Download - Pengertian asma.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di
dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadidi masyarakat adalah penyakit
asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa
disembuhkansecara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak
menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya.
Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi,
penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi
penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa
diatasi olehpenderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang
memerlukanwaktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi
(kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan
prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan
juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama
lebih dari limabelas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban
global untuk penyakit
Ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan
kualitashidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,
peningkatanb i a y a k e s e h a t a n , r i s i k o p e r a w a t a n d i r u m a h s a k i t
d a n b a h k a n k e m a t i a n .
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan
kematian diIndonesia, hal ini tergambar dari data studi survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey
Kesehatan Rumah Tangga(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma
1
menduduki urutan ke-5 dari 10penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-
sama dengan bronkitis kronik danemfisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkitis kronik dan emfisema sebagaipe nyebab kem a t i an ke - 4 d i
I ndon es i a a t a u s eb es a r 5 ,6 %. Tahun 1995 , prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitisk r on ik 11 / 10 00 dan
obs t r uks i pa r u 2 / 1000 . S tud i pad a an ak u s i a SLT P d i Semarang
dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma andAllergies in
Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12bulan
terakhirecent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini, agar mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dan memahami pengertian asma, klasifikasi asma
berdasarkan etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, manifestasi klinik,
pencegahan, penatalaksanaan dan asuhan keperawatan asma
2. Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien asma
1.3 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan asma?
2. Bagaimana klasifikasi asma berdasarkan etiologi?
3. Bagaimana patofisiologi untuk penyakit asma?
4. Seperti apa tanda dan gejala serta manifestasi klinik dari asma?
5. Bagaimana cara pencegahan asma tersebut?
6. Apa saja penatalaksanaan pasien dengan asma?
7. Jelaskan asuhan keperawatan pasien dengan asma!
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstuktif intermiten, reversible di mana
rake dan bronki berespon dalam scara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea,
batuk dan mengi. Tingkat penyempitan jalan napas dapat berubah baik secara
spontan atau karena terapi asma berbeda dari penyakit paru bstruktif dalam hal
bahwa asama adalah proses reversible. Eksserbasi akut dapat saja teradi, yang
berlansung dari beberapa menit sapai jam, diselingi oleh periode bebas gejala.
Jika asma dan bronchitis tejadi bersamaan, obstruksi yang diakibatkan menjadi
gabungan dan disebut bronchitis asamti kronik.
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia; sekitar setengah dari
kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjad sebelum usia 40 tahun.
Hampir 17% dari semua rakyat amerika mengalami asma daam suatu kurun waktu
tertentu dalam kehidupan mereka. Meski asma dapat berakibat fatal lebih sering
lagi, asma sangat menggangu, mempengaruhi kehadiran di sekoah, pihan
pekerjaan, aktivitas fiik dan banyak aspek kehidupan lainnya.
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990 dikutip dari The American Thoracic
Society, 1962).
Menurut Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang
ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di
mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang.
3
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel
eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan
wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih
kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1990 : 94)
Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu
penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper
reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan
saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.
Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang
ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama
pada jalan nafas) (Joyce M. Black, 1996 : 504).
Menurut Crocket (1997) asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit
dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala
bronkospasme yang reversibel.
2.2 Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi
(1) Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen.
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan
dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh
sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan
interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan Interleukin 2 (II-2)
oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi
menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena
kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil,
4
makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas
yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE
pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah
dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah
ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan
influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar
cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang
mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A
(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang
segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hipereaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang
pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen
(inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah
diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang
kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam
cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik
eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di
klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi
yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap secara
klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik
5
sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan
saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi
sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran
silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas
menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale
adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang
bronkhus.
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya
sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk
yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan
meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam
darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA).
Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang
direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga
menimbulkan asma bronkiale.
(2) Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan
alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas
atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress
psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama
gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas
adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan
daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa
diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan
sesak nafas.
6
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada
dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga
messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase
tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyclic
AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus,
menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi
kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor
adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan
sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja,
1990).
(3) Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik.
2.3 Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan
oleh satu atau lebh dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan
napas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki
3. Pengisian bronki dengan bronkus yang kental
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar mukosa membesar; sutum yag
kental, banyak dihasilkan dan alveoli mejadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap didalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini
tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan system
imunologis dan saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun buruk
terhadaplingkungan mereka. Antibody yang dihasilkan (IgE) kemudian
7
menyerang sel-sel dalam mast dalam paru. Pemajan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-
sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, prostaglandin serta
anafilaksis dari substansi yang bekerja lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini
dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa dan
pembentukan mucus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchiale diatur oleh
inpuls saraf vagal dari sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi,
ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan,
dingin, merokok, emosi, dan polutan, dan jumlah asetilkolin yang dilepaskan
meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokontriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu
dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejalanya adalah :
1. Pernafasan cepat dan dalam
2. Gelisah
3. Otot-otot bantu pernafasan akan bekerja dengan keras
4. Batuk, sesak nafas, wheezing dan nyeri dada
Pada serangan asma yang berat, gejala yang timbul beberapa
macam, yaitu:
1. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan
2. Silerit chesit
3. Sianosis
4. Gangguan kesadaran
5. Klien tampak letih
6. Hipersensitif
bronkhus
7. Tachikardi
2.5 Manifestasi klinik
Batuk ada sputum, bunyi wheezing, nyeri dada, gelisah dan duduk
menyangga kepala.
8
Batuk adalah respon fisiologis pada iritasi bronkhi. Sejumlah besar
yang membuktikan frekuensi batuk sebagai suatu keluhan klien. Batuk berasal
dari larink ke bronchiare dan ke bronchialf dostal. Iritasi kimia sederhana dari
aspirasi makanan atau cairan menyebabkan batuk dengan segera. Keluhan
demam dan sputum dipertimbangkan sebagai suatu sebab infeksi. Bila
bronkhus basah akibatnya adalah batuk.
Cairan mokus dari bronkhitis, nanah dari infeksi atau transudasi cairan
plasma pada congestif heart failure pada akhirnya klien batuk pada malam hari
ketika berbaring, tanyakan kepada klien jika batuk berdahak.
Ciri sputum yaitu mokus murni putih sampai jernih purulen biasanya
berwarna kuning hingga hijau.
Sputum yang berbau busuk biasanya berarti bahwa saat ini abses di
paru-paru, dengan hubungan ini pula riwayat alkoholik dan kerusakan gigi
yang baru mungkin memajukan aspirasi sebagai penyebab.
2.6 Pencegahan
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan
mengidentifikasi substansi yang menceruskan terjadinya serangan. Penyebab yang
mungkin dapat saja menyebabkan kekambuhan antaralain bantal, kasur, pakain
jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, detergen, sabun, makanan tertentu, jamur,
dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari dapat
menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab
kapan saja memungkinkan.
Komplikasi asma dapat mencakup status asmatikus, fraktur iga,
pneumonia, dan atelektasis. Obstruksi jalan napas, terutama selama episode
asmatik akut, sering mengakibatkan hipksemia membutuhkan pemberian oksigen
dan pemantauan gas darah arteri. Cairan diberikan karena individu dengan asma
mengalami dehidrasi akibat diaphoresis dan kehilangan cairan tidak kasat mata
dengan hiperventilasi.
9
2.7 Penatalaksanaan
1. Pengobatan farmakologik
a. Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2. Santin (teofilin)
Nama obat :
Aminofilin (Amicam supp)
Aminofilin (Euphilin Retard)
Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan
asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena
sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
10
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya
muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya
baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat
diberika secara oral.
2. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan.
b. Menghindari faktor pencetus.
c. Pemberian cairan.
d. Fisiotherapy.
e. Beri O2 bila perlu.
2.8 Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan yang dilakukan perawat terhadap pasien yang
mengalami asma adalah :
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
11
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosal
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
Seksualitas
Penurunan libido
2. Diagnosa
12
Pola Pernafasan Tidak efektif berhubungan dengan Kelemahan otot respirasi,
Kecemasan, dan Kelainan pada dinding dada, Sindrom hiperventilasi
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
Sesak berkurang
Batuk berkurang
Klien dapat mengeluarkan sputum
Wheezing berkurang/hilang
TTV dalam batas normal keadaan umum baik
Ekspansi paru mengembang.
Pola nafas efektif
Bunyi nafas normal atau bersih
Intervensi :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis,
onkhi.
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi
nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma
berat).
Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.
Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan
untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
13
batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit
akut/kelemahan.
Berikan air hangat.
penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung
derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada.
Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.
ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
Kolaborasi.
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer.
- Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
- Berikan oksigen tambahan
Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari yang Diperlukan Tubuh
berhubungan dengan faktor biologi, ekonomi, psikilogi.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Keadaan umum baik
Mukosa bibir lembab
Nafsu makan baik
14
Tekstur kulit baik
Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan
Bising usus 6-12 kali/menit
Berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.
Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.
Timbang berat badan dan tinggi badan.
Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya
nutrisi.
Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Air hangat dapat mengurangi mual.
Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
Kolaborasi
- Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
- Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
- Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
- menghilangkan mual / muntah.
3. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat . Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
15
b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
c. Memberikan asuhan keperawatan
d. Melanjutkan pengumpulan data
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan
dengan prilaku klien
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan
pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi
tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali
menunjukkan prilaku yang telah ditentukan
16
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
1) Asma adalah penyakit jalan napas obstuktif intermiten, reversible di mana
rake dan bronki berespon dalam scara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
2) Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia; sekitar setengah dari
kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjad sebelum usia 40
tahun.
3) Klasifikasi Asma dibagi berdasarkan Etiologi, yaitu Asma Bronkiale Tipe
Atopik (Ekstrinsik), Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik), Asma
Bronkiale Campuran (Mixed).
4) Tanda dan gejala asma adalah : Pernafasan cepat dan dalam, Gelisah, Otot-
otot bantu pernafasan akan bekerja dengan keras, Batuk, sesak nafas,
wheezing dan nyeri dada
3.2 SARAN DAN KRITIK
Guna menyempurnakan makalah ini, diharapkan adanya masukan saran
dan kritik dari para pembaca. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat badi
penulis maupun pembaca agar dapat memahami lebih lanjut tentang asuhan
keperawatan pada pasien asma.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito L.J, 1999. “Diagnosa Keperawatan dan Masalah
Kolaboratif”.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
Jakarta; EGC.
2. Doengoes E. Maryllin, 1999. “Rencana Asuahan Keperawatan”. Edisi III.
Jakarta; Buku Kedokteran. EGC.
3. Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikasi Bedah. Edisi 8. Volume 1.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
4. Mansjoer Arif, dkk. 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Anonymous. Nanda Internasional Nursing Diagnoses 2009 – 2011. US : wiley-
blackwell
18