Download - morfologi generatif
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam perkembangannya analisis linguistik pada awalnya didasarkan oleh
doktrin pemisahan tataran (seperation of levels) dan diidealkan sebagai suatu studi
yang harus terfokus pada seleksi suatu dimensi struktur bahasa yang secara formal
diacu sebagai linguistic level (dari yang paling bawah folologi, morfologi, sintaksis
sampai semantik yang paling tinggi). Dalam konsep ini morfologi dilihat sebagai
studi yang mempermasalahkan struktur kata. Dengan berkembangnya aliran
strukturalis dan generatif doktrin pemisahan tataran dalam analisis memudar dan
selanjutnya berkembang ke arah doktrin keterkaitan tataran pada suatu fokus
analisis(Lihat Katamba,1993: 3-16). Dengan demikian analisis morfologis yang
dikaitkan dengan aspek-aspek linguistik lain seperti fonologi, sintaksis dan semantik
akan memungkinkan kajian fenomena morfologis yang lebih komprehensip
Morfologi adalah suatu “study of word structure” (Katamba,1993:19). Nida
(1949) melihat morfologi sebagai suatu “study of morphemes and their
arrangements in forming words”. Dalam International Encyclopedia of Linguistiucs
(1992) disebutkan bahwa secara tradisional jangkauan Morfologi mencakup: (1)
inflectional morphology yang mempelajari bagaimana kata bervariasi dalam
mengungkapkan perbedaan gramatikal dalam suatu kalimat (seperti misalnya
singular/plural; past/present, dsb.) dan (2) derivational morphology yang
mempelajari prinsip-prinsip yang mengatur pembentukan kata tanpa mengacu pada
peran gramatikal tertentu dalam sebuah kalimat. Dalam model Bauer (1983)
Morfologi mencakup inflection dan word formation yang selanjutnya word formation
tersebut bisa dibedakan menjadi (a) derivation dan (b) composition (compounding)
Pembentukan verba kausatif (selanjutnya disebut VK) dalam bahasa Inggris
misalnya, merupakan sebuah fenomena morfologis yang cukup menarik untuk dikaji.
1
Sepanjang pengamatan penulis walupun pembicaraan mengenai VK pada
umumnya dan proses pembentukan verba tersebut pada khususnya bisa dijumpai
dalam berbagai pustaka tatabahasa Inggris namun jangkauan pembicaraan sangat
terbatas dan bersifat deskriptif tradisional. Untuk itu perlu suatu model teoretis yang
lebih mutakhir (seperti Morfologi Generatif) dalam pendekatan terhadap kajian VK
sehingga menghasilkan pemerian yang lebih komprehensip.
Perhatian para linguis terhadap teori morfologi generatif mulai berkat ajakan
Chomsky (1970) melalui tulisannya yang berjudul “Remarks on Nominalisation”.
Dalam tulisannya itu ia memaparkan betapa pentingnya bidang morfologi terutama
proses pembentukan kata yang ditinjau dari teori transformasi. Dardjowijojo
(1988:32) mencatat bahwa orang yang pertama kali menaruh minat yang serius
terhadap morfologi generatif adalah Morris Halle dalam papernya yang berjudul
“Morphology in a Generative Grammar” yang disajikan pada Congress of Linguists
di Bologna tahun 1972. Tahun berikutnya karya tersebut diterbitkan dengan judul
“Prolegomena to a Theory of Word Formation”. Tulisan Halle memberikan dampak
yang sangat kuat dan diikuti oleh ahli-ahli lain seperti Siegel (1974). Botha (1974),
Boas (1974), Lipka (1975) dalam bentuk artikel dan oleh Aronoff (1976) serta
Scalise (1984) dalam bentuk buku. Secara umum dapat diidentifikasi bahwa di
kalangan kelompok orang-orang yang menekuni bidang morfologi generatif, terdapat
dua pandangan. Kelompok pertama dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi
bahwa yang menjadi dasar dari semua derivasi adalah morfem (morpheme-based
approach); kelompok yang kedua dipelopori oleh Aronoff yang memakai kata dan
bukan morfem sebagai dasar (word-based approach) Dardjowijojo (1988:33).Untuk
kepentingan ilmu itu sendiri (dalam hal ini linguistik pada umumnya dan morfologi
pada khususnya) berbagai konsep dan model teoretis muthakhir tersebut perlu
diujicobakan atau diaplikasikan pada studi kasus dalam berbagai bahasa sehingga
keunggluan dan akelemahan teori tersebut bisa diidentifikasi serta selanjutnya bisa
dipakai mengungkap atau mengkaji fenomena linguistik khususnya dalam bidang
morfologi suatubahasa secara lebih tuntas.
Walaupun kita bisa memahami keuniversalan bahasa, namun bahasa juga
bersifat arbitrer dan sampai batas-batas tertentu setiap bahasa memiliki keunikan
2
tersendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Setiap bahasa juga memiliki kemiripan
dan perbedaan dengan bahasa lain dalam cara bagaimana membentuk kata. Atas
dasar pola tipikal pembentukan kata inilah para linguis membedakan 5 tipologi
morfologis bahasa yakni: (1) analytic languages (yang juga disebut isolating), (2)
agglutinating languages (juga disebut agglutinative), (3) inflecting languages (juga
disebut synthetic atau fusional), (4) incorporating languages (juga disebut
polysynthetic), dan (5) infixing languages (Katamba, 1993:56). Bahasa Inggris
secara dominan bertipologi isolating. Namun demikian sejumlah kata-kata bahasa
Inggris juga mencerminkan tipologi morfologis yang lain sehingga sampai batas-
batas tertentu Katamba (1993:60) menyebutkan bahwa bahasa Inggris berciri
synthetic. Oleh karena itu penerapan suatu model teoretis terhadap suatu bahasa
belum tentu bisa mentuntaskan fenomena kebahasaan secara keseluruhan dengan
model tersebut apalagi model yang dimaksud dibangun berdasarkan atas
generalisasi atau studi terhadap bahasa yang tidak serumpun. Begitu juga halnya
dengan model teoretis Halle dan Aronoff tentang proses pembentukan kata.
Walaupun secara terpisah untuk menjelaskan fenomena pembentukan kata bahasa
Inggris kedua model teoretis tersebut cukup memadai namun sejumlah konsep
komponen-komponen yang diajukan dalam model ini (khususnya DM dan KPK)
masih mengundang diskusi atau pertanyaan dan masih menyisakan kasus-kasus
yang tidak bisa dijelaskan dan memerlukan perpaduan dan penyesuaian model
kalau hendak diaplikasikan pada studi kasus atau korpus data tertentu.
1.2 Masalah
Proses pembentukan kata menyangkut masalah morfem yaitu perubahan
morfem dasar menjadi bentuk turunan melalui proses morfologis tertentu. Dalam
bahasa Inggris VK juga bisa dihasilkan melalui proses infleksi dan derivasi.
Berdasarkan latar belakang dan dasar pemikiran di atas terdapat berbagai masalah
pembentukan VK yang bisa diangkat untuk menjadi bahan kajian serta sejauh mana
konsep-konsep dan model teoretis Halle dan Aronoff bisa diaplikasikan dalam
pendeskripsian pembentukan VK dalam bahasa Inggris seperti:
3
(a) bentuk dasar/ katagori kata apa saja yang bisa berfungsi sebagai dasar
bentukan VK?
(b) apakah jenis afiks derivasional apa yang bisa berfungsi sebagai pembentuk VK?
dan
(c) bagaimanakah kaidah pembentukan VK dalam bahasa Inggris?
1.3 Tujuan dan Jangkauan Secara umum tulisan ini bertujuan untuk memberikan tinjauan teoritis
terhadap konsep dan model teoretis morfologi generatif serta sejauh mana dapat
diterapkan dalam mengkaji fenomena morfologi bahasa Inggris. Secara khusus
tulisan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan prisnsip-prinsip yang mengatur
pembentukan VK bahasa Inggris dengan bertumpu pada penerapan perpaduan
model teoretis morfologi generatif Halle (1973) dengan Aronoff (1976). Tulisan ini pada hakekatnya merupakan studi morfologis yang bersifat kasus.
Jangkauan analisis terbatas pada (a) menjelaskan bentuk dasar/ katagori kata yang
berfungsi sebagai dasar bentukan dan jenis afiks derivasional pembentuk VK yang
didasarkan pada konsep list of morpheme Halle dan (b) mendeskripsi dan
menganalisis proses pembentukan VK dalam bahasa Inggris melalui berbagai
bentuk proses morfologis yang mengacu pada perpaduan konsep Halle dan Aronoff
tentang kaedah pembentukan kata dan (c) menguraikan berbagai makna kausatif
yang didasarkan pada hubungan VK dengan makna kata dasar pembentukan VK.
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1 Pengertian Kausatif Istilah kausatif sering juga disebut ”ergative” yaitu suatu istilah yang diambil
dari kata kerja bahasaYunani yang berarti ‘cause’, ‘bring about’, ‘create’ (Lyons,
1977:352) Pengertian kausatif yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pengertian
yang sebagimana dikemukakkan oleh Lyons dalam bukunya Introduction to
Theoretical Linguistics melalui contoh kalimat berikut:
(1) The stone moved.
(2) Billy moved.
(3) Billy moved the stones.
Verba move dalam kalimat (1) dan (2) adalah verba intransitif karena
penggunaannya dalam kalimat tanpa objek sedangkan kalimat (3) digunakan secara
transitif akibat hadirnya objek the stone. Antara kalimat (1) The stone moved
dengan kalimat (3) Billy moved the stone terdapat suatu hubungan yang penting
karena jika diperhatikan kalimat (1) mungkin kalimat itu mengundang pertanyaan
Who moved the stone? atau dengan kata lain siapa pelaku yang bertanggung jawab
atas berpindahnya the stone (‘batu itu’). Tetapi kalau diperhatikan kalimat (3) Billy
moved the stone jawabannya mungkin Billy did. Hubungan yang dimiliki antara
kalimat (1) dan (3) jenis inilah oleh para ahli linguistik diistilahkan dengan kausatif.
Dalam hal ini subjek dari verba intransitif menjadi objek verba transitif dan suatu
subjek kausatif dimasukkan sebagai “causer” dari pada tindakan yang dimaksud. Ini
berarti bahwa kalimat transitif seperti (3) Billy moved the stone boleh dikatakan
secara sintaksis berasal dari kalimat intransitif seperti (1) The stone moved malalui
transformasi kausatif. Peran causer biasanya menduduki fungsi sebagai subjek
dalam klausa aktif atau sebagai pelaku dalam kalimat pasif seperti misalnya dalam
contoh:
(4) Some children started the fire.
(5) The fire was started by some children .
5
Dalam contoh sebelumnya verba move didapatkan tanpa modifikasi (Lyons,
1977:352) dan memperlihatkan bagaimana kalimat intransitif dihubungkan dengan
kalimat transitif mellallui pengertian kausatif. Selain itu dalam bahasa Inggris juga
dijumpai verba yang berbeda tetapi memiliki hubungan sintaksis dan semantik yang
sama seperti:
(6) Billy died.
(7) Bob killed Billy.
Kalimat (7) Bob killed Billy mengandung makna kausatif karena kalimat tersebut bisa
diinterpretasikan ke dalam Bob caused Billy to die. Dalam contoh ini hubungan
antara transitif dengan intransitif berbeda dengan yang didapatkan dalam contoh
sebelumnya (yakni kalimat (1) dan (3)). Hubungan kalimat intransitif Billy died
dengan kalimat transitif Bob killed Billy di sini dileksikalisasi. Jadi karena sistem
leksikal bahasa Inggrislah kita harus mengatakan Bob killed Billy bukannya *Bob
died Billy.
2.2 Morfologi Generatif Menurut Halle dan Aronoff Secara umum dapat diidentifikasi bahwa di kalangan kelompok orang-orang
yang menekuni bidang morfologi generatif, terdapat dua pandangan. Kelompok
pertama dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi bahwa yang menjadi dasar
dari semua derivasi adalah morfem (morpheme-based approach); kelompok yang
kedua dipelopori oleh Aronoff yang memakai kata dan bukan morfem sebagai dasar
(word-based approach) Dardjowijojo (1988:33).
Asumsi dasar Halle (1973) adalah bahwa secara normal penutur bahasa di
samping memiliki pengetahuan tentang kata juga paham tentang komposisi dan
struktur kata tersebut. Dengan kata lain penutur asli dari suatu bahasa mempunyai
kemampuan untuk mengenal kata-kata dalam bahasanya, bagaimana kata itu
terbentuk dan sekaligus bisa membedakan bahwa suatu kata tidak ada dalam
bahasanya. Misalnya, penutur asli bahasa Inggris akan secara intuitif mampu
memahami bahwa look dan careful adalah bahasa Inggris sedangkan lihat dan hati-
hati bukan bahasa Inggris serta dengan segera bisa menunjukkan bahwa careful
dibentuk dari penambbahan morfem bebas care dengan sufiks -ful seperti halnya
6
penutur Indonesia memahami kata bentukan hati-hati melalui perulangan kata hati
yang maknanya berbeda dari kata asalnya.
Tatabahasa merupakan perwujudan formal mengenai apa yang semestinya
dipahami penutur suatu bahasa. Menurut model teoretis Halle morfologi terdiri dari
tiga komponen:
1. List of Morpheme yakni Daftar Morfem selanjutnya disingkat dengan DM,
2. Word Formation Rules atau Kaedah Pembentukan Kata yang selanjutnya
disingkat KPK, dan
3. Filter atau saringan.
Dua tahun kemudian Halle menambahkan suatu komponen lagi yakni dictionary
(kamus) sebagai tempat menyimpan morfem yang telah lolos dari KPK dan
Saringan.
Dalam komponen DM bisa diketemukan dua macam anggota yakni akar kata
dan berbagai macam afiks baik yang bersifat infleksional maupun derivasional yang
disertai dengan rentetan segmen fonetik dengan beberapa keterangan gramatikal
yang relevan.
Komponen KPK menentukan bagaimana bentuk-bentuk yang ada dalam DM
tersebut diatur. Dalam kaitan ini tugas KPK membentuk kata dari morfem-morfem
yang berasal dari DM. KPK bersama-sama dengan DM menentukan kata yang
bena-benar kata atau bentuk potensial dalam bahasa yakni satuan lingual yang
belum ada dalam realitas tetapi mungkin akan ada karena memenuhi persyaratan.
Dengan kata lain KPK bisa menghasilkan bentuk-bentuk yang memang merupakan
kata serta bentuk-bentuk lain yang sebenarnya memenuhi segala persyaratan untuk
menjadi kata tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa tersebut. Misalnya dalam
bahasa Inggris bisa dicontohkan melalui kata-kata berikut: grammar, *grammaric,
?grammatic, grammatical, grammarian, ?grammarist.
Komponen Saringan merupakan wadah untuk menyaring segala ideosinkrasi
sehingga kata-kata yang aktual saja boleh lewat saringan. Terdapat tiga jenis
ideosinkrasi, yakni (1) ideosinkrasi semantik berupa keanehan dalam bidang
semantik, misalnya kata recital dalam bahasa Inggris yang tidak merujuk pada apa
saja yang di “recite”, tetapi hanya merujuk pada suatu pertunjukan konser oleh
7
seorang pemain tunggal dan transmission hanya merujuk pada proses pemindahan
gigi pada mobil, (2) ideosinkrasi fonologis yang berujud ketidaklaziman fonologis
dan (3) ideosinkrasi leksikal yakni keanehan yang menyangkut fakta dalam bahasa
di mana suatu bentuk yang seharusnya ada tetapi nyatanya tidak terdapat dalam
bahasa bersangkutan seperti misalnya bahasa Inggris mengenal kata arrival tetapi
tidak diketemukan dalam bahasa tersebut kata *derival
Kamus tempat menyimpan bentuk-bentuk yang lolos dari saringan
sedangkan bentuk yang tidak berterima tertahan di saringan, Walaupun Halle tidak
menganggap kamus sebagai komponen morfologi namun dari uraiannya nampak
jelas kamus ini merupakan unit yang sama penting dengan ketiga komponen
sebelumnya.
Secara diagramatik, Dardjowijojo (1988:36) mempresentasikan model Halle
sebagai berikut:
KPK SARINGAN KAMUS
DM
KELUARAN FONOLOGI SINTAKSIS
Proses pembentukan kata dengan morpheme-based approach versi Halle
mensyaratkan terpenuhinya komponen DM, KPK, Saringan dan Kamus. Bila model
yang ditawarkan Halle diaplikasikan terhadap proses pembentukan kata dalam
bahasa Inggris, kita bisa mengidentifikasi bahwa paling sedikit terdapat 4 macam
proses yang dilalui dalam pembentukan kata dari DM sampai masuk dalam kamus:
1. bentuk dasar bebas monomorfemik. Bentuk ini lolos saringan tanpa melallui
pemrosesan di KPK. Kelompok ini adalah kata-kata yang sudah memiliki katagori
gramatikal dan makna leksikal melekat pada dirinya. Beberapa contoh dalam
8
bahasa Inggris: dari kelompok Verba (ask, look, send, respect, interprete),
Nomina (book, pen, car, idea, banana), Adjektif (danger, sad, happy, red, big,)
dan Adverbial (near, below,dan above) dan sebaginya.
2. penggabungan sebuah akar bebas monomorfemik dengan sebuah morfem
terikat melalui proses infleksi maupun derivasi seperti afiksasi. Proses ini bisa
bersifat infleksional apabila hasil proses afiksasi tersebut tetap mempertahankan
kelas kata asalnya (class maintaining process) atau bersifat derivasional bila
hasil proses afiksasi dalam KPK ternyata mengubah kelas kata asalnya (class
changing process). Contoh kata bentukan yang bersifat ifleksional adalah : N + -s
> N seperti books, boxes, dan dogs, V + -ed > V seperti asked, wanted, seemed,
dan in- + A > A seperti incorrect, inadequate, N + -dom > N dalam kingdom, A + -
ish > A dalam yellowish, dan sebagainya. Contoh kelompok kata yang
mengalami class changing process adalah : act (v) + -ive > active (A), act (v) + -
ion > action (n), glory (n) + -fy > glorify (v), en- + danger (adj) > endanger (v),
quick (adj) + -ly > quickly (adv), dan sebagainya. Kedua kelompok kata bentukan
tersebut di atas setelah mengalami proses afiksasi di KPK lolos saringan dan
selanjutnya masuk dalam daftar kamus.
3. proses yang menghasilkan kata potensial. Kelompok kata ini dihasilkan dari KPK
yang merupakan bentuk-bentuk yang merupakan kata maupun bentuk lain yang
sebenarnya memenuhi segala persyaratan untuk menjadi kata tetapi nyatanya
tidak terdapat dalam bahasa tersebut atau belum berterima. Contoh kata-kata
potensial seperti ini dalam bahasa Inggris adalah: grammar, grammatical, dan
grammarian ada dan berterima tetapi *grammaric, *grammatic, *grammarist,
tidak ada, kata arrival berterima tetapi *derival tidak ada dan tidak berterima,
begitu juga kata soften berterima namun kata *brieften masih belum berterima
dan tetap potensial. Kelompok kata ini tertahan di Saringan sampai suatu saat
berterima di kalangan penutur bahasa Inggris sehingga bisa dimasukkan dalam
daftar Kamus.
4. Kata-kata dalam daftar kamus yang tergolong monomorfemik kelompok pertama
yang lolos langsung dan kelompok kedua yang berasal dari penggabungan
sebuah bentuk dasar monomorfemik dengan sebuah jenis afiks melalui proses
9
morfologis (afiksasi) bisa dikembalikan kepada KPK untuk selanjutnya menjadi
akar pembentukan kata baru selanjutnya kecuali akar yang tergolong dalam
kelompok kata yang sebelumnya dihasilkan melalui proses infleksi (seperti
misalnya books dan seeing). Misalnya kata form; form (n/v) + -al > formal (adj);
formal (adj) + -ize > formalize (v); formalize (v) + -er > formalizer (n); formalizer
(n) + -s > formalizers (n).
Ada beberapa catatan yang perlu diingat dalam penerapan model teoretis
Morfologi Generatif menurut Halle. Walaupun kita bisa memahami keuniversalan
bahasa, namun bahasa juga bersifat arbitrer dan sampai batas-batas tertentu setiap
bahasa memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Oleh
karena itu, penerapan suatu model teoretis terhadap suatu bahasa belum tentu bisa
menuntaskan fenomena kebahasaan secara keseluruhan dengan model tersebut
apalagi model yang dimaksud dibangun berdasarkan atas generalisasi atau studi
terhadap bahasa yang tidak serumpun. Begitu juga halnya dengan model teoretis
Halle tentang proses pembentukan kata. Walaupun untuk menjelaskan fenomena
pembentukan kata bahasa Inggris model teoretis Halle cukup memadai namun
sejumlah konsep komponen-komponen yang diajukan dalam model ini (khususnya
DM dan KPK) masih mengundang diskusi atau pertanyaan dan masih menyisakan
kasus-kasus yang tidak bisa dijelaskan dan memerlukan penyempurnaan konsep
dan penyesuaian model lebih-lebih lagi kalau diaplikasikan pada korpus data
bahasa Indonesia.
Dalam kaitan dengan DM, Dardjowijojo (1988:34) mencatat bahwa Halle
memberikan pengertian mengenai morfem yang berbeda dengan yang lumrah
dimengerti orang. Segmentasi atau pemisahan morfem transformational menjadi
lima (trans - form - at - ion - al) dan vacant menjadi dua (va - cant) nampak tidak
hanya bertentangan dengan prinsip dia sendiri yang menyatakan bahwa
“tatabahasa adalah representasi formal dari pengetahuan seorang penutur asli
terhadap bahasanya sendiri, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah misalnya
kalau diterapkan dalam bahasa Indonesia (misalnya menganggap percaya terdiri
dari per + caya, mengerti terdiri dari men + erti, pegawai terdiri dari pe + gawai dan
10
halaman terdiri dari halam + an) yang akan menyisakan caya, erti, gawai, dan
halam tanpa arti.
Di samping segmentasi morfem, komponen DM yang dikemukakan
mengesampingkan kenyataan bahwa dalam bahasa-bahasa di luar bahasa Inggris
seperti bahasa Indonesia memiliki bentuk-bentuk prakatagorial (seperti juang, anjur,
temu, dan alir) yang tidak tertampung dalam komponen DM yang hanya
mengakomodasi morfem dasar bebas dan afiks.
Dilihat dari persepektif umum proses pembentukan kata, komponen KPK
model Halle hanya menonjolkan proses afiksasi (baik class maintaining process
maupun class changing process) yang memang cukup memadai bagi analisis
korpus data bahasa Inggris. Namun demikian model ini masih menyisakan kasus
infleksi dan derivasi yang perlu dicarikan penyelesaian teoretis yang bisa diterima.
Misalnya:
(1) dalam proses infleksi:
a. N + -s > N seperti dalam books, dogs, dan boxes. Tetapi bagaimana dengan
kata kata: ox (oxen), man (men), dan sheep (sheep)
b. V + -ed > V seperti dalam wanted, asked, dan reached. Tetapi bagaimana
dengan kata-kata: eat (ate), see(saw), take (took), bring (brought) , go (went),
dan hit (hit).
(2) Dalam proses derivasi misalnya bagaimana menjelaskan akhiran yang
menyatakan proses dari suatu perbuatan dalam bahasa Inggris yang bisa
berwujud: -ation, -ition, -ution, -ion, dan -tion seperti dalam realize > realization,
educate > education, reat> repetition, commune > communion, resume >
resumption, resolcve > resolution, dan receive > reception. Begitu juga dengan
kelompok kata seperti train > trainee, employ > employee, evacuate > evacuee,
dan nominate > nominee.
Pembentukan kata baru tidak hanya bisa dilakukan melalui afiksasi. Yang
menjadi pertanyaan bagaimana bisa dijelaskan dengan konsep KPK Halle menganai
kasus-kasus pembentukan kata melalui proses (1) conversion/ internal derivation
melalui zero morpheme, (2) reduplikasi (seperti yang ditemui dalam bahasa
Indonesia), (3) compounding seperti misalnya kata blackmail, bathroom, dan
11
gearbox, (4) blending seperti kata brunch (dari breakfast + lunch), chunnel (dari
channel + tunnel), dan fantabulous (dari fantastic + fabulous), dan clipping seperti
kata (aero)plane, (tele)phone, dan lab(oratory).
Aronoff (1976) dalam tulisannya yang berjudul Word Formation in Generatif Grammar mengajukan hipotesis bahwa bentuk minimal yang dipakai dalam
pembentukan kata didasarkan pada kata bukan morfem. Penolakan konsep Halle
tentang morfem sebagai dasar pembentukan kata didasarkan pada dengan
argumentasi bahwa morfem tidak memiliki makna tetap, dan dalam hal tertentu
morfem tidak memiliki makna sama sekali. Aronoff memandang KPK sebagai kaidah
yang beraturan yang hanya akan menurunkan kata yang bermakna dari dasar yang
bermakna. Oleh karena itu hanya kata yang dapat dijadikan unit dasar dalam
pembentukan kata. Meskipun demikian istilah ‘kata’ sebagai dasar ini harus diartikan
sebagai leksem sehingga teori Aronoff yang dikenal dengan word-based
morphology lebih tepat disebut lexeme-based morphology. Sebuah kata baru
dibentuk dengan menerapkan kaidah beraturan pada kata tunggal yang telah ada.
Kata baru dan kata yang sudah ada merupakan anggota dari katagori leksikal
utama. Hipotesis yang dikemukakan Aronoff tersebut bertitik tolak dari sejumlah
syarat seperti: (1) sesuai dengan namanya, kata dasarnya haruslah kata (bukan
yang lebih kecil dari kata), (2) kata dasar tersebut haruslah kata-kata yang benar-
benar ada dan kata yang potensial tidak dapat menjadi dasar KPK, (3) KPK hanya
berlaku untuk kata tunggal dalam arti bahwa kata dasar ini bukan berwujud frase
ataupun bentuk terikat, (4) Input dan output dari KPK haruslah menjadi anggota
katagori leksikal yang utama. Dengan demikian kata dalam konteks ini merupakan
bentuk tanpa infleksi.
Pembentukan kata menurut Aronoff (1976:4) dilakukan melalui
pendayagunaan leksikon yang ada dalam kamus yang telah memiliki katagori
(nomina, verba, adjektiv) sedangkan afiks masuk dalam KPK yang hanya memiliki
informasi relasional yakni kemampuan untuk bergabung dengan bentuk tertentu
dalam proses pembentukan kata baru. KPK Aronoff sangat sensitif terhadap fitur
sintaktik maupun pembatasan seleksional dan fonologi. Semua restriksi tersebut
berlaku pada input untuk KPK dan outputnya harus pula memenuhi persyaratan
12
tertentu baik sintaktik maupun semantik. Dari segi sintaktik keluaran dari KPK harus
memiliki kategori sintaktik utama sedangkan dari segi semantik keluaran dari KPK
pada umunya merupakan campuran antara semantik dari kata dasar dengan afiks
yang dipakai sehingga parafrase dari keluaran tersebut bisa dengan mudah dibuat
(Lihat Dardjowijojo, 1988:38-40)
Di samping tidak memiliki DM seperti model Halle, Aronoff tidak pula
menunjukkan adanya komponen khusus untuk menangani kata-kata yang potensial
dalam bahasa. Walaupun demikian Aronoff (1976:43) memiliki mekanisme lain yang
disebut blocking yang mencegah munculnya suatu kata karena sudah ada kata lain
yang mewakilinya.
Umumnya tidak ada masalah yang timbul apabila menurunkan suatu kata
dari kata lain melalui KPK. Tetapi kenyataannya cukup banyak contoh dalam
bahasa (Inggris) di mana penambahan afiks mensyaratkan adanya perubahan ujud
kata dasar (seperti nominate dan evacuate + -ee menjadi nominee dan evacuee
setelah melalui proses pemenggalan ate) yang perlu ditampung melalui suatu
aturan. Dalam kaitan dengan masalah ini Aronoff mengajukan seperangkat aturan
yang dinamakan Adjustment Rules (1976:105) yang menangani alternasi akibat
faktor-faktor lain yang termasuk dalam komponen leksikal. Kaidah penyesuaian ini
terdiri atas (1) aturan pemenggalan (truncation rule) dengan cara menghilangkan
sebuah morfem yang ada dalam kata dasar ditambah afiks dan (2) aturan alomorfi
(allomorphic rules) dengan menyesuaikan bentuk morfem atau kelas morfem dalam
lingkungan di mana morfem tersebut berada.
Sebagaimana dikutip oleh Dardjowijojo (1988:46) model Aronoff tersebut di
atas digambarkan oleh Scallise (1984:68) sebagai berikut:
KP
KPK
KAMUS
KOMPONEN LEKSIKAL
13
Terdapat suatu kesamaan dalam kedua model teoretis morfologi generatif ini.
Baik Halle maupun Aronoff tidak menangani masalah pembentukan kata yang terdiri
dari dua kata atau lebih (compounding). Di samping itu mengenai isi dan kodrat dari
elemen yang ada dalam DM, baik Halle maupun Aronoff mengabaikan bentuk dasar
yang statusnya bukanlah kata (seperti kata prakatagorial juang, temu dan anjur
dalam bahasa Indonesia) maupun afiks dan akan memiliki status sebagai kata
hanya setelah diberi afiks.
Kajian morfologi generatif terhadap kasus pembentukan VK bahasa Inggris
ini bertumpu pada perpaduan konsep dan model teoretis Halle (1973) dan Aronoff
(1976). Perpaduan kedua model teoretis tersebut dapat didiagramkan sebagai
berikut:
BDB
AFIKS
KPK
KP
KAMUS
KPG
KA
DM
Keterangan:
BDB : Bentuk Dasar/Morfem Bebas KP : Kaidah Penyesuaian KPG : Kaidah Pemenggalan KA : Kaidah Alomorfi
14
BAB III PEMBENTUKAN VERBA KAUSATIF BAHASA INGGRIS
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, tulisan ini pada hakekatnya
merupakan studi morfologis yang bersifat kasus dan pada pendeskripsian
pembentukan VK dalam bahasa Inggris akan diterapkan perpaduan dua model
teroretis morfologi generatif yakni model Halle dan Aronoff. Dalam pembicaraan
mengenai DM, tulisan ini mengacu konsep Halle sedangkan dalam pembicaraan
mengenai KPK akan diacu konsep Aronoff mengingat kelebihan model yang dimiliki
masing-masing untuk bisa menjelaskan setiap fenomena pembentukan VK tersebut
secara lebih komprehensip.
3.2.1 Daftar Morfem (DM) Seperti yang dikemukakan oleh Halle (1973) dalam pembentukan kata
(dalam kasus ini VK bahasa Inggris) komponen Daftar Morfem menempati urutan
pertama yang sangat penting karena DM tersebut berisikan morfem dasar bebas
dan afiks. Morfem dasar bebas ialah morfem yang dapat berdiri sendiri, telah
memiliki makna leksikal, dan sudah memiliki identitas tertentu seperti verba, nomina,
ajektif dan sebagainya (lihat Aronoff, 1976:40). Dalam bahasa Inggris morfem dasar
bebas yang dapat diproses melalui infleksi dan derivasi menjadi VK berkatagori
verba, nomina, dan ajektif. Afiks merupakan morfem terikat yang tidak dapat berdiri
sendiri sebagai kata, tetapi selalu terikat oleh bentuk lain sehingga afiks merupakan
alat pembentukan kata. Dalam bahasa Inggris terdapat sebuah prefik pembentuk VK
yakni eN- dan 4 jenis sufiks pembentuk VK yang terdiri dari -en, -ize, -fy, dan -ate.
3.2.2 Kaidah Pembentukan Kata (KPK) KPK merupakan tempat dan pedoman dalam pembentukan kata. Semua
muatan yang ada dalam DM disalurkan ke dalam KPK untuk selanjutnya diproses.
Dalam kaitannya dengan pembentukan VK, ada beberapa cara pemrosesan dalam
KPK: yang dapat dipresentasikan melalui bagan berikut:
15
16
Proses pembentukan VK yang terangkum dalam bagan di atas dapat dijelaskan
secara rinci sebagai berikut:
(1) Vi/ N/ A + ∅ > VK
Bentuk dasar bebas monomorfemik berkatagori verba (V) intransitif (i) dibawa ke
KPK dan menjalani proses conversion atau internal derivation melalui modifikasi
kosong atau zero morpheme (∅) menjadi verba transitif sehingga menghasilkan VK.
Jenis verba yang termasuk dalam kelompok ini biasanya adalah verba gerak (verb
of action) dan verba yang menunjukkan perubahan atau proses seperti: move,
change, grow, develop, open, close, start, begin, dan break. Verba kelompok ini
normalnya memiliki subjek makhluk hidup (animate) dalam konstruksi transitifnya
(Lyons, 1977:339). Sedikit berbeda dengan verba di atas adalah kelompok verba
seperti shine dan speed. Walaupun dalam penggunaannya sebagai VK melalui
modifikasi kosong, kedua verba ini memiliki dua bentuk sesuai dengan
kelompoknya. Maksudnya kedua kata ini pertama termasuk irregular verb dengan
infleksi sebagai berikut: shine (present), shone (past), dan shone (past participle)
dan speed (present), sped (past), dan sped (past participle). Tetapi sebagai VK
kedua kata ini termasuk kelompok regular verb dengan infleksi: shine (present),
shined (past), dan shined (past participle) yang bermakna ‘cause to shine’ dan
speed (present), speeded (past), dan speeded (past participle) yang bermakna
‘cause to speed’’
Seperti halnya dengan VK yang dihasilkan melalui penggunaan verba intransitif
menjadi transitif dengan modifikasi kosong, VK juga bisa terbentuk dari BDB
berkatagori nomina (N). BDB monomorfemik berkatagori N dibawa ke KPK dan
menjalani proses yang sama yakni conversion atau internal derivation melalui
modifikasi kosong atau zero morpheme (∅) menjadi verba transitif sehingga
menghasilkan VK denominal.
Misalnya: a. water the lawn
b. skin the cat
c. pocket the pen
17
Di samping nomina BDB berkatagori ajektif (A) juga bisa menjadi dasar
pembentukan VK, BDB monomorfemik berkatagori ajektif dibawa ke KPK dan
menjalani proses yang sama yakni conversion atau internal derivation melalui
modifikasi kosong atau zero morpheme (∅) menjadi verba transitif sehingga
menghasilkan VK deajektival.
Misalnya: A + ∅ > VK
perfect + ∅ > perfect ‘cause to be perfect’
free + ∅ > free ‘cause to be free”
narrow + ∅ > narrow ‘cause to become narrow or narrower’
empty + ∅ > empty ‘cause to become empty’
Ketiga kategori BDB (Vi, N, dan A) setelah mengalami conversion melalui zero
morpheme langsung masuk Kamus tanpa melalui KP.
(2) Vi + Umlaut > VK [ ] > [e] [ai] > [ei] [ai] > [e] [ I ] > [e] Bentuk dasar bebas monomorfemik berkatagori verba intransitif diturunkan melalui
proses ‘’umlaut”. Kata fell misalnya, dibentuk dari verba intransitif fall dengan
mengalami suatu proses yang disebut “umlaut” . Proses umlaut adalah suatu istilah
yang berasal dari bahasa Jerman yang mengandung arti perubahan vokal. Umlaut
amat sering dijumpai dalam bahasa Jerman tetapi fenomena ini merupakan
asimilasi historis. Umpamanya dalam kata buch [bu:x] ‘buku’, bila dijamakkan
menjadi bucher [bu.. r] ‘buku-buku’. Dalam proses penjamakan ini vokal [u] pada
silabe pertama mengalami peninggian dan menjadi [u] (Verhaar, 1977:43). Verhaar
(1977) juga meyakini bahwa istilah ini sudah menjadi istilah internasional walaupun
untuk fenomena yang sama dikenal juga mutasi (mutation) dan metafoni. Perubahan
vokal [ ] dalam verba intransitif fall [f l] mengalami proses umlaut secara historis
menjadi vokal /e/ dalam bentuk transitifnya fell /fel/. Pada masa yang lampau dalam
bahasa Inggris perbedaan bentuk ini digunakan untuk menandai fungsi verba itu
sendiri apakah sebagai verba intransitif ataukah transitif. Dewasa ini verba
18
bermakna kausatif semacam ini hanya sedikit sekali yang masih bisa dijumpai. Di
antaranya adalah:
intransitif > transitif
[ai] > [ei] lie > lay ‘cause to lie’ rise > raise ‘cause to rise’
[I] > [e] sit > set ‘cause to sit’ drink > drench ‘cause to drink’ [ai] > [e] bind > bend ‘cause to bind’ (House & Harman, 1950:95) (3) eN- + N/ A > VK Bentuk dasar bebas (monomorfemik berkatagori nomina atau ajektif dan
prefiks eN- dibawa ke KPK dan menjalani proses derivasi dalam bentuk prefiksasi
sehingga menghasilkan VK denominal atau deajektival.
Misalnya : (a) eN- + N > VK eN- + danger > endanger
eN- + slave > enslave
eN- + box > embox
(b) eN- + A > VK eN- + rich > enrich
eN- + able > enable Pembentukan VK dalam bahasa Inggris melalui proses afiksasi, sering melibatkan
proses morfofonemik sehingga memunculkan alomorf. Sesuai dengan model
teoretis Aronoff, proses morfofonemik ini akan dijelaskan dalam bagian Kaidah
Penyesuaian khususnya Kaidah Alomorfi berikut. (4) N/ A + -en/ -ize > VK
Bentuk dasar bebas monomorfemik berkatagori nomina atau ajektif dan sufiks
dibawa ke KPK diturunkan dan menjalani proses derivasi dalam bentuk sufiksasi
19
sehingga menghasilkan VK denominal atau deajektival. Dari sekian jumlah sufiks
yang ada dalam bahasa Inggris, imbuhan pembentuk VK dari nomina dan ajektif
(selanjutnya disingkat A) adalah sufiks -en dan -ize.
Misalnya: (a) N + -en > VK strength + -en > strengthen haste + -en > hasten (b) A + -en > VK deep + -en > deepen bright + -en > brighten fast + -en > fasten (c) N + -ize > VK colony + -ize > colonize harmony + -ize > harmonize (d) A + -ize > VK legal + -ize > legalize stable + -ize > stabelize (5) A + -fy/ -ate > VK
Bentuk dasar bebas monomorfemik berkatagori ajektif dan sufiks -fy / -ate
dibawa ke KPK diturunkan dan menjalani proses derivasi dalam bentuk sufiksasi
sehingga menghasilkan VK deajektival. Misalnya: , solid + -fy > solidify, simple +
-fy > simplify dan active + -ate > activate (6) (((A + Umlaut) + i) + -fy)) > VK
Dalam studi kasus pembentukan VK ini juga ditemukan dala seperti VK clarify
merupakan turunan BDB clear /kli r/ yang pada tahap pertama mengalami proses
umlaut ( [i ] > [a] ) dan selanjutnya mendapat penambahan bunyi /I/ sebelum
mendapat imbuhan -fy (clear + umlaut + I + -fy > clarify)
(7) (eN + (A + -en)) > VK Pola pembentukan ke tujuh ini menunjukkan bahwa VK dihasilkan dari dua
kali penurunan BDB berkatagori A melalui proses pertama afiksasi (penambahan
sufik -en kepada BDB) dan terkena kaidah alomorfi dan selanjutnya VK ini masuk
kamus. VK hasil bentukan tersebut selanjutnya bisa diturunkan kembali ke KPK dan
mengalami prefiksasi (penempelan prefiks eN- ) namun tetap mempertahankan
20
katagori dan makna pertamanya sehingga dalam kamus terdapat dua kata yang
memiliki makna dan katagori sama dan satu. Misalnya (eN- + (bright + -en)) >
embrighten dan (eN- + (wide + -en)) > enwiden (Masalah ini juga akan disinggung
dalam pembicaraan Kaidah Alomorfi berikut)
3.2.2 Kaidah Penyesuaian (Adjustment Rules) 3.2.2.1 Kaidah Pemenggalan (Truncation Rules) dalam Pembentukan VK Untuk menangani alternasi oleh faktor-faktor lain yang termasuk dalam
komponen leksikal Aronoff (1976:105) mengajukan kaidah penyesuaian (adjustment
rules) yang terdiri dari dua kaidah yakni (1) kaidah pemenggalam (truncation rules)
dan (2) kaidah alomorfi (allomorphy rules). Truncation rules mencakup kaidah
menghilangkan atau memotong suatu morfem yang ada dalam kata pada proses
pembentukan kata ditambah imbuhan (seperti misalnya kata evacuate > evacuee
dan nominate > nominee dalam bahasa Inggris). Dalam kasus pembentukan VK
melalui afiksasi tidak diketemukan proses pemenggalan/ penghilangan morfem.
3.2.2.2 Kaidah Alomorfi (Allomorphy Rules) dalam pembentukan VK Pembentukan VK dalam bahasa Inggris melalui proses afiksasi, sering
melibatkan proses morfofonemik sehingga memunculkan alomorf. Seperti yang
tercantum dalam DM afiks derivasional pembentuk VK mencakup prefiks eN- dan
sufiks en-, -ize, -fy, dan -ate.
(1) Prefiks eN-
Prefiks eN- yang melekat di depan bentuk dasar bebas berkatagori N dan A
menimbulkan alomorf yang ditentukan oleh lingkungan segmen awal dari bentuk
asal. Varian prefiks eN- memiliki dua bentuk alomorf yakni en- dan em-.
Prefik eN- menjadi em- bila yang melekat pada bentuk dasar bebas
berkatagori N dan A yang diawali oleh konsonan bilabial stop [b] dan [p] seperti
dalam:
a. eN- + N > VK eN- + box > embox
21
eN- + plane > emplane b. eN- + A > VK eN- + bitter > embitter eN- + brown > embrown
Prefiks eN- menjadi en- bila melekat pada N atau A yang diawali oleh bukan
konsonan [b] dan [p] seperti:
a. eN- + N > VK eN- + cage > encage eN- + danger > endanger eN- + force > enforce eN- + noble > ennoble eN- + slave > enslave eN- + throne > enthrone
b. eN- + A > VK eN- + rich > enrich eN- + able > enable
eN- + dear > endear
(2) Sufiks -en
Sufiks -en melekat pada akhir bentuk dasar berkatagori N atau A. Seperti
halnya dengan prefiks eN-, sufiks -en memiliki dua allomorf yakni -en dan -n. Sufiks
-en menjadi -n bila terjadi penghilangan akibat melekat pada bentuk dasar bebas N
atau A yang diakhiri oleh konsonan [ t ] seperti dalam:
a. N + -en > VK heart + -en > hearten [ ha:rtn ] fright + -en > frighten [ fraitn ] height + -en > heighten [ haitn ] b. A + -en > VK fat + -en > fatten [ faetn ] light + -en > lighten [laitn ] short + -en > shorten [ :tn ]
Sufiks -en melekat pada A atau N yang diakhiri oleh konsonan (kecuali
konsonan nasal m, n, dan n serta konsonan likwid r).
Contoh:
a. A + -en > VK (A diakhiri oleh konsonan bilabial stop [p] atau [b]) deep + -en > deepen sharp + -en > sharpen
22
Untuk A yang diakhiri oleh [b] tidak didapatkan contoh.
b. A yang diakhiri oleh konsonan dental stop [d]
A + -en > VK bold + -en > bolden hard + -en > harden broad + -en > broaden
c. A yang diakhiri oleh konsonan velar stop [k] dan [g]
A + -en > VK black + -en > blacken dark + -en > darken weak + -en > weaken
Tidak diketemukan contoh A yang berakhir dengan [g]
d. A yang diakhiri oleh konsonan frikatif [f] dan [v]
A + -en > VK stiff + -en > stiffen deaf + -en > deafen live + -en > liven
e. A yang diakhiri oleh konsonan sibilant [ -s -z] dan [ ]
A + -en > VK less + -en > lessen loose + -en > loosen fresh + -en > freshen f. A yang yang berakhir dengan [ ] hanya largen ‘cause to become large or larger’
dan A yang berakhir dengan [ l ] berjumlah hanya dua buah yakni dullen ‘cause to
become dull’ dan palen ’cause to become pale’
g. Sufiks -en yang melekat pada bentuk dasar bebas berkatagori N adalah length +
-en > lengthen dan strength + -en > strengthen.
Seperti yang dijelaskan di depan, KPK Aronoff sangat sensitif terhadap fitur
sintaktik maupun pembatasan seleksional. Restriksi untuk KPK juga ditemukan
dalam fonologi. Ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan dalam proses
sufiksasi pembentukan VK dengan -en. Sufiks -en tidak bisa ditambahkan kepada A
23
yang diakhiri oleh vokal atau diftong seperti: free [fri], blue [blu] , shy [ ai ] , high [hai],
low [lou] ,narrow [naerou] yellow [jelou] , holy [houli], steady [stedi], slow [slou], new
[nju]. Dari sudut konsonan, ternyata sufiks -en tidak bisa pula dilekatkan pada A
yang diakhiri oleh konsonan nasal m, n, dan n serta konsonan likwid seperti dalam
slim, clean, strong, long, far, near. Mungkin alasan inilah yang menyebabkan kita tak
menjumpai VK longen atau strongen tetapi lengthen ‘cause to become long or
longer’ atau strengthen ‘cause to become strong or stronger’.
Kasus lain yang perlu dikemukakan di sini mengenai pembentukan VK dari A
yang menggunakan prefiks eN- dan sufiks -en adalah:
(a) untuk membentuk VK dari A rich dan large bisa dilakukan dengan proses
prefiksasi ataukah dengan sufiksasi tanpa mempengaruhi arti verba derivasi
tersebut. Jadi sebagai VK kita menemukan dua bentuk sesuai dengan proses
yang dialaminya yakni enrich atau richen dan enlarge atau largen. Tetapi
secara sinkronis biasanya kita hanya menjumpai bentuk enrich dan enlarge
saja.
(b) dalam VK yang dibentuk dari A seperti bold, bright, glad, live, dan wide,
menghasilkan VK bolden, brighten, gladden, liven dan widen berturut-turut
setelah mengalami proses sufiksasi. Di samping itu diketemukan juga bentuk
VK embolden, embrighten, engladden, enliven dan enwiden di mana kedua
jenis afiks (prefiks eN- dan sufiks -en) digunakan. Masalah ini perlu ditelusuri
lebih jauh secara historis ataukah kita harus menganggap bentuk ini adalah
hasil prefiksasi dari bentuk dasar kompleks bolden, brighten, gladden, liven
dan widen karena tidak diketemukan bentuk embold, embright, englad, enlive
atau enwide. Kalau demikian pastilah kata-kata itu mengalami dua kali proses
afiksasi dengan tetap mempertahankan fungsi dan maknanya. Kalau bukan
seperti itu apakah bisa dianggap VK embolden, embrighten, engladden,
enliven, dan enwiden dibentuk dari ajektif bold, bright, glad, live, dan wide
berturut-turut dengan menambahkan konfiks eN- -en? Kiranya proses ini
tidaklah mungkin karena dalam bahasa Inggris tidak didapatkan konfiks.
24
3. Sufiks -ize
Sufiks -ize berasal dari bahasa Perancis -iser (Jespersen, 1974:318) Berbeda
dengan prefiks eN- dan sufiks -en, sufiks -ize merupakan sufiks pembentuk verba
dari nomina dan ajektif yang masih sering dan banyak dijumpai dalam bahasa
Inggris dewasa ini walaupun tidaklah semua verba yang dihasilkan melalui proses
sufiksasi dengan menggunakan sufiks -ize ini mengandung makna kausatif. Berikut
adalah contoh-contoh VK yang dibentuk melalui pelekatan sufiks -ize pada N dan A:
a. N + -ize > VK
hospital + -ize > hospitalize
b. N + penghilangan /i/ + -ize > VK colony + penghilangan /i/ + -ize > colonize harmony + penghilangan /i/ + -ize > harmonize
c. A + -ize > VK actual + -ize > actualize absolute + -ize > absolutize equal + -ize > equalize
4. Sufiks -ate
Sufiks -ate adalah sufiks pembentuk verba yang berkembang dari akhiran
partisipal bahasa Latin -atus yang kemudian berfungsi sebagai akhiran verba biasa
kira-kira tahun 1300 (Jespersen, 1974:447). Dalam pembentukan VK , sufiks -ate
melekat pada bentuk dasar bebas berkatagori A seperti dalam kata active + -ate >
activate
5. Sufiks -fy
Sufiks -fy melekat pada akhir bentuk dasar berkatagori A. Sufiks pembentuk
VK ini berasal dari bahasa Perancis -fier, dari bahasa Latin -ficare (Jesperson,
1974:451). Proses pembentukan VK dengan sufiks -fy selalu didahului oleh gejala
ponotaktik berupa penyisipan fonem /i/ di antara bentuk dasar bebas berkatagori A
seperti dalam contoh berikut:
A + i + -fy > VK
simple + /i/ + -fy > simplify ‘cause to become simple’ intense + /i/ + -fy > intensify ‘cause to become intense’
25
solid + /i/ + -fy > solidify ‘cause to become solid’
3.3 Makna Kausatif Berdasarkan Hubungan VK dengan Kata Dasar Pembentukan VK
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa kajian morfologis tidak bisa
dipisahkan secara mutlak dengan aspek-aspek linguistik lain seperti fonologi,
sintaksis dan semantik. Proses pembentukan kata tidak bisa dipisahkan dengan
bidang fonologi karena terkait dengan masalah morfofonemik yang diakibatkan oleh
penyesuaian atau perubahan bunyi dalam proses pembentukan yang dialami.
Bidang fonologi bisa dipakai untuk memecahkan masalah morfofonemik yang
menimbulkan adanya penambahan, penghilangan dan perubahan fonem akibat
adanya pengaruh bunyi dari lingkungannya dalam proses morfologi tertentu.
Pembentukan verba melalui proses derivasi misalnya mengakibatkan perubahan
makna dari bentuk dasarnya dan masalah ini terkait dengan kajian semantik serta
sekaligus pula tidak dapat dipisahkan dalam hubungannya dengan struktur kalimat
di mana verba itu digunakan.
Pembentukan VK dalam bahasa Inggris telah menunjukkan kesalingterkaitan
antara ke tiga aspek linguistik (fonologi, sintaksis dan semantik) dengan morfologi.
Terciptanya kata-kata seperti soften [sofen], fasten [fasen], dan moisen [moisen]
yang menambahkan afiks -en pada kata dasar yang berakhir dengan bunyi obstruen
diakibatkan oleh pembentukan kata ini tejadi setelah bunyi obstruen [t] menjadi luluh
(mute) dalam lingkungan -stn- dan -ftn-.Pada umumnya bunyi obstruen atau
sonoran tidak terlesapkan,apabila diikuti oleh afiks -en seperti bisadijumpai dalam
kata-kata : blacken, whiten, dampen, harden, dsb. Pelepasan [t] ini terjadi sebagai
akibat dari aturan fonologi. Dengan demikian maka KPK juga mempunyai akses
terhadap komponen fonologi.
Dardjowijojo (1988:50) melihat bahwa salah satu syarat utama dalam
penurunan secara transformasional adalah adanya suatu keajegan (consistency)
sintaktik maupun semantik. Menurut Aronoff, keluaran (output) dari KPK harus
memenuhi persyaratan tertentu baik sintaktik maupun semantik. Dari sudut sintaktik,
hasil KPK harus memiliki katagori sintaktik utama. Dari segi semantik keluaran KPK
26
pada umumnya merupakan campuran antara semantik dari kata dasar dengan afiks
yang dipakai. Dengan demikian maka parafrase dari keluaran ini bisa dengan
mudah dibuat,
Secara struktural makna kausatif tidak bisa dilepaskan dari konstruksi transitif
dalam arti bahwa semua VK selalu didapatkan dalam bentuk transitif sehingga
mungkin bisa menimbulkan kesimpulan yang memandang bahwa setiap verba
transitif mengandung makna kausatif. Ditinjau secara semantik tidaklah demikian
halnya. Banyak kata kerja transitif yang tidak bisa diterjemahkan atau
diinterpretasikan ke dalam pengertian kausatif. Kita bisa memandang kata ring
sebagai ‘cause to ring’ dan kill sebagai ‘cause to die’, tetapi tidaklah demikian halnya
dengan hit. Misalnya, John killed Bill bisa diinterpretasikan dengan ‘John caused Bill
to die’ tetapi John hit Bill akan menjadi tanda tanya ‘John caused Bill to....?’
Dari segi semantik, VK yang diturunkan dari nomina bisa dibuatkan suatu
generalisasi makna kausatif berdasarkan parafrase atas unsur-unsur semantik
(semantic features) CAUSE, MOTION, dan LOCATION sebagai berikut:
1. Kelompok VK denominal yang melalui modifikasi kosong (∅)
(a) ‘CAUSE O to move to LOC. ’ : P : Obj. water the lawn oil the bike paper the wall
(b) ‘CAUSE O to move from LOC. ’ : P : Obj. skin the cat bone the chicken
Secara formal peran semantik O dalam hubungan contoh (a) dan (b) di atas
direalisasi oleh Predikat (P) sedangkan peran Loc. direalisasi oleh Objek (Obj.).
Dalam bahasa Inggris nampaknya sedikit sekali VK yang termasuk dalam golongan
ini, Penggunaan VK yang termasuk golongan (b) ini terbatas proses kegiatan
pembuatan makanan seperti kata skin, gut, scale, bone, defeather untuk binatang
dan peel, pit untuk buah-buahan. (Rose, 1977:46)
27
(c) ‘CAUSE O to be in LOC. ’ : Obj. : P pocket the pen crate the books can the tomatoes 2. Kelompok VK denominal yang diturunkan melalui afiksasi : (a) ‘CAUSE O to be in LOC.’ encage the bird em[plane the passengers hospitalize the sick man (b) ‘CAUSE O to be in a state’ endanger the country colonize the country strengthen the argument (c) ‘CAUSE O to have ....’ encourage the people empower the president
3. Dari segi semantik, VK yang diturunkan dari A memiliki makna pokok :
‘CAUSE O to be (become) .... ’ : Obj. : P
(a) empty the wallets dry your hands blind the eyes
(b) weaken the trade enable the country to overcome ... legalize the document
28
BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan diskusi tentang pembentukan VK dalam bahasa Inggris di atas
terdapat beberapa kesimpulan yang bisa diambil:
1. Pembentukan VK dalam bahasa Inggris mengalami dua jenis proses morfologis
yakni infleksi dan derivasi.
2. Bentuk dasar yang bisa berfungsi sebagai dasar bentukan VK adalah BDB
berkatagori V, N, dan A. Pembentukan VK dari V melalui proses infleksi yang
dihasilkan dari conversion/ internal derivation (zero morpheme) dan umlaut.
Pembentukan VK dari N dan A selalu merupakan proses derivasi melalui
conversion/ internal derivation (zero morpheme) dan afiksasi melalui
penambahan prefiks eN- atau sufiks -en, -ize, -fy, dan -ate. Dalam beberapa
kasus juga ditemukan pembentukan VK melalui kombinasi beberapa proses
morfologi seperti bentuk dasar (A) + umlaut + -fy dan dua kali penurunan BDB
berkatagori A melalui proses pertama sufiksasi (penambahan sufiks -en) pada A
menjadi VK yang bersifat derivatif dan kemudian VK bentukan ini pada tahap ke
dua mengalami proses infleksi melalui penambahan prefiks eN- tanpa merubah
katagori dan makna kata dasarnya.
3. Hubungan VK dengan makna kata dasar pembentuk VK memungkinkan kita
untuk membuat suatu generalisasi makna dasar kausatif dalam bahasa Inggris.
Berdasarkan parafrase atas unsur-unsur semantik (semantic features) cause,
motion, dan location, VK yang diturunkan dari N memiliki makna:
(a) Cause O (secara formal direalisasi oleh P) to move to/ from Loc. (secara
formal direalisasi oleh Objek)
(b) Cause O (secara formal direalisasi oleh Objek) to be in Loc. (secara formal
direalisasi oleh P)
(c) Cause O to be in a state ..
(d) Cause O to have ……
29
VK yang diturunkan dari A memiliki makna pokok: Cause O (secara formal
direalisasi oleh Objek) to be (become) …. (secara formal direalisasi oleh P).
4. Walaupun dalam model teoretis Aronoff menyediakan fasilitas aturan
pemenggalan (truncation rules) namun di dalam proses pembentukan VK dalam
bahasa Inggris belum diketemukan proses morfologis berupa pemenggalan
morfem pada bentuk dasar sebelum mengalami penambahan afiks.
30