PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 04 TAHUN 2004
TENTANG
RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK,
KARTU KELUARGA DAN AKTE CATATAN SIPIL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan Asli Daerah guna
menunjang pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintahan, maka perlu memungut Retribusi Penggantian
Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan
Akte Catatan Sipil;
b. bahwa untuk maksud tersebut huruf a tersebut diatas, perlu
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Perkawinan ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3019 );
2. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209 );
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3685 );
4. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3839 );
5. Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor
72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3848 );
6. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2000 Nomor 4048 );
7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan
Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4180 );
8. Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1998 tentang
penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang
penyelenggara pendaftaran penduduk kepada Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1998 Nomor
45, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3742 );
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3952 );
10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001
Nomor 199 );
11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 tahun
1999 Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
dan Bentuk Rancangan Undang-Undang Rancangan
Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 tahun 1997
tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 tahun 1997
tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan di Bidang
Retribusi Daerah.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK
KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTE CATATAN
SIPIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lamandau;
3. Bupati adalah Bupati Lamandau;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau;
5. Pejabat adalah Pegawai Negeri yang diberi tugas tertentu di bidang Retribusi Daerah
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
6. Penduduk adalah setiap orang, baik Warga Negara Republik Indonesia maupun Warga
Negara Asing yang bertempat tinggal tetap di dalam wilayah Negara Republik Indonesia
dan telah memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
7. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat KTP adalah Kartu sebagai Tanda
Bukti / legitimasi setiap penduduk baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara
Asing;
8. Kartu Keluarga adalah kartu sebagai tanda bukti untuk mengetahui jumlah orang dalam
rumah tangga;
9. Akte Catatan Sipil adalah akte kelahiran, akte perkawinan, akte perceraian, akte
pengesahan dan pengakuan anak, akte ganti nama bagi Warga Negara Asing dan akte
kematian yang diterbitkan oleh Bagian Kependudukan dan Catatan Sipil Daerah;
10. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan dan kemanfaaatan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan;
11. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil yang
selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas penggantian biaya cetak KTP dan
atau akte catatan sipil yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk kepentingan orang pribadi;
12. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi;
13. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi
wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa percetakan KTP dan atau akte catatan sipil;
14. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah
data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan kewajiban
retribusi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah;
15. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tindak pidana di bidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya;
16. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
untuk melakukan penyidikan.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2
Dengan nama retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk, kartu keluarga dan
akte catatan sipil dipungut retribusi atas penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk,
kartu keluarga, dan akte catatan sipil.
Pasal 3
Objek retribusi meliputi pencetakan :
1. Kartu Tanda Penduduk;
2. Akte Kelahiran;
3. Akte Perkawinan;
4. Akte Perceraian;
5. Akte Pengesahan dan Pengakuan Anak;
6. Akte Ganti Nama bagi Warga Negara Asing;
7. Akte Kematian;
8. Kartu Keluarga.
Pasal 4
Subjek retribusi adalah orang pribadi yang memperoleh jasa akibat diterbitkannya Kartu
Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan atau Akte Catatan Sipil.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk, kartu keluarga dan akte catatan sipil
digolongkan sebagai jasa umum.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah KTP, Kartu Keluarga dan akte catatan
sipil yang diterbitkan.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA
TARIF
Pasal 7
1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi adalah untuk mengganti biaya cetak
Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan atau akte catatan sipil.
2) Biaya cetak sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah biaya cetak persatuan Kartu
Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan atau Akte Catatan Sipil yang dibayar oleh
Pemerintah Daerah kepada percetakan.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 8
1) Struktur tarif digabungkan menurut jenis pelayanan yang diberikan.
2) Struktur dan dasar tarif adalah sebagai berikut :
a. Penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk Rp. 15.000,-
b. Penggantian pengisian biaya Kartu Tanda Penduduk sementara Rp. 5.000,-
c. Penggantian biaya cetak kartu keluarga Rp. 10.000,-
3) Struktur tarif digabungkan menurut jenis pelayanan yang diberikan.
4) Struktur dan dasar tarif adalah sebagai berikut :
a. Penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk Rp. 15.000,-
b. Penggantian pengisian biaya Kartu Tanda Penduduk sementara Rp. 5.000,-
c. Penggantian biaya cetak kartu keluarga Rp. 10.000,-
d. Penggantian biaya cetak akte catatan sipil :
1. Akte kelahiran
2. Akte perkawinan
3. Akte perceraian
4. Akte pengesahan dan pengakuan anak
5. Akte ganti nama bagi WNA
6. Akte perkawinan bagi WNA
7. Akte Kematian
8. Akte adopsi / pengangkatan anak
Rp. 25.000,-
Rp. 75.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 250.000,-
Rp. 500.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 25.000,-
e. Semua penerimaan hasil pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a
sampai d, disetorkan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. 75 % ke Rekening Kas Daerah;
2. 25 % ke rekening Bagian Kependudukan dan Catatan Sipil.
BAB VII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG
Pasal 9
1) Masa retribusi KTP sementara adalah 3 ( tiga ) bulan.
2) Masa retribusi KTP adalah 5 ( lima ) tahun.
Pasal 10
Saat retribusi terhutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
BAB VIII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 11
Wilayah pemungutan Retribusi Terhutang adalah di daerah tempat pelayanan Kartu Tanda
Penduduk, Kartu Keluarga dan Akte Catatan Sipil diberikan.
BAB IX
SURAT PENDAFTARAN
Pasal 12
1) Wajib retribusi wajib mengisi SPDORD ( Surat Pendaftaran Data Objek Retribusi Daerah
);
2) SPDORD sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) harus diisi dengan jelas, benar dan
lengkap serta ditanda tangani oleh wajib retribusi atau kuasanya;
3) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPDORD sebagaimana dimaksud
ayat ( 1 ) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XI
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 13
1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan;
2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 14
1) Retribusi yan terutang dilunasi sekaligus di muka;
2) Untuk Kartu Tanda Penduduk, retribusi yang terutang dilunasi sekaligus dimuka untuk
1 ( satu ) kali masa retribusi;
3) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan keputusan
Bupati.
BAB XIII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 15
1) Bupati dapat memberikan keringanan, pengurangan dan pembebasan retribusi.
2) Pemberian pengurangan dan keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 )
dengan memperhatikan kemampuan masyarakat antara lain dapat diberikan kepada orang
cacat, pelajar atau mahasiswa.
3) Pemberian pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) antara lain untuk wajib
retribusi yang berusia lanjut atau yang berusia 60 tahun ke atas.
4) Tata cara penguarangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 16
Bagi penduduk yang terlambat mengurus akte kelahiran dan akte perkawinan dikenakan sanksi
administrasi sebagai berikut :
1) Akte kelahiran sebesar Rp.
2) Akte Perkawinan sebesar Rp. 15.000,-
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 17
1) wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah
diancam pidana kurungan paling lama 1 (satu ) bulan atau denda paling banyak 4 ( empat ) kali
jumlah retribusi terutang.
2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah pelanggaran.
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 18
1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan pemerintah Daerah diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah atau
retribusi daerah sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 18.
2) Wewenang penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah :
a. Menerima, mencari dan mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporanberkenaan
dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap.
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi
daerah tersebut.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang retribusi daerah.
d. Memeriksa buku – buku, catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang retribusi daerah.
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahanbukti pembukuan, pencatatan dan
dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam ranka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang retribusi daerah.
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada
saat pemeriksaan sedang berlangsung memeriksa identitas orang atau dokumen yang
dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h. Menuntut seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah.
i. Menuntut seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah.
j. Menuntut seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah.
k. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
l. Menghentikan penyidikan.
m. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
retribusi daerah menurut hukum yang dipertanggung jawabkan.
3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan yang bertentangan dengan
Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 21
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada saat diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 29 Februari
2004
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 15 Maret 2004
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
(Drs. PIET J. DADIE)
NIP. 530 003 050
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 01 SERI : C
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 04 TAHUN 2004
TENTANG
RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK,
KARTU KELUARGA DAN AKTE CATATAN SIPIL
I. UMUM
Sasaran pembangunan jangka panjang adalah terciptanya kualitas manusia yang
maju dan kualitas masyarakat yang hidup dalam suasana aman dan tentram sejahtera lahir
dan batin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta
berkesinambungan dalam hubungan antara manusia maupun hubungan manusia dengan
lingkungannya
Untuk mencapai sasaran tersebut diatas , perlu ditingkatkan pelayanan kepada
masyarakat melalui pendataan, pendaftaran dan pengaturan administrasi kependudukan
kedalam sistem administrasi kependudukan yang baik dan teratur.
Guna pengelolaan administrasi kependudukan yang baik dan teratur tersebut,
maka diperlukan sumberdana untuk menunjang pelaksanaannyamelalui pungutan
retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk, kartu keluarga dan akte catatan
sipil.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan
Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180 ),
bahwa Kabupaten Lamandau merupakan daerah otonom yang dapat mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan kondisi dan potensi daerah, termasuk
bidang kependudukan.
Oleh sebab itu untuk mewujudkan keteraturan dan tertibnya administrasi
kependudukan guna menunjung proses pembangunan dan pemerintahan maka diperlukan
partisipasi aktif masyarakat untuk bersama-sama dengan pemerintah daerah mewujudkan
masyarakat yang tertib dan teratur kedalam tata administrasi yang baik dan benar.
Untuk mencapai maksud diatas perlu pengaturan dan pengendaliannya melalui
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 angka 1 s/d 16 : Cukup Jelas
Pasal 2 : Maksud Penggantian Biaya Cetak adalah Retribusi Pengantian
Biaya Cetak berdasarkan pasal 8 Peraturan Daerah ini.
Pasal 3 : Cukup Jelas
Pasal 4 : Cukup Jelas
Pasal 5 : Cukup Jelas
Pasal 6 : Cukup Jelas
Pasal 7 ayat 1 : Pungutan Retribusi dipungut atas penggantian biaya
cetak,
sedangkan jasa tidak termasuk dalam pungutan retribusi.
ayat 2 : Cukup Jelas
Pasal 8 ayat 1 s/d 2 : Cukup Jelas
Pasal 9 ayat 1 : Masa Retribusi KTP sementara adalah masa berlakunya
pungutan/
retribusi atas biaya cetak KTP sementara.
ayat 2 : Masa retribusi KTP adalah masa berlakunya
pungutan/retribusi
atas biaya cetak KTP
Pasal 10 : Saat retibusi terutang adalah saat dikeluarkannya surat
ketetapan
retribusi daerah (SKRD) atau saat diterbitkannya dokumen
lain
yang dipersamakan
Pasal 11 : Cukup Jelas
Pasal 12 : Cukup Jelas
Pasal 13 ayat 1 : Pungutan retribusi tidak dapat diborongkan dilimpahkan
kepihak
Lain
ayat 2 : Cukup Jelas
Pasal 14 ayat 1 : Retribusi yang terhutang dilunasi dimuka untuk akte, diluar
KTP
ayat 2 dan 3 : Cukup Jelas
Pasal 16 : Hanya berlaku untuk akte kelahiran dan akte perkawinan
Pasal 17 ayat 1 dan 2 : Cukup Jelas
Pasal 18 ayat 1 s/d 2 : Cukup Jelas
Pasal 19 : Cukup Jelas
Pasal 20 : Cukup Jelas
Pasal 21 : Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 04 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 05 TAHUN 2004
TENTANG
JASA ADMINISTRASI DAN UANG LEGES
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a. bahwa dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan
peningkatan pelayanan administrasi kepada masyarakat, maka perlu
untuk meningkatkan pelayanan administrasi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
diatas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Jasa
Administrasi dan Uang Leges.
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
( Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3209 );
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839 );
3. Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848 );
4. Undang-Undang Tahun 2000 tentang Perubahan atas undang-undang
Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048 );
5. Undang-undang Nomor 5 tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten
Katingan, KabupatenSeruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten
Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau,
Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di Propinsi
Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180 );
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3258 );
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
( Lembaran Negara Republik Indonesia 3952 );
8. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139 );
9. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1997 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG JASA
ADMINISTRASI DAN UANG LEGES.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau;
3. Bupati adalah Bupati Lamandau
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau;
5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
6. Jasa Administrasi adalah jasa atas pelayanan oleh Pemerintah Daerah berupa penyediaan
blanko / formulir, surat keterangan, surat ijin dan atau surat-surat lainnya atau legalisir
surat-surat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dan unit satuan kerja, dinas/badan,
lembaga teknis daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lamandau;
7. Badan adalah suatu bentuk usaha meliputi Perseroan Terbatas ( PT ), Perusahaan
Komanditer ( CV ), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan
nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana
Pensiun, Usaha Dagang, serta badan usaha lainnya;
8. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tertentu sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang beralaku;
9. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau;
10. Bendaharawan Khusus Penerima adalah Bendaharawan khusus penerima pada Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
11. Uang Leges adalah sejumlah uang tertentu sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
ijin atau pendaftaran ulang atau pengesahan atau perolehan dokumen-dokumen resmi,
surat-surat atau bahan-bahan tertulis sah sejenisnya yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan hukum;
12. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah
data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan
kewajiban terhadap Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
13. Penyidikan tindak pidana adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut penyidik, untuk mencari dan
mengumpulkan bukti sehingga dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
JENIS DAN BESARNYA JASA ADMINISTRASI DAN
UANG LEGES
Pasal 2
Setiap orang atau badan hukum yang akan memanfaatkan dan atau memperoleh jasa atau
pelayanan administrasi atas pemberian ijin atau pendaftaran ulang, atau pengesahan, legalisir,
peroleh dokumen-dokumen resmi, surat-surat atau bahan-bahan tertulis yang sah atau
sejenisnya yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah harus
membayar pelayanan jasa administrasi dan uang leges.
Pasal 3
Jenis dan besarnya jasa administrasi adalah sebagai berikut :
a. Untuk satu notulen sidang DPRD Kab. Lamandau
b. Untuk satu eceran acara-acara sidang DPRD Kabupaten
Lamandau
c. Untuk sebuah Rancangan APBD
d. Untuk sebuah APBD Kab. Lamandau
e. Untuk Surat Rekomendasi
f. Untuk pemberian surat keterangan oleh Bupati
g. Untuk pemberian ijin sementara atau kutipan terhadap suatu
permintaan yang dikabulkan
h. Untuk suatu tanda pembayaran sebagai ganti surat ijin
i. Untuk setiap penerbitan Kahir atau daftar pajak atau cukai buat
tiap-tiap penetapan pajak atau cukai
j. Untuk Imsanco Verlkering atau penetapan pengesahan kwitansi-
kwitansi berobat, SPPD, Surat Keterangan Pemberhentian Gaji
(SKPP) dan lain-lain dengan ketentuan nilai nominal Rp.
200.000,-
Rp. 10.000,-
Rp. 2.500,-
Rp. 15.000,-
Rp. 15.000,-
Rp. 2.000,-
Rp. 1.000,-
Rp. 1.000,-
Rp. 1.000,-
Rp. 1.000,-
Rp. 2.000,-
Rp. 1.000,-
k. Untuk pemutihan setiap akte-akte kependudukan yang
dikeluarkan oleh Bupati
l. Untuk setiap pemberian ijin / kutipan
m. Untuk formulir / daftar tiap-tiap eksemplar
Rp. 1.000,-
Rp. 500,-
Pasal 4
Jenis dan besarnya uang leges adalah sebagai berikut :
a. Untuk legalisasi surat-surat keterangan/ rekomendasi perlembar
b. Untuk legalisasi surat ijin (ijin usaha, trayek, pendaftaran
perusahaan, IMB dan atau sejenisnya perlembar
c. Untuk setiap legalisasi akte-akte kependudukan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Daerah perlembar
d. Untuk setia legalisasi satu buah berita acara/ surat perjanjian dan
atau sejenisnya
e. Untuk setiap legalisasi satu buah akte jual beli tanah / sertifikat
tanah
Rp. 500,-
Rp. 500,-
Rp. 500,-
Rp. 1.000,-
Rp. 1.000,-
BAB III
PENGECUALIAN
Pasal 5
Pengecualian dari pemungutan Jasa Administrasi dan uang leges sebagaimana dimaksud
pasal 3 dan 4 Peraturan Daerah ini adalah untuk :
a. Kepentingan Badan Sosial dan Keagamaan;
b. Surat atau jasa yang diberikan untuk kepentingan Pemerintah Daerah berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
c. Kepentingan perorangan yang tidak mampu, sepanjang dapat dibuktikan dengan
mengajukan surat keterangan dari Ketua Rukun Tetangga ( RT ) yang diketahui oleh
Kepala Desa / Lurah setempat;
d. Kepentingan pelajar dan mahasiswa;
e. Salinan atau duplikasi perjanjian yangdibuat oleh Pemerintah Daerah dengan pihak lain
yang turut menandatangi perjanjian dimaksud;
f. Surat Perintah Membayar Uang;
g. Surat atau jasa yang diberikan kepada anggota DPRD Kabupaten Lamandau;
h. Keputusan tentang pengangkatan dalam jabatan pekerjaan Pemerintah Daerah, kenaikan
pangkat, gaji/berkala, ijin cuti bagi pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah;
i. Dokumen / surat-surat penting dan bahan-bahan tertulis sah sejenisnya yang diberikan
oleh Bupati / pejabat kepada institusi media massa baik penerbitan media cetak maupun
lembaga penyiaran.
BAB IV
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 6
Tata cara pembayaran jasa administrasi dan uang leges ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 7
Jasa sebagaimana tersebut pada pasal 3 dan 4 Peraturan Daerah ini, merupakan penerimaan
Daerah yang harus disetor ke Kas Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjangmengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 9
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 29 Februari
2004
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 15 Maret 2004
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
(Drs. PIET J. DADIE)
NIP. 530 003 050
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 02 SERI : C
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 5 TAHUN 2004
TENTANG
JASA ADMINISTRASI DAN UANG LEGES
I. PENJELASAN UMUM
Dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan peningkatan pelayanan
administrasi yang benar-benar tertuju pada kepentingan masyarakat, maka Pemerintah
Daerah berusaha untuk meningkatkan dan menciptakan pelayanan seobtimal mungkin
dalam bentuk pelayanan administrasi, berupa jasa pelayanan oleh pemerintah daerah
berupa penyediaan blanko/ formulir, surat keterangan, surat izin dan atau surat-surat
lainnya atau legalisir surat-surat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah baik
Dinas/ Badan dan Unit Satuan Kerja lainnya.
Meningat dasar pertimbangan tersebut serta mencermati peraturan daerah
Kabupaten Lamandau nomor 5 Tahun 2004 tentang Jasa Adminstrasi dan Uang Leges
setelah diadakan evaluasi dan pengkajian baik ditinjau dari aspek substantsif maupun
pertimbangan guna lebih menjamin kemudahan dalam pelayanan yang akan dilakukan,
dipandang perlu untuk mengatur hal tersebut. Dalam konteks inilah Peraturan Daerah
tentang Jasa Administrasi Uang Leges ini dibentuk.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
a. Yang dimaksud dengan Jasa Administrasi adalah jasa atau pelayanan oleh
Pemerintah Daerah berupa penyediaan Blanko/ Formulir, surat-surat lainnya
atau legalisir surat-surat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dan Unit
Satuan Kerja Dinas/ Badan dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten
Lamandau;
b. Yang dimaksud Uang Leges adalah sejumlah uang tertentu sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin atau pendaftaran ulang atau
pengesahan atau perolehan dokumen-dokumen resmi, surat-surat atau bahan-
bahan tertulis sah sejenis nya yang khsusus disediakan dan atau kepentingan
pribadi atau badan hukum.
c. Yang dimaksud setiap orang atau badan hukum adalah Orang pribadi atau
bentuk usaha yang berbadan Hukum contoh CV, PT dan lainnya apabila
memperoleh jasa atau pelayanan dari pemerintah maka diharuskan membayar
pelayanan jasa administrasi dan uang leges sesuai dengan jenis jasa yang
diperlukan tersebut.
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Yang dimaksud Bendaharawan khusus penerima adalah bendaharawan khusus
Penerima pada Dinas Pendapatan Kabupaten Lamandau
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 5 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 06 TAHUN 2004
TENTANG
RETRIBUSI IJIN TEMPAT USAHA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a. bahwa setiap orang atau badan yang mendirikan atau memperluas
tempat usahanya di Daerah diwajibkan memiliki Ijin Tempat Usaha.
b. bahwa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna menunjang
pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan, maka
perlu memungut Retribusi Ijin Tempat Usaha.
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan
b diatas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Retribusi
Tempat Ijin Usaha.
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Ketentuan Hukum
Acara Pidana ( Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209 );
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3839 );
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3848 );
4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4048 );
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang
Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di
Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4180);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3258 );
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
( Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952 );
8. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
( Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 4139 );
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang
Tata Cara Pungutan Retribusi Daerah;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang
Pedoman Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah;
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1998 tentang
Ruang Lingkup dan Jenis-Jenis Retribusi Daerah Tingkat I dan
Tingkat II.
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI TEMPAT IJIN USAHA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lamandau;
3. Bupati adalah Bupati Lamandau;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau;
5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
6. Tempat Usaha adalah lokasi untuk melakukan usaha yang dilaksanakan secara teratur
dalam bidang usaha tertentu dengan maksud mencari keuntungan dan atau laba;
7. Ijin Tempat Usaha ( ITU ) adalah surat ijin yang diberikan yang diberikan kepada setiap
pengusaha yang mendirikan tempat usaha maupun menempati tempat usaha yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah atau mendirikan tempat usaha sendiri sebagaimana
dimaksud angka 6 dalam pasal ini;
8. Pengusaha adalah setiap orang atau persekutuan atau badan hukum yang bertanggung
jawab atas jenis usahanya;
9. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yeng bersifat
tetap dan terus menerus dan yang diijinkan, bekerja serta berkedudukan di Kabupaten
Lamandau;
10. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam perekonomian yang
dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
11. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
12. Bendaharawan Khusus Penerima adalah Bendaharawan Khusus penerima pada Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
13. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah
data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan
kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Retribusi
Daerah;
14. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
oleh Undang-Undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;
15. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau
Pasal 2
Dengan nama Retribusi Ijin Tempat Usaha, dipungut Retribusi Ijin Tempat Usaha.
BAB II
NAMA OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI IJIN TEMPAT USAHA
Pasal 3
Objek retribusi ijin tempat usaha adalah semua tempat usaha yang ada di Daerah termasuk
tempat-tempat usaha yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 4
Subjek retribusi ijin tempat usaha adalah setiap orang dan atau badan hukum yang
mendirikan atau memperluas tempat-tempat usahanya di Daerah yang memiliki ijin tempat
usaha dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
BAB III
PERSYARATAN UNTUK MENDAPATKAN IJIN TEMPAT USAHA
Pasal 5
Untuk mendapatkan Ijin Tempat Usaha sebagaimana dimaksud pasal 4 Peraturan Daerah ini,
pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati dengan mengisi daftar isian yang
sudah disediakan pada Sekretariat Daerah Kabupaten Lamandau serta melampirkan syarat-
syarat sebagai berikut :
1. Fotocopy / salinan denah bangunan kecuali bagi tempat-tempat usaha yang disediakan
oleh Pemerintah Daerah;
2. Fotocopy / salinan ijin mendirikan bangunan ( kecuali bagi tempat-tempt usaha yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah );
3. Fotocopy salinan Akte Perseroan ( bagi badan hukum );
4. Fotocopy salinan Kartu Tanda Penduduk ( KTP );
5. Fotocopy salinan Surat Ijin Usaha Perdagangan;
6. Suart pernyataan bersedia mentaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
7. Surat keterangan Kepala Desa / Kepala Kelurahan;
8. Surat pernyataan tidak keberatan dari tetangga diketahui oleh ketua RT / Kepala Desa /
Kelurahan setempat ( kecuali bagi tempat-tempat usaha yang disediakan Pemerintah
Daerah );
9. Tanda lunas PBB lokasi usaha ( kecuali bagi tempat-tempat usaha yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah ).
BAB IV
JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IJIN TEMPAT USAHA
Pasal 6
Masa berlakunya ijin tempat usaha selama 5 ( lima ) tahun.
Pasal 7
(1) Perusahaan yang telah mempunyai ijin tetapi masa berlakunya sudah habis, diwajibkan
untuk memperbaharui / memperpanjang perijinannya dengan mengajukan permohonan
tertulis kepada Bupati dengan melampirkan syarat-syarat sebagaimana ketentuan pasal 5
Peraturan Daerah ini;
(2) Bagi perusahaan yang mendapat ijin dari Pemerintah Daerah Kotawaringin Barat sejak
dikeluarkannya Peraturan Daerah ini maka semua perijinannya tidak berlaku lagi;
(3) Perusahaan yang mengadakan perluasan tempat usahanya, diwajibkan untuk
memperbaharui perijinannya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati
dengan melampirkan syarat-syarat sebagaimana ketentuan pasal 5 Peraturan Daerah ini.
Pasal 8
Ijin tempat usaha dapat dicabut dalam hal :
a. Setiap perusahaan, baik perorangan maupun badan hukum yang telah mendapat ijin
tempat usaha melakukan perluasan tanpa memiliki ijin dari Bupati;
b. Setiap perusahaan, baik perorangan maupun badan hukum yang telah mendapat ijin
tempat usaha melakukan penundaan tangan / hak dan pemindahan lokasi tanpa
persetujuan Bupati.
Pasal 9
Bagi setiap orang dan atau badan yang mengajukan permohonan atau telah mendapat ijin
tempat usaha bila dipandang perlu mendapat peninjauan lokasi tempat usaha guna
mengetahui keberadaannya atas permohonan atau ijin yang tidak diberikan.
BAB V
KETENTUAN BIAYA ADMINISTRASI DAN RETRIBUSI
Pasal 10
(1) Setiap pengajuan permohonan ijin tempat usaha dikenakan biaya administrasi sebesar
Rp. 10.000,- ( sepuluh ribu rupiah );
(2) Setiap pemberian ijin tempat usaha dikenakan retribusi daerah dengan besarnya tarif
sebagai berikut :
Kisaran Modal :
a. Modal Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ) sampai dengan Rp. 50.000.000,- ( lima
puluh juta rupiah ) sebesar Rp. 25.000,- ( dua puluh lima ribu rupiah ).
b. Modal diatas Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah ) sampai dengan Rp.
100.000.000,- ( seratus juta rupiah ) sebesar Rp. 50.000,- ( lima puluh lima ribu
rupiah ).
c. Modal diatas Rp. 100.000.000,- ( seratus juta rupiah ) sampai dengan Rp.
200.000.000,- ( dua ratus juta rupiah ) sebesar Rp. 100.000,- ( Seratus ribu rupiah ).
d. Modal diatas Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah ) sampai dengan Rp.
300.000.000,- ( tiga ratus juta rupiah ) sebesar Rp. 150.000,- ( seratus lima puluh
ribu rupiah ).
e. Modal diatas Rp. 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah ) sampai dengan Rp.
400.000.000,- ( empat ratus juta rupiah ) sebesar p. 200.000,- ( dua ratus ribu rupiah
).
f. Modal diatas Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah ) sampai dengan Rp.
500.000.000,- ( lima ratus juta rupiah ) sebesar Rp. 250.000,- ( dua ratus lima puluh
ribu rupiah ).
g. Modal diatas Rp. 500.000.000,- ( lima ratus juta rupiah ) sampai dengan Rp.
600.000.000,- ( enam ratus juta rupiah ) sebesar Rp. 300.000,- ( tiga ratus ribu rupiah
).
h. Modal diatas Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah ) sampai dengan Rp.
700.000.000,- ( tujuh ratus juta rupiah ) sebesar Rp. 350.000,- ( tiga ratus lima puluh
ribu rupiah ).
i. Modal Rp. 700.000.000,- ( tujuh ratus juta rupiah ) sampai dengan Rp.
1.000.000.000,- ( satu miliar rupiah ) sebesar Rp. 450.000,- ( empat ratus lima
puluh ribu rupiah).
j. Modal Rp. 1.000.000.000,- ( Satu miliar rupiah ) keatas sebesar Rp. 550.000,- ( lima
ratus lima puluh ribu rupiah ).
(3) Bagi usaha yang modalnya dibawah Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ) tidak dikenakan
retribusi ijin tempat usaha.
(4) Semua hasil penerimaan sebagaimana dimaksud ayat (1) ayat (2) pasal ini disetorkan ke
Kas Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima pada Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Lamandau.
Pasal 11
Tata cara pembayaran retribusi ijin tempat usaha akan diatur dengan Keputusan Kepala
Daerah.
BAB VI
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 12
Setiap perusahaan baik perorangan maupun badan hukum yang telah memperoleh ijin tempat
usaha diwajibkan :
a. Mengupayakan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam, dan pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup sebagai akibat kegiatan
usaha yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku;
b. Mengupayakan Keamanan dan Keselamatan Kerja ( K3 ), alat produksi serta hasil
produksi termasuk pengangkutannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku.
BAB VII
LARANGAN
Pasal 13
Setiap orang atau badan hukum, dilarang menggunakan tempat/ ruangan tertentu untuk
mengadakan kegiatan usaha atau memperluas tempat usahanya tanpa ijin tertulis dari Kepala
Daerah.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 14
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, 8 dan 13
Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga ) bulan dan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini disebut pelanggaran.
BAB IX
KETENTUAN PENYIDIK
Pasal 15
Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia, penyidikan atas tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, dapat juga dilakukan oleh penyidik
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 Peraturan Daerah ini karena
kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut :
a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 Peraturan Daerah ini membuat berita acara setiap tindakan tentang :
a. Pemeriksaan tersangka;
b. Memasuki rumah tersangka;
c. Penyitaan benda;
d. Memeriksa surat;
e. Memeriksa saksi;
f. Pemeriksaan di tempat kejadian.
Pasal 17
Pejabat penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah
koordinasi dan pengawasan penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 19
Paraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 29 Februari
2004
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 15 Maret 2004
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
Ttd
(Drs. PIET J. DADIE)
NIP. 530 003 050
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 03 SERI C
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 06 TAHUN 2004
TENTANG
RETRIBUSI IJIN TEMPAT USAHA
I. PENJELASAN UMUM
Pembangunan di Kabupaten Lamandau semakin meningkat dengan begitu
pelaku-pelaku ekonomipun semakin bertambah sehingga kebutuhan akan tempat
usahapun semakin bertambah pula. Hal tersebut dapat dilihat dengan berdirinya tempat-
tempat usaha baik itu dalam bentuk perusahaan, unit dagang dan usaha-usaha dibidang
jasa lainnya yang tujuannya mencari untung laba.
Dengan mempertimbangkan dan melihat aspek dari pertumbuhan dan kebutuhan
akan tempat usaha tersebut maka pemerintah daerah berpendapat untuk memberikan
suatu nilai tambah bagi pemerintah daerah dan usaha yang tepat untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lamandau serta tertibnya kawasan usaha maka
pemeintah daerah membentuk peraturan daerah tentang Retribusi ijin tempat usaha.
Berdasarkan maksud dan tujuan diatas maka peraturan daerah ini disusun
dengan mengacu kepada empat aspek, yaitu :
1. Aspek Hukum;
2. Aspek Teknik;
3. Aspek Politik; dan
4. Aspek Sosial Ekonomi.
Serta dilaksanakan dengan tertib, benar dan bermanfaat.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 8
a. Untuk memperluas tempat usaha setiap perusahaan baik perorangan maupun
badan hukum harus terlebih dahulu mendapat ijin dari Bupati
b. Bagi setiap orang atau Badan Hukum yang telah mendapat ijin dari Bupati
apabila hendak memindah lokasi atau melakukan penundaan tangan/ hak harus
ada pemberitahuan dan persetujuan Bupati.
Pasal 9
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 06 SERI : D
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 07 TAHUN 2004
TENTANG
PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a. bahwa dalam rangka menggali Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Lamandau maka perlu memungut Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a diatas, perlu
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
( Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3209 );
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak ( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3684 );
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Tahun 1997Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3685) juncto Undang-Undang Nomor 34 Tahaun
2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048 );
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa ( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomr 3686 );
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839 );
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pertimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848 );
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten
Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten
Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten
Murung Raya dan Kabupaten Barito Utara di Propinsi Kalimantan Tengah
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4180);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3691 );
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3952 );
10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyususunan
Peraturan Perundang-Undangan, dan Bentuk Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden
( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70 );
11. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M. 04-PW.03 Tahun 1984 tentang
Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang
Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata
Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah;
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Sistem
dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan
Penerimaan Pendapatan Lain-lain.
Dengan Persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Kabupaten adalah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Lamandau;
3. Bupati adalah Bupati Lamandau;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau.
5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
6. Pajak, Pengambilan Bahan Golongan C Yang disebut Pajak adalah Pungutan Daerah atas
pengambilan bahan galian Golongan C;
7. Bahan Galian Golongan C adalah bahan galian Golongan C sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku;
8. Ekploitassi bahan galian Golongan C adalah Pengambilan bahan galian Golongan C dari
sumber alam didalam dan ataupun permukaan bumi untuk dimanfaatkan;
9. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran Pajak yang
terutang menurut peraturan Perundang-Undangan perpajakan Daerah;
10. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan
Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas
Daerah atau ketempat lain yang ditetapkan oleh Bupati;
11. Surat Ketetapan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat keputusan yang
menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang;
12. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah
surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang
masih harus dibayar ;
13. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang akan
terutang ;
14. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yan selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar dari pajak terutang atau tidak seharusnya terutang ;
15. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan kredit pajak,
atau tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
16. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat yang melakukan
tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan denda ;
BAB II
NAMA OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 2
1) Dengan nama Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dipungut Pajak atas kegiatan
eksploitasi bahan galian golongan C.
2) Objek Pajak adalah kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C.
3) Bahan galian golongan C sebagai mana dimaksud ayat (2) meliputi :
a. Batu Berat ( Batu Gunung ) ;
b. Batu Latrit ;
c. Batu Setengah Permata ;
d. Batu Permata ;
e. Pasir dan Kerikil ;
f. Pasir Kuarsa ;
g. Perlit ;
h. Phospat ;
i. Talk ;
j. Tanah Serap ( Fullers Earth ) ;
k. Tanah Diatome ;
l. Tanah Liat ;
m. Tras ;
n. Yarosif ;
o. Zeolit.
Pasal 3
1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengeksploitasi atau mengambil bahan
galian golongan C.
2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan eksploitasi bahan galian
golongan C.
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK
Pasal 4
1) Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai jual eksploitasi galian golongan C.
2) Nilai Jual Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalihkan volume/ tionase
hasil eksploitasi dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian
golongan C.
3) Nilai sebagai mana dimaksud pada ayat (2) pada masing-masing jenis bahan galian golongan
C ditetapkan secara periodic oleh Bupati sesuai dengan harga rata-rata yang berlaku setempat.
Pasal 5
Besarnya Tarif Pajak ditetapkan sebesar 20 % ( Dua puluh persen ) dari nilai jual.
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA MENGHITUNG PAJAK
Pasal 6
1) Pajak yang terutang dipungut dalam Wilayah Kabupaten;
2) Besar Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4;
BAB V
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERHUTANG DAN SURAT
PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 7
Masa Pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Bupati sebagai dasar
untuk menghitung besarnya pajak terutang.
Pasal 8
Tahun Pajak adalah waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwin kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin.
Pasal 9
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C
dilakukan.
Pasal 10
1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
2) SPTPD sebagaimana pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda
tangani oleh Wajib Pajak serta atau kuasanya.
3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati.
BAB V
TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 11
1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) Bupati menetapkan pajak
terutang dengan menerbitkan SKPD.
2) Apabila SKPD dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu pada
waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Pasal 12
1) Wajib Pajak yang membayar sendiri, STPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1)
digunakan untuk menghitung, memperhitungkan pajak sendiri yang terutang.
2) Dalam Jangka Waktu 5 (lima) tahunsesudah terutangnya pajak,Bupati dapat menerbitkan :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDN;
3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan :
a. Apabila Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak;
b. Apabila STPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur
secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 25 % (dua puluh lima
persen) dari pajak yang kurang atau terlambat bayar untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak;
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara
jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 25 % (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan dihitung sejak saat terhutangnya pajak;
4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data
baru atau data semula yang belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak
yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus
persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus diterbitkan apabila jumlah pajak
yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit atau pajak tidak terutang ada kredit pajak .
6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka
waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 13
1) Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai
waktu yang ditentukan SPTPD, SKPD, SKPDKB, STPD.
2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak
harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang
ditentukan oleh Bupati.
3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan
menggunakan SSPD.
Pasal 14
1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menangsur pajak terutang
dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara
teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (Dua Persen) sebulan dari
jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
4) Bupati dapat memberikan persetujuan Kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak
sampai batas waktu yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (Dua Persen)
sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
5) Persyaratan untuk mendapatkan pengangsuran dan menunda pembayaran serta tata cara
pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4)
ditetapkan dengan keputusan Bupati.
Pasal 15
1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diberi bukti pembayaran dan
dicatat dalam buku penerimaan.
2) Bentuk, jenis dan isi ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan keputusan Bupati.
BAB VIII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 16
1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan
pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (Tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
2) Dalam jangka waktu 7 (Tujuh) hari setelah surat teguran atau surat peringatan atau surat lain
yang sejenis diterima oleh Wajib Pajak maka harus melunasi pajak yang terutang.
3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 17
1) Apabila jumlah pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana
yang ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis jumlah
pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa.
2) Pejabat yang ditunjuk menerbitkan surat paksa segera menerbitkan surat paksa setelah lewat
21 (Dua Puluh Satu) hari sejak surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
diterima oleh wajib pajak.
Pasal 18
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal
pemberitahuan surat paksa, pejabat yang ditunjuk segera menerbitkan surat perintah melaksanakan
penyitaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 19
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, lewat 10
(Sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan, pejabat yang
ditunjuk mengajukan permintaan menetapkan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 20
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang juru
sita memberitahukan dengan segera secara tertulis.
Pasal 21
Bentuk dan jenis formulir yang digunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan
oleh Bupati.
BAB IX
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 22
1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan
dan pembebasan pajak.
2) Tata cara pemberian pengurangan, keringan dan pembahasan pajak sebagaimana dimaksud
ayat (1) ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB X
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,
PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 23
(1) Bupati karena jabatan atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. Membetulkan SKRD atau SKPDKBT yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis,
kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan Perundang-Undangan
perpajakan daerah;
b. Membatalkan atau Pengurangan ketetapan-ketetapan pajak yang benar.
c. Mengurangi atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan
pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi atau SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana
dimaksut ayat (1) harus disampaikan selambat-lambatnya 30 (Tiga Puluh ) hari sejak tanggal
diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan pemberian alasan yang jelas.
(3) Bupati atau Penjabat yang ditunjuk paling lama 12 ( Dua Belas ) bulan sejak surat
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan
keputusan;
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 ( Dua Belas ) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Bupati atau Penjabat yang ditunjuk tidak memberikan, keputusan permohonan pembetulan,
pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan sanksi administrasi dianggap
dikabulkan. BABXI
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 24
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatannya hanya kepada Bupati atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. SKPDLB;
e. SKPDN;
f. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga Berdasarkan peraturan Perundang-
Undangan perpajakan yang berlaku;
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT dan STPD diterima oleh Wajib Pajak atau tanggal pemotongan / pemungutan oleh
( pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang jelas kecuali Wajib
Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu Tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar
keputusan );
(3) Bupati atau Pejabat yang ditunjukan dalam jangka waktu paling lama 12 ( dua belas ) bulan
sejak tanggal permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima sudah
memberikan keputusan;
(4) Apabila sudah lewat waktu 12 ( dua belas ) bulan sebagaimana dimaksut pada ayat (3) Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap
dikabulkan;
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar pajak;
Pasal 25
(1) Wajib pajak dapat mengajukan banding Kepada Badan Penyelesaian Sengketa pajak dalam
jangka waktu 3 ( tiga ) bulan setelah diterima keputusan keberatan;
(2) Mengajukan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar pajak;
Pasal 26
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada pasal 24 atau banding sebagaimana
dimaksud dalam pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan imbalan bunga 20 % (dua persen ) sebulan untuk paling lama 24 ( dua
puluh empat ) bulan;
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 27
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
Kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;
(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas ) bulan sejak
diterimanya permohonan pengembalian pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memberikan keputusan;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui, Bupati atau Penjabat
yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling
lama 1 ( satu ) bulan;
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya kelebihan pembayaran pajak sebagai
mana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang
pajak dimaksud;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 ( dua )
bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak ( SPMKP );
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 ( dua )
bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Penjabat yang ditunjuk memberikan
imbalan bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan atas terlambatnya pembayaran kelebihan
pajak;
Pasal 28
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan uang pajak lainnya, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti
pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran;
BAB XIII
DALUWARSA
Pasal 29
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi daluwarsa setelah melampaui jangka waktu
10 ( sepuluh ) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak
melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;
(2) Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertanggung apabila :
a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau;
b. Ada pengakuan utang dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
c. Diterbitkan SKPDKB atau SKPDKBT;
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 30
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi tidak benar
atau tidak lengkap atau tidak melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan
keuangan daerah dapat dipidana dengan pidan kurungan paling lama 1 ( satu ) tahun dan atau
denda sebanyak 2 ( dua ) kali pajak yang terhutang.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan
keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua ) tahun atau denda
paling banyak 4 ( empat ) kali jumlah pajak terhutang.
Pasal 31
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 tidak dituntut setelah melampaui jangka
waktu 10 ( sepuluh ) tahun sejak saat terutangnnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau
berakhirnya bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak.
BAB XV
PENYIDIK
Pasal 32
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana;
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari dan mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
perpajakan daerah tersebut.
c. Meminta keterangan dan barang bukti dan orang pribadi atau Badan sehubungan dengan
tindak pidana dibidang perpajakan daerah;
d. Memeriksa buku, catatan-catatan dan Dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana dibidang perpajakan daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukaan, catatan dan
dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitan terhadap barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
dibidang perpajakan daerah;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang
dibawa sebagaimana dimaksud huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah;
i. Memangil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidik tindak pidana dibidang
perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan;
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku;
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Pelaksanan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Bupati
Pasal 34
Peraturan Daerah ini dimulai pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatan dan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 29 Februari 2004
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 15 Maret 2004
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
( Drs PIET J. DADIE )
NIP. 530 003 050
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 01 SERI : B
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 07 TAHUN 2004
TENTANG
PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C
I. PENJELASAN UMUM
Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Juncto Undang-undang 34 Tahun 2000 telah menetapkan perpajakan
sebagai salah satu perwujudan kewajiban warga negara terhadap pemerintah kabupaten,
dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 ditegaskan bahwa pajak daerah
diatur dengan peraturan daerah.
Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang pada
prinsifnya menegaskan bahwa pendapatan asli daerah antara lain pajak daerah diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan
daerah, untuk meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat dengan demikian.
Daerah mampu otonomi yaitu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Peraturan daerah ini mengatur tentang tata cara pemungutan pajak pada jenis
tambang yang termasuk galian golongan C, dimana bahan tersebut sangat di butuhkan
untuk berbagai macam pembagunan sesuai keperluan penggunaan masing-masing
pengguna bahan galian tersebut yang pada saat ini diperlukan di Kabupaten Lamandau.
Bahan-bahan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Batu Berat (Batu Gunung/Batu belah);
b. Batu Latrit;
c. Batu setengah Permata;
d. Batu Kerikil/ Koral;
e. Pasir Kuarsa;
f. Perlit;
g. Phospat;
h. Talk;
i. Tanah Serap (Fullers Earth);
j. Tanah Diatome;
k. Tanah Liat;
l. Tras;
m. Yarosil;
n. Zeolit;
o. Pasir Pasang (untuk bangunan);
p. Pasir Uruk;
q. Tanah Uruk;
r. Batu Bata.
Sejalan dengan semakin pesatnya pembangunan di Kabupaten Lamandau dan
penggunaan bahan semakin meningkat tentu hal tersebut memberikan suatu nilai tambah
bahi pemasukan PAD Kabupaten Lamandau apabila hal tersebut dijadikan salah satu
sumber pemasukan daerah. Oleh sebab itu pemerintah Kabupaten Lamandau membuat
suatu kebijakan dengan membentuk peraturan daerah yang mengatur bagaimana dasar-
dasar pengenaan pajak dan tarif pajak, tata cara perhitungan dan penetapan pajak, tata
cara pembayaran, tata cara penagihan dan lainnya akan diatur dalam peraturan daerah
tentang Pajak Galian Golongan C. Disamping itu sebagai upaya penataan dan pengaturan
kembali pajak galian golongan C di Kabupaten Lamandau yang masih belum baku dan
masih menggunakan standar harga Kabupaten Kotawaringin Barat. Dimana penataan
tersebut akan dilakukan sesuai dengan keadaan dan kondisi Kabupaten Lamandau serta
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan pembentukan peraturan daerah ini menetapkan kebijakan dan arah bagi
pemerintah Kabupaten Lamandau dalam melaksanakan pemungutan pajak galian
golongan C, sekaligus menetapkan peraturan untuk menjamin penerapan prosedur
pemungutannya. Walaupun pada hakekatnya pajak pengambilan Bahan Gailan Golongan
C merupakan beban masyarakat namun tetap dijaga kebijakan tersebut dapat memberikan
beban yang adil.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Ayat 1
Eksploitasi bahan galian golongan C adalah pengambilan bahan galian
golongan C
dari sumber alam didalam dan atupun permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 3
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Yang dimaksud dengan nilai pasar adalah harga rata-rata yang berlaku dilokasi
setempat dalam Kabupaten Lamandau yang bersangkutan. Apabila nilai pasar
dari
hasil pengambilan bahan galian golongan C sulit diperoleh, maka digunakan
harga
stándar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang
penambangan
galian golongan C
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Yang dimaksud pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat kegiatan
eksploitasi
bahan galian golongan C dilakukan adalah apabila galian tersebut diambil
dan
pembayaran tidak dilakukan pada saat itu juga.
Pasal 10
Ayat 1
SPTPD adalah singkatan dari Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yaitu Surat
yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran
pajak
yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat 1
SKPD adalah singkatan Surat Ketetapan Pajak Daerah yaitu Surat keputusan
yang
menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang.
Ayat 2
STPD adalah singkatan Surat Tagihan Pajak Daerah yaitu surat yang
digunakan untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa
bunga dan denda.
Pasal 12
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
a. SKPDKB adalah singkatan Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yaitu
surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang,
jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b. SKPDKBT adalah singkatan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Tambahan yaitu surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah
pajak yang akan terutang.
c. SKPDN adalah singkatan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yaitu Surat
Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya
dengan kredit pajak atau tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Pasal 13
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
SSPD adalah singkatan Surat Setoran Pajak Daerah yaitu surat yang
digunakan
wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke
kas daerah atau ketempat lain yang ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 14
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Ayat 5
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Ayat 1
Permohonan pengurangan keringanan dapat diberikan kepada wajib pajak
setelah
diteliti dan diyakini bahwa wajib pajak yang bersangkutan tidak dapat
melunasi
seluruhnya atau sebagian kewajibannya disebabkan karena hal-hal yang tidak
dapat
dihindarkan.
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 23
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Pasal 24
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Ayat 5
Cukup Jelas
Pasal 25
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Ayat 5
Cukup Jelas
Ayat 6
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Ayat 1
Penagihan pajak akan menjadi tidak berlaku lagi apabila telah lewat masa
penagihan
10 tahun terutang saat terhitungnya pajak. Kecuali si-wajib pajak melakukan
tindak
pidana dibidang perpajakan daerah.
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 30
Ayat 1
Apabila karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi tidak
benar dan atau tidak lengkap dan atau tidak melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah maka wajib si-wajib pajak dapat dituntut dengan
pidana kurungan paling lama 1 tahun dan atau denda 2 kali pajak terutang sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku.
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 07 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 08 TAHUN 2004
TENTANG
RETRIBUSI IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a. bahwa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna menunjang
pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan, maka
perlu memungut Retribusi Ijin Usaha Jasa Konstruksi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a
diatas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Lamandau.
1. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 );
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3685 ); sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI Nomor 34
Tahun 2000 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4048 );
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833 );
4. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839 );
5. Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 72, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848 );
6. Undang-undang Nomor 5 tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang
Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di
Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4180 );
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258 );
8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Peran
Masyarakat dalam Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3956 );
9. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3956 );
10. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Penyelanggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahum 2000 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3957 );
11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-produk Hukum
Daerah;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Bentuk Produk-Produk Hukum Daerah;
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2001 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lamandau;
3. Bupati adalah Bupati Lamandau;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau;
5. Pejabat adalah Pegawai Negeri yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
6. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan,
Yayasan, Lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya;
7. Perusahaan Jasa Konstruksi adalah orang / badan usaha yang bergerak dibidang usaha jasa
konstruksi dan meliputi kegiatan usaha usaha jasa konsultasi konstruksi ( konsultan ) dan
kegiatan usaha jasa pelaksana konstruksi ( kontraktor );
8. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan
jasa pelaksana pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan
konstruksi;
9. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;
10. Klasifikasi penggolongan badan usaha / perusahaan berdasarkan bidang dan sub bidang
keahliannya;
11. Tenaga Teknik adalah tenaga dengan latar belakang pendidikan serendah-rendahnya
Sekolah Teknik Menengah / Sekolah Menengah Kejuruan bidang Teknik dan mempunyai
Nomor Kode Tenaga Teknik ( NKTT ) serta memiliki sertifikat keterampilan kerja dan
sertifikat keahlian kerja;
12. Tenaga Tugas Penuh adalah tenaga teknik dan non teknik yang bekerja pada perusahaan
dan tidak merangkap pada perusahaan lain;
13. Penanggung Jawab Perusahaan adalah Direksi / Pimpinan perusahaan untuk kantor pusat
dan kepala cabang untuk kantor cabang;
14. Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi, yang selanjutnya disebut SIUJK adalah ijin yang
diperlukan bagi perusahaan jasa konstruksi untuk dapat melakukan kegiatan di bidang
usaha jasa konstruksi;
15. Surat Permohonn Ijin yang selanjutnya disebut SPI adalah surat permohonan untuk
mendapat SIUJK;
16. Pemohon SIUJK adalah badan usaha yang telah mendapatkan pengesahan dari
Pengadilan Negeri setempat yang mengajukan permohonan SIUJK;
17. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
18. Retribusi Perijinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah
dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan hukum yang dimaksudkan
untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas sarana atau fasilitas
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan;
19. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Perundangan retribusi
diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungutan atau
pemotongan retribusi tertentu;
20. Surat Pemberitahuan Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat SPTRD adalah surat
yang digunakan wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran yang
terutang menurut Peraturan Perundangan Retribusi;
21. Perhitungan Retribusi Daerah adalah perincian besarnya retribusi yang harus dibayar oleh
wajib retribusi;
22. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat
keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
23. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat
SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atau jumlah Retribusi
Daerah yang telah ditetapkan;
24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB
adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena
jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutama atau tidak seharusnya
terutang;
25. Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib
retribusi sesuai dengan SKRD atau STRD ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk
dengan batas waktu yang telah ditentukan;
26. Surat Setoran Retribusi Daerah yang dapat disingkat SSRD adalah surat yang digunakan
oleh wajib retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang
ke Kas Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati;
27. Uang Retribusi Daerah adalah sisa utang retribusi atas nama retribusi yang tercantum
pada STRD, SKRDKB atau SKRDKBT yang belum kadaluwarsa dan retribusi lainnya
yang masih terutang;
28. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat STRD adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
29. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib
retribusi untuk memanfaatkan jasa pelayanan dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
30. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu menerangkan tindak pidana di bidang
retribusi.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2
(1) Dengan nama Retribusi Ijin Usaha Jasa Konstruksi dipungut retribusi sebagai pembayaran
atas jasa pelayanan pemberian izin di bidang Usaha Jasa Konstruksi.
(2) Objek Retribusi adalah setiap bentuk usaha yang melaksanakan kegiatan di bidang Usaha
Jasa Konstruksi.
(3) Subjek Retribusi adalah orang pribadi dan atau badan hukum yang memperoleh Ijin
Usaha Jasa Konstruksi dari Pemerintah Daerah.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI DAN WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 3
(1) Retribusi Ijin Usaha Jasa Konstruksi termasuk golongan retribusi perizinan tertentu.
(2) Retribusi dipungut di wilayah Kabupaten Lamandau.
BAB IV
KETENTUAN PERIZINAN
Pasal 4
(1) Setiap orang dan atau badan usaha yang bergerak di bidang Usaha Jasa Konstruksi wajib
memiliki Ijin Usaha Jasa Konstruksi.
(2) Tata cara dan syarat-syarat untuk memperoleh Ijin Usaha Jasa Konstruksi ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
BAB V
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 5
Tingkat penggunaan Jasa Ijin Usaha Jasa Konstruksi didasarkan atas golongan usaha :
a. Perusahaan Kecil
Perusahaan yang memiliki modal kerja minimum ( modal disetor atau total kekayaan bersih )
perusahaan adalah Rp. 0 ( nol rupiah ) sampai dengan Rp. 1.000.000.000 ( Satu milyar
rupiah );
b. Perusahaan Menengah
Perusahaan yang memiliki modal kerja minimum ( modal disetor atau total kekayaan
bersih ) perusahaan adalah diatas Rp. 1.000.000.000,- ( satu milyar rupiah ) sampai dengan
Rp. 10.000.000.000; ( Sepuluh Miliard rupiah );
c. Perusahaan Besar
Perusahaan yang memiliki modal kerja minimum ( modal setor atau total kekayaan
bersih )
perusahaan adalah diatas Rp. 10.000.000.000,- ( Sepuluh milyar rupiah ).
BAB VI
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 6
Prinsip dan sasaran dalam penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Ijin Usaha Jasa
Konstruksi didasarkan pada kebijakan Daerah dengan memperhatikan biaya penyelenggaraan
pelayanan dan mempertimbangkan kemampuan masyarakat serta aspek keadilan.
Pasal 7
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi IUJK ditetapkan berdasarkan atas golongan usaha
sebagaimana dimaksud Pasal 4 Peraturan Daerah ini.
(2) Besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan sebagai
berikut :
No.
JENIS RETRIBUSI
IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI
TARIF RETRIBUSI
BARU
WAJIB DAFTAR ULANG
SETIAP TAHUN
1. 2. 3.
Perusahaan Kecil Perusahaan Menengah Perusahaan Besar
Rp. 500.000,-
Rp. 1.500.000,-
Rp. 2.500.000,-
Rp. 250.000,-
Rp. 500.000,-
Rp. 1.000.000,-
(3) Ijin Usaha Jasa Konstruksi yang telah habis masa berlakunya dan atau IUJK yang telah
dicabut atau hilang dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati melalui
Dinas Pekerjaan Umum Daerah untuk mendapatkan IUJK yang baru dan dikenakan
retribusi sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini.
BAB VII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 8
(1) Masa Retribusi adalah selama IUJK berlaku untuk jangka waktu 5 ( lima ) tahun dan
wajib didaftar setiap tahun.
(2) Retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
Pasal 9
(1) Setiap wajib retribusi wajib mengisi SPTRD.
(2) SPTRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini harus diisi dengan jelas, benar dan
lengkap serta ditandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya.
(3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian serta pengembalian SPTRD ditetapkan oleh Bupati
atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 10
(1) Penetapan Retribusi berdasarkan SPTRD dengan menerbitkan SKRD.
(2) Dalam hal SPTRD tidak dipenuhi oleh wajib retribusi sebagaimana mestinya, maka
diterbitkan SKRD karena jabatan.
(3) Bentuk, isi SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini ditetapkan oleh Bupati
atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 11
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan atau data yamg semula
belum terungkap sehingga menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka
dikeluarkan SKRD tambahan.
BAB VIII
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 12
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Bentuk dan isi SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan ditetapkan oleh Bupati atau
pejabat yang ditunjuk.
BAB IX
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 13
(1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai / lunas.
(2) Tata cara pembayaran, penyetoran, penagihan dan tempat pembayaran retribusi ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 14
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar dikenakan
Sanksi Administrasi berupa denda sebesar 5 % ( lima perseratus ) setiap bulannya dari
besarnya Retribusi Terutang yang tidak atau kurang bayar dan tagihan menggunakan SKRD.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 15
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan
Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 6 ( Enam ) bulan dan atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 16
(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai
Negeri Sipil ( PPNS ) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
Peraturan Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah ini.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) karena kewajibannya mempunyai
wewenang :
a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat atau benda
f. Mengambil sidik Jari dan memotret seorang tersangka.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h. Mandatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(3) Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) membuat dan menanda tangani Berita
Acara setiap tindakan tentang :
a. Pemeriksaan tersangka;
b. Pemasukan rumah;
c. Penggeledahan rumah / tempat-tempat tertutup;
d. Penyitaan benda / barang bukti;
e. Pemeriksaan surat;
f. Pemeriksaan saksi;
g. Pemeriksaan di tempat kejadian dan mengirimkannya kepada Penuntut Umum dan
khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini memberiahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya
akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 18
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 29 Pebruari 2004
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 15 Maret 2004
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
(Drs. PIET J. DADIE)
NIP. 530 003 050
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 04 SERI : C
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 08 TAHUN 2004
TENTANG
RETRIBUSI IJIN USAHA JASA KONTRUKSI
II. PENJELASAN UMUM
Untuk menunjang pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintahan Kabupaten Lamandau sehingga terciptanya kesinambungan pelaksanaan
program pembangunan dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka
diperlukan suatu usaha yang benar-benar dapat memberikan masukan PAD yang mana
nantinya hasil tersebut digunakan untuk membantu pembangunan di Kabupaten
Lamandau. Hal tersebut dapat mewujudkan dengan suatu usaha Pemerintah Daerah
melalui pembentukan Perda Retribusi Ijin Usaha Jasa Kontruksi.
Jasa kontruksi merupakan jasa yang berhubungan dengan pelaksanaan
pembangunan prasarana dan atau sarana fisik yang dalam pelaksanaan. Penggunaan dan
pemanfaatannya menyangkut kepentingan dan keselamatan masyarakat pemakai
prasarana dan sarana tersebut serta ketertiban pembangunan dan lingkungan yang
meliputi :
1. Perencanaan umum
2. Stuasi kelayakan
3. Survei
4. Perncanaan Teknis
5. Manajemen Kontruksi
6. Transper Produk
Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Juncto Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 telah menetapkan
perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban terhadap pemerintah. Dalam pasal 4
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 ditegaskan bahwa pajak daerah diatur dengan
peraturan daerah.
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang prinsifnya
menegaskan bahwa pendapatan asli daerah antara lain pajak daerah diharapkan menjadi
salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah
yang tujuannya meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat sehingga mampu
melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002.
Dengan pertimbangan yang matang maka pemerintah membuat suatu kebijakan
membentuk peraturan daerah yang mengatur tentang retribusi ijin usaha jasa kontruksi
yang tujuannya untuk meningkatkan PAD Kabupaten Lamandau dengan tidak
mengurangi manfaat dan tujuan yang telah ditetapkan serta peraturan daerah ini mengatur
tentang dasar pengenaan dan tata cara pemungutan, tata cara pembayaran, penentuan
perijinan dan segala yang menyangkut dengan peraturan daerah tentang retribusi ijin
usaha kontruksi. Disamping itu sebagai upaya penataan dan pengaturan kembali peraturan
daerah retribusi ijin usaha jasa kontruksi Kabupaten Lamandau yang masih belum baku
dimana penataan tersebut akan disesuaikan dengan keadaan yang ada di Kabupaten
Lamandau serta tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Objek Retribusi adalah setiap bentuk usaha yang melaksanakan kegiatan
dibidang
usaha jasa kontruksi
Ayat 3
Subjek retribusi adalah orang pribadi dan atau badan hukum yang memperoleh
ijin
usaha jasa kontruksi dari pemerintah daerah
Pasal 3
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 5
Tingkat penggunaan jasa ijin usaha jasa kontruksi didasarkan atas golongan usaha :
a. Perusahanan kecil, perusahaan yang memiliki modal kerja minimum (modal disetor
atau total kekayaan bersih) 0 (nol rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000 (Satu
Milyar Rupiah).
b. Perusahaan menengah, perusahaan yang memiliki modal kerja minimum 0, modal
sitetor atau kekayaan bersih) diatas Rp. 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah) sampai
dengan Rp. 10.000.000.000 (Sepuluh Milyar Rupiah).
c. Perusahaan Besar, perusahaan yang memiliki modal kerja minimum 0, modal disetor
atau total kekayaan bersih) diatas Rp. 10.000.000.000 (Sepuluh Milyar Rupah).
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat 1
Massa retribusi adalah selama IUJK berlaku untuk jangka waktu 5 (lima)
Tahun
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Pasal 17
1. Tata cara dan syarat untuk memperoleh ijin usaha jasa kontruksi sesuai dengan
yang diatur selanjutnya dengan keputusan Bupati
2. Yang dimaksud dengan hal-hal yang belum diatur sepanjang mengenai
pelaksanaannya adalah menyangkut tata cara pembayaran, pengeluaran,
penagihan dan tempat pembayaran.
Pasal 18
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 08 SERI : C
PERRATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 20 TAHUN 2004
T E N T A N G
P A J A K R E K L A M E
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah, maka untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah guna menunjang pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintahan perlu memungut Pajak Reklame;
bahwa untuk melaksanakan pungutan sebagaimana dimaksud huruf a
diatas perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Reklame.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685)
sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2000 ( Lembaran Negara Republik Iindonesia Tahun
2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Repbulik Indonesia Nomor
4048);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di
Propinsi Kalimantan Tengah ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4180 );
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indoensia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoensia Nomor
4437);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
( Lembaran Negara Republik Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438 );
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran
6.
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang
Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
8.
9.
10.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1993 Tentang
Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata
Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah;
11.
Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik
Penyusunan dan Materi Muatan Produk – produk Hukum Daerah;
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2001 tentang Bentuk
Produk – produk Hukum Daerah;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur
Penyusunan Produk Hukum Daerah;
14. Keputusan Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran
Daerah dan Berita Daerah;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten
Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor
01 Seri D );
16. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kabupaten Lamandau ( Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau
Tahun 2004 Nomor : 02 Seri : D );
17. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau
Nomor 20 Tahun 2004. tanggal 9 Desember 2004 tentang Pajak Reklame.
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TENTANG PAJAK REKLAME.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah Otonomi yang lain sebagai
Badan Eksekutif Daerah;
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjudnya disebut
DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah;
4. Bupati adalah Bupati Lamandau;
5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
6. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah sesuai
dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku;
7. Pajak Reklame yang selanjutnya disingkat Pajak adalah Pungutan daerah atas
penyelenggaraan reklame;
8. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan
corak ragamnya untuk tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik
perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat
dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan
oleh pemerintah;
9. Panggung / lokasi reklame adalah suatu sarana dan atau tempat pemasangan satu atau
beberapa buah reklame;
10. Penyelenggaraan reklame adalah perorangan atau badan hukum yang menyelenggarakan
reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang
menjadi tanggungannya;
11. Kawasan / zone adalah batasan – batasan wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan
wilayah tersebut yang dapat digunakan untuk pemasangan Reklame;
12. Nilai Jual Obyek Pajak adalah keseluruhan pembayaran/ pengeluaran biaya yang
dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame termasuk dalam hal ini adalah
biaya / harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran / ongkos
perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi
pengangkutan dan lain sebagainya sampai dengan bangunan reklame rampung,
dipancarkan, diperagakan, ditayangkan, dan atau terpasang ditempat yang telah
diijinkan;
13. Nilai Strategis Lokasi Reklame adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi
pemasangan reklame tersebut berdasarkan kriteria kedapatan pemanfaatan tata ruang
kota untuk berbagai aspek kegiatan dibidang usaha;
14. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah Surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembeyaran pajak yang
terhutang menurut peraturan perundang – undangan perpajakan daerah;
15. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjunya disingkat SSPD adalah surat yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melaksankan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditetapkan oleh Bupati;
16. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat keputusan
yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang;
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB
adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sangsi adminitrasi
dan jumlah pajak yang masih harus dibayar;
18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan;
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit
pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
20. Surat Ketetapan Pajak Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat keputusan
yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
21. Surat Tagiham Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak atau sangsi adminitrasi berupa bunga dan atau denda.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUMBER PAJAK
Pasal 2
(1) Dengan nama Pajak Reklame dipungut Pajak atas setiap penyelenggaraan Reklame.
(2) Obyek Pajak adalah semua penyelenggara Reklame
(3) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Reklame Papan / Billboard / Megatron;
b. Reklame Kain;
c. Reklame Melekat (Striker);
d. Reklame Selebaran;
e. Reklame Berjalan, termasuk Kendaraan;
f. Reklame Udara;
g. Reklame Suara;
h. Reklame Film / Slide;
i. Reklame Peragaan;
Pasal 3
Dikecualikan dari obyek pajak adalah :
a. Penyelenggaraan Reklame oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
b. Penyelenggaraan Reklame Melalui Televisi, Radio, Warta Harian;
c. Penyelenggaraan Reklame Kegiatan sosial.
Pasal 4
(1) Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau memesan
Reklame.
(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan Reklame.
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIP PAJAK
Pasal 5
(1) Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Sewa Reklame.
(2) Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan, lama
pemasangan, nilai strategis, lokasi dan jenis reklame.
(3) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pribadi atau badan yang memanfaatkan reklame
untuk kepentingan sendiri, maka nilai sewa reklame dihitung berdasarkan besarnya
pemasangan, pemeliharaan, nilai strategis lokasi dan jenis reklame.
(4) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga maka nilai sewa reklame
ditentukan berdasarkan jumlah pembayaran untuk suatu masa pajak / masa
penyelenggaraan reklame dengan memperhatikan biaya pemasangan, pemeliharaan,
lamanya pemasangan, nilai trategis lokasi dan jenis reklame.
(5) Hasil perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud ayat (2) dinyatakan
dalam bentuk tabel dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati:
Pasal 6
Tarip Pajak ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen).
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA
PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 7
(1). Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Daerah.
(2). Besarnya Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5.
BAB V
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT
PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 8
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan penyelenggaraan reklame.
Pasal 9
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan reklame.
Pasal 10
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.
(3). SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati selambat
– lambatnya 15 ( lima belas ) hari setelah berakhirnya masa pajak.
(4). Untuk pelanggan listrik PLN, Daftar rekening listrik yang diterbitkan oleh PLN
merupakan STPD.
(5). Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati.
BAB VI
TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 11
(1). Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1), Bupati menetapkan
pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.
(2). Apabila pemungutan pajak berkerja sama dengan PLN, rekening listrik dipersamakan
dengan SKPD.
(3). Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah
lewat waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sangsi
adminitrasi berupa bunga sebesar 2% (dua Persen) sebulan dan ditagih dengan
menerbitkan STPD.
Pasal 12
(1) Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat
(1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang
terutang.
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah
dapat menerbitkan :
a. SSKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDN.
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a duterbitkan :
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar, dikenakan sangsi adminitrasi berupa bunga sebesar 2% (
dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak terutangnya
pajak.
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah
ditegur secara tertulis, dikenakan sangsi adminitrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua
pesen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan, dan dikenakan sangsi anminitrasi berupa kenaikan sebesar 25% ( dua
puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sangsi adminitrasi sebesar 2 % ( dua
persen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk
jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak saat
terutangnya pajak.
(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan
data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi adminitrasi berupa kenaikan sebesar
100 % ( seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak
yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak mau atau tidak sepenuhnya
dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD
ditambah dengan sanksi adminitrasi berupa bunga 2% ( dua persen) sebulan.
(7) Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 13
(1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati
sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKBT dan STPD.
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat – lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu
yang ditentukan oleh Bupati.
(3) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan
menggunakan SSPD.
Pasal 14
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak
terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(3) Anggasuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan
secara teratur dan berturut – turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% ( dua persen )
sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar.
(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran
pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dengan dikenakan bunga 2 % (dua persen ) sebulan dari jumlah pajak yang
belum atau kurang bayar.
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara
pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4),
ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 15
(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 diberikan tanda bukti
pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.
(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.
BAB VIII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 16
(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan
pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 ( tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan
atau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.
(3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat.
Pasal 17
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu
sebagaimana ditentukan dalam surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditaging dengan Surat Paksa.
(2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu ) hari sejak
Tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
Pasal 18
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah
tanggal pemberitahuan Surat Paksa, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan.
Pasal 19
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah
lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,
Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 20
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang,
Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pasal 21
Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah
ditetapkan oleh Bupati.
BAB IX
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 22
(1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan,
keringanan dan pembebasan pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1). ditetapkan Bupati.
BAB X
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN
PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANGSI ADMINITRASI
Pasal 23
(1) Bupati karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam
penerapan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar.
c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi adminitrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan
Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi adminitrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak
kepada Bupati atau Pejabat selambat –lambatnya 30 ( tiga puluh ) hari sejak tanggal
diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang
jelas.
(3) Bupati atau Pejabat paling lama 3 (tiga ) bulan sejak surat permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (tiga)
Bupati atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan,
pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi adminitrasi dianggap
dikabulkan.
BAB XI
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 24
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. SKPDLB;
e. SKPDN.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 ( tiga) bulan sejak tanggal, SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib
Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasanya.
(3) Bupati atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 ( dua belas) bulan sejak tanggal
surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah
memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas ) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Bupati atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap
dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar pajak.
Pasal 25
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.
(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar pajak.
Pasal 26
Apabila pengajuan keberatan sebagaiman dimaksud pada pasal 24 atau banding sebagaimana
dimaksud pada pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambahkan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 27
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
kepada Bupati Daerah atau Pejabat secara tertulis dengan menyebutkan
sekurang – kurangnya :
a. Nama dan alamat Wajib Pajak;
b. Masa Pajak;
c. Besarnya kelebihan pembayran pajak;
d. Alasan yang jelas.
(2) Bupati atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 ( dua belas ) bulan sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Bupati atau
Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (
satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua)
bulan sejak diterbitkan SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak (SPMKP).
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (
dua ) bulan sejak diterbitkan SKPDLB, Bupati atau Pejabat memberikan imbalan bunga
sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
BAB XIII
K E D A L U W A R S A
Pasal 29
(1). Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5
( lima ) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak
melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.
(2). Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau;
b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 30
(1) Wajib Pajak karena kealpaanya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan daerah dapat dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 1
(satu ) tahun dan atau denda paling banyak 2 ( dua ) kali jumlah pajak yang terutang.
(2) Wajip Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua )
tahun atau denda paling banyak 4 ( empat) kali Jumlah pajak terutang.
Pasal 31
Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 30 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu
10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.
BAB XV
P E N Y I D I K A N
Pasal 32
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
daerah.
(2) Wewenang penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana perpajakan daerah tersebut;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan – catatan dan dekumen – dekumen lain berkenaan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;
e. Melakuan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan
dan dokumen – dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dibidang perpajakan daerah;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada
saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindakan pidana
dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan;
(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tetang
Hukum Acara Pidana.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 34
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatanya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 9 Desember 2004
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 9 Desember 2004
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
(Ir. MARUKAN)
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 8 SERI : B
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 20 TAHUN 2004
TENTANG
P A JA K R E K L A M E
PENJELASAN UMUM
Sebagai penunjang pembangunan pendapatan asli daerah haruslahditingkatkan
baik melalui pajak-pajak daerah maupun retribusi-retribusi daerah.
Begitu pula halnya Kabupaten Lamandau memerlukan dana yang besar sebagai
pembiayaan pembangunan baik yang bersifat fisik maupun non fisik, hal ini dapat kita
lihat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125 dan Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437, menyebutkan bahwa setiap daerah berhak
menyelenggarakan Otonomi Daerah yang artinya kewenangan penyelenggaraan
pemerintahan ada pada daerah itu sendiri oleh sebab itu sebagai kebijakan pemerintah
daerah sebagai sarana peningkatan PAD maka dibentuklah peraturan daerah tentang Pajak
Reklame.
Yang salah satunya mengatur tentang penyelenggaraan reklame yang ada di
Kabupaten Lamandau dimana reklame itu sendiri adalah benda, alat, perbuatan atau
media yang menurut bentuk sasaran dan corak ragamnya untuk tujuan komersial yang
dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau menjukkan suatu barang, jasa
atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang
yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar dari satu tempat oleh
umum kecuali dilakukan oleh pemerintah.
Pajak reklame dapat digolongkan menjadi :
Reklame Papan/ Blecbort/Megatron
Reklame Kain
Reklame melekat (stiker)
Reklame sebaran
Reklame berjalan termasuk kendaraan
Reklame Udara
Reklame Suara
Reklame filin/ seide
Reklame peragaan
Peraturan daerah tentang Pajak Reklame mengatur tentang objek dan subjek
pajak, sumber pajak, dasar pengenaan pajak dan tariff pajak, wilayah pemungutan dan
tata cara perhitungan pajak, masa pajak, saat pajak terutang dan surat pemberitahuan
pajak daerah, tata cara perhitungan dan penetapan pajak, tata cara pembayaran, tata cara
penagihan, pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak, pembentulan, pembatalan,
pengurangan ketetapan dan penghapusan, pengurangan sanksi administrasi dan hal-hal
lain yang berkenaan dengan peraturan daerah ini.
Selain itu penggunaan peraturan daerah ini dilakukan berdasarkan 4 azas
yaitu :
1. azas yuridis, bahwa pearturan daerah yang dibentuk harus dapat memberikan jaminan
hokum, bagi daerah maupun masyarakat daerah tersebut yang artinya bahwa
pengenaan pajak harus berdasarkan undang-undang
2. azas keadilan, bahwa peraturan daerah yang dibentuk harus seadil-adil mungkin
dalam penentuan pajak yang akan dipungut artinya bahwa kepentingan masyarakat
merupakan dasar keadilan dalam pemungutan pajak.
3. azas ekonomis, bahwa peraturan daerah yang dibentuk jangan menghambat lancarnya
produksi dan perdagangan dan menghalangi rakyat dalam usahanya mencari
kebahagian maupun merugikan kepentingan umum
4. azas financial, bahwa pajak yang diatur dalam peraturan daerah haruslah sekecil
mungkin. Disamping itu untuk menghindarkan tertimbunnya tunggakan pajak, maka
haruslah selalu diteliti apakah syarat-syarat penting telah dipenuhi untuk memungut
pajak dengan efektif.
Dengan berpedoman kepada 4 azas tersebut peraturan daerah tentang pajak
reklame dapat diselenggarakan dengan baik dan memberikan nilai tambah bagi
pendapatan asli daerah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Reklame papan/ billbord/ megatron
Reklame Kain : Reklame yang terbuat dari kain dengan ukuran tertentu
(spanduk)
Reklame melekat (stiker)
Reklame sebaran
Reklame berjalan termasuk kendaraan
Reklame Udara
Reklame Suara
Reklame filin/ seide
Reklame peragaan
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat 1 dan 2
Cukup Jelas
Pasal 5
Ayat 1,2,3,4 dan 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat 1
Pajak yang terutang dipungut diwilayah daerah yaitu daerah dimana pajak
reklame
itu dipungut
Ayat 2
Besarnya pajak yang terutang dapat dihitung dengan cara tarif pajak 15 % x
nilai
sewa reklame
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat 1
SPTPD singkatan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah adalah surat yang
dipergunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran
pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Ayat 5
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Pajak yang dipungut melalui rekening listrik hanya dapat dilakukan
apabila
pemungutan pajak melakukan kerjasama dengan PLN yang sama
penggunaannya
dengan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah).
Ayat 3
Setiap pajak terutang tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu yang
telah
ditentukan yaitu 30 hari sejak SKPD diterima maka dikenakan sanksi berupa
bunga
2 % dari besarnya pajak.
Pasal 12
Ayat 1,2 dan 3
Cukup Jelas
Ayat 4,5,6 dan 7
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat 1,2 dan 3
Cukup Jelas
Pasal 14
Ayat 1,2,3 dan 4
Cukup Jelas
Ayat 5
Ditetapkan dengan Keputusan Bupati, sebagai pelaksanaan peraturan daerah ini.
Pasal 15
Ayat 1 dan 2
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat 1,2 dan 3
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat 1 dan 2
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Ayat 1 dan 2
Cukup Jelas
Pasal 23
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3 dan 4
Cukup Jelas
Pasal 24
Ayat 1,2,3, 4 dan 5
Cukup Jelas
Pasal 25
Ayat 1 dan 2
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat 1,2 dan 3
Cukup Jelas
Ayat 4,5 dan 6
Cukup Jelas
Pasal 28
Ayat 1 dan 2
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 15 SERI : B
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 21 TAHUN 2004
T E N T A N G
P A J A K H O T E L
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000 tentang Perubahan atas undang-Undang Nomor 18 tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka untuk
meningkatkan Pendapatan asli Daerah guna menunjang pelaksanaan
pembangunan dan penyelnggaraan pemerintah perlu memungut
Pajak Hotel
bahwa untuk melaksanakan pungutan sebagaimana dimakud huruf a
diatas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Hotel.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonseia Nomor 3209 );
Undang – Undang RI nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang
RI Nomor 34 Tahun 2000 ( Lembaran Negara Republik Iindonesia
Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Repbulik
Indonesia Nomor 4048);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten
Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 4180 );
Undang – Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437);
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara
7.
8.
9.
11.
12.
13.
14.
Republik Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
republik Indonesia Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang – Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3258):
Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Republik Indinesia Tahun 2001 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4238);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1993 Tentang
Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang
Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 21 Tahun 2001 tentang
Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk – Produk Hukum
Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Bentuk Bentuk Produk – Produk Hukum Daerah;
15.
16.
17.
18.
19.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2001 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2001 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah;
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 2 Tahun 2004
tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan otonomi Daerah di
Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 1 Seri : D );
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 3 Tahun 2004
tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata
Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau ( Lembar Daerah
Kabupaten Lamandau tahun 2004 Nomor : 2 Seri : D );
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau
Nomor 21 Tahun 2004. tanggal 9 Desember 2004 tentang Pajak
Hotel.
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
PAJAK HOTEL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau;
3. Bupati adalah Bupati Lamandau;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau;
5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
6. Pajak Hotel yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan daerah atas pelayanan hotel;
7. Hotel adalah bangunan khusus disediakan bagi orang untuk menginap / istirahat,
memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk
bangunan yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama kecuali pertokoan
dan perkantoran;
8. Pengusaha Hotel adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel
untuk dan atas nama sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi
tanggungannya;
9. Tempat usaha adalah lokasi untuk melakukan usaha yang dilaksanakan secara teratur
dalam bidang usaha tertentu dengan maksud mencari keuntungan dan atau laba;
10. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan Peraturan
Perundang-undangan Perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak
terutang termasuk pemungut atau pemotongan pajak tertentu;
11. Penginap adalah orang pribadi yang menginap atau istirahat yang memperoleh pelayanan
dan atau fasilitas lainnya dihotel dengan dipungut bayaran;
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah Surat
yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan/ atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak dan/ atau harta dan
kewajiban menurut Peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah;
Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah Surat yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang beserta kewajiban perpajakan lainnya ke Kas Daerah atau ketempat lain yang
ditetapkan oleh Bupati;
Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat
Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang;
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB
adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pambayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi dan jumlah yang harus dibayar;
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah
pajak yang telah ditetapkan;
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB
adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak,
karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang;
18.
19.
20.
21.
22.
Surat Ketetapan Pajak Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Ketetapan Pajak yang menetukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah Surat untuk
melakukan tagihan pajak dan/ atau sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau denda;
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan
mengelola data atau keterangan lainnya dalam rangka mengawasi kepatuhan
pemenuhan kewajiban Pajak Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku;
Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan Penyidikan;
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya;
BAB II
NAMA OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK
Pasal 2
Dengan nama Pajak Hotel dipungut pajak atas setiap pelayanan hotel.
Pasal 3
(1) Objek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran di hotel.
(2) Pelayanan yang disediakan di hotel sebagaiman dimaksud ayat (1) meliputi :
a. Fasilitas Penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain, gubuk
pariwisata/ pondok wisata ( cottage ), motel, wisma pariwisata, pesenggerahan (
hotel), losmen dan rumah penginapan, termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 10
(sepuluh) atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan.
b. Pelayanan penunjang antara lain telepon, faxsimile, telex, fotocopy, pelayanan, cuci,
setrika, taksi dan pengangkutan lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.
c. Fasilitas olah raga dan hiburan antara lain : Pusat kebugaran ( fietness center) kolam
renang, tenis, golp, karoke, pub, diskotik yang disediakan dan dikelola hotel yang
dipergunakan oleh tamu hotel.
d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
(3) Dikecualikan dari objek pajak adalah :
a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggallainnya
tidak menyatu dengan hotel.
b. Asrama dan pasantren.
c. Fasilitas oalah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang digunakan oleh bukan
tamu hotel dengan pembayarannya.
d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipakai oleh umum di hotel.
e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat
dimanfaatkan oleh umum.
Pasal 4
(1) Subjek Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada
Restoran Rumah Makan/ Warung Makan, Café, Bar, dan sejenisnya.
(2) Wajib Pajak Restoran atau Rumah Makan adalah Pengusaha Restoran Rumah Makan/
Warung Makan, Café, Bar dan sejenisnya.
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK
Pasal 5
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran yang dikenakan kepada hotel.
Pasal 6
Besarnya tarif Pajak hotel ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh perseratus) dari dasar pengenaan
Pajak yang dilakukan kepada hotel.
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 7
(1) Pajak yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Lamandau.
(2) Besarnya Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 Peraturan Daerah ini.
BAB V
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 8
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) Bulan Takwin
Pasal 9
Pajak Terutang dihitung dalam masa pajak pada saat kegiatan pelayanan di Restoran, Rumah
Makan/ Warung Makan, café, Bar dan sejenisnya.
Pasal 10
(1) Setiap pengusaha hotel sebagaimana wajib pajak, mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dn lengkap serta
ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.
(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk selambat-lambatnya 15 (lim belas) hari setelah berakhirnya masa Pajak.
(4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk.
BAB VI
TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 11
(1) Berdasrkan SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2), Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk menetapkan Pajak Terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD).
(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak atau kurang bayar setelah lewat
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima dikenakan Sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dan ditagih dengan
menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
Pasal 12
(1) Wajib Pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1)
digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan sendiri Pajak yang
terutang.
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah terutangnya Pajak, Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk dapat menerbitkan :
a. KPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDN.
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan :
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %
(dua perseratus) sebulan dihitung dari Pajak yang kurang atau terlambat dibayar
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak
terutangnya pajak;
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah
ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat di bayar untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulanterhitung sejak saat
terutangnya pajak;
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat
terutangnya pajak.
(1) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila ditemukan
data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi adminstrasi berupa kenaikan 100 %
(seratus perseratus) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(2) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak
yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
(3) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak dipenuhi atau tidak sepenuhnya
dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua perseratus) sebulan.
(4) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak dikenakan
apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 13
(1) Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati
sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau waktu yang
ditentukan oleh BupatiPembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilakukan dengan menggunakan SSPD
Pasal 14
Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
Pasal 15
(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diberikan tanda bukti
pembayaran dan dicatat dalam Buku Penerima Pajak.
(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
BAB VIII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 16
(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagai awal tindak
pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran.
(2) Dalam jangka 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atas Surat Peringatan atau
Surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi Pajak yang terutang.
(3) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 17
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang
sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak
tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.
Pasal 18
Apabila Pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah
tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melakukan
Penyitaan.
Pasal 19
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah 10
(sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat
mengajukan permintaan penetapan tanggal Pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 20
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal jam dan tempat pelaksanaan lelang,
Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pasal 21
Bentuk, Jenis dan Isi Formulir yang digunakan untuk pelaksanaan penagihan Pajak Daerah
ditetapkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
BAB IX
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 22
(1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan,
keringanan dan pembebasan Pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.
BAB X
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN
DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINSTRASI
Pasal 23
(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam
penerapan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah.
b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar.
c. Mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan
Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi adminstrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD
sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak
kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan
yang jelas.
(3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan Keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (30) Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan, pembetulan,
pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi
adminstrasi dianggap dikabulkan.
BAB XI
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 24
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. SKPDLB;
e. SKPDN.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara
tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali
apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah
memberikan keputusan.
Pasal 25
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.
(2) Pengajuan Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar Pajak.
(3) Apabila jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilampaui,
pengajuan keberatan dianggap gugur atau tidak diterima.
Pasal 26
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau banding
sebagaiman dimaksud Pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya kelebihan pembayaran
Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan
untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 27
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak
kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-
kurangnya :
a. Nama dan alamat Wajib Pajak.
b. Masa Pajak.
c. Besarnya kelebihan Pajak.
d. Alasan yang jelas.
(2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui, Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam
waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu
utang pajak dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua)
bulan sejak diterbitkan SKPDLB, Kepala Daerah atau Pejabat memberikan imbalan
bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan
Pajak.
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2
(dua) bulan sejak diterbitkan SKPDLB, Kepala Daerah atau Pejabat memberikan
imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran
kelebihan Pajak.
Pasal 28
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaiman
dimaksud Pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti
pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIII
K E D A L U W A R S A
Pasal 29
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa selama melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan
tindakan Pidana di bidang Perpajakn Daerah.
(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila
a. Telah diterbitkan surat teguran dan Surat Paksa atau;
b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung
BAB XIV
PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 30
(1) Pelaksana Peraturan daerah ini adalah Dinas Pendapatan Daerah.
(2) Pengawasan atas pelaksanaan Peraturan daerah ini dilaksanakan oleh Tim yang dibentuk
dengan Keputusan Bupati
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan Pidana Kurungan paling lama 3
(tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu
rupiah).
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan Pidana Kurungan paling lama 6
(enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran
BAB XVI
P E N Y I D I K A N
Pasal 32
(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
Peraturan Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah ini.
(2) Dalam melaksanakan Tugas Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang :
a. Memperhatikan Surat Tugas setiap melakukan kegiatan Penyidikan
b. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
c. Mempelajari Laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
d. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian
e. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari perbuatanya dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka.
f. Melakukan Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
g. Melakukan Pemeriksaan dan Penyitaan surat atau benda.
h. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka.
i. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
j. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan pemeriksaan
perkara.
k. Mengadakan penghentian penyelidikan.
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(3) Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini membuat Berita Acara setiap
tindakan tentang :
a. Pemeriksaan Tersangka;
b. Pemasukan Rumah;
c. Penggeledahan rumah / tempat – tempat tertutup;
d. Penyitaan benda / barang bukti;
e. Pemeriksaan surat;
f. Pemeriksaan saksi;
g. Pemeriksaan ditempat kejadian dimaksud ayat (1) pasal ini memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum /
Pengadilan Negeri dan khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik
Polisi Negara Republik Indonesia sesuai ketentuan perundang –undangan yang
berlaku.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan kepada penuntut umum / pengadilan negeri dan khusus
bagi penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaanya
akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Bupati
Pasal 34
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar supaya setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau
Ditetapkan di Nanga Bulik
Pada tanggal 9 Desember
2004
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada tanggal : 9 Desember 2004
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
( Ir. MARUKAN )
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 16 SERI : B
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 21 TAHUN 2004
TENTANG
P A JA K H O T E L
PENJELASAN UMUM
Sebagaimana upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan
pembiayaan pembangunan Pemerintah membuat suatu pengaturan dengan Peraturan
Daerah tentang Pajak Hotel dimana diharapkan dari penerimaan pajak hotel tersebut
dapat menambah PAD. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak dan Retribusi dan dalam pasal 4 Undang-undang tersebut menyebutkan
bahwa setiap pajak dan retribusi harus diatur dengan Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah ini mengatur tentang objek, subjek dan wajib pajak dasar
pengenaan pajak dan tarif pajak, wilayah pemungutan dan tatacara perhitungan pajak,
masa pajak dan bentuk-bentuk surat yang berkenaan dengan pajak hotel, tatacara
perhitungan, pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak, pembetulan, pengurangan
ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi.
Dalam pembentukan Peraturan Daerah Pajak Hotel dibuat berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dengan mengacu pada tatacara
penyusunan yang benar berdasarkan keadilan, yuridis, ekonomis dan finansial.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat 1
Tidak berlaku diwilayah bukan wilayah Kabupaten Lamandau
Ayat 2
Pajak yang terutang dihitung dengan tarif pajak X dasar pengeluaran pajak
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat 1
SPTPD ( Surat Pemberitahuan Pajak Daerah)
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
a. KPDKB singakatan Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
b. SKPDKBT singkatan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Tambahan
c. SKPDN singkatan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil.
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Ayat 5
Cukup Jelas
Ayat 6
Cukup Jelas
Ayat 7
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
SSPD singakatan Surat Setoran Pajak Daerah
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Dibuat dalam Surat Keputusan Bupati Lamandau sebagai pelaksana peraturan
daerah ini.
Pasal 22
Ayat 1
Dibuat dalam surat Keputusan Bupati sebagai pelaksana peraturan daerah ini
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 23
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3 dan 4
Cukup Jelas
Pasal 24
Ayat 1
Setiap keberatan yang diajukan oleh wajib pajak hanya dapat diajukan kepada
Bupati atau Pejabat yang ditentukan oleh Bupati sebagai pelaksana (Dispenda)
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 25
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat 1,2,3,4 dan 5
Cukup Jelas
Pasal 28
Ayat 1
Cukup Jelas
Pasal 29
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 30
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Tim sebagaimana maksud pasal ini dikoordinir oleh kepala Dinas Pendapatan
Daerah sebagai pelaksana dari peraturan daerah ini
Pasal 31
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 32
Ayat 1,2,3 dan 4
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 16 SERI : B
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 22 TAHUN 2004
T E N T A N G
P A J A K R E S T O R A N
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
bahwa dengan ditetapkannya Undang – Undang Nomor 34 Tahun
2000 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna menunjang pelaksanaan
pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan perlu memungut
Pajak Restoran;
bahwa untuk melaksanakan pengutan sebagaimana dimaksud huruf a
diatas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia
Nomor 3209);
Undang – Undang RI nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang
RI Nomor 34 Tahun 2000 ( Lembaran Negara Republik indonesia
tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Repbulik
Indonesia Nomor 4048);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 4180 );
Undang – Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (
Lembaran Negara Republik Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438 );
Peraturan Pemerintah 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang – Undang hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia nomor (3258);
Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Republik Indinesia Tahun 2001 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4238);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1993 Tentang
Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
Keputusan menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang
Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 21 Tahun 2001 tentang
Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk – Produk Hukum
Daerah;
13.
14.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Bentuk Bentuk Produk – Produk Hukum Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2001 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
15. Keputusan Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran
Daerah dan Berita Daerah;
16. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 2 Tahun 2004
tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor : 01 Seri : D);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 3 Tahun 2004
tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata
Kerja Perangkat daerah Kabupaten Lamandau ( Lembar Daerah
Kabupaten Lamandau tahun 2004 Nomor : 02 Seri : D;
18. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau
Nomor 20 Tahun 2004. tanggal 9 Desember 2004 tentang Pajak
Restoran.
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TENTANG PAJAK RESTORAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai
Badan Eksekutif Daerah;
3. Bupati adalah Bupati Lamandau;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut
DPRD adalah Badan Legislatif Daerah;
5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
6. Pajak Restoran adalah Pajak yang dipungut atas pelayanan Restoran kepada Pembeli
termasuk Rumah Makan/Warung Makan, Café, Bar dan sejenisnya;
7. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan
dipungut bayaran tidak termasuk Usaha Jasa Boga atau Katering;
8. Pengusaha Restoran adalah orang pribadi atau Badan dengan nama dan bentuk apapun
yang mengusahakan Restoran;
9. Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan
perundang-undangan Perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran
Pajak terutang termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu;
10. Pembeli adalah orang pribadi atau Badan yang membeli dan atau memesan makanan
dan/ atau minuman pada Restoran, Rumah Makan/ Watung Makan, Café, Bar dan
sejenisnya;
11. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah Surat yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran
pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak dan/ atau harta dan kewajiban menurut
Peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah;
12. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah Surat yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang beserta kewajiban perpajakan lainnya ke Kas Daerah atau ketempat lain yang
ditetapkan oleh Bupati;
13. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat Ketetapan
Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang;
14. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB
adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pambayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi
dan jumlah yang harus dibayar;
15. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan;
16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah
Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak, karena
jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya
terutang;
17. Surat Ketetapan Pajak Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Ketetapan
Pajak yang menetukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
18. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah Surat untuk
melakukan tagihan pajak dan/ atau sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau denda;
19. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola
data atau keterangan lainnya dalam rangka mengawasi kepatuhan pemenuhan kewajiban
pajak daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
20. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan
Penyidikan;
21. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;
BAB II
NAMA OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK
Pasal 2
Dengan nama Pajak Restoran dipungut Pajak atas setiap pembayaran di Restoran, Rumah
Makan/ Warung Makan, Café, Bar dan sejenisnya.
Pasal 3
(1) Objek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan Restoran dengan pembayaran;
(2) Termasuk dalam Objek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Rumah
Makan/ Warung Makan, Café, Bar dan sejenisnya;
(3) Pelayanan yang disediakan di restoran meliputi penjualan makanan dan/ atau minuman,
termasuk penyediaan penjualan makanan dan/ atau minuman yang diantar/ dibawa
pulang atau yang menggunakan tenda, Café, Bar dan sejenisnya;
(4) Tidak termasuk Objek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelayanan Usaha
Jasa Boga atau Katering;
Pasal 4
(1) Subjek Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada
Restoran Rumah Makan/ Warung Makan, Café, Bar, dan sejenisnya.
(2) Wajib Pajak Restoran atau Rumah Makan adalah Pengusaha Restoran Rumah Makan/
Warung Makan, Café, Bar dan sejenisnya.
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK
Pasal 5
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran yang dibayar oleh Pembeli kepada
Pengusaha Restoran Rumah Makan/ Warung Makan, Café, Bar dan sejenisnya.
Pasal 6
Besarnya tarif Pajak Restoran atau Rumah Makan ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh
perseratus) dari Dasar pengenaan Pajak yang dibayar oleh Pembeli kepada Pengusaha
Restoran, Rumah Makan/ Warung Makan, Café, Bar dan sejenisnya.
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN
CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 7
(1) Pajak yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Lamandau.
(2) Besarnya Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 Peraturan Daerah ini.
BAB V
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 8
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) Bulan Takwin.
Pasal 9
Pajak Terutang dihitung dalam masa pajak pada saat kegiatan pelayanan di Restoran, Rumah
Makan/ Warung Makan, café, Bar dan sejenisnya.
Pasal 10
(1) Setiap Pengusaha Restoran, Rumah makan/ Warung Makan, Café, Bar dan sejenisnya di
daerah wajib mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dn lengkap serta
ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.
(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk selambat-lambatnya 15 (lim belas) hari setelah berakhirnya masa Pajak.
(4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk.
BAB VI
TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 11
(1) Berdasrkan SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2), Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk menetapkan Pajak Terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD).
(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak atau kurang bayar setelah lewat
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima dikenakan Sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dan ditagih dengan
menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
Pasal 12
(1) Jangka Wajib Pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 10
ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan sendiri Pajak
yang terutang.
(2) Dalam waktu 5 (lima) tahun sesudah terutangnya Pajak, Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk dapat menerbitkan :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDN.
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan :
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %
(dua perseratus) sebulan dihitung dari Pajak yang kurang atau terlambat dibayar
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak
terutangnya pajak;
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah
ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat di bayar untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulanterhitung sejak saat
terutangnya pajak;
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat
terutangnya pajak.
(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila ditemukan
data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi adminstrasi berupa kenaikan 100 %
(seratus perseratus) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak
yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak dipenuhi atau tidak sepenuhnya
dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua perseratus) sebulan.
(7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak
dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYAN
Pasal 13
(1) Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati
sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan
SKPDN.
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau waktu yang
ditentukan oleh Bupati.
(3) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan
menggunakan SSPD.
Pasal 14
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak
terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.
(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, harus
dilakukan secara teratur dan berturt-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua
perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran
pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan dengan dikenakan bunga 2 % (dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang
belum atau kurang dibayar.
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara
pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4)
Pasal ini ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 15
(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diberikan tanda bukti
pembayaran dan dicatat dalam Buku Penerima Pajak.
(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk.
BAB VIII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 16
(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagai awal tindak
pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran.
(2) Dalam jangka 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atas Surat Peringatan atau
Surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi Pajak yang terutang.
(3) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 17
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang
sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak
tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.
Pasal 18
Apabila Pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah
tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melakukan
Penyitaan.
Pasal 19
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah 10
(sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat
mengajukan permintaan penetapan tanggal Pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 20
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal jam dan tempat pelaksanaan lelang,
Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pasal 21
Bentuk, Jenis dan Isi Formulir yang digunakan untuk pelaksanaan penagihan Pajak Daerah
ditetapkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
BAB IX
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 22
(1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan,
keringanan dan pembebasan Pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.
BAB X
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN
KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINSTRASI
Pasal 23
(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam
penerapan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah.
b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar.
c. Mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan
Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi adminstrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD
sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaiakn secara tertulis oleh Wajib Pajak
kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan
yang jelas.
(3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan Keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (30) Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan, pembetulan,
pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi
adminstrasi dianggap dikabulkan.
BAB XI
KEBERATAN DAN BANDING
Pasl 24
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. SKPDLB;
e. SKPDN.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara
tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali
apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah
memberikan keputusan.
(4) apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan
dianggap dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar Pajak.
Pasal 25
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.
(2) Pengajuan Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar Pajak.
(3) Apabila jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilampaui,
pengajuan keberatan dianggap gugur atau tidak diterima.
Pasal 26
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau banding
sebagaiman dimaksud Pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya kelebihan pembayaran
Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan
untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 27
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak
kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-
kurangnya :
a. Nama dan alamat Wajib Pajak.
b. Masa Pajak.
c. Besarnya kelebihan Pajak.
d. Alasan yang jelas.
(2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui, Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan
dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua)
bulan sejak diterbitkan SKPDLB, Kepala Daerah atau Pejabat memberikan imbalan
bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan
Pajak.
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2
(dua) bulan sejak diterbitkan SKPDLB, Kepala Daerah atau Pejabat memberikan
imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran
kelebihan Pajak.
Pasal 28
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaiman
dimaksud Pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti
pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIII
K A D A L U W A R S A
Pasal 29
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa selama melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan
tindakan Pidana di bidang Perpajakn Daerah.
(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. Telah diterbitkan surat teguran dan Surat Paksa atau;
b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung.
BAB XIV
PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 30
(1) Pelaksana Peraturan daerah ini adalah Dinas Pendapatan Daerah.
(2) Pengawasan atas pelaksanaan Peraturan daerah ini dilaksanakan oleh Tim yang dibentuk
dengan Keputusan Bupati.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan Pidana Kurungan paling lama 3
(tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu
rupiah).
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan Pidana Kurungan paling lama 6
(enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 32
Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Peraturan
Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas
pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini.
Dalam melaksanakan Tugas Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang.
Memperhatikan Surat Tugas setiap melakukan kegiatan Penyidikan
Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
Mempelajari Laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian.
Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari perbuatanya dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
Melakukan Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
Melakukan Pemeriksaan dan Penyitaan surat atau benda.
Mengambil sidik jari dan memotret tersangka.
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan pemeriksaan
perkara.
Mengadakan penghentian penyelidikan.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(3) Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini membuat Berita Acara setiap
tindakan tentang.
a. Pemeriksaan Tersangka;
b. Pemasukan Rumah;
c. Penggeledahan rumah / tempat – tempat tertutup;
d. Penyitaan benda / barang bukti;
e. Pemeriksaan surat;
f. Pemeriksaan saksi;
g. Pemeriksaan ditempat kejadian dimaksud ayat (1) pasal ini memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum
/ Pengadilan Negeri dan khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui
Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia sesuai ketentuan perundang –undangan
yang berlaku.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaanya
akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Bupati.
Pasal 34
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di Nanga
Bulik
Pada tanggal 9 Desember
2004
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di Nanga Bulik
Pada tanggal 9 Desember 2004
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
( Ir. MARUKAN )
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 9 SERI : B
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 22 TAHUN 2004
TENTANG
P A JA K RESTORAN
I. PENJELASAN UMUM
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah yang tujuannya untuk
membiayai rumah tangga daerah dan salah satu sumber utama pendapatan asli daerah
disamping dana-dana lain sebagai penunjang.
Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah telah menetapkan perpajakan sebagai salah satu wujud kewajiban
warga negara terhadap pemerintah. Hal ini seseuai dengan kewenangan yang diberikan
kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah secara nyata dengan
penuhtanggungjawab termasuk membentukkebijakan-kebijakan menyangkut pendapatan
daerah terutama peningkatan pendapatan asli daerah.dalam pasal 4 Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1997 menyatakan bahwa pajak daerah harus diatur dengan peraturan
daerah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat 1
Tidak berlaku diwilayah bukan wilayah Kabupaten Lamandau
Ayat 2
Pajak yang terutang dihitung dengan tarif pajak X dasar pengeluaran pajak
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat 1
SPTPD ( Surat Pemberitahuan Pajak Daerah)
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
d. KPDKB singakatan Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
e. SKPDKBT singkatan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Tambahan
f. SKPDN singkatan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil.
Ayat 3
Cukup Jelas
Ayat 4
Cukup Jelas
Ayat 5
Cukup Jelas
Ayat 6
Cukup Jelas
Ayat 7
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
SSPD singakatan Surat Setoran Pajak Daerah
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Dibuat dalam Surat Keputusan Bupati Lamandau sebagai pelaksana peraturan
daerah ini.
Pasal 22
Ayat 1
Dibuat dalam surat Keputusan Bupati sebagai pelaksana peraturan daerah ini
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 23
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3 dan 4
Cukup Jelas
Pasal 24
Ayat 1
Setiap keberatan yang diajukan oleh wajib pajak hanya dapat diajukan kepada
Bupati atau Pejabat yang ditentukan oleh Bupati sebagai pelaksana (Dispenda)
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 25
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat 1,2,3,4 dan 5
Cukup Jelas
Pasal 28
Ayat 1
Cukup Jelas
Pasal 29
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 30
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Tim sebagaimana maksud pasal ini dikoordinir oleh kepala Dinas Pendapatan
Daerah sebagai pelaksana dari peraturan daerah ini
Pasal 31
Ayat 1
Cukup Jelas
Ayat 2
Cukup Jelas
Ayat 3
Cukup Jelas
Pasal 32
Ayat 1,2,3 dan 4
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2004 NOMOR 16 SERI : B
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 07 TAHUN 2005
T E N T A N G
RETRIBUSI KEBERSIHAN DAN ANGKUTAN SAMPAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
e.
1.
2.
3.
bahwa, dalam rangka menciptakan, kenyamanan, ketertiban dan
peningkatan derajat kesehatan diperlukan penataan dan pemeliharaan
kebersihan;
bahwa, kebersihan salah satu segi kehidupan yang harus dipelihara
secara berkesinambungan dan terpadu baik oleh Pemerintah sebagai
pengayom maupun masyarakat, demi terwujudnya dan terpeliharanya
lingkungan yang bersih, tertib dan sehat;
bahwa, dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dan laju
pembangunan kota Nanga Bulik sebagai Ibu Kota Kabupaten,
penanganan sampah sangat diperlukan;
bahwa, sejalan dengan perkembangan dan kemajuan pembangunan
tersebut perlu mengatur cara penanganan sampah dan tata cara
pemungutan retribusi;
bahwa untuk mengatur sebagaimana maksud huruf a, b, c dan d diatas,
perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau
tentang Retribusi Kebersihan dan Angkutan Sampah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4048);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3699);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di
Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4180);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
Undang- undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 tentang
Perubahan Pertama atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2004
tentang Kelembagaan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI KEBERSIHAN DAN ANGKUTAN SAMPAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
Daerah adalah Daerah Kabupaten Lamandau;
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah
dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
Kepala Dinas Pekerjaan Umum adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Lamandau;
Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
Pengelolaan Kebersihan adalah suatu rangkaian yang bersifat sistematis tentang Tata Cara
Pengelolaan Sampah mulai dari sumber sampah sampai tempat pembuangan akhir yang
meliputi kegiatan perwadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan pemanfaatan
oleh objek kelembagaan hukum teknis operasional, pembiayaan dan peran serta
masyarakat;
Kebersihan adalah suatu keadaan fisik kota yang bebas dari sampah;
Sampah adalah benda atau sisa produksi dalam bentuk benda setengah padat yang terdiri dari
bahan organik dan non organik, baik logam maupun non logam yang dapat terbakar atau
tidak sebagai akibat aktivitas manusia yang tidak bermanfaat lagi dan tidak dikehendaki
oleh pemiliknya dan dibuang sebagai barang yang tidak berguna didalamnya tidak
termasuk sampah dalam kategori bahan berbahaya beracun (B3);
Lingkungan adalah suatu benda, daya kehidupan termasuk didalamnya manusia dengan
segala tingkah lakunya yang terdapat dalam suatu ruangan dan mempengaruhi
kelangsungan dan kesejahteraan manusia itu sendiri;
Persil adalah kapling (rumah); petak. (berdasarkan kamus hukum Belanda-Indonesia;
Perpustakaan Nasional; katalok dalam terbitan (KDT);
Pemakai persil adalah penghuni atau pemakai tempat dalam Kota Nanga Bulik dan sekitarnya
untuk tempat tinggal atau tempat usaha;
Bak sampah adalah tempat untuk menampung sampah yang disediakan oleh masing-masing
pemakai persil;
Tempat penampungan sementara (TPS) adalah tempat yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Lamandau pada tiap-tiap kawasan untuk menampung sampah;
Tempat sampah bagi kendaraan umum adalah tempat untuk menampung sampah yang
disediakan oleh pemilik kendaraan;
Pengumpulan sampah adalah kegiatan membawa dan memindahkan sampah dari sumber
sampah ketempat pembuangan sampah sementara;
Tempat pembuangan akhir (TPA) adalah tempat untuk menampung dan memusnahkan serta
pemanfaatan sampah;
Tempat umum adalah tempat-tempat yang meliputi taman-taman, halaman umum, lapangan-
lapangan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau sebagai fasilitas
umum;
Jalan umum adalah setiap jalan dalam wilayah Kabupaten Lamandau dalam bentuk apapun
yang terbuka untuk lalulintas umum;
Mitra kerja adalah orang yang ditunjuk dan telah diseleksi sebagai mitra Pemerintah Daerah
dalam melaksanakan kegiatan penanganan kebersihan dan pengangkutan sampah sesuai
lokasi yang ditentukan;
Retribusi Angkutan sampah adalah pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Lamandau kepada seluruh pemilik atau pemakai persil atas penyelenggaraan
pengangkutan sampah dikota Nanga Bulik dan sekitarnya;
SOP adalah standar operasi prosedur sebagai petunjuk teknis pelaksanaan dilapangan;
Badan adalah Lembaga baik pemerintah maupun swasta;
Surat ketetapan retribusi daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan
yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang.
BAB II
PEMELIHARAAN KEBERSIHAN
Pasal 2
(1) Setiap orang dan atau badan baik pemerintah maupun swasta yang berada di Kota Nanga
Bulik wajib untuk menjaga dan memelihara kebersihan;
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal 2, dengan tidak melakukan pembuangan
sampah disembarang tempat, terkecuali pada tempat yang telah ditentukan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau;
Pasal 3
Setiap orang dan badan yang mengadakan kegiatan atau usaha, diwajibkan menyediakan
tempat penampungan sampah masing-masing persil yang bentuk ukurannya ditentukan sesuai
Standard Operasi Prosedur (SOP) selain Tempat Penampungan Sementara (TPS) disediakan
Pemerintah Daerah.
BAB III
PENGELOLAAN KEBERSIHAN
Pasal 4
(1) Kegiatan Pengelolaan kebersihan dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan atau
mitra kerja yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan;
(2) Persyaratan sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB IV
TEKNIS PENGELOLAAN
Pasal 5
Kegiatan pengelolaan kebersihan dimulai dari :
1. Pengumpulan sampah
a. Pengumpulan sampah dari sumber atau tempat asal sampah oleh petugas
menggunakan gerobak dan dikumpulkan pada Tempat Penampungan Sementara
(TPS).
b. Pengumpulan dan pengangkutan sampah oleh petugas menggunakan kendaraan yang
khusus disediakan untuk mengangkut sampah oleh Pemerintah Daerah atau
kendaraan mitra kerja yang ditunjuk dan langsung dibawa ketempat pembuangan
akhir (TPA).
c. Orang atau badan membawa sendiri sampah yang sudah dibungkus dalam kantong
plastik atau sejenisnya ketempat penampungan sementara yang telah ditentukan.
d. Sampah-sampah yang berasal dari pejalan kaki ataupun yang berasal dari kendaraan
harus dibuang ketempat penampungan sementara sebagaimana maksud huruf c pasal
ini.
2. Pengangkutan sampah dari tempat penampungan sementara dilakukan dengan kendaraan
angkutan sampah Pemerintah Daerah atau kendaraan mitra kerja yang ditunjuk sesuai
jadwal yang ditetapkan.
3. Pengelolaan tempat pembuangan akhir meliputi kegiatan :
a. Setiap kendaraan yang memasuki lokasi TPA dilakukan pemeriksaan oleh petugas.
b. Lokasi tempat pembuangan akhir hanya diperuntukan untuk sampah domestik, non
bahan berbahaya, beracun (B3).
c. Pembuangan sampah dari setiap kendaraan pengangkut diatur oleh petugas.
d. Sampah-sampah yang telah ditentukan pembuangannya dilapisi dengan tanah sesuai
dengan sistem yang dilakukan.
e. Selain petugas yang ditunjuk dilarang berada didalam kawasan TPA.
f. Tidak dibenarkan para pemulung yang ada di TPA untuk mendirikan bangunan atau
menumpuk barang-barang bekas kecuali ada izin dari Dinas Pekerjaan Umum.
4. Sampah-sampah yang berasal dari penyapuan jalan, parit, selokan, taman dan tempat-
tempat umum, pengumpulan dan pengangkutannya dilakukan oleh petugas yang
ditugaskan dan atau mitra kerja yang ditunjuk.
BAB V
CARA PEMBUANGAN SAMPAH
Pasal 6
Untuk memudahkan kelancaran pengumpulan dan pengangkutan sampah oleh petugas,
ditentukan :
a. Setiap sampah yang menurut jenis dan sifatnya tidak keras agar dimasukan kedalam
kantong plastik dan diikat;
b. Setiap sampah yang menurut jenis dan sifatnya keras agar dipotong-potong menjadi
bagian terkecil dan diikat;
c. Setiap sampah yang telah terkumpul dalam kantong plastik ataupun yang diikat
sebagaimana dimaksud huruf a dan b pasal ini untuk kelancaran pengambilannya oleh
petugas ditempatkan dibagian persil sesuai jadwal yang ditetapkan atau
dimasukan/diletakan pada TPS terdekat.
Pasal 7
Bentuk, jenis, ukuran tempat sampah, jadwal pengambilan dan jenis kendaraan akan diatur
dalam SOP yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB VI
TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR
Pasal 8
(1) Tempat pembuangan akhir ditentukan jauh dari pusat kota, pemukiman penduduk,
perkantoran, Tempat Pendidikan, Rumah Sakit, Tempat Ibadah dan Fasilitas umum
lainnya;
(2) Tempat Pembuangan Akhir sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini sejauh lebih kurang
15 Km.
(3) Tempat pembuangan akhir sebagaimana maksud ayat (1) dan (2) pasal ini lokasinya
ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati;
BAB VII
PENYULUHAN KEBERSIHAN
Pasal 9
Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam memelihara dan
menjaga kebersihan secara terus menerus diadakan pembinaan, dan secara berkala dilakukan
kegiatan penyuluhan tentang pentingnya kebersihan.
BAB VIII
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 10
Atas nama retribusi kebersihan dan angkutan sampah dipungut retribusi sebagai pembayaran
atas pengelolaan kebersihan dan angkutan sampah.
Pasal 11
(1) Objek retribusi adalah pelayanan pengelolaan dan pengangkutan sampah meliputi :
a. Pengambilan dan pengangkutan sampah dari sumber ke TPA atau,
b. Pengambilan dan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA;
c. Penyediaan TPA;
d. Pengolahan dan atau pemusnahan sampah di TPA.
(2) Pengecualian dari objek retribusi adalah :
a. Pelayanan kebersihan jalan umum;
b. Pelayanan kebersihan taman kota.
Pasal 12
Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapat pelayanan pengangkutan
sampah.
BAB IX
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 13
Retribusi kebersihan dan Angkutan Sampah termasuk golongan retribusi jasa umum.
BAB X
RETRIBUSI KEBERSIHAN DAN ANGKUTAN SAMPAH
Pasal 14
Atas penyelenggaraan kegiatan pengelolaan kebersihan, Pemerintah Daerah Kabupaten
Lamandau mengenakan Retribusi Kebersihan dan Angkutan sampah kepada seluruh
pemilik/pemakai persil.
BAB XI
PRINSIP DASAR DAN SASARAN DALAM
PENETAPAN STRUKTUR BESARNYA TARIF
Pasal 15
(1) Prinsip dasar dalam penetapan struktur besarnya tarif retribusi bertujuan untuk menutup
biaya penyelenggaraan pengelolaan kebersihan dengan mempertimbangkan kemampuan
masyarakat dan aspek keadilan.
(2) Biaya sebagaimana maksud ayat (10) pasal ini termasuk biaya investasi prasarana, biaya
operasional dan pemeliharaan.
(3) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana
dimaksud ayat (1) pasal ini adalah sebagai berikut :
a. Pasar;
b. Supermarket/pasar swalayan;
c. Restoran/rumah makan/catering;
d. Losmen/penginapan;
e. Perbengkelan;
f. Industri;
g. Pergudangan;
h. Perumahan;
i. Fasilitas Umum;
j. Asrama/dormitory/barak;
k. Sampah khusus;
BAB XII
STRUKTUR BESARNYA TARIF
Pasal 16
(1) Strutur besarnya tarif digolongkan berdasarkan atas produksi sampah dalam setiap persil;
(2) Besarnya tarif Retribusi dimaksud pasal 10 Peraturan Daerah ini adalah sebagai berikut :
a. Pasar :
1. Toko dipasar Lt I Rp. 15.000,-/bulan
2. Toko dipasar Lt II Rp. 10.000,-/bulan
3. Toko dipasar Lt III Rp. 7.500,-/bulan
4. Kios/Los/warung Rp. 250,-/hari
5. Meja sayur/ikan/buah-buahan Rp. 250,-/hari
6. Gerobak dorong/kaki lima Rp. 250,-/hari
b. Minimarket/pasar swalayan :
1. Minimarket Rp. 20.000,-/bulan
2. Supermarket Rp. 35.000,-/bulan
c. Restoran/rumah makan/catering/warung makan :
1. Restoran
a. warung Kecil Rp. 10.000,-/bulan
b. Rumah makan sedang Rp. 15.000,-/bulan
c. Restoran Rp. 30.000,-/bulan
d. Catering Rp. 10.000,-/bulan
d. Hotel :
a. Hotel bintang Rp. 45.000,-/bulan
b. Hotel Melati Rp. 20.000,-/bulan
c. Losmen Rp. 20.000,-/bulan
Penginapan Rp. 20.000,-/bulan
e. Perbengkelan :
1. Bengkel kecil Rp. 10.000,-/bulan
2. Bengkel sedang Rp. 15.000,-/bulan
3. Bengkel besar Rp. 20.000,-/bulan
4. Pencucian mobil
a. Kecil Rp. 5.000,-/bulan
b. sedang Rp. 10.000,-/bulan
c. Besar Rp. 15.000,-/bulan
f. Industri pengadaan barang/jasa :
a. Kecil Rp. 50.000,-/tahun
b. sedang Rp. 75.000,-/tahun
c. Besar Rp. 100.000,-/tahun
g. Pergudangan :
a. Kecil Rp. 25.000,-/bulan
b. sedang Rp. 50.000,-/bulan
c. Besar Rp. 75.000,-/bulan
h. Perumahan :
1. Rumah mewah Rp. 5.000,-/bulan
2. Rumah menengah Rp. 2.000,-/bulan
i. Fasilitas umum :
1. Rumah sakit dan sarana kesehatan
a. Rumah sakit umum sedang Rp. 50.000,-/bulan
b. Puskesmas/puskesmas pembantu Rp. 10.000,-/bulan
c. Poliklinik/balai pengobatan Rp. 10.000,-/bulan
d Apotik Rp. 15.000,-/bulan
e. Laboratorium Rp. 10.000,-/bulan
f. Praktek dokter Rp. 10.000,-/bulan
g. Wartel Rp. 10.000,-/bulan
2. Fasilitas Pendidikan Rp. 5.000,’/bulan
3. Sarana olah raga
a. Gedung olah raga pemerintah
kecil Rp. 25.000,- /bulan
b. Gedung olah raga pemerintah
sedang Rp. 30.000,-/bulan
c. Gedung olah raga pemerintah
besar Rp. 35.000,-/bulan
d. Lapangan tennis/bulu tangkis Rp. 35.000,-/bulan
4. Terminal/pelabuhan
a. Terminal bus/ angkutan umum Rp. 30.000,-/bulan
b. Pelabuhan/dermaga Rp. 15.000,-/bulan
5. Fasilitas kantor
a. Kantor bisnis Rp. 15.000,-/bulan
b. Kantor Pemerintah Rp. 10.000,-/bulan
j. Asrama / dormitory/barak :
1. Kecil Rp. 5.000,-/bulan
2. Sedang Rp. 75.000,-/bulan
3. Besar Rp. 10.000,-/bulan
k. Sampah khusus/insidentil :
1. Domestik insidentil
1. Pasar malam Rp. 25.000,-/hari
2. Bazar Rp. 10.000,-/hari
3. Hiburan Rp. 15.000,-/hari
2. Sisa Bangunan Rp. 100.000,-/kegiatan
(3) Bagi mereka yang membuang sampah langsung ke tempat pembuangan akhir dikenakan
retribusi Rp. 5.000,- M3 .
Pasal 17
Retribusi pembuangan sampah langsung ketempat pembuangan akhir sebagaimana maksud
ayat (2) pasal 11 ini adalah berlaku bagi point b, c, d, e angka 1, 2 dan 3, f, g, I angka 1, 4 dan
5, j dan k, Peraturan Daerah ini.
BAB XIII
WILAYAH PUNGUTAN
Pasal 18
Pemungutan retribusi dilakukan diwilayah Kabupaten Lamandau.
BAB XIV
SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 19
Retribusi terutang pada saat surat ketetapan retribusi daerah (SKRD) diterbitkan atau
Dokumen lain yang dipesamakan.
BAB XV
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 20
(1) Pemungutan retribusi kebersihan dan angkutan sampah dilakukan pada tiap-tiap hari,
bulan dan tahun;
(2) Pemungutan retribusi sebagaimana pasal 16 ayat (2) huruf a angka 4, 5 dan 6 dan huruf k
angka 1 dilakukan tiap hari;
(3) Pungutan retribusi sebagaimana pasal ayat (2) huruf k angka 2 dilakukan perkegiatan;
(4) Pungutan Retribusi sebagaimana pasal 16 ayat (2) huruf a angka 1, 2 dan 3 serta huruf b,
c, d, e, g, h, I dan j dilakukan tiap-tiap bulan;
(5) Pungutan retribusi sebagaimana pasal 16 ayat (2) huruf f dilakukan tiap tahun sekali;
(6) Pungutan retribusi sebagaimana ayat (1) pasal ini bagi pedagang kaki lima dipungut setiap
hari oleh petugas yang ditunjuk;
(7) Hasil pemungutan retribusi kebersihan dan angkutan sampah disetorkan kepada
bendaharawan khusus penerima pada Dinas Pendapatan Daerah yang selanjutnya akan
disetorkan ke rekening Kas Daerah;
(8) Petugas pemungutan retribusi kebersihan dan angkutan sampah, dalam melaksanakan
tugasnya diberi tanda pengenal yang dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Lamandau.
BAB XVI
K E B E R A T A N
Pasal 21
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau kepada Pejabat yang
ditunjuk atas SKRD atau Dokumen yang dipersamakan;
(2) Keberatan diajukan secara tertulis disertai alasan yang tepat dan jelas;
(3) Dalam hal mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib retribusi harus
membuktikan ketidakbenaran retribusi tersebut;
(4) Keberatan diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD
atau Dokumen lainnya yang dipersamakan diterbitkan;
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan
penagihan retribusi;
Pasal 22
(1) Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, Bupati harus
memberi Keputusan atas keberatan tersebut;
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian dan
atau menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang;
(3) Apabila dalam jangka yang telah ditentukan telah lewat dan Bupati tidak memberikan
Keputusan, maka keberatan yang diajukan oleh wajib retribusi tersebut dianggap
dikabulkan.
BAB XVII
L A R A N G A N
Pasal 23
Bagi setiap orang dan atau badan dilarang untuk :
a. Membuang sampah diluar tempat penampungan sampah;
b. Membuang sampah dijalan, jalur-jalur hijau, tempat fasilitas umum, taman, parit, selokan,
dan sungai;
c. Mengotori dan membuang kotoran ditempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat ini
huruf a dan b;
d. Membakar sampah dan kotoran dijalan-jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum;
e. Menumpuk atau menempatkan barang-barang bekas yang masih mempunyai nilai
ekonomis maupun yang tidak, pada kiri kanan bahu jalan, taman, jalur hijau dengan
depan bangunan dan tempat-tempat umum;
f. Menumpuk dan menempatkan sampah bongkar bangunan dijalur hijau dan bahu jalan
umum tidak lebih dari satu hari;
g. Menempatkan keranjang atau box plastik pada media jalan maupun kiri kanan jalan;
h. Menempatkan kendaraan yang tidak berfungsi (rongsokan) pada kiri kanan jalan;
i. Menempatkan penampungan oli bekas diluar persil;
j. Menempatkan barang-barang pada trotoar atau kaki lima (emperan-emperan bangunan);
k. Mengotori jalan dalam proses pengangkutan jalan.
BAB XVIII
P E N G A W A S A N
Pasal 24
Pengawasan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah selain dilakukan oleh
Pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, juga oleh satuan Polisi Pamong Praja.
BAB XIX
K A D A L U A R S A
Pasal 25
(1) Hal untuk melakukan penagihan retribusi dinyatakan kadaluarsa apabila melampaui 3
(tiga) tahun terhitung sejak saat retribusi terhutang, kecuali wajib retribusi melakukan
tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Penagihan retribusi dinyatakan kadaluarsa sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini,
tertanggung apabila :
a. Diterbitkan surat teguran;
b. Ada pengakuan hutang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak
langsung;
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 26
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 14 diancam dengan pidana kurungan selama-
lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,-
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 12 Peraturan Daerah ini berturut-turut selama 3
(tiga) bulan diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,-
(3) Tindak pidana dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XXI
P E N Y I D I K A N
Pasal 27
Pelaksanaan pasal 16 dilakukan Pejabat Penyidik Umum dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS).
BAB XXII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 28
Dengan berlakunya Peraturan Daerah tentang Retribusi Kebersihan dan Angkutan Sampah
maka Peraturan yang setingkat dan mengatur hal yang sama dinyatakan tidak berlaku lagi.
BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dalam
Keputusan Bupati.
Pasal 30
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan pada Lembaran Daerah
Kabupaten Lamandau.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada tanggal : 1 Agustus 2005
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada tanggal : 1 Agustus 2005
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
( Ir. MARUKAN )
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2005 NOMOR 07 SERI : C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 07 TAHUN 2005
TENTANG
RETRIBUSI KEBERSIHAN DAN ANGKUTAN SAMPAH
I. UMUM
Lingkungan hidup adalah merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada kita
dan merupakan karunia yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar
dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi mahluk hidup demi kelangsungan
dan peningkatan kualiras hidup itu sendiri. Artinya linhkungan hidup sebagai sauatu
ekosistem terdiri dari atas subsitem yang mempunyai aspek sosial, ekonomi yang berbeda
yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan.
Keadaan yang demikian memerlukan pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup
yang didasarkan pada daya tampung dan daya lingkungan hidup atau meningkatkan
keselarasan, keserasian dan kesenambungan subsistem yang satu akan mempengaruhi
subsitem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara
menyeluruh, oleh sebab itu pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya
suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya, untuk itu sangat diperlukan
kebujakan dalam hal pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat
asas dan konsekuen.
Untuk itu Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau yang merupakan bagian dan
salah satu dari Kabupaten Pemekaran di Provinsi kalimantan Tengah berdasarkan Undang-
undang Nomor 5 Tahun 2002, berkewajiban untuk mengelola apa yang menjadi
keuntungan daerah seperti yang tersirat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, dimana dalam pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) bagian ketiga
tentang Hak dan Kewajiban Daerah pasal 21 huruf e.
sebagaimana maksud uraian diatas Pemerintah Daerah berpendapat bahwa
pengelolaan lingkungan tidak hanya melalui pelestarian lingkungan hidup, akan tetapi
dengan menjaga kebersihan lingkungan berari pemerintah juga telah menjaga
kelangsungan dan menjalankan fungsinya sebagai pengayom masyarakat dan merupakan
pelayanan masyarakat dilain pihak. Dengan adanya kegiatan tersebut dengan sendirinya
memberikan masukan bagi Pendapatan Asli Daerah yaitu melalui Retribusi Kebersihan dan
Angkutan Sampah.
Pembentukan Peraturan Daerah ini dilakukan sebagai salah satu upaya Pemerintah
Daerah dalam penanganan masalah sampah sehingga tidak adanya penumpukan/
penimbunan sampah yang berlebihan sehingga mengganggu ketertiban umum. Dalam hal
pemungutan retribusi kebersihan dan angkutan sampah dilakukan terhadap :
2. Pasar
3. Supermarket/pasar swalayan
4. Restoran/ Rumah Makan/ Catering
5. Hotel/ Losmen/ Penginapan
6. Perbengkelan
7. Tempat Industri
8. Pergudangan Pemerintah maupun Swasta
9. Perumahan
10. Fasilitas Umum
11. Asrama/ Dometeri
12. Golongan Industri
Dimana pemungutan retribusi berdasarkan kualifikasi objek yang akan dipungut
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat 1,2 dan 3
Cukup jelas
Pasal 3
- Persil adalah tempat tinggal atau tempat usaha
- SOP adalah estándar operasi prosedur sebagai petunjuk teknis pelaksanaan
dilapangan
- TPS adalah tempat penanpungan sementara
Pasal 4
Ayat 1
Mitra kerja adalah setiap orang atau bandan yang bekerjasama dengan
pemerintah untuk melakukan kegiatan kebersihan dan pengangkutan sampah ke
tempat pembungan akhir dengan diberikan insentif sesuai dengan pasal 13 ayat
(1),(2),(3) dan (4) Peraturan Daerah ini.
Ayat 2
Cukup Jelas
Pasal 5
Angka 1
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
- TPA adalah tempat pembuangan akhir
Huruf c dan d
Cukup Jelas
Angka 2
Cukup Jelas
Angka 3
Huruf a,b,c,d,e dan f
Cukup Jelas
Angka 4
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Cukup jelas
Ayat 3
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat 1,2 dan 3
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2005 NOMOR 07 SERI : D
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 08 TAHUN 2005
T E N T A N G
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
4.
5.
bahwa dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik
sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
diperlukan pelayanan kesehatan yang optimal;
bahwa untuk membantu memberikan pelayanan kepada masyarakat
perlu adanya suatu tindakan nyata dengan Pemungutan Retribusi
Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Lamandau;
bahwa untuk memungut Retribusi sebagaimana maksud huruf b,
perlu diatur dengan Peraturan Daerah;
bahwa untuk memenuhi maksud huruf a, b dan c diatas, perlu
ditetapkan Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD Kabupaten
Lamandau dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 12 Drt Tahun 1957
tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah;
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1963
tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor
79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2576);
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3685);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten
Barito Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Nomor 18, Tanbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4180);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
Undang- undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
Undang- undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan antara Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan
sebagian Urusan Pemerintahan dalam Bidang Kesehatan kepada
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3347);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1997 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3692);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan
Pegawai Negeri Sipil, Penerimaan Pensiunan, Veteran dan Perintis
Kemerdekaan beserta keluarganya;
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi;
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004
tentang Kelembagaan Struktur Organisasi Tugas Pokok dan Tata
Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah
Tahun 2004 Nomor 03 Seri D); sebagaimana telah diubah pertama
kali dengan Peraturan Daerah Kabaupaten Lamandau Nomor 12
Tahun 2004 (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau tahun 2004
Nomor 4 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABUPATEN LAMANDAU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lamandau;
b. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
c. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem adan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
d. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Lamandau;
e. Kepala Dinas Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lamandau;
f. Rumah Sakit Umum Daerah adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lamandau;
g. Bendaharawan Khusus Penerima adalah Bendaharawan Khusus Penerima di RSUD
Kabupaten Lamandau;
h. Pelayanan Kesehatan adalah segala kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
seseorang dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan
pelayanan kesehatan yang lainnya;
i. Pelayanan Rawat Inap adalah Pelayanan kepada pasien untuk observasi, diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan yang lainnya;
j. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan/ rujukan adalah pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan,
rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap diruang khusus, yang dalam ketentuan ini
ditetapkan dirumah sakit pemerintah;
k. Retribusi Daerah adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
ijin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan pembeli atau Daerah;
l. Retribusi pelayanan kesehatan yang selanjutnya dapat disebut Retribusi adalah
pembayaran atas pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Lamandau;
m. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-
undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran;
n. Surat pendaftaran objek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPORD adalah
Surat yang dipergunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data objek retribusi dan
wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terhutang
menurut Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah;
o. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat
Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terhutang;
p. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB
adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi
karena jumlah kredit lebih besar daripada retribusi yang terhutang atau seharusnya
terhutang;
q. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya dapat
disingkat SKRDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah
retribusi yang ditetapkan;
r. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
s. Surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau
dokumen lainnya yang dipersamakan SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh
wajib retribusi;
t. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah
data dan atau keterangan lain dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan
kewajiban retribusi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah;
u. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut Penyidikan,
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana dibidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
TANGGUNG JAWAB
Pasal 2
Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban dalam memelihara dan mempertinggi
derajat kesehatan di Kabupaten Lamandau.
BAB III
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 3
Dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD dipungut retribusi sebagai pembayaran
atas pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Lamandau.
Pasal 4
Objek Retribusi adalah pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Lamandau.
Pasal 5
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapat pelayanan kesehatan dari
RSUD Kabupaten Lamandau.
BAB IV
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 6
Retribusi pelayanan kesehatan RSUD Kabupaten Lamandau termasuk golongan retribusi jasa
umum.
BAB V
PELAYANAN KESEHATAN YANG DIKENAKAN TARIF
Pasal 7
(1) Pelayanan Kesehatan yang dikenakan tarif di kelompokkan menjadi :
a. Rawat jalan
b. Pemeriksaan ibu dan anak
c. Poliklinik Gigi
d. Rawat inap
e. Pertolongan Pertama Pada kecelakaan
f. Tindakan Medik Ringan/ Operasi Kecil
g. Pertolongan Persalinan
h. Pemeriksaan Laboratarium
i. Visum Et Repertum
j. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
k. Pelayanan ambulance dan Mobil Jenazah
(2) Pengelompokan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dapat dilihat dalam pasal 11
ayat (2) Peraturan Daerah ini;
(3) Segala jenis pemeriksaan dan tindakan yang belum tergolong dalam salah satu
kelompok pelayanan seperti yang dimaksud ayat (1) pasal ini, diatur lebih lanjut oleh
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Pasal 8
(1) Pelayanan Kesehatan bagi peserta askes Indonesia, dikenakan tarif menurut Surat
Keputusan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri;
(2) Pelayanan Kesehatan sebagaimana maksud pasal 5 Peraturan Daerah ini bagi pasien
yang saat itu dijamin oleh Badan Hukum berlaku tarif, berdasarkan suatu perjanjian
yang besarnya ditetapkan oleh Bupati atau Kepala Dinas;
BAB VI
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA SERTA PRINSIF DAN
SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR BESARNYA TARIF
Pasal 9
Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan Frekuensi pelayanan kesehatan.
Pasal 10
(2) Prinsif dasar dalam penetapan struktur besarnya tarif rertribusi bertujuan untuk
menutup biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan mempertimbangkan
kemampuan masyarakat dan aspek keadilan;
(3) Biaya sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini termasuk biaya investasi prasarana, biaya
operasional dan pemeliharaan;
(4) Prinsif dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana
dimaksud ayat (1) pasal ini adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan rawat inap dan pelayanan pasien berobat jalan RSUD adalah untuk
membiayai sebagian biaya penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kemampuan
masyarakat.
b. Bagi RSUD yang memungkinkan ruang rawat inap (RRI) kelas perawatan
diperhitungkan atas dasar.
1. Visite pasien per hari yaitu sebesar
- VIP Rp. 10.000,-
- Zaal Rp. Rp. 5.000,-
2. Pemeriksaan dan konsultasi medik sebesar :
- VIP Rp. 5.000,-
- Zaal Rp. Rp. 2.500,-
3. Administrasi catatan medik Rp. 2.500,-
c. Bagi RSUD yang memungkinkan untuk meningkatkan kelas perawatan dikenakan
tarif yang diatur lebih lanjut oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;
BAB VII
STRUKTUR BESARNYA TARIF
Pasal 11
(1) Struktur besarnya tarif digolongkan berdasarkan atas jenis pelayanan kesehatan yang
diberikan;
(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten
Lamandau ditetapkan adalah sebagai berikut :
No. Jenis pertolongan
Tarif
1. PELAYANAN RAWAT JALAN
a.
b.
c.
Kartu rawat jalan
Pasien berobat jalan
Kir Kesehatan untuk 1 kali
- Pelajar
- Umum/PNS
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
1.000,-
5.000,-
5.000,-
7.500,-
2. KESEHATAN IBU DAN ANAK
a. b.
c
Pemeriksaan ibu Pemeriksaan anak
Pemeriksaan bayi
Rp. Rp.
Rp.
5.000,- 5.000,-
5.000,-
3. POLIKLINIK GIGI
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pemeriksaan dan pengobatan gigi 1 kali
Perawatan karang gigi 1 kali
Pencabutan gigi 1 kali kunjungan
- Anak
- Dewasa
Penambalan gigi 1 kali
Penambahan gigi lebih dari 1 kali pemeriksaan
Instansi Abses gigi
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
5.000,-
5.000,-
5.000,-
7.500,-
5.000,-
10.000,-
10.000,-
4. PELAYANAN RAWAT INAP
a.
b.
c.
d.
Perawatan pasien perharian
- VIP
- Zaal
Pemeriksaan dan konsultasi
- VIP
- Zaal
Administrasi catatan medik
Pemakaian Oxygen perliter
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
10.000,-
5.000,-
5.000,-
2.500,-
2.500,-
10,- 5. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN
a.
b.
c.
d.
Debridement
Minor surgery
Spalk/pembidaian
Reposisi fraktur /pemasangan gips
- Gips slab/back slab
- Gips perlengan bawah
- Gips perlengan atas
- Gips pada tungkai bawah
- Gips pada tungkai atas
- Ransel Verband
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
10.000,-
25.000,-
10.000,-
30.000,-
30.000,-
30.000,-
40.000,-
40.000,-
30.000,-
6. TINDAKAN MEDIK RINGAN / OPERASI KECIL
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Pengobatan dan perawatan luka
Insisi abses
Sirkunsisi /khitan
Tindik daun telinga
Pemasangan dan pencabutan IUD (spiral KB)
Pemasangan dan pencabutan implant (KB susuk)
Ekstraksi kuku
Pengangkatan benda asing
- Besar
- Kecil
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
10.000,-
10.000,-
50.000,-
10.000,-
25.000,-
50.000,-
15.000,-
10.000,-
5.000,-
7. PERTOLONGAN PERSALINAN
a. b.
c.
d.
Pertolongan persalinan oleh dokter Pertolongan persalinan oleh bidan
Perawatan ibu bersalin oleh bidan
Perawatan bayi perhari
Rp. Rp.
Rp.
Rp.
75.000,- 50.000,-
10.000,-
10.000,-
8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Pemeriksaan daerah
- Haemoglobin
- Leukosit
- Eritrosit
- Rhrombosit
- Golongan darah
- Laju Endap darah
- Daerah malaria
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
5.000,-
5.000,-
5.000,-
5.000,-
5.000,-
5.000,-
5.000,-
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Pemeriksaan Urine
- Albumin
- Reduksi
- Urubilin
- Bilirubin
- Sedimen
Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan tinja lengkap
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan urine lengkap
Pemeriksaan urin rutin
Pemeriksaan Tes Narkoba
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
5.000,-
5.000,-
5.000,-
5.000,-
5.000,-
5.000,-
5.000,-
20.000,-
10.000,-
10.000,-
10.000,-
9. VISUM ET REPERETUM
a.
b.
Visum Luar
- Visum luka
- Visum mayat
Visum dalam
Rp.
Rp.
Rp.
10.000,-
25.000,-
50.000,-
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK
a.
b.
c.
Foto Rontgent
EKG
USG
Rp.
Rp.
Rp.
25.000,-
25.000,-
25.000,-
BAB VIII
PELAYANAN AMBULANCE DAN MOBIL JENAZAH
Pasal 12
(1) Bagi pasien yang menggunakan jasa ambulance dan Mobil Jenazah di kenakan retribusi
(2) Bagi Pasien yang menggunakan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
adalah sebagai berikut :
a. Ambulance Rp. 10.000,-
b. Mobil Jenazah Rp. 25.000,-
(3) Penggunaan mobil ambulance dan mobil jenasah keluar kota Nanga Bulik dikenakan
biaya Operasional.
BAB IX
PENGATURAN DAN CARA PEMBAYARAN
Pasal 13
(1) Pasien Umum yang membutuhkan pertolongan baik rawat jalan, rawat inap maupun
memakai fasilitas RSUD sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, wajib
membayar retribusi dan sebagai bukti pembayaran diberikan karcis retribusi;
(2) Pasien Umum yang tidak dikenakan retribusi adalah :
a. Pasien yang nyata tidak mampu;
b. Pasien yang tidak ada penanggungjawabnya;
c. Pasien dari panti asuhan atau panti jompo.
(3) Bagi penderita yang tidak dikenakan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini
diberikan pelayanan secara cuma-cuma dengan menyerahkan Surat Keterangan Miskin
yang dikeluarkan oleh Camat/Lurah/ Kepala Desa dimana yang bersangkutan
berdomisili;
(4) Surat Keterangan Miskin yang dikeluarkan oleh Camat/Lurah/Kepala Desa hanya dapat
diberikan kepada pasien yang benar-benar kurang mampu sebagaimana dimaksud ayat
(2) point a, b dan c huruf a, pasal ini;
BAB X
TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 14
(1) Pemungutan Retribusi ditunjuk langsung oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk untuk
itu dengan mengeluarkan Surat Keputusan Bupati sebagai Surat Tugas;
(2) Pemungut Retribusi bertanggungjawab langsung kepada Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk;
(3) Pemungut Retribusi berkewajiban untuk melaporkan hasil pemungutan secara teratur
kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk .
BAB XI
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARAWAN
KHUSUS PENERIMA
Pasal 15
(1) Bupati secara teknis menunjuk dan mengangkat seorang bendaharawan khusus penerima
sesuai dengan prosedur dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
(2) Bendaharawan khusus penerima berkewajiban menyelenggarakan pembukuan dengan
administrasi yang teratur dan benar sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan;
(3) Semua hasil penerimaan sudah disetor oleh bendaharawan khusus penerima selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja ke kas Daerah pada Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Lamandau;
(4) Bendaharawan khusus penerima dilarang menyimpan uang hasil pemungutan retribusi
diluar batas waktu yang ditentukan dan atas nama pribadi / instansinya pada suatu bank;
(5) Bendaharawan khusus penerima dengan persetujuan atasan langsung selambat-
lambatnya tanggal 15 setiap bulan sudah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban
kepada Bupati melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau.
BAB XII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 16
Pemungutan Retribusi dilakukan diwilayah Kabupaten Lamandau.
BAB XIII
SAAT RETRIBUSI TERHUTANG
Pasal 17
Retribusi terhutang pada saat Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) diterbitkan atau
dokumen lainnya yang dipersamakan.
BAB XIV
SURAT PENDAFTARAN
Pasal 18
(1) Wajib Retribusi diwajibkan mendaftarkan diri dan mengisi Surat Pendaftaran Objek
Retribusi Daerah (SPORD);
(2) Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah (SPORD) sebagaimana dimaksud ayat (1)
pasal ini harus diisi dengan jelas dan benar serta ditanda tangani oleh Wajib Retribusi
atau kuasanya;
(3) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pendaftaran Objek Retribusi
Daerah (SPORD) sebagaimana maksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
BAB XV
PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 19
(1) Berdasarkan SPORD sebagaimana maksud pasal 18 ayat (1) pasal ini ditetapkan
retribusi terhutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau
dokumen lain yang dipersamakan;
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan data yang
sebelumnya belum diketahui yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang
terutang, maka dikeluarkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKRDKBT);
(3) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) dan
dokumen lainnya yang dipersamakan sebagaimana maksud pada ayat (2) pasal ini
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XVI
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN SANKSI
Pasal 20
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan;
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainnya yang
dipersamakan.
BAB XVII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 21
(1) Pembayaran retribusi yang terhutang harus dilunasi sekaligus;
(2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 hari sejak diterbitkannya
SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan STRD;
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dan
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XVIII
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 22
(1) Pengeluaran Surat Tagihan atau teguran atau surat lain yang sejenis sebagai tindakan
pelaksanaan penagihan retribusi setelah 7 hari sejak jatuh tempo Pembayaran;
(2) Dalam jangka waktu 7 hari setelah tanggal surat teguran atau peringatan atau surat lain
yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang;
(3) Surat teguran sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini dikeluarkan oleh Pejabat yang
ditunjuk.
BAB XIX
K E B E R A T A N
Pasal 23
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau kepada Pejabat yang
ditunjuk atas SKRD, dokumen yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB (Surat
Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar);
(2) Keberatan diajukan secara tertulis disertai alasan yang tepat dan jelas;
(3) Dalam hal mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi wajib retribusi harus
membuktikan ketidak benaran retribusi tersebut;
(4) Keberatan diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD
atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan;
(5) Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan
penagihan retribusi.
Pasal 24
(1) Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan
diterima, Bupati harus memberi Keputusan atas keberatan tersebut;
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, dan
atau menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang;
(3) Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan telah lewat dan Bupati tidak
memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan oleh wajib retribusi tersebut
dianggap dikabulkan.
BAB XX
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 25
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati, atas
kelebihan pembayaran retribusi;
(2) Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan
kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini, Bupati harus
memberikan Keputusan;
(3) Permohonan pengembalian retribusi dianggab dikabulkan, apabila jangka waktu
sebagaimana maksud ayat (2) pasal ini, Bupati tidak memberi Keputusan atas
pengembalian retribusi dan atau jangka waktu 1 (satu) bulan SKRDLB harus diterbitkan;
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai hutang retribusi lainnya kelebihan pembayaran
retribusi sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi
terlebih dahulu hutang retribusi tersebut;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan dalam jangka waktu paling lama
2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB;
(6) Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % sebulan atas keterlambatan pembayaran
kelebihan retribusi apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan
setelah lewat jangka waktu 2 bulan.
Pasal 26
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis
kepada Bupati dengan menetapkan :
a. Nama dan alamat wajib retribusi dengan jelas;
b. Masa Retribusi;
c. Besarnya kelebihan pembayaran;
d. Alasan yang singkat.
(2) Permohonan pengambilan kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara
langsung oleh wajib retribusi dan atau yang mewakili;
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah merupakan bukti saat permohonan diterima oleh
Bupati.
Pasal 27
(1) Pengambilan kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah
Membayar kelebihan retribusi (SPMKR);
(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan hutang retribusi
lainnya, sebagaimana maksud pasal 25 ayat (4), maka pembayaran dilakukan dengan
cara memindah bukukan;
(3) Bukti pemindah bukuan sebagaimana maksud ayat (2) pasal ini, juga berlaku sebagai
bukti pembayaran.
BAB XXI
K A D A L U A R S A
Pasal 28
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi dinyatakan kadaluarsa apabila melampaui 3
(tiga) tahun terhitung sejak saat retribusi terhutang, kecuali wajib retribusi melakukan
tindak pidana dibidang retribusi;
(2) Penagihan retribusi dinyatakan kadaluarsa sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini,
tertanggung apabila :
a. Diterbitkan surat teguran;
b. Ada pengakuan hutang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak
langsung.
BAB XXII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 29
(1) Wajib Retribusi yang tidak melakukan kewajibannya sehingga merugikan keuangan
daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah), kecuali jika ditentukan lain dalam
Peraturan Perundang-undangan;
(2) Tindak Pidana sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XXIII
P E N Y I D I K A N
Pasal 30
(1) Penyidikan tindak pidana di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, secara khusus
dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil;
(2) Pejabat sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini adalah penyidik Pegawai Negeri Sipil
tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah;
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah :
a. Menerima, mencatat, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan
laporan tersebut lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang berhubungan dengan tindak pidana
retribusi daerah;
c. Meminta keterangan dan bukti dari orang pribadi atau badan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang retribusi daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan- catatan dan dokumen-dokumen lainnya
berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bukti pembukuan, pencatatan
dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bukti tersebut;
f. Meminta berhenti oleh dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang dan atau dokumen yang dianggap berkaitan dengan tindak pidana di
bidang retribusi daerah;
g. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang retribusi
daerah;
h. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
i. Menghentikan penyelidikan;
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyelidikan tindak
pidana di bidang retribusi daerah menurut ketentuan Perundang-undangan yang
berlaku.
(4) Penyelidikan sebagaimana maksud pada ayat (1) pasal ini pemberitahuan
dimulainya dan penyampaian hasil penyelidikan kepada penuntut umum, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
BAB XXIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah yang mengatur hal yang
sama dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
BAB XXV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 1 Agustus 2005
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 1 Agustus 2005
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
( Ir. MARUKAN )
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2005 NOMOR 08 SERI : C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 08 TAHUN 2005
TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
I. PENJELASAN UMUM
Dengan ditetapkannya Kabupaten Lamandau sebagai salah satu Kabupaten
Pemekaran diwilayah Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Undang-undang Nomor 5
Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau,
Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 18, Tanbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180 serta
sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang Nomlor 32 Tahun 2004 merupakan
semangat Otonomi Daerah yang mengharuskan setiap daerah lebih mandiri dan kreatif
dalam menjalankan seluruh program pembangunan dengan tidak melupakan peraturan-
peraturan yang berlaku
Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Lamandau selaku pelaksana pembagunan
berusaha menjadi pengayom seluruh masyarakatnya diantaranya melalui Program
Pembangunan Pelayanan Kesehatan khususnya pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten
Lamandau.
Untuk menjamin agar Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lamandau dapat
berfungsi seobtimal mungkin sebagai pelayan kesehatan pada seluruh lapisan masyarakat
Kabupaten Lamandau maka diperlukan suatu usaha yang benar-benar memberikan suatu
fungsi yang nyata khususnya dalam memberikan pelayanan dibidang kesehatan kepada
masyarakat.
Mengingat pelayanan kesehatan RSUD Kabupaten Lamandau semakin meningkat
dan untuk membantu biaya inventarisasi prasarana, biaya operasional dan pemeliharaan
seluruh peralatan dan perlengkapan RSUD Kabupaten Lamandau, maka perlu adanya
pengaturan yang jelas dan tepat yaitu dengan melalui pembentukan Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan di RSUD Kabupaten
Lamandau dan sekaligus pula sebagai upaya pengaturan tarif pelayanan, mengingat saat ini
masih belum ada pengaturan yang lebih jelas.
Pengaturan retribusi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini antaranya
tentang :
1. Pelayanan Rawat Jalan
2. Pelayanan terhadap Kesehatan Ibu dan Anak
3. Pelayanan Poliklinik Gigi
4. Pelayanan Rawat Inap
5. Pelayanan Pertolongan pada Kecelakaan
6. Pelayanan tindakan operasi ringan/ operasi kecil
7. Pelayanan Persalinan
8. Pelayanan pemeriksaan laboratarium
9. Pelayanan Visum Et Repertum
10. Pelayanan Jasa Ambulans dan Mobil Jenazah
Tarif retribusi ditetapkan atas masing-masing pelayanan disesuaikan dengan
tingkat besarnya penggunaan jasa dan pelayanan kesehatan ini termasuk golongan
retribusi jasa umum.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat 1,2 dan 3
Cukup jelas
Pasal 3,4 dan 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1) dan (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Keputusan bersama Menteri Kesehatan dan Mneteri Dalam Negeri RI
Nomor : 1013/MENKES/SKB/IX/2001. Nomor 43 Tahun 2001 tentang
Tarif dan Tata LaksanaPelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit
Daerah bagi peserta PT (persero) asuransi Kesehatan Indonesia dan Anggota
Keluarganya.
Ayat (1)
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Struktur tarif retribusi adalah struktur beasrnya tarif retribusi yang ditentukan
berdasarkan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan.
Ayat (2)
Pengenaan tarif retribusi terhadap pelayanan jasa kesehatan sebagai biaya
investasi prasarana, biaya operasional dan pembiayaan seluruh alat dan atau
barang inventarisasi RSUD Kabupaten Lamandau.
Ayat (3)
Huruf a,b
Cukup jelas
Huruf c
Kelas perawatan sebagaimana dimaksud Peraturan Daerah ini adalah apabila ada
peningkatan pelayanan yang memang perlu dan memungkinkan untuk
dilaksanakan sesuai kebutuhan yang ada di RSUD Kabupaten Lamandau.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
a. KIA Kesehatan adalah Kesehatan Ibu dan Anak
b. Insisi Abses gigi adalah membuka bisul pada gigi
c. Debridement adalah pembersihan luka
d. Minor Surgery adalah alat operasi kecil
e. Spalk/ Pembedahan adalah alat penyangga
f. Reposisi fraktur adalah mengembalikan keposisi dan bagian yang patah
g. Hemoglobin adalah kadar darah merah dalam darah
h. Leukosit adalah sel darah putih
i. Eritrosit adalah sel daerah merah
j. Trombosit adalah zat pembeku
k. Golongan Daerah adalah A,B,AB,O
l. Darah malaria adalah pemeriksaan malaria
m. Albumin adalah protein darah
n. Reduksi adalah teknik pemeriksaan gula dalam air seni
o. Bilirubin adalah zat warna kuning dalam darah
p. Sedimen adalah zat kristal/ batu pada ginjal
q. Pemeriksaan Spektrum adalah pemeriksaan dahak untuk TBC/ Paru-paru
r. Visum Et Repertum adalah pemeriksaan mayat atau kasus lain yang
berhubungan dengan hukum.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Setiap jasa pelayanan kesehatan yang dilakukan pada RSUD Kabupaten
Lamandau yang dikenakan tarif retribusi akan mendapat bukti pembayaran
berupa karcis retribusi.
Ayat (2),(3) dan (4)
Segala beban biaya ditanggung oleh Pemerintah dengan melampirkan bukti-
bukti pendukung..
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2) dan (3)
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2),(3),(4) dan (5)
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Ayat (1),(2) dan (3)
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1),(2),(3)
Cukup Jelas
Pasal 20
Ayat (1),(2),(3) dan (4)
Cukup Jelas
Pasal 21
Ayat (1),(2) dan (3)
Cukup Jelas
Pasal 22
Ayat (1),(2),(3)
Cukup Jelas
Pasal 23
Ayat (1), s/d (5)
Cukup Jelas
Pasal 24
Ayat (1),(2) dan (3)
Cukup Jelas
Pasal 25
Ayat (1) s/d (6)
Cukup Jelas
Pasal 26
Ayat (1),(2) dan (3)
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat (1),(2) dan (3)
Cukup Jelas
Pasal 28
Ayat (1) dan (2)
Cukup Jelas
Pasal 29
Ayat (1) dan (2)
Cukup Jelas
Pasal 30
Ayat (1) dan (2)
Cukup Jelas
Ayat (3) huruf a s/d j
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2005 NOMOR 08 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 09 TAHUN 2005
T E N T A N G
RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
bahwa, dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah Bab IV, bagian ketiga tentang Hak
dan Kewajiban Daerah pasal 21 huruf e, dan berdasarkan Undang-
undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, maka setiap
Daerah dapat menggali potensi Pendapatan Asli Daerahnya masing-
masing dalam rangka mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah;
bahwa, dalam rangka menata dan pendataan perusahaan yang
menjalankan usahanya dan untuk tertibnya administrasi pendaftaran
perusahaan di Kabupaten Lamandau, diperlukan pengawasan sekaligus
pungutan retribusi;
bahwa, dalam rangka pelaksanaan sebagaimana maksud huruf a dan b
diatas, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau
tentang Retribusi Tanda Daftar Perusahaan;
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3214);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroaan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995
Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3839);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak dan Retribusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34
Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di
Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4180);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3258);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4022);
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1998 tentang
Usaha atau Kegiatan yang tidak dikenakan wajib daftar perusahaan;
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk
Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan
Keputusan Presiden;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun
17.
18.
19.
20.
21.
1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah
Daerah;
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 73/KP/II/1993 tentang Ketentuan Tarif dan Pengelolaan Biaya
Administrasi Wajib Daftar Perusahaan;
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 327/MPP/Kep/7/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor : 12/MPP/Kep/I/1998 tentang
Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan;
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 597/MPP/Kep/9/2004 tentang Pedoman Biaya Administrasi
Wajib Daftar Perusahaan dan Informasi Tanda Daftar Perusahaan;
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten
Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor
01 Seri D);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 tentang
Perubahan Pertama atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor
3 Tahun 2004 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok
dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran
Daerah Tahun 2004 Nomor 02 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lamandau;
b. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
c. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau;
d. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM adalah Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau;
e. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
f. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang Retribusi Tanda Daftar
Perusahaan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
g. Tanda Daftar Perusahaan adalah Tanda Catatan Resmi yang diadakan menurut atau
berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah ini atau peraturan-peraturan pelaksanaan dan
memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh Kepala
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau;
h. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat
tetap dan terus-menerus dan bekerja, didirikan serta berkedudukan dalam wilayah Negara
Republik Indonesia yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba;
i. Pengusaha adalah setiap perorangan atau persekutuan, ataupun badan hukum yang
menjalankan suatu jenis perusahaan;
j. Badan adalah suatu Bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT),
persekutuan Komendeter (CV), Firma (Pa), Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, kongsi,
koperasi atau organisasi yang sejenis serta Badan Usaha lainnya;
k. Usaha adalah setiap tindakan perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang
perekonomian yang dilakukan setiap pengusaha untuk tujuan mencari keuntungan atau
laba;
l. Retribusi Daerah adalah Pungutan Daerah berupa pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
Kepentingan orang Pribadi atau Badan Hukum;
m. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan Hukum yang menurut Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi;
n. Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu wajib retribusi
untuk memanfaatkan Tanda Daftar Perusahaan;
o. Surat Ketetapan Retribusi Daerah selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan
yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
p. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi;
q. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola
data atau keterangan lainnya dalam rangka mengawasi kepatuhan pemenuhan kewajiban
retribusi daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
r. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara RI atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan;
s. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka;
t. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2
(1) Atas nama Retribusi Tanda Daftar Perusahaan dipungut retribusi sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian tanda daftar tertentu yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah;
(2) Objek Retribusi adalah setiap jenis bentuk usaha yang menjalankan setiap usaha yang
bersifat tetap dan terus-menerus yang didirikan, bekerja dan berkedudukan untuk tujuan
memperoleh keuntungan atau laba;
(3) Subjek Retribusi adalah orang pribadi dan/atau badan hukum yang melaksanakan
kegiatan usaha.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 3
Retribusi Tanda Daftar Perusahaan digolongkan sebagai retribusi jasa umum.
BAB IV
PENDAFTARAN PERUSAHAAN
Pasal 4
(1) Perusahaan yang wajib didaftar dalam daftar Perusahaan adalah setiap perusahaan yang
berkedudukan dan menjalankan usahanya didaerah menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku termasuk didalamnya Kantor Cabang, Kantor Pembantu, anak
perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang
untuk mengadakan perjanjian;
(2) Tata Cara dan syarat-syarat pengajuan pendaftaran perusahaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
Pasal 5
(1) Jangka waktu berlakunya Tanda Daftar Perusahaan ditetapkan selama 5 tahun sekali
dengan ketentuan wajib melakukan pendaftaran ulang apabila masa berlakunya telah
habis;
(2) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diajukan selambat-
lambatnya 3 bulan sebelum masa berlakunya habis.
BAB V
KLASIFIKASI DAN BENTUK PERUSAHAAN YANG WAJIB
MENDAFTAR TANDA DAFTAR PERUSAHAAN
Pasal 6
Klasifikasi dan bentuk perusahaan yang diwajibkan mendaftarkan tanda daftar perusahaan
adalah sebagai berikut :
a. Perseroan terbatas (PT);
b. Koperasi (Kop);
c. Perseroan Komandeter (CV);
d. Perusahaan Firma (Fa);
e. Perusahaan Perorangan (Po);
f. Bentuk-bentuk usaha dan perusahaan lainnya (BUL);
g. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan
h. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
BAB VI
PERUSAHAAN DIKECUALIKAN DALAM
KEWAJIBAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN
Pasal 7
(1) Perusahaan yang dikecualikan dalam kewajiban pendaftaran Perusahaan adalah :
a. Perusahaan yang diurus, dijalankan atau dikelola oleh pribadi pemiliknya sendiri,
atau dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri;
b. Perusahaan yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha atau surat keterangan yang
dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang;
c. Perusahaan yang benar-benar hanya sekedar memenuhi keperluan nafkah sehari-hari
pemiliknya;
d. Perusahaan yang tidak berbentuk suatu Badan Hukum atau Persekutuan.
(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, b, c dan d pasal ini, apabila
dikehendaki yang bersangkutan dapat didaftarkan dalam daftar perusahaan.
Pasal 8
(1) Usaha atau kegiatan yang tidak dikenakan wajib daftar perusahaan, sebagai berikut :
a. Pendidikan formal (jalur sekolah) dalam segala jenis dan jenjang yang
diselenggarakan oleh siapapun serta tidak berbentuk suatu badan usaha :
1. Jasa pendidikan tingkat pra sekolah;
2. Jasa pendidikan tingkat sekolah dasar;
3. Jasa pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama;
4. Jasa pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas;
5. Jasa pendidikan jenjang akademi/universitas;
(institut/sekolah tinggi, akademi/politeknik);
6. Jasa pendidikan lainnya.
b. Pendidikan non formal (jalur non sekolah) :
1. Jasa kursus rumpun kerumah tanggaan;
2. Jasa kursus rumpun teknik;
3. Jasa kursus rumpun pertanian;
4. Jasa kursus rumpun keolahragaan;
5. Jasa kursus kerajinan;
6. Jasa kursus rumpun khusus;
7. Jasa kursus rumpun kesenian;
8. Jasa kursus rumpun bahasa;
9. Jasa kursus rumpun kesehatan;
10. Jasa kursus rumpun jasa.
c. Jasa pengacara/advokat dan konsultan hukum;
d. Jasa notaris;
e. Dokter praktek perorangan atau berkelompok :
1. Jasa kesehatan manusia;
2. Jasa perawatan/bidan;
3. Jasa paramedis;
4. Jasa kesehatan hewan.
f. Rumah sakit yang tidak dikelola oleh badan usaha :
1. Jasa rumah sakit (umum, khusus);
2. Jasa rumah sakit hewan.
g. Klinik pengobatan yang tidak dikelola oleh badan usaha :
1. Jasa panthologi dan diagnosa laboratorium medis;
2. Jasa klinik ponthologi dan diagnosa laboratorium hewan.
(2) Penentuan usaha atau kegiatan lain yang tidak dikenakan wajib daftar perusahaan yang
belum tercakup pada ayat (1) pasal ini akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan
Bupati.
BAB VII
TATA CARA PENGHITUNGAN
TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 9
(1) Tingkat Penggunaan Jasa dihitung berdasarkan klasifikasi bentuk usaha yang dijalankan;
(2) Untuk setiap tanda daftar perusahaan yang rusak atau hilang diwajibkan melaporkan
kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu;
(3) Untuk setiap tanda daftar perusahaan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini akan
diberikan penggantiannya dengan membayar retribusi sebagaimana tarif yang berlaku;
Pasal 10
Bagi setiap perusahaan yang berdomisili di Daerah Kabupaten Lamandau wajib
mendaftarkan perusahaannya dengan membayar retribusi.
BAB VIII
STRUKTUR DAN BESAR TARIF RETRIBUSI PENDAFTARAN
TANDA DAFTAR PERUSAHAAN
Pasal 11
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi berdasarkan klasifikasi dan bentuk badan usaha
adalah sebagai berikut :
1. Perseroan terbatas (PT) ………………………….. Rp 500.000,-
2. Koperasi (Kop) ………………………………….. Rp. 100.000,-
3. Perseroaan Komendeter (CV) …………………… Rp. 250.000,-
4. Firma (Fa) ……………………………………….. Rp. 250.000,-
5. Perusahaan perorangan (Po) Rp. 100.000,-
6. Bentuk-bentuk usaha dan perusahaan lainnya
(BUL) …………………………………………….. Rp. 250.000,-
7. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) …………………… Rp. 500.000,-
8. Setiap Perusahaan asing, kantor cabang, agen
dan perwakilan perusahaan asing yang bekerja
berkedudukan dalam wilayah kab. Lamandau
dikenakan retribusi sebesar …………………….... Rp.1.000.000,-
9. Setiap salinan resmi dari daftar perusahaan
dikenakan biaya administrasi sebesar ………....... Rp. 50.000,-
10. Setiap petikan resmi dari daftar perusahaan
dikenakan biaya administrasi sebesar ……....... Rp. 25.000,-
11. Buku Informasi Perusahaan hasil
olahan sebesar..................................................... Rp. 100.000,-
BAB IX
WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 12
Retribusi dipungut diwilayah Kabupaten Lamandau.
BAB X
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 13
(1) Masa Retribusi adalah 5 (lima) tahun;
(2) Retribusi terutang pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD)
atau Dokumen lain yang di persamakan.
BAB XI
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 14
(1) Pemungutan retribusi tanda daftar perusahaan tidak dapat diborongkan;
(2) Pemungutan retribusi sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini, dengan menggunakan
SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan;
(3) Bentuk dan isi SKRD dan Dokumen lain sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15
Hasil pemungutan retribusi disetor ke Kas Daerah, selambat-lambatnya dalam jangka waktu
24 jam atau waktu yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati
BAB XII
TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 16
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus untuk 1 kali masa retribusi
selama berlakunya tanda daftar perusahaan, ditambah sanksi berupa denda sesuai yang
telah diatur dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Tata cara pembayaran, pemungutan, penagihan dan tempat pembayaran retribusi
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XIII
KADALUARSA PENAGIHAN
Pasal 17
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu
3 (tiga) Tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi kecuali apabila wajib retribusi
melakukan tindak pidana dibidang retribusi;
(2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila
:
a. Diterbitkan Surat Teguran, atau
b. Adanya pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak
langsung.
BAB XIV
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 18
Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi
dan UKM Kabupaten Lamandau.
BAB XV
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 19
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan
sanksi administrasi berupa biaya sebesar 5 % setiap bulannya dari besarnya retribusi yang
terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan
Retribusi Daerah.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 20
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 4, 5, 6, 7 dan pasal 9
Pertaturan Daerah ini dipidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 5.000.000,-
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah Pelanggaran.
BAB XVII
P E N Y I D I K A N
Pasal 21
(1) Penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dilakukan
oleh PPNS dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau;
(2) Penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini selain dilakukan oleh
PPNS juga dapat dilakukan oleh Pejabat Penyidik Polisi Negara RI.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya Penyidik sebagaimana dimakud ayat (1) berwenang :
a. Menerima Laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian;
c. Memerintah berhenti seorang tersangka dari perbuatannya dan memeriksa tanda
pengenal dari tersangka;
d. Pemeriksaan, penyitaan surat dan benda;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka;
f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan seseorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik
bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada
penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Dalam melaksanakan tugas, penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
pasal ini tidak berwenang melakukan penangkapan dan atau penahanan.
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
Bagi perusahaan yang memiliki tanda daftar perusahaan sebelum berlakunya Peraturan
Daerah ini dinyatakan tetap berlaku, dan apabila masa berlakunya berakhir, di daftar ulang
kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Peraturan Daerah ini.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya,
akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 24
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 1 Agustus 2005
BUPATI LAMANDAU,
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 1 Agustus 2005
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
( Ir. MARUKAN )
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2005 NOMOR 09 SERI : C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 09 TAHUN 2005
TENTANG
RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN
I. PENJELASAN UMUM
Sebagaimana yang telah diamanatkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
BAB IV tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Bagian Ketiga tentang Hak dan
Kewajiban Daerah, pasal 21 huruf e,f,g dan h yang menyatakan bahwa hak dan kewajiban
Pemeintah Daerah :
1. Memungut pajak dan reribusi daerah
2. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya lainnya
yang berada didaerah
3. Menetapkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah
4. dan mendapatkan hak lain yang diatur dalam perundang-undangan.
Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, dimana Daerah dapat
menggali potensi pendapatan asli daerah. Untuk itu sebagai konsekuensi dan sebagai
pelaksa isi pasal Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 34
Tahun 2000 tersebut, maka Pemerintah membentuk suatu Peraturan Daerah tentang
Retribusi Tanda daftar Perusahan.
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Retribusi Tanda Daftar
Perusahaan mengatur :
a. Nama, Objek dan Subjek Retribusi;
b. Golongan Retribusi;
c. Pendaftaran Perusahaan;
d. Klasifikasi dan bentuk perusahaan yang wajib mendaftar tanda daftar perusahaan;
e. Pengecualian dalam kewajiban pendaftaran perusahaan;
f. Tata cara penghitungan tingkat penggunaan jasa;
g. Struktur dan besar tarif retribusi;
h. Wilayah pemungutan;
i. Masa retribusi dan saat retribusi terutang;
j. Tata cara pemungutan;
k. Tata cara pembayaran;
l. Pengawasan dan pengendalian;
m. Sanksi adminstrasi;
n. Ketentuan pidana; dan
o. Penyidikan.
Dan dalam penyusunan Perda Kabupaten Lamandau tentang Retribusi Tanda
Daftar Perusahaan ini tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2001, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 1999 dan Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Tujuan dibentuknya Peraturan Daerah ini sebagaimana maksud konsideran
menimbang pada huruf a, b dan c yaitu :
1. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerak Kabupaten Lamandau
2. Sebagai sarana tertibnya administrasi pengurusan dokumen perusahan yang beroperasi
diwilayah Kabupaten Lamandau
3. dan memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang
Nomor 34 tahun 2004
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Perusahaan yang wajib didaftar dalam daftar Perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam BAB V pasal 6 Peraturan Daerah ini yaitu :
a. Perseroan Terbatas (PT);
b. Koperasi (KOP);
c. Perseroan Komendeter (CV);
d. Perusahan Firma (Fa);
e. Perusahaan Perorangan (Po)
f. Bentuk-bentuk usaha dan perusahaan lain (Bul)
g. Badan usaha milik Negara (BUMN); dan
h. Badan usaha milik daerah (BUMD).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a,b,c dan d
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Usaha atau kegiatan yang tidak dikenakan wajib daftar perusahaan sebagaimana
yang dimaksud dalam Keputusan Presiden RI Nomor 53 Tahun 1998 tentang
usaha atau kegiatan yang tidak dikenakan wajib daftar perusahaan yaitu :
a. Pendidikan formal jalur sekolah dalam segala jenis;
b. Pendidikan non formal (jalur non sekolah);
c. Jasa pengacara/ advokat dan konsultan hukum;
d. Jasa Notaris;
e. Dokter praktek perorangan atau kelompok;
f. Rumah sakit yang tidak dikelola oleh badan usaha;
g. Klinik pengobatan yang tidak dikelola oleh badan usaha.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
SKRD adalah Surat Ketetapan Retribusi Daerah
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2005 NOMOR 09 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 10 TAHUN 2005
T E N T A N G
RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA
PERDAGANGAN (SIUP)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
bahwa, dalam rangka pembinaan, pengaturan dan penertiban usaha
perdagangan diperlukan ketentuan yang mengatur pemberian Surat Ijin
Usaha Perdagangan (SIUP);
bahwa, untuk pengaturan yang lebih jelas tentang pemberian SIUP
benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat serta peningkatan PAD,
diperlukan tarif pemberian SIUP;
bahwa, untuk terlaksananya maksud huruf a dan b diatas, perlu dibentuk
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Ketentuan Pemberian
Surat Ijin Usaha Perdagangan Kabupaten Lamandau.
Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3214);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3502);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha
Kecil (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611);
Undang-undang Republik Indonesia 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3720);
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di
Propinsi Kalimantan tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Nomor 4180);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
Undang- undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2005 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1957 tentang Penyaluran
Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1144) sebagaimana telah diubah dan ditambah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1957 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1467);
Peraturan Pemerintah Nomor 125 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lamandau;
b. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
c. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
e. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM adalah Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau;
f. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
g. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang Retribusi Surat Izin
Usaha Perdagangan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
h. Perdagangan adalah kegiatan usaha jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara
terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai
imbalan atau kompensasi;
i. Retribusi Daerah adalah pemungutan daerah berupa pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan hukum;
j. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan hukum yang menurut peraturan
Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi;
k. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah
Kabupaten Lamandau yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba;
l. Surat Izin Usaha Perdagangan yang disingkat SIUP adalah Surat Izin untuk dapat
melaksanakan usaha perdagangan;
m. Surat Permintaan Surat Izin Usaha Perdagangan yang disingkat SP-SIUP adalah
formulir ijin yang diisi oleh perusahaan yang memuat data perusahaan untuk
memperoleh SIUP kecil/menengah/besar;
n. Perubahan Perusahaan adalah meliputi perubahan dalam perusahaan yang meliputi
perubahaan nama perusahaan, bentuk perusahaan, alamat kantor perusahaan, nama
pemilik/penanggungjawab, NPWP, modal dan kekayaan bersih, kelembagaan bidang
usaha, jenis barang/jasa dagang;
o. Cabang Perusahaan adalah Perusahaan yang merupakan unit atau bagian dari perusahaan
induknya yang berkedudukan ditempat yang berlainan dan dapat bersifat berdiri sendiri
atau bertugas untuk melaksanakan sebagian tugas dari perusahaan induknya;
p. Perwakilan Perusahaan adalah perusahaan yang bertindak mewakili kantor pusat
perusahaan untuk melakukan suatu kegiatan dan pengurusan ditentukan sesuai dengan
wewenang yang diberikan;
q. Kas Daerah adalah salah satu Bank yang ditunjuk oleh Bupati Lamandau.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2
(1) Dengan nama Retribusi Surat Ijin Usaha Perdagangan dipungut Retribusi sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah Kab. Lamandau;
(2) Objek Retribusi adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan jenis usaha yang bersifat
tetap dan terus-menerus yang didirikan, bekerja untuk tujuan memperoleh keuntungan
atau laba;
(3) Subjek retribusi adalah perorangan atau badan yang melaksanakan kegiatan usaha.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 3
Retribusi Surat Ijin Usaha Perdagangan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.
BAB IV
SURAT IJIN USAHA PERDAGANGAN
Pasal 4
(1) Setiap kegiatan usaha perdagangan baik perorangan maupun yang berbentuk perusahaan
wajib memiliki SIUP;
(2) SIUP sebagaimana maksud pada ayat (1) pasal ini terdiri dari :
a. SIUP Kecil
b. SIUP Menengah
c. SIUP Besar
Pasal 5
(1) Yang berwenang memberikan SIUP adalah Bupati;
(2) Dalam hal pelaksanaan pemberian Siup dilakukan oleh Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau atas nama Bupati;
(3) Tata cara dan syarat-syarat untuk memperoleh Surat Ijin Usaha Perdagangan ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
Pasal 6
(1) SIUP diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan atau berdomisili perorangan atau
perusahaan;
(2) SIUP sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini berlaku selama perorangan atau
perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan usaha perdagangan.
Pasal 7
(1) Kegiatan Usaha perdagangan yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan dengan
modal disetorkan dan kekayaan bersih seluruhnya dari Rp. 5.000.000,- (lima juta
rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha wajib memperoleh SIUP kecil;
(2) Kegiatan usaha perdagangan yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan dengan
modal disetor dan kekayaan bersih seluruhnya diatas Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha wajib memperoleh SIUP menengah;
(3) Kegiatan usaha perdagangan yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan dengan
modal disetor dan kekayaan bersih seluruhnya diatas Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha wajib memperoleh SIUP
besar;
BAB V
PENGECUALIAN DARI KEWAJIBAN MEMPEROLEH SIUP
Pasal 8
Kegiatan usaha perdagangan baik perorangan atau perusahaan yang telah memperoleh SIUP
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung tanggal diterbitkannya SIUP wajib mendaftarkan
perusahaannya dalam daftar perusahaan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 9
(1) Kegiatan usaha perdagangan yang dilakukan perorangan dibebaskan dari kewajiban
memperoleh SIUP adalah :
a. Perorangan yang dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan.
2. Diurus, dijalankan atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau dengan
mempekerjakan anggota keluarga/kerabat dekat.
3. Modal usaha dibawah Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
b. Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan atau pedagang kaki
lima.
(2) Perusahaan perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat diberikan
SIUP apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan.
BAB VI
PERUBAHAN ATAS PERUSAHAAN
Pasal 10
(1) Kegiatan usaha perdagangan baik perorangan maupun perusahaan yang melakukan
perubahan modal dan kekayaan bersih baik dikarenakan peningkatan maupun
penurunan yang dibuktikan dengan Akta perubahan dan atau Neraca Perusahaan
dagang tersebut wajib memperoleh SIUP sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 dan 5 Peraturan Daerah ini.
(2) Kegiatan usaha perdagangan atau perusahaan yang sudah memperoleh SIUP apabila
melakukan perubahan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak dilakukannya
perubahan wajib mengajukan permintaan perubahan SIUP baru kepada Kepala Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau;
(3) Kegiatan usaha perdagangan perorangan atau perusahaan yang telah memperoleh
SIUP, apabila melakukan perubahan sebagaimana dimaksud ayat (1) sepanjang yang
menyangkut modal dan kekayaan bersih ditetapkan sebagai berikut :
a. SIUP kecil yang mengadakan perubahan modal dan kekayaan bersihnya sehingga
menjadi lebih besar dari semula tetapi tidak melebihi Rp. 200.000.000,- tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib mengajukan perubahan
SIUP;
b. SIUP kecil yang modal dan kekayaan bersih setelah perubahan menjadi diatas
Rp. 200.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, wajib mengajukan perubahan SIUP kecil manjadi SIUP
menengah;
c. SIUP kecil yang modal dan kekayaan bersih setelah perubahan menjadi diatas
Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib
mengajukan SIUP besar;
d. SIUP menengah yang mengadakan perubahan modal dan kekayaan bersih
sehingga menjadi lebih besar dari semula tetapi tidak melebihi Rp. 500.000.000,-
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha tidak wajib mengajukan
perubahan SIUP;
e. SIUP menengah yang modal dan kekayaan bersih turun menjadi dibawah
Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib
menyelesaikan SIUPnya menjadi SIUP kecil;
f. SIUP menengah yang mengadakan perubahan yang modal dan kekayaan bersih
menjadi diatas Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha wajib mengajukan penyesuaian menjadi SIUP besar;
g. SIUP besar yang mengadakan perubahan modal dan kekayaan bersih turun
menjadi sampai dengan dibawah Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, dapat menyesuakan SIUPnya menjadi SIUP menengah;
h. SIUP besar yang mengadakan perubahan modal dan kekayaan bersih turun
menjadi sampai dengan dibawah Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah
bangunan tempat usaha, dapat menyesuaikan SIUPnya menjadi SIUP kecil.
Pasal 11
(1) Selambat-lambatnya 15 hari kerja terhitung sejak diterimanya permintaan perubahan
sebagaimana maksud pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Kepala Dinas yang berwenang
Wajib mengeluarkan SIUP baru.
(2) Perubahan perusahaan yang tidak termasuk dalam pasal 1 angka 5 wajib dilaporkan
secara tertulis kepada Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM
Kabupaten Lamandau menerbitkan SIUP yang bersangkutan tanpa mengganti atau
mengubah SIUPnya yang telah diperoleh.
(3) Selambat-lambatnya 15 hari kerja terhitung sejak diterimanya Laporan Perubahan
sebagaimana maksud ayat (2) pasal ini Kepala Dinas yang berwenang dapat
mengeluarkan surat persetujuan perubahan SIUP.
Pasal 12
(1) Apabila SIUP yang diperoleh perusahaan hilang atau rusak, perusahaan yang
bersangkutan harus mengajukan permintaan tertulis kepada Kepala Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau, untuk
mendapatkan penggantian SIUP.
(2) Permintaan penggantian SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diajukan
dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. Surat keterangan hilang dari kepolisian setempat bagi SIUP yang hilang.
b. SIUP asli bagi yang rusak.
(3) Selambat-lambatnya 15 hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan
penggantian SIUP sebagaimana maksud ayat (2) pasal ini Kepala Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau wajib mengeluarkan SIUP
baru.
(4) Biaya penggantian SIUP sama dengan biaya penerbitan Siup baru.
BAB VII
STRUKTUR BIAYA PENGURUSAN SIUP
Pasal 13
(1) Penerbitan terhadap SIUP kecil, menengah dan besar dikenakan biaya administrasi
perizinan dengan golongan usaha sebagaimana terdapat dalam tabel berikut :
No. Jenis Penerbitan SIUP Besarnya tarif
1.
a. SIUP Baru
- SIUP Kecil
- SIUP Menengah
- SIUP Besar
b. Daftar tiap tahun
Rp. 50.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 200.000,-
2.
3.
4.
a. Perubahan SIUP
- Perubahan SIUP Kecil
- Perubahan SIUP Menengah
- Perubahan SIUP Besar
Pengesahan pembukuan Cabang/perwakilan
- SIUP Kecil
- SIUP Menengah
- SIUP Mesar
Biaya Register
- SIUP Kecil
- SIUP Menengah
- SIUP Mesar
Rp. 50.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 100.000,-
(2) Biaya administrasi perijinan sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini disetor oleh
Bendaharawan penerima kepada Kas Daerah Kabupaten Lamandau.
BAB VIII
WILAYAH PUNGUT
Pasal 14
Retribusi dipungut diwilayah Kabupaten Lamandau.
BAB IX
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 15
(1) Masa retribusi adalah selama Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) berlaku untuk
jangka waktu 5 (lima) Tahun dan wajib daftar ulang setiap Tahun.
(2) Daftar ulang SIUP sebagaimana maksud ayat (1) pasal ini dapat dilihat dalam pasal 13
Peraturan Daerah ini;
(3) Retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau Dokumen lain yang
dipersamakan.
BAB X
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 16
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan;
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan;
(3) Bentuk dan isi SKRD dan Dokumen lain sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 17
(1) Pembayaran retribusi dilakukan secara tunai/lunas;
(2) Tata cara pembayaran, penyetoran, penagihan, tempat pembayaran retribusi ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 18
(1) Kegiatan usaha perdagangan perorangan atau perusahaan diberi peringatan tertulis
apabila :
a. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan bidang usaha, kegiatan usaha
dan jenis barang/jasa dagangan utama yang tercantum dalam SIUP yang telah
diperoleh;
b. Belum mendaftarkan perusahaan dalam daftar perusahaan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Daerah ini;
c. Adanya laporan/pengaduan dari pejabat yang berwenang ataupun pemilik pemegang
HAKI seperti antara lain hak cipta, paten atau merek;
d. Adanya laporan/pengaduan dari pejabat yang berwenang bahwa perusahaan tersebut
tidak memenuhi kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diberikan sebanyak-
banyaknya 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari oleh Kepala
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau.
Pasal 19
(1) SIUP perusahaan yang bersangkutan dibekukan apabila :
a. Tidak mengindahkan peringatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1)
peraturan daerah ini;
b. Melakukan kegiatan usaha yang memiliki kekhususan seperti perdagangan
jasa/penjualan berjenjang dan tidak sesuai dengan bidang usaha, kegiatan usaha dan
jenis barang/jasa dagangan utama yang tercantum dalam SIUP yang telah diperoleh;
c. Sedang diperiksa di sidang pengadilan karena didakwa melakukan tindak pidana
lainnya.
(2) Selama pembekuan SIUP perusahaan yang bersangkutan dilarang untuk melakukan
aktivitas usaha perdagangan;
(3) Pembekuan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b pasal ini berlaku
dalam masa 6 (enam) bulan terhitung sejak dikeluarkan penetapan pembekuan SIUP;
(4) Jangka waktu pembekuan SIUP sebagaimana maksud ayat (1) huruf c berlaku sampai
dengan adanya Keputusan Badan Peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
(5) Pembekuan SIUP dilakukan oleh Kepala Dinas yang berwenang.
Pasal 20
SIUP yang telah dibekukan dapat diberlakukan kembali apabila perusahaan yang
bersangkutan :
a. Telah mengindahkan peringatan melakukan perbaikan dan melaksanakan kewajibannya
sesuai dengan ketentuan dalam peraturan daerah ini;
b. Apabila dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana maksud ayat (1)
huruf c pasal 15 peraturan daerah ini.
Pasal 21
(1) Pencabutan SIUP dapat dilakukan apabila :
a. SIUP yang diperoleh berdasarkan keterangan/data yang tidak benar atau palsu dari
perusahaan yang bersangkutan atau tidak sesuai dengan pasal 5, 6, 12, 13 dan pasal
14;
b. Perusahaan yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan setelah lewat batas waktu
pembekuan sebagaimana maksud pasal 15 ayat (3);
c. Perusahaan yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman pelanggaran HAKI dan
pidana badan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
d. Perusahaan yang bersangkutan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
yang memuat sanksi pencabutan SIUP.
(2) Pencabutan SIUP dilakukan oleh Kepala Dinas yang berwenang.
Pasal 22
(1) Pencabutan SIUP yang dilakukan oleh Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau atas perusahaan yang bersangkutan selambat-
lambatnya 30 hari terhitung sejak tanggal diterimanya tanggal Surat Keputusan
Pencabutan SIUP tersebut, dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada
Bupati;
(2) Selambat-lambatnya 30 hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan
peninjauan kembali Bupati dapat menerima atau menolak permohonan peninjauan
kembali secara tertulis dengan alasan tertentu;
(3) Surat keputusan pencabutan SIUP dinyatakan batal, apabila setelah 30 hari sejak
pengajuan permohonan peninjauan kembali pencabutan SIUP tersebut tidak mendapat
jawaban.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 23
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 2 ayat (1), pasal 5
ayat (1), (2) dan (3), pasal 6, pasal 8 ayat (1), (2) point a sampai dengan h dan pasal 10
ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp.
5.000.000,-;
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XIV
P E N Y I D I K A N
Pasal 24
(1) Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini
dilakukan oleh Penyidik PNS dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau
dan atau dilakukan Pembantu Penyidik oleh penyidik umum;
(2) Dalam melaksanakan tugas-tugas, para pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini, berwenang :
a. Menerima Laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan.;
c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari
tersangka;
d. Melakukan penyitaan benda atau surat;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Memanggil seseorang untuk mendengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
tersangka;
h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik
bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada
penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
tidak berwenang melakukan penangkapan dan atau penahanan.
Pasal 25
PPNS dan atau penyidik umum sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat (1) peraturan
daerah ini membuat berita acara setiap tindakan tentang :
a. Pemeriksaan tersangka;
b. Pemeriksaan rumah;
c. Penyitaan benda;
d. Pemeriksaan surat;
e. Pemeriksaan saksi;
f. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya kepada pengadilan negeri melalui
penyidik umum.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
(1) Siup yang telah diperoleh perusahaan sebelum ditetapkannya peraturan daerah ini,
dinyatakan tetap berlaku dan wajib daftar ulang dalam jangka waktu 1 tahun sesuai
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. SIUP yang diperoleh perusahaan sebelum ditetapkan peraturan daerah ini yang
modal dan kekayaan bersih Rp. 5.000.000,- sampai dengan Rp. 200.000.000,- tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dinyatakan berlaku sebagai SIUP
Kecil;
b. SIUP yang telah diperoleh perusahaan sebelum ditetapkan peraturan daerah ini
yang modal dan kekayaan bersih diatas Rp. 200.000.000,- sampai dengan Rp.
500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dinyatakan berlaku
sebagai SIUP Menengah;
c. SIUP yang telah diperoleh perusahaan sebelum ditetapkan peraturan daerah ini
yang modal dan kekayaan bersih diatas Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha dinyatakan tetap berlaku sebagai SIUP Besar;
(2) Terhadap perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat melakukan
permintaan perubahan apabila dikehendaki oleh perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 27
(1) Terhadap perusahaan yang mengajukan permintaan untuk memperoleh SIUP yang sedang
dalam proses penyelesaian sebelum ditetapkan peraturan daerah ini, dapat mengajukan
kembali permintaan baru kepada Kepala Dinas yang berwenang untuk memperoleh SIUP
sesuai ketentuan dalam peraturan daerah ini;
(2) Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan yang mempunyai kekhususan
atau profesi seperti perdagangan jasa, penjualan berjenjang, penjualan minuman
beralkohol dan pasar modern dan perdagangan berjangka komoditi, perizinannya harus
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 28
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang menyangkut dengan
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan yang mengatur hal yang sama
dinyatakan tidak berlaku lagi.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 1 Agustus 2005
BUPATI LAMANDAU,
ttd
BUSTANI DJ. MAMUD
Diundangkan di Nanga Bulik
Pada Tanggal 1 Agustus 2005
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
( Ir. MARUKAN )
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2005 NOMOR 10 SERI : C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 10 TAHUN 2005
TENTANG
RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN
I. PENJELASAN UMUM
Pertumbuhan dan perkembangan usaha dibidang perdagangan dan jasa lainnya di
Kabupaten Lamandau semakin meningkat jumlahnya, perkembangan ini dikarenakan
banyaknya peluang uasaha yang dapat digeluti.
Sejak Kabupaten Lamandau dicanangkan sebagai salah satu Kabupaten baru yang
dimekarkan dengan jelas sekali, dimana perkembangan dibidang perdagangan begitu pesat
diantaranya bidang-bidang lain., oleh sebab itu pembinaan dan pengembangan usaha
dibidang perdagangan maupun jasa mutlak untuk tetapdilakukan sebab sektor ini akan
memberikan pengaruh yang sangat besar bagi jalannya perekonomian ditengah-tengah
masyarakat juga berkaitan langsung dengan peyerapan dan penyediaantenaga kerja,
pengaturan arus barang masuk dan keluar bagi kebutuhan masyarakat maupun terhadap
peningkatan Pendapatan Asli Daerah, oleh sebab itu perlu dibina dengan baik.
Untuk itu pembinaan serta pengawasan yang harus dilakukan oleh Pemda
Kabupaten Lamandau terhadap usaha-usaha yang ada ditengah-tengah masyarakat melalui
aturan-aturan, ketentuan perijinan usaha perdagangan di Kabupaten Lamandau yaitu
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Retribusi Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP).
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan usaha perorangan adalah usaha yang dijalankan
tidak berbadan hukum, sedangkan perusahaan adalah usaha yang dijalankan
baik bidang perdagangan maupun jasa memilik/ berbadan hukum
Ayat (2)
Penggolongan Siup kecil, Siup Besar ditentukan berdasarkan besar modal
awal yang disetor baik perorangan maupun perusahaan
Pasal 3
Ayat (1) dan (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Ketentuan ini berlaku selagi perusahaan yang bersangkutan tidak mengalami
perubahan terhadap
- Pemilik/penanggungjawab perusahaan
- Jenis usaha/mata perdagangan
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1),(2) dan (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a dan b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Perubahan dimaksud dapat berupa pindah alamat, pergantian
pemilik/penanggungjawab perusahaan maupun perubahan terhadap jenis
usaha/jenis mata perdagangan atau jasa yang berjalan
Ayat (2)
Huruf a s/d h
Cukup Jelas
Pasal 10 s/d 25 pasal 25
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2005 NOMOR 10 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 10 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG
PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 07 Tahun 2004
tentang Pajak dan Pengambilan Bahan Galian Golongan C dalam
pelaksanaannya dilapangan mengalami hambatan dalam hal tarif pajak
sehingga perlu diadakan perubahan;
bahwa untuk perubahan sebagaimana maksud huruf a diatas, perlu
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3209);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1987 tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 40,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3684);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3685), juncto Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara RI Tahun 1997
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3686);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di
Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4180);
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RI Tahun
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4389);
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15
16.
17.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4437);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4238);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1993 tentang Pedoman
Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata
Cara Pemeriksaan dibidang Pajak Daerah;
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 02 Tahun 2004 tentang
Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten
Lamandau (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 01 Seri D);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004 tentang
Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 02
Seri D) sebagaimana telah diubah Pertama kali dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama
atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004 tentang
Kelembagaan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 03
Seri D);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 07 Tahun 2004 tentang
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C (Lembaran Daerah Tahun
2004 Nomor 01 Seri B);
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau Nomor
10 Tahun 2006 tentang Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau
Nomor 07 Tahun 2004 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan
C menjadi Peraturan Daerah.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2004
TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN
GOLONGAN C.
Pasal I
Perubahan dalam pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 07 Tahun 2004
tentang Pajak Galian C diubah sebagai berikut :
Pasal 5
(1) Besarnya tarif pajak ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen) dari nilai jual.
(2) Besarnya tarif pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini diatur dan dievaluasi setiap
tahun dengan Peraturan Bupati Lamandau.
Pasal II
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di
Pada Tanggal
:
:
Nanga Bulik
21 Oktober 2006
WAKIL BUPATI LAMANDAU,
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada tanggal : 21 Oktober 2006
SEKRETARIS DAERAH KAB. LAMANDAU
ttd
Ir. MARUKAN
Pembina Utama Muda
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2006
NOMOR 19 SERI : B
P E N J E L A S A N
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 10 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN
LAMANDAU
NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN
BAHAN GALIAN GOLONGAN C
I. PENJELASAN UMUM
Sesuai dengan penjelasan umum Undang – undang nomor 34 Tahun 2000
bahwa pada prinsipnya pendapatan asli daerah antara lain berasal dari pajak daerah
yang diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan atas peneyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat,
sehingga dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi daerah sesuai
dengan ketentuan yang ada dalam Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Sejalan dengan semakin pesatnya pembangunan di Kabupaten Lamandau
maka penggunaan bahan material semakin meningkat sehingga hal tersebut dapat
memberikan nilai tambah bagi pemasukan pendapatan asli daerah Kabupaten
Lamandau.
Sebagaimana maksud penjelasan diatas Pemerintah Daerah telah mengambil
kebijakan dengan membentuk peraturan daerah tentang Pajak Bahan Galian Golongan
C yaitu, Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 07 Tahun 2004, namun
dalam pelaksanaannya mengalami kendala mengingat terbentur masalah besarnya
tarif pajak yang dipungut yaitu sebesar 20 %.
Sebagai jalan keluar yang dianggap tepat Pemerintah Kabupaten Lamandau
telah membuat suatu kebijakan dengan melakukan perubahan terhadap Peraturan
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 07 Tahun 2004 tentang Pajak Pengambilan
Bahan Galian Golongan C terutama Bab III, Pasal 5 tentang besarnya tarif pajak hal
ini dilakukan dengan memperhitungkan dan mempertimbangkan keadaan daerah
Kabupaten Lamandau pada saat sekarang serta berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 10
Tahun 2006, maka tarif pajak berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2004
pasal 5 tentang besarnya tarif pajak sebesar 20 % dinyatakan tidak berlaku diganti
dengan tarif baru sebesar 10 %.
Untuk ketentuan lain selain pasal 5, dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 07 Tahun 2004 tetap dinyatakan berlaku sepanjang tidak ada
perubahan selanjutnya.
II. PENJELASAN PASAL – DEMI PASAL
Pasal I
Pasal 5
Dalam pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 07 Tahun
2004 besarnya tarif pajak 20 %, diganti menjadi 10 % sebagaimana
maksud Peraturan Daerah Kaupaten Lamandau Nomor 10 tahun 2006.
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal II
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 23 SERI : B
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 11 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 08 TAHUN 2005 TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
bahwa dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 08 Tahun
2005 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum
Kabupaten Lamandau ruang lingkupnya hanya Rumah Sakit Umum Daerah
tidak mencakup pelayanan yang dilakukan di Puskesmas, Pustu dan
Polindes sehingga dalam pelaksanaan pelayanan mengalami hambatan
karena tidak adanya aturan yang mengatur Pelayanan Puskesmas, Pustu dan
Polindes;
bahwa untuk menyeragamkan pelayanan khususnya Pemungutan Retribusi
Pelayanan Kesehatan sebagaimana maksud huruf a perlu diatur kembali
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1963 Nomor 79, Tambahan
2.
3.
4.
5.
Lembaran Negara RI Nomor 2576);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3495);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
dan Retribusi (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di
Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4180);
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RI Tahun
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4389);
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4437);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan sebagian
urusan Pemerintahan dalam Bidang Kesehatan kepada Daerah (Lembaran
Negara RI Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
3347);
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Pegawai
Negeri Sipil, Penerimaan Pensiunan, Veteran dan Perintis Kemerdekaan
beserta keluarganya;
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 3692);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
3952);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004 tentang
13.
14.
Kelembagaan Struktur Organisasi Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 03
Seri D);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 08 Tahun 2005 tentang
Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Lamandau (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 08 Seri C, Tambahan
Lembaran Daerah Nomor 08);
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau Nomor
11 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 08 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan
Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lamandau
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN
DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 08 TAHUN
2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 08 Tahun 2005
tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lamandau
(Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 08 seri C, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 08)
diubah dan penambahan pasal sebagai berikut :
1. Peraturan Daerah tentang ”Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Lamandau” diubah dan dibaca ”Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD,
Puskesmas, Pustu, Polindes Kabupaten Lamandau”.
2. Dalam huruf F pasal 1 ”Rumah Sakit Umum Daerah adalah Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Lamandau” diubah dan dibaca ”RSUD, Puskesmas, Pustu, Polindes adalah
Unit Pelayanan Kesehatan yang langsung kepada masyarakat yang ada di Kabupaten
Lamandau”.
3. Pasal 3 ”dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD dipungut retribusi sebagai
pembayaran atas pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Lamandau” kalimat
dibelakang ”RSUD” ditambah dengan kata ”Puskesmas, Pustu, Polindes” sehingga dibaca
”dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD, Puskesmas, Pustu, Polindes
dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas Pelayanan Kesehatan di RSUD, Puskesmas,
Pustu, Polindes Kabupaten Lamandau”.
4. Pasal 4 ”objek retribusi adalah pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Lamandau”,
dibelakang kalimat ”RSUD” ditambah ”Puskesmas, Pustu, Polindes” sehingga dibaca
”objek Retribusi adalah Pelayanan Kesehatan di RSUD, Puskesmas, Pustu, Polindes
Kabupaten Lamandau”.
5. Pasal 5 ”Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapat Pelayanan
Kesehatan dari RSUD Kabupaten Lamandau” dibelakang kalimat ”RSUD” ditambah
kalimat ”Puskesmas, Pustu, Polindes”sehingga dibaca” subjek Retribusi adalah orang
pribadi atau badan yang mendapat Pelayanan Kesehatan dari RSUD, Puskesmas, Pustu,
Polindes Kabupaten Lamandau”.
6. Pasal 6 pada kalimat ”RSUD” ditambah kalimat Puskesmas, Pustu, Polindes” sehingga
dibaca ”retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD, Puskesmas, Pustu, Polindes Kabupaten
Lamandau termasuk golongan retribusi jasa umum”.
7. Pasal 10 ayat (3) huruf a setelah kalimat ”RSUD” ditambah ”Puskesmas, Pustu, Polindes”
sehingga dibaca ”pelayanan rawat inap dan pelayanan pasien berobat jalan RSUD,
Puskesmas, Pustu, Polindes adalah untuk membiayai sebagian biaya penyelenggaraan
pelayanan sesuai dengan kemampuan masyarakat”.
Pasal 10 ayat (3) huruf b, pada baris pertama setelah kalimat ”RSUD” ditambah kalimat
”Puskesmas, Pustu, Polindes” sehingga dibaca ”Bagi RSUD, Puskesmas, Pustu, Polindes
yang memungkinkan ruang rawat inap (RRI) kelas perawatan diperhitungkan atas dasar”
Visite pasien perhari, pemeriksaan dan konsultasi medik, administrasi catatan medik
sebagaimana maksud pasal 10 ayat (3) huruf b, angka 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 08 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lamandau.
Pasal 10 ayat (3) huruf c, pada baris pertama setelah kalimat ”RSUD” ditambah kalimat
”Puskesmas, Pustu, Polindes” sehingga dibaca ”Bagi RSUD, Puskesmas, Pustu, Polindes
yang memungkinkan untuk meningkatkan kelas perawatan dikenakan tarif yang diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati”.
8. Pasal 11 ayat (2) baris pertama setelah kalimat ”RSUD” ditambah kalimat ” Puskesmas,
Pustu, Polindes” sehingga dibaca menjadi ”Struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan
kesehatan di RSUD, Puskesmas, Pustu, Polindes Kabupaten Lamandau ditetapkan adalah
sebagai berikut”.
Pasal 11 ayat (2) angka 1 pada tabel pelayanan rawat jalan huruf c Kir kesehatan 1 kali
garis mendatar satu ”Pelajar Rp. 5.000,-” diubah menjadi ”gratis”
Pasal 11 ayat (2) angka 8 setelah huruf g ditambah kalimat huruf h ”Pemeriksaan Test
Narkoba” dengan tarif pelayanan Puskesmas, Pustu, Polindes sebesar ”Rp. 5.000,-” tarif
RSUD sebesar ”Rp.10.000,-”
Pasal 11 ayat (2) angka 8 setelah angka 10 ditambah angka 11 dengan kalimat
”Penggunaan obat-obatan” huruf a ”obat antibiotik” dengan tarif ”Rp. 5.000,-” huruf b
”obat injeksi” dengan tarif ”Rp. 5.000,-” huruf c ””syrup/salf” dengan tarif ”Rp. 5.000,-”
huruf d ”obat-obatan umum ”dengan tarif ”Rp. 2.500,-” huruf e ”infus” dengan tarif ”Rp.
7.500,-”
BAB VII struktur besarnya tarif pada pasal 11 ditambah pasal 11a dan 11b dengan
kalimat pasal 11a
″Penggunaan obat-obatan sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (2) angka 11 khusus tarif
RSUD disesuaikan dengan harga yang berlaku″.
Pasal 11b
″Harga obat yang berlaku sebagaimana maksud pasal 11a dapat dinaikan maxsimum
20 % yang peruntukannya untuk biaya operasional instalasi formasi 10 % dan untuk
subsidi pasien tidak mampu 10 %″
N
o.
Jenis Pelayanan
Tarif pel. Puskesmas,
Pustu, Polindes
(Rp)
Tarif RSUD
(Rp)
1. PELAYANAN RAWAT JALAN
a. Kartu rawat jalan
b. Pasien berobat jalan
c. Kir Kesehatan untuk 1 kali
- Pelajar
- Umum/PNS
1.000
2.500
Gratis
5.000
1.000
5.000
Gratis
5.000
2. KESEHATAN IBU DAN ANAK
a. Pemeriksaan ibu
b. Pemeriksaan anak
c. Pemeriksaan bayi
2.500
2.500
2.500
5.000
5.000
5.000
3 POLIKLINIK GIGI
a. Pemeriksaan dan pengobatan gigi
1 kali
b. Perawatan karang gigi 1 kali
c. Pencabutan gigi 1 kali kunjungan
- Anak
- Dewasa
d. Penambalan gigi 1 kali
e. Penambahan gigi lebih dari 1 kali
pemeriksaan
f. Instansi Abses gigi
2.500
2.500
2.500
5.000
500
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000
7.500
5.000
10.000
10.000
4. PELAYANAN RAWAT INAP
a. Perawatan pasien perharian
- VIP
- Zaal
b. Pemeriksaan dan konsultasi
- VIP
- Zaal
-
-
-
-
10.000
5.000
5.000
2.500
c. Administrasi catatan medik
d. Pemakaian Oxygen perliter
-
-
2.500
10
5. PERTOLONGAN PERTAMA
PADA KECELAKAAN
a. Debridement
b. Minor pembidaian
c. Spalk/pembidaian /pemasangan
- Gips slab/back slab
- Gips perlengan bawah
- Gips perlengan atas
- Gips pada tungkai bawah
- Gips pada tungkai atas
- Ransel Verband
5.000
15.000
5.000
-
-
-
-
-
15.000
10.000
25.000
10.000
30.000
30.000
30.000
40.000
40.000
30.000
6. TINDAKAN MEDIK RINGAN /
OPERASI KECIL
a. Pengobatan dan perawatan luka
b. Insisi abses
c. Sirkunsisi /khitan
d. Tindik daun telinga
e. Pemasangan dan pencabutan IUD
(spiral KB)
f. Pemasangan dan pencabutan
implant (KB susuk)
g. Ekstraksi kuku
h. Pengangkatan benda asing
- Besar
- Kecil
5.000
5.000
25.000
5.000
15.000
25.000
5.000
5.000
5.000
10.000
10.000
50.000
10.000
25.000
50.000
15.000
10.000
5.000
7. PERTOLONGAN PERSALINAN
a. Pertolongan persalinan oleh dokter
b. Pertolongan persalinan oleh bidan
c. Perawatan ibu bersalin oleh bidan
d. Perawatan bayi perhari
50.000
25.000
5.000
5.000
75.000
50.000
10.000
10.000
8. PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
a. Pemeriksaan darah
- Haemoglobin
- Leukosit
- Eritrosit
- Rhrombosit
- Golongan darah
- Laju Endap darah
- Daerah malaria
b. Pemeriksaan Urine
- Albumin
- Reduksi
- Urubilin
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
2.500
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000
- Bilirubin - Sedimen
c. Pemeriksaan sputum BTA
d. Pemeriksaan tinja lengkap
e. Pemeriksaan darah lengkap
f. Pemeriksaan urine lengkap
g. Pemeriksaan urin rutin
h. Pemeriksaan Tes Narkoba
2.500 2.500
2.500
2.500
10.000
5.000
5.000
5.000
5.000 5.000
5.000
5.000
20.000
10.000
10.000
10.000
9. VISUM ET REPERETUM
a. Visum Luar
- Visum luka
- Visum mayat
b. Visum dalam
5.000
15.000
25.000
10.000
25.000
50.000
10
.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSTIK
a. Foto Rontgent
b. EKG
c. USG
-
-
-
25.000
25.000
25.000
11
.
PENGGUNAAN OBAT-OBATAN
a. Obat antibiotik
b. Obat Injeksi
c. Syrup/salf
d. Obat-obatan umum
e. Infus
5.000
5.000
5.000
2.500
7.500
Sesuai dengan harga
obat yang berlaku
(dapat dinaikan max 20
%) dimana :
- 10 % untuk
operasional instalasi
farmasi
- 10 % untuk subsidi
pasien tidak mampu
9. Pasal 13 ayat (1) baris kedua dibelakang kalimat ”RSUD” ditambah kalimat ”Puskesmas,
Pustu, Polindes” sehinga dibaca ”pasien umum yang membutuhkan pertolongan baik
rawat jalan, rawat inap maupun memakai fasilitas RSUD, Puskesmas, Pustu, Polindes
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, wajib membayar retribusi dan
sebagai bukti pembayaran diberikan karcis retribusi.
Pasal II
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 21 Oktober 2006
WAKIL BUPATI LAMANDAU
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada tanggal : 21 Oktober 2006
SEKRETARIS DAERAH KAB. LAMANDAU
ttd
Ir. MARUKAN
Pembina Utama Muda
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2006
NOMOR 20 SERI : C
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 11 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN
LAMANDAU NOMOR 08 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN
KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
I. PENJELASAN UMUM.
Kabupaten Lamandau merupakan salah satu dari 8 (delapa Kabupaten pemekaran di
Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Undang – undang Nomor 5 Tahun 2002,
tentunya akan memberikan peluang sebesar-besarnya bagi tiap Kabupaten/ Kota
khususnya Kabupaten Lamandau untuk melaksanakan otonomi seluas-luasnya khususnya
meningkatkan hajat hidup orang banyak melalui berbagai program yang mana program
tersebut salah satunya melalui pelayanan kesehatan di RSUD, Puskesmas dan Pustu,
maupun Polindes di seluruh Kabupaten Lamandau.
Sebagai hal tersebut diatas Pemerintah Daerah telah menetapkan kebijakan dengan
diberlakukannya Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 08 Tahun 2005 tentang
Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lamandau.
Namun dalam pelaksanaannya mengalami hambatan yang mana dalam Peraturan Daerah
tersebut belum seluruhnya dapat dilaksanakan dengan baik karena tarif dan pengaturan
hanya dalam lingkup RSUD tidak mencakup pelayanan yang dilakukan di Puskesmas,
Pustu dan Polindes yang tersebar di seluruh daerah Kabupaten Lamandau. Maka untuk
memberikan kepastian hukum
yang lebih baik Pemerintah Daerah mengusulkan Perubahan atas Peraturan Daerah
Kabupaten Lamandau Nomor 08 Tahun 2005 dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Lamandau Nomor 11 Tahun 2006 yang isinya mengatur tarif Puskesmas, Pustu dan
Polindes serta RSUD.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup Jelas
Angka 2
Cukup Jelas
Angka 3
Cukup Jelas
Angka 4
Cukup Jelas
Angka 5
Cukup Jelas
Angka 6
Cukup Jelas
Angka 7
Yang dimaksud dengan “sesuai kemampuan masyarakat” adalah keadaan
orang dan atau individu yang dianggap mampu atau tidak mampu
berdasarkan keterangan dan bukti – bukti pendukung dari Perangkat
Pemerintahan dimana orang dan atau individu tersebut berdomisili.
Angka 8
Cukup Jelas
Angka 9
Cukup Jelas
Pasal II
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 24 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 12 TAHUN 2006
TENTANG
PENERANGAN JALAN UMUM DAN PAJAK
PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
bahwa dengan perlunya untuk membiayai pembangunan
penerangan jalan umum secara swadaya;
bahwa perlu adanya penertiban dan penetapan penerangan jalan
umum disesuaikan kebutuhan dan kondisi setempat sehingga
keindahan kota dapat terjaga;
bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara RI Nomor 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 3685); sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara RI
Nomor 4048); yang memberi peluang untuk penyelenggaraan
Penerangan Jalan Umum dan Pajak Pengguna Tenaga Listrik;
bahwa sehubungan dengan huruf a, b dan c diatas, perlu
ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang
Penerangan Jalan Umum dan Pajak Penggunaan Tenaga Listrik
untuk membiayai pembangunan penerangan jalan umum secara
swadaya sehingga terciptanya keindahan kota yang nyaman.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara RI Tahun
1997 Nomor 3684);
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1997
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3685);
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34
Tahun 2000 (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048);
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara RI Tahun 1997
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3686);
Undang-undang Nomor 05 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan
Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4180);
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RI Tahun
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
4389);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran
Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 202);
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak
Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4138);
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4139);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004
tentang Kelembagaan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan
Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran
Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 02 Seri D)
sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004
(Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 4
Seri C).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
PENERANGAN JALAN UMUM DAN PAJAK PENGGUNAAN
TENAGA LISTRIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Bupati adalah Bupati Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau;
3. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
4. Pemerintah Daerah adalah Penyelenggaraan Unsur Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah
dan DPRD, menurut azas otonomi dan tugas pembentukan dengan prinsif otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsif Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945);
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
6. Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Lamandau;
7. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Perpajakan Daerah dan/atau
Retribusi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
8. Dinas Pendapatan adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
9. Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Ranting Nanga
Bulik;
10. Penerangan Jalan Umum selanjutnya disingkat PJU adalah Penerangan Jalan Umum yang
energi listriknya bersumber dari PLN, yang terdiri dari Penerangan Jalan Umum Resmi
dan Penerangan Jalan Umum Swadaya Masyarakat;
11. Penerangan Jalan Umum Resmi selanjutnya disingkat PJU-Resmi adalah Penerangan
Jalan Umum yang pemasangan dan pengaliran energi listriknya dilakukan atas
persetujuan antara PLN dan Pemerintah Daerah;
12. Penerangan Jalan Umum Swadaya Masyarakat selanjutnya disingkat PJU-Swadaya
adalah Penerangan Jalan Umum yang pemasangan dan pengaliran listriknya dilakukan
secara swadaya oleh masyarakat;
13. Pajak Penggunaan Tenaga Listrik selanjutnya disingkat PPTL adalah Pajak yang
dikenakan oleh Pemerintah Daerah terhadap semua penggunaan Tenaga Listrik;
14. Pelanggan PLN adalah Pelanggan PLN diwilayah Kota Nanga Bulik Kabupaten
Lamandau;
15. Bukan pelanggan PLN adalah semua pengguna Tenaga Listrik diwilayah Kota Nanga
Bulik yang tidak bersumber dari PLN;
16. Rekening Listrik Pemerintah Daerah adalah tagihan listrik PLN kepada Pemerintah
Daerah yang harus dilunasi oleh Pemerintah Daerah kepada PLN;
17. Rekapitulasi Rekening Listrik adalah rekapitulasi rekening listrik yang dicetak,
rekapitulasi rekening listrik yang lunas dan rekapitulasi rekening listrik yang belum lunas;
18. Instalasi PJU adalah Instalasi listrik khusus dipergunakan untuk PJU;
19. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPPD adalah surat yang
dipergunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak
yang tertuang menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah;
20. Pemungutan Pajak Penggunaan Tenaga Listrik yang dilaksanakan oleh PLN adalah dalam
bentuk Pajak Penerangan Jalan (PPJ);
21. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditetapkan oleh Bupati;
22. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat dengan SKPD adalah Surat
Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang;
23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB
adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi,
dan jumlah yang masih harus dibayar;
24. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPKBT,
adalah Surat Keputusan yang menentukan Tambahan atas jumlah Pajak yang akan
ditetapkan;
25. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat dengan SKPLB, adalah
Surat Keputusan yang menunjukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
26. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat dengan SKPDN adalah
Surat Keputusan yang menunjukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
27. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat dengan STPD adalah Surat untuk
melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
BAB II
PENERANGAN JALAN UMUM
Pasal 2
(1) Penerangan Jalan Umum merupakan utilitas kota yang bertujuan memberikan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kota yang aman, nyaman dan indah.
(2) Jaringan penerangan jalan umum melayani penerangan sepanjang jalan anteri primer dan
sekunder, kolektor primer dan sekunder, jalan lingkungan serta pusat-pusat keramaian
dan taman kota sesuai skala prioritas yang ditetapkan oleh Bupati.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan penerangan Jalan Umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai
PJU Resmi dan oleh kelompok masyarakat sebagai PJU Swadaya;
(2) Didalam penyelenggaraan Penerangan Jalan Umum, Pemerintah Daerah atau Masyarakat
bekerjasama dengan PT. PLN Ranting Nanga Bulik;
(3) Penyelenggaraan Penerangan Jalan Umum Swadaya milik masyarakat harus memperoleh
ijin dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau melalui Bagian Ekonomi Setda
Kabupaten Lamandau;
(4) Kewenangan Pembinaan Administrasi, teknis dan perijinan Penerangan Jalan Umum
berada pada Pemerintah Daerah melalui Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kabupaten
Lamandau;
(5) Pengelolaan Pajak Penggunaan Tenaga Listrik berada pada Pemerintah Daerah melalui
Dinas Pendapatan Daerah;
(6) Pelaksanaan Pembinaan Administrasi Teknis dan Kewenangan terhadap penyelenggaraan
jaringan penerangan jalan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan hemat, efisien dan
pelayanan yang seluas-luasnya;
(7) Dalam rangka meningkatkan pembangunan dan kinerja PJU, Pemerintah Daerah
membentuk Tim Pembina PJU yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat, Perguruan
Tinggi, Asosiasi Kelistrikan dan lain-lain yang terkait dengan tugasnya memberikan saran
dan masukan kepada Bupati.
Bagian Ketiga
Pembiayaan
Pasal 4
(1) Pembangunan, Pemeliharaan dan biaya langganan Penerangan Jalan Umum Resmi
dibiayai oleh Pemerintah Daerah;
(2) Pembangunan, Pemeliharaan dan biaya Penerangan Jalan Umum Swadaya dibiayai oleh
masyarakat ataupun sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat dilingkungannya;
(3) Pemerintah Daerah dapat dan atau tidak dapat membantu pemeliharaan dan langganan
Penerangan Jalan Umum Swadaya milik masyarakat dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan Daerah setiap Tahun Anggaran, dimana persyaratan akan
ditetapkan oleh Bupati.
BAB III
PAJAK PENERANGAN JALAN NAMA,
OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 5
(1) Dengan nama PPTL dipungut pajak atas setiap penggunaan tenaga listrik;
(2) Objek Pajak adalah setiap penggunaan tenaga listrik;
(3) Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tenaga listrik yang berasal
dari PLN atau bukan PLN.
Pasal 6
Dikecualikan dari objek Pajak adalah :
a. Penggunaan listrik oleh Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh Kedutaan, Konsuler,
Perwakilan Asing dan Lembaga-lembaga Internasional dengan asas timbal balik
sebagaimana berlaku untuk pajak negara.
c. Penggunaan Tenaga Listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang
tidak memerlukan ijin dari Instansi terkait;
d. Penggunaan Tenaga Listrik yang khusus digunakan untuk tempat Ibadah.
Pasal 7
(1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Tenaga Listrik;
(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau
pengguna tenaga.
BAB IV
DASAR PENGENAAN TARIF PAJAK
Pasal 8
(1) Dasar Pajak adalah Nilai Jual Tenaga Listrik;
(2) Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan :
a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dan bukan PLN dengan pembayaran Nilai
Jual Listrik adalah besarnya tagihan penggunaan listrik/rekening listrik;
b. Dalam hal ini tenaga listrik berasal dari bukan PLN dengan tidak dipungut bayaran,
nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia dan penggunaan atau
taksiran penggunaan listrik serta harga satuan listrik yang berlaku diwilayah Daerah.
(3) Harga satuan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b pasal ini ditetapkan oleh
Bupati dengan berpedoman harga satuan listrik yang berlaku untuk PLN.
Pasal 9
(1) Tarif Pajak ditetapkan sebagai berikut :
a. Penggunaan Tenaga Listrik yang berasal dari PLN, bukan untuk industri sebesar 9 %
(sembilan persen);
b. Penggunaan Tenaga Listrik yang berasal dari PLN untuk industri sebesar 9 %
(sembilan persen);
c. Penggunaan Tenaga Listrik yang bukan dari PLN, bukan untuk industri sebesar 9 %
(sembilan persen);
d. Penggunaan Tenaga Listrik yang bukan dari PLN, untuk industri sebesar 9 %
(sembilan persen)
BAB V
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA
PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 10
(1) Pajak terutang dipungut diwilayah Daerah Penggunaan Listrik;
(2) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak sebagaimana
dimaksud pasal 9 dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
BAB VI
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT
PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 11
Masa Pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya 1 (satu) bulan takwin.
Pasal 12
Pajak terhutang dalam masa pajak terjadi sejak diterbitkannya SKPD atau Dokumen lain
yang dipersamakan.
Pasal 13
(1) Setiap Wajib Pajak yang menggunakan tenaga listrik bukan PLN wajib mengisi SPTPD;
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap;
(3) Untuk pelanggan listrik PLN daftar rekening listrik yang diterbitkan oleh PLN merupakan
SPTPD;
(4) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati selambat-
lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak;
(5) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VII
TATA CARA PERHITUNGAN DAN KETETAPAN PAJAK
Pasal 14
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) Bupati menetapkan
pajak terutang dengan menerbitkan SKPD;
(2) Apabila pemungutan pajak bekerja sama dengan PLN, rekening listrik disamakan dengan
SPTPD;
(3) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Pasal 15
(1) Wajib Pajak membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1)
digunakan untuk menghitung dan menetapkan pajak sendiri yang terutang;
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah pajak, Bupati dapat menerbitkan :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBP;
c. SKPDN;
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan :
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
persen) sebulan terhitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutang pajak;
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah
ditegur secara tertulis dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
persen) sebulan terhitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat terutang pajak;
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan, dan dikenakan sanksi admnistrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua
puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi-sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan terhitung dari pajak yang kurang atau
terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
terhitung sejak saat terutang pajak;
(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan
data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak terutang akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 %
(seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut;
(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak
yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak;
(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPSKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar
dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan;
(7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
BAB VIII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 16
(1) Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Daerah sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD,
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD;
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak
harus disetor seluruhnya ke Kas Daerah dalam waktu 1 x 24 jam;
(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan
menggunakan SSPD.
Pasal 17
(1) Pembayaran Pajak harus disediakan sekaligus atau lunas;
(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak
terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan;
(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara
teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari
jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar;
(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran
pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan
dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum
atau kurang dibayar;
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran pembayaran serta tata
cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(4) ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 18
(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 diberikan tanda bukti
pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan;
(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 19
(1) Surat Teguran atau Surat Penagihan atau Surat Lain yang sejenisnya sesuai awal tindakan
pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran;
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau peringatan atau surat
lain sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang;
(3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikeluarkan pejabat.
Pasal 20
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau peringatan atau surat lain yang sejenis,
jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa;
(2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak
tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis.
Pasal 21
apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah
tanggal pemberian Surat Paksa, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan.
Pasal 22
Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya setelah 10
(sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah melaksanakan penyitaan, Pejabat
mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 23
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang,
juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada wajib pajak.
Pasal 24
Bentuk, jenis, isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak Daerah
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB X
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 25
(1) Bupati berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan
dan pembebasan pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,
PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN
ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 26
(1) Bupati karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat :
a. Membetulkan SKPD dan SKPDKB atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan
Perundang-undangan perpajakan daerah.
b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang benar.
c. Mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan pajak yang terutang karena kehilafan wajib pajak atau bukan karena
kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi atas SKPD dan SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh wajib pajak
kepada Bupati atau Pejabat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterima SKPD dan SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD dengan alasan jelas.
(3) Bupati atau Pejabat paling lambat 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Bupati atau
Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan
sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XII
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 27
(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. SKPDLB;
e. SKPDN;
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara
tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT atau STPD diterima oleh wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak
dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar
kekuasaan;
(3) Bupati atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah
memberikan keputusan;
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Bupati
atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar pajak.
Pasal 28
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan Banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya Surat Keputusan Keberatan.
(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban
membayar pajak.
Pasal 29
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pasal 27 atau banding sebagaimana
dimaksud pasal 28 dikabulkan sebagian atau seluruhnya kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XIII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 30
(1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
kepada Bupati atau Pejabat secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :
a. Naman dan Alamat Wajib Pajak;
b. Masa Pajak;
c. Besarnya Kelebihan Pajak;
d. Alasan yang jelas.
(2) Bupati atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Bupati atau Pejabat
tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan;
(4) Apabila wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud ayat (2) langsung diperhitungkan akan melunasi terlebih dahulu
utang pajak dimaksud;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua)
bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak (SPMKP);
(6) Apabila Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu
2 (dua) bulan, sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat memberikan imbalan
bunga sebesar 2 % sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
Pasal 31
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara
pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIV
KADALUARSA
Pasal 32
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak
melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.
(2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau;
b. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XV
BIAYA PEMUNGUTAN
Pasal 33
(1) Biaya pemungutan Pajak Penerangan Jalan sebesar 5 % (lima persen) dari realisasi
penerimaan pajak Penerangan Jalan.
(2) Biaya Pemungutan dan alokasinya akan diatur lebih lanjut dalam Naskah Kerjasama
antara Pemerintah Daerah dan PT. PLN Ranting Nanga Bulik tentang Pemungutan dan
Penyetoran Pajak Penggunaan Tenaga Listrik dan Pembayaran Rekening Listrik oleh
Pemerintah Daerah dengan ketentuan 70 % (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah
Daerah.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
(1) Penyelenggaraan Penerangan Jalan Umum Swadaya milik masyarakat yang tidak
memiliki izin sebagaimana diatur pada pasal 3 ayat (3), diancam dengan pidana kurungan
selama-lamanya 6 (enam) bulan dan denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta
rupiah);
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran;
(3) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak yang terutang;
(4) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah yang terutang.
Pasal 35
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 tidak dituntut setelah melampaui
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak
atau berakhirnya bagian tahun pajak.
BAB XVII
PENYIDIKAN
Pasal 36
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik tindak pidana dibidang Pajak Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana dibidang pajak Daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Pajak
Daerah;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana dibidang Pajak Daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan
dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dibidang Pajak Daerah;
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
pelaksanaan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah tentang
Penerangan Jalan Umum dan Pajak Penggunaan Tenaga Listrik ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
:
Pada Tanggal : 21 Oktober 2006
WAKIL BUPATI LAMANDAU
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada tanggal : 21 Oktober 2006
SEKRETARIS DAERAH KAB. LAMANDAU
ttd
Ir. MARUKAN
Pembina Utama Muda
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 21 SERI : B
P E N J E L A S A N
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 12 TAHUN 2006
TENTANG
PENERANGAN JALAN UMUM
DAN PAJAK PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK
I. PENJELASAN UMUM.
Sebagai wujud pembangunan yang telah dilaksanakan selama kurun waktu kurang
lebih 3 Tahun di Kabupaten Lamandau telah mulai memberikan hasil yang cukup baik,
mulai dari pembangunan sarana dan prasarana perkantoran, peningkatan perekonominan
yang mencakup seluruh kegiatan yang ada dalam masyarakat. Maka diperlukannya
dukungan dari seluruh masyarakat untuk dapat menunjang kesuksesan program
pemerintah tersebut. Yang salah satunya adalah taat membayar pajak sebagaimana yang
diamanatkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah salah satunya melalui pajak penggunaan tenaga listrik.
Untuk maksud diatas Pemerintah mengambil kebijakan untuk membentuk dan
menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau khusus masalah pajak penggunaan
tenaga listrik yang tujuannya untuk menciptakan keindahan kota serta ,perlu adanya
penertiban dan penetapan penerangan jalan umum yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi Kabupaten Lamandau.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan PPTL adalah Pajak Penggunaan Tenaga Listrik
Ayat (2)
Setiap benda yang mempergunakan tenaga listrik menjadi objek pajak.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Setiap orang atau badan yang mempergunakan tenaga listrik menjadi subjek
pajak.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak oleh Bupati berdasarkan
keadaan wajib pajak yang disertai bukti – bukti pendukung yang kuat.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Keputusan dimaksud adalah keputusan untuk menerima atau menolak
permohonan dari wajib pajak.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Selama pengajuan keberatan oleh wajib pajak segala kewajiban wajib pajak
terhadap penggunaan tenaga listrik tetap diperhitungkan.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 21 SERI : B
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 13 TAHUN 2006
TENTANG
RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
bahwa dengan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 119 Tahun 1998 tentang Ruang Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi
Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II, maka Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah adalah merupakan jenis Retribusi Pemerintah Daerah
Tingkat II Kabupaten Lamandau;
bahwa untuk memungut Retribusi sebagaimana dimaksud pada huruf a,
perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1209);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di
Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4180);
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4437);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara RI Tahun 2000 Nomor 3952);
8.
9.
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 4262);
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan atau Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 4263);
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang
Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;
11.
12.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata
Cara Pemeriksaan dibidang Retribusi Daerah.
Perda Nomor 12 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan
Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004 tentang Kelembagaan
Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun
2004 Nomor 4 Seri C).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Bupati adalah Bupati Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau;
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsif otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsif Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945;
4. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah;
6. Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Lamandau;
7. Retribusi Jasa Usaha adalah Retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh
sektor swasta;
8. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah
Pembayaran atas Pelayanan Pemakaian Kekayaan Daerah antara lain pemakaian tanah
dan bangunan, pemakaian ruang pesta, pemakaian kendaraan-kendaraan, alat-alat berat
milik Pemerintah;
9. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-
undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi;
10. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi
wajib retribusi untuk memanfaatkan kekayaan daerah;
11. Surat ketetapan retribusi daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan
yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
12. Surat tagihan retribusi daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga lain dan atau
denda;
13. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT)
persekutuan komenditer (CV), Firma (PD) perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, kongsi,
koperasi atau organisasi yang sejenis serta badan usaha lainnya.
14. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data
dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban
retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah;
15. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana
dibidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2
Dengan nama Retribusi pemakaian Kekayaan Daerah dipungut Retribusi sebagai pembayaran
atas pemakaian kekayaan daerah.
Pasal 3
(1) Objek Retribusi adalah pelayanan pemberian hak Pemakaian Kekayaan Daerah untuk
jangka waktu tertentu meliputi :
a. Pemakaian tanah;
b. Pemakaian bangunan;
c. Pemakaian ruangan;
d. Pemakaian kendaraan/alat-alat berat;
e. Mobil ambulance;
f. Pemakaian kekayaaan daerah lainnya selain tersebut huruf a s/d e ayat ini.
(2) Tidak termasuk objek retribusi adalah pemakaian kekayaan daerah yang dimiliki dan atau
dikelola oleh Pemerintah Kecamatan, pemakaian kekayaan daerah untuk pelayanan
umum, antara lain untuk pemeriksaan daging inport dan pengujian hasil mutu.
Pasal 4
Subjek retribusi pemakaian kekayaan daerah adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh hak untuk penggunaan kekayaan daerah.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi pemakaian kekayaan daerah digolongkan sebagai retribusi Jasa Usaha.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN USAHA
Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jangka waktu pemakaian kekayaan daerah.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR
DAN BESARNYA TARIF
Pasal 7
Prinsip dan sasaran dalam struktur dan besarnya tarif retribusi adalah didasarkan pada tujuan
memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh
pengusaha sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
(1) Tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis kekayaan yang digunakan dan jangka waktu
pemakaian;
(2) Besarnya tarif ditetapkan berdasarkan tarif pasar yang berlaku diwilayah daerah atau
sekitarnya;
(3) Dalam hal tarif pasar yang berlaku sulit ditemukan diperoleh, maka tarif ditetapkan
sebagai jumlah pembayaran persatuan unit pelayanan/jasa yang melupakan jumlah unsur-
unsur tarif yang meliputi :
a. Unsur biaya persatuan penyediaan jasa;
b. Unsur keuntungan yang dikehendaki persatuan jasa
(4) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a pasal ini meliputi :
a. Biaya operasional langsung yang meliputi biaya Pegawai termasuk pegawai tidak
tetap, belanja barang, belanja pemeliharaan, sewa tanah dan bangunan, biaya listrik
dan semua biaya rutin/periodik lainnya yang berkaitan langsung dengan penyediaan
jasa;
b. Biaya tidak langsung yang meliputi biaya administrasi umum, dan biaya lainnya yang
mendukung penyediaan jasa;
c. Biaya modal yang berkaitan dengan tersedianya aktiva tetap dan aktiva lainnya yang
berjangka menengah dan panjang yang meliputi angsuran bunga pinjaman nilai sewa
tanah dan bangunan, serta penyusutan;
d. Biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan penyediaan jasa seperti bunga atas
pinjaman jangka pendek.
(5) Keuntungan sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf b pasal ini ditetapkan dalam
prosentase tertentu dari total biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini dan dari
modal;
(6) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) pasal ini
ditetapkan sebagai berikut :
- Bangunan Tanah : 2) Retribusi tanah untuk pemasangan sarana/media luar ruang sebesar Rp. 600.000,-
/tahun
3) Retribusi tanah yang digunakan untuk berjualan tanaman hias, ukiran dan patung-
patung kesenian sebesar Rp. 25.000,-/M2/tahun
4) Retribusi tanah yang dipergunakan untuk berjualan usaha dan tempat tinggal
sebesar Rp. 0,5 % x harga tanah/tahun :
- Penggunaan gedung/bangunan 1) Gedung stadion olah raga sebesar Rp. 50.000/bulan
2) Gedung balai kecamatan sebesar Rp. 20.000/bulan
3) Gedung balai Kelurahan sebesar: Rp. 10.000/bulan
4) Gedung sekolah
a. Untuk sekolah sebesar/bulan : Rp. 25.000
b. Untuk kursus sebesar/bulan : Rp. 25.000
- Retribusi pemakaian kendaraan/alat-alat berat
1) Dumptruck
2) Truck Bak Kayu
3) Bulldozer
4) Mesin Gilas 8/10 ton
5) Mesin gilas 6/10 ton
6) Tandem roller 8/10 ton
7) Aspal mixing plan
8) Hand Stemper
9) Stonecruser
10) Gensen 30 KVA
11) Aspal Rinisher
12) Compresor
13) Aspal sprayer
14) Cutting Dradger
15) Chain saw
16) Mobil tinja
17) Amrol truck
18) Mobil tengki air
19) Lavatory Truck
20) Loader on truck
21) Loader on whell
22) Ambulance
Besarnya retribusi ditetapkan sebesar Rp. 2,5 % dari harga sewa.
Pemakaian lapangan bola kaki untuk kegiatan pertunjukan dan pameran sebesar Rp.
50.000/hari. Sarana/penunjang media luar ruang sebesar Rp. 10.000,-/hari.
BAB VII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 9
Retribusi yang terutang dipungut diwilayah daerah tempat pelayanan pemakaian kekayaan
daerah diberikan.
BAB VIII
SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 10
1. Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan atau ditetapkan lainnya
dengan Peraturan Bupati;
2. Retribusi terutang terjadi pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
BAB IX
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 11
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan;
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainnya yang
dipersamakan.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 12
Dalam hal wajib retribusi, tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administrasi bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang
terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XI
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 13
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak
diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan STRD.
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan
Peraturan Bupati
BAB XII
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 14
(1) Pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo
pembayaran dengan mengeluarkan surat bayar/penyetoran atau surat lainnya yang sejenis
sebagai awal tindakan pelaksanaan.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain
yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(3) Surat teguran/penyetoran atau surat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
dilakukan oleh Pejabat yang ditunjuk.
BAB XIII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 15
(1) Bupati/Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan
retribusi;
(2) Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini dapat diberikan pada wajib retribusi antara lain lembaga sosial untuk
mengangsur kegiatan sosial bencana alam
(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
BAB XIV
KADALUARSA PENAGIHAN
Pasal 16
(1) Hal untuk melakukan penagihan retribusi kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3
(tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi
melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
ditangguhkan apabila :
a. Diterbitkan surat teguran, atau
b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak
langsung
BAB VX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 17
(1) Wajib retribusi yang tidak melakukan kewajibannya sehingga merugikan keuangan
daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4
(empat) kali jumlah retribusi yang terutang.
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 18
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi
daerah.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti kecurangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi jelas dan lengkap.
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
retribusi daerah.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah.
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana dibidang retribusi daerah.
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen-dokumenserta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dibidang retribusi daerah.
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas seseorang dan
atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c pasal ini.
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah.
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
j. Menghentikan penyidikan.
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
BAB
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan yang telah ada sebelumnya,
yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Pasal 20
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 21
Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Pemerintah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 21 Oktober 2006
WAKIL BUPATI LAMANDAU,
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada tanggal : 21 Oktober 2006
SEKRETARIS DAERAH KAB. LAMANDAU
ttd
Ir. MARUKAN
Pembina Utama Muda
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 22 SERI : C
P E N J E L A S A N
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 13 TAHUN 2006
TENTANG
RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH
I. PENJELASAN UMUM
Bahwa sesuai dengan azas otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggung
jawab, maka daerah diharapkan dapat dan mampu untuk membiayai kepentingan
daerah. Untuk maksud tersebut diatas maka daerah berusaha untuk menggali
Pendapatan Asli Daerah dari berbagai bidang sesuai dengan kewenangan yang ada
pada daerah dengan tetap memperhatikan azas kepatutan, kewajaran serta beban yang
adil bagi masyarakat khususnya yang menjadi obyek dan subyek dari pajak/ retribusi
itu sendiri.
Sesuai dengan penjelasan umum Undang – undang nomor 34 Tahun 2000
bahwa pada prinsipnya pendapatan asli daerah antara lain dari pajak dan retribusi
daerah diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan
Pemerintah dan Pembangunan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat,
dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya.
Salah satu kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau adalah
membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang
mana objek retribusi ditekankan pada Pemakaian Tanah, Pemakaian Bangunan,
Pemakaian Ruangan, Pemakaian Kendaraan/ alat-alat berat dsan Mobil Ambulance.
Yang mana tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jangka waktu pemakaian
kekayaan Daerah tersebut.
Jenis Retribusi pemakaian kendaraan/ alat-alat berat adalah, Dumptruck,
Truck Bak Kayu, Bulldozer, Mesin Gilas 8/10 ton, Mesin Gilas 6/10 ton, Tander
Roller 8/10 ton, Aspal mixing plan, Hand Stempel, Stonecruser, Gensen 30 KVA,
Aspal Rinisher, Compresor, Aspal sprayer, Cutting Dradger, Chain saw, Mobil Tinja,
Amrol Truck, Mobil Tengki Air, Lavatory Truck, Loader on Truck,, Loader on whell
dan Ambulance.
Disamping itu Peraturan Daerah ini mengatur besarnya tarif retribusi,
Wilayah pemungutan, saat retribusi terutang, tata cara pemungutan, sanksi, tata cara
pembayaran dan penagihan dan pengurangan, keringanan dan pembesan retribusi.
Dalam hal ini diharapkan dari Peraturan Daerah tentang retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah dapat memberikan masukan yang besar bagi pendapatan asli daerah
sehingga dari hasil tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi kehidupan
masyarakat.
II. PENJELASAN PASAL – DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Retribusi Pemakaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, angka 8,
adalah Pembayaran atas Pelayanan Pemakaian Kekayaan Daerah antara lain,
Pemakaian atas tanah dan bangunan, pemakaian ruang pesta, pemakaian
kendaraan-kendaraan, alat-alat berat milik Pemerintah.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 4
Hak sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah kewenangan yang dijamin
dan didapat melalui prosedur hukum yang berlaku.
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 22 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 14 TAHUN 2006
T E N T A N G
IZIN USAHA PERTAMBANGAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
bahwa dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah maka Izin Usaha Pertambangan
merupakan salah satu Kewenangan Daerah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten
Lamandau tentang Izin Usaha Pertambangan Umum.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria (Lembaran Negara RI Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
(Lembaran Negara RI Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2943);
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara RI Tahun
1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri (Lembaran Negara RI Tahun 1970 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja (Lembaran Negara RI Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1918);
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 761,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor
246);
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor
3699);
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3888);
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur
di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4180);
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RI Nomor 53,
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4389);
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran
Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan
dan Pengawasan Keselamatan Kerja dibidang Pertambangan
(Lembaran Negara RI Tahun 1973 Nomor 25);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang
Penggolongan Bahan Galian (Lembaran Negara RI Tahun 1986
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3174);
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan
Saham dalam Perusahaan yang diberikan dalam Rangka
Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara RI Tahun 1994
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3552);
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1998 tentang Tarif atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Departemen Pertambangan dan Energi dibidang Pertambangan
Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2000 (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor
26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3939);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) (Lembaran Negara
RI Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3838);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan
Kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 141);
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran
Negara RI Tahun 2003 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
23.
24.
RI Nomor 4314);
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tanggal 25
September 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara;
Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Keppres Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara
Penanaman Modal;
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2005
tentang Pembentukan, Susunan Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Lamandau
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
IZIN USAHA PERTAMBANGAN UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Bupati adalah Bupati Lamandau;
2. Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Kabupaten Lamandau;
3. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah Otonom sebagai Badan
Eksekutif Daerah;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Lamandau;
6. Dinas Pertambangan adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lamandau;
7. Usaha Pertambangan Umum adalah segala kegiatan usaha pertambangan baik Bahan
Galian Golongan A, B dan C yang meliputi eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan/pemurnian, pengangkutan dan penjualan;
8. Penyelidikan Umum adalah Penyelidikan secara Geologi Umum atau Geofisika,
didaratan, perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta
Geologi Umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya;
9. Eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih
teliti/seksama adanya dan sifat letakan bahan galian;
10. Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian
dan memanfaatkannya;
11. Pengolahan/Pemurnian adalah pekerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta
untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat dalam bahan galian itu;
12. Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahan/pemurnian
bahan galian;
13. Reklamasi adalah setiap pekerjaan yang bertujuan untuk memperbaiki, mengembalikan
pemanfaatan atau meningkatkan daya guna lahan yang diakibatkan oleh usaha
pertambangan umum;
14. Konservasi sumberdaya alam adalah pengolahan sumberdaya alam yang menjamin
pemanfaatannya secara bijak dan menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya;
15. Izin usaha pertambangan adalah Izin usaha yang berisikan kewenangan, kewajiban dan
hak untuk melakukan semua atau sebagian tahap kegiatan Pertambangan Umum yang
terdiri dari :
- Kuasa Pertambangan (KP)
- Kontrak Karya (KK)
- Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
16. Kuasa Pertambangan (KP) adalah kewenangan yang diberikan kepada badan hukum atau
perseorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan.
17. Kontrak Karya (KK) adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia
dengan perusahaan hukum Indonesia yang didirikan dalam rangka PMA atau PMDN
untuk melaksanakan usaha Pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas
alam, panas bumi, radioaktif dan batubara.
18. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) adalah suatu perjanjian
antara Pemerintah RI dengan perusahaan kontraktor swasta yang didirikan dalam rangka
PMA atau PMDN untuk melaksanakan pengusahaan bahan galian batubara.
19. Pungutan Daerah adalah pungutan yang wajib dibayar kepada Daerah sebagai
pembayaran atau hak usaha pertambangan yang diberikan, terdiri dari :
- Pajak Daerah;
- Pencadangan Areal;
- Pungutan lainnya. 20. Pungutan Negara adalah pungutan yang wajib dibayar kepada Negara melalui Kas Negara
sebagai pembayaran atas hak usaha pertambangan yang diberikan.
21. Pajak Daerah selanjutnya disebut Pajak iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pembangunan daerah.
22. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah Pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
23. Pungutan lainnya adalah pungutan yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah atas
pemanfaatan fasilitas-fasilitas umu dan penggunaan peralatan untuk menunjang kegiatan
pertambangan.
24. Badan Usaha adalah suatu bentuk badan yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya.
25. Hak Tanah adalah hak atas sebidang tanah pada permukaan bumi menurut hukum
Indonesia.
26. Bahan galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam
batuan
27. termasuk batu-batu mulia yang termasuk endapan-endapan alam.
28. Pengangkutan adalah segala kegiatan memindahkan bahan galian dari tempat eksploitasi
atau pengolahan/pemurnian.
29. Wilayah pertambangan adalah seluruh lokasi kegiatan penambangan dan lokasi fasilitas
penunjang kegiatan penambangan.
30. Pertambangan Rakyat adalah semua atau sebagian kegiatan pertambangan yang dilakukan
oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong royong dalam lokasi yang
sama.
31. Pencadangan Wilayah adalah pengecekan ketersediaan dan penetapan suatu wilayah yang
akan dimohon sebagai wilayah izin usaha pertambangan umum.
32. Iuran Tetap ialah iuran yang dibayarkan kepada Negara/Daerah sebagai imbalan atas
kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah Kuasa
Pertambangan.
33. Iuran Eksplorasi ialah iuran produksi yang dibayarkan kepada Negara/Daerah dalam hal
pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian yang
tergali atas kesempatan eksplorasi yang diberikan kepadanya.
34. Iuran Eksploitasi ialah Iuran Produksi yang dibayarkan kepada Negara/Daerah atas hasil
yang diperoleh dari usaha pertambangan eksploitasi sesuatu atau lebih bahan galian.
BAB II
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB URUSAN
DIBIDANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM
Pasal 2
Kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan urusan dibidang usaha pertambangan
umum dilakukan oleh Bupati.
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintah dibidang pertambangan umum sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 Peraturan Daerah ini meliputi :
a. Pengaturan.
b. Perizinan.
c. Pembinaan dan Pengawasan.
d. Evaluasi dan pelaporan.
(2) Kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan tugas
Pemerintah dibidang usaha pertambangan umum meliputi :
a. Mengatur, mengurus, membina dan mengembangkan kegiatan usaha pertambangan
umum.
b. Melakukan kegiatan survey, inventarisasi dan pemetaan terhadap bahan galian
golongan A, B dan C.
c. Pengembangan dan penetapan prosedur persyaratan pemberian izin.
d. Pengembangan dan penetapan prosedur pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan
pemeriksaan;
e. Mengatur dan menetapkan tata cara penyusunan organisasi kantor pertambangan.
f. Mengatur dan menetapkan kompetensi jabatan pada organisasi kantor pertambangan.
g. Mengatur dan menetapkan tata cara pengelolaan informasi energi dan sumberdaya
mineral didaerah.
h. Mengatur dan menetapkan tata cara evaluasi dan pelaporan.
i. Penyelesaian masalah tumpang tindih wilayah antara usaha pertambangan umum
dengan usaha atau peruntukan lain.
j. Perencanaan dan pengembangan wilayah dan kawasan pertambangan.
k. Pencegahan dan penanggulangan pertambangan tanpa izin.
l. Penetapan dan pengawasan pengelolaan lingkungan dan K3 dalam rangka usaha
pertambangan umum.
m. Penetapan dan pengawasan serta pembinaan dan pelaksanaan program pengembangan
masyarakat sekitar wilayah usaha pertambangan umum.
n. Pemberian Izin Usaha Pertambangan.
o. Melakukan Pungutan Daerah dan atau Pungutan Negara.
p. Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
(3) Bupati menugaskan Dinas Pertambangan untuk merencanakan dan melaksanakan
kegiatan tersebut ayat (2) pasal ini.
(4) Dalam melaksanakan kegiatan tersebut ayat (2) pasal ini, Kantor Pertambangan dapat
bekerjasama dengan Instansi lainnya.
(5) Kewenangan dan tanggung jawab pelaksanaan sesuai ayat (3) diatas yang dilimpahkan
dari Bupati kepada Kantor Pertambangan akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB III
JENIS BAHAN GALIAN
Pasal 4
(1) Jenis bahan galian yang masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah sebagai
berikut :
a. Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam.
b. Uranium, radium, thorium dan bahan-bahan galian radioaktif.
(2) Jenis bahan galian yang masih menjadi kewenangan Pemerintah Daerah adalah sebagai
berikut :
- Golongan Bahan Galian Strategis (Gol.A) ● itumen padat, aspal
● Antrasit, batubara, batubara muda, nikel, kobalt, timah.
- Golongan Bahan Galian Vital (Gol. B) ● Besi, mangaan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan.
● Bauksit, tembaga, timbale, seng, emas, platina, perak, air raksa, intan.
● Arsen, antimony,bismuth, krlolit, fluorspar, barit
Yttrium, rhutenium, cerium, dan logam-logam langka lainnya.
● Berillium, korundum, zirkom, kristal kuarsa.
● Yodium, brom, khlor, belerang
- Golongan Bahan Galian yang tidak termasuk gol. A dan B adalah Golongan C.
● Nitrat-nitrat, pospat- pospat, batu garam (halite)
● Asbes, talk, mika, grafit, magnesit, yerosit, leusit, tawas (alum), oker.
● Batu permata, batu setengah permata.
● Pasir kuarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit.
● Batuapung, tras, obsidian, perlit tanah diatomae, tanah serap (fullers earth)
● Marmer, batutulis, batukapur, dolomite, kalsit
● Granit, andesit, basalt, trakhit, tanah liat dan pasir sepanjang tidak mengandung
unsur-unsur mineral Golongan A maupun B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari
segi ekonomi pertambangan.
BAB IV
USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 5
(1) Setiap usaha pertambangan umum baru dapat dilakukan setelah memiliki izin.
(2) Pemegang izin mempunyai wewenang untuk melakukan satu atau beberapa tahap usaha
pertambangan umum yang ditentukan dalam izin.
(3) Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari :
a. Kuasa Pertambangan (KP)
b. Kontrak Karya (KK)
c. Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B)
(4) Usaha Pertambangan dapat berupa izin untuk melaksanakan kegiatan :
a. Penyelidikan umum
b. Eksplorasi
c. Eksploitasi
d. Pengolahan dan pemurnian
e. Pengangkutan dan penjualan.
(5) Usaha Pertambangan dalam bentuk KP seperti dimaksud ayat (3) huruf a pasal ini dapat
diberikan dalam bentuk.
a. Keputusan Penugasan Pertambangan Umum
b. Keputusan pemberian Kuasa Pertambangan Umum
c. Keputusan Izin Pertambangan Rakyat
d. Keputusan Izin Pertambangan Bahan Galian Golongan C.
Pasal 6
(1) Usaha Pertambangan Umum dapat diberikan kepada :
a. Instansi Pemerintah.
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
d. Koperasi/koperasi Unit Desa
e. Badan Hukum Swasta yang didirikan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
dan berkedudukan di Indonesia, mempunyai pengurus yang berkewarganegaraan
Indonesia serta bertempat tinggal di Indonesia dan mempunyai usaha dibidang
pertambangan yang berlokasi didaerah.
f. Perorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Lamandau.
g. Badan Hukum Swasta yang modalnya berasal dari kerjasama antara Badan Usaha dan
Perorangan sebagaimana tercantum dalam huruf a,b, c, d dan e.
(2) Bagi Badan Usaha atau Koperasi yang melaksanakan usaha pertambangan wajib
mempunyai kantor didaerah.
(3) Persyaratan, prosedur dan format permohonan perizinan sebagaimana dimaksud ayat (1)
pasal 5 Peraturan Daerah ini diatur dengan Peraturan Bupati Bupati.
(4) Kegiatan pertambangan tidak memerlukan izin dari Bupati sebagaimana pasal 5 ayat (1)
yaitu untuk keperluan penelitian dan penyelidikan.
(5) Kegiatan pertambangan untuk keperluan penelitian dan penyelidikan dalam ayat (4) pasal
ini dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bupati dan dapat dilakukan oleh
Instansi/Lembaga Pemerintah dan Swasta yang telah mendapat penugasan Pemerintah
untuk melakukan penelitian dan penyelidikan.
(6) Permohonan untuk memperoleh persetujuan tersebut ayat (5) pasal ini diajukan secara
tertulis kepada Bupati melalui Kantor Pertambangan.
(7) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (6) pasal ini harus dilampirkan data-data
mengenai :
a. Maksud dan tujuan kegiatan.
b. Lokasi, jenis bahan galian dan rencana kerja.
c. Pelaksana yang melakukan pekerjaan penelitian dan penyelidikan.
(8) Setiap permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (6) pasal ini hanya dapat
diajukan untuk sekali kegiatan dan jenis bahan galian dalam suatu wilayah dan
persetujuan diberikan untuk selama –lamanya 6 (enam) bulan.
(9) Hasil kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) pasal ini wajib dilaporkan secara
tertulis kepada Bupati melalui Dinas Pertambangan dengan tembusan disampaikan
kepada Gubernur Kalimantan Tengah melalui Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi
Kalimantan Tengah.
Pasal 7
(1) Kegiatan usaha pertambangan umum tidak boleh dilakukan pada :
a. Wlayah suaka alam, hutan wisata dan hutan lindung.
b. Tempat ibadah, tempat- tempat kuburan, tempat yang dianggap suci, tempat pekerjaan
umum, misalnya jembatan, jalan umum, saluran air, listrik dan sebagainya.
c. Wilayah yang tertutup untuk kepentingan umum dan pada tempat-tempat sekitar
lapangan dan bangunan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.
d. Tempat-tempat pekerjaan dari usaha pertambangan lainnya.
e. Bangunan-bangunan tempat tinggal, sekolah-sekolah, pabrik-pabrik dan tanah
disekitarnya kecuali dengan izin yang bersangkutan.
(2) Dalam hal pemegang izin menganggap perlu untuk kepentingan kegiatan usaha
pertambangan berdasarkan izin, maka pemindahan bangunan fasilitas umum dapat
dilakukan atas izin Bupati, dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh pemegang izin.
Pasal 8
Izin dinyatakan tidak berlaku apabila :
a. Masa berlakunya sudah berakhir dan tidak diperpanjang lagi.
b. Pemegang izin mengembalikan kepada Bupati sebelum berakhirnya jangka waktu yang
telah ditetapkan dalam izin yang bersangkutan.
c. Melanggar ketentuan yang berlaku sebagaimana dimuat dalam Peraturan Daerah dan
tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam izin.
d. Kondisi penambangannya membahayakan bagi lingkungan hidup dan keselamatan rakyat
setempat.
e. Terjadi persengketaan hak milik tanah yang tidak dapat diselesaikan.
f. Pemegang izin tidak melaksanakan izin kegiatan usaha pertambangan dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan setelah diterbitkan izin atau selama 2 (dua) tahun menghentikan
kegiatan usaha pertambangan umum tanpa memberikan alasan-alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
g. Endapan bahan galian sudah habis atau sudah sulit didapat.
h. Izin dibatalkan dengan Keputusan Bupati untuk kepentingan Negara
Pasal 9
(1) Pada suatu wilayah usaha pertambangan umum dapat diberikan izin untuk jenis bahan
galian lain yang keterdapatannya berbeda setelah mendapatkan persetujuan dari
pemegang izin terdahulu.
(2) Pemegang izin mempunyai hak prioritas apabila berkeinginan untuk mengusahakan
bahan galian lain dalam wilayah kerjanya.
Pasal 10
(1) Bentuk dan isi kontrak untuk Kontak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batu Bara PKP2B mengacu kepada standar kontrak yang dibuat oleh
Pemerintah.
(2) Kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dikonsultasikan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
(3) Dalam hal pemberian KK dan PKP2B dalam rangka Penanaman Modal Asing,
Pemerintah Daerah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
BAB V
LUAS WILAYAH IZIN
Pasal 11
(1) Luas wilayah dalam bentuk KP, kecuali IPR :
a. Tahap penyelidikan umum
1) Untuk Badan Usaha tidak boleh melebihi 25.000 Ha
2) Untuk Koperasi tidak boleh melebihi 1.000 Ha
3) Untuk Perorangan tidak boleh melebihi 50 Ha
b. Tahap Eksplorasi
1) Untuk Badan Usaha tidak boleh melebihi 10.000 Ha
2) Untuk Koperasi tidak boleh melebihi 500 Ha
3) Untuk Perorangan tidak boleh melebihi 25 Ha
c. Tahap Eksploitasi
1) Untuk Badan Usaha tidak boleh melebihi 5.000 Ha
2) Untuk Koperasi tidak boleh melebihi 250 Ha
3) Untuk Perorangan tidak boleh melebihi 5 Ha
(2) Luas wilayah izin dalam bentuk KK dan PKP2B
a. Pada tahap penyelidikan umum atau eksplorasi tidak boleh melebihi 100.000 Ha dan
secara bertahap akan dikurangi besarnya sesuai ketentuan dalam kontrak/perjanjian.
b. Pada tahap Eksploitasi tidak boleh melebihi 25 % dari luasan pada tahap Penyelidikan
Umum (PU) +eksploritas.
(3) Luas wilayah KP dan IPR untuk perorangan tidak bukan boleh tapi melebihi 5 Ha dan
koperasi tidak boleh melebihi 25 Ha.
BAB VI
JANGKA WAKTU PEMBERIAN IZIN
Pasal 12
(1) Izin yang berisikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan umum diberikan oleh
Bupati untuk jangka waktu selama-lamanya 1 (satu) tahun atas permintaan yang
bersangkutan.
(2) Bupati dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini untuk jangka waktu 1 (satu) tahun lagi, atas permintaan yang bersangkutan yang harus
diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah
ditetapkan.
Pasal 13
(1) Izin yang berisikan kewenangan untuk melakukan Usaha Pertambangan Eksplorasi
diberikan oleh Bupati untuk jangka waktu selama-lamanya 3 (tiga) tahun atas permintaan
yang bersangkutan.
(2) Bupati dapat memperpanjang jangka waktu termasuk dalam ayat (1) pasal ini sebanyak 2
(dua) kali, setiap kalinya untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, atas permintaan yang
bersangkutan yang harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya
jangka waktu yang telah ditetapkan.
(3) Dalam pemegang izin untuk kegiatan Ekplorasi telah menyatakan bahwa usahanya akan
dilanjutkan dengan Usaha Pertambangan Eksploitasi, maka Bupati dapat memberikan
perpanjangan untuk jangka waktu selama-lamanya 3 (tiga) tahun lagi untuk pembangunan
fasilitas-fasilitas Eksploitasi penambangan, atas permintaan yang bersangkutan.
Pasal 14
(1) Izin yang berisikan kewenangan untuk melakukan Usaha Pertambangan Ekploitasi
diberikan oleh Bupati untuk jangka waktu selama-lamanya 30 (tiga puluh) tahun.
(2) Bupati dapat memperpanjang jangka waktu termasuk dalam ayat (1) pasal ini sebanyak 2
(dua) kali, setiap kalinya untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(3) Permintaan perpanjangan harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pasal 15
(1) Izin yang berisikan kewenangan untuk melakukan Usaha Pertambangan Rakyat diberikan
oleh Bupati untuk jangka waktu selama-lamanya 5 (lima) tahun.
(2) Bupati dapat memperpanjang jangka waktu termasuk dalam ayat (1) pasal ini sebanyak 2
(dua) kali, setiap kalinya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.
(3) Permintaan perpanjangan harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
BAB VII
PENUGASAN PERTAMBANGAN
Pasal 16
(1) Keputusan Penugasan Pertambangan Umum yang merupakan penugasan kepada suatu
instansi Pemerintah untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam rangka
penelitian/penyelidikan memuat ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari penugasan
tersebut;
(2) Apabila dianggap perlu dalam penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
dapat diberikan keringanan- keringanan terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan
dalam Peraturan Daerah ini;
(3) Apabila dalam penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini tidak
dicantumkan ketentuan- ketentuan mengenai keringanan tersebut, maka ketentuan-
ketentuan mengenai kuasa pertambangan dalam Peraturan Daerah ini berlaku
sepenuhnya.
BAB VIII
PERTAMBANGAN RAKYAT
Pasal 17
(1) Permohonan Izin Pertambangan Rakyat seperti termaksud dalam pasal 6 (enam)
Peraturan Daerah kepada Bupati;
(2) Bupati dapat memberikan izin usaha pertambangan rakyat pada wilayah yang telah
ditetapkan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR) selama-lamanya 5 (lima) tahun;
(3) Penetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (2) pasal ini ditetapkan dengan
Keputusan;
(4) Bupati dapat membatalkan suatu penetapan WPR untuk kepentingan Negara;
(5) Perizinan pertambangan rakyat hanya diberikan kepada penduduk setempat dan
pengaturan lebih lanjut tentang perijinan pertambangan rakyat akan ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
BAB IX
KEWAJIBAN DAN HAK PEMEGANG IZIN
Pasal 18
(1) Pemerintah Daerah mewajibkan bagi pemohon izin untuk memenuhi kewajiban
keuangan sesuai ketentuan yang berlaku pada saat izin diterbitkan atau ketentuan lain
yang berlaku dari waktu kewaktu;
(2) Pemerintah Daerah tidak mewajibkan pemegang izin untuk membayar pungutan daerah
atas Waste/material buangan dan lapisan tanah penutup dalam kegiatan operasional
penambangan selama tidak dimanfaatkan secara komersial.
(3) Pemegang izin wajib membayar pungutan daerah atas kegiatan usahanya sesuai
ketentuan yang berlaku pada saat izin diterbitkan atau ketentuan lain yang berlaku dari
waktu kewaktu.
(4) Pemegang izin wajib melaksanakan kegiatan penambangan dengan memperhatikan
keselamatan kerja, teknis penambangan yang baik dan benar pengelola lingkungan hidup
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan petunjuk-petunjuk pejabat pelaksanaan
inspeksi tambang (PIT).
(5) Pemegang izin wajib memberikan laporkan secara tertulis atas pelaksanaan kegiatan
setiap 3 (tiga) bulan kepada Bupati melalui Kantor Pertambangan, Camat yang
bersangkutan dan tembusan kepada Gubernur melalui Dinas Pertambangan dan Energi
Propinsi, Direktur Jenderal OTDA dan Direktur Jenderal Geologi dan Sumberdaya
Mineral.
(6) Pemegang izin wajib membuat laporan hasil pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan
(UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL), analisa mengenai dampak lingkungan
(AMDAL) setiap 3 (tiga) bulan kepada Bupati melalui Kantor Pertambangan dengan
tembusan BAPEDALDA yang bertanggung jawab atas pengendalian dampak lingkungan
didaerah;
(7) Guna kepentingan pengendalian dampak lingkungan pada bekas penambangan kepada
pemegang izin diwajibkan membayar/menitipkan uang jaminan reklamasi;
(8) Uang jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) pasal ini menjadi hak Pemerintah
Daerah bila tidak dilakukan reklamasi;
(9) Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 19
(1) Pemegang izin diwajibkan membayar ganti rugi kepada orang pribadi/badan yang
memiliki tanah pada lokasi kegiatan tambang yang nyata-nyata menderita kerugian akibat
kegiatan usaha tambang yang bersangkutan.
(2) Kerugian yang disebabkan oleh usaha-usaha pertambangan oleh 2 (dua) pemegang izin
atau lebih dibebankan kepada mereka bersama-sama
Pasal 20
(1) Untuk pemegang izin KP (kecuali IPR), KK, dan PKP2B diwajibkan memberikan
pembuktian kesungguhan kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk jaminan
kesungguhan;
(2) Besarnya jumlah jaminan kesungguhan sesuai dengan ketentuan yang berlaku perhektar
(3) Tata cara penyetoran dan pencairan jaminan kesungguhan ditetapkan dengan keputusan
Bupati;
(4) Pemegang izin KP, KK dan PKP2B diwajibkan membuat/menyampaikan peta
pencadangan wilayah beserta penjelasannya;
Pasal 21
(1) Pemegang izin berhak :
a. Melaksanakan kegiatan pertambangan sesuai ketentuan dalam izin;
b. Menerima pembinaan dari Pemerintah;
c. Mengajukan keberatan atau keringanan atas penetapan pungutan atau kewajiban lain
disertai alasan-alasan pada keadaan memaksa (force majeure) dan benar-benar telah
melakukan langkah -langkah pengamanan dan mengambil langkah alternatif yang
wajar.
d. Menerima penghargaan atas ketaatan kepada Pemerintah.
(2) Pemegang izin mempunyai hak melakukan salah satu atau seluruh kegiatan :
a. Penyelidikan Umum
b. Eksplorasi
c. Study Kelayakan
d. AMDAL, UKL/UPL
e. Konstruksi
f. Izin pengiriman contoh buah batubara, biji besi
g. Eksploitasi/produksi
h. Pengolahan/pemurnian
i. Pengangkutan
j. Penjualan.
BAB X
OBJEK, SUBYEK, DAN BESARNYA PUNGUTAN
Pasal 22
Pendataan, Pencatatan, Penetapan dan Pemungutan pungutan dari kegiatan usaha
pertambangan dilakukan oleh Dinas Pertambangan.
Pasal 23
(1) Objek pungutan daerah adalah :
a. Pinjam pakai kawasan com dev (camunidity Development) per blok untuk luas 50
(lima puluh) Hektar atau lebih dikenakan pungutan Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah).
b. Beban lingkungan (reklamasi) untuk luasan kurang 1 Hektar dikenakan pungutan Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah) per hektar.
c. Pajak dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan dan peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
d. Hasil produksi yang diperoleh dari kegiatan pertambangan bahan galian golongan C
dan dari wilayah pertambangan rakyat.
e. Pungutan lainnya.
(2) Objek pungutan Negara adalah :
a. Iuran tetap
b. Iuran Eksplorasi
c. Iuran Eksploitasi
Pasal 24
Subjek pungutan adalah setiap BUMN dan BUMD, Koperasi/KUD Badan Hukum,
Perorangan atau Perusahaan Kerjasama yang melaksanakan kegiatan usaha dibidang
pertambangan umum sebagaimana dimaksud pasal 6 Peraturan Daerah ini.
Pasal 25
(1) Besarnya tarif pungutan daerah sebagaimana ayat (1) pasal 23, ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
(2) Besarnya tarif pungutan Negara sebagaimana ayat (2) pasal 23 Peraturan Daerah ini,
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
PERHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PUNGUTAN
Pasal 26
(1) Pemungutan pungutan dari kegiatan usaha pertambangan umum dengan system/cara
sebagai berikut :
a. System laporan dari pemegang izin dengan pengawasan dinas pertambangan.
b. Melalui kontraktor atau pemakai lainnya selaku wajib pungut (wapu).
c. Sistem tol/pos dengan surat berharga.
d. Unit pelayanan teknis kantor (UPTK)
e. Melalui pelayanan langsung kepada pemegang izin atau pelaku produksi
(2) Semua hasil penerimaan pungutan daerah disetor ke Kas Daerah Kabupaten Lamandau.
(3) Semua Hasil Penerimaan Pemungutan Negara disetor ke Kas Negara
Pasal 27
(1) Untuk kegiatan usaha pertambangan umum yang dilakukan oleh KK dan PKP2B
perhitungan pungutannya berdasarkan ketentuan dalam kontrak dan atau izin
(2) Kecuali untuk menghitung besarnya pungutan bagi usaha pertambangan diwilayah
pertambangan rakyat (WPR).
(3) Bahan galian emas ditetapkan 5 % dari harga jual dan/atau menurut jumlah mesin untuk
menebang dan kapasitasnya.
Pasal 28
(1) Pungutan atas pertambangan umum harus dilunasi sekaligus setelah subjek pungutan
yang bersangkutan menerima surat ketetapan pungutan (SKP);
(2) Pembayaran pungutan atas produksi yang terlambat dibayar 1 (satu) bulan setelah
ditetapkan SKP dikenakan denda sebesar 5 % (lima perseratus) dari pokok pungutan
setiap bulan dan selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(3) Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini tidak dipenuhi
maka subjek pungutan diberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dan
apabila tidak juga dipenuhi maka izin dicabut.
Pasal 29
Bupati dapat memberikan keringanan terhadap subjek pungutan atas permohonan yang
bersangkutan disertai bukti dan alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB XII
TUMPANG TINDIH WILAYAH
Pasal 30
Dalam hal terjadi tumpang tindih antara kegiatan usaha pertambangan dengan kegiatan selain
usaha pertambangan, maka prioritas peruntukan lahan ditentukan oleh Bupati sesuai dengan
wewenangnya.
BAB XIII
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 31
(1) Pemerintah Daerah mengupayakan berhasilnya penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan dibidang lingkungan yang berlaku.
(2) Pemerintah Daerah membina dan mengawasi dalam melaksanakan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang dilaksanakan oleh pemegang izin sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Tugas Pemerintah Daerah sebagaimana maksud ayat (2) pasal ini meliputi pemberian
persetujuan AMDAL (kerangka acuan/KA, AMDAL, RKL dan RPL) UKL-UPL yang
disusun oleh masing-masing Pemegang izin selaku pemeriksa.
Pasal 32
(1) Pemerintah Daerah mewajibkan pemegang izin pada operasi/produksi untuk
menyampaikan laporan rencana tahunan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
(RTKL) kepada Pemerintah Daerah;
(2) Pemerintah Daerah mewajibkan pemegang izin sebelum memulai tahap operasi/produksi
untuk menyampaikan laporan rencana tahunan pengelolaan lingkungan (RTKL) kepada
Pemerintah Daerah dan menempatkan Dana Jaminan Reklamasi pada Bank Pemerintah
dan Bank Devisa sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIV
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT SERTA KEWIRAUSAHAAN
Pasal 33
(1) Pemerintah Daerah mewajibkan pemegang izin sesuai dengan tahapan dan skala usahanya
untuk membantu program pengembangan masyarakat dan pengembangan wilayah pada
masyarakat setempat yang meliputi pengembangan sumberdaya manusia, kesehatan dan
pertumbuhan ekonomi;
(2) Bupati memerlukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program dan
pengembangan masyarakat dan pengembangan wilayah sebagaimana maksud dalam ayat
(1) pasal ini.
Pasal 34
Bupati mengupayakan terciptanya kemintrausahaan antara pemegang izin dengan masyarakat
setempat berdasarkan prinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan.
BAB XV
DATA INFORMASI PERTAMBANGAN NASIONAL
Pasal 35
Dalam rangka penyiapan data informasi pertambangan nasional, Bupati melakukan
inventarisasi potensi cadangan sumberdaya mineral yang berada didalam atau diluar wilayah
usaha pertambangan serta data pengusahaan pertambangan.
BAB XVI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 36
Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan serta pengendalian
usaha pertambangan umum didaerah.
Pasal 37
(1) Pelaksanaan pembinaan, dan pengawasan pengendalian usaha pertambangan terhadap
pemegang izin dilakukan oleh Bupati sesuai dengan wewenangnya
(2) Bupati dapat melimpahkan kewenangan tersebut ayat (1) pasal ini kepada Dinas
Pertambangan dengan Peraturan Bupati.
(3) Pembinaan, Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. Eksplorasi;
b. Eksploitasi dan pemasaran;
c. Keselamatan dan Kesejahteraan Kerja (K3);
d. Lingkungan;
e. Konservasi.
f. Tenaga Kerja;
g. Barang Modal;
h. Jasa Pertambangan;
i. Pelaksanaan penggunaan produksi dalam negeri;
j. Investasi, divestasi dan keuangan;
k. Penerapan standar pertambangan;
l. Jamsostek;
m. Kegiatan-kegiatan lain dibidang usaha Pertambangan Umum sepanjang menyangkut
kepentingan umum.
(4) Pelaksanaan pengawasan langsung dilapangan terhadap aspek produksi dan pemasaran,
konservasi, K3 serta lingkungan dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
Pasal 38
(1) Pembinaan dan pengawasan K3 dan lingkungan dilaksanakan oleh Pelaksanaan Inspeksi
tambang (PIT).
(2) Persyaratan, tugas pokok dan tugas PIT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman
ketentuan Pemerintah yang berlaku.
(3) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan K3 berpedoman pada ketentuan Pemerintah
yang berlaku.
(4) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan lingkungan berpedoman pada ketentuan
Pemerintah yang berlaku.
Pasal 39
Pelaksanaan pengawasan tenaga kerja, barang modal, jasa pertambangan pelaksanaan
penggunaan produksi dalam negeri, penerapan standar pertambangan, investasi divestasi dan
keuangan berdasarkan evaluasi atas laporan tentang rencana dan realisasi yang disampaikan
dan uji petik dilapangan.
BAB XVII
PELAPORAN DAN EVALUASI
Pasal 40
Bupati sesuai dengan kewenangannya mewajibkan masing-masing pemegang izin untuk
menyampaikan laporan kegiatan usahanya secara bulanan, triwulan, tahunan dan laporan
akhir serta laporan khusus lainnya.
Pasal 41
Bupati sesuai kewenangannya mengevaluasi atas kegiatan laporan kegiatan pemegang izin
sebagaimana dimaksud pada pasal 40 Peraturan Daerah ini.
BAB XVIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 42
Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
Lamandau.
BAB XIX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 43
(1) Setiap pelanggaran oleh para pengusaha dibidang pertambangan umum sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, akan dikenakan sanksi sesuai Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 23 dan pasal 24
Peraturan Daerah ini dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
sebanyak- sebanyaknya Rp. 50.000.000,-
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
(4) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal 43 dan akibat tindak pidana
kejahatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal 43 disetor kekas daerah Kabupaten
Lamandau;
(5) Jika pemegang izin usaha pertambangan atau wakilnya adalah suatu perseroan maka
hukuman sebagaimana dalam ayat (1) dan (2) dijatuhkan kepada Anggota Pengurus
Perseroan;
(6) Kuasa pertambangan eksplorasi dapat dibatalkan oleh Bupati jika ternyata :
a. Pekerjaannya belum dimulai dalam jangka 6 (enam) bulan setelah pemberian kuasa
pertambangan tersebut;
b. Atas permintaan pemilik tanah atau pihak ketiga, jika pekerjaan dimulai sebelum
dibayar sejumlah ganti rugi
BAB XX
PENYIDIKAN
Pasal 44
(1) Penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (2) dan (3)
Peraturan Daerah ini dilakukan oleh PPNS dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten
Lamandau.
(2) Penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, selama dilakukan oleh
PPNS juga dapat dilakukan oleh Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian;
c. Memerintah berhenti seseorang tersangka dari perbuatannya dan memeriksa tanda
pengenal dari tersangka;
d. Pemeriksaan, penyitaan surat dan benda;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka;
f. Mengambil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksa
perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa
tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan
selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum,
tersangka atau keluarganya;
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Dalam melaksanakan tugas, PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini tidak
berwenang melakukan penangkapan dan penahanan, kecuali dilakukan oleh penyidik
polisi negara RI.
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45
(1) KP, KK dan PKP2B yang telah diterbitkan atau disetujui setelah ditetapkan Peraturan
Daerah ini, tetap berlaku dan dihormati kewenangannya, hak serta kewajibannya sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
(2) Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) dan Surat Izin Pertambangan Rakyat (SIPR)
yang telah diterbitkan atau disetujui sebelum disahkannya Peraturan Daerah ini, tetap
berlaku dan dihormati kewenangannya, hak serta kewajibannya sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
Pasal 46
(1) Permohonan perpanjangan dan atau peningkatan tahapan KP, KK dan PKP2B serta SIPR
yang diterima setelah tangga l1 Januari ........ 200… dan telah memenuhi syarat sesuai
ketentuan yang berlaku akan diproses oleh Dinas Pertambangan.
(2) Khusus pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap KK dan PKP2B dalam rangka
Penanaman Modal Asing yang sudah ada sebelum tanggal 1 Januari 200... dilakukan
bersama antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah.
Pasal 47
Persyaratan permohonan perizinan usaha pertambangan sebagaimana terdapat pada Lampiran
Peraturan Daerah ini, yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya
akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati
Pasal 49
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan;
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 21 Oktober 2006
WAKIL BUPATI LAMANDAU,
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di Nanga Bulik
pada tanggal 21 oktober 2006
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
( Ir. MARUKAN )
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 23 SERI : B
LAMPIRAN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR: 14 TAHUN 2006
PERSYARATAN PERMOHONAN PERIZINAN
I. KUASA PERTAMBANGAN (KP)
1. Kuasan Pertambangan Penyelidikan Umum atau Kuasa Pertambangan Eksplorasi
(permohonan baru)
a. Surat permohonan
b. Peta wilayah
c. Akte pendirian perusahaan yang salah satu maksud dan tujuannya meyebutkan
berusaha dibidang pertambangan dan telah disahkan oleh instansi yang
berwenang.
d. Tanda Bukti Penyetoran Uang Jaminan Kesungguhan
e. Laporan Keuangan bagi perusahaan baru dan laporan keuangan tahun terakhir
yang telah diaudit oleh Akuntan Publik bagi perusahaan lama.
2. Perpanjangan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum.
a. Surat permohonan
b. Peta wilayah
c. Laporan kegiatan Penyelidikan Umum
d. Rencana Kerja dan Biaya
e. Tanda Bukti Pelunasan Iuran Tetap.
3. Kuasa Pertambangan Eksplorasi
a. Sebagai peningkatan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum :
1) Surat permohonan
2) Peta wilayah
3) Laporan Lengkap Penyelidikan Umum
4) Tanda Bukti Pelunasan Iuran Tetap.
5) Rencana Kerja dan Biaya
b. Kuasa Pertambangan Eksplorasi bukan peningkatan Kuasa Pertambangan
Penyelidikan Umum :
1) Surat permohonan
2) Peta wilayah
3) Akte pendirian perusahaan yang salah satu maksud dan tujuannya meyebutkan
berusaha dibidang pertambangan dan telah disahkan oleh instansi yang
berwenang.
4) Anggaran Dasar yang salah satu maksud dan tujuannya menyebutkan berusaha
dibidang pertambangan dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang
khusus untuk koperasi/KUD.
5) Rekomendasi dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil khusus untuk
koperasi/KUD
4. Perpanjangan Kuasa Pertambangan Eksplorasi :
a. Surat permohonan
b. Peta wilayah
c. Laporan Kegiatan Eksplorasi
d. Rencana Kerja dan Biaya
e. Tanda Bukti Pelunasan Iuran Tetap
5. Izin Pengiriman, contoh sample/ruah (diberikan hanya satu kali) :
a. Surat permohonan
b. Salinan atu copy surat Keputusan Kuasa Pertambangan
c. Bukti Pelunasan Iuran Tetap dan Iuran Eksploitasi
d. Peta Rencana tambang percobaan
e. Rencana tujuan, jumlah dan kualitas pengiriman contoh
f. Dokumen AMDAL/UKL-UPL kegiatan pengambilan contoh ruah yang telah
disetujui.
6. Kuasa Pertambangan Eksploitasi :
a. Peningkatan Kuasa Pertambangan Eksplorasi
1) Surat permohonan
2) Peta wilayah
3) Laporan Lengkap Eksplorasi
4) Laporan Study Kelayakan
5) Dokumen AMDAL atau UKL-UPL
6) Tanda Bukti Pembayaran Iuran Tetap.
7) Akte pendirian perusahaan yang salah satu maksud dan tujuannya meyebutkan
berusaha dibidang pertambangan dan telah disahkan oleh instansi yang
berwenang.
b. KP Eksploitasi baru (bukan sebagai peningkatan Kuasa Pertambangan Eksplorasi)
khusus untuk koperasi/KUD
1) Surat permohonan
2) Peta wilayah
3) Laporan Lengkap Eksplorasi
4) Laporan Study Kelayakan
5) Dokumen AMDAL atau UKL dan UPL
6) Akte pendirian perusahaan yang salah satu maksud dan tujuannya meyebutkan
berusaha dibidang pertambangan dan telah disahkan oleh instansi yang
berwenang
7) Rekomendasi dari Dinas Koperasi
7. Perpanjangan Kuasa Pertambangan Eksploitasi :
a. Surat permohonan
b. Peta wilayah
c. Tanda Bukti Pelunasan Iuran Tetap dan Iuran Eksploitasi
d. Laporan Akhir Kegiatan Eksploitasi
e. Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan
f. Rencana Kerja dan Biaya
8. Kuasa Pertambangan Pengolahan dan pemurnian serta perpanjangan (mandiri/bagi
yang tidak mempunyai KP Eksploitasi)
a. Surat permohonan
b. Rencana Teknis Pengolahan dan Pemurnian
c. Dokumen AMDAL atau UKL-UPL
d. Perjanjian jual beli dengan pemegang Kuasa Pertambangan Eksploitasi
e. Laporan kegiatan Pengolahan dan Pemurnian yang telah dilakukan (untuk
perpanjangan)
9. Pengakhiran dan Pengambilan Kuasa Pertambangan
a. Surat permohonan
b. Laporan Akhir Kegiatan
c. Tanda Bukti Pelunasan Iuran Tetap dan/atau Iuran Tetap Eksploitasi.
d. Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Kegiatan
e. Pasca Tambang (untuk KP Eksploitasi)
10. Pemindahan Kuasa Pertambangan
a. Surat permohonan
b. Surat Pernyataan Pemegang Kuasa Pertambangan
c. Berita Acara Serah Terima
d. Akte Pendirian Perusahaan Baru yang salah satu dari maksud dan tujuannya
menyebutkan berusaha dibidang pertambangan dan telah disahkan oleh
Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia atau Instansi yang berwenang,
salah satu Direktur/pengurusnya adalah Direktur/pengurus perusahaan yang lama.
11. Ralat Batas dan Luas Wilayah
a. Surat permohonan
b. Peta Wilayah
c. Alasan Perubahan Batas dan Luas Wilayah
12. Izin Pertambangan Bahan Galian Golongan C
a. Surat permohonan
b. Surat Pernyataan kesanggupan pemohon untuk memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dibidang Pertambangan, yang dibubuhi diatas
kertas bermaterai Rp. 6000,- (enam ribu rupiah)
c. Gambar/peta wilayah permohonan
d. Fotocopy Akte Badan Hukum (perusahaan, koperasi, yayasan, dan lain-lain) untuk
pemohon Izin atas nama Badan Hukum Usaha, yang disahkan oleh Pejabat yang
berwenang
e. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk pemohon perorangan yang
disahkan oleh Pejabat yang berwenang
f. Fotocopy Izin Domisili Badan Usaha (perusahaan) untuk pemohon atas nama
Badan Hukum Usaha, yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang
g. Fotocopy status tanah pada wilayah permohonan (apabila bukan tanah negara
bebas)
h. Surat Keterangan/Rekomendasi dari Camat, Kepala Desa/Lurah dan/atau dari
Pimpinan Instansi teknis yang terkait didaerah
13. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
a. Surat permohonan
b. Gambar/peta wilayah permohonan
c. Surat Rekomendasi- Rekomendasi dari Camat, Kepala Desa/Lurah setempat
d. Salinan sah Kartu Tanda Penduduk bagi perorangan
e. Salinan yang sah dari surat pengesahan tentang Badan Hukum Koperasi yang
dikeluarkan oleh Dinas Koperasi
f. Kesanggupan pemohon memenuhi persyaratan teknis dan administrasi yang telah
ditetapkan sesuai ketentuan- ketentuan yang berlaku
II. KONTRAK KARYA (KK) DAN PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN
PERTAMBANGAN BATUBARA (PKP2B)
1. Izin Pengiriman contoh sample/ruah (diberikan hanya satu kali)
a. Surat permohonan
b. Salinan/copy Surat Keputusan Penetapan Tahapan Kegiatan Study Kelayakan
c. Bukti Pelunasan Iuran Tetap dan royalti Pertambangan
d. Peta Rencana tambang percobaan
e. Rencana tujuan, jumlah dan kualitas pengiriman contoh
f. Dokumen AMDAL/UKL-UPL kegiatan pengambilan contoh sample/ruah yang
telah disetujui
2. Izin Usaha Jasa Pertambangan
a. Surat Permohonan
b. Akte Pendirian Perusahaan
c. Fotocopy Domisili
d. Daftar pimpinan umum perusahaan dan alamat
e. Daftar tenaga ahli
f. Daftar Peralatan
3. Persetujuan Rencana Kerja dan Biaya
a. Surat Permohonan
b. Laporan Kegiatan
c. Laporan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Biaya
4. Surat Izin Penyelidikan Pendahuluan (SIPP)
a. Peta Wilayah
b. Rencana Kerja dan Biaya
c. Surat Persetujuan Prinsip
5. Persetujuan Prinsip Aplikasi
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Bukti setor jaminan kesungguhan (salinan/fotocopy transfer)
d. Laporan tahunan dan laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang diaudit oleh
akuntan publik kecuali bagi permohonan baru
e. Surat khusus Direksi yang diketahui Komisaris untuk penandatanganan
permohonan
f. Kesepakatan bersama dalam hal pemohonnya lebih dari 1 (satu) pihak
6. Perpanjangan SIPP
a. Peta Wilayah
b. Laporan Hasil Kegiatan SIPP
c. Rencana Kerja dan biaya perpanjangan SIPP
7. Persetujuan Tahap Kegiatan Penyelidikan Umum
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Rencana Kerja dan biaya tahap Penyelidikan Umum
d. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
e. Laporan hasil Kegiatan Penyelidikan Umum
8. Perpanjangan Tahap Kegiatan Penyelidikan Umum
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Rencana Kerja dan anggaran biaya tahap Penyelidikan Umum
d. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
e. Laporan hasil Kegiatan Penyelidikan Umum
9. Permulaan Tahap Kegiatan Eksplorasi
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Rencana Kerja dan anggaran biaya tahap Eksplorasi
d. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
e. Laporan akhir Penyelidikan Umum
10. Perpanjangan tahap Kegiatan Eksplorasi
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Rencana Kerja dan anggaran biaya perpanjangan tahap Eksplorasi
d. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
e. Laporan kemajuan Eksplorasi
11. Tahap study kelayakan
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Rencana Kerja dan anggaran biaya tahap study kelayakan
d. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
e. Laporan akhir Eksplorasi
12. Perpanjangan tahap kegiatan study kelayakan (bagi KK/PKP2B yang sudah ada)
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Rencana Kerja dan anggaran biaya perpanjangan tahap study kelayakan
d. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
e. Laporan kemajuan study kelayakan
13. Tahap Konstruksi
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Rencana Kerja dan anggaran biaya tahap Konstruksi
d. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
e. Persetujuan Laporan study kelayakan
f. Persetujuan AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL)
14. Tahap Operasi Produksi
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Rencana Kerja dan anggaran biaya tahap Operasi Produksi
d. Laporan akhir Konstruksi
e. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
f. Persetujuan Laporan tahap Konstruksi
15. Perpanjangan tahap Operasi Produksi
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Rencana Kerja dan anggaran biaya perpanjangan tahap Operasi Produksi
d. Persetujuan study kelayakan baru (revisi)
e. Persetujuan AMDAL, RKL dan RPL (revisi)
f. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
16. Penundaan Kegiatan
a. Surat Permohonan
b. Laporan kegiatan akhir
c. Dasar/alasan Pengajuan Suspensi/penundaan
d. Tanda bukti pembayaran kewajiban
17. Pembatalan/Terminasi
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah Pembatalan
c. Laporan lengkap kegiatan akhir
d. Persetujuan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
e. Rencana penjualan aset
f. Evaluasi pelaksanaan K3 dan lingkungan
18. Perubahan Luas Wilayah KK/PKP2B
a. Surat Permohonan
b. Peta Wilayah
c. Laporan Rencana penciutan/perluasan wilayah
d. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
e. Laporan kegiatan akhir
19. Perubahan Pemegang Saham
a. Surat Permohonan
b. Akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Kehakiman dan
Hak Azasi Manusia
c. Hasil Keputusan RUPS luar biasa
d. Laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit akuntan publik
e. Draft akte jual beli saham
20. Persetujuan Perubahan Mitra Kerja Asing dan Nasional (khusus PKP2B)
a. Surat Permohonan
b. Profil perusahaan
c. Akte perusahaan
21. Perubahan Rencana Kerja
a. Surat Permohonan
b. Laporan Kegiatan
c. Dasar/alasan perubahan Rencana Kerja dan Biaya
d. Perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Biaya
22. Pencairan Security deposit
a. Surat Permohonan
b. Bukti penyampaian laporan kegiatan
c. Bukti telah membayar Iuran tetap/deadrent
23. Pencairan Uang Jaminan Kesungguhan
a. Surat Permohonan
b. Surat Pernyataan untuk tidak mengalihkan saham sampai KK/PKP2B
ditandatangani
24. Persetujuan Kontrak Jual Beli hasil tambang bagi perusahaan yang berafiliasi
a. Surat Permohonan
b. Surat keterangan status perusahaan
c. Naskah/Draft Perjanjian Jual Beli
25. Rekomendasi Perubahan Akte Pendirian Perusahaan
a. Surat Permohonan
b. Dasar/alasan Perubahan Akte Pendirian Perusahaan
c. Akte perubahan
26. Rekomendasi Perubahan Investasi
a. Surat Permohonan
b. Dasar/alasan Perubahan Investasi
c. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
27. Rekomendasi Konsolidasi Biaya
a. Surat Permohonan
b. Laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik
c. Bukti pembayaran kewajiban keuangan
28. Rekomendasi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)
a. Surat Permohonan
b. Dasar/alasan penggunaan Tenaga Kerja Asing
c. Daftar isian RPTKA dari Depnaker
d. Struktur organisasi perusahaan
29. Rekomendasi izin Tenaga Kerja Asing (IKTA)
a. Surat Permohonan
b. Salinan/fotocopy persetujuan RPTKA dari Depnaker
c. Kualifikasi TKA
d. Paspor dan Visa TKA
30. Rekomendasi Barang Modal
a. Surat Permohonan
b. Realisasi barang modal tahun sebelumnya
c. Daftar kebutuhan barang modal
d. Barang modal tahun sebelumnya yang belum direalisasikan masuk dalam daftar
kebutuhan barang modal (b)
31. Rekomendasi Re-ekspor barang/peralatan
a. Surat Permohonan
b. Dasar/alasan permohonan re-ekspor barang/peralatan dengan masa penggunaan
yang wajar
c. Daftar barang-barang/peralatan yang akan di re-ekspor
32. Rekomendasi Penghapusan Barang Modal
a. Surat Permohonan
b. Daftar Barang/Peralatan yang akan dihapuskan
c. Dasar/alasan bahwa barang tidak ekonomis lagi
33. Rekomendasi Impor Barang/Peralatan dengan fasilitas OB 23
a. Surat Permohonan
b. Fotocopy perjanjian pemilik barang diluar negeri dengan pemakai
c. Daftar Barang/Peralatan pinjam pakai sementara yang akan diimpor
d. Alasan/dasar penggunaan Barang/Peralatan pinjam pakai sementara
34. Rekomendasi security clearance survey udara
a. Surat Permohonan
b. Daftar nama tenaga ahli Indonesia dan Asing dilengkapi dengan IKTA
c. Daftar peralatan survey udara
d. Keterangan lokasi kegiatan
35. Rekomendasi Pengembangan Pelabuhan Khusus Kegiatan Tambang
a. Surat Permohonan
b. Desain pelabuhan
c. ANDAL/RKL-RPL wilayah pelabuhan
36. Rekomendasi Pengoperasian Pelabuhan Khusus Kegiatan Tambang
a. Surat Permohonan
b. Rencana pengoperasian pelabuhan
37. Persetujuan Harga Jual Batubara bagian Pemerintah (khusus PKP2B)
a. Surat Permohonan
b. Spesifikasi kualitas batubara
WAKIL BUPATI LAMANDAU,
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
P E N J E L A S A N
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 14 TAHUN 2006
TENTANG
IJIN USAHA PERTAMBANGAN UMUM
I. PENJELASAN UMUM.
Dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka ada beberapa sektor
yang diberikan pusat kepada daerah sesuai dengan azas otonomi dan tugas pembantuan
kecuali masalah Pertahanan dan keamanan, Piskal dan moneter.
Pemberian kewenangan tersebut bertujuan agar daerah dapat dan mampu
untuk mencari terobosan – terobosan terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakatnya dengan tetap berpedoman dan tidak bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi.
Salah satu kewenangan sebagaimana maksud diatas adalah memalui sektor
pajak dan retribusi, oleh sebab itu Pemerintah mengambil kebijakan dengan membentuk
Peraturan Daerah yang mengatur masalah pemberian izin Usaha Pertambangan Umum
khususnya diwilayah daerah Kabupaten Lamandau.
Diharapkan dengan adanya Izin Usaha Pertambangan Umum ini,
kegiatan – kegiatan yang menyangkut eksploitasi sumber daya alam terutama bahan
tambang galian dapat terdata dan berdayaguna serta berhasilguna bagi kepentingan
masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Kantor di daerah” adalah Badan Usaha atau Koperasi
yang beroperasi diwilayah Kabupaten Lamandau minimal membuka kantor
perwakilan / cabang.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Dalam satu wilayah usaha pertambangan umum apabila terdapat lebih dari
satu bahan galian yang dapat dikategorikan sebagai bahan tambang bernilai
ekonomis maka dapat diberikan ijin kepada Badan Usaha dan atau yang
memiliki badan hukum dalam bidang pertambangan umum untuk dapat
melakukan kegiatan pada tempat yang sama dengan ijin yang berbeda setelah
mendapatkan persetujuan dari pemegang ijin terdahulu.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (1)
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan reklamasi adalah suatu kegiatan yang brtujuan untuk
mengembalikan, memperbaki pemanfaatan lahan yang diakibatkan oleh usaha
penambangan umum.
Ayat (9)
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Sanksi Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat ini sampai dengan
pencabutan ijin usaha dan atau sanksi pidana menurut ketentuan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Apabila terjadi sengketa tanpa ada penyelesaian dari pemegang ijin dan
pemilik lahan dan apabila ada keputusan hukum yang tetap yang
dimenangkan oleh pemilik lahan terhadap pemegang ijin maka kuasa
pertambangan eksplorasi dapat dibatalkan oleh Bupati.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan PPNS adalah Pegawai Negeri Sipil dalam Lingkup
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau yang dipercayakan serta telah
dilantik oleh Bupati untuk menindaklanjuti temuan dan atau pelanggaran
terhadap ketentuan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 27 SERI : B
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 16 TAHUN 2006
TENTANG
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
bahwa berdasarkan pasal 4 dalam ayat (2) huruf a Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah maka
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan merupakan jenis Retribusi
Daerah Kabupaten/Kota;
bahwa untuk memungut Retribusi sebagaimana dimaksud huruf a,
perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
Undang – Undang Nomor. 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten
Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4180);
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6.
7.
8.
9.
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3484);
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3892);
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2003 tentang
Penyidikan Pegawai Negeri Sipil dalam penegakan Peraturan
Daerah;
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 02 Tahun 2004
tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau
Tahun 2004 Nomor 01 Seri D);
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004
tentang Kelembagaan Struktur Organisasi Tugas Pokok dan Tata
Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah
Tahun 2004 Nomor 03 Seri D); sebagaimana telah diubah pertama
kali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12
Tahun 2004 (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004
Nomor 4 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Bupati adalah Bupati Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah;
3. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan unsur Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau;
6. Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Lamandau;
7. Pejabat yang Pegawai yang diberikan Tugas tertentu dibidang Retribusi izin mendirikan
bangunan (IMB) sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
sejenisnya, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan usaha lainnya;
9. Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah
dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan;
10. Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada
orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksud agar desain,
pelaksanaan bangunan, dan bangunan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku,
sesuai dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefesien Luas Bangunan (KLB),
Koefesien Ketinggian Bangunan (KKB) yang ditetapkan dan sesuai dengan syarat- syarat
keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut;
11. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut retribusi adalah
pembayaran atas pemberian Izin Mendirikan Bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada
orang pribadi atau badan, termasuk merubah bangunan;
12. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi;
13. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas bagi wajib
retribusi untuk memanfaatkan Izin Mendirikan Bangunan;
14. Bangunan adalah bangunan gedung beserta bangun-bangunan yang secara langsung
merupakan kelengkapan dari bangunan gedung tersebut dalam batas satu pemilikan;
15. Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian
termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan
pekerjaan mengadakan bangunan;
16. Merubah Bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau menambah bangunan yang ada
termasuk pekerjaan, membongkar yang berhubungan dengan mengganti bagian bangunan
tersebut;
17. Garis sepadan adalah garis khayal yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan,
as sungai atau as pagar yang merupakan batas antara bagian kapling atau pekarangan
yang boleh yang tidak boleh dibangun bangunan;
18. Koefisien Dasar Bangunan adalah bilangan pokok atas perbandingan antara luas lantai
bangunan dengan luas kavling/perkarangan;
19. Koefisien Lantai Bangunan adalah bilangan pokok atas perbandingan antara jumlah luas
lantai bangunan dengan kavling/perkarangan;
20. Koefisien Bangunan adalah tinggi bangunan diukur dari permukaan tanah sampai dengan
titik teratas dari bangunan tersebut;
21. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SKRD, adalah Surat
Keputusan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang;
22. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat STRD, adalah surat
untuk melakukan tagihan Retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda;
23. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola
data atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban
Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2
Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi sebagai pembayaran
atas Izin Mendirikan Bangunan.
Pasal 3
(1) Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas
Izin Mendirikan Bangunan.
(2) Termasuk Objek Retribusi adalah pemberian Izin Mendirikan Bangunan kepada
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Pasal 4
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin Mendirikan
Bangunan.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan tertentu.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT BANGUNAN JASA
Pasal 6
(1) Tingkat Pembangunan jasa Izin Mendirikan Bangunan diukur dengan rumus yang
didasarkan atas faktor luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan dan rencana
penggunaan bangunan;
(2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan bobot (koefisien);
(3) Besarnya koefisien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan sebagai berikut
:
a. Koefisien luas bangunan
No. Luas Bangunan Koefisien
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bangunan dengan luas s/d 100 M2
Bangunan dengan luas s/d 250 M2
Bangunan dengan luas s/d 500 M2
Bangunan dengan luas s/d 1.000 M2
Bangunan dengan luas s/d 2.000 M2
Bangunan dengan luas s/d 3.000 M2
Bangunan dengan luas s/d 4.000 M2
1,00
1,50
2,50
3,50
4,00
4,50
5,00
b. Koefisien tingkat bangunan
No. Tingkat Bangunan Koefisien
1.
2.
3.
4.
5.
Bangunan 1 lantai
Bangunan 2 lantai
Bangunan 3 lantai
Bangunan 4 lantai
Bangunan 5 lantai
1,00
1,50
2,50
3,50
4,00
c. Koefisien guna bangunan
No. Guna Bangunan Koefisien
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Bangunan Sosial
Bangunan Perumahan
Bangunan Pasilitas Umum
Bangunan Pendidikan
Bangunan Kelembagaan/Kantor
Bangunan Perdagangan dan Jasa
Bangunan Industri
Bangunan Khusus
Bangunan Campuran
Bangunan Lain-lain
0,50
1,00
1,00
1,00
1,50
2,00
2,00
2,50
2,75
3,00
d. Koefisien ketahanan konstruksi bangunan
No. Guna Bangunan Koefisien
1.
2.
3.
Bangunan Permanen
Bangunan Semi Permanen
Bangunan non permanen/darurat
1,00
0,75
0,25
e. Koefisien letak bangunan
No. Kelas Jalan Koefisien
1.
2.
Arteri Primer
Arteri Sekunder
7
5
3. 4.
5.
6.
Kolektor Primer Kolektor Sekunder
Lokal Primer
Lokal Sekunder
4 3
2
1
(4) Tingkat Penggunaan jasa dihitung sebagai perkalian koefisien-koefisien sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) huruf a sampai dengan huruf c.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif dalam retribusi didasarkan pada tujuan untuk
menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin;
(2) Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi biaya pengecekan dan
pengukuran lokasi, biaya pemetaan dan transportasi. Dalam rangka pengawasan dan
pengendalian.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 8
(1) Tarif ditetapkan seragam untuk masing-masing jenis bangunan;
(2) Besarnya tarif retribusi ditetapkan sebesar :
a. Bangunan permanen Rp. 300.000,-
b. Bangunan Semi Permanen Rp. 200.000,-
c. Bangunan non permanen/darurat Rp. 150.000,-
BAB VII
CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI
Pasal 9
Besarnya retribusi yang dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dengan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud
dalam pasal 6 ayat (4).
BAB VIII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 10
Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Kabupaten Lamandau Daerah tempat Izin
Mendirikan Bangunan diberikan.
BAB IX
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 11
Masa retribusi adalah jangka waktu jangka waktu pada saat mengajukan ijin mendirikan
banguna, kecuali apabila ada pemanbahan dan pengurangan bangunan yang nantinya
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 12
Saat terutangnya Retribusi adalah pada saat diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
BAB X
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 13
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan;
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain dipersamakan, dalam
SKRDKBT.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 14
Dalam hal wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari
retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 15
(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus;
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak
diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran Retribusi diatur dengan
Keputusan Bupati.
Pasal 16
(1) Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lainnya yang sejenis sebagai awal tindakan
pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo;
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lainnya
yang sejenis wajib Retribusi harus melunasi Retribusi yang terutang;
(3) Surat teguran/peringatan atau surat lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini dilakukan oleh Pejabat yang ditunjuk.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Dengan berlakunya Peraturan ini maka Peraturan yang setingkat yang mengatur hal yang
sama dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 18
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya
akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.
Pasal 19
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 21 Oktober
2006
WAKIL BUPATI LAMANDAU
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 21 oktober 2006
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
( Ir. MARUKAN )
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2005 NOMOR 25 SERI : C
P E N J E L A S A N
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 16 TAHUN 2006
TENTANG
RETRIBUSI IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN
I. PENJELASAN UMUM.
Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten pemekaran yang dibentuk
berdasarkan Undang – undang Nomor 5 Tahun 2002 dan merupakan bagian dari Provinsi
Kalimantan Tengah.
Sebagai konsekwensi dari pemekaran tersebut maka Kabupaten Lamandau berusaha
untuk menggali Pendapatan Asli Daerah dengan tetap mengacu kepada aturan – aturan
yang berlaku.
Berdasarkan pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001
tentang Retribusi Daerah, maka Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan merupakan jenis
retribusi yang menjadi kewenangan Kabupaten / kota yang digolongkan sebagai Retribusi
perizinan tertentu.
Oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten Lamandau membuat suatu kebijakan dengan
membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan yang mengatur
bagaimana dasar – dasar pengenaan retribusi dan tarif retribusi, tata cara perhitungan dan
penetapan retribusi, tata cara pembayaran, tata cara penagihan dan lainnya.
Dalam pemberian Ijin Mendirikan Bangunan yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah kepada orang pribadi atau badan selain untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah dari sektor retribusi, dimaksudkan agar desain, pelaksanaan bangunan sesuai
dengan rencana tata ruang yang berlaku, sesuai dengan koofisien dasar bangunan (KDB),
koofisien luas bangunan (KLB) dan koofisien ketinggian bangunan (KKB) yang
ditetapkan dan sesuai dengan syarat – syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan
tersebut
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Cara perhitungan Retribusi apabila dikaitkan dengan ketentuan pasal 6 ayat (4) dalam
hubungannya dengan pasal 8 adalah sebagai berikut :
KLB = 3,5 (Koefisien luas bangunan)
KTB = 1,5 (Koefisien tingkat bangunan)
KGB = 1,5 (Koefisien guna bangunan)
Konstruksi = 1 (Koefisien ketahanan kontruksi bangunan)
Letak = 7 (Koefisien letak bangunan)
IMB :
3,5 x 1,5 x 1,5 x 1 x 7 x Rp. 300.000,- = Rp. 16.537.500,-
Contoh :
o Luas lantai bangunan = 100 m2
o Bangunan sosial
o Bangunan semi permanen (bangunan kayu)
o Letak bangunan lokal sekunder (gang)
o Retribusi/ tarif bangunan semi permanen = Rp. 200.000,-
Cara mencari perhitungan :
KLB = 1
KTB = 1
KGB = 0,5
Kontruksi = 0,75
Letak = 1
Retribusi = Rp. 200.000,-
Jadi 1 x 1 x 0,5 x 0,75 x Rp. 200.000,- = Rp. 75. 000
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud tidak dapat diborongkan adalah suatu kegiatan pemungutan
retribusi yang tidak melalui pihak ketiga.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 29 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 17 TAHUN 2006
TENTANG
RETRIBUSI DAN PENDAFTARAN PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN
DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI
( BADAN HUKUM )
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang - undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan sebagai upaya memberikan
kemudahan perubahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi dipandang perlu menetapkan Retribusi Pengesahan
Akta Pendirian Koperasi dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi;
b. bahwa untuk Retribusi Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan
Akta Koperasi serta perubahan Anggaran Dasar Koperasi
sebagaimana di maksud pada huruf a, perlu ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau;
Mengingat : 1. Undang - undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
(Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 116 ; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3502);
2. Undang - undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil
(Lembaran Negara Nomor 74 Tambahan Lembaran Negara Nomor
3611);
3. Undang - undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1977, tentang Pajak dan Restribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048;
4. Undang - undang Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang
Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di
Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4180);
5. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nmor 4389);
6. Undang - undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
7. Undang - undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Nagara Republik
Indonesia Nomor 4438);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2000 Tentang Retribusi
Daerah; (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4139);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952
);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202 , Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4022 );
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 Tentang
Penyidikan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
12. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Persetujuan Penetapan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Retribusi dan
Pendaftaran Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
(Badan Hukum) menjadi Peraturan Daerah.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI DAN PENDAFTARAN PENDIRIAN DAN
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI ( BADAN
HUKUM )
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini di maksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai Unsur
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
3. Pemerintah Daerah dan DPRD menurut Azas Otonomi dan Tugas Pembantuan dengan
Prinsip Otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan Prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam dalam Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1995;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai unsur Penyelenggara
Pemerintah Daerah;
5. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang seorang atau Badan Hukum
Koperasi dengan melandaskan Kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan pada azas kekeluargaan;
7. Badan Hukum adalah Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang
disyahkan oleh Pejabat yang berwenang;
8. Pungutan Daerah adalah Pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Kas Daerah
adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau;
9. Pengesahan Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi adalah Perubahan yang
diberikan kepada Koperasi;
10. Kas Daerah adalah Kas daerah kabupaten Lamandau;
11. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari dan mengumpulkan keterangan
lainnya dalam rangka Pengawasan keputusan Pemenuhan Kewajiban Retribusi
berdasarkan Peraturan Perundang – undangan Retribusi Daerah;
12. Penyidikan tindakan Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut
Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan Bukti itu membuat
jelas tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangka;
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK
Pasal 2
Retribusi dan Pendaftaran Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dan Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi;
Pasal 3
Objek Retribusi meliputi :
a. Akta Pendirian Koperasi
b. Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
c. Pembukaan Kantor Cabang Koperasi
d. Akta Penggabungan/Amalgamasi Koperasi
e. Pendaftaran Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
Pasal 4
Subjek Retribusi adalah Koperasi yang memperoleh Pengesahan :
a. Akta Pendirian Koperasi
b. Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
c. Pembukaan Kantor Cabang Koperasi
d. Akta Penggabungan/Amalgamasi Koperasi
e. Pendaftaran Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
termasuk golongan Retribusi Jasa Umum.
BAB IV
PRINSIP DAN DASAR DALAM PENETAPAN, STRUKTUR BESARNYA TARIF
RETRIBUSI
Pasal 6
Prinsip dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi adalah untuk mengganti
biaya Administrasi Pengesahan atas :
a. Akta Pendirian Koperasi
b. Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
c. Pembukaan Kantor Cabang Koperasi
d. Akta Penggabungan/Amalgamasi Koperasi
e. Pendaftaran Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
BAB V
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 7
(1) Struktur Tarif Retribusi digolongkan berdasarkan Keputusan Pengesahan Akta
Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
(2) Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah
sebagai berikut :
Jenis Retribusi Tariif
Ketentuan Retribusi dan Registrasi
a. Akta Pendirian Koperasi
b. Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
c. Pembukaan Kantor Cabang Koperasi
d. Akta Penggabungan/Amalgamasi
e. Pendaftaran Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi Rp. 100.000,-
Rp. 500.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 250.000,-
Rp. 100.000,-
BAB VI
DAERAH PEMUNGUTAN
Pasal 8
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Lamandau sebagai daerah tempat
pelayanan pengesahan Akta Pendirian Koperasi, Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
dan Pendaftaran Akta Pendirian Koperasi.
BAB VII
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 9
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan
(2) Retribusi dipungut dengan Surat Keterangan Retribusi Daerah (SKRD)
(3) Bentuk dan isi Surat Keterangan Retribusi Daerah (SKRD) sebagaimana maksud ayat
(2) pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati
BAB VIII
TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 10
(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus.
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat – lambatnya sejak Surat Keputusan Akta
Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi diterbitkan.
(3) Tata Cara Pembayaran, Pemungutan, Penagihan dan Tempat pembayaran Retribusi
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 11
Apabila Retribusi tidak dibayar setelah permohonan pengesahan lengkap diterima maka
Surat Keputusan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, Pembukaan
Kantor Cabang Koperasi dan Penggabungan Koperasi tidak dapat diterbitkan.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 12
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan Keuangan
Daerah diancam Pidana Kurungan paling lama 6 ( enam ) Bulan dan atau Denda
setinggi – tingginya Rp. 5.000.000,-
( Lima Juta Rupiah ).
(2) Tindak Pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XI
P E N YI D I K A N
Pasal 13
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang telah memiliki sertifikasi penyidik Pegawai
negeri dilingkungan Pemerintah Daerah diberikan wewenang khusus untuk melakukan
Penyidik, Tindak Pidana di Bidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima mencari, mengumpulkan keterangan atau laporan berkenaan dengan
tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari dan memngumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan Tindak
Pidana Retribusi Daerah.
c. Meminta Keterangan dan Bahan Bukti dari orang pribadi/Pengawas atau
sehubungan dengan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah.
d. Memeriksa buku – buku, catatan dan dokumen – dokumen lainnnya yang
berhubungan dengan tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah.
e. Melakukan Penggeledahan untuk mendapatkan Bahan Bukti Pembukuan,
Pencatatan dan Dokumen – Dokumen lain, serta melakukan Penyitaan terhadap
Bahan Bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas Penyidikan Tindak
Pidana di Bidang Retribusi Daerah.
g. Menyuruh berhenti atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan Tindak Pidana di bidang Perpajakan
Daerah.
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi.
j. Menghentikan Penyidikan.
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran Penyidikan Tindak Pidana
di Bidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
l. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
Penyidikan dan penyampain hasil Penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 14
Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini yang menyangkut pelaksanaannya
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati Lamandau
Pasal 15
Dengan berlakunya Peraturan Daerah tentang Retribusi dan Pendaftaran pengesahan Akta
Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Badan Hukum), maka Peraturan yang
mengatur hal yang sama dinyatakan tidak berlaku lagi
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 21 Oktober 2006
WAKIL BUPATI LAMANDAU
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 21 oktober 2006
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
Ir. MARUKAN
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 26 SERI : C
P E N J E L A S A N
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 17 TAHUN 2006
TENTANG
RETRIBUSI DAN PENDAFTARAN PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN
DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI
(BADAN HUKUM)
I. PENJELASAN UMUM.
Sesuai dengan program pemerintah bahwa kegiatan usaha yang berbasis
kemasyarakatan perlu mendapatkan skala prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat khususnya masyarakat yang menjadi anggota kegiatan usaha tersebut.
Terbukti kegiatan usaha yang berbasis kemasyarakatan dapat dan mampu serta
tetap eksis sewaktu Indonesia mengahadapi inflasi ekonomi beberapa waktu yang lalu.
Untuk melegalkan kegiatan usaha kemasyarakatan tersebut Pemerintah Republik
Indonesia telah mengeluarkan Undang – undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
Dalam pelaksanaannya sesuai dengan Undang – undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka sebagai upaya pendataan dan
pembinaan terhadap Koperasi serta sebagai upaya memberikan kemudahan perubahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dipandang perlu aturan yang
menetapkan Retribusi Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dan Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi untuk wilayah Kabupaten Lamandau.
Oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten Lamandau membuat suatu kebijakan
dengan membuat suatu kebijakan dengan membentuk Peraturan Daerah tentang
Retribusi dan Pendaftaran Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi (Badan Hukum) mengatur bagaimana dasar – dasar pengenaan retribusi dan
tarif retribusi, tata cara perhitungan dan penetapan retribusi, tata cara pembayaran, tata
cara pebagihan dan lainnya.
Dalam pembentukan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2006 tentang Retribusi
dan Pendaftaran Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
(Badan Hukum) ini dibuat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Maksud tidak dapat diborongkan pada ayat ini adalah pekerjaan
tersebut tidak dapat diserahkan kepada Pihak Ketiga untuk
melaksanakannya.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Pegawai Penyidik harus memiliki sertifikasi penyidik dan telah dilantik
oleh Bupati sebagai Pegawai Penyidik.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2006 NOMOR 30 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 6 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN
BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA
DAN AKTA CATATAN SIPIL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU
Menimbang Mengingat
: :
a. bahwa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna menunjang
Pelaksanaan Pembangunan dan Penyelenggaraan Pemerintah, maka perlu memungut Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 04 Tahun 2004 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil;
b. bahwa sebahagian isi dari Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 04 Tahun 2004 Tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil perlu disesuaikan dengan Ketentuan pasal 28 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
c. bahwa untuk maksud tersebut huruf b tersebut diatas, perlu dilakukan perubahan atas isi Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 04 Tahun 2004 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil.
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
59
3685); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4048);
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan,Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur, di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4180);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235;
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4437);
10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4634);
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan pemerintahan di Bidang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3742);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001 Nomor 199);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2005 tentang Pedoman Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Daerah;
17. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;
18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;
19. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
M E M U T U S K A N :
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL.
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 04 Tahun 2004 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil ( Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor : 04 Seri : C) diubah dan ditambah sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lamandau; 3. Bupati adalah Bupati Lamandau; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau; 5. Instansi Pelaksana adalah Dinas atau Badan yang bertugas untuk
melakukan pendaftaran serta pendataan penduduk dan keluarga, mengelola Data Base Kependudukan dan menerbitkan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil di Kabupaten Lamandau;
6. Penduduk adalah penduduk Kabupaten Lamandau yaitu setiap orang, baik Warga Negara Republik Indonesia maupun Orang Asing yang bertempat tinggal tetap di dalam wilayah Kabupaten Lamandau dan telah terdaftar pada Data Base Kependudukan serta telah memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
7. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat KTP adalah Kartu sebagai Tanda Bukti / Legitimasi bagi setiap penduduk yang berhak baik
Warga Negara Indonesia maupun Orang Asing yang berlaku secara nasional, diterbitkan oleh Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau;
8. Kartu Keluarga yang selanjutnya disingkat KK adalah kartu sebagai tanda bukti untuk mengetahui jumlah orang dalam rumah tangga yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau;
9. Akta Catatan Sipil Adalah Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta
Perceraian, Akta Pengangkatan Anak, Akta Ganti Nama Bagi Orang Asing dan Akta Kematian adalah Akta-Akta Catatan Sipil yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau;
10. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas penggantian biaya cetak KTP, KK dan atau Catatan Sipil yang khusus disediakan dan atau yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau untuk kepentingan orang pribadi atau keluarga;
11. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau keluarga yang menerima hasil penerbitan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan atau Akta Catatan Sipil;
12. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa penerbitan KTP;
13. Pemeriksaan dan/atau Operasi Yustisi adalah serangkaian kegiatan untuk memeriksa kelengkapan, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan kewajiban dalam kepemilikan KTP berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;
14. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus untuk melakukan pemeriksaan dan atau Operasi Yustisi.
Ketentuan Pasal 2, 3 dan 4 diubah dan ditambah sehingga secara keseluruhan berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Dengan nama Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Catatan Sipil dipungut retribusi atas penerbitan dan pelayanan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan/atau Akta Catatan Sipil.
Pasal 3
Objek Retribusi Meliputi Penerbitan: 1. Kartu Tanda Penduduk; 2. Kartu Keluarga. 3. Akta Kelahiran; 4. Akta Perkawinan; 5. Akta Perceraian; 6. Akta Ganti Nama Bagi Orang Asing; 7. Akta Kematian; 8. Akta Pengangkatan Anak
Pasal 4
62
Subjek retribusi adalah orang pribadi yang memperoleh jasa akibat diterbitkannya Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan/atau Akta Catatan Sipil. Ketentuan Pasal 5, 6 dan 7 diubah dan ditambah sehingga secara keseluruhan berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Retribusi penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan/atau Akte Catatan Sipil digolongkan sebagai jasa umum.
Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah KTP, Kartu Keluarga dan/atau Akta Catatan Sipil yang diterbitkan.
Pasal 7
1). Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi adalah untuk mengganti biaya cetak Kartu Tanda Penduduk , Kartu Keluarga dan/atau Akta Catatan Sipil.
2). Biaya cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah biaya cetak persatuan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan/atau Akta Catatan Sipil yang dibayar oleh Pemerintah Daerah kepada percetakan
Ketentuan dalam Pasal 8 dan 9 diubah dan ditambah sehingga secara keseluruhan berbunyi:
Pasal 8
1. Struktur tarif digabungkan menurut jenis dokumen yang diterbitkan. 2. Struktur dan dasar tarif adalah sebagai berikut: a. Pengganti biaya cetakKartu Tanda Penduduk Rp.20.000,- b. Pengganti biaya cetak Kartu Tanda Penduduk bagi Lanjut
Usia ( umur 60 tahun keatas) Rp.10.000,- c. Pengganti biaya cetak Kartu Tanda Penduduk bagi Penduduk Miskin
(pemegang Kartu Miskin) Rp.10.000,- d. Kartu Tanda Penduduk bagi orang cacat diberikan secara gratis. e. Penggantian biaya cetak Kartu Keluarga Rp.20.000,- f. Penggantian biaya cetak Kartu Keluarga bagi Keluarga Lanjut Usia
(umur 60 tahun keatas) Rp.10.000, g. Penggantian biaya cetak Kartu Keluarga bagi Penduduk Miskin
(pemegang Kartu Miskin) Rp.10.000,- h. Kartu Keluarga bagi keluarga yang kepala keluarganya orang cacat
diberikan secara gratis. i. Penggantian Biaya Cetak Akta Catatan Sipil:
- Akta Kelahiran Gratis - Perceraian Rp. 75.000,- - Akta Perceraian Rp. 400.000,- - Akta Ganti Nama Bagi Orang Asing Rp. 250.000,- - Akta Perkawinan Bagi Orang Asing Rp. 500.000,-
- Akta Pengangkatan Anak Rp. 25.000,- - Akta Kematian Gratis
j. Semua penerimaan hasil pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sampai i, disetorkan ke Rekening Kas Daerah;
Pasal 9
Masa retribusi KTP adalah 5 (lima) tahun Ketentuan dalam Pasal 10 dan 11 diubah dan ditambah sehingga secara keseluruhan berbunyi:
Pasal 10
1. Retribusi dipungut langsung dari subyek retribusi sesuai dengan jenis dokumen yang diterbitkan.
2. Setiap petugas yang melakukan pungutan yang melebihi ketentuan Pasal 8 diatas, dapat dikenakan sanksi administrasi kepegawaian sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 11
Retribusi dibayarkan pada saat dokumen diterima. Ketentuan dalam Pasal 12 dan 13 dihapuskan. Ketentuan dalam Pasal 14 diubah dan ditambah sehingga secara keseluruhan berbunyi:
Pasal 14
Bagi penduduk yang terlambat mengurus Akte Perkawinan dikenakan sanksi administrasi sebagai berikut: 1) Akte perkawinan sebesar Rp. 25.000,- Ketentuan dalam Pasal 15 dan 16 dihapuskan.
Pasal 17
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 18
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 19
Peraturan Daerah ini berlaku pada saat diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik Pada tanggal : 6 November 2007
WAKIL BUPATI LAMANDAU,
ttd
Drs. HGM AFHANIE Diundangkan di : Nanga Bulik Pada Tanggal : 6 November 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU, ttd Ir. MARUKAN NIP. 131 480 087 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 6 SERI C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 6 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG
RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK TANDA PENDUDUK,
KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL.
UMUM
Sasaran pembangunan Jangka Panjang adalah terciptanya kualitas manusia yang maju dan kualitas masyarakat yang hidup dalam suasana aman dan tentram, sejahtera lahir dan batin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta berkesinambungan dalam hubungan antar manusia maupun hubungan manusia dengan lingkungannya.
Untuk mencapai sasaran tersebut diatas, perlu ditingkatkan pelayanan pada masyarakat melalui pendataan, pendaftaran dan pengaturan administrasi kependudukan kedalam sistem informasi administrasi kependudukan yang baik dan teratur.
Guna pengelolaan sistem informasi administrasi kependudukan yang baik dan teratur tersebut, diperlukan sumber dana untuk menunjang pelaksanaannya melalui Pungutan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan/ atau Akta Catatan Sipil.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180), bahwa Kabupaten Lamandau merupakan Daerah Otonom yang dapat mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan kondisi dan potensi daerah termasuk di bidang kependudukan.
Oleh sebab itu untuk mewujudkan keteraturan dan tertibnya administrasi kependudukan guna menunjang proses pembangunan dan pemerintahan, maka diperlukan partisipasi aktif masyarakat untuk bersama-sama dengan Pemerintah Daerah mewujudkan masyarakat yang tertib dan teratur kedalam tata administrasi yang baik dan benar.
67
Untuk mencapai maksud diatas perlu pengaturan dan pengendaliannya melalui Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 s/d 16 : Cukup jelas Pasal 2 : Maksud Retribusi Penggantian Biaya Cetak
adalah Retribusi Penggantian Biaya Cetak berdasarkan pasal 8 Peraturan Daerah ini
Pasal 3 : Cukup jelas Pasal 4 : Cukup jelas Pasal 5 : Cukup jelas Pasal 6 : Cukup jelas Pasal 7 ayat 1 : Pungutan Retribusi hanya dipungut atas
penggantian biaya cetak, sedangkan jasa tidak termasuk dalam pungutan Retribusi
ayat 2 : Cukup jelas Pasal 8 ayat 1 s/d 3 : Cukup jelas Pasal 9 ayat 1 : Masa Retribusi KTP adalah masa
berlakunya pungutan/retribusi atas biaya cetak KTP
Pasal 10 ayat 1 s/d 2 : Cukup jelas Pasal 11 : Cukup jelas Pasal 12 : Cukup jelas Pasal 13 : Cukup jelas Pasal 14 ayat 1 s/d 2 : Cukup jelas Pasal 15 : Cukup jelas Pasal 16 : Cukup jelas Pasal 17 : Cukup jelas Pasal 18 : Cukup jelas Pasal 19 : Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2007 NOMOR 6 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 10 TAHUN 2007
TENTANG
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN KABUPATEN LAMANDAU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang : a. bahwa untuk memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap
penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa
penting dan peristiwa kependudukan yang dialami oleh penduduk
Kabupaten Lamandau atau Warga Kabupaten Lamandau yang
berada diluar wilayah Kabupaten Lamandau, perlu dilakukan
pengaturan Administrasi Kependudukan;
b. bahwa pengaturan Administrasi Kependuduan dapat terlaksana
dengan baik melalui peningkatan kesadaran penduduk untuk
melaporkan setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan
yang dialami kepada Instansi Penyelenggara;
c. bahwa Peraturan Daerah mengenai Administrasi Kependudukan
khususnya yang mengatur pendaftaran, pendataan penduduk dan
pencatatan sipil diperlukan untuk memberikan perlindungan sosial
bagi penduduk Kabupaten Lamandau;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b dan c
perlu dibentuk Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang
Administrasi Kependudukan;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 26 ayat (2)
dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019);
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474);
4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3882);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437);
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4634);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 124).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH NOMOR TAHUN 2007 TENTANG
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN KABUPATEN LAMANDAU
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban
dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran dan
atau pendataan penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi penduduk
serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor
lain;
2. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang masuk secara
sah serta bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Lamandau sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
3. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga Negara
Indonesia;
4. Orang Asing adalah Orang bukan Warga Negara Indonesia;
5. Bupati adalah Bupati Lamandau;
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau.
7. Instansi Pelaksana adalah Dinas atau Badan yang menyelenggarakan urusan
administrasi kependudukan.
8. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau yang mempunyai kekuatan hukum sebagai
alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran dan atau
pendataan penduduk dan pencatatan sipil.
9. Pendaftaran dan atau Pendataan Penduduk adalah pencatatan biodata
penduduk, pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan
penduduk rentan administrasi kependudukan serta penerbitan dokumen
penduduk berupa identitas, kartu atau surat keterangan kependudukan.
10. Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus
dilaporkan karena membawa implikasi terhadap penerbitan atau perubahan KK,
KTP dan atau Surat Keterangan Kependudukan lainnya meliputi pindah datang,
perubahan alamat, tinggal sementara, serta status terbatas menjadi tinggal tetap.
11. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya yang disingkat NIK adalah nomor
identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada
seseorang yang terdaftar sebagi penduduk Indonesia.
12. Kartu Keluarga yang selanjutnya disingkat KK adalah kartu identitas keluarga
yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta
karakteristik anggota keluarga.
13. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat KTP adalah bukti diri sebagai
legitimasi penduduk yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana di Kabupaten
Lamandau yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
14. Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh
seseorang pada register catatan sipil oleh Instansi Pelaksana di Kabupaten
Lamandau.
15. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran,
kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak,
pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.
16. Pejabat Pencatat Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan peristiwa
penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau
yang penggangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang –
Undangan.
17. Penduduk Sementara adalah setiap Orang Asing pemegang Izin Tingggal
Terbatas di Kabupaten Lamandau
18. Registrar adalah Pegawi Negeri Sipil yang diberi tugas dan tanggungjawab
memberikan pelayanan pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting
serta pengelolaan dan penyajian data kependudukan di Desa/Kelurahan.
19. Unit Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana, selanjtnya disingkat UPTD
Instansi Pelaksana, adalah Satuan Kerja di Tingkat Kecamatan yang
melaksanakan pelayanan Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan Akta
Catatan Sipil.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 2
Setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh :
a. Pelayanan yang sama dalam pendaftaran dan/atau pendataan penduduk dan
pencatatan sipil;
b. Dokumen kependudukan;
c. Perlindungan atas data pribadi;
d. Kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;
e. Informasi mengenai data hasil pendaftaran dan/atau pendataan penduduk dan
pencatatan sipil atas dirinya dan atau keluarganya; dan
f. Ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat penyalahgunaan data pribadi
oleh Instansi Penyelenggara.
Pasal 3
(1) Semua penduduk Kabupaten Lamandau wajib mendaftarkan biodatanya kepada
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau.
(2) Semua penduduk Kabupaten Lamandau wajib melaporkan peristiwa penting dan
peristiwa kependudukan yang dialami kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten
Lamandau dan menyerahkan bukti-bukti sah yang diperlukan dalam pendaftaran
penduduk dan pencatatan sipil.
Pasal 4
Warga Kabupaten Lamandau yang berada di luar wilayah Kabupaten Lamandau wajib
melaporkan peristiwa penting yang dialami kepada Instansi Pelaksana Pencatatan Sipil
Kabupaten/Kota atau Negara setempat atau Perwakilan Republik Indonesia dengan
menyerahkan bukti-bukti sah yang diperlukan dalam pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil.
BAB III
KEWENANGAN PENYELENGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
Pasal 5
(1) Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau menyelenggarakan urusan
administrasi kependudukan dengan tanggung-jawab meliputi :
a. Memberikan pelayanan yang sama bagi setiap penduduk atas pelaporan
peristiwa penting dan peristiwa kependudukan;
b. Menerbitkan dokumen kependudukan;
c. Mendokumentasikan hasil pendaftaran dan atau pendataan penduduk dan
catatan sipil;
d. Menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Penting dan
Peristiwa Kependudukan; dan
e. Melakukan validasi dan verifikasi atas informasi yang disampailkan oleh
penduduk dalam pelayanan pendaftran penduduk dan pencatatan sipil.
(2) Tanggung-jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khususnya untuk
pencatatan peristiwa perkawinan, perceraian dan rujuk bagi penduduk yang
beragama Islam dilakukan oleh Kantor Urusan Agama se- Kabupaten Lamandau.
(3) Pelayanan Pencatatan Sipil Pada Tingkat Kecamatan Dilakukan Oleh UPTD
Instansi Pelaksana dengan kewenangan menerbitkan Akta Pencatatan Sipil.
(4) Data hasil pancatatan atas peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
disampaikan oleh Kantor Urusan Agama se- Kabupaten Lamandau kepada Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau melalui laporan bulanan.
Pasal 6
(1) Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau menyelenggarakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewenangan meliputi:
a. Memperoleh keterangan dan data yang benar atas biodata, peristiwa penting
dan peristiwa kependudukan yang dilaporkan penduduk dan atau pendataan
penduduk;
b. Memperoleh data mengenai peristiwa penting yang dialami penduduk atas
dasar keputusan atau penetapan lembaga peradilan;
c. Memberikan keterangan atas pelaporan biodata, peristiwa penting dan
peristiwa kependudukan untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan dan
pembuktian kepada lembaga peradilan;
d. Mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil pendaftaran penduduk
dan pencatatan sipil untuk kepentingan pembangunan.
e. Melaksanakan Operasi Yustisi dengan bekerjasama dengan instansi terkait.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b berlaku juga bagi
Kantor Urusan Agama se- Kabupaten Lamandau khususnya untuk pencatatan
peristiwa perkawinan, perceraian dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam.
(3) Selain Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau mempunyai kewenangan untuk mendapatkan data hasil
pencatatan peristiwa perkawinan, perceraian dan rujuk bagi penduduk yang
beragama Islam dari Kantor Urusan Agama se- Kabupaten Lamandau.
Pejabat Pencatat Sipil
Pasal 7
(1) Pejabat Pencatatan Sipil diangkat oleh Bupati dari Pegawai Negeri Sipil pada
Instansi Pelaksana yang memenuhi persyaratan atas usul Kepala Instansi
Pelaksana.
(2) Pejabat Pencatat Sipil menerima, memverifikasi, dan memvalidasi kebenaran data,
mencatat data, menandatangani Register dan Kutipan Akta serta membuat Catatan
Pinggir pada Akta – Akta Catatan Sipil.
(3) Dalam hal Pejabat Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berhalangan, Bupati dapat menunjuk Pejabat lain dari Instansi Pelaksana.
Registrar
Pasal 8
(1) Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil bagi warga negara Indonesia di Desa
atau Kelurahan dilaksanakan oleh Regitrar.
(2) Registrar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh
Bupati Lamandau dari Pegawai Negari Sipil yang memenuhi persyaratan.
BAB IV
PENDAFTARAN PENDUDUK
Bagian Pertama
Nomor Induk Kependudukan
Pasal 9
(1) Setiap penduduk wajib memiliki NIK.
(2) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah kepada setiap
penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata.
(3) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam setiap Dokumen
Kependudukan, Paspor, Surat Ijin Mengemudi, Nomor Pokok Wajib Pajak, Polis
Asuransi, Sertifikat Hak Atas Tanah dan tanda pengenal lainnya.
Pasal 10
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan NIK diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendaftaran Peristiwa Kependudukan
Perubahan Alamat
Pasal 11
(1) Dalam hal terjadi pemekaran wilayah atau pembangunan yang menyebabkan
perubahan alamat, Instansi Pelaksana wajib menyelenggarakan penerbitan
perubahan dokumen pendaftaran penduduk.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan perubahan dokumen
pendaftaran penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Penduduk Pindah Datang ke Kabupaten Lamandau
Pasal 12
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia yang akan pindah datang ke wilayah
Kabupaten Lamandau wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana di daerah asal.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana
mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah Datang.
(3) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan kedatangannya
kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang dari daerah asal.
(4) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK dan KTP bagi penduduk yang
bersangkutan.
Penduduk Pndah Datang Karena Transmigrasi
Pasal 13
(1) Instansi Pelaksana menyelenggarakan pendaftaran pindah datang penduduk
karena transmigrasi.
(2) Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pendaftaran pindah datang karena
transmigrasi diatur dalam Peraturan Presiden.
Pindah Datang Orang Asing Yang Memiliki Izin Terbatas/Tinggal Tetap
Pasal 14
(1) Orang Asing yang memiliki izin tinggal terbatas dan Orang Asing yang memiliki izin
tinggal tetap yang pindah ke Kabupaten Lamandau wajib membawa Surat
Keterangan Pindah Datang. dari daerah asal.
(2) Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan kedatangan kepada
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang.
(3) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK, KTP dan Surat Keterangan Tempat
Tinggal bagi Orang Asing yang bersangkutan.
Paragraf 3
Penduduk Tinggal Sementara
Pasal 15
(1) Penduduk dari luar Kabupaten Lamandau yang bermaksud tinggal sementara di
Kabupaten Lamandau selama 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut atau lebih
wajib membawa Surat Keterangan Pindah Sementara dari daerah asal.
(2) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan kedatangannya
kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 30 ( tiga puluh )
hari sejak diterbitkan Surat Keterangan Pindah Sementara.
(3) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Tinggal
Sementara.
(4) Surat Keterangan Tinggal Sementara berlaku selama 3 (tiga) bulan dan dapat
diperpanjang untuk 2 (dua) kali 1 (satu) bulan.
(5) Penduduk pemegang Surat Keterangan Tinggal Sementara yang tidak
memperpanjang SKTS-nya dan atau tidak melaporkan diri setelah SKTS- nya habis
masa berlakunya, biodata yang bersangkutan dihapuskan dari data base
kependudukan Kabupaten Lamandau.
(6) Surat Keterangan Tinggal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib
dibawa pada saat berpergian.
Paragraf 4
Pindah Datang Antar Negara
Pasal 16
(1) Penduduk Kabupaten Lamandau yang pindah ke luar negeri wajib melaporkan
rencana kepindahannya kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi
Penyelenggara di Kabupaten Lamandau mendaftar, mencabut KTP yang
bersangkutan dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri.
Pasal 17
(1) Warga Kabupaten Lamandau yang datang dari luar negeri wajib melaporkan
kedatangannya kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat
14 (empat belas) hari sejak tanggal kedatangan.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Datang Dari
Luar Negeri sebagai dasar penerbit KK dan KTP.
Pasal 18
Ketentuan mengenai pendaftaran perpindahan penduduk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 21 ayat (2) bagi penduduk lokal pelintas batas tradisional
diatur dalam Peraturan Presiden
Pasal 19
(1) Orang Asing yang memiliki izin tinggal terbatas yang datang dari luar negeri dan
Orang Asing yang memiliki izin lainnya yang telah berubah status sebagai
pemegang izin tinggal terbatas yang berencana bertempat yang tinggal di wilayah
Kabupaten Lamandau wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten
Lamandau paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterbitkan Izin Tinggal
Terbatas.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Tempat
Tinggal.
(3) Surat Keterangan Tempat Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
dibawa pada saat berpergian.
Pasal 20
(1) Orang Asing yang memiliki izin tinggal terbatas yang telah mengubah status
menjadi Orang Asing yang memiliki izin tinggal tetap wajib melaporkan kepada
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 14 (empat belas) hari
sejak diterbitkan izin tinggal tetap.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi
Penyelenggara di Kabupaten Lamandau mendaftar dan menerbirkan KK dan KTP.
Pasal 21
(1) Orang Asing yang memiliki izin tinggal terbatas atau Orang Asing yang memiliki izin
tinggal tetap yang akan pindah keluar negeri wajib melaporkan kepada Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
rencana kepulangannya.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau melakukan pendaftaran.
Pasal 22
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran peristiwa kependudukan
diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pendataan Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan
Pasal 23
(1) Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau melakukan pendataan penduduk
rentan administrasi kependudukan yang meliputi :
a. Penduduk korban bencana alam;
b. Penduduk korban kerusuhan sosial;
c. Anak terlantar; dan
d. Komunitas adat terpencil.
(2) Pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan b dilakukan pada saat terjadi pengungsian.
(3) Pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dilakukan secara periodik.
(4) Hasil pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan Surat
Keterangan Kependudukan khusus untuk penduduk rentan.
Pasal 24
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pendataan penduduk rentan diatur dalam
Peraturan Presiden.
Bagian Keempat
Pelaporan Penduduk Yang Tidak Mampu Melapor Sendiri
Pasal 25
(1) Penduduk yang tidak mampu melaksanakan pelaporan sendiri dapat dibantu atau
minta bantuan kepada orang lain untuk melakukan pendaftaran.
(2) Pelaporan Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Bagian Pertama
Pencatatan Kelahiran
Paragraf 1
Pencatatan Kelahiran Di Kabupaten Lamandau
Pasal 26
(1) Setiap kelahiran di Kabupaten Lamandau wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 60 (enam puluh) hari
sejak kelahiran.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatat
Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta
Kelahiran.
Pasal 27
(1) Pencatatan kelahiran dalam Register Akta dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran
terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau
keberadaan orangtuanya, didasarkan pada laporan orang yang menemukan
dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari kepolisian.
(2) Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dan
disimpan oleh Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau.
Paragraf 2
Pencatatan Kelahiran Di Luar Wilayah Kabupaten Lamandau
Pasal 28
(1) Kelahiran Warga Lamandau di Luar Wilayah Kabupaten Lamandau wajib dicatatkan
pada Instansi Pelaksana Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau Negara setempat.
(2) Pencatatan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan
kepada Instansi Penyelenggara di Kabupaten Lamandau paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak Warga Lamandau yang bersangkutan kembali ke Kabupaten
Lamandau.
Paragraf 3
Pencatatan Kelahiran Di Atas Kapal Laut atau Pesawat Terbang
Pasal 29
(1) Kelahiran Warga Kabupaten Lamandau di atas kapal laut atau pesawat terbang,
wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana Pencatatan Sipil di
tempat tujuan atau tempat singgah pertama berdasarkan keterangan kelahiran dari
Nahkoda Kapal atau Kapten Pesawat Terbang untuk memperoleh Kutipan Akta
Kelahiran.
(2) Pencatatan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh
penduduk kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 30
(tiga puluh) hari sejak Warga yang bersangkutan kembali ke Kabupaten
Lamandau.
Paragraf 4
Pencatatan Kelahiran Yang Melampaui Batas Waktu
Pasal 30
(1) Pelaporan Kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) yang
melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak
tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Kepala
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau.
(2) Pencatatan kelahiran yang melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri tempat peristiwa
kelahiran.
Pasal 31
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran diatur dalam
Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Pencatatan Lahir Mati
Pasal 32
(1) Setiap lahir mati wajib dilaporkan oleh keluarga atau ahli warisnya kepada Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak lahir
mati.
(2) Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menerbitkan Surat Keterangan Lahir Mati.
Pasal 33
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan lahir mati diatur dalam
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pencatatan Perkawinan
Paragraf 1
Pencatatan Perkawinan Di Kabupaten Lamandau
Pasal 34
(1) Perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan
oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat
60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatat
Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta
Perkawinan.
(3) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan masing-
masing kepada suami dan istri.
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penduduk yang
beragama Islam kepada KUA Kecamatan.
(5) Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
dalam pasal 6 ayat (2) wajib disampaikan oleh KUA Kecamatan kepada Instansi
Pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan
perkawinan dilaksanakan.
(6) Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memerlukan
penerbitan Kutipan Akta Pencatatan Sipil.
(7) Pada tingkat kecamatan, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pada UPTD Instansi Pelaksana.
Pasal 35
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi :
(1) Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan
(2) Perkawinan sesama atau antar Orang Asing yang dilakukan di Indonesia atas
permintaan Orang Asing yang bersangkutan.
Pasal 36
Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan
perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan Pengadilan.
Paragraf 2
Pencatatan Perkawinan Di Luar Wilayah Kabupaten Lamandau
Pasal 37
(1) Perkawinan warga Negara Indonesia di luar Wilayah Kabupaten Lamandau, wajib
dicatatkan pada Instansi Pelaksana Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau Negara
setempat.
(2) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh yang
bersangkutan kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sejak Warga Negara Indonesia yang bersangkutan kembali ke
Kabupaten Lamandau.
Pasal 38
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan perkawinan diatur dalam
Peraturan Presiden.
Bagian Keempat
Pencatatan Pembatalan Perkawinan
Pasal 39
(1) Pembatalan perkawinan wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah
putusan Pengadilan tentang pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum
tetap.
(2) Instansi Pelaksana a di Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencabut Kutipan Akta Perkawinan dari kepemilikan subyek akta dan
mengeluarkan Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan.
Pasal 40
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pembatalan perkawinan
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Pencatatan Perceraian
Paragraf 1
Pencatatan Perceraian Di Kabupaten Lamandau
Pasal 41
(1) Perceraian wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja setelah putusan
Pengadilan tentang perceraian mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau mencatat pada Register Akta Perceraian dan
menerbitkan Kutipan Akta Perceraian.
Paragraf 2
Pencatatan Perceraian Di Luar Wilayah Kabupaten Lamandau
Pasal 42
(1) Perceraian Warga Lamandau di Luar Wilayah Kabupaten Lamandau, wajib
dicatatkan kepada Instansi Pelaksana Kabupaten/Kota atau Negara setempat.
(2) Pencatatan perceraian sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilaporkan yang
bersangkutan kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 30
(tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Kabupaten Lamandau.
(3) Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau sebagaiman dimaksud pada ayat (2),
mengukuhkan kutipan Akta Perceraian.
Pasal 43
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan perceraian diatur dalam
Peraturan Presiden.
Bagian Keenam
Pencatatan Pembatalan Perceraian
Pasal 44
(1) Pembatalan perceraian bagi penduduk yang beragama selain Islam wajib
dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau
paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah putusan pengadilan tentang
pembatalan perceraian yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Berdasakan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau mencabut Kutipan Akta Perceraian dari kepemilikan subyek
akta dan mengeluarkan Surat Keterangan Pembatalan Perceraian.
Pasal 45
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pembatalan perceraian diatur
dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketujuh
Pencatatan Kematian
Paragraf 1
Pencatatan Kematian Di Kabupaten Lamandau
Pasal 46
(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal kematian.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) Kepala Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau mencatat pada Register Akta Kematian dan
menerbitkan Kutipan Akta Kematian.
(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan
Surat Keterangan Kematian dari pihak yang berwenang.
(4) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati
tetapi tidak diketemukan jenazahnya, maka pencatatan oleh Kepala Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau, baru dilakukan setelah adanya penetapan
Pengadilan.
Paragraf 2
Pencatatan Kematian Di Luar Wilayah Kabupaten Lamandau
Pasal 47
(1) Kematian Warga Lamandau di luar Wilayah Kabupaten Lamandau dicatatkan oleh
keluarganya atau yang mewakili pada Instansi Pelaksana Kabupaten/Kota atau
Negara setempat untuk memperoleh Kutipan Akta Kematian.
(2) Pencatatan Kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh
keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten
Lamandau paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pencatatan kematian.
Pasal 48
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kematian diatur dalam
Peraturan Presiden.
Bagian Kedelapan
Pencatatan Pengangkatan Anak, Pengakuan Anak
Dan Pengesahan Anak
Paragraf 1
Pencatatan Pengangkatan Anak Di Kabupaten Lamandau
Pasal 49
(1) Pencatatan pengangkatan anak dilaksanakan berdasarkan Penetapan Pengadilan
Negeri di tempat tinggal pemohon.
(2) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau
yang menerbitkan Akta Kelahiran paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
diterimanya salinan penetapan Pengadilan Negeri oleh penduduk.
(3) Berdasarkan pelaporan sebagaiman dimaksud pada ayat (2), Kepala Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau membuat catatan pinggir pada Akta Kelahiran.
Paragraf 2
Pencatatan Pengangkatan Anak Orang Asing
Di Luar Wilayah Kabupaten Lamandau
Pasal 50
(1) Pengangkatan anak Orang Asing yang dilakukan oleh Warga Kabupaten Lamandau
di luar Wilayah Kabupaten Lamandau wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana
di Kabupaten Lamandau dengan menunjukkan Surat Keterangan Pengangkatan
Anak.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana
di Kabupaten Lamandau mengukuhkan Surat Keterangan Pengangkatan Anak.
Paragraf 3
Pencatatan Pengakuan Anak
Pasal 51
(1) Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orangtua pada Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal Surat
Pengakuan Anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau mencatat pada Register Akta Pengakuan Anak
dan menerbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak.
Paragraf 4
Pencatatan Pengesahan Anak
Pasal 52
(1) Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orangtua pada Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari
anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta
perkawinan.
(2) Berdasarkan pelaporan pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau membuat Catatan Pinggir pada Akta
Kelahiran.
Pasal 53
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pengangkatan anak,
pengakuan anak dan pengesahan anak diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Pencatatan Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan
Paragraf 1
Pencatatan Perubahan Nama
Pasal 54
(1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan
Negeri tempat pemohon.
(2) Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau
yang menerbitkan akta-akta catatan sipil paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak diterimanya salinan penetapan Pengadilan Negeri oleh penduduk.
(3) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) Kepala
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau membuat Catatan Pinggir pada Akta
Catatan Sipil.
Pasal 55
Persyaratan dan tata cara pencatatan perubahan nama diatur dalam Peraturan
Presiden.
Paragraf 2
Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan Di Kabupaten Lamandau
Pasal 56
(1) Perubahan status kewarganegaraan dari WNA ke WNI wajib dilaporkan oleh
penduduk kepada Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau paling lambat 60
(enam puluh) hari setelah Berita Acara Penyumpahan atau Janji oleh Pengadilan
Negeri setempat diterima oleh penduduk.
(2) Berdasarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau membuat Catatan Pinggir pada Akta Catatan Sipil.
Paragraf 3
Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan
Di Luar Wilayah Kabupaten Lamandau
Pasal 57
(1) Perubahan status kewarganegaraan penduduk Lamandau dari WNI ke WNA di luar
Wilayah Kabupaten Lamandau yang telah mendapatkan persetujuan dari Negara
setempat wajib memberitahukan perubahan status kewarganegaraannya kepada
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau dengan menunjukkan Surat
Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia.
(2) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau membuat catatan pinggir pada Akta Catatan
Sipil.
Pasal 58
Persyaratan dan tata cara pencatatan perubahan kewarganegaraan diatur dalam
Peraturan Presiden.
Bagian Kesepuluh
Pencatatan Peristiwa Penting Lainnya
Pasal 59
(1) Pencatatan peristiwa penting lainnya dilakukan oleh Kepala Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau atas permintaan penduduk yang bersangkutan setelah
adanya putusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Pencatatan peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan Pengadilan.
Pasal 60
Persyaratan dan tata cara pencatatan peristiwa penting lainnya diatur dalam Peraturan
Presiden.
BAB VI
DOKUMEN KEPENDUDUKAN
Pasal 61
(1) Dokumen kependudukan terdiri atas :
a. Biodata Penduduk;
b. Kartu Keluarga;
c. Kartu Tanda Penduduk;
d. Surat Keterangan Kependudukan; dan
e. Register dan Kutipan Akta Catatan Sipil.
(2) Dokumen Biodata Penduduk, KK, KTP dan Surat Keterangan Kependudukan
diterbitkan oleh Kepala Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau Atas Nama
Bupati Lamandau.
(3) Kutipan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diterbitkan
oleh Kepala Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau dan diberikan kepada
yang bersangkutan.
Biodata Penduduk
Pasal 62
Biodata penduduk paling sedikit memuat keterangan tentang nama, tempat dan tanggal
lahir, alamat serta jatidiri lainnya secara lengkap dan perubahan data sehubungan
dengan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang dialami.
Kartu Keluarga
Pasal 63
(1) KK paling sedikit memuat keterangan tentang nomor KK, nama lengkap kepala
keluarga, alamat, nama anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, tempat dan tanggal
lahir, agama, pendidikan dan pekerjaan.
(2) Nomor KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk selamanya kecuali
terjadi perubahan data dari kepala keluarga dan anggota keluarganya.
(3) KK diberikan oleh Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau kepada penduduk
Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap.
Pasal 64
(1) Penduduk Lamandau dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap hanya
diperbolehkan terdaftar dalam 1 (satu) KK.
(2) Perubahan susunan keluarga dalam KK wajib dilaporkan kepada Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
terjadinya perubahan.
(3) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau mendaftar dan menerbitkan KK.
Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Pasal 65
(1) Penduduk Lamandau dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah
berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP.
(2) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperbolehkan memiliki 1
(satu) KTP.
(3) KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.
(4) Penduduk wajib melaporkan perpanjangan KTP kepada Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau jika masa berlakunya telah habis.
(5) Penduduk yang telah memilki KTP wajib membawa KTP saat berpergian.
Pasal 66
(1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan gambar peta
kepulauan Indonesia dan sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang NIK,
nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, golongan darah, alamat,
pekerjaan, batas waktu berlakunya KTP, tempat dan tanggal dikeluarkan, nama dan
NIP pejabat yang menandatangani.
(2) Masa berlakunya KTP :
a. Untuk WNI berlaku selama 5 (lima) tahun ;
b. Untuk Orang Asing Tinggal Tetap disesuaikan dengan masa berlakunya ijin
tinggal tetap.
(3) Penduduk yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun diberikan KTP yang berlaku
seumur hidup.
Pasal 67
Surat Keterangan Kependudukan paling sedikit memuat keterangan tentang nama
lengkap, NIK, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat, peristiwa penting atau peristiwa
kependudukan yang dialami oleh seseorang.
Akta Catatan Sipil
Pasal 68
(1) Akta Catatan Sipil terdiri atas :
a. Register Akta Catatan Sipil ; dan
b. Kutipan Akta Catatan Sipil .
(2) Register Akta Catatan Sipil memuat keseluruhan data peristiwa penting yang
dialami seseorang.
(3) Register Akta Catatan Sipil disimpan dan dirawat pada Instansi Pelaksana di
Kabupaten Lamandau.
(4) Register Akta Catatan Sipil paling sedikit memuat keterangan tentang :
a. Jenis Peristiwa Penting ;
b. NIK dan status kewarganegaraan ;
c. Tempat dan tanggal peristiwa ;
d. Keterangan identitas pelaporan ;
e. Nama seseorang yang mengalami Peristiwa Penting ;
f. Keterangan perorangan dan saksi ;
g. Tempat dan tanggal dikeluarkannya akta ; dan
h. Nama, jabatan dan tanda tangan dari Pejabat Pencatat Sipil dan Stempel
Instansi.
(5) Akta Catatan Sipil berlaku selamanya.
Pasal 69
(1) Kutipan Akta Catatan Sipil terdiri atas :
a. Kelahiran ;
b. Kematian ;
c. Perkawinan ;
d. Perceraian ; dan
e. Pengangkatan anak.
(2) Kutipan Akta Catatan Sipil paling sedikit memuat keterangan tentang :
a. Jenis Peristiwa Penting ;
b. NIK dan status kewarganegaraan ;
c. Tempat dan tanggal peristiwa ;
d. Nama seseorang yang mengalami Peristiwa Penting ;
e. Tempat dan tanggal dikeluarkannya akta ; dan
f. Nama, jabatan dan tanda tangan dari Pejabat Pencatat Sipil dan stempel
instansi; dan
g. Pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data yang terdapat dalam
Register Catatan Sipil.
Waktu Penerbitan Dokumen Pendaftaran Penduduk
Pasal 70
(1) Bupati dan Kepala Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau yang diberi
kewenangan wajib menerbitkan dokumen pendaftaran penduduk sesuai
tanggungjawabnya sebagai berikut :
a. KK dan KTP paling lambat 14 (empat belas) hari kerja ;
b. Surat Keterang Pindah Datang paling lambat 14 (empat belas) hari kerja ;
c. Surat Keterangan Pindah Sementara paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja ;
d. Surat Keterangan Tinggal Sementara paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
e. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja;
f. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja;
g. Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Orang Asing yang memiliki izin tinggal
terbatas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja;
h. Surat Keterangan Kelahiran paling lambat 14 (empat belas) hari kerja;
i. Surat Keterangan Lahir Mati paling lambat 14 (empat belas) hari kerja;
Sejak tanggal diajukan pelaporan.
(2) Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau wajib menerbitkan Surat Keterangan
Kependudukan berupa :
a. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan ; atau
b. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian.
Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pelaporan.
Pembetulan KTP
Pasal 71
(1) Pembetulan KTP hanya dilakukan untuk KTP yang mengalami kesalahan tulis
redaksional.
(2) Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan atau
tanpa permohonan dari orang yang menjadi subyek KTP.
(3) Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat
yang diberi delegasi kewenangan menerbitkan KTP, sesuai dengan
kewenangannya.
Pembetulan Akta Catatan Sipil
Pasal 72
(1) Pembetulan Akta Catatan Sipil hanya dilakukan untuk akta yang mengalami
kesalahan tulis redaksional.
(2) Pembetulan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan atau tanpa permohonan dari orang yang menjadi subyek akta.
(3) Pembetulan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
pejabat sesuai dengan kewenangannya.
Pembatalan Akta Catatan Sipil
Pasal 73
(1) Pembatalan Akta Catatan Sipil dan KTP dilakukan berdasarkan Putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Berdasarkan Putusan Pengadilan mengenai pembatalan akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatat Sipil membuat catatan pinggir pada
Register Akta dan mencabut Kutipan akta-akta Catatan Sipil dari kepemilikan
subyek akta.
Pasal 74
Dalam hal wilayah hukum Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau yang menerbitkan
KTP dan akta berbeda dengan pengadilan yang memutuskan pembatalan KTP dan Akta,
maka salinan putusan pengadilan disampaikan kepada Instansi Penyelenggara di
Kabupaten Lamandau.
Pasal 75
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara Pencatatan Pembetulan dan Pembatalan
KTP dan Akta Catatan Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Spesifikasi dan formulasi kalimat dalam Biodata Penduduk, Blanko KK, KTP, Surat
Keterangan Kependudukan, Register dan Kutipan Akta Catatan Sipil diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 77
Penerbitan dokumen penduduk bagi petugas rahasia khusus yang melakukan tugas
keamanan negara diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 78
Setiap orang dilarang mengubah, menambah atau mengurangi tanpa hak, isi elemen
data pada dokumen kependudukan.
Pasal 79
Pedoman pendokumentasian hasil Pandaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil diatur
dalam Peraturan Menteri.
Perlindungan Data dan Dokumen Kependudukan
Pasal 80
(1) Data dan dokumen kependudukan Kabupaten Lamandau wajib disimpan dan
dilindungi oleh Pemerintah Kabupaten Lamandau.
(2) Bupati sebagai penanggung jawab memberikan hak akses kepada petugas pada
Penyelenggara dan Instansi Pelaksana untuk memasukkan, menyimpan, membaca,
mengubah, meralat dan menghapus, serta mencetak Data, mengkopi Data dan
Dokumen Kependudukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang lingkup, dan tata cara
mengenai pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL
SAAT NEGARA DALAM KEADAAN BAHAYA
Pasal 81
1) Apabila terjadi yang luar biasa, sehingga Negara dinyatakan dalam keadaan
bahaya, dengan ditingkatkan keadaan darurat militer atau keadaan darurat sipil,
maka kewenangan membuat surat keterangan tentang Peristiwa Penting dan
Peristiwa Kependudukan diberikan kepada pejabat sipil atau militer yang ditunjuk
oleh Penguasa Darurat Sipil atau Darurat Militer.
(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai dasar penerbitan
dokumen penduduk.
(3) Apabila keadaan sudah dinyatakan pulih, maka Instansi Pelaksana di Kabupaten
Lamandau aktif mendatangi penduduk untuk melakukan pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil.
Pasal 82
(1) Jabatan sipil atau militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 diatur dalam
peraturan Presiden.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan Surat Keterangan
tentang Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 81 diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 83
(1) Dalam hal terjadi keadaan yang luar biasa sebagai akibat bencana alam, Bupati
wajib melakukan pendataan penduduk bagi pengungsi dan korban bencana alam.
(2) Bupati menerbitkan Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas atau Surat
Keterangan Pencatatan Sipil berdasarkan hasil pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas atau Surat Keterangan Pencatatan
Sipil digunakan sebagai tanda bukti diri dan bahan pertimbangan untuk penetapan
dokumen kependudukan.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan Surat Keterangan
Pengganti Tanda Identitas atau Surat Keterangan Pencatatan Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB VIII
PANGELOLAAN INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
Pasal 84
(1) Pengelolaan informasi administrasi kependudukan dilakukan oleh Instansi
Pelaksana di Kabupaten Lamandau.
(2) Pengelolaan informasi administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui pembangunan Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan.
(3) Pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 85
(1) Pendayagunaan informasi administrasi kependudukan dilakukan Pemerintah
melalui pengkajian perkembangan dan perencanaan kependudukan.
(2) Pedoman pengkajian perkembangan dan perencanaan kependudukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
BAB IX
PERAN SERTA MASYRAKAT
Pasal 86
(1) Masyarakat dapat berperanserta dalam kegiatan sosialisasi untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam mendukung pendaftaran penduduk dan pencatatan
sipil.
(2) Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh
perorangan, kelompak masyarakat dan badan hukum.
(3) Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
BAB X
PENYIDIKAN DAN OPERASI YUSTISI KEPENDUDUKAN
Pasal 87
(1) Pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya dalam
bidang administrasi kependudukan dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
untuk melakukan:
a. Pemeriksaan atas kepemilikan dokumen kependudukan serta kebenaran
laporan atau keterangan atas adanya tindak pidana administrasi
kependudukan ;
b. Pemanggilan terhadap orang untuk didengar atau diperiksa sebagai saksi atau
tersangka dalam perkara tindak pidana administrasi kependudukan ;
c. Membuat dan menandatangani Berita Acara dan menyampaikan kepada
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia ; dan atau
d. Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut
bukan merupakantindak pidana.
(3) Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Operasi Yustisi Kependudukan ditujukan untuk memeriksa dan atau sweeping atas
ketaatan dan atau kepatuhan penduduk dalam hal mendaftarkan biodata penduduk
serta kepemilikan dokumen kependudukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 88
Setiap penduduk dikenakan sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas
waktu pelaporan Peristiwa Kependudukan dalam hal:
a. Pindah datang bagi penduduk Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (3);
b. Kedatangan bagi Warga Negara Indonesia Tinggal Sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2);
c. Pindah datang bagi Orang Asing yang memiliki izin terbatas atau Orang Asing yang
memiliki izin tinggal tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2);
d. Pindah datang ke luar negeri bagi penduduk Warga Lamandau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1);
e. Pindah datang dari luar negeri bagi penduduk Warga Lamandau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);
f. Pindah datang dari luar negeri bagi Orang Asing pemegang izin Tinggal Terbatas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
g. Perubahan status Orang Asing Tinggal Terbatas menjadi Orang Asing Tinggal
Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1);
h. Pindah ke luar negeri bagi Orang Asing Tinggal Terbatas atau Orang Asing Tinggal
Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
i. Perubahan KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2);
j. Perpanjangan KTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (4);
Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu :
a. Penduduk Warga Kabupaten Lamandau paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah)
b. Penduduk Warga Luar Kabupaten Lamandau paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua
juta rupiah).
c. Warga Negara Asing paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Pasal 89
Setiap penduduk Kabupaten Lamandau dikenakan sanksi administratif berupa denda
apabila melampaui batas waktu pelaporan Peristiwa Penting dalam hal:
a. Perkawinan di Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1);
b. Perkawinan di luar Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2);
c. Pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1);
d. Perceraian di Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksuddalam Pasal 41 ayat
(1);
e. Perceraian di luar Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2);
f. Pembatalan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1);
g. Kematian di Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1);
h. Kematian di luar Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (2);
i. Pengangkatan anak di Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 ayat (2);
j. Pengangkatan anak Warga Negara Asing di luar Kabupaten Lamandau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1);
k. Pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1);
l. Pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1);
m. Perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2);
n. Perubahan status kewarganegaraan di Kabupaten Lamandau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1);
o. Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) ;
Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 90
(1) Setiap Penduduk Kabupaten Lamandau yang tidak mendaftarkan biodatanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikenakan denda administrasi
paling banyak Rp.50.000,- (limapuluh ribu rupiah).
(2) Setiap penduduk di Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (5) yang berpergian tidak membawa KTP dikenakan denda administratif paling
banyak Rp. 50.000,- (limapuluh ribu rupiah).
(3) Setiap penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6) yang berpergian
tidak membawa Surat Keterangan Tinggal Sementara dikenakan denda
administratif paling banyak Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(4) Setiap Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (3) yang berpergian tidak membawa Surat Keterangan Tempat
Tinggal dikenakan denda administratif paling banyak Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah).
Pasal 91
Ketentuan lebih lanjut mengenai denda administratif sebagaimana dimaksud pada pasal
88, 89 dan 90 diatur dalam Peraturan Presiden.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 92
Setiap penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada
Instansi Pelaksana di Kabupaten Lamandau dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan
dan Peristiwa Penting dipidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling banyak Rp.50.000.000,- (limapuluh juta rupiah).
Pasal 93
Setiap orang yang tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah atau mengurangi
isi elemen data pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupuah).
Pasal 94
Setiap orang yang tanpa hak mengakses database kependudukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 80 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupuah).
Pasal 95
Setiap penduduk yang dengan sengaja :
a. Mendaftarkan diri untuk memiliki KTP lebih dari satu ;
b. Mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga pada lebih dari
satu Kartu Keluarga.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak
Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)
Pasal 96
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat mengganggu
pelaksanaan tertib administrasi kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
Pasal 97
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dilakukan oleh badan
usaha, pidana yang dikenakan terhadap badan usaha ditambah sepertiga dari pidana
penjara dan/atau pidana denda yang dijatuhkan.
Pasal 98
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95,
Pasal 96, dan Pasal 97 adalah tindak pidana administrasi kependudukan.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 99
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, semua Peraturan Pelaksanaan yang
berkaitan dengan administrasi kependudukan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan belum diganti sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.
Pasal 100
Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Peraturan Daerah ini akan diatur dalam
Peraturan Bupati.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 101
Pembentukan UPTD Isntansi Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (3)
dilakukan dengan Peraturan Bupati dan mengacu pada pasal 8 ayat (5) dan pasal 104
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 101
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Disahkan di : Nanga Bulik
Pada tanggal : 6 Novemver
2007
WAKIL BUPATI LAMANDAU,
ttd
HGM. ALFANIE
Diundang di : Nanga Bulik Pada tanggal : 6 November 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ttd
Ir. MARUKAN NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2007 NOMOR 10 SERI C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 10 TAHUN 2007
TENTANG
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN KABUPATEN LAMANDAU
I. UMUM
Didasari bahwa penduduk (rakyat) merupakan salah satu unsur terbentuknya
suatu kabupaten, disamping unsur-unsur lain, yaitu adanya pemerintahan dan
wilayah. Dari tiga unsur tersebut, unsur wilayah dan rakyat tampaknya masih
kurang mendapat perhatian. Hal tersebut membawa sejumlah implikasi antara lain
belum akuratnya data kependudukan untuk pembangunan.
Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap penduduk untuk memperoleh status
kewaganegaraan, kebebasan memeluk agama, meyakini kepercayaan,
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan, memilih
tempat tinggal di suatu wilayah atau Negara dan meninggalkannya serta berhak
kembali.
Keberadaan hak-hak penduduk tersebut berkaitan dengan peristiwa penting
dan peristiwa kependudukan yang dialami oleh seseorang. Peristiwa Penting
meliputi kejadian yang dialami dan membawa perubahan status penduduk serta
memerlukan penerbitan bukti yang sah setelah dicatat oleh Pejabat Pencatat Sipil
meliputi kelahiran, lahir mati, kematian, perkawinan dan perceraian, termasuk
pengangkatan, pengakuan dan pengesahan anak serta perubahan status
kewarganegaraan, ganti nama dan peristiwa penting lainnya, sedangkan peristiwa
kependudukan yaitu kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan
karena membawa implikasi perubahan data identitas atau surat keterangan
kependudukan antara lain perubahan alamat, pindah datang untuk menetap,
tinggal terbatas atau sementara serta perubahan status Orang Asing Tinggal
Terbatas menjadi tinggal tetap.
Dalam kaitan dengan pemenuhan hak penduduk terutama di bidang catatan
sipil, masalah yang dihadapi adalah adanya ketentuan penggolongan penduduk
yang didasarkan pada suku, keturunan dan agama sebagaimana tertuang dalam
produk kolonial Belanda yang plural dan driskriminatif. Plural karena adanya dua
kelompok peraturan yaitu pendaftaran penduduk dan catatan sipil. Diskriminatif
karena pemberlakuannya berdasarkan pada pembedaan suku, keturunan dan
agama. Penggolongan penduduk tersebut pada hakekatnya tidak sesuai dengan
dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Selain masalah hak-hak penduduk, masalah administrasi kependudukan yang
cukup mendasar adalah masih tersebarnya sumber data kependudukan, belum
terkoordinasi dan terintegrasi menjadi satu sistem administrasi kependudukan,
ketepatan waktu dan belum optimalnya cakupan pelaporan peristiwa penting dan
peristiwa kependudukan.di samping itu Kartu Tanda Penduduk ganda dan
kurangnya kesadaran dan perhatian penduduk untuk melaporkan peristiwa
penting dan peristiwa kependudukan yang dialaminya menyebabkan
ketidakjelasan legitimasi penduduk.
Untuk memperoleh hak-hak keperdataan (hak-hak sipil) yang berupa Kutipan
dan Salinan Akta-akta Catatan Sipil tersebut, penduduk harus melaporkan kepada
Instansi Pelaksana untuk mendapatkan pelayanan publik. Dalam proses
pelayanan publik tersebut, pemerintah perlu melakukan pendataan biodata
penduduk sebagai dasar penerbitan dokumen penduduk. Jadi pada dasarnya
perolehan status hukum keperdataan penduduk terkait erat dengan pelayanan
publik sebagai suatu sistem.
Pendaftaran penduduk atas peristiwa kependudukan dan pencatatan sipil
atas peristiwa penting merupakan kegiatanyang sangat penting, karena dari
kegiatan tersebut maka penduduk Kabupaten Lamandau yang berada/bertempat
tinggal di luar wilayah Kabupaten lamandau, wajib melaporkan peristiwa penting
yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana Pencatatan Sipil atau Negara
setempat ataupun kepada perwakilan Republik Indonesia, karena dari pelaporan
tersebut dapat dilkukan pendataan. Pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil
yang tertib dan valid selain berguna bagi pengesahan secara hukum atas
peristiwa penting dan peristiwa kependudukan perorangan, juga sangat
bermanfaat bagi Pemerintah (Pusat) dan Pemerintahan Daerah guna
menyelenggarakan tugas pelayanan, perlindungan, kesejahteaan, menumbuh
kembangkan demokrasi, pemerataan dan keadilan, persatuan dan kesatuan
nasional, serta bermanfaat bagi perencanaan program-program pembangunan
sebagai dasar peningkatan dan pengembangan kualitas penduduk sendiri.
Pemecahan masalah administrasi kependudukan telah diusahakan secara
berkesinambungan melalui kebijakan substansi. Kebijakan yang mendasar
tersebut perlu dilaksanakan, kerana selama ini sumber data kependudukan masih
tersebar, belum terkoordinasi dan terintegrasi menjadi satu sistem administrasi
kependudukan, ketetapan waktu dan belum optimalnya cakupan pelaporan
peristiwa penting dan peristiwa kependudukan.
Berbagai permasalahan tersebut merupakan salah satu implikasi dari belum
dimilikinya landasan hukum yang kuat mengenai pengaturan administrasi
kependudukan, sehingga sampai saat ini belum mampu menghasilkan data dan
informasi kependudukan secara nasional yang tepat, cepat, akurat dan
berkesinambungan.
Dari sisi yuridis, saat ini cukup banyak kebijakan kependudukan yang
dituangkan dalam berbagai aturan seperti kewarganegaraan, kesehatan, tenaga
kerja, transmigrasi, statistik, perkawinan, kesejahteraan sosial, lingkup hidup,
keimigrasian, peradilan agama dan perkembangan kependudukan dan keluarga
sejatera. Tetapi berbagai aturan tersebut masih parsial pada bidangnya masing-
masing. Aturan-aturan tersebut belum cukup memberikan basis mendasar bagi
penyelenggaraan administrasi kependudukan yang menyeluruh. Oleh karena itu
perlu landasan hukum yang kuat dengan substansi yamg komprehensif, agar
penyelenggaraan administrasi kependudukan di Kabupaten Lamandau dapat
terlaksana lebih optimal.
Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan Kedua) pada Pasal 26 ayat (3)
mengamanatkan bahwa hal-hal mengenai Warga Negara dan Penduduk diatur
dengan Undang-Undang. Selain itu, Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR RI/2002
tentang Rekomendasi Atas Pelaporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh
Presiden, DPA, DPR, BPK, MA. Pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002 juga
merekomendasikan kepada Presiden “Segera Menciptakan Sistem Pengenal
Tunggal dan Terpadu (Kartu Tanda Penduduk), atau Nomor Induk Tunggal dan
Terpadu bagi seluruh penduduk Indonesia dari lahir hingga meninggal dunia, dan
dengan nomor yang sama digunakan pula pada Paspor, Surat Ijin Mengemudi,
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Kartu Pengenal lainnya”. Amanat tersebut
tampaknya perlu diakomodir perumusannya dalam Undang-Undang agar dapat
diwujudkan Sistem Administrasi Kependudukan secara nasional yang terpadu
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Penyelenggaraan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, merupakan
pengesahan hak-hak administrasi kependudukan dalam rangka pembentukan
hukum, penerapan hukum dan penegakan hukum (Law Enforcement), karena
keberadaannya akan melibatkan seluruh penduduk sebagai subyek dan obyek
dalam pembangunan. Dengan demikian, administrasi kependudukan akan
mampu memberikan legalitas bagi peristiwa penting dan peristiwa kependudukan.
Pengertian administrasi kependudukan dalam Peraturan Daerah ini adalah
rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dokumen dan data kependudukan
melalui pendaftaran dan/atau pendataan penduduk serta pencatatan sipil,
pengelolaan informasi penduduk serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan
publik dan pembangunan dan sektor lain. Sedangkan pengertian penduduk
adalah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Kabupaten Lamandau. Dalam dimensi tersebut penduduk dipahami sebagai
orang yang bertempat tinggal dalam batas wilayah Kabupaten Lamandau dalam
jangka waktu tertentu serta mempunyai hak dan kewajiban di bidang administrasi
kependudukan.
Dengan pengertian tersebut, diharapkan akan memperoleh landasan bagi:
a. Terselenggaranya administrasi kependudukan dalam skala kabupaten yang
terpadu dan tertib, dinilai dari terselenggaranya pendaftaran dan/atau
pendataan penduduk serta pencatatan sipil ;
b. Tersedianya data dan informasi mengenai pendaftaran dan/atau pendataan
penduduk serta pencatatan sipil pada berbagai tingkatan secara akurat,
lengkap, mutakhir dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi
perumusan kebijakan kependudukan dan pembangunan pada umumnya ;
dan
c. Terpenuhinya hak penduduk di bidang pelayanan administrasi
kependudukan.
Untuk kepentingan tersebut, maka administrasi kependudukan
diselenggarakan dengan berasaskan pada hal-hal yang bersifat universal,
permanen dan berkelanjutan, yaitu :
a. Persamaan kedudukan dalam hukum ;
b. Perlindungan ;
c. Keamanan ;
d. Berkelanjutan ; dan
e. Kepastian hukum.
Pendaftaran dan/atau pendataan penduduk menganut stelsel aktif bagi
penduduk maupun penyelenggara pendaftaran penduduk yang didasarkan pada
domisili atau tempat tinggal atas terjadinya peristiwa kependudukan yang dialami
oleh seseorang dan/atau keluarganya. sedangkan Pencatatn Sipil menganut
stensel aktif bagi penduduk maupun penyelenggara pencatatan sipil dan
didasarkan pada tempat terjadinya peristiwa penting yang dialami oleh dirinya
dan/atau keluarganya .
Dengan asas-asas tersebut, diharapkan administrasi kependudukan sebagai
suatu sistem akan terselenggara sebagai bagian dari administrasi Negara, yang
dalam pelaksanaannya mencakup data peristiwa penting dan peristiwa
kependudukan yang bermanfaat bagi kepentingan penduduk dan kepentingan
pemerintah. Dari sisi kepentingan penduduk, administrasi kependudukan, akan
memberikan pemenuhan hak-hak administrasi seperti pelayanan publik serta
jaminan perlindungan dan asuransi sosial yang berkenaan dengan dokumen
penduduk. Selain itu memberikan kesempatan bagi penduduk untuk
mengembangkan diri. Sedangkan manfaat administrasi kependudukan bagi
kepentingan pemerintah merupakan sub sistem administrasi yang tertib sebagai
upaya meningkatkan keamanan wilayah dari segala ancaman, gangguan dan
intervensi dari pihak luar daerah. Sejalan dengan hal tersebut diatas, administrasi
kependudukan meletakkan penghormatan hak-hak asasi manusia sebagai dasar
pelaksanaan hak atas pemanfaatan informasi dan jaminan atas rahasia pribadi.
Penyelenggaraan administrasi kependudukan diarahkan pada :
a. Pemenuhan hak asasi setiap orang di bidang pelayanan adminitrasi
kependudukan ;
b. Peningkatan kesadaran penduduk akan kewajibannya untuk berperan serta
dalam pelaksanaan adminitrasi kependudukan ;
c. Pemenuhan data statistik kependudukan dan statistik peristiwa
kependudukan ;
d. Dukungan terhadap pembangunan perencanaan kependudukan secara
kabupaten dan
e. Dukungan terhadap pembangunan sistem administrasi kependudukan guna
meningkatkan pemberian pelayanan publik tanpa diskriminasi.
Penyelenggaraan administrasi kependudukan bertujuan untuk :
a. Memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen
penduduk untuk setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang
dialami penduduk ;
b. Memperjelas status kewarganegaraan dan keperdataan setiap orang ;
c. Menyidiakan data dan informasi penduduk yang akurat, lengkap dan
mutakhir; dan
d. Mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara national dan terpadu.
Selain asas, arah dan tujuan, Peraturan Daerah ini juga mengatur hak dan
kewajiban penduduk, kewenangan penyelenggaraan administrasi kependudukan,
pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dokumen penduduk, pendaftaran
dan/atau pendataan penduduk dan pencatatan sipil saat Negara dalam keadaan
bahaya, pengelolaan informasi administrasi kependudukan, peranserta
mesyarakat, penyidikan, sanksi administratif, ketentuan pidana, ketentuan
peralihan dan ketentuan penutup.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3 Cukup jelas
Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Cukup Jelas
Pasal 6 Cukup jelas
Pasal 7 Cukup jelas
Pasal 8 Yang dimaksud dengan Registrar adalah petugas di Desa atau
Kelurahan yang ditugasi untuk melakukan pelayanan pendaftaran
atas pelaporan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang
dialami seseorang.
Pasal 9 Ayat (1) NIK berlaku seumur hidup dan bagi yang sudah
meninggal tidak bisa digunakan atau digantikan
oleh orang lain.
Ayat (2) Pemberian NIK kepada penduduk didasarkan
atas Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan.
Pasal 10 Cukup jelas
Pasal 11 Cukup jelas
Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Pindah Datang adalah
perubahan tempat tinggal penduduk dari tempat
lama ke tempat baru untuk menetap.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Perubahan dan penerbitan KK dilakukan di
daerah asal dan di daerah tujuan, sesuai dengan
jenis kepindahannya (Kepela Keluarga, Kepela
Keluarga dan Seluruh anggota Keluarga, Kepala
Keluarga dan sebagian anggota Keluarga dan
hanya anggota keluarga), sedangkan penerbitan
KTP hanya dilakukan di daerah tujuan.
Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14 Cukup jelas
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16 Cukup jelas
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas
Pasal 19 Cukup jelas
Pasal 20 Cukup jelas
Pasal 21 Cukup jelas
Pasal 22 Cukup jelas
Pasal 23 Cukup jelas
Pasal 24 Cukup jelas
Pasal 25 Cukup jelas
Pasal 26 Yang dimaksud dengan tempat terjadinya peristiwa adalah wilayah
terjadinya kelahiran.
Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Kutipan akta kelahiran seorang anak yang tidak
diketahui keberadaan orangtuanya diserahkan
kepada yang bersangkutan setelah ia dewasa.
Pasal 28 Cukup jelas
Pasal 29 Cukup jelas
Pasal 30 Cukup jelas
Pasal 31 Cukup jelas
Pasal 32 Ayat (1) Yang dimaksud dengan lahir mati adalah
kelahiran seorang bayi dari kandungan yang
berumur paling sedikit 28 (dua puluh delapan)
minggu pada saat dilahirkan tanpa menunjukkan
tanda-tanda kehidupan.
Peristiwa lahir mati tidak terbitkan Akta Catatan
Sipil, akan tetapi diterbitkan Surat Keterangan
Lahir Mati.
Meskipun tidak diterbitkan akta catatan sipil tetapi
pendataannya diperlukan untuk kepentingan
perencanaan dan pembangunan di bidang
kesehatan.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 33 Cukup jelas
Pasal 34 Ayat (1) Yang dimaksud dengan perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri sesuai dengan
ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam
dilaporkan oleh penduduk kepada Kantor Urusan
Agama Departemen Agama sesuai Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas
Ayat (7) Cukup jelas
Pasal 35 Ayat (1) Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan
adalah perkawinan yang dilakukan antar umat
yang berbeda agama atau yang dilakukan
penganut kepercayaan
Ayat (2) Perkawinan yang dilakukan oleh Warga Negara
Asing di Indonesia, harus mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai
perkawinan di Indonesia.
Pasal 36 Cukup jelas
Pasal 37 Cukup jelas
Pasal 38 Cukup jelas
Pasal 39 Cukup jelas
Pasal 40 Cukup jelas
Pasal 41 Cukup jelas
Pasal 42 Cukup jelas
Pasal 43 Cukup jelas
Pasal 44 Cukup jelas
Pasal 45 Cukup jelas
Pasal 46 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kematian adalah
ketiadaan permanen dari seluruh kehidupan pada
saat manapun setelah kelahiran hidup terjadi.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Yang dimaksud dengan Surat Keterangan dari
pihak yang berwenang ialah dari Rumah Sakit,
Dokter/Parademis, Kepala Desa atau dari
Kepolisian.
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 47 Cukup jelas
Pasal 48 Cukup jelas
Pasal 49 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pengangkatan anak
adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan hak
anak dari lingkungan kekuasaan keluarga
orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan
danmembesarkan anak tersebut, kedalam
lungkungan keluarga orangtua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 50 Cukup jelas
Pasal 51 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pengakuan anak adalah
pengakuan dari seorang ayah terhadap anaknya
yang lahir di luar ikatan perkawinan yang sah atas
persetujuan ibu kandung anak tersebut.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 52 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pengesahan anak adalah
pengesahan status seorang anak yang lahir di
luar ikatan perkawinan yang sah, kemudian diikuti
dengan perkawinan yang sah oleh kedua
orangtua anak tersebut.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 53 Cukup jelas
Pasal 54 Cukup jelas
Pasal 55 Cukup jelas
Pasal 56 Cukup jelas
Pasal 57 Ayat (1) Persyaratan dan tata cara perubahan status
kewarganegaraan didasarkan pada Peraturan
Perundang-undangan tentang Kewarganegaraan.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 58 Cukup jelas
Pasal 59 Ayat (1) Yang dimaksud dengan peristiwa penting lainnya
adalah peristiwa yang ditetapkan oleh Pengadilan
Negeri untuk dicatatkan pada Instansi
Penyelenggara, antara lain perubahan jenis
kelamin.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 60 Cukup jelas
Pasal 61 Cukup jelas
Pasal 62 Yang dimaksud dengan Biodata Penduduk adalah keterangan yang
berisi elemen data tentang jatidiri, informasi dasar serta riwayat
perkembangan dan perubahan keadaan yang dialami oleh
penduduk sejak saat kelahiran.
Pasal 63 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Kepala Keluarga adalah :
Ayat (1) a. Orang yang bertempat tinggal dengan orang
lain baik mempunyai hubungan darah atau
tidak, yang bertanggungjawab terhadap
keluarga;
b. Orang yang bertempat tinggal seorang sendiri;
c. Kepala Kesatrian, Asrama, Rumah yatim
Piatu, dan lain-lain dimana beberapa orang
bertempat tinggal bersama-sama.
Setiap kepala keluarga wajib memiliki KK,
meskipun kepala keluarga tersebut masih numpang
di rumah orangtua, karena pada prinsipnya dalam
satu alamat rumah boleh lebih dari satu KK.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 64 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan perubahan susunan
keluarga dalam KK adalah perubahan yang
dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi
Penyelenggara apabila terjadi kelahiran dan
kematian.
Ayat (3) Penerbitan KK baik di daerah asal maupun di
daerah tujuan disesuaikan dengan jenis
kepindahan, apabila di daerah asal masih ada
keluarga yang ditinggalkan maka diperlukan
perubahan dan penerbitan KK baru, begitu juga
apabila yang pindah adalah anggota keluarga maka
perlu penerbitan KK di daerah tujuan.
Pasal 65 Cukup jelas
Pasal 66 Meskipun KTP berlaku seumur hidup, namun apabila yang
bersangkutan pindah dari Kabupaten Lamandau, maka KTP
tersebut dilakukan perubahan alamat di tempat yang baru.
Pasal 67 Ayat (1) Yang dimaksud Surat Keterangan Kependudukan
meliputi:
a. Surat Keterangan pindah Datang;
b. Surat Keterangan Pindah Sementara;
c. Surat Keterangan Tinggal Sementara;
d. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri;
e. Surat Keterangan Datang dari Luar negeri;
f. Surat Keterangan Tempat Tinggal untu Orang
Asing Tinggal terbatas;
g. Surat Keterangan Penduduk khusus untuk
Penduduk Rentan;
h. Surat Keterangan Kelahiran;
i. Surat Keterangan Lahir Mati;
j. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan;
k. Surat Keterangan Perceraian;
l. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian;
m. Surat Keterangan Kematian;
n. Surat Keterangan Pengangkatan Anak; dan
o. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan
Indonesia.
Pasal 68 Cukup jelas
Pasal 69 Cukup jelas
Pasal 70 Cukup jelas
Pasal 71 Cukup jelas
Pasal 72 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kesalahan tulis redaksional
adalah kesalahan satuan tulis atau abjad.
Ayat (2) Pembetulan akta biasanya dilakukan pada saat
akta sudah selesai diproses (akta sudah jadi) tetapi
belum diserahkan atau akan diserahkan kepada
subjek akta. Pembetulan akta atas dasar koreksi
dari petugas, wajib diberitahukan kepada subjek
akta.
Pasal 73 Ayat (1) Pembatalan akta dilakukan atas permintaan orang
lain atau subjek akta, dengan alasan akta cacat
hukum karena dalam proses pembuatan
didasarkan pada keterangan yang tidak benar dan
tidak sah.
Pasal 74 Cukup jelas
Pasal 75 Cukup jelas
Pasal 76 Cukup jelas
Pasal 77 Yang dimaksud dengan Petugas Rahasia adalah resense dan intel
yang melakukan tugasnya di luar daerah domisilinya.
Pasal 78 Cukup jelas
Pasal 79 Cukup jelas
Pasal 80 Cukup jelas
Pasal 81 Ayat (1) Keadaan bahaya meliputi:
1. Keamanan atau ketertiban hukum di
Kabupaten Lamandau terancam oleh
pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau
akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan
tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan
secara biasa.
2. Timbul perang atau bahaya perang.
3. Negara/Kabupaten Lamandau berada dalam
keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan
khusus ternyata dan/atau dikhawatirkan ada
gejala-gejala yang dapat mebahayakan hidup
Kabupaten/Negara.
Pasal 82 Cukup jelas
Pasal 83 Cukup jelas
Pasal 84 Ayat (1) Informasi yang diperlukan dari hasil pendaftaran
penduduk dan pencatatan sipil yang disajikan
dalam bentuk laporan-laporan statistik
kependudukan dan statistik peristiwa penting.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 85 Cukup jelas
Pasal 86 Cukup jelas
Pasal 87 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil memberitahukan
dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidikan
kepolisian Negara Republik Indonesia dan hasil
penyidikan diserahkan kepada penuntut umum
melalui Pejabat Penyidik Polisi Republik Indonesia.
Hal itu dimaksudkan untuk memberikan jaminan
bahwa hasil penyidikannya telah memenuhi
ketentuan dan persyaratan. Mekanisme hubungan
koordinasi antara Pejabat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil dan Pejabat Penyidik Polisi Republik Indonesia
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Yang dimaksud dengan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil adalah pegawai yang diberi wewenang khusus
oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan di
bidang administrasi kependudukan.
Pasal 88 Cukup jelas
Pasal 89 Cukup jelas
Pasal 90 Cukup jelas
Pasal 91 Cukup jelas
Pasal 92 Cukup jelas
Pasal 93 Cukup jelas
Pasal 94 Cukup jelas
Pasal 95 Cukup jelas
Pasal 96 Cukup jelas
Pasal 97 Cukup jelas
Pasal 98 Cukup jelas
Pasal 99 Cukup jelas
Pasal 100 Cukup jelas
Pasal 101 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
TAHUN 2007 NOMOR 10 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 11 TAHUN 2007
TENTANG
RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk memberikan jaminan teknis bagi
kendaraan bermotor terhadap keselamatan orang atau barang, kelestarian lingkungan serta ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan perlu dilakukan pengaturan tentang pengujian kendaraan bermotor,sehinggga kendaraan bermotor dapat memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf
a diatas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) ;
2. Undang - Undang Republik Indonesia 14 Tahun 1992 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480) ;
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3085) sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048) ;
4. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 81, Tambahan Lembaran Lembaran Negara Nomor 4318) ;
5. Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389) ;
6. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438) ;
7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 1993 tentang
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528);
8. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 1993 tentang
Kendaran dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530) ;
9. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara 3952) ;
10. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2001 tentang
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara 4139) ;
11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 67 Tahun 1993
tentang Tata Cara Pemeriksaan Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor di Jalan ;
12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71 Tahun 1993
tantang Pengujian Berkala Kendaran Bermotor ; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah ;
14. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 2 Tahun 2004
tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Lamandau ;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 3 Tahun 2004
Tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau ;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah Adalah Kabupaten Lamandau; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah Sebagai Unsur
Penyelenggaraan Pemerintah Lain Daerah Kabupaten Lamandau; 3. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Oleh Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut azas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas – luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang –Undang Dasar1945;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah;
5. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Lamandau; 6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Pengujian Kendaraan
bermotor sesuai dengan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku; 7. Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengujian Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut
UPTD – PKB adalah sebagai Unsur Pelaksana Dinas yang melakukan sebagian tugas operasional tertentu di lapangan;
8. Pengujian adalah setiap tenaga penguji yang dinyatakan memenuhi kualifikasi teknis tertentu dan diberi sertifikat serta tanda kualifikasi teknis sesuai dengan jenjang kualifikasi;
9. Pengujian Kendaraan Bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan atau memeriksa bagian – bagian Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, Kereta Tempelan dan Kendaraan Khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan;
10. Kendaraan Bermotor adalah Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknis yang berada pada kendaraan itu termasuk Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan yang dirangkai dengan Kendaraan Bermotor;
11. Kendaraan Wajib Uji adalah setiap kendaraan yang berdasarkan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku wajib diujikan untuk menentukan kelaikan jalan yaitu Mobil Penumpang Umum, Mobil Bus, Mobil Barang, Kendaraan Khusus serta Kereta Gandengan dan Kereta Tempelan yang dioperasikan di jalan;
12. Kendaraan Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dan dipungut bayaran;
13. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi kurang dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi;
14. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi;
15. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain Mobil Penumpang dan Mobil Bus;
16. Kendaraan Khusus adalah kendaraan bermotor selain dari kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang dan penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang – barang khusus;
17. Kereta Gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang untuk ditarik oleh kendaraan bermotor;
18. Kereta Tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan penariknya;
19. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan kendaraan bermotor;
20. Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Uji Berkala adalah pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala terhadap setiap Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, Kereta Tempelan dan Kendaraan Khusus;
21. Buku Uji Berkala adalah tanda lulus uji berkala berbentuk buku yang berisi data dan legitimasi wajib pengujian setiap Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, Kereta Tempelan atau Kendaraan Khusus;
22. Tanda Uji adalah bukti suatu kendaraan telah diuji dengan hasil baik, berupa lempengan plat alumunium atau plat kaleng yang ditempelkan pada plat nomor atau rangka kendaraan;
23. Bengkel Umum adalah bengkel umum yang berfungsi untuk merawat dan memperbaiki kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;
24. Laik Jalan adalah persyaratan minimum kondisi suatu kendaraan yang harus dipenuhi agar terjaminnya keselamatan dan mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan lingkungan pada waktu dioperasikan di jalan;
25. Nilai Teknis adalah hasil penilaian terhadap komponen – komponen kendaraan dalam satuan prosentase;
26. Bak Muatan adalah rumah – rumah yang dirancang untuk tempat barang yang dipasangkan pada landasan kendaraan bermotor;
27. Uji Ulang adalah pemeriksaan ulang kendaraan yang sebelumnya dinyatakan tidak lulus uji;
28. JBB adalah Jumlah Berat yang diperbolehkan berat maksimum kendaraan berikut muatannya yang diperbolehkan menurut rancangannya;
29. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama atau bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan, atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta Bentuk Badan Lainnya ;
30. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atau jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;
31. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor yang selanjutnya dapat disebut Retribusi adalah pembayaran atas pelayanan pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Lamandau;
32. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor yang menurut Peraturan Perundang – undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi di Wilayah Kerja Pemerintah Kabupaten Lamandau;
33. Masa Retribusi adalah jangka waktu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa pengujian kendaraan bermotor;
34. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah dan selanjutnya dapat disingkat SPORD adalah surat yang digunakan Wajib Retribusi untuk mendaftarkan Objek Retribusi;
35. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya retribusi yang terhutang;
36. Surat Pemberitahuan Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat SPTRD adalah Surat yang digunakan wajib Retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran yang terutang menurut Peraturan Perundangan Retribusi;
37. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya dapat disingkat SKRDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi;
38. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terhutang atau denda;
39. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda ;
40. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan terhadap SKRD, SKRDKBT, SKRDLB atau terhadap pemotongan atau pungutan oleh Pihak Ketiga yang diajukan oleh Wajib Retribusi;
41. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban terhadap peraturan perundang – undangan yang berlaku;
42. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang – Undang untuk melakukan Penyidikan;
43. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;
BAB II
NAMA OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI PENGUJIAN Pasal 2
Dengan nama Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor.
Pasal 3
Objek Retribusi adalah pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor yang meliputi : a. Mobil Penumpang Umum; b. Mobil Bus; c. Mobil Barang; d. Kendaraan Khusus; e. Kereta Gandengan; f. Kereta Tempelan.
Pasal 4
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan pengujian kendaraan bermotor.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.
BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6 Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan jenis kendaraan bermotor.
BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi dimaksudkan
untuk menutupi biaya penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan;
(2) Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi biaya pemeriksaan untuk memeriksa emisi gas buang, untuk memeriksa lampu-lampu serta kelengkapan dan peralatan lainnya, pengetokan nomor uji dan segel serta jasa ketata usahaan berupa Formulir Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah ( SPORD ) dan Buku Uji.
BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi dibedakan berdasarkan jenis kendaraan bermotor; (2) Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor ditetapkan sebagai
berikut : a. Mobil Penumpang Umum.
1. Roda Tiga Rp. 15.000 ,- Sanksi denda keterlambatan Rp. 4.000 ,- / bulan
2. Roda Empat Rp. 20.000 ,- Sanksi denda keterlambatan Rp. 6.000 ,- / bulan
b. Mobil Bus 1. Bus kecil kapasitas tempat duduk 9 sampai
dengan 19 seat Rp. 25.000 ,- Sanksi denda keterlambatan Rp. 6.500 ,- / bulan
2. Bus Sedang kapasitas tempat duduk 20 sampai dengan 30 seat Rp. 30.000 ,-
Sanksi denda keterlambatan Rp. 7.000 ,- / bulan 3. Bus Besar kapasitas tempat duduk 31 seat keatas Rp. 35.000 ,-
Sanksi denda keterlambatan Rp. 8.000 ,- / bulan c. Mobil Barang
1. JBB sampai dengan 4000 Kg. Rp. 20.000 ,- Sanksi denda keterlambatan Rp. 6.000 ,- / bulan
2. JBB 4001 sampai dengan 7000 Kg Rp. 25.000 ,- Sanksi denda keterlambatan Rp. 6.500 ,- / bulan
3. JBB 7001 sampai dengan 14.000 Kg. Rp. 30.000 ,- Sanksi denda keterlambatan Rp. 10.000 ,- / bulan
4. JBB 14.001 Kg ke atas. Rp. 35.000 ,- Sanksi denda keterlambatan Rp. 12.000 ,- / bulan
d. Kereta Gandengan atau Tempelan Rp. 40.000 ,- Sanksi denda keterlambatan Rp. 15.000 ,- e. Kendaraan Khusus Rp. 45.000 ,- Sanksi denda keterlambatan Rp. 17.000 ,- / bulan f. Uji Asap ( smok tes ter ) Rp. 15.000 ,-
(3) Besarnya tarif Retribusi Jasa Ketatausahaan sebagai berikut : a. Formulir pendaftaran Rp. 15.000,- b. Pembuatan atau Penggantian Buku Uji Rp. 75.000,- c. Plat Uji Rp. 15.000,- d. Tanda Uji Baru Rp. 40.000,- e. Tanda Uji Lanjutan Rp. 25.000,-
(4) Besarnya Tarif Retribusi Pengujian untuk Penghapusan Kendaraan Bermotor sebagai berikut : a. Sepeda Motor Rp. - b. Mobil Penumpang Rp. 50.000,- c. Mobil Bus Rp. 40.000,- d. Mobil Barang Rp. 50.000,- e. Kereta Gandengan atau Tempelan Rp. - f. Kendaraan Khusus Rp. 40.000,- g. Alat Berat Rp. 150.000,-
(5) Besarnya Tarif Retribusi Pengujian Ulang Kendaraan Bermotor ditetapkan sebagai berikut : a. Mobil Penumpang Umum Rp. 30.000,- b. Mobil Bus Rp. 25.000,- c. Mobil Barang Rp. 25.000,- d. Kendaraan Gandengan atau Tempelan Rp. 50.000,- e. Kendaraan Khusus Rp. 40.000,-
Pasal 9 Hasil Penerimaan Retribusi sebagaimana Pasal 8 seluruhnya disetor ke Kas Daerah dalam waktu 1 x 24 jam.
BAB VII
PERSYARATAN Pasal 10
(1) Setiap Kendaraan Bermotor jenis Mobil Bus, Mobil Barang, Kendaraan Khusus, Kereta
Gandengan dan Kereta Tempelan serta Kendaraan Umum yang dioperasikan di jalan wajib dilakukan Uji Berkala;
(2) Uji Berkala sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dilaksanakan di UPTD/ Dinas Perhubungan – PKB, dan ditempat lain yang ditentukan yang dilakukan oleh Tenaga Penguji yang memiliki kualifikasi teknis tertentu sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku;
(3) Bupati berkewajiban mengadakan atau mengikutkan Pendidikan dan Latihan guna pemenuhan kebutuhan Tenaga Penguji;
(4) Prosedur dan Persyaratan Uji Berkala : a. Permohonan pendaftaran Uji Berkala untuk pertama kali selambat – lambatnya 6
(enam) bulan sejak dikeluarkannya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). b. Permohonan pendaftaran Uji Berkala :
1. Mengisi formulir pendaftaran; 2. Menyerahkan foto copy STNK yang masih berlaku; 3. Menyerahkan foto copy Jati Diri KTP / SIM yang masih berlaku; 4. Menyerahkan Buku Uji bagi kendaraan yang pernah diuji;
5. Memiliki bukti pembayaran biaya uji yang sah; 6. Membawa kendaraan ke UPTD pelaksana pengujian berkala / Kantor Dinas
Perhubungan atau ditempat lain yang ditentukan. c. Bagi kendaraan dari luar daerah yang mengajukan Uji Berkala (uji pertama atau
perpanjangan) kecuali poin b juga melampirkan Surat Keterangan Numpang Uji / Mutasi Uji dari Dinas Perhubungan asal domisili kendaraan.
(5) Permohonan pengujian berikutnya diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum habis masa berlakunya Tanda Hasil Uji di Buku Uji;
(6) Sebagai Tanda Bukti Pendaftaraan diberikan Surat Keterangan (Kwitansi Tanda Lunas) Pelaksanaan Pengujian Berkala / Uji pertama dan dilengkapi dengan Tanda Samping;
(7) Tanda samping untuk Mobil Bus, Mobil Barang dan Kendaraan Khusus sebagaimana dimaksud ayat ( 6 ) pasal ini sekurang – kurangnya memuat keterangan mengenai : a. Berat kosong kendaraan; b. Jumlah berat yang diperbolehkan dan jumlah berat yang diijinkan untuk Kendaraan
Bermotor Tunggal; c. Jumlah berat yang diperbolehkan, jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan,
jumlah berat yang diijinkan, dan jumlah berat kombinasi yang diijinkan untuk kendaraan bermotor yang dirangkaikan dengan Kereta Tempelan atau Kereta Gandengan;
d. Daya angkut orang dan barang; e. Masa berlaku uji kendaraan; f. Kelas jalan yang terendah yang boleh dilalui.
(8) Tanda samping untuk Kereta Gandengan dan Kereta Tempelan sebagaimana dimaksud ayat (6) pasal ini sekurang – kurangnya memuat keterangan mengenai : a. Berat kosong Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan; b. Jumlah berat yang diperbolehkan dan jumlah berat yang diijinkan; c. Daya angkut barang; d. Masa berlaku surat dan tanda uji; e. Kelas jalan terendah yang boleh dilalui.
Pasal 11 Kendaraan bermotor yang tidak dikenakan kewajiban Uji Berkala dan merupakan pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) Peraturan Daerah ini adalah : a. Kendaraan Bermotor untuk TNI dan POLRI; b. Kendaraan Bermotor yang ada dalam persediaan pedagang atau untuk dipamerkan; c. Kendaraan Bermotor yang menggunakan Tanda Nomor Korps Diplomatik (CC, CD); d. Kendaraan Bermotor yang tidak digunakan/ dioperasikan karena disegel/ disita oleh
negara; e. Kendaraan Bermotor yang berada di bengkel – bengkel untuk perbaikan; f. Sepeda Motor dan Mobil Penumpang.
Pasal 12 Sebagai Bukti Lulus Uji Berkala, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) Peraturan Daerah ini diberikan Tanda Bukti Lulus Uji berupa Buku dan Tanda Uji Berkala yang berlaku diseluruh Wilayah Indonesia.
Pasal 13 Bukti Pengujian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 Peraturan Daerah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi atau dicabut karena : a. Sudah habis masa berlakunya dan tidak melakukan pengujian kembali;
b. Melakukan perubahan atau mengganti sebagian atau seluruhnya atas ketentuan yang berlaku;
b. Kendaraan Bermotor menjadi tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan lagi, baik disebabkan karena dilakukan perubahan teknis, kecelakaan maupun hal-hal lain yang dapat merubah spesifikasi teknisnya sehingga tidak sesuai dengan data yang ada pada Buku Uji Kendaraan yang bersangkutan.
Pasal 14
(1) Apabila suatu kendaraan dinyatakan tidak lulus uji, penguji wajib memberitahukan secara tulis kepada pemilik / pemegang kendaraan yang tidak lulus uji sekurang – kurangnya meliputi : a. Perbaikan yang harus dilakukan; b. Waktu dan tempat untuk dilakukan pengujian ulang.
(2) Dalam hal perbaikan yang harus dilakukan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini diberikan batas waktu selama – lamanya 14 (empat belas) hari dan tidak dianggap sebagai Pemohon Baru serta tidak dipungut biaya uji;
(3) Apabila hasil pengujian sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ternyata tetap tidak lulus uji, pemillik atau pemegang kendaraan tidak diberi kesempatan uji ulang kembali dan untuk pengujian berikutnya diperlakukan sebagai pemohon baru.
Pasal 15
(1) Apabila pemilik / pemegang kendaraan tidak menyetujui keputusan penguji
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Daerah ini dapat mengajukan permohonan keberatan secara tertulis kepada Pimpinan Petugas Penguji atau Kepala Dinas Perhubungan;
(2) Pimpinan Petugas Pengujian atau Kepala Dinas Perhubungan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari harus memberitahukan jawaban diterima atau ditolaknya permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini setelah mendengar keterangan dari Penguji;
(3) Apabila permohonan keberatan diterima, Pimpinan Petugas Penguji atau Kepala Dinas Perhubungan segera memerintahkan kepada Penguji lainnya untuk melakukan uji ulang dan tidak dikenakan biaya uji lagi;
(4) Apabila permohonan keberatan ditolak dan atau setelah dilakukan uji ulang sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini ternyata tetap dinyatakan tidak lulus uji, maka pemilik/ pemegang kendaraan tidak dapat mengajukan permohonan keberatan lagi.
BAB VIII PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN KENDARAAN
Pasal 16
(1) Untuk memelihara kondisi teknis kendaraan bermotor agar dapat memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan harus dilakukan perawatan dan pemeliharaan;
(2) Perawatan dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dapat dilaksanakan oleh bengkel umum yang telah memiliki rekomendasi dari Dinas Perhubungan.
BAB IX
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 17
Retribusi dipungut di Wilayah Kabupaten Lamandau daerah tempat pengujian kendaraan bermotor dilaksanakan.
BAB X MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 18
Masa Retribusi Uji Berkala Kendaraan Bermotor dilakukan satu kali untuk selama 6 (enam) bulan.
Pasal 19
Saat terutangnya Retribusi adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XI SURAT PENDAFTARAN
Pasal 20
(1) Wajib Retribusi wajib mengisi SPTRD; (2) SPTRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini harus diisi dengan jelas benar
dan lengkap serta serta ditanda tangani oleh Wajib Retribusi atau Kuasanya; (3) Bentuk, isi, serta tata cara pengisian dan penyampaian SPTRD sebagaimana dimaksud
ayat (1) Pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XII PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 21
(1) Berdasarkan SPTRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) ditetapkan
retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang ditetapkan; (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRDLB;
(3) Bentuk dan isi tata cara penerbitan SKRD atau dokuman lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 22
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XIV
TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 23
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus; (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari sejak
diterbitkannya SKRD atau dokuman lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRD.
BAB XV TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 24
(1) Retribusi berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang disamakan, SKRDKBT, STRD dan
Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Retribusi dapat ditagih melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN);
(2) Penagihan retribusi melalui BUPLN dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.
BAB XVI
KEBERATAN Pasal 25
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB; (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan –
alasan yang jelas; (3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib
Retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran Ketetapan Retribusi tersebut; (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal
SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan SKRDKBT dan KRDLB diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya;
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan;
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.
Pasal 26
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan;
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya Retribusi yang terutang;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) Pasal ini telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu Keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.
BAB XVII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 27
(1) Kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati;
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini harus memberikan Keputusan;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu Keputusan Permohonan Pengembalian Kelebihan
Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan;
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB;
(6) Apabila pengembalian kelebihan dan seterusnya memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.
Pasal 28
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan : a. Nama dan alamat Wajib Retribusi; b. Masa retribusi; c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui Pos Tercatat;
(3) Bukti Penerimaan oleh Pejabat Daerah atau Bukti Pengiriman Pos Tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.
Pasal 29
(1) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan dengan penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi (SPMKR);
(2) Apabila kelebihan pembayaran Retribusi diperhitungkan dengan utang Retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai Bukti Pembayaran.
BAB XVIII PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN
RETRIBUSI Pasal 30
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi; (2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1)
Pasal ini dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi antara lain untuk mengangsur;
(3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini antara lain diberikan kepada Wajib Retribusi khusus bagi korban bencana atau kerusuhan;
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XIX
KADALUARSA PENAGIHAN Pasal 31
(1) Hak untuk melakuakan penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terhutang retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindakan pidana di bidang retribusi;
(2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini tidak berlaku apabila : a. Diterbitkan surat teguran / peringatan,atau; b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak
langsung.
BAB XX PENGAWASAN
Pasal 32 Pengawasan terhadap pemegang Buku Uji Berkala dilakukan oleh Pejabat Kepolisian Negara dan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Perhubungan dengan mengadakan koordinasi dengan instansi terkait lainnya.
BAB XXI KETENTUAN PIDANA
Pasal 33 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan Keuangan
Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp.3.000.000,- ( tiga juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XXII KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 34
(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi Peraturan Daerah ini di beri wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) karena kewajibannya mempunyai wewenang : a. Memperhatikan surat tugas setiap melakukan kegiatan penyidikan; b. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; c. Mempelajari laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; d. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian; e. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari perbuatanya dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka; f. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; g. Melakukan pemeriksaaan dan penyitaan surat atau benda; h. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka; i. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara; k. Mengadakan penghentian penyidika; l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan;
(3) Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) membuat Berita Acara setiap tindakan tentang : a. Pemeriksaan tersangka; b. Pemasukan rumah; c. Penggeledahan rumah / tempat-tempat tertutup; d. Penyitaan benda / barang bukti; e. Pemeriksaan surat;
f. Pemeriksaan saksi; g. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkanya kepada Penuntut Umum, dan
khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Pengadilan Negeri sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yag berlaku.
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 36
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 37
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik Pada tanggal : 6 November 2007
WAKIL BUPATI LAMANDAU
ttd
Drs. HGM AFHANIE Diundangkan di Nanga Bulik Pada tanggal 6 November 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd Ir. MARUKAN Pembina Utama Muda NIP. 131 048 087 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2006 NOMOR 11 SERI C
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 11 TAHUN 2007
TENTANG
RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
UMUM Kabupaten Lamandau merupakan Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas wilayah ± 6414 Km2 yang sebagian wilayahnya terdiri dari daratan dan sungai. Sebagai usaha untuk meningkatkan tarap kesejahteraan dan peningkatan pembangunan di Kabupaten Lamandau, Pemerintah Daerah berusaha untuk meningkatkan dan menciptakan peluang pemasukan PAD yaitu melalui sektor retribusi, yang mana dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa salah satu hak dan kewajiban
daerah adalah mengelola kekayaan daerah dan memungut pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana yang diatur dalam pasal 21, huruf d dan e yang akan diatur dalam Peraturan Daerah sebagaimana yang diatur dalam pasal 22, huruf n. Retribusi yang akan dijadikan sebagai salah satu sumber PAD tersebut adalah Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, dimana retribusi ini tergolong retribusi jasa umum yang objeknya adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan sedangkan subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8) Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas Pasal 12
Cukup jelas Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 17
Cukup jelas Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19 Cukup jelas
Pasal 20 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 23 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 26 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 27 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 28 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 29 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 31 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32 Cukup jelas
sal 33 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35 Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 11 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 12 TAHUN 2007
TENTANG
IJIN USAHA ANGKUTAN DAN IJIN TRAYEK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang : a. bahwa untuk menjaga terjaminnya kelangsungan pengusahaan
Angkutan Kendaraan Bermotor Umum, terwujudnya ketertiban dan kelancaran Angkutan Kendaraan Bermotor Umum serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah, perlu diatur tata cara pelaksanaan pemberian Ijin Angkutan dan Ijin Trayek bagi kendaraan bermotor;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a
di atas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek ;
Mengingat : 1. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) ;
2. Undang – undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480) ;
3. Undang – undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) ;
4. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1018);
5. Undang – undang Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4318) ;
6. Undang – undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang – undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara Nomor 9389) ;
7. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) ;
8. Undang – undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438) ;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang
Pelaksanaan Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 Tentang
Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3410) ;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59) ;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 Tentang
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60) ;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 83) ;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan
dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64) ; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692) ;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119);
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2004 Tentang
Jenis dan Bentuk Produk Daerah ;
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah ;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2004 Tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah ;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Rincian Kewenangan Pelaksanan Otonomi Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 02 Seri D) ;
21. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004
Tentang Kelembagaan Struktur Organnisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 02 Seri D) Sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Seri D) ;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG IJIN USAHA ANGKUTAN DAN IJIN TRAYEK.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau ; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah Sebagai
Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau ; 3. Bupati adalah Bupati Lamandau ; 4. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggara Urusan Pemerintah oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas – luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai mana dimaksud dalam Undang – undang Dasar 1945 Dewan perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Pemerintah Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau Sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah ;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ;
6. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Lamandau ; 7. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Angkutan Jalan sesuai
dengan Perundang – undangan yang berlaku ; 8. Badan adalah suatu badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan, atau organisasi yang sejenisnya, Lembaga, Dana Pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya ;
9. Angkutan adalah pemindahan orang dan / atau barang dari suatu tempat ketempat lainnya dengan menggunakan kendaraan ;
10. Trayek adalah jalur lalu lintas jalan yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya dalam daerah ;
11. Trayek Pedesaan adalah jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam wilayah kabupaten ;
12. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi ;
13. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak dijalan terdiri dari kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor ;
14. Kendaran bermotor adalah kendaraan yang dapat digerakkan oleh peralatan teknik yang ada pada kendaraan itu ;
15. Kendaran umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran ;
16. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak – banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi ;
17. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor selain sepeda motor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi ;
18. Taxi adalah kendaraan umum dengan jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer ;
19. Perusahaan angkutan umum adalah yang menyediakan jasa angkutan orang dan / atau barang dengan kendaraan umum dijalan;
20. Mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus dan kendaraan khusus ;
21. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi;
22. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan ijin yang telah didapat ;
23. Surat Pemberitahuan Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SPTRD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang – undangan retribusi ;
24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang ;
25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya dapat disingkat SKRDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan ;
26. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya dapat disingkat SKRDLD, adalah surat keputusun yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang ;
27.Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat STRD, adalah surat melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda;
28. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah berdasarkan Peraturan Perundang – undangan Retribusi Daerah ;
29. Penyidik Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi menemukan tersangkanya ;
BAB II
IJIN USAHA ANGKUTAN Pasal 2
(1) Dengan nama Ijin Usaha Angkutan adalah suatu kegiatan usaha angkutan orang dan/
atau barang dengan kendaraan umum dilakukan oleh : a. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; b. Badan Usaha Milik Swasta; c. Koperasi; d. Perorangan Warga Negara Indonesia ;
(2) Untuk melakukan usaha angkutan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) wajib memiliki Ijin Usaha Angkutan.
(3) Ketentuan Ijin Usaha Angkutan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berlaku untuk : a. Perusahan Biro Perjalanan Umum untuk menunjang usaha; b. Perusahaan yang melaksanakan kegiatan pengangkutan orang sakit atau dengan
mobil ambulance; c. Kegiatan pengangkutan mobil jenazah dengan mobil jenazah; d. Kegiatan angkutan yang bersifat sosial kemasyarakatan.
Pasal 3
(1) Usaha Angkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) terdiri dari :
a . Usaha Angkutan Orang dalam Trayek tetap dan teratur; b . Usaha Angkutan Orang tidak dalam trayek tetap meliputi :
1 . Pengangkutan dengan menggunakan taxi; 2 . Pengangkutan dengan cara sewa/Rent Car; 3 . Pengangkutan untuk keperluan wisata; c . Usaha Angkutan Barang.
Pasal 4
Untuk memperoleh ijin Usaha Angkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) wajib memenuhi persyaratan : a. Memiliki NPWPD; b. Memiliki Akte Pendirian Perusahan bagi Pemohon yang berbentuk Badan Hukum, Akte
Pendirian Koperasi, bagi pemohon yang berbentuk Koperasi dan tanda jati diri bagi pemohon perorangan;
c. Memiliki Surat Keterangan Domisili Pemohon; d. Pernyatan Kesanggupan untuk memiliki kendaraan bermotor baru; e. Pernyatan Kesanggupan menyediakan fasilitas penyimpanan kendaraan yang
dinyatakan dengan denah/ gambar;
Pasal 5
(1) Permohonan Ijin Usaha Angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
diajukan Kepada Bupati melalui Kepala Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi; (2) Ijin Usaha Angkutan di berikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk apabila memenuhi
persyaratan sebagaimana di maksud dalam Pasal 4; (3) Persetujuan atau Penolakan atas Permohonan Ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap;
(4) Penolakan Permohonan Ijin Angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan secara tertulis disertai alasan penolakan.
Pasal 6
Pengusaha Angkutan Umum yang telah mendapat Ijin Usaha Angkutan diwajibkan untuk : a. Memiliki atau menguasai kendaraan sesuai peruntukannya, yang memenuhi persyaratan
teknis dan laik jalan; b. Memiliki atau menguasi tepat penyimpanan kendaraan (pool); c. Melakukan kegiatan usahanya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Ijin Usaha
Angkutan diterbitkan; d. Melaporkan apabila terjadi perubahan pemilikan domisili perusahaan; e. Melaporkan Kegiatan usahanya setiap tahun kepada Dinas yang berwenang; f. Mentaati ketentuan wajib angkutan kiriman pos sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang pos, ketentuan mengenai dana pertanggung jawaban kecelakaan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaannya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya yang berkaitan dengan bidang usaha angkutan;
g. Ijin Usaha Angkutan diberikan untuk jangka selama yang bersangkutan masih menjalankan usahanya.
Pasal 7
(1) Ijin Usaha Angkutan dicabut apabila :
a. Perusahaan Angkutan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 Peraturan ini;
b. Perusahaan Angkutan tidak melaksanakan kegiatan usaha angkutan;
(2) Pencabutan Ijin Usaha Angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan;
(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan Ijin Usaha Angkutan untuk jangka waktu 1 bulan;
(4) Jika Pembekuan Ijin Usaha Angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) telah habis jangka waktu berlakunya dan tidak ada usaha perbaikan, maka Ijin Usaha Angkutan dicabut.
Pasal 8
Ijin Usaha Angkutan akan dicabut melalui proses peringatan dan pembekuan ijin dalam hal yang bersangkutan : a. Melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan Negara ; b. Memperoleh Ijin Usaha Angkutan dengan cara tidak sah.
BAB III IJIN TRAYEK
Pasal 9
(1) Untuk melakukan kegiatan angkutan dalam trayek tetap dan teratur wajib memiliki Ijin
Trayek; (2) Ijin Trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk apabila trayek tersebut sepenuhnya berada dalam wilayah tempat ijin trayek diberikan.
Pasal 10
(1) Untuk memperoleh Ijin Trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Peraturan ini
permohonan wajib memenuhi : a. Persyaratan Administrasi; b. Persyaratan Teknis;
(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dalam ayat (1) huruf a meliputi : a. Memiliki Surat Ijin Usaha Angkutan; b. Memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan
Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Buku Uji atau Foto copynya; c. Memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan pool kendaraan bermotor yang
dibuktikan dengan gambar lokasi dan bangunan.
BAB IV KEWAJIBAN PEMEGANG IJIN TRAYEK
Pasal 11
Perusahaan Angkutan yang telah memperoleh ijin trayek diwajibkan : a. Mengoperasikan kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan; b. Awak Kendaraan yang beroprasi harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan merupakan pengemudi tetap serta mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi .
c. Melaporkan apabila terjadi perubahan pemilik perubahan atau domosili perusahaan . d. Meminta pengesahan dari pejabat memberi ijin trayek apabila mengalihkan ijin trayek;
e. Mentaati ketentuan wajib angkutan kiriman Pos sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1984 tentang Pos, ketentuan mengenai dan pertanggungan wajib kecelakaan penumpang sebagaimana dimaksud di dalam undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 beserta Peraturan Pelaksanaannya, dan peraturan Perundang undangan yang berlaku lainnya yang berkaitan dengan bidang usaha angkutan;
f. Melaporkan setiap bulan kegiatan operasional; g. Melaporkan secara tertulis kepada pejabat pemberi ijin trayek, apabila terjadi perubahan
alamat selambat - lambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadi perubahan; h. Melayani trayek sesuai yang diberikan dengan :
1. Mengoprasikan kendaraan secara tepat waktu sejak saat pemberangkatan, persinggahan dan sampai tujuan;
2. Memelihara kebersihan dan kenyamanan kendaraan yang dioperasikan; 3. Memberikan pelayanan sebaik – baiknya kepada penumpang; 4. Mengusahakan awak kendaraan dilengkapi dengan pakaian seragam yang
menggunakan tanda pengenal perusahaan .
Pasal 12 (1) Setiap Perusahaan angkutan umum yang telah mendapat ijin trayek diwajibkan
menyediakan kendaraan cadangan sebanyak- banyaknya 10 % dari seluruh kendaraan bermotor yang diberi ijin trayek;
(2) Kendaraan cadangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dioprasikan apabila kendaraan yang melayani angkutan pada trayek sesuai dengan ijin trayek yang diberikan mengalami kerusakan atau tidak dapat melanjutkan perjalanan;
Pasal 13
Ijin Trayek yang diberikan kepada perusahaan angkutan berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) Tahun.
Pasal 14
(1) Ijin trayek dicabut apabila :
a. Perusahaan angkutan melanggar ketentuan sebagaimana di atur dalam pasal 11 Peraturan ini;
b. Tidak mampu merawat kendaraan bermotor, sehingga kendaraan tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;
c. Pihak-pihak atau yang namanya ditetapkan untuk bertindak atas nama perusahaan melakukan pelanggaran operasional yang berkaitan dengan pengusahaan angkutan;
d. Melakukan pengangkutan melebihi daya angkut; e. Tidak mematuhi ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi; f. Mempekerjakan pengemudi yang tidak memenuhi syarat .
(2) Pencabutan ijin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing bulan .
(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan Ijin Trayek untuk jangka waktu 1 (satu) bulan .
(4) Jika pembekuan Ijin Trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Pasal ini habis jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, maka ijin Trayek dicabut .
Pasal 15
Ijin Trayek dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembukuan Ijin, apabila perusahaan angkutan yang bersangkutan : a. Melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan Negara;
b. Memperoleh Ijin Trayek dengan cara tidak syah.
BAB V PUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH
Pasal 16 Setiap pemegang Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek di pungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek tersebut.
Pasal 17
Obyek Retribusi adalah pemberian Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek yang berada di Daerah.
Pasal 18 Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapat Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek.
Pasal 19 Retribusi Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek digolongkan sebagai Retribusi perijinan.
BAB VI CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 20 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah ijin yang diberikan berdasarkan jenis angkutan umum penumpang dan jenis angkutan barang.
BAB VII
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 21 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan
tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian ijin;
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi komponen biaya survey lapangan dan biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan pengawasan;
BAB VIII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 22 (1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis angkutan penumpang umum dan angkutan
barang dan daya angkut; (2) Struktur dan besarnya tariff Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas sebagai
berikut :
JENIS ANGKUTAN
KAPASITAS
TARIF
IJIN USAHA ANGKUTAN
IJIN TRAYEK
ANGKUTAN PENUMPANG
1. Mikrolet dan Sejenisnya 2. Bus Kecil
3. Bus sedang
4. Bus Besar
ANGKUTAN BARANG
1. Pick Up dan sejenisnya
2. Truck dan sejenisnya
3. Truck dan sejenisnya
Penumpang s/d 8 tempat duduk. 9 s/d 19 tempat duduk 20 s/d 30 tempat duduk Lebih dari 30 tempat duduk JBB s/d 2449 Kg JBB s/d 5999 Kg JBB 6000 Kg keatas
Rp. 125.000 Rp. 150.000 Rp. 225.000 Rp. 275.000 Rp. 225.000 Rp. 300.000 Rp. 400.000
Rp. 250.000 Rp. 325.000 Rp. 375.000 Rp. 475.000 - - -
BAB IX WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 23
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek dikeluarkan.
BAB X
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 24
(1) Masa Retribusi Ijin Trayek adalah 5 (lima) Tahun; (2) Retribusi terutang adalah pada saat diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan .
BAB XI SURAT PENDAFTARAN
Pasal 25 (1) Wajib Retribusi wajib mengisi SPTRD; (2) SPTRD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus di isi dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditanda tangani oleh wajib retribusi atau kuasanya; (3) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPTRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XII PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 26
(1) Berdasarkan SPTRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) retribusi terutang
ditetapkan dengan menerbitkan SKRDLB atau dokumen lain yang dipersamakan;
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRDKBT;
(3) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 27
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan; (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XIV
SAKSI ADMINISTRASI Pasal 28
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan saksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan retribusi yang terutang atau kurang membayar dan ditagih dengan menggunakan STRD
BAB XV TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 29
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dibayar; (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima Belas) hari sejak
diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRD; (3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XVI
TATA CARA PENAGIHAN Pasal 30
(1) Surat teguran atau surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan
penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran; (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Peringatan atau
Surat lainnya yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang; (3) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lainnya yang sejenis sebagaimana pada
ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.
BAB XVII KEBERATAN
Pasal 31
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya Kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDKDL;
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas;
(3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan retribusi tersebut;
(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT, dan SKRDLB diterbitkan , kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi, karena diluar kekuasaannya;
(5) Keberatan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai Surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
Pasal 32
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat keberatan
diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan; (2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, mengurangi atau menambah besarnya retribusi yang terutang; (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada (1) telah lewat dan Bupati tidak
memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XVIII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 33 (1) Kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Bupati; (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak; diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memeberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampui dan Bupati
tidak memberikan suatu keputusan. Permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan;
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lunas Bayar;
(6) Apabila pengembalian kelebihan dan seterusnya memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebualan atas kelambatan kelebihan retribuís.
Pasal 34
(1) Permohonan Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis
kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan : a. Nama dan alamat wajib retribusi; b. Masa retribusi; c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yang singkat;
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui Pos tercatat;
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman Pos Tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.
Pasal 35 (1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan SPMKR; (2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (4) Peraturan ini, pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIX
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 36
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi; (2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan memperhatikan kemampuan pada ayat (1) dengan memeperhatikan kemampuan wajib retribusi antara lain untuk mengangsur;
(3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain diberikan kepada wajib retribusi dalam pengangkutan khusus korban bencana alam atau kerusuhan;
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati .Pasal 36.
BAB XX KADALUARSA PENAGIHAN
Pasal 37
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampui jangka waktu 3
(tiga) tahun terhitung sejak saat terutang retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindakan pidana di bidang retribusi;
(2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana pada ayat (1) tertangguhkan apabila : a. Diterbitkan Surat teguran atau; b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak
langsung.
BAB XXI PENGAWASAN
Pasal 38
Pengawasan terhadap pemegang Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek dilakukan oleh Pejabat Kepolisian Negara dan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau dalam hal ini Dinas Perhubungan.
BAB XXII
KETENTUAN PIDANA Pasal 39
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan
Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);
(2) Tindak Pidana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah tindak pelanggaran .
BAB XXIII PENYIDIKAN
Pasal 40
Selain Penyidik umum yang bertugas menyidik tindakan pidana atas tidak pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Daerah ini juga dapat dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaten Lamandau yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
Pasal 41
(1) Dalam melaksanakan tugas penyidik para penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 dalam Peraturan Daerah ini mempunyai wewenang : a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal tersangka; d. Melakukan penyitaan benda atau surat-surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka; f. Mengambil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksa; h. Mengadakan penghentian penyidik setelah mendapat petunjuk dari penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka dan keluarganya;
(2) Dalam melakukan tugas penyidikan, penyidik Pegawai Negeri Sipil tidak berwenang melakukan penangkapan dan atau penahanan;
(3) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat Berita Acara setiap tindakan tentang : a. Pemeriksaan tersangka; b. Memasuki rumah tersangka; c. Memeriksa surat; d. Memeriksa saksi; e. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik POLRI.
BAB XXIV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42 Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek Angkutan yang telah ditertibkan masih berlaku selambat- lambatnya dalam waktu 1 (1) tahun sejak berlakunya Peraturan Daerah ini harus menyesuaikan Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
BAB XXV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan yang mengatur hal yang sama dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 44
Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 45
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan . Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Disahkan di : Nanga Bulik Pada tanggal : 6 November 2007
WAKIL BUPATI LAMANDAU
ttd
Drs. HGM AFHANIE
Diundangkan di Nanga Bulik Pada tanggal 6 November 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU , ttd Ir. MARUKAN Pembina Utama Muda NIP. 131 480 087 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 12 SERI C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 12 TAHUN 2007
TENTANG
IJIN USAHA ANGKUTAN DAN IJIN TRAYEK
UMUM
Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab serta pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, khususnya yang bersumber dari retribusi daerah. Oleh sebab itu perlu ditingkatkan sehingga kemendirian daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat terwujud.
Untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian di daerah dimana diperlukan penyediaan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang hasilnya memadai, yaitu melalui sumber penerimaan khususnya dari sektor retribusi daerah.
Salah satu sektor retribusi daerah adalah dalam bidang retribusi perijinan tertentu
yang mana subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh ijin tertentu dari Pemerintah Daerah yang mana prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusinya berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian perijinan yang bersangkutan.
Dengan adanya peluang tersebut tentunya memberikan suatu hal yang sangat
positif bagi terselenggaranya pembangunan di Kabupaten Lamandau yang nantinya dapat menciptakan Kabupaten Lamandau yang maju dan mandiri.
Oleh sebab itu Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau berupaya meningkatkan
PAD dengan menggali sumberdaya yang ada khususnya melalui sektor retribusi melalui pembentukan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Ijin Usaha Angkutan dan Ijin Trayek. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 4 Huruf e
Tersedianya tempat berupa gudang atau ruangan dimana tempat kendaraan yang akan dijadikan sebagai angkutan disimpan atau parkir (pool).
Pasal 5
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Alasan penolakan yang dimaksud dilakukan oleh Bupati, apabila tidak memenuhi apa yang dimaksud dalam pasal 4 Peraturan Daerah ini.
Pasal 6 Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b Apabila pasilitas ijin yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya yaitu usaha angkutan
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 8
Cukup jelas Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 11 Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas Pasal 14
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas Pasal 17
Cukup jelas Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19 Retribusi ijin Usaha angkutan dan ijin trayek dimaksud pasal ini digolongkan sebagai Retribusi perijinan tertentu
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 22 Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas Pasal 24
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 26
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 27
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 38 Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 40 Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 42
Cukup jelas Pasal 43
Cukup jelas Pasal 44
Cukup jelas Pasal 45
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 12 SERI C
RATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 13 TAHUN 2007
T E N T A N G
RETRIBUSI PELAYANAN PASAR KABUPATEN LAMANDAU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b. 1. 2. 3. 4. 5.
bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna menunjang pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah
perlu memungut Retribusi Pelayanan Pasar. bahwa untuk melaksanakan pungutan sebagaimana dimaksud huruf a diatas perlu membentuk Peraturan daerah tentang Retribusi Pelayanan Pasar. Undang- undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Neraga Republik
Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembran Neraga Republik Indonesia Nomor 4048);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4180); Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 4389); Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 4437); Undang-undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Nagara
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor (2358); Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Rertibusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692); Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2004 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah ; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2004 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tatacara Pungutan Retribusi Daerah; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tatacara Pemeriksaan di bidang Retribusi Daerah; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1998 tentang Ruang Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II; Perturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Lamandau tahun 2004 Nomor : 01 Seri : D; Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 3 Tahun 2004 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembar Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor : 02 Seri : D) sebagaimana telah diubah Pertama kali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas
19.
Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004 tentang Kelembagaan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 03 Seri D);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR KABUPATEN LAMANDAU.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah otonomi yang lain sebagai
Badan Eksekutif Daerah 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut
DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah 4. Bupati adalah Bupati Lamandau 5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau 6. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 7. Pasar adalah tempat yang diberikan batas tertentu dan terdiri atas halaman/pelataran,
bangunan berbentuk los/ kios dan bentuk lainnya yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dan khusus disediakan untuk Pedagang
8. Pasar Pemerintah adalah Pasar yang dibangun dan dimiliki oleh Pemerintah. 9. Pasar Swasta adalah Pasar yang dibangun dan dimiliki oleh swasta/perorangan. 10. Pasar Kerjasama adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah daerah dengan swasta
yang sebagian asetnya milik Pemerintah dan sebagian milik Swasta. 11. Blok Pasar adalah bangunan bangunan dalam bentuk Toko, Kios maupun Los Pasar 12. Toko/Ruko adalah Bangunan di pasar yang beratap dan dipisahkan satu dengan lainnya
dengan dinding pemisah mulai dari lantai sampai dengan langit – langit yang dipergunakan untuk usaha berjualan dengan ukuran luas minimal 20 m2;
13. Los adalah bangunan tetap didalam lingkungan pasar berbentuk bangunan memanjang tanpa dilengkapi dinding dengan ukuran minimal 4,25 m2;
14. Kios adalah bangunan dipasar yang beratap dan dipisahkan satu dengan lainya dengan dinding pemisah mulai dari lantai sampai dengan langit-langit yang dipergunakan untuk usaha berjualan. Dengan ukuran minimal 4,25 m2;
15. Lemprakan adalah Pedagang yang menjual dagangannya di halaman Pasar dan tidak disediakan suatu fasilitas khusus oleh Pemerintah.
16. Retribusi Jasa umum adalah Retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi/badan;
17. Sewa Blok Pasar Pemerintah adalah sejumlah uang pembayaran yang dilakukan oleh pedagang sebagai penyewa blok pasar milik pemerintah
18. Retribusi pasar yang selanjutnya dapat disebut dengan Retribusi adalah pembayaran atas penyediaan fasilitas pasar daerah yang berupa halaman/pelataran, los/ kios yang dimiliki Pemerintah Daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang.
19. Wajib Retribusi adalah orang pribadi/ badan yang menurut ketentuan perundang-undangan Perpajakan Daerah diwajibakan untuk melakukan pembayaran pajak terhutang.
20. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu tertentu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa pelaksanaan fasilitas pasar dan perijinan tertentu dari Pemerintah Daerah.
21. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya retribusi terutang.
22. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
23. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan terbatas, Perseroan Komoditer, perseroan lainya , Badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan perkumpulan, Firma, Kongsi, KoperaSI, yayasan,atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pension, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainya.
24. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah.
25. Penyidikan tindakan pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, Untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2
Dengan nama Retribusi Pelayanan Pasar dipungut retribusi atas pelayanan
penyediaan fasilitas pasar daerah, berupa halaman/pelataran, los dan atau kios yang diijinkan oleh Pemerintah Daerah dan khusus disediakan untuk pedagang.
Pasal 3
(1) Objek Retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas pasar daerah yang berupa
halaman, los dan atau kios yang khusus di sediakan untuk pedagang. (2) Tidak termasuk Objek Retribusi Pelayanan Pasar adalah pelayanan penyediaan fasilitas
pasar yang di miliki atau dikelola oleh pihak swasta.
Pasal 4
Subjek Retribusi adalah orang pribadi/ badan yang menggunakan pelayanan fasilitas pasar.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5
Retribusi Pelayanan Pasar digolongkan sebagai retribusi jasa umum.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan luas, jenis tempat dan kelas pasar yang digunakan.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR BESARNYA TARIF
Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan srtuktur dan besarnya tarif retribusi untuk menutup biaya penyelenggaraan penyediaan pelayanan fasilitas pasar dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyusutan, biaya bunga jaminan, biaya operasional dan pemeliharaan
BAB VI PUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 8
(1) Setiap kegiatan usaha yang memerlukan fasilitas jasa Pemerintah Daerah dalam hal pengembangan, pemberian dan pengawasan toko-toko, kios, warung-warung, los pasar/ pusat perbelanjaan lainya dikenakan retribusi;
(2) Pembatasan dari retribusi akan diatur oleh Pemerintah Daerah oleh karena hal-hal khusus.
BAB VII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
RETRIBUSI PELAYANAN PASAR Pasal 9
(1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan klasifikasi jenis fasilitas yang terdiri atas halaman/
pelataran, los dan atau kios lokasi jangka waktu pemakaian; (2) Lokasi sebagaimana dimaksud ayat (1) digunakan untuk menentukan kelas pasar; (3) Klasifikasi pasar terdiri dari :
a. Pasar Kelas I adalah pasar yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : i. Kondisi bangunan permanen. ii. Fasilitas umum dan fasilitas sosial memadai. iii. Jumlah tempat berjualan lebih dari 500 dan pedagang lebih dari 450.
b. Pasar Kelas II adalah pasar yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : i. Kondisi bangunan permanen. ii. Fasilitas umum dan fasilitas sosial memadai. iii. Jumlah tempat berjualan lebih dari 300 dan pedagang lebih dari 250
c. Pasar Kelas III adalah pasar yang tidak termasuk pasar kelas I dan pasar kelas II.
Pasal 10
1) Besaran tarif sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat 1 dan 2 ditetapkan sebagai berikut : a. Tarif Retribusi Pelayanan Toko dan Kios .
No Tempat Berjualan Kelas I/m-2/bln
Kelas II/m-2/bln
Kelas III/m-2/bln
1. Toko a. Permanen 20.000,00 18.000,00 16.500,00
b. Semi
Permanen
18.000,00
16.500,00
15.000,00
2. Kios a. Permanen 16.500,00 15.000,00 12.500,00
b. Semi
Permanen
15.000,00 13.500,00 11.000,00
b. Tarif Retribusi Pelayanan Los
No Tempat Berjualan Kelas I/bln Kelas II/bln Kelas III/bln
1. Los a. 2 x 2 m 30.000,00 25.000,00 25.000,00
b. 1 x 1.5 m 25.000,00
20.000,00
15.000,00
c. Tarif Retribusi Pelayanan Lemprakan
No Tempat Berjualan Kelas I/hari Kelas II/hari Kelas III/hari
1. Lemprakan 1.500,00 1000,00 5.00,00
d. Tarif Retribusi Izin Penempatan Tempat Berjualan
No Tempat Berjualan Kelas I Kelas II Kelas III
1. Toko 100.000,00 75.000,00 60.000,00
2. Kios 75.500,00 60.000,00 50.000,00
3. Los 60.000,00 50.000,00 40.000,00
e. Retribusi Pelayanan Izin Balik Nama/Mutasi
No Tempat Berjualan Kelas I Kelas II Kelas III
1. Toko 1.000.000 750.000 600.000
2 Kios 750.000 600.00
0
500.00
0
3 Los 600.000 500.00
0
400.00
0
f. Retribusi Pelayanan Perpanjangan Izin Pemakaian
No Tempat Berjualan Kelas I/2 thn Kelas II/2 thn Kelas III/2thn
1. Toko Rp. 110.000 Rp. 85.000 Rp. 60.000
2 Kios Rp. 85.000 Rp. 60.000 Rp. 50.000
3 Los Rp. 60.000 Rp. 50.000 Rp. 40.000
g. Retribusi ketertiban pasar .
No Tempat Berjualan Kelas I/hari Kelas II/hari Kelas III/hari
1. Toko Rp. 2.500 Rp. 2.000 Rp. 1.500
2 Kios Rp. 2.000 Rp. 1.500 Rp. 1.000
3 Los Rp. 1000 Rp. 750 Rp. 500
4. Lemprakan Rp. 750 Rp. 500 Rp. 500
2) Untuk pelaksanaan ayat (1) tersebut secara teknis dan terperinci akan ditetapkan
melalui Peraturan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
BAB VIII TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 11
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD/ dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IX SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 12
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang/ kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB X
KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 13
Para Pedagang yang memakai tempat berjualan tetap diwajibkan memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Tempat berjualan harus dipakai dan dipergunakan sesuai fungsinya b. Jenis barang yang diperdagangkan harus sesuai dengan jenis yang telah
ditetapkan berdasarkan tempat berjualan yang dipergunakan; c. Mengatur penempatan barang agar tampak rapi dan tidak membahayakan
keselamatan umum serta tidak melebihi batas tempat berjualan yang menjadi haknya;
d. Menjaga dan memelihara ketentraman, ketertiban, kebersihan dan keindahan disekitar tempat berjualan;
e. Menyediakan alat pemadam kebakaran, tempat sampah, dan alat-alat kebersihan. f. Membuang sampah ke tempat pembuangan dan penampungan yang telah
disediakan oleh Pemerintah Daerah;
g. Membayar biaya langganan listrik, air dan fasilitas lainya bagi mereka yang mempergunakanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1) Tanpa ijin Bupati Para pedagang dilarang a. Mendirikan , merubah bentuk/konstruksi serta menambah/merubah
bentuk/konstruksi serta memperkecil tempat berjualan dan merubah jenis barang dagangan.
b. Menempatkan atau mempergunakan mesin diesel/generator, sumur bor didalam dan sekitar tempat berjualan;
c. Menjual atau menyimpan barang –barang lain yang menggangu kesehatan; d. Menjual/memindahtangankan menjaminkan atau mengadaikan tempat
berjualan kepada siapapun; e. Menggunakan alat pembangkit api antara lain kompor, tungku api dan
sejenisnya. f. Melakukan penyambungan, penambahan serta pemasangan listrik dan air.;
(2) Setiap orang dan/ atau Badan Hukum dilarang a. Bertempat tinggal , menginap atau bermalam di pasar b. Mengotori tempat/bangunan pasar atau barang inventaris pasar c. Melakukan perbuatan yang melanggar norma kesopanan dan kesusilaan di
pasar d. Melakukan usaha atau kegiatan dalam pasar yang dapat menggangu atau
membahayakan keamanan atau ketertiban umum.
BAB XI TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 15
(1) Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan
pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran;
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal teguran/ peringatan/ surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang;
(3) Surat teguran/ peringatan/ surat lainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan pejabat yang ditunjuk;
BAB XII
TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 16
(1) Pembayaran retribusi terutang harus dilunasi sekaligus (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak
diterbitkannya SKRD/ dokumen lain yang dipersamakan, SKRDBT dan STRD. (3) Tata Cara Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Daerah.
BAB XII PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 17
(1) Kepala daerah dapat memberikan pegurangan, keringanan dan pembebasan retribusi; (2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana
dimaksud ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi; (3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Kepala
Dinas
BAB XIII MASA RETRIBUSI DAN TERTRIBUSI TERUTANG
Pasal 18
Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan atau ditetapkan oleh Kepala Daerah
Pasal 19
Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD/ dokumen lain yang dipersamakan
BAB XIV KADALUARSA PENAGIHAN
Pasal 20
(1) Hak untuk memberlakukan penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana retribusi;
(2) Kadaluarsa pengihan retribusi sebagimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diberikan surat teguran, atau b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung ataupun tidak
langsung
BAB XV PENYIDIKAN
Pasal 21
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah;
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah agar keterangan/ laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi/ badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Perpajakan Daerah tersebut;
c. Meninta keterangan langsung dan bahan bukti dari orang pribadi/ badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk memdapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain-lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana yang dimaksud poin e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Perpajakan Daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau sanksi; j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan;
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan di mulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB XVI KETENTUAN PIDANA
Pasal 22
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah);
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal- hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 24
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Diundangkan di : Nanga Bulik Pada tanggal : 6 November 2007
WAKIL BUPATI LAMANDAU
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik Pada tanggal : 6 November 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
Ir. MARUKAN
Pembina Utama Muda NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 13 SERI C
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2007
TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN PASAR KABUPATEN LAMANDAU
UMUM
Pasar merupakan bagian terpenting dalam proses perniagaan dimana tempat terjadinya transaksi jual beli yang mana hasil transaksi tersebut saling menguntungkan. Proses ini merupakan tindakan ekonomi yang merupakan kegiatan dimana menciptakan suatu peluang dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lamandau.
Dengan adanya pasar maka peningkatan perekonomian masyarakat akan lebih baik
dimana kebutuhan yang dibutuhkan akan tersedia sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan.
Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah maka kesempatan untuk daerah untuk mengembangkan potensi yang ada didaerah semakin terbuka, dimana di beri wewenang untuk daerah mengelola dan mengatur rumah tangganya sendiri. Untuk itu melalui retribusi pelayanan pasar yang ada di Kabupaten Lamandau diharaphan dapat meningkatkan PAD guna menunjang pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas
Pasal 6 Cukup jelas
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 11
Cukup jelas Pasal 12
Cukup jelas Pasal 13
Cukup jelas Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 17 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 22 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 23
Cukup jelas Pasal 24
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 13 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 14 TAHUN 2007
TENTANG
RETRIBUSI SERTIFIKAT KELAIKAN KAPAL, KEBANGSAAN KAPAL SUNGAI DAN DANAU, PENDAFTARAN KAPAL DAN SURAT TANDA KECAKAPAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang : a. bahwa transportasi angkutan sungai, danau dan penyeberangan
mempunyai peranan penting dan strategis dalam menunjang pembangunan karena keberadaannya mampu menembus/ mencapai daerah-daerah terpencil (pedalaman) yang mana jenis angkutan lain tidak dan atau belum mampu menjangkaunya;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), guna menunjang pelaksanaan pembangunan, peningkatan pelayanan kepada masyarakat penyedia jasa dan pengguna jasa transportasi angkutan sungai dan danau yang lebih berhasil guna dan berdaya guna adalah merupakan salah satu tugas Pemerintahan Kabupaten Lamandau dalam rangka untuk menentukan kebijakan pembangunan sebagai daerah otonom;
c. bahwa sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,b dan c diatas, perlu pembentukan Peraturan Daerah tentang Retribusi Sertifikat kapal,
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
4. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 204 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambhaan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
10. Peraturan Pemerintahan Nomor 35 Tahun 2001 tentang retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintahan Daerah;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
15. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;
16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.86/AL.403/Phb85 tentang Penyederhanaan Pembinaan Keselamatan Kapal dan Penyeberangan;
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.36 Tahun 1997 tentang Kewenangan Prosedur Penunjukan PNS di Lingkungan UPT LLASDP
dalam Pelaksanaan Tugas Pengawasan Keselamatan Berlayar si Suangai dan Danau;
18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran daerah dan Berita Acara;
19. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 02 Tahun 2004, tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Lamandau ILembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 1 Seri D);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 3 Tahun 2004 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 2 seri D) sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 4 seri D)
21. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan Bulik Timur, Kecamatan menthobi Raya, Kecamatan Sematu Jaya, Kecamatan Belantikan Raya, Kecamatan Batangkawa.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG RETRIBUSI SERTIFIKAT KELAIKAN KAPAL, KEBANGSAAN KAPAL SUNGAI DAN DANAU, PENDAFTARAN KAPAL DAN SURAT TANDA KECAKAPAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai Unsur Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau
3. Pemerintah Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan pemerintahan oleh Pemerintahan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut azas ekonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai unsure Penyelenggara Pemerintahan Daerah;
5. Bupati adalah Bupati Lamandau;
6. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan, telekomunikasi dan Pariwisata Kabupaten Lamandau;
7. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang lalu lintas Angkutan Sungai,Danau dan Penyeberangan sesuai Peraturan Perundang-Undangan;
8. Retribusi Daerah adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberi ijin tertentu yang khususnya disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan;
9. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma/Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap dan Bentuk Badan Lainnya;
10. Perairan Daratan/Pedalaman adalah perairan yang terdapat di wilayah Daratan/Pedalaman Daerah Kabupaten Lamandau yang meliputi Sungai, Danau, Terusan, Waduk dan Rawa;
11. Dermaga adalah suatu tempat atau/bangunan yang terdapat di tepi pantai/sungai sebagai tempat tujuan, tempat persinggahan / tambat sarana transportasi perairan, untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan / atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan yang merupakan salah satu wujud simbul jaringan transportasi;
12. Alur Pelayaran adalah bagian dari perairan yang alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman atau dilayari;
13. Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan, Pelabuhan serta Keamanan dan Keselamatan;
14. Kapal adalah Kendaraan Air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakan dengan tenaga mekanik, termasuk angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaran dibawah permukaan air serta alat-alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah;
15. kapal Perairan Pedalaman adalah Kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang karena peruntukan dan klasifikasinya beroperasi dan melakukan kegiatan Angkutan di Perairan Pedalaman;
16. Kapal Milik adalah jenis kendaraan milik seseorang atau Badan Hukum yang berstatus baik sewa guna atau sewa beli cicilan;
17. Kelaikan Kapal adalah Keadaan kapal yang memenuhi persyaratan Keselamatan Kapal, Pencegahan Perencanaan Perairan dari kapal, Pengawasan, Pemuatan, Kesehatan dan Kesejahteraan Awak Kapalserta Penumpang dan status hukum kapal untuk berlayar diperairan tertentu;
18. Dokumen Kapal adalah Dokumen yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah berupa Surat pendaftaran Kapal, Sertifikat Kelaikan dan Kebangsaan Kapal Sungai dan danau dan Surat Tanda Kecakapan (STK) Kapal Perairan Pedalaman;
19. Nakkoda Kapal adalah salah seseorang awak kapal yang menjadi pimpinan umum diatas kapal dan mempunyai wewenang dan bertanggung jawab tertentu sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku;
20. Motoris Kapal adalah salah seseorang awak kapal yang mempunyai kewenangan merawat, menjalankan, melayani mesin kapal agar selalu dalam keadaan siap untuk digunakan;
21. Surat Pendaftaran Kapal (Registrasi) adalah tanda bukti yang menerangkan identitas kapal yang terdiri atas nama pemilik kapal, nama kapal, ukuran kapal, perlengkapan keselamatan kapal dan keterangan mesin penggerak;
22. Surat Tanda Kecakapan (STK) Kapal Perairan Pedalaman adalah tanda bukti yang sah bagi seseorang Nahkoda dan/ atau Motoris untuk diijinkan mengoperasikan/ menjalankan kapal di Perairan Pedalaman;
23. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku;
24. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melaksanakan penyidikan;
25. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
BAB II RETRIBUSI SERTIFIKAT KELAIKAN KAPAL, KEBANGSAAN KAPAL SUNGAI DAN DANAU, PENDAFTARAN KAPAL DAN SURAT TANDA KECAKAPAN, DIPUNGUT RETRIBUSI PEMBAYARAN ATAS PEMBERIAN SERTIFIKAT KELAIKAN KAPAL,
KEBANGSAAN KAPAL SUNGAI DAN DANAU, SURAT PENDAFTARAN KAPAL DAN SURAT TANDA KECAKAPAN.
Pasal 2
(1) Dengan nama Retribusi Sertifikat Kelaikan dan Kebangsaan Kapal Sungai dan Danau dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian Surat Pendaftaran Kapal (Registrasi) dimaksud kepada orang pribadi atau badan untuk keperluan sendiri/perusahaan yang berdomisili dalam Daerah;
(2) Dengan nama Retribusi Pendaftaran Kapal (Registrasi) dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian Surat pendaftaran Kapal (Registrasi) dimaksud kepada orang Pribadi atau suatu badan untuk keperluan pribadi/ perusahaan yang berdomisili dalam Daerah;
(3) Dengan nama Retribusi Surat tanda Kecakapan (STK) dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian Surat Tanda Kecakapan (STK) dimaksud kepada orang Pribadi atau suatu badan untuk keperluan pribadi/ perusahaan yang berdomisili dalam Wilayah Daerah;
Pasal 3
Obyek retribusi adalah Sertifikat Kelaikan Kapal dan Kebangsaan Kapal sungai dan Danau, Surat Pendaftaran Kapal dan Surat Tanda Kecakapan.
Pasal 4
Subyek Retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang mendapatkan : a. Sertifikat Kelaikan dan Kebangsaan Kapal Sungai dan Danau; b. Surat Pendaftaran Kapal (Registrasi); c. Surat Tanda Kecakapan (STK).
BAB III
KETENTUAN PENERBITAN DOKUMEN KAPAL DAN SURAT TANDA KECAKAPAN
Pasal 5
1. Setiap orang atau Badan yang memiliki kapal sungai atau danau yang berdomisili di
wilayah Kabupaten Lamandau wajib memiliki dokumen kapal dari Bupati;
2. Setiap orang Nahkoda dan/ atau Notaris yang melakukan kegiatan mengoperasikan/ menjalankan kapal berupa Surat Tanda Kecakapan dari Bupati.
Pasal 6
Dokumen Kapal dan Perijinan sebagimana dimaksud pada BAB II Pasal 4 diberikan kepada : 1. Badan Usaha Mulik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); 2. Badan Usaha Mulik Swasta Nasional; 3. Koperasi; 4. Yayasan; 5. Perorangan Warga Negara Indonesia.
Pasal 7
Untuk Penerbitan dokumen kapal seperti dimaksud pasal 4 harus melengkapi persyaratan sebagai berikut : a. Sertifikat Kelaikan dan Kebangsaan Kapal Sungai dan Danau.
1. Surat permohonan yang ditanda tangani oleh Pemohon yang bersangkutan; 2. Surat Keterangan Domisili dari Kelurahan / Desa; 3. Foto Copy KTP; 4. Surat Keterangan Tukang; 5. Kwitansi Pembelian.
b. Surat Pendaftaran Kapal (Registrasi). 1. Surat permohonan yang ditanda tangani oleh Pemohon yang bersangkutan; 2. Foto Copy Sertifikat Kesempurnaan yang masih berlaku; 3. Foto Copy KTP/ jati diri yang masih berlaku.
c. Surat Tanda Kecakapan. 1. Surat permohonan yang ditanda tangani oleh Pemohon yang bersangkutan; 2. Foto Copy KTP/ jati diri yang masih berlaku. 3. Pas Photo warna hitam putih ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; 4. Surat Keterangan berbadan sehat dari Dokter / tidak cacat jasmani; 5. Lulus ujian teori dan praktek.
Pasal 8
(1) Permohonan untuk penerbitan dokumen Kapal dan Perijinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 diajukan kepada Bupati melalui Kepala Dinas Perhubungan;
(2) Persetujuan atau penolakan atas permohonan penerbitan Dokumen Kapal sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, diberikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja, setelah pemeriksaan dan permohonan diberikan secara lengkap;
(3) Penolakan permohonan penerbitan Dokumen Kapal sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, diberikan secara tertulis disertai alasan penolakan;
(4) Bentuk surat permohonan, Surat Dokumen Kapal ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IV PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 9
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi untuk
menutupi biaya penyelenggaraan penyedian Dokumen dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasional, pengendalian dan pengawasan.
Pasal 10
(1) Struktur tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis Kapal dan jenis Surat Tanda
Kecakapan (STK).
(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut :
No JENIS
RETRIBUSI JENIS KAPAL
JENIS STK LUAS PERAIRAN
YANG DIPAKAI
TARIF (Rp)
KETERANGAN BARU/ PERPANJANGAN
WAJIB DAFTAR
1 Sertifikat Kelaikan dan Kebangsaan Kapal Sungai dan Danau
- Speed Boat
- Perahu Motor/
Klotok
- Motor Getek
Rp. 55.000,-
Rp. 55.000,-
Rp. 55.000,-
-
-
-
Masa Berlaku
1 Tahun
2 Pendaftaran Kapal Registrasi
- Speed Boat
- Long Boat
- Perahu Motor/
-
-
-
Rp. 15.000,-
Rp. 15.000,-
Rp. 15.000,-
-
-
-
Masa berlaku
5 Tahun
Klotok
- Motor Getek
- Rp. 10.000,- -
3 Surat Tanda Kecakapan (STK)
- Nahkoda (N)
Motoris (M)
Nahkoda/Motoris (NM)
Rp. 30.000,-
Rp. 30.000,-
Rp. 20.000,-
-
-
-
Masa berlaku
5 Tahun
BAB V WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 11
Retribusi yang dipungut diwilayah Daerah tempat surat dan Dokumen diberikan.
BAB VI MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 12
(1) Masa Retribusi Sertifikat Kelaikan dan Kebangsaan Kapal Sungai dan Danau adalah jangka waktu 1 (satu) Tahun;
(2) Masa Retribusi Pendaftaran Kapal Perairan Daratan (Registrasi) adalah jangka waktu 5 (lima) Tahun;
(3) Masa Retribusi Surat Tanda Kecakapan (STK) adalah jangka waktu 5 (lima) Tahun.
Pasal 13
Retribusi Terutang adalah pada saat ditetapkannya Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau Dokumen lain yang dipersamakan.
BAB VII SURAT PENDAFTARAN
Pasal 14
(1) (Wajib Retribusi, wajib mengisi Surat Pemberitahuan Tagihan Retribusi Daerah (SPTRD);
(2) Surat pemberitahuan Tagihan retribusi Daerah (SPTRD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya;
(3) Bentuk isi, tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan Tagihan Retribusi Daerah (STPRD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 15
(1) berdasarkan Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah (SPORD) sebagimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) ditetapkan Retribusi terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD);
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data dan atau data yang semula belum lengkap menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Banyar Tambahan ( SKRDKBT);
(3) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Surat Ketetapan retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKRDKBT) sebagaimana maksud pada ayat (@) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IX TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 16
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan ( SKRDKBT).
BAB X SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 17
Dalam hal wajib Reribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
BAB XI TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 18
(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus.
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), Surat Ketetapan retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKRDKBT) dan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
TATA CARA PENAGIHAN Pasal 19
(1) Retribusi terutang berdasarkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKRDKBT), Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD), dan Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang dan atau kurang dibayar oleh wajib Retribusi diberikan surat teguran/ peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pemanggilan yang dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat teguran/ peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib Retribusi harus melunasi retribusi terutang.
(3) Surat teguran/ peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Perhubungan Telekomunikasi dan Pariwisata Kabupaten Lamandau.
BAB XIII
KEBERATAN Pasal 20
(1) Wajib Retribusi dapat mengajuan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk atas Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKRDKBT), Surat Ketetapan Retribusi Lebih Bayar (SKRLB);
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas;
(3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan Retribusi, Wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran Retribusi tersebut;
(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan Retribuai Daerah (SKRD), Surat Ketetapan raetribusi Daerah Kurang Bayar Tembahan (SKRDKBT) dan Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar (SKRDLB) diterbitkan, kecuali apabila Wajib retribusi tersebut dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan;
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan;
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 21
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan;
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, Surat Keberatan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XIV PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 22
(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati;
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembanyaran Retribusi sebagimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan;
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya kelebihan pembanyaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (10), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan Surat Ketetapan retribusi Lebih Bayar (SKRDLB);
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembanyaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Pemerintah Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua per seratur) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan Retribusi.
Pasal 23
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan :
a. Nama dan Alamat Wajib Retribusi.
b. Masa Retribusi.
c. Besar Kelebihan Pembayaran
d. Alasan yang singkat dan jelas
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui Pos tercatat.
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman Pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.
Pasal 24
(1) Pengembalian kelebihan Retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah
membayar Kelebihan Retribusi.
(2) Apabila kelebihan Retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan, juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XV PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 25
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi. (2) Penerbitan pengurangan atau keringanan Retribusi sebagaimana dimakusd pada ayat
(1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi, antara lain dengan cara mengangsur.
(3) Pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain diberikan kepada Wajib Retribusi dalam rangka pengangkutan khusus korban bencana alam, kerusuhan atau bencana lain yang bersifat nasional.
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XVI KETENTUAN PIDANA
Pasal 26
(1) wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda setinggi – tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud ayat 91) adalah pelanggaran.
BAB XVII KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 27
(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Peraturan Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Memperhatikan Surat Tugas setiap melakukan kegiatan penyidikan.
b. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
c. Mempelajari laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
d. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian.
e. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari perbuatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
f. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
g. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat atau benda.
h. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka.
i. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
j. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
k. Mengadakan penghentian penyidikan.
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(3) Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) membuat Berita Acara setiap tindakan tentang :
a. Pemeriksaan tersangka.
b. Pemasukan Rumah.
c. Penggeledahan rumah/tempat-tempat tertutup.
d. Penyitaan benda/ barang bukti.
e. Pemeriksaan surat.
f. Pemeriksaan saksi
g. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya kepada Pengadilan Negeri dan khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya penyidik dan menyampaikan hasil penyidik kepada Pengadilan Negeri sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 28
(1) Untuk Pendaftraan Kapal (Registrasi) yang diterbitkan oleh eks Kantor LLASDP dinyatakan tidak berlaku;
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah/ dan ketentuan –ketentuan lain yang mengatur hal yang sama dinyatakan tidak berlaku lagi.
BAB XIX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 30
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik Pada Tanggal : 6 November 2007
WAKIL BUPATI LAMANDAU
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik Pada Tanggal : 6 November 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
Ir. MARUKAN
NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 14 SERI C
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 14 TAHUN 2007
TENTANG
RETRIBUSI SERTIFIKASI KELAIKAN KAPAL, KEBANGSAAN KAPAL SUNGAI DAN
DANAU, PENDAFTARAN KAPAL DAN SURAT TANDA KECAKAPAN
UMUM
Transportasi angkutan sungai, danau dan penyeberangan mempunyai peranan penting dan strategis dalam menunjang pembangunan karena keberadaannya mampu menembus/ mencapai daerah-daerah terpencil (pedalaman) yang mana jenis angkutan lain tidak mampu mampu untuk menjangkaunya. Mengingat Kabupaten Lamandau masih ada kecamatan dan desa yang tidak dapat dilalui melalui darat. Dilain pihak sebagai usaha pemerintah untuk menertibkan dan melakukan pembinaan kepada seluruh pemilik transportasi air diwilayah Kabupaten Lamandau.
Dengan anda Peraturan daerah tentang Retribusi sertifikasi kelaikan kapal,
kebangsaan kapal sengai dan danau, pendaftaran kapal dan surat tanda kecapan ini diharapkan dapat memberikan pemasukan bagi PAD guna menunjang pelaksanaan pembagunan di Kabupaten Lamandau.
Objek dari retribusi ini adalah sertifikat kelaikan kapal dan kebangsaan kapal sungai
dan danau, surat pendaftaran kapal dan surat tanda kecakapan, sedangkan subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapat sertifikat kelaikan dan kebangsaan kapal sungai dan danau, surat pendaftaran kapal (registrasi), surat tanda kecakapan (STK).
PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 15 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 16 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 20 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas
Pasal 23 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 24 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 26 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 28 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 14 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 15 TAHUN 2007
TENTANG
IJIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengembangkan dan menertibkan usaha
dibidang perhotelan serta untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, maka perlu adanya suatu aturan yang jelas mengenai Ijin Usaha Hotel dengan Tanda Bunga Melati;
b. bahwa, berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a
di atas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Ijin Usaha Hotel dengan Tanda Bunga Melati.
Mengingat : 1. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3209);
2. Undang – undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3427);
3. Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang – undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048);
4. Undang – undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabuapten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4318);
5. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4389);
6. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437) ;
7. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4438);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Nomor 3258);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3925);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4139);
11. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik
Penyusunan Peraturan Perundang – undangan dan Bentuk Undang – Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;
12. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor 29/
PW.304/ MPPT – 85 tentang Peraturan Usaha dan Penggolongan Losmen;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
14. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KEP – 012/ MKP/ IV/ 2001 tentang Pedoman Perincian Usaha Pariwisata;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004
tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG IJIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai
Badan Eksekutif Daerah; 3. Bupati adalah Bupati Lamandau; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan
Legislatif Daerah; 5. Dinas Pariwisata adalah Dinas Perhubungan, Telekomunikasi dan Pariwisata Kabupaten
Lamandau; 6. Kepala Dinas Pariwisata adalah Kepala Dinas Perhubungan, Telekomunikasi dan
Pariwisata Kabupaten Lamandau; 7. Hotel dengan Tanda Bunga Melati selanjutnya disebut Hotel Melati adalah suatu usaha
komersial yang menggunakan seluruh atau sebagian dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh jasa pelayanan penginapan, makanan, minuman dan fasilitas lainnya;
8. Pimpinan Hotel (General Manager) dengan Tanda Bunga Melati adalah orang yang memimpin dan bertanggung jawab atas pengusahaan hotel;
9. Tamu Hotel adalah setiap orang yang menginap di hotel dengan membayar; 10. Ijin Usaha adalah ijin untuk menjalankan usaha Hotel dengan Tanda Bunga Melati; 11. Ijin Mendirikan Bangunan adalah ijin untuk mendirikan bangunan hotel; 12. Pembangunan hotel adalah kegiatan membangun baru, menambah kamar/ memperluas,
memperbaiki dan merubah bentuk bangunan hotel; 13. Pengusahaan hotel adalah penyediaan jasa pelayanan penginapan sesuai dengan
persyaratan – persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang – undangan yang berlaku;
14. Pungutan Daerah adalah pungutan yang dikenakan pada saat proses penyelesaian administrasi perijinan;
15. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau; 16. Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang – undang untuk melakukan penyidikan;
17. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang untuk mencari, serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
BAB II
BENTUK USAHA DAN PERMODALAN Pasal 2
(1) Bentuk Usaha Hotel dapat berbentuk Badan Hukum dan atau Usaha Perorangan; (2) Modal Usaha Hotel dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang
bekerjasama dengan Warga Negara Indonesia dalam bentuk modal usaha.
BAB III
KETENTUAN PERIJINAN Pasal 3
(1) Setiap Pengusaha Hotel wajib memiliki Ijin Usaha dari Bupati yang berlaku selama
kegiatan usaha masih dijalankan; (2) Tata cara untuk memperoleh Ijin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini
akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 4
Apabila ada penambahan kamar, memperluas atau merubah bentuk bangunan harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 5
Apabila terjadi pemindah tanganan/ penjualan atas Hak Usaha Ijin Hotel dari Pihak Pertama kepada Pihak Kedua, harus diketahui oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 6
Pencabutan Ijin Usaha Hotel dilakukan oleh Bupati, setelah dilakukan pemeriksaan dan penilaian oleh Tim atau atas permohonan Pimpinan Hotel yang bersangkutan.
BAB IV PENGGOLONGAN HOTEL
Pasal 7
(1) Hotel digolongkan dalam 3 (tiga) kelas yaitu : a. Golongan Kelas Tertinggi dinyatakan dengan Tanda 3 (tiga) Bunga Melati,
selanjutnya disebut Hotel Melati 3 (tiga); b. Golongan Kelas Menengah dinyatakan dengan Tanda 2 (dua) Bunga Melati,
selanjutnya disebut Hotel Melati 2 (dua); c. Golongan Kelas Terendah dinyatakan dengan Tanda 1 (satu) Bunga Melati,
selanjutnya disebut Hotel Melati 1 (satu).
(2) Penggolongan Kelas Hotel diberikan Piagam yang berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkan dan dapat diperbaharui setelah diadakan penilaian kembali oleh Tim Penilai.
BAB V
KETENTUAN BIAYA PERIJINAN Pasal 8
Untuk setiap penerbitan ijin ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk Golongan Hotel dengan Tanda Bunga Melati 3 (tiga) sebesar Rp. 1.000.000,-
(satu juta rupiah); b. Untuk Golongan Hotel dengan Tanda Bunga Melati 2 (dua) sebesar Rp. 750.000,- (tujuh
ratus lima puluh ribu rupiah); c. Untuk Golongan Hotel dengan Tanda Bunga Melati 1 (satu) sebesar Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah).
BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 9
(1) Pembinaan dan Pengawasan Hotel dilakukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; (2) Pimpinan Hotel (General Manager) wajib memberikan laporan statistik penghuni kamar
hotel secara berkala kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 10
Hotel Melati 3 (tiga) yang telah meningkatkan fasilitas dan pelayanan hotel, dapat diubah menjadi Hotel Berbintang dengan Keputusan Bupati, setelah melalui penelitian Tim Klasifikasi Hotel.
Pasal 11
Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 10 Peraturan Daerah ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 12
Semua jenis akomodasi yang digolongkan sebagai Penginapan atau Losmen, akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA Pasal 13
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 Rancangan
Peraturan Daerah ini diancam Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran; (3) Dengan tidak mengurangi arti dan ketentuan ancaman Pidana sebagaimana dimaksud
ayat (1) Pasal ini dapat dikenakan sanksi sesuai Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.
BAB VIII
PENYIDIK Pasal 14
(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Peraturan Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Rancangan Peraturan Daerah ini;
(2) Dalam melaksanakan tugasnya penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian; c. Memerintahkan berhenti seorang tersangka dari perbuatannya dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka; d. Pemeriksaan dan penyitaan surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka; f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan seseorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara; h. Menghentikan penyidikan dan khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil setelah
mendapat petunjuk dari Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan
selanjutnya melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka atau Keluarganya;
i. Mengadakan tindakan lain menurut Hukum yang dapat dipertanggungjawabkan; (3) Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) membuat Berita Acara setiap tindakan
tentang : a. Pemeriksaan tersangka; b. Pemasukan rumah; c. Penggeledahan rumah / tempat – tempat tertutup; d. Penyitaan benda/ barang bukti; e. Pemeriksaan surat; f. Pemeriksaan saksi; g. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya langsung ke Pengadilan Negeri
dan khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15
Bagi Pengusaha Hotel yang telah memiliki Ijin Usaha sebelum berlaku Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku dan wajib didaftar ulang sesuai ketentuan Peraturan Daerah ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP Pasal 16
(1) Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Bupati; (2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, semua ketentuan yang mengatur Usaha Hotel
yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 17
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik. Pada tanggal : 6 November 2007
WAKIL BUPATI LAMANDAU,
ttd
Drs. HGM AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik. Pada tanggal : 6 November 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ttd
Ir. MARUKAN Pembina Utama Muda NIP. 131 480 087
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2006 NOMOR 15 SERI B
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 15 TAHUN 2007
TENTANG
IJIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI
UMUM
Dengan semakin pesatnya pembangunan di Kabupaten Lamandau dan semakin banyaknya pelaku ekonomi baik yang skala kecil dan menengah di sektor perdagangan dan pariwisata sehingga memberikan peluang yang sangat besar bagi para pengusaha untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Lamandau khususnya bidang usaha perhotelan.
Walaupun pada saat sekarang di Kabupaten Lamandau masih berbentuk tempat
penginapan/ Losmen dan sejenisnya namun dengan adanya pengaturan yang jelas tentang perhotelan maka dengan sendirinya status tersebut akan berubah sesuai dengan perkembangan dan lajunya pembangunan di Kabupaten Lamandau.
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau berupaya untuk menciptakan peluang
investasi bagi masyarakat Kabupaten Lamandau yang mau berusaha dalam bidang perhotelan dengan status usaha hotel dengan tanda bunga melati dimana disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang ada di Kabupaten Lamandau. Hal ini bertujuan untuk menciptakan peluang investasi dan merupakan pemasukan bagi PAD. Untuk itu perlu adanya dasar hukum yang kuat sebagai pelaksanaannya, yaitu melalui pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau yang mengatur ijin usaha hotel dengan tanda bunga melati.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 10
Cukup jelas Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 15 SERI B
PERATURAN DARAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 16 TAHUN 2007
T E N T A N G
P A J A K H I B U R A N
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkan Undang – Undang No. 34 Tahun 2000 atas Perubahan atas Undang – Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna menunjang pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan Pemerintah perlu memungut Pajak Hiburan;
b. bahwa untuk melaksanakan pungutan sebagaimana dimaksud huruf a diatas perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Hiburan.
Meningat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1987 tentang Badan Penyelesaian sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);
3. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);
4. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) juncto Undang -undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang -
undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Utara di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4318);
6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437 Tahun 2004);
8. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438 Tahun 2004);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119);
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Tata Cara pemungutan pajak daerah;
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang sistem dan prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Pendapatan lain-lain;
14. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 3 Tahun 2004 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembar Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor : 02 Seri : D) sebagaimana telah diubah Pertama kali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004 tentang Kelembagaan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 03 Seri D);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANADAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG PAJAK HIBURAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Bupati adalah Bupati Lamandau;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah;
5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau;
6. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, ketangkasan dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga;
7. Penyelenggara hiburan adalah orang atau badan dengan nama dan bentuk apapun yang menyelenggarakan hiburan baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungganya.
8. Penonton atau penggunjung adalah setiap orang yang menghadiri suatu hiburan untuk melihat dan atau mendengar atau menikmati atau menggunakan fasilitas yang disedikan oleh penyelenggara hiburan kecuali, penyelenggara, karyawan artis dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas penggawasan;
9. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pungutan atau pemotongan pajak tertentu;
10. Tanda masuk adalah suatu tanda atau alat yang syah dengan nama dan bentuk apapun yang dapat digunakan untuk menonton atau menikmati hiburan;
11. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran Pajak dan/atau bukan Obyek Pajak dan/atau harta dan kewajiban menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah;
12. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya sisingkat SSPD adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan Pembayaran atau Penyetoran Pajak yang terutang beserta kewajiban perpajakan lainnya ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditetapkan oleh Bupati;
13. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah Pokok Pajak yang terhutang;
14. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang harus dibayar;
15. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;
16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak, karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
18. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau Sanksi Administrasi berupa bunga dan/atau denda;
19. Penyidik adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang – undang untuk melaksanakan penyidikan;
20. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang – undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu dan membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya;
BAB II
NAMA, OBYEK, SUBYEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK
Pasal 2
Dengan nama Pajak Hiburan dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan hiburan
Pasal 3
(1) Obyek Pajak Hiburan adalah Penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
(2) Hiburan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini meliputi :
a. Pertunjukan Film.
b. Pertunjukan kesenian dan sejenisnya.
c. Pertunjukan atau pegelaran musik dan tari.
d. Diskotik, Karaoke dan Club Malam.
e. Permainan Bilyard.
f. Permainan ketangkasan dan sejenisnya.
g. Pertandingan olah raga.
h. Tempat wisata dan sejenisnya.
(3) Tidak termasuk obyek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, dan kegiatan keagamaan yang bersifat pembinaan.
Pasal 4
(1) Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan;
(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK
Pasal 5
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan.
Pasal 6
Besarnya tarif pajak untuk setiap jenis hiburan adalah :
a. - Untuk jenis pertunjukan Film Bioskop sebesar 15 % (lima belas persen)
- Jenis pertunjukan Film Keliling sebesar 10 % (sepuluh persen)
b. Untuk pertunjukan kesenian antara lain Kesenian Tradisional, Pertunjukan Sirkus, Pameran Kesenian, Pameran Busana, Kontes Kecantikan dan sejenisnya sebesar 5 % (lima persen)
c. Untuk pertunjukan / pagelaran musik dan tari di tetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen)
d. Untuk Diskotik, Karaoke, dan Club malam ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh persen)
e. Untuk permainan billiard ditetapkan sebesar 15 % (lima belas persen)
f. Untuk permainan ketangkasan dan permainan anak-anak dan sejenisnya ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen)
g. Untuk Pertandingan olah raga ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen)
h. Untuk tempat wisata, dan sejenisnya ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen)
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN
CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 7
(1) Pajak yang terhutang dipungut di Wilayah Daerah Kabupaten Lamandau.
(2) Pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dimaksud pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pasal 5.
BAB V
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG
DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 8
(1) Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat lain yang diberi wewenang.
(2) Yang diberikan kewenangan sebagaimana yang disebut pada ayat (1) pasal ini adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah
Pasal 9
Pajak terhutang dihitung dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan hiburan.
Pasal 10
(1) Setiap Wajib Pajak Wajib mengisi SPTPD;
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya;
(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini harus disampaikan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak;
(4) Bentuk isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan Peraturan Bupati
BAB VI
TATA CARA PERHITUNGAN DAN
PENETAPAN PAJAK
Pasal 11
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (2), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan surat ketetapan
pajak daerah (SKPD);
(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dan ditagih dengan
menerbitkan surat tagihan pajak daerah (STPD);
Pasal 12
(1) Wajib pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan sendiri pajak
yang terutang;
(2) Dalam jangka waktu pajak, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan;
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDN.
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) perbulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambart dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak terutangnya pajak;
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi sebesar 2 % (dua persen) perbulan dihitung dari pajak yang kurang atau lambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak;
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) perbulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak.
(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi kenaikan 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut;
(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak;
(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b tidak terpenuhi atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih
dengan menerbitkan STPD ditambah dengan saksi administrasi berupa bunga 2 (dua persen) perbulan;
(7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 13
(1) Pembayaran pajak disetorkan ke Kas Daerah melalui Pemegang Kas Dispenda Kabupaten Lamandau atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu
yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN;
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam
atau waktu yang ditentukan oleh Bupati;
(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD;
(4) Untuk pemungutan warung makan dan atau minuman yang dikategorikan sejenisnya sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (1) yang menurut sifatnya tidak
menetap / insidentil seperti penjualan makanan / minuman dan buah-buahan dipungut dengan mengunakan benda berharga (karcis harian) dengan nilai
nominal Rp. 1.000,- (seribu rupiah) perhari yang bentuk dan isinya sebagaimana terlampir dan tidak terpisah dengan keputusan ini;
BAB VIII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 14
Apabila pada tanggal jatuh tempo wajib pajak belum melunai pajak terutang, maka dilaksanakan penagihan yang diawali dengan pemberian surat teguran, surat
peringatan atau surat lainnya yang sejenis.
Pasal 15
Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang
sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa.
BAB IX
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 16
1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak;
2) Tata cara memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN
PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGAHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 17
1) Bupati karena jabatan atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. Membetulkan SKRD atau SKPDKBT yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah;
b. Membatalkan atau Pengurangan ketetapan-ketetapan pajak yang benar;
c. Mengurangi atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
2) Permohonan pembetulan, pembatalan pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atau SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.
3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan. Keputusan permohonan, pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan peghapusan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XI
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 18
1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatannya hanya kepada Bupati atas suatu;
a. SKPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. SKPDLB;
e. SKPDN;
f. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan Perundang-Undangan perpajakan yang berlaku;
2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKP, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD diterima oleh Wajib Pajak atau tanggal pemotongan pemungutan oleh (pihak ketiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang jelas kecuali Wajib Pajak yang dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar keputusan;
3) Bupati atau Pejabat yang ditunjukkan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima sudah memberikan keputusan;
4) Apabila sudah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan;
5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 19
1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah di terima keputusan keberatan;
2) Mengajukan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 20
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada pasal (24) atau banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan imbalan bunga 20% (dua puluh persen) perbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 21
1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati Lamandau atau Pejabat yang ditunjuk;
2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan;
3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan;
4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud;
5) Pengambilan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP);
6) Apabila Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) perbulan atas terlambatnya pembayaran kelebihan pajak.
Pasal 22
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungakan dengan uang pajak lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIII
D A L U W A R S A
Pasal 23
1) Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi daluwarsa setelah melampau jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;
2) Daluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertanggung apabila :
a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau;
b. Ada pengakuan utang dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak lansung;
c. Diterbitkan SKPDKB atau SKPDKBT.
BAB XIV
P E N Y I D I K
Pasal 24
1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari dan mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari dan megumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut;
c. Meminta keterangan dan barang bukti dan orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;
d. Memeriksa buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;
e. Melakukan pengeledahan untuk mendapat barang bukti pembukuan, catatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah;
i. Memangil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidik tindak pidana dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25
1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi tidak benar atau tidak lengkap atau tidak melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda administrasi sebanyak 2 (dua) kali pajak yang terhutang;
2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terhutang.
Pasal 26
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terhutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati Lamandau.
Pasal 28
Peraturan Daerah ini dimulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat megetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik
Pada Tanggal : 6 November 200701 Januari 2006
WAKIL BUPATI LAMANDAU
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik
Pada tanggal : 6 November 2007 01 Januari 2006
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,
ttd
Ir. MARUKAN
Pembina Utama Muda
NIP. 131 480 081
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007
NOMOR 16 SERI B
B.
ENJEPPSAN
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMOR 16 TAHUN 2007
TENTANG
P A J A K H I B U R A N
UMUM
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur bahwa Daerah berkewenangan untuk menyelenggarakan otonomi seluas-luasnya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Dimana dalam menyelengarakan otonomi setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam pasal 21 huruf e yaitu memungut pajak daerah dan retribusi daerah yang nantinya diatur dengan Peraturan Daerah sebagai landasan hukum pelaksanaanya, sebagaimana yang diatur dalam pasal 22 huruf n Undang-undang 32 Tahun 2004 yaitu membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya.
Berkaitan dengan itu dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka daerah diberi wewenang yang sama dalam penyelenggaraan pajak daerah dan retribusi daerah yang mana tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah guna menunjang pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan dasar tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau berupaya untuk meningkatkan PAD melalui pemungutan Pajak hiburan yang ada di Kabupaten Lamandau.
Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang 34 Tahun 2000 tersebut adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dimana dalam BAB VIII diatur tentang Pajak Hiburan. Dimana yang menjadi objeknya adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut biaya sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) pasal 48, sedangkan subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang meyelenggarakan hiburan sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) pasal 49.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 4 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7) Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 25 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2007 NOMOR 16 SERI B
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 08 TAHUN 2008
TENTANG
RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN
DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
:
a. bahwa untuk menunjang kelancaran pelayanan perizinan terhadap masyarakat pengusaha industri di Kabupaten Lamandau serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Lamandau, dipandang perlu menetapkan ketentuan Retribusi Izin Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri;
b. bahwa untuk melaksanakan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611);
4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 41, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3685);
5. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah / ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
9. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2005 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 126, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001
Tentang Retribusi Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang
penyidik Pegawai Negari Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah; 12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
590/MPP/Kep/10/1999 Tahun 1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan, dan Tanda Daftar Industri;
13. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 3 Tahun 2004
Tentang Kelembagaan, Struktur, Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 02 Seri D) sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 ( Lembaran Daerah Nomor 3 Seri D);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lamandau; b. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau; c. Pemerintah Daerah adalah Penyelenggara Urusan Pemerintah oleh Pemerintah Daerah
dan DPRD menurut asas Otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesi Tahun 1945;
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau;
e. Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi dan UKM adalah Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau;
f. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri;
g. Perusahaan industri adalah Badan usaha atau perorangan yang melakukan kegiatan usaha industri;
h. Izin Usaha Industri (IUI) adalah Izin yang di berikan kepada perusahan industri yang investasinya Rp 200.000.000.- ke atas (di luar nilai tanah dan bangunan tempat usaha );
i. Perluasan Perusahaan Industri yang selanjutnya disebut Perluasan adalah penambahan kapasitas produksi melebihi 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan;
j. Tanda Daftar Industri (TDI) adalah Izin diberikan kepada perusahaan industri yang nilai investasi sampai dengan Rp 200.000.000.- (di luar nilai tanah dan bangunan tempat usaha) yang disamakan dengan Izin Usaha Industri (IUI);
k. Registrasi adalah pendaftaran ulang Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri;
l. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa dan pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
m. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu subyek retribusi untuk memanfaatkan Izin;
n. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
o. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi adminitrasi berupa bumga atau denda;
p. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data atau keterangan lainnya dalam rangka mengawasi kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
q. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara RI atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan;
r. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka;
s. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lamandau.
BAB II NAMA OBYEK DAN SUBYEK
Pasal 2
Atas Nama Retribusi Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin usaha industri, izin perluasan dan tanda Industri yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah;
Pasal 3
Objek retribusi adalah Izin Usaha Indusrti, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri;
Pasal 4
Subyek Retribusi adalah Perusahan Industri yang mendapat Izin Usaha Industri, Izin Perluasan, Tanda Daftar Industri.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri digolongkan sebagai retribusi jasa Umum;
BAB III
PENYELENGGARAAN IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN
DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI
Pasal 6
(1) Setiap Perusahaan industri yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Kabupaten Lamandau menurut ketentuan perundangan-undangan yang berlaku termasuk di dalamnya cabang dan anak perusahaan wajib memiliki Izin Industri;
(2) Tata cara dan syarat-syarat pengajuan permohonan Izin Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;
(3) Masa berlaku Izin Industri ditetapkan selama perusahaan berproduksi dengan ketentuan wajib melakukan pendaftaran ulang (registrasi) 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun;
(4) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini diajukan 3 (tiga) bulan sebelum masa wajib registrasi dengan cara mengajukan permohonan Registrasi kepada kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau dengan melampirkan foto copy sah syarat Izin Industri yang dimiliki.
Pasal 7
a. Tanda Daftar Industri (TDI).
Nilai Investasi sampai dengan Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
b. Izin Usaha Industri (IUI). Nilai Investasi diatas Rp. 200.000.000,- s/d Rp. 1.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Pasal 8
(1) Perusahan Industri yang memiliki Investasi dibawah Rp. 5.000.000,- tidak diwajibkan
untuk memiliki Tanda Daftar Industri; (2) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dapat memiliki Tanda
Daftar Industri apabila dikehendaki oleh perusahaan yang bersangkutan.
BAB IV BESARNYA TARIF RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN
TANDA DAFTAR INDUSTRI
Pasal 9
Pungutan tarif Retribusi perusahaan industri pada prinsipnya mempertimbangkan biaya administrasi / pencetakan blanko, biaya bimbingan dan pembinaan, biaya pengolahan data, biaya dokumentasi, biaya pengawasan dan biaya pelaporan.
Struktur dan besarnya tarif retribusi berdasarkan klasifikasi adalah sebagai berikut : a. Tanda Daftar Industri (TDI) 1. Investasi di bawah Rp. 5.000.000,-
2. Investasi Rp. 5.000.000,- s/d Rp. 25.000.000,- 3. Investasi di atas Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- 4. Investasi di atas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,- 5. Investasi di atas Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 150.000.000,- 6. Investasi di atas Rp. 150.000.000,- s/d Rp. 200.000.000,-
Rp. Rp.
Rp. Rp. Rp. Rp.
30.000,- 50.000,-
100.000,- 150.000,- 200.000,- 250.000,-
b. Izin Perluasan 1. Investasi Rp. 5.000.000,- s/d Rp. 25.000.000,-
2. Investasi di atas Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- 3. Investasi di atas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,- 4. Investasi di atas Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 150.000.000,- 5. Investasi di atas Rp. 150.000.000,- s/d Rp. 200.000.000,-
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
25.000,- 50.000,- 75.000,-
100.000,- 125.000,-
c. Izin Usaha Industri (IUI) Rp. 1.000.000,- d. Registrasi Izin Usaha Industri (IUI) Rp. 250.000,-
Tanda Daftar Industri (TDI) 1. Investasi di bawah Rp. 100.000.000,-
2. Investasi Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 200.000.000,- Rp. Rp.
75.000,- 150.000,-
BAB V
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 10
Retribusi yang terutang dipungut diwilayah dimana Izin Usaha Industri, Izin Perluasan, Tanda Daftar Industri diberikan.
BAB VI TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 11
(4) Pemungutan biaya tidak dapat diborongkan; (5) Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) dipungut dengan Surat Keterangan Retribusi
Daerah (SKRD); (6) Hasil Pemungutan retribusi disetor ke Kas Daerah, selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 1 x 24 jam atau waktu yang ditetapkan oleh Bupati.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 12
(4) Pembayaran biaya yang terutang harus dibayar sekaligus untuk 1 kali masa retribusi ; (5) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya sejak diterbitkan Surat Ketetapan
Restribusi Daerah (SKRD); (6) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SKRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 13 (1) Setiap perusahan Industri yang telah memperoleh Izin Industri wajib melakukan
Registrasi Ulang ke Dinas Perindustrian, Pedagangan Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau untuk jangka waktu 1 (satu) kali dalam waktu 1 (satu) tahun terhitung tanggal Izin dikeluarkan;
(2) Setiap perusahaan industri sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini yang akan melakukan perluasan dikenakan Retribusi Izin Industri sebagaimana pada pasal 9 huruf b;
(3) Perusahan Industri yang telah memperoleh Izin Industri yang Izin Industrinya sudah diterbitkan lebih dari satu tahun wajib Registrasi ulang sejak Peraturan Daerah diterbitkan;
(4) Badan atau Perorangan yang melakukan Registrasi Ulang Izin Industri dikenakan biaya sebagaimana diatur dalam pasal 9 huruf d.
BAB IX KETENTUAN PIDANA
Pasal 14
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan Keuangan Daerah dengan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan selama lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) kali retribusi terutang.
(2) Tindak Pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB X SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 15
(1) Apabila Retribusi tidak dibayar setelah permohonan pengesahan lengkap diterima maka
dikenakan sanksi administrasi berupa biaya 5 % setiap bulannya dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
(2) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XI PENYIDIKAN
Pasal 16
(1) Pejabat Pegawai Negeri tertentu (PPNS) di lingkungan Pemerintahan Daerah
Kabupaten Lamandau diberikan wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Izin Usaha industri (IUI), Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri (TDI);
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenan
dengan tindak pidana dibidang Retribusi Izin Usaha Industri (IUI), Izin perluasan dan Tanda Daftar Industri (TDI) agar retribusi tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran atau perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Izin Usaha Industri (IUI), Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri (TDI);
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Izin Usaha Industri (IUI), Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri (TDI);
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Izin Usaha Industri (IUI), Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri (TDI);
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Izin Usaha Industri (IUI), Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri (TDI);
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana maksud huruf c pasal ini;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Izin Usaha Industri (IUI), Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri (TDI);
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang Retribusi Izin Industri (IUI), Izin Perluasaan dan Tanda Daftar Industri (TDI).
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 17
Dengan berlakunya Peraturan daerah kabupaten Lamandau ini. Peraturan lain yang setingkat, yang mengatur hal yang sama dinyatakan tidak berlaku;
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 19
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik Pada tanggal : 19 Februari 2008
BUPATI LAMANDAU,
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundang di : Nanga Bulik Pada tanggal : 19 Februari 2008
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd Ir. MARUKAN
Pembina Utama Muda NIP. 131 480 087 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2008 NOMOR 24 SERI : C
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMO R 08 TAHUN 2008
TENTANG
RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN
DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI
I. PENJELASAN UMUM.
Penetapan ketentuan Retribusi Izin Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri dilakukan sebagai upaya untuk memperlancar pelaksanaan pelayanan perizinan di bidang industri di Kabupaten Lamandau yang tujuannya penertiban dan pembinaan perindustrian di Kabupaten Lamandau serta dalam rangka upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamandau.
Dalam Peraturan Daerah ini mengatur tentang Nama Objek dan Subjek Retibusi, Golongan Retribusi, Penyelenggaraan ijin Usaha Industri, Ij in Perluaqsan dan tanda daftar industri, Besarnya tarif Retribusi, Wilayah pemungutan, Tata Cara Pemungutan dan Tata Cara Pembayaran.
II. PENJELASAN Pasal demi Pasal.
1. Pasal 1 s.d. Pasal 6 : Cukup Jelas
2. Pasal 7 s.d Pasal 8 : Cukup Jelas
3. Pasal 9 : Cukup Jelas
4. Pasal 10 s.d 19 : Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2008 NOMOR 23 SERI : C
PERTAUTURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 09 TAHUN 2008
TENTANG
RETRIBUSI IZIN RUMAH BARAK SEWA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang : a.
b.
bahwa, dalam rangka menunjang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lamandau serta penertiban dan penataan administrasi atas usaha Rumah Barak Sewa dipandang perlu menetapkan ketentuan retribusi atas Izin Usaha Rumah Barak Sewa; bahwa, untuk maksud huruf a, dipandang perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
Mengingat : 1. 2.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180); Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomo 4438); Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rician Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 2 Seri D); Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 3 Tahun 2004 tentang Kelembagaan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 2 Seri D), sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Seri D).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG
RETRIBUSI IZIN RUMAH BARAK SEWA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Lamandau; b. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau; c. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan Pemerintah oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsif otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsif Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945;
d. Bupati adalah Bupati Lamandau; e. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau; f. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamandau; g. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM adalah Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau; h. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; i. Retribusi Jasa Umum adalah Retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan oleh orang pribadi atau badan;
j. Surat izin Usaha Rumah Barak Sewa adalah Surat izin untuk melaksanakan kegiatan usaha jasa sewa Rumah Barak Sewa;
k. Wajib Retibusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi;
l. Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa pelaksanaan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah;
m. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanutnya disingkat SKRD adalah keputusan Bupati yang menetukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
n. Surat Tagihan Retibusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
o. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah Surat ketetapan retribusi yang menentukan tahapan atau jumlah retribusi yang telah ditetapkan.
BAB II NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2
Dengan nama retribusi izin Rumah Barak Sewa sebagai tempat usaha dipungut retribusi atas pembayaran pelayanan izin Rumah Barak Sewa.
Pasal 3
(1) Objek Retribusi adalah pemberian izin Rumah Barak Sewa sebagai tempat usaha. (2) Subjek Retribusi adalah orang pribadi dan/atau badan yang memperoleh fasilitas izin
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 4
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau/badan yang menurut ketentuan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran atas pelayanan pemberian izin rumah barak sewa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.
BAB III GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi izin Rumah Barak Sewa digolongkan sebagai retribusi jasa umum.
BAB IV KLASIFIKASI PEMBERIAN IZIN
Pasal 6
Klasifikasi pemberian izin Rumah Barak Sewa adalah sebagai berikut : 1. Bangunan Permanen dinding setengah beton / beton. 2. Bagunan Semi Permanen.
BAB V TATA CARA PEMBERIAN IZIN
Pasal 7
(1) Untuk memperoleh izin Rumah Barak Sewa, pemohon mengajukan permohonan
secara tertulis kepada Bupati melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilengkapi dengan syarat-syarat sebagai berikut : a. Surat Permohonan; b. Fotocopy KTP pemohon; c. Surat Keterangan dari RT/RW, Lurah dan diketahui Camat; d. Tanda lunas pembayaran PBB sampai dengan tahun berjalan; e. Materai Rp.6.000; f. Pas photo berwarna ukuran 4x6 Cm sebanyak 3 (tiga) lembar.
Pasal 8
Apabila persyaratan yang diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud pasal 7 ayat (2) Peraturan Daerah ini ternyata tidak benar, maka surat izin yang telah diterbitkan oleh Bupati batal dengan sendirinya.
BAB VI MASA BERLAKUNYA IZIN
Pasal 9
(1) Pemberian izin Rumah Barak Sewa ditetapkan hanya 1 (satu) kali Pemberian izin. (2) Jangka waktu berlakunya izin Rumah Barak Sewa ditetapkan berlaku selama-lamanya,
selama usaha tersebut masih dilakukan. (3) Terhadap izin Rumah Barak Sewa sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (1) dilakukan
pendaftaran ulang (registrasi) setiap 5 (Lima) tahun sekali.
Pasal 10
Bilamana pemegang izin rumah Barak Sewa menghentikan usahanya, yang bersangkutan diwajibkan memberitahukan kepada Bupati.
BAB VII
CARA MENGHITUNG TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 11
(1) Dasar pengenaan tarif retibusi izin Rumah Barak Sewa adalah didasarkan pada biaya atas pemberian pelayanan izin Rumah Barak Sewa.
(2) Biaya izin sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari biaya Percetakan Blanko izin, biaya penyusutan peralatan, biaya transportasi dalam rangka pengawasan, pengendalian dan pelaporan.
BAB VIII STRUKTUR BESARNYA TARIF
Pasal 12
Struktur besarnya tarif retribusi atas izin Rumah Barak Sewa adalah sebagai berikut :
NO KLASIFIKASI JUMLAH KAMAR
SATUAN
BIAYA PEMBERIAN
IZIN Pemberian izin atas Rumah Barak Sewa :
1. Permanen (setengah beton / beton) 15 Rp 2.500.000 8 s/d 9 Rp 2.000.000 3 s/d 7 Rp 1.500.000 1 s/d 2 Rp 1.000.000
2. Semi Permanen 15 Rp 1.500.000
8 s/d 9 Rp 1.000.000 3 s/d 7 Rp 750.000 1 s/d 2 Rp 500.000
Pasal 13
(1) Herregestrasi izin Rumah Barak sewa dilakukan 5 tahun sekali dengan biaya ditetapkan sebesar Rp. 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah).
(2) Herregestrasi sebagaimana maksud ayat (1) pasal 13 adalah dalam rangka pengawasan atas penerbitan surat izin usaha Rumah Barak Sewa.
BAB IX TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 14
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKR dan atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB X
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 15
(1) Pembayaran retribusi dilakukan ke bendahara penerima yang ditunjuk oleh Bupati. (2) Pembayaran retribusi terutang harus dilunasi sekaligus. (3) Hasil Pembayaran retribusi seluruhnya disetor ke kas daerah dalam waktu 1 x 24 jam.
BAB XI WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 16
Retribusi yang terutang dipungut diwilayah daerah tempat izin diberikan.
BAB XII SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 17
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar dan/atau kurang membayar, setelah 15 hari, terhitung dari tanggal Surat Ketetapan Retribusi (SKRD) dikeluarkan/ diterbitkan dikenakan sanksi denda administrasi berupa bunga 2 % total ketetapan yang harus dibayar.
BAB XIII KETENTUAN LARANGAN
Pasal 18
Setiap orang atau badan dilarang untuk merubah fungsi Rumah Barak Sewa tanpa adanya izin dari Bupati.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 19
(1) Barang siapa dengan sengaja ataupun karena kelalaiannya melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,-
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran
BAB XV KETENTUAN PENYIDIK
Pasal 20
(1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidik atas
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah daerah.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah : a. Menerima dan menindaklanjuti laporan atau pengaduan adanya tindak pidana. b. Melakukan penyidikan tindak pidana pertama pada saat itu ditempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan. c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari
tersangka. d. Melakukan penyitaan benda atau surat. e. Mengambil sidik jari tersangka. f. Mendatangkan seseorang ahli dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara. g. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapatkan petunjuk dari penyidik
bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa-peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memeberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya dan atau keluarga yang ada sangkut pautnya dengan tersangka.
h. Melakukan tindakkan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat berita acara setiap tindakan dalam hal :
a. Pemeriksaan tersangka. b. Pemeriksaan rumah. c. Pemeriksaan barang. d. Pemeriksaan saksi. e. Pemeriksaan tempat.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Bagi setiap pemilik Rumah Barak Sewa yang sudah membangun sebelum dan setelah Peraturan Daerah ini diberlakukan, diwajibkan memiliki dan atau mengurus izin Rumah Barak Sewa.
Pasal 22
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamanadu.
Ditetapkan di : Nanga Bulik Pada Tanggal : 19 Februari 2008
BUPATI LAMANDAU,
ttd
Drs. H.G.M AFHANIE
Diundangkan di : Nanga Bulik Pada Tanggal : 19 Februari 2008 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU ttd Ir. MARUKAN Pembina Utama Muda NIP. 131 480 078 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2008 NOMOR 25 SERI : C
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMO R 09 TAHUN 2008
TENTANG
RETRIBUSI IZIN RUMAH BARAK SEWA
I. PENJELASAN UMUM.
Kabupaten Lamandau merupakan Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah.
Sebagaimana hal tersebut diatas, maka pelaksanaan pembagunan di Kabupaten Lamandau berangsur-angsur semakin meningkat khususnya pembangunan rumah barak sewa mulai dari 1 sampai dengan 10 kamar. Hal ini tentunya peluang yang sangat besar bagi peningkatan PAD Kabupaten Lamandau khsusnya dibidang Retribusi Daerah, dilain pihak sebagi usaha untuk membinaan dan penertiban bagi pelaksanaan pembangunan rumah barak maupun penggunaannya.
II. PENJELASAN Pasal demi Pasal.
1. Pasal 1 s.d. Pasal 4 : Cukup Jelas
2. Pasal 5 s.d Pasal 10 : Cukup Jelas
3. Pasal 11 : Cukup Jelas
4. Pasal 12 : Cukup Jelas 5. Pasal 13 s.d Pasal 20 : Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2008 NOMOR 24 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 10 TAHUN 2008
TENTANG
PENETAPAN DAN PENDAFTARAN GUDANG / RUANG
BUPATI LAMANDAU,
Menimbang
:
a. bahwa dalam rangka tertib niaga dan kelancaran distribusi barang sehingga pertumbuhan kegiatan perekonomian dan perdagangan dapat memenuhi kebutuhan konsumen diwilayah Kabupaten Lamandau perlu adanya penetapan dan Pendaftaran Gudang / Ruang;
b. bahwa sebagaimana dimaksud huruf a diatas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.
Mengingat
:
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1965, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Daerah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2 Prp.
Tahun 1960 tentang Pengundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2759);
14. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);
15. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002, tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);
16. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4389 );
17. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004,
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
18. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2005, tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
19. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 16/M-
DAG/PER/3/2006, tentang Penataan dan Pembinaan Pergudangan; 20. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 03 Tahun 2004
tentang Kelembagaan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor : 03, Seri : D ); Sebagaimana Telah diubah Pertama Kali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 12 Tahun 2004 (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 04 Seri D);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 9 Tahun 2005
tentang Retribusi Tanda Daftar Perusahaan (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2005 Nomor 9 Seri C, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 09).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
dan
BUPATI LAMANDAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG PENETAPAN DAN PENDAFTARAN GUDANG / RUANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah Kabupaten adalah Kabupaten Lamandau; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lamandau 3. Bupati adalah Bupati Lamandau; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau yang selanjutnya disebut
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai badan Legeslatif Daerah;
5. Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi dan UKM adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau;
6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau;
7. Gudang adalah suatu Tempat dan atau Ruang dan atau Bangunan Semi Permanen dan atau Permanen dalam keadaan tidak bergerak dan terbuka dengan tujuan tidak untuk dikunjungi oleh Umum, melainkan dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang-barang perniagaan dan atau Perdagangan;
8. Ruang adalah suatu tempat dan atau bangunan Semi Permanen dan atau Permanen dalam keadaan tidak bergerak yang dapat ditutup dengan tujuan tidak untuk dikunjungi oleh umum, melainkan dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang-barang perniagaan dan atau Perdagangan yang letaknya menjadi satu dengan tempat usaha;
9. Pemilik Gudang dan atau Ruang adalah orang atau badan usaha yang memiliki atau
menyewakan Gudang / Ruangan; 10. Penyewa dan atau Pemakai dan atau Pengusaha Gudang atau Ruang adalah Orang
atau badan usaha yang menyewakan atau memakai gedung atau ruang milik orang lain dengan membayar sewa;
11. Wajib Daftar adalah kewajiban kepada orang atau badan usaha yang menjadi pemilik dan atau pemakai dan atau penyewa dan atau pengusaha Gudang atau Ruangan;
12. Tanda Daftar Gudang yang selanjutnya disingkat TDG adalah dokumen resmi yang oleh kewenangannya diterbitkan oleh Bupati;
13. Pungutan adalah biaya ijin penataan dan pendaftaran Gudang / Ruang yang dikeluarkan Bupati.
BAB II TANDA DAFTAR GUDANG
Pasal 2
Gudang di Klasifikasi berdasarkan luas sebagai berikut : a. Gudang kecil dengan luas 36 m² sampai dengan 2.500 m² ; b. Gudang menengah dengan luas diatas 2.500 m² sampai dengan 10.000 m² dan
c. Gudang besar dengan luas diatas 10.000 m²
Pasal 3
(1) Setiap perusahaan atau perorangan yang memiliki gudang wajib memiliki TDG. (2) TDG mempunyai masa Berlaku 5 ( lima ) tahun wajib diperpanjang 3 ( tiga ) bulan
sebelum berakhirnya masa berlaku TDG. (3) Pelaksanaan penerbitan TDG sebagaimana dimaksud pada ayat ( a ) dikenakan biaya
administrasi sebagai berikut ; a. Gudang kecil paling banyak sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah ) b. Gudang menengah paling banyak sebesar Rp. 200.000 ,- ( dua ratus ribu rupiah) c. Gudang Besar paling banyak sebesar Rp. 300,000,- ( tiga ratus ribu rupiah )
Pasal 4
(1) TDG diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan perusahaan dan berlaku di wilayah
TDG diterbitkan. (2) TDG diberikan kepada setiap perusahaan atau perorangan yang memiliki gudang yang
berkewarganegaraan Indonesia.
BAB III
KEWENANGAN PENERBITAN TDG
Pasal 5
Pelimpahan kewenangan pengaturan penerbitan TDG dilakukan oleh : (1) Kewenangan pemberian penerbitan TDG berada pada Bupati; (2) Pelaksanaan pemberian TDG dilakukan oleh Kepala Dinas yang tugas dan tanggung
jawabnya dibidang perdagangan atas nama Bupati.
BAB IV
TATA CARA PERMOHONAN PENERBITAN TDG
Pasal 6
(1) Permohonan TDG sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, disampaikan oleh pemilik
gudang dengan mengisi daftar isian permohonan TDG yang telah ditanda tangani; (2) Permohonan TDG disampaikan kepada Bupati melalui Kepala Dinas; (3) Bupati menerbitkan TDG selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
diterbitkan daftar isian permohonan TDG sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila daftar isian permohonan TDG telah diisi secara benar dan lengkap;
(4) Apabila pengisian daftar isian permohonan TDG sebagaimana dimaksud ayat (3) belum dilakukan secara benar dan lengkap, maka Bupati dapat menolak daftar isian
permohonan TDG dan wajib memberitahukan secara tertulis disertai dengan alasan penolakan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar isian permohonan TDG kepada perusahaan yang bersangkutan;
(5) Daftar isian permohonan TDG sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan selambat-lambatnya 30 ( tiga puluh ) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan, perusahaan yang bersangkutan dapat melengkapi persyaratan yang diminta.
(6) Apabila setelah melebihi jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Perusahaan yang bersangkutan tidak melaksanakan ketentuan permohonan TDG secara benar dan lengkap sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), ditolak dan Perusahaan wajib mengajukan permohonan TDG yang baru.
BAB V
PENYIMPANAN BARANG Pasal 7
(1) Setiap Pemilik, Pengelola atau penyewa gudang yang melakukan penyimpanan barang yang diperdagangkan di gudang wajib menyelenggaran administrasi mengenai barang-barang yang masuk dan keluar gudang.
(2) Pemilik, pengelola dan atau penyewa gudang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan penyimpanan barang yang masuk dan keluar gudang, apabila jumlah barang disimpan : a. Di gudang kecil dengan jumlah 50 % dari kapasitas gudang ; b. Di gudang menengah dengan jumlah 40 % dari kapasitas gudang ; c. Di gudang besar dengan jumlah 30 % dari kapasitas gudang ;
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau.
Pasal 8
Pemilik, Pengelola dan atau penyewa gudang wajib memberikan keterangan yang diminta oleh Kepada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lamandau untuk tujuan pelaksanaan penataan kelancaran distribusi barang yang dipergunakan.
Pasal 9
(1) Penyimpanan barang yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan (Produsen,
Eksportir, Distributor, Wholsale, Pedagang Besar, Grosir, Agen, Pengecer Toko) di gudang sesuai dengan ijin yang diberikan dapat dibenarkan sepanjang jumlahnya masih dalam batas kewajaran sebagai stok/persediaan barang berjalan untuk memenuhi permintaan pasar maksimal untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan dalam kondisi normal berdasarkan data/pencatatan dari perusahaan yang bersangkutan.
(2) Dalam keadaan yang sangat mendesak dan kebutuhan masyarakat untuk jenis barang dengan kriteria tertentu yang memerlukan masa simpan dan masa penjualan relatif lebih lama, pemilik, pengelola dan atau penyewa gudang dibolehkan mempuyai stock/persediaan barang berjalan digudang melebihi dari 3 (tiga) bulan kebutuhan.
(3) Untuk dapat melakukan penyimpanan sebagaimana dimaksud ayat (2) pemilik, pengelola dan atau penyewa gudang wajib memiliki surat keterangan penyimpanan barang (SKPB) yang diterbitkan Bupati.
(4) Penyimpanan Stock/Persediaan barang tanpa dilengkapi SKPB sebagaimana dimaksud ayat (3) dapat digolongkan sebagai kegiatan penimbunan barang.
(5) Bupati sebagaimana dimaksud ayat 3 (tiga) dapat memberikan SKPB dengan mempertimbangkan secara cermat faktor-faktor antara lain : a. Kebiasaan yang lazim dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan dalam
memelihara stock dalam kondisi normal. b. Jenis dan sifat barang yang dikaitkan dengan masa simpan dan masa penjualan. c. Sistem persediaan yang dilakukan oleh perusahaan. d. Kesempatan pendistribusian dan penyerapan pasar. e. Pertimbangan kondisi daerah / lokasi.
Pasal 10
Kewenangan pemeriksaan Dokumen SKPB terhadap adanya dugaan penimbunan barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) dilakukan Dinas yang ditunjuk Bupati.
BAB VI
S A N K S I
Pasal 11
(1) Pemilik, pengelola dan atau penyewa gudang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2), pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) pasal 8 dikenakan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 1 ( satu) bulan oleh Bupati.
Pasal 12
(1) Pemilik, Pengelola dan atau Penyewa gudang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) dikenakan sanksi pencabutan TDG. (2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Bupati. (3) Perusahaan yang telah dicabut TDG nya, dapat mengajukan keberatan kepada Bupati
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pencabutan. (4) Bupati sebagaimana dimaksud ayat (3) selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya permohonan keberatan dapat menerima atau menolak permohonan tersebut secara tertulis disertai alasan-alasan.
(5) Apabila pemohon keberatan diterima, TDG yang telah dicabut dapat diterbitkan kembali. (6) Pemilik, Pengelola dan atau Penyewa gudang yang telah dicabut TDG nya dapat
mengajukan permohonan untuk memperoleh TDG baru setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA Pasal 13
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dan pasal 9 ayat (3) Peraturan Daerah ini diancam hukuman pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,-(lima juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 14
(1) Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini,
dapat dilakukan juga oleh PPNS dilingkungan Pemerintah Daerah dan atau dilakukan oleh Penyidik Umum.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan. c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penyitaan benda atau surat. e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. f. Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka. g. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
tersangka. h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik
bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungawabkan. (3) Dalam melaksanakan tugasnya, Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
tidak berwenang melakukan penangkapan dan atau penahanan. (4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, membuat
Berita Acara setiap tindakan tentang : a. Pemeriksaan Tersangka. b. Pemeriksaan Rumah. c. Pemeriksaan Benda. d. Pemeriksaan Surat. e. Pemeriksaan Saksi. f. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya kepada Penuntut Umum.
BAB IX KETENTUAN LAIN
Pasal 15 Dikecualikan dari Peraturan ini adalah gudang-gudang yang berada pada : a. Pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai oleh penguasa pelabuhan; b. Kawasan berikat; c. Gudang yang melekat dengan usaha industrinya.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16 Dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau ini. Peraturan lain yang setingkat mengatur hal yang sama dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 17 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar semua orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.
Ditetapkan di : Nanga Bulik Pada tanggal : 19 Februari 2008
BUPATI LAMANDAU,
ttd
Drs. HGM. AFHANIE
Diundang di : Nanga Bulik Pada tanggal : 19 Februari 2008
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
ttd
Ir. MARUKAN Pembina Utama Muda NIP. 131 480 087 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2008 NOMOR 26 SERI : B
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU
NOMO R 10 TAHUN 2008
TENTANG
PENETAPAN DAN PENDAFTARAN GUDANG / RUANG
I. PENJELASAN UMUM.
Sebagai upaya untuk penertiban pelaksanaan niaga dan kelancaran distribusi barang sehingga pertumbuhan kegiatan perekonomian dan perdagangan dapat memenuhi kebutuhan konsumen diwilayah Kabupaten Lamandau perlu adanya penetapan dan pendaftaran gudang/ ruang
Peraturan Daerah ini mengatur tentang Tanda daftar gudang, kewenangan penerbitan TDG, tata cara permohonan penerbitan TDG, penyimpanan barang
II. PENJELASAN Pasal demi Pasal.
1. Pasal 1 s.d. Pasal 4 : Cukup Jelas
2. Pasal 5 s.d Pasal 10 : Cukup Jelas
3. Pasal 11 : Cukup Jelas
4. Pasal 12 : Cukup Jelas 5. Pasal 13 s.d Pasal 17 : Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2008 NOMOR 25 SERI C