Download - Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Steven
102012089 / BP1
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Pendahuluan
Latar Belakang
Energi penting untuk mempertahankan berbagai aktivitas sel yang menunjang
kehidupan, misalnya sintesis protein dan transpor aktif menembus membran plasma. Sel-sel
tubuh membutuhkan pasokan O2 yang terus menerus untuk menopang reaksi kimia penghasil
energi. CO2 yang dihasilkan selama reaksi-reaksi tersebut harus dikeluarkan dari tubuh.
Untuk mendapatkan O2, manusia menarik napas, dan untuk membuang CO2, manusia
membuang napas. Itulah yang dikatakan sebagai sistem pernapasan manusia.1
Di Indonesia sendiri banyak yang mengalami masalah-masalah kesehatan, salah
satunya penyakit pernapasan. Polusi udara, asap rokok, pajanan terhadap bahan-bahan yang
berhubungan dengan pekerjaan dapat menyebabkan gangguan pernapasan pada manusia.
salah satu penyakit pernapasan yang ada adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
PPOK merupakan penyakit paru dimana terjadi sumbatan pada jalan napas yang berlangsung
lama. Terdiri dari emfisema, dan bronkitis kronis. Pada tinjauan pustaka ini penulis akan
menjelaskan PPOK.
Isi
Skenario
Seorang laki-laki 57 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan
terus-menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk berdahak
warna putih tanpa disertai demam. Keluhan seperti ini sebenarnya sudah beberapa kali
timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika
beraktivitas berat terutama bila dirinya sedang demam dan batuk. Pasien memiliki riwayat
merokok sejak usia 17 tahun.
1
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan
lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan
riwayat perjalanan penyakit. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-
anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan
pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Pasien adalah Tn.Z, 57 tahun datang
dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 3
hari yang lalu mengeluh batuk berdahak berwarna putih. Pasien mengatakan dirinya tidak
demam. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/hari.
Keluhan seperti ini sudah beberapa kali timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa
nafas terasa berat terutama jika beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam
dan batuk. Penanganan dari pasien ini harus dimulai dengan riwayat secara menyeluruh
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk melakukan diagnosis. Berdasarkan skenario
tersebut. keluhan utama pasien adalah sesak nafas yang memberat sejak 5 jam yang lalu.
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan
dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya diteluskan secara singkat
beserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar.
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak
1. Apakah pasien sesak saat istirahat atau beraktivitas ?
2. Apakah keadaan tersebut kronis atau muncul secara tiba-tiba ?
3. Apakah disertai mengi ?
Batuk
1. Apakah batuk kering atau produktif ? Jika produktif, apa warna sputum ?
2. Apakah batuk berdarah ?
Nyeri Dada
Kapan dimulainya ? Seperti apa nyerinya ? Di mana dan menjalar ke mana ? Apakah
diperberat/berkurang dengan bernapas, perubahan posisi, pergerakan ? Adakah nyeri dada
setempat ?
Adakah demam, menggigil, penurunan berat badan, malaise, keringat malam,
limfadenopati, atau ruam kulit ?
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Apakah pasien sebelumnya memiliki kelainan pernapasan ? Asma ? penyakit paru
Obstruktif Kronis (PPOK) ? TB atau terpajan TB ?
2. Bagaimana pernapasan pasien mengenai keadaannya dan kepatuhan pada terapi ?
3. Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak napas ?
4. Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi ?
5. Adakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rontgen toraks ?
Obat-obatan
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien ? apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan
obat? adakah respons terhadap terapi terdahulu ? Apakah pasien mengkonsumsi tablet,
inhaler, nebuliser, atau oksigen ?
Alergi
Adakah alergi obat atau antigen lingkungan ?
3
Merokok
Apakah pasien saat ini merokok ? Apakah pasien pernah merokok ? Jika ya, berapa banyak ?
Riwayat Keluarga dan Sosial
Pernahkah pasien terpajan abses, debu, atau toksin lain ? Apa pekerjaan pasien ? Adakah
riwayat masalah pernapasan dalam keluarga ? Apakah pasien memelihara hewan ?
Setelah dilakukan anamnesis, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Sebelum
melaksanakan pemeriksaan fisik, hendaknya didahului oleh penjelasan singkat mengenai
pemeriksaan fisik yang akan dilakukan, bagaimana bentuk pemeriksaannya, apa yang nanti
harus dilakukan oleh pasien saat pemeriksaan fisik berlangsung, dan bertujuan untuk apakah
pemeriksaan tersebut, serta meminta informed consent atau permintaan izin kepada pasien
yang menunjukan bahwa pasien tersebut setuju atau tidak untu melakukan pemeriksaan fisik.
Jika pasien setuju, jangan lupa untuk mencuci tangan sebelum dan sudah pemeriksaan.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi • Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
• Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
• Penggunaan otot bantu napas
• Hipertrofi otot bantu napas
• Pelebaran sela iga
• Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis i leher dan edema tungkai
• Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi • Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi • Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi • suara napas vesikuler normal, atau melemah
4
• terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
• ekspirasi memanjang
• bunyi jantung terdengar jauh
Tabel 1. Pemeriksaan fisik pada PPOK2
Pemeriksaan Penunjang
Faal paru • Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
-VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
-Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
-Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Darah rutin Hb, Ht, leukosit
Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
5
- Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Tabel 2. Pemeriksaan khusus (rutin) pada PPOK.3
Working Diagnosis
Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial.3 PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik - Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal
3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya. 3
Emfisema - Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
6
Gambar 1. Bronkitis kronik dan emfisema
Gambar 2. Perbedaan keadaan paru pada keadaan normal dan PPOK
Differential Diagnosis
Differential diagnosis yang dapat diambil untuk kasus ini adalah asma bronkial,
bronkiektasis.
Asma Bronkiale
Asma bronkiale adalah satu hiperreaksi dari bronkus dan trakea yang mengakibatkan
penyempitan saluran napas yang bersifat reversible. Asma ini merupakan kelainan inflamasi
kronik yang kambuhan ini ditandai oleh serangan bronkospasme yang paroksismal tapi
7
reversibel pada saluran napas trakeobronkial; serangan ini disebabkan oleh hiper-reaktivitas
otot polos.4
Terjadinya serangan asma tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja, terutama diperkirakan
jika terkena alergen dan lingkungan pemicu. Sebenarnya penyebab pasti asma bronkialee
masih belum diketahui secara pasti. Penyakit asma dapat dipilah menurut intensitas klinik,
respon terhadap terapi dan agen pemicunya. Asma bronkiale merupakan penyakit respiratorik
kronik yang tersering dijumpai pada anak. Asma dapat muncul pada usia berapa saja, mulai
dari balita, prasekolah, sekolah atau remaja.
Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan infeksi kronik dengan nekrosis pada bronkus dan bronkiolus
yang menyebabkan dilatasi permanen yang abnormal pada saluran napas ini. Bronkiektasis
juga dapat dikatakan adalah kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding
bronkus. Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris, fusiform, dan kistik
atau sakular.5
Etiologi dari bronkiektasis secara umum adalah karena adanya infeksi akibat
seseorang yang sering menderita pneumonia yang berulang dan berlangsung lama, adanya
kelainan herediter atau kelainan kongenital. Secara epidemiologi, prevalensi terjadinya
bronkiektasis saat ini sudah sangat menurun. Secara umum, penyakit ini semakin berkurang
seiring dengan ditemukannya terapi antibiotic yang tepat.5 Gambaran klinisnya secara umum
meliputi batuk-batuk, demam dan produksi sputum purulen yang berlebihan.
Bronkhitis kronik
Etiologi
PPOK disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup yang sebagian besar bisa
dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOK. Biasanya
lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun. Penyakit ini dikaitkan
dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain merokok yang
berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, usia seseorang, jenis kelamin, ras,
defisiensi alfa-1 antitripsin, dan defisiensi anti oksidan.6
8
Epidemiologi
PPOK adalah penyebab kematian ke 4 di USA dan Eropa. Angka kematian pada
wantia meningkat 2 kali lipat lebih dalam 20 tahun terakhir. Menurut data Surkernas tahun
2001, penyakit pernafasan (termasuk PPOK) merupakan penyebab kematian ke-2 di
Indonesia. Prevalensi PPOK lebih tinggi pada negara-negara dimana merokok merupakan
gaya hidup, yang menunjukan bahwa rokok merupakan faktor risiko utama. Kematian akibat
PPOK sangat rendah pada pasien usia dibawah 45 tahun, dan meningkat dengan
bertambahnya usia.6
Patofisiologi
Gambar 3. Konsep patogenesis PPOK2
Bronkhitis kronik
-Keadaan klinis yang jelas dari bronchitis-bronkiolitis kronik adalah hipersekresi dari mukus.
Faktor penyebab tunggal yang paling penting adalah perokok, walaupun polusi udara yang
lain seperti sulphur dioksida dan nitrogen dioksida dapat menyertainya. Iritan ini secara
langsung atau melalui jalur neurohumoral dapat menyebabkan hipersekresi kelenjar mukus
bronkus, diikuti oleh hiperplasia dan metaplasia, pembentukan sel-sel goblet yang
mengeluarkan musin pada epitel permukaan kedua saluran udara besar ataupun yang kecil.
-Sekret ini apabila banyak akan menyebabkan hambatan aliran udara pada saluran udara yang
lebih besar. Dalam saluran udara kecil bahkan dapat lebih membuntu, karena adanya
emfisema sering menimbulkan hilangnya jaringan penyangga, dan perubahan tekanan udara
di dalam bronkioli alveoli menyempitkan jalan udara dan membatasi aliran udara.
9
-Keradangan mikrobial seringkali terjadi, tetapi berperan sekunder. Organisme tuan rumah
telah dapat diisolasi dari penderita, namun yang paling sering adalah spesies Klebsiella dan
Staphylococcus koagulase positif. Agen virus seperti adenovirus dan rhinovirus sincitia dari
pernafasan kadang-kadang juga dapat diidentifikasi.
Emfisema
-Asal usul dari dua bentuk emfisema, centriacinar dan panacinar, tidak sepenuhnya dipahami.
Terdapat opini yang menyatakan bahwa emfisema timbul sebagai konsekuensi dari dua
ketidakseimbangan yang kritikal, yaitu ketidakseimbangan protease-antiprotease dan
oksidan-antioksidan.8 Ketidakseimbangan tersebut hampir selalu berdampingan, dan pada
kenyataannya, efek mereka aditif dalam memproduksi hasil akhir dari kerusakan jaringan.
a) Hipotesis ketidakseimbangan protease-antiprotease
menyebabkan kenaikan aktivitas elastase dalam paru, kemungkinan diikuti beberapa
penghambat dari antielastase. Sumber elastase masih belum dapat ditetapkan, tetapi
umumnya dikaitkan dengan rangsangan rokok pada makin banyaknya jumlah neutrofil yang
kaya dengan elastase dan enzim katabolik lain, serta makrofag monosit yang mengandung
kadar elastase rendah pada kedua paru. Pada perokok, jumlah sel-sel tersebut akan lebih besar
dalam paru dari non-perokok. Walaupun makrofag dominan, kadang-kadang juga terdapat
neutrofil kemoatraktan.8
b)Hipotesis ketidakseimbangan oksidan-antioksidan
Pada keadaan normal, paru mengandung komplemen antioksidan ( superoksida dismutase,
glutation) yang memastikan kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi adalah
minimum. Asap rokok mengandung banyak radikal bebas yang dapat mengurangkan
mekanisme kerja anti-oksidan, yang dapat memicu pada kerusakan sel. Merokok telah
dilaporkan mempercepat inaktivasi alfa 1 antiproteinase karena mengandung oksidan.7
Gejala Klinis
Biasa PPOK menyerang orang yang berusia diatas 40 tahun. Dengan gejala sesak
napas yang semakin lama semakin memberat. Ketika beraktivitas, sesak akan bertambah
berat, dan biasa sesaknya menetap. Terdapat pula batuk kronik dengan biasanya ada sputum.
Penatalaksanaan
10
Penatalaksanaan terapi pada PPOK terdiri dari:
a) Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang mengendurkan otot polos di sekitar saluran udara,
meningkatkan kaliber saluran udara dan meningkatkan aliran udara. Mereka dapat
mengurangi gejala sesak napas, mengi dan pembatasan latihan, sehingga
peningkatan kualitas hidup orang dengan PPOK. Mereka tidak memperlambat
laju perkembangan penyakit yang mendasarinya. Bronchodilators biasanya
diberikan dengan inhaler atau melalui nebulizer. Ada dua jenis utama
bronkodilator, β 2 agonis dan antikolinergik.
Antikolinergik tampaknya unggul β 2 agonis di PPOK. Antikolinergik mengurangi
kematian pernapasan, sementara β 2 agonis tidak berpengaruh pada pernapasan
kematian. Masing-masing jenis dapat berupa long-acting (dengan efek yang
berlangsung 12 jam atau lebih) atau short-acting (dengan onset cepat efek yang
tidak terakhir sebagai panjang). Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi
kecuali pada eksaserbasi digunakan oral atau sistemik.
B) Anti Inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan
jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada
eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik.
c) Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi.
Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
d) Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan
simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
e) Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan
secara rutin merupakan kontraindikasi.8
Penatalaksanaan terapi pasien PPOK secara non farmakologi diawali dengan dan
pemantauan penyakit pasien serta mengurangi faktor resiko. Pasien dengan batuk kronis dan
produksi sputum dengan riwayat paparan terhadap faktor resiko harus dicek untuk fungsi
pernafasannya walaupun tidak mengalami dispnea. Spirometri merupakan standar baku
11
karena merupakan cara yang telah terstanarisir, reprodusibel, dan obyektif untuk mengukur
fungsi pernafasan. Penatalaksanaan terapi non farmakologidapat berupa:
Penghentian merokok
merupakan tahap pertama yang penting yang dapat memperlambat memburuknya tes
fungsi paru-paru, menurunkan gejala, dan meningkatkan kualitas hidup.
Rehabilitasi paru secara komprehensif (fisioterapi, latihan pernafasan, latihan
relaksasi, perkusi dada dan drainase postural dll)
Komplikasi
Ada tiga komplikasi pernapasan utama yang biasa terjadi pada PPOK yaitu gagal
nafas akut(Acute Respiratory Failure), pneumotoraks serta ada satu komplikasi kardiak yaitu
penyakit cor-pulmonale.
Acute Respiratory Failure (ARF)
Terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
saat tidur. Analisa gas darah arteri bagi pasien PPOK menunjukkan tekanan oksigen aarterial
(PaO2) sebesar 55mmHg atau kurang dan tekanan kaebondioksida (PaCO2) sebesar
50mmHg atau lebuh besar. Jika pasien atau keluarganya membutuhkan alat-alat bantu
kehidupan maka pasien tersebut dilakukan intubasi dan diberi sebuah respirator untuk
ventilasi secara mekanik.
Cor pulmonal
Cor pulmonal atau dekompensasi ventrikel kanan, merupakan pembesaran ventrikel
kanan yang disebabkan oleh overloading akibat dari penyakit pulmo. Komplikasi jantung ini
terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-paru yang rusak bagi penderita
PPOK.
Pneumothoraks
Pneumothoraks merupakan komplikasi PPOK serius lainnya. Pneumo berarti udara
sehingga pneumothoraks diartikan sebagai akumulasi udara dalam rongga pleural. Rongga
pleural sesungguhnya merupakan rongga yang khusus, yakni berupa lapisan cairan tipis
antara lapisan visceral dan parietal paru-paru. Funsi cairan pleura adalah untuk membantu
gerakan paru-paru menjadi lancar selama pernapasan berlangsung. Ketika uadara
terakumulasi dalam rongga pleural, maka kapsitas paru-paru untuk pertukaran udara secara
12
normal menjadi melemah dan hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan
hipoksemia.9
Prognosis
Prognosis tergantung pada beratnya obstruksi, adanya kor pulmonale, kegagalan
jantung kongestif, derajat gangguan analisa gas darah. Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila
pasien tidak berhenti merokok, penurunan fungsi paru akan lebih cepat dari pada bila pasien
berhenti merokok. Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur
dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan penyakit emfisema paru akan lebih
baik daripada penderita yang penyakitnya bronkitis kronik. Penderita dengan sesak nafas
ringan (<50 tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita
datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan sesak lebih berat
dan meninggal.
Pencegahan
Mencegah dengan cara kebiasaan merokok dihilangkan, menghindari polusi udara,
serta menjaga kesehatan kerja. Dan yang paling penting adalah menjaga kualitas gaya hidup.
Penutup
Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru yang terjadi karena
adanya sumbatan pada jalan napas yang berlangsung lama. PPOK terdiri dari 2 jenis, yaitu
bronkitis kronis dan emfisema. Gejalanya terdiri dari sesak napas dan batuk produktif yang
cukup lama. Penyebab dari penyakit ini adalah terutama karena menghirup asap rokok,
polusi, dan faktor genetik. Penanganannya dapat diberikan obat bronkodilator dan pemberian
oksigen.
Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 6. Jakarta: EGC; 2012.hal 496.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Diagnosis PPOK. Edisi 2003. Diunduh dari
http://www.klikpdpi.com/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=93, 23 Februari
2015
3. Robbins SL, Kumar V. Penyakit paru obstruktif menahun. Buku Ajar Patologi II 1995 ; 4 :
137-39
13
4. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit. Ed 5. Jakarta: EGC; 2007.hal 255-9.
5. Robbins, Cotran. Buku saku dasar patologis penyakit. Ed 7. Jakarta: EGC; 2009.hal
434-5.
6. Bambang SR, Barnawi H. Obstruksi saluran pernafasan akut. Jilid 2. Jakarta: FK UI;
2007.hal 984-5.
7. Underwood JCE . Emfisema. Patologi Umum dan Sistematik 2000 ; 2 : 402-4.
8. Isselbacher, et al. Harrison: prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC;
2010.hal 124.
9. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2003.hal 181-5.
14