PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST
ORIF FRACTURE COMMINUTIVE SUPRACONDYLER FEMUR
SINISTRA DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Diploma III pada
Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
SEPTIAN PUTRA RAHARJO
J100 150 030
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF
FRACTURE COMMINUTIVE SUPRACONDYLER FEMUR
SINISTRA DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
Septian Putra Raharjo
J100 150 030
Telah diperiksa dan disetujui untuk di uji oleh:
Dosen
Pembimbing,
Umi Budi Rahayu, S.Fis., Ftr., M.Kes.
NIDN: 0614127401
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF
FRACTURE COMMINUTIVE SUPRACONDYLER FEMUR
SINISTRA DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG
OLEH
SEPTIAN PUTRA RAHARJO
J100150030
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Selasa, 24 Juli 2018
Dewan Penguji
Nama Penguji Tanda Tangan
1. Umi Budi Rahayu, S.Fis., Ftr., M.Kes ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Arif Pristianto, SSTFT., M.Fis ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Dr. Siti Soekiswati, M.H ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes
NIK/NIDN: 786/06-1771-7301
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar diploma di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 26 Juli 2018
Penulis
Septian Putra Raharjo
J100150030
1
PENATALAKSANAAN0FISIOTERAPI0PADA0KASUS0POST0ORIF0
FRACTURE0COMMINUTIVE0SUPRACONDYLER FEMUR0SINISTRA0DI
RST DR. SOEDJONO MAGELANG
Abstrak
Fraktur atau yang lebih sering dikatakan dengan patah tulang yaitu hilangnya
kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifise, baik bersifat total
ataupun parsial. Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana terjadinya patahan,
harus diketahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan tulang tersebut patah. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan
tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan
(Siregar & Nasution, 2017). Fisioterapi berperan penting dalam proses rehabilitas
dalam menangani problematika dengan memberikan modalitas Infrared dan terapi
latihan berguna untuk mengurangi nyeri, menurunkan bengkak di daerah incisi,
meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan LGS pada gerak lutut kiri. Tujuan
penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk mengetahui guna dan manfaat dari
intervensi fisioterapi berupa infrared dan terapi latihan berupa hold relax, active
resisted movement, static contraction. Setelah melakukan terapi 5 kali dengan
sinar infared dan terapi latihan berupa hold relax, active resisted movement, free
active movement, static contraction nyeri mengalami penurunan, nyeri diam T0-
T1: 1,0 cm T5: 0 cm, nyeri tekan T0-T1: 4,8 cm T5: 2,1 cm, nyeri gerak T0-T1:
7,4 cm T5: 4,2 cm, LGS mengalami penambahangerakanaktifT0-T1: S (15⁰-0⁰-95⁰)dan T5: S (0⁰-0⁰-130⁰), kekuatan otot mengalami penambahan pada T0-T1: 2
dan T5: 3, oedem mengalami penurunan pada Epicondylus Lateralis T0-T1: 36
cm pada T5: 34 cm, 10 cm keatas dari Epicondylus Lateralis T0-T1: 33 cm pada
T5: 31 cm, 20 cm keatas dari Epicondylus Lateralis T0-T1: 38 cm pada T5: 37
cm, 10 cm kebawah dari Epicondylus Lateralis T0-T1: 32 cm pada T5: 31 cm, 20
cm kebawah dari Epicondylus Lateralis T0-T1: 35 cm pada T5: 35 cm. Setelah
menjalani fisioterapi sebanyak 5 kali didapatkan hasil bahwa adanya peningkatan
kekampuan fungsional pasien. Infra merah dan terapi latihan berupa hold relax,
static contraction, active resisted movementmerupakan teknologi intervensi
fisioterapi yang dapat membantu meningkatkan lingkup gerak sendi knee sinistra
dan kekuatan otot, serta menurunkan bengkak dan skala nyeri diam, tekan, dan
gerak pada pasien.
Kata Kunci: Fracture0comminutive0supracondyler Femur, Infra Merah, Terapi
Latihan
Abstract
Fracture was about losing continuity of bone, catilage of bone, cartilage of epifise,
in total or partial. To know why and how bone could be getting fracture, it must
be known physically of bone and the situation of the trauma which is lead the
bone to fracture. A lot of fracture cause by the failure of the bone itself to hold the
pressure especially the bend pressure, oblique, and tearing (Siregar & Nasution,
2017). Physical therapy are used to be known in the rehabilitation program patient
2
for reducing patient’s problem as reducing pain, reducing oedem in incision areas,
incresing the power of muscles, and increasing Range of Motion. The purpose is
to know the advantages of physical therapy intervention as infrared light, and
therapeutic excercise such as hold relax, active resisted movement, and static
contraction. Results after patient got the physical therapy intervention are
decreasing silent pain T0-T1: 1,0 cm T5: 0 cm, press pain T0-T1: 4,8 cm T5: 2,1
cm, moving pain T0-T1: 7,4 cm T5: 4,2 cm, LGS ROM incresing in active
movement from T0-T1: S (15⁰-0⁰-95⁰)and T5: S (0⁰-0⁰-130⁰), power of muscles
increasing from T0-T1: 2 and T5: 3, oedem does decreasing from Epicondylus
Lateralis T0-T1: 36 cm in T5: 34 cm, 10 cm above from Epicondylus Lateralis
T0-T1: 33 cm in T5: 31 cm, 20 cm above from Epicondylus Lateralis T0-T1: 38
cm to T5: 37 cm, 10 cm down from Epicondylus Lateralis T0-T1: 32 cm to T5T5:
31 cm, 20 cm down from Epicondylus Lateralis T0-T1: 35 cm to T5: 35 cm. After
patient got therapy intervention for about 5 times, there is the result such as
increasing of fuctional activiy. Light of infrared and therapeutic excercise like
hold relax, static contraction, active resisted movement could help to increasing of
ROM and muscles power, also decreasing oedema, and al of the scale of pain.
Keywords: Fracture0Comminutive0Supracondyler Femur, Infra Red, Therapeutic
Excercise.
1. PENDAHULUAN
Fraktur supracondyler femur adalah cedera parah yang secara teknis dapat
ditangani secara operatif. Meskipun mereka terhitung kurang dari 1% dari
semua fraktur diantara 3% dan 6% dari fraktur femur, insiden ini
kemungkinan akan meningkat dengan meningkatnya populasi geriatrik dan
meningkatnya jumlah cedera peri-prostetik. Luka pada femur distal
mengikuti distribusi bimodal antara fraktur energi rendah geriatrik dan
trauma high energy. Seperti dengan semua fraktur yang melibatkan tulang
metafisis periartikular, pengobatan selalu mencakup pemahaman
karakteristik fraktur, perencanaan pra operasi yang matang, penilaian
tujuan pasien dan kesehatan, kualitas tulang, pengalaman ahli bedah dan
implan pilihan (Gangavalli & Nwachuku, 2016).Pada tindakan medis pada
kasus ini adalah dengan operasi pemasangan plate and screw. Akibat yang
ditimbulkan pasca operasi adalah gangguan seperti adanya nyeri, bengkak,
penurunan kekuatan otot serta keterbatasan lingkup gerak sendi.
Fisioterapi berperan penting dalam proses rehabilitasi dalam menangani
problematika dengan memberikan modalitas Infrared dan terapi latihan
3
berguna untuk mengurangi nyeri, menurunkan bengkak di daerah incisi,
meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan lingkup gerak sendi pada
gerak lutut kiri.
2. METODE
2.1 Teknologi Intervensi Fisioterapi
2.1.1 Infrared/Sinar merah
Infrared adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih
panjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi
gelombang radio. Yang memiliki panjang gelombang antara 700 nm
dan 1 mm. Sinar infra merah termasuk dalam gelombang
elektromagnetik dan berada dalam rentang frekuensi 300 GHz sampai
40.000 GHz. Sinar infra merah dihasilkan oleh proses di dalam
molekul dan benda panas. .Rasa hangat yang di timbulkan infra merah
dapat meningkatkan vasodilatasi jaringan superfisial sehingga dapat
mempelancar metabolisme dan menyebabkan efek rilaks pada ujung
saraf sensorik dan efek teraputiknya bisa memperedah nyeri (Ansari et
al., 2014).
2.1.2 Hold Relax
Hold relax adalah suatu teknik yang menggunakan kontraksi isometrik
dari kelompok otot antagonis yang memendek dengan ditambah
rileksasi kelompok otot tersebut untuk mengulus otot antagonis yang
memendek atau spasme. Adapun tujuan kontraksi isometrik adalah
untuk mendapatkan rileksasi optimal setelah otot bekerja secara
optimal sehingga memutus reflek myotatic. Latihan menggunakan
hold relax ini berpengaruh dalam mengurangi nyeri dan meningkatkan
lingkup sendi (Hendrik et al., 2009).
2.1.3 Static Contraction
Static contraction merupakan kontraksi otot tanpa perubahan panjang
otot atau tanpa gerakan sendi yang nyata. Tujuan static contraction
adalah untuk meningkatkan rileksasi otot dan sirkulasi darah serta
4
menurunkan nyeri pada kondisi pasca operasi fraktur dalam proses
penyembuhan (Carolyn Kisner, 2012).
2.1.4 Active Resisted Exercise
Active Resisted Exercise dapat meningkatkan kekuatan otot dengan
latihan aktif yang mengontraksikan otot dan menahan kekuatan otot
dari luar yang diberikan secara manual ataupun mekanikal maka otot
tersebut akan beradaptasi dengan meningkatkan kekuatan otot akibat
hasil adaptasi syaraf dan peningkatan serat otot (Wibawa et al., 2014).
2.2 Proses Fisioterapi
2.2.1 Pengkajian Fisioterapi
1) Anamnesis
2) PemeriksaanObjektif
2.2.2 Problematika Fisioterapi
1) Impairment
a) Adanya oedema pada bagian paha sebelah kanan pasien
b) Adanya nyeri tekan pada daerah bekas incisi dan gerak
flexion knee.
c) Keterbatasan gerak pada knee sinistra
d) Adanya penurunan kekuatan otot flexor dan extensor knee
sinistra
2) Fungsional Limitation
Aktifitas fungsional pasien yang terganggu yakni pasien
belum mampu menekuk lutut akibatnya kesulitan dalam BAB
serta pola jalan yang masih terganggu.
3) Disability
Pasien belum mampu melakukan pekerjaannya sebagai
tukang bangunan namun pasien masih mampu bersosialisasi
terhadap lingkungan sekitar dengan baik.
5
3. HASIL DAN PEMBAHAAN
3.1 Hasil
Setalah dilakukan intervensi sebanyak 5 kali dengan pemberian sinar infrared
dan terapi latihan pada Pasien dengan nama Sdr. AR umur 28 tahun, dengan
diagnosa post ORIF supracondyler femur sinistra berupa hold relax, active
resisted exercise, static contraction didapatkan hasil berikut:
3.1.1 Hasil evaluasi nyeri
Grafik 1. Evaluasi Nyeri
Setelah melakukan terapi 5 kali dengan sinar infared dan terapi
latihan berupa hold relax, active resisted exercise, static contraction
nyeri mengalami penurunan, nyeri diam T0-T1: 1,0 cm T5: 0 cm, nyeri
tekan T0-T1: 4,8 cm T5: 2,1 cm, nyeri gerak T0-T1: 7,4 cm T5: 4,2 cm.
3.1.2 Hasil evaluasi lingkup gerak sendi (LGS)
Grafik 2. Hasil Evaluasi LGS
0
1
2
3
4
5
6
7
8
T0 T1 T2 T3 T4 T5
Nyeri Diam
Nyeri Tekan
Nyeri Gerak
0
1
2
3
4
5
6
Terapi 1 Terapi 2 Terapi 3 Terapi 4
Series 1
Series 2
Series 3
6
Setelah melakukan terapi 5 kali dengan sinar infared dan terapi
latihan berupa hold relax, active resisted exercise, static contraction pada
knee sinistra pasien, Lingkup Gerak Sendi mengalami penambahan
gerakan aktif - - - dan - - .
3.1.3 Hasil Kekuatan Otot
Grafik 3 Hasil Kekuatan Otot
Setelah melakukan terapi 5 kali dengan sinar infared dan terapi
latihan berupa hold relax, active resisted exercise, static contraction
kekuatan otot mengalami penambahan T0-T1: 2 dan T5: 3.
3.1.4 Hasil Antropomerti Lingkar Segmen dengan Metline.
Tabel 1. Hasil Antropometri Lingkar Segmen dengan Metline
Titik Pengukuran
(epicondylus lateralis)
T0-T1
T5
Epycondylus Lateralis 36 cm 34 cm
10 cm ke atas 33 cm 31 cm
20 cm ke atas 38 cm 37 cm
10 cm ke bawah 32 cm 31 cm
20 cm ke bawah 35 cm 35 cm
Setelah melakukan terapi 5 kali dengan sinar infa red dan terapi
latihan berupa hold relax, active resisted exercise, static contraction
pengukuran antropometri mengalami penurunan.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Terapi 1 Terapi 2 Terapi 3 Terapi 4
Hasil Kekuatan Otot
Otot Quadriceps
7
3.2 Pembahasan
Dalam pembahasan ini penulis akan menyampaikan pengaruh dari modalitas
sinar infared dan terapi latihan berupa hold relax, active resisted exercise,
static contraction untuk mengurangi nyeri (diam, tekan, dan gerak),
mengurang bengkak, menambah LGS, serta menambah kekuatan otot
tungkai.
3.2.1 Nyeri
Nyeri yang terjadi pada paien mengalami penurunan secara bertahab.
Penurunan nyeri ini dapat terjadi karena berkurangnya inflamasi ataupun
kerana adanya peningkatan ambang nyeri. Pemberian infra merah dengan
jarak 30 cm dan 45 cm berpengaruh terhadap peningkatan nilai ambang nyeri.
Efek sedatif dari infra merah ini dapat meningkatkan ambang nyeri, hal ini
dikarenakan stimulasi panas pada jaringan sub-cutan yang mengakibatkan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran pembuluh darah meningkat dan
subtansi P ikut dalam aliran pembuluh darah tersebut, serta meningkatnya
metabolisme mengakibatkan peningkatan suplai nutrisi, O2 ke jaringan
tersebut sehingga nyeri berkurang (Wulandari et al., 2015).
Pada kasus pasca operasi biasanya disertai dengan adanya spasme otot
pada daerah sekitar yang mengalami cidera. Serabut otot yang mengalami
spasme, dalam waktu yang lama dapat terbentuk nodule yang menyebabkan
terjadinya iskemik pada pembuluh darah dibawahnya, hal ini menyebabkan
metabolisme di sekitar otot tersebut tidak lancar sehingga menimbulkan
nyeri. Terapi latihan dalam bentuk rileksasi. Terapi latihan dalam bentuk
rileksasi seperti hold relax dapat mengurangi adanya spasme sehingga nyeri
berkurang. Hold relax dengan kontraksi antagonis adalah suatu teknik
menggunakan kontraksi isometrik yang optimal dari kelompok otot antagonis
yang memendek, kemudian setelah melalui fase rileksasi, otot agonis
dikontraksikan secara isotonik untuk mengulur otot antagonis yang spasme
atau memendek. Tujuan kontraksi isometrik antagonis adalah untuk
mendapatkan rileksasi yang optimal setelah otot bekerja secara optimal
8
sehingga memutus reflek myotatic. Maka dari itu, nyeri juga akan berkurang
seiring dengan otot yang mulai rileks (Yulianto, 2016).
3.2.2 Kekuatan otot
Peningkatan kekuatan otot dapat terjadi karena adanya teori tentang respons
tubuh terhadap terapi latihan penguatan, yaitu tubuh akan beradaptasi dengan
latihan penguatan,latihan penguatan ini berupa active resisted exercise.
Peningkatan kekuatan diakibatkan oleh adaptasi neural yang kemudian
diikuti dengan adaptasi struktural. Proses adaptasi tersebut secara bertahap
akan menyebabkan peningkatan ukuran penampang melintang otot, hipertropi
pertumbuhan miofibril, hiperplasia serabut otot, dan perubahan serabut otot,
sehingga kekuatan otot secara bertahap akan mengalami peningkatan
(Tresnasari et al., 2017).
3.2.3 Lingkup Gerak Sendi
Peningkatan lingkup gerak sendi dapat terlihat seiring dengan menurunnya
nyeri, oedema, sehingga pasien dapat lebih leluasa menggerakan sendi yang
sebelumnya mengalami keterbatasan gerak. Setelah dilakukan penanganan
terapi sebanyak 6 kali, terlihat adanya peningkatan lingkup gerak sendi.
Terapi latihan dengan memberikan hold relax, selain membantu
menurunkan nyeri, fungsi utama dari latihan ini adalah untuk meningkatkan
lingkup gerak sendi ankle. Hal ini dapat terjadi karena pemberian hold relax
yang akan menyebabkan jaringan lunak yang mengalami pemendekan akibat
kondisi pasca operasi mengalami penguluran. Adanya penguluran pada
jaringan lunak yang memendek di sekitar sendi ankle akan diikuti dengan
penambahan LGS ankle secara signifikan. Pemberian hold relax berulang–
ulang terhadap jaringan yang memendek akan menyebabkan penguluran pada
jaringan tersebut sehingga LGS dapat bertambah dan dengan terjadinya
kontraksi otot agonis yang kuat, diikuti dengan rileksasi secara tiba – tiba otot
agonis serta terfasilitasinya serabut afferen pada otot agonis akan
menyebabkan rileksasi pada otot agonis dan antagonis. Maka dari itu, LGS
akan bertambah seiring dengan adanya rileksasi pada otot tersebut (Hendrik
et al., 2009).
9
3.2.4 Oedema
Pada kasus ini pasien mengalami keterbatasan gerak ankle dan pasien
merasakan nyeri tekan serta gerak, salah satu sebab terjadinya keterbatasan
dan nyeri tersebut karenanya adanya oedema pada daerah lutut kiri pasien.
Maka dari itu dengan berkurangnya oedema mempengaruhi peningkatan
lingkup gerak dan penurunan nyeri gerak pada ankle.
Static contraction merupakan salah satu latihan yang dapat dilakukan
untuk menurunkan odema pada daerah lutut kiri pasien. Static contraction
adalah salah satu bentuk latihan statis yang membuat otot berkontraksi tanpa
melibatkan pemanjangkan ataupun pergerakan sendi (Kisner& Colby, 2012)
Karena adanya kontraksi otot dalam keadaan statis ini, sehinga
memberikan efek pumping action, dimana menyebabkan peningkatan perifer
resistance of blood vessels. Adanya hambatan pada perifer ini menyebabkan
blood pressure meningkat dan diikuti dengan peningkatan cardiac output
secara otomatis sehingga mekanisme metabolisme menjadi lancar dan
sehingga menyebabkan oedema menurun (Joyner & Casey, 2015).
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Seorang pasien bernama Sdr. AR usia 28 tahun dengan diagnose post ORIF
fraktur supracondyler femur sinistra setelah menjalani fisioterapi sebanyak 5
kali mendapatkan hasil bahwa adanya peningkatan lingkup gerak sendi knee
sinistra dan kekuatan otot, serta penurunan bengkak dan skala nyeri diam,
tekan, dan gerak dengan modalitas infra merah dan terapi latihan berupa hold
relax, static contraction, active resisted exercise. Dari hasil dan uraian
sebelumnya penulis menyimpulkan bahwa infra merah dan terapi latihan
berupa hold relax, static contraction, active resisted exercise merupakan
teknologi intervensi fisioterapi yang dapat membantu meningkatkan lingkup
gerak sendi knee sinistra dan kekuatan otot, serta menurunkan bengkak dan
skala nyeri diam, tekan, dan gerak pada pasien.
10
4.2 Saran
Dari kesimpulan diatas maka Fisioterapis dapat memberikan saran kepada
pasien untuk melakukan latihan dirumah sesuai yang telah diajarkan oleh
fisioterapi yaitu melakukan gerak aktif lutut kiri lalu ditahan dalam 8
hitungan serta menggunakan alat bantu jalan crutch untuk menghindari dari
resiko jatuh dan resiko tulang patah kembali sampai proses penyembuhan
tulang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, N. N., Naghdi, S., Naseri, N., Entezary, E., Irani, S., Jalaie, S., & Hasson,
S. (2014). Effect of therapeutic infra-red in patients with non-specific low
back pain: A pilot study. Journal of Bodywork and Movement Therapies,
18(1), 75–81. https://doi.org/10.1016/j.jbmt.2013.05.014
Carolyn Kisner, L. A. C. (2012). Therapeutic Exercise. Nervenheilkunde (6th ed.,
Vol. 36). Philadelphia: Davis Company. https://doi.org/10.1007/s13398-014-
0173-7.2
Gangavalli, A. K., & Nwachuku, C. O. (2016). Management of Distal Femur
Fractures in Adults. An Overview of Options. Orthopedic Clinics of North
America, 47(1), 85–96. https://doi.org/10.1016/j.ocl.2015.08.011
Hendrik, T, M. N., & Ramba, Y. (2009). Pengaruh Pemberian Interferensi dan
Ultrasound Pada Penerapan Hold RelaxTerhadap Perubahan Nyeri dan Jarak
Gerak Sendi Lutut Pasien Osteoarthritis di RSUD Prof. HM. Anwar
Makkatutu Bantaeng Hendrik, M. Nurdin T, Yonathan Ramba. Politeknik
Kesehatan Makassar Jurusan Fisioterapi.
Joyner, M. J., & Casey, D. P. (2015). Regulation of Increased Blood Flow
(Hyperemia) to Muscles During Exercise: A Hierarchy of Competing
Physiological Needs. Physiological Reviews, 95(2), 549–601.
https://doi.org/10.1152/physrev.00035.2013
Naibaho, B., Wibawa, A., & Indrayani, A. W. (2014). Kombinasi Resistance
Exercise Dan Stretching Lebih Meningkatkan Keseimbangan Statis
Dibandingkan Stretching Pada Lansia Di Desa Blimbingsari, Kecamatan
Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali. FK Unud Denpasar, 000, 1–9.
Siregar, M. H., & Nasution, N. (2017). Clinical Outcome Difference of Internally
Fixated Distal Radius Fracture Between Young Patients and Elderly In Haji
Adam Malik General Hospital, 10(15), 272–276.
Wulandari, Dwitasari, & Nyoman Adiputra. (2015). Kombinasi Contract Relax
STRETCHING DAN INFRA MERAH SAMA BAIKNYA DENGAN
PEDAL EXERCISE UNDERCOMPRESSION DAN INFRA MERAH
11
UNTUK MENURUNKAN NYERI OTOT BETIS PADA PEMBATIK CAP
DI BUARAN PEKALONGAN. Sport and Fitness Journal, 3(3), 50–61.
Tresnasari, C., Basuki, A., & Defi, I. R. (2017). Efektivitas Latihan Penguatan
terhadap Kemampuan Fungsional Anggota Gerak Atas pada Pasien Strok
Iskemi Fase Subakut The Effectiveness of Strengthening Exercises on Upper
Limbs Functional Ability of Subacute Phase Ischemic Stroke Patients, 5(22),
182–188.
Yulianto Wahyono, B. U. (2016). Efek Pemberian Latihan Hold Relax Dan
Penguluran Pasif Otot Quadriceps. Kementrian Kesehatan Politeknik
Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi, (1), 116–124.