perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR
ALUMINIUM CETAKAN PASIR
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Oleh : I. HARMONIC KRISNAWAN
NIM. I 0408037
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH UKURAN PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR
ALUMINIUM CETAKAN PASIR
Dosen Pembimbing I Bambang Kusharjanta., ST., NIP. 19691116199702 Telah dipertahankan di hadapan Tim November 2012 1. Teguh Triyono., ST NIP . 197104301998021001 2. Ir. Wijang Wisnu Raharjo NIP. 196810041999031002
Ketua Jurusan Teknik Mesin Didik Djoko Susilo., ST., MT NIP . 19720313199702
ii
PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR
ALUMINIUM CETAKAN PASIR
Disusun oleh :
I Harmonic Krisnawan
NIM. I 0408037
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Bambang Kusharjanta., ST., MT Wahyu Purwo R., ST., 1997021001 NIP. 19720229200012
ah dipertahankan di hadapan Tim Dosen Penguji pada hari
Teguh Triyono., ST ………………………... 197104301998021001
Ir. Wijang Wisnu Raharjo., MT ………………………...196810041999031002
Mengetahui:
Ketua Jurusan Teknik Mesin Koordinator Tugas Akhir
Djoko Susilo., ST., MT Wahyu Purwo R., NIP . 197203131997021001 NIP. 19720229200012
TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR
Dosen Pembimbing II
Wahyu Purwo R., ST., MT 197202292000121001
Dosen Penguji pada hari Rabu, 14
………………………...
………………………...
Koordinator Tugas Akhir
Wahyu Purwo R., ST., MT 197202292000121001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :
� Ibunda Sri Astutik dan Ayahanda Drs. Minarwan terimakasih atas doa,
tetesan air mata, dan semua nasihat yang menjadikan ananda bisa seperti
sekarang.
� Saudara tercinta Inderawati Kusumaningtiyas, Amd. Kep, terimakasih atas
semua dukungan dan doa kepada adikmu ini.
� Astrid atas semua doa, dukungan, dan kesabaranmu.
� COSINUS 08 atas persaudaraan yang telah kalian ajarkan kepadaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
Jika berhasil bersyukurlah, jika gagal bersabarlah.
( Bambang Kusharjanta )
Jadilah manusia yang manusiawi.
( K.H. Anwar Zahid )
Dadio wong sing duwe rumangsa, ojo dadi wong sing rumangsa duwe.
( Krisnawan )
Meraih kejayaan dengan hati, rasional, keadilan, dan membuang ego.
( Cosinus 08 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
Pengaruh Ukuran Riser Terhadap Cacat Penyusutan Dan Cacat Porositas Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir
I Harmonic Krisnawan Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia
E-mail : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap cacat penyusutan dan cacat porositas paduan aluminium pada proses pengecoran menggunakan cetakan pasir.
Pada penelitian ini bahan baku aluminium berasal dari limbah piston bekas sepeda motor. Saluran penambah (riser) yang digunakan berbentuk botol dengan ukuran leher (neck) diameter 25 mm dan tinggi 5 mm. Variasi ukuran saluran penambah (riser) yaitu : diameter 30 mm dengan tinggi 100 mm, diameter 40 mm dengan tinggi 56 mm, dan diameter 50 mm dengan tinggi 36 mm. Pengujian penuyusutan dengan membandingkan volume produk dengan volume cetakan. Pengamatan rongga penyusutan dengan membelah produk cor menjadi dua bagian. Pengujian porositas dengan membandingkan densitas teoritis dengan densitas terukur. Pengujian densitas teoritis menggunakan standar ASTM E-252.
Berdasarkan penelitian kesimpulan yang dapat diambil adalah untuk menghasilkan produk cor dengan nilai persentase penyusutan dan persentase porositas yang rendah digunakan riser dengan ukuran diameter besar dan tinggi. Kata kunci : saluran penambah, penyusutan, porositas, paduan aluminium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Influence of Riser Size on Shrinkage and Porosity Defect of Aluminium Castings by Using Sand Molds
I Harmonic Krisnawan
Departement of Mechanical Engineering Engineering Faculty of Sebelas Maret University
Surakarta, Indonesia E-mail : [email protected]
Abstract
This experiment is aimed to determine the influence of riser size on
shrinkage and porosity defect of aluminium castings by using sand molds. The raw material of aluminium alloy in this experiment is derived from
waste of motorcycle piston. Bottle shape riser is used with the size of neck is 25 mm of diameters and 5 mm of height. Variations of riser size are: 30 mm of diameters with 100 mm of height, 40 mm of diameters with 56 mm of height, and 50 mm of diameters with 36 mm of height. The shrinkage testing is conducted by comparing the castings volume to the molds volume. The observation of shrinkage cavity is done by cleaving the castings into two pieces. The porosity is tested by comparing the true density to the apparent density. The true density testing uses ASTM E-252 standard.
The result of this experiment are is to produce castings which low shrinkage and porosity defect is used riser which large of diameters and height size.
Keywords : riser, shrinkage, porosity, aluminium alloy.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Ukuran Riser Terhadap Cacat Penyusutan Dan Cacat Porositas
Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir” ini dengan baik. Adapun tujuan dari
penulisan skripsi ini adlah senagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan yang
dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua dan keluarga atas dukungan secara moral, material, dan
spiritual.
2. Bapak Didik Djoko Susilo, ST. MT sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Bambang Kusharjanta, ST. MT dan Bapak Wahyu Purwo Raharjo, ST.
MT atas bimbingan yang diberikan kepada penulis.
4. Bapak Teguh Triyono, ST dan Bapak Ir. Wijang Wisnu Raharjo, MT sebagai
dosen penguji.
5. Staf tata usaha Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
6. Mas Maruto, Mas Endri,dan Mas Arifin atas bantuannya dalam pengambilan
data.
7. Staf Laboratorium Pengujian Bahan Politeknik Manufaktur Ceper.
8. Syaiful, Widi, dan Addin atas semua bantuan selama mengerjakan skripsi ini,
semoga langkah kalian senantiasa diberkahi Tuhan.
9. Saudaraku COSINUS 08 atas persaudaraan kita selama ini.
10. Astrid atas doa, dukungan, dan kesabaranmu.
Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak – pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Penulis sangat menyadari atas banyaknya kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Surakarta, November 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI Halaman Judul ............................................................................................... i Halaman Pengesahan .................................................................................... ii Halaman Persembahan .................................................................................. iii Halaman Motto .............................................................................................. iv Halaman Abstrak ........................................................................................... v Kata Pengantar .............................................................................................. vii Daftar Isi ........................................................................................................ ix Daftar Tabel .................................................................................................. xi Daftar Gambar ............................................................................................... xii Daftar Notasi……………………………………………………………….. xiii BAB I Pendahuluan ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ………………………………………… .... 2 1.3 Batasan Masalah .......................................................................... 2 1.4 Tujuan dan Manfaat .................................................................... 3 1.5 Sistematika Penulisan……………………………………. ......... 3
BAB II Landasan Teori ................................................................................. 5 2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................... 5 2.2 Dasar Teori .................................................................................. 6
2.2.1 Proses Pengecoran .............................................................. 6 2.2.2 Pembekuan Coran .............................................................. 7 2.2.3 Pembekuan Terarah (Directional Solidification) ............... 8 2.2.4 Pola ..................................................................................... 9 2.2.5 Sistem Saluran………………………………………….. .. 9 2.2.6 Perhitungan Casting Modulus ........................................... 11 2.2.7 Pasir Cetak.......................................................................... 11 2.2.8 Cetakan Pasir……………………………………….... ..... 12 2.2.9 Aluminium Paduan……………………………………… 12 2.2.10 Cacat Penyusutan (Shrinkage Defects)………………… 14 2.2.11 Cacat Porositas…………………………………………. 15
2.3 Hipotesis ...................................................................................... 16 BAB III Metodologi Penelitian ..................................................................... 17
3.1 Tempat Penelitian ........................................................................ 17 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 17 3.3 Prosedur Penelitian....................................................................... 21
3.3.1 Persiapan Pola ................................................................... 21 3.3.2 Pembuatan Pasir Cetak ...................................................... 25 3.3.3 Pembuatan Cetakan Pasir…………………………… ....... 25 3.3.4 Peleburan Logam……………………………………….... 26 3.3.5 Penuangan Logam Cair…………………………………. . 26 3.3.6 Pembongkaran Cetakan Pasir……………………………. 26 3.3.7 Pengujian Cacat Penyusutan…………………………….. 26 3.3.8 Pengujian Cacat Porositas………………………………. . 27 3.3.9 Pengamatan Struktur Mikro……………………………. .. 28 3.3.10 Analisa Data……………………………………………. 28
3.4 Jumlah Spesimen Pengujian…………………………………… 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
3.5 Diagram Alir Penelitian……………………………………….. 29 3.6 Jadwal Penelitian……………………………………….. ........... 31
BAB IV Data Dan Analisis ........................................................................... 32 4.1 Produk Cor Hasil Pengecoran Cetakan Pasir .............................. 32 4.2 Cacat Penyusutan ………………………………………… ........ 33
4.2.1 Perhitungan Modulus Cor ................................................. 34 4.2.2 Persentase Penyusutan Produk Cor ................................... 35 4.2.3 Pengamatan Rongga Penyusutan………………………… 38
4.3 Persentase Porositas .................................................................... 40 BAB V Kesimpulan Dan Saran .................................................................... 47
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 47 5.2 Saran ………………………………………… ............................ 47
Daftar Pustaka ............................................................................................... 48 Lampiran ....................................................................................................... 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel variasi ukuran saluran penambah (riser).............................. 24 Tabel 3.2 Jumlah spesimen pengujian ........................................................... 29 Tabel 3.3 Jadwal penelitian ............................................................................ 31 Tabel 4.1 Hasil uji komposisi kimia .............................................................. 32 Tabel 4.2 Nilai modulus cor saluran penambah (riser).................................. 35 Tabel 4.3 Volume produk cor ........................................................................ 35 Tabel 4.4 Hasil perhitungan persentase penyusutan ...................................... 36 Tabel 4.5 Data perhitungan densitas nyata sesuai ASTM E-252 ................... 41 Tabel 4.6 Hasil perhitungan densitas semu .................................................... 42 Tabel 4.7 Persentase porositas ....................................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur kolom .......................................................................... 7 Gambar 2.2 Bagian-bagian sistem saluran ..................................................... 10 Gambar 2.3 Diagram fasa paduan aluminium-silikon ................................... 13 Gambar 2.4 Bentuk cacat shrinkage............................................................... 14 Gambar 2.5 Cacat porositas pada penampang potong produk cor ................ 15 Gambar 3.1 Limbah piston bekas …………….. ........................................... 17 Gambar 3.2 Dapur peleburan …………….. .................................................. 18 Gambar 3.3 Termometer inframerah ……………......................................... 18 Gambar 3.4 Stopwatch …………….. ............................................................ 19 Gambar 3.5 Timbangan digital …………….. ............................................... 19 Gambar 3.6 Gelas breker ……………........................................................... 19 Gambar 3.7 Kotak kaca …………….. ........................................................... 19 Gambar 3.8 Mikroskop optik …………….. .................................................. 20 Gambar 3.9 Pola sistem saluran ..................................................................... 21 Gambar 3.10 Basin tampak depan ................................................................. 21 Gambar 3.11 Basin tampak atas ..................................................................... 21 Gambar 3.12 Saluran turun tampak samping ................................................. 22 Gambar 3.13 Penampang waduk (well) ......................................................... 22 Gambar 3.14 Penampang pengalir (runner) .................................................. 23 Gambar 3.15 Penampang saluran masuk (ingate).......................................... 23 Gambar 3.16 Bagian-bagian saluran penambah............................................. 23 Gambar 3.17 Penampang benda cor tampak depan …………….. ................ 24 Gambar 3.18 Penampang benda cor tampak atas........................................... 24 Gambar 3.19 Potongan spesimen pengamatan rongga penyusutan ............... 27 Gambar 3.20 Daerah pengamatan rongga penyusutan ................................... 27 Gambar 3.21 Diagram alir penelitian ............................................................. 29 Gambar 3.21 Diagram alir penelitian (lanjutan) ............................................ 31 Gambar 4.1 Produk cor lengkap dengan sistem salurannya .......................... 33 Gambar 4.2 Spesimen pengujian cacat penyusutan ....................................... 34 Gambar 4.3 Hubungan antara persentase penyusutan–variasi ukuran riser .. 37 Gambar 4.4 Cacat rongga penyusutan pada produk cor ................................ 38 Gambar 4.5 Sampel uji densitas ..................................................................... 40 Gambar 4.6 Hubungan antara persentase porositas–variasi ukuran riser ...... 43 Gambar 4.7 Struktur mikro sampel uji variasi I
(perbesaran 200X). ...................................................................... 45 Gambar 4.8 Struktur mikro sampel uji variasi II
(perbesaran 200X) ....................................................................... 46 Gambar 4.9 Struktur mikro sampel uji variasi III
(perbesaran 200X) ....................................................................... 46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR NOTASI Ac : Luas permukaan cor Ag : Luas permukaan ingate Ar : Luas permukaan runner As : Luas penampang sprue Mc : Modulus cor m : massa produk cor S : persentase penyusutan t : tinggi riser % P : persentase porositas produk cor Vc : Volume cor Vcetakan : Volume cetakan Vproduk : Volume produk ρo : true density ρs : apparent density ø : diameter riser
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri pengecoran logam tumbuh seiring dengan perkembangan teknik
dan metode pengecoran serta berbagai model produk cor yang membanjiri pasar
domestik. Produk cor banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai
dari perabotan rumah tangga, komponen otomotif, pompa air sampai propeler
kapal. Permintaan pasar akan produk logam cor yang prospektif dan luas ini,
kurang diimbangi dengan peningkatan kualitas produk (Hidayat, 2010).
Pada coran dapat terjadi berbagai macam cacat tergantung pada
bagaimana keadaannya, sedangkan cacat-cacat tersebut boleh dikatakan jarang
berbeda menurut bahan dan macam coran. Banyak cacat ditemukan dalam coran
secara biasa. Seandainya sebab-sebab dari cacat-cacat tersebut diketahui, maka
pencegahan terjadinya cacat dapat dilakukan. Cacat-cacat tersebut umumnya
disebabkan oleh perencanaan, bahan yang dipakai (bahan yang dicairkan, pasir
dan sebagainya), proses (mencairkan, pengolahan pasir, membuat cetakan,
penuangan, penyelesaian dan sebagainya) atau perencanaan coran (Surdia, 2000).
Salah satu hal yang mempengaruhi terjadinya cacat pada produk cor
adalah desain sistem saluran yang kurang baik. Sistem saluran pada cetakan pasir
meliputi cawan tuang, saluran turun (sprue), dam atau waduk, saluran pengalir
(runner), saluran penambah (riser), dan saluran masuk (ingate). Penelitian ini
akan mendalami tentang ukuran saluran penambah (riser). Saluran penambah
memberikan logam cair yang mengimbangi penyusutan dalam proses pembekuan
dari coran.
Pada proses pengecoran kecepatan solidifikasi mempengaruhi sebagian
besar mikrosrtuktur dari besi cor, dimana terjadi perubahan sifat mekanik dari besi
cor seperti ketangguhan, kekerasan, mampu mesin, dan lain-lain. Perencanaan
yang baik dari riser atau pengumpan harus menghasilkan pembekuan terarah, hal
ini penting karena perencanaan riser yang tidak baik akan menghasilkan cacat
yang lain seperti penyusutan atau rendahnya kekuatan luluh produk. Oleh karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
itu, perencanaan risering system yang lebih baik diperlukan untuk meningkatkan
kualitas produk cor (Nandi dkk, 2011).
Ukuran saluran penambah (riser) seringkali digunakan sebagai parameter
untuk mengamati perilaku pembekuan logam pada proses pengecoran. Dalam hal
ini yang menjadi perhatian adalah pengaruh ukuran saluran penambah (riser)
terhadap terjadinya cacat penyusutan. Sedangkan pengaruh ukuran saluran
penambah (riser) terhadap terjadinya cacat produk yang lain seperti porositas
tidak begitu diperhatikan. Padahal terjadinya cacat porositas akan menyebabkan
menurunnya sifat mekanik dari produk coran.
Pada penelitian ini akan dilakukan kajian ukuran saluran penambah
(riser) tidak hanya terhadap terjadinya cacat penyusutan saja tetapi juga
pengaruhnya terhadap terjadinya cacat porositas produk pada pegecoran
aluminium dengan cetakan pasir. Dengan mempertimbangkan ukuran saluran
penambah (riser) diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk cor aluminium.
1.2. Perumusan Masalah
1. Adakah pengaruh variasi ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya
cacat penyusutan produk cor aluminium.
2. Adakah pengaruh variasi ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya
cacat porositas produk cor aluminum.
1.3. Batasan Masalah
Untuk mengurangi kopleksitas permasalahan serta menentukan arah
penelitian yang lebih baik maka ditentukan batasan masalah sebagai berikut:
1. Paduan aluminium yang digunakan berasal dari piston bekas sepeda motor.
2. Kecepatan penuangan logam cair dianggap seragam.
3. Cetakan yang digunakan yaitu cetakan pasir basah.
4. Penampang sprue berbentuk lingkaran dengan ketinggian = 50 mm dan luas
penampang masuk sprue (As) = 130 mm2.
5. Penampang saluran masuk (ingate) berbentuk persegi panjang dengan panjang
ingate 20 mm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
6. Komposisi pasir cetak yang dipakai yaitu 80% pasir silika, 10% bentonit, dan
10% air (% berat).
7. Volume logam cair di dalam riser seragam sebesar 7.065 mm3.
8. Sistem saluran menggunakan unpressurised system dengan rasio As: Ar : Ag
yaitu 1 : 2 : 2.
1.4. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya
cacat penyusutan aluminium paduan pada pengecoran menggunakan cetakan
pasir.
2. Mengetahui pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya
cacat porositas aluminium paduan pada pengecoran menggunakan cetakan
pasir.
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Menambah pengetahuan tentang teknologi pengecoran logam khususnya
logam aluminium paduan.
2. Menambah pengetahuan tentang perencanaan sistem saluran yang baik pada
proses pengecoran aluminium paduan dengan menggunakan cetakan pasir.
3. Menambah pengetahuan tentang ukuran saluran penambah (riser) yang sesuai
untuk menghasilkan produk cor yang baik pada pengecoran pasir.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : Dasar teori, berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan
pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya
cacat penyusutan dan cacat porositas paduan aluminium pada
pengecoran menggunakan cetakan pasir, dasar teori tentang proses
pengecoran, pembekuan coran, pembekuan terarah, pola, sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
saluran, perhitungan casting modulus, pasir cetak, cetakan pasir,
aluminium paduan, cacat penyusutan (shrinkage defects), cacat
porositas.
BAB III : Metodologi penelitian menjelaskan tempat penelitian, alat dan
bahan penelitian, prosedur penelitian, jumlah spesimen pengujian,
diagram alir penelitian, dan jadwal penelitian.
BAB IV : Data dan analisa, menjelaskan data hasil penelitian serta analisa
hasil dari perhitungan.
BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Tjitro (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh bentuk riser
terhadap cacat penyusutan produk cor aluminium cetakan pasir. Penelitian ini
menggunakan 3 variasi yaitu variasi riser I berbentuk silinder dengan diameter 10
mm dan tinggi 60 mm. Variasi riser II berbentuk kerucut terpancung dengan
diameter 10 mm dan 25 mm serta tingginya 60 mm. Riser terakhir berbentuk
kerucut terpancung pula dengan diameter 10 mm dan 100 mm dimana tingginya
60 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi riser III mengahasilkan
coran tanpa cacat penyusutan. Sedangkan Variasi riser I dan II terjadi cacat
penyusutan akibat tidak berfungsinya riser dengan baik. Ini dapat disimpulkan
bahwa cacat penyusutan (shrinkage defect) dipengaruhi oleh nilai casting
modulus. Selain itu, diameter leher riser harus memiliki batas minimal untuk
menghindari tidak berfungsinya riser.
Tjitro dan Gunawan (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh
bentuk penampang riser terhadap cacat porositas. Bentuk penampang riser yang
digunakan yaitu bulat dan segi empat. Dari hasil penelitian menggunakan
pemeriksaan mikrografi menunjukkan bahwa bentuk penampang riser mempunyai
pengaruh terhadap timbulnya cacat porositas. Timbulnya cacat penyusutan dapat
diawali dengan terbentuknya cacat porositas. Persentase cacat porositas produk
coran dengan penampang riser segi empat lebih besar dibandingkan penampang
riser bulat.
Shafiee, dkk (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh desain
saluran terhadap ketangguhan mekanik hasil pengecoran. Pada penelitian ini
digunakan aluminium paduan Al-7Si-Mg dengan melakukan variasi terhadap
bentuk dari belokan runner yaitu bentuk L dan bentuk radius. Metode penelitian
ini dengan melakukan simulasi menggunakan ADSTEFAN simulation software.
Hasil dari penelitian ini adalah pada runner dengan belokan radius dapat
menghasilkan produk cor yang memiliki ketangguhan sifat mekanik yang lebih
baik dan cacat porositas yang lebih kecil dibandingkan runner dengan belokan L.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Hidayat (2010) mengatakan dalam penelitiannya tentang pengaruh model
saluran tuang pada cetakan pasir terhadap hasil cetakan dengan menggunakan
variasi cawan tuang (basin) yaitu offset basin dan stepped offset basin. Hasil dari
penelitian yang menggunakan pemeriksaan mikrografi menunjukkan bahwa
menggunakan cawan tuang offset basin maupun offset stepped basin dapat
menghasilkan coran dengan cacat porositas kecil dibandingkan tanpa
menggunakan cawan tuang.
Nandi, dkk (2011) melakukan penelitian tentang perilaku pembekuan
dari aluminium cor (LM6) dengan menggunakan Computer-Aided Simulation
Software. Pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap ukuran riser dan ukuran
leher riser dan mempelajari pengaruhnya terhadap terjadinya cacat penyusutan.
Metode penelitiannya adalah dengan membandingkan hasil simulasi komputer
dengan metode pengecoran konvensional. Hasil dari penelitian ini adalah pada
riser dengan ukuran ø 44 mm x 88 mm tinggi dengan ukuran leher riser ø 20
mmx 5 mm tinggi tidak terjadi cacat penyusutan.
Murjoko (2011) melakukan penelitian terhadap pengaruh letak saluran
masuk terhadap cacat porositas aluminum paduan pada proses pengecoran
menggunakan cetakan pasir. Pada penelitian ini dilakukan variasi letak saluran
masuk (ingate) yaitu saluran masuk atas dan saluran masuk bawah. Hasil dari
penelitian ini rata-rata persentase porositas yang terjadi pada variasi letak saluran
masuk atas sebesar 10,34 %, nilai ini lebih besar dibandingkan persentase rata-rata
porositas yang terjadi pada spesimen dengan variasi letak saluran masuk bawah
yang hanya sebesar 8,16 %.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Proses Pengecoran
Surdia (2000) menyatakan dalam pembuatan produk cor harus dilakukan
proses-proses seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuang membongkar
dan membersikan coran. Untuk mencairkan logam bermacam-macam tanur
dipakai. Umumnya yang digunakan adalah kupola dan tanur induksi. Cetakan
biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang dipakai kadang-
kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
pasir mudah dibuat dan tidak mahal bila digunakan pasir yang cocok. Kadang-
kadang dicampurkan pengikat khusus misalnya semen atau resin, karena
penggunaan zat-zat tersebut dapat memperkuat cetakan. Pada umumnya logam
cair dituangkan dengan pengaruh gaya berat, walaupun kadang-kadang
dipergunakan tekanan pada logam cair selama atau setelah penuangan. Setelah
penuangan, coran dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian yang
tidak perlu dibuang dari coran. Kemudian coran diselesaikan dan dibersihkan agar
memberikan rupa yang baik.
2.2.2. Pembekuan Coran
Pembekuan coran dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan
cetakan yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian
logam yang bersentuhan dengan cetakan mendingin sampai titik beku, di mana
kemudian inti-inti kristal tumbuh. Bagian dalam dari coran mendingin lebih
lambat daripada bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal
mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk
panjang-panjang seperti kolom, yang disebut struktur kolom (Surdia, 2000).
Gambar 2.1 Struktur kolom
(ASM Handbook Vol.15, casting)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Tjitro (2001) menyatakan pembekuan (solidification) selama pengecoran
mengalami tiga jenis penyusutan yaitu: liquid contraction, solidification
contraction dan solid contraction. Liquid contraction adalah penyusutan yang
terjadi pada logam cair jika logam cair didinginkan dari temperatur tuang menuju
temperatur pembekuan (solidification temperature). Solidification contraction
adalah penyusutan yang terjadi selama logam cair melalui phasa pembekuan
(perubahan phasa cair menjadi phasa padat). Solid contraction adalah penyusutan
yang terjadi selama periode solid metal didinginkan dari temperatur pembekuan
menuju temperatur ruang. Liquid contraction dan solidification contraction dapat
ditangani dengan merancang sistem riser yang baik dan tepat. Kekosongan (void)
yang ditimbulkan oleh dua jenis penyusutan tersebut diisi cairan logam yang
disuplai dari riser. Sedangkan solid contraction dapat diatasi dengan membuat
dimensi pola lebih besar daripada dimensi produk cor untuk mengkompensasi
penyusustan yang terjadi.
2.2.3. Pembekuan Terarah (Directional Solidification)
Masing-masing area pada produk cor memiliki laju pendinginan yang
berbeda. Hal ini disebabkan adanya variasi luas penampang, perbedaan laju
pelepasan panas, dan sebagian area yang cenderung membeku lebih cepat
dibandingkan area lainnya. Gejala ini bila tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan kekosongan atau shrinkage akibat solidification contraction.
Solidification contraction biasanya terjadi pada bagian produk cor yang
mengalami pembekuan terakhir. Solidification contraction menimbulkan cacat
shrinkage pada produk cor. Para ahli pengecoran menggunakan prinsip dasar itu
untuk membuat produk cor yang bebas cacat dengan cara menambahkan volume
logam di bagian produk yang membeku terakhir. Cadangan logam pengumpan ini
disebut riser. Arah pembekuan berhubungan dengan casting modulus. Casting
modulus menunjukkan ratio antara volume cor dengan luas permukaannya. Jika
volume cor cetakan meningkat berarti semakin banyak logam cair maka waktu
untuk mendinginkan memerlukan waktu lebih lama. Sebaliknya panas yang ada di
dalam cor harus dilepaskan melalui permukaan cor, semakin besar luas
permukaan cor akan semakin cepat cor tersebut dingin. Jadi casting modulus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
semakin besar maka waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan (solidification)
semakin lama (Tjitro, 2001).
2.2.4. Pola
Surdia (2000) menyatakan pola diperlukan dalam pembuatan coran. Pola
yang dipergunakan untuk pembuatan cetakan benda coran dapat digolongkan
menjadi pola logam dan pola kayu (termasuk pola plastik). Pola logam
dipergunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda coran, terutama dalam
masa produksi, sehingga unsur pola bisa lebih lama dan produktivitas lebih tinggi.
Bahan dari pola logam bisa bermacam-macam sesuai dengan penggunaannya.
Sebagai contoh, logam tahan panas seperti : besi cor, baja cor, dan paduan
tembaga adalah cocok untuk pola pada pembuatan cetakan kulit, sedangkan
paduan ringan adalah mudah diolah dan dipilih untuk pola yang dipergunakan
untuk masa produksi dimana pembuatan cetakan dilakukan dengan tangan. Pola
kayu dibuat dari kayu, murah, cepat dibuatnya dan mudah diolahnya dibanding
dengan pola logam. Oleh karena itu pola kayu umumnya dipakai untuk cetakan
pasir. Faktor penting untuk menetapkan macam pola adalah proses pembuatan
cetakan dimana pola tersebut dipakai, dan lebih penting lagi pertimbangan
ekonomi yang sesuai dengan jumlah dari biaya pembuatan cetakan dan biaya
pembuatan pola.
2.2.5. Sistem Saluran
Surdia (2000) menyatakan sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan
logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, mulai
dari cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk
ke dalam rongga cetakan. Sistem saluran terdiri dari :
1. Cawan tuang (pouring basin)
Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel.
Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di
bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat
melalukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu
cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Saluran turun (sprue)
Saluran turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam dari
cawan tuang ke dalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat lurus
dan tegak dengan irisan berupa lingkaran.
3. Pengalir (runner)
Pengalir saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-
bagian yang cocok pada cetakan.
4. Saluran masuk (ingate)
Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir ke
dalam rongga cetakan.
5. Penambah (riser)
Penambah memberi logam cair yang mengimbangi penyusutan dalam
pembekuan dari coran, sehingga ia harus membeku lebih lambat dari coran.
Gambar 2.2 Bagian-bagian sistem saluran
Tjitro (2002) menyatakan riser adalah sistem saluran yang berfungsi
untuk menampung kelebihan logam cair, sebagai cadangan logam cair bila terjadi
penyusutan dan pengumpan untuk menyuplai cairan logam kepada produk cor bila
terjadi penyusutan. Oleh karena itu, ukuran riser harus diperhitungkan dengan
baik sehingga efisiensi penambah dapat dioptimalkan.
Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam menetukan ukuran
riser adalah metoda casting modulus. Riser yang digunakan memiliki bentuk
menyerupai botol. Riser ini terdiri dari dua bagian yaitu neck dan riser. Menurut
Nandi (2011) secara umum ukuran diameter neck adalah 40 % sampai dengan
Basin
Sprue
Well
Runner
Ingate
Riser
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
50% dari ukuran diameter riser, tinggi neck adalah sepertiga sampai setengah kali
diameternya, dan tinggi riser adalah dua kali diameternya.
Tjitro (2002) menyatakan bahwa untuk menetukan ukuran riser dengan
metode casting modulus maka casting modulus riser harus lebih besar
dibandingkan casting modulus produk cor.
2.2.6. Perhitungan Modulus Cor (Casting Modulus)
Pada ASM Handbook, untuk menentukan nilai modulus cor perhitungan
dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
�� = ��
��
(2.1)
(ASM Handbook Vol.15, casting)
Dimana,
Mc : Modulus cor (mm)
Vc : Volume cor (mm3)
Ac : Luas permukaan cor (mm2)
2.2.7. Pasir Cetak
Surdia (2000) menyatakan pasir cetak yang paling lazim adalah pasir
gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan pasir silica yang disediakan alam. Pasir
cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan
dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga
tidak rusak karena dipindah-pindah dan dapat menahan logam cair waktu
dituang ke dalamnya. Karena itu kekuatannya pada temperatur kamar dan
kekuatan panasnya sangat diperlukan.
2. Permeabilitas yang cocok. Dikhawatirkan bahwa hasil coran mempunyai
cacat seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekesaran permukaan,
kecuali jika udara atau gas yang terjadi dalam cetakan waktu penuangan
disalurkan melalui rongga-rongga diantara butir-butir pasir keluar dari
cetakan dengan kecepatan yang sesuai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3. Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau coran
dibuat di dalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butir pasir terlalu
halus, gas akan sulit keluar dan menyebabkan cacat. Sehingga diperluka
distribusi besar butir yang sesuai.
4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. Butir pasir harus mempunyai
derajat tahan api tertentu terhadap temperatur tinggi ketika logam cair
bertemperatur tinggi dituang ke dalam cetakan.
5. Komposisi yang cocok. Butir pasir bersentuhan dengan logam yang dituang
mrngalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair mempunyai
temperatur yang tinggi. Bahan-bahan yang tercampur yang mungkin
menghasilkan gas atau larut dalam logam adalah tidak dikehendaki.
6. Mampu dipakai lagi. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang supaya
ekonomis.
7. Pasir harus murah.
2.2.8. Cetakan Pasir
Akuan (2009) menyatakan pemilihan cetakan pasir yang akan digunakan
pada proses pengecoran logam dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis dan
pertimbangan ekonomisnya. Ada beberapa jenis cetakan pasir yang biasa
dipergunakan, yaitu antara lain:
a. Cetakan pasir basah
b. Cetakan pasir kering
c. Cetakan pasir CO2 proses
d. Cetakan pasir kulit
e. Cetakan pasir yang mengeras sendiri lainnya
Proses pengecoran dengan cetakan pasir dilakukan dengan menggunakan gaya
gravitasi secara natural agar logam cair dapat mengisi rongga cetakan dengan
baik, oleh karena itu desain sistem saluran (gating system) akan sangat
menentukan kualitas produk cor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
2.2.9. Aluminium Paduan
Surdia (2000) menyatakan aluminium merupakan logam ringan
mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-
sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Kekuatan mekaniknya sangat
meningkat dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, secara
satu persatu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnnya seperti
ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan sebagainya.
Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan
rumah tangga tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang,
mobil, kapal laut, konstruksi, dan sebagainya. Paduan aluminium utama antara
lain :
1. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg
2. Paduan Al-Mn
3. Paduan Al-Si
4. Paduan Al-Mg
5. Paduan Al-Mg-Si
6. Paduan Al-Mg-Zn
Gambar 2.3 Diagram fasa paduan aluminium-silikon
(ASM Handbook Vol.15, casting)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Pada penelitian ini digunakan bahan paduan aluminium-silikon. Paduan
aluminium-silikon merupakan jenis paduan aluminium yang paling banyak
digunakan dalam proses pengecoran dibandingkan dengan jenis paduan
aluminium yang lain. Hal ini disebabkan antara lain sifat fluiditas yang baik.
Silikon ditambahkan dengan tujuan untuk meningkatkan mampu cor (castability)
serta memperbaiki sifat mekanis dari aluminium murni (Tjitro, 2002).
2.2.10. Cacat Penyusustan (Shrinkage Defects)
Beeley (2001) menyatakan cacat shrinkage timbul dari kegagalan
mengganti kekurangan cairan logam dan penyusutan pembekuan. Kejadian ini
biasanya gejala ketidaktepatan sistem saluran (gating system) dan teknik
pengumpanan (risering). Cacat ini juga dapat timbul antara lain jika temperatur
tuang terlalu tinggi. Cacat tersebut dapat dieliminir atau dikurangi dengan
mendesain pembekuan yang terarah atau menggunakan chill. Berbagai bentuk
cacat shrinkage yang sering dijumpai seperti diperlihatkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.4 Bentuk cacat shrinkage (a) primary type, (b) secondarycavities, (c)
discrete porosity, (d) sink, (e) puncture
(Beeley, 2001)
Berbeda dengan cacat primary shrinkage, secondary shrinkage terjadi di bagian
dalam produk cor dan biasanya timbul pada tempat yang jah dari riser
(pengumpan). Cacat shrinkage yang terjadi pada bagian dalam produk cor akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mengurangi tegangan produk cor. Cacat ini teridentifikasi pada saat produk cor
dilakukan proses permesinan.
2.2.11. Cacat Porositas
Pada proses pengecoran logam memungkinkan munculnya gas-gas yang
bereaksi menjadi komposisi kimia atau menjadi rongga-rongga udara. Gas
tersebut muncul karena adanya udara yang terjebak selama proses penuangan,
kontak antara logam cair dengan cetakan, atau dari lapisan yang terbentuk selama
proses pembekuan sebagai hasil dari reaksi kimia atau perubahan mampu larut
logam cair terhadap suhu (Beleey,2001).
Jumlah gas yang terserap atau ikut larut bersama cairan logam
bergantung pada jenis logam yang dileburkan. Aluminium merupakan jenis logam
yang kemampuan melarutkan hidrogennya cukup tinggi. Porositas oleh gas
hidrogen dalam produk coran paduan Al-Si akan memberikan pengaruh yang
buruk pada kekuatan serta kesempurnaan dari produk coran tersebut. Cacat
porositas dapat dikurangi dengan mendesain ukuran dan penempatan riser yang
tepat. Dengan ukuran dimensi riser yang tepat diharapkan gas mampu mengalir
secara bebas ke arah riser (Tjitro, 2003).
Gambar 2.5 Cacat porositas pada penampang potong produk cor
(Tjitro, 2003)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2.3. Hipotesis
Ukuran saluran penambah (riser) berpengaruh terhadap terjadinya cacat
penyusutan dan cacat porositas produk cor aluminium cetakan pasir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengecoran, Laboratorium Material
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan
Laboratorium Pengecoran Logam Politeknik Manufaktur Ceper.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Paduan aluminium yang berasal dari limbah piston bekas yang berasal dari
sepeda motor.
Gambar 3.1 Limbah piston bekas
2. Pasir cetak
Pasir cetak terdiri dari campuran pasir silika 80%, bentonit 10%, dan air 10%
(persen berat).
3. Kayu
Kayu ini digunakan sebagai bahan untuk pembuatan pola.
4. Serbuk karbon
Sebuk karbon digunakan untuk mengolesi permukaan pola agar pasir cetak
tidak mudah menempel pada pola saat pembuatan cetakan pasir.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Timbangan
Timbangan ini digunakan untuk menimbang komposisi pasir silika, bentonit,
dan air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2. Cethok pasir
Digunakan untuk mencampur pasir cetak.
3. Penumbuk
Digunakan untuk memadatkan pasir pada saat pembuatan cetakan pasir.
4. Dapur peleburan
Digunakan untuk tempat melebur paduan aluminium.
Gambar 3.2 Dapur peleburan
5. Arang, briket, dan solar
Digunakan sebagai bahan bakar pada proses peleburan.
6. Blower
Digunakan sebagai peniup pada proses peleburan.
7. Kowi
Digunakan sebagai tempat logam paduan aluminium yang akan dilebur
8. Ladle
Digunakan untuk mengambil dan menuang logam cair ke dalam cetakan.
9. Termometer Inframerah
Digunakan sebagai sensor suhu untuk mengetahui temperatur logam cair.
Gambar 3.3 Termometer inframerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
10. Stopwatch
Digunakan untuk menghitung waktu tuang.
Gambar 3.4 Stopwatch
11. Timbangan digital
Digunakan untuk menimbang massa spesimen.
Gambar 3.5 Timbangan digital
12. Gelas breker dan kotak kaca
Digunakan untuk mengukur volume spesimen.
Gambar 3.6 Gelas breker Gambar 3.7 Kotak kaca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
13. Gergaji
Digunakan untuk memotong kayu untuk pembuatan flask dan pola serta
gergaji besi untuk memotong spesimen yang akan diuji.
14. Amplas
Digunakan untuk menghaluskan permukaan spesimen yang akan diuji.
Amplas yang digunakan yaitu nomor 60 sampai dengan 1500.
15. Autosol
Digunakan untuk menghilangkan goresan yang timbul pada permukaan
spesimen uji setelah dilakukan pengamplasan.
16. Mikroskop optik
Mikroskop ini digunakan untuk membantu mengamati struktur mikro
spesimen.
Gambar 3.8 Mikroskop optik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Persiapan Pola
Membuat pola sesuai dengan desain yang telah dibuat (gating ratio
1:2:2).
Gambar 3.9 Pola sistem saluran
Dimensi sistem saluran (dalam mm)
1. Basin.
Gambar 3.10 Basin tampak depan
Gambar 3.11 Basin tampak atas
Basin
Sprue
Well
Runner
Ingate
Benda Cor
Riser
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
2. Saluran turun (sprue)
Gambar 3.12 Saluran turun tampak samping
3. Waduk (well)
Gambar 3.13 Penampang waduk (well)
As
Luas penampang sprue (As) = 130 mm2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
4. Pengalir (runner)
Gambar 3.14 Penampang pengalir (runner)
5. Saluran masuk (ingate)
Gambar 3.15 Penampang saluran masuk (ingate)
6. Saluran penambah (riser)
Gambar 3.16 Bagian-bagian saluran penambah
Riser
Neck
Luas penampang runner (Ar) = 260 mm2
Panjang runner = 150 mm
Luas penampang ingate (Ag) = 260 mm2 Panjang ingate = 20 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Tabel 3.1 Tabel variasi ukuran saluran penambah (riser)
No
Riser Neck
Diameter
(mm)
Tinggi
(mm)
Diameter
(mm)
Tinggi
(mm)
1 30 100 25 5
2 40 56 25 5
3 50 36 25 5
Dimensi benda cor
Gambar 3.17 Penampang benda cor tampak depan
Gambar 3.18 Penampang benda cor tampak atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3.3.2. Pembuatan pasir cetak
1. Mempersiapkan pasir silika, bentonit, dan air.
2. Menimbang pasir silika, bentonit, dan air dengan komposisi berat 80%, 10%,
10%.
3. Mencampur semua bahan sampai tercampur rata.
3.3.3. Pembuatan cetakan pasir
1. Mempersiapkan kerangka cetak (flask), pola produk cor, dan pola saluran.
2. Mempersiapkan papan kayu yang diletakkan di bawah kerangka cetak sebagai
alas kerangka cetak bawah (drag).
3. Mengoleskan serbuk grafit di atas papan kayu dan pola agar pasir cetak tidak
mudah menempel pada pola.
4. Memasukkan pola ke dalam kerangka cetak bawah dan disusun di atas papan
kayu yang telah dipersiapkan.
5. Menuangkan pasir cetak ke dalam kerangka cetak sambil ditumbuk hingga
padat.
6. Membalik kerangka cetak bawah setelah terisi penuh dengan pasir cetak dan
menyingkirkan papan kayu dari kerangka cetak bawah.
7. Meletakkan kerangka cetak atas (cope) di atas kerangka cetak bawah dan
dikaitkan sehingga pasangan kerangka tidak mudah bergeser atau bergerak.
8. Mengoleskan serbuk grafit pada permukaan pola cetakan pasir.
9. Memasang pola cawan tuang (basin), saluran turun (sprue), dan saluran
penambah (riser) pada pola.
10. Menuangkan pasir cetak ke dalam kerangka cetak atas sambil menumbuk
pasir cetak hingga padat.
11. Mengangkat kerangka cetak atas dari kerangka cetak bawah setelah kerangka
cetak atas terisi penuh dengan pasir cetak.
12. Mengeluarkan pola, cawan tuang (basin), saluran turun (sprue), dan saluran
penambah (riser) dari cetakan pasir. Dengan terangkatnya pola dari cetakan
pasir akan meninggalkan rongga cetak (cavity).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
13. Memasang kembali kerangka cetak atas di atas kerangka cetak bawah. Pada
tahap ini, cetakan pasir sudah siap untuk dituangkan logam cair dan membuat
produk cor.
14. Mengulangi langkah 1 – 13 untuk variasi ukuran saluran penambah (riser).
3.3.4. Peleburan logam
1. Mempersiapkan dapur peleburan.
2. Mempersiapkan kowi kemudian memasukkan piston bekas ke dalam kowi.
3. Memasukkan arang dan briket ke dalam tungku peleburan kemudian
menyalakan api
4. Menghidupkan blower.
3.3.5. Penuangan logam cair
1. Mengukur suhu aluminium cair sampai didapat suhu 700O C.
2. Mendekatkan cetakan pasir di dekat dapur peleburan untuk menghindari
penurunan temperature yang terlalu besar.
3. Mengambil alumunium cair kemudian menuangkannya di atas cawan tuang
secara kontinyu.
4. Mencatat waktu tuang dan suhu tuang logam cair.
3.3.6. Pembongkaran cetakan pasir
Cetakan pasir dibongkar untuk mengeluarkan produk cor. Sisem saluran
dipisahkan dari produk cor. Produk cor dibersihkan dan diberi tanda untuk
membedakan setiap variasi saluran penambah (riser). Kemudian spesimen difoto.
3.3.7. Pengujian cacat penyusutan
1. Mempersiapkan spesimen pengujian.
2. Menghitung volume cetakan (Vcetakan)
3. Mengukur volume produk cor (Vproduk) dengan menggunakan kotak kaca
berukuran 150 mm x 150 mm x 150 mm.
4. Perhitungan prosentase penyusutan menggunakan cara yang dipergunakan
Febriantoko (2011) dengan persamaan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
� = ������ � � ���������� � 100 % (3.1)
Dimana :
S : persentase penyusutan
Vcetakan : volume cetakan (mm3)
Vproduk : volume produk (mm3)
5. Membelah produk cor untuk mengamati terjadinya rongga penyusutan.
Gambar 3.19 Potongan spesimen pengamatan rongga penyusutan
Gambar 3.20 Daerah pengamatan rongga penyusutan
3.3.8. Pengujian cacat porositas
1. Mempersiapkan sampel pengujian.
2. Menguji komposisi kimia produk cor.
3. Menghitung nilai true density dengan menggunakan ASTM E-252.
4. Mengukur massa produk cor dengan menggunakan timbangan digital.
5. Mengukur volume produk cor dengan menggunakan gelas breker.
A A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
6. Menghitung nilai apparent density dengan menggunakan cara yang
dipergunakan Tipler (2001) dengan persamaan :
�� = �� (3.2)
dimana,
ρs : apparent density (gr/mm3)
m : massa produk cor (gr)
V : volume produk cor (mm3)
7. Menghitung persentase porositas dengan menggunakan cara yang
dipergunakan Tjitro (2003) dengan persamaan :
%� = ��������� � 100 % (3.3)
dimana :
% P : persentase porositas produk cor (%)
ρo : true density (gr/mm3)
ρs : apparent density (gr/mm3)
3.3.9. Pengamatan struktur mikro
Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk mengetahui struktur mikro
produk dan mengamati terjadinya cacat porositas secara mikroskopis. Adapum
langkah-langkah pengamatan struktur mikro adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengamplasan dengan tingkat kekasaran bertahap yaitu mulai
nomor 60 sampai dengan nomor 1500.
2. Melakukan pemolesan pada spesimen uji menggunakan autosol.
3. Mengamati struktur mikro menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran
200X.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
3.3.10. Analisa data
1. Menganalisa cacat penyusutan yang terjadi dan membandingkan pada setiap
variasi
2. Menganalisa cacat porositas yang terjadi dan membandingkan pada setiap
variasi.
3. Mengamati struktur mikro sampel uji pada setiap variasi.
4. Menarik kesimpulan.
3.4. Jumlah spesimen pengujian
Tabel 3.2 Jumlah spesimen pengujian
No Jenis pengujian Variasi spesimen
Jumlah Ukuran 1 Ukuran 2 Ukuran 3
1 Penyusutan 5 5 5 15
2 Porositas
3.5. Diagram alir penelitian
Gambar 3.21 Diagram alir penelitian
A
UJI KOMPOSISI KIMIA
PENGUJIAN CACAT PENYUSUTAN
FINISHING SPESIMEN
MULAI
PEMBUATAN CETAKAN PASIR (Untuk semua variasi ukuran riser)
PEMBUATAN POLA
PENGECORAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 3.22 Diagram alir penelitian (lanjutan)
SELESAI
ANALISA DATA
UJI DENSITAS 1. Menghitung true density
spesimen uji (ASTM E-252) 2. Menghitung apparent
density dengan rumus � = �
�
%� = ρ!_ρ#ρ!
$
UJI POROSITAS Menghitung persentase porositas menggunakan rumus
METALOGRAFI
KESIMPULAN
A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
3.6. Jadwal Penelitian
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
JENIS
KEGIATAN
BULAN
I II III IV V VI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi pustaka
Pembuatan
proposal
penelitian
Persiapan alat
Pelaksanaan
penelitian &
Pengambilan
data
Analisa data
Hasil &
Kesimpulan
penelitian
Pembuatan
laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1. Produk Cor Hasil Pengecoran Cetakan Pasir
Setelah dilakukan proses pengecoran logam, maka perlu dilakukan uji
komposisi kimia untuk mengetahui kompisisi unsur-unsur kimia yang terdapat di
dalam produk cor. Pada penelitian ini pengujian komposisi kimia dilakukan di
Politeknik Manufaktur Ceper. Hasil pengujian komposisi kimia ditampilkan pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil uji komposisi kimia
Unsur Komposisi (% wt)
Al 84,98
Si 12,0
Fe 0,734
Cu 0,99
Mn 0,06
Mg <0,05
Cr <0,015
Ni 0,038
Zn 0,307
Sn <0,05
Ti <0,01
Pb 0,131
Be 2 x 10-4
Ca 5,9 x 10-3
Sr <5x 10-4
Zr *0,642
Berdasarkan hasil uji komposisi kimia diketahui bahwa sampel produk merupakan
paduan Al-Si hypoeutectic dengan kadar Si sebesar 12,0 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
(a) (b)
(c)
Gambar 4.1 Produk cor lengkap dengan sistem salurannya,
(a) variasi I,(b) variasi II, (c) variasi III
4.2. Cacat Penyusutan
Sebelum melakukan analisis cacat penyusutan, sistem saluran dipisahkan
terlebih dahulu dari produk cor. Sehingga diperoleh bentuk spesimen seperti pada
gambar 4.2. Spesimen berupa balok dengan ukuran 140 mm x 140 mm x 1 mm
yang mengalami perubahan penampang pada sisi bawahnya berupa silinder
dengan diamneter 50 mm dan tinggi 10 mm.
Pada penelitian ini ukuran saluran penambah (riser) digunakan untuk
menentukan modulus cor dari riser pada setiap variasi. Modulus cor ini yang akan
dipergunakan untuk memperkirakan arah pembekuan dari produk cor. Analisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
cacat penyusutan ada dua tahap yaitu menghitung persentase penyusutan produk
cor dan pengamatan secara visual terhadap rongga penyusutan.
(a) (b)
Gambar 4.2 Spesimen pengujian cacat penyusutan,
(a) bagian atas, (b) bagian bawah
4.2.1. Perhitungan Modulus Cor
Dengan menggunakan persamaan (2.1) dapat dihitung nilai modulus cor
dari produk dan riser sebagai berikut :
1. Modulus cor produk
Spesimen produk cor berupa balok dengan silinder di bagian permukaan
bawah seperti ditunjukkan pada gambar 4.2 (a) dan 4.2 (b). Ukuran balok
140 mm x 140 mm x 10 mm dan ukuran silinder diameter 50 mm dengan
tinggi 50 mm. Sehingga nilai modulus cor produk adalah :
�� = 215.625 �
46.730 � = 4,65
2. Modulus cor riser
Contoh perhitungan (ukuran variasi I)
Diameter neck : 25 mm
Tinggi neck : 5 mm
Diameter riser : 30 mm
Tinggi riser : 100 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
�� = 73.103,13 �
11.225,5 � = 6,51
Hasil perhitungan modulus cor riser semua variasi ukuran saluran penambah
(riser) ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Nilai modulus cor saluran penambah (riser)
No Riser Neck
Modulus (mm)
Diameter (mm)
Tinggi (mm)
Diameter (mm)
Tinggi (mm)
1 30 100 25 5 6,51 2 40 56 25 5 7,33 3 50 36 25 5 7,33
Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh nilai modulus cor riser yang
lebih besar dari nilai modulus cor produk cor. Hal ini bertujuan untuk
menghasilkan pembekuan logam ke arah saluran penambah (riser).
4.2.2. Persentase Penyusutan Produk Cor
1. Data hasil pengukuran volume produk cor.
Tabel 4.3 Volume produk cor
Variasi Spesimen Volume (mm3)
I
1 191.250 2 202.500 3 191.250 4 191.250 5 191.250
II
1 202.500 2 202.500 3 191.250 4 191.250 5 202.500
III
1 202.500 2 202.500 3 191.250 4 202.500 5 202.500
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Perhitungan persentase penyusutan
Perhitungan persentase penyusutan dengan menggunakan persamaan (3.1)
sebagai berikut :
Contoh perhitungan (spesimen 1, variasi I)
Vmold : 215.630 mm3
Vproduk : 191.250 mm3
� = �215.630 � − 191.250 ��215.630 � �100 % = 11,30 %
Hasil perhitungan persentase penyusustan semua variasi ukuran saluran
penambah (riser) ditunjukkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil perhitungan persentase penyusutan
Variasi Spesimen Vmold (mm3) Vproduk (mm3) S (%)
I
1 215.630 191.250 11,30 2 215.630 202.500 6,09 3 215.630 191.250 11,30 4 215.630 191.250 11,30 5 215.630 191.250 11,30
Rata-rata 10,26
II
1 215.630 202.500 6,09 2 215.630 202.500 6,09 3 215.630 191.250 11,30 4 215.630 191.250 11,30 5 215.630 202.500 6,09
Rata-rata 8,17
III
1 215.630 202.500 6,09 2 215.630 202.500 6,09 3 215.630 191.250 11,30 4 215.630 202.500 6,09 5 215.630 202.500 6,09
Rata-rata 7,13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Gambar 4.3 Hubungan antara persentase penyusutan – variasi ukuran riser
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara persentase penyusutan
dengan variasi ukuran saluran penambah (riser). Nilai yang ditampilkan
merupakan nilai rata-rata dari lima spesimen dari setiap variasi ukuran saluran
penambah (riser). Nilai persentase penyusutan untuk variasi I sebesar 10,26%,
untuk variasi II sebesar 8,17%, dan untuk variasi III sebesar 7,13%. Berdasarkan
data di atas, ukuran saluran penambah (riser) mempengaruhi nilai persentase
penyusutan yang terjadi pada produk cor.
Perbedaan nilai persentase penyusutan tersebut disebabkan oleh
perbedaan ukuran saluran penambah (riser) dari setiap variasi. Perbedaan ukuran
ini berpengaruh terhadap nilai modulus cor riser pada setiap variasi. Nilai
modulus cor ini mempengaruhi laju pembekuan logam cair selama proses
pembekuan. Semakin tinggi nilai modulus cor maka waktu pembekuan logam
akan semakin lama dan sebaliknya semakin rendah nilai modulus cor maka waktu
pembekuan akan semakin cepat.
Pada tabel 4.2 ditampilkan nilai modulus cor riser dari setiap variasi.
Nilai modulus cor riser untuk variasi I sebesar 6,51 mm, untuk variasi II sebesar
7,32 mm, dan untuk variasi III sebesar 7,33 mm. Berdasarkan nilai tersebut maka
variasi I memiliki nilai persentase penyusutan terbesar. Hal ini disebabkan oleh
waktu pembekuan logam di dalam riser pada variasi I lebih cepat bila
10.26
8.17
7.13
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
Variasi I (ø=30
mm, t=100 mm)
Variasi II (ø=40
mm, t=56 mm)
Variasi III (ø=50
mm, t=36 mm)
Pe
rse
nta
se P
en
yu
suta
n
Variasi Ukuran Riser
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dibandingkan dengan variasi II dan III sebagai akibat dari besarnya laju
pembekuan logam di dalam riser. Sehingga, riser tidak dapat berfungsi dengan
baik untuk menyuplai logam cair ketika terjadi penyusutan.
Pada variasi II dan variasi III memiliki modulus cor riser yang nilainya
sama besar tetapi memiliki nilai persentase penyusutan yang berbeda. Pada
gambar 4.3 diketahui nilai persentase penyusutan variasi II lebih besar
dibandingkan nilai persentase penyusutan variasi III. Hal ini disebabkan oleh
ukuran diameter riser pada variasi III lebih besar dibandingkan ukuran diameter
riser pada variasi II. Dengan diameter yang besar menyebabkan bidang
pembekuan yang bergerak dari arah tepi dinding cetakan lebih lambat untuk
bertemu di daerah pusat sumbu simetri riser. Sehingga riser dapat berfungsi
dengan baik untuk menyuplai logam cair ketika terjadi penyusutan.
4.2.3. Pengamatan Rongga Penyusutan
(a) (b)
(c)
Gambar 4.4 Cacat rongga penyusutan pada produk cor
(a) variasi I (b) variasi II (c) variasi III
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Gambar 4.4 menunjukkan terjadinya cacat rongga penyusutan produk
cor. Cacat rongga penyusutan pada ketiga variasi terjadi di bagian perubahan
penampang. Pada gambar di atas rongga penyusutan terbesar terjadi pada variasi I,
sedangkan rongga penyusutan terkecil terjadi pada variasi III.
Pada variasi I terjadinya rongga penyusutan disebabkan oleh ukuran
tinggi riser yang besar yaitu 100 mm dan diameter riser kecil yaitu 30 mm.
Ukuran diameter yang kecil menyebabkan jarak antara tepi dinding cetakan ke
pusat sumbu simetri riser kecil, sehingga logam cair di dalam riser semakin cepat
membeku. Ukuran tinggi riser yang besar mengakibatkan riser kesulitan untuk
mengisi kekurangan logam cair karena jarak tempuh menuju rongga cetakan
cukup jauh.
Pada variasi II ukuran rongga penyusutan yang terjadi sudah berkurang.
Hal ini disebabkan oleh ukuran diameter riser yang lebih besar dibandingkan
ukuran diameter riser pada variasi I yaitu sebesar 40 mm. Sehingga logam cair di
dalam riser dapat dipertahankan dalam kondisi cair lebih lama. Selain itu ukuran
tinggi riser variasi II lebih rendah dibandingkan tinggi riser variasi I yaitu sebesar
56 mm. Dengan demikian jarak tempuh logam cair dari riser menuju rongga
cetakan lebih pendek.
Pada variasi III ukuran rongga penyusutan jauh lebih kecil dibandingkan
pada variasi I dan II. Hal ini disebabkan ukuran diameter riser variasi III lebih
besar yaitu 50 mm. Dengan diameter yang besar menyebabkan bidang pembekuan
yang bergerak dari arah tepi dinding cetakan lebih lambat saling bertemu di
daerah pusat sumbu simetri riser. Selain itu, jarak tempuh logam cair dari riser
menuju rongga cetakan lebih pendek karena tinggi riser hanya 36 mm.
Hasil pengamatan cacat rongga penyusutan pada penelitian ini hampir
sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Tjitro (2001). Dimana rongga
penyusutan akan semakin menurun seiring meningkatnya ukuran diameter riser.
Pada penelitian Tjitro (2001) ukuran diameter riser adalah 10 mm, 25 mm, dan
100 mm, ukuran diameter leher riser tetap 10 mm, sedangkan ukuran tinggi riser
juga tetap yaitu 60 mm. Riser model 1 berbentuk silinder sedangkan riser model 2
dan 3 berbentuk kerucut terpancung. Volume logam cair di dalam riser berbeda
pada setiap variasi. Dimana volume logam cair di dalam riser semakin bertambah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
siring meningkatnya ukuran diameter riser. Pertambahan volume ini berpengaruh
terhadap nilai modulus cor riser. Karena volumenya bertambah maka nilai
modulus cor riser juga semakin bertambah dan laju pembekuan logam di dalam
riser semakin lambat. Sehingga, riser dapat berfungsi dengan baik untuk
menyuplai logam cair ke dalam rongga cetakan pada saat terjadi penyusutan.
Ukuran diameter leher riser juga mempengaruhi berhasil tidaknya logam cair di
dalam riser turun untuk menyuplai penyusutan pada rongga cetakan. Ukuran
diameter leher riser yang kecil memungkinkan bidang pembekuan pada riser
sudah saling bertemu dan menutupi jalannya logam cair ke arah rongga cetakan.
Penelitian Tjitro (2001) ini akan lebih menarik jika ditambahkan pengaruh ukuran
riser terhadap persentase penyusutan yang terjadi dengan volume logam cair pada
riser sama untuk setiap variasi.
.
4.3. Persentase Porositas
Sebelum melakukan perhitungan nilai persentase porositas, dilakukan
perhitungan true density. Berdasarkan data komposisi kimia pada tabel 4.1 dapat
dihitung nilai true density dari produk cor. Dalam melakukan perhitungan true
density berpedoman kepada standar ASTM E-252. Data perhitungan true density
ditampilkan pada tabel 4.5.
Gambar 4.5 Sampel uji densitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tabel 4.5 Data perhitungan true density sesuai ASTM E-252
Unsur 1/densitas (m3/Mg)
Persentase berat
1/densitas X persentase
berat (m3/Mg)
Cu 0,1116 0,99 0,11 Fe 0,1271 0,73 0,09 Si 0,4292 12,00 5,15
Mn 0,1346 0,06 8,1 x 10-3
Mg 0,5522 0,05 0,03 Zn 0,1401 0,31 0,04 Ni 0,1123 0,04 4,3 x 10-3 Cr 0,1391 0,01 2,1 x 10-3 Ti 0,2219 0,01 2,2 x 10-3 Pb 0,0882 0,13 0,01 V 0,1639 0,01 1,6 x 10-3 B 0,4274
Be 0,5411 2 x 10-4 1,1 x 10-4 Zr 0,1541 0,64 0,10 Ga 0,1693
Bi 0,102
Sn 0,1371 0,05 6,8 x 10-3 Cd 0,1156
Co 0,1130
Li 1,8727
JUMLAH 15,04 5,56 Al 0.3705 84,98 31,48
JUMLAH
37,05
Perhitungan true density
�� = 10037,05 = 2,70 ��
�� = 2,70 ����
Untuk perhitungan apparent density sebelumnya dilakukan pemotongan
sampel spesimen. Bagian yang dipotong adalah daerah di sekitar riser. Kemudian
sampel pengujian ditimbang massanya dan diukur volumenya. Pengukuran massa
sampel menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 2 angka di belakang
koma. Pengukuran volume sampel menggunakan gelas breker dengan kapasitas
100 ml. Hasil perhitungan apparent density ditampilkan pada tabel 4.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tabel 4.6 Hasil perhitungan apparent density
Variasi Sampel ρs
(g/cm3)
I
1 2,57 2 2,44 3 2,61 4 2,58 5 2,60
II
1 2,52 2 2,57 3 2,47 4 2,45 5 2,47
III
1 2,45 2 2,41 3 2,42 4 2,55 5 2,47
Setelah dilakukan uji densitas maka diperoleh nilai apparent density.
Untuk menghitung nilai persentase porositas digunakan persamaan (3.3).
Contoh perhitungan (data variasi I, spesimen 1)
ρo = 2,70 g/mm3
ρs = 2,57 g/mm3
Persentase porositas
%� = �2,70 �
��� − 2,57 ���� �
2,70 ����
� 100 % = 4,67 %
Hasil perhitungan persentase porositas semua variasi ukuran saluran
penambah (riser) ditunjukkan pada tabel 4.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 4.7 Persentase porositas
Variasi Sampel ρs
(g/cm3) ρo
(g/cm3) %P
I
1 2,57 2,70 4,67 2 2,44 2,70 9,47 3 2,61 2,70 3,39 4 2,58 2,70 4,31 5 2,60 2,70 3,64
Rata-rata 5,10
II
1 2,52 2,70 6,82 2 2,57 2,70 4,74 3 2,47 2,70 8,43 4 2,45 2,70 9,40 5 2,47 2,70 8,47
Rata-rata 7,57
III
1 2,45 2,70 9,25 2 2,41 2,70 10,70 3 2,42 2,70 10,49 4 2,55 2,70 5,67 5 2,47 2,70 8,35
Rata-rata 8,89
Gambar 4.6 Hubungan antara persentase porositas – variasi ukuran riser
5.10
7.57
8.89
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
Variasi I (ø=30
mm, t=100 mm)
Variasi II (ø=40
mm, t=56 mm)
Variasi III (ø=50
mm, t=36 mm)
Pe
rse
nta
se P
oro
sita
s
Variasi Ukuran Riser
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Gambar 4.6 menunjukkan hubungan antara persentase porositas dengan
variasi ukuran saluran penambah (riser). Nilai yang ditampilkan merupakan nilai
rata-rata dari lima spesimen dari setiap variasi ukuran saluran penambah (riser).
Nilai persentase porositas untuk variasi I sebesar 5,10%, untuk variasi II sebesar
7,57%, dan untuk variasi III sebesar 8,89%. Berdasarkan data di atas, ukuran
saluran penambah (riser) mempengaruhi nilai persentase porositas yang terjadi
pada produk cor.
Pada cetakan pasir yang digunakan terdapat uap air karena cetakan yang
digunakan cetakan pasir basah. Pada temperatur tinggi uap air ini akan bereaksi
dengan aluminium ketika aluminium cair dituang ke dalam cetakan, reaksinya
adalah :
2Al + 3H2O Al2O3 + 3H2 (gas hidrogen)
Gas hidrogen yang terperangkap bersama aluminium cair akan menimbulkan
cacat porositas pada aluminium cor.
Pada variasi I nilai persentase porositasnya paling kecil yaitu sebesar
5,10%. Hal ini disebabkan oleh laju pembekuan logam di dalam riser besar
sehingga logam lebih cepat membeku. Sehingga, jumlah gas hidrogen yang larut
di dalam riser jumlahnya sedikit karena kemampuan larut hidrogen pada kondisi
cair lebih besar bila dibandingkan dengan pada kondisi solid.
Pada variasi II nilai persentase porositasnya lebih besar dibandingkan
persentase porositas pada variasi I yaitu sebesar 7,57%. Hal ini disebabkan oleh
laju pembekuan logam di dalam riser lebih kecil dibandingkan pada variasi I,
sehingga proses pembekuan logam di dalam riser menjadi lebih lama. Dengan
demikian jumlah gas hidrogen yang terlarut di dalam logam cair semakin banyak.
Pada variasi III yang memiliki laju pembekuan riser yang nilainya sama
besar dengan variasi II ternyata memiliki nilai persentase porositas yang berbeda.
Nilai persentase porositas pada variasi II nilainya 7,57% sedangkan pada variasi
III nilainya 8,89%. Perbedaan ini terjadi karena ukuran diameter riser pada variasi
III lebih besar dari ukuran diameter riser variasi II. Dengan diameter yang besar
menyebabkan bidang pembekuan yang bergerak dari arah tepi dinding cetakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
lebih lambat saling bertemu di daerah pusat sumbu simetri riser. Hal ini
menyebabkan semakin banyaknya gas hidrogen yang terlarut di dalam riser.
Ukuran tinggi riser memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
terjadinya cacat porositas pada produk cor. Bila ukuran tinggi riser besar maka
riser mempunyai kemampuan yang besar untuk mendorong logam cair mengisi
rongga-rongga porositas pada produk cor. Sehingga pada variasi I yang memiliki
ukuran tinggi riser terbesar yaitu 100 mm memiliki nilai persentase porositas
yang terkecil dibandingkan pada variasi II dan variasi III yang memiliki ukuran
tinggi riser secara berurutan sebesar 56 mm dan 36 mm.
Struktur mikro dari aluminium hasil pengecoran ditampilkan pada
gambar 4.7, 4.8, dan 4.9 sebagai berikut. Pada gambar nampak bagian berwarna
hitam yang merupakan cacat porositas yan terjadi pada sampel pengujian. Pada
variasi I cacat porositas terjadi pada area tertentu saja. Sedangkan pada variasi II
dan variasi III cacat porositas yang terjadi lebih merata pada permukaan sampel
uji.
Gambar 4.7 Struktur mikro sampel uji variasi I (perbesaran 200X)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Gambar 4.8 Struktur mikro sampel uji variasi II (perbesaran 200X)
Gambar 4.9 Struktur mikro sampel uji variasi III (perbesaran 200X)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan kesimpulan yang dapat
diambil adalah untuk menghasilkan produk cor dengan nilai persentase
penyusutan dan persentase porositas yang rendah digunakan riser dengan ukuran
diameter besar dan tinggi.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dapat disarankan untuk
melakukan penelitian terhadap variasi ukuran leher riser (neck).