OPTIMALISASI PERTUMBUHAN PADA PENDEDERAN
IKAN LELE SANGKURIANG Clarias sp. MELALUI
PENGATURAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN
JOSEPH BENEDICTUS
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
OPTIMALISASI PERTUMBUHAN PADA PENDEDERAN IKAN LELE
SANGKURIANG Clarias sp. MELALUI PENGATURAN FREKUENSI
PEMBERIAN PAKAN
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
JOSEPH BENEDICTUS
C14080086
ABSTRAK
JOSEPH BENEDICTUS. Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele
Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan.
Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan LIES SETIJANINGSIH.
Target utama pada kegiatan pendederan ikan lele adalah untuk menghasilkan
benih yang pertumbuhannya baik, tepat jumlah, serta berukuran seragam. Oleh
karena itu, perlu terus dilakukan upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan
ikan lele dalam sistem pendederan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap laju pertumbuhan pada pendederan
ikan lele Sangkuriang Clarias sp. Pengaturan frekuensi pemberian pakan
ditentukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tentang pengosongan
lambung, dan diketahui lambung ikan lele kosong dalam waktu 4 jam setelah
proses makan dimulai. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan
acak lengkap dengan empat perlakuan yaitu frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5,
dan 9 kali/hari dengan ulangan 3 kali pada setiap perlakuan. Benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. dengan bobot rata-rata 0,79±0,01 g/ekor dan panjang
rata-rata 3,94±0,44 cm/ekor dipelihara secara outdoor dalam bak fiber
berkapasitas 96 liter dengan padat penebaran 2 ekor/l. Pakan yang digunakan
berupa pelet apung berdiameter 1,2 - 2 mm dengan kandungan protein 38%.
Peubah yang diamati adalah kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak,
laju pertumbuhan bobot harian, tingkat konsumsi pakan, efisiensi pemberian
pakan, koefisien keragaman, kualitas air, dan efisiensi ekonomi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pengaturan frekuensi pemberian pakan tidak berpengaruh
terhadap derajat kelangsungan hidup dan koefisien keragaman pada setiap
perlakuan. Laju pertumbuhan bobot harian dan efisiensi pemberian pakan pada
frekuensi pemberian pakan 5 dan 9 kali/hari tidak berbeda nyata. Frekuensi
pemberian pakan 9 kali/hari memberikan pertumbuhan panjang mutlak terbaik
dibandingkan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari. Perlakuan dengan frekuensi
pemberian pakan 9 kali/hari juga memberikan nilai profit dan rasio R/C terbaik
dibandingan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari.
Kata Kunci : Ikan lele Sangkuriang, pendederan, frekuensi pemberian pakan,
pertumbuhan panjang mutlak
ABSTRACT
JOSEPH BENEDICTUS. Optimization of growth in Sangkuriang catfish
Clarias sp. rearing by feeding frequency arrangement. Supervised by IRZAL
EFFENDI and LIES SETIJANINGSIH.
The main target of catfish nursery is to produce seeds with growing well, right
amount, as well as uniform in size. Therefore, the need to continously efforts to
increase the growth of catfish. The purpose of this research was to determine the
influence of feeding frequency on growth rate of catfish Sangkuriang Clarias sp.
nursery. Feeding frequency settings are determined based on preliminary research
that the stomach was empty in 4 hours. The design of research used was a
complete random design with four treatments (feeding frequency at 2, 3, 5, and 9
times/day) and three replicates. The seeds of Sangkuriang catfish with average
body weights was 0.79±0.01 g/fish and the average of body length was 3,94±0,44
cm/fish kept in a fiber capacity 96 liters with stocking density of 2 fish/liter. Feed
used was floating pellets which have a diameter of 1.2 - 2 mm and a protein
content of 38%. Parameters observed were survival rate, absolutely growth,
specific growth rate, feed intake, feeding efficiency, coefficient diversity, water
quality, and economic efficiency. The research results showed that the
arrangement of the feeding frequency on every treatment does not provide a
significant effect to survival rate and coefficient diversity. Specific growth rate
and feeding efficiency on feeding frequency 5 and 9 times/day does not provide a
significant effect. Feeding frequency which is 9 times/day gives the best
absolutely growth than treatments with 2, 3, and 5 times/day. Feeding frequency
which is 9 times/day also gives the best profit and R/C ratio than treatments with
2, 3, and 5 times/day.
Key Word : Sangkuriang catfish, enlargement, feeding frequency,
absolutely growth
OPTIMALISASI PERTUMBUHAN PADA PENDEDERAN IKAN LELE
SANGKURIANG Clarias sp. MELALUI PENGATURAN FREKUENSI
PEMBERIAN PAKAN
JOSEPH BENEDICTUS
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Skripsi : Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele
Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi
Pemberian Pakan.
Nama Mahasiswa : Joseph Benedictus
Nomor Pokok : C14080086
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Irzal Effendi, M.Si. Ir. Lies Setijaningsih, M.Si.
NIP. 19640330 198903 1 003 NIP. 19610203 198703 2 004
Diketahui
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc.
NIP. 19671013 199302 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimalisasi
Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui
Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan. Karya tulis ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan pada 15 September hingga 10 Oktober 2012 di
Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung,
Bogor, Jawa Barat.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini:
1. Kedua orang tua Penulis Adrianus Widjaja dan Lili, adik-adik tercinta Edith
Lidwina, Francis Sebatianus, Kevin Laurentius, serta seluruh keluarga besar
atas doa dan dukungan yang sangat berarti bagi Penulis.
2. Ir. Irzal Effendi, M.Si dan Ir. Lies Setijaningsih, M.Si selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama
proses pembuatan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku Dosen Pembimbing Akademik
atas nasihat, saran, dan dukungannya.
4. Pimpinan dan Staf Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan
Toksikologi Cibalagung, Bogor atas kesempatan yang telah diberikan.
5. Cecilia Wiranti atas segenap perhatian, dukungan serta motivasi.
6. Anindila, Adit, Anes, Burhan, Ima, Jeanni, Dilla, Nidya, Erriza, Wahyu, Titi,
Dandy, Ojan, Heru, Dessy, Rian, Lita, Randi, Sofyan yang telah membantu
dalam pengenalan lokasi penelitian, penelitian pendahuluan, sampling,
pengukuran kualitas air, hingga pengolahan data.
7. Rekan-rekan BDP 45, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhirnya, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi Penulis serta
pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2013
Joseph Benedictus
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 15 Desember 1989, merupakan anak
pertama dari empat bersaudara dari Ayah Adrianus Widjaja dan Ibu Lili.
Pendidikan formal yang telah ditempuh Penulis adalah SD Regina Pacis Bogor
pada 2002, SMP Regina Pacis Bogor pada 2005, dan SMA Regina Pacis Bogor
pada 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB dengan
memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah mengikuti kegiatan Pekan
Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai DIKTI
dengan judul “Akuakultur Kultur Aqua Ku” pada 2011. Pada tahun yang sama
penulis juga mengikuti PIMNAS XXIV di Makassar melalui kegiatan Pekan
Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) dengan judul “Pemanfaatan
Paparan Medan Listrik dan Salinitas untuk Meningkatkan Kontinuitas Produksi
Ikan Botia”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor
(IPB) diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Optimalisasi
Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui
Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 3
II. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 4
2.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung................... 4
2.2 Rancangan Percobaan ......................................................................... 5
2.3 Prosedur Penelitian ............................................................................. 6
2.3.1 Persiapan Wadah ........................................................................ 6
2.3.2 Penebaran Benih ........................................................................ 6
2.3.3 Pemberian Pakan ........................................................................ 7
2.4 Parameter Pengamatan ........................................................................ 7
2.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup ..................................................... 7
2.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak .................................................... 8
2.4.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ............................................... 8
2.4.4 Tingkat Konsumsi Pakan ........................................................... 8
2.4.5 Efisiensi Pemberian Pakan ......................................................... 9
2.4.6 Koefisien Keragaman Panjang ................................................... 9
2.4.7 Fisika-Kimia Air ........................................................................ 9
2.4.8 Analisis Ekonomi ....................................................................... 11
2.5 Analisis Data ....................................................................................... 11
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 12
3.1 Hasil .................................................................................................... 12
3.1.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung ......... 12
3.1.2 Derajat Kelangsungan Hidup ..................................................... 13
3.1.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak .................................................... 13
3.1.4 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ............................................... 14
3.1.5 Tingkat Konsumsi Pakan ........................................................... 15
3.1.6 Efisiensi Pemberian Pakan ......................................................... 16
3.1.7 Koefisien Keragaman Panjang ................................................... 17
3.1.8 Fisika-Kimia Air ........................................................................ 17
3.1.9 Analisis Ekonomi ....................................................................... 21
3.2 Pembahasan ......................................................................................... 23
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 32
4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 32
4.2 Saran .................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 33
LAMPIRAN ................................................................................................... 37
ix
DAFTAR GAMBAR
1. Waktu pengosongan lambung ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada
suhu antara 27oC – 28
oC .............................................................................. 12
2. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ...................................... 13 3. Pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ...................................... 14
4. Laju pertumbuhan bobot harian ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari .......................... 15
5. Tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ...................................... 16
6. Efisiensi pemberian pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ...................................... 16
7. Koefisien keragaman panjang ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ...................................... 17
8. Suhu media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ...................................... 18
9. Nilai pH media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ...................................... 18
10. Oksigen terlarut media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari... ....................... 19
11. Kandungan amoniak media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias
sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari .................... 20
12. Kandungan nitrit media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari .......................... 20
13. Kandungan nitrat media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari .......................... 21
14. Nilai profit pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Claria sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ...................................... 22
x
ix
15. Nilai rasio R/C pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ...................................... 22
16. Nilai harga pokok produksi (HPP) pemeliharaan ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ....... 23
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Denah wadah pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. .............. 38
2. Hasil penelitian pendahuluan : waktu pengosongan lambung ................ 39
3. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang pada perlakuan
frekuensi pemberian paka 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ................................... 39
4. Analisis ragam derajat kelangsungan hidup benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2,
3, 5, dan 9 kali/hari. ................................................................................ 40
5. Data hasil sampling pertumbuhan panjang pada frekuensi pemberian
pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ................................................................... 41
6. Analisis ragam pertumbuhan panjang mutlak benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2,
3, 5, dan 9 kali/hari ................................................................................. 41
7. Data hasil sampling biomassa pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5,
dan 9 kali/hari ......................................................................................... 42
8. Analisis ragam laju pertumbuhan bobot harian benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2,
3, 5, dan 9 kali/hari. ................................................................................ 42
9. Data pakan pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan frekuensi
pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ................................................. 43
10. Analisis ragam tingkat konsumsi pakan benih ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9
kali/hari. .................................................................................................. 43
11. Analisis ragam efisiensi pemberian pakan benih ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9
kali/hari. .................................................................................................. 44
12. Analisis ragam koefisien keragaman benih ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9
kali/hari. .................................................................................................. 44
13. Analisis statistik profit benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada
perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ................ 45
14. Analisis statistik rasio R/C benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ........ 46
xii
15. Analisis statistik harga pokok produksi benih ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9
kali/hari ................................................................................................... 46
16. Analisis ekonomi pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ................................. 47
xiii
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Lele Clarias sp. merupakan salah satu komoditas unggulan ikan air
tawar yang permintaannya tidak pernah surut bahkan cenderung meningkat setiap
tahunnya (KKP, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya (2012), produksi nasional ikan lele pada 2007 sebesar 91.735
ton dan terjadi peningkatan produksi hingga 337.577 ton pada 2011 atau
meningkat 268% dalam 5 tahun terakhir. Ikan lele menempati urutan ke-3 setelah
rumput laut dan ikan patin dalam produksi komoditas perikanan budidaya
terbanyak di Indonesia. Harga ikan lele ukuran konsumsi di kalangan petani Jawa
Barat saat ini berkisar antara Rp. 10.000,00 - 13.000,00 / kg. Permintaan ikan lele
ukuran konsumsi yang terus meningkat ini akan terkait dengan kebutuhan benih
dalam jumlah banyak, seragam, dan berkesinambungan.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi telah berhasil
memperbaiki kualitas genetis ikan lele dumbo Clarias gariepinus melalui
rekayasa kawin silang (cross breeding). Hasil dari rekayasa kawin silang tersebut
diperoleh strain ikan lele Sangkuriang Clarias sp. (BBPBAT, 2005). Keunggulan
ikan lele Sangkuriang dibandingkan dengan jenis ikan lele lainnya yaitu memiliki
daya tahan tubuh yang lebih baik, sifat kanibal yang lebih rendah, tingkat
kelangsungan hidup yang lebih tinggi, dan pertumbuhannya yang lebih cepat
(Nasrudin, 2010). Menurut Mahyuddin (2008), panjang mutlak benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. berusia 40 hari dapat mencapai ukuran 5-8 cm/ekor,
sedangkan pada ikan lele dumbo hanya berkisar antara 3-5 cm/ekor.
Menurut Effendi (2004), pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan
untuk menghasilkan benih yang siap untuk ditebar di unit produksi pembesaran,
atau benih yang siap di jual. Kegiatan pendederan dilakukan dalam upaya
mengadaptasikan benih sebelum dibesarkan hingga berukuran konsumsi.
Diharapkan setelah didederkan ikan lele memiliki laju pertumbuhan yang yang
tinggi, ukuran relatif lebih seragam, kelangsungan hidup yang lebih tinggi, waktu
2
produksi yang lebih singkat, dan biaya produksi yang lebih efisien di dalam
sistem pembesaran.
Upaya meningkatkan laju pertumbuhan merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan produksi. Pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal
maupun faktor eksternal. Faktor internal diantaranya adalah faktor keturunan,
jenis kelamin, dan usia. Faktor eksternal merupakan faktor yang dapat dikontrol
yang terdiri dari faktor kualitas air dan pakan. Pakan merupakan salah satu faktor
penting dalam kegiatan akuakultur. Menurut Priyadi (2008), 60-80% biaya
produksi pada kegiatan akuakultur secara intensif besumber dari biaya pakan.
Pakan dimanfaatkan ikan sebagai sumber energi untuk beraktifitas,
selebihnya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Affandi, 2004). Menurut
Effendie (2002), pertumbuhan terjadi apabila pada tubuh ikan terdapat kelebihan
input energi (protein) yang berasal dari pakan. Menurut Vahl (1979) ada dua
parameter yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertumbuhan yang optimal
dalam suatu sistem budidaya, yaitu jumlah maksimum pakan yang dikonsumsi
dalam satu kali makan dan laju pengosongan lambung yang terkait langsung
dengan frekuensi pengambilan pakan. Untuk meningkatkan efisiensi produksi
dipilih pakan dengan kandungan nutrisi yang tepat, serta teknik pemberian pakan
yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Pemberian pakan dengan frekuensi yang
lebih sering diharapkan dapat mempertahankan kondisi lambung agar selalu terisi
pakan, sehingga kelebihan input energi dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan.
Frekuensi pemberian pakan adalah banyaknya waktu ikan untuk makan dalam
sehari. Menurut Ghufran (2010), frekuensi pemberian pakan pada pendederan
ikan lele Sangkuriang adalah 3-4 kali/hari. Frekuensi pemberian pakan ditentukan
berdasarkan kebiasaan waktu makan serta interval laju pengosongan lambung.
Pengujian waktu pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. dilakukan untuk mengetahui interval waktu yang dibutuhkan lambung
hingga kembali kosong setelah proses makan dimulai. Interval pemberian pakan
merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk kembali memberikan pakan
secara terkontrol berdasarkan kapasitas maksimal lambung. Kapasitas maksimal
lambung dan laju penyerapan makanan pada setiap jenis ikan berbeda-beda
3
tergantung pada usia, ukuran, jenis, kualitas pakan, serta kondisi lingkungan
budidaya (Affandi, 2004). Menurut Fujaya (2002), laju pengosongan lambung
berkolerasi dengan laju metabolisme yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di
antaranya ukuran tubuh dan temperatur.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh frekuensi
pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari terhadap derajat kelangsungan hidup,
keseragaman ukuran, laju pertumbuhan bobot harian, efisiensi pemberian pakan,
dan pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dalam sistem
pendederan. Manfaat dari hasil penelitian ini adalah diperoleh informasi untuk
memperbaiki frekuensi pemberian pakan sehingga dicapai waktu produksi yang
lebih singkat dan biaya produksi yang lebih efisien.
4
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung
Pengamatan waktu pengosongan lambung pada benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. dilakukan sebagai penelitian pendahuluan. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui interval waktu yang dibutuhkan lambung hingga
kembali kosong setelah proses makan dimulai. Manfaat dari pengamatan ini
untuk menentukan frekuensi pemberian pakan sebagai rancangan perlakuan.
Semakin cepat isi lambung berkurang akan semakin cepat ikan merasa lapar dan
akan lebih sering mengambil pakan. Cepat atau lambatnya pengambilan pakan
erat kaitannya dengan laju pengosongan lambung (Hastuti, 1984).
Pengamatan waktu pengosongan lambung dilakukan pada kisaran suhu
antara 27 – 28 oC sebanyak dua kali ulangan. Wadah yang digunakan adalah 20
unit baskom plastik yang diisi dengan air kolam sebanyak 9 liter/wadah. Setiap
wadah ditebar 18 ekor ikan uji berukuran panjang 3,94±0,44 cm/ekor dan bobot
0,79±0,01 g/ekor yang telah diberok selama 24 jam. Ikan uji diberi pakan apung
komersial berdiameter 1,2 – 2 mm/butir dengan kandungan protein 38%. Pakan
ditimbang sebelum dan sesudah pemberian pakan pada setiap wadah uji.
Pemberian pakan dilakukan serentak pada setiap wadah pemeliharaan dengan
metode sekenyangnya (at satiation) hingga respons ikan terhadap pakan
menurun. Pakan yang tidak termakan dikumpulkan dan dijemur untuk ditimbang
jumlahnya. Pengukuran bobot lambung ikan dilakukan setiap 30 menit sekali
yang dimulai pada menit ke-0. Seluruh ikan uji pada salah satu wadah ditangkap
dan dibedah untuk dikumpulkan isi lambungnya. Isi lambung yang terkumpul
dijemur hingga kering lalu ditimbang bobotnya menggunakan timbangan digital
dengan ketelitian 0,001g. Persentase volume lambung diperoleh dari jumlah
pakan yang tersisa dibandingkan dengan pakan yang dikonsumsi dikalikan 100%.
Menurut Affandi (2004), laju pengosongan lambung pada pada setiap
jenis ikan berbeda-beda tergantung pada ukuran ikan, jenis ikan, usia ikan,
kuatitas dan kualitas pakan, serta kondisi lingkungan. Nilai kecernaan pada satu
jenis pakan dapat dilihat dari kemampuan ikan dalam mencerna pakan tersebut.
5
Selain itu kondisi suhu dan oksigen terlarut yang berbeda pada setiap waktu
pengamatan juga berpengaruh terhadap laju metabolisme ikan.
2.2 Rancangan Percobaan
Berdasarkan hasil penelitianan pendahuluan (Gambar 1) diketahui bahwa
lambung benih ikan lele Sangkuriang kembali kosong pada menit 240 - 270 atau
4 – 4,5 jam setelah proses makan dimulai. Berdasarkan data tersebut dirancang
penelitian dengan pengaturan frekuensi pemberian pakan antara pukul 08.00 –
24.00 sebagai berikut :
1. Pelakuan I : periode 16 jam yang diberikan pada pukul 08.00 dan
24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari.
2. Pelakuan II : periode 8 jam yang diberikan pada pukul 08.00, 16.00,
dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari.
3. Pelakuan III : periode 4 jam yang diberikan pada pukul 08.00, 12.00,
16.00, 20.00, dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari.
4. Pelakuan IV : periode 2 jam yang diberikan pada pukul 08.00, 10.00,
12.00, 14.00, 16.00, 18.00, 20.00, 22.00, dan 24.00 dengan frekuensi
pemberian pakan 9 kali/hari.
Pemberian pakan antara 08.00 – 24.00 merupakan kebiasaan praktis yang
pada umumnya dilakukan oleh pada pembudidaya ikan. Rancangan percobaan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap, dengan
empat perlakuan dan tiga ulangan pada setiap perlakuan. Model rancangan yang
digunakan yaitu :
Keterangan: Yij = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah data pengamatan
I = pengaruh perlakuan ke-i
= galat percobaan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
6
2.3 Prosedur Pendederan
2.3.1 Persiapan Wadah
Pendederan dilakukan pada sistem outdoor dengan tujuan agar lingkungan
pemeliharaan sama seperti yang diaplikasikan para pembudidaya. Wadah
pemeliharaan dilengkapi oleh penutup terpal untuk menjaga kualitas dan kuantitas
air pada saat hujan. Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak fiber
berukuran 60 x 40 x 50 cm sebanyak 12 unit (Lampiran 1). Wadah dicuci bersih,
dijemur, disusun sejajar di atas pematang kolam, dan dilakukan pengisian air
hingga ketinggian air 40 cm atau 96 liter/wadah. Air yang digunakan pada saat
penebaran benih berasal dari kolam dengan kualitas air yang ideal bagi
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan lele Sangkuriang. Menurut
Mahyuddin (2008), kualitas air yang ideal untuk ikan lele yaitu: kisaran suhu 25-
30 oC, kisaran pH 6,5-8, DO >3 mg/l, amoniak < 1 mg/l, nitrit < 0,1 mg/l, dan
nitrat < 2 mg/l. Pada penelitian ini tidak dilakukan pergantian air selama 21 hari
masa pemeliharaan.
2.3.2 Penebaran Benih
Ikan uji yang digunakan dalam penelitian adalah benih lele Sangkuriang
yang merupakan hasil pembenihan dari Instalasi Riset Lingkungan Perikanan
Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor. Panjang total benih yang
digunakan yaitu 3,94±0,44 cm dengan bobot 0,79±0,01 g/ekor. Menurut
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2012), padat tebar yang baik untuk
benih berukuran 5-8 cm adalah 75-100 ekor/m2, tetapi sudah banyak
pembudidaya yang menggunakan padat penebaran 1000-1500 ekor/m2. Padat
tebar yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 ekor/liter, sehingga setiap bak
fiber dengan volume 96 liter dapat ditebar 192 ekor benih (800 ekor/m2). Benih
yang ditebar bebas dari penyakit dan ukurannya seragam. Untuk diperoleh benih
tersebut dilakukan proses sortasi dan grading. Benih terlebih dahulu digrading
menggunakan baskom ukur untuk diperoleh ukuran yang seragam. Setelah itu
akan dipilih benih yang bebas dari penyakit (sortir). Ciri-ciri fisik benih ikan lele
yang bebas dari penyakit yaitu: aktif, berwarna cerah, tidak berselaput, tidak
terdapat luka, kelengkapan organ tubuh, bentuk tubuh proporsional, dan nafsu
7
makannya baik. Penebaran dilakukan pada saat suhu rendah yaitu pada pagi hari
melalui proses aklimatisasi untuk mengurangi stres pada benih.
2.3.3 Pemberian Pakan
Jenis pakan yang digunakan berupa pelet apung komersial berdiameter 1,2
– 2 mm/butir dengan kandungan protein sebesar 38%. Pemberian pakan pada
setiap perlakuan disesuai dengan frekuensi yang telah ditentukan. Pemberian
pakan dilakukan sedikit demi sedikit hingga ikan kenyang (at satiation) yang
ditandai menurunnya respons ikan terhadap pakan yang diberikan. Hal ini
dilakukan untuk menghindari sisa pakan yang dapat merusak kualitas air. Pakan
yang tidak termakan dikumpulkan dan dijemur untuk ditimbang jumlahnya.
Pemberian pakan dalam sehari dimulai pada pukul 08.00 WIB dan berakhir
pada pukul 24.00 WIB. Pemberian pakan setelah pukul 24.00 WIB tidak
dilakukan karena kebutuhan oksigen pada ikan meningkat setelah makan,
sedangkan kadar oksigen di perairan pada dini hari mulai menurun sehingga dapat
merusak kualitas air dan membahayakan kelangsungan hidup benih.
2.4 Pengamatan
Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah derajat kelangsungan hidup,
pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot spesifik, tingkat konsumsi
pakan, efisiensi pemberian pakan, kualitas air, dan efisiensi ekonomi. Sampling
dilakukan 7 hari sekali dengan mengambil 30 ekor ikan sampel pada masing-
masing wadah untuk diukur bobot dan panjangnya.
2.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangsungan hidup merupakan perbandingan populasi ikan pada
akhir pemeliharaan dengan awal pemeliharaan yang dinyatakan dalam satuan
persen (%). Penghitungan derajat kelangsungan hidup ini dapat menggunakan
rumus Goddard (1996) yaitu:
dengan : SR = Derajat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah populasi ikan pada akhir pemeliharaan(ekor)
N0 = Jumlah populasi ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
8
2.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak adalah besarnya peningkatan ukuran
panjang rata-rata pada benih selama masa pemeliharaan. Pertumbuhan panjang
mutlak dapat dihitung dengan rumus Effendie (1979) :
Lm = Lt – Lo
dengan : Lm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)
Lt = Panjang benih pada akhir pengamatan (cm)
Lo = Panjang benih pada awal pengamatan (cm)
2.4.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian
Laju pertumbuhan bobot harian merupakan besarnya peningkatan bobot
rata-rata benih berdasarkan waktu pemeliharaan. Pengukuran bobot dilakukan
dengan pengambilan contoh sebanyak 30 ekor setiap wadah pemeliharaan.
Pengukuran bobot menggunakan timbangan digital dengan ketelitian hingga 0,01
g. Laju pertumbuhan bobot harian dapat dihitung dengan rumus Huisman (1987):
(√
)
dengan :GR = Laju pertumbuhan bobot harian (%)
Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir (g)
W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal (g)
t = Lama Pemeliharaan (hari)
2.4.4 Tingkat Konsumsi Pakan
Tingkat konsumsi pakan (feed intake) adalah jumlah pakan yang
dikonsumsi oleh ikan selama masa pemeliharaan. Nilai konsumsi pakan diperoleh
dari total selisih antara jumlah pakan yang akan diberikan dengan jumlah pakan
sisa pada setiap waktu pemberian pakan. Untuk menghitung tingkat konsumsi
pakan dapat digunakan rumus (Sultoni et al., 2006) :
FI = Po – Pt
Nt
9
dengan : FI = Tingkat konsumsi pakan (g/ekor)
Po = Bobot pakan awal (g)
Pt = Sisa pakan pada waktu ke t (g)
Nt = Jumlah populasi ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
2.4.5 Efisiensi Pemberian Pakan
Efisiensi pemberian pakan (EPP) merupakan perbandingan dari
pertumbuhan bobot ikan saat panen dengan jumlah pakan yang dihabiskan selama
masa pemeliharaan yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Menurut
Zonneveld et al. (1991), penghitungan EPP dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
(( )
)
dengan: EPP = Efisiensi pakan (%)
Wt = Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (g)
W0 = Biomassa ikan pada awal pemeliharaan (g)
Wd = Biomassa ikan mati pada waktu pemeliharaan (g)
F = Jumlah pakan yang diberikan (g)
2.4.6 Koefisien Keragaman Panjang
Keseragaman ukuran panjang pada saat panen dapat diketahui melalui
penghitungan koefisien keragaman panjang. Keragaman panjang merupakan
persentase dari simpangan baku panjang ikan sampel terhadap nilai tengahnya.
Penghitungannya dapat dilakukan dengan rumus Steel dan Torrie (1991):
(
)
dengan : KKP = Koefisien keragaman panjang
S = Simpangan baku
Y = Rata-rata contoh
2.4.7 Fisika-Kimia Air
Parameter fisika-kimia air yang diukur adalah suhu, pH, oksigen
terlarut/dissolved oxygen, amoniak, nitrit, dan nitrat. Pengukuran amoniak, nitrit,
dan nitrat dilakukan setiap satu minggu sekali pada pukul 08.00 WIB di
10
Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer.
Pengukuran suhu dilakukan dengan merendam thermometer dalam setiap wadah
pemeliharaan selama 10-15 detik. Pengukuran pH diukur menggunakan pH meter
dengan cara mencelupkan ujung pH meter ke dalam air yang akan diukur nilai
pHnya. Sebelum digunakan ujung pH meter dibilas terlebih dahulu dengan air
bersih dan dikering anginkan. Nilai yang tertera pada pH meter merupakan nilai
derajat keasaman perairan tersebut. Pengukuran oksigen terlarut dalam perairan
menggunakan DO meter dengan cara membilas ujung DO meter dengan air besih
lalu dicelupkan pada air yang oksigen terlarutnya akan diukur. Nilai yang tertera
pada DO meter merupakan nilai oksigen terlarut yang terkandung pada perairan
yang diukur.
Nilai amoniak diperoleh dari hasil pengukuran nilai TAN (Total Amoniak
Nitrogen) melalui metode spektrofotometri. Nilai TAN yang didapat dapat
dikonversi untuk mengetahui nilai dari amoniak dengan rumus Albert (1973):
NH3 = TAN
(1 + 10 pKa-pH
)
Nilai pKa dapat dihitung dengan rumus Emerson (1975) :
pKa = 0,09018 + 2729,92
T+273
dengan : NH3 : Nilai Amoniak (mg/l)
TAN : Total Amoniak Nitrogen (mg/l)
pH : Derajat Keasaman
T : Suhu (oC)
Pengukuran nitrit menggunakan metode spektrofotometri yaitu dengan
mengambil air sampel yang berada di kolom perairan menggunakan botol sampel,
kemudian diambil 25 ml air sampel ke dalam gelas Beaker, kemudian
ditambahkan 5 tetes sulfanilamide, 5 tetes NED, dihomogenkan, dan didiamkan
selama 15 menit selanjutnya dimasukkan pada spektrofotometri pada panjang
gelombang cahaya 543 nm. Toksisitas nitrit dipengaruhi oleh spesies ikan, ukuran
ikan, serta salinitas perairan (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Pengukuran nitrat
11
menggunakan metode spektrofotometri yaitu dengan mengambil air sampel yang
berada di kolom perairan menggunakan botol sampel, kemudian diambil 5 ml air
sampel ke dalam gelas Beaker, kemudian ditambahkan 0,5 µl brucine + 5 ml
H2SO4, homogenkan, dan diamkan hingga dingin selanjutnya dimasukan pada
spektrofotometri dengan gelombang cahaya 410 nm.
2.4.8 Analisis Ekonomi
Profit merupakan selisih lebih antara harga pokok dan biaya yang
dikeluarkan dengan penjualan. Keuntungan dapat dihitung menggunakan rumus
(Martin et al., 1991) :
Keuntungan = Penerimaan – Biaya Produksi Total
Rasio R/C merupakan perbandingan antara peneriamaan dan biaya total
yang dikeluarkan untuk menghitung kalayakan suatu usaha. Suatu usaha
dikatakan layak jika nilai rasio R/C bernilai diatas 1 (Rahardi et al., 1998).
Penghitungan rasio R/C dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Rasio R/C = Total Pendapatan
Total Biaya
Harga pokok produksi adalah nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi 1 unit produk yang dapat dihitung menggunakan rumus berikut
(Rahardi et al., 1998) :
HPP = Biaya Produksi Total
Nilai Hasil Produksi
2.5 Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta
dianalisis secara statistika menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan
SPSS 16.0; Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F digunakan untuk
menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang
diamati pada masing-masing perlakuan. Apabila berpengaruh nyata, untuk
melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan Uji
Tukey pada selang kepercayaan 85 dan 95%. Untuk parameter kualitas air dan
pendukung lainnya dianalisis secara deskriptif.
12
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung
Berdasarkan data (Gambar 1), volume lambung benih ikan lele Sangkuriang
pada menit ke-0 yaitu 94,3%. Berdasarakan data (Lampiran 2), jumlah pakan
yang termakan pada pengamatan menit ke-0 sebanyak 0,071 g, sedangkan pakan
yang berhasil dikumpulkan sebanyak 0,067 g. Volume lambung menurun secara
eksponensial seiring bertambahnya waktu pengamatan. Kondisi lambung benih
pada menit ke-90 sudah berkurang hingga 50%. Penurunan volume lambung terus
terjadi hingga 2,7% pada menit ke-240 atau 4 jam setelah proses makan dimulai.
Pada pengamatan menit ke-240 sudah terdapat benih yang lambungnya kosong.
Volume lambung benih pada menit ke-270 yaitu 0% atau sudah tidak terdapat
sisa pakan pada seluruh ikan uji. Berdasarakan data (Lampiran 2), jumlah pakan
yang termakan pada pengamatan menit ke-240 sebanyak 0,074 g, sedangkan
pakan yang berhasil dikumpulkan sebanyak 0,002 g. Kondisi ini menunjukkan
bahwa laju pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang mencapai
puncaknya pada menit ke 240 - 270 atau 4 – 4,5 jam setelah proses makan
dimulai. Berdasarkan data waktu pengosongan lambung, diperoleh persamaan
y = 0,001x2 – 0,753x + 104,7.
Gambar 1. Waktu pengosongan lambung ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada
suhu antara 27– 28oC.
y = 0,001x2 - 0,753x + 104,7
0
20
40
60
80
100
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270
Volu
me
Lam
bu
ng (
%)
Menit ke-
R2 = 0,908
13
3.1.2 Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangsungan hidup pada ikan lele Sangkuriang dari yang
tertinggi hingga yang terendah selama 21 hari masa pemeliharaan secara
berurutan terdapat pada frekuensi pemberian pakan 5, 9, 2, dan 3 kali/hari dengan
nilai masing-masing 96, 94, 93, dan 92% (Gambar 2). Berdasarakan data
(Lampiran 3), diketahui jumlah ikan yang mati pada setiap perlakuan berbeda-
beda. Kondisi fisik ikan lele yang mati yaitu warnanya pudar dan mengambang
kaku di permukaan air. Kematian pada benih terjadi setelah proses penebaran
awal, sampling I, dan sampling II dikarenakan pengukuran yang terlalu lama.
Pengaturan frekuensi pemberian pakan yang berbeda tidak mempengaruhi derajat
kelangsungan hidup pada pendederan ikan lele Sangkuriang (Lampiran 4).
Gambar 2.Derajat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang sama
dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda
nyata.
3.1.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan lele Sangkuriang bertambah
seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan. Frekuensi pemberian pakan 9
kali/hari memberikan pertumbuhan panjang mutlak ikan lele tertinggi yaitu
3,98±0,05 cm/ekor (Gambar 3). Pada frekuensi pemberian pakan 5 dan 3 kali/hari
terjadi pertumbuhan panjang mutlak ikan lele dengan nilai masing-masing
3,74±0,02 dan 3,34±0,05 cm/ekor. Nilai pertumbuhan panjang mutlak ikan lele
terendah terjadi pada frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari dengan nilai
14
2,78±0,08 cm/ekor. Frekuensi pemberian pakan berbeda pada setiap perlakuan
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang
(P<0,05) (Lampiran 6).
Gambar 3. Pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang
berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda
nyata (p<0,05).
3.1.4 Laju Pertumbuhan Bobot Harian
Berdasarakan data (Lampiran 7), diketahui pertumbuhan biomassa ikan
lele Sangkuriang setiap minggu pada setiap perlakuan. Laju pertumbuhan bobot
harian ikan lele Sangkuriang pada akhir pemeliharaan yang diberikan pakan
dengan frekuensi 5, 9, 3, dan 2 kali/hari adalah 4,39±0,14, 4,38±0,17, 3,37±0,12,
dan 1,92±0,38 %/hari (Gambar 4). Frekuensi pemberian pakan 9 dan 5 kali/hari
memberikan laju pertumbuhan bobot harian ikan lele tertinggi, kemudian diikuti
oleh frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari dan 2 kali/hari. Berdasarakan analisis
statistik diketahui bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari
tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan
perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,05) (Lampiran 8).
15
Gambar 4.Laju pertumbuhan bobot harian ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang
berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda
nyata (p<0,05).
3.1.5 Tingkat Konsumsi Pakan
Berdasarkan data (Lampiran 9), diketahui jumlah pakan yang
dihabiskan selama masa pemeliharaan. Tingkat konsumsi pakan tertinggi pada
akhir masa pemeliharaan terdapat pada perlakuan dengan frekuensi pemberian
pakan 9 kali/hari dengan nilai rata-rata 455,27 g. Berdasarakan grafik
(Gambar 5), tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang tertinggi pada
akhir masa pemeliharaan yakni sebesar 2,52±0,06 g/ekor pada frekuensi
pemberian pakan 9 kali/hari, sedangkan terendah pada pemberian pakan 2
kali/hari dengan nilai 2,05±0,13 g/ekor. Tingkat konsumsi pakan pada setiap
perlakuan meningkat seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan harian.
Berdasarakan analisis statistik (Lampiran 10), frekuensi pemberian pakan 9
kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 2 dan 3 kali/hari, namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari (p>0,15).
16
Gambar 5. Tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang
berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda
nyata (p<0,15).
3.1.6 Efisiensi Pemberian Pakan
Berdasarkan data (Lampiran 9), diketahui bahwa rata-rata nilai efisiensi
pemberian pakan tertinggi terdapat pada frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari
dengan nilai 99,22±4,73 %. Berdasarakan analisis statistik (Lampiran 11),
diketahui bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak
berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan
perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,15). Berdasarakan grafik (Gambar 6), diketahui
nilai efisiensi pemberian pakan pada perlakuan 2, 3, 5 dan 9 kali/hari adalah
71,68, 84,37, 99,22, dan 96,76 %.
Gambar 6.Efisiensi pemberian pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang
berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda
nyata (p<0,15).
17
3.1.7 Koefisien Keragaman Panjang
Berdasarakan grafik (Gambar 7), nilai koefisien keragaman panjang ikan
lele Sangkuriang pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari masing-
masing adalah 14±0,02, 13±0,01, 12±0,01, dan 11±0,01%. Berdasarakan grafik
(Gambar 7), terlihat bahwa keragaman panjang pada setiap perlakuan menurun
seiring meningkatnya frekuensi pemberian pakan harian. Berdasarakan analisis
statistik (Lampiran 12), diketahui bahwa frekuensi pemberian pakan harian tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai koefisien keragaman panjang benih ikan lele
(p>0,05).
Gambar 7.Koefisien keragaman panjang ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang
sama dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda
nyata (p>0,05).
3.1.8 Fisika-Kimia Air
Rata-rata nilai suhu pada setiap perlakuan cenderung stabil (Gambar 8),
berkisar antara 25 - 30 oC. Pengukuran suhu dalam 24 jam dilakukan setiap 7 hari
sekali dengan periode 2 jam sekali. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui
nilai suhu terendah terjadi antara pukul 04.00 - 06.00 WIB yaitu berkisar antara
25 – 26 oC. Nilai suhu tertinggi terjadi antara pukul 14.00 – 16.00 WIB yaitu
berkisar antara 30 – 31 oC. Fluktuasi suhu pada wadah pemeliharaan tidak
mempengaruhi respon ikan terhadap pakan yang diberikan pada setiap perlakuan.
18
Gambar 8. Suhu media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
Berdasarkan data (Gambar 9), derajat keasaman pada setiap perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Diketahui rata-rata nilai pH pada setiap
perlakuan cenderung stabil. Nilai pH tertinggi terjadi antara pukul 10.00 – 16.00
WIB dengan kisaran pH 7,2 – 7,6. Nilai pH terendah terjadi pada pukul 12.00-
02.00 WIB dengan nilai ph di bawah 6,4. Pengukuran pH dalam 24 jam dilakukan
setiap 7 hari sekali dengan periode 2 jam sekali. Kisaran pH pada setiap
perlakuan selama masa pemeliharaan berkisar antara 6,2 –7,6. Fluktuasi nilai pH
dalam sehari tidak mempengaruhi respon ikan terhadap pakan yang diberikan
pada setiap perlakuan.
Gambar 9. Nilai pH media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
25.0
26.0
27.0
28.0
29.0
30.0
31.0
Su
hu
(o
C)
Jam ke-
2 kali/hari
3 kali/hari
5 kali/hari
9 kali/hari
6.20
6.40
6.60
6.80
7.00
7.20
7.40
7.60
Der
aja
t K
easa
ma
n
Jam ke-
2 kali/hari
3 kali/hari
5 kali/hari
9 kali/hari
19
Pengukuran oksigen terlarut dalam 24 jam dilakukan setiap 7 hari sekali
dengan periode 2 jam sekali. Berdasarkan data (Gambar 10), diperoleh rata-rata
nilai oksigen terlarut pada setiap waktu pengamatan berkisar antara 2 - 8 mg/l.
Nilai oksigen terlarut tertinggi pada setiap perlakuan terjadi pada pukul 14.00
WIB dengan kandungan oksigen terlarut berkisar antara 7 - 8 mg/l. Nilai oksigen
terlarut terendah pada setiap perlakuan berkisar antara 2 – 4 mg/l pada waktu
pengamatan pukul 04.00 WIB. Fluktuasi nilai oksigen terlarut pada wadah
pemeliharaan tidak mempengaruhi respon ikan terhadap pakan yang diberikan
pada setiap perlakuan.
Gambar 10. Oksigen terlarut media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias
sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
Kandungan amoniak pada media pemeliharaan benih ikan lele Sangkuriang
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari berkisar antara 0.0001 –
0.0229 ppm. Berdasarkan data (Gambar 11) diketahui pada frekuensi pemberian
yang semakin sering maka nilai amoniak pada setiap perlakuan cenderung
meningkat. Nilai amoniak tertinggi pada akhir masa pemeliharaan terjadi pada
frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai 0,0229 mg/l. Nilai amoniak
yang berbeda pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap respon
ikan terhadap pakan yang diberikan.
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
Ok
sig
en T
erla
rut
(mg
/l)
Jam ke-
2 kali/hari
3 kali/hari
5 kali/hari
9 kali/hari
20
Gambar 11.Kandungan amoniak media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9
kali/hari.
Berdasarkan data pada minggu ke-I diketahui nilai nitrit tertinggi terdapat
pada perlakuan pemberian pakan 2 kali/hari dengan nilai 0,523 ppm (Gambar 12).
Kandungan nitrit pada media pemeliharaan benih ikan lele Sangkuriang dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari cenderung menurun hingga
akhir pemeliharaan yaitu di bawah 0,15 mg/l. Kandungan nitrit yang berbeda
pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap respon ikan terhadap
pakan yang diberikan. Nilai nitrit terendah pada akhir masa pemeliharaan terdapat
pada frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari dengan nilai 0,041 ppm.
Gambar 12. Kandungan nitrit media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias
sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
0.000
0.020
0.040
0.060
0.080
I II III IV
Ka
nd
un
ga
n a
mo
nia
k
(mg
/l)
Minggu ke-
2 kali/hari
3 kali/hari
5 kali/hari
9 kali/hari
0.000
0.150
0.300
0.450
0.600
I II III IV
Ka
nd
un
gan
nit
rit
(mg/l
)
Minggu ke-
2 kali/hari
3 kali/hari
5 kali/hari
9 kali/hari
21
Berdasarakan data (Gambar 13) diketahui nilai nitrat pada setiap
perlakuan mengalami penurunan pada minggu ke-II. Nilai nitrat mengalami
peningkatan kembali pada minggu ke-III dan IV. Kandungan nitrat pada akhir
pemeliharaan benih ikan lele Sangkuriang berkisar antara 0,456 – 0,718 mg/l.
Nilai nitrat terendah pada akhir pemeliharaan terdapat pada frekuensi pemberian
pakan 2 kali/hari. Kandungan nitrat yang berbeda pada setiap perlakuan tidak
memberikan pengaruh terhadap respon ikan terhadap pakan yang diberikan.
Gambar 13. Kandungan nitrat media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9
kali/hari.
3.1.9 Analisis Ekonomi
Nilai profit merupakan selisih antara pendapatan dengan total biaya
produksi. Nilai pendapatan pada penelitian ini diperoleh dari data populasi pada
akhir masa pemeliharaan. Benih dikelompokan pada ukurannya masing-masing
lalu dikalikan dengan harga jual benih berdasarakan harga yang sesuai.
Sedangkan biaya produksi pada penelitian ini diperoleh dari data jumlah pakan
yang dikonsumsi. Nilai profit tertinggi terdapat pada perlakuan dengan frekuensi
pemberian pakan 9 kali/hari yaitu Rp. 17.498,00 dengan derajat kelangsungan
hidup 94% dan pertumbuhan panjang mutlak 3,98 cm/ekor. Nilai profit terendah
terdapat pada perlakuan 2 kali/hari dengan nilai Rp. 14.227,00 dengan derajat
kelangsungan hidup 93% dan pertumbuhan panjang mutlak 2,78 cm/ekor.
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
I II III IV
Kan
du
ngan
nit
rat
(mg
/l)
Minggu ke-
2 kali/hari
3 kali/hari
5 kali/hari
9 kali/hari
22
Perlakuan dengan pemberian pakan 9 kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 5,
3, dan 2 kali/hari (Lampiran 13). Nilai profit pada setiap perlakuan meningkat
seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan harian.
Gambar 14. Nilai Profit pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Claria sp. dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang
berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda
nyata (p<0,05).
Nilai rasio R/C terbaik terdapat pada perlakuan dengan frekuensi
pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai 2,6. Nilai rasio R/C pada perlakuan 5, 3,
dan 2 kali/hari yaitu 2,4. Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari
berbeda nyata dengan perlakuan 5, 3, dan 2 kali/hari (Lampiran 14).
Gambar 15. Nilai rasio R/C pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf
yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang
berbeda nyata (p<0,05).
23
Harga pokok produksi (HPP) pada perlakuan 9 kali/hari tidak berbeda
nyata dengan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari (Lampiran 15). Harga pokok
produksi tertinggi (Gambar 10), terdapat pada perlakuan 5 kali/hari dengan nilai
Rp. 62,04 /ekor, sedangkan nilai harga pokok produksi terendah terdapat pada
perlakuan 2 kali/hari dengan nilai Rp. 57,83 /ekor.
Gambar 16.Nilai harga pokok produksi (HPP) pemeliharaan ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5,
dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan
pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).
3.2 Pembahasan
Menurut Vahl (1979) dua hal yang mempengaruhi laju pertumbuhan
dalam suatu sitem budidaya yaitu jumlah maksimum pakan yang dikonsumsi
dalam satu kali makan dan laju pengosongan lambung yang terkait langsung
dengan frekuensi pengambilan pakan. Pada umumnya ikan akan mengkonsumsi
pakan yang diberikan karena faktor rasa lapar atau kondisi lambung yang kosong.
Faktor yang berperan dalam penundaan munculnya rasa lapar adalah kadar
metabolit dalam darah (Affandi, 2004). Metabolisme merupakan konversi nutrien
ke dalam energi melalui reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup
yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Fujaya, 2002).
Berdasarkan data (Gambar 1), dalam kisaran suhu 27 – 28oC waktu
pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang mencapai puncaknya
pada menit 240 hingga 270 atau 4 - 4,5 jam setelah proses makan dimulai. Selain
dipengaruhi oleh suhu dan oksigen terlarut, nilai kecernaan pakan yang
24
dikonsumsi juga berpengaruh terhadap laju metabolisme. Waktu pengosongan
lambung merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan isi lambung
setelah proses makan dimulai. Waktu pengosongan lambung berhubungan erat
dengan laju metabolisme yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
lingkungan (suhu dan DO), morfologi, ukuran, usia, jenis kelamin, jumlah pakan,
serta kualitas pakan (Handajani, 2010).
Frekuensi pemberian pakan adalah jumlah waktu ikan untuk makan dalam
sehari. Umumnya semakin kecil ukuran ikan frekuensi pemberian pakan harian
semakin banyak. Frekuensi pemberian pakan dihitung dalam waktu 24 jam.
Setiap jenis ikan mempunyai kebiasaan makan dan frekuensi pemberian pakan
yang berbeda (Gusrina, 2008). Menurut Affandi (2004), penetapan frekuensi
pemberian pakan pada satu jenis ikan harus didasarkan pada data tentang
kemampuan mencerna (laju pengosongan lambung) dan laju metabolisme ikan
tersebut. Frekuensi pemberian pakan pada ikan sangat penting diperhatikan pada
kegiatan budidaya karena akan berpengaruh terhadap jumlah pakan yang
dikonsumsi dan efisiensi pakan. Menurut Affandi (2004), dalam kondisi suhu
tertentu, besarnya tingkat konsumsi pakan berpengaruh terhadap laju
pengosongan lambung, semakin banyak makanan yang dikonsumsi semakin lama
lambung menjadi kosong.
Feeding periodicity dapat didefinisikan sebagai jeda/jangka waktu yang
dibutuhkan untuk kembali memberikan pakan pada satu jenis ikan budidaya
secara terkontrol berdasarkan kapasitas daya tampung lambung. Berdasarkan data
penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, maka feeding periodicity yang
sesuai dengan laju pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. adalah 4 - 4,5 jam sekali. Menurut Walsh dan Lindberg (1986) pagi
hari hingga sore hari adalah waktu yang baik untuk memberikan pakan dan
sebaiknya ikan lele tidak diberikan pakan pada malam hari, karena kebutuhan
oksigen pada ikan akan meningkat setelah proses makan dan kandungan oksigen
dalam perairan pada malam hari umumnya menurun. Pada umumnya jumlah
pakan yang dikonsumsi ikan lele pada malam hari lebih banyak daripada pagi
atau siang hari, hal ini dikarenakan ikan lele bersifat nokturnal (Walsh dan
25
Lindberg, 1986). Hal ini berdampak pada proses metabolisme pada ikan akan
berlangsung lebih lama. Pada penelitian ini pemberian pakan dilakukan mulai
pukul 08.00 hingga 24.00 WIB.
Sistem pemberian pakan dengan metode sekenyangnya (at satiation)
hingga respon ikan terhadap pakan menurun, merupakan suatu upaya para
pembudidaya untuk memberikan pakan pada ikan dalam jumlah yang dibutuhkan.
Metode pemberian pakan ini umumnya digunakan pada kegiatan budidaya
dengan jenis pakan apung atau pakan hidup. Menurut Schmidt (1990), usus yang
dimiliki ikan lele lebih pendek dari panjang badannya. Hal ini merupakan ciri
khas jenis ikan karnivora. Oleh karena itu dibutuhkan pakan berprotein tinggi
agar mudah terserap oleh usus yang pendek tersebut. Jenis pakan yang digunakan
pada pendederan ikan lele Sangkuriang adalah pakan dengan kandungan protein
minimal 30%.
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4) dapat disimpulkan bahwa
pengaturan frekuensi pakan pada setiap perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele Sangkuriang. Tingkat
kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang pada setiap perlakuan berkisar antara
92,36±2,41% hingga 96,18±1,2%. Kematian benih pada penelitian ini
dikarenakan lamanya waktu pengukuran pada saat penebaran dan sampling. Ikan
yang mati selama penelitian memiliki ciri-ciri warna kulit yang pudar, kaku, serta
mengambang di permukaan air. Faktor kematian dan kanibalisme yang rendah
selama masa pemeliharaan dikarenakan benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
merupakan benih unggulan yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk
serta sifat kanibalisme yang lebih rendah daripada jenis ikan lele lainnya. Selain
itu padat tebar yang digunakan pada awal pemeliharaan (800 ekor/m2) merupakan
kepadatan yang jauh dari carrying capacity benih berukuran 3-4 cm. Menurut
Mahyuddin (2013) padat tebar yang baik untuk benih lele berukuran 3-4 cm
adalah 1500 ekor/m2, sedangkan padat tebar untuk benih berukuran 5-6 cm adalah
800 ekor/m2.
Berdasarkan tabel analisis ragam (Lampiran 6), diketahui bahwa pengaturan
frekuensi pemberian pakan pada pendederan ikan lele Sangkuriang berpengaruh
26
nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak (p<0,05). Berdasarkan data (Gambar
3), pertumbuhan panjang mutlak pada setiap perlakuan berkisar antara
3,98±0,046 - 2,78±0,076 cm/ekor. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian
pakan dengan frekuensi yang lebih sering akan meningkatkan laju pertumbuhan
panjang pada benih ikan lele Sangkuriang. Pengaturan frekuensi pemberian pakan
berdasarkan tingkat pengosongan lambung diharapkan akan menjaga kondisi
lambung ikan agar selalu memperoleh asupan makanan sebagi sumber energi
untuk beraktifitas serta pertumbuhan.
Berdasarkan analisis data pertumbuhan bobot spesifik (Lampiran 8)
diketahui bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak
berbeda nyata dengan frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari (p>0,05).
Pertumbuhan bobot spesifik pada setiap perlakuan berkisar antara 4,39±0,14 -
1,92±0,38 %/hari. Sumber energi yang diperoleh dari pakan akan dimanfaatkan
ikan terlebih dahulu untuk energi pemeliharaan, kelebihan input energi pada ikan
akan dimanfaatkan untuk energi pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan Fujaya
(2002), pada kondisi tertentu tidak semua pakan yang termakan dimanfaatkan
oleh ikan untuk pertumbuhan melainkan sebagai energi untuk proses metabolisme
basal / pemeliharaan.
Pertumbuhan panjang mutlak pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari
berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun laju pertumbuhan bobot
harian pada perlakuan 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5
kali/hari. Model pertumbuhan pada perlakuan 9 kali/hari bersifat allometrik
negatif pada akhir pemeliharaan, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan bobot. Menurut Hepher dan Pruginin (1981),
pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal (keturunan, jenis
kelamin, usia) dan faktor eksternal (lingkungan dan pakan). Selain dipengaruhi
oleh frekuensi pemberian pakan, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kualitas
jumlah pakan yang dikonsumsi.
Menurut Webster dan Lin (2002), pemberian pakan dengan kandungan
protein yang tepat sangat berperan dalam menunjang pertumbuhan yang optimal
bagi Catfish. Aktivitas makan pada ikan berhubungan erat dengan selera makan
27
yang juga berhubungan dengan jumlah pakan yang dimakan (food intake).
Tingkat konsumsi pakan pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak
berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan
perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,15) (Lampiran 10). Berdasarkan data (Gambar 5)
diketahui tingkat konsumsi pakan pada setiap perlakuan berkisar antara 2,05±0,13
– 2,52±0,06 g/ekor. Pada umumnya semakin banyak aktivitas ikan, maka akan
semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan
membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak
jumlahnya (Mujiman, 1984).
Nilai efisiensi pemberian pakan pada perlakuan dengan frekuensi 9
kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pakan 5 kali/hari,
namun berbeda nyata dengan perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,15) (Lampiran 11).
Berdasarkan data (Gambar 6) diketahui nilai efisiensi pemberian pakan pada
setiap perlakuan berkisar antara 99,22±4,73 % - 71,68±9,77 %. Semakin tinggi
nilai efisiensi pemberian pakan maka nilai FCR akan semakin menurun.
Frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari memiliki nilai efisiensi pakan tertinggi.
Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari memiliki nilai efisiensi
pakan terendah, hal ini dikarenakan ikan sempat mengalami masa lapar yang
mengakibatkan energi yang ada dimanfaatkan untuk bertahan dan tidak ada
kelimpahan energi untuk pertumbuhan.
Ikan bersifat poikilotermal, sehingga pada temperatur air yang meningkat
maka laju metabolisme dan nafsu makan ikan mengalami peningkatan, sedangkan
apabila terjadi penurunan temperatur air maka nafsu makan ikan juga menurun
(Heath, 1995). Meningkatnya laju metabolisme ini harus diimbangi dengan
pasokan pakan yang diperoleh dari lingkungannya (Zonneveld et al., 1991).
Umumnya suhu dan kandungan oksigen terlarut pada siang hari lebih tinggi dari
pada malam hari, karena dipengaruhi oleh faktor pencahayaan sinar matahari.
Selain meningkatkan suhu perairan, sinar matahari juga dapat memacu proses
fotosintesis fitoplankton yang dapat meningkatkan oksigen terlarut pada siang
hari. Menurut Peres (1981), suhu dan oksigen terlarut berpengaruh terhadap
penyerapan nutrien pada usus ikan.
28
Oksigen diperlukan oleh sel tubuh untuk berbagai reaksi metabolisme.
Kandungan oksigen yang rendah akan menghambat proses metabolisme pada
ikan. Rendahnya kadar oksigen pada suatu lingkungan perairan menyebabkan
ikan harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat pernafasannya untuk
proses respirasi. Volume air yang besar tentu membutuhkan energi yang jauh
lebih besar untuk memompa volume air ke permukaan alat pernafasan. Pada ikan
lele selain memiliki insang, ikan ini juga mempunyai alat pernafasan tambahan
yaitu arborescent organ yang berfungsi untuk mengambil langsung oksigen dari
udara pada saat nilai oksigen terlarut pada perairan rendah (Fujaya, 2008).
Menurut Salmin (2000), sumber utama oksigen dalam perairan berasal dari proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut.
Suhu optimum untuk kegiatan budidaya ikan lele sangkuriang Clarias sp.
berkisar antara 25 - 300C (Mahyuddin, 2008). Berdasarkan data selama masa
pemeliharaan diperoleh kisaran suhu antara 25,7 – 30,3 oC merupakan kisaran
suhu yang dapat ditoleransi oleh benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. selama
pemeliharaan. Sedangkan tingkat oksigen terlarut selama pemeliharaan berkisar
antara 2,83 mg/l – 7,35 mg/l. Nilai oksigen terlarut yang ideal untuk budidaya
ikan lele adalah >3mg/l (Mahyuddin, 2008). Semakin dalam perairan maka
oksigen terlarut akan semakin rendah, dikarenakan oksigen pada kolom perairan
sudah mulai dimanfaatkan untuk proses respirasi oleh organisme dan proses
oksidasi bahan organik dan anorganik (Salmin, 2005). Menurut Fujaya (2008)
yaitu kelarutan oksigen dalam perairan menurun dengan meningkatnya suhu dan
mencapai nol pada air mendidih.
Derajat keasaman (pH) selama masa pemeliharaan berkisar antara 6,34 -
7,46. Menurut Darseno (2010) pH atau derajat keasaman perairan yang ideal
untuk budidaya ikan lele yaitu pada kisaran 6,5-8. Fluktuasi nilai derajat
keasaman harian selama pemeliharaan masih dalam batas toleransi bagi
pertumbuhan ikan lele Sangkuriang. Nilai pH yang tidak stabil akan mengganggu
metabolisme dan daya tahan ikan terhadap serangan penyakit. Nilai pH pada
kisaran 4,5 – 5,5 akan menyebabkan proses nitrifikasi terhambat, algae hijau
29
berfilamen semakin banyak, dan menurunnya keanekaragaman dan komposisi
jenis plankton, perifiton, dan benthos (Effendi, 2000).
Amoniak merupakan limbah perairan yang berasal dari sisa pakan maupun
zat buangan hasil metabolisme hewan akuatik. Menurut Gunanrdi dan Hafsari
(2008), pasokan amoniak ke dalam perairan budidaya sebesar 75% dari kadar
nitrogen dalam pakan. Kandungan amoniak dalam jumlah tinggi akan manjadi
toksik jika kandungan oksigen terlarut di perairan rendah (Budi, 2009). Nilai
amoniak pada setiap perlakuan canderung stabil dan meningkat pada hari ke-21
pemeliharaan. Semakin sering ikan diberikan pakan maka kandungan amoniak
pada perairan semakin tinggi. Peningkatan nilai amoniak ini disebabkan
meningkatnya bahan organik dan hasil metabolisme ikan yang tidak seimbang
dengan pertumbuhan bakteri nitrosomonas pada perairan sehingga proses
nitrifikasi berjalan lambat. Nilai amoniak tertinggi terjadi pada akhir
pemeliharaan pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai 0,0229
mg/l. Menurut Mahyuddin (2008), kandungan amoniak total yang baik pada
kegiatan budidaya lele tidak melebihi 1 mg/l. Menurut Wardoyo (1975), semakin
tinggi pH air maka semakin besar kandungan amoniak. Kadar amoniak yang
tinggi merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik (Effendi, 2003).
Nitrit merupakan salah satu ion nitrogen anorganik dalam air yang bersifat
toksik walaupun dalam konsentrasi yang rendah (Metcalf dan Eddy, 1991).
Menurut Van Wyk dan Scarpa (1999), toksisitas nitrit dipengaruhi oleh spesies,
ukuran, serta salinitas. Nitrit merupakan hasil proses nitrifikasi oleh bakteri
nitrosomonas dan sebagai bahan untuk dikonversi kembali menjadi nitrat oleh
bakteri dari kelompok nitrobacter. Pengukuran awal pada masing-masing
perlakuan diperoleh nilai nitrit berkisar antara 0,39 mg/l – 0,52 mg/l lalu menurun
hingga nilainya berkisar antara 0,04 mg/l – 0,12 mg/l pada saat akhir
pemeliharaan. Menururt Mahyuddin (2008), kandungan nitrit yang baik untuk
budidaya ikan lele adalah nitrit > 0,1 mg/l. Berdasarkan data yang diperoleh
selama pemeliharaan diperoleh nilai nitrit yang cenderung semakin menurun pada
setiap perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa proses denitrifikasi oleh bakteri
nitrobakter pada setiap wadah pemeliharaan berjalan dengan baik.
30
Nitrat merupakan produk akhir dari proses denitrifikasi nitrit yang
dihasilakan dalam bentuk nitrogen. Menurut Effendi (2003), nitrat mudah larut
dalam air dan bersifat stabil yang dihasilkan melalui proses oksidasi amonia
menjadi nitrit dan nitrat yang berlangsung dalam kondisi aerob. Berdasarkan data
yang diperoleh pada awal pemeliharaan diketahui nilai nitrat pada setiap
perlakuan berkisar antara 0,41 – 0,45 mg/l. Nilai nitrat pada setiap perlakuan
menurun pada hari ke 7 pemeliharaan dan meningkat kembali pada hari ke 14
hingga pada akhir pemeliharaan dengan kisaran 0,46 – 0,72 mg/l. Menururt
Effendi (2003) kadar nitrat yang melebihi 2 mg/l dapat mengakibatkan
eutrofikasi perairan yang akan memacu pertumbuhan algae menjadi pesat
(blooming).
Target pada kegiatan pendederan adalah kualitas dan kuantitas. Kualitas
benih ikan yang didederakan harus seragam dan pertumbuhannya baik, sedangkan
kuantitas lele yang dihasilkan harus tepat sesuai jumlah dan ukuran yang diminta.
Untuk mengetahui efisiensi produksi dapat dihitung nilai profit yang merupakan
selisih anatar nilai penjualan dengan total nilai produksi dalam 1 siklus.
Berdasarkan informasi dari beberapa petani pendederan ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. di wilayah Bogor diperoleh harga jual rata-rata benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. pada saat ini adalah 2-3 cm = Rp. 30,- / ekor, 3-4 cm =
Rp. 60,- / ekor, 4-5 cm = Rp. 90,- / ekor, 5-6 cm = Rp. 120,- / ekor, 6-7 cm = Rp.
135,- / ekor, 7-8 cm = Rp. 150,- / ekor, dan 8-10 cm = Rp. 175,- / ekor.
Nilai penjualan rata-rata pada perlakuan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari yaitu Rp.
24.560,00 , Rp. 26.433,00 , Rp. 28.001,00, dan Rp. 28.386,00 dengan total biaya
produksi Rp. 10.333,00 , Rp. 10.944,00 , Rp. 11.457,00 , dan Rp. 10.888,00.
Berdasarkan nilai tersebut diperoleh profit pada setiap perlakuan yaitu Rp.
14.228,00, Rp. 15.489,00, Rp. 16.545,00, dan Rp. 17.498,00. Perlakuan 9
kali/hari memiliki nilai profit yang paling baik, hal ini dipengaruhi oleh
pertumbuhan panjang pada perlakuan 9 kali/hari merupakan pertumbuhan yang
paling baik dibandingkan pertumbuhan perlakuan lainnya. Ukuran yang lebih
panjang dengan tingkat konsumsi pakan yang rendah menjadikan nilai jual benih
31
lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah, sehingga nilai profit yang
diperoleh lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Harga pokok produksi merupakan nilai yang diperoleh dari perbandingan
total nilai produksi dengan jumlah benih yang dihasilkan. Nilai HPP pada
perlakuan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari adalah Rp. 57,83/ekor, Rp. 61,74/ekor, Rp.
62,04/ekor, dan Rp. 60,28/ekor. Selain dipengaruhi oleh tingkat efisiensi pakan,
harga pokok produksi pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh jumlah populasi
ikan pada saat panen. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 15) diketahui
bahwa nilai HPP pada perlakuan 2 kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 3
dan 5 kali/hari, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 9 kali/hari.
Suatu usaha dikatakan layak jika nilai rasio R/C bernilai di atas 1.
Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari merupakan perlakuan
dengan nilai rasio R/C terbaik. Rasio R/C 2,6±0,03 pada perlakuan 9 kali/hari
dapat diartikan dengan penambahan biaya sebesar Rp. 1,00 akan diperoleh
penerimaan sebesar Rp. 2,60. Peningkatan produksi harus mempertimbangkan
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang ekonomis dan produksi
yang maksimal tidak selamanya merupakan produksi yang tinggi atau sesuai
dengan perhitungan ekonomi (Boyd, 1990).
32
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan frekuensi pemberian
pakan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup dan koefisien
keragaman pada setiap perlakuan. Laju pertumbuhan bobot harian dan efisiensi
pemberian pakan pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak berbeda nyata
dengan perlakuan 5 kali/hari. Frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari pada
pendederan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. memberikan pertumbuhan panjang
mutlak terbaik dibandingkan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari. Perlakuan dengan
frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari juga memberikan nilai profit dan rasio R/C
terbaik dibandingan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari.
4.2 Saran
Frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dapat digunakan pada pendederan
ikan lele Sangkuriang Clarias sp. untuk mencapai waktu produksi yang lebih
singkat dan biaya produksi yang lebih efisien. Pemanfaatan sistem resirkulasi,
aerasi, dan automatic feeder pada sistem budidaya intensif dapat dijadikan solusi
untuk meningkatkan oksigen terlarut serta pemberian pakan pada dini hari.
33
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Djadja SS, Rahardjo MF, Sulistiono. 2004. Fisiologi ikan pencernaan
dan penyerapan makanan. Departemen Manajemen Sumerdaya Perairan
Faklutas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Albert A. 1973. Selective toxicity. Chapman & Hall, London.
BBPBAT [Balai Budidaya Air Tawar] Sukabumi. 2005. Budidaya ikan lele
Sangkuriang. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Boyd, CE. 1990. Water quality management for pond fish culture. Alabama.
Birmingham Publishing Co.
Budi, WG. 2009. Kinerja produksi pendederan lele Sangkuriang (Clarias sp)
melalui penerapan teknologi pergantian air 50%, 100%, dan 150% per
hari. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Darseno . 2010. Buku pintar budidaya dan bisnis lele. Agromedia. Jakarta.
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2012. Analisis capaian target produksi
lele: Produksi Naik, Capaian Naik.[www.djpb.kkp.go.id/ berita.php?id=
777]. [7 Desember 2012]
Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelola sumber daya dan lingkungan
perairan. Kanasius. Yogyakarta.
Effendi H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor
Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Effendie MI. 2002. Biologi ikan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Emerson KR, Russo RC, Lund RE, Thurston RV. 1975. Aqueous ammonia
equilibrium calculation : effect of pH and temperature. Journal of
Fisheries Research Board of Canada 32: 2379-2383.
Fujaya Y. 2002. Fisiologi ikan. Rineka Cipta, Jakarta.
Fujaya Y. 2008. Fisiologi ikan dan pengembangan Teknik Perikanan. Rineka
Cipta. Jakarta.
34
Ghufran M, Kardi K. 2010. Budi daya ikan lele di kolam terpal. Lily
Publisher. Yogyakarta
Goddard S. 1996. Feed management in intensive aquaculture. Fisheries and
Marine Institute Memorial University New Founland. Chapman and
Hall. Canada. 194 hal.
Gunardi B, Hafsari DR. 2008. Pengendalian limbah amonia budidaya ikan lele
dengan sistem heterotrofik menuju sistem akuakultur nir-limbah. Jurnal
Riset Akuakultur, 3 : 437-448
Gusrina. 2008. Budidaya ikan untuk SMK. Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Handajani H, Wahyu W. 2010. Nutrisi ikan. UMM Press. Malang.
Hastuti MS. 1984. Jumlah makanan yang dikonsumsi burayak ikan lele (Clarias
batrachus L). [Skripsi]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Heath AG. 1995. Water pollution and fish physiology second edition.CRC Press
Inc, New York.
Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial fish farming. John Wiley and Sons.
USA. 261pp.
Huisman EA. 1987. The principles of fish culture production. Netherland:
Departement of Aquaculture, Wageningen University.
KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2010. Rencana strategis 2009-2014
Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Mahyuddin K. 2008. Panduan lengkap agribisnis lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mahyuddin K. 2013. Belajar dari kegagalan bisnis lele. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Martin JD, Petty JW, Kewon AJ, Scott DF. 1991. Basic financial management 5th
Edition. Prentice hall Inc, New Jersey.
Metcalf, Eddy. 1991. Wastewater engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 3
rd Eddition. Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Mujiman A. 1995. Makanan ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
35
Nasrudin. 2010. Jurus sukses beternak lele Sangkuriang. Agromedia. Jakarta.
Peres G. 1981. Les protes, L’amylase, Les anzymes Chitinolytiques. Les
laminarinases. Dalam : Nutritition des Poissions. Cnerna. Paris. Pp. 55-
56.
Priyadi A, Azwar ZI, Subamia IW, Hem S. 2008. Pemanfaatan maggot sebagai
pengganti tepung ikan dalam pakan buatan untuk benih ikan balashark
(Balanthiocheilus melanopterus Bleeker). Jurnal Riset Akuakultur, 3 :
367-375
Rahardi F, Kristiawati R, Nazarudin. 1998. Agribisnis perikanan. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Salmin. 2000. Kadar oksigen terlarut di perairan sungai Dadap, Goba, Muara
Karang, dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator
Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap,
Tanggerang (Djoko p. Praseno, Ricky R., dan S. Hadi R., eds) P30-LIPI
hal 42-46.
Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD)
sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta. Oseana, 3 : 21-26.
Schmitdt-Nielsen K. 1990. Animal physiology-adaptation and environment
Fourth edition, Cambridge University Press, Cambridge.
Steel RGD, Torri JH. 1991. Prinsip dan prosedur statistika. PT Gramedia, Jakarta.
748p.
Sultoni A, Abdul M, Wahyu W. 2006. Pengaruh penggunaan berbagai konsentrat
pabrikan terhadap optimalisasi konsumsi pakan, hen day production, dan
konversi pakan. PT. Jatinom Blitar, Blitar. Jurnal Protein, 2 : 105-113
Walsh SJ, Lindberg WJ. 1999. Catfish farming in Florida. Departement of
Fisheries and Aquatic Sciences, Florida Cooperative Extension Service,
Institute of Food and Agricultural Science, University of Florida.
Vahl O. 1979. An Hypothesis on the control of food intake in fish.
Aquaculture, 17 : 221-229
Van Wyk P, Scarpa J. 1999. Water quality requirements and management. Dalam:
Van Wyk P, Davis HM, Laramore R, Main KL, Scarpa J (Eds.) farming
marine shrimpin recirculating freshwater system. Florida Departemen of
Agriculture and Consumer Services, Tallahassee, Florida.
36
Wardoyo STH. 1975. Pengelolaan kualitas air. Proyek Peningkatan Mutu
Perguruan Tinggi ITB. Bogor
Webster CD, Lim C. 2002. Nutrient requirement and feeding of finfish for
aquaculture. NewYork, USA: CABI Publishing, CAB International.
Zonneveld NE, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan.
Terjemahan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Letak wadah pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
S
A
L
U
R
A
N
A
I
R
5
kali/
hari
3
kali/
hari
3 kali/
hari
9
kali/
hari
3
kali/
hari
9
kali/
hari
9
kali/
hari
2
kali/
hari
5
kali/
hari
2
kali/
hari
2
kali/
hari
5
kali/
hari
KOLAM IKAN NILA
KOLAM IKAN NILA
W A D A H P E M E L I H A R A A N
W A D A H P E M E L I H A R A A N
39
Lampiran 2. Tabel hasil penelitian pendahuluan : waktu pengosongan lambung.
Wadah
ke-
Waktu
Pengamatan
Pakan
Termakan
Volume
Lambung
Volume
Lambung
(Menit ke-) (g) (g) (%)
1 0 0.071 0.067 94.28
2 30 0.087 0.079 90.23
3 60 0.064 0.050 78.10
4 90 0.083 0.038 44.73
5 120 0.081 0.024 30.83
6 150 0.079 0.014 17.45
7 180 0.087 0.008 8.69
8 210 0.083 0.004 4.21
9 240 0.074 0.002 2.70
10 270 0.089 0.000 0.00 Keterangan: data setiap perlakuan diatas merupakan rata-rata dari 2 ulangan.
Lampiran 3. Tabel data tingkat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang pada
perlakuan frekuensi pemberian paka 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
Perlakuan Jumlah Awal Jumlah Akhir SR
2 kali/hari
192 180 93.75
192 178 92.71
192 178 92.71
3 kali/hari
192 180 93.75
192 180 93.75
192 172 89.58
5 kali/hari
192 186 96.88
192 186 96.88
192 182 94.79
9 kali/hari
192 178 92.71
192 182 94.79
192 182 94.79
40
Lampiran 4. Analisis ragam tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian
pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
ANOVA
SR
Jumlah Kuadarat
Drajat
Bebas Kuadrat Tengah F Sig.
Between Groups 24.998 3 8.333 3.681 .062
Within Groups 18.110 8 2.264
Total 43.108 11
Tukey HSDa
Frekuen
si N
Subset for alpha
= 0.05
1
3 kali 3 92.3600
2 kali 3 93.0567
9 kali 3 94.0967
5 kali 3 96.1833
Sig. .057
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
3.000.
41
Lampiran 5. Data sampling pertumbuhan panjang pada frekuensi pemberian
pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
Panjang Rata-
rata Tebar
Panjang Rata-
rata Minggu I
Panjang Rata-
rata Minggu II
Panjang Rata-
rata Panen
2 kali/hari
3.92 4.77 5.5 6.72
3.96 5.15 5.49 6.81
3.96 5.44 5.77 6.66
3 kali/hari
3.92 5.24 6.12 7.31
3.94 5.01 5.63 7.25
3.92 5.56 5.88 7.25
5 kali/hari
3.93 5.44 6.42 7.66
3.93 5.98 6.31 7.68
3.92 5.68 7.11 7.66
9 kali/hari
3.93 5.78 7.01 7.92
3.98 5.45 6.84 7.91
3.93 5.12 6.95 7.95
Lampiran 6. Analisis ragam pertumbuhan panjang mutlak benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian
pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ANOVA
PPM
Sum of Squares df Mean Square F P
Between Groups 2.466 3 .822 341.374 .000
Within Groups .019 8 .002
Total 2.486 11
Tukey HSDa
Frekuen
si N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
2 kali 3 2.7800
3 kali 3 3.3400
5 kali 3 3.7400
9 kali 3 3.9767
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
42
Lampiran 7. Data sampling biomassa pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan
9 kali/hari.
Biomassa
Tebar
Biomassa
Minggu I
Biomassa
Minggu II
Biomassa
Panen
2 kali/hari
151.78 210.71 301.77 399.84
153.76 198.77 258.97 432.76
154.1 202.22 299.71 395.32
3 kali/hari
150.86 221.11 333.17 509.02
149.96 203.44 312.12 491.56
150.74 236.81 311.11 485.04
5 kali/hari
152.72 257.64 359.74 595.36
153.54 261.9 376.02 604.78
150.92 234.73 389.19 606.22
9 kali/hari
154.38 278.16 455.71 584.64
153.04 291.07 436.11 606.6
150.44 260.82 464.28 573.58
Lampiran 8.Analisis ragam laju pertumbuhan bobot harian benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan
2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ANOVA
SGR
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 12.234 3 4.078 79.647 .000
Within Groups .410 8 .051
Total 12.643 11
Tukey HSDa
Frekuen
si N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
2 kali 3 1.9167
3 kali 3 3.3700
9 kali 3 4.3767
5 kali 3 4.3867
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
43
Lampiran 9. Data pakan pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
Pakan
Minggu I
Pakan
Minggu II
Pakan
Minggu III
Total
Pakan EPP
2 kali/hari
105.85 120.91 136.25 363.01 69.54
96.75 112.1 136.06 344.91 82.35
105.19 136.25 148.05 389.49 63.15
3 kali/hari
109.19 143.87 171.00 424.83 85.12
106.8 134.66 169.09 410.55 84.15
100.76 135.04 173.06 408.86 83.83
5 kali/hari
92 143.83 210.62 446.45 99.60
119.04 157.77 201.61 478.42 94.32
112.26 137.44 192.59 442.29 103.75
9 kali/hari
100.33 149.89 210.56 460.78 95.49
105.68 124.18 222.02 451.88 100.60
97.79 126.29 229.07 453.15 94.21
Lampiran 10. Analisis ragam tingkat konsumsi pakan benih ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9
kali/hari. ANOVA
FI
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .397 3 .132 17.075 .001
Within Groups .062 8 .008
Total .459 11
FI
Tukey HSDa
Frekuen
si N
Subset for alpha = 0.15
1 2 3
2 kali 3 2.0500
3 kali 3 2.3400
5 kali 3 2.4667 2.4667
9 kali 3 2.5200
Sig. 1.000 .356 .878
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
44
Lampiran 11. Analisis ragam efisiensi pemberian pakan benih ikan lele
Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian
pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
ANOVA
EPP
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1447.082 3 482.361 14.863 .001
Within Groups 259.628 8 32.453
Total 1706.710 11
EPP
Tukey HSDa
Frekuen
si N
Subset for alpha = 0.15
1 2 3
2.00 3 71.6800
3.00 3 84.3667
9.00 3 96.7667
5.00 3 99.2233
Sig. 1.000 1.000 .950
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 12. Analisis ragam koefisien keragaman benih ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan
9 kali/hari.
ANOVA
KK
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .002 3 .001 3.608 .065
Within Groups .001 8 .000
Total .003 11
45
Tukey HSDa
Frekuen
si N
Subset for alpha
= 0.05
1
9 kali 3 .1067
5 kali 3 .1200
3 kali 3 .1300
2 kali 3 .1367
Sig. .059
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size
= 3.000.
Lampiran 13. Analisis statistik profit benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ANOVA
Profit
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.779E7 3 5930699.571 58.266 .000
Within Groups 814296.219 8 101787.027
Total 1.861E7 11
Tukey HSDa
Frekuensi N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
2 kali 3 14227.46
3 kali 3 15489.00
5 kali 3 16545.17
9 kali 3 17498.29
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
46
Lampiran 14. Analisis statistik rasio R/C benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
ANOVA
RCratio
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .096 3 .032 19.167 .001
Within Groups .013 8 .002
Total .109 11
Tukey HSDa
Frekuensi N
Subset for alpha = 0.05
1 2
2 kali 3 2.37
3 kali 3 2.40
5 kali 3 2.47
9 kali 3 2.60
Sig. .067 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
Lampiran 15. Analisis statistik harga pokok produksi benih ikan lele Sangkuriang
Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9
kali/hari.
ANOVA
HPP
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 33.166 3 11.055 5.393 .025
Within Groups 16.398 8 2.050
Total 49.564 11
47
Frekuensi N
Subset for alpha = 0.05
1 2
2 kali 3 57.83
9 kali 3 60.28 60.28
3 kali 3 61.74
5 kali 3 62.04
Sig. .234 .478
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
Lampiran 16. Analisis ekonomi pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan
frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.
Data jumlah ikan yang telah dikelompokan sesuai dengan ukuran pada setiap
perlakuan.
Ukuran Frekuensi pemberian akan harian (kali/hari)
Benih 2 2 2 3 3 3 5 5 5 9 9 9
4-5cm 8 14 6 2 2 3 0 0 0 0 0 0
5-6cm 49 23 33 20 22 15 6 8 6 0 5 2
6-7cm 62 49 90 50 52 51 57 45 31 23 29 25
7-8cm 40 86 38 53 59 74 50 70 96 82 60 83
8-9cm 19 6 12 55 44 34 58 46 36 59 60 45
9-10cm 2 0 0 0 0 0 15 14 13 18 24 27
Total penjualan benih sesuai dengan harga pada setiap ukuran yang berbeda
Ukuran Satuan Frekuensi pemberian akan harian (kali/hari)
Benih (Rp) 2 2 2 3 3 3 5 5 5 9 9 9
4-5cm 90 720 1260 540 180 180 270 0 0 0 0 0 0
5-6cm 120 5880 2760 3960 2400 2640 1800 720 960 720 0 600 240
6-7cm 135 8370 6615 12150 6750 7020 6885 7695 6075 4185 3105 3915 3375
7-8cm 150 6000 12900 5700 7950 8850 11100 7500 10500 14400 12300 9000 12450
8-9cm 175 3325 1050 2100 9625 7700 5950 10150 8050 6300 10325 10500 7875
9-10cm 175 350 0 0 0 0 0 2625 2450 2275 3150 4200 4725
TOTAL 24645 24585 24450 26905 26390 26005 28690 28035 27880 28880 28215 28665
48
Biaya pembelian pakan dan benih
Benih Pakan Total Biaya
2 kali/hari 5760 4537,63 10297,63
2 kali/hari 5760 4311,38 10071,38
2 kali/hari 5760 4868,63 10628,63
3 kali/hari 5760 5310,38 11070,38
3 kali/hari 5760 5131,88 10891,88
3 kali/hari 5760 5110,75 10870,75
5 kali/hari 5760 5580,63 11340,63
5 kali/hari 5760 5980,25 11740,25
5 kali/hari 5760 5528,63 11288,63
9 kali/hari 5760 5259,75 11019,75
9 kali/hari 5760 5186,00 10946,00
9 kali/hari 5760 4939,38 10699,38
Hasil penghitungan profit, rasio R/C, dan HPP
Profit Rasio R/C HPP
2 kali/hari
14347.38 2.39 57.21
14513.63 2.44 56.58
13821.38 2.30 59.71
3 kali/hari
15834.63 2.43 61.50
15498.13 2.42 60.51
15134.25 2.39 63.20
5 kali/hari
16749.38 2.48 60.97
16294.75 2.39 63.12
16591.38 2.47 62.03
9 kali/hari
17860.25 2.62 61.92
17269.00 2.58 60.14
17365.63 2.62 58.79