Download - Pemikirn Politik HOS Tjokroaminoto
Bab I
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Kehidupan politik yang terjadi di Indonesia saat ini tidak bisa lepas dari
pemikiran politik yang melatarbelakangi berbagai pergerakan para tokoh politik yang
bermain dalam ‘pentas perpolitikan’ negara kita. Tokoh politik yang menjadi pemain
drama dalam pentas politik tersebut sangatlah mempengaruhi kehidupan politik negara
ini, karena kita tak bisa memungkiri bahwa kondisi perpolitikan mempengaruhi kondisi
seluruh aspek kehidupan kita. Hal ini tak lain karena dengan politik menyangkut segala
kebijakan dan keputusan para penguasa, kebijakan yang menyangkut segala aspek
kehidupan kita.
Di Indonesia ada banyak tokoh politik yang mempengaruhi kehidupan politik
sampai saat ini. Amien Rais, Gus Dur, Nurcholis Madjid, Megawati bahakan Susilo
Bambang Yudhoyono hanyalah sebagian dari tokoh politik masa kini yang begitu kuat
pengaruhnya dalam zaman reformasi saat ini. Namun kita pun harus melihat siapa saja
tokoh yang mempengaruhi perpolitikan sampai saat ini. Dari zaman kerajaan kuno pun
sebenarmya banyak terdapat pemikiran-pemikiran politik yang pengaruhnya dapat kita
rasakan saat ini. Tradisi kerajaan jawa kuno dan sunda mungkin sangat terasa
pengaruhnya sampai saat ini. Maklum para tokoh politik yang berasal dari daerah jawa
dan sunda di negara kita sampai saat ini masih banyak menguasai ‘pentas politik’ negara
kita. Kebanyakan dari mereka memang sangatlah berpengaruh dalam ‘drama pentas
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
politik’, terutama banyak dari mereka yang memang berkedudukan sebagai pejabat
tinggi negara.
Soekarno, Hatta, Natsir, Syahrir, Tan Malaka, adalah sebagian dari tokoh politik
yang pemikiran politiknya berpengaruh sangat besar dalam pemikiran politik di
Indonesia. Namun kami melihat ada tiga (3) pemikiran yang berkembang pesat di
Indonesia. Nasionalis, Agama (khususnya islam), dan Sosialis (termasuk sosialis
ekstrim), adalah faham-faham pemikiran yang banyak berpengaruh di Indonesia.
Sangatlah memungkinkan ketiga faham tersebut berkembang di Indonesia dengan
melihat kondsi sosial masyarakat kita.
Masyarakat majemuk di Indonesia dengan persamaan semangat sosial yang
sangat tinggi memungkinkan faham sosialis berkembang. Baik dari sosialis yang ‘lunak’
sampai pada paham sosialis yang ‘ekstrim’. Namun faham nasionalispun adalah faham
yang berkembang sangat pesat. Kondisi sosial masyarakat kita yang majemuk dan
persamaan cita-cita untuk mencapai persatuan, membuat masyarakat kita pun banyak
yang menganut faham nasionalis. Lalu terakhir adalah masyarakat kita yang religius,
membuat pemikiran agama khususnya islam karena masyarakat Indonesia mayoritas
menganut agama Islam, dengan tokoh-tokohnya dan dengan pergerakannya pula untuk
mencapai persatuan (ajaran islam dengan ajaran bahwa umat islam harus bersatu) di
Indonesia, menjadi sebuah pemikiran politik yang sangat mempengaruhi ‘pentas politik’
negara Indonesia. Namun kami sebagai penulis banyak melihat bahwa para tokoh yang
bergerak dengan berlandaskan ajaran agama sebagai inti pergerakannya itu, mereka
bergerak untuk mencapai sebuah nasionalisme. Sehingga fahamnya adalah nasionalis-
agama. Yakni sebuah faham nasionalis yang melandaskan agama sebagai inti persatuan
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
yang harus bisa diwujudkan. Sedangkan faham nasionalis yang tidak melandaskan pada
ajaran agama, sering disebut sebagai faham nasionalis-sekuler. Salah satu tokohnya yang
paling mashyur adalah Soekarno.
Dalam konstruksi sejarah Indonesia, perdebatan antara kaum nasionalis-sekuler
dan kaum nasionalis-agama tidak pernah selesai sampai saat ini. Keduanya terus
bertarung memperebutkan hegemoni dalam kekuasaan. Beberapa studi sejarah mengenai
pertarungan itu, beberapa diantaranya ada yang memunculkan anggapan bahwa dalam
pertarungan itu, kelompok nasionalis-sekuler senantiasa selalu menjadi pemenang.
Klaim itu mungkin benar, tetapi pada beberapa kasus, kemenangan kelompok sekuler
bukannya tanpa syarat.
Terdapat banyak contoh kasus di mana pergumulan politik di Indonesia telah
menghasilkan kultur politik hibrida, yang mencampurbaurkan ide-ide yang mungkin
secara prinsip memiliki perbedaan. Dengan bahasa lain, kepentingan ‘kelompok islam’,
juga sudah membaur di dalamnya. Adanya kultur hibrida ini, menyiratkan bahwa
konstruksi religiusits di Indonesia mengalami proses modifikasi. Dalam arti agama yang
datang tidak pernah take for granted, melainkan mengalami adaptasi dalam bentuk
akulturas. Dalam konteks politk, hal ini sangat tampak terjadi ketika munculnya
pergerakan nasional. Ide-ide nasionalisme, demokrasi dan keadilan sosial yang menjadi
wabahdi seantero dunia, mulai dipikirkan oleh para pemikir islam di Indonesia. Hasilnya
lahirlah pemikiran yang menyebutkan bahwa nasionalisme dan islam adalah suatu hal
yang memiliki kepentingan yang sama, tidak bertentangan.
Lalu seiring dengan semakin gencarnya ide-ide tersebut, Sarekat Islam muncul
sebagai sebuah organisasi yang dapat menjalankan ide tersebut. Dan dalam Sarekat
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Islam terdapat seorang tokoh, Haji Oemar Said Tjokroaminoto. HOS Tjokroaminoto
dinilai sebagai kunci untuk membuka tabir pemikiran bagaimana tokoh islam
memikirkan nasionalisme dalam konteks keIndonesiaan.
Untuk itulah makalah ini dibuat untuk menulusuri sekaligus mengetahui lebih
jauh pemikiran politk Tjokro yang sanga mempengaruhi ‘pentas perpolitikan’ di
Indonesia. Terlebih Tjokro tak lain merupakan guru dari Soekarno, Kartosuwiryo dan
Musso serta Alimin yang merupakan aktivis dalam sejarah pergerakan nasional bangsa
Indonesia. Untuk itu sangatlah menarik menelusuri pemikiran-pemikira Tjokro yang
sadar atau tidak sebenarnya ia adalah ruh yang sebenarnya bagi aktivis pergerakan
hingga sekarang.
II. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui lebih jauh pemikiran-pemikiran HOS Tjokroaminoto yang
berpengaruh besar dalam pemikiran-pemikiran politik di Indonesia sampai
saat ini.
2. Memperdalam kajian terhadap pemikiran salah satu tokoh yang banyak
melahirkan tokoh-tokoh besar dalam pergerakan nasional.
3. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemikiran Politik Indonesia.
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Bab II
Tinjauan Pustaka
I. Profil HOS Tjokroaminoto
Haji Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Ponorogo, tanggal 6 Agustus 1882.
Tjoro adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Ayahnya bernma R.M. Tjokroamiseno,
salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati
Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo.
Ia masuk pangreh praja pada tahun 1900 setelah menamatkan studi di OSVIA,
Magelang. Kemudian ia iergabung dengan Sarekat islam pada bulan Mei 1912. Sebagai
salah satu pelopor pergerakan nasional beliau mempunyai 3 orang murid yang
selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia, yaitu Semaun yang
sosialis, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamais, serta Musso dan
Alimin yang komunis.
II. Islam dan Sosialisme
Sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan oleh umat islam itu bukannya
sosialisme yang lain, melainkan sosialisme yang berdasar kepada azas-azas islam
belaka. Cita-cita sosialisme di dalam islam ini tidak kurang dari 13 abad umumnya dan
tidak boleh dikatakan terbit pengaruhnya bangsa eropah….azas-azas sosialisme itu telah
terkenal di dalam pergaulan hidup islam bersama pada zamannya Nabi kita Muhammad
SAW. ….keawasan Nabi Muhammad SAW terang benderang itu tidak lupa
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
memperingati perkara pekerjaan (arbeid), industri dan kapital (modal). Islam melarang
(mengharamkan) riba (woeker) dan dengan begitu islam bermusuhan keras pada
kapitalisme. Menghisap keringatnya orang-orang yang bekerja, memakan hasil
pekerjaannya orang lain, tidak memberikan bahagian keuntungan yang mestinya
(dengan seharusnya) kebahagiaannya lain orang yang turut bekerja mengeluarkan
keuntungan itu. Semua perbuatan yang serupa (oleh karl marx disebut memakan
keuntungan meerwaarde (nilai lebih-pen) adalah dilarang dengan sekeras-kerasnya oleh
agama islam, karena itulah perbuatan memakan riba belaka. Dengan begitu maka
nyatalah bahwa islam memerangi kapitalisme sampai ke akar-akarnya. Membunuh
kapitalisme sampai pada benihnya. Oleh karena pertma kali yang menjadi dasar
kapitalisme-nya itu “memakan keuntungan meerwaarde, sepanjang fahamnya karl marx
dan memakan riba sepanjang fahamnya islam.
Adapun yang menjadi dasar sosilalismenya Nabi Muhammad SAW, yaitu
kemajuan peri-kemanusiaan dan kemajuan budi pekerti rakyat.. .dalam rangka
menjelaskan “dasarnya sosialisme islam”, HOS tjokro antara lain mengemukakan bahwa
peri-kemanusiaan adalah menjadi satu persatuan. Begitulah dalam pengajaran Al-Qur’an
yang suci itu, yang menjadi pokonya sosialisme. Menurut pendapat saya, dalam faham
sosialisme adalah 3 anasir, yaitu kemerdekaan (liberty-vrijheid), persamaan (gelijkheid-
equality), dan persaudaraan (proederschap-Fraternity). Ketiganya anasir ini adalah
dimasukan sebanyak-banyaknya di dalam peraturan-peraturan islam dan di dalam
perikatan hidup bersama yang telah dijadikan oleh Nabi kita yang suci, Muhammad
SAW.
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
III. Pan-Islamisme
Persatuan islam seluruh dunia, yakni politik untuk mempersatukan umat islam
seluruh dunia untuk berada dalam satu imperium islam. Kedekatan Tjokro dengan Al-
Afghani (Pakistan), dan Muhammad Abduh (Mesir), yang sama-sama berjuang untuk
persatuan islam dunia, membuat Tjokro juga mencoba menyebarkan politik ini di
Indonesia.
IV. Sarekat Islam
Pada tanggla 10 September 1912, berdirilah oraganisasi Sarekat Islam.
Organisasi ini juga muncul dari kalangan orang Jawa. Organisasi ini sering disebut
sebagai oragnisasi politik, karena dalam bekerjanya menggunakan teknik-teknik politik,
yaitu menggunakan cara-cara mempengaruhi dan menguasai massa supaya menerima
maksud-maksud tertentu. Mungkin juga munculnya organisasi ini dipacu oleh politik
prinsip-prinsip Kristen pemerintah.
Semenjak permulaan berdirinya, Islam sudah dicantumkan dalam program :
“Membentuk manusia sesuai dengan ajaran dengan ajaran Islam”. “Dengan setia
mematuhi kewajiban-kewajiban agama”. Dengan memancangkan kalimat-kalimat
semacam itu, nampaklah bahwa sejak orang-orang Islam menyatakan diri dalam
organisasii, mematuhi kewajiban-kewajiban Islam, way of life complete in it self Islam,
dijadikan tujuan.
Sebagai sebuah organisasim Sarekat Islam betul-betul cemerlang bintangnya
pada dekade kedua abad XX. Pada saat itu, para pedagang nusantara dan Islam merasa
terancam kegiatan dagangnya oleh para pedagang Cina. Meluasnya perdagangan Cina
merebut kesempatan-kesenpatan dagang yang sebelumnya berada di tangan orang-orang
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Arab, Sumatra Barat, pedagang-pedagang serta usahawan-usahawan Jawa. Mereka
merasa membutuhkan aksi bersama melawan Cina. Maka sekitar 1904 didirikan suatu
perkumpulan bernama Jamyat Khair. Sasarannya adalah untuk saling membantu dalam
kehidupan ekonomi meskipun motif agma juga kuat sekali. Bantuan juga dialurkan
kepada kegiatan-kegiatan Muslimin atas dasar pertimbangan agama. Mungkin diilhami
antara lain oleh perkumpulan ini, jika Samanhoedi, mengajak sementara partner
pedagang seperti Mas Asmodimedjo, Mas Kertotaruno, Mas Soemoewerdjojo, Mas
Abdulrajak dan R.M. Tirtoadisoerjo untuk mendirikan Sarekat Dagang Islam.
Namun kemudian Samanhoedi berselisih faham dengan Tirtoadisoerjo. Lalu ia
mengalihkan perhatian kepada Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Tjokroaminoto
menganjurkan nama Sarekat Islam, bukan Sarekat Dagang Islam. Maksudnya supaya
bisa mencakup kemungkinan lebih luas, sehingga barang siapa beragama Islam, boleh
masuk menjadi anggota, termasuk juga orang Arab yang mempunyai reputasi tidak lebih
baik dari orang-orang Cina di kalangan orang-orang Jawa.
Di bandingkan dengan organisasi rancangan Mas Tirto, rancangan
Tjokroaminoto lebih menunjukan pengaruh barat. Karenanya juga lebih memenuhi
syarat-syarat praktis tuntunan tertib sosial baru. Peningkatan jiwa dagang ditekankan,
tetapi daya tarik Islam juga dipentingkan. Orang Arab berdasar agama merasa dekat
dengan pergerakan ini. Sarekat Islam merupakan kekuatan yang dapat diarahkan guna
menghadapi lawan dagangnya : Cina. Maka dengan aktif dipersiapkan kongres pertama
SI di Surabaya yang benar-benar merupakan sukses. Perkumpulan Setia Oesaha dengan
surat kabar Oetoesan Hindia milik mereka, yang sebelumnya merupakan sarana iklan
pedagang-pedagang Islam, diserahkan kepada SI.
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Bab III
Pembahasan
Pergerakan HOS Tjokroaminoto
Haji Oemar Said Tjokro lahir pada 1882, dari keluarga priayi di Ponorogo. Pada
awalnya, ia juga mengikuti jejak ayahnya, sebagai pejabat pangreh raja. Ia pernah masuk
pangreh praja pada tahun 1900 setelah menamatkan studi di OSVIA, Magelang. Pada
tahun 1907, ia keluar dari kedudukannya sebagai pangreh praja karena ia muak dengan
praktek sembah-jongkok yang dianggapnya sangat berbau feodal. Ia kemudian hijrah ke
Surabaya, ikut sekolah malam teknisi dan kemudian bekerja menjadi teknisi di pabrik
gula rogojampi. Setelah Sarekat Islam (SI) berdiri tahun 1912, ia keluar dari pekerjaan
dan menjadi pemimpin pergerakan di Surabaya. Dari pergerakan inilah –lewat
memimpin SI dan Perusahaan Setia Oesaha- ia mampu mencukupi kebutuhannya.
Sebagai pemimpin SI, ia dupuja bak ksatria menang setelah perang. Ia dianggap orang
yang berakat dan mampu memikat massa. Bahkan ia juga merupakan guru yang baik,
dan mampu melahirkan tokoh-tokoh pergerakan hingga awal pergerakan.
Di antara murid-murid Tjokro yang terkenal adalah Soekarno, Kartosuwiryo dan
juga Musso-Alimin. Soekarno sebagaimana telah dikenal luas, adalah murid Tjokro dan
penghuni pondokan Tjokro, serta juga menantu dari Tjokro. Sukarno menyerap
kecerdasan Tjokro, terutama dari gaya berpidato. Pada masa kemerdekaan, Sukarno
dikenal sebagai tokoh nasionalis, proklamator dan presiden RI. Kartosuwiryo juga
pernah beberapa tahun tinggal bersama Tjokro. Setelah kemerdekaan ia mendirikan
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Daarul Islam sebagai perlawanan terhadap Sukarno. Musso-Alimin, dua tokoh partai
komunis Indonesia (PKI), juga merupakan murid Tjokro. Jadi pertarungan Nasionalis-
Sukarno, Islam-Kartosuwiryo dan Komunis-Musso dan Alimin, adalah pertarungan
murid-murid Tjokro.
Hal ini mengisyaratkan bahwa Tjokro ditafsirkan berbeda oleh murid-muridnya.
Dalam beberapa hal, ide Tjokro lebih dimengerti oleh Sukarno yang mengolahnya
menjadi Nasakom, sebagai lambang persatuan nasional. Di saat masuk dalam wilayah
pergerakan nasional, Tjokro pada awalnya lebih dikenal sebagai pemimpin Sarekat
Islam di Surabaya. Dalam aktivitas-aktivitas SI, Tjokro yang kemudian menduduki
kedudukan sentral di tingkat pusat menjadi demikian berpengaruh, bukan hanya
karena ia menjadi redaktur Suara Hindia, tetapi juga karena tidak adanya orator saingan
dalam vargadering-vargadering SI yang sanggup mengalahkan ‘suara baritonnya’ yang
sangat berat dan dapat didengar oleh ribuan orang tanpa mikrofon.
Di bawah kepemimpinannya, Sarekat Islam menjadi organisasi yang besar dan
bahkan mendapat pengakuan dari pemerintah kolonial. Hal ini tidak lain merupakan
hasil pendekatan kooperatif yang dijalankan Tjokro. Ketika terjadi polemik keanggotaan
ganda dalam tubuh SI, beliau adalah tokoh yang menginginkan persatuan SI dapat
dipertahankan. Ia lebih mengidentifikasikan dirinya sebagai perekat antar pihak yang
bertikai, walau dalam beberapa hal ia lebih dekat kepada SI kelompok putih. Menjelang
perpecahan SI, persinalitas Tjokro mulai banyak dipertanyakan. Pada tanggal 6, 7, dan 9
Oktober 1920, Dharsono membuat artikel panjang mengkritik Tjokro yang dianggap
menyengsarakan SI dengan pengeluaran kepentingan pribadinya yang berjumlah besar
(3000gulden). Dharsono menuduh secara tidak langsung dengan mengatakan bahwa
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Tjokro terlibat penggelapan, ‘mengapa Central Sarekat Islam tidak punya
uang?...sedangkan Tjokro berkelimpahan’. Demikian tulis Dharsono. Pada Agustus
1921, Tjokro diciduk penguasa Belanda. Hal ini merupakan kesempatan untuk
membersihkan nama baiknya, karena dipenjara artinya martir dan memberinya kekuatan
di masa yang akan datang. Pada April 1922, ia dibebaskan tetapi ia tidak kembali ke
Jogjakarta, melainkan ia mendirikan markas baru di Kedung Jati. Di kota ini, ia mulai
menfokuskan diri pada persatuan islam, tetapi independen atau lepas dari
Muhammdiyah. Pada tahun itu juga, ia mendirikan Pembangunan Persatuan bersama
Raja Mogok, Soepjopranoto untuk menarik dukungan Pererikatan Pegawai Pegadaian
Bumiputera kepada Central Sarekat Islam (CSI). Setalah propagandanya gagal, ia pun
kembali ke markas CSI di Jogjakarta. Kelak dari kegagalannya inilah, pada akhirnya
Tjokro mulai merubah pandangan persatuan nasionalismenya, menuju pandangan
nasionalismenya yang dibangun atas dasar islam. Jika sebelumnya, islam dipandang
secara kurang serius, hanya berfungsi sebatas pemaknaan simbolik. Maka sesudahnya ia
mulai merapatkan barisan nasionalismenya, dengan menyatukan kelompok islam
terlebih dahulu.
Pemikiran-pemikiran HOS Tjokroaminoto
Selanjutnya, tepat ketika ia berumur 40 Tahun, Tjokro mulai beralih kepada
Islam dalam arti yang lebih serius. Pada September 1922, ia mulai menerbitkan artikel
berseri “islam dan sosialisme” di Soeara Boemiputera dan mencoba mendasarkan
pandangan sosialismenya pada islam. Pada kongres Al-Islam di Cirebon 31 Oktober-2
November 1922, ia juga diangkat sebagai ketua kongres. Arti penting kongres ini,
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
seperti dikatakan Agus Salim, yaitu untuk “mendorong persatuan segala golongan orang
islam di Hindia atau orang islam di seluruh dunia, dan bantu membantu. Kemudian
karena kedekatannya dengan Al-Afghani dan Abduh tokoh pejuang Pan-Islamisme
dijadikan teladan dalam perjuangan untuk mempersatukan umat islam seluruh dunia.
Sebagai tokoh SI, ia kemudian melakukan tur propaganda ke pertemuan-
pertemuan SI lokal. Dalam pidatonya ia sudah melakukan pendikotomian antara islam
dan komunis. Baginya SI adalah berdasarkan islam, dan karena kaum komunis itu atheis
(tidak bertuhan) maka komunisme tidak sesuai dengan SI. Sesudah kongres CSI di
Madiun, 17-23 Februari 1923, Tjokro semakin mengecam kaum komunis. Bahkan ia
juga akan membentuk SI dan PSI tandingan, di tempat-tempat di mana kaum komunis
melakukan kontrol terhadap SI. Dengan demikian, dimulailah suatu upaya disiplin
partai, untuk membersihkan SI dari unsur komunis.
Sambil merapatkan barisan islam dalam SI, pada 1924 Tjokro kemudian mulai
aktif dalam komite-komite pembahasan kekhalifahan yang dicetuskan oleh pemimpin
politik Wahabiah di Arab Saudi, Ibnu Saud. Tentu saja, sikap Tjokro mendapat
tantangan dari kelompok islam-tradisional yang kemudian mendirikan NU. Selanjutnya
pecahlah pemberontakan PKI madiun 1925, yang kontra-produktif terhadap gelombang
pasang pergerakan nasional. Hal ini juga menimpa kegiatan Tjokro dan PSI-nya. Pada
1928, kegiatan kaum pergerakan mulai mengarah kepada suatu persekutuan organisasi.
Dalam hal ini masuk pemufakatan perhimpunan-perhimpunan politik kebangsaan
Indonesia (PPPKI), bersama dengan PNI dan organisasi-organisasi kedaerahan. Untuk
mempertahankan PSI dari ancaman nasionalis-sekuler PNI, Tjokro juga mengingatkan
anggotanya agar tidak masuk organisasi yang tidak berdasar agama.
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Sebenarnya dalam perjalanan pergerakan Tjokro, yang paling unik adalah sejauh
mana Tjokro memikirkan nasionalisme dan islam. Dalam pemikirannya ada dua masa
yang berbeda dalam pemikiran Tjokro. Pertama dapat kita sebut sebagai Tjokro Muda,
yakni sebelum Tjokro berusia 40 tahun. Tjokro muda adalah sosok yang penuh
semangat, dan melihat islam sebagai alat untuk memperjuangkan nasionalisme,
memperjuangkan persatuan nasional. Sementara Tjokro tua adalah tjokro yang mulai
berfikir secara dikotomis yaitu membedakan islam dan komunisme sebagai bagian yang
terpisah dalam menafsirkan nasionalisme.
Dalam tjokro muda, Tjokro adalah seorang yang kadar pemahaman terhadap
islamnya dapat dikatakan biasa-biasa saja. Ia menjadikan islam hanya sebagai klaim
legitimasi, tetapi ia lupa mendasarkan klaim tersebut dari kitab apa? Ayat apa? Lalu,
watak sinkretis dalam pemahaman ke-Islaman Tjokro. Pada satu sisi ia mengambil
pembenaran secara agama, tetapi pada sisi lain ia juga menyandarkan pada cerita
wayang yang notabenanya bekas peninggalan budaya hinduisme-jawa yang membekas
pada pemahaman golongan Islam abangan. Pada masa selanjutnya tidak jauh berbeda.
Saat ia berpidato mengenai islam, hal ini banyak ditujukan bagi simbol persatuan
nasional. Tjokro misalnya berpendapat bahwa solidaritas bumi putra dibangun atas nama
Islam. Dan orang-orang diberitahu bahwa semua orang anggota SI bersaudara, terlepas
dari umur, pangkat dan status. Pada kongres CSI 1917 di Batavia, melihat tantangan
radikalisme dari Semaun, Tjokro bahkan dengan berani mengatakan : yang kita inginkan
adalah : sama rasa, terlepas dari perbedaan agama. CSI ingin mengangkat persamaan
semua ras di Hindia sedemikian rupa sehingga mencapai tahap pemerintahan sendiri.
CSI menentang kapitalisme. CSI tidak akan mentolerir dominasi manusia terhadap
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
manusia lainnya. CSI akan bekerja sama dengan siapa saja yang mau bekerja untuk
kepentingan ini.
Dengan demikian, apabila kita melihat pidato Tjokro tersebut, maka istilah ‘sama
rasa’ secara awam merujuk kepada konsepsi pembentukan kelas khas Marxis. Namun
apakah di sini kosa-kata ini muncul sebagai suatu konsepsi yang sadar, atau hanya
bersifat reaktif terhadap Semaun yang saat itu semakin radilal. Memang, terdapat juga
kecenderungan bahwa pada beberapa kesempatan, Tjokro mulai berfikir serius mengenai
islam. Misalnya adalah kasus artikel “Djojodikoro” dalam Djawi Hiswara yang ditulis
pada awal Januari 1918. Dalam artikel itu Martodharsono menuli bahwa “gusti kandjeng
Nabi Rasul minum A.V.H gin, minum opium dan kadang suka menghisap opium”.
Artikel ini mendapat perhatian Tjokro untuk menunjukan simpatinya terhadap islam,
dengan membalas artikel itu dengan tulisan tandingan, bahkan ia juga membentuk dan
memimpin Tentara Kandjeng Nabi Muhammad (TKMN) di Surabaya untuk
mempertahankan kehormatan islam, nabi dan kaum muslim. Namun terbukti kemudian,
bahwa kerja-kerja Tjokro ini bukan hanya bertujuan untuk membela islam, tetapi juga
sebagai alat atau upaya untuk memperluas jaringan politiknya. Hal ini terbukti dengan
banyaknya berdiri cabang-cabang SI yang berjalan seiring dengan pembentukan TKMN.
Hal yang menandai perubahan dalam diri Tjokro, yang membuatnya lebih
memikirkan islam, adalah pada tahun 1922. Ada dua hal yang kiranya dinilai penting
atau bahkan memicu perubahan dalam diri Tjokro. Pertama, sejak Agustus 1921 hingga
April 1922, Tjokro berada dalam penajara. Keadaan ini tentu saja dilihat Tjokro sebagai
suatu proses simbolik untuk melakukan refleksi. Sangat mungkin juga, ada pemaknaan
lain bahwa umur 40 tahun dalam penjara, adalah daulat akan keberadaannya sebagai
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
pemimpin pergerakan, sama dengan umur Nabi Muhammad SAW ketika diangkat
menjadi Rasul. Kedua, setelah keluar dari penjara, ia berusaha kembali ke CSI dan
menarik pengikut dari kaum buruh. Usahanya ini gagal! Tentunya, hal ini semakin
menguatkan perspektif Tjokro bahwa untuk membangun nasionalisme dalam arti yang
lebih luas, tidak dapat dibangun dari sesuatu yang general. Nasionalisme harus dibangun
atas dasar kesamaan, dan untuk itu diperlukan unsur pembeda guna membersihkannya
dari unsur lain. Dan Tjokro percaya hal itu adalah Islam.
Pemahaman ‘baru’ Tjokro tentang Islam, secara substansial tampak dalam brosur
“Sosialisme di dalam Islam”. Brosur ini selain sebagai hasil kerja pikiran Tjokro, juga
sebuah pembentukan opini dan upaya untuk menarik mereka yang sudah teracuni
komunis untuk kembali kepada SI. Brosur tersebut beberapa hal pokok, yaitu
perikemanusiaan sebagai dasar bangunan islam, perdamaian, sosialisme dan
persaudaraan. Terdapat kesamaan sosialisme dengan Islam dalam tiga hal, yaitu unsur
kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan. Dari segi isi, kelihatannya Tjokroaminoto
sudah ingin memberi batasan antara Sosialisme Islam dan komunisme. Larena
sosialisme Islam, menyandarkan kekuatannya kepada Allah. Selanjutnya sebagai bukti
kecenderungan pemahaman Islam sebagai sebuah Ideologi, juga diarahkan secara
politik. Sejak 1922 hingga 1924, Tjokro bahkan aktif menjadi pemimpin dari kongres
Al-Islam yang disponsori kaum modernis (diantaranya KH Agus Salim dan tokoh-tokoh
Muhammadiyah dan Al-Irsyad). Selanjutnya Tjokro juga amat bersemangat dalam
menanggapi isu kekhalifahan yang digulirkan Ibnu Saud. Hal yang mengakibatkan ia
dicurigai berfaham Wahabiah, yang kelak menyingkirkan keberadaan empat mahzab
yang berkembang di Indonesia (khususnya di Jawa).
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Jelas dalam konteks ini, bahwa ide-ide Pan-Islamisme sidah membayang dalam
pemikiran Tjokro. Pada akhirnya pan-Islamis semakin menguat dalam pemikiran Tjokro.
Ketika muncul federasi PPPKI, PSI yang diketuai Tjokro sangat ingin muncul sebagai
kekuatan yang menguasainya. Bahkan ia juga semakin keras berpidato mengenai
dikotomi nasionalisme-islam dan nasionalisme-sekuler. Kaum beragama, harus memilih
organisasi yang didasarkan agama, tutur Tjokro. Arti dari pergerakan Pan-Islamis Tjokro
ini, menyiratkan bahwa setidaknya yang dibayangkan Tjokro adalah sebuah
nasionalisme sebuah kebangsaan yang didasarkan semangat persatuan nasib. Islam
maupun sekuler, dalam dikotomi ini, diakui sebagai unsur yang sedang berjuang demi
nasionalisme.
Setelah melihat pemikiran-pemikran Tjokro di atas, Tjokro adalah seorang tokoh
yang berjuang demi nasionalisme dan juga bagi Islam. Pemahaman islam Tjokro
memanglah tidak terlalu mendalam, tetapi cukup besar diarahkannya bagi suatu praktik
propaganda politik. Satu hal yang penting bagi Tjokro, ia berfikir sebagai respons atas
pertautan zamannya. Islam ditemukannya sebagai suatu ideologi, dari lorong sempit
teralis penjara dan juga dari kegagalannya membangun komunitas di Kedung Jati. Islam
ditemukannya setelah nama baiknya dihempaskan akibat skandalnya yang diungkap
Dharsono. Setelah menemukan Islam, maka Tjokro memberi geist baru bagi Islam yaitu
dengan sosialisme, yang coba digali dari dalam Al-Qur’an. Tampaknya, Tjokro sadar
akan bahaya sosialisme yang dengan ‘keseksiannya’ banyak menarik pengikut dari
aktivis pergerakan. Jika Islam dimaknai secara pasif, bukan sebagai suatu unsur yang
‘seksi’. Menarik dan berjuang bagi perubahan, maka langkah Islam tidak akan beranjak
dari fungsi praktik ritual belaka. Bagi Tjokro, Islam adalah sesuatu yang harus
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
diperjuangkan dan dipersatukan, sebagai dasar kebangsaan yang dibangun dalam
proses menuju Indonesia.
Selain melihat Tjokro dari konteks ke-Indonesiaan, tipikal Tjokro adalah tipe-
tipe manusia perubah. Ia identik dengan Al-Afghani, yang juga merupakan tokoh politik
Pan-Islamisme dari Pakistan. Tjokro dan Al-Afghani, juga sama-sama menemui
kegagalan dalam perjuangan Pan-Islamismenya. Namun, arti penting bagi keduanya
bukan pada kemenangan atau kekalahan. Keduanya menjadi penting, karena
menggulirkan sebuah momentum sebuah momentum perubahan pemikiran dalam islam.
Keduanya juga menjadi ruh perjuangan bagi kepentingan politik Islam. Al-Afghani
memberi inspirasi kepada Abduh, Ridha dan juga Iqbal dalam praktik pergerakan Mesir
dan Pakistan. Sedangkan Tjokro, justru lebih plural, karena inspirasinya mengalir bagi
nasionalisme-Islam bahkan komunis. Adapun kelompok Islam yang menjadikannya
sebagai inspirasi adalah kaum modernis Masyumi, seperti Muhammad Natsir, Kasman,
Prawoto dan tentu saja anak-anaknya, seperti Anwar dan Harsono. Dengan demikian,
Tjokro merupakan mitra dialog aktif bagi zamannya dan juga bagi zaman sesudahnya.
Dan ruh Tjokro, masih akan terus ‘bergerak’, ketika Islam diartikulasikan sebagai
penggerak yang aktif tidak statis.
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Bab IV
Penutup
Kesimpulan
Haji Oemar Said Tjokroaminoto adalah kunci untuk membuka tabir pemikiran
bagaimana tokoh Islam memikirkan nasionalisme dalam konteks ke-Indonesiaan.
Awalnya Tjokro dianggap orang yang berbakat dan mampu memikat massa, lalu ia
menjadi pemimpin Sarekat Islam. Di bawah kepemimpinannya, Sarekat Islam (SI)
menjadi organisasi yang besar dan bahkan mendapat pengakuan dari pemerintah
kolonial Belanda. Akan tetapi ketika terjadi polemik keanggotaan ganda dalam tubuh
Sarekat Islam, Tjokro adalah tokoh yang meninginkan persatuan SI dipertahankan.
Karena skandal Tjokro yang diungkap oleh Dharsono, ia diciduk oleh pemerintah
kolonial Belanda.
Pemikiran Tjokro dapat terlijat dalam dua sisi dikotomis, yaitu Tjokro muda dan
Tjokro Tua. Tjokro muda adalah Tjokro yang bersemangat, dan melihat Islam sebagai
alat untuk memperjuangkan nasionalisme dan memperjuangkan persatuan nasional.
Sementara Tjokro tua adalah Tjokro yang mulai berfikir secara dikotomis yaitu
membedakan Islam dan Komunisme sebagai bagian terpisah dalam menafsirkan
nasionalisme. Perubahan pemikiran Tjokro muda ke Tjokro tua ditunjukan dengan
beberapa hal, Pertama, sejak Agustus 1921 hingga April 1922, Tjokro berada dalam
penajara. Keadaan ini tentu saja dilihat Tjokro sebagai suatu proses simbolik untuk
melakukan refleksi. Sangat mungkin juga, ada pemaknaan lain bahwa umur 40 tahun
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
dalam penjara, adalah daulat akan keberadaannya sebagai pemimpin pergerakan, sama
dengan umur Nabi Muhammad SAW ketika diangkat menjadi Rasul. Kedua, setelah
keluar dari penjara, ia berusaha kembali ke CSI dan menarik pengikut dari kaum buruh.
Usahanya ini gagal! Tentunya, hal ini semakin menguatkan perspektif Tjokro bahwa
untuk membangun nasionalisme dalam arti yang lebih luas, tidak dapat dibangun dari
sesuatu yang general. Nasionalisme harus dibangun atas dasar kesamaan, dan untuk itu
diperlukan unsur pembeda guna membersihkannya dari unsur lain. Dan Tjokro percaya
hal itu adalah Islam.
Konsep bentuk negara kesatuan merupakan konsep kenegaraan dan bentuk
negara yang diinginkan oleh HOS Tokroaminoto, jika kita melihat pemikiran-
pemikirannya. Ideologi politik Islam yang diusung Tjokro, terutama pada masa Tjokro
tua adalah ideologi yang diusung Tjokro untuk mencapai tujuan persatuan nasional,
nasuionalisme dan persatuan Islam. Atau lebih singkatnya Nasionalisme-Islam.
Sebenarnya dalam masa Tjokro muda, ia sempat terpengaruh oleh ideologi
sosialisme Marxis. Namun akhirnya ia pun memandang bahwa sebenarnya sosialisme
Islam dan Marxis memiliki kesamaan dalam tiga hal, yakni persamaan, persaudaraan
dan kemerdekaan. Namun ia pun mendikotomiskan Islam dan komunisme. Baginya
Islam menyandarkan kekuatan kepada Allah SWT, sedangkan komunis tidak mengakui
adanya tuhan (Atheis). Namun kita pun dapat melihat Tjokro melihat sosok Nabi
Muhammad SAW sebaai sosok yang ia jadikan inspirasi.
Politik Pan-Islamisme juga digunakan beliau dalam rangka mencapai tujuan Pan-
Islamisme itu sendiri, yaitu untuk mencapai persatuan umat islam dunia. Meski usaha
beliau gagal dalam politik Pan-Islamismenya ini, namun beliau memiliki tipe yang sama
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
seperti Al-Afghani dari Pakistan yang berjuang demi persatuan umat Islam dunia.
Kegagalan memang menjadi akhir dari perjuangan keduanya. Namun bagi mereka
kemenangan dan kekalahan bukanlah tujuan. Keduanya menjadi penting, karena
menggulirkan sebuah momentum sebuah momentum perubahan pemikiran dalam islam.
Keduanya juga menjadi ruh perjuangan bagi kepentingan politik Islam. Al-Afghani
memberi inspirasi kepada Abduh, Ridha dan juga Iqbal dalam praktik pergerakan Mesir
dan Pakistan. Sedangkan Tjokro, justru lebih plural, karena inspirasinya mengalir bagi
nasionalisme-Islam bahkan komunis. Adapun kelompok Islam yang menjadikannya
sebagai inspirasi adalah kaum modernis Masyumi, seperti Muhammad Natsir, Kasman,
Prawoto dan tentu saja anak-anaknya, seperti Anwar dan Harsono. Dengan demikian,
Tjokro merupakan mitra dialog aktif bagi zamannya dan juga bagi zaman sesudahnya.
Dan ruh Tjokro, masih akan terus ‘bergerak’, ketika Islam diartikulasikan sebagai
penggerak yang aktif tidak statis. Baginya Islam haruslah diartikulasikan sebagai sesuatu
hal yang ‘seksi’ yang dapat menarik pengikutnya, dan Islam haruslah dijadikan alat
untuk mencapai perubahan dan pembaharuan.
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
“….setinggi-tingi Ilmu…semurni-
murni Tauhid…
sepintat-pintar siasat…”HOS Tjokroaminoto
“…jadikan Islam sebagai sesuatu yang
‘seksi’, menarik
dan berjuang demi perubahan…
``penggerak yang aktif tidak statis…”
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber
Oleh Muhammad Insan Kamil dkk (IP FISIP UNPAD 2005) Dari berbagai sumber