PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN
JARINGAN PENDUKUNG GIGI ANTARA MAHASISWA S1 DAN
MAHASISWA PROFESI DI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Program Studi Pendidikan Dokter GigiFakultas Kedokteran Gigi
Oleh:
ADHELIA AYU NINGTYAS
J520160025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
1
PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN
JARINGAN PENDUKUNG GIGI ANTARA MAHASISWA S1 DAN
MAHASISWA PROFESI DI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Abstrak
Diagnosis adalah penentuan jenis penyakit yang diderita pasien. Dokter gigi
menentukan diagnosis melalui pemeriksaan subyektif, obyektif dan pemeriksaan
penunjang. Tahap pendidikan dokter gigi yaitu jentang S1 menggunakan sistem
pembelajaran terintegrasi (kuliah, praktikum, skills lab, diskusi kelompok kecil
dengan metode seven jump), dan dijenjang Profesi langsung menangani pasien di
klinik. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui perbedaan keputusan
diagnosis penyakit gigi dan jaringan pendukung gigi antara mahasiswa Profesi
dan S1 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Metode penelitian ini ialah jenis penelitian yang bersifat survei analitik dengan
cross sectional study design, dengan sampel sebanyak 124 mahasiswa yang
memenuhi kriteria retriksi yang ditentukan oleh peneliti yaitu mahasiswa S1
minimal semester 7 sebanyak 62 mahasiswa dan mahasiswa profesi yang telah
menangani requirement kasus penyakit lebih dari 50% sebanyak 62 mahasiswa.
Penelitian menggunakan kuesioner dengan scooring tertinggi nilai “25” dan
terendah “0”, dengan analisis data menggunakan uji statistik Mann–Whitney.
Hasil penelitian dengan uji Mann-Whitney menunjukkan nilai Asymp.Sig < 0,05
sehingga didapatkan perbedaan yang signifikan didalam penentuan keputusan
diagnosis antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang dilihat dari perbedaan hasil nilai
rata-rata mahasiswa S1 yaitu 17,95 dengan jumlah nilai 1113, sedangkan nilai
rata–rata mahasiswa profesi yaitu 21,10 dengan jumlah nilai 1308, sehingga nilai
rata-rata mahasiswa profesi lebih tinggi di bandingkan dengan nilai mahasiswa
S1. Kesimpulan terdapat perbedaan keputusan diagnosis penyakit gigi dan
jaringan pendukung gigi antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kata kunci: Diagnosis, mahasiswa S1, mahasiswa profesi, Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Abstract
Diagnosis was the determination of the type of disease suffered by the patient.
The dentist determined the diagnosis through subjective, objective and supporting
examinations. Dentists must go through several stages of education namely at the
bachelor degree using an integrated learning system (lectures, practicums, skills
labs, small group discussions with the seven jump method) and profession by
practicing directly working on patients at clinic. The aim of this study was to
2
determine the differences between dental disease diagnosis decisions and dental
support networks between Dental Profession and Bachelor Degree students at the
Faculty of Dentistry, Muhammadiyah University, Surakarta. The method used an
analytical survey research with cross sectional study design, with a sample of 124
students which include restriction criteria: the amount of semester 7 bachelor
students was 62 students and the amount of dentist profession students who have
handled the requirements of more than 50% disease cases was 62 students. The
study used a questionnaire with the highest scooring value "25" and the lowest
"0", with data analysis using the Mann – Whitney statistical test. The results of the
study were analyzed by the Mann – Whitney test showing an Asymp.Sig value
<0.05 so that there were significant differences in determining diagnosis decisions
between bachelor and the dentist profession students at the Faculty of Dentistry,
Muhammadiyah University of Surakarta as seen from the difference in the
average value of bachelor students, namely 17.95 with a total value of 1113, while
the average value of profession students is 21.10 with a total value of 1308, so the
average value of profession students was higher compared to the value of bachelor
students. . The conclusion of the study, there were differences in the diagnosis of
dental diseases and dental support networks between bachelor and profession
students at the Faculty of Dentistry, Muhammadiyah University, Surakarta.
Keywords: Diagnosis, bachelor students, profession students, Faculty of
Dentistry, Muhammadiyah University, Surakarta.
1. PENDAHULUAN
Penyakit gigi dan mulut pada masyarakat yang paling banyak ditemukan adalah
karies gigi dan penyakit periodontal1. Karies gigi merupakan penyakit yang
menyerang jaringan keras gigi seperti: enamel, dentin dan sementum. Kerusakan
pada gigi terjadi akibat proses mineralisasi permukaan gigi hingga berkembang
kebagian dalam gigi2. Menurut Gayatri, (2017) penyebab karies berasal dari host,
mikroorganisme, substrat dan faktor waktu. Predisposisi lain juga mempengaruhi
keparahan karies antara lain sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, geografi dan
perilaku kebiasaan kesehatan gigi3.
Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI
(PUSDATI) tahun 2014 menunjukkan bahwa presentase penduduk yang memiliki
masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sejak tahun 2003 hingga 2007 itu
mengalami peningkatan dari 23,2% menjadi 25,9%. Penduduk menerima
3
perawatan medis gigi meningkat dari 29,7% pada tahun 2007 menjadi 31,1% pada
taun 20134.
Pentingnya memberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut, sebagai salah
satu usaha untuk menanggulangi masalah kesehatan gigi dan mulut5. Pengetahuan
tentang kesehatan gigi dan mulut secara tidak langsung akan meningkatkan
kesadaran menjaga kesehatan gigi dan mulut, sehingga pada akhirnya dapat
mencegah karies pada gigi3. Perlunya usaha meningkatkan kesehatan masyarakat
yaitu dengan meningkatkan kemampuan tenaga medis atau dokter yang
memberikan pelayanan. Dokter gigi memberikan pelayanan dalam pencegahan
penyakit gigi dan memberikan pengobatan yang adekuat dalam menangani
penyakit gigi dan mulut6.
Pelayanan yang berkualitas akan memberi dampak berupa perbaikan derajat
kesehatan masyarakat, sehingga masyarakat akan lebih berminat untuk
memanfaatkan sarana yang ada, sekaligus meningkatkan efisiensi dalam
pelayanan kesehatan. Dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan harus
selalu menjaga mutu pelayanannya sesuai standar kompetensi yang telah
ditetapkan oleh organisasi profesi. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/62/2015 tentang panduan praktik klinik di
dokter gigi sebagai acuan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
melindungi masyarakat dalam penerima jasa pelayanan7.
Dokter gigi selain harus memiliki pelayanan yang berkualitas juga
membutuhkan kualitas pengetahuan tentang diagnosis dalam menangani kasus
penyakit gigi dan mulut. Pentingnya mendiagnosis yang benar untuk menghindari
kesalahan dalam mendiagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter gigi, karena
akan mempengaruh pada ketepatan dalam melakukan tahapan–tahapan diagnosis
terhadap pasien tersebut, sehingga akan mempengaruhi rencana perawatan dan
hasil pengobatan dari suatu pasien, jika seorang dokter gigi salah dalam
menegakkan diagnosis maka itu termasuk kelalaian medik atau malpraktek.
Kelalaian itu bisa sampai membawa kerugian, jika sampai membuat kerugian atau
cedera kepada orang lain maka akan dikenakan sanksi hukum, tetapi ketika
kesalahan itu menyangkut hal–hal yang sepele maka tidak ada dikenakan hukum
4
apa–apa. Sifat kelalaian itu berubah menjadi delik. Delik ini ketika sampai
kepengadilan maka ini dinamakan telah terjadi sengketa medis antara pasien atau
keluarga pasien dengan tenaga kesehatan8.
Dokter gigi untuk bisa melakukan diagnosis harus melewati beberapa tahapan
pendidikan yaitu dijenjang S1 dan Profesi. Pendidikan pada tahap S1 kedokteran
gigi menggunakan sistem pembelajaran yang terintegrasi yang mana terdiri dari
kuliah, praktikum, skills lab, simulasi praktik dokter gigi dan diskusi kelompok
kecil dengan sistem pembelajaran berbasis masalah yang mana menggunakan
metode seven jumps9. Pendidikan pada tahap profesi kedokteran gigi disebut juga
sistem pembelajaran pendidikan klinik. Pada program profesi mahasiswa
melakukan pembelajaran dengan cara berlatih secara langsung mengerjakan
pasien di klinik10.
Diagnosis dalam kedokteran gigi dapat diartikan sebagai penentuan jenis
penyakit yang diderita pasien. Pengertian lainnya adalah cara–cara pemeriksaan
untuk menentukan suatu diagnosis. Mengidentifikasi kelainan–kelainan yang
berhubungan dengan gigi dan jaringan sekitarnya dengan jalan menanyakan,
memeriksa, dan menyatukan gambaran penyakit yang terlihat dengan faktor–
faktor yang diperoleh dari wawancara tersebut yang dapat membedakan dari
penyakit yang lain11.
Pentingnya mendiagnosis yang benar untuk menghindari kesalahan dalam
mendiagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter gigi, karena akan
mempengaruh pada ketepatan dalam melakukan tahapan–tahapan diagnosis
terhadap pasien tersebut, sehingga akan mempengaruhi rencana perawatan dan
hasil pengobatan dari suatu pasien, jika seorang dokter gigi salah dalam
menegakkan diagnosis maka itu termasuk kelalaian medik atau malpraktek.
Kelalaian itu bisa sampai membawa kerugian, jika sampai membawa kerugian
atau cedera kepada orang lain maka akan dikenakan hukuman, tetapi ketika
menyangkut hal–hal yang sepele maka tidak ada dikenakan hukum apa–apa. Sifat
kelalaian itu berubah menjadi delik. Delik jika sampai kepengadilan maka ini
dinamakan telah terjadi sengketa medis antara pasien atau keluarga pasien dengan
tenaga kesehatan. Sengketa medik adalah sengketa yang terjadi antara pasien dan
5
keluarga pasien dengan tenaga kesehatan atau antara pasien dengan rumah
sakit/fasilitas kesehatan. Kesalahan mendiagnosis pasien mungkin saja terjadi,
baik faktor kesengajaan ataupun kelalaian. Kesalahan dalam mendiagnosis yang
dapat dibuktikan kesalahannya, maka seorang dokter gigi harus mempertanggung
jawabkan terhadap kesalahan atau kekeliruan yang telah dilakukan8.
Penegakan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang sangat
penting dilakukan oleh dokter gigi karena hal tersebut akan mempengaruhi
ketepatan dan keberhasilan perawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam
menegakkan diagnosis dan membuat rencana perawatan maka terdapat 4 tahap
yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi yang disingkat dengan “SOAP”
dan memiliki kepanjangan dari S (Pemeriksaan Subyektif), O (Pemeriksaan
Obyektif), A (Assessment) dan P (Treatment Planning)12.
2. METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat survei analitik dengan
cross sectional study design. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan dimana informasi data yang menyangkut variabel sebab atau risiko
dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan
dalam waktu yang bersamaan13. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah variabel independen (bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terpengaruh dan variabel
dependent (terpengaruh), yaitu variabel yang merupakan hasil output atau variabel
yang dipengaruhi oleh variabel bebas14. Variabel independent adalah tingkatan
pendidikan mahasiswa S1 dan profesi di Fakultas Kedokteran Gigi, sedangkan
variabel dependent adalah Keputusan diagnosis penyakit gigi dan jaringan
pendukung. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 124 mahasiswa yang
memenuhi kriteria retriksi yang telah ditentukan oleh peneliti pada mahasiswa S1
minimal semester 7 yaitu: semester 7 sebanyak 62 mahasiswa dan mahasiswa
profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang
telah menangani requirement kasus penyakit lebih dari 50% sebanyak 62
mahasiswa.
6
Jalan penelitian yang dilakukan sebagai berikut; tahap pertama persiapan
penelitian yang dimulai dari membuat tabel keputusan Mentri Kesehatan RI
Nomor Hk.02.02/Menkes/62/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
Gigi dan kuesioner yang berisi simptom dan sign penyakit gigi dan jaringan
pendukung untuk ditentukan diagnosisnya, serta pembuatan lembar persetujuan
responden penelitian, setelah itu melakukan uji validitas dan realibilitas kuesioner
kepada dokter pakar pada bidang penyakit gigi dan jaringan pendukung, lalu
mengajukan pembuatan ethical clearance di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi Surakarta dengan nomor surat: 1.410/XII/ HREC/2019, setelah itu uji
validitas dan realibilitas terhadap dokter gigi alumni Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, dilanjutkan membuat surat permohonan
penelitian dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta
ke Direktur utama RSGM Soelastri nomor surat: 832/FKG/B-4/III/I/2020 dan
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta nomor
surat: 821/FKG/A.2-III/I/2020, lalu membuat surat izin penelitian dari Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan nomor surat:
109/FKG/A.4-III/IV/2020 dan surat izin penelitian dari RSGM Soelastri dengan
nomor surat: No 018/01083/RSGM/II/2020, kemudian mempersiapkan subjek
penelitian dengan melakukan pendataan jumlah mahasiswa semester 7 serta
mahasiswa profesi yang telah menangani requirement kasus penyakit lebih dari
50%.
Tahap kedua pelaksanaan penelitian dimulai dari pengelompokan responden
menjadi 2 yaitu: pengelompokan mahasiswa minimal semester 7 dilakukan di
dalam ruangan kuliah lantai dua Fakultas Kedokteran Gigi dan Pengelompokan
mahasiswa profesi dilakukan secara bertahap sesuai keadaan (ketika mahasiswa
profesi sedang tidak mengerjakan pasien), dalam pengerjaan kuesioner mahasiswa
profesi diberi batas waktu pengerjaan selama 25 menit dan jika batas waktu telah
habis maka google forms akan langsung menutup lembar soal. Pengerjaan soal
dilakukan dengan model acak sehingga setiap mahasiswa tidak akan menemui
urutan soal yg sama dan kuesioner menggunakan mode terkunci maka mereka
tidak dapat menjelajahi situs lain sehingga mahasiswa tidak memiliki waktu untuk
7
membocorkan jawaban, lalu memberikan dan pengisian lembar persetujuan pada
mahasiswa minimal semester 7 serta mahasiswa profesi, dan melakukan
penjelasan mengenai tujuan dan jalannya penelitian terhadap responden, apabila
responden setuju lalu memberikan kuesioner dalam bentuk google forms pada
mahasiswa minimal semester 7 serta mahasiswa profesi yang berisi simptom dan
sign penyakit gigi dan jaringan pendukung untuk ditentukan diagnosisnya. Tahap
ketiga mengumpulkan data kuesioner. Tahap keempat pengelompokkan dan
menentukan jumlah hasil scoring kuesioner pada mahasiswa S1 serta mahasiswa
profesi. Tahap kelima menganalisis data. Tahap keenam hasil dan pembahasan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil nilai responden kuesioner mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi
menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari masing-masing data tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Nilai Rata-rata dan Jumlah Nilai Mahasiswa
Nilai Rata-rata Jumlah
Nilai Mahasiswa S1 17.95 1113
Nilai Mahasiswa Profesi 21.10 1308
Berdasarkan hasil tabel 1. Didapatkan hasil nilai rata-rata mahasiswa S1 yaitu
sebesar 17,95 dengan jumlah nilai sebesar 1113, sedangkan untuk nilai mahasiswa
profesi menunjukkan nilai rata-rata sebesar 21,10 dengan jumlah nilai sebesar
1308. Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata mahasiswa profesi lebih tinggi di
bandingkan dengan nilai mahasiswa S1.
Uji hipotesis nilai mahasiswa S1 dan Profesi yang mana menggunakan uji
Mann-Whitney didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Mann-Whittney
Mann-Whittney U Z Asymp. Sig.
(2-tailed)
Keterangan
Nilai
Kuisioner 1016.000 -4.572
0,000
Terdapat Perbedaan yang
signifikansi
8
Berdasarkan tabel 2. Didapatkan hasil bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) adalah
sebesar 0,000. Menunjukkan nilai Asymp.Sig < 0,05 sehingga didapatkan terdapat
perbedaan yang signifikan dari nilai kuesioner mahasiswa Profesi dengan
mahasiswa S1.
Penelitian ini mengenai perbandingan keputusan diagnosis penyakit gigi dan
jaringan pendukung gigi antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini terdiri dari
124 responden yang telah bersedia dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan nilai rata-rata mahasiswa S1 sebesar 17,95 dengan jumlah
nilai sebesar 1113, sedangkan untuk nilai mahasiswa profesi menunjukkan nilai
rata-rata sebesar 21,10 dengan jumlah nilai sebesar 1308. Hasil uji hipotesis yang
mana menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan hasil bahwa Asymp. Sig. (2-
tailed) sebesar 0,000. Menurut Huurun’ien dkk. 2017 bahwa jika nilai Asymp.Sig
< 0,05 maka ditemukannya perbedaan yang signifikan15, sehingga menunjukan
bahwa terdapat adanya perbedaan yang signifikan didalam menentukan keputusan
diagnosis antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang dilihat dari nilai rata-rata
kuesioner mahasiswa Profesi lebih besar dibandingkan nilai rata-tara nilai
mahasiswa S1.
Perbedaan yang signifikan antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi ini bisa
dipengaruhi karena beberapa faktor salah satunya yaitu penegakan diagnosis dan
rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh dokter gigi
karena hal tersebut akan mempengaruhi ketepatan dan keberhasilan perawatan
yang dilakukan terhadap pasien. Perbedaan penegakan diagnosis antara
mahasiswa S1 dan mahasiswa profesi ini terletak pada sistem pembelajaran pada
mahasiswa S1 dalam menegakkan diagnosis melalui skenario kasus yang
dipecahkan saat diskusi kelompok tutorial dengan didampingi peran fasilitator
diharapkan mampu membuat setiap mahasiswa memiliki kemampuan
penyelesaian masalah kasus, sehingga dapat mendukung pencapaian kompetensi
dokter gigi dalam melakukan diagnosis dengan tepat, pengambilan keputusan
untuk melakukan perawatan atau tindakan, pemberian obat dan perawatan yang
9
tepat16. Mahasiswa Profesi atau disebut juga sistem pembelajaran pendidikan
klinik, pada program pendidikan profesi mahasiswa melakukan pembelajaran
penegakan diagnosis dengan cara berlatih secara langsung mengangani pasien di
klinik, sehingga mahasiswa profesi langsung berhadapan dengan pasien10.
Menegakkan diagnosis kedokteran gigi merupakan mengidentifikasi kelainan–
kelainan yang berhubungan dengan gigi dan jaringan sekitarnya dengan jalan
menanyakan, memeriksa, dan menyatukan gambaran penyakit yang terlihat
dengan faktor–faktor yang diperoleh dari wawancara tersebut yang dapat
membedakan dari penyakit yang lain11. Menegakkan diagnosis dan membuat
rencana perawatan maka harus melewati beberapa tahap yang dapat dilakukan
oleh seorang dokter gigi yang disingkat dengan “SOAP” dan memiliki
kepanjangan dari S (Pemeriksaan Subyektif), O (Pemeriksaan Obyektif), A
(Assessment) dan P (Treatment Planning)17.
Pemeriksaan subyektif terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, present
illnes, riwayat medik, riwayat dental, riwayat keluarga dan riwayat sosial pasien,
yang di lakukan dengan menanyakan langsung kepada pasien, sedangkan
pemeriksaan obyektif merupakan pemeriksaan secara langsung terhadap pasien
yang terdiri dari pemeriksaan intra oral dan ekstra oral, selanjutnya jika pasien
membutuhkan pemeriksaan penunjang maka bisa di lakukan pemeriksaan baik itu
radiografi maupun pemeriksaan laboratorium, setelah itu barulah bisa
menegakkan prognosis dalam suatu kasus penyakit dan dilakukannya Assessment
apakah bisa dirawat atau tidak, melihat pasien dengan kondisi yang bisa
mempengaruhi rencana perawatan dengan situasi dan keadaan pasien apakah bisa
dilakuhkan, selanjutnya yang terakhir barulah bisa menentukan rencana perawatan
terhadap pasien tersebut17.
Perbedaan sistem pembelajaran tersebut mempengaruhi output penegakan
diagnosis, dikarenakan mahasiswa S1 menegakkan diagnosis melalui skenario
kasus yang dipecahkan saat diskusi kelompok tutorial dengan didampingi peran
fasilitator16, sedangkan mahasiswa Profesi menegakkan diagnosis melalui
menangani pasien secara langsung di klinik sehingga mengetahui diagnosis secara
tepat, karena langsung berhadapan dengan pasien10. Tingkatan pendidikan juga
10
dapat mempengaruhi signifikansi keputusan diagnosis karean dokter gigi untuk
bisa melakukan diagnosis harus melewati beberapa tahapan pendidikan yaitu
dijenjang S1 dan Profesi9. Pendidikan pada tahap S1 kedokteran gigi
menggunakan sistem pembelajaran yang terintegrasi yang mana terdiri dari
kuliah, praktikum, skills lab, simulasi praktik dokter gigi dan diskusi kelompok
kecil dengan sistem pembelajaran berbasis masalah yang mana menggunakan
metode seven jumps9.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sistem pembelajaran yang mana
melibatkan mahasiswa untuk bisa memecahkan masalah dengan menggunakan
metode ilmiah sehingga dapat mengasah mahasiswa untuk bisa menjadi kritis,
analitis dalam menyelesaikan kasus dan sering disebut dengan tutorial yang mana
terdiri atas 10–12 anak pada kelompok kecil diskusi9. Skills lab merupakan
metode pembelajaran di tingkat S1 kedokteran gigi yang mana menggunakan
system pembelajaran keterampilan klinik. Dalam pembelajarannya skills lab
memiliki beberapa aspek penting, seperti: pengetahuan, keterampilan umum,
keterampilan khusus dan sikap. Metode ini bermanfaat untuk mengasah
kemampuan dari mahasiswa12.
Pendidikan pada tahap profesi kedokteran gigi yang terdiri atas kesatuan yang
berkesinambungan antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi,
diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang sesuai kompetensi, keterampilan
dengan pendekatan holistik dan humanistik, yang melandaskan profesionalisme
yang tinggi yang berdasarkan pertimbangan etika7. Pendidikan pada tahap profesi
kedokteran gigi disebut juga sistem pembelajaran pendidikan klinik, pada
program pendidikan profesi mahasiswa melakukan pembelajaran dengan cara
berlatih secara langsung menyelesaikan pasien di klinik10. Hasil pembelajaran
tersebut maka dari itu ditingkat mahasiswa profesi cenderung lebih menguasai
menentukan diagnosis penyakit gigi dan jaringan pendukung gigi dibandingkan
pada tingkat S1.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tentang Perbandingan Keputusan Diagnosis Penyakit
Gigi dan Jaringan Pendukung Gigi antara Mahasiswa S1 dan Mahasiswa Profesi
11
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keputusan diagnosis penyakit gigi dan
jaringan pendukung gigi antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Budisuari, M. A., Oktarina, & Mikrajab, M. 2010. Hubungan Pola Makan Dan
Kebiasaan Menyikat Gigi Dengan Kesehatan Gigi Dan Mulut (Karies) Di
Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 13(1): 83–91.
Widayati, N. 2014. Factors associated with dental caries in children aged 4-6
years old. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2(2): 196–205.
Gayatri, R. W. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku
Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak SDN Kauman 2 Malang. Jurnal of
Health Education, 2(2): 201–210.
Kemenkes RI. 2014. Infodatin. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI. Jakarta Selatan.
Ramadhan, A., Cholil., Sukmana, B. I. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Kesehatan Gigi Dan Mulut. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, 1(2): 173–
176.
Kiswaluyo. 2012. Pelayanan Kesehatan Gigi Di Puskesmas (Studi Kasus Di
Puskesmas Sumbersari). Stomatognatic J. K. G Unej, 10(1): 12–16.
Kemenkes RI. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Gigi. Jakarta Selatan.
Mauli, Dian. 2017. Tanggung Jawab Dokter Terhadap Kesalahan Diagnosis.
Jurnal Cepalo, 1(1): 38–51.
Anwar, Ayub Irmadani., Prabandari, Yayi Suryo., Emilia, Ova. 2013. Motivasi
dan Strategi Belajar Siswa dalam Pendidikan Pembelajaran Berbasis
Masalah dan Collaborative Learning di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin. Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia, 2(3):
233–239.
Siswosaputro, Andi Yok., Herawati, Dahlia. 2012. Hubungan Dokter Pasien
Sesuai Harapan Konsil Kedokteran Indonesia. Maj Ked Gi, 19(2): 171–
175.
Kristiani, Anie., Koswara, Nandang., Anggrawati K, Hetty., Wijaya, Ira., Nafarin,
Mukhlis., Nurhayati., Suwarsono., Salamah, Siti Salamah., Dahlan,
Zaeni., Nasri., Budiarti, Rahayu., Vione, Vegaroosa., Mappahia,
Nurmini., Ningrum, Nining., Ambarwati, Setyo Utami., Krisyudhanti,
Emma., Elina, Lies., Arnetty. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Gigi dan
Mulut. Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Tasikmalaya.
12
Bakar,Abu., Widyandana., Sanusi, Rossi. 2014. Pengaruh Pelatihan Instruktur
Skills Lab Terhadap Kemampuan Mengajar Keterampilan Klinik. Jurnal
Pendidikan Kedokteran Indonesia, 3(3): 177–185.
Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Ridha, Nikmatur. 2016. Proses Penelitian, Masalah, Variabel Dan Paradigma
Penelitian. Jurnal Hikmah, 14(1): 62–70.
Huurun’ien, Kansha Isfaraini., Efendi, Agus., Tamrin, A. G. 2017. Efektivitas
Penggunaan E-Learning Berbasis Schoology Dengan Menggunakan
Model Discovery Learning Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Sistem Komputer Kelas X Multimedia Smk Negeri 6 Surakarta
Pada Tahun Pelajaran 2015/2016. JIPTEK, 10(2): 36–46.
Irgananda, Citra Insany. 2017. Pengaruh Kualitas Skenario Dan Peran Fasilitator
Terhadap Keefektifan Diskusi Kelompok Problem-Based Learning.
Erudio (Journal of Educational Innovation), 4(1): 8–15.
Bakar, Abu. 2015. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: CV. Quantum Sinergis
Media.