Download - Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
1/29
BAB I
PENDAHULUAN
Keadaan gawat darurat dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja. Pasien
gawat darurat adalah pasien yang perlu pertolongan yang tepat, cermat dan cepat untuk
mencegah kematian atau kecacatan. Doktrin dasar yang digunakan ialah time saving is
life saving dimana waktu adalah nyawa. Sirkulasi yang berhenti 3-4 menit akan
mengakibatkan kerusakan otak yang permanen. Jika pasien mengalami hipoksemia
sebelumnya, batas waktu itu jadi lebih pendek. Bantuan hidup dasar yang dilakukan
dengan cara yang benar akan menghasilkan cardiac output 30 % dari cardiac output
normal.1
Hal pertama yang dilakukan adalah mencari tahu apakah pasien sadar atau tidak.
Pada pasien sadar yang dapat berbicara jelas menandakan jalan nafasnya bebas. Jika pasien
tidak sadar maka perhatikan nafas dengan cara melihat gerak nafas, mendengar suara nafas
dan merasakan desiran udara pernafasan dari mulut atau hidung pasien.2 Jika ada nafas,
cari suara nafas tambahan seperti snoringmenandakan sumbatan parsial hipofaring yang
disebabkan oleh dasar lidah; bunyi lengking (crowing) menandakan laringospasme; bunyi
kumur (gargling) menandakan adanya benda asing dan bunyi bengek (wheezing)
menandakan terdapat sumbatan bronkus2,3.
Contoh-contoh kedaruratan yang sering ditemukan sehari-hari, yaitu : tenggelam,
stroke, obstruksi/benda asing, inhalasi asap, reaksi anafilaksis, overdosis obat, sengatan
listrik, sufokasi, trauma, infark miokard, sambaran petir dan koma karena berbagai sebab. 1,2
Segera lakukan resusitasi pada pasien. Resusitasi adalah usaha kedokteran gawat darurat
untuk mencegah kematian korban yang masih mempunyai harapan hidup. Resusitasi
jantung paru dilakukan pertama kali dimana merupakan usaha kedokteran gawat darurat
untuk memulihkan fungsi respirasi dan atau sirkulasi yang mengalami kegagalan
mendadak pada pasien yang masih mempunyai harapan hidup. Sesegera mungkin
dilakukan bantuan hidup dasar yang meliputi penguasaan jalan nafas, bantuan nafas dan
sirkulasi.1
1
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
2/29
BAB II
ISI
2.1 Sumbatan Jalan Nafas
Obstruksi jalan nafas merupakan salah satu penyebab dari gagal nafas akut. 1 Penyebab
sumbatan jalan nafas antara lain benda asing, seperti muntahan atau darah di jalan nafas
atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan keluar oleh pasien yang tidak sadar.
Laringospasme biasanya disebabkan oleh rangsangan jalan nafas atas pada pasien stupor
atau koma dangkal. Sumbatan jalan nafas bawah dapat disebabkan oleh bronkospasme,
sekresi bronkus, sembab mukosa, inhalasi isi lambung atau benda asing.3
Berdasarkan derajat sumbatan, obstruksi jalan nafas dapat terjadi secara parsial atau
total.1,4 Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia (hipoksemia ditambah
hiperkarbia) henti nafas dan henti jantung (jika tidak dikoreksi) dalam waktu 5 sampai 10
menit. Sumbatan parsial berisik dan harus pula dikoreksi segera, karena dapat
menyebabkan kerusakan otak hipoksik, sembab otak atau paru dan penyulit lain serta dapat
menyebabkan kepayahan, henti nafas dan henti jantung sekunder.1
1. Sumbatan parsial jalan nafas1
Gambaran klinisnya adalah usaha nafas masih ada, suara nafas masih terdengar dan desiran
udara ekspirasi dari mulut atau hidung pasien masih terasa, yang dapat diketahui dengan
merasakan desiran udara melalui pemeriksaan dengan punggung tangan atau telinga dekat
mulut atau hidung pasien. Gejala dan tanda-tanda lain yang dapat dilihat pada sumbatan
jalan nafas parsial adalah :
aktivitas otot-otot bantu pernafasan meningkat
retraksi suprasternal dan interkostal
terdengar stridor
terdapat tanda-tanda hipoksia dan hiperkarbia
2. Sumbatan total jalan nafas1
Pada sumbatan jalan nafas total, sama sekali tidak terdengar suara nafas, tidak terasa
desiran udara dari mulut atau hidung pasien, usaha nafas pasien lebih meningkat dengan
timbulnya gerakan dada paradoksal dan lebih meningkatnya aktivitas otot bantu nafas,
tanda hipoksia dan hiperkarbia bertambah berat. Bila keadaan ini tidak segera
2
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
3/29
ditanggulangi, maka akan segera diikuti dengan berhentinya fungsi jantung karena
hipoksia berat.
Berdasarkan lokasi sumbatan, obstruksi jalan nafas dapat dibagi menjadi tiga lokasi :
1. Sumbatan di atas laring1
1.1 Lidah yang jatuh ke hipofaring
Hal ini bisa terjadi pada pasien tidak sadar, terutama pada pasien gemuk, leher pendek
dan lidah besar, misalnya pada bayi. Pada pasien tidak sadar, tonus otot penyangga
lidah menurun sehingga lidah jatuh ke arah posterior (terutama pada pasien dengan
posisi terlentang) dan menempel pada dinding posterior faring, sehingga terjadi
sumbatan parsial yang ditandai dengan suara nafas ngorok (snoring).1
Gambar 1. Mekanisme sumbatan jalan nafas pada keadaan terlentang
5
Usaha pertolongan yang dilakukan adalah triple airway manauver dari Safar yaitu
ekstensi kepala, mendorong mandibula ke depan dan membuka mulut. Pada pasien
yang menderita patah tulang leher, manuver ini harus dilakukan dengan hati-hati
tergantung keperluan.3 Ekstensi kepala dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan
menaruh bantal atau benda lain di bahu pasien. Bila dengan cara ini sudah dapat
membebaskan jalan nafas, posisi ini dipertahankan dan kepala pasien dimiringkan
untuk mencegah sumbatan karena benda cair atau pasien dimiringkan dengan posisi
miring stabil. Apabila dengan cara ini tidak berhasil dapat dipasang pipa orofaring atau
nasofaring.
1.2 Benda asing1
Sangat banyak benda asing yang dapat menimbulkan sumbatan jalan nafas, misalnya :
lendir, bekuan darah, gigi palsu yang lepas, muntahan atau makanan lainnya. Biasanya
terjadi sumbatan parsial yang ditandai dengan terdengarnya suara nafas gargling
(seperti orang berkumur) bila sumbatannya disebabkan oleh benda cair.
3
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
4/29
Usaha pertolongannya adalah membuka jalan nafas dengan triple airway manauver,
kemudian memiringkan kepala korban sambil mengorek dengan tangan (sapuan) atau
menghisap dengan alat hisap. Bila belum berhasil melapangkan jalan nafas, dapat
dilakukan laringoskopi dan kemudian mengambil benda yang ada di rongga mulut.
1.3 Penyakit infeksi atau tumor jalan nafas bagian atas1
Penyakit infeksi atau tumor di jalan nafas bagian atas yang dapat menimbulkan
sumbatan jalan nafas bagian atas adalah pembesaran tonsil, polip pada rongga hidung
dan beberapa tumor lain di rongga mulut dan dasar lidah. Usaha pertolongannya adalah
dengan cara operatif, yaitu mengangkat tumor atau bila tumornya tidak mungkin
diangkat dan sumbatannya bersifat darurat dan mengancam, dapat dilakukan tindakan
cricotirotomi dilanjutkan dengan tindakan trakeostomi.
1.4 Trauma di daerah muka1
Trauma kepala yang mengenai daerah maksilofasial dapat merusak struktur anatomi
regio ini sehingga akan menganggu aliran udara melalui jalan nafas. Usaha
membebaskan jalan nafas pada korban seperti ini adalah berusaha secepat mungkin
melakukan rekonstruksi jalan nafas bagian atas. Sementara hal ini belum bisa
dikerjakan, usaha melapangkan jalan nafas dilakukan dengan memasang pipa
endotrakea atau melakukan trakeostomi bila gagal melakukan pemasangan pipa
endotrakea.
2. Sumbatan pada laring1
2.1 Benda asing1
Benda asing dapat menyumbat rima glotis sehingga terjadi sumbatan total jalan nafas
atas. Gejala yang timbul adalah : korban akan segera memegang leher, tidak bisa
bicara, tidak bisa bernafas dan tidak bisa batuk. Beberapa saat kemudian diikuti dengan
sianosis dan penurunan kesadaran bila tidak segera diberikan pertolongan. Usaha
pertolongan yang dilakukan adalah bila pasien masih sadar, penolong berdiri
membelakangi korban dengan kedua tangan disilangkan di ulu hati, kemudian lakukan
hentakan 4 kali dengan kuat atau bisa juga dengan memukul punggung diantara tulang
scapula. Bila pasien tidak sadar, tidurkan terlentang dan dilakukan hentakan pada ulu
hati atau pasien dimiringkan dan dilakukan hentakan pada ulu hati atau pasien
dimiringkan dan dilakukan pukulan pada punggung seperti tersebut diatas. Bila
tindakan ini belum menolong, segera lakukan laringoskopi.
4
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
5/29
2.2 Penyakit infeksi1
Laringitis akut difteri atau non difteri yang sering menyerang anak-anak dapat
menimbulkan penyulit sumbatan jalan nafas. Pasien akan mengalami sumbatan jalan
nafas parsial sampai total dengan gejala klinis berupa stridor dengan aktivitas
pernafasan yang meningkat. Usaha pertolongannya adalah untuk sementara dilakukan
cricotirotomi kemudian segera dilakukan trakeostomi.
2.3 Reaksi alergi (anafilaktik) 1
Angioneuritik edema pada daerah laring merupakan salah satu gambaran dari suatu
reaksi alergi. Keadaan ini dapt menimbulkan sumbatan jalan nafas parsial sampai total
dengan gejala seperti tersebut diatas. Usaha pertolongannya adalah segera melakukan
tindakan cricotirotomi atau trakeostomi bila sumbatannya total. Tindakan pemberian
medikamentosa dapat diberikan tetapi selalu memperhatikan keadaan pasien. Bila
keadaan pasien bertambah buruk, segera diusahakan pembebasan jalan nafas seperti
tersebut diatas.
2.4 Tumor laring1
Polip pada laring atau pita suara dan tumor lain yang terdapat pada laring secara
langsung akan menutup jalan nafas secara parsial atau total tergantung pada besar dan
lokasi tumor. Usaha pertolongannya dengan segera mengangkat tumor tersebut bila
keadaan pasien memungkinkan. Akan tetapi bila keadaan tidak memungkinkan
sementara dapat dikerjakan trakeostomi.
2.5 Trauma laring1
Beberapa jenis trauma di daerah leher dapat menimbulkan sumbatan jalan nafas antara
lain : cekikan atau jeratan pada leher dan trauma langsung pada leher. Sumbatan jalan
nafas yang terjadi bisa parsial atau total dengan gejala seperti tersebut diatas. Usaha
pertolongannya adalah tergantung pada penyebabnya. Bila akibat jeratan atau cekikan
segera lepaskan jeratan atau cekikan tersebut. Bila karena sebab lain segera lakukan
trakeostomi.
2.6 Paralisis pita suara1
Paralisis pita suara paling sering disebabkan akibat lesi pada nervus laringeus rekurens
akibat manipulasi operasi di leher misalnya operasi tiroidektomi. Usaha
pertolongannya dengan segera melakukan trakeostomi.
5
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
6/29
3. Sumbatan di bawah laring1
Sumbatan jalan nafas di bawah laring bisa terjadi pada trakea dan bronkus.
3.1 Trakea
Sumbatan yang terjadi pada trakea dapat disebabkan oleh tumor yang mendesak trakea,
trauma akibat operasi yang dapat menimbulkan trakeomalasea dan trauma langsung
akibat kecelakaan yang lain. Gejala klinisnya berupa sumbatan parsial atau total jalan
nafas seperti tersebut diatas. Usaha pertolongannya dengan segera melakukan
pemasangan pipa endotrakea kemudian dilanjutkan dengan trakeostomi.
3.2 Bronkus
Sumbatan pada bronkus dapat disebabkan oleh benda asing, spasme bronkus dan
tumor. Bila sumbatannya disebabkan oleh aspirasi benda asing padat dan pada saat
kejadian pasien berdiri, maka benda asing ini akan cenderung masuk ke bronkus kanan.
Hal ini disebabkan karena anatomi bronkus kanan lebih vertikal. Gejala yang dapat
dijumpai pada pasien ini tergantung pada derajat sumbatannya, bisa parsial atau total
pada satu paru. Usaha pertolongannya adalah melihat langsung bronkus dengan ostea-
osteanya mempergunakan alat bronkoskopi, lalu menghisap atau menjepit benda asing
yang masuk dengan alat penjepit khusus. Bila sumbatannya oleh karena spasme
bronkus, akan terdengar suara nafas wheezing dan adanya tanda-tanda hipoksia dan
hiperkarbia. Usaha pertolongannya dengan segera memberikan bronkodilator
2.2 Tindakan Penguasaan Jalan Nafas3,6
Oksigenasi darurat pada pasien tanpa intubasi merupakan suatu seni yang dapat dikuasai
melalui pengalaman klinis terbimbing. Tindakan ini terus-menerus diperbaharui. Tindakan
ini hendaknya dipraktekkan dan dilatih sesempurna mungkin pada manekin; selanjutnya
akan lebih baik lagi bila juga diadakan praktek pada pasien dibawah pengawasan ahli
anestesiologi.
Jika dihadapkan kepada pasien yang tampak tidak sadar, dan memerlukan
pertolongan maka sambil menguasai jalan nafas lakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pastikan pasien tidak bereaksi (dengan gerakan atau goncangan ringan)
2. Mintalah pertolongan. Tetaplah bersama pasien.
Pengenalan sumbatan jalan nafas akut haruslah diteruskan dengan tindakan
terapeutik langkah demi langkah, dengan tetap mengingat jumlah personil yang tersedia,
latihan yang telah dijalankan dan penyulit-penyulit berbagai tindakan tersebut di atas yang
6
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
7/29
mungkin ditemukan. Tindakan penguasaan jalan nafas terutama ditujukan kepada pasien
tidak sadar yng memerlukan tindakan cepat dan progresif sampai sumbatan dapat diatasi.
2.2.1 Posisi3
Pasien tidak sadar hendaknya diletakkan horizontal. Hanya kalau diperlukan pembersihan
jalan nafas, maka pasien dapat diletakkan dengan posisi kepala di bawah (head-down tilt)
untuk mengeluarkan benda asing cair oleh gravitasi. Akan tetapi jangan meletakkan pasien
pada posisi tertelungkup (muka ke bawah) kerena muka sukar dicapai, menyebabkan
sumbatan mekanis dan mengurangi pengembangan dada.
1. Posisi lurus terlentang ditopang.
Dianjurkan untuk pasien koma diawasi yang memerlukan resusitasi. Peninggian
bahu dengan meletekkan bantal atau handuk yang dilipat di bawahnya
mempermudah ekstensi kepala. Akan tetapi jangan sekali-kali meletakkan bantal di
bawah kepala pasien yang tidak sadar (karena ini menyebabkan leher fleksi
sehingga menyebabkan sumbatan hipofaring) kecuali pada waktu intubasi trakea.
Pada kasus trauma pertahankanlah kepala-leher-dada pada satu garis lurus;
ekstensikan kepala sedang, jangan maksimum. Jangan memutar kepala korban ke
samping; jangan memfleksikan kepala. Jika korban harus dimiringkan untuk
membersihkan jalan nafasnya, pertahankanlah kepala-leher-dada tetap dalam satu
garis lurus, sementara penolong lain memiringkan korban.
2. Posisi sisi mantap
Dianjurkan untuk pasien koma bernafas spontan untuk memudahkan benda asing
cair mengalir dari mulut oleh gravitasi. Ini terutama penting pada korban masal.
Posisi ini diperoleh dengan menggulingkan pasien pada sisinya, memfleksikan
tungkai sebelah bawah dan meletakkan lengan sebelah bawah di belakang
punggungnya serta tangan dan lengan sebelah atas diletakkan di bawah dagu untuk
menahan kepala tetap ekstensi. Jika pasien dipindahkan, topanglah kepala agar
tidak memperberat cedera tulang belakang leher. Beberapa orang mengajarkan
posisi sisi mantap sebagai langkah pertama untuk membersihkan jalan nafas
susudah menentukan ketidaksadaran, kemudian jika diperlukan ventilasi buatan
dengan pasien ditelentangkan.
2.2.2 Ekstensi Kepala3,5,7
Jika korban tidak sadar, ekstensi kepala, pendorongan mandibula ke depan atau keduanya,
mencegah sumbatan hipofaring oleh dasar lidah. Kedua gerak tersebut meregangkan
7
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
8/29
jaringan antara laring dan mandibula sehingga dasar lidah terangkat dari dinding posterior
faring.
Jika pasien tidak sadar, letakkanlah pada posisi terlentang (muka ke atas) dan
ekstensikan kepala dengan mengangkat leher ke atas, dengan cara meletakkan satu tangan
di bawah leher korban dan tangan yang satu lagi pada dahinya. Ini biasanya akan
menyebabkan mulut sedikit terbuka.
Jika mulutnya tertutup atau dagunya terjatuh (leher tidak teregang) maka lakukan
penopangan dagu, dengan memindahkan tangan yang di bawah leher untuk menopang
dagu ke depan; bukalah mulutnya sedikit, tanpa menekan bagian leher di bawah dagu
karena menyebabkan sumbatan.
Gigi palsu yang terpasang dengan baik dibiarkan saja pada tempatnya, kerena hal
ini akan mempertahankan bentuk mulut dan memudahkan ventilasi buatan; tetapi jika
terlepas, gigi palsu harus dikeluarkan.
Pengangkatan leher atau penopangan dagu dapat dipakai bergantian. Penopangan
dagu tidak mendorong mendibula ke depan. Jika penyumbatan jalan nafas tetap ada, maka
mandibula hendaklah didorong ke depan dan mulut dibuka.
2.2.3 Triple airway manauver1,5,7
Pada kira-kira 20% pasien tidak sadar, ekstensi kepala saja tidak cukup untuk membuka
jalan nafas. Pada keadaan demikian mandibula perlu didorong ke depan sebagai tambahan
untuk membuka jalan nafas. Bahkan bila kedua gerak inipun dilakukan bersama masih
mungkin terjadi sumbatan waktu ekspirasi di nasofaring pada kira-kira sepertiga pasien
tidak sadar jika mulut tertutup. Karena itu mulut hendaknya sedikit dibuka. Sehubungan
dengan ini perlu dicatat bahwa jika mulut terbuka lebar keregangan leher akan berkurang,
sehingga sumbatan total atau parsial di hipofaring kembali lagi. Akan tetapi keregangan
leher yang diperlukan dapat diperoleh kembali dengan mendorong mandibula ke depan.
Penarikan yang terjadi pada otot laring mengurangi laringospasme. Pengamatan tersebut
diatas menghasilkan gerak jalan nafas tripel suatu kombinasi: ekstensi kepala,
pembukaan mulut, pendorongan mandibula ke depan sebagai cara manual ideal untuk
memperoleh potensi jalan atas supralaring. Walaupun gerak ini secara teknis sukar,
penyelidikan-penyelidikan telah menunjukkan bahwa cara ini dapat diajarkan dan dikuasai
oleh orang awam.
8
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
9/29
Gambar 2.
Ekstensi kepala dan mengangkat dagu5
Gambar 3. Membuka mulut5
Jika pasien bernafas spontan, tempatkanlah diri anda pada verteksnya. Peganglah
kedua ramus asenden mandibula di depan daun telinganya dengan mengguanakan jari 2-5
(atau 2-4) kedua tangan dan tarik dengan paksa ke atas (ke depan). Ini akan mendorong
mandibula sehingga gigi geligi bawah berada di depan gigi geligi atas. Retraksikan bibir
bawah dengan kedua ibu jari. Jangan memegang ramus horizontal mandibula kerena ini
dapat menutup mulut.
Tindakan ini menyebabkan nyeri. Kerena itu selain membuat jalan nafas paten inijuga berguna menilai dalamnya ketidaksadaran. Pasien yang tidak memberikan tanggapan
yang bertujuan dapat dianggap berada dalam koma.3
Untuk ventilasi mulut ke mulut langsung dengan ekstensi kepala ditambah
pendorongan mandibula, tempatkan diri anda pada posisi kepala pasien. Sesuaikan tangan
pada posisi nyaman (misal: kedua siku bertopang pada tanah), lingkarilah mulut pasien
seluasnya dengan kedua bibir dan tutup hidung pasien dengan pipi ketika meniup. Untuk
ventilasi mulut ke hidung lingkari seluruh hidung dengan bibir dan tutup mulut pasiendengan pipi atau ibu jari. 3
9
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
10/29
Pada pasien yang lemas anda juga dapat mendorong mandibula ke depan dengan
efektif dengan menariknya ke depan dengan ibu jari anda berada dalam mulutnya
(pengangkatan mandibula dengan ibu jari). Jangan memakai cara ini jika pasien responsif
karena pasien dapat menggigit ibu jari anda. Selama pernafasan mulut ke mulut mungkin
sukar penutupan yang baik dengan kedua bibir anda mengelilingi ibu jari anda.3
Pada pasien dengan kecurigaan cedera leher ekstensi kepala maksimum dapat
memperberat cedera medulla spinalis (fleksi dan rotasi kepala merupakan indikasi kontra
mutlak), maka pendorongan mandibula ke depan dengan ekstensi kepala sedang
merupakan cara terbaik penguasaan jalan nafas selain daripada intubasi trakea. 3
2.3 Pembersihan Jalan Nafas Manual3,7
Bila upaya inflasi tekanan positif mengalami sumbatan walaupun telah dilakukan ekstensi
kepala, pembukaan mulut dan pendorongan mandibula dan dicurigai adanya benda asing di
jalan nafas atas, maka mulut harus dibuka dengan paksa dan dibersihkan dari benda asing.
1. Paksalah membuka mulut dengan menggunakan salah satu dari tiga gerak di bawah
ini:
a. Gerak jari menyilang. Untuk mandibula yang agak lemas. Tempatkanlah
diri anda pada puncak atau samping kepala pasien. Masukkan jari telunjuk
anda ke dalam sudut mulutnya dan tekanlah jari ini pada gigi geligi atas,
kemudian tekanlah gigi geligi bawah dengan ibu jari yang menyilang jari
telunjuk tadi sehingga mulut dipaksa membuka. Supaya tersisa cukup ruang
untuk memasukkan alat taruhlah jari anda sejauh mungkin pada sudut mulut
pasien.
b. Gerak jari di belakang gigi geligi. Untuk mandibula yang kaku. Masukkan
satu jari telunjuk diantara pipi dan gigi geligi pasien dan ganjalkan ujung
jari telunjuk tadi di belakang molar terakhir.
c. Gerak mengangkat mandibula lidah. Untuk mandibula yang lemas betul.
Masukkan ibu jari anda ke dalam mulut dan faring pasien dan dengan ujung
ibu jari anda angkat dasar lidah. Jari-jari lainnya memegang mandibula tadi
pada dagu dan angkat ke depan.
Gerak tersebut di atas untuk memaksa membuka mulut juga diperlukan
untuk pengisapan, pemasukan alat jalan nafas dan laringoskop.
2. Sapukan satu atau dua jari (barangkali dibungkus sepotong kain) ke dalam mulut
dan faring untuk membersihkannya. Keluarkan benda asing cair dengan telunjuk
10
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
11/29
dan jari tengah. Usahakan mengeluarkan benda asing padat dari faring dengan
telunjuk yang dibengkokkan atau memakai telunjuk dan jari tengah sebagai
penjepit.
Gambar 4. Mengorek keluar benda asing pada rongga mulut7
3. Alirkan keluar benda asing cair dengan memutar kepala ke samping. Pada korban
kecelakaan harus dihindarkan fleksi atau rotasi kepala ke samping, karena dapat
memeperberat cedera medulla spinalis. Jika kepala korban perlu dimiringkan, maka
seluruh tubuh hendaknya dimiringkan sebagai satu kesatuan, seorang pembantu
memegang kepala, leher dan dada dalam satu garis lurus.
2.4 Membersihkan Jalan Nafas Dengan Pengisapan3
Pengisapan tidak dimasukkan ke dalam pembersihan manual karena memerlukan
perlengkapan. Perlengkapan pengisap mencakup suatu sumber vakum, sebuah yoke
dengan katup pengontrol, sebuah botol penampung tidak dapat pecah, sebuah pipa
penghubung berpenampang besar tidak dapat terlipat, kateter dan ujung penghisap steril
berbagai ukuran, air pembilas dan sebuah perangkap isap (suction trap).
Alat penghisap faring hendaknya cukup kuat untuk membersihkan benda asing
setengah padat. Sebaliknya alat tersebut menghasilkan tekanan negatif paling sedikit 300
mmHg. Jika pipa ditutup dan aliran udara sedikitnya 30 liter permenit jika pipa terbuka.
Alat penghisap dinding dapat sekuat itu; sedangkan unit penghisap portable merupakan
hasil kompromi karena tidak ada memenuhi persyaratan tadi.
Untuk pengisapan trakeobronkus pada orang dewasa diperlukan tenaga pengisap
yang lebih kecil, pada anak kecil dan pada bayi tenaga ini lebih kecil lagi. Untuk
11
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
12/29
penghisapan trakeobronkus, tenaga yang digunakan hendaknya dapat dikontrol guna
mencegah cedera paru dan asfiksia akibat kolapsnya paru.
Untuk penghisapan mulut dan orofaring, gunakanlah alat penghisap tonsil. Alat ini
adalah ujung penghisap kaku (besi atau plastik) dengan beberapa lubang. Paksalah
membuka mulut dengan dengan salah satu cara yang telah disebutkan dan sapukanlah
ujung penghisap ke dalam mulut dan faring. Hisaplah lubang hidung bergantian sambil
menutup lubang hidung lainnya.
Untuk penghisapan trakeobronkus dan nasofaring gunakanlah kateter ujung
lengkung lunak yang diberi cukup pelicin. Ujung lengkung ini memungkinkan kateter
dimasukkan ke dalam salah satu bronkus utama, sedangkan kateter yang lurus biasanya
hanya masuk ke dalam bronkus utama kanan karena sudutnya terhadap trakea lebih kecil.
Pemasukan kateter melalui pipa trakea atau trakeostomi ke dalam bronkus utama kiri dapat
pula dipermudah dengan memutar kepala ke kanan. Pilihan kateter isap trakeobronkus
dengan diameter yang masih meninggalkan ruang antara dinding pipa trakea dengan
tempatnya kateter isap, ssehingga udara masih dapat masuk ke dalam paru selama
penghisapan. Gunakanlah pipa isap trakea dengan bentuk T, Y atau lubang samping
diputar. Gunakanlah perangkap isap untuk melihat dan memeriksa bahan yang terisap.
Usaha penghisapan nasotrakea secara buta pada pasien tidak diintubasi
memerlukan posisi mencium (sniffing position) duduk dengan oksiput yang diangkat,
kepala ekstensi dan miring ke depan. Sesudah analgesia permukaan rongga hidung, sebuah
kateter ujung lengkung yang diberi cukup pelicin, dimasukkan selama inhalasi dalam
sambil lidah ditarik ke depan dengan kasa kering. Teknik ini hanya aman pada pasien sadar
dan kooperatif. Akan tetapi pada stupor atau koma ini dapat menyebabkan laringospasme
intraktabel, muntah disertai aspirasi dan henti jantung reflek dan asfiksik.
2.5 Pukulan dan Hentakan Untuk Sumbatan Benda Asing3,5
Teknik ini memang kontroversial. Di AS laju kematian akibat benda asing terhirup atau
tertelan berjumlah 3.000 setahun, tetapi di negara lain agaknya lebih kecil. Oleh karena
hanya sedikit kasus ini yang terbukti mengalami sumbatan benda asing pada waktu otopsi,
maka kematian jantung mendadak mungkin merupakan penyebab kematian sebagian besar
kasus ini.
Pada aspirasi benda asing yang disaksikan, jika pasien sadar dan tersumbat parsial,
maka hendaknya ia disusruh batuk dan meludahkan keluar. Akan tetapi perabaan dengan
jari, hentakan dan pukulan hendaknya dihindarkan, karena dapat memperberat sumbatan.
12
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
13/29
Pasien hendaknya dibawa secepatnya ke rumah sakit atau dokter terdekat dengan
pemberian oksigen selama perjalanan.
Pada aspirasi benda asing yang disaksikan, bila pasien sadar atau tidak, disertai
sianosis, batuk tidak efektif atau sumbatan total (tidak dapat batuk), maka setiap tindakan
yang mungkin efektif dapat dibenarkan sebagai tindakan yang terpaksa dilakukan.
Hendaknya jangan hanya satu cara total tiba-tiba dapat menyebabkan hilangnya kesadaran
karena hipoksia dalam waktu 1-2 menit.
Sumbatan berat benda asing dicurigai pada: (1) pasien sadar yang tiba-tiba tidak
dapat berbicara atau batuk dan/atau mengisyaratkan bahwa ia tersedak (misal: mencekam
lehernya); (2) pada pasien tidak sadar jika paru tidak dapat diinflasi walaupun jalan nafas
atas telah dikuasai dan (3) jika inhalasi benda asing disaksikan.
Cara-cara optimum untuk menguasai sumbatan jalan nafas yang disebabkan oleh
aspirasi benda asing memerlukan perlengkapan tambahan, seperti laringoskop, atau spatel
lidah dan senter untuk visualisasi mulut, faring dan laring; forseps atau alat pengisap untuk
mengeluarkan benda asing dengan penglihatan langsung dan jika sumbatan total tetap ada,
maka diperlukan perlengkapan krikotirotomi atau insuflasi jet translaring. Akan tetapi
perlengkapan ini hanya digunakan oleh tenaga kesehatan professional yang terlatih
memakainya.
Upaya pengambilan benda asing dengan alat secara buta berbahaya. Tidak ada data
yang menyokong manfaat alat-alat untuk mengeluarkan benda asing tanpa penglihatan
langsung. Sebaliiknya untuk orang awam, lebih-lebih pada pasien tersedak yang masih
sadar, pukulan punggung pernah dianjurkan. Hentakan abdomen telah dianjurkan
belakangan ini oleh penemunya dan ditambahkan pada langkah-langkah RJP.
Rekomendasi pemakai teknik hentakan ini didasarkan atas pengamatan bahwa pasien sadar
dengan sumbatan total benda asing mendadak. Mengeluarkan benda asing ini dengan
hentakan abdomennya. Akan tetapi didapat juga bukti bahwa dengan cara ini terjadi juga
kegagalan.
13
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
14/29
Gambar 5. Hentakan punggung/ulu hati pada sumbatan akibat benda asing7
Bukti fisiologik menunjukkan bahwa pukulan punggung, hentakan abdomen dan
dada menghasilkan peninggian tekanan jalan nafas sedikit jika jalan nafas tertutup
(pukulan lebih baik daripada hentakan) dan hanya laju aliran udara yang lambat jika jalan
nafas terbuka (hentakan lebih baik daripada pukulan). Keduanya tidak menghasilkan
tekanan atau aliran seefektif yang dihasilkan oleh batuk alamiah dan perbedaan ini lebih
nyata lagi pada pasien tersedak setelah terbatuk-batuk mengalami sumbatan dengan
volume paru residu redah. 3
Penyulit yang mungkin terjadi pada hentakan abdomen meliputi robekan lambung,kerusakan hati dan alat-alat serta induksi regurgitasi. Hentakan dada yang pada dasarnya
sama dengan kompresi jantung luar, mungkin lebih aman. Dengan alasan ini beberapa
orang lebih menyukai hentakan dada daripada abdomen untuk pasien tidak sadar. Hentakan
dada dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel pada jantung sakit hipoksik. Dianjurkan
langkah-langkah berikut ini: 3
1. Jika pasien sadar, suruh batukkan keluar benda asing tersebut. Jika gagal dalam
waktu beberapa detik, suruh pasien membuka mulutnya (jika tidak sadar paksabuka mulutnya), sapu mulut dan faring dengan jari yang dibengkokkan atau dengan
alat pengisap. Beberapa pihak tidak menganjurkan menggunakan jari pada korban
sadar. Tenaga terlatih hendaknya memakai laringoskop (atau spatel lidah dan
senter) dan forseps (forseps Magill dan Klem Kelly) untuk mengeluarkan benda
asing dengan penglihatan langsung.
2. Jika cara diatas gagal3
a. Pada pasien sadar, lakukan 3-5 kali pukulan punggung diikuti 3-5 kali
hentakan abdomen atau dada dan ulangi usaha-usaha pembersihan.
14
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
15/29
b. Pada pasien tidak sadar, letakkan pasien horizontal dan usahakan ventilasi
paru (inflasi kuat lambat sering dapat memaksa udara melewati benda
asing). Jika ini gagal, lakukan 3-5 kali pukulan punggung diikuti 3-5 kali
hentakan abdomen atau hentakan dada (sama dengan kompresi jantung
luar). Ulangi usaha pembersihan dan ventilasi. Jika ini juga gagal ulangi
urutan ventilasi atau sampai perlengkapan untuk pengeluaran benda asing
dengan penglihatan langsung tiba. Selama usaha ventilasi, pendorongan
mandibula dapat membantu mengurangi sumbatan dengan melebarkan
hipofaring. Periksa denyut nadi, bila tidak teraba tambahkan RJP pada
usaha pembersihan.
3. Sebagai tindakan terakhir, krikotirotomi atau insuflasi jet oksigen translaring dapat
digunakan jika tenaga terlatih dan perlengkapan tersedia.
Jangan menggunakan hentakan abdomen pada bayi dan anak kecil karena bahaya
timbulnya cedera hati. Pada wanita hamil teknik ini juga jangan dipakai. Akan tetapi
kurang banyak bukti yang terkumpul untuk menyatakan bahwa kedua teknik ini lebih baik
dibandingkan dengan kemungkinan kombinasi lain. Beberapa orang tidak mengajarkan
pukulan atau hentakan ini.
2.6 Bantuan Nafas1
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya menilai apakah pasien bernafas spontan
atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan gerak nafas pasien atau
mendengarkan atau merasakan aliran udara nafas pada mulut dan hidung.2 Bila tidak
bernafas spontan atau bernafas tetapi tidak adekuat, segera berikan nafas buatan.
Sebab-sebab henti nafas :
1. Depresi pusat nafas
Disebabkan oleh trauma kapitis, infeksi intrakranial, obat-obatan yang mempunyai efek
depresi pusat nafas, misalnya narkotika dan beberapa obat anestesia9 serta keracunan.
2. Kelumpuhan otot pernafasan
Disebabkan oleh penyakit infeksi seperti poliomyelitis dan Guillan Barre, penyakit saraf-
otot seperti miastenia gravis, trauma medula spinalis, obat-obatan seperti streptomisin,
kanamisin, polimiksin dan derivat aminoglikosida yang lain dan akibat penggunaan obat
pelumpuh otot.
Usaha pemberian nafas buatan dapat dilakukan tanpa alat atau dengan alat bantu
nafas, mempergunakan uadra ekspirasi penolong atau dengan udara atmosfer disertai
15
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
16/29
dengan campuran oksigen murni yang telah disiapkan dalam tabung. Udara ekspirasi
penolong masih bias diberikan karena udara ekspirasi ini masih mengandung oksigen
sebanyak 16-18 %. Walaupun di dalamnya terdapat CO2, akan tetapi CO2 ini tidak akan
masuk ke dalam tubuh karena tekanan parsial CO2 di dalam darah pasien yang henti nafas
lebih tinggi dari udara ekspirasi penolong.
Berikut ini beberapa cara pemberian nafas buatan1 :
1. Dari mulut penolong ke mulut pasien (mulut ke mulut) atau ke hidung pasien
(mulut ke hidung)
Cara ini mempergunakan udara ekspirasi penolong. Udara ekspirasi ditiupkan ke mulut
atau hidung penderita sebanyak kira-kira 2 kali volume tidal penderita dengan
frekuensi nafas disesuaikan dengan kebutuhan penderita. Diupayakan melakukan
hiperventilasi. Proses ekspirasi penderita dilakukan secara pasif dengan cara
melepaskan mulut penolong dari mulut atau hidung penderita setelah selesai meniup.
2. Dari mulut penolong melalui pipa S
Prosesnya sama dengan diatas, hanya penolong meniupkan udara ekspirasinya melalui
pipa orofaring S yang telah dipasang terlebih dahulu. Selesai meniup, mulut dilepas
adri pipa S dan pasien berekspirasi melalui pipa S ke udara atmosfer.
3. Dari mulut penolong lewat sungkup muka
Prosesnya sama dengan diatas tapi menggunakan sungkup muka. Sungkup muka
dipasang sedemikian rupa sehingga menutupi mulut dan hidung pasien serta
diusahakan tidak ada kebocoran pada celah antara sungkup dengan muka pasien.
Penolong meniupkan udara ekspirasinya melalui lubang (inlet) sungkup muka.9,10
4. Mempergunakan alat bantu nafas manual balon sungkup
Cara ini berbeda dengan ketiga cara-cara diatas. Udara yang digunakan adalah udara
atmosfer atau bisa dicampur dengan oksigen murni yang berasal dari tabung oksegen
yang telah disiapkan. Caranya dengan tangan kakan memompa balon sedangkan tangan
kiri mempertahankan ekstensi kepala dan menekan sungkup pada muka penderita agar
tidak bocor. Diusahakan melakukan hiperventilasi.
5. Mempergunakan balon ke pipa endotrakea
Cara ini sama dengan cara diatas, tetapi terlebih dahulu harus memasang pipa
endotrakea melalui mulut atau hidung, selanjutnya bantunan nafas dilakukan dengan
balon yang dihubungkan ke pipa endotrakea.
16
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
17/29
6. Nafas buatan dengan alat bantu nafas mekanik (ventilator)
Alat bantu nafas mekanik (ventilator) adalah alat bantu nafas otomatis dengan fasilitas
lengkap sesuai dengan kebutuhan penderita.
Pada nafas buatan dari mulut ke mulut, hidung pasien harus ditutup. Sebaliknya kalau dari
mulut ke hidung, mulut pasien harus ditutup. Selanjutnya berikan 3-5 kali tiupan nafas
dengan cepat dan dalam tanpa memberikan pasien untuk ekspirasi penuh sehingga bagian
paru yang menguncup kembali mengembang. Tanda-tanda nafas buatan adekuat adalah
dada pasien naik-turun, terdengar atau terasa adanya aliran udara ekspirasi pasien.
2.7 Intubasi faring3,8
Pipa nasofaring dan orofaring, biasa dikenal sebagai alat jalan nafas, menahan dasar lidah
ke depan dan menghilangkan sumbatan bibir, gigi geligi dan hidung. Dengan demikian alat
ini dapat mengganti dua komponen gerak jalan nafas tripel yaitu pendorongan mandibula
dan pembukaan mulut, yang tidak mudah dipertahankan dalam waktu lama. Bahkan
dengan pipa terpasang, komponen ketiga gerak jalan nafas tripel, ekstensi kepala, masih
diperlukan. Ini diperlukan karena pada leher yang fleksi ujung pipa agak tertarik ke luar
dan dasar lidah tertekan pada dinding farings posterior dan terletak antara ujung pipa dan
larings. Kadang-kadang pasien tetap memerlukan pendorongan mandibula walaupun
terpasang pipa faring.
Alat jalan nafas hendaknya hanya dimasukkan pada pasien koma saja karena dapat
menyebabkan laringospasme atau muntah pada orang dengan refleks jalan nafas yang utuh.
Akan tetapi alat jalan nafas yang diperpendek dapat dipakai sebagai pengganjal mulut
(mencegah gigitan) pada pasien sadar atau stupor. Pipa nasofaring dapat menyebabkan
epistaksis, tetapi dapat dikurangi dengan menggunakan pipa lunak dan teknik yang benar.
Keuntungan pipa nasofaring dibanding pipa orofaring adalah dapat pula
dimasukkannya alat ini pada pasien trismus atau rahang terkatup dan dapat diterima lebih
baik oleh pasien stupor ringan. Pipa orofaring memberikan jalan nafas lebih lebar.
Pipa nasofaring karet atau plastik yang sangat lunak, masukkan pipa dengan cukup
pelicin (sebaiknya dengan pelicin analgetik yang larut dalam air) sejajar langit-langit
sampai anda merasakan kehilangan tahanan sudut jalan nafas nasofaring. Kemudian
dimasukkan lebih dalam lagi sampai aliran udara optimum. Pemasukan terlalu dalam dapat
menyebabkan laringospasme atau masuk esophagus atas. Periksa aliran udara sebelum pipa
difiksasi dengan plester.
17
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
18/29
Gambar 6. Memasang pipa nasofaring7
Pipa orofaring adalah jenis Guedel. Tersedia dalam berbagai ukuran dan dibuat dari
karet, plastik atau logam. Untuk resusitasi hendaknya tersedia paling sedikit tiga ukuran
(dewasa, anak, bayi). Untuk memasukkannya pertama-tama paksalah membuka mulut
dengan gerakan jari menyilang, pengangkatan lidah-mandibula atau jari dibelakang gigi
geligi. Kemudian masukkan pipa melalui sebelah atas lidah. Ini dapat dilakukan dengan
mula-mula memasukkan pipa kedalam mulut dengan lengkung terbalik (cembungan ke
arah kauda) dan kemudian memutarnya ke posisi seharusnya atau dengan memakai spatel
lidah menekan lidah sambil pipa dimasukkan. Penempatan pipa orofaring yang tidak dapat
mendorong kembali lidah ke faring yang kuat juga harus dihindari. Gigi geligi dengan
mudah rusak. Hendaknya bibir jangan sampai terjepit antara gigi geligi dengan pipa. 3
Pipa S adalah alat jalan nafas mulut ke mulut berbentuk S, yang dapat dibalik untuk
memberikan dua macam ukuran. Operator mencegah kebocoran udara dengan satu tangan
menjepit hidung, dan tangan lain menekan sayap pipa S ke bibir atau dengan tonjolan tenar
kedua ibu jari menjepit hidung, ujung ke dua ibu jari menekan sayap serta jari-jari menarik
kedua ramus asenden mandibula.3
18
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
19/29
Gambar 7. Memasang pipa orofaring akibat sumbatan lidah7
2.8 Intubasi Trakea3,8
Pipa endotrakea dapat mengisolasi jalan nafas, mempertahankan patensi, mencegah
aspirasi serta mempermudah ventilasi, oksigenasi dan pengisapan. Teknik intubasi
endotrakea yang telah membuat perubahan besar dalam anestesia dan resusitasi dirintis
oleh banyak orang termasuk Chaillou, Magill, Macintosh, Gillespie, Waters dan Deming.
Intubasi endotrakea diindikasikan sebagai pilihan terakhir penguasaan jalan nafas
darurat pada pasien tidak sadar. Diindikasikan pada kebanyakan pasien koma jika tidak
sedemikian dangkal sehingga refleks jalan nafas atas masih utuh, koma diduga berlangsung
sebentar serta pasien dijaga terus oleh tenaga yang berpengalaman dalam penguasaan jalan
nafas pada pasien tidak diintubasi. Sebagai pedoman pasien yang dapat menerima usaha
intubasi memerlukan suatu pipa trakea.
Intubasi endotrakea juga diindikasikan pada pasien sadar dengan: (1) pembersihan
spontan trakeobronkus yang tidak adekuat; (2) dicurigai aspirasi; (3) tidak adanya refleks-
refleks laring atau (4) kebutuhan akan ventilasi mekanis jangka panjang. Sesudah 7 sampai
10 hari hendaknya dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini.
Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya perbaikan balon dan
pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika ekstubasi diperkirakan dapat
dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi pasien sadar tertentu memerlukan
ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin merasa lebih nyaman dan diberi
kemungkinan untuk mampu berbicara jika trakeotomi dilakukan lebih dini.
Penguasaan jalan nafas manual, upaya ventilasi dan oksigenasi tanpa perlengkapan
atau alat bantu sederhana hendaknya selalu dilakukan lebih dahulu sebelum upaya intubasitrakea. Akan tetapi selama RJP inflasi paru yang menyertai kompresi jantung
19
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
20/29
memerlukkan tekanan di dalam faring yang tinggi yang mungkin menyebabkan insuflasi
lambung. Ini dapat menyebabkan regurgitasi dan aspirasi. Karena itu selama RJP trakea
hendaknya diintubasi sedini mungkin tetapi hanya sesudah preoksigenasi yang adekuat dan
tanpa menghentikan kompresi jantung lebih dari 15 detik setiap hari. Sekali pipa
endotrakea terpasang inflasi paru tidak harus sinkron dengan kompresi dada.
Intubasi trakea dapat dilakukan melalui mulut atau hidung. Intubasi orotrakea lebih
disukai pada keadaan darurat karena dapat dikerjakan lebih cepat dan kurang traumatik
daripada intubasi nasotrakea.
2.8.1 Perlengkapan intubasi endotrakea3
Perlengkapan yang diperlukan untuk laringoskop, pengambilan benda asing dan intubasi
trakea hendaknya tersedia pada setiap pos bantuan hidup pra rumah sakit, ambulans,
bagian darurat, ICU, dan bagian lain tertentu di rumah sakit. Perincian tergantung pada
individu. Yang penting siap pakai segera. Semua perlengkapan hendaknya sering diperiksa
untuk patensi pipa trakea, balon pipa, baterai laringoskop, dsb.
Spesialis anestesiologi, dokter critical care, dokter emergency dan tenaga
ambulans hendaknya mampu mengintubasi trakea baik dengan daun laringoskop yang
lurus (Magill) maupun bengkok (Macintosh). Daun lurus dibuat untuk mengangkat
epiglotis secara langsung, sedang daun bengkok, yang dimasukkan ke dalam valekula tepat
di atas epiglotis, mengangkat epiglotis tidak langsung dengan menarik frenulum gloso-
epiglotis. Daun bengkok tidak menyentuh laring dan karena itu mungkin kurang traumatik
dan kurang merangsang refleks; juga memberi ruangan lebih luas untuk melihat dan
memasukkan pipa. Intubasi pada anak memerlukan daun laringoskop pediatrik khusus.
Gambar 8. Perlengkapan intubasi endotrakea7
20
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
21/29
Kebanyakan pipa endotrakea terlalu panjang dan harus dipotong. Panjang pipa
yang dibutuhkan dapat diperkirakan dengan meletakkannya disamping muka dan leher
pasien dengan bifurkasio trakea terletak pada pertemuan manubrium-sternum. Diameter
pipa yang tepat sangat penting, terutama dalam pemilihan pipa untuk anak, tetapi dapat
diperkirakan dari besarnya diameter jari kelingking anak. Untuk meja resusitasi persediaan
pipa dengan diameter 6-10 mencukupi.
Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai pipa
dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi pipa tanpa
balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya tidak dipakai karena
dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar dapat
dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak besar sama
dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan memakai balon tekanan
terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak iritasif. Pipa yang diperkuat dengan
lingkaran kawat mungkin terlipat atau tertekan tetapi lebih susah memasukkannya. Semua
pipa harus mempunyai penyambung jantan (male fitting).
Stilet plastik atau logam berujung tumpul yang dapat dibentuk membuat lengkung
pipa dapat diatur. Bila digunakan, ujung stilet hendaknya tidak keluar dari ujung distal
pipa. Pemakaian stilet lurus yang dibengkokkan 450 pada seperlima bagian distal , bersama
dengan daun laringoskop bengkok memudahkan intubasi pada keadan sulit, bahkan jika
hanya epiglotis yang dapat dilihat.
Gambar 9. Intubasi endotrakea7
21
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
22/29
2.8.2 Intubasi cepat3
Pasien dengan lambung yang penuh yang memerlukan anestesia umum atau dalam koma
akibat penyakit atau cedera, mungkin memerlukan intubasi cepat. Persiapkan pengisap
untuk regurgitasi. Pilihan antara posisi terlentang atau setengah duduk kontroversi. Posisi
terlentang (terutama jika kepala direndahkan) dapat mengatasi aspirasi, sedangkan posisi
setengah duduk dapat mengurangi kemungkinan regurgitasi. Sesudah preoksigenasi (lebih
disukai dengan oksigen 100% tanpa tekanan positif), tutuplah esofagus pasien dengan
tekanan pada krikoid (Sellick) dan lumpuhkan pasien dengan suksinilkolin. Intubasi
secepatnya.
Pasien asfiksia yang kejang dengan cedera kepala merupakan contoh tantangan.
Dia mungkin harus diintubasi dengan pelumpuh otot, karena batuk dan mengedan pada
keadaan memar otak, dapat menambah sembab otak dan perdarahan. Intubasi cepat
mungkin berbahaya jika ditangani tenaga yang tidak berpengalaman. Intubasi endotrakea
pasien sadar oleh beberapa orang dianggap diindikasikan sebelum anestesia umum pada
risiko aspirasi dan insufisiensi paru berat.
22
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
23/29
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Evaluasi Praanestesi
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : I Ketut Sudarta
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Banjar Kayuamba Susut Bangli
MRS : 6 April 2007
Tanggal operasi : 6 April 2007
Diagnosis : Fraktur Terbuka Humeri Dekstra Proximal
Tindakan : Debridement + Back Slab
3.1.2 Anamnesis
3.1.2.1 Anamnesa Khusus
Penderita datang dengan keluhan sakit pada tangan kanannya setelah kecelakaan
lalu lintas 2 jam yang lalu. Pasien dirujuk dari Rumah Sakit Gianyar.
3.1.2.2 Anamnesa Umum
Riwayat penyakit sistemik tidak ada
Riwayat pemakaian obat tidak ada
Riwayat operasi sebelumnya tidak ada
Kebiasaan merokok, alkohol, maupun pemakaian obat terlarang tidak ada
Riwayat alergi obat dan makanan tidak ada
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 16 x/menit
Temperatur : 36.5C
Berat Badan : 52 kg
Tinggi Badan : 163 cm
23
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
24/29
Pemeriksaan Fisik Umum
1. SSP : CM
2. Sirkulasi : TD=110/70 mmHg, N=80 x/menit, S1S2 tunggal regular murmur (-)
3. Respirasi : RR = 16 x/menit,
4. SaluranCerna : dalam batas normal
5. Hepatobilier : dalam batas normal
6. Ginjal : dalam batas normal
7. Metabolik : dalam batas normal
8. Hematologi : dalam batas normal
9. Otot rangka : dalam batas normal
Pemeriksaan Fisik Khusus
Regio humerus dekstra
L = deformitas (+), oedem (+), v.app (+)
F = nyeri tekan (+)
M = ROM terbatas
Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
WBC : 11,9 K/UL
HGB : 13,5 G/dL
HCT : 39,0 %
PLT : 256.000/L
BT : 230
CT : 700
Kesimpulan : Status fisik ASA I E
3.2 Persiapan Praanestesi
3.2.1 Persiapan di Ruangan Ugd Bedah
Surat perjanjian operasi sudah ditandatangani
Persiapan psikis : penjelasan mengenai rencana anestesi dan pembedahan yang
direncanakan kepada pasien dan keluarga
Persiapan fisik : puasa 8 jam sebelum operasi, melepaskan aksesoris yang dipakai(cincin, gelang, kalung), dan pakaian pasien.
24
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
25/29
3.2.2 Persiapan di Ruang Persiapan Operasi
Periksa kembali identitas pasien dan surat persetujuan operasi
Evaluasi ulang status present
Persiapan obat anestesi
Telah terpasang infus dengan cairan RL 300 cc
3.2.3 Persiapan di Kamar Operasi
Persiapan mesin anestesia dengan sistem aliran gasnya
Persiapan alat dan obat anestesia : Presofol 200 mg
Persiapan obat dan alat resusitasi
Persiapan alat pantau dan kartu anestesia
Memberikan premedikasi, sedatif dan analgetik (Midazolam 2,5 mg dan Pethidin
50 mg intravena)
3.3 Pengelolaan Anestesi
1. Jenis Anestesi : Anestesi Umum
2. Teknik Anestesi : Anestesi Umum Inhalasi
memakai sungkup muka
Induksi dengan presofol 200 mg
Pemeliharaan dengan : O2 2 liter/menit, N20 4 liter/menit, sevofluran 2 vol %
3. Respirasi : Spontan
4. Posisi : Terlentang
5. Infus : Cairan kristaloid (RL)
6. Komplikasi selama pembedahan dan anestesia : Tidak ada
7. Lama operasi : 30 menit
8. Lama anestesi : 45 menit
9. Keadaan akhir pembedahan
TD : 110/70
N : 80 x/menit
R : 16 x/menit
25
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
26/29
10. Rekapitulasi
Jumlah cairan masuk : 400 cc RL
Jumlah perdarahan : minimal
Jumlah medikasi :
1. Presofol 200 mg
11. Aldrette Skor Total : 8 (pukul : 02.30)
10 (pukul : 03.00 )
3.4 Pengelolaan Pasca Anestesi
a. Pemantauan Terhadap Pasien
1. Aldrette SkorAldrette Skor 02.30 03.00
Aktivitas
Kesadaran
Tekanan Darah
Respirasi
Warna kulit
1
2
2
1
2
2
2
2
2
2
Total 8 10
2. Fungsi ginjal dan saluran kencing : Normal
3. Fungsi saluran cerna : Normal
4. Suhu tubuh : Normal
5. Kontrol terhadap tekanan darah, nadi dan respirasi setiap saat selama dibawah
pengaruh obat anestesi.
b. Pasien dipindahkan ke ruangan pukul 10.05
c. Instruksi di ruangan
Analgesik : Asam mefenamat 3x500 mg
Anti mual : Cedantron
Infus : RL
Antibotika : Sesuai operator
Obat-obat lain : Sesuai operator
Makan/minum : Bebas
26
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
27/29
BAB IV
PEMBAHASAN
Penderita laki-laki berusia 23 tahun datang dengan keluhan sakit pada tangan kanannya
setelah kecelakaan lalu lintas 2 jam yang lalu. Pasien dirujuk dari Rumah Sakit Gianyar.
Pasien didiagnosa fraktur terbuka humeri dekstra proximal yang akan dilakukan
debridement + back slab.
Dari anamnesa umum didapatkan riwayat penyakit sistemik tidak ada, riwayat
pemakaian obat disangkal, riwayat operasi sebelumnya tidak ada, kebiasaan merokok,
alkohol, mapun pemakaian obat terlarang tidak ada, dan riwayat alergi obat dan makanan
tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran penderita compos mentis yaitu dengan
GCS E4V5M6. Diketahui juga tekanan darah penderita 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit,
temperature aksila 36.5C, respirasi 16 x/menit, perkiraan berat badan Berat Badan 52 kg,
dan keadaan sistem saraf pusat, sirkulasi, respirasi, saluran cerna, hepatobilier, ginjal,
metabolic, hematologi dan muskuloskeletal dalam batas normal. Kesimpulan status fisik
pada pasien ini adalah status fisik ASA I.
Pada pasien ini direncanakan prosedur teknik anestesi umum inhalasi dengan
sungkup muka, adapun pertimbangannya adalah :
1. Operasi yang dilakukan tergolong operasi kecil.
2. Dilihat dari lokasi lesi, yaitu ekstremitas atas dan posisi pasien adalah
terlentang.
3. Operasi dilakukan didaerah permukaan tubuh.
4. Durasi operasi memerlukan waktu yang singkat, dimana pada pasien ini
waktu yang dihabiskan adalah 25 menit.
5. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I).
6. Teknik penguasaan jalan nafas yang tepat.
Obat premedikasi yang diberikan adalah pethidin 50 mg untuk mendapatkan efek
analgetik, midazolam 2,5 mg untuk mendapatkan efek sedasi. Kedua obat tersebut
dimasukkan ke tubuh penderita secara intravena.
Untuk induksi digunakan presofol karena disamping onset kerja dan pemulihannya
cepat, efek mual muntah pasca operasi lebih jarang karena presofol memiliki efek
antiemetik. Dosis induksi adalah sebesar 200 mg.
27
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
28/29
Pemeliharaan dengan pemberian anestesi inhalasi (N2O, O2, dan sevofluran)
melalui sungkup muka, tidak melalui pipa endotrakeal, karena durasi operasi yang singkat.
Pemilihan anestesi inhalasi untuk maintenance, dipertimbangkan karena keuntungannya
yaitu kedalaman anestesi dapat dikontrol dengan menyesuaikan vaporizer output, pola
ventilasi, dan totalflow rate. Oksigen dengan konsentrasi tinggi diberikan bersama dengan
obat anestesi inhalasi selama pemeliharan anestesi, hal ini akan menambah kandungan
oksigen di darah, pemulihan lebih cepat dibandingkan dengan anestesi intravena.
Penilaian ada tidaknya komplikasi pasca anestesia, dilakukan dengan penilaian
terhadap Aldrette skor. Jika Aldrette skor pasien mencapai nilai total 10, berarti pasien
bebas komplikasi dan bias dipindahkan ke ruangan. Pada pasien ini tidak ada komplikasi
yang timbul. Aldrette skor mencapai nilai total 10 pada pukul 03.00, dan pasien
dipindahkan ke ruangan 30 menit berikutnya.
28
-
7/16/2019 Penguasaan Jalan Nafas Khristi Handayani
29/29
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku, Gede. Bantuan Hidup Dasar. Dalam : Diktat Kuliah Anestesiologi dan
Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar, 2002.
2. Handley, Anthony J. et al. Single-Rescuer Adult Basic Life Support. An Advisory
Statement From the Basic Life Support Working Group of the International Liaison
Committee on Resuscitation. In : Circulation.1997;95:2174-2179
3. Safar, Peter. Cardiopulmonary Ressucitation. W.B. Saunders. Canada.1981
4. Jacobs, Jan. Basic Life Support. Available from :
http://tkdtutor.com/11Training/BasicLifeSupport.htm Accessed : April 10th, 2007
5. American Heart Association. Part 3 : Adult Basic Life Support. In : Circulation.
2000;102:I-22
6. Sadovnikoff, Nicholas. The Anesthesiologist as Intensivist: A Critical Link to
Improving Critical Care. American Society of Anesthesiologists Newsletter.
November 2002. Vol.66
7. Dobson, Michael B. Penuntun Praktis Anestesi (Anaesthesia at the district
hospital). Jakarta; EGC;1994
8. American Heart Association. Part 6 : Advanced Cardiovascular Life Support.
Section 3 : Adjucts for Oxygenation, Ventilation, and Airway control. In:
Circulation.2000;102:I-95
9. Anonym. General Anesthesia, Available : http:/
www.healthtouch.com/bin/Econtent_HT/cnoteshowlfts.asp?fname (Accesed: 2007,
January 11)
10. Rang. HP., Dale, MM., Ritter, JM., Moore, P.K., Pharmacology, Churchill
Livingstone/ Elsivier Science, USA,2003.
http://tkdtutor.com/11Training/BasicLifeSupport.htmhttp://www.healthtouch.com/bin/Econtent_HT/cnoteshowlfts.asp?fnamehttp://tkdtutor.com/11Training/BasicLifeSupport.htmhttp://www.healthtouch.com/bin/Econtent_HT/cnoteshowlfts.asp?fname