Download - Pankreatit is Kron i k
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pancreatitis kronis merupakan suatu gangguan kerusakan nekroinflamasi pada
pancreas yang progresif yag ditandai ole fibrosis ireversibel disertai kegagalan nyata dari
fungsi eksokrin dan endokrin. Karena kemajuan di bidang pencitraan kedokteran, insiden
pancreatitis kronik menigkat empat kali lipat dalam 30 tahun terakhir.
Ada tiga bentuk pancreatitis kronis, yaitu : klasifikasi kronik, obstruksi kronik,
dan inflamasi kronik. Penyalahgunaan alcohol dan atau malnutrisi merupakan penyebab
utama tipe klasifikasi. Obstruksi duktus pankreatikus mayor dengan fibrosis sekunder
pada bagian proksimal dari obstruksi menyebabkan tipe obstruktif. Pankratitis
inflamantory kronik tidak memiliki cirri yang jelas dan banyak pasien dengan pancreatitis
kronik tidak diketahui penyebabnya masuk ke dalam tipe ini.
Insiden peyakit pkreatitis kronik di Negara maju / industry kira-kira 4-6 per
100.000 penduduk pertahun, dan semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data
dari rumah sakt di amerika serikat, sekitar 87.000 kasus pancreatitis terjadi setiap tahun,
dengan tingkat rawat inap untuk orang kulit hitam adalah 3 kali lebih tiggi daripada kulit
putih, dimana perbandingan laki-laki dan perempuan 6,7 : 3,2 per 100.000 penduduk dan
rata-rata usia saat diagnosis adalah 46 tahun. Kejadian tahunan di eropa barat sekitar lima
kasus per 100.000 penduduk. Rasio laki-laki : wanita 7 : 1 dan usia rata-rata onset 36
tahun dan 55 tahun.
Di asia insiden pancreatitis kronis diperkirakan 14,4 per 100.000 peduduk dan
hanya 18,8% disebabkan oleh alcohol, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
1,9:1 dimana usia rata-rata 33 tahun.
1
2. Tujuan
a. Mengetahui dan mempelajari anatomi dan fisiologi pankreas
b. Mempelajari Etiologi, Epidemiologi dan patofisiologi pancreatitis kronis
c. Mempelajari gejala klinis, diagnosis serta penatalaksanaan pancreatitis kronis
d. Mempelajari tinjuan pustaka jurnal Update OPERASI UNTUK PANKREATITIS
KRONIS
2
BAB II
TNJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pancreatitis kronis merupakan proses inflmasi pancreas yang progresif dan menyebabkan
kerusakan parenkim pancreas yang irreversible berupa fibrosis serta mengakibatkan
disfungsi eksokrin dan endokrin.
2.2 Anatomi
Pancreas terletak melintang di bagian ats bdome di belakang gaster dalam ruang
retroperitoneal. Di sebelah kiri, ekor pancreas mencapai hilus lima diarah kraniodorsal.
Bagian atas kiri kaput pancreas dihubungkan dengan korpus pancreas oleh leher
pancreas, yaitu bagian pancreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm. arteri dan
vena mesenterika superior berada di dorsal leher pancreas dan berjalan di ventral
duodenum III dan dan dorsal duodenum I, yang melingkari arteri dan vena mesenterika
superior tersebut.
2.2.1 sistem saluran
saluran wirsung bermula dari ekor pancreas sampai ke huu pancreas, dan di tempat ini
bergabung dengan saluran empedu di ampula hepato-pankreatika untuk selanjutnya
bermuara pada papilla vater saluran pancreas minor santorini atau duktuk
pankreatikus asesorius bermuara di papilla minor yang terletak kira-kira 2cm
proksimal dari papilla mayor. Ditemuan 60-70% variasi dari anatomi normal. kira-
kira 30% saluran santorini tidak masuk ke duodenum, 5-10% saluran santorini
bergabung dengan dutus wirsung menjadi saluran utama masuk ke papilla mayor atau
sama sekali tidak ada saluran santorini. Variasi anatomi terakhir ini disebut pancreas
divisum. Diameter saluran pancreas yang awalnya 3-4mm pada dewasa muda, dengan
bertambahnya usia, dapat mencapai diameter 5-6mm.
2.2.2 peredaran darah
pancreas kaya akan pasikan darah arteri dan relative tidak ada variasi. Hulu pancreas
didarahi oleh lengkung anterior dan posterior yang berasal dari arteri
3
gastroduodenalis, sementara korpus dan ekor pancreas di pedarahi oleh cabang arteri
lienalis.
2.2.3 aliran limfe dan saraf
aliran limfe dari pancreas bagian cranial masuk ke kelenjar limfe di daerah hilus
limpa, ke kelenjar limfe yang terletak di alur antara duodenum dan pancreas, dan
kelenjar subpilorik. Aliran limfe dari bagian anterior masuk ke kelenjar limfe di
sekitar pembuluh pankreatika uperior, gastrika superior, da kelenjar limfe sepajang
arteri hepatica, sedangkan dari bagian posterior aliran limfe masuk ke kelenjar limfe
di sekitar pembuluh pankratika inferior, mesokolika, mesenteria superior dan aorta.
Saraf simpatis ke pancreas berasal dari nervus splanikus mayor dan minor melalui
pleksus dan ganglion seliakus. Serat saraf ini membawa serat nyeri eferen dari
pancreas.
2.3 Etiologi
Penyebab dari pankreatitis kronis ini pertama tama dikategorikan atas tiga penyebab yaitu
alkohol, idiopatik dan penyebab lain, tetapi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, semenjak
tahun 2001, etiopatogenesis dari pankreatitis kronis ini berdasarkan pada sistem klasifikasi
TIGAR-O ( Tabel 1 ).
Tabel 1. TIGAR-O klasifikasi 7.
Toxic metabolic AlkoholTembakau
Hiperkalsemia
Gagal ginjal kronik
Racun
Idiopatik Onset awalOnset lanjut
Tropis
4
Genetik Pankreatitis herediter (cationictrypsinogen
mutation)Mutasi CFTR , Mutasi SPINK-1
Defisiensi Alfa-1 antitripsin
Autoimun Isolated Autoimmune CPSyndromic
autoimmune CP (PSC, Sjogren associated,.
Recurrent and severe AP Post nekrotikPankreatitis akut rekuren
Iskemik/ vaskuler
Obstruktif Pankreas divisumTumor musinous intrapapilari
Adenokarsinoma duktal
Kemudian berkembang lagi sistem klasifikasi M-ANNHEIM , dasar dari sistem ini bahwa
kemungkinan pankreatitis kronis merupakan hasil interaksi banyak faktor resiko (M), konsumsi
alkohol (A), konsumsi Nikotin (N), faktor herediter (H), faktor duktus pankreatik eferen(E),
faktor imunologi ( I ), dan faktor metabolik (M)
Alkohol bertanggung jawab atas 70-80% kasus pankreatitis kronis . Tidak ada ambang seragam
untuk efek racun dari alkohol pada pankreas, namun jumlah dan durasi konsumsi alkohol
berhubungan dengan perkembangan pankreatitis kronis. Beberapa bukti menunjukkan bahwa
jenis atau pola konsumsi penting. Dikemukakan bahwa konsumsi 150-200 ml > 40% etanol
setiap hari selama 10-15 tahun menyebabkan perkembangan pankreatitis kronis klinis dengan
signifikan, tapi asumsi lain pasien memiliki penyakit yang dipicu oleh alkohol jika mereka
mempunyai riwayat penggunaan alkohol berat. Bukti ini menunjukkan bahwa pankreas
seseorang mungkin jauh lebih sensitif terhadap alkohol dari pada yang lain, dan bahwa faktor
genetik yang tak dikenal mungkin bertanggung jawab untuk perbedaan ini.
Penelitian Mullhaupt et al (2005), dari 343 pasien pankreatitis kronis , 265 pasien disebabkan
karena alkohol, 57 pasien idiopatik dan 11 pasien herediter, dengan umur rata- rata 36 tahun.
Maisonneuve P et al (2005) melaporkan bahwa dari 930 pasien pankreatitis kronis , mempunyai
hubungan antara perokok dengan diagnosis pankreatitis kronis pada usia tua.Disamping alkohol,
5
rokok juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya pankreatitis kronis serta terdapatnya
hubungan antara rokok dengan progresifitas pankreatitis kronis
Di India, prevalensi tertinggi pankreatitis kronis yang diamati (830 orang) adalah pankreatitis
tropis, onset usia dini (usia rata-rata, 33±13 tahun ), kurangnya paparan alkohol, dan
perkembangan kalsifikasi yang cepat, serta kegagalan kelenjar.Spekulasi tentang etiologi telah
berpusat pada mutasi peptidase serin inhibitor, tipe gen 1 Kazal, SPINK1.
2.4 Patofisiologi
Dalam beberapa dekade terakhir telah dimunculkan empat teori utama untuk menjelaskan
patogenesis dari pankreatitis kronik yaitu : toxik- metabolik, stress oksidatif, obstruksi batu dan
duktus, dan nekrosis-fibrosis. Setiap teori ini memberikan mekanisme yang menjelaskan
sekuensi patogenik. Lebih jauh, perkembangan ilmu pengetahuan yang terakumulasi dalam
beberapa tahun terakhir meliputi mekanisme seluler , genetik serta molekuler fibrosis
pankreatitis, dan teori patogenik baru dikembangkan.
a. Teori Stres Oksidatif
Braganza dkk. mengajukan bahwa penyebab dari penyakit pankreas adalah overaktivitas enzim
detoksifikasi di hati yang menghasilkan radikal bebas oksidan . Meskipun enzim-enzim ini
membantu proses detoksifikasi substansi dalam darah, hasil sampingannya termasuk molekul
reaktif yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Pankreas terekspos oleh “stress oksidatif”
melalui sirkulasi sistemik atau refluks empedu ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan
inflamasi dan kerusakan jaringan.
Gambar 1. Hipotesis stress oksidatif. Hasil sampingan oksidasi yang terjadi dalam sel-sel
hepatosit disekresikan ke dalam empedu. Empedu berefluks ke dalam duktus pankreatikus
menyebabkan kerusakan oksidatif pada level sel asinar dan sel duktus. Paparan kronik terhadap
stress oksidatif menyebabkan fibrosis.
6
b. Teori Toksik Metabolik
Bordalo dan kawan-kawan mengajukan teori bahwa alkohol secara langsung menjadi toksik bagi
sel-sel asinar melalui perubahan pada metabolisme seluler. Alkohol memproduksi lipid
sitoplasmik yang berakumulasi dalam sel-sel asinar, yang menyebabkan degenerasi lemak,
nekrosis seluler, dan kemudian fibrosis yang meluas.
c. Teori Obstruksi batu dan duktus
Henri Sarles menegaskan dualitas pankreatitis akut dan kronik , keduanya merupakan penyakit
yang terpisah dengan patogenesis yang berbeda. Pankreatitis akut disebabkan oleh aktivasi
tripsin dan autodigesti parenkimal yang tidak teratur, pankreatitis kronik dimulai dalam lumen
duktus pankreatikus. Alkohol memodulasi fungsi endokrin untuk meningkatkan litogenisitas
cairan pankreas, menyebabkan bentuk plak protein dan batu. Kontak kronik batu dengan sel-sel
epithelial duktus menyebabkan ulserasi dan perlukaan, menyebabkan obstruksi, stasis, dan
pembentukan batu lebih lanjut. Pada akhirnya, atrofi dan fibrosis berkembang sebagai dampak
dari proses obstruksi.
d. Teori Nekrosis Fibrosis
Sebagai kebalikan dari teori batu, hipotesis nekrosis fibrosis membayangkan perkembangan
fibrosis dari pankreatitis akut yang rekuren. Inflamasi dan nekrosis dari beberapa episode
pankreatitis akut menyebabkan perlukaan pada daerah periduktal yang menyebabkan obstruksi
duktus dan berkembang menjadi stasis dalam duktus dengan pembentukan batu sekunder.
Obstruksi berat menyebabkan atrofi dan nekrosis.
Gambar 2. Teori nekrosis – fibrosis. (A) suatu episode pankreatitis akut menyebabkan infiltrate
sel-sel inflamasi akut dalam periduktal. (B) Fase penyembuhan pankreatitis akut melibatkan
deposisi kolagen yang berefek pada daerah periduktal. (C) kompresi ekstrinsik duktus oleh
kolagen menyebabkan obstruksi kompleks sel asinar. (D) obstruksi yang memburuk
menyebabkan atrofi sel asinar, stasis dan efek sekunder pembentukan batu.
7
Konsep-konsep baru pada fibrogenesis pankreatik berupa hipotesis “primary duct” dan “Sentinel
Acute Pankreatitis Event”
Primary duct hypothesis
Cavallini dan kawan-kawan mengajukan sebuah hipotesis yang didasarkan pada observasi pada
pasien pankreatitis kronik nonalkoholik dengan duktus lebar. Faktor patogenik primer
menyebabkan kerusakan duktus sebagai suatu immunologic attack dari epithelium duktus, yang
menyebabkan inflamasi dan perlukaan pada struktur duktus. Targetnya mungkin adalah beberapa
genetik spesifik atau antigen yang dibutuhkan pada epithelium duktus. Pada proses ini,
pankreatitis kronik merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan duktus,
yang merupakan analog dari primary sclerosing cholangitis.
Sentinel acute pankreatitis event hypothesis
Sel-sel stellata pankreas profibrotik
Sel-sel penyimpan vitamin A ini, telah lama diketahui berperan pada fibrosis pankreas. Yang
terbaru, ditemukan pada pankreas tikus dan manusia dan memiliki peran yang sama dalam
fibrosis pankreas. Sel-sel stellata pankreas inaktif berbentuk segitiga, sel-sel berisi lemak
predominan berlokasi di region perivaskular. Ketika aktif, sel-sel stellata kehilangan droplet lipid
dan berubah bentuk menjadi gambaran bentuk menyerupai fibroblast, bermigrasi ke area
periasinar, mengekspresikan protein-protein spesifik, kehilangan droplet lipid sitoplasmik dan
memungkinkan sintesis kolagen tipe I, III dan fibronektin.
Beberapa penelitian terbaru menemukan faktor-faktor spesifik yang mencetuskan transformasi
sel-sel stellata menjadi bentuk aktif. Alkohol secara langsung mengaktivasi sel-sel stellata
pankreas terisolasi invitro. Penelitian yang sama mendemonstrasikan bahwa stress oksidatif
secara independen mengaktivasi sel stellata.
Sitokin penting dalam fibrogenesis
Telah diketahui bahwa profil sitokin pada penderita pankreatitis kronik berbeda dengan pankreas
normal. Sel stellata pankreas disimulasi oleh berbagai sitokin, kebanyakan ( PDGF, TGF β, IL-
8
1, IL-6, TNF α ) muncul selama fase inflamasi pankreatitis akut. Tampaknya pathogenesis
fibrosis pankreas meliputi :
1. Infiltrat sel-sel inflamasi kronik seperti sel mononuclear, makrofag
2. Pelepasan sitokin spesifik (terutama TGF-β1) oleh sel-sel inflamasi
3. Respon sel stellata pankreas terhadap sitokin,
4. Jalur akhir deposisi kolagen yang distimulasi oleh sel stellata
Jalur SAPE
Whitcomb dkk.(2007) mengajukan sekuensi patogenik. Mekanisme ini menyediakan suatu “jalur
umum final” untuk berbagai etiologi pankreas. Pentingnya episode pertama pada pankreatitis
akut merupakan tanda waspada untuk perkembangan lanjut dari pankreatitis kronik.
2.5 Gejala Klinis
Gambaran klinik pankreatitis kronik dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok klinis
yaitu : nyeri abdomen , gagal pankreas (eksokrin dan endokrin) dan komplikasi .
1. Nyeri
Pada kebanyakan pasien pankreatitis kronik, nyeri perut merupakan gejala
predominan dan salah satu yang paling mempengaruhi kualitas hidup. Pada
pankreatitis, ada dua pola nyeri, terus menerus dan intermiten. Pada nyeri
intermiten, episode nyeri dipisahkan oleh masa bebas nyeri selama beberapa
bulan atau tahun. Klasiknya, nyeri pankreas dirasakan pada epigastrium atau
abdomen bagian atas, dengan penetrasi ke punggung atau menjalar ke regio
interkostal kiri. Nyeri menghilang saat membungkuk atau tidur melengkung
dengan paha menekan abdomen atau lutut dilipat. Intensitas nyeri dapat bervariasi
dari ringan hingga berat.
Penyebabnya multifaktorial, dan belum diketahui dengan jelas. Faktor yang
berperan termasuk inflamasi pada kelenjar atau mengenai serabut saraf nyeri yang
mensuplai pankreas melalui plexus seliak, tekanan yang meningkat dalam sistim
duktus pankreatikus atau parenkim kelenjar, dikaitkan dengan komplikasi ekstra
9
pankreas seperti obstruksi duktus bilier atau duodenum, pseudokista pankreas,
dan hiperstimulasi pankreas akibat gangguan pada kontrol feedback negative
pankreas.
Mullhaupt et al, (2005 ) melaporkan bahwa 240 (95,6%) dari 251 pasien
pankreatitis alkaholik mengalami nyeri yang hilang timbul selama kurang lebih 10
tahun.
2. Malabsorbsi
Steatorea akibat insufisiensi eksokrin pankreas tidak hanya terjadi hingga
kapasitas sekresi pankreas menurun kurang dari 10% normal. Malabsorbsi tidak
hanya akibat sekresi enzim pankreas yang berkurang, penurunan sekresi
bikarbonat pada sistem duktus pankreas juga menurunkan pH duodenal yang
mempengaruhi pencernaan. Penurunan berat badan terjadi sebagai konsekuensi
malabsorbsi, tetapi dapat memburuk dengan kurang makan akibat nyeri atau
intake makanan yang tidak adekuat akibat alkoholisme kronik.
3. Diabetes mellitus
Sel islet pankreas tampaknya lebih jarang rusak dibandingkan sel asinar dan
duktus, sehingga diabetes lebih jarang dibandingkan steatore. Diabetes melitus
terjadi terutama pada pankreatitis difus. Diabetes sekunder ini ditandai oleh
episode hipoglikemi akibat cadangan glukagon yang tidak adekuat dan jarang
oleh ketoasidosis.
Pada beberapa kasus, gambarannya disertai komplikasi struktural yang berakibat
pada proses inflamasi pankreatitis kronik, dimana pseudokista dan stenosis caput
retropankreatik dari duktus bilier oleh striktur fibrotik pada kaput pankreas sering
ditemukan. Komplikasi yang lain berupa obstruksi duodenal, thrombosis vena
portal atau splenika disertai varises gaster atau esophagus, pseudo aneurisma
arteri, abses pankreas, fistula kutaneus dan ascites pankreas.
10
Bhasin DK, et all (2009) melaporkan 95,1% pasien pankreatitis kronik dengan
gejala nyeri, 17,1% pasien dengan diabetes dan 46,3% pasien dengan kalsifikasi
pancreas.
2.6 Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Sangat sedikit pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis atau spesifik pada
pankreatitis kronik. Pasien umumnya tampak bergizi cukup dan nyeri abdomen
ringan hingga sedang. Pada pasien alkoholik kronik dengan stadium lanjut,
penurunan berat badan dan malnutrisi dapat ditemukan, atau ditemukan tanda-
tanda stigmata penyakit hati alkoholik primer. Ikterus dapat ditemukan pada
penyakit hati alkoholik atau kompresi duktus biliaris pada caput pankreas.
Pembesaran limpa jarang ditemukan, limpa membesar pada pasien dengan
trombosis vena splenikus. Eritema pada epigastrium dan punggung dapat
ditemukan akibat penggunaan obat topikal untuk mengurangi rasa sakit.
2. Pemeriksaan penunjang
Sejumlah besar pemeriksaan diagnostik untuk evaluasi fungsi dan struktur
pankreas dapat dilakukan.
2.1 pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan laboratorium abnormal dapat ditemukan (1) inflamasi pankreas, (2)
Insufisiensi eksokrin pankreas, (3) diabetes melitus, (4) obstruksi duktus bilier, (5)
atau komplikasi lain seperti pseudokista atau thrombosis vena splenika.
1. Pemeriksaan darah
- Serum amylase dan lipase dapat sedikit meningkat atau tidak melebihi 3x batas
normal pada pankratitis kronik, nilai yang tinggi ditemukan hanya pada serangan akut
pankreatits.Pada stadium lanjut pankreatitis kronik, atrofi parenkim pankreas
11
menyebabkan enzim serum dalam batas normal karena fibrosis pada pankreas yang
berdampak pada konsentrasi enzim-enzim ini dalam pankreas.
- Konsentrasi rendah serum tripsin relatif spesifik pada pankreatitis kronik stadium
lanjut, tidak cukup sensitif pada pasien derajat ringan hingga sedang.
- Pemeriksaan laboratorium kalsium serum dan trigliserida untuk mengindentifikasi
faktor penyebab.
2. Pengujian feses
Steatorea jika dicurigai dapat dinilai secara kualitatif dengan pewarnaan sudan. Karena
uji kualitatif tidak cukup peka, test perlu dilakukan dengan diet tinggi lemak pada
pasien. Steatore juga bisa dinilai secara kuantitatif dengan menentukan eksresi lemak
tinja dalam 24jam setelah pasien memperoleh diet lemak 100gram. Tes biasanya
dilakukan dalam 72 jam, dengan eksresi lebih dari 7gram lemak perhari dianggap
diagnostic untuk malabsorpsi. Pasien dengan steatorea sering mengeluarkan lebih dari
20gram lemak perhari.
3. Tes fungsi pancreas
Tes fungsi pancreas dapat membantu dalam mendiagnosis pasien yang mengalami
sakit perut berulang tetapi memiliki hasil pencitraan dan labolatorium yang normal.
Tes fungsi pancreas bisa dilakukan indirek (sederhana dan non-invansif) atau direk
(invansif). Indirek tes mengukur kosekuensi dari insufisiensi pancreas. Pada tes fungsi
pancreas direk, pancreas dirangsang melalui pemberian makanan atau sekretagog
hormone. Setelah itu cairan duodenum di kumpulkan dan dianalisis untuk mengukur
isi sekretori pancreas normal. Masalah utama dengan beberapa tes direk adalah
sensitivitas rendah, terutama pada penyakit ringan. Hasil tes fungsi pancreas negative,
tidak boleh mengenyampingkan diagnosis pancreatitis kronis.
12
2.2 pemeriksaan radiologi
1. foto polos abdomen
Foto rontgen memperlihatkan klasifikasi pancreas pada 25-59% pasien yang merupakan
patogmonik pada pancreatitis konik. Klasifikasi primer muncul pada kalkuli intaductal
baik pada duktus pankreatikus mayor maupun minor. Klasifikasi ini paling sering
ditemukan pada pancreatitis alcohol.
2.pemeriksaan barium
Pada traktus gastrointestinal dapat memberikan informasi yang penting pada penanganan
pasien pankreatitis kronik. Keterlibatan esophagus dan obstruksi biasanya disebabkabkan
oleh ekstensi mediastinal oleh pseudokista. Pembesaran pankreas dapat menekan gaster.
Varises gaster sebagai dampak sekunder thrombosis vena splenika dapat memberikan
gambaran yang sama.
3.ultrasonografi
4.CT scan
CT scan sangat baik untuk pencitraan retroperitoneum, dan bermanfaat membedakan
pankreatitis kronik dengan karsinoma pankreas. Perubahan yang dapat ditampilkan pada
CT Scan berupa dilatasi duktus pankreatikus mayor, kalsifikasi, perubahan ukuran,
bentuk, dan kontur, pseudokista, dan perubahan pada duktus bilier.CT Scan lebih sensitif
dibandingkan foto polos dan ultrasonografi dalam pencitraan kalsifikasi.Tetapi
kelemahannya, tidak bisa mendeteksi perubahan awal pankreatitis kronis dan menentukan
tingkat kelainan duktus.
5.Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP merupakan teknik yang sensitif dan spesifik untuk pankreatitis kronik walaupun
invasif dan dapat menyebabkan episode akut pankreatitis dan ascending cholangitis.
Kegunaan terpenting ERCP adalah untuk menilai kelainan stuktur seperti stenosis
saluran, batu, dan kista.ERCP hanya digunakan untuk diagnostic karena komplikasi yang
di timbulkannya.
13
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pankreatitis kronik bertujuan untuk menetapkan diagnosis, mengelola
gejala dan komplikasi, secara medis atau non bedah, endoskopi dan bedah.
a. Penatalaksanaan Non Bedah
1. Perubahan pola hidup
Berhenti mengkonsumsi alkohol dan rokok tembakau memiliki arti penting. Pasien yang
terus mengkonsumsi alkohol mengalami gangguan fisik dan memiliki resiko kematian
tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang berhenti.
Rokok tembakau merupakan faktor resiko morbiditas dan mortalitas yang kuat dan
independen pada pankreatitis kronik alkoholik.
2. Penanganan nyeri abdomen
Urutan penggunaan analgesik menurut World Health Organization (WHO) dimulai
dengan analgesik non opioid, kemudian opioid ringan , sebelum menggunakan opioid
yang lebih potent. Pada keadaan yang jarang, neurolisis plexux celiac (alkohol atau fenol)
dan blok (bupivacaine dan triamcinolone) dapat diberikan dengan bantuan radiologi
(tuntunan CT) atau endoskopi (EUS) , tetapi tingkat responnya relatif rendah dan jangka
pendek. Intervensi terbaru untuk mengurangi nyeri difokuskan pada penggunaan
octreotide ( untuk mengurangi sekresi pankreas dan cholesistokinin /CCK) atau
proglumide dan loxiglumide (antagonis reseptor CCK), penekanan pada pentingnya
stimulasi berlanjut CCK pada produksi nyeri pankreatik kronik.
Celiac Plexus Blocade (CPB) telah digunakan untuk pengobatan nyeri selama beberapa tahun,
yaitu dengan memberikan kortikosteroid dan anestesi lokal.
LeBlank et all (2009) ,EUS –CPB dengan kortikosteroid cukup bermakna untuk mengurangi
nyeri pada pankreatitis kronik, tetapi tidak ada perbedaan yang bermagna pemberian 1 atau 2
injeksi kortikosteroid terhadap lama dan kekambuhan nyeri.
14
3. Kegagalan fungsi endokrin dan eksokrin
a. Steatorea
Terapi untuk steatorea diarahkan pada memberikan jumlah enzim eksogen pankreas yang cukup
ke dalam lumen usus. Penggunaan yang sesuai mengobati diare dan penurunan berat badan
meskipun steatorea biasanya tidak terkoreksi sempurna. . Dosis enzim pankreas yang diberikan
harus cukup tinggi untuk mengobati steatorea, tapi kenaikan berat badan yang signifikan jarang
tercapai. Penanganan yang efektif biasanya membutuhkan setidaknya 30.000 IU lipase selama
periode 4 jam prandial dan postprandial tetapi dosis yang lebih tinggi atau kombinasi dengan
pompa proton inhibitor mungkin diperlukan.
Manipulasi diet juga dapat membantu menangani malnutrisi dan malabsorbsi. Diet setidaknya
mengandung jumlah sedang lemak (30%), tinggi protein (24%), dan rendah karbohidrat (40%).
b. Diabetes melitus
Terapi diabetes pada pasien pankreatitis kronik sama dengan penanganan pada pasien diabetes
biasa, pemberian insulin juga dibutuhkan, tujuannya untuk mengontrol kehilangan glukosa
melalui urin dibandingkan upaya mengontrol gula darah. Kontrol ketat gula darah biasanya
diindikasikan pada satu subgroup, pasien dengan hiperlipidemik pankreatitis. Pada kelompok
ini, diabetes merupakan penyakit primer dan kontrol ketat gula darah memungkinkan kontrol
serum trigliserida.
4. Diet makanan
Diet makanan rendah lemak dan tinggi protein dan karbohidrat direkomendasikan, terutama pada
pasien dengan steatore. Batasannya tergantung pada keparahan malabsorbsi lemak, umumnya
cukup intake 20 gram atau kurang.
Defisiensi protein dan lemak bermakna tidak terjaadi hingga fungsi pankreas 90% hilang.
Steatorea biasanya terjadi sebelum defisiensi protein karena penurunan aktivitas lipolisis lebih
proteolisis.1
15
Rekomendasi spesifik termasuk diet harian 2000-3000 kalori, terdiri dari 1,5 – 2 g/kgBB protein,
5-6 g/kg karbohidrat , dan 20-25% total kalori berupa lemak (kira-kira 50 – 75 gr) perhari.17
Malabsorbsi vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) dan vitamin B-12 mungkin terjadi. Suplemen
oral enzim-enzim direkemondasikan.20
5. Endoskopi
Indikasi terapetik ERCP termasuk penanganan batu, striktur, dan pseudokista. Dekompresi
duktus dengan spincterotomy atau pemasangan stent menghilangkan nyeri pada kebanyakan
pasien. Drainase endoskopi diindikasikan gejala atau komplikasi; regresi terjadi pada 70 hingga
86 persen pasien. Drainase ERCP pseudokista memberikan tingkat hilang nyeri serupa dengan
pembedahan, dengan tingkat mortalitas yang sama atau lebih rendah. Pada pasien dengan batu
bermakna , extracorporeal shock wave lithotripsy , dengan atau tanpa drainase endoskopi duktus
pankreatikus, telah diajukan sebagai teknik yang aman, metaanalisis terbaru menyimpulkan
bahwa teknik ini efektif untuk membersihkan duktus dan menghilangkan nyeri.
b. Pembedahan
Tindak bedah terdiri atas pankreatektomi parsial atau total, tergantung letak kelainannya.
Beberapa pertimbangan untuk memilih tindakan bedah adalah ukuran dan anatomi saluran
pancreas, distribusi pancreatitis pad apankreas, ada tidaknya pseudokista atau striktura saluran
empedu, dan keadaan umum pasien. Jika dilatasi saluran pancreas <6cm, tindak bedah berupa
penyaliran interna dalah yang terbaik. Namun jika dilatasi saluran pancreas >6cm, bedah
riseksilah pilihannya. Hipertensi portal, ketagihan alcohol atau ketagihan opiate merupakan
kontraindikasi pembedahan.
Melalui foto rontgen dengan kontras yang diberikan melalui endoskop, di peroleh gambaran
kelainan seluruh duktus. Jika kelainan terutama terletak di hulu pancreas, dapat dilakukan
pankreatiko-duodenektomi menurut whipple.
Untuk mempertahankan pylorus, dapat dilakukan operasi beger, yang merupakan ekstirpasi hulu
pancreas tanpa menggangu lambung dan duodenum. Keuntungan operasi ini adalah jalan saluran
16
tetap utuh, sehingga keadaan gizi penderita lebih baik. Tambahan lagi ekresi endokrin dan
eksokrin pancreas umumnya dapat dipertahankan.
Bila seluruh pancreas menunjukkan kelainan dan duktus pancreas tampak melebar, biasanya
dilakukan yeyunoprankreatikkostomi menurut partington dan Rochelle. Pada operasi ini, duktus
pancreas dibuka sepanjang pancreas dan diadakan anastomosis dengan jejunum secara roux-en-Y
sehingga penyaluran eksresi eksrokrin tetap bebas.
Bila kelainan hanya terletak diekor pancreas, dapat dipertimbangkan tindakan pankreatektomi
parsial. Bila hulu pancreas rusak dan mengalami fibrosis, dapat dikerjakan autotranplantasi
korpus dan ekor pancreas. Cangkokan ini ditempatkan di fosa iliaka memlalui anastomosis arteri
lienalis pada arteri iliaca komunis atau pada arteri iliaca eksterna.
2.8 Prognosis
Bergantung pada usia dan asupan alcohol yang masih di teruskan dan keseluruhannya kira-kira
25-30% meninggal dalam 10 tahun.
17
BAB III
JURNAL UPDATE
3.1 Abstrak
Pankreatitis kronis (CP) adalah proses inflamasi progresif pankreas. Nyeri perut merupakan
gejala tetap yang paling yang mempengaruhi kualitas hidup, selain diabetes mellitus, steatorea
dan penurunan berat badan. Pilihan pengobatan telah berubah selama beberapa dekade terakhir
dan bertujuan untuk meringankan gejala dengan upaya yang mungkin untuk mendukung atau
meningkatkan fungsi endokrin dan eksokrin yang gagal. Pilihan pengobatan dengan cara operasi
telah menunjukkan potensi untuk memberikan hasil yang lebih baik dalam waktu jangka panjang
dibandingkan dengan peberian obat-obatan dan endoskopi dan luas dibagi ke dalam drainase,
reseksi dan prosedur kombinasi hibrida. Pilihan ini didasarkan pada morfologi saluran pankreas
utama, kehadiran massa kepala dan komplikasi terkait dari CP. Mengetahui sifat dasar dari
penyakit, pancreatectomy keseluruhan tampaknya pilihan kuratif tetapi tidak tanpa morbiditas
yang signifikan. Ada pergeseran paradigma baru terhadap organ sparing prosedur bedah dengan
kesuksesan yang wajar. Meskipun kemajuan terbaru dalam modalitas pengobatan untuk CP
kualitas hidup secara keseluruhan tetap moderat yang perlu lebih addressal.
Keywords: Chronic pancreatitis, Surgical treatment, Drainage operation
3.2 Latar Belakang
Pankreatitis kronis (CP) merupakan karakteristik proses inflamasi jinak mampu menyebabkan
sakit parah, diabetes mellitus, steatorea dan penurunan berat badan. Semua ini menyebabkan
penurunan yang signifikan dalam kualitas hidup (QOL) pada pasien dengan CP. Dengan
meningkatnya pemahaman tentang patofisiologi CP, modalitas berbagai terapi telah berkembang
selama beberapa dekade terakhir. Selain modalitas farmakologis dan endoskopi, drainase dan
reseksi bedah semakin sering dilakukan. Ketika ditunjukkan, operasi dapat mengatasi berbagai
18
masalah klinis yang terkait dengan CP dan memiliki potensi untuk memberikan pereda nyeri
tahan lama dan memadai dan perbaikan dalam kualitas hidup.
3.3 Indikasi untuk operasi
Sakit keras tetap indikasi umum. Indikasi lainnya adalah komplikasi dari CP, yaitu obstruksi
bilier, obstruksi duodenum, gejala pseudocysts , fistula pankreas internal atau ascites pankreas
yang gagal setelah pengobatan konservatif atau endoskopik, hipertensi portal, gejala setelah
trombosis vena limpa atau portal, pseudoaneurysms dan massa di kepala pankreas atau
kecurigaan keganasan. Indikasi kontroversial lainnya untuk operasi adalah pencegahan
kekurangan eksokrin atau endokrin.
3.4 Tujuan operasi
Pembedahan harus sesuai dengan patomekanisme dari asal-usul nyeri pada CP untuk
menghilangkan rasa sakit dan sekaligus mengatasi komplikasi terkait yang mungkin timbul
akibat CP. Ada hipotesis yang berbeda yang mendukung peran operasi yang dilakukan tepat
waktu dalam pelestarian endokrin dan fungsi eksokrin. Dengan mengurangi gejala-gejala yang
tahan lama dan memadai, operasi harus memberikan kontribusi untuk rehabilitasi sosial dan
peningkatan kualitas hidup. Keputusan memilih prosedur pembedahan yang tepat tergantung
pada morfologi kelenjar, terutama ukuran saluran pankreas utama (MPD), kehadiran massa di
kepala pancreas yang inflamasi, komplikasi terkait seperti obstruksi bilier, stenosis duodenum
dan pseudocysts. Pasien dengan riwayat perdarahan gastrointestinal atau hipertensi portal
memerlukan seleksi yang teliti. Massa di kepala pancreas, inflamasi CP sering kali sulit
membedakan dari keganasan, baik sebelum operasi oleh radiologi penyelidikan atau selama
operasi. Jaringan diagnosis negatif dari massa kepala pankreas yang diperoleh selama operasi
harus ditafsirkan dengan hati-hati karena desmoplasia peritumoral dikenal. Meskipun prosedur
resectional seperti pancreaticoduodenectomy (PD) dapat memecahkan masalah tersebut,
pemilihan prosedur radikal seperti untuk massa kepala potensial pasti tetap menjadi keputusan
yang sulit.
19
3.5 Prosedur
Intervensi bedah dikelompokkan dengan salah satu prosedur drainase atau reseksi dan telah
berubah dari waktu ke waktu ke kategori ketiga gabungan drainase dan prosedur reseksi
Drainase
- Duval Prosedur
- Puestow-Gillesby Prosedur
- Partington-Rochelle varian dari prosedur Puestow
reseksi
- Kausch-Whipple PD
- Pilorus-melestarikan pancreaticoduodenectomy (pppd)
- Beger operasi (duodenum-melestarikan pankreas reseksi kepala [DPPHR])
Reseksi dan Drainase
- Frey prosedur
20
- Izbicki prosedur
Modifikasi Prosedur
- Berne modifikasi prosedur Beger
- Hamburg modifikasi prosedur Frey
Distal pancreatectomy
-Distal pancreatectomy
-Subtotal atau total pancreatectomy dengan autotransplantation pankreas
3.6 Alasan untuk Prosedur Drainase
Dekompresi bedah saluran pankreas didasarkan pada asumsi bahwa saluran melebar merupakan
hipertensi parenkim intraductal pankreas dan mungkin salah satu ayang menyebabkan nyeri pada
CP. Konsep ini pertama kali didefinisikan oleh Coffey dan Link, namun, aplikasi klinis
ditunjukkan oleh Duval dan Zollinger dengan melakukan pancreatectomy distal dan splenektomi,
dan saluran di ekor pankreas terkuras melalui sebuah pancreaticojejunostomy end-to-side (PJ)
yang dikenal sebagai Duval Prosedur (A). Prosedur ini secara teoritis efektif untuk obstruksi
dominan antara ekor pankreas dan ampula. "Rantai danau ', yang bersifat dikenal CP, biasanya
memiliki beberapa striktur duktus dan mungkin tidak dapat dikeringkan secara memadai oleh
prosedur ini yang kemudian diwujudkan dengan terjadinya nyeri hebat yang berulang pasca
operasi. Pada tahun 1956, Puestow dan Gillesby (B) Prosedur dimodifikasi Duval dengan
menambahkan pancreaticojejunostomy longitudinal (LPJ) dengan tujuan secara efektif untuk
mengalirkan saluran pankreas dengan beberapa striktur atau batu. Partington dan Rochelle (C)
kemudian dimodifikasi prosedur Puestow-Gillesby dengan menghindari splenektomi dan
pancreatectomy distal sebagai bagian dari prosedur dan menunjukkan bahwa nyeri dapat dicapai
21
dengan LPJ saja sementara konsekuensi dari pancreatectomy distal dan splenektomi dapat
dihindari .
3.7 Alasan untuk Prosedur Resectional
Tumor inflamasi kepala pankreas hadir dalam 30-50% pasien dengan CP dan telah didalilkan
sebagai salah satu alasan yang mungkin untuk nyeri pada CP, selain itu dapat mengakibatkan
stenosis dan obstruksi pada saluran empedu distal, stenosis duodenum dan MPD. Kepala
pankreas disebut sebagai 'alat pacu jantung' dari penyakit tersebut. Resectional prosedur
berurusan dengan massa kepala pankreas, dan karenanya prosedur Whipple (D) digunakan untuk
pengobatan untuk CP di masa lalu. Kelemahan dari prosedur tersebut adalah reseksi organ lain
yang normal seperti lambung distal, duodenum dan saluran empedu. Kemudian, pppd (E) dicoba
dimana bagian perut yang diawetkan dengan harapan untuk meningkatkan hasil gizi. The
radicality prosedur tetap sama dengan PD, meskipun manfaat tidak tercermin secara klinis.
Meskipun terlalu radikal untuk CP, prosedur ini pada saat yang sama dapat menangani
komplikasi terkait seperti saluran empedu pada stenosis, stenosis duodenum dan fistula pankreas
internal. Massa kepala pankreas dengan kecurigaan keganasan yang terbaik ditangani oleh PD.
Beger (F) meliputi prosedur reseksi dari transeksi kepala pankreas termasuk vena portal pankreas
sementara kontinuitas bilioenteric yang diawetkan. Pankreas distal dikeringkan oleh loop Roux
dari jejunum melalui end-to-end atau end-to-side PJ, dan rongga resectional di kepala pankreas
dikeringkan oleh lingkaran jejunum yang sama dengan anastomosis sisi ke sisi untuk sisa
jaringan pankreas.
Lintang dari pankreas atas vena portal diperlukan di hampir semua prosedur resectional, yang
pada CP tetap bagian yang paling menantang karena perpindahan atau kompresi sumbu vena
portomesenteric. Ini mengarah pada perubahan prosedur drainase, yang berkaitan dengan
hipertensi intraductal dan intraparenchymal bersama dengan perubahan morfologi di kepala
pankreas dengan menghindari transaksi pankreas di leher.
Frey (G) memperkenalkan prototipe prosedur yang terdiri dari coring kepala pankreas
22
dikombinasikan dengan LPJ seperti yang dijelaskan oleh Partington dan Rochelle, dan prosedur
menghindari transeksi leher di atas vena portal. Menjadi sederhana untuk melakukan, telah
diterima secara luas dan telah dimodifikasi dengan berbagai tingkat reseksi kepala pankreas
bersama dengan proses uncinate dikenal sebagai modifikasi Hamburg. Prosedur ini tambahan
berkaitan dengan saluran untuk proses uncinate serta mempertahankan bagian lambung dan
kelangsungan saluran empedu umum, memberikan manfaat fisiologis dari kedua prosedur Frey
dan duodenum-mempertahankan KEPALA PANKREAS pada prosedur reseksi yang dijelaskan
oleh Beger.
3.8 Drainase Prosedur dan MPD Dilated
Diameter dari MPD bervariasi dari 3 sampai 5 mm. Debat pada ukuran saluran pankreas untuk
membenarkan beberapa prosedur drainase bukanlah hal yang baru. Pusat pankreas utama percaya
bahwa definisi dari saluran melebar tergantung pada pandangan ahli bedah terhadap kelayakan
teknis untuk melakukan PJ daripada ukuran sebenarnya. Kebanyakan menganggap ukuran
saluran minimal 8 mm cukup untuk melakukan PJ, sedangkan yang lain menganggap ukuran
saluran dari 5 mm sebagai batas untuk melakukan operasi drainase dengan melakukan
pancreatojejunostomy daripada PJ. Baru-baru ini Izbicki telah dijelaskan memanjang berbentuk
V eksisi aspek ventral pankreas dikombinasikan dengan LPJ dijahit ke kapsul pankreas. Ini
memiliki potensi untuk mengatasi kasus yang jarang terjadi pada pankreatitis duktal sclerosing
atau 'penyakit saluran kecil' dengan diameter MPD kurang dari 3 mm.
3.9 Drainase Prosedur
PJ Lateral adalah prosedur yang aman dengan mortalitas di bawah 5%, dan nyeri jangka pendek
adalah sekitar 80%, terutama pada pasien dengan MPD melebar. Fungsi eksokrin dan endokrin
terjaga dengan baik setelah operasi, karena hilangnya jaringan pankreas fungsional minimal,
namun peningkatan secara keseluruhan dalam parameter ini masi diperdebatkan. Peradangan
berkelanjutan dapat terus meskipun sudah di operasi, yang akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan kelenjar. Jangka panjang tindak lanjut dari pasien menunjukkan bahwa rasa sakit
sering kambuh selama periode waktu dan sekitar 40% dari mereka mengeluh sakit 2 tahun
23
setelah operasi. Selain itu, manifestasi dari striktur bilier atau duodenum menjadi bukti lebih
sering CPpada saluran besar, yang selanjutnya membatasi penerapan prosedur drainase murni.
3.10 Resectional Prosedur
Kausch-Whipple PD telah berkembang menjadi suatu prosedur yang aman, terutama pada pusat-
pusat volume tinggi dengan tingkat kematian kurang dari 3%. Selain mencapai bantuan jangka
pendek nyeri yang wajar, kepala pankreas yang berhubungan dengan komplikasi dapat ditangani
secara bersamaan. Jangka panjang hasil di CP, bagaimanapun, adalah kurang. Pascaoperasi
morbiditas berkisar antara 30% dan 50% dengan fungsi endokrin dan eksokrin yang kurang baik
dibandingkan dengan prosedur reseksi lainnya. Dengan demikian, PD tidak lagi menjadi pilihan
yang lebih disukai pada pasien dengan CP. Hasil dari pppd atas orang-orang dari PD klasik
dicampur, mengenai manfaat yang sebenarnya. Meskipun percobaan terkontrol acak (RCT) yang
tersedia untuk kanker kepala pankreas menunjukkan hasil yang sebanding, tidak ada penelitian
secara acak ada untuk pengetahuan membandingkan PD dengan pppd pada pasien dengan CP.
Jimenez et al. retrospektif mempelajari 72 pasien yang menjalani PD atau pppd untuk CP,
menampilkan sebanding nyeri jangka panjang, status gizi, insiden diabetes mellitus dan
kebutuhan penambahan enzim setelah operasi. Pasien menjalani pppd menunjukkan insiden yang
lebih tinggi dari pengosongan lambung tertunda (33% vs 12%). Kedua prosedur ini awalnya
dirancang untuk mengobati kanker kepala pankreas, sedangkan CP adalah penyakit jinak dan
reseksi radikal seperti itu mungkin menjadi kontraproduktif.
Prosedur Beger berpotensi dapat menangani penghalang saluran empedu, saluran pankreas
stenosis dan penyumbatan pembuluh retropancreatic dengan menghilangkan massa kepala
pankreas yang inflamasi. Prosedur yang berhubungan dengan kematian bervariasi dari 0%
sampai 2% dan morbiditas antara 15% dan 54%. Pada 5 tahun dari tindak lanjut, nyeri
berkurangdengan melihat di sekitar 80% dari pasien fungsi eksokrin dan endokrin terjaga
dengan baik. Dalam hal QOL, 69% dari pasien secara profesional direhabilitasi dan di 72% dari
pasien indeks Karnofsky adalah antara 90% dan 100%. Tingkat kematian pada pasien dengan CP
yang telah menjalani prosedur Beger pada 5 tahun masa tindak lanjut telah dilaporkan 9-12,6%,
24
yang kontras dengan kematian dilaporkan dari 20-35% pada pasien CP tanpa pengobatan yang
diamati selama periode 6-10 tahun. Ini mendukung manfaat jangka panjang dari prosedur Beger.
Beberapa RCT dibandingkan prosedur Beger dengan PD dan pppd. Klempa et al. melaporkan
prosedur yang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas, 100% dari pasien setelah DPPHR
adalah sakit gratis di tindak lanjut dari 3,5-5 tahun dibandingkan dengan 69% setelah PD.
Prosedur Beger menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam indeks massa tubuh (80% vs
29%). Buchler et al. pada 6 bulan follow-up disukai DPPHR atas pppd dalam hal penambahan
berat badan yang signifikan (4.4 ± 1.0 kg vs 2,1 ± 1,2 kg) dan pereda nyeri (74% vs 47%,\).
Makowiec et al. menunjukkan bahwa waktu operasi lebih pendek untuk DPPHR daripada untuk
PD atau pppd (368 menit vs 435 menit). Meskipun berat badan yang lebih baik terlihat pada
pasien setelah DPPHR, QOL adalah sama antara kedua prosedur. Sedangkan Witzigmann et al.
melaporkan lebih QOL pada kelompok DPPHR, yang dikonfirmasi oleh Möbius et al. dalam
studi non-radomized dengan tindak lanjut lebih dari 5 tahun. Hasil ini menunjukkan keunggulan
DPPHR daripada PD dan pppd.
Sebuah penelitian terkontrol acak membandingkan prosedur Frey dengan pppd menunjukkan
morbiditas signifikan lebih rendah untuk mantan (19% vs 53%), sedangkan setelah median
follow up 24 bulan kedua kelompok mengalami nyeri sebanding (94% vs 95%) , tapi QOL lebih
baik dengan prosedur Frey (71% vs 43%). Membandingkan prosedur Beger dengan Frey
prosedur (RCT), penghilang rasa sakit (berkisar antara 93% dan 95%), kontrol komplikasi ke
organ yang berdekatan (Frey 91%, 92% Beger) dan perbaikan dalam kualitas hidup (kenaikan
58-67% dalam indeks kualitas hidup secara keseluruhan) adalah hamper sama. Fungsi endokrin
dan eksokrin pankreas tidak berbeda antara kedua kelompok. Ada kecenderungan morbiditas
keseluruhan yang lebih rendah untuk Frey prosedur (Frey: 9-22% vs Beger: 20-32%). Meskipun
hasil jangka panjang tampaknya menunjukkan bahwa kedua pendekatan mungkin sama-sama
efektif, prosedur tidak dapat disukai dibanding yang lain berdasarkan laporan saat ini .. Baru-
baru ini, GLOOR et al. memperkenalkan modifikasi prosedur Beger dan Frey, yang
menggabungkan keunggulan dari kedua (Berne modifikasi). Farkas et al. melaporkan hasil
prosedur Berne pada 30 pasien selama rata-rata tindak lanjut dari 10 bulan. Semua pasien bebas
dari gejala, tidak terkait dengan pembedahan komplikasi parah dan menunjukkan fungsi eksokrin
25
ditingkatkan dengan fungsi endokrin tidak berubah. Temuan ini didukung oleh penelitian lain
oleh Andersen dan Topazian. Sebuah RCT sedang berlangsung untuk membandingkan prosedur
ini dengan bentuk-bentuk DPPHR (Beger dan Frey), dan laporan yang ditunggu.
Prosedur Izbicki pada 13 pasien dengan rata-rata tindak lanjut dari 30 bulan menunjukkan bahwa
itu adalah (angka kematian 0%, morbiditas 15,4%) aman dan efektif (92% menghilangkan
gejala) alternatif untuk prosedur reseksi lain dan memberikan rasa sakit (nyeri median skor
menurun 95%) dan peningkatan dalam indeks kualitas hidup global sebesar 67%).
Disebutkan di atas prosedur yang dirancang untuk mengobati CP dengan massa kepala pankreas.
Namun, kasus yang jarang terjadi dari CP dalam tubuh pankreas atau ekor dapat berhasil diobati
dengan pancreatectomy distal, sedangkan laporan dari pancreatectomy total CP telah
menunjukkan hasil yang buruk untuk keseluruhan.
3.11 Salvage Operasi
Bahkan dengan hasil awal yang sangat baik setelah operasi untuk CP, kekambuh memang
terjadi. Ini menimbulkan pertanyaan dari pemilihan pasien yang tepat dan pilihan prosedur.
Sebagian besar kambuh timbul dalam sisa kepala pankreas, menunjukkan bahwa baik reseksi
bedah tidak memadai atau penyakit itu lebih agresif. Pankreas reseksi kepala Revisional dapat
disarankan jika operasi utama telah meninggalkan terlalu banyak jaringan di daerah kepala
pankreas atau alternatif pppd / PD dapat dilakukan untuk pengendalian pasti dari penyakit ini
terbatas pada kepala pankreas. Karena tidak ada prosedur Redo sederhana, mereka harus
dilakukan di pusat-pusat yang berpengalaman. Kehadiran striktur bilier di sisa kepala pankreas
setelah prosedur Beger atau Frey tanpa bukti morfologi kekambuhan penyakit ini kemungkinan
karena iskemia dari saluran empedu intrapancreatic. Dalam situasi ini, sebuah anastomosis
bilioenteric adalah prosedur pilihan. Dalam kasus kekambuhan penyakit dari tubuh dan ekor,
baik setelah prosedur Beger atau setelah PD / pppd, V-berbentuk drainase prosedur seperti yang
dijelaskan oleh Izbicki adalah pilihan yang layak, karena alternatif pancreatectomy total terlalu
parah untuk penyakit jinak.
26
3.12 Bedah vs EndoTherapy
Karena kemajuan dalam instrumentasi endoskopi, telah terjadi munculnya terapi endoskopik
untuk pengelolaan nyeri pada CP. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa terapi endoskopi
bertujuan untuk dekompresi sebuah saluran pankreas yang terhambat dapat dikaitkan dengan
rasa sakit. Beberapa penelitian telah membandingkan pendekatan endoskopik dengan operasi.
Sebuah uji coba terakhir Belanda acak terkontrol dibandingkan terapi endoskopik dengan
drainase bedah dan menyarankan bahwa drainase bedah lebih efektif dalam mengurangi
obstruksi dan mencapai rasa sakit. Namun, sebagian besar pusat masih mencoba terapi endoskopi
sebelum operasi kecuali ada kecurigaan untuk kanker pankreas mungkin karena bias rujukan.
3.13 Bedah Neuroablative vs Prosedur
Data neurolysis ganglion celiac untuk pengelolaan nyeri pada CP yang terbatas dan peran yang
tepat tidak jelas. Endoskopi ultrasound-dipandu prosedur telah menunjukkan keberhasilan yang
wajar dan dianggap paling tidak invasif dan relatif aman. Satu-sepertiga sampai setengah dari
pasien telah menunjukkan penurunan baik dari rasa sakit dalam jangka pendek tindak lanjut,
namun hanya 10% dari mereka tampaknya menunjukkan manfaat pada 24 minggu. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa hasil yang baik awal dicapai oleh penurunan prosedur
neuroablative dengan waktu berlalu dibandingkan dengan lega tahan lama yang diperoleh dari
prosedur bedah konvensional. Lebih dari dua-pertiga dari pasien pada akhirnya akan
memerlukan pembedahan lagi. Pasien yang berada pada risiko tinggi untuk operasi atau
menyangkalnya dan siapa yang telah gagal untuk menanggapi manajemen bedah dapat
ditawarkan prosedur neuroablative, meskipun data yang lebih besar diperlukan untuk
mendukung peran rutinnya.
27
3.14 Peran autotransplantation Pankreas
Pembedahan untuk CP telah berevolusi menuju organ-sparing prosedur, menjaga tubuh dan ekor
kelenjar. Kebutuhan untuk reseksi pankreas yang luas subtotal atau total karena itu sangat
terbatas dan harus digunakan sebagai pengobatan pilihan terakhir karena insufisiensi endokrin
parah. Dalam kelompok-kelompok kecil pasien yang menjalani pancreatectomy luas, upaya
harus dilakukan untuk mempertahankan fungsi islet dengan menawarkan autotransplantation
pankreas segmental atau autotransplantation islet sel. Hasil fungsional dari prosedur tergantung
pada jumlah massa sel islet residual fungsional, hilangnya sel selama teknik transplantasi yang
digunakan dan keberhasilan dari prosedur itu sendiri. Cangkok segmental telah menunjukkan
hasil jangka panjang lebih baik fungsi dari autotransplantation sel islet, namun, baik teknik yang
berkembang dan lebih banyak pengalaman dengan mereka diperlukan. Meskipun persentase
yang tinggi dari pasien akhirnya membutuhkan insulin, diabetes mellitus dapat dicegah di
beberapa dan tertunda pada orang lain. Sebagian besar penderita diabetes stabil dan lebih mudah
untuk mengelola dibandingkan dengan pasien yang menjalani pancreatectomy total dan tidak ada
autotransplant.
3.15 Kualitas Kehidupan setelah Bedah untuk CP
Data pada kualitas hidup setelah operasi untuk CP jarang dan hasilnya sulit untuk menafsirkan
dengan alasan bahwa kuesioner yang berbeda dan non-spesifik yang digunakan. Sebuah laporan
baru-baru ini di Belanda menganalisis 155 pasien setelah operasi untuk CP menggunakan
kuesioner divalidasi selama rata-rata tindak lanjut dari 5-6 tahun. Sebanyak 111 dilakukan
reseksi dan 46 prosedur drainase. Lima puluh tujuh pasien mengalami komplikasi utama, dan
tingkat kematian di rumah sakit adalah 1-3%. Setelah operasi jumlah pasien yang membutuhkan
analgesik berkurang (P <0,001). Konsumsi alkohol secara signifikan mengurangi nyeri
mekanisme coping (P = 0,032). Secara umum, kualitas hidup setelah operasi untuk CP tetap
buruk, karena sudah ada gaya hidup dan komorbiditas. Pasien yang dipilih untuk prosedur
drainase duktus pankreas memiliki QOL lebih baik pasca operasi daripada mereka menjalani
28
prosedur resectional. Konsumsi alkohol dikaitkan dengan kemampuan masyarakat miskin untuk
mengatasi rasa sakit setelah operasi.
Operative Diagrams
(A) Duval’s procedure
(B) Puestow–Gillesby procedure
29
(C) Partington–Rochelle variant of the Puestow procedure
(D) Kausch–Whipple pancreaticoduodenectomy
(E) Pylorus-preserving pancreaticoduodenectomy
30
(F) Beger procedure
(G) Frey procedure
(H) Izbicki procedure
31
BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Pancreatitis kronis merupakan suatu gangguan kerusakan nekroinflamasi pada pancreas yang
progresif yag ditandai ole fibrosis ireversibel disertai kegagalan nyata dari fungsi eksokrin dan
endokrin. Pilihan pengobatan dengan cara operasi dengan metode tertentu untuk memberikan
hasil yang lebih baik dalam waktu jangka panjang.
32
DAFTAR PUSTAKA
De Jong,dkk., Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ketiga. Jakarta EGC. 2007.
REFERENSI JURNAL
References
1. Frey CF. Why and when to drain the pancreatic ductal system. In: Beger HG, Buechler MW, Ditschuneit H, Malfertheiner P, editors. Chronic pancreatitis. Berlin: Springer; 1990. pp. 415–425.2. Markowitz JS, Rattner DW, Warshaw AL. Failure of symptomatic relief after pancreaticojejunal decompression for chronic pancreatitis. Strategies for salvage. Arch Surg. 1994;129:374–379. doi: 10.1001/archsurg.1994.01420280044006. [PubMed] [Cross Ref]3. Coffey R. Pancreaticojejunostomy and pancreatectomy. Ann Surg. 1909;50:1238–1264. doi: 10.1097/00000658-190912000-00017. [PubMed] [Cross Ref]4. Link G. Treatment of chronic pancreatitis by pancreatectomy. Ann Surg. 1911;53:768–782. doi: 10.1097/00000658-191106000-00005. [PubMed] [Cross Ref]5. Duval MK. Caudal pancreaticojejunostomy for chronic relapsing pancreatitis. Ann Surg. 1954;140:775–785. doi: 10.1097/00000658-195412000-00001. [PubMed] [Cross Ref]6. Zollinger RM, Keith LM, Ellison EH. Pancreatitis. N Engl J Med. 1954;251:497–502. doi: 10.1056/NEJM195409232511301. [PubMed] [Cross Ref]7. Puestow CB, Gillesby WJ. Petrograde surgical drainage of pancreas for chronic pancreatitis. Arch Surg. 1958;76:898–906. doi: 10.1001/archsurg.1958.01280240056009. [Cross Ref]8. Partington PF, Rochelle REL. Modified Puestow procedure for retrograde drainage of the pancreatic duct. Ann Surg. 1960;152:1037–1043. doi: 10.1097/00000658-196012000-00015. [PubMed] [Cross Ref]9. Buechler M, Friess H, Isenmann R, Bittner R, Beger HG. Duodenum-preserving resection of the head of the pancreas: the Ulm experience. In: Beger HG, Buechler M, Malfertheimer P, editors. Standards in pancreatic surgery. 1. Berlin: Springer; 1993. pp. 436–449.10. Buechler MW, Friess H, Bittner R, Roscher R, Krautzberger W, Mueller MW, et al. Duodenum-preserving pancreatic head resection: long-term results. J Gastrointest Surg. 1997;1:13–19. doi: 10.1007/s11605-006-0004-z. [PubMed] [Cross Ref]11. Beger HG, Buechler M. Duodenum preserving resection of the head of the pancreas in chronic pancreatitis with inflammatory mass in the head. World J Surg. 1990;14:83–87. doi: 10.1007/BF01670550. [PubMed] [Cross Ref]12. Buechler M, Friess H, Mueller MW, Wheatley AM, Beger HG. Randomized trial of duodenum preserving pancreatic head resection versus pylorus preserving Whipple in chronic pancreatitis. Am J Surg. 1995;169:65–70. doi: 10.1016/S0002-9610(99)80111-1. [PubMed] [Cross Ref]13. Izbicki JR, Bloechle C, Knoefel WT, Wilker DK, Dornschneider G, Seifert H, et al. Complications of adjacent organs in chronic pancreatitis managed by duodenum-preserving
33
resection of the head of the pancreas. Br J Surg. 1994;81(9):1351–1355. doi: 10.1002/bjs.1800810932. [PubMed] [Cross Ref]14. Frey CF, Amikura K. Local resection of the head of the pancreas combined with longitudinal pancreaticojejunostomy in the management of patients with chronic pancreatitis. Ann Surg. 1994;220:492–507. doi: 10.1097/00000658-199410000-00008. [PubMed] [Cross Ref]15. Frey CF, Smith GJ. Description and rationale of a new operation for chronic pancreatitis. Pancreas. 1987;2:701–707. doi: 10.1097/00006676-198711000-00014. [PubMed] [Cross Ref]16. Izbicki JR, Bloechle C, Knoefel WT, Binmoeller KF, Soehendra N, Broelsch CE. Drainage versus resection in surgical therapy of chronic pancreatitis of the head of the pancreas: a randomized study. Chirurg. 1997;68(4):369–377. doi: 10.1007/s001040050200. [PubMed] [Cross Ref]17. Delcore R, Rodriguez FJ, Thomas JH, Forster J, Hermreck AS. The role of pancreatojejunostomy in patients without dilated pancreatic ducts. Am J Surg. 1994;168(6):598–601. doi: 10.1016/S0002-9610(05)80129-1. [PubMed] [Cross Ref]18. Izbicki JR, Bloechle C, Broering DC, Kuechler T, Broelsch CE. Longitudinal V-shaped excision of the ventral pancreas for small duct disease in severe chronic pancreatitis: prospective evaluation of a new surgical procedure. Ann Surg. 1998;227(2):213–219. doi: 10.1097/00000658-199802000-00010. [PubMed] [Cross Ref]19. Ebbehøj N, Borly L, Bülow J, Rasmussen SG, Madsen P, Matzen P, et al. Pancreatic tissue fluid pressure in chronic pancreatitis. Relation to pain, morphology, and function. Scand J Gastroenterol. 1990;25(10):1046–1051. doi: 10.3109/00365529008997633. [PubMed] [Cross Ref]20. Jalleh RP, Aslam M, Williamson RC. Pancreatic tissue and ductal pressures in chronic pancreatitis. Br J Surg. 1991;78(10):1235–1237. doi: 10.1002/bjs.1800781028. [PubMed] [Cross Ref]21. Nealon WH, Thompson JC. Progressive loss of pancreatic function in chronic pancreatitis is delayed by main pancreatic duct decompression. A longitudinal prospective analysis of the modified Puestow procedure. Ann Surg. 1993;217(5):458–466. doi: 10.1097/00000658-199305010-00005. [PubMed] [Cross Ref]22. Prinz RA, Greenlee HB. Pancreatic duct drainage in 100 patients with chronic pancreatitis. Ann Surg. 1981;194(3):313–320. doi: 10.1097/00000658-198109000-00009. [PubMed] [Cross Ref]23. Schnelldorfer T, Lewin DN, Adams DB. Operative management of chronic pancreatitis: long-term results in 372 patients. J Am Coll Surg. 2007;204(5):1039–1045. doi: 10.1016/j.jamcollsurg.2006.12.045. [PubMed] [Cross Ref]24. Wilson TG, Hollands MJ, Little JM. Pancreaticojejunostomy for chronic pancreatitis. Aust N Z J Surg. 1992;62(2):111–115. doi: 10.1111/j.1445-2197.1992.tb00007.x. [PubMed] [Cross Ref]25. Adloff M, Schloegel M, Arnaud JP, Ollier JC. Role of pancreaticojejunostomy in the treatment of chronic pancreatitis. A study of 105 operated patients. Chirurgie. 1991;117(4):251–256. [PubMed]26. Bradley EL., 3rd Long-term results of pancreatojejunostomy in patients with chronic pancreatitis. Am J Surg. 1987;153(2):207–213. doi: 10.1016/0002-9610(87)90816-6. [PubMed] [Cross Ref]27. Holmberg JT, Isaksson G, Ihse I. Long-term results of pancreaticojejunostomy in chronic pancreatitis. Surg Gynecol Obstet. 1985;160(4):339–346. [PubMed]
34
28. Greenlee HB, Prinz RA, Aranha GV. Long-term results of side-to-side pancreaticojejunostomy. World J Surg. 1990;14(1):70–76. doi: 10.1007/BF01670548. [PubMed] [Cross Ref]29. Warshaw AL. Conservation of pancreatic tissue by combined gastric, biliary, and pancreatic duct drainage for pain from chronic pancreatitis. Am J Surg. 1985;149(4):563–569. doi: 10.1016/S0002-9610(85)80057-X. [PubMed] [Cross Ref]30. Traverso LW, Kozarek RA. Pancreatoduodenectomy for chronic pancreatitis: anatomic selection criteria and subsequent long-term outcome analysis. Ann Surg. 1997;226(4):429–435. doi: 10.1097/00000658-199710000-00004. [PubMed] [Cross Ref]31. Sakorafas GH, Farnell MB, Nagorney DM, Sarr MG, Rowland CM. Pancreatoduodenectomy for chronic pancreatitis: long-term results in 105 patients. Arch Surg. 2000;135(5):517–523. doi: 10.1001/archsurg.135.5.517. [PubMed] [Cross Ref]32. Jimenez RE, Fernandez-del Castillo C, Rattner DW, Chang Y, Warshaw AL. Outcome of pancreaticoduodenectomy with pylorus preservation or with antrectomy in the treatment of chronic pancreatitis. Ann Surg. 2000;231(3):293–300. doi: 10.1097/00000658-200003000-00001. [PubMed] [Cross Ref]33. Klempa I, Spatny M, Menzel J, Baca I, Nustede R, Stöckmann F, et al. Pancreatic function and quality of life after resection of the head of the pancreas in chronic pancreatitis. A prospective, randomized comparative study after duodenum preserving resection of the head of the pancreas versus Whipple’s operation. Chirurg. 1995;66(4):350–359. [PubMed]34. Witzigmann H, Max D, Uhlmann D, Geissler F, Ludwig S, Schwarz R, et al. Quality of life in chronic pancreatitis: a prospective trial comparing classical Whipple procedure and duodenum-preserving pancreatic head resection. J Gastrointest Surg. 2002;6(2):173–179. doi: 10.1016/S1091-255X(01)00023-3. [PubMed] [Cross Ref]35. Witzigmann H, Max D, Uhlmann D, Geissler F, Schwarz R, Ludwig S, et al. Outcome after duodenum-preserving pancreatic head resection is improved compared with classic Whipple procedure in the treatment of chronic pancreatitis. Surgery. 2003;134(1):53–62. doi: 10.1067/msy.2003.170. [PubMed] [Cross Ref]36. Belina F, Fronek J, Ryska M. Duodenopancreatectomy versus duodenum-preserving pancreatic head excision for chronic pancreatitis. Pancreatology. 2005;5(6):547–552. doi: 10.1159/000087496. [PubMed] [Cross Ref]37. Büchler MW, Friess H, Müller MW, Wheatley AM, Beger HG. Randomized trial of duodenum-preserving pancreatic head resection versus pylorus- preserving Whipple in chronic pancreatitis. Am J Surg. 1995;169(1):65–69. doi: 10.1016/S0002-9610(99)80111-1. [PubMed] [Cross Ref]38. Makowiec FR, Hopt UT, Adam U. Randomized controlled trial of Whipple vs. duodenum-preserving pancreatic head resection in chronic pancreatitis. Am J Surg. 1995;169:65–69. doi: 10.1016/S0002-9610(99)80111-1. [PubMed] [Cross Ref]39. Izbicki JR, Bloechle C, Broering DC, Knoefel WT, Kuechler T, Broelsch CE. Extended drainage versus resection in surgery for chronic pancreatitis: a prospective randomized trial comparing the longitudinal pancreaticojejunostomy combined with local pancreatic head excision with the pylorus-preserving pancreatoduodenectomy. Ann Surg. 1998;228(6):771–779. doi: 10.1097/00000658-199812000-00008. [PubMed] [Cross Ref]40. Izbicki JR, Bloechle C, Knoefel WT, Kuechler T, Binmoeller KF, Broelsch CE. Duodenum-preserving resection of the head of the pancreas in chronic pancreatitis. A prospective,
35
randomized trial. Ann Surg. 1995;221(4):350–358. doi: 10.1097/00000658-199504000-00004. [PubMed] [Cross Ref]41. Diener MK, Knaebel HP, Heukaufer C, Antes G, Büchler MW, Seiler CM. A systematic review and meta-analysis of pylorus-preserving versus classical pancreaticoduodenectomy for surgical treatment of periampullary and pancreatic carcinoma. Ann Surg. 2007;245(2):187–200. doi: 10.1097/01.sla.0000242711.74502.a9. [PubMed] [Cross Ref]42. Tran KT, Smeenk HG, Eijck CH, Kazemier G, Hop WC, Greve JW, et al. Pylorus preserving pancreaticoduodenectomy versus standard Whipple procedure: a prospective, randomized, multicenter analysis of 170 patients with pancreatic and periampullary tumors. Ann Surg. 2004;240(5):738–745. doi: 10.1097/01.sla.0000143248.71964.29. [PubMed] [Cross Ref]43. Karanicolas PJ, Davies E, Kunz R, Briel M, Koka HP, Payne DM, et al. The pylorus: take it or leave it? Systematic review and meta-analysis of pylorus preserving versus standard Whipple pancreaticoduodenectomy for pancreatic or periampullary cancer. Ann Surg Oncol. 2007;14(6):1825–1834. doi: 10.1245/s10434-006-9330-3. [PubMed] [Cross Ref]44. Lin PW, Lin YJ. Prospective randomized comparison between pylorus-preserving and standard pancreaticoduodenectomy. Br J Surg. 1999;86(5):603–607. doi: 10.1046/j.1365-2168.1999.01074.x. [PubMed] [Cross Ref]45. Beger HG, Büchler M, Bittner RR, Oettinger W, Roscher R. Duodenum-preserving resection of the head of the pancreas in severe chronic pancreatitis. Early and late results. Ann Surg. 1989;209(3):273–278. doi: 10.1097/00000658-198903000-00004. [PubMed] [Cross Ref]46. Beger HG, Schlosser W, Friess HM, Büchler MW. Duodenum-preserving head resection in chronic pancreatitis changes the natural course of the disease: a single-center 26-year experience. Ann Surg. 1999;230(4):512–519. doi: 10.1097/00000658-199910000-00007. [PubMed] [Cross Ref]47. Büchler MW, Friess H, Bittner R, Roscher R, Krautzberger W, Müller MW, et al. Duodenum-preserving pancreatic head resection: long-term results. J Gastrointest Surg. 1997;1(1):13–19. doi: 10.1007/s11605-006-0004-z. [PubMed] [Cross Ref]48. Lankisch PG. Natural course of chronic pancreatitis. Pancreatology. 2001;1(1):3–14. doi: 10.1159/000055786. [PubMed] [Cross Ref]49. Miyake H, Harada H, Kunichika K, Ochi K, Kimura I. Clinical course and prognosis of chronic pancreatitis. Pancreas. 1987;2(4):378–385. doi: 10.1097/00006676-198707000-00003. [PubMed] [Cross Ref]50. Ammann RW, Akovbiantz A, Largiader F, Schueler G. Course and outcome of chronic pancreatitis. Longitudinal study of a mixed medical-surgical series of 245 patients. Gastroenterology. 1984;86(5 Pt 1):820–828. [PubMed]51. Möbius C, Max D, Uhlmann D, Gumpp K, Behrbohm J, Horvath K, et al. Five-year follow-up of a prospective non-randomized study comparing the duodenum-preserving pancreatic head resection with the classical Whipple procedure in the treatment of chronic pancreatitis. Langenbecks Arch Surg. 2007;392(3):359–364. doi: 10.1007/s00423-007-0175-4. [PubMed] [Cross Ref]52. Strate T, Taherpour Z, Bloechle C, Mann O, Bruhn JP, Schneider C, et al. Long-term follow-up of a randomized trial comparing the Beger and Frey procedures for patients suffering from chronic pancreatitis. Ann Surg. 2005;241(4):591–598. doi: 10.1097/01.sla.0000157268.78543.03. [PubMed] [Cross Ref]
36
53. Gloor B, Friess H, Uhl W, Büchler MW. A modified technique of the Beger and Frey procedure in patients with chronic pancreatitis. Dig Surg. 2001;18(1):21–25. doi: 10.1159/000050092. [PubMed] [Cross Ref]54. Farkas G, Leindler L, Daróczi M, Farkas G., Jr Organ-preserving pancreatic head resection in chronic pancreatitis. Br J Surg. 2003;90(1):29–32. doi: 10.1002/bjs.4016. [PubMed] [Cross Ref]55. Andersen DK, Topazian MD. Pancreatic head excavation: a variation on the theme of duodenum-preserving pancreatic head resection. Arch Surg. 2004;139(4):375–379. doi: 10.1001/archsurg.139.4.375. [PubMed] [Cross Ref]56. Köninger J, Seiler CM, Wente MN, Reidel MA, Gazayakan E, Mansmann U, et al. Duodenum preserving pancreatectomy in chronic pancreatitis: design of a randomized controlled trial comparing two surgical techniques [ISRCTN50638764] Trials. 2006;7:12. doi: 10.1186/1745-6215-7-12. [PMC free article] [PubMed] [Cross Ref]57. Rattner DW, Fernandez-del Castillo C, Warshaw AL. Pitfalls of distal pancreatectomy for relief of pain in chronic pancreatitis. Am J Surg. 1996;171(1):142–145. doi: 10.1016/S0002-9610(99)80089-0. [PubMed] [Cross Ref]58. Sawyer R, Frey CF. Is there still a role for distal pancreatectomy in surgery for chronic pancreatitis? Am J Surg. 1994;168(1):6–9. doi: 10.1016/S0002-9610(05)80061-3. [PubMed] [Cross Ref]59. Braasch JW, Vito L, Nugent FW. Total pancreatectomy of end-stage chronic pancreatitis. Ann Surg. 1978;188(3):317–322. doi: 10.1097/00000658-197809000-00006. [PubMed] [Cross Ref]60. Cooper MJ, Williamson RC, Benjamin IS, Carter DC, Cuschieri A, Linehan IP, et al. Total pancreatectomy for chronic pancreatitis. Br J Surg. 1987;74(10):912–915. doi: 10.1002/bjs.1800741013. [PubMed] [Cross Ref]61. Rosch T, Daniel S, Scholz M, Huibregtse K, Smits M, Schneider T, et al. Endoscopic treatment of chronic pancreatitis: a multicenter study of 1000 patients with long-term follow-up. Endoscopy. 2002;34(10):765–771. doi: 10.1055/s-2002-34256. [PubMed] [Cross Ref]62. Gabbrielli A, Pandolfi M, Mutignani M, Spada C, Perri V, Petruzziello L, et al. Efficacy of main pancreatic-duct endoscopic drainage in patients with chronic pancreatitis, continuous pain, and dilated duct. Gastrointest Endosc. 2005;61(4):576–581. doi: 10.1016/S0016-5107(05)00295-6. [PubMed] [Cross Ref]63. Cahen DL, Gouma DJ, Nio Y, Rauws EA, Boermeester MA, Busch OR, et al. Endoscopic versus surgical drainage of the pancreatic duct in chronic pancreatitis. N Engl J Med. 2007;356(7):676–684. doi: 10.1056/NEJMoa060610. [PubMed] [Cross Ref]64. Varadarajulu S, Wallace MB. Applications of endoscopic ultrasonography in pancreatic cancer. Cancer Control. 2004;11:15–22. [PubMed]65. Baghdadi S, Abbas MH, Albouz F, Ammori BJ. Systematic review of the role of thoracoscopic splanchnicectomy in palliating the pain of patients with chronic pancreatitis. Surg Endosc. 2008;22(3):580–588. doi: 10.1007/s00464-007-9730-x. [PubMed] [Cross Ref]66. Maher JW, Johlin FC, Heitshusen D. Long-term follow-up of thoracoscopic splanchnicectomy for chronic pancreatitis pain. Surg Endosc 15(7):706–709.67. Morrow CE, Cohen JI, Sutherland DER, Najarian JS. Chronic pancreatitis: long-term surgical results of pancreatic duct drainage, pancreatic resection and near-total pancreatectomy and islet autotransplantation. Surgery. 1984;96:608–616. [PubMed]68. Gooszen HG. Surgical treatment of painful chronic pancreatitis: an unresolved problem? Dig Dis. 1992;10:345–353. doi: 10.1159/000171375. [PubMed] [Cross Ref]
37
69. White SA. Pancreas resection and islet autotransplantation for end stage chronic pancreatitis. Ann Surg. 2001;233:423–43170. doi: 10.1097/00000658-200103000-00018. [PubMed] [Cross Ref]70. Loo ES, Baal MC, Gooszen HG, Ploeg RJ, Nieuwenhuijs VB. Long-term quality of life after surgery for chronic pancreatitis. Br J Surg. 2010;97:1079–1086. doi: 10.1002/bjs.7103. [PubMed] [Cross Ref]
38