/12/2017, Pukul 14.40
WIB. 26 https://p2pid.crowdo.com/learning_center/item/879, Akses 25/12/2017, Pukul 14.49
WIB. 27 https://p2pid.crowdo.com/learning_center/item/888, Akses 25/12/2017, Pukul 14.55
WIB. 28 https://p2pid.crowdo.com/learning_center/item/889, Akses 25/12/2017, Pukul 15.00
WIB.
14
Contoh yang ketiga yaitu Akseleran, untuk menarik Pemberi
Pinjaman adalah dengan menggunakan bunga yang cukup menjanjikan
bagi setiap pinjaman dana yang diberikan bagi Pemberi Pinjaman. Suku
bunga yang didapatkan adalah sebesar 11.75%-30% (bunga efektif
pertahun) tergantung pinjaman yang dipilih.29 Besaran suku bunga yang
didapatkan bagi Pemberi Pinjaman adalah ditentukan oleh Akseleran
berdasarkan grade dari pinjaman tersebut yang ditentukan berdasarkan
analisa kelayakan dan risiko pinjaman oleh Akseleran.30
Bagi Pemberi Pinjaman, Akseleran tidak menjamin pinjaman yang
ada. Pada dasarnya Penerima Pinjaman dibagi menjadi dua, pinjaman
dengan jaminan agunan dan pinjaman tanpa jaminan dengan agunan.31
Namun demikian, Akseleran hanya akan melakukan analisa kelayakan
pinjaman dan menggunakan usaha terbaiknya untuk meminimalisir kredit
macet.32
Berdasarkan contoh-contoh tersebut, yang dilakukan Penyelenggara
(Investree, Crowdo, Akseleran) adalah hanya menyediakan tempat bagi
pemberi dan Penerima Pinjaman. Penyelenggara bukan sebagai pihak
dalam perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan oleh Pemberi
Pinjaman dan Penerima Pinjaman sehingga Penyelenggara tidak memiliki
tanggung jawab atau kewajiban dalam perjanjian pinjam meminjam secara
29 https://www.akseleran.com/pinjaman/pertanyaan-umum/investasi, Akses 25/12/2017,
Pukul 15.10 WIB. 30 https://www.akseleran.com/pinjaman/pertanyaan-umum/investasi, Akses 25/12/2017,
Pukul 15.15 WIB. 31 Ibid, Akses 25/12/2017, Pukul 15.20 WIB. 32 Ibid, Akses 25/12/2017, Pukul 15.25 WIB.
15
online tersebut apabila terjadi gagal bayar oleh Penerima Pinjaman.
Ketiadaan hubungan hukum antara Penyelenggara dengan pengguna
layanan pinjam meminjam tersebut menimbulkan konsekuensi hukum.
Khususnya bagi Pemberi Pinjaman tidak dapat mengajukan tuntutan
hukum kepada Penyelenggara apabila Pemberi Pinjaman mengalami
kerugian sebagai akibat tindakan Penyelenggara dalam Penyelenggaraan
layanan Fintech berbasi Peer to Peer Lending.
Keterbatasan tanggung jawab Investree, Crowdo, Akseleran sebagai
Penyelenggara layanan Fintech berbasis Peer to Peer Lending jika terjadi
gagal bayar oleh Perima Pinjaman jelas bertentangan dengan Pasal 37
POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
berbasis Teknologi Informasi bahwa Penyelenggara wajib bertanggung
jawab atas kerugian pengguna yang timbul akibat kesalahan dan/atau
kelalaian, direksi, dan/atau pegawai Penyelenggara. Bahwa Pemberi
Pinjaman tidak akan menyalurkan dananya kepada Pemberi Pinjaman
tanpa direkomendasikan oleh pihak Penyelenggara sehingga jelas tidak ada
perlindunagan hukum bagi Pemberi Pinjaman.
Berdasarkan pada uraian sebagaimana tersebut di atas, nampak
bahwa POJK No.77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam
berbasis teknologi informasi belum sepenuhnya memberikan perlindungan
hukum khususnya bagi Pemberi Pinjaman, padahal Indonesia telah
16
mendeklarasikan sebagai negara hukum.33 Negara hukum adalah negara
yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga
negaranya.34 Sehubungan dengan pendeklarasian bahwa Indonesia adalah
negara hukum, maka setiap perbuatan harus diatur berdasarkan peraturan
hukum. Peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan
hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga
negaranya.35 Hukum itu penting karena hukum yang berlaku akan
mengikat pihak-pihak terkait. Pentingnya perlindungan hukum khususnya
bagi Penerima Pinjaman dalam keberlangsungan dunia bisnis dan investasi
adalah sebagai bentuk kepastian hukum bagi penggunanya. Untuk itu
peneliti bermaksud melakukan sebuah penelitian hukum dengan judul
“Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam
Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer to Peer Lending
di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas,
maka rumusan masalah pada skripsi ini adalah bagaimana perlindungan
hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam Penyelenggaraan Financial
Technology berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia ?
33 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). 34 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Cetakan Kelima, CV Sinar Bakti, Jakarta, 1983, hlm. 153. 35 Ibid.
17
C. Tujuan Penelitian
Sebagai tindak lanjut dari rumusan masalah yang telah ditetapkan
di atas, maka tujuan dilakukannya perumusan masalah di atas dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi Pemberi
Pinjaman dalam Penyelenggaraan Financial Technology berbasis Peer to
Peer Lending di Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah
yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang
dapat menunjang sekaligus dapat berdampak pada kurang menguntungkan.
Sementara itu, perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak
cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu
diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor
perbankan maupun pada jasa keuangan lainnya, sehingga diharapakan
akan dapat memperbaiki dan memperkukuh ekonomi nasional.36
Bank memiliki peran besar dalam tata kehidupan masyarakat baik
secara jangka pendek maupun jangka panjang. Posisi bank menjadi lebih
sentral karena menghubungkan mereka yang kelebihan dana dan mereka
yang kekurangan dana.37 Kedudukan bank menjadi sangat penting ketika
bank tersebut bekerja dan ikut serta mendorong tumbuh dan
berkembangnya ekonomi suatu negara. Artinya perbankan beserta
organisasi bisnis lainnya berkewajiban untuk mewujudkan amanah rakyat
36 Djoni S. Gazali, Rachmadi Usman, Op.cit, hlm. 10. 37 Irham Fahmi, Pengantar Perbankan Teori dan Aplikasi, Alpabeta, Bandung, Cetakan
Kesatu 2014, hlm. 1.
18
dalam mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi termasuk mendukung
penciptaan stabilitas sosial politik nasional.38
Terbatasnya infrastruktur karena kondisi alam Indonesia yang
berkepulauan menjadi salah satu faktor penyebab terbatasnya layanan
perbankan ke masyarakat diseluruh pelosok Indonesia. Perhitungan skala
ekonomis operasional bank di suatu daerah tersebut menjadi faktor penting
seperti tergambar kecilnya indikator jumlah layanan perbankan seperti
kantor cabang dan ATM. Keberlangsungan pelaksanaan kegiatan bank
belum merata karena masyarakat masih belum memiliki akses terhadap
layanan perbankan (unbanked people), sehingga, masyarakat sendiri masih
merasakan hambatan dalam memperoleh layanan jasa keuangan
konvensional dari perbankan.
Fintech berasal dari istilah Financial Technology atau teknologi
finansial. Menurut The National Digital Research Centre (NDRC), fintech
merupakan suatu inovasi pada sektor finansial. Tentunya, inovasi finansial
ini mendapat sentuhan teknologi modern. Keberadaan fintech diharapkan
dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan
aman.39 Hal ini merupakan salah satu perkembangan sistem layanan
keuangan dengan menggunakan teknologi.
Bank Indonesia mendefinisikan Fintech sebagai Fenomena
perpaduan antara teknologi dan fitur keuangan yang mengubah model
38 Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakrta,
Cetakan Kesatu, 2015, hlm. 2. 39 Fauziah Hadi, Loc.cit.
19
bisnis dan penghalang model keuangan yang lemah. Hal tersebut bertujuan
untuk masuk yang mengarahkan pada peningkatan pemain dalam
menjalankan layanan serta membantu inklusi keuangan.40 Fintech adalah
salah satu yang mewakili industri baru yang menggabungkan semua inovasi di
bidang jasa keuangan yang telah dilaksanakan melalui perkembangan baru dalam
teknologi. Fintech didedikasikan untuk sektor jasa keuangan dan sedang
berkembang untuk memanfaatkan seluruh teknologi yang digunakan dalam
industri jasa keuangan dan bukan hanya inovasi baru.41
Fintech diselenggarakan oleh perusahaan baru yang disebut dengan
perusahaan rintisan atau start-up. Merujuk pada pengertian start-up, lebih
detail dijelaskan bahwa start-up adalah perusahaan yang baru berdiri atau
masih dalam tahap merintis, yang umumnya bergerak di bidang teknologi
dan informasi di dunia maya atau internet. Dengan demikian istilah start-
up tidak berlaku untuk semua bidang usaha.42
Fintech lebih berpusat pada perusahaan yang melakukan inovasi di
bidang jasa keuangan dengan sentuhan teknologi modern. Jenis fintech
cukup beragam, mulai dari pengelolaan aset, penggalangan dana, e-money,
p2p lending, payment gateway, remittance, saham, hingga meliputi bidang
asuransi. Dengan perkembangan start-up yang ada, banyak pula investor
40 Fintech Indonesia Daily Social, State of Indonesia Fintech Industry 2016, Indonesia
Fintech Report 2016, hlm.16. 41 Ion MICU, Alexandra MICU, “Financial Technology (Fintech) And Its Implementation On
The Romanian Non-Banking Capital Market”, Vol. 2, Issue 2(11)/2016, 380.
42 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cetakan kelima, CV Sinar Bakti, Jakarta, 1983, hlm. 153.
20
baik dari individu maupun institusi yang melirik perusahaan start-up
sebagai lahan untuk berinvestasi.43
Peer to Peer Lending adalah pinjam meminjam dari satu orang ke
orang lain. Istilah ini berarti hanya ada dua peserta. Pada proses pemberian
pinjaman tanpa agen perantara seperti bank dan lembaga kredit. Ada situs
web khusus berupa platform Penyelenggara di mana pengguna dapat
menjadi peminjam serta pemberi pinjaman. Pada pinjam meminjam secara
online ada yang dengan jaminan dan ada juga yang tanpa ada jaminan.44
Dalam P2PL, risiko lebih tinggi karena tidak mungkin untuk memeriksa
sejarah kredit riil peminjam dalam banyak kasus dan untuk membuat
penilaian pinjamannya. Sejalan dengan itu, suku bunga untuk kredit ini
akan relatif dibesar-besarkan. Berdasarkan hal tersebut Pemberi Pinjaman
lebih suka meminjamkan banyak pinjaman kecil kepada banyak peminjam
untuk mengurangi risiko pembayaran kembali.45
Fintech menjadi begitu populer di Indonesia karena meluasnya
penggunaan internet dan smartphone, sehingga dibutuhkan transaksi
keuangan secara online. Fintech dianggap lebih praktis dibandingkan
industri keuangan konvensional yang lebih kaku, maraknya bisnis berbasis
teknologi digital, industri keuangan online yang lebih mudah bagi pemain
usaha start–up, dan penggunaan sosial media di masa sekarang
memungkinkan industri Fintech berkembang karena data yang diunggah
43 Ibid. 44 Ekaterina Kalmykova, Anna Ryabova (Tomsk Polytechnic University), Fintech Market
Development Perspectives, DOI:10.1051/shsconf/20162801051, hlm.2. 45 Ibid.
21
pengguna ke sosial media bisa digunakan untuk menganalisa risiko
nasabah.46 Kemudahan yang ditawarkan dalam Fintech jauh lebih banyak
dibandingkan dengan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pinjam
meminjam uang bank konvesional, sehingga hal tersebut membuat banyak
perusahaan Fintech bermunculan di Indonesia.
Fintech berbasis peer-to-peer lending atau di dalam POJK Nomor
77/POJK.01/2016 disebut sebagai layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi informasi. Berdasarkan hal tersebut sudah jelas kegiatan
pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dengan
menggunakan jaringan internet. Sehingga, hal tersebut menjadi solusi bagi
perekonomian Indonesia dimana target utama adalah masyarakat yang
belum tersentuh oleh layanan perbankan. Kemudahan akses dan
persyaratan merupakan kunci utama yang menjadi keunggulan layanan
Fintech berbasis peer-to-peer lending.
Berbagai perusahaan start up Fintech memang sudah cukup banyak
bermunculan di Indonesia, akan tetapi baru beberapa perusahaan yang
telah mendafatarkan diri kepada OJK seperti Investree, Uang Teman,
Amartha, Modalku, KoinWork, dan masih banyak lagi. Peran OJK dalam
Penyelenggaraan Fintech berbasis Peer to Peer Lending tersebut adalah
sebagai lembaga independ yang mempunyai fungsi, tugas, wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksa dan penyidik.47
46Tim Jurnalistik Legalscope, Perkembangan Fintech di Indonesia, terdapat dalam
https://www.legalscope.id/perkembangan-fintech-di-indonesia, Loc.cit. 47 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
22
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
dalam sektor jasa keuangan adalah:48
1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil;
3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Yang dimaksud dengan “melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat” termasuk perlindungan terhadap pelanggaran dan
kejahatan di sektor keuangan seperti manipulasi dana berbagai
bentuk penggelapan dalam kegiatan jasa keuangan.
OJK adalah sebagai pembuat regulasi dalam Penyelenggaraan
Fintech berbasis Peer to Peer Lending sehingga harus mampu membuat
peraturan yang rigid dan memberikan perlindungan hukum bagi
masyarakat yang menggunkan layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi tersebut. Pertumbuhan perusahaan-perusahaan Fintech
menjadi angin segar tersendiri bagi para pelaku usaha yang belum
tersentuh oleh layanan perbankan. Subyek hukum dalam Penyelenggaraan
fintech itu sendiri terdiri dari Penyelenggara layanan pinjam meminjam
berbasis teknologi informasi, Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman.
Peneliti membatasi Penerima Pinjaman dalam batas pinjaman
perseorangan. Perbuatan pinjam meminjam berbasis teknlogi informasi ini
diartikan sama dengan pinjam meminjam uang pada umumnya sesuai
dengan KUHPerdata.
48 Neni Sri Imaniyati, Panji Adam Agus Putra, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia,
Refika Aditama, Bandung, Cetakan Kedua (Revisi), 2016, hlm.195.
23
Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak
yang terakhir ini akan mengembalikan jumlah yang sama dari jenis dan
mutu yang sama pula (Pasal 1754 KUHPerdata). Dalam Penyelenggaraan
Fintech, perikatan yang dilakukan adalah dengan dokumen elektronik
yang menghubungkan pemberi dengan Penerima Pinjaman yang kemudian
membentuk suatu hubungan hukum. Dasar adalah suatu perjanjian yang
mengikat bagi para pihak. Syarat sahnya perjanjian harus pula tepenuhi
sesuai dengan Pasal 1320 KHPerdata yaitu
1. Sepakat mereka untuk mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
Jika keempat syarat tersebut dipenuhi para pihak maka perjanjian
menjadi sah yang selanjutnya mempunyai akibat hukum sebagaimana
diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yaitu perjanjian yang telah sah
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, tidak dapat dibatalkan
secara sepihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik/jujur. Jika Pasal
1338 KUHPerdata telah dipenuhi maka perjanjian mencapai tujuan dengan
demikian perikatan kedua belah pihak menjadi hapus.
Dalam suatu regulasi masih dimungkinkan ada hal-hal yang belum
bisa melindungi para pihaknya. Sebagai contoh perusahaan Investree
apabila terjadi kerugian dalam transaksi gagal bayar dari Penerima
24
Pinjaman, Penyelenggara tidak bertanggung jawab atas kerugian yang
dialami oleh Pemberi Pinjaman karena Penyelenggara bukan merupakan
pihak dalm perjanjian tersebut. Jelas belum ada perlindungan hukum
khususnya bagi Pemberi Pinjaman dalam regulasi yang sudah ada.
Indonesia telah mendeklarasikan sebagai negara hukum,49 sehingga
negara yang berdiri di atas hukum harus menjamin keadilan kepada warga
negaranya. Oleh sebab itu, setiap perbuatan harus diatur berdasarkan
peraturan hukum. Peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika
peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar
warga negaranya.50 Hukum itu penting karena hukum yang berlaku akan
mengikat pihak-pihak terkait. POJK Nomor 77/POJK.01/2016 diharapkan
dapat melindungi para penggunanya terutama bagi Pemberi Pinjaman
dalam pemanfaatan layanan Fintech berbasis Peer to Peer Lending.
Layanan Fintech berbasis Peer to Peer Lending ini dapat menjadi
solusi bagi masyarkat yang belum tersentuh oleh layanan perbankan.
Masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup dengan usaha yang dilakukan
dengan kemudahan akses yang diterimanya khususnya akses layanan
Fintech berbasis Peer to Peer Lending. Keberadaan perusahaan start-up
Fintech bukan untuk menggeser keberadaan bank konvesional akan tetapi
untuk dapat berjalan beriringan dan membantu untuk menyalurkan dana
kepada masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan dengan
49 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). 50Ibid.
25
fasilitas teknologi informasi yang telah berkembang dengan tetap
memberikan perlindungan hukum bagi para pihak di Indonesia.
E. Definisi Operasional
1. Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik
itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk
represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak
tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.51
2. Financial Technologi
Financial Technologi adalah implementasi dan pemanfaatan
teknologi untuk peningktana layanan jasa keuangan. Umumnya
dilakukan oleh perusahaan rintisan (start up) yang memanfaatkan
software, internet, dan komunikas dan komputasi terkini.52
3. Peer to Peer Lending
Peer to Peer Lending atau pembiayaan peer-to-peer adalah
sebuah pinjaman. Pinjaman peer-to-peer disebut juga pembiayaan
utang. Mekanismenya, perusahaan (startup) memberikan suatu
wadah yang mempertemukan banyak orang yang membutuhkan
pinjaman dengan banyak orang lainnya yang bersedia memberikan
pinjaman.53
51Benedhicta Desca Prita Octalina, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi
Ekonomi, Jurnal Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014, hlm. 6. 52 Nofie Iman, Op.cit, hlm.6. 53 https://www.investree.id/how-it-works, akses 23/09/2017, pukul 17.00 WIB.
26
4. Penyelenggara
Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi selanjutnya disebut Penyelenggara adalah
badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan
mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi.54
5. Penerima Pinjaman
Penerima Pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang
mempunyai utang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi.55 Dalam penulisan ini dibatasi
oleh pinjaman perseorangan.
6. Pemberi Pinjaman
Pemberi Pinjaman adalah orang, badan hukum dan/atau
badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.56
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif yaitu penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang
54 Pasal 1 angka 6 POJK Nomor 77/ POJK.O1/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi. 55 Pasal 1 angka 7 POJK Nomor 77/ POJK.O1/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi. 56 Pasal 1 angka 8 POJK Nomor 77/ POJK.O1/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi.
27
menggunakan objek kajian penulisan berupa pustaka-pustaka yang
ada, baik berupa buku-buku, majalah, dan peraturan-peraturan yang
mempunyai korelasi terhadap pembahasan masalah, sehingga
penulisan ini juga bersifat penulisan pustaka (library research).57
2. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perudang-
undangan, yang dilakukan dengan menelaah peraturan dan regulasi
yang berkaitan dengan isu hukum yang ditangani, yaitu dengan
mengkaji permasalahan dari segi hukum yang terdapat dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan serta dari pustaka yang relevan
dengan pokok bahasan.
3. Objek Penelitian
Objek penlitian ini adalah perlindungan hukum bagi Pemberi
Pinjaman dalam Penyelenggaraan Financial Technology berbasis Peer
to Peer Lending di Indonesia.
4. Sumber Data Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer, adalah bahan yang isinya bersifat
mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam
penelitian ini terdiri dari:
1) Undang-Undang:
57Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif , Rajawali Press,Jakarta, 1998, hlm. 15.
28
a).Undang-Undang Dasar 1945;
b).Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan;
c).Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik;
d).Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan;
2) Peraturan lain :
a). POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Berbasis Teknologi Informasi;
b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang bersifat
menjelaskan atau membahas bahan hukum primer, yang terdiri
dari buku-buku literatur, jurnal, hasil penelitian dan karya
ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, yang terdiri dari Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Kamus Inggris-Indonesia.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi
pustaka dan studi dokumen, yaitu pengumpulan bahan hukum dengan
mengkaji, menelaah dan mempelajari jurnal, hasil penelitian hukum
29
dan mengkaji berbagai dokumen resmi institusional yang berupa
peraturan perundang-undangan, risalah sidang dan literatur yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian.
6. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang
dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data sekunder.58
Data sekunder yang akan digunakan berupa bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan, penelitian ini
disusun dengan menggunakan sistematika sebagai berikut;
BAB I Pendahuluan
merupakan bab yang memuat pedahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II Tinjauan Umum
merupakan bab yang menyajikan teori dan konsep yang bersumber
dari peraturan perundang-undangan maupun literatur-literatur
58 Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, cetakan kelima, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm.
107.
30
mengenai penerapan Financial Technology dan perlindungan
hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam Penyelenggaraan Financial
Technology berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia.
BAB III Analisis dan Pembahasan
merupakan bab yang akan memaparkan hasil penelitian yang
berupa perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman berkaitan
dengan Penyelenggaraan Financial Technology berbasis Peer to
Peer Lending ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB IV Penutup
merupakan bab yang berisi kesimpulan dari pembahasan tentang
rumusan masalah dan dilengkapi dengan saran sebagai bahan
rekomendasi dari hasil penelitian.
31
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG FINANCIAL TECHNOLOGY
DAN TEORI PERLINDUNGAN HUKUM
A. Tinjauan Umum tentang Financial Technology
1. Pengertian Financial Technology
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat di era digital saat ini telah mempengaruhi pola perilaku
manusia dalam mengakses beragam informasi dan berbagai fitur
layanan elektronik. Salah satu perkembangan teknologi yang menjadi
bahan kajian terkini di Indonesia adalah Teknologi Finansial atau
Financial Technology (FinTech) dalam lembaga keuangan.59 Fintech
sebagai terobosan baru memberikan kemudahan akses bagi seluruh
lapisan masyarakat, oleh sebab itu pada dasarnya Fintech dapat
diterima dengan baik oleh masyarakat di Indonesia.
Sebuah inovasi berhasil mentransformasikan suatu sistem
atau pasar dengan memperkenalkan kepraktisan, kemudahan akses,
kenyamanan, dan biaya yang ekonomis. Hal demikian disebut sebagai
Inovasi Disruptif (Disrutive Innovation). Inovasi Disruptif ini
biasanya mengambil segmen pasar tertentu yang kurang diminati atau
dianggap kurang penting bagi penguasa pasar, namun inovasinya
59 Imanuel Aditya Wulanata Chrismastianto, “Analisis SWOT Implementasi Teknologi
Finansial Terhadap Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.20, Edisi 1, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pelita Harapan Tanggerang, 2017, hlm. 133.
32
bersifat terobosan dan mampu meredefinisi sistem atau pasar.60 Sektor
finansial memiliki peran yang penting untuk mendukung kekuatan
perekonomian suatu negara. Dengan perkembangan teknologi yang
semakin maju, sektor finansial juga turut mengalami perkembangan
ke arah yang lebih modern dan praktis.
Munculnya Inovasi Disruptif jika tidak diantisipasi dengan
baik oleh dunia usaha dapat menyebabkan jatuhnya pasar-pasar pada
produk yang tidak mampu berinovasi. Fenomena Inovasi Disruptif
juga terjadi di Industri Jasa Keuangan yang telah men-disrupsi
landscape Industri Jasa Keuangan secara global. Mulai dari struktur
industrinya, teknologi intermediasinya, hingga model pemasarannya
kepada konsumen. Keseluruhan perubahan ini mendorong munculnya
fenomena baru yang disebut sebagai Financial Technology (Fintech).
Menurut National Digital Research Centre (NDRC),
teknologi finansial adalah istilah yang digunakan untuk menyebut
suatu inovasi di bidang jasa finansial, di mana istilah tersebut berasal
dari kata “financial” dan “technology” (FinTech) yang mengacu pada
inovasi finansial dengan sentuhan teknologi modern. The Oxford
Dictionary menyebut fintech sebagai program komputer dan teknologi
lain yang digunakan untuk mendukung atau memungkinkan layanan
perbankan dan keuangan. Kemudian FinTech Weekly memberikan
pengertian mengenai fintech sebagai sebuah bisnis yang bertujuan
60 Muliaman D. Hadad, Financial Technology (Fintech) di Indoensia, Kuliah Umum tentang
Fintech-IBS, OJK, Jakarta, 2017, hlm. 3.
33
menyediakan layanan keuangan dengan memanfaatkan perangkat
lunak dan teknologi modern.
Di Indonesia fintech dikenal dengan istilah Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Mengenai fintech
telah diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi. Pada Pasal 1 Angka 3 POJK 77/POJK.01/2016
menyebutkan bahwa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi (fintech) adalah penyelenggaraan layanan jasa
keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima
pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam
dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik
dengan menggunakan jaringan internet.
Bank Indonesia juga memberikan definisi mengenai
Financial Tecnology (Teknologi Finansial). Teknologi Finansial
diatur pada Pasal 1 Angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor
19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial bahwa
Teknologi Finansial adalah pengguna teknologi dalam sistem
keuangan yang menghasilkan produk layanan, teknologi, dan/atau
model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter,
stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan,
dan keandalan sistem pembayaran.
34
Konsep fintech tersebut mengadaptasi perkembangan
teknologi yang dipadukan dengan bidang finansial pada lembaga
perbankan. Fintech merupakan solusi dibidang keuangan di Indonesia.
Fintech sebagai layanan keuangan berbasis digital yang saat ini telah
berkembang dapat memfasilitasi masyarakat untuk melakukan proses
transaksi keuangan yang lebih praktis, aman serta modern.
2. Fungsi Financial Technology
Akses masyarakat pada keuangan, terutama layanan
perbankan di Indonesia sudah lama menjadi isu penting yang menjadi
perhatian para pemangku kepentingan. Menurut survei Bank Dunia,
yang dilansir Bisnis Indonesia pada Mei 2017 baru 37% penduduk
dewasa Indonesia memiliki rekening bank. Sementara sebesar 27%
penduduk dewasa Indonesia memiliki simpanan formal dan 13%
memiliki pinjaman formal. Artinya, sebanyak 63% warga Indonesia
belum dapat menikmati fasilitas keuangan termasuk perbankan.
Melalui Strategi Nasional Keuangan lnklusif (SNKI), pemerintah pun
menargetkan peningkatan rasio masyarakat pengakses layanan bank
menjadi 79% pada 2019.61
Berdasarkan hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
terbaru tahun 2016 yang dirilis awal tahun 2017, indeks literasi
keuangan Indonesia baru sebesar 29,66%. Masih jauh di bawah indeks
61https://www.awantunai.com/single-post/2017/07/17/Tidak-Ada-Lagi-Hambatan-Akses-
Finansial-Fintech-Dapat-Menolong-Anda-1, Akses Tanggal 27/01/2018, Pukul 09.00 WIB.
35
literasi keuangan negeri jiran Malaysia yang mencapai 65% apalagi
Singapura yang telah mencapai indeks 98%. Indeks literasi keuangan
sendiri merupakan indeks yang mengukur tingkat pemahaman dan
keyakinan masyarakat terhadap keuangan. Mulai dari memanfaatkan
produk keuangan dan pemahaman atas risiko. Indeks itu diperoleh
melalui survei yang digelar OJK pada 9.680 responden di 34 provinsi
yang tersebar di 64 kota/kabupaten di Indonesia dengan
mempertimbangkan gender, strata wilayah, umur, pengeluaran,
pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Gurita jaringan bank di Indonesia
juga masih terbatas di kota-kota besar. Tercatat, penetrasi kantor bank
di Indonesia baru ada satu kantor bank dibanding 100.000 jumlah
penduduk. Angka tersebut hanya seperenam bila dibandingkan dengan
Eropa. Bahkan bila dibandingkan dengan negeri Jiran Malaysia,
penetrasi bank di Indonesia juga masih kalah. Rasio kantor bank di
Malaysia sudah mencapai 10,7 bank dibanding 100.000 jumlah
penduduk.62
Kehadiran fisik perbankan yang masih relatif rendah ini pada
akhirnya mempengaruhi pula tingkat akses masyarakat terhadap
beragam jenis layanan perbankan, termasuk layanan pinjaman.
Ketatnya perbankan dalam menyeleksi peminjam, ditambah tingkat
kemelekan finansial (financial literacy) masyarakat Indonesia yang
masih rendah, menjadikan layanan pinjaman yang ditawarkan oleh
62 Ibid.
36
perbankan di Indonesia belum sepenuhnya mampu dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut menyebabkan banyak
kalangan masyarakat yang membutuhkan pinjaman modal ataupun
pinjaman untuk kebutuhan pribadi akhirnya terjerat tawaran para lintah
darat atau rentenir. Para rentenir ini menawarkan pinjaman dengan
bunga mencekik dan tanpa skema pinjaman yang jelas.
Sebagai contoh banyaknya kasus utang piutang akibat ulah
rentenir di pedesaan. Penentuan bunga pinjaman yang cukup tinggi
oleh rentenir yang sangat tidak wajar di mana bunga bahkan dihitung
dalam hitungan hari atau bahkan hitungan jam saja. Kasus seperti itu
banyak terjadi, terutama di pelosok desa. Masyarakat kesulitan
mengakses sumber pinjaman yang lebih "manusiawi" dan masuk akal
mengenai besar kecilnya bunga.
Berangkat dari hal tersebut, perlahan tapi pasti kemudian
menemukan solusi. Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut
banyak jalan keluar strategis yang bermunculan. Misalnya, program
Laku Pandai yang digagas oleh Otoritas Jasa Keuangan. Ini adalah
sebuah program penyediakan layanan bank atau keuangan lain melalui
kerja sama dengan agen bank yang didukung dengan pemakaian
teknologi informasi. Yang paling menarik perhatian adalah kehadiran
fintech atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi.
37
Kehadiran layanan teknologi finansial atau financial
technology (fintech), memberikan angin segar bagi masyarakat di
Indonesia. Menururt Bank Indonesia, fintech merupakan perpaduan
antara teknologi dengan fitur keuangan yang mengubah model bisnis
dan memangkas segala hambatan dalam akses (barrier to entry).
Kehadiran fintech dengan produk keuangan yang lebih sederhana dan
pemanfaatan teknologi dalam operasional layanan, dapat menjadi
solusi terbaik hambatan akses finansial di Indonesia.
Sebagai perbandingan, untuk menyalurkan sebuah pinjaman,
sebuah bank menempuh berbagai tahapan proses yang cukup panjang
dan kesemuanya membutuhkan biaya tidak kecil. Mulai dari
menyeleksi profil calon peminjam, apakah proses seleksi dokumen
identitas, pengecekan agunan, dan lain sebagainya, hingga
mengirimkan orang untuk mengingatkan si peminjam akan tagihan
mereka. Pada fintech, proses-proses yang ditempuh oleh bank dalam
menentukan calon peminjam yang dianggap layak, kesemuanya dapat
dijalankan dengan lebih murah, cepat dan mudah dengan bantuan
teknologi. Sebagai contoh, kehadiran ponsel pintar yang telah
dilengkapi dengan kamera dan akses internet calon peminjam yang
dapat menjadi sumber data berguna. Dengan kamera ponsel, calon
peminjam dapat memanfaatkannya untuk mengambil gambar diri
(selfie) untuk kelengkapan verifikasi identitas, nomor ponsel juga
38
dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk memverifikasi
identitas peminjam sebenarnya.
Melalui proses lebih efektif didukung pemanfaatan teknologi,
pinjaman yang diberikan juga lebih murah. Dan yang terpenting,
pinjaman dapat diakses oleh siapa saja yang dinilai layak meskipun
selama ini belum pernah tersentuh oleh layanan perbankan. Kehadiran
fintech yang menonjolkan kemudahan dan efektivitas proses
pemberian pinjaman pada akhirnya juga menjadi solusi penting
terhadap permasalahan yang timbul akibat keberadaan rentenir di
tengah masyarakat. Tawaran pinjaman dana oleh fintech jauh lebih
transparan skema bunganya terlebih dengan pemanfaatan teknologi
yang memudahkan aksesibilitas pinjaman maupun proses pembayaran
pinjaman.
Nilai lebih fintech terlebih dengan booming e-commerce di
Indonesia yang melahirkan banyak pemain usaha baru. Nilai transaksi
online di Indonesia pada tahun 2016 mencapai US$ 14,8 miliar. Angka
itu diprediksi bakal meningkat menjadi US$ 130 miliar pada tahun
2020, merujuk pada target pemerintah RI dalam E-Commerce
Roadmap.63
Di sisi lain, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
masih ada kurang lebih 49 juta pelaku Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) yang sejauh ini tidak bankable. Sementara nilai
63 Ibid.
39
kebutuhan kredit atau pinjaman mencapai kurang lebih Rp 988
triliun.64 Kelompok ini tentu saja sangat membutuhkan akses pinjaman
modal yang mudah akan tetapi juga ekonomis. Hal demikian membuat
kehadiran fintech sangat dibutuhkan dan mulai banyak bermunculan
dengan tawaran kemudahan akses pinjaman pada seluruh lapisan
masyarakat.
3. Jenis Financial Technology
Perusahaan-perusahaan rintisan (startup) yang bermunculan
di Indonesia memiliki karateristis tersendiri dalam menjalan jenis
bisnis yang dijalankan yang berbasis Financial Technology. Berikut
penggolongan jenis Financial Technology:65
a. Management Asset
Kesibukan operasional perusahaan, seperti penggajian,
pengelolaan karyawan, sistem pembiayaan, dan lain-lain. Sekarang
banyak startup yang melihat hal itu sebagai peluang untuk
membuka bidang usaha. Jojonomic misalnya, salah satu jenis
startup yang bergerak dibidang manajemen aset. Perusahaan ini
menyediakan platform Expense Management System untuk
membantu berjalannya sebuah usaha lebih praktis dan efisien.
Dengan adanya startup seperti Jojonomic ini, masyarakat Indonesia
dapat lebih paperless, karena semua rekapan pergantian biaya yang
64 Ibid. 65https://www.duniafintech.com/pengertian-dan-jenis-startup-fintech-di-indonesia/,
Akses Tanggal 26/01/2018, Pukul 13.00 WIB.
40
semula dilakukan manual, cukup dilakukan melalui aplikasi untuk
persetujuan pergantian biaya tersebut.
b. Crowd Funding
Crowd funding adalah startup yang menyediakan platform
penggalangan dana untuk disalurkan kembali kepada orang-orang
yang membutuhkan. Seperti korban bencana alam, korban perang,
mendanai pembuatan karya, dan sebagainya. Penggalangan dana
tersebut dilakukan secara online. Salah satu contoh startup crowd
funding terbesar adalah Kitabisa.com. Startup ini diciptakan
sebagai wadah agar dapat membantu sesama dengan cara yang
lebih mudah, aman, dan efisien.
c. E-Money
E-Money atau uang elektronik, sebagaimana namanya,
adalah uang yang dikemas ke dalam dunia digital, sehingga dapat
dikatakan dompet elektronik. Uang ini umumnya dapat digunakan
untuk berbelanja, membayar tagihan, dan lain-lain melalui sebuah
aplikasi. Salah satu dompet elektronik itu adalah Doku. Doku
merupakan sebuah aplikasi yang dapat dengan mudah diunggah di
smartphone. Doku dilengkapi dengan fitur link kartu kredit dan
uang elektronik atau cash wallet, yang dapat digunakan untuk
berbelanja baik secara online maupun offline kapan dan di mana
saja melalui aplikasi tersebut.
41
d. Insurance
Jenis startup yang bergerak di bidang insurance ini cukup
menarik. Karena biasanya asuransi yang selama ini merupakan
asuransi konvensional, di mana dengan mensisihkan sejumlah uang
perbulan sebagai iuran wajib untuk mendapatkan manfaat dari
asuransi tersebut di masa depan. Jenis asuransi startup tidak semua
berjalan demikian. Ada pula startup asuransi yang menyediakan
layanan kepada penggunanya berupa informasi rumah sakit
terdekat, dokter terpercaya, referensi rumah sakit, dan sebagainya.
HiOscar.com adalah satu jeni startup seperti ini. Startup ini
dibangun dengan tujuan untuk memberikan cara yang sederhana,
intuitif, dan proaktif dalam membantu para pelanggannya
menavigasi sistem kesehatan mereka. Startup ini berkolaborasi
dengan para provider atau dengan para dokter kelas dunia dan
rumah sakit terbaik yang ingin bekerja sama untuk membantu
mengelola kesehatan para anggotanya.
e. Peer to Peer Lending
Peer to peer (P2P) Lending adalah startup yang
menyediakan platform pinjaman secara online. Urusan permodalan
yang sering dianggap bagian paling vital untuk membuka usaha,
melahirkan ide banyak pihak untuk mendirikan startup jenis ini.
Dengan demikian, bagi orang-orang yang membutuhkan dana
untuk membuka atau mengembangkan usahanya, sekarang ini
42
dapat menggunakan jasa startup yang bergerak di bidang p2p
lending. Adalah Uangteman.com salah satu contoh startup yang
bergerak di bidang ini. Startup ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan finansial masyarakat dengan cara cukup mengisi
formulir di website uangteman.com dalam waktu sekitar 5 menit
dan memenuhi persyaratannya.
f. Payment Gateway
Bertumbuhnya perusahaan e-commerce memicu pula
semakin banyak didirikannya startup yang menjadi jembatan
penghubung antara e-commerce dengan pelanggan, terutama dalam
hal sistem pembayaran. Layanan yang disediakan startup untuk e-
commerce ini disebut dengan layanan payment gateway. Payment
gateway memungkinkan masyarakat memilih beragam metode
pembayaran berbasis digital (digital payment gateway) yang
dikelola oleh sejumlah startup. Dengan demikian akan
meningkatkan volume penjualan e-commerce. Payment gateway
satu di antaranya adalah iPaymu.
g. Remittance
Remittance adalah jenis startup yang khusus menyediakan
layanan pengiriman uang antar negara. Banyak didirikannya
startup remittance ini dalam rangka membantu masyarakat yang
tidak memiliki akun atau akses perbankan. Adanya startup jenis ini
sangat membantu para TKI atau siapa saja yang mungkin salah
43
satu anggota keluarganya berada di luar negeri, karena proses
pengiriman yang mudah dan biaya lebih murah. Di Singapura
misalnya, berdiri sebuah startup fintech bernama SingX.
h. Securities
Saham, forex, reksadana, dan lain sebagainya merupakan
investasi yang sudah tidak asing lagi didengar. Securities dapat
dikatakan sebagai jenis startup yang menyediakan platform untuk
berinvestasi saham secara online. Contoh startupnya adalah
Bareksa.com. Didirikan pada tanggal 17 Februari 2013
Bareksa.com adalah salah satu securities startup terintegrasi
pertama di Indonesia yang menyediakan platform untuk melakukan
jual-beli reksa dana secara online, memberikan layanan data,
informasi, alat investasi reksa dana, saham, obligasi, dan lain-lain.
B. Tinjauan Umum tentang Teori Perlindungan Hukum
Indonesia sebagai negara yang menegakkan supermasi hukum
untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta tidak ada kekuasaan yang
tidak dipertanggungjawabkan, sehingga Indonesia disebut sebagai negara
hukum. Hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Indonesia
adalah negara hukum”. Negara hukum adalah negara yang berdiri di atas
hukum yang menjamin keadilan bagi warga negaranya, maka keadilan
menjadi syarat terpenting bagi terciptanya kebahagiaan hidup bagi warga
44
negaranya dan sebagai dasar bagi keadilan itu sendiri perlu diajarkan rasa
susila kepada setiap manusia agar menjadi warga negara yang baik.
Demikian pula peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi
pergaulan hidup antar warga negaranya.66
Pada suatu negara antara warga negara dengan negara pasti
memiliki hubungan hukum dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Perlindungan hukum akan menjadi esensial karena merupakan
hak bagi masyarakat dalam suatu negara. Kemudian dilain sisi
perlindungan hukum menimbulkan kewajiban bagi negara, yaitu negara
wajib memberikan perlindungan bagi seluruh warga negaranya tanpa
terkecuali. Maka Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum membuat
perlindungan hukum menjadi unsur penting dan memiliki konsekuensi
pada negara hukum. Negara wajib menjamin hak-hak hukum warga
negaranya. Dengan demikian perlindungan hukum merupakan pengakuan
terhadap harkat dan martabat warga negaranya sebagai manusia.
Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam
masyarakat. Dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap
kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi
berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi
hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi
untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.
66Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta,
1998, hlm. 153.
45
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum
lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang
diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan
masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-
anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang
dianggap mewakili kepentingan masyarakat.67
Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentinagan masyarakat,
hukum mempunyai tujuan. Tujuan hukum adalah menciptakan tatanan
masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban, dan keseimbangan.68
Mochtar Kusumaatmaja berpendapat bahwa tujuan pokok dan pertama
bagi hukum adalah ketertiban. Tujuan hukum menurut hukum positif
Indonesia tercantum dalam alenia ke 4 (empat) Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yang pada intinya adalah untuk membentuk suatu
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mecerdasakan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.69 Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat
diharapkan kepentingan masyarakat akan terlindungi demi terwujudnya
kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat.
67Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014,
hlm. 53. 68Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Yogyakarta, 2010, hlm. 99. 69 Ibid, hlm. 104-105.
46
Satjipto Raharjo berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan
orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat
difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar
adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum
dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial,
ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.70
Pendapat Phillipus M. Hadjon mengenai perlindungan hukum
adalah perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang
bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang preventif
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan
tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan
berdasarkan diskresi. Perlindungan yang represif bertujuan untuk
menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di lembaga
peradilan.71 Selain itu, menurut CST Kansil Perlindungan Hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum
untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari
gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.72
Mochtar Kusumaatmaja juga memiliki pendapat bahwa hukum
yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu
70 Satjipto Raharjo, Op.Cit., hlm. 54. 71 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu,
Surabaya, 1987, hlm. 29. 72 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.Cit., hlm. 98.
47
perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam
masyarakat, akan tetapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan
proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.73
Hukum yang mengatur mengenai asas-asas dan kaidah yang biasanya
termuat dalam berbagai perauran perundang-undangan dan peraturan
pelaksananya. Dengan begitu adanya institusi dapat berupa pemerintah
maupun non-pemerintah yang memiliki kewenangan dalam mewujudkan
hukum menjadi kenyataan yang pasti.
Sudikno Mertokusumo berpendapat mengenai wujud hukum dari
peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum
kepada masyarakat terutama kepada masyarakat yang kepentingannya
terganggu. Sengketa yang ada harus diselesaikan dengan menggunakan
hukum yang berlaku. Tujuan pokok hukum dalam memberikan
perlindungan kepentingan manusia yaitu menciptakan tatanan masyarakat
yang tertib sehingga terwujud kehidupan yang seimbang. Hukum itu
bertujuan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat sehingga
diharapkan kepentingan perorangan masyarakat akan terlindungi untuk
mencapai tujuannya dan bertugas memberi hak dan kewajiban antar
perorangan dalam masyarakat, membagi wewenang mengutamakan
pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum, sehingga
73 Aryo Wahyudi Kusuma, Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Kartu ATM Bersama
Pada Perjanjian Auto Debet di Bank Syariah Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi, FH UII, Yogyakarta, 2013, hlm. 39.
48
tujuan hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya.74
Menurut Muktie. A. Fadjar perlindungan hukum merupakan
penyempitan dari perlindungan, dalam hal ini hnaya perlindungan oleh
hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum terkait dengan
adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini dimiliki oleh manusia sebagai
subjek hukum dalam interaksi dengan sesama manusia serta
lingkungannya. Sebagai subjek hukum manusia memiliki hak dan
kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.75
Selain itu, dalam disertasinya menurut Muchsin perlindungan
hukum adalah kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan
hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan
tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup
antara sesama manusia.76 Sedangkan pendapat Hetty Hasanah,
perlindungan hukum yaitu merupakan segala upaya yang dapat menjamin
adanya kepastian hukum. Kepastian hukum dapat memberikan
perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang
melakukan tindakan hukum.77
74 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., hlm. 57-61. 75 Lili Rasjidi dan LB Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya,
Bandung, 1993, hlm. 118 . 76 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Disertasi S2 FH
UNS, Surakarta, hlm. 14. 77 Hetty Hasanah, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan, Konsumen atas
Kendaraan Bermotor dengan Fiducia, dari http://jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html., Akses 10/01/2018, Pukul 08.00 WIB.
49
Perlindungan hukum dalam konteks Hukum Administrasi Negara
merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan
tujuan-tujuan hukum. Tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu
yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat
represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam
rangka menegakkan peraturan hukum.78
Perlindungan hukum bila dijelaskan secara harfiah dapat
menimbulkan banyak persepsi. Sebelum mengurai perlindungan hukum
dalam makna yang sebenarnya. Dalam ilmu hukum, menarik pula untuk
mengurai sedikit mengenai pengertian-pengertian yang dapat timbul dari
penggunaan istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum dapat
berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan
berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga dapat
berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.79
Perlindungan hukum merupakan keadilan dibentuk oleh pemikiran
yang benar, dilakukan secara adil dan jujur serta bertanggung jawab atas
tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan
berdasarkan Hukum Positif untuk menegakkan keadilan dalam hukum
sesuai dengan realitas masyarakat yang menghendaki tercapainya
masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan
78 Ibid., hlm. 41. 79 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 38.
50
cita-cita hukum (Rechtidee) dalam negara hukum (Rechtsstaat), bukan
negara kekuasaan (Machtsstaat). Hukum berfungsi sebagai perlindungan
kepentingan manusia, penegakkan hukum harus memperhatikan 4(empat)
unsur perlindungan hukum:80
1. Kepastian hukum (Rechtssicherkeit)
2. Kemanfaat hukum (Zeweckmassigkeit)
3. Keadilan hukum (Gerechtigkeit)
4. Jaminan hukum (Doelmatigkeit).
Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar
kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara
profesional. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung normal, damai, dan
tertib. Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan melalui penegakkan
hukum. Penegakkan hukum menghendaki kepastian hukum, kepastian
hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenang-
wenang. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena
dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tertib, aman dan damai.
Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan penegakkan
hukum. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum harus
memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat jangan sampai hukum
dilaksanakan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Masyarakat
yang mendapatkan perlakuan yang baik dan benar akan mewujudkan
keadaan yang tentram. Hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap
80Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 43.
51
individu dalam kenyataan yang senyatanya, dengan perlindungan hukum
yang kokoh akan terwujud tujuan hukum secara umum ketertiban,
keamanan, ketentraman, kesejahteraan, kedamaian, kebenaran, dan
keadilan.81
Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara
memiliki dua sifat, yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat
hukuman (sanction).82 Bentuk perlindungan hukum yang paling nyata
adalah adanya institusi-institusi penegak hukum seperti pengadilan,
kejaksaan, kepolisian, dan lembaga-lembaga penyelesaian sengketa diluar
pengadilan (non-litigasi) lainnya. Hal ini sejalan dengan pengertian hukum
menurut Soedjono Dirdjosisworo yang menyatakan bahwa hukum
memiliki pengertian beragam dalam masyarakat dan salah satunya yang
paling nyata dari pengertian tentang hukum adalah adanya institusi-
institusi penegak hukum. Perlindungan hukum sangat erat kaitannya
dengan aspek keadilan.83
Aturan hukum baik berupa undang-undang maupun hukum tidak
tertulis berisi aturan-aturan yang bersifat umum yang menjadi pedoman
bagi individu bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, baik dalam
hubungan dengan sesama maupun dalam hubungannya dengan
masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam
81 Peter Muhamad Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 155-156. 82 Rafael La Porta, Investor Protection and Corporate Governance, Jurnal of Financial
Economics, No. 58, 1999, hlm. 9. 83 Ibid.
52
membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan
semacam itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian
hukum. Dengan demikian, kepastian hukum mengandung dua pengertian,
yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu
mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan dua,
berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah
karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara
terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal dalam
undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim
antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lainnya untuk
kasus serupa yang telah diputuskan.84
Dalam perlindungan hukum ada prinsip-prinsip pada negara hukum
yang harus ditegakkan. Prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah
berlandaskan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi
perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep
Rechtstaat dan “Rule of The Law”. Dengan menggunakan konsepsi Barat
sebagai kerangka berfikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip
perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada
Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah
bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan
84 Peter Muhamad Marzuki, Op.Cit., hlm. 157-158.
53
terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat,
lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi menusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan
peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.85
Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum
dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang
sering di sebut dengan sarana perlindungan hukum, menurut Philipus M.
Hadjon sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yaitu :86
1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum
suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya
adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif
sangat besar artinya yang mengarahkan bagi tindakan pemerintahan
yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya
perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk
bersikat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada
diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai
perlindungan hukum preventif.
2. Sarana Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan
85 Philipus M. Hadjon, Op.Cit.,hlm. 38. 86 Ibid., hlm. 30.
54
Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan
hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah
bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah
dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-
pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak
pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat
tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa perlindungan
hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan
martabat manusia serta pengakuan terhadap hak asasi manusia di mata
hukum. Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia bersumber
pada Pancasila dan konsep Negara Hukum, kedua sumber tersebut
mengutamakan pengakuan serta penghormatan terhadap harkat dan
martabat manusia. Sarana perlindungan hukum ada dua bentuk, yaitu
sarana perlindungan hukum preventif dan represif.
55
C. Tinjauan Umum Perjanjian Utang Piutang Secara Online
Berdasarkan Hukum Islam
1. Utang Piutang dalam Hukum Islam
a. Pengertian Utang Piutang
Istilah yang sering digunakan dalam utang piutang menurut
bahasa Arab adalah al-dain dan al-qardh. Sebagai transaksi yang
bersifat khusus, istilah yang lazim dalam fiqih untuk transaksi
utang piutang khusus ini adalah al-qardh. Secara Bahasa al-qard
berarti al-qoth’ (terputus). Harta yang dihutangkan pada pihak lain
disebut qardh karena ia terputus dari pemiliknya. Definisi yang
berkembang dikalangan fuqaha yakni Al-Qard adalah penyerahan
pemilikan harta al-mitsliyat kepada orang lain untuk ditagih
pengembaliannya, atau dengan pengertian lain, suatu akad yang
bertujuan untuk menyerahkan harta mitsliyat kepada pihak lain
untuk dikembalikan yang sejenis dengannya.87
Qordh (utang piutang) adalah suatu akad antara dua pihak,
dimana pihak yang pertama memberikan uang atau barang kepada
pihak kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang
atau barang tersebut harus dikembalikan persis seperti yang ia
terima dari pihak pertama. Baik Hanafiah maupun Hanabilah,
keduanya memandang qordh sebagai harta yang diberikan oleh
87 Ghufron A.Mas’Adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002, hlm.169-171.
56
muqridh kepada muqtaridh yang pada suatu saat harus
dikembalikan.88
Menurut Ahmad Azhar Basyir utang adalah memberikan
harta kepada orang lain untuk dimanfaatkan untuk memneuhi
kebutuhan-kebutuhan dengan maksud akan membayar kembali
gantinya pada waktu mendatang.89 Adapun yang dimaksud dengan
utang piutang menurut Sulaiman Rasyid adalah memberikan
sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar
yang sama dengan itu. Makna “sesuatu” dapat diartikan luas, baik
berbentuk maupun berbentuk barang asalkan barang tersebut habis
karena pemakaian.90
Pengertian utang piutang sama pengertiannya dengan
“perjanjian pinjam meminjam” dalam ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yaitu pada Pasal 1754 yang berbunyi
“Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah
tertentu barang-barang menghabiskan Karena pemakaian, dengan
syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”91
88 Ahmad Wardi Muslich, Figh Muamalat, Amza, Jakarta, 2010, hlm. 275. 89 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), UII Press,
Yogyakarta, 2009, hlm. 36. 90 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar
Grafika, Jakarta, 1994, hlm. 136. 91 Ibid.
57
Dengan demikian utang piutang (qordh) adalah perbuatan
memberikan sesuatu kepada pihak lain dengan pengembalian yang
sama, sedangkan disisi lain ada yang menerima sesuatu (uang/
barang) dari seseorang dengan perjanjian dia akan membayar/
mengembalikan hutang tersebut dalam jumlah yang sama.
b. Dasar Hukum Utang Piutang
Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan membutuhkan
bantuan orang lain dalam kehidupannya, karena pada dasarnya
manusia tidak dapat hidup sendiri di muka bumi ini. Tidak
selamanya manusia dapat memenuhi kehidupannya sendiri
sehingga membutuhkan bantuan orang lain guna dapat memenuhi
kebutuhannya. Salah satu bentuk bantuan orang lain tersebut adalah
dalam hal utang atau pinjaman. Dasar hukum diperbolehkannya
utang piutang dalam Islam, sama dengan mendasari pinjam
meminjam yaitu Surat Al-Maidah Ayat 2 yaitu berkaitan dengan
tolong menolong dalam hal kebajikan dan taqwa, bukan dalam hal
yang bisa menimbulkan dosa.92
Memberi utang kepada seseorang berarti telah
menolongnya, karena orang yang hendak utang tersebut adalah
orang yang benar-benar membutuhkan tetapi ia tidak mempunyai
92 Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media,
Yogyakarta, 2006, hlm. 127.
58
“sesuatu” yang dibutuhkannya sehingga ia meminta bantuan
kepada orang lain yaitu dengan cara berutang. Maka dengan
demikian Allah itu sangat menghargai orang yang mau menolong
sesamanya. Hal ini diatur pada beberapa surat dalam Al-Qur’an
sebagai berikut :
Surat Al-Hadid Ayat 11:
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman
yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan)
pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala
yang banyak”. (QS 57:11)
Ayat-ayat tersebut pada dasarnya berisi anjuran untuk
melakukan perbuatan qordh (memberikan utang) kepada orang lain
dan imbalannya adalah akan dilipat gandakan oleh Allah.93
Sementara dalam hadis Nabi Muhamad saw yang diriwayatkan
Ibnu Majah, yang artinya sebagai berikut:94
“Dari Ibnu Mas’ud : “Sesungguhnya Nabi Besar
Muhamad saw telah bersabda: Seorang Muslim yang mempiutangi
93 Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit., hlm. 275. 94 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit., hlm. 128.
59
seorang muslim dua kali, seolah-olah dia telah bersedekah
kepadanya satu kali.”
Dari dalil-dalil tersebut dapat diketahui bahwa dianjurkan
bagi seorang Muslim untuk menolong sesamanya dengan jalan
memberi hutang agar keluar dari segala kesusahan dan kesempitan
yang dihadapinya. Sayyid Sabiq berpendapat bahwa Islam
mensunnahkan hutang bagi yang membutuhkan. Hal ini berarti
juga diperbolehkan bagi orang yang berhutang memberi hutang
kepada yang lain dan tidak menganggapnya sebagai yang makhruh
karena ia mengambil harta/ menerima harta untuk dimanfaatkan
dalam upaya untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan dan selanjutnya
ia mengembalikan harta itu seperti sedia kala.95
c. Rukun dan Syarat dalam Utang Piutang
Agar utang piutang yang dilakukan oleh seorang muslim
dianggap sah, maka utang piutang tersebut harus memenuhi rukun
dan syarat dalam utang piutang sebagaimana yang telah diatur
dalam ketentuan syarak. Adapaun yang menjadi rukun dan syarat
dalam utang piutang adalah sebagai berikut:96
1) Adanya yang berpiutang (Muqridh)
Ia adalah orang yang akan memberikan utang kepada
pihak lain yang membutuhkan. Oleh karena itu, ia harus
95 Ibid., hlm. 129. 96 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit., hlm. 127-128.
60
sudah cakap (ahliyah) melakukan perbuatan hukum dalam
arti sudah dewasa, sehat akalnya, dan tidak terhalang
untuk melakukan perbuatan hukum tersebut.
2) Adanya orang yang berhutang (Muqtaridh)
Pihak yang membutuhkan pinjaman uang. Ia juga telah
cakap (ahliyah) melakukan perbuatan hukum.
3) Objek/barang yang diutangkan (Ma’qud ‘Alaih)
Barang yang dihutangkan disyaratkan berbentuk barang
yang dapat diukur atau diketahui jumlah maupun nilainya.
Disyaratkannya hal ini agar pada waktu pembayarannya
tidak menyulitkan, sebab harus sama jumlah atau nilainya
dengan jumlah atau nilai barang yang diterima.
4) Lafadz (Shigat/Ijab dan Qobul)
Adanya pernyataan baik dari pihak yang memberi utang
maupun dari pihak yang akan menerima utang.
Qordh adalah akad kepemilikan atas harta. Oleh karena itu
akad tersebut tidak akan sah kecuali dengan adanya ijab
dan qobul.97
Dengan terpenuhinya rukun dan syarat-syarat utang piutang
sebagaimana yang telah dikemukakan tersebut, maka utang piutang
akan sah secara hukum dan padanya mempunyai kekuatan yang
mengikat.
97 Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit., hlm. 279.
61
d. Hukum Melebihkan Pembayaran Pada Utang Piutang
Melebihkan pembayaran dari jumlah yang ditentukan
siberutang dapat dikemukakan sebagai berikut:98
1) Kelebihan yang Tidak Diperjanjikan
Apabila kelebihan pembayaran yang dilakukan
oleh si berutang bukan didasarkan karena adanya
perjanjian sebelumnya, maka kelebihan tersebut boleh
(halal) bagi si pemberi utang dan merupakan kebaikan
bagi si berutang. Maka dengan demikian sebagai umat
Islam apabila memiliki utang kepada orang lain
hendaklah membayar dengan tepat waktu dan
melebihkannya dengan hal yang lebih baik. Hal
tersebut pada dasarnya akan menjadikannya sebagai
amal kebajikan bagi seorang muslim tersebut.
2) Kelebihan yang Diperjanjikan
Adapun kelebihan pembayaran yang dilakukan
oleh orang yang berutang kepada pihak yang
berpiutang didasarkan kepada perjanjian yang telah
mereka sepakati hal tesebut adalah tidak boleh dan
haram bagi pihak yang berpiutang. Maka utang piutang
dengan mengambil manfaat hukumnya adalah haram
98 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Op.Cit., hlm. 137-138.
62
apabila hal itu disyaratkan atau ditetapkan dalam
perjanjian.99
2. Perjanjian Utang Piutang Secara Online Dalam Hukum Islam
Seiring dengan teknologi informasi yang didukung pula
dengan teknologi komputer yang semakin canggih, teknologi
komunikasi pada saat ini menjadi sarana penunjang bagi penyebaran
informasi hamper diseluruh dunia. Jaringan komunikasi global dengan
fasilitas komputer tersebut dikenal sebagai internet. Internet
mempunyai penegrtian sebagai suatu jaringan kerja komunikasi
(network) yang bersifat global yang tercipta dan terkoneksinya
perangkat-perangkat komputer, baik berbentuk personal komputer
maupun supercomputer.100
Pergerakan teknologi dengan banyaknya bermunculan
perusahaan-perusahaan rintisan (startup) di Indonesia dapat dikatakan
terus mengalami perkembangan yang pesat. Jenis startup dibedakan
menjadi dua, yaitu e-commerce dan financial technology (fintech). E-
commerce merupakan perusahaan yang menyediakan platform jual
beli online, sementara istilah fintech lebih berpusat pada perusahaan
yang melakukan inovasi di bidang jasa keuangan dengan sentuhan
99 Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit., hlm. 281. 100Gemala Dewi, et.al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005,
hlm. 200.
63
teknologi modern.101 Salah satu bentuk terobosan fintech adalah
adanya utang piutang yang dilakukan secara online (Peer to Peer
Lending).
Konsep dasar yang dilakukan pada utang piutang secara
online adalah pada perjanjiannya yang dibuat secara online contract
yang pada prinsipnya sama dengan perjanjian pada umumnya.
Perbedaanya hanya terletak pada media yang digunakan untuk
membuat perjanjian tersebut. Perjanjian jenis ini sering menggunakan
fasilitas EDI (Elektronic Data Interchange) yaitu suatu mekanisme
pertukaran data secara elektronik yang umumnya berupa informasi
bisnis yang rutin diantara beberapa komputer dalam suatu susunan
jaringan komputer yang dapat mengelolanya. Data tersebut dibentuk
menggunakan aturan standart sehingga dapat dilaksankan langsung
oleh kompter atau media elektronik penerima.102
Dalam bidang muamalah dikenal suatu asas Hukum Islam
yaitu asas kebolehan atau mubah. Asas ini menunjukkan kebolehan
melakukan semua hubungan perdata (sebagian dari hubungan
muamalah) sepanjang tidak dilarang oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hal ini berarti bahwa Islam memberikan kepada yang berkepentingan
untuk mengembangkan bentuk dan macam-macam hubungan
keperdataan (baru) sesuai dengan perkembangan zaman dan
101https://www.duniafintech.com/pengertian-dan-jenis-startup-fintech-di-indonesia/,
Akses Tanggal 25/01/2018, Pukul 09.00 WIB. 102 Gemala Dewi, et.al., Op.Cit., hlm. 202.
64
kebutuhan manusia sebagaimana dalam QS Al-Baqarah Ayat 185,103
Allah SWT berfiman:
“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu..”
Untuk mengetahui online contract dalam perjanjian utang
piutang secara online bertentangan atau tidak dari segi Hukum
Perikatan Islam, maka harus sesuai dengan rukun dan syarat akad
menurut Hukum Perikatan Islam. Adapun rukun dan syarat yang harus
dipenuhi dalam suatu akad pada intinya subjek perikatan harus telah
akil baligh (dewasa dan berakal sehat) serta bebas dari tekanan dan
paksaan (mukhtaar) dari pihak lain (sukarela). Hal tersebut merupakan
syarat utama yang mutlak harus terpenuhi bagi para pihak yang akan
melakukan perikatan Islam. Mengenai objek, harus memenuhi syarat
objek akad yaitu telah ada pada waktu akad diadakan, dibenarkan oleh
syariah (halal dan bernilai manfaat), harus jelas dan diketahui, serta
dapat diserahterimakan.104
Mengenai Maudhu’ul Aqdi atau tujuan dari akad dari
perjanjian utang piutang yang akadnya dilakukan secara online harus
dipenuhi syarat-syarat agar tujuan akad tersebut dipandang sah dan
mempunyai akibat hukum. Selain itu, syarat Ijab Qobul harus
menggambarkan adanya kesepakatan para pihak untuk melakukan
perjanjian utang piutang secara online tersebut (fintech berbasis P2P
103 Ibid., hlm. 203. 104 Ibid., hlm. 204-205.
65
Lending). Persyaratan mengenai Ijab Qobul dalam perjanjian tesebut
adalah jelasnya Ijab dan Qobul (Jala’ul Ma’an), kesesuaiannya antara
Ijab dan Qobul (Ittishal al qabul bil ijab/tawafuq), dan menunjukkan
kehendak para pihak (Jazmul Iradataini).105
Maka dengan demikian perjanjian utang piutang secara
online (perbuatan hukum perdata) pada dasarnya tidak berbeda dengan
perjanjian utang piutang pada umumnya yang dilakukan menurut
Hukum Perdata. Dalam ajaran Islam diperbolehkan asalkan tidak
bertentangan dengan Hukum Perikatan Islam karena pada dasarnya
Perikatan yang dilakukan pada perjanjian utang piutang secara online
juga memenuhi rukun dan syarat perikatan menurut Hukum Perikatan
Islam. Dengan demikian perjanjian pinjam meminjam dalam fintech
berbasis P2PL tersebut dapat dinyatakan sah dan tidak bertentangan
dengan hukum Islam.
Islam tidak memberikan kesusahan kepada umatnya, justru
Islam selalu menghendaki kemudahan bagi seluruh pemeluknya
terbukti dalam QS Al-Baqarah Ayat 185 tersebut. Fintech
dimaksudkan untuk mempermudah manusia dalam melakukan
kegiatan keuangan. Maka dari itu teknologi finansial dapat diterapkan
dalam ekonomi Islam. Financial technology di mata ekonomi Islam
memang menguntungkan. Oleh karenanya, sebagai manusia yang
105 Ibid., hlm. 208-210.
66
beriman harus pandai memanfaatkan teknologi tersebut dengan baik
dan bijak.106
106http://pegadaiansyariah.co.id/posisi-financial-technology-di-mata-ekonomi-islam-
detail-6354, Akses tanggal 19/01/2018, Pukul 21.00 WIB.
67
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBERI PINJAMAN DALAM
PENYELENGGARAAN FINANCIAL TECHNOLOGY BERBASIS PEER
TO PEER LENDING DI INDONESIA
A. Perjanjian Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis
Peer to Peer Lending Di Indonesia
Teknologi finansial (Fintech) berkembang dengan cepat dan
mendorong tumbuhnya berbagai layanan keuangan dengan basis teknologi
informasi. Kegiatan pinjam meminjam uang secara langsung berdasarkan
perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis merupakan praktik yang telah
berlangsung di tengah kehidupan masyarakat. Pinjam meminjam secara
langsung banyak diminati oleh pihak yang membutuhkan dana cepat atau
pihak yang karena sesuatu hal tidak dapat diberikan pendanaan oleh
industri jasa keuangan konvensional seperti Perbankan, Pasar Modal, atau
Perusahaan Pembiayaan. Segala manfaat ekonomi, kerugian yang
ditimbulkan, serta dampak hukum dari kegiatan pinjam meminjam yang
dilakukan secara langsung sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pihak
sesuai dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan. Praktik dimaksud
dinilai masih terdapat banyak kelemahan yang diantaranya seperti
pelaksanaan kegiatan pinjam meminjam dilakukan oleh para pihak yang
sudah saling mengenal dan harus bertatap muka, subjektifitas terhadap
penilaian risiko gagal bayar, kesulitan dalam penagihan pembayaran,
68
maupun tidak adanya sistemasi pencatatan pelunasan pinjaman yang telah
dilakukan.107
Dalam era perkembangan ekonomi digital, masyarakat terus
mengembangkan inovasi penyediaan layanan dalam kegiatan pinjam
meminjam yang salah satunya ditandai dengan adanya penyediaan
Layanan Jasa Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang
dinilai turut berkontribusi terhadap pembangunan dan perekonomian
nasional. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
sangat membantu dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap produk
jasa keuangan secara online baik dengan berbagai pihak tanpa perlu saling
mengenal. Keunggulan utama dari Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi antara lain tersedianya dokumen perjanjian
dalam bentuk elektronik secara online untuk keperluan para pihak,
tersedianya kuasa hukum untuk mempermudah transaksi secara online,
penilaian risiko terhadap para pihak secara online, pengiriman informasi
tagihan (collection) secara online, penyediaan informasi status pinjaman
kepada para pihak secara online, dan penyediaan escrow account dan
virtual account di perbankan kepada para pihak, sehingga seluruh
pelaksanaan pembayaran dana berlangsung dalam sistem perbankan. Atas
hal ini, Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
dapat memenuhi kebutuhan dana tunai secara cepat, mudah, dan efisien,
serta meningkatkan daya saing. Selain itu, Layanan Pinjam Meminjam
107 Bagian Umum Penjelasan Atas POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, hlm. 1-2.
69
Uang Berbasis Teknologi Informasi dapat menjadi salah satu solusi untuk
membantu pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
dalam memperoleh akses pendanaan.108
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
dikenal dengan istilah Financial Technology berbasis Peer to Peer
Lending. Peer to Peer Lending (P2PL) adalah praktek atau metode
memberikan pinjaman uang kepada individu atau bisnis dan juga
sebaliknya, mengajukan pinjaman kepada pemberi pinjaman, yang
menghubungkan antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman
secara online. Selain itu, memungkinkan setiap orang untuk memberikan
pinjaman atau mengajukan pinjaman yang satu dengan yang lain untuk
berbagai kepentingan tanpa menggunakan jasa dari lembaga keuangan
konvensional (bank) sebagai perantara. Pada dasarnya, sistem P2PL ini
sangat mirip dengan konsep marketplace online, yang menyediakan wadah
sebagai tempat pertemuan antara pembeli dengan penjual. Dalam hal
P2PL ini, sistem yang ada akan mempertemukan pihak peminjam dengan
pihak yang memberikan pinjaman. Jadi, boleh dikatakan bahwa P2PL
merupakan marketplace untuk kegiatan pinjam meminjam uang.109
Penyelenggaraan layanan pinjam meminjam secara online ini
dilakukan oleh beberapa pihak agar dapat menjalankan mekanisme
108 Ibid. 109 https://koinworks.com/blog/ketahui-tentang-peer-peer-lending/, Akses 20/03/2018,
Pukul 08.00 WIB
70
Fintech berbasis P2PL. Para pihak dalam Penyelenggaraan layanan ini
antara lain adalah:
1. Pemberi Pinjaman
Pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum dan/atau badan
usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.110 Pemberi Pinjaman
dapat berasal dari dalam maupun luar negeri. Pemberi pinjaman bisa
orang perorangan warga negara Indonesia/asing, badan hukum
Indonesia/asing, badan usaha Indonesia/asing, serta lembaga
internasional.111
2. Penerima Pinjaman
Penerima pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang
mempunyai utang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi.112 Penerima Pinjaman Penerima
Pinjaman harus berasal dan berdomisili di wilayah hukum Indonesia
baik orang perorangan warga negara Indonesia atau Badan hukum
Indonesia.113
3. Penyelenggara Layanan Fintech berbasis Peer to Peer Lending
110 Pasal 1 Angka 8 POJK Nomor 77/ POJK.O1/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi. 111 Pasal 16 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi. 112 Pasal 1 Angka 7 POJK Nomor 77/ POJK.O1/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi. 113 Pasal 15 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi.
71
Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi (Penyelenggara) adalah badan hukum Indonesia
yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.114 Penyelenggara
harus dinyatakan terlebih dahulu sebagai Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya yang berbentuk Badan Hukum baik Perseroan Terbatas atau
Koperasi.115 Penyelenggara menyediakan jasa perantara berbasis
perangkat lunak yang dapat diakses melalui suatu website atau
platform yang bertindak menjadi perantara yang netral untuk
menyediakan tempat bertemunya Pemberi Pinjaman dengan Penerima
Pinjaman. Segala aktivitas yang dilakukan Penyelenggara hanya
menawarkan fisik melalui internet, mulai dari prosedur hingga
penawaran-penawaran yang ditawarkan bebas dikases oleh siapa saja
pada platform Penyelenggara.
Mekanisme Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer
to Peer Lending (P2PL) berbeda dengan perbankan. Peer to Peer Lending
(P2PL) tidak menghimpun dana dari masyarakat dalam menyalurkan
pembiayaan. Peer to Peer Lending (P2PL) juga berbeda dengan
Perusahaan multifinance yang memberikan pembiayaan secara langsung
kepada debitur dengan menggunakan modal perusahaan itu sendiri
114 Pasal 1 Angka 6 POJK Nomor 77/ POJK.O1/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi. 115 Pasal 2 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi.
72
(balance sheet financing). Peer to Peer Lending (P2PL) adalah aktivitas
pembiayaan yang dilakukan secara online dalam sebuah wadah yaitu
melalui marketplace. Marketplace tersebut mempertemukan antara debitur
(penerima pinjaman) dengan kreditur (pemberi pinjaman). Pendapatan
yang diterima oleh Penyelenggara Peer to Peer Lending (P2PL) berasal
dari fee dan komisi yang diperoleh dari debitur (penerima pinjaman)
dengan kreditur (pemberi pinjaman) sehingga bukan dari pendapatan
bunga. Berikut ini adalah perbedaan alur pinjam meminjam antara Bank
Konvensioanl dengan Peer to Peer Lending:
Gambar. 1.1 Alur Pinjam Meminjam Bank Konvensional
Pada alur pinjam meminjam uang pada Bank Konvesional, bank
bertindak sebagai intermediasi keuangan antara deposan (kreditur) dengan
debitur. Lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary) adalah
kegiatan pengalihan dana dari pihak yang kelebihan dana (unit ekonomi
surplus) kepada pihak yang kekurangan dana (unit ekonomi defisit). Baik
pihak kelebihan dana (unit ekonomi surplus) maupun pihak yang
kekurangan dana (unit ekonomi defisit) dapat berupa badan usaha,
lembaga pemerintah, atau perorangan.116 Pendapatan bank berasal dari
116 Abdulkadir Muhamad, Rilda Murniati, Loc.Cit.
73
selisih antara bunga simpanan dengan bunga pinjaman. Sebagai risk taker
mengharuskan bank untuk menahan modal untuk menyerap potensi
kerugian. Kemudian deposan memiliki akses informasi yang sangat
terbatas atas penggunaan (penyaluran) uangnya. Selanjutnya bank
menyediakan buffer likuiditas mengingat rata-rata simpanan berjangka
waktu lebih pendek dibandingkan dengan kredit.117
Gambar. 1.2. Alur Pinjam Meminjam P2PL/MPL
Alur pinjam meminjam secara online melalui Marketplace Lending
atau Peer to Peer Lending yaitu Penyelenggara layanan pinjam meminjam
secara online mempertukan antara debitur (penerima pinjaman) dengan
investor/kreditur (pemberi pinjaman) melalui platform yang telah
disediakan oleh Penyelenggara yang dengan mudah dapat diakses oleh
semua orang. Penyelenggara bukan merupakan kreditur, sehingga tidak
mendapatkan pendapatan bunga dan tidak menahan modal untuk
menyerap risiko. Pendapatan yang diterima oleh Penyelenggara adalah
berasal dari fee dan komisi dari debitur (penerima pinjaman) dan
investor/kreditur (pemberi pinjaman). Dalam Penyelenggaraan Fintech
berbasis P2PL menggunakan sistem skoring kredit seperti perbankan dan
117 http://bumninc.com/analisis/34/index.html, akses tanggal 10/03/2018, Pukul 09.15
WIB.
74
mempublikasikan hasilnya pada platform Penyelenggara tersebut.
Penyelenggara menyampaikan informasi secara transparan kepada
pemberi pinjaman sehingga pemberi pinjaman mengetahui kepada siapa
pembiayaannya diberikan.118
Mekanisme pinjam meminjam secara online dilakukan oleh para
pihak yang dihubungkan dengan adanya hubungan hukum untuk mengatur
kegiatan Fintech berbasis P2PL. Hubungan hukum para pihak
dihubungkan melalui suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal.119 Perjanjian pada umumnya dilakukan dengan
membuat kesepakatan yang dilakukan secara langsung antara para pihak
yang akan saling mengikatkan diri, akan tetapi perjanjian dalam Fintech
berbasis P2PL dilakukan secara elektronik sehingga perjanjian tersebut
berbentuk perjanjian elektronik yang dituangkan dalam dokumen
elektronik oleh para pihak. Kontrak elektronik adalah perjanjian para
pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.120 Pembuatan perjanjian
elektronik dalam Penyelenggaraan Fintech dilakukan tanpa harus bertemu
bertatap muka secara langsung. Hal demikian memberikan kemudahan
terutama kemudahan akses bagi para pihak yang akan menggunakan
Fintech berbasis P2PL.
118 Ibid. 119 Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 120 Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
75
Perjanjian elektronik yang dibuat dalam Fintech berbasis P2PL
memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak sebagaimana
perjanjian pada umumnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 18 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik yang menyebutkan bahwa “transaksi elektronik yang
dituangkan dalam kontrak elektronik mengikat para pihak”. Maka
perjanjian elektronik tersebut berlaku sebagai suatu undang-undang bagi
para pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya
sutu hubungan hukum bagi para pihak tersebut. Perjanjian elektronik
memiliki kesamaan sebagaiaman perjanjian pada umumnya. Perjanjian
elektronik karena meiliki kesamaan dengan perjanjian pada umumnya
maka untuk bisa dikatakan sah juga harus memenuhi syarat sah perjanjian
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Supaya kontrak atau perjanjian dianggap sah maka para pihak
harus sepakat terlebih dahulu terdapat pada segala hal yang adal pada
perjanjian. Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau
persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian.
Perseuaian kehendak saja tidak akan menciptakan atau melahirkan
perjanjian. Kehendak terebut harus dinyatakan, sehingga harus ada
76
pernyataan kehendak. Pernyataan kehendak tersebut harus merupakan
yang bersangkutan mngehendaki timbulnya hubungan hukum.121
Kehendak tersebut harus dimengerti oleh pihak lawan,
sehingga kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernayataan kehendak
dapat dilakukan secara tegas, yaitu pernyataan kehendak diberikan
eksplisit dengan cara tertulis, lisan atau dengan tanda. Pernyataan
kehendak secara tertulis dapat dilihat dari adanya tanda tangan para
pihak. Selain itu, pernyatan kehendak dapat pula dinyatakan secara
diam-diam. Hal tersebut tercemin pada sikap dan perbuatan yang
dilakukan oleh para pihak.122
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Cakap merupakan syarat yang umum untuk dapat melakukan
perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal
pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan
untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.123 Pada pasal 1329
KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk
membuat perjanjian, kecuali menurut undang-undang dinyatakan tidak
cakap. Pasal 1330 KUHPerdata tidak menetukan siapa yang cakap
melakukan perbuatan untuk mengadakan suatu perjanjian, tetapi
menentukan secara negatif siapa yang tidak cakap untuk mengadakan
perjanjian. Orang yang tidak cakap tersebut adalah orang yang belum
121 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, Hlm. 162-175. 122 Ibid., hlm. 191-192. 123 Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2013,
hlm. 208.
77
dewasa, mereka yang dibawah pengampuan dan semua orang yang
dilarang undang-undang untuk membuat suatu perjanjian.124
Berdasarkan Buku I Pasal 330 KUHPerdata, seorang dianggap
dewasa jika dia telah berusia 21 (duapuluh satu) tahun atau telah
menikah. Kemudian pengaturan mengenai batas kedewasaan juga
ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan bahwa kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak
berada dibawah kekuasaan orang tua atau wali sampai berusia 18
(delapan belas) tahun. Khusus perjanjian dengan perjanjian yang
dibuat dihadapan notaris diatur pula pada Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menentukan batas
kedewasaan tersebut adalah 18 (delapan belas) tahun atau belum
menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian,
kecapakapn untuk melakuka suatu perjanjian yang dibuat tidka hanya
dikaitkan dengan batas umur kedewasaan, tetapi juga dikaitkan
dengan tolak ukue yang lain, misalnya tidak berada di bawah
pengampuan. Tidak hanya dewasa tetapi juga cakap melakukan suatu
perbuatan hukum.125
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang
dijadikan objek suatu perjanjia. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata
barang yang menjadi objek suatu perjanjian harus tertentu, setidak-
124 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, 2014, hlm. 176.
125Ibid., hlm. 177-179.
78
tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu
ditentukan asalkan saja dapat ditentukan ataua diperhitungkan.
Selanjutnya dalam Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata ditentukan bahwa
barang-barang yang baru akan ada kemudian hari juga dapat menjadi
objek suatu perjanjian. Pasal 1334 ayat (2) KUHPerdata bahwa barang
yang akan masuk hak warisan seseoarang karena yang lain akan
meninggal dunia dilarang dijadikan objek suatu perjanjian meskipun
dengan kesepakatan orang yang akan meninggal dunia dan akan
meninggalkan barang-barang warisan tersebut. Kemudian dalam Pasal
1332 KUHPerdata ditentukan bahwa barang-barang yang dapat
dijadikan objek perjanjian hanyalah barang yang dapat
diperdagangkan.126
4. Suatu sebab yang halal
Dalam suatu kontrak atau perjanjian disamping harus ada
kausanya, akan tetapi kausa tersebut juga harus halal. Kausa suatu
perikatan adalah sebagai alasan penggerak yang menajdi dasar
kesediaan debitor untuk menerima keterikatan untuk memenuhi isi
(prestasi) perikatan. Menerima perikatan berarti menerima keterikatan
kewajiban-kewajiban yang timbul dari perikatan tersebut. Dengan kata
lain, menerima keterikatan untuk memberikan prestasi perikatan.
Seorang yang terikat untuk melaksanakan isi perjanjian tidak hanya
126 Riduan Syahrani, Op.Cit., hlm. 209-210.
79
didasarkan pada kata sepakat saja, tetapi juga harus didasarkan adanya
kausa.127
Kausa halal dimaksud adalah kausa hukum yang ada tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau ketertiban
umum, atau kesusilaan. Jika objek dalam perjanjian illegal atau
bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum maka
perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum. Pasal 1335 Jo 1337
KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban
umum. Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang
jika kausa dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan
dengan undang-undang yang berlaku.128
1. Perjanjian Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis
Peer to Peer Lending Antara Pemberi Pinjaman Dengan
Penyelenggara
Pada pelaksanaan pinjam meminjam secara online, perjanjian
elektronik tersebut menimbulkan hubungan hukum. Hubungan hukum
tersebut lahir dari hubungan kontraktual para pihak, baik bagi pemberi
pinjaman, penerima pinjaman maupun Penyelenggara layanan Fintech
berbasis P2PL. Hubungan hukum tersebut telah diatur sebagaimana
Pasal 18 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016
127 Ridwan Khairandy, Op.Cit, hlm. 188. 128 Ibid., hlm. 190.
80
yang mengatur adanya perjanjian bagi para pihak. Peraturan tersebut
pertama mengatur mengenai perjanjian antara Penyelenggara dengan
Pemberi Pinjaman. Kedua, mengatur mengenai perjanjian antara
Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman.
Di dalam mekanisme Fintech berbasis P2PL, Pemberi
Pinjaman yang akan memberikan pinjaman dana kepada Penerima
Pinjaman harus menyetujui syarat dan ketentuan khusus yang telah
diatur oleh Penyelenggara selaku platform Fintech berbasis P2PL.
Adapun syarat dan ketentuan khusus tersebut adalah mengenai
Pemberi Pinjaman selaku pihak yang akan mengajukan pemberian
dana melalui platform harus setuju dan sepakat untuk menunjuk
Penyelenggara layanan Fintech berbasis P2PL untuk bertindak untuk
dan atas nama Pemberi Pinjaman yaitu untuk menyalurkan dana
Pemberi Pinjaman kepada pihak Penerima Pinjaman.129
Berdasarkan mekanisme tersebut diatas, terdapat hubungan
hukum antara Penerima Pinjaman dengan Penyelenggara layanan
Fintech berbasis P2PL. Perjanjian antara Penyelenggara dengan
Pemberi Pinjaman adalah perjanjian pemberian kuasa yaitu kuasa
khusus. Perjanjian pemberian kuasa sebagaimana Pasal 1792
KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya,
untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
129 Wawancara dengan Sandra selaku Customer Service PT. Investree tanggal 11/04/18.
81
Menyelenggarakan suatu urusan dimaksud adalah melakukan suatu
perbuatan hukum yang mempunyai suatu akibat hukum.130 Pihak yang
telah diberi kuasa dapat dikatakan sebagai kuasa untuk melakukan
suatu perbuatan hukum atas nama orang yang telah memberikan kuasa
atau dapat dikatakan bahwa ia merupakan perwakilan dari dari si
pemberi kuasa. Maka dengan demikian segala perbuatan yang
dilakukan penerima kuasa adalah tanggung jawab dari pemberi kuasa
sehingga segala hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang
dilakukannya menjadi hak dan kewajiban pihak yang memberi
kuasa.131
Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus hal ini diatur
pada Pasal 1795 KUHPerdata, yaitu hanya mengenai satu kepentingan
tertentu atau lebih, atau secara umum yang meliputi segala
kepentingan pemberi kuasa. Dalam surat kuasa khusus, di dalamnya
dijelaskan mengenai tindakan-tindakan apa saja yang dapat dilakukan
oleh penerima kuasa. Adanya tindakan-tindakan yang dirinci dalam
surat kuasa tersebut, maka surat kuasa tersebut menjadi surat kuasa
khusus.132 Perbuatan Penyelenggara layanan Fintech telah ditentukan
di dalam ketentuan khusus tersebut yaitu untuk menyalurkan dana
Pemberi Pinjaman kepada pihak Penerima Pinjaman. Maka dengan
demikian perbuatan yang dapat dilakukan oleh Penyelenggara selaku
130 Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 141. 131 Ibid. 132http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5976/ciri-dan-isi-surat-kuasa-khusus,
Akses tanggal 28/03/2018, Pukul 09.00 WIB.
82
penerima kuasa adalah terbatas, yaitu sebatas kuasa khusus yang
diberikan kepadanya untuk menyalurkan dana Pemberi Pinjaman
kepada Penerima Pinjaman.
Suatu kuasa dapat diberikan dan diterima dalam bentuk akta
resmi atau dengan suatu surat di bawah tangan ataupun dengan kuasa
lisan.133 Akta resmi yang dimaksud seperti akta notaris, akta yang
dilegalisir di kepaniteraan pengadilan, akta yang dibuat oleh pejabat
pamong dan sebagaimanya. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi
secara diam-diam, ini berbarti terjadi dengan sendirinya. Kuasa diam-
diam dapat disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi
kuasa berdasarkan tindakan yang dilakukannya.134
Pada umumnya pemberian kuasa terjadi karena adanya
persetujuan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Sifat
persetujuan kuasa adalah konsensual. Artinya perjanjian pemberian
kuasa lahir apabila ada kata sepakat atau ada persesuaian kehendak
diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Persesuaian
kehendak saja tidak akan menciptakan atau melahirkan perjanjian
karena kehendak tersebut itu sendiri dapat diungkapkan dengan
berbagai cara. Dapat secara tegas maupun secara diam-diam.
Pernyataan kehendak dapat pula dilakukan secara tertulis, lisan,
maupun dengan tanda.135
133 Pasal 1793 KUHPerdata. 134 M. Yahya Harahap, Segi- Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 307. 135 Ridwan Khairandy, Op.Cit, hlm. 168-171.
83
Perjanjian pemberian kuasa pada mekanisme Fintech berbasis
P2PL dilakukan tidak secara diam-diam akan tetapi perjanjian tersebut
dibuat melalui media elektronik yang terdapat pada platform
Penyelenggara layanan Fintech berbasis P2PL. Pada saat Pemberi
Pinjaman akan mengajukan pendanaan pada platform Penyelenggara,
Pemberi Pinjaman harus menyetujui mengenai ketentuan yang telah
ditentukan pada platform Fintech. Pemberi Pinjaman harus setuju dan
sepakat untuk memberikan kuasa pada platform Fintech untuk
menyalurkan dana Pemberi Pinjaman kepada Penerima Pinjaman.
Bentuk kesepakatan yang terjadi antara Pemberi Pinjaman
selaku pemberi kuasa dengan Penyelenggara selaku penerima kuasa
adalah pada saat Pemberi Pinjaman sepakat atau menyetujui terhadap
syarat maupun ketentuan yang diberikan oleh platform Penyelenggara
yang diikuti dengan pernyataan kehendak. Pernyataan kehendak
tersebut dilakukan dengan cara menekan tombol persetujuan berupa
mengklik centang pada platform.136 Persetujuan tersebut adalah
memberikan kuasa pada Penyelenggara selaku platform Fintech
berbasis P2PL untuk dapat menyalurkan dana pemberi Pinjaman
kepada Penerima Pinjaman. Kemudian dapat melanjutkan pendaftaran
sebagai Pemberi Pinjaman pada platform Penyelenggara layanan
Fintech berbasis Peer to Peer Lending.
136 Wawancara dengan Sandra selaku Customer Service PT. Investree tanggal 11/04/18.
84
Pada praktek Penyelenggaraan Fintech berbasis Peer to Peer
Lending, dalam melaksanakan operasional perusahaan mendapatkan
upah berupa fee atas jasa yang telah disedikan oleh Penyelenggara
platform Fintech berbasis Peer to Peer Lending. Pada mekanisme
tersebut Pemberian Pinjaman tidak dikenakan biaya dalam hal
memakai jasa Penyelenggara Fintech berbasis Peer to Peer Lending.
Pemberi Pinjaman akan dikenakan potongan pajak Pph sebesar 15%
atas pendaan yang dilakukannya. Selain itu akan ada biaya adminitrasi
yang akan dikenakan apabila melakukan pencairan dana ke bank
selain Bank Danamon dan Bank CIMB Niaga. Bagi Penerima
Pinjaman untuk dapat menggunakan jasa pada platform layanan
Fintech berbasis Peer to Peer Lending dikenakan suatu biaya berupa
biaya marketplace sebesar 5% yang dikenakan pada pinjaman yang
akan dicairkan.137 Dengan begitu kegiatan Fintech berbasis Peer to
Peer Lending dapat berjalan untuk membantu segala kesulitan
keuangan bagi masyarakat Indonesia.
2. Perjanjian Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis
Peer to Peer Lending Antara Pemberi Pinjaman Dengan Penerima
Pinjaman
Selain perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan
Penyelenggara layana Fintech berbasi Peer to Peer Lending terdapat
137 Ibid.
85
pula perjanjian lainnya lagi. Perjanjian tersebut adalah perjanjian
antara Pemberi Pinjaman dengan Peneriman Pinjaman. Perjanjian
yang terjadi antar Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman
merupakan perjanjian pinjam meminjam (utang piutang) pada
umumnya yaitu sebagaimana Pasal 1754 KUHPerdata. Pada
perjanjian pinjam meminjam (utang piutang) tersebut kedudukan
pemberi pinjaman adalah sebagai kreditur sedangkan penerima
pinjaman sebagai debitur. Perjanjian tersebut dibuat karena adanya
persesuaian kehendak oleh para pihak yaitu untuk melakukan
pendanaan dan melakukan peminjaman dana kepada pihak lainnya.
Para pihak kemudian bersepakat untuk saling mengikatkan diri untuk
melakukan suatu hubungan hukum.
Perjanjian tersebut dilakukan dengan bantuan media internet
untuk dapat menggunakan platform penyedia jasa layanan Fintech
berbasis Peer to Peer Lending. Bentuk perjanjian pinjam meminjam
tersebut adalah perjanjian elektronik yang memiliki kekuatan hukum
yang sama sebagaimana perjanjian pada umumnya. Oleh sebab itu
perjanjian elektronik berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.138 Perjanjian tersebut atas dasar kebebasan
berkontrak yang mana para pihak bebas membuat perjanjian yang
mereka inginkan. Perjanjian atau kontrak yang telah dibuat haruslah
dipatuhi oleh para pihak sebagai bentuk itikad baik pelaksanaan
138 Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
86
kontrak oleh pihak yang membuat perjanjian itu sendiri. Dari
perjanjian tersebut kemudian melahirkan suatu hubungan hukum
sehingga timbul hak dan kewajiban bagi para pihak untuk
melaksanakannya.
Perjanjian elektronik tersebut dituang dalam dokumen
elektronik. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik
yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang
dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau
Sistem Elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.139 Dokumen elektronik tersebut
harus dipenuhi oleh para pihak baik Pemberi Pinjaman maupaun
Penerima Pinjaman. Dokumen elektronik tersebut wajib paling sedikit
memuat:140
a. Nomor perjanjian;
b. Tanggal perjanjian;
c. Identitas para pihak;
d. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
e. Jumlah pinjaman;
f. Suku Bungan pinjaman;
139 Pasal 1 Angka 12 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 140 Pasal 19 Ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
87
g. Besarnya komisi;
h. Jangka waktu;
i. Rincian biaya terkait;
j. Ketentuan mengenai denda (jika ada);
k. Mekanisme penyelesaian sengketa; dan
l. Mekanisme dalam hal Penyelenggara tidak dapat
melanjutkan kegiatan operasionalnya.
Pada mekanisme pembuatan perjanjian antara Pemberi
Pinjaman dengan Penerima Pinjaman para pihak tidak perlu saling
bertemu dan saling berhadapan (face to face). Segala bentuk aktivitas
dihubungkan dengan bantuan Penyelenggara layanan Fintech berbasis
Peer to Peer Lending. Penyelenggara Fintech dalam hal ini adalah
sebagai perantara para pihak melalui platform Fintech. Perjanjian
elektronik tersebut melahirkan suatu hubungan hukum bagi pihak
Pemebri Pinjaman dengan Penerima Pinjaman. Para pihak tersebut
dihubungkan melalui hubungan kontraktual yang dibuat oleh para
pihak. Para pihak harus mentaati apa yang telah mereka perjanjikan
sebagai undang-undang yang mengikat bagi para pihak yang
membuatnya. Dari hubungan kontraktual tersebut timbul hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi. Secara garis besar Pemberi Pinjaman
wajib memberikan dana sebesar yang diperjanjikan pada waktu yang
telah ditentukan. Dari kewajiban tersebut timbul hak yaitu
pengembalian dana beserta bunga yang diperjanjikan dengan
Penerima Pinjaman. Bagi Penerima Pinjaman berhak mendapatkan
pinjaman dana sesuai kesepakatan yang dilakukan. Dari hak tersebut
timbul kewajiban yang harus dilakukan yaitu untuk membayar dana
88
yang dipinjamkan beserta bunga yang diperjanjikan, selain itu
Penerima Pinjaman juga harus membayarakan fee jasa platform
Penyelenggara.
3. Hak dan Kewajiban Bagi Pemberi Pinjaman, Penerima Pinjaman,
serta Penyelenggara Layanan Fintech Berbasis Peer to Peer
Lending
Berdasarkan mekanisme Fintech berbasis P2PL tersebut, dapat
ditarik mengenai hak dan kewajiban bagi para pihak, yaitu Pemberi
Pinjaman, Penerima Pinjaman dan platform Fintech berbasis P2PL
sebagai Penyelenggara. Berikut ini adalah beberapa hal mengenai hak
dan kewajiban para pihak tersebut, antara lain:141
1. Pemberi Pinjaman
Kewajiban bagi pemberi pinjman dalam praktik Fintech
berbasis Peer to Peer Lending antara lain :
a. Diwajibkan untuk mengisi data mengenai identitas
diri sebagai Pemberi Dana pada platform Fintech
seperti nama, nomer identitas, alamat, nomor
telepon, dan besarnya pendanaan yang akan
diberikan kepada penerima pinjaman.
b. Diwajibkan untuk mengisi perjanjian elektronik
antara pemberi pinjaman dengan Penyelenggara dan
141 Wawancara dengan Sandra selaku Customer Service PT. Investree tanggal 11/04/18.
89
perjanjian antara pemberi pinjaman dengan
penerima pinjaman melalui bantuan Penyelenggara.
c. Diwajibkan untuk mengirim dana sebagaimana
besarnya pada tagihan sistem tepat waktu.
Hak yang diperoleh pemberi pinjaman dalam praktik
Fintech berbasis Peer to Peer Lending antara lain :
a. Mendapatkan bunga atas pendanaan yang dilakukan
sebesar besarnya bunga yang diperjanjikan.
b. Mendapatkan laporan atas penggunaan dana oleh
penerima pinjaman baik via email maupun sms.
c. Memiliki virtual account dari Penyelenggara yang
dipergunakan untuk menyalukan dana yang akan
dipinjaman dan untuk mendapatkan pengembalian
atas dana yang telah disalurkan.
2. Penerima Pinjaman
Kewajiban bagi penerima pinjman dalam praktik
Fintech berbasis Peer to Peer Lending antara lain :
a. Wajib mengisi dokumen yang disedikan platform
Penyelenggara dan memasukkan data-data yang
dibutuhkan dengan jelas, jujur dan rinci mengenai
identitas serta penggunaan dana yang akan diajukan
dipinjaman.
90
b. Wajib untuk mengisi perjanjian elektronik dengan
Pemberi Pinjaman melalui bantuan Penyelenggara.
c. Memberikan laporan atas penggunaan dana melalui
platform Penyelenggara sebagai bentuk
pertanggungjawaban penggunaan dana dari
penerima pinjaman kepada Pemberi Pinjaman.
d. Memberikan fee sebesar berapa 5% kepada platform
Fintech sebagai Penyelenggara tergantung dengan
pinjaman yang diajukan yaitu pinjaman personal
atau pinjaman bisnis.
e. Wajib membayar angsuran peminjaman sesuai
besarnya tagihan pada penerima pinjaman tepat
waktu.
Hak yang diperoleh penerima pinjaman dalam praktik
Fintech berbasis Peer to Peer Lending antara lain :
a. Memperoleh data sebagai bentuk transparansi
penerimaan pinjaman yang diberikan oleh
Penyelenggara platform Fintech yang berisi data-
data seperti identitas pemeberi dana, verivikasi
pemberian dana, biaya adminitrasi yang digunakan
pada platform Fintech.
b. Memperoleh dana yang bersih dan terbebas dari
money laundry.
91
c. Memiliki escrow account dari Penyelenggara yang
dipergunkan untuk pelunasan pinjaman.
3. Penyelenggara Layanan Fintech berbasis Peer to Peer
Lending
Kewajiban bagi Penyelanggara dalam praktik Fintech
berbasis Peer to Peer Lending antara lain :
a. Memberikan informasi mengenai layanan pinjam
meminjam secara online secara jujur dan tidak
menyesatkan bagi para pengguna layanan pinjam
meminjam secara online tersebut.
b. Memberikan fasilitas bagi Penerima Pinjaman
mengenai sistem kalkulasi pembiayaan yang akan
dilakukan melalui platform Penyelenggara.
c. Menyalurkan dana dari Pemberi Pinjaman kepada
Penerima Pinjaman melalui platform yang telah
disediakan Penyelenggara.
d. Wajib menyediakan escrow account dan virtual
account bagi Pemberi Pinjaman dan Penerima
Pinjaman.
e. Menyeleksi, menganalisis, dan menyetujui aplikasi
pinjaman yang diajukan oleh penerima pinjaman
92
agar menghasilkan pendanaan yang berkualitas
untuk ditawarkan kepada Pemberi Pinjaman.
Hak yang diperoleh platform Fintech selaku
Penyelenggara dalam praktik Fintech berbasis Peer to Peer
Lending antara lain :
a. Memperoleh laporan penggunaan dana dari
Penerima Pinjaman sebagai bentuk
pertanggungjawaban penggunaan dana dari
Pemberi Pinjaman.
b. Mendapatkan fee sebesar 5% dari Penerima
Pinjaman sebagai bentuk pembayaran jasa bagi
perusahaan platform Fintech.
Dari uraian tersebut, dengan demikian Pihak Penyelenggara
berkewajiban menemukan Penerima Pinjaman yang cocok dengan
Pemberi Pinjaman dengan cara menyeleksi, menganalisis, dan
menyetujui aplikasi pinjaman yang diajukan oleh penerima
pinjaman agar menghasilkan pendanaan yang berkualitas untuk
ditawarkan kepada para pemberi pinjaman sehingga pemberi
pinjaman hanya bisa memilih penerima pinjaman berdasarkan
portofolio analisis yang ditawarkan oleh Penyelenggara. Dari
kewajiban tersebut lahirlah hak bagi Penyelenggara sebagai
penerima kuasa dari Pemberi dana untuk dapat mengelola dana
93
Pemberi Pinjaman untuk kemudian disalurkan dalam bentuk
pinjaman kepada pihak Penerima Pinjaman yang dianggap cukup
berkualitas dari hasil analisis dan hasil seleksi Penyelenggara. Bagi
Pemberi Pinjaman berkewajiban memberikan kuasa kepada pihak
Penyelenggara agar dapat mengelola dana kemudian dana tersebut
disalurkan kepada pihak Penerima Pinjaman. Selain itu Pemberi
Pinjaman juga wajib membayar Pajak Penghasilan (Pph) atas dana
yang dipinjamkan.142 Hak bagi Pemberi Pinjamana adalah
mendapatkan menerima kembali dana yang telah disalurkan kepada
Penerima Pinjaman dengan bunga yang telah disepakati pada
waktu yang telah ditentukan dengan tepat waktu melalui platform
dari Penyelenggara.
Bagi Pemberi Pinjaman berkewajiban untuk memberikan
dana pinjaman kepada penerima pinjaman. Hak Pemberi Pinjaman
adalah menerima angsuran pembayaran dari penerima pinjaman
pada waktu yang telah disepakati bersama dan juga menerima
bunga pinjaman dari Penerima Pinjaman. Bagi penerima pinjaman
berhak menerima dana dari pemberi pinjaman untuk dipergunakan
sebagaiamana mestinya. Kewajiban Penerima Pinjaman adalah
membayar angsuran dana kepada penerima pinjaman beserta bunga
yang telah disepakati pada waktu yang telah ditentukan. Selain itu
142 Wawancara dengan Sandra selaku Customer Service PT. Investree tanggal 11/04/18
94
Penerima Pinjaman juga wajib membayarkan jasa kepada
Penyelenggara atas dana yang telah dapat dicairkan.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa perjanjian hanya ada
antara Penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman dan perjanjian
antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman. Dalam hal
ini tidak pernah ada perjanjian antara Penyelenggara dengan
Penerima Pinjaman hanya ada dokumen untuk memenuhi
kelengkapan syarat dari Penyelenggara. Sebagai Penyelenggara
layanan Fintech berbasis P2PL memiliki kewajiban baik bagi
Pemberi Pinjaman maupun kepada Penerima Pinjaman yaitu
menyediakan platform yang jujur, jelas, dan tidak menyesatkan
bagi para pihak yang menggunakan layanan pinjam meminjam
secara online melalui platform yang disedikan oleh
Penyelenggara.143
B. Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam
Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer to Peer Lending
Di Indonesia
Seiring dengan perkembangan masa di era globalisasi, segala
bentuk aktivitas masyarakat tidak akan terlepas dari bantuan teknologi.
Begitu pula pada lembaga keuangan yang kini mulai bergeser pada
143 Pasal 30 Ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
95
lembaga keuangan berbasis teknologi. Salah satu kemajuan dalam bidang
keuangan saat ini adanya adaptasi Financial Technology. Financial
Technology (Fintech) adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut
suatu inovasi di bidang jasa finansial. Istilah tersebut berasal dari kata
“financial” dan “technology” (Fintech) yang mengacu pada inovasi
finansial dengan sentuhan teknologi modern.
Di Indonesia Fintech dikenal dengan istilah Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Mengenai Fintech telah
diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016
tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Fintech)
adalah Penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan
pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan
perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung
melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet. Konsep
Fintech tersebut mengadaptasi perkembangan teknologi yang dipadukan
dengan bidang finansial pada lembaga perbankan. Fintech merupakan
solusi dibidang keuangan di Indonesia. Fintech sebagai layanan keuangan
berbasis digital yang saat ini telah berkembang dapat memfasilitasi
masyarakat untuk melakukan proses transaksi keuangan yang lebih praktis,
aman serta modern.
Fintech merupakan implementasi dan pemanfaatan teknologi untuk
peningkatan layanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya
96
dilakukan oleh perusahaan rintisan (startup) dengan memanfaatkan
teknologi software, internet, komunikasi, dan komputasi terkini.144 Konsep
ini yang mengadaptasi perkembangan teknologi yang dipadukan dengan
bidang finansial sehingga bisa menghadirkan proses transaksi keuangan
yang lebih praktis, aman serta modern. Bentuk dasar Fintech antara lain
Pembayaran (digital wallets, P2P payments), Investasi (equity
crowdfunding, Peer to Peer Lending), Pembiayaan (crowdfunding, micro-
loans, credit facilities), Asuransi (risk management), Lintas – proses (big
data analysis, predicitive modeling), Infrastruktur (security).
Penyelenggaraan Fintech berbasis Peer to Peer Lending
merupakan layanan pinjam meminjam uang secara online yang
dipertemukan dalam suatu wadah (marketplace). Marketplace tersebut
merupakan wadah yang dibuat oleh suatu Penyelenggara layanan Fintech
berbasis Peer to Peer Lending. Melalui platform Penyelenggara tersebut
mempertemukan antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang
kekurangan dana dalam platform Penyelenggara. Penyelenggara layanan
Fintech berbasis Peer to Peer Lending merupakan perantara antara
Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman. Boleh dikatakan bahwa
layanan Fintech berbasis P2P Lending merupakan marketplace untuk
kegiatan pinjam-meminjam uang secara online.
Hadirnya Fintech berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia
menjadi penyelesai masalah keuangan yang selama ini belum teratasi
144 Nofie Iman, Loc.Cit.
97
seluruhnya. Indonesia merupakan Negara kepulauan, hal tersebut
menyebabkan jangkauan masyarakat terhadap layanan perbankan menjadi
sulit karena perbankan itu sendiri tidak merata. Layanan perbankan hanya
tertumpuk di pusat kota saja, sehingga kurang menyentuh masyarakat yang
ada di pelosok daerah. Hal inilah yang menyababkan kesenjangan
kesejahteraan di Indonesia akibat tidak meratanya pembangunan
perekonomian nasional. Sulitnya sebagian besar masyarakat daerah untuk
mendapatkan layanan perbankan menjadikannya fakta mengenai tingginya
jumlah penduduk yang belum tersentuh layanan perbankan (unbanked
people).145
Selain itu, masih banyak pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) maupun orang perorangan yang sejauh ini tidak bankable.
Sementara nilai kebutuhan kredit atau pinjaman belum bisa terpenuhi
seluruhnya. Masyarakat ini tentu saja sangat membutuhkan akses
pinjaman modal yang mudah akan tetapi juga ekonomis. Masyarakat
membutuhkan layanan keuangan yang dapat dengan mudah diakses oleh
masyarakat. Masih banyaknya masyarakat yang tidak bankable hal
tersebut dikarenakan banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi dalam
proses administrasi yang harus dipenuhi bank dan rentan waktu yang
cukup lama dalam proses pencairan, menyebabkan bank menjadi tidak
145 Secara global tercatat lebih dari dua miliar orang dewasa di seluruh dunia tergolong ke
dalam unbanked people. Sekitar sepuluh persen (10%) dari 2,5 miliar orang di dunia hidup
dengan pendapatan kurang dari 2 USD per hari tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan
apapun. Lihat: Timothy R. Lyman, Gautam Ivatury, and Stefan Staschen, “Use of Agents in
Branchless Banking for the Poor: Rewards, Risk and Regulation”, The Consultative Group to Assist
the Poor, Focus Note Number 38, October 2008, http://www.cgap.org, Loc.Cit.
98
fleksibel bagi masyarakat yang berkualitas dan sedang membutuhkan
dana. Hal demikian membuat kehadiran Fintech sangat dibutuhkan dan
mulai banyak bermunculan dengan tawaran kemudahan akses pinjaman
pada seluruh lapisan masyarakat. Fintech menjadi begitu populer di
Indonesia karena berbagai macam alasan, antara lain:146
1. Meluasnya penggunaan internet dan smartphone, sehingga
dibutuhkan transaksi keuangan secara online;
2. Fintech dianggap lebih praktis dibandingkan industri keuangan
konvensional yang lebih kaku;
3. Maraknya bisnis berbasis teknologi digital;
4. Industri keuangan online yang lebih simpel bagi pemain usaha
start–up; dan
5. Penggunaan sosial media (memungkinkan industri Fintech
berkembang karena data yang diunggah pengguna ke sosial
media bisa digunakan untuk menganalisa risiko nasabah).
Begitu banyaknya faktor yang menyebabkan layanan keuangan
berbasis teknologi tersebut bisa eksis di Indonesia, salah satu faktor
utamanya adalah kemudahan akses yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Layanan Fintech berbasis Peer to Peer Lending mulai masuk ke Indonesia
sejak tahun 2015. Layanan pinjam meminjam secara online tersebut mulai
diterima dan banyak masyarakat yang menggunakan layanan Fintech
berbasis P2PL. Masyarakat bebas memilih platform Penyelenggara layanan
Fintech berbasis P2PL yang sesuai dengan kebutuhkan yang diinginkan oleh
pengguna layanan pinjam meminjam secara online tersebut.
Pada mekanisme layanan Fintech berbasis P2PL peran
Penyelenggara sangatlah penting untuk menunjang keberlangsungan
146Tim Jurnalistik Legalscope, Perkembangan Fintech di Indonesia, terdapat dalam
https://www.legalscope.id/perkembangan-Fintech-di-indonesia/, Loc.Cit.
99
platform Fintech. Selain sebagai pihak yang menyediakan ruang eksklusif
bagi kegiatan pinjam meminjam uang secara online antara Pemberi
Pinjaman dengan Penerima Pinjaman, Penyelenggara diberi kuasa untuk
menyalurkan dana dari Pemberi Pinjaman kepada Penerima Pinjaman.
Sebelum penyaluran tersebut terjadi, Penyelenggara memiliki tugas untuk
menyeleksi, menganalisis, dan menyetujui aplikasi pinjaman yang diajukan
oleh Penerima Pinjaman agar menghasilkan pendanaan yang berkualitas
untuk ditawarkan kepada para Pemberi Pinjaman.147 Berdasarkan hal
tersebut Pemberi Pinjaman hanya bisa memilih Penerima Pinjaman
berdasarkan portofolio analisis yang ditawarkan oleh Penyelenggara.
Penulis memberikan 3 (tiga) contoh perusahaan Penyelenggara layanan
Fintech berbasis Peer to Peer Lending yaitu Investree, Crowdo, dan
Akseleran.
Dalam praktik Penyelenggara layanan Fintech berbasis Peer to Peer
Lending timbullah suatu permasalahan hukum yang sangat mungkin terjadi
dalam pelaksaan fintech berbasis P2PL. Permasalahan tersebut adalah
adanya resiko gagal bayar dari Penerima Pinjaman. Pihak utama yang akan
dirugikan terhadap resiko gagal bayar tersebut adalah Pemberi Pinjaman
yang mendanai pengajuan pinjaman pada platform Penyelenggara. Contoh
yang pertama, Investree selaku Penyelenggara layanan Fintech berbasis
P2PL, apabila terjadi gagal bayar dari penerima pinjaman, usaha penagihan
akan Investree jalankan melalui Unit Penagihan Pihak Ketiga dengan upaya-
147 https://www.investree.id/how-it-works, Loc.Cit.
100
upaya yang sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Pemberi pinjaman
jelas dapat mengajukan gugatan kepada penerima pinjaman namun Investree
tidak dapat menjamin kesuksesan dari Pihak Ketiga atau upaya-upaya
hukum untuk menagihkan sisa pinjaman sehingga Pemberi Pinjaman tetap
dapat mengalami kerugian sepenuhnya dari pendanaan yang ditanamkan.148
Penyelenggara Fintech yang kedua adalah Crowdo. Crowdo dengan
tegas tidak melakukan penjaminan apapun kepada pemberi pinjaman yang
telah menyalurkan dananya melalui Crowdo karena hal tersebut merupakan
resiko yang mungkin terjadi apabila melakukan investasi atau memberikan
pinjaman kepada pihak penerima pinjaman meskipun melalui Crowdo.149
Meskipun demikian apabila terjadi kondisi gagal bayar (secara dua bulan
berturut-turut terjadi keterlambatan bayar) dari penerima pinjaman kepada
pemberi pinjaman, maka Crowdo akan melanjutkan dengan likuidasi
jaminan dan hasil dari likuidasi akan dipergunakan untuk membayar pokok
jaminan kepada pemberi pinjaman bagi penerima pinjaman yang
memberikan jaminan dalam proses pinjam meminjam tersebut. Dalam hal
ini yang menjadi permasalahan adalah bagi penerima pinjaman yang tanpa
jaminan. Solusi dari Crowdo apabila terjadi gagal bayar tersebut adalah
Crowdo akan membantu dengan malakukan mediasi kepada penerima
pinjaman untuk potensi solusi pembayaran kembali dengan
148 https://www.investree.id/how-it-works/know-your-risk, Loc.Cit. 149 https://p2pid.crowdo.com/learning_center/item/888, Loc.Cit.
101
menginformasikan proses yang sedang berjalan kepada Penerima
Pinjaman.150
Contoh yang terakhir yaitu Akseleran. Akseleran tidak menjamin
pinjaman yang ada bagi pemberi pinjaman. Pada dasarnya pinjaman dibagi
menjadi dua yaitu pinjaman dengan jaminan agunan dan pinjaman tanpa
jaminan agunan.151 Dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah
pinjaman dana yang dilakukan tanpa adanya jaminan agunan sebagimana
permasalahan pada platform Crowdo. Namun demikian, Akseleran hanya
akan melakukan analisa kelayakan pinjaman dan menggunakan usaha
terbaiknya untuk meminimalisir kredit macet.152
Berdasarkan contoh-contoh tersebut, dapat diketahui bahwa
Penyelenggara (Investree, Crowdo, Akseleran) hanya menyediakan
marketplace (tempat) bagi pemberi dan penerima pinjaman untuk
melakukan pinjam meminjam secara online berbasis P2P Lending pada
platform Penyelenggara. Penyelenggara bukan sebagai pihak dalam
perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan oleh pemberi pinjaman dan
penerima pinjaman melainkan hanya sebagai pihak yang diberi kuasa oleh
Pemberi Pinjaman untuk menyalurkan dananya kepada Penerima Pinjaman.
Berdasarkan hal tersebut, Penyelenggara tidak memiliki tanggung jawab
atau kewajiban dalam perjanjian pinjam meminjam secara online tersebut,
karena pada dasarnya perjanjian pinjam meminjam tersebut hanya dilakukan
150 https://p2pid.crowdo.com/learning_center/item/889, Loc.Cit. 151 Ibid. 152 Ibid.
102
oleh Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman. Ketiadaan hubungan
hukum dalam perjanjian pinjam meminjam secara online antara
Penyelenggara dengan pengguna layanan pinjam meminjam tersebut
menimbulkan konsekuensi hukum. Khususnya bagi pemberi pinjaman tidak
dapat mengajukan tuntutan hukum kepada Penyelenggara apabila pemberi
pinjaman mengalami kerugian sebagai akibat tindakan Penyelenggara dalam
Penyelenggaraan layanan Fintech berbasi Peer to Peer Lending. Kerugian
yang dimaksud adalah apabila terjadi gagal bayar oleh Penerima Pinjaman
akibat tindakan Penyelenggara yaitu menyeleksi, menganalisis, dan
menyetujui aplikasi pinjaman yang dianggap berkualitas serta layak untuk
ditawarkan kepada Pemberi Pinjaman.
Apabila terjadi gagal bayar oleh Penerima Pinjaman, Penyelenggara
hanya dapat mengusahakan melalui unit penagihan, membantu melakukan
mediasi dan mengusahakan agar tidak terjadi kredit macet akan tetapi tidak
menjamin keberhasilannya. Hal tersebut jelas tidak memberikan
perlindungan hukum khususnya bagi Pemberi Pinjaman. Gagal bayar
tersebut bisa terjadi akibat ketidaktepatan Penyelenggara dalam menyeleksi,
menganalisis, dan menyetujui aplikasi pinjaman yang diajukan oleh
penerima pinjaman untuk ditawarkan kepada Pemberi Pinjaman.
Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa Penyelenggara tidak memberikan
penawaran Penerima Pinjamaman yang berkualitas, sehingga hal tersebut
dapat menyebabkan gagal bayar dan pihak yang dirugikan tentulah Pemberi
Pinjaman.
103
Akibat tindakan Penyelenggara menyeleksi, menganalisis, dan
menyetujui aplikasi pinjaman yang diajukan oleh penerima pinjaman untuk
ditawarkan kepada Pemberi Pinjaman, Penyelenggara seharusnya dapat
bertanggung jawab atas tindakannya kepada Pemberi Pinjaman karena tidak
memberikan penawaran Penerima Pinjaman yang berkulitas padahal jelas
Pemberi Pinjaman hanya dapat memberikan dana kepada Penerima
Pinjaman yang diajukan oleh Penyelenggara. Pada praktiknya terdapat
keterbatasan tanggung jawab oleh Investree, Crowdo, Akseleran sebagai
Penyelenggara layanan Fintech berbasis Peer to Peer Lending jika
terjadinya gagal bayar oleh penerima pinjaman jelas bertentangan dengan
Pasal 37 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi yang menyatakan bahwa:
“Penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kerugian pengguna
yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, direksi, dan/atau
pegawai Penyelenggara.”
Bahwa dalam hal ini Penyelenggara wajib bertanggung jawab akibat
kesalahan atau kelalainnya yaitu mengajukan penawaran Penerima
Pinjaman yang tidak berkulitas yang kemudian menyebabkan terjadi gagal
bayar sehingga Pemberi Pinjaman dirugikan akibat tindakan Penyelenggara.
Bentuk pertanggungjawaban tersebut adalah atas kegiatan Penyelenggara
karena tidak dapat mengelola dan mengoperasikan layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi dari pihak Pemberi Pinjaman
104
kepada pihak Penerima Pinjaman153 dengan baik hingga menimbulkan
kerugian pada salah satu pihak. Belum adanya perlindungan hukum bagi
Pemberi Pinjaman pada praktik layanan pinjam meminjam uang secara
online ini menimbulkan tidak adanya kepastian hukum bagi penggunanya
khususnya Pemberi Pinjaman.
Kegiatan operasional Penyelenggara dalam menyediakan, mengelola,
dan mengoperasikan layanan Fintech berbasis Peer to Peer Lending
dilakukan oleh pegawai Penyelenggara. Pegawai Penyelenggara jugalah
yang menyeleksi, menganalisis, dan menyetujui aplikasi pinjaman yang
dianggap berkualitas serta layak untuk ditawarkan kepada Pemberi
Pinjaman. Sehingga para pegawai dalam hal ini bertindak atas nama
Penyelenggara. Terjadinya gagal bayar adalah sebagai bentuk kesalahan
atau kelalaian dari pegawai Penyelenggara dalam mengelola dan
mengoperasikan layanan Fintech sehingga timbul kerugian bagi Pemberi
Pinjaman. Untuk itu Penyelenggara tetap wajib bertanggung jawab atas
tindakan pegawainya tersebut. Penyelenggara sebagai pelaku layanan
pinjam meminjam uang secara online dapat dikenai sanksi dalam Pasal 47
POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi. Sanksi yang dapat diberikan kepada
Penyelenggara yang telah melanggar ketentuan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini dikenakan sanksi adminitrasi sebagai berikut:
153Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
105
a. Peringatan tertulis;
b. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c. Pembatasan kegiatan usaha; dan
d. Pencabutan izin.
1. Perlindungan Hukum Secara Preventif
Perlindungan hukum bagi pengguna layanan Fintech berbasi
Peer to Peer Lending dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
perlindungan secara preventif dan perlindungan hukum secara represif.
Perlindungan hukum secara preventif adalah perlindungan hukum yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Dengan demikian
perlindungan hukum ini dilakukan sebelum terjadinya sengketa.
Perlindungan hukum bagi Pengguna Layanan Fintech berbasis
Peer to Peer Lending sebelum terjadinya sengketa dapat dilakukan
dengan upaya-upaya dari Penyelenggara layanan Fintech. Upaya
Penyelenggara sebelum terjadinya sengketa adalah dengan menerapkan
prinsip dasar perlindungan hukum bagi Pengguna layanan Fintech.
Prinsip-prinsip tersebut diatur pada Pasal 29 POJK Nomor
77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi antara lain prinsip transparansi, perlakuan yang adil,
keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, dan penyelesaian sengketa
Pengguna secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.
106
2. Perlindungan Hukum Secara Represif
Perlindungan hukum secara represif adalah perlindungan hukum
yang tujuannya untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum ini
baru bisa dilakukan setelah timbulnya sengketa terlebih dahulu. Sengketa
dalam Penyelenggaraan Fintech berbasis Peer to Peer Lending bisa
terjadi antara Pengguna dengan Pengguna lainnya maupun dengan antara
Pengguna dengan Penyelenggara. Jika sengketa tersebut benar terjadi
maka ada mekanisme tertentu untuk dapat menyelesaikan masalah
tersebut. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan pengaduan agar
sengketa yang terjadi dapat segera terselesaikan. Dengan adanya tindakan
pengaduan dari Pengguna layanan Fintech berbasis Peer to Peer Lending
kepada Penyelenggara platform Fintech, hal tersebut membuat
Penyelenggara harus segera meninndak lanjutinya. Setelah menerima
pengaduan dari pihak yang dirugikan dalam hal ini Pengguna Fintech,
sebagaimana Pasal 38 POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan bahwa pelaku jasa
keuangan dalam hal ini adalah Penyelenggara layanan Fintech berbasis
Peer to Peer Lending wajib melakukan :
a. Pemeriksaan internal atas pengaduan secara kompeten, benar, dan
obyektif;
b. Melakukan analisis untuk memastikan kebenaran pengaduan;
c. Menyampaiakan pernyataan maaf dan menawarkan ganti rugi
(redress/remedy) atau perbaikan produk dan atau layanan, jika
pengaduan konsumen benar.
107
Berdasarkan ketentuan POJK tersebut, apabila dikemudian hari
terjadi tindakan gagal bayar oleh Penerima Pinjaman dan gagal bayar
tersebut terbukti akibat kesalahan atau kelalain dari Penyelenggara, maka
Penyelenggara wajib membrikan ganti rugi atas perbuatannya tersebut.
Pemberi Pinjaman selaku pihak yang dirugikan berhak menerima ganti
rugi dari Pihak Penyelenggara. Namun, apabila dalam hal pengaduan
tidak mencapai suatu kesepakatan, maka Pemberi Pinjaman dapat
melakukan penyelesaian sengketa tersebut diluar maupun didalam
pengadilan. Sebagaimana Pasal 39 Ayat (1) POJK Nomor
1/POJK.07/2013 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor
Jasa Keuangan bahwa penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat
dilakukan melalui lembaga alternative penyelesaian sengketa atau dapat
menyampaikan permohonannya kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk
memfasilitasi penyelesian pengaduan konsumen (pengguna layanan
Fintech berbasis Peer to Peer Lending) yang dirugikan oleh pelaku jasa
keuangan yaitu Penyelenggara layanan Fintech.
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan
bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang berintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan. Tugas OJK adalah melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
108
Keuangan Lainnya.154 Berdasarkan peraturan tersebut, juga memberikan
perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dimana layanan Fintech
berbasis Peer to Peer merupakan bentuk sumber pendanaan terbaru yang
temasuk dalam kategori lembaga jasa keuangan lainnya.
Konsep dari layanan Finetch berbasis Peer to Peer Lending
menyalurkan dana dari Pemberi Pinjaman kepada Penerima Pinjaman
dalam suatu platform yang disedikan oleh Penyelenggara layanan
Fintech untuk menciptakan suatu peminjaman yang memadai yang
dibutuhkan oleh penggunanya. Kegiatan pinjam meminjam uang berbasis
Peer to Peer Lending merupakan wewenang dari OJK untuk mengatur
dan mengawasi terhadap seluruh kegiatan dalam sektor jasa keuangan.
Sehingga dengan demikian OJK harus siap dengan mekanisme
penyelesaian masalah yang akan timbul dikemudian hari apabila terjadi
gagal bayar oleh Penerima Pinjaman sehingga menyebabkan kerugian
bagi Pemberi Pinjaman dalam mekanisme layanan Fintech berbasis Peer
to Peer Lending.
154 Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
109
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada mekanisme penyelenggaraan Fintech berbasis Peer to Peer
Lending, hubungan hukum terjadi antara Pemberi Pinjaman dengan
Penyelenggara layanan Fintech dan antara Pemberi Pinjaman dengan
Penerima Pinjaman. Hubungan hukum antara Pemberi Pinjaman dengan
Penyelenggara layanan Fintech adalah perjanjian pemberian kuasa
sebagaimana Pasal 1792 KUHPerdata. Penyelenggara layanan Fintech
berbasis P2PL diberi kuasa oleh Pemberi Pinjaman bertindak untuk dan
atas nama Pemberi Pinjaman dalam menyalurkan dana Pemberi Pinjaman
kepada Penerima Pinjaman. Dari kuasa tersebut Peyelenggara dapat
mengelola dana Pemberi Pinjaman kemudian disalurkan dalam bentuk
pinjaman kepada Penerima Pinjaman yang dianggap cukup berkualitas
dari hasil analisis dan seleksi Penyelenggara. Sedangkan hubungan hukum
antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman adalah perjanjian
pinjam meminjam (utang piutang) sebagaimana Pasal 1754 KUHPerdata.
Kedudukan Pemberi Pinjaman sebagai kreditur dan Penerima Pinjaman
adalah debitur.
Berdasarkan hubungan hukum tersebut, perjanjian pinjam
meminjam uang secara online hanya terjadi antara Pemberi Pinjaman
dengan Penerima Pinjaman. Penyelenggara bukan sebagai pihak pada
hubungan hukum tersebut. Tidak pernah ada perjanjian antara
110
Penyelenggara dengan Penerima Pinjaman hanya ada dokumen untuk
memenuhi kelengkapan syarat dari Penyelenggara. Apabila terjadi gagal
bayar oleh Penerima Pinjaman, Pemberi Pinjaman tidak dapat meminta
pertanggungjawaban dari pihak Penyelenggara karena pada dasarnya
Penyelenggara bukan sebagai pihak dalam perjanjian pinjam meminjam
tersebut. Pada faktanya Pemberi Pinjaman hanya dapat menyalurkan
dananya kepada Penerima Pinjaman yang dianggap berkualitas dan layak
untuk diberi pinjaman berdasarkan hasil analisis dan seleksi dari
Penyelenggara. Berdasarkan hal tersebut jelas Pemberi Pinjaman sangat
rentan dirugikan apabila terjadi gagal bayar dari Penerima Pinjaman. Oleh
sebab itu jelas belum ada perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman
apabila terjadi gagal bayar pada mekanisme Fintech berbasi P2PL.
Perlindungan hukum sangat diperlukan untuk menjamin
kepastian hukum khususnya bagi Pemberi Pinjaman apabila terjadi gagal
bayar dari pihak Penerima Pinjaman. Untuk memberikan perlindungan
hukum bagi Pemberi Pinjaman dapat dilakukan secara preventif dan
represif. Perlindungan hukum secara preventif dilakukan dengan upaya
menerapkan prinsip dasar dari Penyelenggara sebelum terjadinya
sengketa. Prinsip dasar tersebut diatur pada Pasal 29 POJK Nomor
77/POJK.01/2016 yaitu prinsip transparansi, perlakuan yang adil,
keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, dan penyelesaian sengketa
Pengguna secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.
111
Perlindungan hukum secara represif dilakukan setelah terjadinya
sengketa. Pihak yang dirugikan segera membuat tindakan pengaduan.
Jika terbukti benar kerugian yang dialami Pemberi Pinjaman karena
kesalahan atau kelalaian Penyelenggara dalam menganalisis dan
menyeleksi calon Penerima Pinjaman, maka berdasarkan Pasal 37 POJK
Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
berbasis Teknologi Informasi dan Pasal 38 POJK Nomor
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,
Penyelenggara wajib memberikan ganti rugi kepada pihak yang
dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Penyelenggara. Selain itu,
sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan, OJK bertugas untuk mengatur dan mengawasi
terhadap seluruh kegiatan dalam sektor jasa keuangan. Kegiatan pinjam
meminjam uang secara online adalah salah satu wewenang dari OJK,
oleh sebab itu OJK berkewajiban untuk mengatur dan mengawasi
terhadap seluruh kegiatan pada layanan Finetch berbasis Peer to Peer
Lending.
B. Saran
Peran OJK dalam mengatur dan mengawasi perkembangan Fintech
di Indonesia harus lebih dipertegas. Banyaknya perusahan-perusahaan
rintisan Fintech yang belum terdaftar OJK, harus mendapatkan perhatian
OJK. Perusahaan Fintech yang belum terdaftar dapat menjadi tempat
112
terbaik untuk melakukan pencucian uang dengan aman karena tanpa
adanya pengawasan dari pemerintah. Munculnya Fintech berbasis P2PL
diharapkan adalah sebagai solusi keuangan di Indonesia karena
permasalahan kurangnya pemerataan bank di seluruh wilayah Indonesia.
OJK harus lebih banyak memperkenalkan serta memberikan edukasi
mengenai layanan Fintech agar dapat dimanfaatkan terutama bagi
unbanked people. Selain itu, OJK dapat membuat regulasi untuk
membentuk lembaga penyelesaian sengketa Financial Technology di
Indonesia.
113
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdulkadir Muhamad, Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra
Media, Yogyakarta, 2006.
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), UII
Press, Yogyakarta, 2009.
Ahmad Wardi Muslich, Figh Muamalat, Amza, Jakarta, 2010.
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,
Sinar Grafika, Jakarta, 1994.
Djoni S. Gazali, Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta,
2016.
Djumhana Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2012.
Gemala Dewi, et.al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media,
Jakarta, 2005.
Ghufron A.Mas’Adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002.
Irham Fahmi, Pengantar Perbankan Teori dan Aplikasi, Alpabeta, Bandung,
Cetakan Kesatu 2014.
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Lili Rasjidi dan LB Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja
Rusdakarya, Bandung, 1993
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Cetakan Kelima, CV Sinar Bakti, Jakarta, 1983.
, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta, 1998.
M. Yahya Harahap, Segi- Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982.
Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan di Indonesia, Reika Aditama,
Bandung, 2010.
Neni Sri Imaniyati, Panji Adam Agus Putra, Pengantar Hukum Perbankan
Indonesia, Refika Aditama, Bandung, Cetakan Kedua (Revisi), 2016.
114
Peter Muhamad Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu,
Surabaya, 1987.
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung,
2013.
Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan
(Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, 2014. Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2014.
Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2010.
, Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif , Rajawali Press, Jakarta, 1998.
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakrta, Cetakan Kesatu, 2015.
Zaini Zulfi Diane, Aspek Hukum dan Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan, Keni
Media, Bandung, 2014.
Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, cetakan kelima, Sinar Grafika, Jakarta,
2014.
Jurnal
Aryo Wahyudi Kusuma, Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Kartu ATM
Bersama Pada Perjanjian Auto Debet di Bank Syariah Daerah Istimewa
Yogyakarta, Skripsi, FH UII, Yogyakarta, 2013.
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,
Disertasi S2 FH UNS, Surakarta Benedhicta Desca Prita Octalina, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban
Eksploitasi Ekonomi, Jurnal Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, 2014.
Ekaterina Kalmykova, Anna Ryabova (Tomsk Polytechnic University), Fintech
Market Development Perspectives,DOI:10.1051/shsconf/20162801051,2
Fintech Indonesia Daily Social, State of Indonesia Fintech Industry 2016,
Indonesia Fintech Report 2016.
Hetty Hasanah, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan,
Konsumen atas Kendaraan Bermotor dengan Fiducia, Jurnal Unikom,
vol.3.
115
Imanuel Aditya Wulanata Chrismastianto, “Analisis SWOT Implementasi
Teknologi Finansial Terhadap Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia”,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.20, Edisi 1, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pelita Harapan Tanggerang, 2017 Ion MICU, Alexandra MICU, “Financial Technology (Fintech) And Its
Implementation On The Romanian Non-Banking Capital Market”, Vol. 2,
Issue 2(11)/ 2016.
Muliaman D. Hadad, Financial Technology (Fintech) di Indonesia, Kuliah Umum
tentang Fintech-IBS, OJK, Jakarta, 2017 Nofie Iman, Financial Technology dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra
Linkage Bank Syariah Mandiri, Yogyakarta, 2016.
Rafael La Porta, Investor Protection and Corporate Governance, Jurnal of
Financial Economics, No. 58, 1999. Sesi 1 - Stabilitas Sistem Keuangan – s.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan
Teknologi Finansial.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 Tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
Data Elektronik
http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/berita/Documents/Branchless
%20Banking% 20Setelah%20Multilicense%20(Publik).pdf, Akses
15/08/2017, Pukul 20.00 WIB.
Fauziah Hadi, Penerapan Financial Technology (Fintech) sebagai Inovasi
Pengembangan Keuangan Digital di Indonesia, terdapat dalam
http://temilnas16.forsebi.org/penerapan-financial-technology-fintech-
sebagai-inovasi-pengembangan-keuangan-digital-di-indonesia/ Akses
18/10/2017, Pukul 19.00 WIB.
http://nasional.kompas.com/read/2016/11/26/060000226/.p2p.lending.sebagai.wuj
ud.baru.inklusi.keuangan, Akses 05/09/2015, Pukul 01.30 WIB.
116
Tim Jurnalistik Legalscope, Perkembangan Fintech di Indonesia, terdapat dalam
https://www.legalscope.id/perkembangan-fintech-di-indonesia/Akses
12/09/2017, Pukul 16.10 WIB.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160419134722-78-125007/ojk-
waspadai-empat-risiko-bisnis-fintech/Akses 12/09/2017, Pukul 17.00
WIB.
http://republika.co.id/berita/ekonomi/fintech/17/08/17/outv5n-investree-tawarkan-
imbal-hasil-tinggi-kepada-investor, Akses 17/09/2017, Pukul 08.00 WIB.
https://www.investree.id/how-it-works, akses 10/10/2017, pukul 20.00 WIB.
https://www.investree.id/how-it-works/know-your-risk, Akses 20/09/2017, Pukul
10.00 WIB.
https://www.investree.id/invest, Akses 20/09/2017, Pukul 10.05 WIB.
http://temilnas16.forsebi.org/penerapan-financial-technology-fintech-sebagai-
inovasi-pengembangan-keuangan-digital-di-indonesia/ Akses 18/10/2017,
Pukul 19.00 WIB.
https://www.duniafintech.com/pengertian-dan-jenis-startup-fintech-di-indonesia/,
Akses 10/10/2017, Pukul 13.00 WIB.
http://www.cgap.org. Akses 15/08/2017, Pukul 20.40 WIB
http://www.ilo.org. Akses 15/08/2017, Pukul 21.00 WIB
https://www.investree.id/how-it-works, akses 23/09/2017, pukul 17.00 WIB.
https://www.awantunai.com/single-post/2017/07/17/Tidak-Ada-Lagi-Hambatan-
Akses-Finansial-Fintech-Dapat-Menolong-Anda-1, Akses Tanggal
27/01/2018, Pukul 09.00 WIB
https://www.duniafintech.com/pengertian-dan-jenis-startup-fintech-di-indonesia/,
Akses Tanggal 26/01/2018, Pukul 13.00 WIB
http://pegadaiansyariah.co.id/posisi-financial-technology-di-mata-ekonomi-islam-
detail-6354, Diakses tanggal 19/01/2018, Pukul 21.00 WIB
https://koinworks.com/blog/ketahui-tentang-peer-peer-lending/, Akses
20/03/2018, Pukul 08.00 WIB
http://bumninc.com/analisis/34/index.html, Akses tanggal 10/03/2018, Pukul
09.15 WIB.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5976/ciri-dan-isi-surat-kuasa-
khusus, Akses tanggal 28/03/2018, Pukul 09.00 WIB.
Wawancara
Wawancara dengan Sandra selaku Customer Service PT. Investree tanggal 11/04/2018.