Download - Pendidikan Anak Dalam Al Quran
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
1/19
Pendidikan Anak dalam Al Quran dan As
Sunnah (Dari Kelahiran hingga Menikahkan)24 Maret 2010 pukul 23:24
Mukadimah
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim: 6)
Berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah dalam Kitab Fathul Qadir:
" " " "
!
"#$
"
"
Wahai Oang-orang yang beriman, peliharalah dirimu maksudnya dengan
melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan kepadamu dan meninggalkan apa-
apa yang telah dilarang untukmu. Dan keluargamu maksudnya dengan
memerintahkan mereka untuk tat kepada Allah dan mencegah mereka dari maksiat
kepadaNya. (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir)
Imam Muqatil bin Sulaiman berkata, Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka, yakni memelihara dengan adab yang shalih (baik).
Imam Mujahid dan Imam Muqatil juga berkata, Peliharalah dirimu dengan amal
perbuatanmu, dan peliharalah keluargamu dengan wasiat-wasiatmu.
Imam Ibnu Jarir berkata, Wajib bagi kita mengajarkan anak-anak kita tentang
https://id-id.facebook.com/notes/majelis-quran/pendidikan-anak-dalam-al-quran-dan-as-sunnah-dari-kelahiran-hingga-menikahkan/373794158740https://id-id.facebook.com/notes/majelis-quran/pendidikan-anak-dalam-al-quran-dan-as-sunnah-dari-kelahiran-hingga-menikahkan/373794158740 -
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
2/19
agama dan kebaikan, beserta perkara adab yang dibutuhkannya. (Lihat Tafsir ini
semua dalam kitab Fathul Qadir)
Anak merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya, baik bapak atau ibu,
teristimewa lagi bapak, sebab ia kepala rumah tangga yang tanggung jawab duniaakhiratnya lebih besar. Sesuai dengan hadits: Kullukum rain wa kullukum masulun
an raiyatihi (Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya). Maka sangat wajar bila seorang ahli
hikmah mengatakan, Perhatikanlah anakmu, sebab surga atau neraka bagimu,
tergantung sikapmu terhadap anak.
Berikut ini adalah rincian cara Islam dalam mendidik anak.
1.Memberikan kabar gembira atas kelahiran anak
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Maka kami beri dia (Nabi Ibrahim) kabar gembira dengan (lahirnya) seorang anak
yang amat sabar (yakni Nabi Ismail) (QS. Ash Shafat: 101)
Dalam ayat lain:
Hai Zakaria, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya kami belum pernah
menciptakan orang yang serupa dengan dia. (QS. Maryam: 7)
Sudah selayaknya orang tua bergembira dengan kelahiran anak, baik bayi laki-laki
atau perempuan, baik anak pertama atau selanjutnya, dengan tanpa pembedaan
dan pilih kasih sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah Taala. Kegembiraan ini
diharapkan menjadi awal yang baik dan memiliki pengaruh bagi jiwa anak, agar
dalam perkembangannya ia mudah diarahkan dan dididik sesuai adab Islam.
2. Menasabkan bayi itu kepada orang tuanya (bapak)
Ini merupakan kewajiban selanjutnya yang dilakukan orang tua kepada anaknya.
Sesuai firmanNya:
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
3/19
Panggil-lah mereka (anak-anak angkatmu) dengan memakai nama bapak-bapak
mereka, hal itu lebih adil di sisi Allah. (QS. Al AHzab: 5)
Ayat ini berkenan tentang anak angkat, kita wajib memanggil dan menasabkanmereka dengan bapak kandungnya sendiri (bapak biologis). Apalagi, dengan anak
kita sendiri tentu lebih wajib menasabkan kepada orang tua sendiri.
Bahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mencela orang yang mengingkari
atau tidak mengakui anaknya sendiri. Atau, mengklaim anak orang lain sebagai
anak kandung.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Kufur hukumnya, orang yang mengklaim nasab yang tidak diketahuinya, atau
mengingkari nasab walau masih samar. (HR. Ibnu Majah no.2744, Ahmad II/215,
dengan sanad hasan)
Ada kebiasaan di sebagian masyarakat kita, menyandarkan nama anak
(perempuan) dengan nama suaminya, tentunya hal itu bertent angan dengan cara
Islam. Misal, seorang bapak sebut saja namanya Muhammad mempunyai anak
wanita bernama Fatimah, nikah bersuamikan Ali, maka dimasyarakat ia akandipanggil Bu Ali atau dibelakang namanya tertulis Fatimah Ali. Itu keliru,
seharusnya ia tetap dinasabkan kepada bapaknya, misal Fatimah binti Muhammad.
3. Mendoakannya dengan Doa perlindungan
Hal ini dicontohkan dalam Al Quran, yakni ketika isteri dari seorang shalih bernama
Imran (ada juga yang menyebutnya sebagai nabi), akan melahirkan bayi perempuan
yang kelak dinamakan Maryam. Saat itu Istri Imran mendoakan bayi perempuannya
(Maryam).
Allah Taala berfirman:
Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku,
Sesunguhnya Aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
4/19
mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak
perempuan. Sesungguhnya Aku Telah menamai dia Maryam dan Aku mohon
perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan)
Engkau daripada syaitan yang terkutuk." (QS. Ali Imran : 36)
Imam Ibnu Katsir berkata: Yaitu aku mohon perlindungan Allah untuknya, serta
untuk anak keturunannya, yaitu Isa dari kejahatan syetan. Maka Allah kabulkan
permohonan itu. Lalu Imam Ibnu Katsir menyebutkn sebuah hadits dari Abdurrazaq
dari Mamar, dari Az Zuhry, dari Said bin Musayyib, dari Abu Hurairah, dari
Rasulullah, bahwa Ia bersabda:
Tidaklah satupun bayi ketika dilahirkan melainkan syetan mengganggunya,
sehingga menjeritlah bayi itu. Kecuali Maryam dan anaknya, Isa. (Imam Ibnu Katsir,
Tafsir Al Quran Al Azhim, Jilid 1, hal. 479)
Jadi, menurut keterangan ini, hanya dua bayi yang tidak mengalami gangguan
syetan, yaitu Maryam dan anaknya, Isa.
Masih lanjutan hadits di atas, Abu Hurairah berkata, Bacalah! Inni uidzuha bika wa
dzurriyataha minasy syaithanir rajim. "%$ & '$ (")* + # ,-"
(Sesungguhnya Aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya
kepada (pemeliharaan) Engkau, dari gangguan syetan yang terkutuk) (HR. Bukharino. 3431, Muslim no. 2366, 2367)
Jika anaknya laki-laki maka kata ha diganti menjadi hu, yakni menjadi Inni uidzuhu
bika wa dzurriyatahu minasyaithanir rajim.
Imam Al Qurthubi berkata, Gangguan syetan merupakan upaya penguasan
terhadap bayi tersebut. Maka Allah menjaga Maryam dan anaknya dengan berkah
doa ibunya.
4. Adzankan
Ini merupakan upaya merekamkan kalimat tauhid Laa Ilaha Illallah
Muhammadarrasulullah sejak dini. Sebab otak bayi laksana pita kaset yang masih
kosong, ia akan terisi oleh suara yang pertama kali tertangkap olehnya. Semoga hal
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
5/19
itu menjadi arahan yang lurus bagi sang bayi, yang akan mengendalikan arah
hidupnya.
Para ulama tidak sepakat dalam masalah mengadzankan dan mengqomatkan bayi,
sebagian mereka ada yang menyebut keduanya adalah bidah karena tidak adadasarnya, ada pula yang mengatakan adzan disyariatkan tetapi iqamah tidak, ada
pula yang membolehkan dan menganjurkan adzan dan iqamah sekaligus. Adapun
kami lebih cenderung mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa adzan
disyariatkan, sedangkan iqamah tidak. Sebab seluruh hadits tentang iqamah untuk
bayi tak ada satu pun yang shahih atau hasan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Demikianlah, wallahu alam.
Dari Abu Rafi, ia berkata: Aku melihat Rasulullah adzan seperti adzan shalat di
telinga Al hasan ketika dilahirkan oleh Fathimah. (HR. Ahmad, VI/9,391,392. Abu
Daud no. 5105. At Tirmidzi I/286)
Syaikh al Albany ahli hadits abad ini- berkata tentang status hadits ini, Hasan,
Insya Allah! (Irwa al Ghalil, IV/400)
Sedangkan hadits tentang iqamah, adalah sebagai berikut:
"Siapa yang kelahiran anak lalu ia mengadzankannya pada telinga kanan daniqamah pada telinga kiri maka Ummu Shibyan (jin yang suka mengganggu anak
kecil, -pent) tidak akan membahayakannya".
(Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman (6/390) dan Ibnu Sunni dalam
Amalul Yaum wal Lailah (no. 623) dan Al-Haitsami membawakannya dalam Majma'
Zawaid (4/59) dan ia berkata : Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya'la dan dalam
sanadnya ada Marwan bin Salim Al-Ghifari , ia matruk (haditsnya ditinggalkan)".
Kami katakan hadits ini diriwayatkan Abu Ya'la dengan nomor (6780).
Berkata Muhaqqiq (peneliti hadits)nya : "Isnadnya rusak dan Yahya bin Al-Ala
tertuduh memalsukan hadits". Nah, dari keterangan ini jelaslah bahwa hadits
tentang qamat untuk bayi tidak bisa dijadikan landasan untuk mengamalkannya,
karena cacatnya yang parah.
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
6/19
5. Tahnik
Disunahkan memberikan tahnik kepada bayi dengan menggunakan kurma atau
sejenisnya, seperti madu dan lain-lain. Dengan cara mengunyah kurma hinggalembut dan halus, lalu dimasukkan ke dalam mulut bayi tersebut. Ini merupakan
upaya persiapan agar bayi nantinya mudah untuk merasakan manisnya air susu ibu.
Hal ini didasarkan pada sebuah hadits:
Dari Abu Musa al Asyary beliau berkata: Dilahirkan bagiku bayi laki-laki, kemudian
aku bawa kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah menamakan bayi itu Ibrahim dan
mentahniknya dengan korma serta mendoakan keberkatan atasnya, lalu
menyerahkan kembali kepadaku. Dan dia (Ibrahim) merupakan anak Abu Musa
yang paling besar (sulung).(HR. Bukhari no. 5467, Muslim III/1690, Ahmad IV/339)
Dari hadits ini ada tiga pelajaran lain selain tahnik, yaitu pertama, hendaknya yang
mentahnik adalah orang shalih atau ahli ilmu. Boleh saja orang tuanya sendiri,
apalagi ia juga seorang shalih atau ahli ilmu. Kedua, meminta diberikan atau
dicarikan nama yang baik bagi si bayi oleh orang shalih atau ahli ilmu. Ketiga,
mendoakan bayi ketika ditahnik dengan doa yang mengandung keberkahan bagi
bayi. Namun, tidak ada rincian seperti apakah lafal doa tersebut, karena dalam
hadits tersebut tidak sebutkan teks doanya.
Jika mau, boleh diucapkan doa yang mengandung permohonan keberkahan seperti:
Allahumma barik lahu, atau Allahumma barik alaih, atau Allahumma barik fih.
Secara bahasa doa-doa ini memiliki maksud yang sama yakni agar bayi tersebut
diberkahi Allah Subhanahu wa Taala.
6. Sikap Terhadap Bayi di hari ke Tujuh
Ada tiga hal yang hendaknya orang tua lakukan pada hari ketujuh usia bayi, yakni
aqiqah, mencukur rambut, dan peresmian pemberian nama. Hal ini didasarkan pada
sabda Rasulullah;
Bersama seorang bayi ada aqiqahnya, maka sembilahlah kambing dan
singkirkanlah gangguan drinya (HR. Bukhari no. 5472, Ahmad IV/18, An Nasai
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
7/19
V/164, Abu Daud III/106 no. 1829, At Tirmidzi IV/97, 98)
Maksud dari singkirkanlah gangguan darinya adalah mencukur rambutnya. (Imam
Ibnu Hajar, Fathul Bari, IX/593. Imam Asy Syaukani, Nailul Authar,V/35)
Dalam riwayat lain: Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelih (hewan)
pada hari ketujuh dari kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberikan nama. (HR.
Ahmad V/807 no. 12,17,18, Ibnu Majah no. 3165, At Tirmidzi IV/101, An NAsaI
V/166, dan Abu Daud III/106)
A. Aqiqah
Definisinya
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Tuhfatul Maudud hal.25-26,
mengatakan bahwa Imam Jauhari berkata : Aqiqah ialah Menyembelih hewan pada
hari ketujuhnya dan mencukur rambutnya.
Hukumnya
sebagian besar ulama menyatakan sunnah. Berkata Imam Asy Syaukani dalam
Nailul Authar (VI/213): Jumhur (mayoritas) ulama menyatakan sunah, dalilnyaadalah Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :
Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran
bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk
perempuan satu kambing. (Sanadnya Hasan, HR. Abu Dawud (2843), Nasai
(VII/162-163), Ahmad (2286, 3176) dan Abdur Razaq (IV/330), dan shahihkan oleh
Imam al-Hakim (IV/238) )
Namun ada juga yang menyatakan wajib yaitu Imam Hasan al Bashri, Al Laits bin
Saad, dan Abu Zinad (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, VIII/580) ini juga pendapat
Syaikh al Albany Rahimahullah.
Waktu Pelaksanaan
Dilakukan pada hari ketujuh, sesuai hadits shahih di atas. Ulama sepakat bahwa
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
8/19
hari ketuju merupakan hari paling utama aqiqah, sebab haditsnya jelas, tegas, dan
shahih. Namun ulama berbeda pendapat apakah boleh aqiqah di luar hari ketujuh.
Sebagian ulama ada yang membolehkan pada hari sebelum ketujuh seperti Imam
Ibnul Qayyim dalam kitab Tuhfatul Maudud hal. 35, ada pula yang membolehkan
pada hari sesudahnya seperti pendapat Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla(Jilid VII, hal. 527), atau hari kelipatannya, yakni hari 14 atau 21, sesuai hadits
riwayat Imam Thabrani dari Abdullah bin Buraidah yang membolehkannya, namun
hadits tersebut lemah (dhaif-tidak valid) (Syaikh al Albany, Irwa al Ghalil,
IV/394/1170) atau pada hari ketika dewasa.
Sebagian ulama mengatakan : "Seseorang yang tidak diaqiqahi pada masa kecilnya
maka boleh mel akukannya sendiri ketika sudah dewasa". Mungkin mereka
beralasan dengan hadits dari Anas bin Malik yang berbunyi : Rasulullah
mengaqiqahi dirinya sendiri setelah beliau diangkat sebagai nabi. (HR. Abdur
Razaq (4/326) dan Abu Syaikh dari jalan Qatadah dari Anas. Hadits ini statusnya
munkar, yaitu salah satu jenis hadits dhaif (lemah), yang di dalam sanadnya ada
periwayat yang dikenal banyak maksiat dan tidak kuat hafalannya, atau isi haditsnya
bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh orang yang lebih
terpercaya)
Nah, dari keterangan ini jelaslah bahwa hari ketujuh adalah hari yang disepakati dan
paling utama untuk melaksanakan aqiqah, menurut keterangan para ulamaberdasarkan hadits yang shahih (valid-authentic tex ). Adapun hadits-hadits di luar
hari ketujuh, semuanya tak satu pun yang shahih, dan tidak bisa dijadikan hujjah
(alasan), walau ada sebagian ulama dan para Imam yang membolehkannya.
Wallahu Alam
Harus dengan Kambing
Tidak boleh aqiqah dengan selain kambing, berdasarkan hadits:
Dari Ibnu Abi Malikah ia berkata: Telah lahir seorang bayi laki-laki untuk
Abdurrahman bin Abi Bakar, maka dikatakan kepada Aisyah: Wahai Ummul
Muminin, adakah aqiqah atas bayi itu dengan seekor unta. Maka Aisyah
menjawab: Aku berlindung kepada Allah, tetapi seperti yang dikatakan oleh
Rasulullah, dua ekor kambing yang sepadan. (HR. Baihaqi, IX/301 dan Abu Jafar
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
9/19
ath Thahawi I/457)
Bayi laki-laki dua kambing, Bayi Perempuan satu kambing
Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : Bayi laki-laki diaqiqahi dengan duakambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing. (Shahih, HR. Ahmad (2/31,
158, 251), Tirmidzi (1513), juga Ibnu Majah (3163), namun dengan sanad hasan)
Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :
Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran
bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk
perempuan satu kambing. (Sanadnya Hasan, HR. Abu Dawud (2843), NasaI
(7/162-163), Ahmad (2286, 3176) dan Abdur Razaq (4/330), dan shahihkan oleh
Imam al-Hakim (4/238) )
Setelah menyebutkan dua hadist diatas, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul
Bari (IX/592): Semua hadits yang semakna dengan ini menjadi hujjah (dalil) bagi
jumhur/mayoritas ulama dalam membedakan antara bayi laki-laki dan bayi
perempuan dalam masalah aqiqah.
Imam Ash-Shanani rahimahullah dalam kitabnya Subulus Salam (IV/1427)
mengomentari hadist Aisyah tersebut diatas dengan perkataannya : Hadist inimenunjukkan bahwa jumlah kambing yang disembelih untuk bayi perempuan ialah
setengah dari bayi laki-laki.
Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah dalam kitabnya Raudhatun Nadiyyah
(II/26) berkata : Telah menjadi ijma (kesepakatan) ulama bahwa aqiqah untuk bayi
perempuan adalah satu kambing.
Boleh Bayi laki-laki dengan satu kambing
Dibolehkan oleh sebagian ulama untuk bayi laki-laki dengan satu kambing. Ini
biasanya terjadi jika sedang mengalami kesempitan kondisi ekonomi, namun jika
dalam keadaan lapang, maka tetaplah wajib dua kambing bagi bayi laki-laki.
Pendapat ini didasarkan pada hadits:
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
10/19
Dari Ibnu Abbas bahwasannya Rasulullah bersabda : Mengaqiqahi Hasan dan
Husain dengan satu kambing dan satu kambing. (HR Abu Dawud (2841) Ibnu Jarud
dalam kitab al-Muntaqa (912) Thabrani (11/316) dengan sanadnya shahih
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Daqiqiel Ied)
Inilah pendapat yang dipegang oleh sahabat nabi seperti Abdullah bin Umar, Urwah
bin Zubir, dan juga salah satu dari Imam yang empat yakni Imam Malik, dan lain-
lain.
Dilarang melumuri kepala bayi dengan darah kambing aqiqah
Ini adalah adat zaman jahiliyah yang wajib dihilangkan. Abu Buraidah berkata: Kami
pada zaman jahiliyah dahulu, jika lahir seorang bayi laki-laki bagi kami maka
disembelih atasnya seekor kambing dan dilumurkan ke kepala bayi itu darah
sembelihannya. Namun, ketika Islam datang, kami menyembelih kambing,
mencukur rambut bayi, dan melumurinya dengan zafaran (sejenis minyak wangi).
(Riwayat Abu Daud III/107, Baihaqi IX/303, Hakim IV/238)
Dari Aisyah berkata : Dahulu ahlul kitab pada masa jahiliyah, apabila mau
mengaqiqahi bayinya, mereka mencelupkan kapas pada darah sembelihan hewan
aqiqah. Setelah mencukur rambut bayi tersebut, mereka mengusapkan kapastersebut pada kepalanya ! Maka Rasulullah bersabda : Jadikanlah (gantikanlah)
darah dengan khuluqun (sejenis minyak wangi). (Shahih, diriwayatkan oleh Imam
Ibnu Hibban (5284), Imam Abu Dawud (2743), dan dishahihkan oleh Imam al Hakim
(2/438))
Al-Allamah Syaikh Al-Albani dalam kitabnya Irwa al Ghalil (IV/388) berkata :
Mengusap kepala bayi dengan darah sembelihan aqiqah termasuk kebiasaan
orang-orang jahiliyah yang telah dihapus oleh Islam.
Disunnahkan daging kambing dibagikan dalam kondisi matang, dan boleh bagi
orang tua bayi untuk ikut memakannya. Wallahu Alam
Demikianlah penjelasan ringkas tentang aqiqah, alhamdulillah
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
11/19
B. Mencukur Rambut
Bedasarkan hadits: Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelih (hewan)
pada hari ketujuh dari kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberikan nama. (HR.
Ahmad V/807 no. 12,17,18, Ibnu Majah no. 3165, At Tirmidzi IV/101, An NAsaIV/166, dan Abu Daud III/106)
Caranya adalah dengan mencukur semua, dan dilarang qaja (mencukur sebagian)
sebagaimana yang Rasulullah larang dalam kitab Riyadhus shalihin-nya Imam an
Nawawi.
Lalu, menimbang potongan rambut itu, dan disesuaikan dengan berat perak untuk
disedekahkan. Ini jika dalam kelapangan ekonomi. Sebagian kecil ulama seperti
Imam ar Rafii memilih menggunakan emas. Mungkin karena perak jarang dipakai
oleh manusia.
Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Salim bin Dhayyan berkata : Dan disunnahkan
mencukur rambut bayi, bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya
dan diberi nama pada hari ketujuhnya. Masih ada ulama yang menerangkan tentang
sunnahnya amalan tersebut (bersedekah dengan perak), seperti : al-Hafidz Ibnu
Hajar al-Asqalani, Imam Ahmad, dan lain-lain.
Hal ini berdasarkan hadits:
Dari Anas bin Malik, Bahwasanya Rasulullah memerintahkan mencukur rambut
Hasan dan Husein, anak Ali bin Abi Thalib, pada hari ke tujuh, kemudian
bersedekah dengan perak seberat timbangan rambut Hasan dan Husein itu. (HR.
Thabrani dalam Al Ausath I/133)
Hadits jalur Anas bin Malik ini dhaif (lemah), namun ada hadits lain yang serupa,
dari jalur Abdullah bin Abbas, yang bisa menguatkannya. Sehingga hadits di atas
naik derajatnya menjadi hasan li ghairihi.
Berkata Imam Ibnu Hajar, Seluruh riwayat yang ada sepakat tentang penyebutan
bersedekah dengan perak. Tidk ada satu pun yang menyebutkan emas. Berbeda
dengan perkataan Ar rafiI, bahwa disunnahkan bersedekah dengan emas seberat
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
12/19
timbangan rambut, kalau tidak sanggup maka dengan perak. Riwayat yang
menyebut bersedekah dengan emas dhaif dan tak ada yang menguatkannya!
(Talkhis al Habir IV/1408)
C. Pemberian Nama
Penamaan pada hari ketujuh, bukanlah keharusan, melainkan hanya keutamaan
saja (afdhaliyah). Boleh saja memberikan nama sebelum hari ketujuh, sebab
Rasulullah pernah menamakan anaknya yang baru lahir dengan nama Ibrahim.
Dari Anas bin Malik beliau berkata, bahwa Rasulullah besabda: Semalam telah
dilahirkan seorang bayi laki-laki bagiku. Saya namakan dia dengan nama bapakku
(maksudnya nenek moyangnya) yaitu Ibrahim. (HR. Muslim no. 2355, Abu Daud no.
3126, dan Baihaqi IX/589)
Begitu pula beberapa sahabat seperti Abu Musa al Asyary, Abu Thalhah, dan
Zubeir bin Awwam, anak mereka dinamakan sebelum hari ketujuh.
Memberikan nama-nama yang baik
Hendaknya para orang tua memberikan nama-nama yang baik, dan jangan
terpengaruh oleh ucapan tokoh kafir Barat William Shakespare yang mengatakanWhat is a name? (Apalah arti sebuah nama?) sebab dalam Islam nama bukan
sekadar label, tetapi juga doa, citra diri, dan identitas seorang muslim.
Nama-nama yang disukai oleh Allah Taala adalah nama-nama yang menunjukkan
sikap penghambaan seperti Abdullah, Abdurrahman, Abdul Aziz, yang secara
makna adalah sama yaitu hamba Allah.
Dari Ibnu Umar beliau berkata, bahwa Rasulullah bersabda: Sesungguhnya nama
yang paling dicintai Allah adallah Abdullah dan Abdurrahman. (HR. Muslim III/1683,
Tirmidzi V/132, Abu Daud IV/287, dan Ahmad II/24)
Bagus juga memberikan nama anak dengan nama para Nabi, seperti Ibrahim,
Yusuf, dan lain-lain. Sebagaimana yang Rasulullah contohkan ketika menamakan
anaknya dan anak Abu Musa dengan nama Ibrahim.
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
13/19
Dari Yusuf bin Abdullah bin Salam, dia berkata: Rasulullah menamakan saya
Yusuf. (Riwayat Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad, hal. 249)
Nama-nama yang dibenci
Ada nama-nama yang dibenci (makruh) seperti barakah (mengandung berkah), yala
(yang tinggi), aflah (yang menang), yassar (yang mudah), nafi (yang bermanfaat).
Nama-nama ini dibenci Karena mengandung makna mengunggulkan diri (tazkiyatun
nafs).
Dari Jabir bin Abdullah, beliau berkata: Rasulullah berkehendak melarang
penamaan dengan nama-nama seperti Yala, Barakah, Aflah, Yassar, Nafi, dan
semisalnya. .. (HR. Muslim, XIII/1686)
Atau nama yang melambangkan kesombongan seperti Maha Raja, Raja Diraja, atau
Syahhansyah. Hal ini didasrkan pada hadits:
Dari Abu Hurairah beliau berkata, bahwa Rasulullah bersabda: Nama yang paling
buruk/keji di sisi Allah pada hari kiamat nanti adalah seseorang yang bernama
Malikul Amlak (Raja Diraja/Rajanya para raja). (HR. Bukhari, X/604, no. 6205)
Juga dibenci menamakan anak dengan nama-nama yang tidak jelas seperti
Juventus, atau nama yang mengandung kekufuran seperti musyrikah (wanita
musyrik), Jarimah (Kejahatan), atau Farji (kemaluan). Atau nama-nama neraka
seperti jahanam, wail, saqar. Atau nama-nama tokoh kafir Barat, atau nama para
ahli maksiat seperti artis dan lain-lain. Diharamkan pula dengan nama Abdul Masih
(Hamba al Masih), Abdul Uzza (hamba dewa uzza), dan seluruh nama yang berarti
penghambaan kepada selain Allah Taala.
Dianjurkan Ganti Nama jika Terlanjur memiliki nama yang Buruk
Ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah ketika ia memberikan nama-nama para
sahabatnya yang baru memeluk Islam. Boleh juga menggunakan nama kun-yah,
yaitu nama sandaran yang menjelaskan nasab. Contoh ada orang bernama
Abdullah atau apa saja, ia memiliki anak bernama Ahmad, maka ia dipanggil Abu
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
14/19
Ahmad (Bapaknya si Ahmad). Atau seorang anak bernama Ahmad punya bapak
bernama Abdullah, maka ia dipanggil Ibnu Abdillah (Anaknya si Abdullah).
Demikianlah sikap Islam terhadap pemeliharaan bayi pada hari ketujuh.
7. Mengkhitankan
Yang paling rajih (argumentatif) hukum khitan adalah wajib, ini yang ditujukkan oleh
dalil-dalil dan mayoritas pendapat ulama. Perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah tsabit (kuat) terhadap seorang laki-laki yang telah ber-Islam untuk berkhitan.
Beliau bersabda kepadanya :
"Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah". Ini merupakan dalil yang
paling kuat atas wajibnya khitan.
Berkata Syaikh al Albany dalam Tamamul Minnah hal. 69: "Adapun hukum khitan
maka yang tepat menurut kami adalah wajib dan ini merupakan pendapatnya jumhur
seperti Imam Malik, Asy-Syafi'i, Ahmad dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu
Qayyim. Beliau membawakan 15 sisi pendalilan yang menunjukkan wajibnya khitan.
Walaupun satu persatu dari sisi tersebut tidak dapat mengangkat perkara khitan
kepada hukum wajib namun tidak diragukan bahwa pengumpulan sisi-sisi tersebut
dapat mengangkatnya. Karena tidak cukup tempat untuk menyebutkan semua sisitersebut maka aku cukupkan dua sisi saja :
[1].FirmanAllahTa'ala.
Kemudian Kami wahyukan kepadamu ; 'Ikutilah millahnya Ibrahim yang hanif" [An-
Nahl : 123]
Khitan termasuk millah (ajaran) Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam hadits Abi
urairah yang telah lalu. Sisi ini merupakan hujjah yang terbaik sebagaimana kata Al-
Baihaqi yang dinukil oleh Al-HafidzhImamIbnuHajar(10/281).
[2]. Khitan termasuk syi'ar Islam yang paling jelas, yang dibedakan dengan seorang
muslim dari seorang nashrani. Hampir-hampir tidak dijumpai dari kaum muslimin
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
15/19
yang tidak berkhitan" [selesai ucapan Syaikh al AlBany]"
Kami tambahkan sisi ke tiga yang menunjukkan wajibnya khitan. Al-Hafizh
menyebutkan sisi ini dalam 'Fathul Baari (10/417)' dari Imam Abu Bakar Ibnul Arabi
ketika ia berbicara tentang hadits : "Fithrah itu ada lima ; khitan, mencukur rambutkemaluan ....". Ia (Imam Abu Bakar Ibnul Araby) berkata :
"Menurutku kelima perkara yang disebutkan dalam hadits ini semuanya wajib.
Karena seseorang jika ia meninggalkan lima perkara tersebut tidak tampak padanya
gambaran bentuk anak Adam (manusia), lalu bagaimana ia digolongkan dari kaum
muslimin" (Selesai ucapan Al-Imam)"
Hukum khitan ini umum bagi laki-laki dan wanita, hanya saja ada sebagian wanita
yang tidak ada pada mereka bagian yang bisa dipotong ketika khitan yaitu apa yang
diistilahkan klitoris (kelentit). Kalau demikian keadaannya maka tidak dapat dinalar
bila kita memerintah mereka untuk memotongnya padahal tidak ada pada mereka.
Berkata Imam Ibnul Hajj dalam Al-Madkhal(3/396):
"Khitan diperselisihkan pada wanita, apakah mereka dikhitan secara mutlak atau
dibedakan antara penduduk Masyriq (timur) dan Maghrib (barat). Maka penduduk
Masyriq diperintah untuk khitan karena pada wanita mereka ada bagian yang bisadipotong ketika khitan, sedangkan penduduk Maghrib tidak diperintah khitan karena
tidak ada bagian tersebut pada wanita mereka. Jadi hal ini kembali pada kandungan
ta'lil (sebab/alasan)".
Madzhab Malik mengatakan khitan untuk wanita adalah sunah. Dalam Madzhab
Hanafi, khitan wanita bukan sunah, melainkan kehormatan bagi wanita. Madzhab
SyafiI dan Hambali, khitan wanita adalah wajib. Adapun menurut Faqihul islam abad
ini al Allamah Syaikh Yusuf al Qaradhawy hafizhahullah, khitan bagi wanita tidak
wajib dan tidak pula sunah, sebab menurutnya- tidak ada satu pun dalil yang
shahih- yang menunjukkan wajib atau sunahnya, baginya hanya sekedar mubah
(boleh). Bahkan jika ternyata membahayakan, bisa dicegah.
Telah masyhur di dunia kedokteran, bahwa khitan bagi wanita justru membahayakan
kaum wanita. Khususnya membahayakan kehidupan seksualnya, sebab urat syaraf
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
16/19
kenikmatan seksual wanita adalah pada klitorisnya, yang jika dipotong maka
terhalanglah baginya untuk merasakan apa-apa yang kaum laki-laki telah rasakan.
Sehingga hal ini bisa menggiring pada terjadinya keretakan rumah tangga. Wallahu
Alam
Kapankah waktu dikhitan? Sebagian madzhab SyafiI menyatakan di hari ketujuh. Ini
didasarkan hadits: Ada tujuh perkara yang disunnahkan bagi bayi pada usia yang
ke tujuh hari: diberi nama, khitan, (HR. At Thabrani dalam al Ausath. Al Haitsami
dalam Majma Az Zawaid (IV/59), mengatakan bahwa perawinya adalah tsiqat
(terpercaya). Namun Imam Ibnu hajar dalam Fathul bari (IX/483) menyatakan dhaif)
Imam an Nawawi mengatakan bahwa sebagian madzhab Syafii mengatakan waktu
khitan adalah setelah baligh, namun demikian dianjurkan bagi orang tua
mengkhitankan sejak kecil, sebab hal itu lebih ringan bagi bayi.
Sebagian ahli fiqih menyatakan wajibnya mengkhitan ketika masih bayi, bukan
sekedar anjuran. Sebab hal itu membawa kemaslahatan. Berkata Imam Ibnul
Qayyim dalam Tuhfatul Maudud hal, 60-61, Tidak boleh bagi wali (orang tua)
membiarkan seorang bayi tidak dikhitan sampai ia mencapai baligh.
Para dokter spesialis juga menyatakan demikian, bahwa sebaiknya khitan dilakukan
saat masih bayi, sebab itu lebih ringan baginya, hampir-hampir ia tidak merasakanapa yang sedang dialaminya. Kecuali jika bayi tersebut dinyatakan tidak sehat, maka
khitan bisa ditunda. Walahu Alam
8. Mendidik Anak sejak Usia Dini
Sejak dini anak ditanamkan nilai-nilai tauhidullah (keesaan Allah). Marifatullah
(mengenal Allah) adalah tema pertama yang kita ajarkan kepada anak-anak, tentu
dengan bahasa dan contoh-contoh yang sederhana. Agar terpatri dalam ruang
pikirnya, siapa penciptanya, siapa pemberi rizki, siapa pengatur hidup, siapa
penguasa alam, siapa yang pantas disembah, siapa yang menghidupkan dan
mematikan, dll. Agar ia tidak mudah ternoda oleh kepercayaan yang sifatnya
tahayul, mitos, dan khurafat, yang biasanya berkembang dan sangat melekat di
masyarakat.
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
17/19
Sejak dini juga ditanamkan pendidikan marifaturrasul (mengenal Rasulullah), agar
ia memiliki teladan yang mampu menjadi pemandu hidupnya, dan tidak salah pilih
idola. Apalagi, saat ini banyak para artis, atau tokoh-tokoh khayalan dan rekaan
yang mencoba merebut hati para anak-anak kita, baik cerita rakyat seperti Gatot
Kaca atau dari Barat seperti Superman, Batman, Satria Baja Hitam, Power Rangers.Sekadar tahu tokoh-tokoh ini tidak ada masalah, namun jadi masalah jika anak
menjadikan mereka sebagai teladan hidupnya, dan melupakan Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Sejak dini juga ditanamkan tarbiyah akhlaqiyah wa sulukiyah (pembinaan akhlak dan
perilaku). Agar anak menghormati orang tua dan yang lebih tua, atau menyayanyi
yang lebih muda. Agar anak tahu adab makan, minum, berjalan, berpakaian, dan
berbicara, serta adab-adab lainnya. Supaya mereka menyayangi sahabat dan
memaafkan musuh. Agar mereka tahu juga batasan-batasan pergaulan dengan
lawan jenis, agar tidak terjadi fitnah dikemudian hari.
Sejak dini juga diperkenalkan dengan tokoh-tokoh Islam, mulai para sahabat nabi,
para Imam dan ulama, para pahlawan dan mujahidin Islam, baik dalam atau luar
negeri. Bukan justru memperkenalkan mereka dengan bintang film, penyanyi,
pemain sepak bola, atau penghibur yang membuatnya jauh dari Allah dan
kewajiban-kewajiban agama.
Hendaknya dirumah sering diperdengarkan ayat-ayat Allah, lantunan ayat suci Al
Quran baik dibaca sendiri oleh orang tua, atau melalui kaset-kaset muratal para
Imam Mesjid di Timur Tengah. Ini lebih baik dan sangat baik demi keberkahan
rumah dan turunnya rahmat Allah. Paling tidak, syair-syair Islam seperti nasyid-
nasyid Islami yang tidak melampui batas dan tidak melalaikan.
Terakhir, sediakanlah anak-anak kita buku-buku bacaan yang mendidik, yang
mampu menambah pengetahuan agama dan akademik, serta iman mereka. Seperti
buku-buku kisah tentang para nabi, sahabat, atau buku-buku doa sederhana, hadits-
hadits, atau majalah Islam anak-anak. Dampingilah mereka untuk membantu
memahaminya, sebagaimana kita dampingi mereka ketika nonton televisi agar bisa
menjauhi tontonan yang tidak pantas. (Sebagusnya cegah mereka dari televisi,
hingga saatnya nanti mereka bisa membedakan mana baik mana buruk).
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
18/19
Jika ini sudah kita lakukan, berdoalah mudah-mudahan anak kita terbentuk oleh
kebiasaan Islami, yang akan mewarnai dan membentuk kehidupannya setelah
dewasa nanti. Sebagaimana kata pepatah Arab:
Man syabba fii syaiiin syaaba alaih (Barang siapa yang dididik dengan sesuatu,maka sesuatu itulah yang akan membentuk dirinya hingga dewasa nanti)
9. Membimbingnya dalam Memilih Jodoh
Jodoh memang rahasia Allah Taala, selaku orang beriman kita wajib meyakininya.
Namun selaku orang berakal, kita dituntut mempersiapkannya secara rasional
sejauh yang kita mampu. Hendaknya orang tua tidak lepas tangan dengan masalah
jodoh anak-anaknya. Anak memiliki hak untuk menentukan calon pendamping
hidupnya, tetapi orang tua berkewajiban mengarahkan, memberi pertimbangan, dan
masukan, walau akhirnya anak juga yang memutuskan.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memberikan arahan bagi umatnya
urusan pernikahan ini, sabdanya:
Wanita dinikahkan karena empat hal, karena kecantikannya, hartanya,
keturunannya, dan agamanya. Pilihlah karena agamanya, niscaya kau akan
beruntung.(HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud dari pilihlah karena agamanya adalah pilihlah karena keshalihannya,
sebagaimana hadits: Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia
adalah isteri yang shalihah.
Berkata Umar bin al Khathab, Nikahilah anak gadis kalian dengan laki-laki shalih,
sebab jika ia (laki-laki shalih) sedang marah, ia tidak akan berbuat zalim, jika ia
ridha ia akan amat menjaga.
Hendaknya orang tua mempermudah urusan pernikahan, sebab memang
pernikahan dalam Islam adalah perkara agung yang simple. Namun, tradisi dan
adatlah yang membuatnya menjadi rumit dan njelimet (susah). Harus ini, harus itu,
begini dan begitu, yang sebenarnya tidak ada dasarnya dalam Islam. Namun,
anehnya itulah yang menjadi pedoman bagi pernikahan mereka, bukan berpedoman
-
7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran
19/19
kepada Al Quran dan As Sunnah.
Wallahu Alam wa lIllahil Izzah
Al Faqir Ilaa Rahmati rabbihi
Sumber : Ust. Farid Numan