Download - Pengering Zig Zag.pdf
-
SKRlPSI
DESAIN DAN U.TI PERFORMANSI ALAT PENGERING
KAKAO TIPE RAK ZIG - ZAG
Oleh :
WIKRI
F 29.0999
1998
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
-
INSTITUT PERTM'IAN BOGOR
fAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DESAIN DAN UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING
KAKAO TIPE RAK ZIG-ZAG
SKRIPSI Sebagai salah satn syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogo:
Oleh:
WIKRI
F 29.0999
1998
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR j
-
DESAIN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DAN UJI rERFORMANSI ALAT PENGERlNG
KAKAO TIPE RAK ZIG - ZAG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat mempero1eh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknolcgi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
WIKRI
F 29.0999
Dilahirkan di Paria, 20 Agustus 1974
Tanggallulus: 14 Ianuari 1998
Dosen Pembimbing
-
Wikri (F. 290999). Disain dan Uji perfonnansi Alat Pengering Kakao Tipe Rak Zig -- Zag. Dibawah bimbingan If. John Kumendong, MS.
RINGKASAN
Kakao mcrupakan salah satu komoditas perkebunan yang saat ini terus dikembangkan oleh berbagai negara di dunia pada uml1mnya dan Indonesia pada khususnya. Pengembangan komoditas kakao di Indonesia ditandai dengan adanya perJuasan tanaman kakao lindak dan kakao mulia oleh pemerintah dan juga oleh petani keciL Perluasan areal tanaman kakao ini dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan produksi kakao untuk kebutuhan ekspor dan juga untuk kebutuhan dalam negeri. Yang menjadi masalah di Indonesia terutama dalam peningkatan produksi kakao yaitu rendahnya mutu terutama pada biji kakao rakyaL Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, dan salah satu diantaranya adalah penanganan lepas panen yang kurang ,~mpuma, terutama dalam hal pengeringan yang masih mengandalkan cara pengering:m tradisional dengan cara penjemuran, dimana pad a proses penjemuran ini masih tergantung dari kondisi cuaca. Alat pengering buatan merupakan salah satu altematif khususnya dalam mempercepat proses pengcringan dan tentunya diharapkan mutu yang dihasilkan juga dapat diperbaiki. Dul' sebagai dasar untuk merancang dengan menganalisa sistem pengering kakao, maLl perlu diketahui karakteristik pengering biji kakao dan parameter-parameter yang berpengaruh seperti suhu, kadar air, dan aliran udara. Parameter tersebut mcrupakan bagian dalam proses pengeringall yang memiliki peranan yang sang at penting, terutama dalam usaha pen!ngkatan mutu biji kakao yang dihasilkan dari proses pengeringan. Proses pengeringan biji kakao bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga aman disimpan sebelum dipasarkan. Biji kakao akan aman disimpan bila mcmpunyai kadar air 6 % - 8%.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat alat pengering biji kakao tipe rak zig-zag dengan n;enggunakan batu bara sebagai sumber panas, dan melakukan uji perfonnansi alat tersebut untuk pengeringan biji kakao.
Penelitian dilakukan "ciall1a 3 bulan terhitung mulai bulan Agustus sall1pai dengan bulan Oktober 1997. Penelitian dan pembuat~n alat dilakukan di Perkebunan Rajamandala, PT Perkebunan Nusantara VIII, Bandung - Jawa Barat dan di Laboratorium AP4 - FATETA, IPB.
Alat pengering yang dirallcang adalah alat pengering biji kakao tipe rak zig-zag dengan menggunakan batu bara sebagai sumber panas. Rancangan fungsiollal dan struktural alat pengering lerdiri dari elemem pemindah panas, ruang plenulll. "uang pen gering, rak bahan, dan cerobong. Sedangkan konstruksi alat pengering tcrdiri dari kerangka yang terbuat dari kayu kaso, dinding dan bagian sungkup serta ccrobong terbuat dari seng, kerangka rak terbuat dari papan, dan alas setiap rak terhuat dari bumbu, serta untuk tungku digunakan plat besi dan alas tungku digunakan hesi siku. Tipggi keselmuhan alat pengering adalah 3,45 meter, yang terdiri dari kaki sctinggi 0.15 meter, ruang pengering setinggi 2.10 meter, sungkup dan cerobong setillggi 0.70 meter.
-
Alat-alat ysng digunakan dalam peneJitian ini adalah alat peng~ring y,"1g telah Slap unluk melakukan proses pengeringan, termometer alkohol, timbangan digital, oven pengering, desikator, velometer, kakao tester, wadah, stop watch, dan tempat sampel. Sedangkan h:::ban yang digunakan da1am pcnclitian ini adalah batu bara sebagai sumber panas, biji kakao yang telah difermentasi, dan kerikil sebagai heat exchanger.
Prosedur percobaan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama percobaan pendahuluan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suhu pengering yang konstan sebesar 70C, untuk menentukan pengumpanan batu bara yang harus digunakan untuk mendapatkan suhu konstan tersebut, serta untuk meilentukan sudut onggok biji kakao pada ala!. Tahap kedua adalah percobaan pengeringan dengan langkah-Iangkah sebagai berikut : bi]i kakao segar difenncntasi sel:::ma 5 hari, perendaman dan pencucian kemudian ditiriskan selama 30 menit, penimbangan berat total biji kakao basah yang akan dikeringkan, persiapan alat pengering, pemasukan biji kakao yang akan dikeringkan, pemasangan sensor pada titik yang akan diamati, proses pengenngan, pengukuran meliputi (suhu, kadar air, keeepatan aliran udara ), penimbangan biji kakao kering, serta analisa parameter seperti suhu dan kadar air.
Perlakuan pada pereobaan pengeringan dilakukan dalam dua level ketebalan bahan, yaitu keteb~.lan 3.0 em dan ketebalan 5.0 em, dan subu udara pengeril1g pacta ruang plenum diusahakan konstan sebesar 70C.
Pengamatan dan pengukuran pada pereobaan pengeringan meliputi : kadar air, suhu, pemakaian bahan bakar, dan kandungan biji slaty. Setelah dilakukan pengamatan dan pengukuran, diteruskan dengan melakukan perhitungan-perhitungan yang terdiri dari kadar air, kebutuhan energi pengering, keeepatan pengeringan, penampilan efisiensi alaI yang meliputi ( efisiensi pengeringan, efisiensi pC111anasan dan efisiensi total ), sel ta anlisa biaya.
Dari percobaan pendahuluan, didapatkan hasil bahwa untuk mendapatkan suhu konstan, pengumpanan bahan bakar batu bara untuk yang pertama sejumlah 6 kg balu bara dan pengumpanan selanjutnya tergantung dari keadaan suhu pada ruang plenum. Dan untuk pereobaan pengeringan didapatkan hasil, untuk level ketebalan bahan 3.0 em ( 132 kg biji kakao basah ) dengan kadar air awal 169.36 % bk dikeringkan selama 58 jam dengan kadar air akhir rata-rata 6.86 % bk dengan beral akhir bahan.46 kg biji kakao kering. Untuk level ketebalan bahan 5.0 cm ( 220 kg biji kakao basah ) dengan kadar air awal bahan 171.52 % bk dikeringkan selama 62 jam dan meneapai kadar air akhir rata-rata 7.01 % bkdengan berat akhir bahan 7() kg biji kabo kering.
Untuk keeepatan pengeringan, didapatkan hasil : untuk level kelebalan baban 3.0 cm sebesar 3.49 % bk/jam dan 3.31 % bk/jam untuk level ketebalan bahal! 5.0 em. Suhu rata-rata pada mang plenum pada level ketebalan bahan 3.0 em adalah 65.32 c dan untuk ketebalan bahan 5.0 em sebesar 64.70 Dc. Untuk penampilan efisiensi alat, untuk ketebalan 3.0 em didapatkan efisiensi pengeringan sebesar 20.87 %, efisiensi per,1an~san 64.7.5 % serta efisiensi total sebesar 13.41 %. Sedangkan pada ketebalan bahan 5.0 em didapatkan efisien,i pengeringan seb~sar 39.23 %, efisiensi pemanasan sebesar 52.54 % serta efisiensi total sebesar 20.C, I %.
-
Fada pengamatan biji slaty, untuk ketebalan bahan 3.0 cm, didapatkan persentase rata-rata sebesar 19 % dan untuk ketebalan 5.0 cm sebesar 25 %. Sedangkan besamya biaya pokok pengeringan biji kakao pada ketebalan 3.0 cm sebesar Rp. 832.21/kg biji kakao kcring dan Rp. 536.63/kg biji kal(ao kering pada level ketebalan bahan 5.0 cm.
Untuk mendapatl
-
KATA PENGANTAR
Puj: syukm khadirat Allah SWT atas limp~hai"l rahm,it dall hidayat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesa:kan penyusunan skripsi ini.
Selama penyusunan skripsi ini banyak bantu an dan dorongan yang tdah
diberikan oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima bsih kepada :
I. Ir. John Kumendong, MS, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis ualam penyusunan skripsi ini.
2. Ir. M. Agus Insan, selaku pembimbing kedua yang baflyak memberikan :nasukan-
masukan dalam penelitian ini.
3. Pimpinan dan Staff Perkebunan Rajamandala, PT. Perkebunan Nusantara V[II-
Bandlmg yang telah bersedia memberikan ijin serta tempat dan lokasi penelitian.
4. Ibu, kakak dan adik yang selalu memberikar. perhatian, dukungan dan doa.
5. Seluruh warga MP-29 serta Biocom Crew yang banyak membantu da[am
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis nlengharapkan saran dan masukan yang membanguan bagi semua pihak.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis pad? khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya. Amiin.
Bogor, November 1997
Penulis,
-
II
DAFTAR lSI
lIalaman
KATA PENGANTAR .
DAFTAR lSI.. II
DAFTAR TABEL. V!
DAFT AR GAMBAR .. VII
DAFTAR LAMPlRAN '-I
L PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
B. TUJUAN PENELITlAN ....
II. TINJAUAN PUST AKA. .. 4
A. TANAMAN KAKAO .... 4
B. PENGOLAHAN KAKAO ....
L Pemanenan . 7
2. Pengupasan Buah 7
1 Fermentasi o. 8
4. Perendaman .. 10
5. Pencucian . II
6. Pengeringan ... II
7. Mutu dan sortasi biji kakao . 12
-
III
C TfNJAUAN UMUM PENGERlNGAN .. 14
I. Proses Pengeringan . 14
2. Kadar Air Keseimbangan . 18
Panas Laten Penguapan .............. . 20
4. Diagram PsikroilletriiC .... 22
5 Pengeringan Biji Kakao )' --'
III METODE PENELlTIAN 27
A. WAKTU DAN rEMPAT. 27
B. PEMBUATAN ALAT PENGERING .. 27
C RANCANGAN FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL . 29
1. Rancangan Fungsional 2e)
a. Elemen Pemindah Panas ... 29
b. Ruang Plenum 30
c. Ruang Pengering 30
d. Rak Bahan. 3D
e. Sumber Energi ?emanas 31
2. Rancangan Struktural 31
a. Ruang Pengering .
b. Rak Bahan.
c. Ccrobong.
G. R;]ang Plenum
-
1\
D. BAHAN DAN ALA T.
1. Bahan ........ . 32
2. .Alat. ......... .
E. PROSEDUR PERCOBAAN 33
1. Percohaan Pendahuluan .......... . ]]
2. Percohaan Pengeringan .......... . 35
3. Perlakuan 38
F. PENGAMATAN DAN PENGlJKURAN .
J. Kadar Air .. 38
2. Suhu .. 41
3. Pemakaian Bahan Bakar . 4 ' .'
4. Kandungan Biji Slaty. 44
G. PERHITUNGAN .. 4')
1. Kadar air ... 38
2. Kebutuhan Energi Pengering 46
3. Kecepatar. Pengeringan ... 48
t\. Penampilan Efisiensi Alat . 49
5. Analisis Biaya . so
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ')2
A PERCOBAAN PENDi\HULUAN .... 52 , .' .
..
B. PROSES PENGERIT~GAN -........ '>,- 'i4 . .,
,
\ ,
J , . . j
-
C KECEPATM\I PENGERTNGAN .
D. SEBARAt"l SUlru UDARA ?ADA ALAT PENGERlNG 69
E. PENAMPILAN EFISIENSI ALAT ... 7' .'
L Efisiensi Pengeringan (111) 7' .,
2. Efisiensi Pemanasan (7]2) 75
3. Efisiensi Total (11;) 76
F. ANALISIS BIJI SLATY .. 77
G. ANALISIS BIA Y A .
V KESIMPULAN DAN SARAN ......... . 80
A KESIMPULAN ... so
B. SARAN ... 82
DAFT AR PUST AKA .... 8' .'
DAFTAR LAMPIRAN ...
-
\1
DAFTAR TA.BEL
halanUlll
Tabel 1. Klasifikasi mutu bijl kakao kering hasil perkebunan dl Indonesia..... . 13
Tabel 2. Standar kakao Internasional ....... ,.
Tabe! 3. Panas laten penguapan air ..... .
Tabel 4. Spesifikasi briket batu bara .
Tabel 5. Standar kakao Internasional ...
Tabel 6. Data kadar air awal dan kadar air akhir (% bk) dan lama pengeringan biji kakao untuk setiap rak pada level ketebalun bahan 3 em .
Tabel 7. Data kadar air awal dan kadar air akhir (% bk) dan lama pengeringan biji kakao untuk setiap rak pada level ketebalan bahan 5 em .
Tabel 8. Keeepatan pengeringan (% bk/jam) untuk setiap lak .
Tabe! 9. Rata-rata suhu lingkungan ("e), suhu udara diatas rak ee), suhu plenum ee), dan suhu eerobong ee).
Tabel 10. Efisiensi pengeringan .
Tabel I 1. Efisiensi pemanasan .
Tabel 12. Efisiensi totai .
Tabel 13. Data pengamatan biji slaty.
. ........ 13
. ...... 21
. ... .44
45
. ........ 56
.63
..69
. 7]
... ......7:.
. .... 76
.78
-
\"11
DAFTAR GAMllAR
halanlan
Gambar 1. Penampang melintang buah kakao ...... . .. )
Gan~bar 2. Bagan alir perlakuan pada buah kakao ... 6
Gambar 3. Laju ::,engeringan teoritis . 17
Gambar 4. Bentuk :.Imum sorpsi bahan pangan . .20
Gambar S. Diagram perubahan fase ..... . ....... 21
Gambar 6. I1iustrasi proses pengeringan dalam kurva psikometrik . 22
Gambar 7. Skema aiat pengering . . 28
Gambar S Biji kakao pada rak pengering . . _,:)
Gambar 9. Alat pengering kakao telah siap melakukall proses pengeringan . :16
Gambar 10 Diagram aliran prosedur pengujian . ..,7
Gambar 11. Kakao tester .39
Gambar 12 Oven pengering .... ..40
Gambar 13. Timbangan digital. .4 1
Gambar 14. Desikator _ . .4 I
Gambar IS. Tungku pembakaran bahan bakar _ .. .42
Gambar 16 Termometer alkohol .... 4:1
Gambar 17 Grafik proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 3 em . 57
Gambar 18. Grafik proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 5 CIll . .58
Gambar 19. Grafik perbandingan proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 3 cm dengan 5 cm . . ....... 59
-
Gambar 20. Grafik hubungan kecepatan pengeringan biji kakao (%bk/jam) dengan waktu (jam) pada level ketebalan 3 cm .
Gambar 21. Grafik hubungan kecepatan pengeringan biji kakao (%bIJjam) dengan waktu(jam) pada level ketebalan 5 cm .
Gambar 22. Grafik perubahan suhu CC) terhadap waktu (jam) pada pengeringan biji kakao dengan level ketebalan 3 cm- .
Gambar 23. Grafik perubahan suhu ("e) terhadap waktu (jam) pada pengeringan biii kakao dengan level ketebalan 5 cm .
. .. 64
6:i
. .. 70
. ... 71
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Gambar teknik ala! pengering biji kakall tipe rak zig-zag.
Lampiran 2. Data pereobaan pendahuluan pengamatan suhu ee) pada uji kemampuan alat tanpa bahan ( Pereobaan 1_ ) .
Lampiran 3. Data pereobaan pendahuluan pengamatan suhu ee) pada uji kemClmpuan alat tanpa bahan ( Pereobgan 2 )
Lampiran 4. Data penurunan kadar air bahan (% bk) pada perlakuan ketebalan biji kakao 3 em .... ...
Lampimn 5. Data penurunan kadar air bahan (% bk) pada perlakuan ketebalan biji kakao 5 em ...
1.'\
halanlan
.85
. ............... 90
............. 91
97 ............. -
Lampiran 6. Grafik proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 3 cm 94
Lampiran 7. Grafik proses pengering
-
Lampirl'n 13. Data pengamatan suhu urlara Iingkungan ("C). st.:hu rak pengering ("C), suhu plenum ("C), suhu eerooollg (,C). dan keeepatan udara pengering (m/dt) serta pengumpanan bahar. bakar (kg) pada pengeril13:ln oiji kakao rlengan level ketebalan bah~n 5 em ...
Lampiran 14. Perhitungan efisiensi alat pengering tipe rak zig-zag pada pengeringan biji kakao dengan ketebalan bahan 3 em .
Lampiran 15. Perhitungan efisiensi alat pengering tipe rak zig-zag pada pengeringan biji kakao dengan ketebalan bahan 5 em .
Lampiran 16. Perhitungan anal isis biaya pengeringan biji kakao denuan menggunakan alat penuerinu tipe rak ziu-zau b b b :=-,:, pada ketebalan o'lhan 3 em ..
Lampiran 17. Perhitungan analisis biaya pengeringan biji kakao denoan menununakan alat neno-erinn tipe rak ziu-zau
,=,00 tOO 0::;'
pada ketebalan bahan 5 cm .
Lampiran 18. Panas laten penguapan air
Lampiran 19. Sifat-sifat udara (Welty, 1976) .
.\
..103
..106
.110
. ... 114
.. I 17
..... 120
.121
-
I. PENDAHULllAN
A. LATARBELAKANG
Kakao merupakan salah satu kOll1oditas perkebunall yang sa at Tnl terus
dikell1bangkan cleh berbagai negara di dunia. Indonesia adalah salah satu negara
pengekspor biji kakao yang sedang l'1eningkatkan produksinya Peningkatan
produksi kakao di Indonesia terutall1a disebabkan oleh perluasan tanaman kakao
lindak dan kakao ll1ulia.
Searah dengan usaha peningkata produksi, proll1osi dalal1l pel1lasaran
internasional dan usaha meningkatkan day a saing perlu dilakukan terus-l11enerlls.
Daya saing dapat ditingkatkan antara lain l11elalui peningkatan etisiensi,
peningkatal' mutu, dan perb~jkan pelayanan terhadap p~rnlir.taan pasar Ketiga
faktor yang dapat ll1eningkatkan daya saing tersebut sangat erat kaitannya dengan
cara dan perlakuan pada pengolahan biji kakao.
Penggunaan kakao sebagai bahan makanan dan minul11an sebenarnya sudah
lama dikenal di All1erika Tengah dan bagian utara dari Al11erika Selatan, s~bellll11
Cololl1bus menemukan benua Amerika. Penggunaan kakao pel1al1la ~ ali
digunakan oleh suku Indian Maya di Al11erika sebagai bahan l11akanan 3an
ll1inuman. Dan pada tahun 1519 bangsa Spanyoll1lengenal suku Aztek yang telah
menaklukkan suku Maya sebagai penanam dan mengusahakan kakao.
-
2
Pad" saat ini negara-ncgara pengekspor kakao yang utal11a harnpir
seluruhnY1: terdapat di benua Afrika, yaitu antara lain Nigeria, Pantai Gading,
Pantai Emas, Kamerun, dan yang lainnya yang mencapai dUe. pertiga dari produksi
dunia. Sedangkan produksi kakao Indonesia secara relatif masih kecil
dibandingkan dengan produksl dunia.
Yang I11cnjadi maselai; di Indonesia terutama pada proc!uksi kakao lindak
yaitu rendahnya mutu, terutama pada biji kakao rakyat (Wahyudi et ai, 1988).
Rendahnya mutu tersebut disebabka:1 oleh berbagai faktor, dan salah satullya
adalah penanganan lepas panen yang kurang sempurna. Pengeringan Illerupakan
salah satu tahap penanganan lepas panen yang dapat mempengaruhi 1l1utu kakao
yang dihasilkan yang antara lain menyangkut Kadar air, keasalllan, kadar lemak
dan Kadar asam amino.
Pengeringan juga Illerupakan tahap pengolahan yang Illellleriukan
penanganan yang cukup serius dan Illellleriukan biaya yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan biaya pengola:mn lainnya (Chat!, 1953) Hal ini
Illenyebabkan pengeringan tetap rnerupakan Illasalah besar bag; perkebunan rakyat
yang Ill",sih Illengandalkan cara pengeringan tradisional def'gan cara penjellluran.
Alat pengering kakao buatan merupakan salah satu alternatif untuk
mengatasi hal tersebut diatas. Dengan adanya pengeringan buatan 1I1i diharapkan
proses pengeringan dapat dipercepat dan tentunya diharapkan l11ulU yang
dihasilkal1 juga dapat diperbaiki.
-
Untuk mendapatkan hiji kakao kcring yang hennutu balk, Illaka buah "-"kao
segar peril! disortasi terlebih dahuili dan kellludian melalui b~rbagai tahap
pengolahan, yang meliputi pelllecaban kulit buah, fernientilsi, perendallli:lI,
pencucian, pengeringan dan sortasi biji kering.
Sebagai dasar untuk Illenganalisa, merancang sistem pengenngan, lapisan
tebal biji kakao, menentukan alaI pengering yang efisifm dan dapat mengeringkan
biji kakao dengan mutu tinggi, maka perlu diketahui karakteristik pengeringan biji
kakao, dan parameter-parameter yang penting seperti suhu, kadar air, dan ali ran
udara. Parameter tersebut merupakan hal yang penting dalal1l proses pengeringan,
dimana proses pengeringan merupakan bagian dari proses pengolahan yang sangat
berperan dalam usaha meningkatkan biji kakao yang berl1lutll baik.
B. TUJUAN PENELlTlAN
TlIjllan penelitian ifli adalah :
1. Membllat alat pengeling biji kakao tipe rak zig-zag dengan menggunakan
batu bara sebagai sUl1lber panas.
2. Uji perforl1lansi alat tersebut diatas untuk pengeringan kakao.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN KAKAO
Buah kakao diperoleh dat i tanaman yang juga disebut kakao (Theobroma
cacao L). Tanaman ini dibawah dari Mexico oleh orang-orang Portugis ke
Indonesia. Tanaman kakao adalah tanaman yang termasu!( didalam genus
Theohroma, suatu genus yang masuk keluarga Sleruliaceae didalam ordo
Malvales.
Menurut Urquhart (1961), kakao yang banyak diusahakan orang dan
bernilai komersial digolongkan ll1enjadi tiga jenis yaitu Criol1o (kakao mulia) yang
memiliki ciri-ciri warn a kulit buah merah atau kuning pad a sa at masak,
kotiledonnya berwarna putih atau ungu pucat, dinding buah tipis, bijir.ya padat
dan memenuhi setiap bagian buah. Jenis kedua adalah Foraslero (kakao lindak)
yang ll1emiliki ciri-ciri yaitu kulit buah berwarna kuning pada saat masak, dinding
buah tebal, kotiledonnya berwarna ungu tua. Dan jenis yang ketiga adalah
Trinilario yang ll1emiliki ciri-ciri hall1pir sam a dengan Criol1o, beraroma segar dan
kotiledonnya berwarna ungu Beberapa sub group lain yang tidak terlalu penting
misalnva Calahaci!1o, AnKolelo, Ci/l1deamor dan Al1Iclol1ado.
Pemanenan buah kakao dilakukan setelah buah masak kurang lebih en am
bulan dari proses pembuahan dan ditandai dengan perubahan warn a pada kulit
buah (Soenaryo dan Situmorang, 1978).
. /' ,
"/ "~,~ .".;~;~~/
-
Buah kakao terdiri dari empat bagian utama yaitu kulit. plasenta, pulp dan
biji (Gambar I). Buah kakao masak memiliki kulit tebal yang berisi 30 - :'0 biii
yang diselubungi oleh pulp. Kulit buah merupakan bagian yang terbesar \ailu
76 % dari berat buah segar
keterangan
kulit
2. pulp
3. plasenta
4. biji
Gambar 1. Penampang melintang buah kakao (Soenaryo dan Situmorang, 1978) I I
Untuk memperoleh biji kakao kering. buah kakao yang telah masak
mengalami proses pengolahan yang khusus yang terdiri dari pemanenan,
pengupasan buah. fermentasi, perendaman, pencucian, pengeringan dan sortasi
mutu. Selanjutnya sebelum menjadi bubuk, biji kakao tersebut disangrai (roasted)
terlebih dahulu. Mutu biji kakao yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh kondisi
pengolahan, juga dipengaruhi oleh jenis buah kakao, kematangan dan peralatan
yang dipergunakan sejak dipanen sampai setelah diperoleh biji kakao kering.
-
B. PENGOLAHAN KAKAO
Untuk mempc!oieb biji kakao kering yang bermutu baik. dila~ukan
pengolahan langsung setelail buah dipanen Pemetikan buah dilakukan tiga
minggu sekali dar. setiap tanaman dipanen tiga kali (Nasution et aI, 1985)
Selain itu, pemetikan buah dilakukan pada saat buah sudah clikup masaK,
karena buah yang kurang mas"k kadar air sukrosanya yang berada didalam pulp
rendah. Sebaliknya buah yang terlalu masak, biji-biji didalamnya senng
berkecambah dan plllpnya sudah mulai mengering sehingga ll1engurangl aroma
kakao yang dihasilKan (Urquhart, 1961)
Secara umum, pengolahan kakao meliputi pemanenan, pengupasan buah,
fennentasi, perendaman, pencucian, pengeringan dan sortasi. Secara lengkap,
proses perlakuan pada buah kakao seperti yang tertera pad a Gambar 2.
Buah kakao
Pemecahan buah
Biji segar
F crmentasi
Perendaman
Pencucian
Pengeringan
Sortasi mutu
Gambar 2. Bagan alir perlakuan pada buah kakao
-
7
I. PemanellllI1
Pelnanenan di!akukan dengan jalan memotong buah dari tangkainYi!
Pemanenan ini dilakukan paua buah yang telah masak. Buah yang telah masak
ditandai dengan perubahan warna kulitnya, porosnya berwarna kuning, dan jika
dikocok akan berbunyi.
Pada umumya buah yang berwarna hijau slap untuk dipanen apabiJa
wama kulitnya berubah menjadi kekunin-kuningan, dan buah yang berwarna
hijau kekuningan siap ur,tuk dip an en apabila wama berubah menjadi kuning tua
ataupun kuning jingga (Tjiptadi dan Nasution, 1978) Biasanya setelah
143 hari pertumbuhan buah sudah maksimum dan pada umur 170 hari buah
telah dapat dipanen (masak).
2. Pengupasr.n Buah
Buah yang telah dipetik dan dikumpulkan kemudian dikupas sehingga
antara biji dan kulit buah terpisah. Pengupasan dapat dilakukan dengan
menggunakan pisau atau aril yang tajam dengan cara membelah buah baik
melintang maupun membujur tanpa mengenai biji di dalam"ya, karena biji yang
terluka sangat sen, it if terhadap serangan jamur dan serangga.
Cara lain yang lebih am an yang dilakukan pada proses pengupasan buah
adalah dengan menggunabn pemllkul kaY'l yang salah satu 'Ijungnya dibuat
runr,ing sehigga dapat digoreskan disekeliling buah kemudian memuklil-mukul
-
8
buah sampai pecah (terkupas). Selanjutnya dilakukan pemisahan biji dan kulit
bual; dengan cara mengedilknya dengan menggunakan jari tangan.
3. Fermentasi
Tujuan utama proses fermentasi adalilh untuk mematikan biii kakao
sehingga perubahan-pe!l.lbahan yang penting dalam biji dr.pat dengan mudah
diatasi. Perubahan-perubahan tersebut antara lain perubahan warna keping biji,
meningkatnya aroma dan rasa serta memperbaiki konsistensi keping biji kakao.
Tujuan lain dari proses fermentasi adalah untuk melepaskan pulp dari keping
blji, mernperlonggar kulit biji, sehingga setelah proses pengeringan kulit ini
mudah dilepaskan dari keping biji (Tjiptadi dan Nasution, 1978). Sedangkan
menu rut Nasution (1985) proses ferrnentasi bertujuan memperoleh biji kakao
yang stabil dalam hal rasa dan aroma yang disukai untuk pembuatan kakao
konsumsi. Dengan fermentasi, perkecamb'lhan biji penyebab rasa pahit dapat
dicegah.
Dalam proses fe;mentasi kakao terjadi beberapa perubahan kimia, lisik
dan biologis pada biji Perubahan-perubahan ini y
-
9
l11enyarankall lama fermentasi adalail seiama enan, hari dan jika dalnll1 proses
fermeiltasi menggunakan kotak ferl11er.tasi (fenllentation box) tebal tumpukan
biji tidak melibihi 40 em
Sedangkan menu rut Soenaryo dan Situmorang (1978), proses ferl11entasi
dapat dilakukan dalam peti yang alas ll1aupun dindingnya berlubang agar aerasi
dan drainase dapat berlangsung dcng'l!1 baik. Oapat juga dipakai keranjang
atau ditumpuk dengan alas serta penutupnya menggunakan daun pi sang,
karung atau bahan sejenis lainnya. Untuk menyeraga,l1kan fal11entasi
dilakukan pengadukan satu kali dalam sehari selama fermentasi berlangsung.
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses fermentsi biji kaKao
tergantung pada jumlah pikmen ungu yang terdapat didalam biji kakao segar
Oisamping itu, waktu fermentasi juga dipengaruhi ('Ieh ukuran biji kakao yang
diolah. Beberapa faktor lain yang juga mempenga!',Jhi la,na waktll proses
fermentasi anara lain jumlah biji yang diolah, varietas kakao dan mllsim selall1a
peilgolahan tersebut.
Waktu fermentasi ini sangat penting artinya dalam memperoleh biji kakao
yang mempunyai mutu yang tinggi. Waktu fermentasi yang terlalu lama
l11enyebabkan kulit biji menjadi rapuh dan l11enipis, sehingga selama proses
sortasi diperoleh persentase biji pecah yang tinggi, berat biji berkurang dan
beberapa pengaruh negatif lainnya, seperti kel11ungkinan kehilangan aroma khas
kakao dan til11bulnya aroma yang tidak dikehendaki serta terjadinya
-
10
perturnbuhan jamur pada kulit luar bij; kakao tersebut. PertLlmbuhar. jamur
meningbt apabila, waktu proses fermentasi melebihi delapan h
-
11
5. Pencucian
Proses pencucian dilakukan setelah perendaman. Tujuan dari pencucian
adalah untuk mengurangi lapisan lendir (pulp) supaya dalam proses
pengeringan dapat berlangsung lebih cepat dengan kadar kulit yang rendah dan
rupa bagian luar biji akan tampak lebih menarik.
Pencucian yang terlalu bersih akan menyebabkan hilangnya berat yang
banyak, kulit biji yang rapuh dan mudah terkelupas. Hardjosuwito (1984)
menganjurkan pencucian ringan.
6. Pengeringan
Pada akhir proses fermentasi, kadar air dalam biji kakao berkisar 60 %,
dan biji harns dikeringkan hingga kadar air turun menjadi 6 % - 8 % basis
basah (Chatt, 1953) scbelum biji disimpan atau dijual. Jika biji dikeringkan
sampai kadar air terlalu rendah (dibawah 6 %), maka biji akan mudah rapuh
dan getas, sedangkan jika kadar airnya terlalu tinggi (diatas 8 %), maka
dikhaw~tirkan pertumbuhan jamur rada biji tersebut 3\.:3'1 lebih cepat.
Pengeringan pada kakao tidak hanya untuk melepaskan atau
menguapkan air dalam biji saja, tetapi juga akan me:lghentikan proses-proses
biologis dan kimiawi dalam biji tersebut yang berlangsung terus-menems sejak
mulai fermentasi. Hal ini dapat tercapai bila udara pengering dapat masuk ke
dalam biji. Pada saat it!: diharapkan udara masuk secara perlahan-lahan melalui
pori-pori kecil dari biji da'l pengeringan tidak boleh dilakukan terlalu cepat.
-
12
Pros.es pengeringan dapat dilcikukan dengan tiga cara yaitu pengeringan
ala01ialt (sun drying), pengeringan buatan (artificial drying) dan kQlllbinasi dari
keduanya (Urquhart, 1961).
Pengeringan dengan Illenggunakan sinar Illatahari (sun drying) lebih ~
disukai daripada Illenggunakan alat pengering Illekanis (buatan) Hasil
pcngeringan dengan Illenggunakan sinar Illatahari Illenghasilkan biji kakao yang
lebih baik dengan warna coklat kemerahan da mengkilat, sedangkan jika
pengeringan dengdn menggllnakan alat pengering l11ekanis akan dillasilkan biji
kakao dengan warna pucat atau kusalll. Akan tetapi pengeringan dengan
menggunakan sinar Illatahari mempunyai beberapa kendala, yaitu tergantung
pada cuaea at au iklim dan membutuhkan waktu yang eukup lama. Menurut
Chat! (1953), pengeringan secara alamiah (~UI1 dlying) melllbutuhkan waktu
sekitar enam hari dalam keadaan euaea kering, dan tiga minggu jika dala:n
keadaan euaea basah. Sedangkan jika menggul'akan alat pengering Illekanis,
lama pengeringan dapat diperpendek menjadi:; - 4 hari ..
Dalam proses pengeringan dengan menggunakan sinar Illalahari, selain
waktu yang diperlukan lama, juga membutuhkan tenaga kerja yang bany.k
serta tempat pengeringan yang luas.
7. Mutu dan sortasi biji kl!kae
Biji bb.o kering hasil pengolahan biasanya beragam Oleh karen a itu,
sortasl IllUtU dilakukan dcngan maksud UlllUK melllisahkan bahan-bahan asing
-
13
dan biji-bijian diluar katagori kehs serta memilih biji kakao kering berdasarkan
tingkatan mutunya. Mutu b;ji kabo ditentukan o!eh beberapa faktor antara
lain keasaman, flavour, kemmnian, keseragaman biji, kadar bahan yang dapat
dimakan dan sifat kandungan lemaknya.
Menurut Nasution (1985), kalasifikasi mutu di perkebunan Indonesia
dilakukan secura subyektif terhadap penampakan fisik biji (Tabel 1). Untuk
kepentingan ekspor, Departemen Perdagangan Republik Indonesia menetapkan
klasifikasi mutu biji kakao kenng Indonesia yang berpedoman pada
International Cacao Standard (TabeI2).
Tabel 1. Kalsifikasi mutu biji kakao kering hasil perkebunan di Indonesia a)
A warna coklat merata, biji penuh B warna coklat kurang merata, kulit bercak, biji tidak bulat penuh dan
ada yang rusak
C warna tidak merata, biji gepeng, keriput G campuran biji yang terpecah atau belah Z i-biji yang berwarna hitam
Sumber: a) Nasution (1985)
Tabel2. Standar kakao Internasional a)
biji berjamur 3 4 biji slaty 3 8 biji dirusak serangga, pipih dan berkecambah 3 6
Sumber: a) BPP (1986)
-
14
C. T1NJAUAN UMUM PENGERINGAN
1. Proses Pengeringan
Pengeringan atau dehidrasi melllpakan proses Illengeluarkan all dari
bahan hasil pertanian atau bahan pangan. Pengertian pengeringan dan dehidrasi
sebenarnya dapat dibedakan berdasarkan tingkat kadar air bahan yang
dikeringkan. Penge,ingan adaiah proses pengeluarafJ air dari suatu bahan
dengan menggunakan energi panas menuju kadar air keseimbangan dengan
udam ,ekeliiing (atmosfir) atau pada tingkat kadar air yang setara dengan
aktivitas air (Aw) dimana mutu bahan dapat dijaga dari serangan Jamur,
aktivitas serangga dan enzim (Henderson dan Perry, 1976).
Dehidrasi adalah suatu proses mengeluarkan atau menghilangkan air
dengan menggunakar. energi panas, hingga tingkat kadar air yang sang at
rendah mendekati "bone dry". Bone dry didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana seluruh air pada bahan telah dikeluarkan hingga kadar air bahan
tersebut adalah nol (Brooker, 1974).
Selain itu, proses pengeringan bahan pertanian dapat juga diartikan
sebagai proses pengambilan alau penurunan kadar bahan sampai batas tertentu
sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian abbat aktivitas
biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan (Brooker, 197
-
15
mutu yang sekecil-kecilnya, daya kccambah benih dapat dipel1ahankan dalam
waktu yang lebih lama serta '11eningkatkan mutu dan nila; ekonomis bahan
pcrtaniall tersebut (Hall 1957, Brooker et ai, 1974)
Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap. Air yang.
diuapkan terdiri dari air bebas dan air terika!. Air bebas berada di permukaan
dan yang pel1ama-tama mengalam! pengllapan. Bila air pcrmukaan tclah h?bis.
maka terjadi migrasi air dan uap air dari bagian dalam ke permukaan secara
difusi (Hall, 1957, Henderson dall Perry, 1976). Migrasi air dan uap air te:jadi
karen a perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada bagian dalam dengan
bagian luar.
Penguapan air dari biji-bijian meliputi proses pe!epasan ikatan air dari
material biji-bijian, difusi air dan uap air ke permukaan, perubahan fasp
menjadi uap all', transfer uap air dari permukaan ke udara sekitar dan
perpindahan Ulp air di udara (Brooker et aI, 1981).
Dan menu rut Brooker (1981), ada beberapa hal yang mempengaruhi
proses pengeringan, yaitu kecepatan udara pengering, suhu udara pengering
dan kelembaban udara pengering
Brooker et ai, ( 1974) m~mbedakan laju pengermgan dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah proses pengenngan yang berlangsung dengan laju
pengeringan tetap (constant rate period). Dan tahap yang kedua adalah proses
pengeringau dengan laju pengeringan menlJrun (falling rate period).
-
Iii
Seluma periocie laju pengenngan tetap, laju perpindahan air hanya
terb"tas pada evaporasi dari air perm'jkaan bahan at au didalam permukaan
bahan. Laju pengeringan (etap ini terjadi pada bahan yang berkadar air tiOlggi,
sehingga laju penguapan air pada peri ode ini dapat disamakan dengan laju
penguapan air pada permukaan bebas. Dan biasanya peri ode ini berlangsung
sebentar, hingga air bebas pada permukaan telah habis. Laju pengeringan tetap
pada pengeringan hasil pertanian berbentuk biji-bijian merupakan periode yang
sangat singkat, sehingga dalam perhitt:ngan keselumhan proses dapa! di?baikan
( Henderson dan Perry, 1976 ).
Laju pengeringan tetap ini akan berlangsung terus sampai sampai air
benas yang ada di permukaan bahan habis, setelah itu laju pengeringan akan
menurun. Laju pengeringan menu run ini dibagi dua proses yaitu pe:'pindahan
air dalam ke permukaan bahan dan perpindahan uap air dari perl11ukaan bahan
ke udara sekitarnya. Kadar air pada saat laju pengeringan berubah dari laju
pengeringan tetap menuju laju pengeringan menurun discbut kadar kritis.
Setelah pcngeringan rnencapai kadr'f air kritis, maka proses pengeringan
akan berlangsung deOlgan periode laju pengeringan mcnurun. Peri ode laju
pengeringan menurun terjadi apabi1a kecepatan difusi air dan dalam biji-bijian
ke permukaan sama dengan kecepatan pengeringan uap air maksimum biji-
bijian ( Heldman dan Singh, 1981 ) Laju pengeringan menurun akan terjadi
sesuai dengan penurunan kadar air selama pengeringan. Pennukaan rartike!
-
17
Lahan y:mg dikeringkan tidak lagi ditutujJi oleh lapisan air. JlImlah ai~ terik,,(
makin I~.ma makin berkurang karena terjadi migrasi air dari bagian dalam kc
permukaan secara difusi ( Henderson dar. Perry, 1976 )
Menurut Hall (1980) air yang dikandung oleh bahan akan mengllap ke
udara apabila tekanan lIap bahan lebih tinggi dari tekaran uap udara. Migrasi
air dari tempat yang bertekanar. uap tinggi ke tempat yang bertekanan uap
rendah adalah sebanding dengan selisih tekanan uapnya. Tekanan uap air
didalam ruang pengering akar. naikjika dipanasi. Hal ini menyebabkan tekanan
menjadi lebih tinggi dari tekanan uap udara, sehingga terjadi perpindahan air
dari bahan ke udara. Mengalirnya air dari dalam ke permukaan Lahan
berlangsung secara difusi, sedangkan dari pennukaan bahan ke udara
herlangsung secara penguapan biasa. Ilustrasi dari kedua proses [aiu
pengeringan teoritis biji kakao terlihat pada Gambar 3
A \ ~
C
Waktu Gam)
A - B = Keccpatan pCllgcrint;all tClap B - C = Keccp:ltan pcngcringall mCllurun tahap I C - D = Kcccpalan pcngcringaa mCllurun t
-
18
2. Kadar ail' keseimbaligan
Kadar air keseimbangan adalah kaelar air dari bahan yang higmskopis
dimana tekanan uap bahan seimbang dengan lingkungannya ( BroC'ker et
-
19
k(;hilangan air, scdangkan kadar air keseimbangan ad SOl psi adalc,h kadar air
hs~imbangan yang teljadi karen a bahan menyerap ilir.
Daiam sorpsi isotermi dikenal f'roses desorpsi dan adsorpsi. Desorp,i
( pengeringan ) adalah pelepasan air dari bahan yang relatif basah, sedangkan
adsorpsi adalah penyerapan air atau uap air oleh bahan yang relatif kering.
Sorpsi isotermi bahan pangan umumnya berbentuk sigmoidal atau huruf" S "
seperti tampak pada Gambar 4.
Kurva sorpsi isotermi adalah kurva yang menunjukkan antara kadar air
keseimbangan ( Me ) suatu bahan pangan dengan RH udara lingkungan pada
tingkat suhu tertentu. Sorpsi isotermi suatu bahan hasil pertanian tergantung
pada suhu, kelembaban relatif, kematangan ,jenis dan varietas tanaman.
Sorpsi isctermi dalam bahan pangen dibagi menjadi tiga daerah, yaitu
daerah pertama menunjukkan terjadinya adsurpsi lapisan tungga! atau
monolayer, yang menunjukkan air terikat kuat sekali, daerah kedua terjadi
adsorpsi lapisan jamak atau multilayer dimana air terikat agak lell1ah dan
ll10lekul air tersusun mell1bentuk lapisan kedua diatas lapisan pertall1a, Daerah
ketiga adalah terjadinya kondensasi air pada pori-pori bahan, Air dalam pori-
pori yang lebih besar dibanding ukuran molekul air.
-
1 1+------+> ,
, , ,f
desorpsi
B I I
. f
absorpsi
c
L-____ ~ _______ _L _____________ __+
20 40 60 RH (%)
80
Gambar 4. Bentuk umum sorpsi bahan pangan
3. Panas Laten Penguapan
100
20
Panas laten adalah energi yang digunakan untuk l11E;ngubah air dari sualL:
fase ke fase lain. Panas laten ini dibagi menjadi tiga, yaitu (I) panas laten
penguapan, (2) panas laten pembekuan, (3) panas laten sublimasi.
Panas laten penguapan ( Hfg ) adalah panas yang tersedia atau digunakan
untuk menguapkan air dari bahan. Panas laten penguapan tergantung dari suilu
dan kadar air. Panas laten pen;;(uapan akan semakin tinggi apabila kadar air
dan suhu rendah. Pacta Gambar 5 dapat dilihat perubahan fase yang dinyatakan
dengan diagram fase. Diagram fase tersebut menyatakan hubungan antara suhu
dan tekanan. Panas laten yang dibutuhkan pada perubahan fase dari cair ke
uap adalah panas laten penguapan.
-
l B \ \
PADAT
PELEBURAN
C PENGUAPAN
CAIR
o GAS
~LIMASI T
Gambar 5. Diagram perubahan fase I '-----~~~~~--~
I 1
21
Panas lat~n penguapan air pada beberapa tingkat suhu dapat dilihat pada
Tabel 3 dibawah ini.
[abel 3. Panas laten penguapan air ,,)
15,55 2464,92
26,67 2439,34
37,"/8 2416,08
48,89 2385,86
60,00 2357,95
71,1 J 2330,05
93,33 2302, J" 100,00 2255,63
HaJJ (1957) I" Untuk biji-bijian ditamuah 290,67 kJ/kg
-
22
4. Diagram Psikrometrik
Proses pengeringan pada tumpikan biji-bijian dengan mengalirkan udara
panas dapat dianggap suatu proses adiabatis. Hal ini berarti bahwd panas yang
dibutuhkan untuk menguapkan air dari biji-bijian hanya diberikan oleh udara
pengering tanpa tambahan energi dari luar. Pada saat udara pengering
mcnembus biji-bijian scbagian panas sensibel udara pengering c!ilibah menjadi
panas laten untuk menguapkan air bahan.
Pendekatan analisis perbandingan yang dilakukan adalah berdasarkan
mekanisme eksternal dari aliran f1uida ( suhu, kelembaban, dan laju ali ran
udara). Selama berlangsungnya proses pengeringan, terjadi penurunan suhu
bola kering yang disertai dengan kenaikan kelembaban mutlak dan kelengasan
nish. Sedangkan suhu bola basah dan entalpinya tetap. IIIustrasi proses
pengenngan sec"ra adiabatis pada kurva psikrumetrik dapat dilihat p?da
Gambar 6.
Tl T3 T2 Suhu Bola Kering ("e)
Kcterangal1 : (I) - (2) : proses pemanasan udara (2) - (3) : proses pcngcringnll H\ : kclcmbaban Illutlak pada kondisi (I)
(kg air/kg uk) H; : kclcmbaban ud",,, pau" kondisi (3)
(kg air/kg uk) hn) : cnthalpi udara p
-
Beberapa parameter yang berpengaruh ted~adap proses pengenngan,
diantaranya suhu dan kelembaban udara pengering, laju aliran lld
-
24
memuaskan. Hal ini disebabkan oleh pembelltukan senyawa calon
aroma dapat beIjalan dengan baik, karella mei1umt Rohan (1963) pada
kondisi tersebut suhu pada biji kakao tidak lebih besar dari 55 DC,
sedangkan aerasi tetap beIjalan dengan adanya hembusan angin dari
alat pengering.
Seda."1gkall Wood (1975) merekomendasikal1 bahwa
nengeringan yang konstan dengan aliran udara 180 - 540 meter
perdetik pada suhu 80 DC akan menghemat biaya operasi, karena biji
kakao akan kering dalam waktu yang relatif singkat.
Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan suhu yang konstan
yang akan memberikan panas yang cukup tinggi pada biji kakao,
karena suhu pada biji kakao mendekati suhu ali ran udara, yaitu 80 DC
Dalam pengeringan dengan menggunakan alat pengering
mekanis, biji kakao yang dikeringka!l secara cepat dengan suhu
pcngering: yang tinggi akan berper.gamh terhadap bau asam yang tajam
dan biji kakao akan mengandung asam lemak yang lebih banyak
daripada yang dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari.
Sedangkan pengeringan biji kakao dei1gan menggunakan
smar matahari (penjemuran) lebih disukai daripada pengeringan
buatan. Hal ini disebabkan pengeringan secara penjemuran dapat
menyebabkan teIjadinya proses aerasi yang lebih baik , sehingga oiji
kakao yang dihasilkan dari proses pengeringan nlami tersebut akan
-
26
l1lenghasilkan rasa kakao yang enak (Siregar, 1964) Pengeringan seca;'a
penjenlllran juga l1lel1lberikan flavour yang lebih baik dibandingkan dengan
pengeringan secara buatan (lit qhatt, 1961).
Selain itu, penjemuran biji kakao akan memberikan kondisi yang baik
bagi berlangsungnya reaksi-reaksi pembentukan aroma. Koridis yang dimaksud
adalah suhu pengeringan yang tidak terlalu tinggi yaitu berki~ar 40 "e, aerasi
yang baik serta pengikatan sinar ultraviolet, sehingga dengan demikian
reaksi-reaksi enzimatis yang penting dalam pemhentu kart aroma dapat
berlangsung secara tahap demi tahap secara sempurna.
Aspek kimia yang paling penting dari proses pengeringan adalall
terjadinya reaksi hrowning enzimatis yang mellghasilkan warna coklat pada
keping biji. Reaksi ini dapat terjadi karena adanya enzim polijello/-oksiduse
yang mengoksidasi senyawa polileno/.
Griffiths (1975) menyatakan bahwa senyawa epicatechin adalah substrat
utama bagi enzim po1!feno/-oksida.l'e dalam reaksi tersebut. Senyawa ini
dikenal sangat sepat, apabila tidak teroksidasi secara sempurna selama proses
pengenngan maka akan terdapat rasa sepat yang tidak dinginkan pada biji
kakao.
-
III. METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT
Pe!ai
-
28
---:;i""'-f----- pintu pemasukan
~----+--- ruang pengering
bijikakao-----r----~~~
rak bahan ----t7'=-----i h~+--- pintu pengeluaran
tungku pembakaran
Gambar 7. Skema alat pengering kakao tipe rak zig-zag
Untuk tungku digunakan plat besi dengan tebal 1.2 mm dan alas untuk
pembakaran batu bara serta alas untuk heat exchanger terbuat dari besi siku ukuran
5 x 5 em yang dipotong-potong dan dirakit dengan jarak antara potongar. yang satu
dengan yang lainnya adalah I em. Diatas tungku pembakaran diletakkan kerikil
yang berfungsi sebagai heat exchanger dengan tebal tumpukan adalah 3 em. Hal
ini dilakukan agar api yang diperoleh dari hasil pembakaran batu bara pada tungku
pembakaran tidak langsung mengenai bahan yang dikeringkan, akan tetapi terlebih
dahulu memanaskan kerikil yang keJ11udian memanaskan udara yang masuk pada
ruang plenum melalui lubang ventilasi yang telah dibuat pada sisi panjang alat yang
-
29
selanjutnya dipakai untuk mengeringkan bahan yang ada pada set,,:p rak. Udala
yang tebh dipakai untuk mengeringkan bahan selaniulnya abn keluar mda1ui
ccrobong atas pada alat pengering.
Tinggi keseluruhan alat yang dibuat adalah 3.45 meter, yang terdiri dari kaki
setinggi 0.15 meter, ruang pengering setinggi 2.10 meter, sungkup dan eerobcng
setinggi 0.70 meter. Karena "Iat ini cukup tinggi, maka menimbulkan masalah
dalam penggunaan didalam ruangan. Oleh karen a itu, alat ini lebih tepat dipakai
dan digunakan diluar ruangan.
Untuk proses pemasukan bahan yang akan dikeringkan, dimasukkan melalui
pintu pemasukan yang terletak pada kedua sisi panjang alaI pad a bagian sungkup
Karena alat yang dibuat ini cukup tinggi, maka untuk proses pemasukan bahan ini
digunakail tangga yang dapat di!)indah-pindahkan.
C. RANCANGAN FUNGSIONAL DAN STRUKTlJRAL
I. Rancangan fungsional
a. Elemen Pelnindah Pans
Elemen pemindah panas berfungsi untuk memiildahkail panas dali
sumber panas (batu bara) ke udara pengering Dengan demikian
pemai1asan udara dilakukan seeara tidak langsung. Sistim ini membcrikan
beberapa keuntungan yaitu mencegah bau yang dr timbulkan oleh sumber
pem'lnas, meneegah bertambahnya kandungan llap air pada udara
pengering dan mengurangi resiko hangusnya bahan yang akan dikeringkan
-
30
b. RUling Plenum
Ruang plenul11 adalah mang tempat dimana lIdara lil'gkung~n
dipanaskan. Fosisi ruang ini tcrletak di bawah lUang pengerillg. Dikedua
sisi pendek ruang ini diberi III bang sebagai tell1pat ll1asuknya udara
lingkungan yang akan dipanaskan.
c. Ruang Penger-jng
Ruang pengering adalah ruangan dimana terdapat rak-rak tell1pat
bahar. di keringka'l. Bagian atas dari ruang pengerir.g yaitu bagian
sungkup, dimana terdapat dua buah pintu untuk ll1elllasukan bahan. Pada
bagian bawah terdapat dua buah pintu lIntllk ll1engeluarkan bahan yan~
telah mengalami proses pengeringan. Pada pllnc~k ruang pengering
terdapat cerobong sebagai saluran keluarnya lIap air dan udara yang telah
clipakai dalall1 pengering.
Ruang pengering yang dirancang berbentuk kotak dan bagian alas
ruang pengering berbentuk limas segi ell1pal, dill1ana pad a kcdua sisi
panjangnya sekaligus ll1erupakan pintu untuk ll1ell1asukan ba'lan yang akan
dikeringkan.
d. Rak Bahan
Rak bahan berfungsi sebagai wadah dari bahan yang dikeringkan
Rak bahan tersebut tersusun secara zig-zak dengan kemiringan yang dapat
-
31
diatur. Keuntungan rak bahan secara zig-zak adalah a!iran udara tiapat
berjalan secara lancar dan dapa! mef'genai selul1lh bahan yang dikeringkail
Rak bahan terdapat dalam ruang pengering yang terdiri dari dua
rangkaian zig-zak. Masing-masing rangkaian terdiri dari sembilan rak.
Rak paling bawah pada setiap rangkaian berfungsi sebagai saluran
penge!uaran bahan yang tdah dikeringkan.
e. Sumber Energi Peruanas
Sunlber enegi pemanas yang digunakan adalah pembakaran balu
bara yang berada pada tungku pembakaran pada alat pengering. Dari hasil
pembakaran tersebnt yang akan memanaskan kerikil sebagai heat
exchanger yang berada didasar ruang plenum dan selanjutnya akan
memanaskan udara iingkungan yang ma,uk pada ruang pienuill dan
menjadi udara pengering yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan.
2. Rancangan Struklllral
a. Ruang Pen gering
Ruang pengering berbentuk kotak dengall panjang 1.2 l11eter. lebar
.0 meter dan tinggi2.10metel. Rangka ruang pengering terbuat dari kayu
reng dengan ukuran 4 em x 6 em. Dan dinding ruang pengering tf'rbuat
dari plat seng.
-
32
b. Rat.: Bahan
Rak hallan terbuat dari kayu reng 2 em ;,: 3 em dengall panjang I 12
meter dan lcbar 0.33 meter. Pada ketiga sisi rak bahan dibuat dinding yang
terbuat dari papan dengan tinggi bersih yang dapat diisi biji kakao aJalah
8.0 em. Alas rak terbuat dari bambu dengan diameter 0.5 el11.
c. Ccrob(llIg
Cerobong yang terdapat diatas sungkup ruang pengering berbentuk
silinder terbuat dari plat seng der.gan ukumn panjang 30 el11 dan diameter
15 em dan to pi eerobong berbentuk kerucut.
d. Rnang plenum
Ruang pleneum ini terdapat dibawah ruang pengering Dikedua sisl
pendek dari ruang ini diberi lubang yang berflll1gsi sebagai ,aluran
masuknya udara lingkungan yang akan dipanaskan.
D. BAHAN DAN ALA T
1. Bahan
Bahan yang d:gunakan dalam pengujian alat pengenng ini adalah biji
kakao yang telah difermentasi dan siap untul( dikeringkan dan batu bara
sebagai sumber bahan bal(ar. Dan bahan yang digunakan sebagai heat
exchanger adalah kcrikil.
-
33
2. AIM
Alat-alat yang digunakan dalam pen~ujian "Iat ini adalah
1. Termameter alkohol
2. Timbangan digital
, Oven pengering o.
4. Desikator
5. Velometer
6. Kakao tester
7. Wadah
8. Stop watch
9. Tempat sampel
E. PROSEDURPERCOBAAN
1. Pe."Cobaall Pendahllilian
Percobaan pendahuluan ini dilakukan dengan tujuan
I. Untuk mendapatkan suhu pengeringan yang konstan sebesar 70 lie
2. Untuk menentukan pengumpanan batu bara yang harus digunakan lIntllk
mendapatkan suhu konstan tersebut diatas
3. Menentllkan slIdllt ongg0k biji kakao.
Pada percobaan peJldahuluan ini juga dilakukan dtngan mengeringblll
sejUlnlah biji kakaa dtngan tujuan uptuk mendapatkan sudul onggok ya:lg
sesuai pada alat yang di bila\.
-
J4
Pada proses penglsl
-
Gambar 8. Biji kakao pada rak pengering
2. Percobaan Pengeringan
Percobaan pengujian ini dilakukan dengan mengeringkan biji kakao
dengan langkah-Iangkah sebagai berikut
I. Buah kakao yang telah dipetik dikupas dan dikeluarkan bijinya. Biji kakao
tersebut selanjutnya difermentasi selama lima hari. dibiarkan dua hari. sekali
dibalikkan dan dibiarkan tiga hari
2 Merendam dan mencllci biji kakao basah yang telah difermentasi
3. Penimbangan berat total biji kakao yang telah dicliCi dan ditlriskan
4 Persiapan alat pengering, seperti pengisian bahan bakar pad a tllllgkll
pembakaran dan dihitung beratnya
5. Pemasangan sensor-sensor pada titik yang akan diamati
-
Gambar 9. Alat pengering kakao tipe rak zig-zag
6. Penyalaan bahan bakar.
7. Pemasukan biji kakao pada pintu pemasukan pada alat pengering dan
pengeringan dimulai .
8. Pengukuran dan pencatatan suhu setiap satu jam sekali dan kadar air pada
setiap dua jam. Pengukuran dilakukan hingga kadar air bahan yang
diinginkan telah tercapai.
Diagram alir percobaan pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 10.
-
37
8iji kakao segar
1 Difermentasi (5 hari)
1 Perendaman dan pencucian
1 Ditiriskan selama 30 menit
1 Penimbanga berat total biji kakao basah
yang akan dikeringkan J.
Persiapan alat pengering
1 Pemasangan sensor pada titik yang akan diamati
~ Pemasukan biji kakao yang akan dikeringkan
~ Proses pengeringan
~ Pengukuran (suhu, kadar air, kecepatan a1iran adara)
l.
Penimbangan biji kakao 1
Analisa parameter ( kadar air dan suhu)
Gambar 10. Diagram alir prosedur pengujian
-
3. Perlakllall
Perlakuan pada percobaan pengeringan ini adalah ketebalan biji kak,ll)
yang terdiri dari dua level. yaitu ketebalan bahan 30 em dan ketebalan '.0 Cill
Suhu udara pengering diusahakan dipertahankan pada level 70 T selam t;J o
F. PENGAMATAN DAN PENGUKUR
-
l11engetahui apakah kadar air bahan pada rak yang diukur telah l1lenCapal
kadar air 6 - 8 %, jika bahan pada rak yang diukur telah l1lencapai kadar 1m Co -
8 %, l11aka bahan pada rak tersebut langsung dikeluarkan dari alat pengering.
jika kadar air pada bahan belul11 l11encapai kadar air seperti vang telail
ditetapkan, maka bahan yang ada pada rak tersebut terus dikeringkan. Gambar
dari kakao tester ini dapat dilihat pada Gambar II dibawah ini
Gambar 11. Kakao tester
Dan untuk mendapatkan kadar aIr bahan vanu ~ '" sesunggu hnya.
pengukuran dilakukan dengan eara metode oven, yaitu setiap sal1lpel yang telah
diambil dalam setiap peride dua jam pada setiap rak, ditimbang berat awalnva
kemudian dimasukkan kedalam oven pengering selama 7'2 jam dengan suhu
-
pada oven pengering adalah 100C. Gambar dari oven pengeri ng i Jll :'l'jWrll
yang tertera pada Gambar 12 di bawah ini.
Gambar 12. Oven pengering
Setelah semua sampel mengalami proses pengeringan dalal1l o\en selal11Cl
72 jam, maka setiap sal1lpel dikeluarkan dari oven pengering dan didinginkan
didalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang berat akhirnva Kadar
air awal ditentukan dari selisih berat (awal dan akhir), yaitu
tnl - 1112
(% bb ) x 100 % t) 1111
( % bk ) x 100 %
dimana .
m\ berat awal
m2 berat akhir
-
41
Timbangan dan desikator yang digunakan dalam penentuan kaclar air
bahan seperti yang tertera pada Gambar 13 dan Gambar 14 Perubahan kadilr
air selama pengeringan dilakukan dengan mengambil ben!t contoh pad a rak
atas, rak tengah dan rak bawah selama proses pengeringan berJangsung
Gambar 13. Timbangan digital Gambar 14. Desikator
2. Suhu
Pengukuran suhu udara yang diamati meliputi suhu bola basah dan bola
kering dari lldara lingkungan, suhu udara rak alas, rak tengah, dan rak bawah,
suhu udara didalam cerobong dan suhu udara ruang plenum.
Untllk mempertahankan suhu pengeringan yang konstan di ruang plenum
sesuai yang diinginkan yaitu 70 "c, maka tial' periode satu jam suhu selalu
dikontrol. Jika suhu di ruang plenum kurang dari suhu yang telah ditentllkan, I
l11aka diadakan penambahan bahan bakar batu bara pad a tungku pembakaran
dengan l11aksud untuk l11enaikkan kel11bali suhu pengering di ruang plenum
-
Jika slIilu penger11lg p{lda ruang plenulll herlebih clan suhu \-tltl~ h.'lllil
ditetapkan, maka bahan bakar yang ada pada tungku pClllbakaran dukurangi
atau dikeluarkan sebagian Gambar dari proses pcmbakaran bahan bah-ar halU
bara pada tllngkll pembakaran seperti terlihat pada Gambar l'i eli baIVah inl
Gambar 15 TlIngku pembakaran bah an bakar
Untuk proses pengukllran suhu ini, digunakan 1'0 bllah tennometer
alkohol y,mg telah dipasang pada POS1SI mi1smg-l11aSlng scperti yang tclah
ditentukan, yaitu di cerobong atas. di rak paling atas. di rak tengah. di rak
bawah, di ruang plenulll.masing-masing satu buah dan dlla buah dipasang diluar
lingkullgan yang hcrupa suhll bola kcring dan suhu hola basah (;(llllhdr darl
termomcter alkohol ini seperti terlihat paela Gambar I () eli halVah lIli
-
Gambar 16. Termameter alkahal
Pengukuran suhu pada titik-titik yang diamati ini dilakukan pada setiap
interval I jam sekali dimulai dari bahan mulai dikeringkan sampal bahan vang
dikeringkan telah mencapai Kadar air sekitar 6 - 8 % bk.
3. Pemakaian Bahan Bakal
Pel11akaian batu bara sebagai bahan bakar dihitung berdasarkan
banyaknya batu bara yang terpakai seial11a proses pengeringan beriangsung.
Nilai kalar briket batu bara yang digunakan sebesar 25080 kJ/kg (sumber
Departemen Pertambangan dan Energi Direktarat Batubara. 1993). dapat
dilihat pad a Tabel 4
batu bara ke dalam tungku pembakaran, kCl11udian (libakal .lIb suilll L1t1ara
-
44
pengering pad a ruang plenum belum tercapai, maka ditambahkan lagi batu bara
hingga tercapai suhu udara pengering yang dibLlt.uhkan.
Tabel 4. Spesifikasi brike! batu bara
Telur > 5700 - tak berasap
- tak berbau
Sarang tawon > 4500 - tak berasap
- tak berbau
- teknik penyempurnaan
zat terbuang diperlukan
SumlJer: Dep31temen Pert3mu2ngan daa Energi Direktorat Datubara, 1993
4. Kandungan Biji Slaty
Sampel diambil sebanyak 100 butir pada setiap nasil pengeringan secara
acak, kemudian dipotong dengan menggunakan plsau. Keping biji slaty
ditentukan dengan melihat penampakan bagian dalam keping biji yang
berwama ungu atau kelabu. Kandungan biji slaty dapat ditentukan dengan
menggunakan ruffiUS :
Jumlah biji slaty % biji slaty = x 100 % ..... .3)
Jumlah biji sampel
-
Tabei 5. Standar kakao InternasiGnal a)
Biji slaty Biji dirusak serangga, pipih dan berkecambah
Sumber : a) Sulist)'owati. 19X6 (BPP)
G. PERHITUNGAN
1. Kadar Air
3 , -,
8
6
Kadar air dalam suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua keadaan, yaitll
kadar air basah dan kadar air kering. Kadar air biji-bijian dihitung dengan
menggunakan persamaan berikllt ( Henderson dan Perry, 1955)
100Wm m
Wm + Wd
100 Wm M
Wd
dimana:
m kadar air basis basah (%) M kadar air basis kering (%) Wm = Berat air dalam bahan (gr) W d berat bahan kering (gr)
-
46
2. Kcbutuhan Encl'gi Pcngcl'ing
Bcban uap air adalah berat air yang perlu dikelur.rkan dari uahan 13e1l
-
47
Energi yar;g digunakan untuk menguapbn 3ir dari bahan yanc;
dikeringkan (Q I) dapat clihitung dengan menggunakan per:;amaan
E x hl'g
dimana
Ql energi panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air dari bahan (Id/jam) E beban uap air (kg)
hlg = panas latent penguapan air (kJ/kg)
Energi pemanasna udara (Q2) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut
dimana,
Q2 = m x cp x (T 2 - T I)
m= AxYxp
Q2 = jumlah energi pemanasan udara (kJ/jam)
m massa aliran udara (kg/jam)
Y = kecepatan aliran udara (m/det)
p = densitas udara (kg/m3)
A penampang melintang cerobong (m2)
Cp = panas jenis udara (kJ/kg C)
T I = Suhu udara masuk C'C)
T2 = Suhu udara rualig plenum (OC)
... 9)
-
48
Jumlah energi yang dihasllkan bahan bakar batu oara (Q,) selal1l~ proses
peogeringan, dc_pat dihitung dengan 111engetahui niiai panas dari batu bara
seperti tertera padaTabel 4 dan menggunakan persamaan berikut
dimana.
Q2 = jumlah energi yang dihasilkan bahan bakar batu bara (kJ)
Wh = jumlah bahan bakar yang terpakai (kg)
hm = kandungan panas batu bara (kJ/kg)
3. Keccpatan Pcngeringan
.10)
Kecepatan pengeringan menunjukkan kecepatan turunnya kandungan air
dari suatu bahan yang dikerin[;kan persatuan waktu. Kccepatan pengenng,dl
ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut .
Kadar "iT awal - Kadar air akhir % bkljam 1 J )
lama pengeringan
herat air awal - berat air akhir kg air/jam J 2)
lama pengeringan
-
4. Penampilan Efisicnsi Ala!
a. Efisiensi Pengeringall
Efisiensi pengerir.gan (11,) adalah pelbandingan antara energi pana,
yang digunakan untuk menguapkan air bahan (Q,) dengan energi pelllalOasan
Q, 111 = X 100 % . 13 )
b. Efisiensi Pemanasan (1)2)
Etisisnsi pelllanasan (11') adalah perbandingan antara energ'
pemanasan udara (Q2) dengan jUl1llah energi yang dihasilkan bailan
bakar (Q,)
X 100%. 14)
c. Efisiensi Total (TlJ)
Efisiensi total (11,) adalah perbandingan antara energi panas yang
dipergunakan untuk l1lenguapkan air bahan (Qil dengan energ' panas yang
dihasilkan bahan bakar (Q3) dengan l1lenggunakan persamaan berikut
---x 100%. Q,
.'
-
50
5. AnaiiSlS Biaya
Analisis biay'! diperlukan untuk ll1engetp.hui kelayakan dari alat pengering
yang dirancang serta biaya operasi yang di~erlukan untuk mengeri'1gkan bahan
persatuan berat hasil.
Pada p"rhitungan biaya ini, secara umum dapat dibagi kedalal'1 dua
golongan, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost)
Dengan mengetahui biaya tetap dan biaya tidak tetap maka kapasitas alat,
jumlah Jam kerja set~.hun dan biaya produksi dapat dihitung
(Soedjatmiko, 1975)
Biaya tetap terdiri atas biaya penyusutan, bunga modal dan pajak. Biaya
penyusutan dihitung dengan menggunakan met ode garis lurus dengan
pers?m~an sebagai bcrikut (De Genno, 1974)
D
dimana :
P harga alt (Rp)
P-S
N
S = harga akhir alat (Rp)
N = umUf ekonomis alat (tahun)
...... 16 )
Sedangkan biaya tidak tetap terdiri atas biaya operator, biaya bahan
bakar, biaya pemeliharaan alat dan perbaikan.
-
51
J3iaya operator ditentukan Rp. 4000/hari, l>iaya bitlun bakar Rp. }50/Kg
dafl hiaya pemeliharaan dan perawalan alat ditentllkan sebe,ar 10 % dari Inrga
alat.
.A BP (- + B)xC. ............. 17)
X
dimana:
A ~ biaya tetap (Rp/tahlln)
B biaya tidak tetap (Rp/tahlln)
C Kapasiws alat (kg/jam)
X total jam kerja per tahun (jam/tahun)
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERCOBAAN PENDI\HULIJAN
Percobaan pendahuluan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui
berapa jumlah bahan bakar yang perlu diumpankan kedalam tungku pembakaran
untuk mencapai suhu konstan 70 "C pada ruang plenum. Dari dua kali percobaan,
dimana percobaan I dengan pertama-tama mengumpan sejumlah 4 kg balu bara
kedalam lungku pembakaran, suhu pada ruang plenu,n naik dari suhu awal 28C
menjadi suhu 70 "c pada se\ang waktu dua jam. Setelah ilu, suhu pada ruang
plenum periahan-Iahan turun hingga mencapai suhu 64 "C jJ[,da selang waktu satLl
jam setengah. Ini menandakan bahwa perlu diadakan pengumpanan bahan bakar
lagi ke dalam tungku pembakaran untuk menaikkan kembali sLlhLl pacla rLlallg
plenum Dan setelah melakukan penambahan sebanyak 2 kg, maka suhu pacla
ruang plenum kembali na!k dengan maksimum 65 "c pada selang 'VaktLl satu jam
setengah dan setelah itLl, suhu perlahan-Iahan turun kembali.
Rata-rata suhu pacla ruang plenum yang dapat dicapai pada percobaan I ini
yang berlangsung selama 6 jam dengan mengumpan sejumlah 6 kg batu bara ke
dalam tungku pembakaran adalah 60,31 "c Data selengkapnya c1apat dilihat pacla
Lampiran 2.
Pacla percobaan 2 clengan pertama-tama mengumpan sebanyak 6 kg batl!
bara ke clalam tungku pembakaran, suhu di ruang plenum nai\.; c1ari
-
suhu awal 28 "C mcnjadi 80 "C dalam selang waktll 2 jam. Setelllsnyo suhu
perlahan-lahan turun hingga 70 "C pacta selang waktu 2 jam Pengumpanan batu
bara selanjutnya dilakukan pada saat suhu diruang plenum sebesar 75 "c. Hal ini
dilakukan karena melihat kenyataan yang terjadi pada percobaan I, dimana pada
saat pe~gumpanan batu bara ke dala.n tungku pembakaran, suhu di ru?ng plenum
tidak langsung mengalami kenaikan, bahkan mengalami penurunan, baru setelah
selang waktu 2 jam 3uhu udara pada ruang plenum kerr.bali naik. Pada percobaan
2, hal yang terjadi pada percobaan 1 terjadi pula, dimana suhu diruang plenum
pada saat pengumpanan batu bara masih 75 "c, dan setelah pengumpanan
mengakibatkan penurunan suhu hingga 65 "c pada selang waktu 2 jam dan baru
setelah selang 2 jam, suhu diruang plenum menga!ami kenaikan kembali Rata-rata
suhu pada ruang plenum pada percobaan 2 ini adalah 69,77 "c. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Dari dua kali percobaan yang dilakukan (percobaan I dan 2) pada
percobaan pendahuluan ini, didapatkan kenyataan bahwa untuk mendapatkan suhu
konstan pada ruang plenum scbesar 70 "c sangat sulit. Hal ini dipengaruhi oleh
bahan bakar yang digunakan dimana pada saat pengumpanan bahan bakar batu
bara ke dalam tungku pembakaran, batu bara yang diumpan tersebut tidak
langsung terbakar, bahkan dengan adanya p~ngumpanan bahan bakar tersebut
mengakibatkan suhu di ruang plenum tUruil. Dan setelah selang waktu bebcrapa
-
.:)+
jam kemudian (setelah bahan bakar yang diumpan ikut terbakar) barulah suhu
kemhali naik.
Deltgan membandingkan hasil yang diperoleh dari percobaan 1 dan :2
(khususnya menyangkut nilai suhu rata-rata di ruang plenum), maka pada
percobaan pengeringan, yang digunakan sebagai dasr.r khususnya dalam hal
jumlah bahan bakar batu bara yang perIu diumpan ke dalam tungku pembakaran
adalah hasi: dari percobaan 2, yaitu dengan pertama-t~.ma mengumpan sejumlah
6 kg batu bara. Dan pengumpanan batu bara selanjutnya dilakukan tergantung
dari disesuaikan dengan keadaan suhu pada ruang plenum.
Selain untuk menentukan jumlah bahan bakar yang pellu diumpankan ke
dalam tungku pembakaran untuk memperoleh suhu konstan pada rllang plenum,
percobaan pendahuluan ini juga dilak'lkan untuk menentukan sudut onggok biji
kakao paria alat yang dibuat. Dari percobaan yang dilakukan, sudut onggok biji
kakao pada alat tidak dapat tercipta yaitu 70" (sesuai dengan hasil penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya). Hal ini disebabkan oleh jarak pertell1uan antara rak
terlalu jauh.
B. PROSES PENGERINGAN
Pengeril'.gan adalah rrnses pengeluaran air dari suatu bahan sampai Kadar
air yang setimbang dengan keadaan udara atmosfir normal atau pacta Kadar air
dimalla penurunan kualitas Jari Jamur, aktivitas enzlm dan serangga dapat
-
diabaikan. Untuk biji kabo dikeringkan hingga Kadar air y2.ng tersisa padil bahan
sekitar 6 - 8 % basis busah.
Dari hasil pengujian pengeringan biji dengan level ketebalan 3 em (13:2 kg
biji kakao basah) dengan Kadar air awal 169,36 % basis kering dikeringkan selama
58 jam uniuk meneapai kadm air akhir bahan rata-rata 6.86 % basis keiing dengan
berat akhir dari bahan adalah 46 kg biji kakao kering. Data selengkapnya mengenai
!cadar air awal, Kadar air akhir dan lama pengeringan untuk setiap rak pacta
perlakuan dengan level ketebalan bahan 3 em dapat dilihat pad a Tabel 6. Dan data
penurunan Kadar air tiap periode dua jam, selengkapnya dapat dilihat pad a
Lampir2.n 4.
Untuk [eve! ketebalan 5 em (220 kg biji kakao basah) dengan kadar air awal
balun 171,52 % basis kering dan lama pengeringan 62 jam untuk meneapai kadar
air akhir rata-rata 7,01 % basis kering, dengan berat akhir dari bahan adalah 76 kg
biji kakao kering. Data selengkapnya untuk Kadar air awal, Kadar air akhir dan
lama pengeringan untuk setiap rak dapat dilihat pada Tabel 7. Dan data penurunan
Kadar air tiap peri ode dua jam selengkapnya dapal dilihat pada Lampiran 5.
-
Tabel6. Data kadar air awal d~.n bdar air akhir (%t)k) , dan lama pengerinuan biji kakao untuk setiap rak pada level keteiJalan bahan 3 em.
Rak 1 169.36 6.-18 10
Rak 2 169.36 7.16 ~2
Rak 3 169.36 6.63 ~x
Rak4 l69.36 7.09 ~X
Rak 5 169.36 6.66 52
Rak6 169.~6 6.6~ 56
Rak 7 169.36 7.39 )h
Rak 8 169.36 6.S5 5X
Tabel7. Data kadar air awal dan kadar air akhir (% bk), dan lama pengeringan biJi kakao untuk setiap rak pada level ketebalan bahan 5 em.
Rak 1 171.52 (dU .'" -l
Rak 2 171.52 7.5 t H
Rak 3 171.52 7.IIX ~x
Rak~ 171.52 7.59 50
Rak5 171.52 G.]}; 5-l
Rak 6 17 1.52 6.17 5X
Rak 7 171.52 6.5X (l2
Rak 8 171.52 7.65 (,2
-
57
180 1.-------------------------------------------------------------------.
160
140
120 I \ ~~ Rakl I ( \ \
" [JJ ;;'. 100
~
'" 80 - Rak4 , , 0 ~ a::
'" "
60
\ "
~ - Rak8
40
20
-~---.---~__a__~j o ! J
o N V ~ ro 0 N V ~ 00 0 N V W 00 0 N V W 00 0 N V m WON V W 00 ~ ~ N N N N N n n n n n v v v v v ~ ~ ~ ~ ~
'NAKTU ( JAM)
Gamb
-
58
180 ,-----------------------.--
160
140
120
"
-
'" '" "" -
'" ;;:
'" '" C
'" '"
59
180,1----------------------------------------------------------------
160
140
120
100
so
60
40
20
I
, ' , '
, ' , '
Ketebalan 3 em
Ketebalan 5 em
RakS
,
,
-Rak4
,
. Rak 1
Rak4 .. -
'" .
Rakl.----------~~~~~-- ....... ~ .. - ..... --. ____ -l
WAKTU \JAM)
Gambar 19_ Grafik pl'!rbundingan proses pengeringun biji kakao pada level ketebalen 3 em dengr.Cl 5 em
-
Grafk proses pengenngan biji kakao dcngan perlakuan level ketelnlan
bahan 3 em dapat dilihat pada Gambar 17 c Sedangkan untuk perlakuan dengan
level kctebalan bahan 5 em dapat dilihat pada Gambar 18. Dari grafik prose:;
pengeringan tersebut dan data yang ada pada Lampiran 4 dan 5, baik pada level
dengan ketebalan bahan 3 em maupun pada level ketebalan bahan 5 em terlihat
bahwa rak pertama (rak yang berada diatas ruang plenum) menghasilkan proses
pengeringan yang lebih eepat dibandingkan dengan rak-rak yang ada diatasnya.
Pada level ketebalan bahan 3 em, bahan yang ada pada rak yang paling
bawah mengalami proses pengenngan selama 3.0 Jam dengan
Kadar air akhir 6,48 % basis kering, sedangkan pada level dengan ketebalan
bahan 5 cm, bahan mengalami proses pengeringan selama 34 jam dengan Kadar air
akhir 6,82 % basis kering. Data selengkapanya mengenai Kadar air bahan ini dapat
dilihat pada Lampi ran 4 dan 5, dan untuk grafik penurunan Kadar air pada semua
rak dapat dilihat pada Lampiran 6 d:m 7.
Masih dari grafik pada Gambar 17 dan 18, terlihat bahwa penurunan kadar
aIr terhadap waktu mempuayai pola yang sam a, yaitu bentuk eksponensial
Penurunar. Kadar air terjadi sangat menyclok pada awal pengeringan, kemudian
turun perlahan-lahan sampai perubahan kadar air mendekati no! Keadaan ini
menunjukkan bahwa Kadar air biji kakao akan turun terus sampai tercapai kadar air
keselmbangan dimana laju uap air yang dilepaskan ke udara pengering sama dengan
-
iumlah uap air yang diserap oleh b\ii l,:akao. Pada grafik tersebut terlihat ,iug"
beberapa tahap penurunan kadar air, yaitu tahap penurunan cepat yang berlangsung
pada awal proses pengeringan, tahap penurunan kadar air lambat, yaitu pada saat
grafik penurunan mulai landai dan tahapan yang terakhir adalah tahap penurunan
kadar air sangat lamb at yang terjadi paJa sac,( perubahan kadar air sang at
kecil (kurang dari I % bk). Selain itu, grafik tersebut memperlihatkan bahwa pada
tingkat suhu udara pengering yang berbeda akan menyebabkan teriad:nya
penurunan kadar air yang berbeda. Pada grafik tersebut, baik pada ketebalan bahan
3 cm maupun pada ketebalan bahan 5 cm, rak paling bawah (rak I atau rak yang
paling dekat dengan ruang plenunl) mengalami proses penurunan kildar air lebih
cepat dibandingkan dengan rak yang ada diatasnya. Hal in: disebabkan oleh rata-
rata suhu yang melewati rak bawah (rak 1) lebih besar dari rata-rata suhu yang
melewati rak yang ada diatasnya.
Cepatnya bahan mengalami proses pengeringan pada rak pel1a111a
(rak paling bawah), kemudian disusul dengan rak diatasnya disebabkan oleh udara
pengering yang mengenai bahan pada rak pertama 111emiliki kapasitas penyerapan
uap air yang sangal tinggi. Pada rak kedua dan setenisnya sampai rak keelelapan
(rak yang paling atas), kapasitas penyerapan uap air 111enjadi semakin kecil. Hal ini
disebabkan oleh udara panas yang melalui rak telah menyerap uap air yang
diuapkan oleh bahan dari rak pertama, bahan pada rak kedua, dall seterusnya
-
sampai akhirnY(l, udara pengering keluar dal'j alat pengering Ir,e!alui CE;r0bong alas
alat pengering Grafik untuK proses pengeringan pada level ketebalan bahan 3 Cill
dan 5 em untuk keseluruhan rak dapal dilihal pada Lampiran 6 dan 7.
Untuk grafik perbandingan antara proses pengeringan pada ketebalan bahan
3 em dengan 5 em dapal di!ihat puda Galllbar 19. Gratik tcrsebut Illemperlihatbn
bahwa pada tingkat ketebalan bahan yang berbeda akan menyebabkan penurunan
Kadar air dan waktu pengeringan yang berbeda. Dari grafik tersebut untuk rak yang
sam a (rak I) tetapi ketebalan bahall yang berbeda, rak I pada ketebalan bahan 3 cm
melllpunyai pCllurunan kadar air yang lebih cepat dibandingkall dengan ketebalan
5 cm. Begltupula untuk rak 4 dan rak 8. Selain itu, waktu pengeringan untuk rak I
pada ketebalan bahan 3 cm lebih cepat dibandingkan dengan rak I pada ketebalan
bahan 5 cm. Brooker et ai, (1974) menyatakan bahwa salah salu yang menentubn
lama proses pengeringan adalah ketebalan bahan. Data s~lengkapnya mengen'lI
waktu pengocringan untuk setiap rak dapat dilihat pada tabel
-
C. KECEPATAN PENGERTNGAN
Keeepatan pengeringan biji kakao dapat ditcntukan dengan menggunakan
persamaan I I dan 12. Dari perhitungan didapatbn rata-rata keeepatan pengeringan
sebesar 3,49 % bk I jam untuk level ketebalan bahan 3 em, dan 3,3 I % bk/jam
untuk level ketebalan bahan 5 em. Data rata-rata kecep?Jan pengerlllgml
(% bkljam) untuk setiap rak dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini dan data
sekngkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.
Tabel 8. Keeepatan pengeringan (% bk/jam) untuk setiap rak
Untuk keeepatan pengenngan pada setiap raj.:, terlihat bahwa raj.: vang
paling bawah (rak yang paling debt dengan ruang plenum) memiliki kecepatan
pengeringan yang lebih tinggi dibandingkr~n dengan rak-rak yang ada diatasnya,
baik pacta level perlakuan dengan ketebalan bahan 3 em, maupun pada level dengan
ketebalan bahan 5 em.
-
:J5
30
::;; .. 25
~ "' ;!'.
~ 20 ~ i w (!) z
~ \5 z .. ....
.. a. w f:rl 10
"
5
J-t---- Rakl
J II Rak4
I---+--\--I - Rak 8
'/ oX \ \L!~: .~. ~.='. ~
o N ~ m ro a N ~ m ro 0 N ~ m ro a N ~ ~ ro 0 N ~ m ro a N ~ ~ ro ~ ~ ~ ~ ~ N N N N N M M M M M ~ ~ V ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
WAKTU (JAM)
Gambar 20. Grafik keeepatan pengeringan biji kakao ( % bkljam ) pada level ketebalan 3 em
64
-
311
-----------~
25
- 1\ :;; Rakl .. ...,
" 20 III
~. I/\~ - Rak4 1 I ~ 15 1\ I w (!) z
I'"f~~ /\ Rak8 t Ii I \~ I V '0\ .--\J
5
-. - -~ 1 oV Y " .- ~v. ----.Y ~. a N v ~ ro 0 N ~ ~ Q 0 N V m ro 0 N V ~ ro 0 N V m ro 0 N V m ro
~ ~ ~ ~ ~ N N N N N M M M M M ~ V V V V ~ ~ ~ ~ ~
WAKTU (JAM I
Gambar 21. Grafik keeepatan pengeringan biji kakao ( % bkJjam ) pada level ketebalan 5 em
o
-
Dari g,alik rada G~mbar 20 dan 2 J, periode kecepatan pengeringan letal'
tidak terlihat dengan jelas, akan tetapi yang terlihat dengan jelas adalah periode
kecepatan pengeringan menurun. Hal ini disebabkan biji kakao yang dikeringkan
tidak memiliki Kadar air bebas yang melingkupi permukaan biji sebelum
dikeringkan. Ht'nderson dan Perry (1976) menyatakan bahwa kecepatan
pengenngan konstan berlangsung cepat dan dapat diabaikan. Lebih lalljut
dikatakan bahwa untuk menyebabkan terjadillya laju pengeringan tetap perlu adanya
air bebas yang cukup besar yang menyelimuti seluruh pennukaan bah an yang akan
dikeringkan. Sedangkan Thahir (J 988) menyatakall bahwa pad a biji-bijian.
keeepatall pengeringall konstan terjadi de!1gan singkat, sehingga dapat diabaikan
Lebih lanjut dikatakan bahwa keeepatan pengeringan tetap pada prodLlk bioingi,
terjadi pada awal pengeringan dengan Kadar air diatas 70 % bb. Sedallgkan Kadar
air biji kakao pada proses pengeringan ini l11asih jauh dibawah kQndisi ,di\ltas, yailu
pada pengeringan deilgan ketebalan bahan 3 em Kadar air awal biji kakao sebesar
62,54 % bb dan untuk ketebalan 5 em Kadar air awai biji kakao sebesar 63, 17 % bb.
Masih dari grafik pada Gambar 20 dan 21, grafik tersebut menulljukkan
bahwa pada awal pengeringan, kecepatan pengeringan berlangsung cukup tinggi.
kemudian pada selang waktu tertentu keeepatan pengeringan sel11akin l11enurun
Tingginya kecepatan pengeringan disebabkan pada awal pengenngan massa all'
l11aslh banyak terdapat di daerah sekitar pennukaan bahan Proses penguapan akall
-
beriangsung cepa! karena atr terse/lut mudah menguap /lila bahan tc:rsebut
dipanaskan. Namun pada tahap selanjutnya, kecepatan pengermgan semakin
menu run karena pada tahap ini terjadi proses difusivitas, dimana terjadi proses
. perpindahan massa air dari dalam bahan ke permukaan bahan, baru selanjutnya
terjadi penguapan air dari permukaan bahan ke medium pengering, sehingga waktu
yang dibutuhkan untuk proses penguapan mass a air lebih lama dibandingkan proses
yang terjadi pada awal pengeringan.
Proses perpindahan massa air uari dalam bahan ke permukaan bahan
disebabkan oleh pcrbedaan tekanan uap alltara medium pengenng dengan bahan
yang dikeringkan. Perpindahan at au migrasi air dari tempat yang bertekanan uap
tinggi ke tempat yang bertekanan lIap lendah adalah sebanding dengan selisih
tekanan uapnya (Hall, 1957)
Semakin lama waktu pengeringan, maka kecepatan pengeringan akan
semakin kecil karena jarak perjalanan massa air dari dalam bahan berbanding lurlls
dengan lamaljya waktll. Proses perpinuahan massa air dari da/am bahan terjacli lapis
perlapis, karena selnakin jauh jarak yang ditempuh, maka semakin lama waktu yang
diperlukan supaya massa air tersebut sampai ke permukaan bahan.
Secara umum dari data kecepatan pengeringan (% bk/jam) paela Lampiran 8
dan 9, serta grafik kecepa!an pengeringan pada Lampiran 10 dan II terlihat ba!1\va
kecepatan pengeringan akan mer:urun seiring dengan bertambahnya waktu
-
pengenngan. Semakin lama waktu yang diperlukan IJntuk mengeringkw bilhan.
maka kecepatan pengeringan akan semakin menurun.
Laju penguapan air dihitung dengan menggunakan persaman 7. Untuk laju
penguapan air, pada level ketebalan bahan 3 em adalah 1,36 kg/jam, sedangkan
pada level keteblan bahan 5 err; adalah 2,15 kg/jam. Besar dan kecilnya laju
penguapan air pada bahan dipengaruhi oleh besar dan keeilnya jumlah air yang
diuapkan pada proses pengeringan. Sc:makin besar jumlah air yar,g diuapkaI', maka
laju penguapan air akan semakin besar, dan sebaliknya semakin kecil jumlah all
yang diuapkan, maka laju penguapan "if akan semakin keeil pula .
. - .
~ ',.'
"
-
D. SEBARAN SUHU UDARA PADA ALAT PENGERING
Dari proses pengeringan yang telah dilakukan dengan dua level ketebalan
bahan yang berbeda, memberikan sebaran suhu yang berbeda pula. Pada level
ketebalan bahan 3 em, suhu udara lingkungan berkisar '20 "c - 34 "c, sebaran suhu
pada rak bawah 27C - 66 "e rak teng&h 27C - 58 "c, rak atas 27 "c - 5' "c.
Suhu ruang plenum berkisar antara 28 "c - 80 "c sedangkan suhu pada eerobong
berkisar antara 30C - 47 "c.
Untllk level ketebalan bahan 5 em dengan slIhll lingkllngan
bcrkisar 20 "c - 35C, diperoleh sebarab sllhll sebagai berikllt rak bawah berkisar
antara 28C - 69 c, rak tengah berkisar antara 28C - 67 "c, rak alas berkisar
anlara 28 "C- 57 "e Pada (Uang plenum suhu berkisar antara 28 "c - 82 "c. dan
suhu pada eerobong berkisar antara 29 "c - 60 "e.
Untuk suhu rata-rata dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini, dan sebaran
suhu seleilgkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13.
Tabel 9. Rata-rata suhu lingkungan ee), suhu udara diatas rak ee), suhu plenum eC) dan suhu cerobong ("C).
3 26.08 20.811 49.83
5 26.21 21.68 5L95
Tdu sllhll uola kcring
Twb : suhu bo!a basah
43.15
H.57
411,1lJ 65.32 lx.:n 39.87 64.711
-
80 I (
70
.'
60 -x- Suhu bola kering
~ 50 I, + ' ---- Suhu bole. basah ..,
- - - - - . Suhu diatas rak baw211 (rak 1)
---+-- Suhu diatas rak tengah (r2k4)
-:
-
71
80
70 ~ J\ (\ r\;~ \ ( \ f\ I \ M I :\ :\
\'\ M,' . + . . +'+J '+t-I \;!; / \ .
60 -X- Suhu bola kering \ V . \ .~. .: \ ... N . \ . II X \" \
. . . . . . I \ .. , .:(1 \X 00 III'. I . 1'1 ,. .. I . ,'. x:i: XX" \.
. \ . \. . : \ . ~ , . . '\. I ., I \
1:> ' '. . _-, '." ', .. ,,' \ .,
--- Suhu bola b3sah
15 :::J :I: 40 :::J
'"
30
'. (" . '.' \. '\ I h I, . + \ I " ,I " XXXXX .+ 'X
. + /\' '." ,I + \\
,! I \ / X + +\ I X;o: ,,:.:X~'l" '\ +.+~. . +< \:.Ac Xx xxx "' I .'''', '(1:,xx > N '" ro N " c--N N o '"
'" '" WAKTU (JAM)
ill
'"
m
'"
N
"" '" "
ro
" :;; "
'"
c--
'"
o ill
Gambar 23, Grafik perubahan suhu ("e) terhadap waktu (jam) pada pengeringan biji kakao dengan level ketebalan 5 em.
-
Dari gratik pada Gambar 22 dan 23 terlihat bahwa baik pad1, pengeringan
. dengan level ketebalan bahan 3 em, maupun pada level ketebalan bahan 5 em, suhu
paling tinggi adalah suhu pada ruang plenum, kemudian suhu pada rak, dan suhu
yang paling rendah adalah suhu lingkungan.
Dari data suhu yang didapatkan pada pereobaan im, suhlj konstan 70 "e
pada ruang plenum tidak tereipta. Hal ini disebabkan oleh tluktuasi panas yang
dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar batu bara pada tungku pembakaran
yang tak bisa dikontrol. Jika diadakan pengumpanan bahan bakar batu bara ke
dalam tungku peti1bakaran dengan maksud untuk menaikkan kembali suhu udara
pada ruang plenum yang te1ah turun dibawah suhu yang ditetapkan yaitu 70 "c
bahan bakar tersebut yang diumpankan terkadang tidak langsung terbakar, hal ini
menyebabkan suhu di ruang plenum sell1akin turun. Dan baru setelah selang
beberapa saat setelah bahan bakar yang diumpankan tersebut ikut terbakar barulah
akan menyebabkan kenaikan suhu di ruang plenum hingga terkadang melebihi dari
suhu yang diinginkan yaitu 70 "C Jika kondisi ini terjadi, salah satu cara untuk
mengurangi suhu diruang plenum adalah dengan ll1engurangi (mengeluarkan
sebagian bahan bakar batu bara) dari daiam tungku pembakaran Dan iika hal ini
dilakukan, akan mengakibatkan pemborosan pemakaian bahan bakar, karena jika
batu bara yang telah terbakar diambil, maka batu bara tersebut tidak bisa
diumpankan lagi ke dalam tungku pembakaran karel1l sudah menjadi debu. Jadi hal
-
7' .'
illi tidak dilakukan selama suhu di mang plenum tidak mergalami kenaikall yang
terlalu tinggi akibat pellambahan pellgumpanan bahan bakar batu bara ke dalam
tungku pembakarall. Namun demikia!1, dengan adanya tluktuasi suhu diruang
plenum ini akibat pengumpanan bahan bakar mengakibatkan rata-rata dari suhu
diruang plenum sclama pellgeringan berlangsullg m1s1h l1'endekati suhu udara yang
diinginkall, yaitu pada pengeringan dengan ketebalan bahan 3 COl, rata-rata suhu di
ruang plenum adalall 65,32 DC, dan untuk ketebalun 5 cm, rata-rata suhu yang
dicapai adalah 64,70 "C Data selengkapnya mengenai sebaran suhu ini dapat
dilihat pada Lampiran 12 dan 13.
E. PENAMPILAN EFISlENSI ALA T
I. Efisiellsi Pengeringan ( 11 I )
Efisiensi pengeringan adalah perhalldingan antara energl panas yang
digunakan untuk menguapkan air bahan dengan energl pemanasan udara.
Efisiensi pengeringan ini dihitung denganmenggunakan persamaan 13 (ontoh
perhitungan dapat dilihat rada Lampiran 14 dan 15.
Tabel 10. Efisiensi pengeringan
-
Untuk level dengan ketebalan bahan 3 em, etisiensi pengerin~an yang
didapal dari hasil perhitungan adalah 20,87 %, sedangkan unluk level ketebalan
bahan 5 cm, efisiensi pengeringan sebesar 39,23 %.
Dari proses pengeringan yang telah dilakukan oleh Bambang Satriana
(1992) dCllgan menggunakan alat pengenng tipe rak zlgzag deng1n
menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar, pada pengeringan biji kakao
dengan level ketebalan bahan 5 em diporoleh efisiensi pengeringan rata-rata
sebesar 37,15 % dan untuk ketebalan 7 em diperoleh efisiensi pengeringan rata-
rata sebesar 45,04 %. Dan pada proses pengeringan yang telah dilakukan oleh
Muh. Taufik Suriyono (1991) dengan menggunakan alat pengering tipe
tercwongan kombinas! energi ll1atahari dan tU:1gku biomassa, diperoleh efOsiensi
pengeringan sebesar 31,80 % dan 78,60 %.
Dari nilai etisiensi pengeringan ini, terlihat bahwa perbedaan ketebalan
bahan yang dikeringkan akan menyebabkan perbedaan nilai etisiensi pengeringan
Proses pengeringan dengan ketebalan yang lebih kecil (tipis) memberikan nilai
etisiensi pellge