Jurnal Reading
Impact of Pneumococcal Conjugate Vaccination on Otitis Media: A Systematic Review
Peranan Vaksinasi Konjugat Pneumokokal Pada Otitis Media: Suatu Review Sistematis
Oleh :
Aizawanda Rizqi Eiffellia G0007181
Esti Rahmawati Suryaningrum G0007064
Christiana Yayi Tiar L G0007052
Umam Fazlurrahman G0007168
Pembimbing :dr. Sudarman, Sp. THT-KL (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KLFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA2012
Peranan Vaksinasi Konjugat Pneumokokal Pada Otitis Media: Suatu Review
Sistematis
Sylvia Taylor,1 Paola Marchisio,2 Anne Vergison,3 Julie Harriague,4 William P. Hausdorff,1
dan Mark Haggard5
Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit terbanyak yang menyebabkan
kunjungan ke dokter dan merupakan penyakit yang memiliki jumlah peresepan
antibiotik terbanyak pada anak-anak. Kami secara sistematis melakukan review
terhadap seluruh penelitian yang menelaah episode OMA dan kunjungan dokter
terhadap kasus-kasus yang muncul yang berkaitan dengan peranan pemberian
vaksinasi konjugat pneumokokal, meliputi tingkat kemanjuran (efikasi) dan
efektivitas penggunaan vaksin ini. Dari 18 publikasi penelitian yang telah ditemukan,
umumnya digunakan vaksin konjugat pneumokokal 7 valen (7-valent pneumococcal
conjugate vaccine; 7vCRM) di dalam penelitian-penelitian tersebut. Tingkat efikasi
(kemanjuran) 7vCRM terhadap kasus-kasus episode OMA dan kunjungan dokter
besarnya adalah 0%-9% pada penelitian terandomisasi, dan 17%-23% pada penelitian
nonrandomized. Dalam penelitian observasional database, kunjungan dokter terkait
OMA mengalami penurunan dalam 3-5 tahun sebelum vaksin 7vCRM diperkenalkan
(perubahan nilai mean, -15%; range, +14% sampai dengan -24%) dan terus menurun
setelahnya (mean, -19%; range, +7% sampai dengan -48%). Vaksin ini mampu
memberikan proteksi terhadap otitis media, namun terdapat pula faktor lain yang
turut berkotribusi terhadap penurunan insidensi otitis media. Penelitian lebih lanjut
yang menelaah keefektifan vaksin ini perlu dilakukan dengan metode kontrol yang
lebih baik sehingga dapat terungkap seberapa besar perananan vaksinasi ini terhadap
OMA.
Semenjak usia 3 tahun, lebih dari dua pertiga anak-anak mengalami ≥ 1 episode
otitis media akut (OMA), dan sekitar separuhnya mengalami ≥ 3 episode penyakit ini
[1]. OMA merupakan suatu penyakit terbanyak yang menyebabkan kunjungan ke
dokter dan suatu penyakit yang paling banyak menyebabkan peresepan antibiotik.
Pada lebih dari 70% kasus, bakteri patogen didapat dari cairan di dalam telinga
tengah [2], dengan bakteri Streptokokus pneumonia dan Haemophylus influenza
nontipe, keduanya bertanggung jawab atas 60%-80% kasus OMA bacterial [3-5].
Vaksin dapat melawan bakteri patogen ini, sehingga potensi perlindungan yang
ditimbulkan diharapkan dapat meningkatkan taraf kesehatan komunitas.
Penggunaan vaksin konjugat pneumokokal (pneumococcal conjugate vaccine:
PCV) 7 valen (7vCRM; Pfizer) pada bayi baru lahir telah tersebar luas dalam
beberapa dekade terakhir [6]. Dua macam tipe vaksin konjugat pneumokokal dengan
valensi yang lebih tinggi telah dipatenkan, dan secara bertahap menggantikan posisi
7vCRM. Vaksin konjugat pneumokokal valen 10 (PHiD-CV; GalaxoS-mith, Kline
Biological) mencakup 3 serotipe tambahan dan menggunakan suatu karier protein D
H. influenza [7]. Vaksin konjugat pneumokokal valen 13 (13vCRM; Pfizer)
mencakup serotype yang sama dengan PHiD-CV, dengan 3 tambahan serotype
lainnya [8].
7vCRM telah mereduksi penyakit invasi pneumokokus (invasive pneumococcal
disease; IPD) secara dramatis, dengan tingkat kemanjuran >90% pada beberapa
penelitian [9] dan eliminasi virtual dari tipe vaksin invasi penyakit pneumokokus
dalam suatu studi kohort imunisasi [10]. Bagaimanapun juga, peranannya dalam hal
penyakit OMA, suatu penyakit mukosa polimikroba, masih belum jelas diketahui.
Suatu meta-analisis pada penelitian observasi efikasi (kemanjuran) yang telah
dilakukan sebelumnya belum mencakup data penelitian observasional, dan 2 macam
tipe hasilnya masih harus diselidiki lebih lanjut. Akumulasi keefektifan yang
dihasilkan dari vaksin membutuhkan beberapa tahun sebelum nampak hasilnya, oleh
karenanya penentuan protap tatalaksana penanganan otitis media masih harus
didasarkan atas data-data keefektifannya, terutama pada penggunaan 7vCRM.
Metode
Strategi Penelitian
PubMed telah melakukan penelusuran terkait publikasi tulisan ilmiah dalam
beberapa bahasa: Inggris, Perancis, Jerman, dan italia, yang terpublikasi sedari bulan
Januari 1998 sampai dengan September 2010, dengan kata kunci “S. pneumoniae”,
“pneumococcal conjugate vaccin”, “vaccine”, “acute otitis media”, “otitis media”,
“efficacy”, “efectiveness”, “effect(s)”, “impact”, “visit(s)”, “episode(s)”, “claims”,
“trends”, “retrospective”, dan “observational” dikombinasikan dengan “All child: 0-
18 years”. Dilakukan skrining potesi relevansi publikasi dalam hal (1) keaslian
penelitian, (2) penilaian efektifitas/ kemanjuran dari vaksin konjugat pneumokokal
terhadap episode terjadinya OMA atau banyaknya kunjungan ke dokter, dan (3) studi
populasi pada anak-anak dengan usia 12 tahun. Publikasi bibliografi dan review
terakhir ditelaah dalam penelusuran artikel lanjutan. Publikasi dicatat, namun data
tidak dimasukkan dalam tabel kumpulan bukti bilamana mereka terfokus hanya pada
perawatan inap/ komplikasi berat penyakit, rekurensi OMA, dan Otitis media dengan
effusi; penggunaan jadwal di luar rumusan 3+1 atau 2+1; penelitian yang hanya
menyajikan data setelah pemberian vaksin konjugat pneumokokal dan vaksin
polisakarida pneumokokal 23 valen; atau penelitian yang hanya mengkalkulasi
keefektifan biaya perawatan tanpa menyajikan data efektifitas terkini.
Kalkulasi
Bilamana dibutuhkan, dilakukan penilaian ulang sebagai banyaknya kasus per
1000 orang penduduk pertahun. Untuk kepentingan database penelitian, nilai
perubahan pravaksin PCV dikalkulasikan sebagai perbedaan antara tahun perkiraan
waktu penelitian dipublikasikan pertama kali dan tahun terakhir sebelum vaksin PCV
diperkenalkan, dan nilai perubahan postvaksin PCV dikalkulasikan sebagai perbedaan
antara perkiraan tahun terakhir sebelum vaksinasi PCV diperkenalkan dengan tahun
terakhir penelitian. Nilai rata-rata dari pengkalkulasian baik sebelum maupun setelah
vaksinasi 7vCRM diperkenalkan tidak diperhitungkan, oleh karena terjadi tren
penurunan yang konsisten pada keseluruhan penelitian. Bagaimanapun juga,
bilamana penilaian tersebut hanya dilaporkan pada tahun tertentu yang terkombinasi
[12-15], maka data penelitian tersebut dapat dimasukkan dalam penelitian. Besaran
estimasi yang tidak terpublikasi, didapatkan secara langsung dari penelitinya [13, 16]
atau dari perhitungan tertentu [17]. Bagi Pohling dkk, satu-satunya estimasi yang ada
untuk perubahan postvaksin PVC didasarkan pada rasio besarnya insidensi pada
subjek < 2 tahun, diperbandingkan dengan 3-5 tahun [18]. Untuk De Wal dkk, kami
menggunakan perubahan postvaksin yang telah terpublikasi yang telah disesuaikan
dengan regresi time-series [19].
Gambar 1. Bagan dari publikasi ilmiah yang masuk dalam kriteria inklusi
Hasil
Dari 306 kandidat publikasi ilmiah yang diikutsertakan (Gambar 1), 18 masuk
dalam kriteria inklusi; 7 diantaranya merupakan suatu penelitian klinis (Tabel 1),
dengan beberapa diantaranya dipublikasikan berulang; dan 8 diantaranya merupakan
penelitian observasional database (Tabel 2). Lima penelitian merupakan suatu studi
terandomisasi yang double blinded: 3 diantaranya menelaah 7vCRM [3, 9, 10], satu
penelitian menelaah vaksin 7 valen yang berkonjugasi dengan membran terluar dari
kompleks protein-membran dari Neiseria meningitides serogrup B (7vOMPC; Merc),
306 sitasi teridentifikasi selama masa pencarian online PubMed
dan pencarian manual
139 sitasi potensial yang akan dilakukan skrining kelayakan
18 sitasi diikutsertakan di dalam analisis:
- Studi randomisasi/ Follow-up
- Studi nonrandomisasi- Studi observasional
database
121 sitasi dikeluarkan: - IPD/ pneumonia (16)- OME (5)- Komplikasi / bedah (3)- Cariage (4)- Rawat Inap (2)- Mikrobiologi (24)- Imunogenositas (14)- Schedule/PPV23 (9)- Peresepan antibiotik (10)- Sebelum pengenalan PCV
(5)- Studi efektifitas sumber
daya (27)- Model studi (1)- Studi re-analisis (1)
167 sitasi dikeluarkan: - Review (94)- Vaksin flu/ HIB (32) - Antibiotik/ steroid (21)- Usia dewasa (6)- TIdak relevan/ penyakit
lain (14)
dan satu penelitian menelaah versi prototype vaksin konjugat 11 valen dari PHiD-CV
(11Pn-PD; GlaxoSmithKline Biologicals) [4]. Dua penelitian yang mengulas 7vCRM
merupakan studi tak terandomisasi: satu penelitian menggunakan model blinded
observer [22], dan satu penelitian menggunakan model open label [23].
Baseline Insidensi OMA
Dalam penelitian klinis, data baseline banyaknya episode OMA dalam populasi
anak-anak usia <2 atau <2,5 tahun sangat beragam, bahkan hingga 10 kali lipatnya,
sedari 125 hingga 1500 per 1000 penduduk pertahun populasi anak-anak [3, 4, 21,
24] (tabel 1). Jumlah terendah dijumpai pada penelitian yang dijalankan hanya
dengan melakukan konfirmasi pemeriksaan otolaringologi atas rujukan dokter anak
[4]. Sedang penelitian nonrandomisasi memiliki jumlah episode <500 per 1000
penduduk pertahun populasi anak-anak [22, 23].
Dalam database penelitian observasional, besarnya baseline kunjungan pasien ke
dokter oleh sebab otitis media (per 1000 penduduk pertahun populasi anak-anak)
kisarannya adalah 1415-2247 untuk usia < 2 tahun [12, 18], dan 610-1380 untuk usia
< 5 tahun (Tabel 2) [14, 19]. Jumlah kunjungan tertinggi diperoleh dari database
asuransi pribadi [16, 18], dengan jumlah kasus tertangani dengan baik (2032 per 1000
penduduk pertahun populasi) lebih banyak dibandingkan dengan kasus yang tidak
tertangani dengan baik (2429 per 1000 penduduk pertahun) [16].
Enam database penelitian menunjukkan dijumpainya kecenderungan tren nilai
baseline kunjungan ke dokter dari kasus otitis media selama beberapa tahun sebelum
pengenalan 7vCRM, dan keseluruhan database penelitian tersebut [12-15, 17],
kecuali satu diantaranya [16], mampu mendeteksi adanya penurunan substansial
(perubahan mean, -15%; range, +14% sampai dengan -24%) (Tabel 2, Gambar 2).
Sebagai contoh, terdapat penurunan otitis media sebesar 23%-24% selama 5 tahun
sebelum adanya pengenalan 7vCRM pada 2 survey berbasis populasi di AS [12,13].
Pengecualian dari database ini dijumpai pada penelitian oleh Zhou dkk, tentang
Analisis Asuransi Pekerja Nasional yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar
14% pada kunjungan dokter oleh karena otitis media dalam kurun waktu 2 tahun
sebelum pengenalan 7vCRM [16].
Gambar 2. Tren OM dalam penelitian observasional database yang menampilkan
data beberapa tahun sebelum dan setelah 7vCRM diperkenalkan di tahun 2000.
Kemanjuran (Efikasi) Vaksin Konjugat Pneumokokal Terhadap Otitis Media
Akut Pada Penelitian Randomisasi dan Nonrandomisasi
Dalam 2 penelitian terandomisasi terkait kemanjuran pemberian 7vCRM
terhadap OMA, yakni penelitian NCKP [9, 25, 26] dan FinOM [3, 24], menunjukkan
bahwa 7vCRM mampu mereduksi rasio keseluruhan episode kasus penyakit ini pada
populasi anak-anak usia 2 tahun sebesar 5,8%-7% dan menurunkan rasio kunjungan
dokter sebesar 7,0%-8,9% (Tabel 1), dan penelitian NCKP berhasil mencapai nilai
signifikansi statistik. Pada penelitian lain, yang lebih kecil, dilakukan dengan berbasis
komunitas pada populasi bayi dari masyarakat Amerika asli, ternyata tidak dijumpai
adanya efek pada OMA yang dijumpai (-0,1%; tingkat kepercayaan [Confidence
Interval; CI] 95%, -20,8% sampai 17,1%) [20]. Sebagai pembanding, penelitian
nonrandomisasi yang dilakukan di Italia (dimana orang-orang tua di sana lebih
memilih anak-anaknya mendapatkan vaksin 7vCRM) dan Jerman (dimana
kebanyakan anak-anak yang mendapatkan vaksin memiliki kondisi komorbid),
dijumpai adanya penurunan sebanyak 17%-23%.
Hanya ada 2 publikasi yang mengungkapkan adanya kemanjuran (efikasi) terkait
pemberian vaksin pneumokokal konjugat jenis lain. Vaksin 7vOMPC dilaporkan
tidak memiliki kemampuan untuk melawan keseluruhan kasus OMA (-1%; CI 95%, -
12% hingga 10%) [21]. Penelitian yang dilakukan oleh POET menunjukkan adanya
efikasi (kemanjuran) pada penggunaan 11Pn-PD pada keseluruhan kasus OMA (CI
95%, 21%-44%) [4].
Keseluruhan Peranan Vaksin Konjugat Pneumokokal (PCV) pada Otitis Media
Pada Penelitian Postimplementasi
Delapan database penelitian telah melaporkan adanya penurunan sekitar 19%
pada kunjungan terkait otitis media (range, +7 sampai -48%) setelah
diperkenalkannya 7vCRM (Tabel 2). Dua penelitian yang memiliki perkiraan
penurunan terendah dijumpai pada populasi anak usia <2 tahun yang menerima
asuransi pemerintah AS: terdapat 7% peningkatan kasus di antara tahun 1999-2000
dan 2001-2002 [15], dan 4% penurunan (secara statistik tidak signifikan) diantara
tahun 1998-2000 dan 2001-2002 [18]. Penurunan paling besar yakni sebsesar 48%
didapat sepanjang tahun 1999-2004 (penurunannya akan sebesar 43% bilamana
rentang waktu 1997-1999 juga dipakai) dan telah dilaporkan pada penelitian-
penelitian terkait kasus otitis media yang lebih cenderung untuk meneliti adanya
peningkatan (14%) kasus penyakit ini, daripada penurunannya, sebelum
diperkenalkannya vaksin ini [16].
Diskusi
Dapat disimpulkan, efikasi (kemanjuran) pemberian 7vCRM terhadap
keseluruhan kasus OMA diperkirakan berkisar 0%-9% pada penelitian-penelitian
terandomisasi dan sebesar 17%-23% pada penelitian-penelitian nonrandomisasi.
Database penelitian observasional menunjukkan bahwa kunjungan dokter terkait
penyakit otitis media mengalami penurunan rata-rata sebesar 19% setelah
diperkenalkannya 7vCRM, dengan estimasi rentang yang cukup besar (+7% hingga
48%). Sebelum diperkenalkannya vaksin 7vCRM, kunjungan dokter terkait otitis
media juga telah mengalami penurunan yang dapat dijumpai pada keseluruhan studi,
hanya satu penelitian semata yang tidak menunjukkan hal serupa. Temuan ini
memunculkan permasalahan yang memerlukan pertimbangan terkait penilaian
beberapa penetapan protokol penelitian dan desain penelitian, sebagaimana yang akan
didiskusikan di bawah.
Variabilitas Tingkat Efikasi Penelitian
Tingkat efikasi (kemanjuran) terhadap OMA dinilai pada 3 tipe formulasi vaksin
(7vCRM, 7vOMPC, dan 11Pn-PD) yang diterapkan pada tiga penelitian terandomisai
dengan estimasi dengan rentang -1% hingga 34%. Meski variabilitas pada penelitian
ini sepertinya ditentukan oleh perbedaaan komposisi vaksin, namun sangat sukar
untuk memisahkan hal ini dari faktor perancu lain semisal variabilitas lokal terkait
bakteri ataupun virus yang menginfeksi, kepastian penyakit yang diderita, diagnosis,
dan kebiasaan pasien dalam berobat. Analisis ulang yang dilakukan oleh studi POET
dan FinOM, yang menyesuaikan tingkat keparahan penyakit dan distribusi patogen,
agaknya mampu sedikit memperkecil perbedaan dalam perkiraan tingkatan efikasi
(kemanjuran) dari pemberian vaksin konjugat ini [27, 28], namun upaya rekonsiliasi
ini tidak selamanya dapat dilakukan, dan simpulan yang diperoleh pun harus
menengahi keseluruhan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Efektivitas Vaksin Secara Teoritis VS Observasinya Dalam Penelitian
Efektivitas maksimum secara teoritis dalam seting pelaksanaan pemberian
vaksin di lapangan dapat dikalkulasikan dengan jalan berasumsi bahwa tidak terjadi
penggantian vaksin dengan tipe nonvaksin, suatu profil stasioner yang komensal, dan
uptake vaksin sebesar 100%. Dalam asumsi episode OMA adalah 70% nya bakteri,
dengan 50% diantaranya disebabkan oleh S.pneumoniae [5], dengan representasi
serotype 7vCRM 75% [29], dan tingkat kemanjuran sebesar 57% [3], maka
diperkirakan vaksin 7vCRM semestinya mampu mencegah terjadinya OMA pada
15% dari keseluruhan kasus (70% x 50% x 75% x 57%).
Pelaksanaan vaksin >80% diharapkan mampu memberikan proteksi populasi
melalui penurunan carrier nasofaringeal dari jenis serotype vaksinasi [30, 31]. Meski
terdapat bukti kuat perlindungan populasi dengan IPD, proteksi populasi terhadap tipe
vaksin OMA pada kelompok populasi yang tak tervaksinasi belum pernah secara
langsung diperiksa oleh sebab tympanosintesis tidak dilakukan secara rutin. Dilusi
tipe vaksin protektor populasi terhadap penyebab otitis media membuatnya makin
sukar dinilai, dan sebuah studi didapati gagal melakukan deteksi pada seluruh
kunjungan dokter terkait kasus OMA pada anak-anak dengan usia lebih dari 2 tahun
setelah pemberian 7vCRM [19]. Eliminasi segera pada carier pembawa tipe vaksin
yang dilakukan beberapa tahun setelah penggunaan vaksin konjugat pneumokokal,
sebagai asumsi perlindungan populasi yang maksimal (dengan tipe vaksin
tereradikasi), merupakan suatu perkiraan yang paling rasional. Keefektifan melawan
tipe vaksin dapat ditingkatkan menjadi 100% sedari sebelumnya 57%, dari
perkiraannya yang secara teoritis hanya sebesar 26%.
Kalkulasi tersebut di atas tidak mencerminkan adanya penggeseran terhadap
serotype nonvaksin dan bakteri, meski beberapa pergeseran ini nampak pada
beberapa penelitian dan surveilan pascapenggunaan vaksin [3, 32, 33]. Sebenarnya
telah dilakukan penelitian dengan menelaah carier nasofaringeal pada anak-anak di
AS baik serotype dari vaksin maupun dari nonvaksin, yang menilai kemampuan
keduanya dalam menimbulkan OMA. Hasil penelitianya menunjukkan secara teoritis
bahwa efektivitas pemberian 7vCRM melawan keseluruhan OMA hanya sebesar 12%
[34]. Hal ini mengindikasikan bahwa perhitungan yang sangat terbatas ini sangat
mungkin terkacaukan dan mengalami bias.
Variabilitas Insidensi Pada Baseline
Nilai baseline episode OMA dalam penelitian klinis sangat bervariasi bahkan
hingga 10 kali lipat. Nilai baseline insidensi yang paling tinggi didapat pada
penelitian FinOM [3] yang sejalan dengan data hasil penelitian di AS (900-1500
episode per 1000 populasi anak-anak) [20, 35, 36], sementara insidensi terendah
yakni pada penelitian yang dilakukan POET mendekati apa yang dilaporkan dalam
penelitian di Eropa (154-400 episode OMA per 1000 penduduk pertahun) [37].
Secara umum, efek kuat vaksin didapati pada sampel yang menggunakan kriteria
diagnosis yang lebih ketat, sehingga, memiliki insidensi baseline yang lebih rendah,
namun kesulitan yang dihadapi adalah ukuran sampelnya. Hal ini, dengan
kemungkinan adanya perbedaan intrinsik dari populasi atau perbedaan dalam
pelayanan kesehatan di luar definisi diagnostik yang digunakan, mengharuskan kita
untuk lebih berhati-hati dalam hal memperbandingkan penelitian-penelitian terkait
vaksin, terhadap analisis databasenya, nilai baseline penelitian beserta variasinya
diantara banyak penelitian, bahkan setelah pemilahannya ke dalam rentang usia yang
berbeda sekalipun [12, 15, 16, 18]. Bukti kuat terkait pengaruh perbedaan faktor
demografi, status imunologis, atau perbedaan mikrobiologi diantara populasi masih
sangat lemah, oleh karenanya perbedaan nilai baseline semestinya lebih
mempengaruhi perbedaan tingkat keparahan penyakit atau proses coding pada kriteria
diagnosis yang diambil.
Perubahan Sebelum dan Setelah Digunakannya Vaksin
Dalam data penelitian observasional, jumlah kunjungan ke dokter oleh karena
penyakit otitis media menurun rata-rata sebesar 19% setelah diperkenalkannya vaksin
7vCRM. Bagaimanapun juga, beberapa penelitian juga memberikan data sebelum
tahun 2000, kesemuanya [12-15, 17], kecuali satu penelitian [16], yang menelaah
perihal kunjungan dokter terkait otitis media, ternyata mengalami penurunan rata-rata
sebesar 15% sebelum diperkenalkannya vaksin 7vCRM. Hal ini menunjukkan bahwa
penurunan dalam jangka lama sebelum pengenalan vaksin 7vCRM, yang mana
sepertinya memang terus berlanjut, telah seakan-akan ditambahkan sebagai bagian
dari penurunan nyata pascapengenalan vaksin. Poehling dkk dan Grijalva dkk telah
melakukan kontrol terhadap tren umum, dengan membaginya berdasar atas usia,
menghasilkan penurunan 4%-19% oleh peranan 7vCRM [12, 18]. Bagaimanapun
juga, hal ini meminimalisir proteksi populasi yang menyebabkan porsi tak
terimunisasi pada penelitian cohort berikutnya. Selain itu, faktor yang tak
berhubungan dengan vaksin, seperti melakukan stratifikasi berdasar usia yakni <2
atau ≥2 tahun dalam pedoman peresepan antibiotik, dapat mempengaruhi jumlah
kunjungan dokter oleh karena otitis media yang dipengaruhi oleh faktor usia. De
Wals dkk telah menjalankan studi yang tepat dengan jalan melakukan estimasi
insidensi postvaksinasi dengan regresi serial waktu untuk menyesuaikan tren umum
tersebut [19]; penurunan kasar otitis media di tahun 2000-2007 ternyata sebesar 25%
namun penyesuaian penurunan terkait penggunaan 7vCRM diperkirakan hanya
sebesar 15%.
Untuk menentukan apakah penurunan tersebut dikarenakan oleh penggunaan
7vCRM, analisis harus dilakukan selama beberapa tahun, dan berdasarkan pada
kapan dan sejauh mana vaksin diberikan. Sebagai contoh, penelitian terkini yang
dilakukan di rumah sakit Athena telah menemukan bahwa, semenjak tahun 2005,
kunjungan anak-anak <15 tahun ke IGD menurun sebesar 38%, dan keseluruhan
kasus dan pneumokokal othorea menurun sebesar 48% [38]. Bagaimanapun juga,
penurunan ini terjadi 2 tahun sebelum penggunaan vaksin pneumokokal di Yunani,
yang mana pada waktu itu (diperkirakan masih rendah) penjualan vaksin 7vCRM
masih belum banyak, dan, bahkan setelah terjadinya penurunan, serotype vaksin
masih merupakan penyebab mayoritas dari othorea pneumokokal. Sejak implementasi
vaksinasi masal di tahun 2006, tidak ada penurunan lebih jauh yang didapati, hal ini
mengindikasikan bahwa penurunan di tahun 2005 tersebut adalah dikarenakan oleh
faktor nonvaksin.
Potensial Faktor Nonvaksin
Beberapa faktor lain mungkin dapat menjelaskan mengapa insidensi otitis media
menurun sebelum pengenalan vaksin penumokokal diberlakukan, dan ternyata tetap
mengalami penurunan setelah vaksin itu diperkenalkan. Pertama, perubahan pola
peresepan obat-obat OMA, pola konsultasi pasien, dan frekuensi penggunaan dan tipe
antibiotik yang digunakan yang ternyata diproduksi sebelum era 1990an. Peningkatan
penerimaan dari dokter maupun pasien untuk secara penuh melakukan observasi
semata tanpa pemberian antibiotik (“watchfull waiting”), yang mana hal ini memang
direkomendasikan pada beberapa kasus OMA [39]. Hal ini dapat menyebabkan
penurunan insidensi OMA yang nyata bilamana orangtua tidak lagi
mengkonsultasikan penyakit buah hati mereka ketika menurut mereka buah hati
mereka telah merasakan adanya perbaikan ketika mengalami OMA ringan. Kriteria
diagnosis yang lebih ketat [39] sangat mungkin menyebabkan tidak hanya penurunan
dalam penggunaan antibiotik yang tidak tepat [13], tetapi juga penurunan nyata pada
banyaknya konsultasi yang dilakukan pasien terkait OMA. Kedua, beralihnya
penggunaan antibiotik dengan dosis yang lebih besar atau bahkan peresepan ganda
dengan antibiotik golongan macrolide long-acting pada anak-anak di negara AS yang
bersamaan dengan pengenalan vaksin 7vCRM [40] dapat menyebabkan penurunan
dari relaps penyakit ini, yang mana kemudian, menurunkan secara drastis jumlah total
dari kunjungan pasien terkait OMA tiap episodenya, dan menurunkan pula beban
perawatan kesehatan penyakit ini [17].
Ketiga, perhatian terkait status vaksin dapat mengubah pola berobat dari pasien.
Dalam penelitian terakhir yang dilakukan dengan model peneliti dikondisikan
blinded, terandomisasi, dilakukan di Swedia, serta melibatkan anak-anak yang
beresiko terserang OMA rekuren serta belum menerima vaksin konjugat universal,
pemberian vaksin 7vCRM ternyata menurunkan secara keseluruhan episode OMA
sebesar 26% dan kunjungan RS terkait OMA sebesar 36% [41]. Oleh karena efek
nyata ini ternyata melebihi perkiraan efektivitas teoritisnya, sangat mungkin telah
terdapat kontribusi dari orangtua yang mengikuti petunjuk dan arahan medis terkait
status vaksin buah hatinya, dengan pemahaman serupa bahwa anak-anak yang telah
tervaksinasi akan dipercaya lebih terlindungi dari bentuk yang lebih parah daripada
vaksin itu sendiri, dan menyebabkan berkurangnya kekhawatiran orang tua untuk
memeriksakan buah hatinya terkait peyakit OMA yang mungkin saja diderita.
Keempat, penurunan insidensi otitis media sejalan dengan makin menurunnya
paparan anak-anak terhadap asap rokok, yang merupakan suatu faktor resiko yang
cukup besar dari penyakit ini [42]. Kelima, vaksinasi influenza mampu menekan
insidensi OMA selama musim flu dengan jalan menurunkan koinfeksi dari virus
tersebut [43]. Namun bagaimanapun juga, vaksinasi rutin influenza dimulai di
Amerika semenjak tahun 2004, yang kemudian mengalami peningkatan mencolok
pada kisaran tahun 2007-2008 [44], setelah maraknya publikasi terkait penurunan
otitis media pascavaksinasi 7vCRM.
Populasi Penelitian
Kemungkinan adanya perbedaan pada populasi, terutama resiko relatif, tidak
dapat diabaikan begitu saja dalam upaya menjelaskan begitu heterogennya hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan. Bagaimanapun juga, bukti kuat memang belum
dijumpai. Kegagalan dari O’Brien dkk untuk mendeteksi signifikansi statistik peranan
7vCRM terhadap OMA pada populasi beresiko tinggi masyarakat keturunan
Amerika-India sangat mungkin disebabkan oleh lemahnya power dari penelitiannya
(statistical power) [20]. Senada dengan hal tersebut, penelitian lain mampu
menunjukkan efek vaksinasi, meski ternyata tidak signifikan (resiko relatif
disesuaikan, 88% [CI 95%, 0,69-1,13]) yakni pada penelitian kohort yang dilakukan
pada anak-anak Aborigin Australia yang beresiko tinggi dengan rincian 51 pasien
nonvaksin dan 97 pasien tervaksin (7vCRM ditambah dengan suatu dosis booster 23-
valen polisakarida) [45]. Terakhir, peneliti dari studi nonrandomisasi, dengan desain
nonblinded dari percobaan 7vCRM di Jerman [23] mengatakan bahwa hasil
pencapaian tingkat kemanjuran (efikasi) dari vaksin sangat mungkin dibiaskan dalam
oleh karena banyak anak-anak dalam kelompok perlakuan 7vCRM yang memiliki
faktor resiko medis yang lebih banyak ketimbang dengan kelompok kontrol (66% vs
18%), atau dapat pula dikarenakan oleh sebab anak-anak tersebut memiliki riwayat
lahir prematur (40% vs 6%). Asumsi yang didapat dari keseluruhan penelitian di atas
adalah bahwa anak-anak beresiko tinggi, yang memiliki kecenderungan menderita
otitis, memiliki respon imun yang lebih buruk, yang mana hal ini telah terbukti pada
beberapa studi [46]. Power statistik yang sangat kecil dan terbatas menyebabkan
sukarnya dilakukan penarikan kesimpulan, meski kemungkinan adanya perbedaan
efektivitas vaksin diantara populasi sebaiknya tetap dipertimbangkan.
Coding Diagnosis Untuk Otitis Media
Database penelitian observasional telah mengidentifikasi kasus otitis media
berdasarkan cakupan coding diagnostik yang cukup luas, yang ternyata kebanyakan
diantaranya lebih sering didasarkan atas penetapan spontan klinisi dibandingkan atas
protokol dan kriteria pemeriksaan lainnya. Dalam sistem coding International
Classification of Disease, Ninth Revision (ICD IX), kode 381.x diperuntukkan
terutama bagi OMA nonsupuratif, kode 382.x untuk OMA supuratif, kode 383.x
untuk mastoiditis. Pemilihan kode sangat mempengaruhi penghitungan kunjungan
pasien terkait otitis media yang dideritanya, dan perbedaan spesifitas penelitian dalam
hal penentuan definisi diagnosis atau bahkan tipe distribusi dari otitis media, dapat
mempengaruhi estimasi efektivitas dan tingkat efikasi dari vaksin 7vCRM [28, 47].
Sayangnya, tidak ada penelitian yang melaporkan proporsi penggunaan kode-kode
tersebut dalam penelitiannya. Grijalva dkk mendefinisikan diagnosis otitis media
sebagai 381.x-382.x dalam sebuah studi [12] dan sebagai 381.x-383.x pada studi
lainnya [13], sedangkan Pehling dkk menggunakan kode 381.0-381.4 dan 382.x [16]
namun, tidak seperti studi lainnya, hanya kode pertama di dalam list yang
dipertimbangkan, yang mungkin menjelaskan mengapa mereka dapat melaporkan
penurunan insidensi (43%) yang paling besar daripada penelitian-penelitian lainnya
[16]. Dan semestinya, bilamana penggunaan antibiotik untuk OMA diterapkan
dengan kontrol yang cukup ketat, beberapa dokter sangat mungkin menggunakan
OMA sebagai kode primer saja, dan mereka akan lebih memiliki kode yang ekuivalen
terhadap symptom yang dirasakan.
Pertimbangan Penelitian Di Masa Mendatang
Peranan vaksin akan selalu menjadi objek studi penelitian-penelitian
observasional skala besar di masa mendatang. Bagaimanapun juga, satu kunci sebagai
prasyarat utama yakni adanya penyesuaian terhadap faktor-faktor perancu yang
berkaitan dengan vaksin. Penyesuaian terhadap faktor tren sekularitas [48-50], yang
sangat mungkin dilakukan melalui model penelitian serial waktu (time-series) [19],
harus terus menerus diterapkan. Penggunaan dasain model tertentu akan
mempermudah pembedaan variasi yang dilakukan dari tahun ke tahun (baik secara
random maupun viral) dan pembedaan tren yang lebih lama. Minimal, proyeksi yang
dilakukan semenjak tren di masa pravaksin dapat menyediakan suatu nilai nol, yang
mana deviasi yang terlihat setelahnya, dapat diambil sebagai suatu bukti dari efek
vaksinasi yang dilakukan [48-50]. Sebagai tambahan, observasi pada tren waktu pada
penyakit lain, dapat memberi suatu kontrol tambahan, dengan catatan bahwa tren dari
suatu nonvaksin dapat mempengaruhi penyakit lain yang tidak memiliki hubungan
keterkaitan dengan vaksin, tentu dengan hasil yang berbeda pula.
Pertanyaan dalam dunia kesehatan selama ini adalah, apakah vaksinasi tersebut
yang menyebabkan penurunan insidensi OMA dan penurunan pada beban pelayanan
kesehatan selama ini. Studi efikasi berdasar timpanosintesis, dalam level populasi,
sebenarnya dapat setidaknya membantu spesifitas sejauh mana penurunan secara
keseluruhan terhadap suatu serotype/ patogen tertentu, tetapi hal ini tidak mungkin
dilakukan karena bukan suatu hal yang biasa dilakukan secara rutin dan bilamana
dicanangkan secara rutin, akan terbentur problematika etik. Begitu pula dalam hal
penentuan efektivitas vaksinasi terkait serotype perindividualnya, hal ini jelas
membutuhkan jumlah sampel yang cukup besar.
Efek vaksin konjugat pneumokokal pada OMA dapat diukur secara ekonomis
dan dengan kontrol yang cukup bagus dalam model studi case-control, sebagaimana
yang dilakukan pada IPD [51-53]. Bagaimanapun juga, menemukan kontrol yang
tepat dalam populasi yang telah terimunisasi secara bagus merupakan suatu tantangan
yang berat. Agaknya proteksi populasi yang ada sekarang, merupakan suatu
penurunan dalam insidensi terkontrol, dan tidak secara langsung terukur dengan
desain studi ini, yang mana hal ini berarti bahwa, efek yang didapat lebih dekat
kepada suatu efikasi (kemanjuran), lebih daripada suatu perkiraan efektivitasnya
secara teoritis.
Begitulah, problematika bagaimana definisi dari penyakit ini telah lama
diketahui sebagai permasalahan dalam penelitian-penelitian terkait OMA. Sedikit
harapan dalam hal menurunkan variabilitas dari subjek studi ini datang dari dua
penelitian yang cukup berkualitas dan terandomisasi yang menggunakan kriteria yang
cukup ketat dan dapat diterapkan kembali terhadap semua desain studi kecuali pada
penelitian dengan database praktek rutin [54, 55].
Sebagai simpulan, kunjungan dokter terkait otitis media mengalami penurunan
kira-kira 19% setelah pengenalan vaksin 7vCRM, namun adanya penurunan
kunjungan ini, yang telah lama terjadi sebelum pengenalan 7vCRM, yang
diperkirakan sebesar 15%, menunjukkan adanya penyebab yang masih berlanjut di
luar pemberian vaksin konjugat pneumokokal tersebut, dan memberi dampak
penurunan subsekuen pada insidensi dari penyakit ini hingga kini. Oleh karenanya
diperlukan perhatian khusus dalam pelaporan dan interpretasi data terkait hal ini, dan
tidak ada satu pun penelitian tunggal yang dapat kita jadikan patokan dalam
merepresentasikan secara ‘benar’ bagaimana peranan vaksin 7vCRM terhadap OMA.
Perbaikan metode penelitian dibutuhkan sehingga nantinya diharapkan dapat
meningkatkan keakuratan estimasi kebenaran peranan efektifitas vaksin konjugat
pneumokokal ini.