Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
361
PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA KORUPSI PADA TAHAP
PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Palupi Wirawan
Email: [email protected]
Kejaksaan Negeri Donggala
Abstrak
The Criminal Procedure Code has provided a dimension of protection for human rights in its
balance with the public interest, especially in the protection of the rights of suspects or
defendants in investigation and prosecution process. However, it cannot be denied that the
law enforcers neglected the rights of suspects, defendants and witnesses. The purpose of
creating this thesis was for learning and analyzing the protection of the rights of corruption
suspects and defendants in investigations and prosecutions by the Corruption Eradication
Commission also what efforts can be made by the corruption suspects and defendants.
The research method that was used in this thesis was juridical normative. The research’s
specification was perspective analysis. The method of compiling data was by secondary files
from library studies.
Based on the result of the research, it was found that to carry out its duties, the Investigator
and Public Prosecutor in the Corruption Eradication Commission not only applied the
Corruption Eradication Commission Act but also must apply the Criminal Procedure Code
(KUHAP) especially in the provisions of Article 50 Paragraph (1) and Paragraph (2), that
was the suspect has the right to immediately get an examination by the investigator so that it
can be submitted to the public prosecutor and immediately tried by the court to shorten the
process of resolving his criminal case. Corruption suspects that were investigated and
prosecuted by the Corruption Eradication Commission could make legal efforts through
pretrial justice, justice collaborators, claimed for rehabilitation and compensation also there
was a time limit in the judicial process so that the principle of fast and light costs judicial
especially legal certainty can be achieved.
Kata Kunci: Corruption; Corruption Eradication Commission; Investigation; Prosecution;
Suspect
PENDAHULUAN
Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya
disingkat TPK) selama ini terjadi secara
meluas, tidak hanya merugikan keuangan
negara tetapi juga telah merupakan
pelanggaran terhadap hak- hak sosial dan
ekonomi masyarakat secara luas, sehingga
TPK perlu digolongkan sebagai kejahatan
yang pemberantasannya harus dilakukan
secara luar biasa.1 Salah satu upaya yang
dilakukan oleh Bangsa Indonesia untuk
melakukan Pemberantasan TPK adalah
1 Konsideran Menimbang huruf a Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140.
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
362
dengan membentuk Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya
disingkat Komisi Pemberantasan Korupsi)
sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 43
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (selanjutnya disingkat UU TPK).
Menindaklanjuti hal tersebut, sehingga
pada tanggal 27 Desember 2002 Presiden
Republik Indonesia mengesahkan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (selanjutnya disingkat UU Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Segala kewenangan yang berkaitan dengan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
berlaku juga bagi penyelidik, penyidik,
penuntut umum pada Komisi Pemberantasan
Korupsi. Penyelidikan, penyidikan,
penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan
berdasarkan hukum acara pidana yang
berlaku dan berdasarkan Undang- Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, kecuali ditentukan lain oleh
Undang-Undang.
Dalam melaksanakan proses hukum
yang adil (due process of law), hak- hak
tersangka dan terdakwa dilindungi dan
dianggap sebagai bagian dari hak-hak warga
negara. Asas - asas yang dicantumkan dalam
Penjelasan KUHAP haruslah ditaati dan
dilaksanakan dengan pemahaman yang benar
dan jujur, karena hanya dengan cara itulah
kita menghormati pertimbangan pertama
dari UU Nomor 8 Tahun 1981 yang berbunyi
: “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah
Negara Hukum berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak
asasi manusia serta menjamin segala warga
negara bersamaan kedudukannya didalam
hukum….”.2 Franz Magnis Suseno
menyebutkan empat ciri negara hukum,
yaitu:3
(a) adanya asas legalitas yang artinya
bahwa pemerintah bertindak semata-
mata atas dasar hukum yang berlaku;
(b) adanya kebebasan dan kemandirian
kekuasaan kehakiman terutama dalam
fungsinya untuk menegakkan hukum
dan keadilan;
2Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Sekretariat
Jendral Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2003, hlm. 59. 3 Franz Magnis Suseno, 1991, Etika Politik : Prinsip-prinsip
moral kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia, hlm. 298.
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
363
(c) adanya jaminan perlindungan hak asasi
manusia; dan
(d) adanya pemerintahan berdasarkan
sistem konstitusi atau hukum dasar.
Pasal 14 ayat (3) Kovenan
Internasional Hak Sipil dan Politik
menentukan, “Dalam penentuan
pelanggaran pidana terhadapnya, setiap
orang dalam persamaan sepenuhnya akan
berhak atas paling sedikit jaminan-jaminan
tersebut di bawah ini : antara lain
disebutkan dalam huruf (c) yaitu untuk
diperiksa tanpa penundaan yang tidak
perlu”.4 Namun tidak sedikit diantara
penyelenggara negara dan pegawai negeri
yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi memakan
waktu lama untuk ditindaklanjuti atau
ditingkatkan ke tahap penuntutan, antara lain
:
1. Surya Dharma Ali, mantan Menteri
Agama Kabinet Indonesia Bersatu Jilid
II, ditetapkan sebagai tersangka korupsi
oleh penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi pada tanggal 22 Mei 2014,
namun baru bulan Agustus 2015
diperiksa di persidangan.
2. Sutan Batugana, Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat RI Periode 2009-
2014, ditetapkan tersangka korupsi pada
tanggal 14 Mei 2013, sampai bulan
4 Peter Baehr dkk, 1997, (ed) Instrumen Internasional
Pokok Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, hlm. 209-300
Maret 2015 masih berstatus sebagai
tersangka.
3. Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Kabinet Indonesia Bersatu
Jilid II, ditetapkan sebagai tersangka
korupsi oleh penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi tanggal 2
September 2014, sampai dengan bulan
Mei 2015 belum ditingkatkan pada tahap
penuntutan.
Selain itu adapula penyelenggara
negara dan pegawai negeri yang butuh waktu
lama untuk perkaranya dilanjutkan ke tahap
penuntutan sampai pada tahap pemeriksaan
di pengadilan setelah sebelumnya melalui
waktu yang cukup lama sejak ditetapkan
sebagai tersangka korupsi oleh penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi, antara lain ;
1) Anas Urbaningrum, anggota Dewan
Perwakilan Rakyat RI periode 2009-
2014, ditetapkan sebagai tersangka
korupsi oleh penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi pada tanggal 22
Februari 2012, baru diperiksa sebagai
tersangka oleh penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi selanjutnya
dilakukan penahanan pada tanggal 10
Januari 2014 dan baru divonis pada
tanggal 24 September 2014.
2) Andi Mallarangeng, Menteri Pemuda
dan Olahraga RI Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid II, ditetapkan sebagai
tersangka korupsi pada tanggal 3
Desember 2012, baru diperiksa oleh
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
364
penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi sebagai tersangka dan dilakukan
penahanan pada tanggal 17 Oktober
2013 selanjutnya divonis pada tanggal
18 Juli 2014.
Pada dasarnya KUHAP telah
memberikan dimensi perlindungan terhadap
hak asasi manusia dalam keseimbangannya
dengan kepentingan umum. Akan tetapi
tidak dapat dipungkiri adanya pengabaian
aparat terhadap hak-hak tersangka, terdakwa,
atau saksi.
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perlindungan hak-hak
tersangka korupsi yang disidik dan
dituntut oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi?
2. Upaya- upaya apa yang dilakukan
dalam perlindungan hak-hak tersangka
korupsi yang disidik dan dituntut oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi?
Adapun tujuan penelitian karya tulis
ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganilisis bagaimanakah
perlindungan hak-hak tersangka
korupsi yang disidik dan dituntut oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Untuk menganilis upaya-upaya apa
yang dapat dilakukan sebagi bentuk
perlindungan hak-hak tersangka
korupsi yang disidik dan dituntut oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi.
Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan
dalam tesis ini adalah penelitian yuridis
normatif. Spesifikasi penelitian yang
digunakan adalah perspektif analitis. Metode
pengumpulan data dilakukan menggunakan
data sekunder melalui studi pustaka. Metode
analisis data menggunakan metode kualitatif.
Kerangka Teori
a. Teori Kepastian Hukum
Yang menjadi grand theory dalam
penelitan ini adalah teori kepastian hukum.
Menurut Gustav Radbruch, hukum harus
mengandung 3 (tiga) nilai identitas, yaitu
sebagai berikut:
1. Asas kepastian hukum (rechmatigheid),
Asas ini meninjau dari sudut yuridis.
2. Asas keadilan hukum (gerectigheit),
Asas ini meninjau dari sudut filosofis,
dimana keadilan adalah kesamaan hak
untuk semua orang di depan pengadilan.
3. Asas kemanfaatan hukum
(zwechmatigheid) atau doelmatigheid
atau utility.
Kepastian hukum merupakan jaminan
mengenai hukum yang berisi keadilan.
Norma-norma yang memajukan keadilan
harus sungguh-sungguh berfungsi sebagi
peraturan yang ditaati. Menurut Gustav
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
365
Radbruch keadilan dan kepastian hukum
merupakan bagian-bagian yang tetap dari
hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan
dan kepastian hukum harus diperhatikan,
kepastian hukum harus dijaga demi
keamanan dan ketertiban suatu negara.
Akhirnya hukum positif harus selalu ditaati.
Berdasarkan teori kepastian hukum dan nilai
yang ingin dicapai yaitu nilai keadilan dan
kebahagiaan.5
b. Teori Sistem Hukum
Lawrence M. Friedman
mengemukakan bahwa efektif dan berhasil
tidaknya penegakan hukum tergantung tiga
unsur sistem hukum yakni struktur hukum
(structure of law), subtansi hukum
(substance of law) dan budaya hukum (legal
culture). Substansi hukum dalam teori
Lawrence Meir Friedman disebut sebagai
sistem substansial yang menentukan bisa
atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.
Struktur Hukum/Pranata Hukum, hal ini
disebut sebagai sistem Struktural yang
menentukan bisa atau tidaknya hukum itu
dilaksanakan dengan baik. Budaya Hukum
adalah sikap manusia terhadap hukum dan
sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran,
serta harapannya.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
5Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian
Filosofis dan Sosiologis, Penerbit Toko Gunung Agung,
Jakarta, 2002, hlm 95
Perlindungan Hak-hak Tersangka
Korupsi yang Disidik dan Dituntut oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi
Suatu negara yang berdasarkan atas
hukum harus menjamin persamaan (equality)
setiap individu, termasuk kemerdekaan
individu untuk menggunakan hak asasinya.
Dalam negara hukum kedudukan dan
hubungan individu dengan negara harus
seimbang, kedua-duanya memiliki hak dan
kewajiban yang dilindungi oleh hukum.
Proses hukum adalah salah satu pilihan
yang tepat dalam menyelesaikan kasus
korupsi sebagai perwujudan konsep negara
hukum yang dimandatkan oleh konstitusi.
Agar tersangka ataupun terdakwa tidak
diperlakukan sewenang-wenang oleh
penegak hukum, maka pemerintah
memberikan hak-hak bagi tersangka dan
terdakwa sebagaimana diatur dalam Bab VI
KUHAP mulai dari Pasal 50 sampai dengan
Pasal 68, yakni mengelompokkan hak-hak
tersebut sebagai berikut:
Hak Tersangka atau Terdakwa segera
mendapat pemeriksaan
Penjabaran prinsip peradilan
sederhana, cepat dan biaya ringan dipertegas
dalam Pasal 50 KUHAP, yang memberikan
hak yang sah menurut hukum dan undang-
undang kepada tersangka/terdakwa: 6
6 M. Yahya Harahap, 2010, Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 332-338
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
366
1) Berhak segera untuk diperiksa oleh
penyidik.
2) Berhak segera dilanjutkan ke sidang
pengadilan.
3) Berhak segera diadili dan mendapat
putusan pengadilan (speedy trial right).
Hak untuk melakukan pembelaan
Untuk kepentingan mempersiapkan
hak pembelaan tersangka atau terdakwa,
undang-undang menentukan beberapa pasal
(Pasal 51 sampai dengan Pasal 57), yang
dapat dirinci:
1) Berhak diberitahukan dengan jelas dan
dengan bahasa yang dimengerti oleh
tentang apa yang disangkakan
padanya.
2) Hak pemberitahuan yang demikian
dilakukan pada waktu pemeriksaan
mulai dilakukan terhadap tersangka.
3) Terdakwa juga berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dengan
bahasa yang dapat dimengerti tentang
apa yang didakwakan kepadanya.
4) Berhak memberikan keterangan
dengan bebas dalam segala tingkat
pemeriksaan, mulai dari tingkat
pemeriksaan penyidikan dan
pemeriksaan sidang pengadilan.
5) Berhak mendapatkan juru bahasa.
6) Berhak mendapat bantuan hukum.
Guna pembelaan kepentingan diri,
Tersangka atau Terdakwa berhak
mendapatkan bantuan hukum oleh seseorang
atau beberapa orang penasihat hukum pada
setiap tingkat pemeriksaan, dan dalam setiap
waktu yang diperlukan :
1) berhak secara bebas memilih penasihat
hukum;
2) dalam tindak pidana tertentu, hak
mendapatkan bantuan hukum berubah
sifatnya menjadi wajib.
Hak tersangka atau terdakwa yang
berada dalam penahanan
Undang-undang juga memberikan hak
yang melindungi tersangka atau terdakwa
yang berada dalam penahanan antara lain:
1) Berhak menghubungi penasihat
hukum;
2) Jika tersangka/terdakwa orang asing,
berhak menghubungi dan berbicara
dengan perwakilan negaranya dalam
menghadapi jalannya proses
pemeriksaan;
3) Berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dokter pribadi untuk
kepentingan kesehatan baik yang ada
hubungannya dengan proses perkara
maupun tidak;
4) Tersangka atau terdakwa berhak untuk
diberitahukan penahanannya kepada
keluarganya atau kepada orang yang
serumah dengannya atau orang lain
yang dibutuhkan bantuannya, dan
terhadap orang yang hendak memberi
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
367
bantuan hukum atau jaminan bagi
penangguhan penahanannya;
5) Selama tersangka berada dalam
penahanan berhak menghubungi pihak
keluarga dan mendapat kunjungan dari
pihak keluarga;
6) Berhak secara langsung atau dengan
perantaraan penasihat hukum untuk
menghubungi dan menerima sanak
keluarganya, baik hal itu untuk
kepentingan perkaranya atau untuk
kepentingan keluarga maupun untuk
kepentingan pekerjaannya;
7) Berhak atas surat-menyurat. Hal ini
diatur dalam Pasal 62, yang memberi
hak sepenuhnya kepada tersangka atau
terdakwa yang berada dalam
penahanan untuk mengirim dan
menerima surat kepada dan dari
penasihat hukumnya atau mengirim
dan menerima surat kepada dan dari
sanak keluarganya;
8) Berhak atas kebebasan rahasia surat.
Surat yang dikirim atau diterima
tersangka atau terdakwa dalam masa
penahanan tidak boleh diperiksa oleh
penyidik, penuntut umum, hakim dan
pejabat rumah tahan negara kecuali
cukup alasan untuk menduga bahwa
surat-menyurat tersebut
disalahgunakan;
9) Tersangka atau terdakwa berhak
menghubungi dan menerima
kunjungan rohaniawan.
Hak terdakwa di muka persidangan
pengadilan
Disamping hak yang diberikan pada
tersangka dan terdakwa selama dalam tingkat
proses penyidikan dan penuntutan, KUHAP
juga memberi hak kepada terdakwa selama
proses pemeriksaan persidangan antara lain:
1) Berhak untuk diadili di sidang
pengadilan yang terbuka untuk umum;
2) Berhak mengusahakan dan mengajukan
saksi atau ahli yang memberi keterangan
kesaksian atau keterangan keahlian yang
menguntungkan bagi terdakwa atau a de
charge;
3) Terdakwa tidak boleh dibebani
kewajiban pembuktian dalam
pemeriksaan sidang, yang dibebani
kewajiban untuk membuktikan
kesalahan terdakwa adalah penuntut
umum;
4) Hak terdakwa memanfaatkan upaya
hukum.;
5) Terdakwa berhak menuntut ganti rugi
dan rehabilitasi.
Hak-hak tersangka atau terdakwa di
negara lain, yakni salah satunya Hong Kong
adalah dalam waktu 48 jam setelah
penangkapan, petugas harus segera:
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
368
(1) mengeluarkan lembar tuduhan dan
secara resmi menuntut terdakwa; atau
(2) membawa terdakwa ke hadapan hakim
untuk instruksi lebih lanjut; atau
(3) membiarkan terdakwa dibebaskan
dengan jaminan, sesuai dengan instruksi
berdasarkan Bagian 52 (1) Ordonansi
Kepolisian:
Sedangkan hak-hak tersangka atau
terdaka di Singapura menentukan bahwa
penahanan tidak boleh melebihi 48 jam
eksklusif dari waktu yang diperlukan untuk
perjalanan dari tempat penangkapan ke
Pengadilan.
Lebih lanjut ditentukan dalam Pasal 76
KUHAP Singapura bahwa orang yang
ditangkap tidak boleh ditahan lebih dari yang
diperlukan untuk mencegahnya melarikan
diri.:
“The person arrested must not be
restrained more than is necessary to prevent
his escape.”
Upaya-upaya yang Dilakukan Dalam
Perlindungan Hak-Hak Tersangka Pada
Tahap Penyidikan dan Penuntutan Oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi
Seorang tersangka memperoleh
perlindungan hukum selama proses
penyidikan sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam KUHAP, yakni sebagai berikut:
1) Hak mendapat bantuan hukum sejak
penahanan;
2) Hak menghubungi penasehat hukum;
3) Pelaksanaan asas “praduga tidak
bersalah”.
Dalam rangka melindungi hak-hak
tersangka yang disidik dan dituntut oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi, tersangka
atau terdakwa dapat mengupayakan hal-hal
tersebut berikut ini:
a. Tahap Penyidikan
1) Praperadilan
Salah satu bentuk upaya
perlindungan terhadap hak-hak tersangka
dapat dilihat dengan adanya peraturan
yang mengatur tentang Praperadilan
sebagaimana diatur dalam Pasal 77
sampai dengan Pasal 83 KUHAP.
Praperadilan adalah wewenang
pengadilan negeri untuk memeriksa dan
memutus menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini, tentang:
a) Sah atau tidaknya suatu penangkapan
dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak
lain atas kuasa tersangka;
b) Sah atau tidaknya penghentian
penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan demi
tegaknya hukum dan keadilan;
c) Permintaan ganti kerugian atau
rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas
kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.
Hak untuk mengajukan Praperadilan
dimiliki oleh tersangka atau korban,
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
369
keluarganya, atau pihak lain yang diberi
kuasa, penyidik dan penuntut umum, serta
pihak ketiga. Proses peradilan di
Indonesia berlandaskan Pancasila, yang
menempatkan harkat dan martabat
manusia pada tempatnya dan
melaksanakan perlindungan serta jaminan
hak asasi manusia.
Dengan demikian, peranan
Praperadilan mempunyai arti penting
dalam rangka penegakan hukum untuk
melindungi pihak-pihak (tersangka,
keluarga atau kuasanya) yang menjadi
korban akibat tindakan sewenang-wenang
yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum yang bersangkutan (khususnya
mengenai tidak sahnya penangkapan dan
penahanan). Adanya praperadilan ini
membuat korban (tersangka, keluarga atau
kuasanya) tersebut diberi ruang untuk
menuntut kembali hak-haknya yang
dilanggar oleh aparat penegak hukum
yang bersangkutan sebagaimana diatur
dalam Pasal 79 KUHAP.
2) Justice Collaborator
Penggunaan Justice Collaborator
atau Saksi Pelaku yang Bekerjasama
dalam peradilan pidana merupakan salah
satu bentuk upaya yang dapat digunakan
oleh tersangka tindak pidana korupsi
sekaligus sebagai jalan untuk
memberantas tindak pidana korupsi itu
sendiri.
Sebagai pelaku suatu tindak pidana
yang bersedia membantu aparat penegak
hukum, maka Saksi Pelaku yang
Bekerjasama tersebut berhak
mendapatkan:
a. perlindungan fisik dan psikis;
b. perlindungan hukum;
c. penanganan secara khusus; dan
d. penghargaan.
Peranan saksi sebagai Justice
Collaborator sangat penting diperlukan
dalam rangka proses pemberantasan
tindak pidana korupsi, karena Justice
Collaborator itu sendiri tidak lain adalah
orang yang terlibat di dalam kejahatan
tersebut atau pelaku minor dalam jaringan
tindak pidana tersebut yang digunakan
untuk mengungkap otak pelaku yang lebih
besar sehingga tindak pidana dapat tuntas
dan tidak berhenti hanya pada pelaku
yang berperan minim dalam tindak pidana
korupsi tersebut. Penghargaan bagi Justice
Collaborator menjadi cara yang efektif
untuk membongkar kejahatan
terorganisasi, terutama korupsi, dan
mencegah kejahatan serius.
3) Rehabilitasi dan Kompensasi
Akibat dari penyelidikan,
penyidikan, penuntutan yang dilakukan
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi,
perlindungan yang diberikan terdapat
dalam Pasal 63 UU KPK:
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
370
(1) Dalam hal seseorang dirugikan
sebagai akibat penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan, yang
dilakukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi secara
bertentangan dengan Undang-
Undang ini atau dengan hukum
yang berlaku, orang yang
bersangkutan berhak untuk
mengajukan gugatan rehabilitasi
dan/atau kompensasi.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tidak mengurangi
hak orang yang dirugikan untuk
mengajukan gugatan praperadilan,
jika terdapat alasan-alasan
pengajuan praperadilan
sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
(3) Gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan kepada
Pengadilan Negeri yang
berwenang mengadili perkara
tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54.
(4) Dalam putusan Pengadilan Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditentukan jenis, jumlah,
jangka waktu, dan cara
pelaksanaan rehabilitasi dan/atau
kompensasi yang harus dipenuhi
oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi.
b. Tahap Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan penuntut
umum untuk melimpahkan perkara pidana ke
pengadilan negeri yang berwenang dalam hal
dan menurut cara yang diatur undang –
undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan (pasal 1 angka 7 KUHAP).
Terdakwa berhak segera diadili oleh
pengadilan guna mempercepat proses
penyelesaian perkara pidananya.
Diberikannya hak kepada tersangka atau
terdakwa tersebut adalah untuk menjauhkan
kemungkinan terkatung-katungnya nasib
seorang yang disangka melakukan tindak
pidana terutama mereka yang dikenakan
penahanan, jangan sampai lama tidak
mendapat pemeriksaan sehingga dirasakan
tidak adanya kepastian hukum, adanya
perlakuan sewenang-wenang dan tidak
wajar. Selain itu juga untuk mewujudkan
peradilan yang dilakukan dengan sederhana,
cepat dan biaya ringan.
Untuk melaksanakan asas peradilan
cepat dan biaya ringan serta kepastian hukum
dalam penanganan perkara yang dituntut
oleh Komisi Pemberantasan Tindak Korupsi
ada pembatasan waktu dalam persidangan
yaitu:
a. Perkara tindak pidana korupsi diperiksa
dan diputus oleh Pengadilan Tindak
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
371
Pidana Korupsi dalam waktu 90
(sembilan puluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal perkara dilimpahkan ke
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
b. Dalam hal putusan Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi dimohonkan banding ke
Pengadilan Tinggi, perkara tersebut
diperiksa dan diputus dalam jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal berkas
perkara diterima oleh Pengadilan Tinggi.
c. Dalam hal putusan Pengadilan Tinggi
Tindak Pidana Korupsi dimohonkan
kasasi kepada Mahkamah Agung,
perkara tersebut diperiksa dan diputus
dalam jangka waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal berkas perkara diterima
oleh Mahkamah Agung.
Untuk memperoleh pemerataan
keadilan yang cepat, murah dan sederhana,
maka pejabat-pejabat pada semua tingkat
pemeriksaan wajib menunjuk penasihat
hukum bagi tersangka dan terdakwa yang
melakukan tindak pidana dengan ancaman
pidana mati atau ancaman pidana lima belas
tahun atau lebih bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan tindak pidana
lima tahun atau yang tidak mempunyai
penasihat hukum sendiri.7
7 Martiman Prodjohamidjojo, Komentar atas Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita, 1982,
hlm. 47
Asas ini dimaksudkan untuk
melindungi tindakan sewenang-wenang dari
aparat penegak hukum, baik pada
pemeriksaan permulaan, penuntutan maupun
dipersidangan pengadilan. Untuk itu
diperlukan petugas-petugas yang handal,
jujur dan berdisiplin tinggi dan tidak cepat
tergoda oleh janji-janji yang menggiurkan.
Kalau hal-hal tersebut diabaikan oleh
petugas, maka terjadilah penyimpangan-
penyimpangan, kolusi dan manipulasi
hukum.8
PENUTUP
Kesimpulan
1) Tersangka korupsi yang disidik dan
dituntut oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi Republik Indonesia (KPK RI)
berhak untuk segera mendapat
pemeriksaan oleh penyidik dan
selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum. Tersangka berhak
perkaranya segera dimajukan ke
pengadilan oleh penuntut umum dan
berhak segera diadili oleh pengadilan
guna mempercepat proses penyelesaian
perkara pidananya.
2) Tersangka tindak pidana korupsi yang
disidik dan dituntut oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi Republik
Indonesia (KPK RI) dapat melakukan
8 Faisal Salam, Hukum Pidana dalam Teori dan Praktek,
Bandung: Mandar Maju, 2001, hlm. 23
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
372
upaya hukum melalui lembaga
Praperadilan, dan perlindungan bagi
tersangka (pelaku) yang bersedia untuk
bekerja sama (justice collaborator),
demikian pula upaya gugatan
Rehabilitasi dan Kompensasi serta
batasan waktu dalam proses peradilan
sehingga asas peradilan cepat dan biaya
ringan dan kepastian hukum dapat
terwujud.
Saran
1) Sangat diperlukan profesionalisme dan
sikap kehati-hatian dari penegak hukum
dalam menetapkan tersangka tidak
pidana korupsi, sehingga tidak
menimbulkan dugaan penyalahguaan
kewenangan penyidik (abuse of power).
2) Secara substansi penting untuk
melakukan revisi dengan menambahkan
pasal yang mengatur pemulihan hak-hak
terhadap tersangka atau terdakwa di
dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, sehingga
terpenuhi keadilan substantif dan
perhormataan terhadap hak-hak asasi
manusia.
3) Hendaknya ada penyempurnaan
KUHAP khususnya dalam hal
perlindungan hak-hak tersangka dan
Terdakwa dalam proses peradilan pidana
untuk mencapai asas peradilan cepat,
biaya ringan dan terwujud kepastian
hukum.
REFERENSI
Buku :
Baehr, Peter, dkk. 1997. Instrumen
Internasional Pokok Hak Asasi
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Harahap, M. Yahya. 2010. Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan
KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.
Prodjohamidjojo, Martiman. 1982. Komentar
atas Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Jakarta: Pradnya Paramita.
Salam, Faisal. 2001. Hukum Pidana dalam
Teori dan Praktek. Bandung: Mandar
Maju.
Shant, Delliyana. 1988. Konsep Penegakan
Hukum. Yogyakarta: Liberty.
Suseno, Franz Magnis. 1991. Etika Politik :
Prinsip-Prinsip Moral Kenegaraan
Modern. Jakarta: Gramedia.
Undang-Undang:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
373
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Jurnal:
Asshidiqie, Jimly. Makalah “Strategi
Ketatanegaraan Indonesia Setelah
Perubahan Keempat UUD 1945”,
disampaikan dalam symposium
Nasional yang diadakan oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional,
Departemen Kehakiman dan HAM, di
Denpasar Bali 14-18 Juli 2003.
Kusumaatmadja, Mochtar. 1995. Makalah
“Penerapan Cita Hukum dan Asas
Hukum Nasional di Masa Kini dan
Masa yang Akan Datang’’. Jakarta.
Ria Casmi Arrsa, 2014, Jurnal Rechtsvinding
Vol. 3 No. 3 “Rekonstruksi Politik
Hukum Pemberantasan Korupsi
Melalui Strategi Penguatan Penyidik
dan Penuntut Umum Independen
KPK”.