PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL TENGGELAMNYA
KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
KARYA BUYA HAMKA
Skripsi ini Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh:
WIDYA WIBOWO
NIM. 11150110000164
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
i
ii
ABSTRAK
Widya Wibowo (11150110000164). Pendidikan Islam Dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Dan Merantau Ke Deli Karya Buya
Hamka.
Melalui teknologi, Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang
lebih dikenal dengan julukan Buya Hamka. Ia menjadikan karya-karyanya untuk
mengikutsertakan dirinya berkontribusi dibidang pendidikan salah satunya
berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau Ke Deli”. Maka
dari itu peneliti mengangkat penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis
pendidikan Islam apa saja kah, yang ingin disampaikan Hamka melalui novelnya
tersebut yang dapat dikontribusikan dalam bidang pendidikan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yang
bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi dan
fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat. Melalui metode ini, peneliti
berusaha mengamati dan memahami objek penelitian dengan tujuan untuk
memperoleh pemahaman makna yang diperoleh dari setiap kata, kalimat,
paragraf, dan teks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pendidikan yang ingin disampaikan
Hamka melalui hasil karyanya ialah menekankan upaya maksimal dalam
menumbuhkan dan menguatkan pribadi setiap individu, yaitu pribadi yang
mencangkup dari akal, budi, cita-cita, dan bentuk fisik seseorang untuk lebih
meningkatkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaanya kepada
Tuhannya, serta memberikan gambaran dengan melatih cara berpikir bahwasanya
manusia memerlukan pendidikan.
Kata kunci: pendidikan Islam, Novel
iii
ABSTRACT
Widya Wibowo (11150110000164). Islamic Education in novels
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck And Merantau Ke Deli To Buya
Hamka's
Through technology Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, or better
known by the nickname Buya Hamka. He made his works to include himself
contributing in the field of education, such as Islamic books and novels, one of
which was titled " Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck And Merantau Ke Deli ".
Therefore the researcher raises this research to find out and analyze any Islamic
education that Hamka wants to convey through his novel that can be contributed
in the field of education.
The research method used is descriptive qualitative method, which aims to
describe, summarize the various conditions, situations, and phenomena of social
reality in society. Through this method, researchers try to observe and understand
the object of research to gain an understanding of the meaning obtained from each
word, sentence, paragraph, and text.
The results of the research show that the educational that Hamka wishes to
convey through the results of his work are emphasizing the maximum efforts in
growing and strengthening the personalities of each individual, that is, individuals
who embrace one's intellect, mind, ideals, and physical form to further enhance
and develop his faith and devotion to his Lord, as well as providing an illustration
by practicing how to think that humans need education.
Keywords: Islamic education, Novel
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang penting dalam penulisan
skripsi, karena banyak istilah Arab, nama orang, nama tempat, judul buku, nama
lembaga dan lain sebagainya, yang aslinya ditulis dengan huruf Arab dan harus
disalin ke dalam huruf latin. Adapun pedoman transliterasi menurut pedoman
penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin
ا
Ś ث
ḥ ح
Kh خ
Ź ذ
Sy ش
Ṣ ص
ḍ ض
ṭ ط
Ť ظ
᾽ ع
iv
Ģ غ
H ة
2. Vokal
Vocal Tunggul
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
A
I
U
3. Mȃdd (Panjang)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
ا ى … Ᾱ
ى Ῑ
و Ṹ
4. Tȃ’ marbȗtah
Tȃ’ marbȗtah hidup transliterasinya adalah /t/.
Tȃ’ marbȗtah mati ditransliterasinya adalah /h/.
Kalau pada satu kata yang akhirnya katanya adalah Tȃ’ marbȗtah diikuti
oleh kata yang digunakan oleh kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu
terpisah maka Tȃ’ marbȗtah itu ditransliterasikan dengan /h/. contoh:
.Wahdat al-wujứd atau Wahdatul wujứd = وحدة الوجود
v
5. Syaddah (Tasydḭd)
Syaddah/tasydid di transliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang diberi tanda syaddah (digandakan).
Contoh : rabbanả, al-ḫaqq, ảduwwun.
6. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda
sambung/hubung. Contoh: al - zalzalah (az zalzalah)
b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya. Contoh: al - syamsu (bukan asy – syamsu),
7. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kita, maka ia tidak dilambangkan dan ia
seperti a;if, contoh: akaltu, ȗitya.
b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:
ta’kulȗna atau syai’un.
8. Huruf Kapital
Huruf capital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata
sandangnya. Contoh: الق رآن = al-Qur’an,
al-Madinatul Munawwarah = الم د ي ن ة الم ن ور ة
.al-Mas’ȗdi = الم سع ود ي
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan ridho-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pendidikan Islam
dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Dan Merantau Ke Deli
Karya Buya Hamka” dengan baik yang meskipun masih banyak kekurangan di
dalamnya, Insya Allah dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Tak lupa
shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW,
beserta keluarga, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Alhamdulillah, perjuangan selama empat tahun ini penulis akhiri dengan
menyelesaikan skripsi ini. Titik ini bukan lah sebuah akhir, tapi merupakan
sebuah awal titik awal dimulainya perjuangan baru.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
orang-orang yang telah membantu dalam bentuk moral maupun materi, dan
kepada orang-orang yang telah berjasa memberikan secercah ilmu pengetahuan,
bimbingan, arahan, bantuan, dorongan serta do’a untuk melalui semua itu dari
banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Hj. Sururin, M. Ag sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh staf.
2. Bapak Drs. Abdul Haris, M. Ag sebagai Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Rusdi Jamil, M. Ag sebagai Wakil Sekretaris Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Ahmad Irfan Mufid, MA selaku Dosen Pembimbing skripsi,
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan,
vii
bimbingan dan do’a. Serta selalu memberikan nasihat-nasihat juga
pengetahuan untuk memperluas wawasan. Terima kasih atas jasa dan
waktu yang bapak berikan. Semoga Allah selalu memberikan
perlindungan dan keberkahan dalam hidup bapak dan keluarga,
Aamiin.
5. Bapak Aminuddin Yakub, M.Ag sebagai Dosen Pembimbing
Akademik, yang telah membimbing penulis selama berkuliah di
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan banyak sekali motivasi, bimbigan, arahan serta ilmu yang
bermanfaat bagi kami mahasiswanya.
7. Seluruh Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dalam pembuatan surat-
surat dan sertifikat.
8. Seluruh Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Jurusan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan pelayanan dan
peminjaman buku-buku yang dibutuhkan penulis.
9. Kedua Orang tua tercinta, yakni bapak Wiyatna dan Ibu Turinem,
yang telah memberikan semangat, do’a maupun materi yang tiada
batas. Tanpa kalian, penulis tidak akan dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai akhir studi.
10. Seluruh keluarga besar baik dari pihak bapak maupun ibu, terutama
kedua kakak penulis, yakni Titys Wicaksono Wibowo dan Virgi
Listyanti dan juga keponakan tersayang, yakni Hamzah Asakhi
Wibowo, yang telah memberikan semangat dan warna warni
keceriaan selama ini.
11. Teman-teman dekat penulis, yakni Denny Haflaty Hilmy Firdaosy,
Khairunnisa, Siti Amalia, Ummi Khairah, Emilia, Fitri Lestari, Siti
Nur Jannah, Ericha Dwi Cahyani, Lia agustina, Yunita Dyah Tri
viii
Utami, dan Fatonah Narimastiti, yang telah memberikan semangat,
bantuan dan motivasi terus menerus selama pembuatan skripsi.
12. Seluruh teman Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya mahasiswa di Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang mau
berbagi keceriaan, kehangatan serta kasih sayang selama di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebenarnya masih banyak lagi pihak-pihak yang terkait dalam penyelesaian
skripsi ini. Akan tetapi, penulis tidak dapat menuliskannya satu persatu dalam
lembaran ini. Sekali lagi terimakasih sebesar-besarnya penulis haturkan untuk
semua yang telah berkontribusi, semoga melalui semangat, bantuan serta motivasi
yang diberikan dapat menjadikan dampak positif untuk kita semua. Dan dengan
rahmat dan kasih sayangNya, kebaikan tersebut Allah gantikan dengan berlipat-
lipat ganda dengan keridhoanNya, kelancaran rizki serta perlindunganNya,
Aamiin.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb
Jakarta, 30 April 2020
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................................... ii
TRANSLITERASI BAHASA ARAB .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ix
LAMPIRAN TABEL ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................................. 8
C. Pembatasan Masalah ............................................................................................. 9
D. Perumusan Masalah .............................................................................................. 9
E. Tujuan dan Manfaat ............................................................................................. 9
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................................... 11
A. Konsep Dasar Pendidikan Islam ........................................................................... 11
1. Pengertian Pendidikan Islam .......................................................................... 11
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Islam ............................................................. 15
3. Jenis-jenis Pendidikan Islam .......................................................................... 17
4. Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam..................................................... 18
5. Ayat Al-Qur’an dan Hadist Tentang Pendidikan .......................................... 19
B. Deskriptif Novel ................................................................................................... 23
1. Pengertian Novel ........................................................................................... 23
2. Unsur-Unsur Novel ........................................................................................ 25
3. Novel Sebagai Karya Sastra .......................................................................... 26
4. Novel Sebagai Media Pendidikan .................................................................. 28
C. Teori yang digunakan dalam novel karya Hamka................................................. 29
D. Hasil Penelitian yang Relevan .............................................................................. 31
x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 34
A. Objek dan Waktu Penelitian.................................................................................. 34
B. Metode Penulisan .................................................................................................. 34
C. Fokus Penelitian ................................................................................................... 35
D. Prosedur Penelitian................................................................................................ 35
BAB IV TEMUAN PENELITAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 37
A. Biografi ................................................................................................................. 37
B. Sinopsis Novel ...................................................................................................... 39
1. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ........................................................... 39
2. Merantau Ke Deli ........................................................................................... 41
C. Analisis Temuan Pendidikan Agama Islam pada Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli Karya Hamka ................................. 42
1. Pendidikan Syariah ........................................................................................ 42
2. Pendidikan Akhlak ......................................................................................... 54
D. Deskripsi Hasil Analisis pada Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Karya Hamka ........................................................................................................ 68
1. Pendidikan Syariah ........................................................................................ 68
2. Pendidikan Akhlak ......................................................................................... 78
E. Deskripsi Hasil Analisis pada Novel Merantau Ke Deli Karya Hamka ............... 97
1. Pendidikan Syariah ........................................................................................ 97
2. Pendidikan Akhlak ........................................................................................ 104
F. Resensi Para Ahli Sastra ....................................................................................... 126
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 129
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 129
B. Implikasi ................................................................................................................ 130
C. Saran ..................................................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 131
SKRIPSI dan JURNAL .................................................................................................. 135
xi
LAMPIRAN TABEL
TABEL 1.1 ...................................................................................................................... 73
TABEL 1.2 ....................................................................................................................... 89
TABEL 2.1 ....................................................................................................................... 101
TABEL 2.2 ....................................................................................................................... 118
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam termasuk salah satu agama yang sangat menekankan dan mengapresiasi
tinggi pendidikan. Bahkan dalam Al-Qur’an sendiri banyak sekali ayat yang
secara langsung maupun tidak langsung berbicara mengenai pendidikan,
contohnya saja ayat yang diturunkan pertama kali seperti Qs. Al-Alaq ayat 1-5
yang berisikan:
نس ان م ن ع ل ق )2( اق ر أ و ر بك ال كر م )3( الذ ي ع لم سم ر ب ك الذ ي خ ل ق )1( خ ل ق ال اق ر أ ب
نس ان م ا ل ي عل م )5 لق ل م )4( ع لم ال (ب
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari 'Alaq, Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling
Pemurah, Yang mengajar manusia dengan pena, Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang belum diketahuinya”1
Dalam surat ini nampak jelas, tegas dan lugas bahwa Allah memberikan
perintah kepada RasulNya untuk membaca (iqra). Mengapa demikian? Karena
pengertian membaca secara harfiah maupun maknawiyah sendiri pun merupakan
aktifitas pendidikan yang sangat penting. Dengan membaca seseorang mampu
mempelajari berbagai ilmu dan agamanya, seperti Al-Qur'an, hadits, fiqh, tauhid,
dan mu'amalat, hal ini dilakukan agar semakin memperkuat pengetahuan, aqidah
dan akhlak seseorang. Itulah sebabnya, di dalam diri Rasullah terdapat
keteladanan yang demikian agung dalam pendidikan. Ia memberikan solusi dalam
1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur’an, Vol.15,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 453-465
2
setiap situasi manusia melalui nilai-nilai luhur dan akhlak yang baik yang dapat
dijadikan suri tauladan.
Melalui penjelasan diatas dapat dikemukakan bahwa cara yang digunakan
Allah terhadap rasulNya ini dapat dijadikan contoh manusia yang mengalami
proses pendidikan dalam pengertian yang seluas-luasnya yaitu belajar disekolah
tanpa dinding (school without wall)2. Sebagaimana rasulullah, perkembangan
teknologi saat ini diharapkan mampu menjadi jalan alternatif bagi masyarakat
muslim Indonesia untuk menghadapi pesatnya arus globalisasi. Hal ini
dikarenakan, dengan bantuan teknologi masyarakat juga bisa mendapatkan
pendidikan Islam diluar sekolah.
Pendidikan Islam adalah semacam cerminan atau harapan terhadap
pendidikan di Indonesia yang menitik beratkan kepada pembentukan moral dan
akhlak. Sehingga mampu dijadikan jalan alternatif bagi masyarakat muslim
Indonesia. Hal ini dikarenakan, Islam mampu melaksanakan transformasi nilai
dalam rangka menjawab persoalan dimasyarakat, baik spiritual, intelektual
maupun emosional.3
Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal dengan
julukan Buya Hamka, yang paham akan hal itu mengikutsertakan dirinya
berkontribusi dibidang pendidikan Islam untuk membangun peradaban bangsa.
Melalui karya-karyanya, Hamka sebagai seorang sastrawan, aktivis, ahli filsafat,
ulama, sekaligus pendidik, telah berhasil menulis tak kurang dari 120 judul buku
yang sangat cocok dijadikan inspirasi dan dinikmati oleh berbagai kalangan.
Tidak hanya terkenal dengan berbagai karyanya, Hamka juga tersohor berkat
pemikiran-pemikirannya yang sangat luar biasa, ia dapat mempengaruhi banyak
orang. Dari hal tersebut banyak kalimat-kalimatnya yang tidak hanya dijadikan
inspirasi dan motivasi oleh banyak orang, tetapi juga untuk menyentil dan
2Masun Azali Amrullah, Transformasi Pendidikan Islam pada Abad Informasi dan
Globalisasi: Bunga Rampai, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2005), h. 144-
145 3Moch. Tolchah, Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru, (Yogyakarta: LKiS Pelangi
Aksara, 2015), h. 14
3
mengingatkan perbuatan atau pemikiran sebagian besar masyarakat yang salah
ataupun menyimpang dari ajaran-ajaran yang telah disyariatkan.
Hal ini dilakukan Hamka sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt kepada
hambanya untuk mengingatkan dan memotivasi sesama manusia dalam berbuat
kebaikan. Allah Swt berfirman dalam Qs. Ali-Imran ayat 110:
و ل و ء ام ن ك نت م خ ي أ م ه ون ع ن ٱلم نك ر و ت ؤم ن ون ب ٱلل
م ر ون ب ٱلم عر وف و ت ن ة أ خر ج ت ل لناس ت
ق ون أ هل ٱلك ت ب ل ك ان خ ي س ه م ٱلم ؤم ن ون و أ كث ر ه م ٱلف ن ١١٠ا ل م م
“Kamu merupakan umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka ialah orang-orang yang
fasik”4
Bukan hanya cara penyampaiannya yang baik, Hamka juga menyampaikan
pesan melalui karyanya pun dengan berlandaskan nilai-nilai moral keagamaan.
Sebagaimana yang dikatakan Dra. Hj. Nur Uhbiyati dalam bukunya bahwa,
metode pengajaran yang baik, yang digunakan dalam proses pencapaian tujuan
adalah metode yang didasarkan atas pendekatan-pendekatan keagamaan (religius),
kemanusiaan (humanity), dan ilmu pengetahuan (scientific). Karena sistem
pendekatan tersebut dilakukan atas landasan nilai-nilai moral keagamaan.5
Melalui karya-karyanya itu dapat kita lihat, Hamka paham betul bahwasanya
pendidikan merupakan faktor utama dalam memajukan suatu negara.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh presiden Republik Indonesia yang
pertama Ir. Soekarno, melalui pembukaan UUD 1945 pasal 31 dan pasal 32 UUD
1945, bahwa dua misi utama dalam membangun suatu negara, ialah 1)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 2) memajukan kebudayaan nasional untuk
mendukung proses pembangunan bangsa.6
4 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 64
5Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997) h. 20 6Soedijarto, Pendidikan Nasional sebagai Proses Transformasi Budaya, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2003), h. 109
4
Pernyataan tersebut dibuktikan oleh beberapa negara maju seperti halnya
negara Jepang, Malaysia, Singapura dan beberapa negara maju lainnya, yang tentu
saja membuat para pendiri negara sadar bahwa, “mencerdaskan kehidupan
bangsa” merupakan suatu hal yang penting dalam memajukan dan membangun
suatu negara. Sehingga pendidikan menjadi pusat perhatian utama dari setiap
negara untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas masyarakatnya termasuk
juga negara Indonesia.
Tak luput dari apa yang dikatakan oleh Ir. Soekarno, hingga saat ini negara
Indonesia, selaku negara mayoritas Islam dengan beraneka ragam suku dan
budaya menjadikan pendidikan Islam sebagai kebutuhan mendasar manusia.
Disamping mencerdaskan bangsa, Indonesia menjadikan pendidikan Islam
sebagai sarana penting untuk mewujudkan generasi masyarakat yang dapat
memberikan sumbangsih konkrit bagi kemajuan bangsanya.
Hal ini dikarenakan, pendidikan Islam juga dapat membentuk keunggulan
sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan, kemampuan sosial,
perkembangan individu yang optimal, relasi yang kuat antar masyarakat dengan
lingkungan dan budayanya, serta jiwa beragama yang kuat yang dapat membentuk
pribadi yang taat kepada Tuhannya.
Namun, hasil survei UNESCO tahun 2004 tentang kualitas pendidikan di
dunia justru menunjukkan bahwa, Indonesia berada pada peringkat ke-114 dari
sekitar 175 negara di dunia. Peringkat ini jauh di bawah Malaysia, Filipina,
maupun Singapura.7 Sedangkan, untuk saat ini negara Indonesia berada di posisi
108 di dunia dengan skor 0,603. Kualitas pendidikan Indonesia berada di bawah
Palestina, Samoa dan Mongolia. Hal ini dikarenakan, persentase penduduk
Indonesia yang menuntaskan pendidikan menengah hanya mencapai 44% dan
murid gagal menuntaskan pendidikan ataupun keluar dari sekolah mencapai 11%.8
Survei ini tentunya menunjukkan, betapa kurangnya kesadaran masyarakat
Indonesia akan pentingnya pendidikan. Ditambah lagi dengan keberagaman
7As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011), h. 27 8https://siedoo.com/berita-4965-peringkat-pendidikan-indonesia-dan-budaya-buruknya/,
Diakses pada tanggal 25 April 2019
5
budaya dan tradisi pada setiap pulaunya yang tentu bisa saja menyimpang dari
Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw yang ikut mempengaruhi gaya
hidup masyarakat Indonesia, seperti pola pikir, aqidah, akhlak, dan moral.
Kondisi realitas masyarakat Indonesia yang memprihatinkan ini, membuat
Hamka semangat menyampaikan pemikiran-pemikirannya mengenai pendidikan
melalui karyanya. Hamka menyelipkan pendidikan secara lembut namun
menyentil. Melalui tangan dinginnya, Hamka membuat masyarakatnya mengerti
bagaimana pentingnya pendidikan dan bagaimana seharusnya sikap seorang
muslim dalam menghadapi keberagaman budaya.
Sejalan dengan sikap Hamka, Mujamil Qomar dalam penelitiannya
menyatakan bahwa, jika Islam bersikap keras menghadapi budaya atau tradisi
lokal yang terjadi justru pertentangan terhadap Islam itu sendiri yang didapatkan,
seperti peperangan dengan pemangku budaya, tradisi atau adat lokal seperti
perang Padri di Sumatera. Maka jalan yang terbaik adalah melakukan seleksi
terhadap budaya maupun tradisi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam
untuk diadaptasi sehingga mengekpresikan Islam yang khas.9
Salah satu karya Hamka yang digunakannya untuk mengekspresikan Islam
dan membangun pendidikan masyarakat Indonesia adalah melalui karya seni
sastra novel. Selain Al-Qur’an dan Hadist, karya sastra juga dapat dijadikan
sebagai media pendidikan. selain sebagai hiburan, karya sastra juga bisa menjadi
alat menyampaikan pendidikan yang dapat ikut membangkitkan kepekaan emosi
seseorang. Melalui karya sastra, seseorang juga bisa mendapatkan masukan atau
motivasi yang baik. Dan salah satu karya sastra yang berkembang pesat di
Indonesia hingga saat ini adalah novel.
Novel merupakan suatu karya sastra berbentuk prosa naratif yang panjang,
dan memiliki hubungan yang khas dengan kenyataan. Melalui novel, penulis
memperlihatkan dunia-dunia lain, dimana terdapat rangkaian cerita kehidupan
seorang tokoh bersama orang-orang sekitarnya dan unsur-unsur keindahan di
dalamnya. Dengan adanya unsur-unsur inilah rangkaian cerita, norma-norma dan
9Mujamil Qomar, “Ragam Identitas Islam di Indonesia dari Perspektif Kawasan”, Jurnal
Episteme, Vol. 10 No. 02, Desember 2015, h. 319
6
nilai-nilai yang terkandung tersebut dapat lebih merasuk ke dalam hati dan fikiran
seseorang dibandingkan hanya dengan melihat.
Nilai pendidikan yang disampaikan dalam novel bisa melalui apa saja, seperti
suasana, konflik, perasaan, percakapan, sudut pandang, dan lain sebagainya.
Karenanya, hingga saat ini novel masih banyak digandrungi oleh berbagai macam
kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa. Bahkan, tak jarang pula yang rela
menghabiskan uang dan waktunya hanya untuk menikmatinya.
Salah satu karya novel Hamka yang dijadikan media penyampai pesan ialah
Karya sastra novel yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”, novel
ini terbit setelah novel yang berjudul “Di Bawah Lindungan Ka’bah”. Karena
isinya yang sangat monumental dan menyentuh, maka novel ini mendapatkan
sambutan baik dari berbagai kalangan hingga saat ini. Novel ini juga dapat
disebutkan sebagai salah satu yang utama. Tidak hanya di Indonesia, namun juga
di Malaysia dan Singapura. Sejak pertama terbit hingga saat ini, novel roman ini
selalu mendapat apresiasi pembaca dari generasi ke generasi selanjutnya. Selain
novel yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”, novel yang berjudul
“Merantau ke Deli” juga sarat akan pendidikan Islam. Novel yang bertemakan
persoalan adat Minang ini, merupakan novel yang menentang pandangan itu.
Melalui dua karya sastra novel Hamka diatas, bisa dibilang merupakan dua
mahakarya yang membuat nama Hamka semakin dikenal sebagai sastrawan.
Dari novel-novel karya Hamka diatas, dapat diketahui bahwa sebagai
agamawan, sastrawan dan pendidik, Hamka memanfaatkan sastra sebagai media
yang baik untuk menyampaikan pendidikan terkait keagamaan, adat/budaya,
politik, moral dan lain sebagainya. Hamka juga dapat berbagi pengalaman,
pengetahuan dan imajinasi melalui karya tulisannya, seperti yang banyak terjadi
diwilayah-wilayah tertentu khususnya tanah kelahirannya yaitu daerah
Minangkabau.
Hamka, sebagai sastrawan, menghasilkan karya-karya yang bukan hanya
sarat dengan nilai-nilai keIslaman, tetapi juga sekaligus merupakan refleksi
imajinatif dan kritis terhadap lingkungan keagamaan, sosial, budaya dan politik
yang mengitarinya melalui tutur katanya yang lembut.
7
Menurut peneliti hal ini tentulah sejalur dengan apa yang dikatakan oleh
Isjoni, bahwa pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan yang tidak lepas
dari tuntutan-tuntutan hidup bersama masyarakat yang berbudaya. Budaya disini
harus dipahami adalah budaya ‘common culture’, yaitu suatu budaya yang mampu
memadukan ilmu-ilmu humaniora dengan ilmu-ilmu pengetahuan alam dan
teknologi.10
Sosio-kultural masyarakat merupakan salah satu acuan dalam melihat kondisi
masyarakat. Pengajaran akan diterima jika sesuai dengan keadaan sosio-kultural
mereka. Karenannya, pemahaman pendidik mengenai sosio-kultural masyarkat
jelas akan banyak membantu peran pendidik.11
Buchori pun turut menyatakan bahwa, hanya kebudayaan yang berimbang
yang mampu memberikan pedoman bagi manusia modern untuk mengambil
keputusan-keputusan yang berwawasan, untuk mengambil informed decision,
dalam menghadapi persoalan dan dilema kehidupan sehari-hari.12
Hamka menjadikan karya-karyanya sebagaimana yang di kodratkan dalam
Islam, bahwa Islam sebagai agama damai yang menurut watak dan kodratnya
harus disampaikan oleh para pemeluknya dengan prinsip-prinsip yang telah
diajarkan Rasulullah dalam Qs An-Nahl: 125:13 إ ن ر بك ه و أ عل م ي أ حس ن
لت ه ل كم ة و الم وع ظ ة ال س ن ة و ج اد ل م ب ادع إ ل س ب يل ر ب ك ب
لم هت د ين ب ن ض ل ع ن س ب يل ه و ه و أ عل م ب
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran
yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”14
10Albar Adetary Hasibuan, Filsafat Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2015), h.
72 11Khairi Syekh Maulana Arabi, Dakwah dengan Cerdas, (Yogyakarta: Laksana, 2017), h. 64 12Albar Adetary Hasibuan, Loc. Cit. 13Choirul Anwar, “Islam dan Kebhinekaan di Indonesia: Peran Agama dalam Merawat
Perbedaan, Zawiyah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 04 No. 02, Desember 2018), h. 14 14Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid V, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
h. 417
8
Yaitu dengan bijaksana, pelajaran yang baik, dan apabila perlu perdebatan,
maka berdebatlah dengan baik. Inilah karakteristik Islam yang santun dalam
menyikapi suatu perbedaan, karena suatu perdebatan itu timbul ketika adanya
suatu perbedaan. Sikap seperti ini perlu dikedepankan mengingat tidak akan ada
penerimaan dalam perbedaan jika disampaikan dengan dengan bersikap keras dan
kasar, bahkan itu akan memperlebar jarak perbedaan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya dan ini tertulis dalam Qs Ali-Imrān ayat 159.15
ف اعف ع ن ه م ن ف ضوا م ن ح ول ك ف ب م ا ر ح ة م ن الل ل نت ل م و ل و ك نت ف ظا غ ل يظ الق لب ل
و است غف ر ل م و ش او ره م ف ال مر ف إ ذ ا ع ز مت ف ت و كل ع ل ى الل إ ن الل ي ب الم ت و ك ل ي
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan
mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal”16
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa sangat tertarik dan
antusias untuk menjadikan novel-novel tersebut sebagai objek penelitiannya
dengan mengkaji pendidikan apa saja yang ingin disampaikan seorang agamawan
tersohor Hamka melalui karyanya yang sangat inspiratif itu. Hal ini tentu
dikarenakan, masyarakat yang masih belum paham maksud pesan yang ingin
disampaikan para sastrawan melalui karya tulisnya. Seperti pesan yang dibuat
oleh Hamka melalui karyanya yang mengajarkan tentang pendidikan bagaimana
seharusnya sikap seorang muslim bersikap, bertindak dan menghadapi
keberagaman budayanya. Maka dari itu penulis mengangkat judul: “Pendidikan
Islam dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Novel
Merantau ke Deli Karya Buya Hamka” sebagai penelitian skripsinya.
B. Identifikasi Masalah
15Choirul Anwar, “Islam dan Kebhinekaan di Indonesia: Peran Agama dalam Merawat
Perbedaan, Zawiyah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 04 No. 02, Desember 2018), h. 14 16Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid II, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
h. 67
9
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengidentifikasikan
masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu:
a. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan Islam, seperti
syariah dan akhlak dalam meningkatkan kualitas hidup manusia
b. Kurangnya kesadaran bahwa pendidikan tidak hanya didapatkan di dalam
lingkungan sekolah saja
c. Kurangnya kesadaran bahwa karya sastra (novel) bisa dijadikan media
dakwah untuk menyampaikan pendidikan yang sangat baik dalam
pembelajaran
d. Kurangnya kesadaran bahwa karya sastra (novel) bukan hanya sebagai
hiburan saja, melainkan media yang dapat dijadikan sumber pendidikan
syariah dan akhlak yang bermanfaat bagi kehidupan.
e. Kurangnya rasa keingintahuan akan pendidikan apa saja yang ingin
disampaikan penulis kepada pembaca
C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman dalam permasalahan penelitian ini,
maka penelitian dibatasi pada:
1. Pendidikan Islam yang dimaksud adalah Syariah (Ibadah), Akhlak (Budi
Pekerti)
2. Karya sastra yang dimaksud adalah novel “Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck” dan novel “Merantau ke Deli” karya Buya Hamka
D. Perumusan Masalah
Untuk memudahkan dalam perumusan masalah penulisan skripsi ini, peneliti
bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas. Maka penulis dapat merumuskan
masalah yaitu bagaimana “Pendidikan Islam dalam Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck dan novel Merantau ke Deli Karya Buya Hamka” yang
ingin disampaikan.
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan tujuan
penelitian sebagai berikut:
10
a. Untuk mengetahui relevansi pendidikan Islam yang terkandung dalam
novel karya Buya Hamka
b. Untuk mendeskripsikan pendidikan Islam dalam novel karya Buya
Hamka
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan laporan yang sistematis
dan bermanfaat secara umum. Sebagai berikut:
a. Manfaat bagi keilmuan
1) Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberi
kontribusi yang positif dan konstruktif bagi dunia pendidikan,
khususnya bagi pengembangan nilai-nilai pendidikan Islam melalui
pemanfaatan karya seni sastra (novel)
2) Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat karya seni
sastra (novel), agar tidak hanya memprioritaskan nilai jual dari sisi
keindahannya, melainkan lebih memperhatikan isi dan pesan yang
bisa diambil oleh pembaca.
b. Manfaat bagi pendidik
1) Dapat dijadikan media hiburan sekaligus media yang dapat dijadikan
sumber pendidikan yang bermanfaat bagi kehidupan
2) Dapat dijadikan media dakwah untuk menyampaikan pendidikan
Islam yang sangat baik dalam pembelajaran
3) Dapat menambah wawasan tentang keberadaan karya seni sastra
(novel) yang memuat tentang pendidikan
c. Manfaat bagi siswa
1) Dapat menambah wawasan dengan cara yang menarik
2) Dapat menambah semangat membaca
3) Dapat dijadikan pedoman maupun inspirasi dalam kehidupan sehari-
hari
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Dasar Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan Islam
Sebelum menelaah lebih lanjut mengenai pendidikan Islam, perlu
dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pendidikan.
Kata “pendidikan”, dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama
paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi,
dikenal dengan educare, artinya membawa keluar. Bahasa Belanda,
dikenal dengan opvoeden, artinya membesarkan atau mendewasakan.
Bahasa Inggris, dikenal dengan educate atau education, yang artinya
to give moral and intellectual training, artinya menanamkan moral
dan melatih intelektual.1
Dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan
nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam
mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan diri. 2
Menurut Hasbullah dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar
Ilmu Pendidikan: (Umum Dan Agama Islam)” menyebutkan
pengertian pendidikan menurut beberapa tokoh sebagai berikut:3
a. Driyarkara: pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda atau
pengangkatan manusia ke taraf insani.
1A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.
16 2Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Pendididkan Islam, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016), h. 15 3Albar Adetary Hasibuan, Filsafat Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2015), h.
27
12
b. J. J. Rousseau: pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang
tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita
membutuhkannya pada waktu dewasa.
c. John Dewey: pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah
alam dan sesama manusia.
d. Ki Hadjar Dewantara: pendidikan adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Setelah mengetahui pengertian pendidikan itu sendiri, maka dapat
kita ketahui bahwasanya pengertian tersebut sejalan dengan
pengertian pendidikan dalam pandangan Islam. Sebagaimana yang
diketahui, dalam Pendidikan Islam terdapat beberapa istilah, seperti
tarbiyah, ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad,dan tadris. Hal ini juga
dijelaskan dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam” karya Prof. Dr. Abdul
Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. Si, sebagai berikut ini: 4
a. Al- Tarbiyah
Dalam Mu’jam bahasa Arab, kata al-tarbiyah memiliki tiga
akar kebahasaan, yaitu: 5
1) Rabba, Yarbu, Tarbiyah: proses menumbuhkan dan
mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik, baik
secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
2) Rabba, Yurbi, Tarbiyah: usaha untuk menumbuhkan dan
mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial,
maupun spiritual
3) Rabba, Yarubbu, Tarbiyah: usaha untuk memelihara,
mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengatur kehidupan
4Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 10-
22 5Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ibid,h.10-11
13
peserta didik, agar ia dapat survive lebih baik dalam
kehidupannya.
Jika ketiga kata tersebut diintegrasikan, maka pengertian
tarbiyah adalah proses menumbuhkan dan mengembangkan
potensi (fisik, intelektual, sosial, estetika, dan spiritual) yang
terdapat pada peserta didik, sehingga dapat tumbuh dan terbina
dengan optimal, melalui cara memelihara, mengasuh, merawat,
memperbaiki, dan mengaturnya secara terencana, sistematis, dan
berkelanjutan.
b. Al- Ta’lim
Kata ta’lim berasal dari akar kata ‘allama-yu’allimu-
ta’liiman yang diartikan dengan mengajar atau memberi ilmu,
yaitu mengajarkan suatu ilmu pada seseorang agar memiliki
pengetahuan tentang sesuatu.6
Allah menggunakan kata ta’lim dalam Al-Qur’an untuk:
mengajarkan nama-nama yang ada dalam jagat raya kepada nabi
Adam dalam (Qs Al-Baqarah: 31), mengajarkan tentang Al-
Qur’an dan Al-Bayan (Qs Ar-Rahman: 2), mengajarkan Al-Kitab,
Al-Hikmah, Taurat, dan Injil (Qs Al-Maidah: 110), mengajarkan
ta’wil mimpi (Qs Yusuf: 101), mengajarkan sesuatu yang belum
diketahui manusia (Qs Al-Baqarah: 239), mengajarkan tentang
sihir (Qs Thaha: 71), mengajarkan ilmu laduni (Qs Al-Kahfi: 65),
mengajarkan cara membuat baju besi untuk melindungi tubuh dari
bahaya (Qs Al-Anbiya: 80), mengajarkan tentang wahyu dari
Allah (Qs At-Tahrim: 5).
c. Al- Ta’dib
Kata ta’dib berasal dari kata aduba-ya’dubu, yang berarti
melatih atau mendisiplinkan diri, atau bisa juga berasal dari kata
addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mendisiplinkan atau
6A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.
20
14
menanamkan sopan santun. Jadi, lebih tepatnya kata ta’dib dapat
diartikan dengan upaya menanamkan sikap beradab, sopan
santun, tata krama, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika.7
Melalui kata al-ta’dib Al-Attas menjadikan pendidikan sebagai
sarana trasformasi nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada
ajaran agama ke dalam diri manusia, serta menjadi dasar bagi
terjadinya proses islamisasi ilmu pengetahuan.
d. Al- Riyadhah
Dalam pendidikan, kata riyadhah diartikan dengan mendidik
jiwa anak dengan akhlak mulia. Sedangkan dikalangan tasawuf
agak berbeda, yaitu mendidik atau melatih mental spiritual agar
senantiasa mematuhi ajaran Allah SWT.
Dalam “Ilmu Pendidikan Islam” karya Dr. Zakiah Daradjat, dkk
juga dijelaskan bahwa, bila kita melihat pengertian pendidikan dari
segi bahasa, maka kita harus melihat kepada bahasa Arab. Kata
“pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa
Arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata
“pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta’lim” dengan kata
kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya
“tarbiyah wa ta’lim” sedangkan, “pendidikan Islam” dalam bahasa
Arabnya adalah “tarbiyah islamiyah”8
Selain istilah-istilah di atas, Pendidikan Islam juga mempunyai
makna sempit dan luas. Makna sempitnya adalah usaha yang
dilakukan untuk pentransferan ilmu (knowledge), nilai (value), dan
keterampilan (skill) berdasarkan ajaran Islam dari si pendidik kepada
murid guna terbentuknya pribadi muslim seutuhnya. Adapun makna
luasnya, pendidikan Islam bukan hanya transfer 3 ranah saja,
melainkan kajian tentang visi, misi dan tujuan dari pendidikan itu
7A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.
20 8Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 25
15
sendiri.9 Karenannya, pendidikan Islam diartikan sebagai usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama Islam melaui kegiatan,
bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan
untuk menghormati dalam hubungan antar umar beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan.10
Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 39 ayat 2 UUSPN tahun
1989. Pendidikan Islam dimaksudkan sebagai usaha untuk
memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama yang diamalkan oleh peserta didik yang
bersangkutan.11
Lebih tepatnya seperti yang dikatakan oleh Dr. Armai Arief, M. A
bahwa, pendidikan Islam merupakan sebuah proses yang dilakukan
untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya beriman dan
bertakwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya
sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran
Al-Qur’an dan sunnah.12
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
9Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah,
(Jakarta: Kencana, 2013), h. 3 10Abdul Rachman Shaleh,Pendidikan Agama dan Keagamaan (Visi, Misi dan Aksi), (Jakarta:
Gemawindu Panca perkasa, 2000), h. 31 11Abdul Rachman Shaleh, Ibid, h. 31 12Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 16
16
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.13
Tujuan dan fungsi pendidikan bukan hanya itu saja, melainkan
sebagaimana berikut:
a. Mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia
secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan
jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional;
perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya
mencangkup pengembangan seluruh aspek fitrah manusia.14
b. Mampu mengolah dan menggunakan kekayaan yang ada dilangit
dan di bumi untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat kelak.15
c. Terciptanya insan-insan kamil setelah proses pendidikan
berakhir.16
d. Mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia, sesuai dengan
firman Allah Swt dalam Qs. Al-Anbiya ayat 107:
ي ال م ع اك إ ل ر ح ة ل ل ن ل ا أ رس م و
“Tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan agar
menjadi rahmat bagi seluruh alam.17
Yaitu, “Menjadikan pendidikan Islam sebagai pranata yang
kuat, berwibawa, efektif, dan kredebil dalam mewujudkan cita-
cita ajaran Islam”.18
Dilihat dari berbagai macam fungsi dan tujuannya, maka dapat
disimpulkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan dengan pendidikan
Islam ialah melakukan proses pendidikan dengan tujuan
13Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2017), h. 3 14Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis),
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 37 15Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan (Visi, Misi dan Aksi), (Jakarta:
Gemawindu Panca Perkasa, 2000), h. 3 16Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 16 17 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 331 18Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), h. 44
17
meningkatkan kualitas mental seseorang dan segala proses yang
dijalankannya atas berdasarkan fitrah yang diberikan Allah. Adapun
diadakannya pendidikan sebagai alat yang digunakan untuk
memelihara kelanjutan hidup dengan membentuk akhlak dan budi
pekerti yang sanggup melahirkan masyarakat yang bermoral, berjiwa
bersih, pantang menyerah, bercita-cita tinggi, dan berakhlak mulia.
3. Jenis-jenis Pendidikan
Jenis-jenis pedidikan dalam pandangan Islam yang Allah
wahyukan kepada Nabi Muhammad Saw secara sempurna, meliputi
semua aspek kehidupan manusia berupa hukum dan norma yang
mengantarkan manusia menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat,
ialah:19
a. Pendidikan Akidah Islam
Yakni, aspek keyakinan terhadap Islam, berupa Rukun Iman.
Akidah Islam akan mendorong seorang muslim melaksanakan
syari’ah yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunnah.
Sebagaimana terdapat dalam firmannya Qs. An-Nisa ayat 136:
ي أ ي ه ا الذ ين آم ن وا آم ن وا ب لل و ر س ول ه و الك ت اب الذ ي ن زل ع ل ى ر س ول ه
ئ ك ت ه و ك ت ب ه و ر س ل ه و الي وم لل و م ل و الك ت اب الذ ي أ ن ز ل م ن ق بل و م ن ي كف ر ب
ا ل ب ع يد ر ف ق د ض ل ض ل الخ
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah
turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
19Nina Aminah, Studi Agama Islam, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2014), h. 53-54
18
kemudian. Maka sesungguhnya orang tu telah sesat sejauh-
jauhnya20
b. Pendidikan Syari’ah
Yakni, segala yang berhubungan dengan sistem atau aturan
Ilahi dan ajaran-ajaran Islam, berupa akidah, ibadah, akhlak,
perundang-undangan, peraturan, dan hukum.21
c. Pendidikan Akhlak
Yakni, tingkah laku yang bersangkutan dengan Khaliq
(Pencipta), dan Makhluq (yang diciptakan). Pada garis besarnya,
akhlak terdiri atas: Aklak terhadap Khaliq (Pencipta), Akhlak
terhadap sesama manusia, akhlak terhadap lingkungan.
4. Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam
Metode dan pendekatan dalam praktik proses belajar mengajar
dalam Pendidikan Agama Islam perlu diperhatikan. Pendekatan
tersebut ialah: 22
a. Pendekatan Keimanan
Memberikan peluang peserta didik dengan mengembangkan
pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber kehidupan manusia.
b. Pendekatan Pengalaman
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mempraktikkan dan merasakan hasil-hasil pengalaman ibadah dan
akhlak dalam menghadai tugas-tugas dan masalah kehidupan
c. Pendekatan Pembiasaan
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
membiasakan sikap dan perilaku baik yang sesuai dengan ajaran
Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah bangsa
20Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid 2, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
h. 292 21Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Terj. Jamaluddin Miri, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2007), h. 165 22Moch. Tolchah, Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru, (Yogyakarta: LkiS Pelangi
Aksara, 2015), h. 73-74
19
d. Pendekatan Rasional
Usaha memberikan peran pada rasio peserta didik dalam
memahami dan membedakan berbagai bahan ajar dalam standar
materi serta kaitannya dengan perilaku baik dengan perilaku yang
buruk dalam kehidupan duniawi
e. Pendekatan Emosional
Upaya menggugah perasaan peserta didik dalam menghayati
perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa
f. Pendekatan fungsional
Menyajikan semua bentuk standar materi dari segi manfaatnya
bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas
g. Pendekatan keteladanan
Menjadikan figur guru agama dan non agama serta petugas
sekolah lainnya maupun orang tua peserta didik sebagai cermin
manusia berkepribadian agama
h. Pendekatan filosofis
Karena manusia adalah homo rastionale, maka pendekatannya
harus juga didasarkan pada sejauh mana kemampuan berpikirnya
dapat dikembangkan sampai pada titik maksimal
perkembangannya
5. Ayat Al-Qur’an dan Hadist Tentang Pendidikan
Al-Qur’an dan hadis merupakan sumber ajaran Islam sekaligus
pedoman hidup setiap muslim. Al-Qur’an sebagai petunjuk dari Allah
SWT yang bila dipelajari akan membantu kita menemukan nilai-nilai
yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian problem hidup.
Apabila dihayati dan diamalkan akan menjadikan pikiran, rasa dan
karsa kita mengarah kepada realitas keimanan, stabilitas dan
ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.
Beriman kepada al-Qur’an artinya mengikuti ajaran yang
terkandung di dalamnya, menjadikannya panutan dan acuan serta
20
referensi dalam berucap, berbuat dan lainnya. Sedangkan, Beriman
kepada Hadis Rasulullah SAW artinya menjadikan hadis Rasul
sebagai pedoman dan acuan serta referensi dalam berucap, berbuat
dan lainnya atau mengikuti ajaran yang terkandung di dalamnya.
Pendidikan merupakan salah satu perintah yang sangat tegas
pesannya dalam Al-Qur’an dan hadist. Berikut ini beberapa ayat Al-
Qur’an dan hadist yang membahas tentang pendidikan:
a. Qs Al-‘Alaq ayat 1-5
نس ان م ن ع ل ق )2( اق ر أ و ر بك ال كر م سم ر ب ك الذ ي خ ل ق )1( خ ل ق ال اق ر أ ب
نس ان م ا ل ي عل م )5 لق ل م )4( ع لم ال )3( الذ ي ع لم ب
“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan (2) Dia telah menciptakan manusia dari 'Alaq (3)
Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah (4) Yang
mengajar manusia dengan pena (5) Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang belum diketahuinya.”23
Dalam ayat ini Allah memberikan dorongan untuk membaca
dan mengisyaratkan pula akan karunia Allah SWT dengan
menciptakan manusia dengan kemampuan untuk mempelajari
bahasa, bacaan, tulisan, dan ilmu pengetahuan.24
Maksud mengaitkan pekerjaan membaca dengan nama Allah
ialah untuk mengantarkan pelakunya agar tidak melakukannya
kecuali karena Allah. Sebagaimana yang dituliskan oleh Syaikh
Abdul Halim Mahmud (mantan pemimpin tertinggi Al-Azhar
Mesir) menuliskan dalam bukunya, Al-Qur’an Fi Syahr Al-
Qur’an, bahwa”Dengan kalimat iqra’ bismi Rabbik, Al-Qur’an
tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tapi ‘membaca’
23M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.15,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 453-465 24Fadhilah Suralaga, Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah, Psikologi Pendidikan dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 57
21
adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia,
baik yang bersifat aktif maupun pasif.25
Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin
menyatakan “Bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi
Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu”. Demikian juga apabila
anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan sesuatu aktivitas,
hendaklah hal tersebut juga didasarkan pada bismi Rabbik
sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti “Jadikanlah seluruh
kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuanya
demi karena Allah”.26
b. Qs Ali Imran ayat 18
ل إ ل ه إ ل ه و لق سط ئ ك ة و أ ول و الع لم ق ائ م ا ب ش ه د الل أ نه ل إ ل ه إ ل ه و و الم ل
الع ز يز ال ك يم
“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia;
(demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang
menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang
Mahaperkasa, Mahabijaksana.”27
Dalam ayat ini Allah SWT juga menunjukkan, ketinggian
derajat orang-orang yang memiliki ilmu dengan menempatkan
penyebutan mereka setelah namanya sendiri dan setelah pujian
kepada malaikat.28
c. Qs Al-Nahl ayat 78
ئ ا و ج ع ل ل ك م السمع و ال بص ار و الل أ خر ج ك م م ن ب ط ون أ مه ات ك م ل ت عل م ون ش ي
و ال فئ د ة ل ع لك م ت شك ر ون
25M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.15,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), h.456 26M. Quraish Shihab, Ibid, h. 456 27Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid I, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h.
470 28Fadhilah Suralaga, Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah, Psikologi Pendidikan dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 60
22
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu
pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu
bersyukur.”29
Dalam ayat ini Hamka menjelaskan, anak yang dilahirkan ke
dunia ini dalam keadaan putih bersih, tidak membawa apa-apa
kecuali gharizah atau naluri. Gharizah itu dilengkapi dengan
penglihatan, pendengaran, dan hati yang kesemuanya merupakan
alat untuk memperoleh ilmu.30
Allah SWT telah melegitimasi bahwa manusia dikeluarkan
dari rahim ibunya tanpa mengetahui ilmu pengetahuan apapun.
Kemudian Allah mengaktifkan untuknya pendengaran,
penglihatan dan perasaan dengan harapan ia menjadi hamba yang
pandai bersyukur, dan memperoleh ilmu pengetahuan dari sumber
utama, yaitu ilahiyah dan manusiawi. Kedua sumber tersebut
diciptakan sebagai alat dan sarana untuk bisa mengamati,
memahami, dan memperoleh ilmu pengetahuan.31
d. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abdullah bin Mas’ud r.a, bahwa
Rasulullah bersabda:
“Pelajarilah ilmu dan ajarkanlah dia kepada orang-orang!
Pelajarilah hal-hal yang fardhu dan ajarkanlah dia pada orang-
orang! Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah dia kepada orang-
orang!”32
e. Diriwayatkan oleh Abu Darda, bahwa Rasulullah bersabda:
29Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid V, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
h. 358 30Sapiudin Shidiq, “Pendidikan Menurut Buya Hamka”, Jurnal Pendidikan Agama Islam,
Vol. 02 No. 02, Juli 2008, h. 112 31Fadhilah Suralaga, Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah, Psikologi Pendidikan dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 56-57 32Fadhilah Suralaga, Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah, Ibid, h. 60
23
“Orang itu ada yang alim dan ada yang masih belajar. Tidak
ada kebaikan pada orang yang selain keduanya”. (Maksudnya
tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mencari ilmu).33
Sederhananya, misi pendidikan menurut pandangan Islam adalah
mengembalikan asal tujuan diciptakannya manusia. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam Qs. Adz-Dzariat ayat 56:
ون ب د ع س إ ل ل ي ن ال ت ال ن و ل ق ا خ م و
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku“34
Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan manusia diciptakan untuk
beribadah dan menjadi khalifah. Manusia diciptakan dengan segala
bentuk kelemahan, namun disamping itu, manusia diharapkan akan
menjadi orang dengan kemampuan berpikir yang cerdas. Oleh karena
itu manusia harus memberi asupan-asupan yang kuat dalam
pemikirannya agar sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Hamka, sebagai ulama memotivasi umatnya mencari ilmu
pengetahuan bukan hanya untuk membantu manusia memperoleh
penghidupan yang layak. Akan tetapi, lebih dari itu dengan ilmu,
manusia akan mampu mengenal Tuhannya, memperhalus akhlaknya,
dan senantiasa berupaya mencari keridhaan Allah.35
B. Deskriptif Novel
1. Pengertian Novel
Secara etimologi kata novel berasal dari bahasa latin novellus.
Kata novellus dibentuk dari kata novus yang berarti baru atau new
33Fadhilah Suralaga, Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah, Ibid, h. 60 34Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid IX, (Jakarta: Departemen Agama
RI, 2009), h. 485 35Ris’an Rusli, “Agama dan Manusia dalam Pendidikan Hamka”, Jurnal Intizar, Vol. 20 No.
02, 2014, h. 205
24
dalam bahasa Inggris. Dikatakan baru karena novel adalah bentuk
karya sastra yang datang kemudian dari bentuk karya sastra lainnya.36
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai
“karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.37
Secara harfiah novel merupakan pengungkapan dari fregmen
kehidupan manusia (dalam jangka yang lebih panjang) dimana terjadi
konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan
jalan hidup antar para pelakunya.38
Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya yang berjudul “Teori
Pengkajian Fiksi”, membagi novel menjadi dua jenis:39
a. Novel Serius
Yaitu novel yang memerlukan daya konsentrasi yang tinggi
dan kemauan jika ingin memahaminya. Pengalaman hidup yang
ditampilkan dalam novel ini disoroti dan diungkapkan sampai
keinti hakikat kehidupan. Novel ini selain memberikan hiburan,
juga memberikan pengalaman berharga dan mengajak
pembacanya untuk meresapi dan merenungkan permasalahan
yang dikemukakan
b. Novel Populer
Yaitu novel yang populer pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Novel ini
bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman dan tidak memaksa
orang untuk membacanya. Biasanya novel ini cepat dilupakan
36Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), h. 124 37Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), h. 1079 38Mursal Esten, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah, (Bandung: Angkasa, 2013), h. 7 39Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2010), h. 10
25
oleh orang, apalagi ketika munculnya novel-novel baru yang lebih
populer pada masa sesudahnya.
2. Unsur-Unsur Novel
Unsur-unsur pembangun sebuah novel dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur
inilah yang sering digunakan para kritikus dalam mengkaji dan
membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya.40 Berikut ini
unsur-unsur yang terkandung dalam novel:
a. Unsur Intrinsik
Yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri,
yang turut serta membangun cerita. Unsur intrinsik terdiri dari:
tema, alur, penokohan, latar/setting, dan sudut pandang.41
1) Tema
Yaitu gagasan (ide) utama atau makna utama sebuah
tulisan. Tema adalah sesuatu amanat utama yang
disampaikan oleh penulis melalui karangannya.42
2) Alur
Yaitu rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita yang
menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa
lain.43
3) Tokoh
Yaitu orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,
atau drama yang menurut pembaca memiliki kualitas moral
dan memiliki kecenderungan tertentu seperti yang
40Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2010), h. 23 41Burhan Nurgiyantoro, Ibid, h. 23 42Nini Ibrahim, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Depok: UHAMKA PRESS,
2009), h. 136 43Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, Terj. Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 26
26
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dari
tindakan.44
4) Latar/setting
Yaitu lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa
dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-
peristiwa yang sedang berlangsung.45 Seperti waktu, tempat,
dan suasana.
5) Sudut pandang
Yaitu melihat suatu peristiwa melalui mata seseorang,
bagaimana nuansa, gayanya, bahkan makna cerita itu
sendiri.46 Dimana ‘pembaca’ memiliki posisi dan hubungan
berbeda dengan setiap peristiwa dalam cerita.47
Secara garis besar, sudut pandang dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu: persona pertama (gaya “aku”) dan persona
ketiga (gaya “dia”).48
b. Unsur Ekstrinsik
Yaitu unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi
tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
karya sastra.49
3. Novel Sebagai Karya Sastra
Dalam kesusastraan novel disebut juga dengan fiksi. Fiksi
disini adalah sebuah cerita yang tidak sepenuhnya merupakan
fakta. Fiksi dalam pengertian ialah cerita rekaan atau cerita
khayalan yang berbentuk teks atau tulisan. Teks atau tulisan disini
bukan hanya sekedar berupa teks atau tulisan saja, karena apabila
sastra hanya memiliki arti “semua yang berupa tulisan saja”, buku
44Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta:Gajah Mada University Press,
2010), h. 165 45Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, Terj. Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 35 46Sukino, Menulis itu Mudah, (Yogyakarta: Pustaka Populer LKiS, 2010), h. 155 47Robert Stanton, Op. Cit, h. 53 48Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit, h. 256 49Burhan Nurgiyantoro, Ibid, h. 23
27
pelajaran seperti fisika pun bisa disebut sebagai sastra. Maka sastra
yang dimaksud disini ialah suatu teks atau tulisan yang
berdasarkan imajinasi, khayalan ataupun cerita rekaan.50
Novel atau fiksi bisa disebut karya sastra karena novel
berbentuk atau tulisan yang dibentuk berdasarkan imajinasi
penulis. Adapun beberapa fiksi yang berisikan informasi faktual
seperti novel sejarah, tetap saja sang penulis lebih mengutamakan
imajinasinya. Karena, faktual disini berbeda dengan informasi
yang diberikan oleh buku sejarah. Novel sejarah lebih
mengutamakan kepentingan imajinasi penulis dibanding informasi
faktual yang didapatkan, sedangkan buku sejarah hanya
menggunakan informasi faktual saja tanpa menggunakan imajinasi.
51
Novel bukan hanya sekedar menyajikan wacana dan cerita
kepada masyarakat saja, novel juga sangat berperan penting untuk
memajukan kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
perjuangan seorang penulis dan sastrawan dalam menyampaikan
nilai-nilai moral melalui sebuah cerita agar para pembacanya dapat
mengetahui dan memahami maksud dari pesan yang ingin
disampaikan.
Terlebih lagi novel dapat menjadi alternatif dalam
berkomunikasi. Seperti dalam dunia pendidikan saat ini saja yang
tidak lagi mengedepankan model komunikasi yang dikembangkan
oleh Hovlad, Carold Lasswell (1989), John Dewey (1990), Litle
John (1999), Onong Uchayana (1992), yang menitik beratkan pada
kajian face to face antara guru dan murid dalam proses
pendidikannya.52
50Robin Mayhead, Understanding Literature, (London: Cambridge University Press, 1974),
h. 10 51Andrew Bennet and Nicholas Royle, An Introduction To Literature, Criticism And Theory,
(England: Pearson Education Limited, 2004), h. 1 52Ishak Abdulhak dan Deni Darmawan, Teknologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
RosdaKarya, 2015), h. 15
28
Sastra berupa novel atau cerpen, Keduanya memiliki elemen
yang sama. Namun, Perbedaan cerpen dengan novel dapat dilihat
melalui:53
a. Jumlah kata. Novel mengandung kata-kata yang lebih
panjang dan berkisar 35.000 buah kata sampai tak terbatas,
dan minimal berkisar 100 halaman
b. Alur cerita. Novel memiliki alur cerita yang lebih
kompleks, yaitu dengan mengemukakan sesuatu secara
bebas, rinci, banyak, detail, dan lebih banyak melibatkan
permasalahan yang lebih kompleks
c. Fokus. Novel memiliki fokus yang lebih banyak, contoh:
cerpen hanya ada menceritakan satu kejadian, sedangkan
novel lebih dari satu kejadian
d. Jumlah tokoh. Novel memiliki lebih banyak tokoh
e. Latar/setting. Novel menggunakan lebih dari satu
latar/setting
f. Impresi. Novel memiliki lebih dari satu impresi, efek, dan
emosi
4. Novel Sebagai Media Pendidikan
Sebagai media pendidikan, Novel merupakan salah satu cara
yang baik untuk mengajak mendekatkan diri kepada Allah serta
melestarikan budaya membaca masyarakat.
Novel mampu menyampaikan pesan yang memberikan suatu
ajaran atau nilai didik kepada para pembacanya dengan baik.
Karena kompleksnya realita kehidupan manusia yang diangkat
dalam novel dapat menjadi sumber bagi pencerahan manusia.
53Edward H. Jones Jr, Outlines Of Literature: Short Stories, Novels, and Poems, (New York:
The Macmillan Company, 1968), h. 80-81
29
Nilai-nilai yang terkandungpun sangat besar manfaatnya untuk
diikuti dan digunakan dalam keseharian.54
Sesuai dengan pengertian media itu sendiri, novel dapat
dijadikan sebagai alat perantara yang membantu merangsang dan
menumbuhkan motivasi belajar peserta didik agar proses
pembelajaran terlihat tidak membosankan.55
Selain itu, manfaat novel sebagai media juga dapat dirasakan
oleh berbagai kalangan, baik tua maupun muda. Karenannya, novel
bisa dijadikan sebagai cara yang paling efektif dan efesien untuk
mendidik dan mentransfer ilmu pengetahuan dimana saja termasuk
di luar maupun di dalam lingkungan sekolah .
C. Teori yang Digunakan Hamka
Teori yang digunakan Hamka dalam menyampaikan pendidikan
melalui novel, adalah teori tentang teosentris dan antroposentris.
Teosentris yang berasal dari bahasa Yunani (theos), yang berarti
Tuhan, dan bahasa Inggris (center), yang berarti pusat, memiliki
pandangan bahwa sistem keyakinan dan nilai keTuhanan memiliki
moralitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem lainnya. Yaitu,
semua proses kehidupan dimuka bumi ini akan kembali lagi ke Tuhan,
Manusia tidak mempunyai daya dan upaya tanpa Tuhannya, karena
semuanya sudah di kendalikan oleh Tuhan sebagai pusat dari alam
semesta.
Sebaliknya, pada abad ke 15/16M muncul teori yang menolak
teosentris, yaitu antroposentris. Antroposentris yang berasal dari bahasa
Yunani (anthropikos), yang berarti anthropos (manusia) dan kentron
(pusat), yaitu pandangan yang lebih mempertahankan bahwa manusia
merupakan pusat dan tujuan akhir dari alam semesta, karenanya nilai-nilai
54Herlina, “Nilai Kearifan Lokal Dalam Novel Negeri Sapati Karya Laode. M. Insan Sebagai
Pendukung Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jurnal Pendidikan Bahasa, Vol. 03 No. 02,
Desember 2014, h. 203 55Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam: Rancangan Bangun Konsep
Pendidikan Monokotomik-Holistik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.197
30
manusia merupakan pusat untuk berfungsinya alam semesta yang dimana
alam semesta akan menopangnya dan secara tahap demi tahap mendukung
nilai-nilai itu.56
Berbeda dengan penolakan diatas yang menyatakan bahwa sistem
yang digunakan adalah antroposentris bukan teosentris. Melalui rangkaian
cerita dalam novelnya, Hamka justru ingin menunjukkan bahwa diantara
keduanya justru saling berkaitan. Ketika sistem yang ada di dunia ini
bersifat teosentris maka sebenarnya sistem itu pada akhirnya akan kembali
lagi ke antroposentris. Hal ini dikarenakan apa yang berasal dari Tuhan
kepada manusia (bumi), ditujukan untuk manusia kepada alam, yaitu dari
kemampuan yang diberikan menuju kehendak bebas yang pada akhirnya
akan kembali lagi kepada Tuhan
Cara ini ia sampaikan dengan konsep pemikirannya mengenai agama
Islam, yang menekankan upaya maksimal dalam menumbuhkan dan
menguatkan pribadi setiap individu, yaitu pribadi yang mencangkup dari
akal, budi, cita-cita, dan bentuk fisik seseorang untuk lebih meningkatkan
dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaanya kepada Tuhannya.
Upaya ini ia lakukan agar setiap individu dapat merealisasi kan tugasnya
sebagai manusia dengan baik dan dapat bertanggung jawab atas apa yang
telah dikerjakannya.
Selanjutnya memberikan gambaran dengan melatih cara berfikir
bahwasanya manusia bersifat teosentris dan antroposentris. Yaitu manusia
dapat memiliki banyak tujuan yang tetap mengacu pada hukum Tuhan.
Penyimpangan terhadap hukum Tuhan, memberikan konsekuensi berupa
dosa. Walaupun berbagai kesalahan tersebut dapat diampuni, namun
berbagai dosa yang dilakukan secara disadari dan berkelanjutan, pada
akhirnya menghambat perwujudan, tujuan akhir, dan keridhaan Tuhan.
Sehingga singkatnya, manusia dalam mewujudkan tujuan
perantaranya, harus selalu menjaga langkahnya untuk tidak melanggar
56Ita Amaliatul Fajriah, “Corak Teosentrisme dan Antroposentrisme Dalam Pemahaman
Tauhid Di Pondok Pesantren Attauhidiyyah Cikura Bojong Kabupaten Tegal”, Skripsi pada UIN
Walisongo, Semarang 2018, h. 24-25
31
aturan Tuhan. Dengan kata lain manusia memiliki tanggungjawab untuk
selalu menjaga setiap langkahnya dalam kehidupan. Sehingga harapannya
mampu memberi manfaat dalam mempersiapkan generasi-generasi yang
mandiri dan bertanggung jawab yang mampu mengindahkan semua aturan
nilai dan akhlak.
Dengan demikian, pemikiran tersebut mampu menjadi solusi alternatif
dalam menyusun rumusan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional
terlebih khusus pendidikan Islam dengan tidak mengesampingkan nilai-
nilai akhlak dan moral dengan mengembangkan ranah ta’lim, tarbiyah dan
ta’dib.
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang dibuat,
sebagaimana berikut:
1. Intizar, Vol. 20 no. 02, 2014 ialah jurnal milik Ris’an Rusli dengan
judul “Agama dan Manusia dalam Pendidikan Hamka (Studi Filsafat)”
memiliki persamaan tentang pemikiran-pemikiran Hamka tentang
agama dan manusia. Melalui karyanya, Hamka memotivasi umatnya
mencari ilmu pengetahuan bukan hanya untuk membantu manusia
memperoleh penghidupan yang layak. Akan tetapi, lebih dari itu
dengan ilmu, manusia akan mampu mengenal Tuhannya,
memperhalus akhlaknya, dan senantiasa berupaya mencari keridhaan
Allah.57
Perbedaan yang dimiliki ialah, di dalam jurnal ini Ris’an Rusli
menjelaskan mengenai agama dan manusia saja secara meluas.
Sedangkan dalam penelitian ini, saya menjelaskan pendidikan apa saja
yang terselipkan dalam karya novelnya yang inspiratif.
2. Jurnal Pendidikan Bahasa, Vol. 03 no. 02, Desember 2014 ialah jurnal
milik Herlina dengan judul “Nilai Kearifan Lokal dalam Novel Negeri
Sapati Karya Laode M. Insan sebagai Pendukung Pelaksaan
57Ris’an Rusli, “Agama dan Manusia dalam Pendidikan Hamka (Studi Filsafat)”, Jurnal
Intizar, Vol. 20 no. 02, 2014
32
Pendidikan Karakter” memiliki persamaan meneliti sebuah novel yang
kaya akan nilai-nilai pendidikan, seperti nilai keagamaan, nilai moral,
nilai sosial dan nilai adat istiadat.58
Perbedaan yang dimiliki ialah, Objek Penelitiannya. Di dalam
jurnal ini Herlina meneliti novel karya Laode M. Insan yang berjudul
“Negeri Sapati”. Sedangkan, dalam penelitian ini, peneliti meneliti
novel-novel karya Buya Hamka
3. Jurnal Al-Qanatir: International Journal of Islamic Studies, Vol. 13.
No. 01, Januari 2019 ialah jurnal milik Wan Sofiah, Wan Ahmad dan
Zulkefli Aini dengan judul “Al-Hikmah Rethorical Da’wah Through
Subtle Method In “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Novel
Written By Hamka” memiliki persamaan meneliti sebuah novel karya
Buya Hamka untuk mengambil hikmah dan pendidikan yang
disampaikan.59
Perbedaan yang dimiliki ialah, objek penelitiannya. Di dalam
jurnal ini Wan Sofiah, Wan Ahmad dan Zulkefli Aini hanya meneliti
satu buah novel saja dan lebih terfokus dengan retorik dakwah yang
terkandung dalam novel tersebut. Sedangkan dalam penelitian ini,
peneliti meneliti juga meneliti novel yang berjudul Merantau ke Deli
dan lebih terfokus dengan pendidikan yang disampaikan.
4. Jurnal Sejarah dan Budaya, Vol. 08 No. 02, 2014 ialah jurnal milik M.
Nur Fahrul Lukmanul Khakim dengan judul “Nilai Kebangsaan dalam
Karya Sastra Hamka 1930-1962” memiliki persamaan meneliti
pendidikan yang terkandung dalam sastra-sastra Hamka.60
Perbedaan yang dimiliki ialah jurnal milik M. Nur Fahrul
Lukmanul Khakim hanya meneliti pendidikan karakternya saja, yaitu
58Herlina, “Nilai Kearifan Lokal dalam Novel Negeri Sapati Karya Laode M. Insan sebagai
Pendukung Pelaksaan Pendidikan Karakter”, Jurnal Pendidikan Bahasa, Vol. 03 no. 02, Desember
2014 59Wan Sofiah, Wan Ahmad dan Zulkefli Aini, “Al-Hikmah Rethorical Da’wah Through
Subtle Method In “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Novel Written By Hamka”, Jurnal Al-
Qanatir: International Journal of Islamic Studies, Vol. 13. No. 01, Januari 2019 60M. Nur Fahrul Lukmanul Khakim, “Nilai Kebangsaan dalam Karya Sastra Hamka 1930-
1962”, Jurnal Sejarah dan Budaya, Vol. 08 No. 02, 2014
33
nilai-nilai kebangsaannya. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti
meneliti pendidikan yang disampaikan, seperti pendidikan Islam,
pendidikan moral, pendidikan sosial.
5. Skripsi milik Kholifatun dari Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2016) yang berjudul “Kritik
Buya Hamka terhadap Adat Minangkabau dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” memiliki persamaan meneliti
pesan pendidikan dalam menyikapi suatu adat khusunya adat
Minangkabau yang bersistem matrilineal.61
Perbedaan yang dimiliki ialah skripsi milik Kholifatun hanya
meneliti satu buah novel karya Hamka dan penelitiannya terfokus
kepada kritikan Hamka dan cara Hamka menyikapi suatu adat yaitu
adat Minangkabau. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti meneliti
juga novel yang berjudul Merantau ke Deli dan lebih terfokus kepada
pendidikan yang disampaikan, seperti pendidikan Islam, pendidikan
moral, pendidikan sosial termasuk juga cara menyikapi suatu adat
61Kholifatun, “Kritik Buya Hamka terhadap Adat Minangkabau dalam Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck”, Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang terletak di Jl.
Ir Haji Juanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan. Waktu penelitian dilakukan
selama delapan bulan dari bulan Agustus 2019 sd Maret 2020
B. Metode Penulisan
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Dikatakan
penelitian kepustakaan karena penelitian didukung oleh referensi berupa teks
novel, dan buku-buku penunjang yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode penulisan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah metode yang bertujuan untuk
menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai
fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian,
dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat,
model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.1
Melalui metode ini, peneliti berusaha mengamati dan memahami objek
penelitian dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman makna yang diperoleh
dari setiap kata, kalimat, paragraf, teks dan juga unsur pengembangan karya sastra
seperti alur, tokoh, latar, dan tema. Dengan demikian, laporan penelitian ini dibuat
dalam bentuk lampiran tabel pemaparan data.
Dalam penelitian, peneliti juga menggunakan dua cara. Cara pertama yaitu:
manusia sebagai alat atau instrumen, yang artinya peneliti sendiri ataupun melalui
bantuan orang lain sebagai alat pengumpul data pertama, dan cara kedua yaitu:
data yang dikumpulkan berupa kata-kata. Melalui kedua cara tersebut
“Pendidikan Islam Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan
1H. M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, kebijakan Publik, dan
ilmu Sosial Lainnya), (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 68
35
Novel Merantau ke Deli Karya Buya Hamka” perlu dilakukan dengan
pembacaan dan telaah secara mendalam tentang makna kata-kata yang terdapat
dalam cerita. Dalam hal ini peneliti terlibat secara penuh dalam mengapresiasi isi
novel untuk menemukan data-data yang diperlukan untuk menunjukkan
permasalahan sesuai dengan perumusan masalah.
C. Fokus penelitian
Yang menjadi fokus penelitian ini adalah Pendidikan Islam Dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Novel Merantau ke Deli Karya
Buya Hamka, Ialah pendidikan syariah, pendidikan akhlak.
D. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti membagi prosedur penelitian menjadi tiga
tahapan, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.
Pada tahap persiapan, peneliti melakukan studi literatur terlebih dahulu
untuk memilih bahan yang akan dijadikan sebagai objek penelitian. Studi literatur
ini dilakukan dengan mengumpulkan beberapa bacaan seperti jurnal, skripsi,
artikel, buku-buku pendidikan, dan dokumen lain yang dapat membantu dan
memberikan informasi.
Setelahnya, peneliti menentukan judul “Pendidikan Islam Dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Dan Merantau Ke Deli Karya Buya Hamka”
untuk dijadikan sebuah penelitian. Peneliti mulai menentukan fokus dan metode
penelitian. Dalam menentukan fokus penelitian, peneliti mengumpulkan beberapa
contoh referensi penelitian sebelum-sebelumnya yang memiliki tujuan yang sama
dalam meneliti dan mencari tahu bagaimana metode penulisan yang baik untuk
digunakan.
Kemudian, fokus penelitian dan metode penulisan yang telah ditentukan
tersebut dijadikan sebuah proposal penelitian oleh peneliti dengan rangkaian
penulisan yang telah ditentukan seperti hal-hal yang melatar belakangi penulis,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan, tujuan, kajian teori, dan
metodologi penelitian.
Tahap pelaksanaan, pada tahapan ini peneliti mulai menyusun tahapan-
tahapan selanjutnya yang diperlukan dalam pembuatan skripsi. Peneliti memilah
36
data-data dari jurnal, artikel, dokumen, serta buku-buku bacaan yang telah
ditentukan sebagai objek penelitian untuk diseleksi, serta dipilah-pilah mana saja
yang relevan untuk dikaji kembali dan dianalisis secara cermat dan diteliti secara
baik oleh peneliti.
Tidak hanya disitu, peneliti tetap melanjutkan mencari tambahan dokumen
atau literatur yang relevan dengan objek penelitian sebagai informasi tambahan.
Dari keseluruhan data tersebut peneliti mendapatkan data dan informasi untuk
dianalisis.
Tahap Akhir, pada tahap ini peneliti menyusun data dan informasi dari hasil
analisis jurnal, artikel, dokumen, buku-buku bacaan yang telah ditentukan sebagai
objek penelitian, serta dokumen atau literatur tambahan yang dapat dijadikan
informasi tambahan tersebut. Peneliti mencatat dialog-dialog serta kejadian dalam
novel yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Peneliti mengindentifikasi,
mengklasifikasi hasil temuan analisis novel sesuai rumusan masalah.
Melalui tahapan-tahapan ini diperoleh Analisis Temuan “Pendidikan Islam
pada Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli Karya
Hamka” dan Deskripsi Hasil Analisis pada “Novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck dan Merantau Ke Deli Karya Hamka”. Barulah, dapat peneliti menarik
kesimpulan dan memberikan saran berdasarkan hasil analisis yang telah
didapatkan dalam penelitian ini.
37
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi
Haji Abdul Malik Karim Abdullah atau yang biasa dikenal dengan sebutan
buya Hamka, merupakan seorang yang masyhur berdarah Sumatra Barat. Ia lahir
di Tanah Sirah, salah satu kampung di Nagari Sungai Batang, Luhak Agam, pada
hari Ahad, 17 Februari 1908, atau bertepatan dengan 15 Muharam 1326H, putra
pertama dari pasangan Dr Abdul Karim Amrullah dan Siti Shafiyah Tanjung.
Hamka lahir dari keturunan keluarga yang berstatus sosial tinggi
dilingkungan masyarakat Minangkabau. Ayahnya yang dikenal dengan Haji
Rasul, adalah seorang laki-laki yang berasal dari keturunan keluarga ulama, juga
dikenal sebagai pelopor gerakan pembaharuan Islam, yaitu gerakan Islah atau
tajdid di Minangkabau. Sedangkan ibunya, seorang keturunan bangsawan. Hal
inilah yang kemudian membuatnya memiliki kedudukan terhormat
dilingkungannya.1
Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-Qur’an
langsung dari ayahnya. Pendidikan formal Hamka hanya ditempuh hingga kelas
dua sekolah dasar di Maninjau. Saat usianya menginjak 10 tahun, ia lebih memilih
mendalami ilmu agama di Sumatra Thawalib, Padang Panjang, yang merupakan
sekolah yang didirikan oleh ayahnya sendiri. Disinilah Hamka serius mendalami
Islam dan bahasa Arab. Ia juga menimba ilmu di surau dan masjid dari berbagai
ulama terkenal, seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan
Mansur, RM Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo.
Sejak muda, Hamka dikenal sebagai seorang pengelana. Bahkan ayahnya,
memberi gelar si bujang jauh. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk
menimba ilmu tetang gerakan Islam modern. Setelah dewasa, Hamka berperan
1Haidar Musyafa, HAMKA Sebuah Novel Biografi, (Depok: Imania, 2016), h. 22-23
38
diberbagai bidang, seperti wartawan, aktivis, pendidik, ulama sekaligus sastrawan
Indonesia.
Pada tahun 1927 Hamka memulai karirnya sebagai guru agama diperkebunan
Medan dan guru agama di Padang Panjang. Tahun 1934-1935 mendirikan sekolah
Tabligh School, yang kemudian diganti namanya menjadi Kulliyyatul
Muballighin. Tahun 1947 menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia
dan Konstituante melalui Partai Masyumi. Tahun 1955 menjadi pemidato utama
dalam pilihan raya umum.
Menjadi koresponden berbagai majalah, seperti Pelita Andalas (Medan),
Seruan Islam (Tanjung Pura), Bintang Islam dan Suara Muhammadiyyah
(yogyakarta), Pemandangan dan Harian Merdeka (Jakarta). Tahun 1930 sebagai
pembicara Kongres Muhammadiyyah Ke 19 di Bukit Tinggi dan tahun 1931 di
Kongres Muhammadiyyah Ke 20.
Tahun 1934 menjadi anggota tetap majelis Konsul Muhamadiyyah di
Sumatera Tengah. Tahun1934 sebagai pendiri majalah Al Mahdi di Makasar dan
tahun 1936 sebagai pimpinan majalah Pedoman Masyarakat di Medan. Tahun
1944 menjabat sebagi anggota Syusyangi Kai/Dewan Perwakilan Jepang. Tahun
1949 sebagai ketua Konsul Muhamadiyyah Sumatera Timur. Tahun 1959 sebagai
pendiri majalah Panji Masyarakat. Tahun 1952 Hamka memenuhi undangan
Pemerintah Amerika.
Selanjutnya, Hamka menjadi Menteri Agama pada masa KH. Abdul
Wahid\Hasyim dan menjadi Imam masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta yang
kemudian namanya diganti oleh rektor Universitas Al Azhar Mesir. Lalu, dipilih
secara aklamasi dan tidak ada calon lain yang diajukan untuk menjabat sebagai
ketua umum Dewan Pimpinan MUI pada tahun 1975-1981.
Semasa hidupnya, Hamka juga meninggalkan segudang karya tulis. Tulisan-
tulisannya pun meliputi banyak bidang kajian, seperti: politik, sejarah, sejarah
Islam, budaya, akhlak, cerpen atau novel dan ilmu-ilmu keIslaman. Diantara 118
lebih karyanya yang gemilang ialah kitab Tafsir al-Azhar, Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah
39
Atas jasa dan karya-karyanya, Hamka telah menerima anugerah penghargaan,
yaitu Doctor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar Cairo tahun 1958, Doctor
Honoris Causa dari Universitas kebangsaan Malaysia tahun 1958, dan Gelar
Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Dari sinilah dapat diketahui bahwasanya, selain kuat dengan keilmuan di
bidang agama, Hamka juga punya seni yang tinggi sebagai seorang sastrawan.
Seorang yang sederhana dari negeri Minangkabau menjadi orang yang di pandang
oleh dunia karena ilmu dan karyanya.
Hal ini dibenarkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, saat Peresmian
rumah susun dan ruang kelas baru Pesantren Modern Terpadu Prof Dr Hamka II
di Kota Padang, pada Selasa 03 September 2019 16:38 WIB. Dihadapan para
siswa dan siswi di Pesantren Modern Terpadu Prof. Dr. Hamka II Padang. Jusuf
Kalla mengatakan "Tak ada ulama yang selengkap Buya Hamka. Dia ahli agama,
sastrawan, juga pemikir. Kita juga harus belajar juga dari Buya Hamka supaya
bisa halus bahasanya”.
Jusuf Kalla bahkan meminta supaya generasi muda menjadikan Hamka
sebagai figur idola dan panutan. Menurut Jusuf Kalla, karakter seperti Buya
Hamka sangat sulit ditemukan. 2
B. Sinopsis
1. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Novel roman yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” ini
menceritakan tentang pertemuan dan perkenalan dua orang pemuda yang
bernama Zainuddin dan Hayati. Cerita ini berawal ketika Zainuddin berlayar
menuju kampung halaman ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Disana ia
bertemu dengan Hayati, seorang gadis cantik jelita yang menjadi bunga
dipersukuannya.
Kedua muda-mudi itu jatuh cinta. Namun, adat dan istiadat yang kuat
meruntuhkan cinta mereka berdua. Zainuddin hanya seorang melarat yang tak
bersuku karena meskipun ayahnya berdarah Minang, ibunya berdarah Bugis.
2Https://Nasional.Republika.Co.Id/Berita/Px91gm335/Jk-Sulit-Cari-Ulama-Selengkap-Buya-
Hamka, Diakses 04 November 2019 Jam 10.52
40
Statusnya dalam masyarakat Minang yang bernasabkan garis keturunan ibu
ini tentu saja tidak diakui. Oleh sebab itu ia dianggap tidak memiliki pertalian
darah lagi dengan keluarganya di Minangkabau. Sedangkan Hayati,
perempuan Minangkabau keturunan bangsawan yang masih kental memegang
adat lembaga. Perbedaan status inilah yang menjadi dinding pemisah diantara
kisah cinta mereka, dari sinilah kisah demi kisah itu dimulai.
Berawal ketika kedekatan Zainuddin dengan Hayati mulai banyak
diperbincangkan oleh masyarakat Batipuh, Datuk garang, selagi mamak
Hayati meminta Zainuddin untuk melepaskan niatnya untuk meminang
Hayati dan pergi meninggalkan negeri Batipuh. Zainuddin yang mengerti
maksud dari Datuk Garang pun menerima perintah tersebut dan pergi,
meskipun dengan hati yang remuk tapi ia tetap memiliki tekad yang kuat
bahwa suatu hari ia dapat kembali dan membuktikan keseriusan niatnya untuk
meminang Hayati.
Saat dirasa sudah siap untuk meminang Hayati, lamaran Zainuddin pun
kembali ditolak. Hayati dipaksa menikah dengan Aziz, laki-laki kaya
terpandang yang lebih disukai keluarga Hayati daripada Zainuddin. Karena
kecewa, Zainuddinpun memutuskan untuk pergi dari Minang merantau
ketanah Jawa demi bangkit melawan keterpurukan cintanya. Zainuddin
bekerja keras membuka lembaran baru hidupnya. Sampai akhirnya ia menjadi
penulis terkenal dengan karya-karya masyhurnya dan dikenal masyarakat
seluruh nusantara.
Peristiwa tak terduga pun kembali menghampiri Zainuddin. Ditengah
gelimangan harta dan kemasyhurannya, Zainuddin dan Hayati kembali
bertemu dalam sebuah pertunjukkan opera. Namun, kali ini Hayati kembali
dengan suaminya.
Pada akhirnya, kisah cita Zainuddin dan Hayati menemui ujian
terberatnya. Hayati pulang ke kampung halamannya dengan menaiki kapal
Van Der Wijck. Ditengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaikinya
tenggelam, dan sebelum kapal tenggelam, Zainuddin mengetahui bahwa
Hayati sebetulnya masih cinta akan dia.
41
2. Merantau ke Deli
Novel yang berjudul “Merantau ke Deli” ini menceritakan tentang
Leman, seorang pemuda asal Minangkabau, yang penuh keyakinan dan
optimis di tanah perantauannya, bertemu dan saling cinta dengan Poniem,
seorang perempuan Jawa, yang ketika di perantauan harus rela hidup sebagai
istri piaraan dari seorang mandor besar disebuah perkebunan Deli. Meskipun
dari awal Leman mendapatkan tentangan dan nasihat dari temannya, Bagindo
Kayo, ia tetap bersikukuh untuk meniahi Poniem. Mereka pun kemudian
menikah dan pergi dari kehidupan perkebunan dengan memulai kehidupan
baru dan hidup berumah tangga dengan perbedaan budaya.
Diawal pernikahan, kehidupan mereka begitu indah. Ketika dihadapi
kesulitan mereka hadapi bersama, Poniem sebagai seorang istri siap membatu
suaminya Leman dengan memberikan gelang, subang dan perhiasan intan
berliannya sebagai modal, hingga toko mereka pun menjadi besar dan
semakin mashyur. Namun, keberhasilan itu masih belum membuat mereka
bahagia karena sudah lama mereka masih belum dikaruniai anak juga.
Suatu ketika, Leman yang sudah lama sekali merantau ingin sekali
pulang untuk mengunjungi kampung halamannya. Dari sinilah guncangan
hebat terjadi dalam rumah tangga mereka. Muncul dorongan keluarga besar
Leman di kampung agar Leman beristrikan perempuan Minangkabau, tentu
saja agar harta benda yang dimiliki Leman tidak jatuh ketangan wanita lain.
Leman yang mudah termakan bujuk rayuan, melupakan janjinya dahulu dan
memilih untuk menikah lagi dengan Mariatun gadis muda asal Minangkabau
pilihan keluarganya itu.
Kehadiran Mariatun ini tentu memperkeruh hubungan dan rumah tangga
Leman dan Poniem. Mariatun yang haus akan harta dan kedudukan suaminya
berulang kali menyudutkan Poniem. Berbagai macam cara ia lakukan hanya
untuk menunjukkan bahwa dirinya lebih baik dan lebih pantas untuk Leman
dibandingkan Poniem. Hal ini tentu saja terus berlanjut hingga akhirnya
berujung dengan pertikaian hebat yang menyebabkan Leman menceraikan
Poniem dan mengusirnya.
42
Poniem yang sebatang kara pergi ke Medan dengan ditemani Suyono,
pegawai setianya yang menjadi salah satu orang yang tidak ikut
menyudutkannya. Ia tahu betul bahwa Poniem bukanlah wanita biasa, ia
adalah wanita yang sabar, baik dan pekerja keras yang penuh kehalusan dan
kasih sayang. Maka ia tetap menemani Poniem selama di Medan dan
memutuskan untuk menikahinya.
Setelah sekian tahun lamanya Poniem dan Suyono pun memutuskan
untuk kembali hidup di tanah Deli. Ajaibnya ketika kembali, diketahuinya
perbedaan yang amat jauh diantara keduanya. Leman dan Mariatun semakin
tajam turun kebawah, terpuruk dan miskin, sedangkan Poniem dan Suyono
semakin naik ke atas, kaya dan mapan. Disinilah akhirnya mereka saling
bertemu kembali untuk mengakhiri dan menerima apa yang sudah terjadi.
C. Analisis Temuan Pendidikan Agama Islam pada Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli Karya Hamka
Sebagaimana yang telah diketahui, selain untuk mencerdaskan kehidupan
manusia. Pendidikan juga berfungsi untuk menjadikan manusia beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, serta
kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab terhadap
dirinya dan lingkungannya.3
Dari tujuan pendidikan inilah, penulis dapat menemukan pendidikan
Agama Islam yang ingin disampaikan oleh Hamka melalui tokoh-tokoh dan
kejadian yang terdapat dalam novelnya.
1. Pendidikan Syariah
Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunnya yang berjudul Pendidikan
Anak dalam Islam menyatakan bahwa pendidikan syariah merupakan
segala yang berhubungan dengan sistem atau aturan Ilahi dan ajaran-
3 Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), h. 3
43
ajaran Islam, berupa akidah, ibadah, akhlak, perundang-undangan,
peraturan, dan hukum.4
Pentingnya pendidikan syariah ini dapat menjaga manusia dari
lingkungan yang sesat dan pegaulan masyarakat yang rusak. Maka sudah
barang tentu dengan mempelajari pendidikan syariah manusia akan
terhindar dari kemurtadan dan ke Islaman yang menjadi ke kufuran.5
Sebagaimana berikut:
a. Taat
Ayat Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa iman kepada Allah
adalah dasar dari kebajikan. Pernyataan ini tidak akan pernah
terbukti, kecuali jika iman tersebut telah meresap di dalam jiwa yang
disertai dengan sikap khusyu’, tenang, taat, dan patuh. Hatinya tidak
akan meledak-ledak karena mendapatkan kenikmatan, dan tidak
putus asa ketika ditimpa musibah. Sebagaimana dalam Qs. Al-
Baqarah ayat 177:
لل ل يس الب أ ن ت و لوا و ج وه ك م ق ب ل الم شر ق و الم غر ب و ل ك ن الب م ن آم ن ب
ئ ك ة و الك ت اب و النب ي ي و آت ى الم ال ع ل ى ح ب ه ذ و ي الق رب و الي ت ام ى ر و الم ل و الي وم الخ
ة و آت ى الزك اة و الم وف ون و الم س اك ي و ابن السب يل و السائ ل ي و ف الر ق اب و أ ق ام الصل
ي الب أس أ ول ئ ك الذ ين ب ع هد ه م إ ذ ا ع اه د وا و الصاب ر ين ف الب أس اء و الضراء و ح
ص د ق وا و أ ول ئ ك ه م الم ت ق ون
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
4 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Terj. Jamaluddin Miri, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2007), h. 165 5 Abdullah Nashih Ulwan, Ibid, h.172
44
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila
ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang
yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.”6
Dalam novelnya, Hamka ingin menyampaikan bahwa
ketaqwaan seorang hamba pada Rabb-Nya diwujudkan dalam
ketaatan, seperti patuh melaksanakan segala perintah-Nya, dan
meninggalkan segenap larangan-Nya. Semakin besar keimanannya,
maka semakin baik pula hatinya. Sehingga akan melahirkan akhlak-
akhlak yang baik, karena apa yang ia lakukan semata-mata untuk
beribadah dan memperoleh kebaikan, segala masalah ia menghadapi
dengan sabar, dan menyelesaikannya dengan berikhtiar dan tawakal.
Dari sinilah dapat kita lihat ketaatan seorang hamba kepada
Tuhannya melalui akhlaknya, cara berfikirnya, serta cara
pandangnya dalam menghadapi cobaan.
b. Tawakal
sebab utama berhasilnya usaha seorang hamba, baik dalam
urusan dunia maupun agama untuk meraih segala kebaikan dan
perlindungan dari segala keburukan adalah tawakal.
Tawakal artinya ialah menyerahkan segala permasalahan
kepada Allah swt. dengan sepenuh hati dan berpegang teguh kepada-
Nya dengan tetap berusaha semaksimal mungkin sehingga tidak
merasa sedih dan kecewa terhadap apa pun keputusan yang
diberikan-Nya kepada hambanya.
Rasulullah menganjurkan umatnya untuk senantiasa berikhtiar
dan bertawakal kepada Allah, karena setiap perbuatan yang
6 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 27
45
dilandasi dengan tawakal pasti akan mendapatkan ridha-Nya serta
dilancarkan rezekinya.
Melalui karyanya, Hamka ingin menunjukkan hal tersebut. Dan
mengajak pembacanya untuk menyandarkan segala urusan yang
sebelumnya telah diusahakan sesuai dengan kemampuannya kepada
Allah Swt. Adapun karena tawakal adalah bagian dari usaha, maka
apabila seseorang enggan berusaha dan bekerja terlebih dahulu dan
memilih untuk menunggu hasilnya itu bukanlah bagian dari tawakal,
melainkan putus asa atau menyerah sebelum berperang. Begitupula
jika ikhtiar tanpa tawakal menunjukkan ketidak butuhannya seorang
hamba pada Tuhan, yaitu sombong atau angkuh.
Cara ini dilakukan Hamka, untuk berikhtiar mengajak para
pembacanya agar mau berbuat kebaikan dan meninggalkan
keburukan melalui hasil karangan-karangannya. sebagaimana yang
dianjurkan dalam Qs. Al-Imran ayat 159:
و ل و ك نت ف ظا غ ل يظ ٱلق لب ل ٱنف ضوا م ن ح ول ك ف ب م ا ر ح ةم ن ٱلل ل نت ل م
ه م و ٱست غف ر ل م و ش او ره م ف ٱل مر ف إ ذ ا ع ز مت ف ت و كل ع ل ى ٱلل إ ن ٱلل ف ٱعف ع ن
ي ب ٱلم ت و ك ل ي
“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena
itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya”7
c. Warisan
7 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 71
46
Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris
kepada ahli waris, sedangkan ahli waris adalah orang-orang yang
berhak menerima harta peningalan pewaris, baik karena hubungan
keluarga maupun pernikahan. Dalam Al-Qur’an sendiri sudah
tentukan bagaimana syariat Islam yang seharusnya dalam pembagian
hak waris. Sebagaimana dalam Qs. An Nisa ayat 11-12:
يك م الل ف أ ولد ك م ل لذك ر م ثل ح ظ الن ث ي ي ف إ ن ك ن ن س اء ف وق اث ن ت ي ي وص
ن ه م ا السد س ف د م ة ف ل ه ا الن صف و لب و يه ل ك ل و اح د ل ه ن ث ل ث ا م ا ت ر ك و إ ن ك ان ت و اح
إ خو ة م ا ت ر ك إ ن ك ان ل ه و ل د ف إ ن ل ي ك ن ل ه و ل د و و ر ث ه أ ب و اه ف لأم ه الث ل ث ف إ ن ك ان ل ه
ؤ ك م و أ ب ن اؤ ك م ل ت در ون أ ي ه م ية ي وص ي ب ا أ و د ين آب ف لأم ه السد س م ن ب عد و ص
( و ل ك م ن صف م ا ١١أ ق ر ب ل ك م ن فع ا ف ر يض ة م ن الل إ ن الل ك ان ع ل يم ا ح ك يم ا )
ا ت ر كن م ن ب عد ت ر ك أ زو اج ك م إ ن ل ي ك ن ل ن و ل د ف إ ن ك ان ل ن و ل د ف ل ك م الرب ع م
ا ت ر كت م إ ن ل ي ك ن ل ك م و ل د ف إ ن ك ان ل ك م ية ي وص ي ب ا أ و د ين و ل ن الرب ع م و ل د و ص
ية ت وص ون ب ا أ و د ين و إ ن ك ان ر ج ل ي ور ث ك لل ة ف ل ه ن الثم ن م ا ت ر كت م م ن ب عد و ص
ان وا أ كث ر م ن ذ ل ك ف ه م ن ه م ا السد س ف إ ن ك د م أ و امر أ ة و ل ه أ خ أ و أ خت ف ل ك ل و اح
ية م ن الل و الل ش ر ك اء ف الث ل ث م ن ب عد ية ي وص ى ب ا أ و د ين غ ي م ض ار و ص و ص
١٢ع ل يم ح ل يم )
“Allah mensyari'atkan kepadamu tentang (pembagian warisan
untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama
dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu
semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak
perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta
47
yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-
masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah dipenuhi wasiat
yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana. Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari
harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya
setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) setelah dibayar
hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan setelah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
setelah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-
laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi
masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah dipenuhi
wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya dengan
tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan
Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun (12”.8
8 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 78-79
48
Berbeda dengan penjelasan Al-Qur’an di atas. Masyarakat
Minangkabau yang menganut sistem kekerabatan matrilineal
menentukan pembagian harta warisan berdasarkan garis keturunan
yang ditarik dari pihak ibu. Berikut penjelasannya:
Dalam adat istiadat Minangkabau dibagai dua jenis pusaka atau
harta kaum (suku) ranah Minang. Pertama pusaka tinggi dana pusaka
rendah. Pusaka tinggi adalah harta pengelolaannya diwariskan secara
turun temurun kepada wanita atau bundo kanduang, seperti mata air,
kolam, sawah, kebun, rumah gadang dan pandam pekuburan.
Sedangkan harta pusaka rendah, diwariskan sebagai hak suku yang
pengelolaannya oleh warga suku sepengetahuan datuak atau niniak
mamak, seperti tanah suku yang merupakan tempat berladang bagi
anggota kaum yang memiliki batas-batas tertentu.9
Dalam novelnya, Hamka ingin menyampaikan bahwa sistem ini
tentulah tidak sesuai dengan apa yang telah disyariatkan dalam Islam
seperti yang dijelaskan dalam ayat sebelumnya bahwa ketentuan
dalam pembagian hak waris itu bukan hanya berdasarkan garis
keturunan ibu yang diturunkan kepada perempuan begitupula
seterusnya, melainkan ditentukan sesuai anjuran yang telah
disyariatkan. Adapun jika memiliki anak perempuan dan laki-laki,
maka lebih banyak diberikan kepada anak laki-laki, yaitu bagian
seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan. Mengapa demikian? Hal ini tentulah dikarenakan kelak
tanggung jawab anak laki-laki lebih banyak daripada anak
perempuan, seperti menafkahi dirinya, anak-anaknya, istrinya, dan
kerabat yang berada di bawah tanggungannya. Sedangkan anak
perempuan tidak.
d. Nikah
9Muhammad Yunus, “Hak Waris dalam Islam dan Pusaka Tinggi di Ranah Minang”,
Kompasiana, diakses dari
https://www.kompasiana.com/sangpemenangpembelajar/550ba4c5a333110a1b2e3957/hak-waris-
dalam-islam-dan-pusaka-tinggi-di-ranah-minang, pada hari Jum’at, 6 Januari 2012
49
Pernikahan merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua
makhluk Tuhan. Dengan melangsungkan pernikahan setiap pasangan
saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan
hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong dan menambah
tali persaudaraan. Sebagaimana yang terdapat dalam Qs. Al-Hujurat
ayat 13:
ي أ ي ه ا الناس إ ن خ ل قن اك م م ن ذ ك ر و أ نث ى و ج ع لن اك م ش ع وب و ق ب ائ ل ل ت ع ار ف وا إ ن
أ كر م ك م ع ند الل أ ت ق اك م إ ن الل ع ل يم خ ب ي
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”10
Adapun dikarenakan pernikahan termasuk pelaksanaan agama,
tentu didalam pernikahan terkandung tujuan/maksud mengharapkan
keridhaan Allah Swt. Makadari itu Hamka ingin menyampaikan
pesan melalui novelnya bahwa, dalam melaksanakan suatu
pernikahan diharapkan hanyalah semata-mata untuk beribadah dan
untuk menghindari larangannya menjauhi maksiat tanpa membatasi
harta, ras dan budaya, bukan pula hanya untuk mengangkat status
sosial saja, karena sebaik-baiknya orang bukan ditentukan melalui
kedudukan dan harta seseorang melainkan ketaqwaanya dan
keimananya.
e. Pakaian
Islam memang tidak menentukan model pakaian tertentu bagi
umatnya. Islam menyerahkan sepenuhnya kepada manusia untuk
berkreasi dalam berpakaian, asalkan pakaian tersebut mengikuti
10 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 517
50
aturan yang telah disyariatkan oleh Islam. Adapun batasan aurat laki-
laki dan perempuan tentu berbeda. Jika aurat laki-laki dari pusar
sampai lutut, batasan wanita ialah seluruh badan kecuali wajah dan
telapak tangannya. Sebagaimana yang diperintahkan untuk menutup
aurat dalam Qs. Al-Ahzab ayat 59:
ك و ب ن ات ك و ن س اء ٱلم ؤم ن ي ي دن ي ع ل يه ن م ن ج ل ب يب ه ن ق ل ل زو ج ي ي ه ا ٱلنب
يم ا ذ ل ك أ دن أ ن ي عر فن ف ل ي ؤذ ين و ك ان ٱلل غ ف ور ا رح
“Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu
supaya mereka lebih dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”11
Hal ini tentulah dikarenakan prinsip utama yang menjadi dasar
agama untuk tidak memperlihatkan lekukan tubuh agar dapat
menghindari dosa dan fitnah, menunjukkan kesederhanaan, serta
menghindari hawa nafsu.
Dalam novel ini digambarkan Hamka dengan jelas melalui
tokoh-tokohnya, bahwasanya apa yang dijelaskan sebelumnya
memang benar rupanya. Dengan menutup aurat kita dapat
menghindari penglihatanyang dapat membuat orang terpancing
untuk melakukan perbuatan negatif, seperti pelecehan dan zina.
Karenanya meskipun Islam tidak menjelaskan secara detail model
pakaiannya, Islam telah menjelaskan aturan umum dan etika
berpakaian yang mesti dipahami dan diamalkan.
f. Perbuatan Keji (Judi dan Zina)
Islam tidak mentolerir perbatan keji sehingga melarangnya,
karena bukan hanya akan merugikan diri sendiri, tetapi juga orang
lain. Dan apabila dibiarkan, maka akan merusak tatanan masyarakat
11 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 426
51
yang dapat menyebabkan kekacauan dan kebinasaan. Karenanya
Islam sangat melarangnya, sebagaimana yang diperintahkan dalam
Qs. Al-Maidah ayat 90:
ر و ٱل نص اب و ٱل زل ر جس م ن ع م ل ي ي ه ا ٱلذ ين ء ام ن وا إ ن ا ٱل مر و ٱلم يس
ٱلشيط ن ف ٱجت ن ب وه ل ع لك م ت فل ح ون
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untu) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”12
Dan Qs. Al-Isra ayat 32:
ش ة و س اء س ب يل إ نه ۥ ك ان ف ح و ل ت قر ب وا ٱلز ن
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.13
Dalam novel ini Hamka ingin menggambarkan dan menjelaskan
bagaimana perbuatan keji ini berawal, yaitu dari diperturutkannya
hawa nafsu yang cenderung mengajak pada kejahatan, yang jika
hawa nafsu ini tidak dikendalikan dan dikontrol dengan keimanan
dan ketakwaan, akan cenderung membabi buta dan melanggar
norma-morma yang ada baik norma agama maupun susila.
g. Sedekah
Sedekah atau dalam bahasa Arab di sebut shodaqah, sebenarnya
adalah pemberian seorang muslim kepada orang lain secara ikhlas
dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Sedekah
juga lebih luas daripada zakat, karena sedekah tidak hanya berarti
mengeluarkan atau menyumbangkan harta melainkan segala hal
yang mencangkup amal dan perbuatan baik.
12 Kementerian Agama RI, Ibid, h. 123 13 Kementerian Agama RI, Ibid, h. 285
52
Dalam novelnya Hamka ingin mengajak pembacanya untuk ikut
bersedekah, karena merupakan salah satu tanda syukur kita atas
rezeki yang diberikan. Dengan sedekah tidak akan mengurangi harta
dan justru menambah rezeki dan pahala. Dengan sedekah Allah akan
menghapus dosa-dosa kita dengan cara yang diridhai-Nya dan
dengan bersedekah hidup akan semakin berkah karena semata-mata
hanya ingin mengharapkan ridha-Nya.
h. Taubat
Taubat artinya kembali. Kembali melepaskan hati dari belenggu
yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa dengan
melaksanakan semua yang diperintahkan karena takut pada-Nya.
Dengan menyesali perbuatannya, dan bertekad kuat untuk tidak
mengulanginya, maka ia akan memperbaiki apa yang mungkin bisa
diperbaikinya kembali melalui amalan-amalan yang baik. Dan
karena kesungguhan untuk memperbaiki amalan-amalannya itu,
Allah akan menerima taubatnya. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam Qs. Al-Baqarah ayat 160:
يم ب وا و أ صل ح وا و ب ي ن وا ف أ ول ئ ك أ ت وب ع ل يه م و أ ن ٱلت واب ٱلرح إ ل ٱلذ ين ت
“Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan
dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku
menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi
Maha Penyayang”14
Imam Al-Ghazali mengungkapkan bahwa orang yang
melakukan taubat itu dapat ditilik dari keadaan taubatnya dan
sikapnya dalam empat tingkatan. Pertama, seorang yang bertaubat
dan terus tetap bertaubat hingga akhir usia yang dinamakan taubat
nasuha. Kedua, orang yang bertaubat tetapi belum dapat
melepaskan diridari berbagai dosa yang menghinggapinya
dinamakan nafsu lawwamah, jiwa penyesalan, jiwa yang selalu
14 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 24
53
menyesal atas dosa yang dilakukan. Ketiga, seseorang yang
bertaubat namun pada saat-saat tertentu ia dikalahkan oleh nafsu
syahwatnya dengan melakukan beberapa macam kemaksiatan yang
dinamakan nafsu musawwalah jiwa yang memerintah diri. Keempat,
seseorang yang bertaubat dengan waktu yang terbatas untuk
selanjutnya ia kembali menjerumuskan dirinya dalam perbuatan
dosanya itu dan tidak ada keinginan segera bertaubat yang
dinamakan nafsu amarah bissuui yaitu jiwa yang mengajak pada
kejahatan.15
Dalam hal ini Hamka ingin mendorong pembacanya untuk
bertaubat dan menjadikan kecintaannya serta pengagungan kepada
Allah Swt semakin besar. Dengan harapan mendapatkan pahala yang
besar disertai rasa takut akan tertimpa adzab-Nya bila tidak segera
bertaubat. Adapun taubat yang dimaksud Ialah bukan semata-mata
ingin mendapatkan ingin mendapat pujian dari orang lain saja,
karena jika ini yang dia inginkan maka taubatnya tidak akan
diterima, melainkan sebagai bukti penyesalan yang sesungguhnya
kepada Allah Swt dan tunduk dihadapan-Nya serta takut akan
murka-Nya.
i. Zuhud
Zuhud adalah amal hati, sehingga yang bisa menilai hanya
Allah. Karena itu, kita tidak bisa menilai status seseorang itu zuhud
ataukah tidak zuhud, hanya semata-mata karena melihat penampilan
luarnya dengan kekayaan dan hartanya. Zuhud yang mengandung
arti meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan
akhirat menyadari bahwa kehidupan dunia hanyalah untuk
sementara. Sebagaimana Qs. Ar-Ra’d ayat 26:
15 Syaiful Irwan, “Empat Tingkatan Taubat Menurut Ghazali”, Hidayatullah, diakses dari
https://www.hidayatullah.com/kajian/tazkiyatun-nafs/read/2017/05/29/117568/empat-tingkatan-
taubat-menurut-ghazali.html, pada hari Senin, 29 Mei 2017.
54
ن ي ا ف ن ي ا و م ا ٱل ي وة ٱلد و ف ر ح وا ب ٱل ي وة ٱلد ٱلل ي بس ط ٱلر زق ل م ن ي ش اء و ي قد ر
ر ة إ ل م ت ع ٱلء اخ
“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa
yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di
dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan
akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit”)16
Zuhud lebih tinggi derajatnya dibandingkan wara’. Karena
zuhud pasti wara’ dan tidak sebaliknya. Karenanya Hamka ingin
memperlihatkan bahwa orang yang berada tingkat ini tentu akan
yakin bahwa rezekinya tidak akan diambil orang lain, sehingga
hatinya tenang dalam mencarinya, yakin bahwa amalnya tidak akan
diwakilkan kepada orang lain, sehingga ia sendiri yang sibuk
menjalankannya amalan-amalan baiknya, yakin bahwa Allah selalu
mengawasi dirinya, hingga ia malu jika melakukan dosa dan
maksiat, yakin bahwa kematian menantinya. Sehingga ia siapkan
bekal untuk bertemu dengan Tuhannya
2. Pendidikan Akhlak
Nina Aminah dalam bukunya yang berjudul Studi Agama Islam
menyatakan bahwa, pendidikan akhlak adalah tingkah laku yang
bersangkutan dengan Khaliq (Pencipta), dan Makhluq (yang diciptakan).
Pada garis besarnya, akhlak terdiri atas: Akhlak terhadap Khaliq
(Pencipta), Akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap
lingkungan. 17 Berikut ini, pendidikan akhlak yang ingin disampaikan
oleh Hamka melalui karya novelnya, yang dimana di dalamnya ada
beberapa gambaran yang jelas mengenai akhlak baik dengan akhlak
buruk, sebagaimana berikut:
a. Berani dengan Pengecut
16 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 252 17Nina Aminah, Studi Agama Islam, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2014), h. 53-54
55
Dalam novel ini digambarkan bagaimana seharusnya kita
menyikapi suatu permasalahan dengan gagah berani tanpa timbul
rasa takut dalam hatinya. Hal ini dikarenakan seorang pemberani
akan menyiapkan hatinya dengan mantap dan rasa percaya diri yang
besar dalam menghadapi suatu keadaan serta sedia bertanggung
jawab atas segala perbuatannya dengan pikiran yang jernih serta
harapan yang tidak putus.
Sedangkan seorang pengecut, ia akan lebih memilih untuk lari
dari suatu permasalahan daripada harus bertanggung jawab. Sifat ini
tentu tercela dalam Islam, karena Islam mengajarkan jihad fi
sabilillah, mengajarkan dakwah ilallah, memerintahkan amar ma’ruf
nahi munkar, yang semua ini butuh pada keberanian. Sebagaimana
yang telah dicontohkan para nabi terdahulu dalam Qs. Al-Ahzab ayat
39:
يب ا لل ح س ا إ ل الل و ك ف ى ب ت الل و ي ش ون ه و ل ي ش ون أ ح د الذ ين ي ب ل غ ون ر س ال
“(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah
Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut
kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah
sebagai Pembuat Perhitungan”18
b. Dermawan dengan Tamak
Orang yang dermawan paham akan kewajiban setiap muslim.
Apabila Allah memberikan kepadanya kekayaan dunia yang fana, ia
akan sadar bahwa kenikmatan-kenikmatan itu akan hilang dan tidak
akan kekal. Maka kenikmatan itu pasti akan ia gunakan untuk hal
yang lebih bermanfaat dan beramal shalih. Karena pada hakikatnya
harta itu akan dihisab pada hari kiamat. Semua harta yang kita miliki
pasti akan ditanya oleh Allah, darimana dan untuk apa harta tersebut
disalurkan.
18 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 423
56
Sebaliknya, orang tamak mengabaikan kewajiban itu, ia tidak
akan pernah merasa puas dengan apa yang dia punya. Ia selalu
dikejar-kejar nafsu untuk menumpuk harta sebanyak-banyaknya
tanpa memperdulikan apakah harta tersebut diperoleh dengan cara
halal ataupun haram. Padahal, hal ini telah diperingatkan
sebelumnya oleh Allah Swt agar tidak berbuat demikian melalui
firman-Nya dalam Qs. Al-Humazah ayat 1-9:
﴾ي س ب أ ن م ال ه ٢﴾الذ ي ج ع م ال و ع دد ه ﴿١و يل ل ك ل ه ز ة ل م ز ة﴿
ل ي ن ب ذ ن ف ال ط م ة ﴿ ﴾ك ل ٣أ خل د ه ﴿ر ٥م ا ال ط م ة ﴿﴾و م ا أ در اك ٤ الل ﴾ن
﴾ف ع م د م دد ة ٨﴾إ ن ا ع ل يه م م ؤص د ة﴿٧﴾الت ت طل ع ع ل ى ال فئ د ة ﴿٦الم وق د ة ﴿
“(1)Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela, (2) yang
mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, (3) dia mengira
bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, (4) sekali-kali tidak!
Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam
Hutamah, (5) dan tahukah kamu apa Hutamah itu?, (6) (yaitu) api
(yang disediakan) Allah yang dinyalakan, (7) yang (membakar)
sampai ke hati, (8) sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
(9) (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang”19
c. Suka Menolong dengan Egois
Tolong menolong merupakan anjuran Rasulullah. Bahkan, kita
diperintahkan untuk berusaha tidak mempersulit orang lain. Orang
yang memiliki kecenderungan ini akan mendapatkan derajat tinggi
dan pujian serta jaminan surga untuknya. Sebaliknya orang yang
egois lebih suka membahagiakan dirinya tanpa memperhatikan orang
lain. Karenanya egois merupakan salah satu sifat dasar manusia
yang memiliki kecenderungan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan dirinya
19 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 601
57
sendiri tanpa mementingkan orang lain, yang tentunya Islam juga
melarangnya. Hal ini disebutkan dalam Qs. Al-Ma’arij ayat 19-21:
نس ان خ ل ق ه ل وع ا )19( إ ذ ا م سه الشر ج ز وع ا )20( و إ ذ ا م سه ال ي إ ن ال
م ن وع ا“(19) Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah
lagi kikir, (20) Apabila ia ditimpa musibah, ia berkeluh kesah, (21)
Dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir”20
d. Jujur dengan Bohong
Jujur merupakan salah satu sikap yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad. Hal ini dikarenakan orang yang jujur akan selalu
berusaha melakukan perbuatan yang baik dan menyampaikan
informasi yang sesuai dengan apa yang terjadi, sehingga akan
menimbulkan banyak kebaikan, seperti mendapatkan kepercayaan,
hidup lebih tenang dan damai, mendapatkan kemudahan dalam
hidupnya, serta, mendapatkan pahala dan ridha-Nya. Sebagaimana
yang disebutkan dalam Qs. Al-Maidah ayat 119:
نت ت ر ى م ن ت ت ه ا ٱل ن ر دق ه م ل م ج د ق ي ص ا ي وم ي نف ع ٱلص ذ ق ال ٱلل ه
ى ٱلل ع ن ه م و ر ض وا ع نه ذ ل ك ٱلف وز ٱلع ظ يم ا رض يه ا أ ب د ل د ين ف خ
“Allah berfirman: Ini adalah hari yang bermanfaat bagi orang-
orang yang benar kebenarannya. Bagi mereka surga yang
dibawahnya mengalir sungai-sungai; Mereka kekal di dalamnya
selamalamnya; Allah ridha terhadapnya; Itulah keberuntungan yang
paling besar”21
Sebaliknya, orang yang berbohong akan memberikan informasi
palsu yang tentu tidak sesuai dengan fakta, sehingga menyebabkan
segala kekacauan dikehidupan sehari-hari, hilangnya kepercayaan,
20 Kementerian Agama RI, Ibid, h. 569 21 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h.127
58
memicu terjadinya kebencian sehingga terciptanya suasana
canggung dan tidak nyaman. Karena dampak berbohong yang begitu
besar, maka tidak heran jika Islam melarangnya. Sebagaimana yang
dikatakan dalam Qs. An-Nahl ayat 105 bahwasanya: م ئ ك ه أ ول ت الل و ي ن ون ب م ين ل ي ؤ ب الذ ذ ك فت ي ال إ ن ا ي
ب ون اذ ك ال
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan
mereka itulah orang-orang pendusta”22
e. Sabar dengan Amarah
Sabar ialah suatu sikap mengendalikan diri dari emosi dan
keinginan. Karenanya, semakin tinggi kesabaran yang seseorang
miliki, maka semakin tegar seseorang itu menghadapi segala macam
masalah dalam kehidupannya. Sebagaimana yang dijelaskan Al-
qur’an bahwa kesabaran bisa menjadi penolong seseorang dari
segala cobaan yang diberikan, Qs. Al-Baqarah ayat 45:
ع ي ل ى ال اش ب ي ة إ ل ع إ ن ا ل ك ة و ل الص ب و لص ين وا ب ع ت اس و
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-
orang yang khusyu”23
Hal ini tentu berbanding terbalik dengan orang yang mudah
sekali marah, ia tak jarang kehilangan kontrol atas diri sendiri
sehingga tidak bisa berpikir jernih dan tidak mampu membedakan
mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk, yang berakhir
dengan mudah menuduh, bertindak kekerasan ataupun melontarkan
kata-kata kasar. Hal ini dilakukan atas dasar balas dendam atau
keegoisan diri sendiri.
22 Kementerian Agama RI, Ibid, h.279 23 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h.7
59
f. Amanah dengan Khianat
Amanah artinya jujur atau dapat dipercaya, amanah juga bisa
diartikan dengan titipan. Amanah dilakukan atas ketaatan, ibadah
dan kepercayaan. Dengan demikian, sikap amanah merupakan
sesuatu yang dipercayakan untuk dijaga, dilindungi, dan
dilaksanakan.
Disisi lain, Amanah juga merupakan modal utama untuk
terciptanya kondisi damai dan stabilisasi ditengah masyarakat. Hal
ini dikarenakan sikap amanah akan mendorong seorang muslim
memiliki etos kerja yang baik. Baginya, segala aktivitas adalah salah
satu cara untuk mendapatkan ridho Allah, termasuk dalam hal
bekerja. Oleh karena itu, dia akan menjaga dirinya dari berbuat
tindak tercela lainnya yang dapat merusak kualitas keimanannya.
Amanah juga dijadikan sebagai landasan moral dan etika ketika
bermuamalah dan berinteraksi sosial. Makadari itu, tentulah
memiliki banyak manfaatnya yang baik dalam urusan dunia maupun
akhirat. Orang yang selalu menepati janji akan mendapatkan
hubungan sosial yang baik dengan memperbesar kepercayaan orang
lain, yang akan memperluas pahala dan kebaikan sesama manusia.
Sebaliknya, lawan kata dari amanah yaitu khianat. Khianat yang
memiliki arti curang, culas, tidak jujur, dan tidak lurus hati. Khianat
bisa diartikan sebagai suatu perbuatan yang tidak melaksanakan dan
menjaga apa-apa yang telah diamanahkan, dan menjadi
kewajibannya kepada Tuhan, nabi dan orang lain. Karenanya khianat
menjadi salah satu sifat dari orang munafik. Sebagaimana dijelaskan
Nabi dalam sabdanya:
“Tanda orang munafik itu ada tiga: jika berbicara dusta, jika
berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya (diberi amanat) dia
berkhianat” (HR. Bukhari Muslim).
g. Mencela
60
Pada asalnya panggilan atau julukan itu bisa mengandung pujian
dan bisa juga mengandung celaan. Jika julukan tersebut mengandung
pujian, inilah yang dianjurkan. Namun, jika julukan tersebut
mengandung celaan, maka tidak diperbolehkan. Sebagaimana dalam
Qs. Al-Hujurat ayat 11:
ون وا ى أ ن ي ك س م ع و ن ق م م و ر ق ن وا ل ي سخ ين آم ا الذ ه ي أ ي
ن و ل ه ن ي ا م ن خ ى أ ن ي ك س اء ع ن ن س اء م م و ل ن س ه ن ي ا م خ
د ع وق ب س ف ل م ا س س ال اب ب ئ ق ل ل ب ز وا ب ا ن م و ل ت ك س ف ز وا أ ن م ل ت
ون م الظال م ئ ك ه ت ب ف أ ول ن ل ي م يم ان و ال “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi
yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela
dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan)
yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”24
h. Pemaaf
Pemaaf adalah sifat yang sangat terpuji yang Allah sifatkan
kepada hamba-hambanya yang bertaqwa. Karena, beratnya amalan
ini, sehingga Allah Swt mengutip secara khusus dalam Qs. Ali-Imran
ayat 133-134:
24 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h.516
61
و س ار ع وا إ ل م غف ر ة م ن ر ب ك م و ج نة ع رض ه ا السم و ات و ال رض أ ع دت ل لم تق ي
ذ ين ي نف ق ون ف السراء و الضراء و الك اظ م ي الغ يظ و الع اف ي ع ن الناس و الل ( ال 133)
ن ي )ي ب ال 134م حس
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.25
i. Kerja Keras dengan Malas
Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk selalu
bekerja dan bekerja dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan,
mempersembahkan kerja dan amal yang tebaik (ihsan), baik dalam
kaitannya dengan Allah Swt maupun sesama, bahkan dengan dirinya
sendiri. Karena, hanya dengan cara inilah seorang muslim akan
meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia maupun di akhirat.
Sebagaimana disebutkan dalam Qs, At-Taubah ayat 105:
ت دون س ن ون و م ؤ م ال ول ه و م و ر س ل ك م ي ى الل ع ل وا ف س م ق ل اع و
ل ون م ع م ت ت ن م ب ا ك ئ ك ب ن ي ة ف اد ه الش ب و غ ي ل ال ا ع إ ل
“Dan katakanlah: “bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah)yang maha mengetahui akan yang
gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan”26
25 Kementerian Agama RI, Ibid, h. 67 26 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 203
62
Kebalikan dari kerja keras, malas merupakan sifat yang
merugikan dan tidak akan mengantarkan pada keberhasilan atau
kemajuan. Orang yang malas merasa berat ketika melakukan
aktivitas yang memiliki nilai yang harus dicapai dengan sungguh-
sungguh. Sebagaimana dalam beribadah dan muamalah.
j. Menghasut
Sejatinya, menghasut bukanlah perbuatan yang patut. Karena
suka menghasut, nama baik dan hak hidup seseorang bisa tercabut.
Allah SWT sendiri melarang manusia untuk melakukan perbuatan
menghasut. Menghasut pun dinyatakan sebagai dosa besar. Larangan
tersebut tertuang dalam Surat Al Qalam ayat 10-11:
و ل ت ط ع ك ل ح لف م ه ي )١٠( ه از م شاء ب ن م يم )١١
“Dan janganlah kamu ikuti siapapun yang mengobral sumpah
lagi berkarakter rendah, yang suka mencela yang senang mengadu
domba (memfitnah)”27
k. Buruk Sangka
Allah Ta’ala mengingatkan kita tentang adanya tiga rangkaian
dosa yang bisa jadi kita terjatuh di dalamnya tanpa sadar, yaitu
su’udzan (buruk sangka tanpa dasar), tajassus (berusaha mencari-
cari keburukan orang lain) dan ghibah (menggunjing orang lain).
Orang yang memiliki sifat suka berburuk sangka kepada orang
lain tanpa dasar, maka dia akan berusaha mencari-cari kesalahan dan
keburukan saudaranya tersebut untuk mengecek dan membuktikan
prasangkanya. Inilah yang disebut dengan tajassus. Sedangkan
tajassus itu sendiri adalah pintu awal menuju dosa berikutnya,
yaitu ghibah. Karena orang tersebut berusaha untuk menampakkan
aib dan keburukan saudaranya yang berhasil dia cari-cari, meskipun
dia berhasil mendapatkannya dengan susah payah.
l. Iri Hati
27 Kementerian Agama RI, Ibid, h. 564
63
Iri hati yang bisa disebut juga dengan dengki atau hasad,
merupakan suatu emosi yang timbul ketika seseorang menginginkan
apa yang menjadi milik orang lain, dan mengharapkan orang lain
agar tidak memilikinya. Penyakit hati ini dapat mengarahkan
manusia untuk melakukan perbuatan negatif, seperti hasut ataupun
memfitnah orang lain. Karenanya, Islam melarang setiap muslim
untuk memiliki sifat ini. Dan jika perasaan ini muncul, maka sangat
dianjurkan untuk dikendalikan dengan keimanan dan ketaqwaan.
Sebagaimana disebutkan dalam Qs. An-nisa ayat 32:
يب م ا ٱكت س ب وا ن وا م ا ف ضل ٱلل ب ه ۦ ب عض ك م ع ل ى ب عض ل لر ج ال ن ص و ل ت ت م
و س ل وا ٱلل م ن ف ضل ه ۦ إ ن ٱلل ك ان ب ك ل ش ىء ع ل يم ا يب م ا ٱكت س ب و ل لن س اء ن ص
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang
lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa
yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian
dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu”28
m. Ramah
Sifat ini merupakan salah satu yang dianjurkan nabi, karena
orang yang memiliki sifat ini selalu menebar senyum, salam dan
sapa kepada siapapun yang ia jumpai dengan tulus. Orang semacam
ini lah yang menyejukkan pandangan, menentramkan hati, dan dapat
dijadikan teman yang baik. Karena biasanya hatinya jauh dari
keangkuhan dan kedengkian, sehingga dalam pergaulan tidak mudah
menimbulkan perselisihan.
Dengan bersikap ramah kita mudah memperoleh banyak teman,
dapat menjalin ikatan persaudaraan yang kuat, menumbuhkan rasa
28 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 83
64
kasih sayang juga dapat menumbuhkan rasa kepedulian antar
sesama.
n. Rendah hati dengan Sombong
Orang yang rendah hati akan menaruh penghargaan yang
sepatutnya dan selayaknya bagi semua manusia tanpa memandang
kedudukan. Ia tahu bahwa semua manusia sama-sama memiliki hak
untuk dihargai. Penghormatan bisa bukan milik semua orang, tetapi
penghargaan adalah milik semua manusia.
Penghargaan ini dapat dilihat dari pikiran cara pandangnya, juga
tampak pada sikapnya terhadap semua orang baik dari gestur tubuh,
cara bicara, bahasa kalimat, dan perlakuan yang ditunjukkannya.
Kerendahan hati seseorang akan terekspresi secara natural pada diri
pemiliknya tanpa dibuat-buat. Sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Al-
Furqan ayat 63:
و ع ب اد الرح ن الذ ين يم ش ون ع ل ى ال رض ه ون و إ ذ ا خ اط ب ه م ال اه ل ون ق ال وا
س ل ما
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata (yang mengandung) keselamatan”29
Hamba-hamba Allah yang rendah hati inilah, yang berjalan di
muka bumi ini dengan tenang, mantap dan tidak menyombongkan
diri. Andaikata kebetulan sedang diberi nikmat oleh Allah berupa
kekayaan, maka ia tidak memamerkan kekayaannya itu kepada
orang-orang dengan tujuan untuk mengagungkan dirinya semata.
Andaikata ia seorang yang diberi ilmu oleh Allah, maka ia tidak
sombong dengan ilmunya. Andaikata ia adalah orang yang
29 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 365
65
berpangkat, maka kepangkatan dan jabatannya itu tidak lantas
membuatnya merendahkan orang lain.
Sedangkan, orang yang sombong atau takabur ialah merasa
dirinya lebih baik daripada orang lain dengan memandang rendah
orang lain. Ia merasa dirinya memiliki kelebihan, keunggulan, dan
kesempurnaan yang dengannya ia menganggap berbeda dengan
orang lain, sehingga ia memalingkan muka dari orang lain yang
dianggapnya lebih rendah dengan padangan sinis dan merendahkan.
o. Menggunjing
Menggunjing atau biasa yang disebut dengan ghibah ialah
membicarakan orang lain mengenai hal yang bersifat kejelekkan,
keburukan, atau yang tidak disukai. Ghibah adalah perbuatan yang
dilarang, karena membicarakan dan menyebutkan kejelekan orang
lain yang tidak ia sukai atau yang tidak seharusnya dibuka.
Orang yang suka berghibah, tidak ada niatan dalam dirinya
untuk mencari kebenaran atau memecahkan suatu permasalahan,
melainkan hanya untuk sekedar melampiaskan dan memuaskan hawa
nafsu untuk membicarakan kejelekan orang lain. Tentu saja hal ini
harus diwaspadai karena walaupun kejelekan tersebut adalah fakta
atau kenyataan, akan tetapi hal ini sangat berpotensi menjadi fitnah
yang lebih besar. Sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Al-Hujuraat
ayat 12:
ي ي ه ا ٱلذ ين ء ام ن وا ٱجت ن ب وا ك ث ي ا م ن ٱلظن إ ن ب عض ٱلظن إ ث و ل ت سس وا و ل
ت ا ف ك ر ه ت م وه و ٱت ق وا ٱلل يه م ي م أ خ ي غت ب ب عض ك م ب عض ا أ ي ب أ ح د ك م أ ن ي ك ل ل
يم إ ن ٱلل ت واب رح
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu
adalah dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di
66
antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.”30
p. Tergesa-gesa
Syariat Islam mencela sifat ini dan melarang umatnya untuk
memiliki sifat ini, sebagaimana Islam juga mencela dan
memperingatkan kaum muslimin dari sifat malas dan berlambat-
lambat dalam sesuatu. Islam memerintahkan manusia untuk
mengerjakan dan menentukan segala sesuatu dengan sebaik
mungkin. Hal ini tentu dilakukan agar terhindari dari hal-hal yang
kurang baik.
q. Sopan santun
sopan santun berarti menunjuk kepada hasil yang dinilai baik,
karena sopan santun hanya menunjuk kepada hal-hal yang baik
sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada masyarakat dan di
tempat manusia melakukan kegiatan atau aktivitasnya. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa, akhlak dan sopan santun yang
diajarkan Islam mencakup sekian banyak nilai-nilai luhur yang
hendaknya menghiasi kepribadian manusia.
Seperti yang telah dikemukakan dalam uraian tentang
karakteristik ajaran Islam itu sendiri bahwasanya, contoh sikap baik
seorang muslim dapat dilihat dari ucapan dan sikapnya yang diambil
dari keteladanan Nabi dan budayanya yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Kedudukan akhlak dan sopan santun demikian tinggi dan amat
ditekankan oleh Islam. Penekanan ini antara lain karena dengan
akhlak dan sopan santun akan tercipta keharmonisan hubungan dan
kedamaian di bumi, karena damai adalah dambaan setiap makhluk.
Sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Fushshilat ayat 34:
30 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 517
67
ي ا الذ ذ ن ف إ ي أ حس لت ه ف ع ب د ة ا ئ ي ن ة و ل الس ت و ي ال س و ل ت س
يم ح ل أ نه و ة ك او د ه ع ن ي ب ن ك و ي ب
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan
itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang
antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia”31
Karenanya, dengan bersikap sopan santun, permusuhan dapat
dihindari, bahkan permusuhan dapat menjadi pertemanan yang
akrab. Dengan sopan santun, seseorang mampu meraih simpati dan
menciptakan hubungan yang baik dibandingkan dengan apapun
selainnya, termasuk materi. Hal ini dikarenakan, sopan santun adalah
manifestasi akhlak yang paling banyak dilihat orang, tolak ukurnya
pun dikenal luas, sekalipun oleh orang yang tidak terpelajar.
r. Bersyukur
Syukur adalah berterima kasih kepada Allah, dan menerima
nikmat yang diberikan kepadanya dengan rasa senang dan lega. Hal
ini terwujud pada lisan, hati maupun perbuatannya. Untuk itu
seorang mukmin, dituntut untuk menyikapi nikmat-nikmat Allah Swt
tersebut dengan rasa syukur.
Orang yang bersyukur akan sadar, nikmat tersebut adalah
pemberian dari yang Maha Kuasa, untuk dipergunakan dalam
kegiatan yang dilandasi dengan ketaatan untuk mencari ridha-Nya.
Sehingga tidak menyebabkan mereka sombong dan lupa atas nikmat
yang diberikan. Maka barang siapa yang mensyukuri nikmat-Nya.
Maka Allah pun akan membalasnya. Sebagaimana yang disebutkan
dalam firman-Nya Qs. Ibrahim ayat 7:
و إ ذ ت ذن ر بك م ل ئ ن ش ك رت ل ز يد نك م و ل ئ ن ك ف رت إ ن ع ذ اب ل ش د يد
31 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 480
68
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".32
D. Deskripsi Hasil Analisis pada Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Karya Hamka
1. Pendidikan Syariah
a. Taat
Pandekar Sutan. Setelah mendapatkan perlakuan tidak adil
sampai dibuang dari tanah kelahirannya dan dipenjarakan. Pandekar
Sutan pun mempelajari ilmu agama, yang membuat ia semakin taat
beribadah. karena ketaatannya inilah, hingga akhir hayatnya pun ia
ditemukan seusai menjalankan ibadah. Berikut kutipannya:
Pada suatu malam, petang kamis malam Jum’at, sedang duduk
di atas tikar sembahyang, bertekun sebagai kebiasaannya, meminta
tobat dari segenap dosa, dia meninggal. Ketika itu engkau telah
pandai menangis dan bersedih, engkau meratap memanggil-manggil
dia(15
Hayati. Dalam kesedihannya melihat kekasih hatinya yang
dirundung kemalangan. Ia menyempatkan meminta ampunan,
pertolongan dan perlindungan atas dirinya dan perbuatan yang ia
lakukan. Segala keluh kesahnya ia serahkan dalam do’anya kepada
Tuhannya. Bahkan ketika diakhir hayatnya pun ia meminta untuk
dituntun membaca dua kalimat suci. Berikut kutipannya:
“Jika cinta itu satu dosa, ampunilah dan maafkanlah! Hamba
akan turut perintah-Mu, hamba tak akan melanggar larangan, tak
akan menghentikan suruhan. Akan hamba simpan, biarlah orang
lain tak tahu, tetapi izinkan hamba ya Tuhan”. Demikianlah,
hampir seluruh malam Hayati karam di dalam permohonannya
32 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 256
69
kepada Tuhan supaya Tuhan memberi perlindungan dan tujuan di
dalam hidupnya(42
“bacakanlah.. dua kalimat suci.. ditelingaku”(248
Zainuddin. Ia selalu mengingat Tuhannya, dan menghindari
apa-apa yang dilarang oleh Tuhannya. Ia menyempatkan waktu
untuk beribadah dan berdo’a di waktu tengah malam. Bahkan, ia
tidak hanya mengingat Tuhannya ditengah cobaan yang silih
berganti saja, Zainuddin juga menyerukan pujian dikala ia
mendapatkan kesenangan. Berikut kutipannya:
Saya tak hendak membunuh diri karena asih ada
pergantungan iman dengan yang maha kuasa dan gaib(40
Tiba-tiba, timbul pulalah seruan dari jiwanya kepada Tuhan
yang melindungi seluruh alam, diserukannya di waktu tengah malam
demikian, di waktu segala do’a makbul. “Pujianku tetaplah pada-
Mu, ya Illahi!(44
b. Tawakal
Zainuddin dan Hayati. Ditengah kekejaman pengaruh adat dan
keegoisan manusia. Mereka tidak menyerah dan tetap bertawakal
setelah berusaha mempersatukan cinta untuk membuktikan
keseriusan dan niat baik mereka menuju jenjang pernikahan. Mereka
yakin melalui segala iktiar, niat, dan kerja keras yang dilakukan akan
membuahkan hasil yang baik.
“Kalau ada kepercayaanmu demikian, maka Tuhan tidaklah
akan menyia-nyiakan engkau. Sembahlah dia dengan khusyuk, ingat
dia di waktu senang supaya dia ingat pula kepada kita di waktu kita
sengsara. Dialah yang akan membimbing tanganmu. Dialah yang
akan menunjukkan haluan hidup kepadamu...”(55
Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa,
bukan menimbulkan tangis sali sedan. Tetapi cinta menghidupkan
pengharapan, menguatkan hati dalam perjuangan menempuh onak
70
dan duri penghidupan. Berangkatlah!. Dan biarlah Tuhan memberi
perlindungan bagi kita(69
Dihalangi atau tidak dikabulkan permintaannya, diterimanya
dengan sabar dan tawakal, apa boleh buat! Memang sudah suratan
nasibnya sejak kecil akan selalu dibesarkan oleh sengsara,
digedangkan oleh keluhan(131
c. Warisan
Zainuddin. Seorang anak muda yang datang ke kampung, yang
lahir dari perkawinan sah dan ibunya bukan pula keturunan
sembarang orang, malah Melayu pilihan dari Bugis, dipandang orang
lain. Berikut kutipannya:
Tetapi harta seorang ayah, yang sedianya akan turun kepada
anaknya, dirampas, dibagi dengan nama “adat” kepada
kemenakannya. Kadang-kadang pula pemberian ayah kepada
anaknya semasa hidup, diperkarakan, dan didakwa ke muka hakim
oleh pihak kemenakan, tidak tercela, bahkan dipandang baik(66
Sistem ini tentulah tidak sesuai dengan apa yang telah
disyariatkan dalam Islam seperti yang dijelaskan dalam ayat
sebelumnya.
d. Nikah
Zainuddin. Ketika Zainuddin ingin meminang Hayati, ia diusir
meskipun dengan cara halus. Perbuatannya dicela, namanya
dibusukkan. Orang tak melihat bahwa sekedar belanja menunggu
dapat penghidupan tetap, dia masih menyimpan. Tetapi bukan itu
yang jadi sebabnya, walaupun uang berbilang, emas bertahil, namun
pemisahan adat masih tebal di negeri itu. Seakan-akan tersuci benar
negeri Minangkabau ini dari dosa. Berikut kutipannya:
Seorang anak muda, yang berkenalan dengan seorang anak
perempuan, dengan maksud baik, maksud hendak kawin,
dibusukkan, dipandang hina. Tetapi seorang yang dengan gelar
bangsawannya, dengan titel datuk dan penghulunya mengawini anak
71
gadis orang berapa ia suka, kawin disana, cerai disini, tinggalkan
anak kampung anu dan cicirkan di kampung ini, tidak tercela, tidak
dihinakan(66
Aziz. Seorang anak Sutan Mantari, ibu bapaknya orang Padang
Panjang. Dia berkerabat dengan orang berpangkat-pangkat, dia
mendapat pekerjaan yang agak pantas. Namun, baginya hidup adalah
komidi saja. Kejujuran tidak ada pada masyarakat, baik laki-laki
maupun perempuan. Kejujuran adalah bergantung kepada uang, dan
uang untuk melepaskan nafsu mudanya. Berikut kutipannya:
Kawin tidak ada gunanya asal suka sama suka. Sebab itu hanya
ijab dan kabul, yang perempuan dibolehkan orang tuanya, baru
boleh kawin, kalau tidak, tidak boleh. Yang demikian adalah
merampas kemerdekaan. Lebih baik turutkan saja kehendak hati
sedang badan muda, kalau sudah tua, yaitu kesempatan kesenangan
tak ada lagi barulah diperbaiki(99
e. Pakaian
Hayati. Seorang gadis kampung yang kaya dengan anugerah
Allah yang abadi dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Terbiasa
memakai baju berkurung panjang, selendang yang tiada pernah
tanggal dari kepalanya. Berat baginya hendak membuka selendang
yang telah melilit kepalanya, geli seluruh badannya menyinggung
baju yang masih ganjil baginya. Berikut kutipannya:
Hayati telah buka bungkusannya pula, dikeluarkannya
selendang sutra yang bersuji tepinya, baju berkurung benang sering
yang halus, sarung batik pekalongan dan selop.
Sedangkan sahabatnya, Khadijah. Seorang gadis kota yang
terbiasa dengan hiruk pikuknya perkotaan, lebih terbiasa dengan
kebaya pendek yang jarang, yang dijahit menurut model yang paling
baru. Berikut kutipannya:
Kebaya pendek yang jarang, dari pola halus, dadanya terbuka
seperempat, menurut mode yang paling baru. Kutang pun model
72
baru pula sehingga agak jelas pangkal susu dan tidak memakai
selendang. Sarung ialah peklaongan halus, berselop tinggi tumit
pula, ditangan memegang sebuah tas, yang di dalamnya cukup
tersimpan cermin dan pupur.(86-87
f. Perbuatan Keji (Judi dan Zina)
Aziz. Jauh dari mata orang tuanya, bergaul dengan teman
sejawat yang tidak berketentuan perangai sehingga dirinya pun turut
ikut pula, membuat dirinya menjadi seorang penjudi, dan penggangu
rumah tangga orang. Bilamana hari telah malam, dia pergi ketempat
pergurauan, melepas nafsu mudanya, karena yang lebih disukainya
ialah menghabiskan uang dengan orang-oang yang tak berketentuan.
Berikut kutipannya:
“Si Aziz anak Sutan Mantari, ibu bapaknya orang Padang
Panjang ini karena dia berkerabat dengan orang berpangkat-
pangkat, dia mendapat pekerjaan yang agak pantas. Tetapi
perangainya... Masya Allah! Penjudi, pengganggu rumah tangga
orang, sudah dua tiga kali terancam jiwanya karena mengganggu
anak bini orang. Syukur ada uang simpanan ayahnya yang akan
dihabiskannya, kalau tidak tentu sudah tekor kas dikantor tempat dia
bekerja, tetapi dia dapat menutup malu. Apa yang lebih berkuasa di
dunia ini lain dari uang?”(140
g. Sedekah
Zainuddin. Karena ketaatan dan keimanannya, membuat
Zainuddin menyadari bahwa harta dan kesuksesan yang ia capai dari
seluruh kerja kerasnya semata-mata hanyalah titipan yang harus ia
pergunakan secara bijak, entah untuk keperluan pribadinya ataupun
bersedekah kepada yang membutuhkan. Bahkan sebelum
meninggalpun ia menuliskan pesan yang berisi penyerahan
karangan-karangan buatannya untuk disumbangkan kepada anak
muda yang terlantar.
73
Di dalam hal yang demikian, ada pula tabiatnya yang sangat
mulia. Yaitu kasih sayang kepada fakir dan miskin, sangat iba
kepada perempuan-perempuan tua yang meminta-minta di tepi
jalan. Kalau sekiranya ada orang dagang anak sumatra atau anak
mengkasar yang terlantar di kota surabaya dan datang meminta
tolong kepadanya, tidaklah mereka akan meninggalkan rumah itu
dengan tangan kosong. Ketika diketahuinya bahwa dikota itu ada
perkumpulan anak-anak sumatra yang bekerja memburuh atau
ditempat-tempat yang lain, sudi pula ia memasuki perkumpulan itu.
segala iuran diisinya, kadang-kadang lebh daripada yang dibayar
orang lain.(177
Karangan-karanganku kuserahkan kepada klub anak sumatera.
Sedapat-dapatnya karangan-karangan itu dicetak, dan hasil
keuntungannya diambil pembantu anak muda yang terlantar dalam
menuju cita-citanya(254
h. Taubat
Bang Muluk. Melihat ketaatan dan keimanan Zainuddin, tertari
betul hatinya untuk kembali kejalan yang lurus. Ia pun bertekad
untuk memperbaiki dirinya dengan menjadi sahabat setia Zainuddin.
Berikut kutipannya:
“Benar sebab guru banyak memberikan kebaikan yang akan
saya contoh, saya hendak menuntut peghidupan yang baru
meninggalkan baju perewa saya. Saya hendak tunduk dan kembali
ke jalan yang benar karena sejauhjauh tersesat, kepada kebenaran
jugalah kita kembali”(172
Tabel I.1
Temuan Pendidikan Syariah dalam Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
74
Pendidikan
Syariah Kutipan Novel Keterangan
Taat Pada suatu malam, petang kamis malam
Jum’at, sedang duduk di atas tikar
sembahyang, bertekun sebagai
kebiasaannya, meminta tobat dari segenap
dosa, dia meninggal. Ketika itu engkau telah
pandai menangis dan bersedih, engkau
meratap memanggil-manggil dia(15
Jika iman tersebut telah
meresap di dalam jiwa
yang disertai dengan
sikap khusyu’, tenang,
taat, dan patuh. Hatinya
tidak akan meledak-
ledak lantaran
mendapatkan
kenikmatan, dan tidak
putus asa ketika ditimpa
musibah, hingga akhir
hayatnya.
“Jika cinta itu satu dosa, ampunilah dan
maafkanlah! Hamba akan turut perintah-Mu,
hamba tak akan melanggar larangan, tak
akan menghentikan suruhan. Akan hmaba
simpan, biarlah prang lain tak tahu, tetapi
izinkan hamba ya Tuhan”. Demikianlah,
hampir seluruh malam Hayati karam di
dalam permohonannya kepada Tuhan supaya
Tuhan memberi perlindungan dan tujuan di
dalam hidupnya(42
“bacakanlah.. dua kalimat suci..
ditelingaku”(248
Saya tak hendak membunuh diri karena
masih ada pergantungan iman dengan yang
maha kuasa dan gaib(40
Tiba-tiba, timbul pulalah seruan dari
jiwanya kepada Tuhan yang melindungi
seluruh alam, diserukannya di waktu tengah
malam demikian, di waktu segala do’a
makbul. “Pujianku tetaplah pada-Mu, ya
Illahi!(44
75
Tawakal “Kalau ada kepercayaanmu demikian ,
maka Tuhan tidaklah akan menyia-nyiakan
engkau. Sembahlah dia dengan khusyuk,
ingat dia di waktu senang supaya dia ingat
pula kepada kita di waktu kita sengsara.
Dialah yang akan membimbing tanganmu.
Dialah yang akan menunjukkan haluan hidup
kepadamu...”(55
Menyandarkan segala
urusan yang sebelumnya
telah diusahakan, kepada
Allah Swt.
Dihalangi atau tidak dikabulkan
permintaannya, diterimanya dengan sabar
dan tawakal, apa boleh buat! Memang sudah
suratan nasibnya sejak kecil akan selalu
dibesarkan oleh sengsara, digedangkan oleh
keluhan(131
Cinta bukan melemahkan hati, bukan
membawa putus asa, bukan menimbulkan
tangis Sali sedan. Tetapi cinta
menghidupkan pengharapan, menguatkan
hati dalam perjuangan menempuh onak dan
duri penghidupan. Berangkatlah!. Dan
biarlah Tuhan memberi perlindungan bagi
kita(69
Warisan Tetapi harta seorang ayah, yang
sedianya akan turun kepada anaknya,
dirampas, dibagi dengan nama “adat”
kepada kemenakannya. Kadang-kadang pula
pemberian ayah kepada anaknya semasa
hidup, diperkarakan, dan didakwa ke muka
hakim oleh pihak kemenakan, tidak tercela,
bahkan dipandang baik(66
Harta peninggalan yang
ditinggalkan pewaris
kepada ahli waris, baik
karena hubungan
keluarga maupun
pernikahan, dibagikan
sesuai syariat Islam
76
Nikah Seorang anak muda, yang berkenalan
dengan seorang anak perempuan, dengan
maksud baik, maksud hendak kawin,
dibusukkan, dipandang hina. Tetapi seorang
yang dengan gelar bangsawannya, dengan
titel datuk dan penghulunya mengawini anak
gadis orang berapa ia suka, kawin disana,
cerai disini, tinggalkan anak kampung anu
dan cicirkan di kampung ini, tidak tercela,
tidak dihinakan(66
Pernikahan diharapkan
hanyalah semata-mata
untuk beribadah dan
menghindari
larangannya untuk
bermaksiat tanpa
membatasi harta, ras dan
budaya, bukan pula
hanya untuk mengangkat
status sosial saja ataupun
hiburan semata. Kawin tidak ada gunanya asal suka
sama suka. Sebab itu hanya ijab dan kabul,
yang perempuan dibolehkan orang tuanya,
baru boleh kawin, kalau tidak, tidak boleh.
Yang demikian adalah merampas
kemerdekaan. Lebih baik turutkan saja
kehendak hati sedang badan muda, kalau
sudah tua, yaitu kesempatan kesenangan tak
ada lagi barulah diperbaiki(99
Pakaian Hayati telah buka bungkusannya pula,
dikeluarkannya selendang sutra yang bersuji
tepinya, baju berkurung benang sering yang
halus, sarung batik pekalongan dan selop.
Sedangkan sahabatnya, kebaya pendek
yang jarang, dari pola halus, dadanya
terbuka seperempat, menurut mode yang
paling baru. Kutang pun model baru pula
sehingga agak jelas pangkal susu dan tidak
memakai selendang. Sarung ialah
peklaongan halus, berselop tinggi tumit
Islam tidak menjelaskan
secara detail model
pakaian Islami, tetapi
Islam menjelaskan
aturan umum dan etika
berpakaian yang mesti
dipahami dan diamalkan.
77
pula, ditangan memegang sebuah tas, yang
di dalamnya cukup tersimpan cermin dan
pupur.(86-87
Perbuatan
Keji (Judi,
dan Zina)
“Si Aziz anak Sutan Mantari, ibu
bapaknya orang Padang Panjang ini karena
dia berkerabat dengan orang berpangkat-
pangkat, dia mendapat pekerjaan yang agak
pantas. Tetapi perangainya... Masya Allah!
Penjudi, pengganggu rumah tangga orang,
sudah dua tiga kali terancam jiwanya karena
mengganggu anak bini orang. Syukur ada
uang simpanan ayahnya yang akan
dihabiskannya, kalau tidak tentu sudah tekor
kas dikantor tempat dia bekerja, tetapi dia
dapat menutup malu. Apa yang lebih
berkuasa di dunia ini lain dari uang?”(140
Perbuatan keji seperti
Judi dan berzina, bukan
hanya akan merugikan
diri sendiri, tetapi juga
orang lain. Sehingga
apabila dibiarkan, maka
akan merusak tatanan
masyarakat yang dapat
menyebabkan kekacauan
dan kebinasaan.
Sedekah Di dalam hal yang demikian, ada pula
tabiatnya yang sangat mulia. Yaitu kasih
sayang kepada fakir dan miskin, sangat iba
kepada perempuan-perempuan tua yang
meminta-minta di tepi jalan. Kalau sekiranya
ada orang dagang anak sumatra atau anak
mengkasar yang terlantar di kota surabaya
dan datang meminta tolong kepadanya,
tidaklah mereka akan meninggalkan rumah
itu dengan tangan kosong. Ketika
diketahuinya bahwa dikota itu ada
perkumpulan anak-anak sumatra yang
bekerja memburuh atau ditempat-tempat
yang lain, sudi pula ia memasuki
Pemberian seorang
muslim kepada orang
lain secara ikhlas dan
sukarela tanpa dibatasi
oleh waktu dan jumlah
tertentu.
78
perkumpulan itu. segala iuran diisinya,
kadang-kadang lebh daripada yang dibayar
orang lain.(177
Karangan-karanganku kuserahkan
kepada klub anak sumatera. Sedapat-
dapatnya karangan-karangan itu dicetak,
dan hasil keuntungannya diambil pembantu
anak muda yang terlantar dalam menuju
cita-citanya(254
Taubat “Benar sebab guru banyak memberikan
kebaikan yang akan saya contoh, saya
hendak menuntut peghidupan yang baru
meninggalkan baju perewa saya. Saya
hendak tunduk dan kembali ke jalan yang
benar karena sejauhjauh tersesat, kepada
kebenaran jugalah kita kembali”(172
Tekad untuk
memperbaiki diri
menuju arah yang lebih
baik
2. Pendidikan Akhlak
a. Berani
Pandekar Sutan. Ketika ia menerima ketidakadilan dari
mamaknya yaitu Datuk Mantari Labih ia lebih memilih berani
mengungkapkan ketidakadilan itu dan melawannya. Sebagaimana
yang diutarakannya dihadapan mamak-mamak, kemenakan-
kemenakan lain dan Datuk Mantari Labih yang hadir di atas rumah
besar itu dalam kutipan berikut:
“Mamak sendiri pernah menggadai, bukan untuk mengawinkan
kemenakan, tetapi untuk mengawinkan anak mamak sendiri. Berapa
tumpak sawah dikerjakan oleh istri mamak, kami tidak mendapat
bagian”(5)
79
Zainuddin. Disaat sebelumnya ia mendapatkan penolakkan
keras untuk meminang Hayati bahkan diusir dari kampung Batipuh
oleh Datuk karena kemiskinannya. Zainuddin tetap kembali meminta
izin untuk meminang Hayati menjadi istrinya sebagaimana yang
diutarakannya dalam surat berikut:
“Saya hendak hidup dengan kemenakan engku, Hayati!. Tak
usah engku takut Hayati akan kecewa bersuami saya. Percayalah
engku bahwa dia akan beroleh seorang suami yang kenal
kewajibannya, menempuh kesenangan dan kesusahan dengan hati
yang tetap” (118-119)
b. Tamak
Datuk Mantari Labih, Mamak, dan Kemenakan-
Kemenakan Pandekar Sutan. Harta peninggalan ibunda
Pandekar Sutan seluruhnya dikuasainya dengan beralasan
mengikuti hukum adat. Bahkan, ketika ingin dipergunakan untuk
modal menikah pun dianggap akan menghabiskan harta tua, yang
padahal justru merekalah yang menghabiskan harta itu sendiri
untuk urusan pribadi. Berikut kutipannya:
Dia hendak kawin, hendak berumah tangga, hendak melawan
laga kawan-kawan sesama gadang. Tetapi selalu dapat halangan
dari mamaknya sebab segala penghasilan sawah dan ladang
diangkutnya ke rumah anaknya. Beberapa kali dia mencoba
meminta supaya dia diizinkan menggadai, bukan saja mamaknya
yang menghalangi, bahkan pihak kemenakan-kemenakan yang
jauh, terutama pihak yanga perempuan sangat menghalangi
sebab harta itu mesti jatuh ketangan mereka(5
c. Egois
Datuk Mantari Labih. Ketika Pandekar Sutan hendak
mengabaikan setumpak sawah untuk belanjanya beristri karena
sudah besar dan dewasa belum juga dipanjat “ijab kabul”. Ia tetap
tidak memberikannya karena merasa itu haknya. Padahal apa
80
yang diminta oleh Pandekar Sutan adalah apa yang seharusnya
sudah menjadi haknya. Berikut kutipannya:
“Itu jangan disebut”. Kata Datuk Mantari Labih. “Itu
kuasaku, saya mamak di sini, menghitamkan dan memutihkan
kalian semua dan menggantung tinggi membuang jauh”(5)
Datuk Garang. Ia lebih mementingkan dirinya dengan
mempertahankan nama baiknya dibandingkan dengan
kebahagiaan dan masa depan kemenakannya (Hayati) dan niat
baik yang ditunjukkan Zainuddin untuk meminang
kemenakannya. Berikut kutipannya:
“Lebih baik dia mati, senang kita; daripada dia memberi
malu ninik mamak, merusak adat dan lembaga, mengubah cupak
nan usali. Apa guna dia hidup kalau akan mencorengkan arang
dikening dan menggoreskan malu dimuka kita?”(123)
d. Jujur
Pandekar Sutan. Ketika ia melakukan suatu kesalahan, lalu
ia diberi pertanyaan mengenai kesalahannya tersebut ia langsung
mengakuinya, meskipun ia tahu karena kesalahannya itu ia akan
mendapatkan hukuman yang berat. Berikut kutipannya:
Ketika Landrad bersidang di Padang Panjang, Pandekar
Sutan mengaku terus terang atas kesalahannya, dia di buang 15
tahun.(6)
Zainuddin. Meskipun kenyataan yang ingin disampaikannya
itu pahit dan menyakitkan, ia tetap lebih memilih
menyampaikannya secara jujur sesuai dengan apa yang terjadi
dan apa yang dilihatnya. Seperti kutipan berikut:
“Saya bukan mencela bentuk pakaian orang kini, yang saya
cela ialah cara yang berlebih-lebihan, dibungkus perbuatan
terlalu dengan nama mode. Kemarin, adinda pakai baju yang
sejarang-jarangnya, hampir separuh dada adinda kelihatan,
81
sempit pula gunting lengannya, dan pakaian yang dibawa
ketengah-tengah ramai (94)
e. Sabar
Pandekar Sutan. Disaat ia selalu dicurangi oleh Datuk
Mantari Labih dan kemenakan-kemenakannya atas harta
miliknya, ia lebih memilih untuk bersabar. Meskipun, pada
akhirnya ia tidak bisa lagi melihat ketidakadilan tersebut. Berikut
kutipannya:
Sebetulnya Pandekar Sutan hanya seorang yang bertabiat
lemah lembut, lunak hati. Kalau bukan karena lunaknya tidaklah
akan selama itu dia menahan hati menghadapi kekerasan
mamaknya.(7)
Hayati. Di alam dusunnya yang masih memegang erat adat,
yang membuat dirinya sendiri sudah berapa lama dalam
peperangan batin karena cintanya kepada Zainuddin terhambat. Ia
tetap sabar dan patuh menuruti kehendak Datuk dan ninik
mamaknya karena tidak ingin mengecewakan hatinya.
Hayati seorang gadis yang bercita-cita tinggi, tetapi jiwanya
pun tak betah akan mengecewakan hati ninik mamaknya dan
kaum kerabatnya. Dia hanya akan menerima apa tulisan
takdir.(126
Dan ketika tabiat suaminya, Aziz, mulai terlihat semakin
jelas. Ia tetap bersabar menghadapi suaminya itu.
Di dalam rumah dirasanya sebagai dalam neraka, akan lari
tak dapat! Karena Hayati adalah seorang yang lemah lembut,
yang lebih suka berkorban, harta jiwanya sendiri, daripada
mengganggu orang lain. Dia ingat satu pepatah yang pernah
dibacanya dalam buku: “Perjuangan laki-laki di medan perang,
perjuangan perempuan dalam rumahnya”.(204
82
Zainuddin. Cobaan silih berganti yang dihadapinya sejak
kecil hingga dewasa, diterimanya dengan hati teguh dan ikhlas.
Berikut kutipannya:
“... Hidupnya besar dalam pangkuan orang lain.
Ditempuhnya Minangkabau dengan cita-cita besar. Namun,
disana ia dipandang laksana minyak dengan air saja. Setelah itu,
dia diusir dari tanah asal keturunannya. Meskipun dia diusir,
hatinya tetap dan teguh. Tiba-tiba sampailah kepadanya warta
bahwa ibu angkatnya meninggal pula di Mengkasar. Tetapi dia
dapat waris Rp 3.000,00. Lalu dicobanyalah meminang
perempuan itu kepada keluarganya. Kiranya pinangannya ditolak
orang dengan kasar, dia tidak orang Minangkabau, dia tidak
orang beradat berlembaga. Waktu itulah hatinya remuk. Runtuh
hancur luluh. Dicobanya mengirimi surat kepada perempuan
meminta dikasihani, namun kiranya ia mendapat balasan pula
bahwa cinta ditukar dengan persahabatan dan itu bukan atas
paksaan melainkan kemauannya. Diterimanya vonis itu dengan
hati teguh, hingga ia mendengar kabar bahwa perempuan telah
kawin, ia pun jatuh sakit. Itulah sebabnya kami berangkat ke
tanah Jawa ini”(213-215)
f. Menepati Janji
Mak Base. Ketika diberi kepercayaan oleh Pandekar Sutan,
ia tidak sedikitpun melanggar kepercayaan itu. Justru kepercayaan
itu dijaga dengan amat baik. Berikut kutipannya:
Pada suatu hari, dipanggilnya mamak dan diserahkannya
serencengan anak kunci seraya berkata, “Mulai sekarang
engkaulah yang berkuasa di sini, Base. Kunci ini engkau yang
memegang. Kunci putih ini ialah kunci almari. Sebuah peti kecil
ada dalam almari itu. Peti itu tak boleh engkau buka, kecuali
kalau saya mati”. Petaruhnya itu mamak pegang baik-baik dan
teguh. Setelah dia wafat barulah peti itu mamak buka.(16)
83
Bahkan, kalau bukan karena pesan yang pernah disampaikan
oleh kedua orang tua anak angkatnya (Zainuddin) untuk melihat
tanah nenek moyangnya. Dia tidak akan melepaskannya. Berikut
kutipannya:
“... Kalau bukan hendak mencukupkan wasiat ibumu dan
cita-cita ayahmu, mamak larang engkau berangkat kesana,
mamak suruh bersekolah atau menuntut ilmu di Mengkasar
saja”(18)
g. Suka Menolong
Zainuddin. Jika ada pekerjaan ataupun pertolongan yang
bisa ia berikan, ia tidak akan segan menawarkan dirinya untuk
ikut membantu dan menolongnya. Berikut kutipannya:
Bilamana orang ke sawah, ditolongnya ke sawah, bilamana
orang ke ladang, dia pun ikut ke ladang (23)
“Berangkatlah encik lebih dahulu pulang ke Batipuh, marah
mamak dan ibu encik kelak jika terlambat benar akan pulang,
pakailah payung ini, berangkatlah sekarang juga” (27)
“Dia selalu suka membantu orang yang melarat. Kerap kali
datang kepadanya anak-anak muda yang kekurangan ongkos
buat kawin, meminta bantu kepadanya, dia keluarkan uang
secukupnya untuk upacara itu”(216)
Bang Muluk. Ketika melihat Zainuddin dalam kesusahan
dan memerlukan bantuannya. Dengan senang hati ia
membantunya tanpa mengharapkan imbalan. Berikut kutipannya:
“Guru tak usah rugi terlalu banyak dalam perkara itu!
meskipun misalnya mencari Aziz akan memakan ongkosbanyak,
haram saya memakan uang guru, guru telah jadi saudara saya”
(139)
“Saya mesti ikut! Kata Muluk. “Saya tertarik dengan guru.
Sebab itu bawalah saya menjadi jongos, menjadi pelayan,
menjadi orang suruhan di waktu siang di dalam pergaulan hidup,
84
dan menjadi sahabat yang setia yang akan mempertahankan jika
guru ditimpa susah!”(172)
h. Sombong
Datuk Garang. Ketika Zainuddin menyampaikan maksud
baiknya untuk meminang kemenakkannya (Hayati), maksud itu
ditolakkannya mentah-mentah. Dianggapnya bahwa Zainuddin
tidaklah pantas untuk kemenakkannya itu, dikarenakan
keadaannya yang hanyalah anak pisang, yatim piatu, lagi miskin.
Berikut kutipannya:
“Hai upik, baru kemarin kau memakan garam dunia, kau
belum tahu belit-belitnya. Bukanlah kau sembarang orang, bukan
tampan Zainuddin itu jodohmu. Orang yang begitu tak dapat
untuk menggantungkan hidupmu, pemenung, pehiba hati, dan
kadang-kadang panjang angan-angan. Di zaman sekarang
haruslah suami penumpangkan hidup itu seorang yang tentu
pencaharian, tentu asal-usul. Jika perkawinan dengan orang
yang demikian langsung, dan engkau beroleh anak, kemanakah
anak itu akan berbako? Tidakkah engkau tahu bahwa Gunung
Merapi masih tegak dengan teguhnya? Adat masih berdiri
dengan kuat, tak boleh lapuk oleh hujan, tak boleh lekang oleh
panas?”(63)
Khadijah. Setelah mengetahui seperti apakah Zainuddin
yang selama ini diceritakan oleh Hayati. Khadijah menganggap
bahwa Zainuddin dengan Hayati dan dirinya memiliki perbedaan
kedudukan yang tinggi. Bahkan, ketika Zainuddin menyampaikan
kritik dan sarannya kepada Hayati ia tidak menerima dan balik
merendahkannya. Ia merasa bahwa apa yang dipakainya lebih
baik dan modern daripada yang dimaksudkan Zainuddin dalam
suratnya. Berikut kutipannya:
85
“Cis, ‘alim’ betul orang yang engkau cintai ini. Maunya
rupanya supaya kau coreng mukamu dengan arang, pakai
pakaian orang Dusun Batipuh semasa 30 tahun yang lalu...”
“Kalau demikian memang berlain sekali pendirian kita
perkara cinta, Hayati. Kau terlalu dibuaikan angan-angan. Kalau
bagi saya, sekiranya datang malaikat dari langit, mengaku sudi
menjadi kecintaanku, dibawanya sangkar dari emas, cukup
pakaian dari sutra ainal benaat, bermahkotakan intan baiduri,
tetapi kemerdekaanku dirampas, dan aku wajib tinggal selama-
lamanya dalam sangkar mas itu; jika aku bernyanyi hanya untuk
dia, jika aku bersiul hanya buat didengarnya, aku diikat, dipaksa
turut ikatan itu. Maka terimakasih bagi malaikat, selamat jalan
bagi sangkar mas, selamat pergi bagi mahkota baiduri. Bagiku,
bebas menurutkan kata hati, dibawah perintah diri seorang,
itulah tujuan yang paling tinggi di dunia ini.”(95-96)
i. Mencela
Khadijah dan teman-temannya. Ketika melihat penampilan
Zainuddin yang dianggap dusun. Mereka saling tertawa dan
melemparkan ejekan kepadanya.
Sambil mengeluarkan senyuman yang agak pahit artinya,
khadijah berkata, sambil melihat kepada Zainuddin yang berdiri
di tepi pagar itu, “itulah rupanya orang yang engkau puji-puji
itu, Hayati?”
Seorang temannya berkata pula, “rupanya alim betul kenalanmu
itu!”
“orang banyak berpikir memang begitu” kata yang seorang pula
“tapi model pula saya lihat baju buka ditutupkan ke telapaknya
da tidak memakai dasi” kata lain
“sarungnya sarung bugis” kata yang seorang
“memang dia orang mengkasar” kata khadijah pula
“o, jadi bukan orang sini?” kata yang seorang
86
Tiba-tiba datanglah seorang opas mengusiri orang yang
tegak di tepi pagar karena tak boleh terlalu dekat. Zainuddin
turut terusir dengan orang banyak. Teman-temannya tertawa
terbahak-bahak melihatkan kejadian itu.(90
j. Pengecut
Aziz. Ketika menghadapi masalah yang diakibatkan oleh
perbuatanya sendiri. Ia lebih memilih untuk lari dan melemparkan
tanggung jawabnya kepada orang lain, daripada harus
menghadapinya dan menanggung malu dihadapan keluarganya.
Sekarang saya sudah menetapkan hukuman atas diri orang
yang bersalah sekian besar. Saya mesti mencabut jiawanya
supaya dia lekas tersingkir. Maka sebelum itu, dengan surat ini
saya berkata terus terang, bahwa hayati saya kembalikan ke
tangan saudara, dia saya lepaskan, tidak dalam ikatan saya lagi.
Saya merasa hanya inilah sedikit pembalas budi kepada tuan-
tuan keduanya dari saya yang hina(220
k. Pemaaf
Zainuddin. Ia memaafkan kesalahan Hayati dan Aziz.
Meskipun sakit hati yang pernah ada begitu sakitnya ia rasakan.
Namun, ia hlangkan dan gantikan dengan rasa kasih sayang
kepada saudara.
Kedatangan mereka diterima oleh Zainuddin dan Muluk
dengan hati bersih dan suci, penerimaan sahabat kepada
sahabatnya. Rumahnya ada mempunya kamar buat tetanggamu,
cukup luas dan sederhana. Apalagi sempit dan luas rumah, bukan
bergantung kepada rumah, tetapi bergantung kepada kesenangan
hati yang mempunyai. (206-207
l. Kerja Keras
Zainuddin. Didalam keterpurukkannya, Zainuddin bangkit
dengan semangatnya yang begitu besar. Ia ditemani sahabatnya,
Muluk, memulai kerja kerasnya menyelesaikan karagan-
87
karangannya untuk dikirimkan kepada surat-surat kabar harian
dan mingguan.
Dari sanalah dicobanya menyudahkan karangan-
karangannya yang terbengkalai, terutama dibagian hikayat.
Dikirimnya kepada surat-surat kabar harian dan mingguan.
Rupanya karangan-karangannya itu mendapat tempat yang baik
karena halus susun bahasanya, dan diberi orang honorarium
meskipun kecil. Lantaran penerimaan orang yang demikian ,
hatinya bertambah giat dan semangatnya makin bangun.
Sehingga di dalam masa yang belum cukup setahun, karanan-
karangannya telah banyak tersiar (175
m. Dermawan
Zainuddin. Dalam kemewahan dan kesenangan atas
kesuksesan karirnya yang semakin melambung tinggi, tidak
membuatnya lupa bahwa semua harta itu adalah titipan Allah
untuk beramal shaleh untuk membantu sesama manusia.
Di dalam hal yang demikian, ada pula tabiatnya yang sangat
mulia. Yaitu kasih sayang kepada fakir dan miskin, sangat iba
kepada perempuan-perempuan tua yang meminta-minta di tepi
jalan. Kalau sekiranya ada orang dagang anak sumatra atau
anak mengkasar yang terlantar di kota surabaya dan datang
meminta tolong kepadanya, tidaklah mereka akan meninggalkna
rumah itu dengan tangan kosong. Ketika diketahuinya bahwa
dikota itu ada perkumpulan anak-anak sumatra yang bekerja
memburuh atau ditempat-tempat yang lain, sudi pula ia
memasuki perkumpulan itu. segala iuran diisinya, kadang-kadang
lebh daripada yang dibayar orang lain.(177
n. Menghasut
Khadijah. Sehari sesudah Khadijah berbicara panjang
mencela dan mengejek Zainuddin itu, Hayati dibawanya kedalam
kamarnya. Diperhatikannya album dan cincin berlian tanda mata
88
dari tunangannya untuk menghasut Hayati agar menjadi bimbang
hatinya kepada Zainuddin.
“Engkau puji-puji kebaikan Zainuddin, saya memuji pula
kebaikannya. Tetapi orang yang demikian, di zaman sebagai
sekarang ini tak dapat dipakai. Kehidupan zaman sekarang
berkehendak kepada uang dan harta cukup. Jika berniaga,
perniagaannya maju, jika makan gaji, gajinya cukup. Cinta
walaupun bagaimana sucinya, semua bergantung kepada uang!”
“Engkau boleh menahan hatimu dengan pakaian yang buruk
dekat lakimu, boleh bersabar dengan rumah yang tak sederhana,
jika hanya berdua saja. Tetapi tak lama engkau dapat menahan
hati mendengarkan rayuan angin yang masuk dari celah tingkap
rumahmu. Tak lama engkau dapat menhan hati, melihat mata
orang yang memandangmu dengan belas kasihan. Ketika itu cinta
itu akan berangsur surut, engkau mula-mula menyesali nasib.
Bila nasib telah disesali, tentu lama-lama pindah penyesalan
kepada yang menyebabkan datangnya nasib itu, ialah si suami.
Suami pun demikian pula. Berapa banyak saya dengar, berita
dari orang yang telah bersuami, mengatakan bahwa ada laki-laki
yang mengatakan istrinya sial, mengatakan istrinya menyebabkan
dia dapat naas”(102)
Ia juga menghasut Aziz untuk meminang Hayati dan
menjadikan sahabatnya itu mengikuti gaya dan kebiasaan mereka,
orang-orang kota.
“Gadis kampung salahnya terlalu kaku kalau dibawa ke
kota,” kata Aziz dengan suara lunak
“Itu mudah diperbaiki. Kalau kita palut badannya dengan
mas, diberi kesenangan yang memuaskan, tentu dia akan berubah
menjadi orang kota yang modern kelak” kata khadijah (104
o. Buruk Sangka
89
Mak Tangah Limah. Mengetahui keteguhan cinta
kemenakkannya, Hayati kepada Zainuddin. Pada saat
permusyawarahan ninik mamak di atas rumah nan gedang untuk
membicarakan mufakat antara menerima pinangan Aziz atau
Zainuddin. Mak Tangah Limah melontarkan sangkaannya.
“rasanya patut juga kita awas. Sebab barangkali si Hayati
ini entah kena apa-apa, maklum ilmu orang Mengkasar sangat
mujarab sebab selama ini pikirannya hanya kepada Zainuddin
saja”(125
p. Ingkar Janji
Aziz. Ketika kesehatan tubuhnya mulai pulih, ia meminta izin
untuk pergi mencari pekerjaan dan datang kembali setelahnya
untuk menjemput istrinya, Hayati. Namun, bukannya ia kembali
menjemput istrinya, Aziz justru mengingkarinya dengan
membawa berita kematiannya.
“Saya telah melarat sekarang, saya dan istri saya. Saudara
yang telah menyambut dalam rumah saudara sekian lamanya.
Hal ini tak boleh saya derita lama. Di kota Surabaya, saya pun
merasa lebih malu. Sebab itu lepaslah saya berangkat mencari
pekerjaan lain ke luar kota Surabaya. Saya akan pergi sendiriku
lebih dahulu. Dimana pekerjaan dapat, saya kirim kabar segera
supaya istriku dapatmenurutkan ke sana”(208
Tabel I.2
Temuan Pendidikan Akhlak dalam Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
No. Kutipan Novel Keterangan
Pandekar
Sutan
“Mamak sendiri pernah menggadai, bukan untuk
mengawinkan kemenakan, tetapi untuk mengawinkan anak
Berani
90
mamak sendiri. Berapa tumpak sawah dikerjakan oleh istri
mamak, kami tidak mendapat bagian”(5)
Ketika Landrad bersidang di Padang Panjang,
Pandekar Sutan mengaku terus terang atas kesalahannya,
dia di buang 15 tahun.(6)
Jujur
Sebetulnya Pandekar Sutan hanya seorang yang
bertabiat lemah lembut, lunak hati. Kalau bukan karena
lunaknya tidaklah akan selama itu dia menahan hati
menghadapi kekerasan mamaknya.(7)
Sabar
Zainuddin “Saya hendak hidup dengan kemenakan engku,
Hayati!. Tak usah engku takut Hayati akan kecewa
bersuami saya. Percayalah engku bahwa dia akan beroleh
seorang suami yang kenal kewajibannya, menempuh
kesenangan dan kesusahan dengan hati yang tetap” (118-
119)
Berani
“Saya bukan mencela bentuk pakaian orang kini, yang
saya cela ialah cara yang berlebih-lebihan, dibungkus
perbuatan terlalu dengan nama mode. Kemarin, adinda
pakai baju yang sejarang-jarangnya, hampir separuh dada
adinda kelihatan, sempit pula gunting lengannya, dan
pakaian yang dibawa ketengah-tengah ramai (94)
Jujur
“... Hidupnya besar dalam pangkuan orang lain.
Ditempuhnya Minangkabau dengan cita-cita besar.
Namun, disana ia dipandang laksana minyak dengan air
saja. Setelah itu, dia diusir dari tanah asal keturunannya.
Meskipun dia diusir, hatinya tetap dan teguh. Tiba-tiba
sampailah kepadanya warta bahwa ibu angkatnya
meninggal pula di Mengkasar. Tetapi dia dapat waris Rp
3.000,00. Lalu dicobanyalah meminang perempuan itu
kepada keluarganya. Kiranya pinangannya ditolak orang
Sabar
91
dengan kasar, dia tidak orang Minangkabau, dia tidak
orang beradat berlembaga. Waktu itulah hatinya remuk.
Runtuh hancur luluh. Dicobanya mengirimi surat kepada
perempuan meminta dikasihani, namun kiranya ia
mendapat balasan pula bahwa cinta ditukar dengan
persahabatan dan itu bukan atas paksaan melainkan
kemauannya. Diterimanya vonis itu dengan hati teguh,
hingga ia mendengar kabar bahwa perempuan telah
kawin, ia pun jatuh sakit. Itulah sebabnya kami berangkat
ke tanah Jawa ini”(213-215)
Bilamana orang ke sawah, ditolongnya ke sawah,
bilamana orang ke ladang, dia pun ikut ke ladang (23)
Suka
Menolong
“Berangkatlah encik lebih dahulu pulang ke Batipuh,
marah mamak dan ibu encik kelak jika terlambat benar
akan pulang, pakailah payung ini, berangkatlah sekarang
juga” (27)
“Dia selalu suka membantu orang yang melarat.
Kerap kali datang kepadanya anak-anak muda yang
kekurangan ongkos buat kawin, meminta bantu kepadanya,
dia keluarkan uang secukupnya untuk upacara itu”(216)
Kedatangan mereka diterima oleh Zainuddin dan
Muluk dengan hati bersih dan suci, penerimaan sahabat
kepada sahabatnya. Rumahnya ada mempunya kamar buat
tetanggamu, cukup luas dan sederhana. Apalagi sempit
dan luas rumah, bukan bergantung kepada rumah, tetapi
bergantung kepada kesenangan hati yang
mempunyai.(206-207)
Pemaaf
Dari sanalah dicobanya menyudahkan karangan-
karangannya yang terbengkalai, terutama dibagian
hikayat. Dikirimnya kepada surat-surat kabar harian dan
Kerja Keras
92
mingguan. Rupanya karangan-karangannya itu mendapat
tempat yang baik karena halus susun bahasanya, dan
diberi orang honorarium meskipun kecil. Lantaran
penerimaan orang yang demikian , hatinya bertambah giat
dan semangatnya makin bangun. Sehingga di dalam masa
yang belum cukup setahun, karanan-karangannya telah
banyak tersiar (175)
Di dalam hal yang demikian, ada pula tabiatnya yang
sangat mulia. Yaitu kasih sayang kepada fakir dan miskin,
sangat iba kepada perempuan-perempuan tua yang
meminta-minta di tepi jalan. Kalau sekiranya ada orang
dagang anak sumatra atau anak mengkasar yang terlantar
di kota surabaya dan datang meminta tolong kepadanya,
tidaklah mereka akan meninggalkna rumah itu dengan
tangan kosong. Ketika diketahuinya bahwa dikota itu ada
perkumpulan anak-anak sumatra yang bekerja memburuh
atau ditempat-tempat yang lain, sudi pula ia memasuki
perkumpulan itu. segala iuran diisinya, kadang-kadang
lebih daripada yang dibayar orang lain.(177)
Dermawan
Datuk
Mantari
Labih
Dia hendak kawin, hendak berumah tangga, hendak
melawan laga kawan-kawan sesama gadang. Tetapi selalu
dapat halangan dari mamaknya sebab segala penghasilan
sawah dan ladang diangkutnya ke rumah anaknya.
Beberapa kali dia mencoba meminta supaya dia diizinkan
menggadai, bukan saja mamaknya yang menghalangi,
bahkan pihak kemenakan-kemenakan yang jauh, terutama
pihak yanga perempuan sangat menghalangi sebab harta
itu mesti jatuh ketangan mereka(5)
Tamak
“Itu jangan disebut”. Kata Datuk Mantari Labih. “Itu
kuasaku, saya mamak di sini, menghitamkan dan
Egois
93
memutihkan kalian semua dan menggantung tinggi
membuang jauh”(5)
Datuk
Garang
“Lebih baik dia mati, senang kita; daripada dia
memberi malu ninik mamak, merusak adat dan lembaga,
mengubah cupak nan usali. Apa guna dia hidup kalau akan
mencorengkan arang dikening dan menggoreskan malu
dimuka kita?”(123)
Egois
“Hai upik, baru kemarin kau memakan garam dunia,
kau belum tahu belit-belitnya. Bukanlah kau sembarang
orang, bukan tampan Zainuddin itu jodohmu. Orang yang
begitu tak dapat untuk menggantungkan hidupmu,
pemenung, pehiba hati, dan kadang-kadang panjang
angan-angan. Di zaman sekarang haruslah suami
penumpangkan hidup itu seorang yang tentu pencaharian,
tentu asal-usul. Jika perkawinan dengan orang yang
demikian langsung, dan engkau beroleh anak, kemanakah
anak itu akan berbako? Tidakkah engkau tahu bahwa
Gunung Merapi masih tegak dengan teguhnya? Adat masih
berdiri dengan kuat, tak boleh lapuk oleh hujan, tak boleh
lekang oleh panas?”(63)
Sombong
Hayati Hayati seorang gadis yang bercita-cita tinggi, tetapi
jiwanya pun tak betah akan mengecewakan hati ninik
mamaknya dan kaum kerabatnya. Dia hanya akan
menerima apa tulisan takdir.(126)
Sabar
Di dalam rumah dirasanya sebagai dalam neraka,
akan lari tak dapat! Karena Hayati adalah seorang yang
lemah lembut, yang lebih suka berkorban, harta jiwanya
sendiri, daripada mengganggu orang lain. Dia ingat satu
pepatah yang pernah dibacanya dalam buku: “Perjuangan
laki-laki di medan perang, perjuangan perempuan dalam
94
rumahnya”.(204)
Mak Base Pada suatu hari, dipanggilnya mamak dan
diserahkannya serencengan anak kunci seraya berkata,
“Mulai sekarang engkaulah yang berkuasa di sini, Base.
Kunci ini engkau yang memegang. Kunci putih ini ialah
kunci almari. Sebuah peti kecil ada dalam almari itu. Peti
itu tak boleh engkau buka, kecuali kalau saya mati”.
Petaruhnya itu mamak pegang baik-baik dan teguh.
Setelah dia wafat barulah peti itu mamak buka.(16)
Menepati
Janji
“... Kalau bukan hendak mencukupkan wasiat ibumu
dan cita-cita ayahmu, mamak larang engkau berangkat
kesana, mamak suruh bersekolah atau menuntut ilmu di
Mengkasar saja”(18)
Bang
Muluk
“Guru tak usah rugi terlalu banyak dalam perkara itu!
meskipun misalnya mencari Aziz akan memakan
ongkosbanyak, haram saya memakan uang guru, guru
telah jadi saudara saya” (139)
Suka
Menolong
“Saya mesti ikut! Kata Muluk. “Saya tertarik dengan
guru. Sebab itu bawalah saya menjadi jongos, menjadi
pelayan, menjadi orang suruhan di waktu siang di dalam
pergaulan hidup, dan menjadi sahabat yang setia yang
akan mempertahankan jika guru ditimpa susah!”(172)
Kahdijah “Cis, ‘alim’ betul orang yang engkau cintai ini.
Maunya rupanya supaya kau coreng mukamu dengan
arang, pakai pakaian orang Dusun Batipuh semasa 30
tahun yang lalu...”
“Kalau demikian memang berlain sekali pendirian kita
Sombong
95
perkara cinta, Hayati. Kau terlalu dibuaikan angan-angan.
Kalau bagi saya, sekiranya datang malaikat dari langit,
mengaku sudi menjadi kecintaanku, dibawanya sangkar
dari emas, cukup pakaian dari sutra ainal benaat,
bermahkotakan intan baiduri, tetapi kemerdekaanku
dirampas, dan aku wajib tinggal selama-lamanya dalam
sangkar mas itu; jika aku bernyanyi hanya untuk dia, jika
aku bersiul hanya buat didengarnya, aku diikat, dipaksa
turut ikatan itu. Maka terimakasih bagi malaikat, selamat
jalan bagi sangkar mas, selamat pergi bagi mahkota
baiduri. Bagiku, bebas menurutkan kata hati, dibawah
perintah diri seorang, itulah tujuan yang paling tinggi di
dunia ini.”(95-96)
Sambil mengeluarkan senyuman yang agak pahit
artinya, khadijah berkata, sambil melihat kepada
Zainuddin yang berdiri di tepi pagar itu, “itulah rupanya
orang yang engkau puji-puji itu, Hayati?”
Seorang temannya berkata pula, “rupanya alim betul
kenalanmu itu!”
“orang banyak berpikir memang begitu” kata yang
seorang pula
“tapi model pula saya lihat baju buka ditutupkan ke
telapaknya da tidak memakai dasi” kata lain
“sarungnya sarung bugis” kata yang seorang
“memang dia orang mengkasar” kata khadijah pula
“o, jadi bukan orang sini?” kata yang seorang
Tiba-tiba datanglah seorang opas mengusiri orang yang
tegak di tepi pagar karena tak boleh terlalu dekat.
Zainuddin turut terusir dengan orang banyak. Teman-
temannya tertawa terbahak-bahak melihatkan kejadian
itu.(90
Mencela
96
“Engkau puji-puji kebaikan Zainuddin, saya memuji
pula kebaikannya. Tetapi orang yang demikian, di zaman
sebagai sekarang ini tak dapat dipakai. Kehidupan zaman
sekarang berkehendak kepada uang dan harta cukup. Jika
berniaga, perniagaannya maju, jika makan gaji, gajinya
cukup. Cinta walaupun bagaimana sucinya, semua
bergantung kepada uang!”
“Engkau boleh menahan hatimu dengan pakaian yang
buruk dekat lakimu, boleh bersabar dengan rumah yang
tak sederhana, jika hanya berdua saja. Tetapi tak lama
engkau dapat menahan hati mendengarkan rayuan angin
yang masuk dari celah tingkap rumahmu. Tak lama engkau
dapat menhan hati, melihat mata orang yang
memandangmu dengan belas kasihan. Ketika itu cinta itu
akan berangsur surut, engkau mula-mula menyesali nasib.
Bila nasib telah disesali, tentu lama-lama pindah
penyesalan kepada yang menyebabkan datangnya nasib
itu, ialah si suami. Suami pun demikian pula. Berapa
banyak saya dengar, berita dari orang yang telah
bersuami, mengatakan bahwa ada laki-laki yang
mengatakan istrinya sial, mengatakan istrinya
menyebabkan dia dapat naas”(102)
Menghasut
“Gadis kampung salahnya terlalu kaku kalau dibawa
ke kota,” kata Aziz dengan suara lunak
“Itu mudah diperbaiki. Kalau kita palut badannya
dengan mas, diberi kesenangan yang memuaskan, tentu dia
akan berubah menjadi orang kota yang modern kelak”
kata khadijah (104
Aziz Sekarang saya sudah menetapkan hukuman atas diri
orang yang bersalah sekian besar. Saya mesti mencabut
Pengecut
97
jiawanya supaya dia lekas tersingkir. Maka sebelum itu,
dengan surat ini saya berkata terus terang, bahwa hayati
saya kembalikan ke tangan saudara, dia saya lepaskan,
tidak dalam ikatan saya lagi. Saya merasa hanya inilah
sedikit pembalas budi kepada tuan-tuan keduanya dari
saya yang hina(220
“Saya telah melarat sekarang, saya dan istri saya.
Saudara yang telah menyambut dalam rumah saudara
sekian lamanya. Hal ini tak boleh saya derita lama. Di
kota Surabaya, saya pun merasa lebih malu. Sebab itu
lepaslah saya berangkat mencari pekerjaan lain ke luar
kota Surabaya. Saya akan pergi sendiriku lebih dahulu.
Dimana pekerjaan dapat, saya kirim kabar segera supaya
istriku dapatmenurutkan ke sana”(208
Ingkar Janji
Mak
Tangah
Limah
“rasanya patut juga kita awas. Sebab barangkali si
Hayati ini entah kena apa-apa, maklum ilmu orang
Mengkasar sangat mujarab sebab selama ini pikirannya
hanya kepada Zainuddin saja”(125
Buruk
Sangka
E. Deskripsi Hasil Analisis pada Novel Merantau ke Deli Karya Hamka
1. Pendidikan Syariah
a. Perbuatan Keji (Judi dan Zina)
Masyarakat Deli. Sebagaimana biasanya, setelah menerima
gaji masing-masing pekerja kontrak berlarian ke sela-sela
pedagang. Beberapa orang juara judi mulai mengembangkan tiker
judinya, memutar dadu. Sebab dari pukul delapan permainan judi
pun lebih ramai daripada tadi, apalagi pukul sepuluh malam
bertambah larut hari bertambah asyiklah orang berjudi. Dalam
kebun, yang agak senang hidupnya ialah pekerja yang agak
cantik, senang menurut ukuran mereka. Jika agak licin keningnya,
98
dia boleh dipungut oleh tuan besar menjadi nyai atau menjadi istri
mandor besar, dan jika seorang pekerja senang kepada pekerja
lain mereka bisa meminta surat kepada mandor besar, kalau
sudah dapat izin barulah mereka menyahkan pergaulan mereka ke
tuan Qadhi
Di sela-sela pedagang-pedagang itu kelihatan pula beberapa
orang juara judi mengembangkan tikar judinya, memutar dadu.
Dan yang sudah ketagihan judi, terus saja menerobos ke tikar
yang sedang dibentangkan itu, duduk di sana mempermainkan
uang yang baru saja diterimanya. Akhirnya ada yang tegak
kembali dengan muka jernih berseri-seri sebab dia menang.
Adapula yang hanya menepuk-nepukkan tangannya ke
pinggulnya sebab uang yang baru diterimannya pukul lima sore,
pukul tujuh malam telah musnah semuanya(3
“Para perempuan yang cantik, boleh dipungut oleh tuan
besar dan menjadi nyai, sedangkan jika tuan besar tidak sudi
kepadanya bolehlah ia menjadi istri mandor besar, entah menjadi
istri yang ketiga atau yang ketujuh. Adapun sekiranya seorang
pekerja senang kepada pekerja lainnya dan hendak hidup berdua,
mereka bisa meminta sepotong surat kepada mandor besar.
Apabila mandor besar telah memberi surat, sahlah namanya
pergaulan mereka. Kelak jika telah beranak, barulah pergi
menyahkan pergaulan itu ke kota kepada tuan penghulu.(6)
Poniem. Seorang gadis Jawa yang akhirnya menjadi salah
satu istri piaraan mandor demi mendapatkan kehidupan,
kenyamanan dan tempat tinggal selama berada di Deli.
“Benar abang, aku bergaul dengan dia di luar nikah, tetapi
hidupku aman sentosa dengan dia. Pakaian, makan, minum untuk
diriku cukup diberikannya sehingga nasibku tidak serupa dengan
nasib pekerja-pekerja yang lain. Aku tidak diganggu orang lain.
Menurutku, meskipun aku dipeliharanya di luar nikah, lebih baik
99
aku hidup dengan dia daripada menjadi nyai, karena dia masih
bangsa aku juga. Lagipula tidak ada salah pada diriku, jadi tidak
ada alasan buat aku meninggalkan dia(11)
b. Tawakal
Poniem. Setelah akhirnya bertemu dan mengetahui
bagaimana perempuan yang akan menjadi madunya kelak. Remuk
bagai kaca terhempas ke batu, lepas segala mimpinya, dan tamat
sudah keberuntungannya. Sekarang kemana lagi ia bergantung.
Hati suaminya tentu akan tertumpah kepada perempuan itu yang
jauh lebih banyak kelebihan daripada dirinya. Kini hanya kepada
Allah Swt lah ia menggantungkan nasibnya. Berikut kutipannya
“Tidak berdaya lagi sehingga putuslah segala tali hidup dan
hilanglah segala pengharapan. Berganti dengan tawakal dan
menyerah, menunggu takdir apa pun yang akan datang”(94
Begitupula setelah apa yang paling ditakutkannya
(perceraian) itu telah datang. Ia berusaha tetap bangkit dengan
hanya bergantung kepada Allah atas apa yang diusahakannya
untuk nasibnya kelak. Berikut kutipannya:
Dia telah sadar bahwa tinggal beberapa teguk lagi air
kemudian yang ada dalam dirinya, sebab sebagian besar telah
habis. Dia telah sadar bahwa tempatnya berlindung hanya
tinggal dua, pertama Allah yang pintunya senantiasa terbuka,
kemudian itu tenaganya sendiri yang telah dianugerahkan Allah
kepadanya.(146
c. Taat
Poniem. Semenjak kembali dari kampung Leman dan
dilihatnya semua perempuan menutup kepalanya, ia mulai
berubah semakin bertambah taat lagi untuk memperbaiki diri,
bahkan tetap istiqomah menjaga ketaatannya sesudah berpisah
dengan Leman sekalipun. Berikut kutipannya:
100
Sekarang poniem berkerudung sebab dilihatnya di kampung
Leman, semua perempuan memakai tutup kepala. Shalatnya
sudah lebih taat(65
Nur iman yang sudah sekian lama bersemayam di dalam
dadanya, tidak boleh terbuka lagi buhurnya. Hidupnya yang telah
melalui kesucian tidak akan dikotorkannya lagi. Dia telah sadar
bahwa tempatnya berlindung hanya tinggal dua, pertama Allah
yang pintunya senantiasa terbuka, kemudian itu tenaga dirinya
sendiri yang dianugerahkan Allah kepadanya(145-146
d. Taubat
Poniem. Semenjak dibawa Leman keluar dari kesesatan
menuju jalan yang lurus. Ia telah pandai berselendang, berbaju
yang agak bersih, dan sudah bersih kamar tempat tidurnya.
Membuatnya telah sadar, semakin ingin terus mendekatkan diri
kepada Allah dan tidak ingin kembali lagi kemasa saat dimana
dirinya masih menjadi istri piaraan mandor di kebun. Berikut
kutipannya:
“Ya tuhanku! Ampunilah hamba-mu ini dan jauhkanlah aku
dari sana (Deli). Sekali selendang ini telah lekat di kepalaku,
teruslah hendaknya kubawa masuk kuburku, jangan sampai lepas
lagi”(87
e. Zuhud
Poniem. Nikmat iman dan taqwa yang kini dijalaninya,
membuatnya semakin bergantung hanya kepada Allah Swt. Pahit
manis menjalani kehidupan rumah tangganya yang membuatnya
jemu pun telah diterimanya. Kini yang dituju hanyalah kehidupan
yang lebih baik dengan hanya mengharapkan keridhaan dari
Tuhan melalui ibadahnya.
“... Lebih baik aku hidup begini saja, aku perkuat ibadahku
pada gusti Allah, habis perkara. Aku tahan hatiku, aku jaga
101
pergaulanku, dengan jalan demikian insya Allah, aku tidak lagi
akan ditimpa celaka lantaran menikah”. (148
Tabel II.1
Temuan Pendidikan Syariah dalam Novel Merantau Ke
Deli Karya Hamka
Pendidikan
Syariat Kutipan Novel Keterangan
Perbuatan
Keji
Di sela-sela pedagang-pedagang itu
kelihatan pula beberapa orang juara judi
mengembangkan tikar judinya, memutar
dadu. Dan yang sudah ketagihan judi, terus
saja menerobos ke tikar yang sedang
dibentangkan itu, duduk di sana
mempermainkan uang yang baru saja
diterimanya. Akhirnya ada yang tegak
kembali dengan muka jernih berseri-seri
sebab dia menang. Adapula yang hanya
menepuk-nepukkan tangannya ke pinggulnya
sebab uang yang baru diterimannya pukul
lima sore, pukul tujuh malam telah musnah
semuanya(3
Semua bentuk
kedurhakaan pada Allah
SWT yang sifatnya
selaras dengan naluri
alami dari manusia,
yang tak bisa diterima
akal sehat juga naluri
“Para perempuan yang cantik, boleh
dipungut oleh tuan besar dan menjadi nyai,
sedangkan jika tuan besar tidak sudi
kepadanya bolehlah ia menjadi istri mandor
besar, entah menjadi istri yang ketiga atau
yang ketujuh. Adapun sekiranya seorang
pekerja senang kepada pekerja lainnya dan
102
hendak hidup berdua, mereka bisa meminta
sepotong surat kepada mandor besar.
Apabila mandor besar telah memberi surat,
sahlah namanya pergaulan mereka. Kelak
jika telah beranak, barulah pergi menyahkan
pergaulan itu ke kota kepada tuan
penghulu.(6)
“Benar abang, aku bergaul dengan dia
di luar nikah, tetapi hidupku aman sentosa
dengan dia. Pakaian, makan, minum untuk
diriku cukup diberikannya sehingga nasibku
tidak serupa dengan nasib pekerja-pekerja
yang lain. Aku tidak diganggu orang lain.
Menurutku, meskipun aku dipeliharanya di
luar nikah, lebih baik aku hidup dengan dia
daripada menjadi nyai, karena dia masih
bangsa aku juga. Lagipula tidak ada salah
pada diriku, jadi tidak ada alasan buat aku
meninggalkan dia(11)
Tawakal “Tidak berdaya lagi sehingga putuslah
segala tali hidup dan hilanglah segala
pengharapan. Berganti dengan tawakal dan
menyerah, menunggu takdir apa pun yang
akan datang”(94
Karena ketauhidannya,
ia meyakini bahwa
hanya Allah yang
menciptakan segala-
galanya, dan Dia Maha
menguasai dan mengatur
alam semesta ini
sehingga muncul
keteguhan hati dalam
menyerahkan segala
urusan yang telah ia
Dia telah sadar bahwa tinggal beberapa
teguk lagi air kemudian yang ada dalam
dirinya, sebab sebagian besar telah habis.
Dia telah sadar bahwa tempatnya berlindung
hanya tinggal dua, pertama Allah yang
pintunya senantiasa terbuka, kemudian itu
103
tenaganya sendiri yang telah dianugerahkan
Allah kepadanya.(146
ikhtiarkan sebelumnya
kepada Allah,
Taat Sekarang poniem berkerudung sebab
dilihatnya di kampung Leman, semua
perempuan memakai tutup kepala. Shalatnya
sudah lebih taat(65
Senantiasa tunduk dan
patuh atas segala
perintah-Nya, dan takut
hanya kepadanya.
Nur iman yang sudah sekian lama
bersemayam di dalam dadanya, tidak boleh
terbuka lagi buhurnya. Hidupnya yang telah
melalui kesucian tidak akan dikotorkannya
lagi. Dia telah sadar bahwa tempatnya
berlindung hanya tinggal dua, pertama Allah
yang pintunya senantiasa terbuka, kemudian
itu tenaga dirinya sendiri yang
dianugerahkan Allah kepadanya(145-146
Taubat “Ya tuhanku! Ampunilah hamba-mu ini
dan jauhkanlah aku dari sana (Deli). Sekali
selendang ini telah lekat di kepalaku,
teruslah hendaknya kubawa masuk kuburku,
jangan sampai lepas lagi”(87
Kembali taat
kepada Allah s.w.t
dengan bersungguh-
sungguh dan menyesal
atas dosa yang telah
dilakukannya, entah
dosabesar atau
kecil. Serta memohon
ampunan dari Allah.
Zuhud “... Lebih baik aku hidup begini saja, aku
perkuat ibadahku pada gusti Allah, habis
perkara. Aku tahan hatiku, aku jaga
pergaulanku, dengan jalan demikian insya
Allah, aku tidak lagi akan ditimpa celaka
Meninggalkan sesuatu
yang tidak bermanfaat
untuk kehidupan akhirat.
104
lantaran menikah”. (148
2. Pendidikan Akhlak
a. Buruk Sangka
Poniem. Ketika Leman mendatangi Poniem dan bermaksud
untuk meminangnya. Poniem menolak maksud tersebut, karena
menurutnya apa yang dilakukannya pada saat itu adalah takdir
yang telah Allah tentukan untuknya, karena sebelumnya ia pun
pernah menikah namun lelaki yang menikahinya hanya
mengincar harta.
“Pernikahan adalah suatu yang paling suci. Kami para
pekerja (kuli-kuli) kontrak amat ingin menikah, tetapi malang
bagi kami. Nasib kami telah dijadikan begini oleh Gusti Allah.
Berapa kali laki-kali mengajak aku menikah, tetapi aku tahu dia
bukan menikahi diriku, tetapi menikahi barangku saja..”(12)
Leman. Ketika akhirnya ia menyadari adanya ketidak
stabilan dalam perniagaannya. Ia pun mempertanyakan apa yang
menjadikan sebab adanya ketidak stabilan tersebut kepada
pekerja setianya, Suyono. Bahkan ia pun menyatakan
kecurigaannya kepada Suyono dan Poniem, tanpa mencari tau
terlebih dahulu sebabnya.
Dengan heran tercengang, Leman menanyai Suyono apa
sebab uang di dalam kotak tidak banyak lagi. Dilihatnya suyono
tenang –tenang dan dilihatnya pula poniem sekan-akan dia tidak
percaya. Dan berkata “aku heran, aku tidak percaya!”(106
b. Kerja Keras
Leman. Saat mengawali perniagaan Leman bekerja dengan
giatnya membangun usahanya tersebut dengan modal yang
dimiliki Poniem, hingga menjadi sukses.
105
Kedainya yang awalnya hanya kecil saja, sekarang telah
besar.(40)
Meskipun mereka memiliki seorang anak semang yang setia
dan bisa dipercaya, tidaklah lekas Leman menyenangkan diri,
usahanya lebih giat daripada biasanya(44
Poniem, dan Suyono. Setelah diceraikan oleh Leman, tidak
menjadikan ia menyerah. Poniem dan Suyono tetap bangkit
kembali dan tetap terus bekerja keras untuk membangun kembali
penghidupan mereka dari pagi pagi hingga petang.
Suyono mencoba berjualan kain-kain dengan kereta angin.
Pagi-pagi poniem menjual pulut dan nasi rames. Tengah hari dan
sore ada pula jualannya(146
Meskipun berat beban yang terletak di belakang sepedanya,
walaupun keringat akan megalir di dahinya, suyono bekerja terus
dan bekerja. Demikian juga poniem, walaupun matanya akan
balut oleh asap, walaupun pagi-pagi buta ia telah mengendarai
sepeda akan pergi membeli banyak sayur ke sentral pasar.(152
c. Iri Hati
Para Tetangga. Melihat kesuksesan yang dicapai oleh
Leman dan Poniem, menimbulkan bibit-bibit iri dan dengki dihati
para tetangganya.
Saudagar-saudagar yang berada di sebelahnya kedainya
merasa tercengang. Ada pula yang iri hati melihat kemajuan
yang telah dicapainya.(44
d. Ramah
Suyono. Selain pekerja keras, Suyono merupakan seorang
yang ramah tamah kepada siapa saja yang ditemukannya, tidak
hanya kepada tuannya, kepada pembeli yang datangpun ia layani
dengan ramah tamah apalagi jika pekerja kuli yang sepertinya
Sikapnya ramah-tamah terhadap pembeli, apalagi terhadap
pekerja kuli yang sepertinya.(43)
106
Poniem. Ketika dibawanya Poniem ikut kekampung halaman
Leman, Poniem menunjukkan keelokan dan kebaikan
perangainya serta kehalusan tutur katanya. Sehingga baru
sebentarpun ia sudah dapat bergaul dengan keluarga Leman.
Mereka sudah merasa senang, walaupun bergaul baru
sepuluh menit, kerena ramah tamah dan baik budi Poniem itu.
(53)
e. Suka Menolong
Poniem. Meskipun Poniem sudah berada diatas puncak
keberhasilan ia tidak segan-segan membantu siapapun yang
datang meminta pertolongannya. Berikut kutipannya:
“Sanak kerabat Leman datang ke perantauan, seorang demi
seorang, yang satu menyebut-nyebutkan bahwa Leman adalah
mamaknya, saudara sepersukuan, ataupun bertalian darah.
Namun, sama sekali tak seorang jua pun yang ditolak. Jika
mereka sudah pandai memegang periagaan, diberi pula modal
dan disuruh berdagang sendiri”(41)
Suyono. Setelah kembali bertemu dan mengetahui nasib
Leman saat ini. Suyono menawarkan pertolongan sebagaimana ia
dahulu pernah ditolongnya. Meskipun mantan tuannya tersebut
telah melakukan kesalahan padanya, ia tetap ingin membantunya.
Berikut kutipannya:
“... Kami meminta suaya engku jangan pulang. Jangan engku
pandang diriku sebagai orang lain lagi. Jangan engku pandang
Poniem sebagai janda, tetapi pandanglah kami sebagai saudara,
atau orang-orang yang telah naik kepada bukit masyarakat dari
lurah percomberan, lantaran pertolongan engku. Sudah datang
masanya kami membalas jasa engku. Engku perlu membesarkan
hati, jangan berputus asa. Tanah Deli masih memberi harapan
buat kita untuk hidup. Engku mesti berniaga”
“uangku telah habis, tidak ada modalku lagi”.
107
“kami mengikhtiarkan”. Kata Suyono (184
Tauke Abdullah. Ketika mengetahui maksud kedatangan
Suyono dan Poniem untuk mencari tanah yang bisa ditinggali
kembali di Deli. Ia menawarkan bantuannya dengan senang hati
Putuslah mufakat bahwa tauke Abdullah mau menjadi
penolong untuk mencarikan tanah, baik dengan angsuran
maupun dengan kontan... Tauke abdullah dengan segala ikhlas
hati sudi menerima penyerahan itu.(162-163
f. Rendah Hati
Poniem. Dalam waktu sebentar saja, seluruh kampung telah
memuji kebaikan perangai dan keelokkan Poniem. Bahkan ia
menjadi buah mulut dikalangan perempuan muda sebagai seorang
yang baik budi. Berikut kutipannya:
“orang kita sendiri tidaklah akan serendah hati itu. biasanya
orang kita apabila sudah dibawa oleh suaminya merantau lalu
pulang ke kampung, subangnya bertatah intan, dia telah
sombong... tetapi mbak ayu poniem tidaklah begitu, harta
bendanya seakan-akan tidak diacuhkannya, mulutnya manis,
tegur sapanya terpuji ” (54
Suyono. Setelah bertemu kembali dan mempersilahkan
Leman untuk duduk dirumah barunya, Leman pun semakin segan
kepada Suyono dan meyanjungnya. Namun karena kerendahan
hatinya, sanjungan itupun dijawabnya dengan baik, karena bagi
dirinya dengan Leman sama saja, dan Leman adalah orang yang
pernah membantunya. Berikut kutipannya:
“Jangan begitu, itu salah! Engku Leman” yang aku panggil
engku ialah jasa engku, sekarang pun aku masih merasa begitu.
Uangkupun tiada lah banyak, Cuma aku hematkan dari sedikit
demi sedikit. Itulah yang dibelikan rumah. Keadaan aku tiadalah
jauh berubah dari dahulu”(170-171
g. Menggunjing
108
Kerabat Leman. Karena kebaikan budi Poniem, ia pun
menjadi buah bibir orang kampung halaman Leman. Mereka puji
poniem dan mereka sanjung, tidak ada perangainya yang patut
dicela. Namun walau begitu, masih saja mereka belum puas
karena Poniem bukan keturunan Minangkabau. Berikut
kutipannya:
“Cuma satu itu saja salahnya,” ujar perempuan tua itu, yang
periannya sudah hampir penuh.
“apa?” tanya perempuan muda itu.
“dia bukan orang kita” ujar perempuan tua itu pula.
“ya, itu sajalah salahnya, itu saja yang rasa keberatan.
Meskipun budinya baik, kelakuannya terpuji, sayang da tidak
orang kita” (54
Mariatun. Setelah terjadinya pergumulan hebat antara
Poniem dan dirinya. Mariatun pun tambah lama bertambah kasar
kepada Poniem, ia pun ada-ada saja jalannya untuk menjelekkan
Poniem di depan suami dan teman-temannya. Berikut kutipannya:
Setiap suaminya pulang ke kedai, pulang berjaja, setiap akan
tidur dan duduk berdua, ada-ada saja jalan baginya membusuk-
busukkan Poniem. Segala percakapan poniem dahulu,
memburukkan adat orang padang, kerap kali diulangnya dekat
suaminya atau dekat yang lain-lain. (124-125
h. Bohong
Leman. Setelah pembicaraannya dengan Sutan Panduko,
hatinya telah terbujuk rupanya untuk kawin lagi. Diam-diam dia
bangkit dari tempat tidurnya, lalu ditulisnya sepucuk surat untuk
menerima tawaran Mariatun sebagai istrinya. Ketika Poniem
terbangun dan bertanya sedang apa gerangan Leman sebab tak
bisa rupanya Poniem membaca. Leman pun berbohong kepada
Poniem perihal apa yang ditulisnya dalam surat itu.
109
Poniem bertanya, “Apa yang abang buat tengah malam ini?
Masih mencatat jual beli juga?”
“Ya” jawabnya, “pekerjaan siang hari tadi terbengkalai”(68
Begitupula ketika Leman bertemu dengan Baginda Kayo.
Saat ditanyanya apakah surat lamakah surat itudikirimnya. Ia
menjawab ia, yang padahal baru saja ia antarkan surat itu ke
kantor pos. Berikut kutipannya:
“sudah lamakah surat itu engkau kirimkan?”
“kira-kira sudah akan sampai di kampung” jawab Leman(75
Adapun karena sudah terlanjur terus berbohong. Hingga
akhirpun pada akhirnya dia tetap berbohong kepada Poniem,
sebab-sebab apa yang mengharuskannya untuk menikah lagi.
Berikut kutipannya:
“memang. Abang pun ingat sumpah itu. tetepi bagaimanakah
kita beralasan. Orang kampung sangat keras meminta abang
supaya menikah seorang lagi. Kalau abang tidak mau, kata
mereka akan berkerat-keratan rotan dengan abang. Tidak akan
mengaku bersaudara lagi”(82
Mariatun. Ketika kembali terjadinya perkelahian hebat
antara Mariatun dan Poniem yang menyebabkan saling tindih dan
tarik menarik rambut. Leman pun datang dan melerai, walau kali
ini terlihat jelas perbedaannya. Melihat suaminya lebih memihak
kepada dirinya, mariatun pun berbohong sambil melebih-
lebihkan. Diteriakkannya sambil memekik-mekik seperti orang
kesakitan. Berikut kutipannya:
“Aduh sakitnya ya Allah, ya Rabbi, remuk hancur badanku
dikiriknya. Patah-patah rasanya tulangku diremasnya. Aduh, “
bunyi pekik Mariatun kembali.
“pembohong, belum sampai badannya aku apa-apakan,
belum sekeras tendangan yang dijatuhkan ke atas pinggangku”
kata poniem(128
110
i. Ingkar Janji
Leman. Sewaktu Bagindo Kayo memperingatkan untuk tidak
memperistri Poniem karena takut kalau-kalau leman akan dengan
mudahnya melepaskan Poniem kelak sebab dia bukan orang satu
kampung dengannya. Leman tidak menggubrisnya, ia justru
mengucapkan janji yang pada akhirnya ia sendiri ingkari
dikemudian hari. Berikut kutipannya:
“Aku takut kalau-kalau engkau menyesal kelak Leman!”
“Apa sebab aku akan menyesal Mamak?”
“Sebab orang itu bukan orang negeri (satu kampung) kita!”
“Bukankah dia orang Islam juga?” tanya Leman.
“Benar, tetapi karena engkau mendapatkan dia dengan
mudah, aku takut dan khawatir kalau-kalau engkau mudah juga
melepaskannya darimu”
“Tidak mamak. Beristri hanya sekali ini, aku sadar betul.
Perempuan itu setia tampaknya dan dia akan pegang teguh, aku
telah berjanji”(26
Begitupula janji yang ia lontarkan kepada Poniem sebelum
menikah, bahwa ia tidak akan menceraikan dirinya jika sudah
menikah lagi ia ingkari. Berikut kutipannya:
“Adinda takut kalau setelah mendapat yang baru, orang
sekampung, perawan cantik, gadis jelita, adinda akan abang
pisahkan dan hindarkan dari sisi abang yang telah menjadi
tulang punggungku. Bukankah bukit telah sama kita daki, lembah
sudah sama kita turuni”
“abang tidak akan mengajur surut, percayalah!”. Jawab
leman (86
j. Sabar
Poniem. Orang-orang yang mengetahui bahwa istri Leman
yang muda akan datang. Mereka takjub dengan kesabaran yang
dimiliki Poniem. Ia tetap mau bersusah payah membantu Leman
111
membersihkan dan menyediakan keperluan rumah yang disewa
untuk Mariatun. Berikut kutipannya:
Orang heran dan takjub serta menaruh hormat yang sebesar-
besarnya atas ketulusan hati Poniem, yang selama ini hanya
disangka orang perempuan pelembahan yang tak ada harganya.
Orang menekurkan kepala kepadanya, melihat wajahnya yang
tiada berkucak.(90)
Saat Mariatun, mamak Mariatun, Ibu Mariatun, Famili
Leman, dan kaum kerabatnya sudah datang pun, ia tetep
menunjukkan perangai yang baik dan disambutnya pula dengan
budi yang baik. berikut kutipannya:
Rupanya tikar telah dihamparkan terlebih dahulu di loteng.
Minum-minuman telah disediakan. Diajaknya mariatun bersenda
gurau. Ditujukkannya budi bahasanya yang tinggi id hadapan ibu
Mariatun dan ditunjukkannya penghormatan yang tidak dibuat-
buat dihadapan mamak mariatun.(93
Begitupula ketika, niat suaminya untuk kawin lagi akan
segera berlangsung. Pada saat itu, hilang kemarahan, lemah
segala sendi anggota. Poniem telah mengalah. Diperintahnya
suaminya dengan perasaan penuh dengan welas asih untuk segera
pergi melaksanakan pernikahan itu jua karena di sana telah cukup
orang menunggu,dan tuan qadhi telah bersedia dengan kitab
khutbah nikahnya. Berikut kutipannya:
“Engkau marah kepadaku?”. Ujar Leman
“Tidak bang, Berangkatlah lekas, orang telah banyak
menunggu. Yem tidak marah”(96-97
Hingga akhirnya diceraikannya oleh Leman karena lebih
memilih Mariatun daripadanya, ia tetap bersabar menerima
kenyataan itu dan mengikhtiarkan nasib yang akan dijalaninya
selanjutnya dengan berlindung kepada Allah. Berikut kutipannya:
112
Diterimanyalah nasib, sekali lagi nasib, dengan hati sabar
dan tawakal. Barangkali akan tetaplah pendiriannya demikian
itu, kalau sekiranya tidak diubah oleh perkataan suyono sendiri
(148
k. Pemarah
Leman. Ada pula tabiatnya yang patut dicela, yaitu dia
mudah marah. Poniem tahu benar tabiat suaminya ini. Sebab itu,
selama ini jika dia marah, Poniem diam saja. Jarang sekali
kehendak Leman dibantah. Berikut kutipannya:
Kepada karyawan yang bekerja dengan dia, kalau ada
sesuatu kesalahan yang dipandangnya merugikan, marahnya pun
timbul. Mulutnya bertaburan saja padahal kesalahan itu belum
diperiksa(104
l. Tergesa-gesa
Leman. Selain mudah marah, tabiatnya yang patut dicela
adalah tergesa-gesa. Poniem juga yang meyakinkan supaya
jangan sampai suaminya menanggung kerugian sebab tabiatnya
ini. Berikut kutipannya:
Leman cepat percaya kepada orang. Kalau datang orang
meminta bantuan, dia mau memberikan barang dan uangnya
tanpa menyelidiki orang itu terlebih dahulu(104
m. Dapat Dipercaya
Suyono. Ketika Leman mulai lalai dan terlambat datang
berniaga, serta tidak mencocokkan barang-barang yang laku
dengan pembayaran kembali (setoran) menurut faktur. Suyono
sebagai karyawannya yang setia bekerja lebih giat dan
dikelolanya dengan baik. berikut kutipannya:
Meskipun majikannya kurang giat bekerja, dialah yang
sekarang lebih giat sehingga langganan-langganan dikebun,
bayaran bulanan dan bayaran kontan, dikelola serta diterimanya
dengan baik. Kotak-kotak yang bersusun di atas lemari
113
merupakan kotak-kotak kosong yang disusun Suyono dengan baik
sehingga tidak kelihatan kekurangan.(105
n. Menghasut
Ibunya Mariatun. Lantaran Leman tidak menentu
mengambil uang, berapa sesukanya saja, modal pokoklah yang
telah termakan. Sehingga disampaikan pula pada Mariatun agar
mau tinggal serumah dengan Poniem. Mula-mula Mariatun tidak
mau diserumahkan dengan madunya, namun apa boleh buat
karena kehendak Leman agak keras. Apalagi sebelum ibunya
kembali pulang ke Minang, banyak pengajaran yang diberikan
kepadanya bagaimana caranya menarik hati suami, bagaimana
jika serumah dengan madu, jangan mau dikalahkan. Berikut
kutipannya:
Apalagi ibunya membisikkan lebih baik kehendak suaminya
itu dituruti, supaya dia pun ikut pula memerhatikan perniagaan
dan berkuasa pula atas harta benda suaminya. Jangan sampai
“orang lain” itu saja yang beroleh laba dan keuntungan
sebagaimana selama ini..(110
Kerabat Leman. Pada suatu malam, Leman pergi ke rumah
kerabtnya yang dekat. Disana perempuan-perempuan telah
berkumpul dan berbisik-bisik bahwa mereka amat malu sebab
tidak ada menantu mereka di kampung. Dengan bujukan mereka,
mulailah mereka menghasut Leman untuk mau kawin lagi dengan
orang sekampungnya. Berikut kutipannya:
“Orang laki-laki tidak boleh diperintah oleh orang
perempaun. Perlu diceraikan, tentu diceraikan. Kami pun tidak
mau kalau engkau bercerai dengan dia karena budi bahasanya
dengan kami sangat elok. Namun, ada pula yang harus
dipikirkan. Kalau kita beristri orang sekampung dengan kita, itu
amat sulit, kesulitannya ialah hari tua. Dan kalau engkau bawa
dia ke kampung di hari tuamu, dimana dia akan tinggal dan
114
kemana dia akan engkau bawa. Engkau buatkan dia rumah, tidak
ada tanah buat dia. Tanah kita sempit, sawah kita telah banyak
dijadikan perumahan karena tak cukup tanah. Lagi pula menurut
pesan orang tua-tua apabila dimasukkan orang suku lain ke
dalam pekarangan tanah kita, dia akan kekal dan persukuan kita
sendiri akan punah. Kalau engkau turutkan kemana dia, baik
pulang ke negerinya atau sama-sama tinggal di rantau tentulah
engkau hilang lara untuk selama-lamanya, terpisah dari kami, ini
yang benar-benar kami risaukan”.(60-61
o. Malas
Mariatun. Kian lama kian nyata pula perangainya. Semasa
baru menikah dia masih agak bodoh. Dia belum begitu tahu
percaturan dirumah. Banyak sebab yang akan mendatangkan
perselisihan dalam rumah itu, salah satunya karena kemalasannya.
Berikut kutipannya:
Dia tidur diloteng, bangunnya siang hari. Turunnya dari
tangga loteng dilambat-lambatkan kakinya(111
Mariatun lebih suka hanya duduk di muka, ikut pula
menjualkan barang-barang dengan suaminya.(112
Bahkan, setelah jatuh miskin pun ia enggan dijadikan teman
untuk diajak bermusyawarah dengan Leman. Berikut kutipannya:
Istrinya sendiri, mariatun, bukanlah pantas untuk kawan
bicara, bermusyawarah, tetapi tahu yang ada saja(160
p. Sombong
Mariatun. Suasana rumah senantiasa keruh saja, sering kali
adanya pertikaian. Suatu kali Mariatun sengaja menghamparkan
celana tidur Leman berdekatan dengan sarung tidurnya, dengan
maksud ingin menyombongkan diri kepada Poniem bahwa tidur
mereka sangat nyenyak semalam dan dirinya berhak atas rumah
itu begitupula dengan status perkawinannya yang sah atas restu
dan do’a segenap famili. Berikut kutipannya:
115
Celana tidur Leman habis dicuci Mariatun pagi-pagi
dihamparkan oleh Mariatun berdekatan dengan sarung tidurnya.
Mariatun hendak mempertunjukkan bahwa tidur mereka nyenyak
semalam(114
“Aku sendiri apa yang akan kuperbuat di atas rumah ini tak
ada siapapun yang akan menghalangi. Abang Leman suamiku,
suami yang sah dengan do’a selamat, dengan nikah, dengan
persetujuan segenap famili kami. Kami dinikahkan menurut adat,
setahu ninik mamak”. “... aku orang pingitan oleh ibu bapakku,
bukan orang sembarangan”(115
“sesuka hatiku. Aku di atas harta benda suamiku. Aku kemari
diantar ninik mamakku. Engkau kan babu di sini. Aku akan
menolong suamiku berniaga. Kami orang sekampung, sehalaman,
bukan macam kau”(117
Dia pulang ke kampung menunjukkan kegagaghan dan lagak,
menghabiskan uang beratus-ratus. Sebelum pulang itu selau
berkirim uang untuk membuat rumah pula, lalu beli sawah (161
q. Mencela
Mariatun. Saat beradu mulut dengan Poniem. Ada saja
kalimat yang dia lontarkan untuk mencela Poniem yang dianggap
leih rendah darinya. Berikut kutipannya:
“Apa yang akan aku pandang padamu? Bukankah kamu
hanya seorang yang menumpang disini?dari manakah asalmu,
tidakkah kau tahu? Orang manakah engkau, tidakkah engkau
ingat? Lupakah kau asal mulanya kau dipungut oleh
suamiku?(114-115
“Sesuka hatiku. Aku di atas harta benda suamiku. Aku
kemari diantar ninik mamakku. Engkau kan babu di sini. Aku
akan menolong suamiku berniaga. Kami orang sekampung,
sehalaman, bukan macam kau”(117
116
Bukan saja Poniem. Suyono pun ikut dicelanya karena hanya
Suyonolah kawan setia Poniem, sekampung pula. Berikut
kutipannya:
Kalau ada kuli kontrak yang akan membeli, dipanggillah
Suyono oleh Mariatun, “eh Suyono layanilah ini, inilah
bangsamu”(125
Leman. Karena sudah termakan oleh yang lebih cantik dan
muda, saat terjadinya pertikaian yang dahsyat pun ia lebih
mendengarkan teriakan Mariatun yang teriak kesakitan. Tidak
disitu saja, Leman bahkan menarik rambut, menendang dan
mencelanya sebelum menceraikannya. Berikut kutipannya:
“Kurang ajar! Jawa buruk, kau hendak membunuh orang di
sini”(127
“Kau boleh pergi dari sini! Kau orang Jawa! Boleh turutkan
orang Jawa. Kau boleh kembali ke kebun! Sebelah mataku tidak
bisa memandang kepadamu lagi. Pergilah dari sini. Mulai
sekarang aku jatuhkan kepadamu talak tiga. Pergilah!”(129
r. Sopan dan Santun
Poniem. Dirinya yang begitu menaruh hormat dan cintanya
kepada suaminya pun membuat dirinya tetap membuatnya sopan
dan santun kepada suaminya, bahkan setelah resmi bercerai
sekalipun. Berikut kutipannya:
“Hanya satu permintaanku, abang. Aku tidak meminta
supaya perdagangan ini di hitung dan bagian ku dikeluarkan,
meskipun jelas ada hak milikku didalmnya. Hanya satu saja yang
akan ku bawa, izinkanlah”. “Biarlah yang sehelai ini saja
hartaku kuambil dari kedai ini, akan jadi tanda mata. Mudah-
mudahan jawa buruk ini tidak lagi akan memberati rumah
ini”(131
117
“Namun jika engkau sampai disana, dan engkau bertemu
dengan abang Leman, sekali-kali janganlah engkau menunjukkan
muka masam, kepadanya(157
s. Bersyukur
Poniem. Meskipun dalam keadaan hati yang begitu sakit atas
apa yang dilakukan suaminya terhadapnya. Namun, dilihatnya
kembali semuannya dengan tenangnya. Sebab dia teringat
kembali kepada masa yang lama telah lampau, betapa lebih
bersyukurnya ia disaat yang sekarang sudah pandai berselendang,
berbaju yang agak bersih. Berikut kutipannya:
Teringat bagaimana beruntung pergaulannya dengan
suaminya sekian lama. Dia tersesat, suaminyalah yang
membawanya kepada jalan yang lurus. (144
Apabila mereka ingat kesengsaraan hari ini, yang hampir
karena itu mereka mengeluh, mereka ingat pula keadaan dahulu,
dahulu benar,seketika mereka menjadi orang kebun(147
Buatku, seluruh tanah indonesia adalah tanah airku, tidak
berbed. Dimana aku hidup, aku diberi anugerah oleh Allah,
haruslah anugerah itu aku syukuri”(162
t. Pemaaf
Suyono. Setelah meminta diri kepada Tauke Abdullah untuk
pamit hendak segera ke Medan. Sengaja dielak-elakkannya
supaya jangan bertemu Leman. Sebab meskipun sudah
memaafkannya, berat rasa hatinya setelah mendengar apa yang
menimpa bekas tuannya dulu. Berikut kutipannya:
Dia tidak benci atau dendam. Sebab-sebab permusuhannya
dengan leman tidak ada lagi. Kalau ada kemarahan yang muncul
dari kedua belah pihak pada hari perceraiannya dengan Poniem,
itu semua sudah habis lantaran ditelan waktu(163
Poniem. Sama halnya dengan Suyono. Poniem juga sudah
memaafkan kesalahan Leman dengan Mariatun. Hal ini terlihat
118
ketika akhirnya Poniem dan Leman kembali bertemu. Namun
kini, Poniem sudah sah menjadi istri Suyono. Berikut kutipannya:
“Apalah yang akan aku jawab? Apa yang akan aku
maafkan? Sudah hal biasa, ketika berdamai kita bergaul, dan kita
berselisih kita bercerai. Dan setelah bercerai tamatlah cerita.
Segala kejadian lama sama-sama dilupakan dan kita kembali
bersaudara. Tidak ada rasanya hal yang patut untuk bermaaf-
maafan dalam perkara ini”(181
Tabel II.2
Temuan Pendidikan Akhlak dalam Novel Merantau Ke
Deli Karya Hamka
Nama
Tokoh Kutipan Novel Keterangan
Poniem
“Pernikahan adalah suatu yang paling suci. Kami
para pekerja (kuli-kuli) kontrak amat ingin menikah, tetapi
malang bagi kami. Nasib kami telah dijadikan begini oleh
Gusti Allah. Berapa kali laki-kali mengajak aku menikah,
tetapi aku tahu dia bukan menikahi diriku, tetapi menikahi
barangku saja..”(12)
Buruk sangka
Pagi-pagi poniem menjual pulut dan nasi rames.
Tengah hari dan sore ada pula jualannya(146
Kerja keras
Walaupun matanya akan balut oleh asap, walaupun
pagi-pagi buta ia telah mengendarai sepeda akan pergi
membeli banyak sayur ke sentral pasar.(152
Mereka sudah merasa senang, walaupun bergaul baru
sepuluh menit, kerena ramah tamah dan baik budi Poniem
itu. (53)
Ramah
“Sanak kerabat Leman datang ke perantauan, Suka
119
seorang demi seorang, yang satu menyebut-nyebutkan
bahwa Leman adalah mamaknya, saudara sepersukuan,
ataupun bertalian darah. Namun, sama sekali tak seorang
jua pun yang ditolak. Jika mereka sudah pandai
memegang perniagaan, diberi pula modal dan disuruh
berdagang sendiri”(41)
menolong
“orang kita sendiri tidaklah akan serendah hati itu.
biasanya orang kita apabila sudah dibawa oleh suaminya
merantau lalu pulang ke kampung, subangnya bertatah
intan, dia telah sombong... tetapi mbak ayu poniem
tidaklah begitu, harta bendanya seakan-akan tidak
diacuhkannya, mulutnya manis, tegur sapanya terpuji ”
(54
Rendah hati
Orang heran dan takjub serta menaruh hormat yang
sebesar-besarnya atas ketulusan hati Poniem, yang selama
ini hanya disangka orang perempuan pelembahan yang
tak ada harganya. Orang menekurkan kepala kepadanya,
melihat wajahnya yang tiada berkucak.(90)
Sabar
Rupanya tikar telah dihamparkan terlebih dahulu di
loteng. Minum-minuman telah disediakan. Diajaknya
mariatun bersenda gurau. Ditujukkannya budi bahasanya
yang tinggi id hadapan ibu Mariatun dan ditunjukkannya
penghormatan yang tidak dibuat-buat dihadapan mamak
mariatun.(93
“Engkau marah kepadaku?”. Ujar Leman
“Tidak bang, Berangkatlah lekas, orang telah banyak
menunggu. Yem tidak marah”(96-97
Diterimanyalah nasib, sekali lagi nasib, dengan hati
sabar dan tawakal. Barangkali akan tetaplah pendiriannya
demikian itu, kalau sekiranya tidak diubah oleh perkataan
120
suyono sendiri(148
“Hanya satu permintaanku, abang. Aku tidak meminta
supaya perdagangan ini di hitung dan bagian ku
dikeluarkan, meskipun jelas ada hak milikku didalmnya.
Hanya satu saja yang akan ku bawa, izinkanlah”.
“Biarlah yang sehelai ini saja hartaku kuambil dari kedai
ini, akan jadi tanda mata. Mudah-mudahan jawa buruk ini
tidak lagi akan memberati rumah ini”(131
Sopan,
Santun
“Namun jika engkau sampai disana, dan engkau
bertemu dengan abang Leman, sekali-kali janganlah
engkau menunjukkan muka masam, kepadanya(157
Teringat bagaimana beruntung pergaulannya dengan
suaminya sekian lama. Dia tersesat, suaminyalah yang
membawanya kepada jalan yang lurus. (144
Bersyukur
Apabila mereka ingat kesengsaraan hari ini, yang
hampir karena itu mereka mengeluh, mereka ingat pula
keadaan dahulu, dahulu benar,seketika mereka menjadi
orang kebun(147
Buatku, seluruh tanah indonesia adalah tanah airku,
tidak berbed. Dimana aku hidup, aku diberi anugerah oleh
Allah, haruslah anugerah itu aku syukuri”(162
“Apalah yang akan aku jawab? Apa yang akan aku
maafkan? Sudah hal biasa, ketika berdamai kita bergaul,
dan kita berselisih kita bercerai. Dan setelah bercerai
tamatlah cerita. Segala kejadian lama sama-sama
dilupakan dan kita kembali bersaudara. Tidak ada
rasanya hal yang patut untuk bermaaf-maafan dalam
perkara ini”(181
Pemaaf
Leman Dengan heran tercengang, Leman menanyai Suyono
apa sebab uang di dalam kotak tidak banyak lagi.
Buruk sangka
121
Dilihatnya suyono tenang –tenang dan dilihatnya pula
poniem sekan-akan dia tidak percaya. Dan berkata “aku
heran, aku tidak percaya!”(106
Kedainya yang awalnya hanya kecil saja, sekarang
telah besar.(40)
Kerja keras
Meskipun mereka memiliki seorang anak semang yang
setia dan bisa dipercaya, tidaklah lekas Leman
menyenangkan diri, usahanya lebih giat daripada
biasanya(44
Poniem bertanya, “Apa yang abang buat tengah
malam ini? Masih mencatat jual beli juga?”
“Ya” jawabnya, “pekerjaan siang hari tadi
terbengkalai”(68
Bohong
“sudah lamakah surat itu engkau kirimkan?”
“kira-kira sudah akan sampai di kampung” jawab
Leman(75
“Memang. Abang pun ingat sumpah itu. tetapi
bagaimanakah kita beralasan. Orang kampung sangat
keras meminta abang supaya menikah seorang lagi. Kalau
abang tidak mau, kata mereka akan berkerat-keratan
rotan dengan abang. Tidak akan mengaku bersaudara
lagi”(82
“Aku takut kalau-kalau engkau menyesal kelak
Leman!”
“Apa sebab aku akan menyesal Mamak?”
“Sebab orang itu bukan orang negeri (satu kampung)
kita!”
“Bukankah dia orang Islam juga?” tanya Leman.
“Benar, tetapi karena engkau mendapatkan dia
dengan mudah, aku takut dan khawatir kalau-kalau
Ingkar Janji
122
engkau mudah juga melepaskannya darimu”
“Tidak mamak. Beristri hanya sekali ini, aku sadar
betul. Perempuan itu setia tampaknya dan dia akan
pegang teguh, aku telah berjanji”(26
“Adinda takut kalau setelah mendapat yang baru,
orang sekampung, perawan cantik, gadis jelita, adinda
akan abang pisahkan dan hindarkan dari sisi abang yang
telah menjadi tulang punggungku. Bukankah bukit telah
sama kita daki, lembah sudah sama kita turuni”
“abang tidak akan mengajur surut, percayalah!”.
Jawab leman (86
Kepada karyawan yang bekerja dengan dia, kalau ada
sesuatu kesalahan yang dipandangnya merugikan,
marahnya pun timbul. Mulutnya bertaburan saja padahal
kesalahan itu belum diperiksa(104
Pemarah
Leman cepat percaya kepada orang. Kalau datang
orang meminta bantuan, dia mau memberikan barang dan
uangnya tanpa menyelidiki orang itu terlebih dahulu(104
Tergesa-gesa
“Kurang ajar! Jawa buruk, kau hendak membunuh
orang di sini”(127
Mencela
“Kau boleh pergi dari sini! Kau orang Jawa! Boleh
turutkan orang Jawa. Kau boleh kembali ke kebun!
Sebelah mataku tidak bisa memandang kepadamu lagi.
Pergilah dari sini. Mulai sekarang aku jatuhkan kepadamu
talak tiga. Pergilah!”(129
Suyono Suyono mencoba berjualan kain-kain dengan kereta
angin. (146
Kerja keras
Meskipun berat beban yang terletak di belakang
sepedanya, walaupun keringat akan mengalir di dahinya,
suyono bekerja terus dan bekerja. (152
123
Sikapnya ramah-tamah terhadap pembeli, apalagi
terhadap pekerja kuli yang sepertinya.(43)
Ramah
“... Kami meminta suaya engku jangan pulang.
Jangan engku pandang diriku sebagai orang lain lagi.
Jangan engku pandang Poniem sebagai janda, tetapi
pandanglah kami sebagai saudara, atau orang-orang yang
telah naik kepada bukit masyarakat dari lurah
percomberan, lantaran pertolongan engku. Sudah datang
masanya kami membalas jasa engku. Engku perlu
membesarkan hati, jangan berputus asa. Tanah Deli masih
memberi harapan buat kita untuk hidup. Engku mesti
berniaga”
“uangku telah habis, tidak ada modalku lagi”.
“kami mengikhtiarkan”. Kata Suyono (184
Suka
menolong
“Jangan begitu, itu salah! Engku Leman” yang aku
panggil engku ialah jasa engku, sekarang pun aku masih
merasa begitu. Uangkupun tiada lah banyak, Cuma aku
hematkan dari sedikit demi sedikit. Itulah yang dibelikan
rumah. Keadaan aku tiadalah jauh berubah dari
dahulu”(170-171
Rendah hati
Dia tidak benci atau dendam. Sebab-sebab
permusuhannya dengan leman tidak ada lagi. Kalau ada
kemarahan yang muncul dari kedua belah pihak pada hari
perceraiannya dengan Poniem, itu semua sudah habis
lantaran ditelan waktu(163
Pemaaf
Para
Tetangga
Saudagar-saudagar yang berada di sebelahnya
kedainya merasa tercengang. Ada pula yang iri hati
melihat kemajuan yang telah dicapainya.(44
Iri hati
Kerabat
Leman
“Cuma satu itu saja salahnya,” ujar perempuan tua
itu, yang periannya sudah hampir penuh.
Menggunjing
124
“apa?” tanya perempuan muda itu.
“dia bukan orang kita” ujar perempuan tua itu pula.
“ya, itu sajalah salahnya, itu saja yang rasa
keberatan. Meskipun budinya baik, kelakuannya terpuji,
sayang da tidak orang kita” (54
“Orang laki-laki tidak boleh diperintah oleh orang
perempaun. Perlu diceraikan, tentu diceraikan. Kami pun
tidak mau kalau engkau bercerai dengan dia karena budi
bahasanya dengan kami sangat elok. Namun, ada pula
yang harus dipikirkan. Kalau kita beristri orang
sekampung dengan kita, itu amat sulit, kesulitannya ialah
hari tua. Dan kalau engkau bawa dia ke kampung di hari
tuamu, dimana dia akan tinggal dan kemana dia akan
engkau bawa. Engkau buatkan dia rumah, tidak ada tanah
buat dia. Tanah kita sempit, sawah kita telah banyak
dijadikan perumahan karena tak cukup tanah. Lagi pula
menurut pesan orang tua-tua apabila dimasukkan orang
suku lain ke dalam pekarangan tanah kita, dia akan kekal
dan persukuan kita sendiri akan punah. Kalau engkau
turutkan kemana dia, baik pulang ke negerinya atau sama-
sama tinggal di rantau tentulah engkau hilang lara untuk
selama-lamanya, terpisah dari kami, ini yang benar-benar
kami risaukan”.(60-61
Menghasut
Mariatun Setiap suaminya pulang ke kedai, pulang berjaja,
setiap akan tidur dan duduk berdua, ada-ada saja jalan
baginya membusuk-busukkan Poniem. Segala percakapan
poniem dahulu, memburukkan adat orang padang, kerap
kali diulangnya dekat suaminya atau dekat yang lain-lain.
(124-125
Menggunjing
“Aduh sakitnya ya Allah, ya Rabbi, remuk hancur Bohong
125
badanku dikiriknya. Patah-patah rasanya tulangku
diremasnya. Aduh, “bunyi pekik Mariatun kembali.
“Pembohong, belum sampai badannya aku apa-
apakan, belum sekeras tendangan yang dijatuhkan ke atas
pinggangku” kata poniem(128
Dia tidur diloteng, bangunnya siang hari. Turunnya
dari tangga loteng dilambat-lambatkan kakinya(111
Malas
Mariatun lebih suka hanya duduk di muka, ikut pula
menjualkan barang-barang dengan suaminya.(112
Istrinya sendiri, mariatun, bukanlah pantas untuk
kawan bicara, bermusyawarah, tetapi tahu yang ada
saja(160
Celana tidur Leman habis dicuci Mariatun pagi-pagi
dihamparkan oleh Mariatun berdekatan dengan sarung
tidurnya. Mariatun hendak mempertunjukkan bahwa tidur
mereka nyenyak semalam(114
Sombong
“Aku sendiri apa yang akan kuperbuat di atas rumah
ini tak ada siapapun yang akan menghalangi. Abang
Leman suamiku, suami yang sah dengan do’a selamat,
dengan nikah, dengan persetujuan segenap famili kami.
Kami dinikahkan menurut adat, setahu ninik mamak”. “...
aku orang pingitan oleh ibu bapakku, bukan orang
sembarangan”(115
“sesuka hatiku. Aku di atas harta benda suamiku. Aku
kemari diantar ninik mamakku. Engkau kan babu di sini.
Aku akan menolong suamiku berniaga. Kami orang
sekampung, sehalaman, bukan macam kau”(117
Dia pulang ke kampung menunjukkan kegagaghan
dan lagak, menghabiskan uang beratus-ratus. Sebelum
pulang itu selau berkirim uang untuk membuat rumah
126
pula, lalu beli sawah (161
“Apa yang akan aku pandang padamu? Bukankah
kamu hanya seorang yang menumpang disini?dari
manakah asalmu, tidakkah kau tahu? Orang manakah
engkau, tidakkah engkau ingat? Lupakah kau asal
mulanya kau dipungut oleh suamiku?(114-115
Mencela
“Sesuka hatiku. Aku di atas harta benda suamiku. Aku
kemari diantar ninik mamakku. Engkau kan babu di sini.
Aku akan menolong suamiku berniaga. Kami orang
sekampung, sehalaman, bukan macam kau”(117
Kalau ada kuli kontrak yang akan membeli,
dipanggillah Suyono oleh Mariatun, “eh Suyono layanilah
ini, inilah bangsamu”(125
Ibunya
Mariatun
Apalagi ibunya membisikkan lebih baik kehendak
suaminya itu dituruti, supaya dia pun ikut pula
memerhatikan perniagaan dan berkuasa pula atas harta
benda suaminya. Jangan sampai “orang lain” itu saja
yang beroleh laba dan keuntungan sebagaimana selama
ini..(110
Menghasut
Tauke
Abdullah
Putuslah mufakat bahwa Tauke Abdullah mau
menjadi penolong untuk mencarikan tanah, baik dengan
angsuran maupun dengan kontan... Tauke Abdullah
dengan segala ikhlas hati sudi menerima penyerahan
itu.(162-163
Suka
Menolong
F. Resensi Para Ahli Sastra
Ajip Rosidi yang merupakan sastrawan Indonesia, penulis,
budayawan, dosen, pendiri, dan redaktur beberapa penerbit, yang juga
pendiri serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage dalam “Ikhtisar Sejarah
127
Sastra Indonesia” menyatakan bahwa kesedihan sebagai motif penulisan
cerpen menjadi bahan yang produktif buat Hamka. Dia mempergunakan
cerpen bukan sebagai penghibur hati, melainkan sebagai usaha untuk
menggugah rasa sedih pembaca. Dalam kata persembahannya Di dalam
Lembah Kehidupan Hamka menyatakan bahwa cerpennya itu sebagai
kumpulan air mata, kesedihan, dan rintihan yang diderita oleh segolongan
manusia di atas dunia ini. Cerpennya yang berjudul "Encik Utik"
melukiskan kesepian dan impian seorang gadis yang sampai rambutnya
putih semua ia belum juga bersuami sehingga dengan diam-diam dibelinya
pakaian pengantin dan dipakainya secara sembunyi-sembunyi di
kamarnya. 33
A. Teeuw yang merupakan seorang pakar sastra dan budaya
Indonesia asal Belanda dalam “Pokok dan Tokoh Kesusastraan Indonesia
Baru” menyatakan bahwa ia menyebut Hamka sebagai pengarang seri
cerita roman, banyak sekali karangannya pada masa sebelum dan sesudah
perang. Dalam buku-bukunya Hamka insaf bahwa ia adalah pendidik
rakyat, juru-ibarat, dan pak guru. Keadaan-keadaan yang buruk dalam
masyarakat menjadi pokok lukisan bagi cerita-ceritanya yang sederhana
dan yang langsung dapat dipahami. Bukunya, Tuan Direktur (1939),
belum dapat digolongkan ke dalam cerita detektif, tetapi dalam banyak hal
menarik hati. 34
H.B. Jassin yang merupakan seorang pengarang, penyunting,
sekaligus kritikus sastra berkebangsaan Indonesia dalam “Kesusastraan
Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei I” menyatakan bahwa bahasa
Hamka sederhana, tetapi berjiwa. Karangannya penuh kekayaan batin,
penuh perbuatan yang membayangkan keluhuran budi tokoh-tokohnya.
Dalam seluruh karangannya ada sfeer, ada suasana. H.B. Jassin
menegaskan bahwa keindahan suatu karangan tidak terletak pada
33Ensiklopedia Sastra Indonesia,
Http://Ensiklopedia.Kemdikbud.Go.Id/Sastra/Artikel/Hamka, Badan Pengembangan Dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia 34 Ibid
128
banyaknya kejadian yang diceritakan, tetapi pada banyaknya kekayaan
pikiran dan perasaan yang terlukis di dalamnya. Bukan pikiran dan
perasaan yang dibuat-buat, melainkan pikiran dan perasaan yang timbul
dari hati benar-benar, yang terasa kejujurannya oleh pembaca. Keindahan
karangan itu tidak terletak dalam bahasa yang sulit dan pelik, tetapi dalam
isinya sebab bahasa hanyalah ibarat tubuh dan pakaian, sedangkan isinya
ialah jiwa.35
H. B. Jassin juga menyebut Hamka sebagai “Pengarang Islam”.
Melalui Karyanya, Hamka berusaha menunjukkan transformasi Islam dan
modernise yang berhadapan dengan adat dan tradisionalisme dalam
balutan kisah cinta. Salah satu hal yang membuat novel Hamka menarik
antara lain karena Hamka menempatkan Islam sebagai agama (ad-din)
yang membawa cahaya perubahan. Perubahan yang ditawarkan olehnya
berbasis pada imtaq (iman dan taqwa) dan iptek (ilmu pengetahuan dan
teknologi).36
Din Syamsuddin yang merupakan Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah pada periode 2005-2010 dan 2010-2015, menyatakan,
“Buya Hamka adalah seorang ulama dengan keluasan dan kearifan ilmu
serta keteguhan sikap terhadap masalah-masalah prinsipil. Dia adalah
seorang sastrawan yang prolifik, dengan karya-karyanya yang meliputi
agama, budaya, dan sastra. Sebagai sastrawan, novel Buya Hamka
memiliki daya gagah dan gaya cerah yang kuat, sehingga dapat membawa
perubahan dalam masyarakat”37
35Ensiklopedia Sastra Indonesia,
Http://Ensiklopedia.Kemdikbud.Go.Id/Sastra/Artikel/Hamka, Badan Pengembangan Dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia 36 HAMKA, Di Bawah Lindungan Ka’bah, (Jakarta Timur: PT Balai Pustaka, 2011), h. 79 37 HAMKA, Ibid, h. 79
129
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian terhadap novel karya Buya Hamka yang
berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau Ke Deli”.
Peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, sekaligus
menjadi jawaban dari rumusan masalah yang dituliskan peneliti pada
pendahuluan . berikut kesimpulannya:
Pendidikan yang ingin disampaikan oleh Buya Hamka dalam karya sastra
novelnya yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau
Ke Deli” ialah, pendidikan yang bersangkutan dengan syariat dan akhlak
dalam kehidupan sehari-hari yang telah diajarkan dan diperintahkan oleh
Allah Swt kepada hambaNya, yang mana ajaran dan perintah itu sering kali
diabaikan dan tidak dilaksanakan oleh hambaNya.
Hal ini dikarenakan, ajaran dan tradisi masyarakat Indonesia diberbagai
wilayah masih sering ditemukan tidak berkesesuaian dengan apa yang telah
disampaikan melalui Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah. Sehingga
melalui novel ini, Hamka ingin memberikan gambaran atas kritikannya
kepada masyarakat, khususnya masyarakat Minangkabau yang menjadi
tempat kelahirannya, mengenai dampak yang dapat dihasilkan oleh
kekeliruan manusia itu sendiri, yang seringkali merasa bahwa ajaran dan
sudut pandangnya yang berdasarkan tradisi (adat) itu adalah yang lebih baik
dan benar yang harus dipatuhi. Sehingga, tradisi (adat) ini lah yang selalu
dijadikan tolak ukur benar salahnya suatu tindakan dikalangan masyarakat
tersebut, yang akan diwariskan turun temurun untuk dijadikan tumpuan. Hal
ini tentu tidak dibenarkan dalam Al-Qur’an, yang mana seharusnya yang
menjadi tolak ukur benar salahnya suatu tindakan ialah dengan berpegang
teguh kepada syariat yang telah ditentukan oleh Allah Swt sebelumnya,
karena jika tidak berpegang teguh pada syariat itu segala perbuatan yang
dilakukan manusia hanya akan menjadi sia-sia.
130
B. Implikasi
Implikasi penelitian ini terhadap Pendidikan Islam ialah sebagai media
pengantar pesan yang dapat lebih mudah diterima, dipahami dan disukai
masyarakat. Sehingga pesan yang berisikan pernyataan bahwasanya manusia
sangat memerlukan pendidikan agar lebih mengenal agamanya, yang mana
manusia dapat memiliki banyak tujuan yang tetap mengacu pada hukum
Tuhan ini bisa sampai kepada pembacanya. Penyimpangan yang dilakukan
terhadap hukum Tuhan, memberikan konsekuensi berupa dosa. Walaupun
berbagai kesalahan tersebut dapat diampuni, namun berbagai dosa yang
dilakukan secara disadari dan berkelanjutan, pada akhirnya menghambat
perwujudan, tujuan akhir, dan keridhaan Tuhan itu sendiri.
C. Saran
Alangkah baiknya novel-novel seperti ini dijadikan sebagai media
edukasi tambahan diluar lingkungan sekolah, agar dapat memberikan
pengetahuan, pencerahan, dan imajinasi yang lebih luas lagi bagi masyarakat,
khususnya mengenai Pendidikan Islam.
Melalui novel-novel seperti inilah biasanya pendidikan yang ingin
disampaikan bisa lekat dalam pikiran dan hati setiap orang, karna keindahan
kata-katanya yang dapat mencampuradukan emosi setiap pembaca. Bahkan,
gambaran edukasi yang dipertontonkan melalui berbagai peristiwa yang
disajikan dapat merasuk hingga kejiwa pembacanya.
Malalui novel ini juga para pendidik bisa dengan mudah mengenalkan
keunikkan dan keberagaman tradisi dan budaya yang beraneka macam
diberbagai wilayah Indonesia yang dapat melahirkan berbagai macam
karakter seseorang yang pastinya tidak boleh bersimpangan dengan ajaran
Islam.
131
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, Ishak dan Deni Darmawan. 2015. Teknologi Pendidikan. Bandung: PT
Remaja RosdaKarya
Amrullah, Mas’un Azali. 2005. Transformasi Pendidikan Islam pada Abad
Informasi dan Globalisasi: Bunga Rampai. Jakarta: Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama.
Aminah, Nina. 2014. Studi Agama Islam. Bandung: PT Remaja RosdaKarya
Arabi, Khairi Syekh Maulana. 2017. Dakwah dengan Cerdas. Yogyakarta:
Laksana
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pers
Bennet, Andrew and Nicholas Royle. 2004. An Introduction To Literature,
Criticism And Theory. England: Pearson Education Limited
Bungin, H. M. Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi,
kebijakan Publik, dan ilmu Sosial Lainnya). Jakarta: Prenada Media Group
Daradjat, Zakiah. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara
Daulay, Haidar Putra dan Nurgaya Pasa. 2013. Pendidikan Islam dalam Lintasan
Sejarah. Jakarta: Kencana
Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid I. Jakarta: Lentera
Abadi
Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid II. Jakarta: Lentera
Abadi
Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid V. Jakarta: Lentera
Abadi
132
Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid IX. Jakarta:
Departemen Agama RI
Ensiklopedia Sastra Indonesia,
Http://Ensiklopedia.Kemdikbud.Go.Id/Sastra/Artikel/Hamka, Badan
Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia
Esten, Mursal. 2013. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:
Angkasa
Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Hasibuan, Albar Adetary. 2015. Filsafat Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki
Press
Https://Nasional.Republika.Co.Id/Berita/Px91gm335/Jk-Sulit-Cari-Ulama-
Selengkap-Buya-Hamka, Diakses 04 November 2019 Jam 10.52
https://siedoo.com/berita-4965-peringkat-pendidikan-indonesia-dan-budaya-
buruknya/, Diakses pada tanggal 25 April 2019
Ibrahim, Nini. 2009. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Depok:
UHAMKA PRESS
Irwan, Syaiful. 2017. “Empat Tingkatan Taubat Menurut Ghazali”, Hidayatullah,
diakses dari Http://M.Hidayatullah.Com/Kajian/Tazkiyatun-
Nafs/Read/2017/05/29/117568/Empat-Tingkatan-Taubat-Menurut-
Ghazali.Html, pada hari Senin, 29 Mei
Jr, Edward H. Jones. 1968. Outlines Of Literature: Short Stories, Novels, and
Poems. New York: The Macmillan Company
Kementerian Agama RI. 2010. Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid 2. Jakarta: Lentera
Abadi Marzuki. 2017. Pendidikan Karakter Islam. Jakarta: Amzah
Kementerian Agama RI. 2014. Mushaf Tajwid An-Na’im. Surakarta: Az-Ziyadah
133
ZZZMayhead, Robin. 1974. Understanding Literature. London: Cambridge
University Press
Muhajir, As’aril. 2011. Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana
Musyafa, Haidar. 2016. HAMKA Sebuah Novel Biografi. Depok: Imania
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenadamedia Group
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis,
dan Praktis). Jakarta: Ciputat Pers
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis.
Jakarta: Bumi Aksara
Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kuriawan. 2016. Studi Pendididkan Islam.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Shaleh, Abdul Rachman. 2000. Pendidikan Agama dan Keagamaan (Visi, Misi
dan Aksi). Jakarta: Gemawindu Panca perkasa
Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur’an, Vol. 15. Jakarta: Lentera Hati
Soedijarto. 2003. Pendidikan Nasional sebagai Proses Transformasi Budaya.
Jakarta: Balai Pustaka
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Terj. Sugihastuti dan Rossi Abi
Al Irsyad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sukino. 2010. Menulis itu Mudah. Yogyakarta: Pustaka Populer LkiS
134
Suralaga, Fadhilah. Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah. 2005. Psikologi
Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Tolchah, Moch. 2015. Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru. Yogyakarta:
LKIS Pelangi Aksara.
Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia
Ulwan, Abdullah Nashih. 2007. Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj. Jamaluddin
Miri. Jakarta: Pustaka Amani
Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi. 2016. Ilmu Pendidikan Islam: Rancangan
Bangun Konsep Pendidikan Monokotomik-Holistik. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
Yasin, A. Fatah. 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang
Presss
Yunus, Muhammad. 2012. “Hak Waris dalam Islam dan Pusaka Tinggi di Ranah
Minang”, Kompasiana, diakses dari
https://www.kompasiana.com/sangpemenangpembelajar/550ba4c5a333110a1
b2e3957/hak-waris-dalam-islam-dan-pusaka-tinggi-di-ranah-minang, pada
hari Jum’at, 6 Januari
135
SKRIPSI DAN JURNAL
Anwar, Choirul. 2018. “Islam dan Kebhinekaan di Indonesia: Peran Agama dalam
Merawat Perbedaan. Zawiyah Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 04 No. 02.
Desember
Fajriah, Ita Amaliatul. 2018. Corak Teosentrisme Dan Antroposentrisme Dalam
Pemahaman Tauhid Di Pondok Pesantren Attauhidiyyah Cikura Bojong
Kabupaten Tegal. Skripsi pada UIN Walisongo. Semarang
Herlina. 2014. “Nilai Kearifan Lokal Dalam Novel Negeri Sapati Karya Laode.
M. Insan Sebagai Pendukung Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jurnal
Pendidikan Bahasa. Vol. 03 No. 02. Desember
Khakim, M. Nur Fahrul Lukmanul. 2014. “Nilai Kebangsaan dalam Karya Sastra
Hamka 1930-1962”. Jurnal Sejarah dan Budaya. Vol. 08 No. 02
Kholifatun. 2016. “Kritik Buya Hamka terhadap Adat Minangkabau dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”. Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga.
Yogyakarta
Rusli, Ris’an. 2014. “Agama dan Manusia dalam Pendidikan Hamka”. Intizar.
Vol. 20 No. 02
Sofiah, Wan. Wan Ahmad dan Zulkefli Aini. 2019. “Al-Hikmah Rethorical
Da’wah Through Subtle Method In “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”
Novel Written By Hamka”. Jurnal Al-Qanatir: International Journal of
Islamic Studies. Vol. 13. No. 01. Januari
Shidiq, Sapiudin. 2008. “Pendidikan Menurut Buya Hamka”. Jurnal Pendidikan
Agama Islam. Vol. 02 No. 02. Juli
Qomar, Mujamil. 2015. “Ragam Identitas Islam di Indonesia dari Perspektif
Kawasan”. Episteme. Vol. 10 No. 02. Desember