PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA SISWA
disusun oleh:
HANNY FITRIANA NIM. 105017000460
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”
disusun oleh Hanny Fitriana, Nomor Induk Mahasiswa 105017000460 Jurusan
Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya
ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang
ditetapkan fakultas.
Jakarta, 5 Juni 2010
Yang Mengesahkan
Pembimbing I Pembimbing II
Otong Suhyanto M.Si Firdausi S.Si. M.Pd.
NIP. 19681104 199903 1 001 NIP. 19690629 200501 1 003
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Yang bertandatangan di bawah ini
Nama : Hanny Fitriana
NIM : 105017000460
Jurusan : Pendidikan Matematika
Angkatan Tahun : 2005
Alamat : Jl. Giri Kencana 41 Rt.004/02 Cilangkap Cipayung Jakarta
Timur 13870
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa adalah benar
hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
1. Nama : Otong Suhyanto M.Si
NIP : 19681104 199903 1 001
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
2. Nama : Firdausi S.Si. M.Pd
NIP : 19690629 200501 1 003
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.
Jakarta, Juli 2010
Yang Menyatakan
Hanny Fitriana
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH
Skripsi berjudul ”Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”
diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqosah
pada tanggal 30 Juli 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak
memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.
Jakarta, Agustus 2010
Panitia Ujian Munaqosah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan) Maifalinda Fatra, M.Pd ............................. .................................... NIP. 19700528 199603 2 002 Sekretaris Jurusan Otong Suhyanto, M.Si ............................. .................................... NIP. 19681104 199903 1 001 Penguji I Dra. Afidah Mas’ud ............................. .................................... NIP. 19610926 198603 2 004 Penguji II Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Pd ............................. .................................... NIP. 19480323 198203 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003
ABSTRAK
Hanny Fitriana (105017000460), ”Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”. Skripsi, Jurusan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan
pendidikan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian dilaksanakan di SMPN 160 Jakarta Timur. Metode yang digunakan adalah eksperimen semu dengan rancangan penelitian the post-test only.
Sampel penelitian yang pertama berjumlah 30 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik. Sampel yang kedua berjumlah 30 siswa untuk kelas kontrol dengan pendekatan konvensional. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian yang diberikan berupa tes dengan tipe uraian sebanyak 5 soal.
Analisis data menggunakan uji-t dari kedua kelompok diperoleh nilai thitung sebesar 4,47, sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan (dk) = 47,09 yaitu sebesar 1,68, maka dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan pendidikan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
i
ABSTRACT
HANNY FITRIANA (105017000460), “The Influence of Realistic Mathematics Education Approach Through Students Mathematic Problem Solving Ability”. Thesis, Mathematics Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The purpose of this research is to know the influence of realistic mathematics education approach through students mathematic problem solving ability. Research conducted at SMPN 160 East Jakarta. The method was used quasi experiment with research design the post-test only. The first sample class experiment is 30 students which are use realistic mathematics education approach. The second sample class control is 30 students which are use conventional approach. Sampling was done using cluster random sampling technique. The instrument test which is given in this research consisted of 5 questions of essay typed.
Data analysis using t-tests of both groups obtained ttest of 4,47, while ttable at 5% significance level with degrees of freedom (dk) = 47,09 is equal to 1,68, we can conclude that ttest > ttable. This shows that realistic mathematics education approach has significant effect to the students mathematics problem solving ability.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan.
2. Ibu Dra. Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika dan
pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penulisan skripsi ini.
4. Bapak Firdausi S.Si, M.Pd, pembimbing II yang selalu memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Afidah Mas’ud M.Pd sebagai penasihat Akademik.
6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.
7. Bapak Drs. Sumardijanto, kepala SMP Negeri 160 Jakarta Timur yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk penelitian di sana.
8. Ibu Neneng Sutiah, guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian
banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.
9. Ibu Hj. Endang K, M.Pd, guru BP yang telah memberikan izin untuk
menggunakan kelasnya.
10. Bapak dan mama ku tercinta yang selalu mendoakan, memberikan motivasi
dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
11. Adikku tercinta yang senantiasa memberikan bantuan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
12. Siswa dan siswi kelas VII SMP Negeri 160 Jakarta Timur, khususnya kelas
VII-A dan VII-B yang telah bersikap baik, tenang, dan bersahabat selama
penulis mengadakan penelitian.
13. Sahabat ku tercinta, yaitu Nisa, Nina, Iam, Nilma, Yeti, Bilgis, dan Irna yang
senantiasa selalu mendoakan, memotivasi, membantu, dan mendukung penulis
selama penelitian.
14. Teman-teman ku tercinta yaitu Eva, Riesky, Ida, dan mahasiswa jurusan
pendidikan matematika angkatan 2005 kelas B, semoga kebersamaan selama
pembelajaran akan selalu menjadi cerita indah di masa yang akan datang dan
ikatan persaudaraan kita akan selalu terjaga hingga akhir hayat.
15. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi
serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik
yang diberikan kepada penulis.
Jakarta, Juli 2010
Penulis
Hanny Fitriana
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 6
D. Perumusan Masalah .................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS PENELITIAN ........................................................... 9
A. Deskripsi Teoritik ....................................................................... 9
1. Pembelajaran Matematika..................................................... 9
a. Pengertian Pembelajaran................................................. 9
b. Pengertian Matematika.................................................... 14
c. Alasan Belajar Matematika.............................................. 16
d. Tujuan Pelajaran Matematika ......................................... 16
e. Kegunaan Matematika .................................................... 17
2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR).......... 18
a. Pengertian dan Sejarah PMR .......................................... 18
b. Komponen Matematisasi dalam PMR ............................ 21
c. Prinsip Utama PMR ........................................................ 22
d. Karakteristik PMR .......................................................... 23
v
e. Langkah-langkah PMR ................................................... 25
f. Kekuatan Pembelajaran Matematika dengan PMR......... 27
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika .................... 28
a. Pengertian Masalah Matematika ..................................... 28
b. Jenis-jenis Masalah Matematika ..................................... 29
c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika.................. 30
d. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematika....... 32
e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika...................................................................... 34
f. Karakteristik Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika...................................................................... 35
4. Pendekatan Konvensional ..................................................... 35
5. Hasil Penelitian yang Relevan .............................................. 36
B. Kerangka Berpikir....................................................................... 37
C. Hipotesis Penelitian..................................................................... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 40
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 40
B. Metode dan Desain Penelitian..................................................... 40
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ................................. 41
1. Populasi ................................................................................. 41
2. Sampel................................................................................... 41
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ........................................... 42
1. Variabel yang Diteliti............................................................ 42
2. Sumber Data.......................................................................... 42
3. Instrumen Penelitian ............................................................. 42
4. Uji Instrumen Tes Penelitian................................................. 44
E. Pengujian Prasyarat Analisis....................................................... 45
1. Uji Normalitas....................................................................... 45
2. Uji Homogenitas ................................................................... 46
F. Pengujian Hipotesis..................................................................... 47
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 49
A. Deskripsi Data............................................................................. 49
1. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelompok Eksperimen.......................................................... 49
2. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelompok Kontrol ................................................................ 51
B. Pengujian Persyaratan Analisis ................................................... 54
1. Uji Normalitas....................................................................... 54
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen........................... 54
b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol.................................. 55
2. Uji Homogenitas ................................................................... 55
C. Pengujian Hipotesis..................................................................... 56
D. Pembahasan................................................................................. 57
E. Keterbatasan Penelitian............................................................... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 60
A. Kesimpulan ................................................................................. 60
B. Saran............................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 62
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 65
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rancangan Penelitian ........................................................................ 41
Tabel 2. Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ................... 43
Tabel 3. Kisi-kisi Instrument Tes.................................................................... 44
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas Eksperimen............................................... 50
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas Kontrol...................................................... 52
Tabel 6. Perbandingan Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ............................................... 54
Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas ..................................................... 55
Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ................................................. 56
Tabel 9. Hasil Uji Perbedaan dengan Statistik Uji t........................................ 57
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Matematisasi Konseptual ............................................................... 20
Gambar 2. Proses Matematisasi Pada PMR..................................................... 21
Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar
Matematika Kelompok Eksperimen............................................... 51
Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar
Matematika Kelompok Kontrol ..................................................... 53
ix
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Wawancara Pra Penelitian............................................... 65
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen .......... 68
Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol................. 80
Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa (LKS)...................................................... 88
Lampiran 5. Latihan Soal ............................................................................. 100
Lampiran 6. Kisi-Kisi Uji Instrumen Tes ..................................................... 106
Lampiran 7. Penilaian Validitas Isi Instrumen Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa ..................................................... 107
Lampiran 8. Instrumen Tes........................................................................... 113
Lampiran 9. Kunci Jawaban Instrumen Tes ................................................. 116
Lampiran 10. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...................................... 125
Lampiran 11. Perhitungan Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen .... 126
Lampiran 12. Perhitungan Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol........... 129
Lampiran 13. Perhitungan Uji Normalitas...................................................... 132
Lampiran 14. Perhitungan Uji Homogenitas................................................... 135
Lampiran 15. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik .......................................... 136
Lampiran 16. Bukti Penilaian Validitas Isi..................................................... 138
Lampiran 17. Daftar Luas Kurva di Bawah Normal ...................................... 139
Lampiran 18. Daftar Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ......... 140
Lampiran 19. Daftar Nilai Kritis Distribusi F ................................................ 142
Lampiran 20. Daftar Nilai Kritis Distribusi t ................................................. 144
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi) dalam menghadapi era globalisasi saat ini, karena dengan
pendidikan pola pikir dan pengetahuan manusia menjadi berkembang
sehingga IPTEK semakin maju. Hal ini dibuktikan dengan adanya wahyu
pertama kepada Nabi Muhammad Saw, yaitu surat Al-A’laq ayat 1-5 yang
berbunyi:
Inti dari arti ayat tersebut yaitu memerintahkan kita agar selalu membaca.
Andai saja seluruh umat Islam dapat menjalankan setiap anjuran dengan
benar, maka mereka tidak akan tertinggal jauh dan selalu akan menjadi umat
terdepan.
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air. Pemerintah telah
mencanangkan pendidikan sebagai instrumen untuk membangun bangsa dan
negara Indonesia menjadi lebih baik. Sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang
menyebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
1
2
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.1
Oleh karena itu, maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreatifitas
pendidikan bangsa itu sendiri dan kompleknya masalah kehidupan menuntut
sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetensi. Selain itu,
pendidikan merupakan wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai
pencetak sumber daya manusia yang bermutu tinggi.
Matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang memiliki
peranan penting dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia. Mutu
pendidikan matematika harus terus ditingkatkan sebagai upaya pembentukan
sumber daya manusia yang bermutu tinggi, yakni manusia yang mampu
berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif, inovatif, dan berinisiatif dalam
menanggapi masalah yang terjadi.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menghadapi banyak
permasalahan. Permasalahan-permasalahan itu tentu saja tidak semuanya
merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan
yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu. Ini berarti
bahwa matematika sangat diperlukan oleh setiap orang dalam kehidupan
sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Cornelius (dalam Mulyono Abdurrahman) yang
mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika
merupakan:
1. sarana berpikir yang jelas dan logis, 2. sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-
hari, 3. sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi
pengalaman, 4. sarana untuk mengembangkan kreativitas, 5. sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya.2
1 Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang
SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, (Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006), hlm. 53.
3
Namun pada kenyataannya, kebanyakan masyarakat berpendapat
bahwa matematika itu tidak berguna dalam kehidupan, hal ini disebabkan
selama menempuh pelajaran matematika di bangku sekolah, guru jarang
memberikan informasi mengenai penerapannya dalam kehidupan nyata.
Pelajaran matematika tidak hanya membuat siswa terampil dalam menghitung
dan kemampuan menyelesaikan soal, sikap dan kemampuan menerapkan
matematika merupakan hal terpenting untuk membentuk kemampuan peserta
didik dalam pemecahkan masalah sehari-hari yang dihadapinya kelak.
Pelajaran matematika masih sering dianggap sebagai pelajaran yang
paling sulit dipahami bagi siswa. Meskipun matematika mendapatkan waktu
yang lebih banyak dibandingkan pelajaran lain dalam penyampaiannya,
namun siswa kurang memberi perhatian pada pelajaran ini karena siswa
menganggap metematika itu pelajaran yang menakutkan serta mempunyai
soal-soal yang sulit dipecahkan.
Dari hasil studi TIMSS tahun 2007 untuk siswa kelas VIII,
menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara dengan nilai
rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. Nilai
tersebut masih jauh dari standar minimal nilai rata-rata kemampuan
matematika yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Skala matematika TIMSS-
Benchmark Internasional menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia berada
pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura pada
peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam untuk
kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia 123 jam dan Singapura 124 jam.3
Data TIMSS menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran metematika di
Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills),
namun sedikit atau sama sekali tidak menekankan untuk penerapan
matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari.
2 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), Cet.II, hlm. 252. 3 Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, (dari
http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 6 September 2009) hlm.195.
4
Rendahnya kemampuan matematika siswa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu materi pelajaran yang dirasakan oleh siswa masih bersifat abstrak dan kurang menarik dikarenakan kurangnya contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan dunia mereka, metode pengajaran matematika yang terpusat pada guru sementara siswa cenderung pasif sehingga tidak mempunyai kesempatan berfikir tentang matematika, serta pembelajaran matematika masih menggunakan pendekatan latihan dengan mengembangkan kemampuan pikiran melalui latihan berulang keterampilan berhitung dan meminta peserta didik menghafal langkah atau rumus-rumus.4
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga
terjadi di SMP Negeri 160 Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
bidang studi, hal ini dikarenakan konsep dasar matematika siswa sewaktu di
SD masih rendah sehingga pada saat pembelajaran guru harus mengulang
sedikit konsep dasarnya. Dengan demikian guru jarang memberikan soal
kontekstual dalam proses pembelajaran karena waktu yang digunakan hanya
cukup untuk memberikan soal-soal sederhana yang berhubungan dengan
pemahaman konsep dasar matematika.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan
dasar matematika yang perlu dimiliki oleh siswa. Lemahnya penguasaan
konsep dan prinsip oleh siswa, dapat mengakibatkan kemampuan siswa dalam
pemecahan masalah akan lemah pula. Padahal, kemampuan pemecahan
masalah sangat penting dalam pembelajaran matematika karena kemampuan
pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu pengajaran matematika pada
umumnya dapat ditransfer untuk digunakan dalam memecahkan masalah lain
dalam kehidupan sehari-hari.
Dari situasi tersebut, pembelajaran matematika yang diterapkan kurang
bermakna sehingga peserta didik menjadi bosan dan tidak menyenangi
matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang
mudah dipahami, bermakna, dapat diterima oleh peserta didik dan
berhubungan erat dengan lingkungan sekitar.
4 Zulkardi dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran
dan Taman Belajar di Internet, dalam Seminar Sehari RME, (UPI: Bandung 4 April 2001) hlm. 1
5
Pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman
anak dengan konsep-konsep matematika adalah Pendidikan Matematika
Realistik (PMR). Dalam pengalaman sering dijumpai bahwa soal-soal
kontekstual yang umumnya dibatasi pada aplikasi dijumpai pada bagian akhir
dari kegiatan belajar mengajar di kelas, bahkan seringkali hanya dipandang
sebagai pengayaan dari materi yang telah dipelajari. Dalam kegiatan PMR soal
kontekstual ditempatkan di awal pembelajaran serta berperan sebagai pemicu
terjadinya penemuan kembali oleh murid.
Realistic mathematics education (RME) merupakan suatu pendekatan belajar matematika yang dikembangkan di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-konsep melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reorganisasi matematika melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika).5
Pendekatan Matematika Realistik adalah sebuah pembelajaran
matematika yang menekankan pada penyelesaian masalah secara informal
sebelum menggunakan cara formal. Dengan kata lain, Pendidikan Matematika
Realistik dimulai dari masalah yang kemudian diarahkan menuju pemecahan
secara formal.
Pemecahan masalah merupakan salah satu kecakapan matematika dan
aspek penting dalam pengajaran matematika. Kecakapan ini dapat dilatih dan
dikembangkan melalui pembelajaran yang didekatkan dengan masalah-
masalah realistis dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan masalah-masalah
tersebut nantinya peserta didik akan menemukan pengetahuan Matematika
formal.
Pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika
sangat berkaitan erat dengan kemampuan pemecahan masalah. Hal ini sejalan
dengan teori Pendidikan Matematika Realistik di atas, dengan demikian
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMR dapat
5 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), hlm. 61.
6
dikaitkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Untuk
mengetahui seberapa besar kaitan atau pengaruh pendekatan RME terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, diperlukan penelitian
lebih lanjut. Untuk itulah penulis memilih judul skripsi yaitu “Pengaruh
Pendekatan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut: 1. Sebagian besar siswa masih menganggap bahwa matematika merupakan
pelajaran yang sulit dipahami. 2. Aktivitas guru dalam pembelajaran masih sangat dominan, dibandingkan
dengan aktivitas siswa. 3. Pembelajaran matematika masih bersifat abstrak dan kurang menarik. 4. Soal-soal kontekstual yang umumnya dibatasi pada aplikasi hanya
dijumpai pada akhir pembelajaran atau bahkan hanya sebagai pengayaan. 5. Guru jarang memberikan informasi mengenai penerapannya dalam
kehidupan nyata 6. Siswa cenderung kurang mampu menggunakan rumus/konsep yang
diperlukan dalam pemecahan masalah.
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian lebih terarah dan mengingat permasalahan yang cukup
luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada: 1. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah tentang bangun datar
segiempat.
2. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik yang dimaksud
adalah berdasarkan pada ide bahwa matematika merupakan aktivitas
manusia dan matematika harus di hubungkan secara nyata terhadap
konteks kehidupan sehari-hari.
7
3. Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud adalah kemampuan
yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan masalah dalam soal bangun
datar, yang memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan
tahapan: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahan, (3)
menyelesaikan masalah, (4) melakukan pengecekan kembali.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
diajarkan dengan pendekatan konvensional dan bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan PMR?
2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas yang diajarkan dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional?
E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakan pendekatan konvensional.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik.
3. Pengaruh pendekatan matematika realistik dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1. Bagi siswa
a. Mengetahui penerapan matematika dalam kehidupan nyata
8
b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam pembelajaran matematika.
c. Menumbuhkan semangat belajar peserta didik. 2. Bagi guru
a. Meningkatkan pengetahuan guru tentang kemampuan pemecahan
masalah peserta didik.
b. Memberikan masukan yang bermanfaat bagi tenaga pengajar tentang
pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah peserta didik.
3. Bagi sekolah
a. Secara tidak langsung akan membantu memperlancar proses belajar
mengajar.
b. Dapat memberikan sumbangan yang baik dalam meningkatkan mutu
pendidikan sekolah khususnya dalam belajar matematika
4. Bagi penulis
a. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan
sumbangan kepada pembelajaran matematika terutama peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematika melalui pembelajaran
dengan pendekatan matematika realistik.
BAB II
DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teoritik
1. Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Pembelajaran
Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, manusia
selalu dalam kondisi belajar. Hal ini disebabkan karena sifat manusia
yang selalu ingin tahu dan berkeinginan untuk mengembangkan
kemampuan yang dimilikinya. Belajar merupakan proses dasar dari
perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan
perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya
berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia adalah hasil
dari belajar. Karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif
dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu
tujuan.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa
“belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu dan
berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman”.1 Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karenanya,
pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek,
bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik
khususnya para guru. Berikut dipaparkan beberapa definisi belajar
yang diungkapkan oleh para ahli.
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), Cet. II. hlm. 17
9
10
Para pakar pendidikan banyak yang mendefinisikan kata
belajar. Ws. Winkel menegaskan bahwa belajar adalah “aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.2 Skinner mengartikan “belajar
sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif”.3 Good dan Brophy dalam bukunya
Educational Psychology, mengemukakan arti belajar yaitu “bukan
tingkah laku yang nampak, tetapi terutama adalah prosesnya yang
terjadi secara internal di dalam diri individu dalam usahanya
memperoleh hubungan-hubungan baru”.4 Sedangkan Morgan, dalam
bukunya Introduction to Psychology mengemukakan: “belajar adalah
setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”.5 Dengan demikian,
pengertian belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana
perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat
menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal
kognitif, afektif, dan psikomotor.6
Hakim dalam bukunya yang berjudul Belajar Secara Efektif
menyimpulkan definisi belajar dari beberapa ahli adalah
suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan.7
2 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, hlm. 39. 3 Pupuh Faturrohman dan Sobary Sutikno, Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna
Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika aditama, 2007), Cet.I, hlm. 5.
4 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), Cet XIX. hlm 85
5 Ngalim Purwanto, Psikologi ….hlm. 84 6 Asep Herry Hernawan dkk., Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI Press,
2007), Cet.1, h. 2. 7 Tursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Puspa Swara, 2008), Cet. VI, hlm. 1
11
Berdasarkan pendapat para pakar pendidikan di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau proses yang
mana hal tersebut akan menghasilkan perubahan karena dengan belajar
seseorang yang tidak tahu apa-apa bisa menjadi tahu, dengan belajar
manusia banyak mendapatkan hal-hal yang baik dan positif yang
berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Diantara ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seorang telah
melakukan kegiatan belajar dapat ditandai dengan adanya:8
1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial.
Aktual berarti perubahan tingkah laku yang terjadi
sebagai hasil belajar itu nyata atau dapat dilihat seperti: hasil
belajar keterampilan motorik (psikomotorik), misalnya siswa dapat
menulis, membaca dan lain sebagainya, dan juga hasil belajar
kognitif seperti pengetahuan fakta atau ingatan, pemahaman dan
aplikasi.
Sedangkan perubahan potensial berarti perubahan tingkah
laku sebagai hasil belajar yang tidak dapat dilihat perubahannya
secara nyata, perubahannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang
belajar saja, seperti hasil belajar afektif (penghargaan, keyakinan
dan lain sebagainya), juga hasil belajar kognitif: tinggi
pengetahuan atau kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi.
2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar di atas bagi individu
merupakan kemampaun baru dalam berbagai bidang kognitif,
afektif atau psikomotorik, yaitu sebagai kemampuan yang betul-
betul baru diperoleh sebagai kemampuan dari hasil perbaikan atau
peningkatan dari kemampuan sebelumnya. Dan kemampuan hasil
belajar itu sifatnya relatif menetap atau tidak segera lenyap.
3) Adanya usaha atau aktivitas yang sengaja dilakukan oleh orang
yang belajar dengan pengalaman (memperhatikan, mengamati,
8 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), Cet. III hlm.
56
12
memikirkan, merasakan, menghayati dan lain sebagainya) atau
dengan latihan (melatih dan menirukan).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pembelajaran adalah
“proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup
belajar”.9 Sedangkan menurut UU Guru dan Dosen, pembelajaran
adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar”.10 Secara umum pembelajaran
merupakan “proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh
pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta
didik atau murid”.11
Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah “prosedur dan
metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan
bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran”.12
Konsep pembelajaran menurut Corey adalah “suatu proses
dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi
tertentu.”13 Pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.
Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran
merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi
indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan upaya penataan atau pengelolaan lingkungan yang
memberi nuansa agar proses belajar tumbuh dan berkembang secara
optimal.
9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar.... hlm. 17. 10 Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang
SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, (Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006) hlm. 52
11 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. VI, hlm. 61.
12 Asep Herry Hernawan dkk, Belajar….., (Bandung: UPI Press, 2007), Cet. I, hlm. 3 13 Syaiful Sagala, Konsep ....hlm. 61.
13
Terdapat dua proses dalam suatu pembelajaran, yaitu proses
belajar dan proses mengajar. Proses belajar dimana pelajar
mempelajari sesuatu sedangkan didalam proses mengajar, pengajar
mengerjakan sesuatu. Pembelajaran akan efektif apabila terdapat
keserasian atau keselarasan antara proses belajar yang dilakukan oleh
pelajar dan proses mengajar yang dilakukan pengajar.
Salah satu unsur utama dari proses belajar adalah tujuan
belajar. Sebenarnya tujuan-tujuan belajar sangat banyak dan bervariasi
sesuai indikator yang ingin dicapai. Menurut Sardiman dalam bukunya
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar terdapat tiga jenis tujuan
belajar secara umum yaitu “(1) untuk mendapatkan pengetahuan, (2)
penanaman konsep dan keterampilan, dan (3) pembentukan sikap”14.
1) Untuk mendapatkan pengetahuan Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir.
Pengetahuan dan kemampuan berpikir tidak dapat dipisahkan.
Dengan kata lain seseorang tidak dapat mengembangkan
kemampuan berpikirnya tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya
kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan.
2) Penanaman konsep dan keterampilan Penanaman konsep memerlukan suatu keterampilan, baik
yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmani adalah
keterampilan yang dapat dilihat, sedangkan keterampilan rohani
adalah keterampilan tidak dapat terlihat (abstrak).
3) Pembentukan sikap Pembentukan sikap baik mental ataupun perilaku siswa
tidak akan terlepas dari penanaman nilai-nilai. Dengan dilandasi
nilai-nilai, akan tumbuh kesadaran dan kemauan siswa untuk
mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya.
14 Sardiman A.M, Interaksi&Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rajawali Press,
2009), Ed. I, hlm. 26
14
b. Pengertian Matematika
Matematika merupakan pengetahuan yang eksak, benar dan
menuju sasaran, oleh karenanya dapat menyebabkan timbulnya disiplin
dalam pemikiran. Konsep dalam matematika tidak cukup hanya
dihafalkan tetapi harus dipahami melalui suatu proses berpikir dan
aktivitas pemecahan masalah. Matematika memiliki fungsi dan peran
yang penting sebagai sarana untuk memecahkan masalah, baik pada
matematika itu sendiri maupun pada bidang lain dalam
mengkomunikasikan gagasan secara praktis dan efisien.
Mengkaji matematika bukanlah hal baru yang kita temui
sekarang. Telah banyak yang mengkaji sampai menjadi ahli dalam
matematika. Bertanya tentang “apakah matematika itu?” dapat dijawab
secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab,
di mana dijawab, siapa yang menjawab, dan apa sajakah yang
dipandang termasuk dalam matematika. Dengan demikian untuk
menjawab pertanyaan “apakah matematika itu?” tidak dapat dijawab
dengan mudah dijawab dengan satu atau dua kalimat bagitu saja, oleh
karena itu kita harus berhati-hati.
Istilah matematika diambil dari bahasa Yunani mathematike
yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata
mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Berdasarkan kutipan
Erman Suherman, menurut Elea Tinggih, perkataan matematika
berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.
Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang
berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.15
Menurut Johnson dan Myklebust yang dikutip dari Mulyono
Abdurrahman, matematika adalah ”bahasa simbolis yang fungsi
praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan
keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan
15 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung :
JICA, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003),hlm. 18
15
berpikir.” Sedangkan Kline, matematika merupakan ”bahasa simbolis
dan cirri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi
juga tidak melupakan cara bernalar induktif.”16
Menurut Paling, ide manusia tentang matematika berbeda-
beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing.
Selanjutnya, Paling mengemukakan bahwa,
matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.17
Reys, dkk mengatakan bahwa matematika adalah tentang pola
hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan
suatu alat.18 Sejalan dengan pendapat tersebut, Johnson dan Rising
dalam bukunya mengatakan matematika adalah pola berpikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah
bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.19
Dari beberapa pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa
matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang didalamnya
terdapat pola-pola keteraturan yang terorganisasikan dengan baik,
konsisten dan membentuk suatu sistem yang dapat digunakan pada
disiplin ilmu lainnya.
16 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2003).Cet.II, hlm.252 17 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak.....hlm. 252 18 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran,…h. 19 19 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: Upi Press,
2006) hlm. 4
16
c. Alasan Belajar Matematika
Dalam pembelajaran matematika ada beberapa alasan penting
mengapa matematika harus diajarkan. Cornelius mengemukakan lima
alasan perlunya belajar matematika, antara lain:
1) Sarana berfikir yang jelas dan logis 2) Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-
hari 3) Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi
pengalaman 4) Sarana untuk mengembangkan kreativitas 5) Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya. 20 Sedangkan Cockroft mengemukakan bahwa matematika
perlu diajarkan kepada siswa karena:
1) Selalu digunakan dalam segi kehidupan 2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang sesuai; 3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan
jelas 4) Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian,
dan kesadaran keruangan 5) Memberi kepuasan terhadap usaha memecahkan
masalah yang menantang. Berbagai alasan perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa pada hakikatnya dapat diringkas karena masalah kehidupan sehari-hari. 21
d. Tujuan Pelajaran matematika
Pada standar isi (SI) pelajaran matematika untuk semua
jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan
pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu: 22
1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
20 Mulyono Abdurrahman, Pendidkan Bagi Anak….. hlm. 253 21 Mulyono Abdurrahman, Pendidkan Bagi Anak …..hlm. 253. 22 Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk
Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: PPPTKM, 2008) hlm. 2.
17
2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
e. Kegunaan Matematika
Dalam kehidupan sehari-hari matematika memiliki beberapa
kegunaan yaitu ”(1) matematika sebagai ilmu pelayan yang lain, (2)
matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya dalam
kehidupan sehari-hari.” 23
1) Matematika sebagai ilmu pelayan yang lain
Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembanganya
bergantung dari matematika.
Contoh:
a) Penemuan dan pengembangan teori mandel dalam biologi
melalui konsep probabilitas.
b) Perhitungan dengan bilangan imajiner digunakan untuk
memecahkan masalah tentang kelistrikan.
c) Dalam ilmu kependudukan matematika digunakan untuk
memprediksi jumlah penduduk.
23 Erna Suwangsih dan Tuirlina, Model Pembelajaran......., hlm. 9
18
d) Dalam ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori
belajar, selain digunakan statistik juga digunakan persamaan
matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian.
e) Dalam seni musik barisan bilangan digunakan untuk
merancang alat musik.
f) Banyak teori-teori dari fisika dan kimia (modern) yang
ditemukan dan dikembangkan melalui konsep kalkulus.
g) Dengan matematika, Einstein membuat rumus yang dapat
digunakan untuk menaksir jumlah energi yang diperoleh dari
ledakan atom.
h) Dalam seni grafis, konsep transformasi geometrik digunakan
untuk melukis mozaik.
i) Teori ekonomi mengenai permintaan dan penawaran
dikembangkan melalui konsep fungsi kalkulus tentang
diferensial dan integral.
2) Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya
dalam kehidupan sehari-hari
Contoh:
a) Memecahkan persoalan dunia nyata.
b) Mengadakan transaksi jual beli, maka manusia memerlukan
proses perhitungan matematika yang berkaitan dengan
bilangan dan operasi hitungnya.
c) Menghitung jarak yang dietmpuh dari satu tempat ketempat
yang lain.
d) Menghitung laju kecepatan kendaraan.
e) Menghitung luas daerah.
2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
a. Pengertian dan Sejarah PMR
Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai
pendidikan matematika realistik, adalah sebuah pendekatan belajar
19
matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok
ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di
Negeri Belanda.24 Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans
Freudenthal (1905–1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia
yang bermula dari pemecahan masalah. Karena itu, siswa tidak
dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan
untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah
bimbingan guru.
Zulkardi, mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik
sebagai berikut:
Pendekatan pendidikan matematika realistik adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun kelompok.25
Soedjadi dalam Turmuzi mengemukakan bahwa pembelajaran
matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah
pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik
daripada masa yang lalu.26 Realita yang dimaksud yaitu hal-hal nyata
atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami siswa lewat
membayangkan, sedangkan lingkungan yang dimaksud yaitu
lingkungan yang berada dalam kehidupan sehari-hari siswa.
24 Yusuf Hartono, Pendekatan Matematika Realistik. Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD
(Pengembangan Pembelajaran Matematika SD), hlm. 3 25 Zulkardi dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran
dan Taman Belajar di Internet, dalam Seminar Sehari Realistic Mathematics Education, (Bandung, 4 April 2001), hlm. 2
26 Muhammad Turmuzi, Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pokok Bahasan Perbandingan Di Kelas II SLTP, dalam Jurnal Kependidikan. No. 2 Volume 3. November, h. 184.
20
Dunia nyata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada
di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar,
bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata.
Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika.
Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam
pendekatan PMR digunakan istilah matematisasi, yaitu proses
mematematikakan dunia nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange
sebagai lingkaran yang tak berujung.
Dunia Nyata
Matematisasi dan aplikasi
Abstraksi dan formalisasi
Matematisasi dan refleksi
Gambar 1
Matematisasi Konseptual
Filosofi PMR mengacu pada pandangan Freudenthal tentang
matematika. Dua pandangan penting beliau adalah matematika harus
dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas
manusia. Pertama, matematika harus dihubungkan dengan realitas,
artinya materi yang diberikan berdasarkan konteks atau hal-hal yang
real (nyata atau pernah dialami/diketahui siswa) dan dikaitkan dengan
situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas
manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar
melakukan aktivitas matematisasi dan beraktivitas dalam pembelajaran
(siswa berdiskusi dalam mencari strategi/langkah penyelesaian soal).
21
b. Komponen Matematisasi dalam PMR
Menurut Trefers, ”pendekatan matematika realistik
menggunakan dua komponen matematisasi dalam proses pembelajaran
matematika yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.”27
1) Matematisasi Horizontal Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-
soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal,
siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara
mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka
sendiri.28
2) Matematisasi Vertikal Matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep
matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun
prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal
sejenis secara langsung tanpa bantuan konteks.29
Dua tipe matematisasi pada PMR tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:30
Gambar 2 Proses matematisasi pada PMR
27 Muhammad Turmuzi, Pembelajaran... hlm. 184. 28 Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 4. 29 Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 4. 30 Hongki Julie, Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik dan Beberapa
Contoh Pembelajarannya, dalam Widya Dharma, No. 1 Tahun XIII (Vol. 13), Oktober 2002, hlm. 30.
Model matematika Matematisasi horizontal
Masalah nyata
Matematisasi vertikal
Matematisasi vertikal
Matematisasi horizontal Jawab masalah Jawab model
22
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa matematisasi
horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol,
sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol
itu sendiri. Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip, atau model
matematika dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi
horizontal, sedangkan menghasilkan konsep, prinsip, atau model
matematika dari matematika sendiri termasuk matematisasi vertikal.
c. Prinsip Utama PMR
Gravemeijer dalam Yuwono, merumuskan tiga prinsip pokok
dalam PMR, yaitu:
1) Penemuan Kembali Terbimbing dan Matematisasi Progresif
(Guided Reinvention dan progressive mathematization)
Ini mengandung arti bahwa belajar dengan PMR
membimbing siswa dalam belajar untuk menemukan sendiri
strategi/cara penyelesaian permasalahan sesuai dengan tingkat
kognitifnya, karena dengan menemukan sendiri lebih dipahami dan
lebih lama diingat oleh siswa. Peranan guru hanyalah sebagai
pendamping yang akan meluruskan arah pikiran siswa, sekiranya
jalan berpikir siswa melenceng jauh dari pokok bahasan yang
sedang dipelajari.
2) Fenomenologi Didaktis (Didactial phenomenology)
Fenomenologi didaktis mengandung arti bahwa dalam
mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan materi-materi lain
dalam matematika, para peserta didik perlu bertolak dari
masalahmasalah (fenomena-fenomena) realistik, yaitu masalah-
masalah yang berasal dari dunia nyata, atau setidak-tidaknya dari
masalahmasalah yang dapat dibayangkan sebagai masalah-masalah
yang nyata. Masalah yang dipilih untuk dipecahkan juga harus
disesuaikan degan tingkat berpikir peserta didik.
23
3) Mengembangkan Model-model Sendiri (Self developed models)
Self-developed models mengandung arti bahwa dalam
mempelajari konsep-konsep dan materi-materi matematika yang
lain, dengan melalui masalah-masalah yang realistik peserta didik
mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara
menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan berbekal
pengetahuan penunjang yang telah dimiliki.
d. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik
Menurut Suryanto dalam Hartono, beberapa karakteristik
pendidikan matematika realistik adalah sebagai berikut: 31
1) Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems)
digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika
kepada siswa.
2) Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model
matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik
dengan bantuan guru atau temannya.
3) Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap
masalah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda,
baik cara menemukannya maupun hasilnya).
4) Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah
dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri
maupun hasil diskusi.
5) Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika
yang memang ada hubungannya.
6) Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan
hasilhasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip
matematika yang lebih rumit.
7) Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi
atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai
31 Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 7
24
kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar
dengan mengerjakan).
Pendidikan matematika realistik mempunyai lima karakteristik
utama sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika.
Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:32
1) Menggunakan masalah kontekstual
Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual
yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai
titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat
langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman
mereka.
2) Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal
Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model.
Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari
siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam
kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-
bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula
berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di
sekitar siswa.
3) Menggunakan kontribusi murid
Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol
mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka.
Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil
kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan
oleh guru.
4) Interaktivitas
Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara
guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan
elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Di sini
siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain,
32 Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 18.
25
bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi
pekerjaan mereka.
5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya
Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika,
dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata
diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam
penyelesaian masalah.
Pendekatan matematika realistik secara prinsip merupakan
gabungan pendekatan konstruktivisme dan kontekstual dalam arti
memberi kesempatan kepada siswa untuk membentuk
(mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide dan konsep
matematika, melalui penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual).33
e. Langkah-langkah PMR Zulkardi dalam Hartono menjelaskan secara umum “langkah-
langkah pembelajaran matematika realistik adalah (1) persiapan, (2)
pembukaan, (3) proses pembelajaran, dan (4) penutup.”34
1) Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-
benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi
yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2) Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi
pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari
dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah
tersebut dengan cara mereka sendiri.
3) Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan
masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara
perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau
33 Yusuf Hartono, Pendekatan…..hlm. 8 34 Yusuf Hartono, Pendekatan….hlm.20
26
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau
kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan
terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati
jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil
mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta
menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4) Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik
melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari
pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus
mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal. 35
Sedangkan Turmuzi menjelaskan secara rinci ”langkah-langkah dalam
kegiatan inti proses pembelajaran matematika realistik adalah (1)
memahami masalah /soal kontekstual, (2) menjelaskan masalah
kontekstual, (3) menyelesaikan masalah kontekstual, (4)
membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan (5)
menyimpulkan.”36
1) Memahami masalah/soal kontekstual.
Guru memberikan masalah/soal kontekstual dan meminta
siswa untuk memahami masalah tersebut. Langkah ini merupakan
karakteristik PMR yang pertama.
2) Menjelaskan masalah kontekstual.
Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan
memberikan petunjuk/saran seperlunya terhadap bagian tertentu
yang belum dipahami siswa, penjelasan hanya sampai siswa
mengerti maksud soal. Langkah ini merupakan karakteristik PMR
yang ke empat.
35 Yusuf Hartono, Pendekatan…., hlm.7-20 36 Muhammad Turmuzi, Pembelajaran... hlm.188
27
3) Menyelesaikan masalah kontekstual.
Siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan soal.
Guru memotivasi siswa dengan memberikan arahan berupa
pertanyaan-pertanyaan. Langkah ini merupakan karakteristik PMR
yang ke dua.
4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara
kelompok, untuk selanjutnya secara diskusi di kelas. Langkah ini
merupakan karakteristik PMR yang ke tiga.
5) Menyimpulkan.
Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan suatu konsep atau prosedur, selanjutnya guru
meringkas atau menjelaskan konsep yang termuat dalam soal itu.
f. Kekuatan Pembelajaran Matematika dengan Pendidikan
Matematika Realistik (PMR)
Beberapa kekuatan pembelajaran dengan pendidikan
matematika realistik, antara lain:37
1) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas
dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara
matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan
matematika pada umumnya bagi manusia.
2) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas
dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu
bidang kajian yang dapat dikonstruksikan/dikembangkan sendiri
oleh siswa dan oleh setiap orang ”biasa” yang lain, tidak hanya
oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
37 Muhammad Turmuzi, Pembelajaran..... hlm. 186.
28
3) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas
dan operasional kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu soal
atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara
orang yang satu dengan yang lain.
4) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas
dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari
matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama,
dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri
proses itu, dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep
dan materi-materi matematika yang lain, dengan bantuan pihak lain
yang sudah lebih tahu (misalnya guru).
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
a. Pengertian Masalah Matematika
Masalah adalah “sesuatu yang timbul akibat adanya rantai yang
terputus antara keinginan dan cara mencapainya. Keinginan atau tujuan
yang ingin dicapai sudah jelas, tetapi cara untuk mencapai tujuan itu
belum jelas. Biasanya tersedia berbagai alternatif yang bisa ditempuh
untuk mencapai tujuan yang diinginkan itu.”38
Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar
manusia. Sebagian besar kehidupan kita berhadapan dengan masalah-
masalah. Bila kita gagal dengan suatu cara untuk menyelesaikan suatu
masalah kita harus mencoba menyelesaikannya dengan cara yang lain.
Masalah bersifat relatif. Artinya, masalah bagi seseorang pada
suatu saat belum tentu merupakan masalah bagi orang lain pada saat itu
atau bahkan bagi orang itu sendiri beberapa saat kemudian.39 Apabila
orang tersebut telah mengetahui cara atau proses mendapatkan
penyelesaian masalah tersebut.
38 Nyimas Aisyah, Pendekatan Pemecahan Masalah. (Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD)
hlm. 3 39 Nyimas Aisyah, Pendekatan…. hlm. 3
29
Para ahli Pendidikan Matematika sebagaian besar menyatakan
bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau
direspon. Mereka menyatakan juga bahwa tidak semua pertanyaan
otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi
masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu
tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang
sudah diketahui si pelaku.40
Krulik dan Rudnik mendefinisikan masalah secara formal
sebagai berikut: “A problem is a situation, quantitatif or otherwise,
that confront an individual or group of individual, that requires
resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvios
means or path to obtaining a solution.”41 Definisi tersebut
menjelaskan bahwa masalah adalah suatu situasi yang dihadapi oleh
seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi
individu atau kelompok tersebut tidak memiliki cara yang langsung
dapat menentukan solusinya.
Masalah dalam matematika adalah sesuatu persoalan yang ia
sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau
algoritma yang rutin.42 Jadi dapat disimpulkan masalah matematika
merupakan suatu masalah apabila persoalan itu belum dikenalnya dan
belum memiliki prosedur tertentu untuk menyelesaikannya.
b. Jenis-Jenis Masalah Matematika
Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan
dalam bentuk soal tidak rutin yang berupa soal cerita, penggambaran
fenomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah
tersebut kemudian disebut masalah matematika karena mengandung
40 Al. Krismanto dan Widyaiswara, Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam
Pembelajaran Matematika. (Yogyakarta: PPPG Matematika, 2003), hlm. 5 41 Stephen Krulik dan Jesse A.Rudnik, Problem Solving, (Massachusetts: Allyn and
Bacon, 1992), h. 3. 42 Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa, (Jakarta: Gaung Persada, 2009) Cet. II, hlm. 81.
30
konsep matematika. Terdapat beberapa jenis masalah matematika yaitu
masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses, dan ,masalah
teka-teki.”43
1). Masalah Translasi
Merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk
menyelesaikannya perlu adanya translasi (perpindahan) dari
bentuk verbal ke bentuk matematika.
2). Masalah Aplikasi
Memberikan kesempatan pada siswa untuk
menyelesaikan masalah dengan menggunakan bermacam-macam
ketrampilan dan prosedur matematik.
3). Masalah Proses
Biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan
pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah
semacam ini memberikan kesempatan siswa sehingga dalam diri
siswa terbentuk ketrampilan menyelesaikan masalah sehingga
dapat membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi masalah
dalam berbagai situasi.
4). Masalah Teka-Teki
Dimaksudkan untuk rekreasi dan kesenangan serta
sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif
dalam pengajaran matematika. Dalam hal ini berarti pula
masalah situasi tersebut (masalah) dapat ditemukan solusinya
dengan menggunakan pemecahan masalah.
c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting,
bahkan paling penting dalam belajar matematika. Hal ini juga
disampaikan Suherman dkk, bahwa pemecahan masalah merupakan
43 Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika. (Bandung: UPI
PRESS, 2006) hlm. 7
31
bagian kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam
proses pembelajarannya maupun penyelesaiannya, siswa
dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan
serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkannya pada
pemecahan masalah atau soal yang bersifat tidak rutin.44
Pemecahan masalah telah didefinisikan sebagai proses kognitif
tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari
keterampilan-keterampilan rutin atau dasar. Proses ini terjadi jika suatu
organisme atau sistem kecerdasan buatan tidak mengetahui bagaimana
untuk bergerak dari suatu kondisi awal menuju kondisi yang dituju.
Menurut Hudojo, pemecahan masalah pada dasarnya adalah
proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah
baginya.45 Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses berpikir
bahkan sering dianggap merupakan proses paling kompleks diantara
semua fungsi kecerdasan.
Krulik dan Rudnik juga mendefinisikan pemecahan masalah
sebagai suatu proses berpikir seperti berikut ini: “It (problem solving)
is the mean by wich an individual uses previously acquired knowledge,
skill, and understanding to satisfy the demand of an unfamiliar
situation”46
Dari definisi tersebut pemecahan masalah adalah suatu usaha individu
menggunakan pengetahuan, ketrampilan, dan pemahamannya untuk
menemukan solusi dari suatu masalah.
Hudoyo mengemukakan bahwa penyelesaian masalah dapat
diartikan sebagai penggunaan matematika baik untuk matematika itu
sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari dan
ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan
44 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran..... hlm. 83. 45 Nyimas Aisyah, Pendekatan…. hlm. 5-3 46 Stephen Krulik dan Jesse A. Rudnick. Problem … hlm. 5
32
masalah-masalah yang belum kita ketahui penyelesaiannya ataupun
masalah-masalah yang belum kita kenal.47
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pemecahan masalah adalah suatu kegiatan untuk mengatasi
kesulitan yang ditemui dengan menggabungkan konsep-konsep dan
aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, sehingga diperoleh
jalan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Melalui
penggunaan masalah-masalah yang tidak rutin, siswa tidak hanya
terfokus pada bagaimana menyelesaikan masalah dengan berbagai
strategi yang ada, tetapi juga menyadari kekuatan dan kegunaan
matematika di dunia sekitar mereka dan berlatih melakukan
penyelidikan dan penerapan berbagai konsep matematika yang telah
mereka pelajari.
d. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika
Menurut Polya, solusi soal pemecahan masalah memuat empat
langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan
pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.48.
Proses yang harus dilakukan para siswa dari keempat tahapan
tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:49
1). Memahami Masalah
Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan
untuk membantu siswa menetapkan apa yang diketahui pada
permasalahan dan apa yang ditanyakan. Beberapa pertanyaan
perlu dimunculkan kepada siswa untuk membantunya dalam
memahami masalah ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, antara
lain:
47 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran …..hlm. 126. 48 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran.... hlm. 84. 49 Nyimas Aisyah, Pendekatan….hlm. 20.
33
a). Apakah yang diketahui dari soal?
b). Apakah yang ditanyakan soal?
c). Apakah saja informasi yang diperlukan?
d). Bagaimana akan menyelesaikan soal?
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, diharapkan
siswa dapat lebih mudah mengidentifikasi unsur yang diketahui
dan yang ditanyakan soal.
2). Merencanakan Penyelesaian
Pendekatan pemecahan masalah tidak akan berhasil tanpa
perencanaan yang baik. Dalam perencanaan pemecahan masalah,
siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi
pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah.
Dalam mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah ini,
hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah apakah strategi
tersebut berkaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan .
3). Menyelesaikan Masalah
Jika siswa telah memahami permasalahan dengan baik
dan sudah menentukan strategi pemecahannya, langkah
selanjutnya adalah melaksanakan penyelesaian soal sesuai
dengan yang telah direncanakan. Kemampuan siswa memahami
substansi materi dan keterampilan siswa melakukan perhitungan
matematika akan sangat membantu siswa untuk melaksanakan
tahap ini.
4). Melakukan Pengecekan kembali
Langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh
merupakan langkah terakhir dari pendekatan pemecahan masalah
matematika. Langkah ini penting dilakukan untuk mengecek
apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan
tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanya.
34
e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi
siswa dan masa depannya. Menurut Suharsono, para ahli pembelajaran
sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas
tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang
diajarkan.50
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal
dari kata mampu yang berarti kuasa (sanggup, bisa, dapat) melakukan
sesuatu. Dengan imbuhan ke-an kata mampu menjadi kemampuan
yang berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan melakukan sesuatu.51
Kemampuan dalam pemecahan masalah termasuk suatu
ketrampilan, karena dalam pemecahan masalah melibatkan segala
aspek pengetahuan (ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis,
dan evaluasi) dan sikap mau menerima tantangan.52 Oleh karena itu,
pemecahan masalah merupakan proses penerimaan tantangan dan kerja
keras untuk menyelesaikan masalah. Di dalam menyelesaikan masalah
siswa harus bekerja keras menerima tantangan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Berbagai kemampuan berpikir yang
dimiliki siswa seperti: ingatan, pemahaman, dan penerapan berbagai
teorema, aturan, rumus, dalil, dan hukum akan sangat membantu dalam
penyelesaian suatu masalah matematika yang dihadapi oleh siswa.
Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan kemampuan
pemecahan masalah adalah pengetahuan tingkat tinggi yang
memerlukan suatu ketrampilan khusus dalam mencari solusi atas
masalah yang dihadapi dengan menggabungkan konsep-konsep dan
aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, agar diperoleh jalan
untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
50 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara,
2009) hlm.53 51 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar...hlm. 707. 52 Nahrowi Adjie dan R. Deti Rostika, Konsep Dasar Metematika, (Bandung: UPI
PRESS, 2006), Cet I, hlm. 262.
35
f. Karakteristik Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Suydam yang dikutip oleh Klurik dan Reys merangkum
karakteristik kemampuan seorang problem solver yang baik sebagai
berikut:53
1). Mampu memahami konsep dan istilah matematika.
2). Mampu mengetahui keserupaan, perbedaan, dan analogy.
3). Mampu mengidentifikasikan unsur yang kritis dan memilih
prosedur dan data yang benar.
4). Mampu mengetahui data yang tidak relevan.
5). Mampu mengestimasi dan menganalisi.
6). Mampu menggambarkan dan menginterpretasikan fakta
kuantitatif dan hubungan.
7). Mampu menggeneralisasikan berdasarkan beberapa contoh.
8). Mampu menukar, mengganti metode/cara dengan tepat.
9). Memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang kuat disertai
hubungan baik dengan sesama siswa.
10). Memiliki rasa cemas yang rendah
4. Pendekatan Konvensional
Konvensional adalah sebuah pendekatan secara klasikal yang biasa
digunakan oleh setiap pendidik dalam mendidik siswanya. Pendekatan
pembelajaran ini menempatkan guru sebagai inti dalam keberlangsungan
proses belajar mengajar. Guru memiliki peran penting dalam menjaga
keberlangsungna proses belajar mengajar karena guru harus menjelaskan
materi secara panjang lebar untuk menjamin materi tersebut dapat
dipahami oleh semua peserta didik. Dengan demikian proses pembelajaran
lebih terpusat pada guru.
Pembelajaran konvensional jarang melibatkan pengaktifan
pengetahuan awal dan jarang memotivasi siswa untuk proses
pengetahuannya. Pembelajaran konvensional masih didasarkan atas asumsi
53 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran… hal. 128.
36
bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari piiran guru ke
pikiran siswa.
Menurut Depdiknas, dalam pembelajaran konvensional, cenderung
pada belajar hafalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat
konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks, serta
penilaian masih bersifat tradisional dengan paper da pensil test yang hanya
menuntut pada satu jawaban benar.
Beberapa ciri-ciri pada pembelajaran konvensional, yaitu:
a. siswa dalah penerima informasi secara pasif
b. belajar secara individual
c. pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
d. perilaku dibangun atas kebiasaan
e. kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final
f. guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
g. perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
Dalam pembelajaran konvensional, peran siswa adalah sebagai
penerima informasi yang pasif, yaitu siswa lebih banyak belajar sendiri
secara individual. Siswa tidak diberi kesempatan banyak untuk
mengemukakan pendapat dan berinteraksi dengan siswa lain. Siswa hanya
dijadikan obyek didik dan pembelajarannya pun terfokus pada tiga
kegiatan, yaitu dengar, catat dan hafal. Keadaan seperti ini membuat
proses belajar menjadi tidak efektif, karena waktu para siswa hanya
dihabiskan untuk mengisi buku tugas, mendengarkan pangajar dan
menyelesaikan latihan-latihan.
5. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian
sebelumnya. Penelitian Frida Mayferani (2007) yang berjudul
”Keefektifan Implementasi Model Pembelajaran RME pada Pokok
Bahasan Segi Empat bagi Peserta Didik Kelas VII semestre 2 SMP Negeri
4 Kudus Tahun Peserta Didikan 2008/2007”, menunjukkan bahwa
37
kemampuan pemecahan masalah Matematika peserta didik yang diajar
menggunakan model pembelajaran RME lebih baik dibandingkan dengan
model pembelajaran menggunakan media LKS dalam metode discovery
maupun dengan model pembelajaran ekspositori.
Penelitian Diyah (2007) yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran
Matemática Realistik (PMR) pada Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas VII SMP”, menunjukkan bahwa peningkatan
rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
menggunakan pembelajaran matematika realistik lebih tinggi daripada
rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional.
B. Kerangka Berpikir Dalam pembelajaran matematika memiliki beberapa tujuan yang harus
dicapai, diantaranya adalah mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah. Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu bentuk
kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi karena dalam kegiatan
pemecahan masalah terangkum kemampuan matematika lainnya seperti
penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola,
penggeneralisasian, pemahaman konsep, dan komunikasi matematika.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika
yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun
penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan
pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada
pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Kemampuan dalam pemecahan
masalah termasuk suatu ketrampilan, karena melibatkan segala aspek
pengetahuan (ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi)
dan sikap mau menerima tantangan. Dengan demikian kemampuan
memecahkan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka yang
dikemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka
38
yang akan menerapkannya baik dalam bidang studi lain maupun dalam
kehidupan sehari-hari.
Melihat hal tersebut dapat dipahami bahwa seorang guru
bertanggungjawab untuk menciptakan kondisi belajar yang dapat membuka
wawasan berfikir yang beragam dari siswa, sehingga siswa dapat menyerap
konsep matematika secara optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat dan menarik, salah satu
cara mengembangkan pembelajaran Matematika adalah dengan
menggabungkan konsep dan keterampilan dasar Matematika dengan situasi
sosial, pendekatan pembelajaran matematika tersebut yaitu dengan pendekatan
matematika realistik.
Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik merupakan
proses pembelajaran matematika yang diawali dengan masalah-masalah nyata
(kontekstual) yang memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sehari-
hari mereka untuk membangun konsep matematika melalui abstraksi dan
formalisasi, dalam hal ini pembelajaran tidak dimulai dari sistem formal.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik
diawali dengan menggunakan masalah kontekstual, hal ini bertujuan agar
siswa dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman
mereka. Sehingga mereka mampu mengidentifikasi unsur yang kritis dan
memilih prosedur yang benar terkait dengan masalah yang dialami.
Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal dapat
berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita
lokal, bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa atau dapat pula
berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar
siswa. Dengan demikian siswa mampu mengetahui keserupaan, perbedaan,
dan analogy sehingga diperoleh pengetahuan matematika formal.
Menggunakan kontribusi murid pada proses belajar mengajar
diharapkan siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan atau
mengembangkan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang
39
diberikan oleh guru. Sehingga siswa mampu memahami atau menemukan
kembali konsep dan istilah matematika.
Interaktifitas antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa
merupakan elemen yang penting dalam proses belajar mengajar secara
konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk
mencapai yang formal.
Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya menunjukkan bahwa
dalam penyelesaian suatu masalah, bagian-bagian dalam matematika memiliki
hubungan dengan disiplin ilmu lain yang saling kait mengait dengan masalah
dari dunia nyata. Dengan demikian siswa mampu menggambarkan dan
menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungan.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik
tersebut di atas dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa
untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya mengenai suatu pemecahan
masalah matematika. Dengan demikian, proses pembelajaran tidak monoton
dengan mendengarkan ceramah guru dan latihan saja, akan tetapi menjadi
lebih kreatif dan menyenangkan sehingga aktivitas belajar siswa di kelas
berjalan dengan optimal.
Dari uraian tersebut diatas terlihat ada keterkaitan antara pembelajaran
matematika realistik yang dilihat dari karakteristiknya terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa dengan demikian dapat diduga bahwa
pembelajaran matematika realistik mempengaruhi kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa.
C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka teoritik dan kerangka berpikir, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah rata-rata kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan matematika
realistik lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematika yang diajarkan dengan pendekatan konvensional.
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 160 Jakarta yang beralamat di
JL. SMP 160 TMII, Ceger Cipayung Jakarta Timur 13820.
2 Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 pada
bulan April sampai dengan bulan Juni.
B. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuasi
eksperimen. Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1 Penelitian kuasi eksperimen yaitu
penelitian yang mendekati percobaan sungguhan dimana tidak mungkin
mengadakan kontrol/memanipulasi semua variabel yang relevan, harus ada
kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai dengan
batasan-batasan yang ada.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian posttest only. Dalam
design ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random
(R). Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak.
Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok
yang lain disebut kelompok kontrol. Pengaruh adanya perlakuan adalah
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2008), Cet. V, hlm. 77.
41
( ). Secara sederhana desain penelitian dapat ditunjukkan pada tabel
dibawah ini:
21 O:O2
Tabel 1
Rancangan Penelitian
Kelompok Perlakuan Postest
(R) E → X 1O
(R) K → - 2O
Keterangan:
R = Pemilihan subyek secara acak
E = Kelas eksperimen
K = Kelas kontrol
X = Perlakuan peneliti dengan menggunakan pendekatan matematika
realistik
21 O:O = Tes akhir
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.3
Populasi target dalam penelitian adalah seluruh siswa SMP Negeri
160 pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 sedangkan populasi
terjangkau adalah siswa kelas VII semester genap tahun ajaran 2009/2010.
2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut4. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster
random sampling. Setelah dilakukan sampling terhadap lima kelas yang
2 Sugiyono, Metode Penelitian… hlm. 76 3 Sugiyono, Metode Penelitian… hlm. 80. 4 Sugiyono, Metode Penelitian…., hlm. 81.
42
ada diperoleh sample adalah kelas VII-A sebagai kelas eksperimen dan
kelas VII-B sebagai kelas kontrol.
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Data diperoleh dari hasil tes kedua kelompok sampel dengan
pemberian tes pemecahan masalah yang sama, yang dilakukan pada akhir
pokok bahasan materi yang telah dipelajari dan disusun berdasarkan silabus.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Variabel yang diteliti
Variabel bebas : pendekatan matematika realistik Variabel terikat : kemampuan pemecahan masalah matematika
2. Sumber Data
Sumber data sampel yang terdiri dari kelas kontrol dan kelas eksperimen.
3. Instrumen Penelitian
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
berupa tes dengan tipe uraian dan terdiri dari 5 soal. Tes ini dilakukan
setelah perlakuan diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol
dengan tujuan mendapatkan data terakhir.
Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat instrument
kemampuan pemecahan masalah matematika dengan terlebih dahulu
membuat;
a). Definisi Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika adalah
kecakapan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Kemampuan
dalam pemecahan masalah termasuk suatu ketrampilan, karena dalam
pemecahan masalah melibatkan segala aspek pengetahuan (ingatan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) dan sikap mau
menerima tantangan.
43
b). Definisi Operasional Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Skor yang diperoleh siswa terhadap butir-butir instrument
menggambarkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang
mencakup memahami masalah, merencanakan penyelesaian,
menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan
kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
c). Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah
Untuk mengukur kemampuan siswa dalam penyelesaian
masalah digunakan aturan penskoran yang dikemukakan oleh Utari-
Sumarmo dalam R. Bambang Aryan S, seperti pada tabel di bawah
ini:5
Tabel 2
Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah
Skor Memahami Masalah
Merencanakan strategi
penyelesaian
Melaksanakan Strategi Penyelesaian
Memeriksa kembali hasil
0
Salah menginterpretasikan/ salah sama sekali
Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan
Tidak melakukan perhitungan.
Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada ketrampilan lain.
1
Salah menginterpretasikan sebagian soal/mengabaikan kondisi soal
Membuat rencana pemecahan yang tidak dapat dilaksanakan,.
Melaksanakan prosedur yang benar, mungkin menghasilkan jawaban yang benar, tetapi salah perhitungan
Ada pemerikasaan tetapi tidak tuntas.
2
Memahami masalah soal selengkapnya.
Membuat rencana yang benar, tetapi salah dalam hasil/ tidak ada hasil.
Melakukan prosedur yg benar dan mendapatkan hasil yang benar
Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses.
3 - Membuat rencana yang benar, tetapi belum lengkap.
- -
4 -
Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarah pada solusi yang benar.
- -
5 Bambang Aryan, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Strategi
Heuristik, (Tesis, 2002), hlm. 41.
44
d). Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Dengan kisi-kisi instrumen, maka pengujian instrumen dapat
dilakukan dengan mudah dan sistematis. Kisi-kisi instrumen dibuat
berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3
Kisi-Kisi Instrumen Tes
Indikator Soal Bentuk Tes No. Soal
• Menerapkan konsep bangun datar untuk
menentukan panjang sisi dan panjang
diagonal dari bangun segi empat.
Uraian
2
• Menerapkan rumus keliling bangun
datar untuk menentukan keliling dari
bangun segiempat.
1
• Menerapkan rumus luas bangun datar
untuk menetukan luas dari bangun
segiempat.
5
• Menyelesaikan masalah dari bangun
segi empat yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari
3, 4
4. Uji Instrumen Tes Penelitian Tes hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian terlebih dahulu
dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas soal.
Validitas adalah derajat ketetapan suatu alat ukur tentang pokok isi
atau arti sebenarnya yang diukur. Uji validitas yang digunakan yaitu
validitas tes secara rasional yang terdiri dari validitas kontruksi dan
validitas isi. Validitas kontruksi adalah uji validitas dengan meminta
pendapat para ahli tentang instrumen yang telah disusun, mungkin para
ahli akan memberi keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa
45
perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total.6 Validitas isi
adalah uji validitas dengan membandingkan antara isi instrumen dengan
materi pelajaran yang telah diajarkan.7
Diawal pembuatan instrumen penulis membuat 10 butir soal untuk
meminta penilaian validitas kepada dosen yang ahli dibidangnya. Hasil
penilaian dan koreksi validitas isi dari tiga dosen menyatakan bahwa
instrumen dapat digunakan dengan perbaikan pada indikator dan soal.
Setelah melakukan validitas isi, kemudian penulis meminta pendapat
kepada dosen pembimbing untuk memilih 5 butir soal yang paling tepat
dari tiap indikator, hal ini dikarenakan jika posttes diberikan sebanyak 10
butir soal waktu yang tersedia tidak mencukupi sehingga menjadi tidak
maksimal untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa.
E. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang
digunakan yaitu uji khi kuadrat (chi square). Adapun prosedur pengujian
adalah sebagai berikut:8
a. Menentukan hipotesis
H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
b. Menentukan rata-rata.
c. Menentukan standar deviasi.
d. Membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi ekspektasi.
1) Rumus banyak kelas:
K = 1 + 3,3 log (n), dengan n adalah banyaknya subjek.
6 Sugiyono, Metode.....hlm. 125. 7 Sugiyono, Metode.....hlm. 129 8 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia,
2005), Cet. II, hlm. 150.
46
2) Rentang (R) = skor terbesar – skor terkecil
3) Panjang kelas (P) = KR
4) Cari hitung2χ dengan menggunakan rumus:
( )∑ −=
i
iihitung
EEO 2
2χ
e. Cari tabel2χ dengan derajat kebebasan (dk) = banyak kelas (K) – 3 dan
taraf kepercayaan 95 % atau taraf signifikansi (α) = 5%.
f. Kriteria pengujian:
Jika ≤ , maka H0 diterima hitung2χ tabel
2χ
Jika > , maka H0 ditolak dan H1 diterima. hitung2χ tabel
2χ
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas yaitu untuk mengetahui apakah kedua kelompok
sampel berasal dari populasi yang sama (homogen) atau tidak. Uji
homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher (F), dengan langkah-
langkah sebagai berikut:9
a. Tentukan hipotesis statistik 22
21: σσ =oH
22
211 : σσ ≠H
b. Hitung statistik uji:
2
2
k
bhit S
SF =
Keterangan: = varian terbesar 2bS
= varian terkecil 2kS
c. Tetapkan taraf signifikan α = 0.05
9 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), Cet. III, h. 249.
47
d. Hitung tabelF dengan rumus:
Ftabel = Fα/2 (dk varians terbesar – 1, dk varians terkecil – 1)
e. Tentukan kriteria pengujian H0 yaitu:
Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima
Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Adapun pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H0 : Varian kedua populasi sama atau homogen
H1 : Varians kedua populasi tidak sama atau heterogen.
F. Pengujian Hipotesis Setelah pengujian prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas terpenuhi, maka selanjutnya melakukan pengujian hipotesis.
Pengujian hipotesisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan rumus “t tes”. Adapun langkah-langkah untuk pengujian
hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Tentukan hipotesis statistik
H0 : 21 μμ =
H1 : 21 μμ >
Keterangan:
1μ : rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada
kelas eksperimen
2μ : rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada
kelas kontrol
2. Hitung statistik uji
a. Uji t untuk sampel yang homogen10
21
21
11nn
S
XXt
gab +
−= db = (n1 + n2) – 2
10 Sudjana, Metoda …. h. 239
48
dengan1
11
nXX ∑
= dan2
22
nXX ∑
=
sedangkan ( ) ( )
211
21
222
211
−+−+−
=nn
snsnsgab
b. Uji t untuk sampel yang tak homogen (heterogen)11
2
22
1
21
21
nS
nS
XXt
+
−=
11 2
2
2
22
2
1
21
2
2
22
1
21
−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
+−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
=
n
nS
n
nS
nS
nS
db
Keterangan:
t = harga uji statistik
1X = rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok
eksperimen
2X = rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok
kontrol
gabS = standar deviasi gabungan
21S = varian data pada kelompok eksperimen
22S = varian data pada kelompok kontrol
1n = jumlah sampel kelas eksperimen
2n = jumlah sampel kelas kontrol
3. Statistik tabel
a. menentukan α = 0.05
b. mencari db
4. Tentukan kriteria pengujian
Jika thitung < ttabel maka H0 diterima.
Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima
5. Buat kesimpulan
11 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar….. hlm. 165
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Kegiatan pembelajaran ini dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan. Pada
proses pembelajaran kedua kelas memperoleh perlakuan yang berbeda. Kelas
eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan Pendekatan Matematika
Realistik, sedangkan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran dengan
pendekatan konvensional. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi pada tiap
kelas setelah perlakuan disebabkan oleh perbedaan perlakuan dalam proses
pembelajaran tersebut.
Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data terhadap
data (1) skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas
eksperimen, dan (2) skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
kelas kontrol dengan menggunakan statistik deskriptif untuk mengetahui hasil
tertinggi dan terendah kemampuan pemecahan masalah, distribusi frekuensi,
rata-rata, median, modus, simpangan baku, varians, kemiringan, dan kurtosis
dari masing-masing kelas. Adapun penjelasan dari masing-masing data
tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas
Eksperimen
Dari nilai tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen yang
dalam pembelajarannya menggunakan Pendekatan Matematika Realistik
diperoleh nilai terendah adalah 12 dan nilai tertinggi adalah 52. Untuk
lebih jelasnya, data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
kelompok eksperimen disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
berikut:
49
50
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kelas Eksperimen
Frekeunsi
Nilai Titik
Tengah Absolut Relatif
(%) Kumulatif
12 – 20 16 8 26,67 8
21 – 29 25 6 20,00 14
30 – 38 34 7 23,33 21
39 – 47 43 6 20,00 27
48 – 56 52 3 10,00 30
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyak kelas interval adalah
5 kelas dengan panjang tiap interval kelas adalah 9. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 31,00 median sebesar 30,79,
modus sebesar 18,70 simpangan baku sebesar 12,13 varians sebesar
147,10 kemiringan sebesar 1,01(kurva model positif atau kurva menceng
ke kanan), dan ketajaman sebesar 1,73 (distribusi platikurtik atau bentuk
kurvanya mendatar). Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 11. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata sebanyak 50,57%
sedangkan siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata sebanyak 49,43%.
Siswa yang kemampuan pemecahan masalah matematikanya
rendah, yaitu sebanyak 8 orang siswa yang berada pada interval 12 – 20
sedangkan siswa yang kemampuan pemecahan masalah matematikanya
tinggi, yaitu sebanyak 3 orang siswa yang berada pada interval 48 – 56.
Distribusi frekuensi kemampuan pemecahan masalah matematika kelas
eksperimen tersebut dapat disajikan dalam grafik histogram dan poligon
berikut:
51
Frekuensi
Gambar 3
Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen
2. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelompok Kontrol
Dari nilai tes yang diberikan kepada kelompok kontrol yang dalam
pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional, diperoleh nilai
terendah adalah 10 dan nilai tertinggi adalah 36. Untuk lebih jelasnya, data
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut:
3
6
7
8
11,5 20,5 29,5 38,5 47,5 56,5 Nilai
52
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelas Kontrol
Frekeunsi
Nilai Titik
Tengah Absolut Relatif
(%) Kumulatif
8 – 13 10,5 7 23,33 7
14 – 19 16,5 9 26,67 16
20 – 25 22,5 8 30,00 24
26 – 31 28,5 4 13,33 28
32 – 37 34,5 2 6,67 30
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyak kelas interval adalah
5 kelas dengan panjang tiap interval kelas adalah 6. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 19,50, median sebesar 18,83,
modus sebesar 17,50, simpangan baku sebesar 7,18, varians sebesar 51,52,
kemiringan sebesar 0,04 (kurva model positif atau kurva menceng ke
kanan), dan ketajaman sebesar 1,97 (distribusi platikurtik atau bentuk
kurvanya mendatar). Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 12. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata sebanyak 50%
sedangkan siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata sebanyak 50%.
Siswa yang kemampuan pemecahan masalah matematikanya
rendah, yaitu sebanyak 9 orang siswa yang berada pada interval 14 – 19
sedangkan siswa yang kemampuan pemecahan masalah matematikanya
tinggi, yaitu sebanyak 2 orang siswa yang berada pada interval 32 – 37.
Distribusi frekuensi kemampuan pemecahan masalah matematika kelas
kontrol tersebut dapat disajikan dalam grafik histogram dan poligon
berikut:
53
2
8
7
9
4
7,5 13,5 19,5 25,5 31,5 37,5
Frekuensi
Nilai
Gambar 4
Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol
Berdasarkan uraian mengenai hasil kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas eksperimen dan hasil kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas kontrol di atas, terlihat adanya perbedaan. Untuk lebih
memperjelas perbedaan hasil kemampuan pemecahan masalah matematika
antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dapat dilihat pada
tabel berikut:
54
Tabel 6
Perbandingan Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Nilai Terendah 12 10
Nilai Tertinggi 52 36
Mean 31,00 19,50
Median 30,79 18,83
Modus 18,70 17,50
Varians 147,10 51,52
Simpangan Baku 12,13 7,18
Kemiringan 1,01 0,28
Ketajaman/Kurtosis 1,73 2,20
B. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji khi
kuadrat (chi square). Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah
data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, dengan
ketentuan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika
memenuhi kriteria χ2hitung ≤ χ2
tabel diukur pada taraf signifikansi dan
tingkat kepercayaan tertentu.
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen
Dari hasil perhitungan uji normalitas diperoleh χ2hitung = 2,87,
Dengan jumlah sampel 30, taraf signifikansi α = 5% dan derajat
kebebasan (dk) = 2 maka diperoleh χ2tabel = 5,99, dengan demikian
χ2hitung χ2
tabel (2,87 ≤ 5,99), ini berarti nilai kemampuan pemecahan
masalah matematika kelompok eksperimen berdistribusi normal.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.
≤
55
b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol
Dari hasil perhitungan uji normalitas diperoleh χ2hitung = 2,38
Dengan jumlah sampel 30, taraf signifikansi α = 5% dan derajat
kebebasan (dk) = 2 maka diperoleh χ2tabel = 5,99, dengan demikian
χ2hitung χ2
tabel (2,38 ≤ 5,99), ini berarti nilai kemampuan pemecahan
masalah matematika kelompok kontrol berdistribusi normal.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.
≤
Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji normalitas antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 7
Hasil Perhitungan Uji Formalitas
Kelompok n χ2hitung
χ2tabel
(α = 5%)Kesimpulan
Eksperimen 30 2,87 5,99
Kontrol 30 2,38 5,99
Data berasal dari populasi
yang berdistribusi normal
2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah
kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama (homogen) atau
berbeda (heterogen). Dalam penelitian ini, uji homogenitas yang
digunakan adalah uji Fisher. Kriteria pengujian yang digunakan yaitu,
kedua kelompok dikatakan homogen apabila Fhitung ≤ Ftabel diukur pada
taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.
Hasil perhitungan untuk kelompok eksperimen diperoleh varians =
147,10 dan untuk kelompok kontrol diperoleh varians = 51,52 sehingga
diperoleh nilai Fhitung = 2,86. Dari tabel distribusi F dengan taraf
signifikasi α = 5% dan dk pembilang = dk penyebut = 29, diperoleh Ftabel =
2,10. Karena Fhitung > Ftabel (2,86 > 2,10), maka H0 ditolak dan H1 diterima
56
atau dengan kata lain varians kedua populasi tidak sama atau heterogen.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 14.
Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji homogenitas dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8
Hasil Perhitungan Uji Homogenitas
Kelompok n Fhitung Ftabel Kesimpulan
Eksperimen 30
Kontrol 30 2,86 2,10
Varian kedua populasi tidak
sama atau heterogen
C. Pengujian Hipotesis Dari hasil perhitungan uji prasyarat menunjukkan bahwa data
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol berdistribusi normal dan heterogen. Untuk menguji
perbedaan dua rata-rata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
digunakan uji t satu pihak yaitu uji pihak kanan. Hipotesis yang diuji adalah
sebagai berikut:
H0 : 21 μμ =
H1 : 21 μμ >
Keterangan:
1μ : rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada
kelas eksperimen
2μ : rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada
kelas kontrol
Kriteria pengujian yaitu, jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan.
Sedangkan, jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dari hasil
perhitungan uji t diperoleh thitung = 4,47 dan ttabel = 1,68, dengan taraf
signifikan α = 5 % dan derajat kebebasan (dk) = 47,09. Karena
thitung ≥ ttabel (4,47 1,68), maka H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata ≥
57
lain rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas
eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa pada kelas kontrol. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 15. Untuk lebih ringkasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9
Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t
thitung ttabel Kesimpulan
4,47 1,68 Tolak H0 dan Terima H1
D. Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan uji “t tes” untuk sample
yang heterogen diperolah thitung = 4,47 dan ttabel = 1,68, dengan taraf signifikan
α = 5 % dan derajat kebebasan (dk) = 47,09. Karena thitung ≥ ttabel (4,47
1,68), maka H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain rata-rata
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok
eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa pada kelompok kontrol.
≥
Berdasarkan pengamatan pada saat meneliti kelas eksperimen yaitu
kelas VII-A, proses tersebut dapat dilihat bahwa siswa dituntut untuk mampu
menyelesaikan masalah kontekstual dari kehidupan sehari-hari siswa. Pada
proses ini siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari kehidupan sehari-hari
dengan cara mereka sendiri sesuai dengan tingkat kognitifnya karena dengan
menyelesaikan/menemukan sendiri hasilnya akan lebih dipahami dan lebih
lama diingat oleh siswa. Selain itu siswa juga dituntut untuk menggunakan
bahasa atau simbol mereka sendiri dengan berbekal pengetahuan yang telah
dimiliknya karena hal ini akan membuat siswa dapat berdiskusi dan
bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menenggapi pertanyaan, serta
mengevaluasi pekerjaan siswa yang lain sehingga interaktifitas antara guru
dan siswa maupun siswa dengan siswa dapat berjalan dengan baik. Setelah itu
58
guru memberikan kesimpulan dari hasil pekerjaan siswa secara formal.
Pembelajaran dengan pendekatan PMR membuat siswa mengerti tentang
Matematika tanpa harus menghafal sehingga siswa lebih mampu memecahkan
masalah-masalah Matematika khususnya yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari. Dalam pembelajaran PMR, siswa tidak hanya bertindak sebga
pendengar tetapi juga aktif dalam menyampaikan gagasan dan memberikan
tanggapan terhadap gagasan tersebut.
Pada kelas kontrol yaitu kelas VII-B, pembelajaran dilakukan dengan
pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan adalah ceramah, tanya
jawab, dan pemberian tugas. Dalam pembelajaran konvensional guru
menjelaskan materi secara urut kemudian siswa diberi kesempatan untuk
mencatat. Selanjutnya guru memberikan beberapa contoh soal latihan.
Kemudian guru memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan di buku
latihan. Setelah selesai mengerjakan soal, beberapa siswa diminta untuk
mengerjakan soal tersebut di papan tulis. Guru memberikan kesempatan
bertanya kepada siswa mengenai hal-hal yang belum dipahami. Pembelajaran
dengan pendekatan konvensional membuat siswa hanya duduk diam
mendengarkan penjelasan guru sehingga siswa menjadi tidak aktif.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan
PMR lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Dalam hal
ini karena pembalajaran dengan pendekatan PMR menjadikan pemahaman
siswa lebih berkembang karena pada proses pembelajaran guru tidak
memberikan penjelasan materi terlebih dahulu akan tetapi pembelajaran
dimulai dari masalah-masalah real bagi siswa, menekankan ketrampilan
’process of doing mathematics’, berdiskusi, dan beragumentasi dengan teman
sekelas sehingga siswa dapat menemukan sendiri cara penyelesaian
permasalahan sehingga membuat proses pembelajaran menjadi lebih
bermakna bagi siswa.
59
E. Keterbatasan Penelitian Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya
telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang
optimal. Kendati demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan
sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan
diantaranya.:
1. Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan segiempat, sehingga
belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.
2. Kondisi siswa yang terbiasa dengan pembelajaran konvensional membuat
siswa tidak bersemangat untuk memecahkan masalah yang diberikan.
3. Alokasi waktu yang kurang sehingga diperlukan persiapan dan pengaturan
kelompok yang baik.
4. Kemampuan berhitung siswa, seperti penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian masih rendah serta rumus dasar yang pernah
mereka terima sewaktu SD hanya sebagian yang ingat sehingga cukup
menghambat jalannya proses pembelajaran selama penelitian.
5. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel
pendekatan matematika realistik, dan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang diperoleh dari
penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 160 Jakarta dengan
menerapkan pendekatan matematika realistik, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan
pendekatan konvensional yaitu diperoleh nilai rata-rata sebesar 19,50,
median sebesar 18,83, modus sebesar 17,50, simpangan baku sebesar 7,18,
dan varians sebesar 51,52. Siswa yang mendapat nilain diatas rata-rata
yaitu sebesar 50% dan siswa yang mendapat nilai dibawah rata-rata yaitu
sebesar 50%. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa yang diajarkan dengan pendekatan PMR yaitu diperoleh nilai rata-
rata sebesar 31,00, median sebesar 30,79, modus sebesar 18,70, simpangan
baku sebesar 12,13, dan varians sebesar 147,10. Siswa yang mendapat
nilain diatas rata-rata yaitu sebesar 50,57% dan siswa yang mendapat nilai
dibawah rata-rata yaitu sebesar 49,43%.
2. Rata-rata kemampun pemecahan masalah matematika siswa kelas
eksperimen adalah 31,00 sedangkan rata-rata kemampun pemecahan
masalah matematika siswa kelas kontrol adalah 19,50. Hasil pengujian
hipotesis dengan uji “t tes” untuk sample yang heterogen diperolah thitung =
4,47 dan ttabel = 1,68, dengan taraf signifikan α = 5 % dan derajat
kebebasan (dk) = 47,09. Data ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1
diterima atau dengan kata lain kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok
kontrol.
60
61
B. Saran Terdapat beberapa saran peneliti terkait hasil penelitian pada skripsi
ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Guru hendaknya menanamkan pada siswa bahwa pembelajaran
matematika bermakna dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa sendiri
akan mencari dan menyukai pelajaran matematika.
2. Guru dalam memberikan soal mengenai masalah matematika diawal
pembelajaran hendaknya lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa
atau lebih nyata (konkret).
3. Siswa sebaiknya lebih banyak diberi kesempatan untuk mengonstruksi
sendiri dalam memecahkan masalah matematika dan presentasi hasil
masalahnya.
4. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik perlu terus
diterapkan dan dikembangkan pada materi lain agar siswa lebih
memahami materi yang dipelajari, yaitu yang berhubungan dan berguna
bagi kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
A.M, Sardiman, Interaksi&Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rajawali
Press, 2009.
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Cet. II . Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.
Adjie, Nahrowi dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, Bandung: UPI PRESS, 2006.
Adjie, Nahrowi dan R. Deti Rostika , Konsep Dasar Metematika, Bandung: UPI PRESS, 2006.
Aisyah, Nyimas. Pendekatan Pemecahan Masalah, Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD) dari http://pjjpgsd.seamolec.org/system/files, 17 November 2009. 21.14 WIB.
Aryan, Bambang, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Strategi Heuristik, Universitas Pendidikan Indonesia: Tesis 2002.
Faturrohman, Pupuh dan M. Sobary Sutikno, Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, Bandung: PT. Refika aditama, 2007.
Hakim, Tursan, Belajar Secara Efektif, Jakarta: Puspa Swara, 2008.
Hartono, Yusuf, Pendekatan Matematika Realistik, Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD) dari http://pjjpgsd.seamolec.org/system/files, 29 Januari 2010, 21.12 WIB.
Hernawan, Asep Herry dkk, Belajar dan Pembelajaran SD. Bandung: UPI Press, 2007.
Julie, Hongki, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik dan Beberapa Contoh Pembelajarannya, Dalam Widya Dharma. No.1 Th. XIII (Vol.13). Oktober, 2002.
Krismanto, Al dan Widyaiswara, Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: PPPG Matematika, 2003.
62
63
Krulik, Stephen dan Jesse A.Rudnick, Problem Solving. Massachusetts: Allyn and Bacon, 1992.
Mullis, Ina V.S., dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 17 Oktober 2009, 5:37 WIB.
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Cet. XXIII Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Cet. III, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007.
Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, Cet. VI, Bandung: Alfabeta, 2008.
Subana, M dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Cet.II, Jakarta: Pustaka Setia, 2005.
Sudjana, Metoda Statistika, Cet. III, Bandung: Tarsito, 2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Cet. V, Bandung: Alfabeta, 2008.
Suherman, Erman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003.
Suwangsih, Erna, dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI PRESS, 2006.
Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009.
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007.
Turmuzi, Muhammad, Pembelajaran Maatematika Realistik Pada Pokok Bahasan Perbandingan di Kelas II SLTP, Dalam Jurnal Kependidikan, No. 2 Volume 3. November 2004.
Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006.
64
Wardhani, Sri, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, Yogyakarta: PPPTKM, 2008.
Wena, Made, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, Jakarta: Gaung Persada, 2009.
Zulkardi, dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet, Dalam Seminar Sehari Realistic Mathematics Educatin. Bandung, 4 April 2001.