Download - modul integrasi nasional 2 2014 (1)
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
BUKU BIDANG STUDI/MATERI POKOK
KEWASPADAAN NASIONAL
BUKU PANDUAN MODUL 4 S.D. 7
NASKAH LEMBAGA
SUB B.S INTEGRASI NASIONAL
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI
PROGRAM PENDIDIKAN REGULER ANGKATAN (PPRA) LII TAHUN 2014
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
BUKU PANDUAN
BIDANG STUDI/MATERI POKOK KEWASPADAAN NASIONAL
SUB B.S INTEGRASI NASIONAL
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI PROGRAM PENDIDIKAN REGULER ANGKATAN (PPRA) LII
TAHUN 2014
DAFTAR ISI
PANDUAN UMUM MATA KULIAH ”INTEGRASI NASIONAL”
1. Tinjauan Mata Kuliah
a. Relevansi
b. Diskripsi Mata Kuliah
c. Standar Kompetensi
d. Kompetensi Dasar
2. Struktur Materi
3. Rencana Penyelesaian Bahan Ajaran dan Tugas
4. Petunjuk Belajar
PANDUAN KHUSUS MATA KULIAH “INTEGRASI NASIONAL”
Modul 4 : KONSEP BANGSA DAN WUJUD INTEGRASI NASIONAL
1. Deskripsi
2. Relevansi
3. Kegiatan Belajar:
a) Kegiatan Belajar 4
b) Uraian Singkat
Modul 5: TINJAUAN SINGKAT SEJARAH INTEGRASI NASIONAL
1. Deskripsi
2. Relevansi
3. Kegiatan Belajar:
a) Kegiatan Belajar 5
b) Uraian Singkat
Modul 6: PERANAN NASIONALISME DALAM PROSES INTEGRASI NASIONAL
1. Deskripsi
2. Relevansi
3. Kegiatan Belajar:
a) Kegiatan Belajar 6
b) Uraian Singkat
Modul 7: LINGKUNGAN STRATEGIS DAN PRIORITAS KEBIJAKAN SERTA STRATEGI PEMBINAAN INTEGRASI NASIONAL
1. Deskripsi
2. Relevansi
3. Kegiatan Belajar:
a) Kegiatan Belajar 7
b) Uraian Singkat
PANDUAN UMUM MATA KULIAH
“INTEGRASI NASIONAL”
1. Tinjauan Mata Kuliah.
a. Relevansi.
Salah satu dari sub bidang studi atau materi pokok Kewaspadaan Nasional
adalah Integrasi Nasional. Integrasi Nasional dalam pendidikan di Lemhannas RI
merupakan salah satu mata kuliah yang harus dimengerti dan dipahami oleh peserta
Pendidikan Lemhannas RI, baik untuk pendidikan singkat maupun reguler.
Dalam sejarah Indonesia, ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, sesungguhnya Indonesia
yang dicita-citakan belum terwujud atau terintegrasi secara utuh. Proklamasi
baru merupakan langkah awal menjadi Indonesia meskipun perjalanan menuju
tujuan itu sudah dirintis sejak pergerakan Boedi Oetomo tahun 1908.
Oleh karena itu, Integrasi Nasional harus dicermati secara kritis,
konteksional dan proporsional karena hal-hal sebagai berikut :
1) Bangsa Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa, etnis, ras, dan
agama (Suku, Agama, Ras dan Golongan).
2) Wilayah Indonesia merupakan kepulauan yang luas terdiri lebih kurang
17.508 (Pusurta ABRI 1987) pulau-pulau besar dan kecil dengan
infrastruktur, perhubungan dan telekomunikasi yang belum memadai.
3) Pemahaman masyarakat/rakyat tentang ke Indonesiaan dan
terbentuknya bangsa Indonesia relatif kurang.
4) Kedudukan dan posisi strategis Indonesia dapat dimanfaatkan oleh
kepentingan-kepentingan asing yang dapat merugikan bangsa dan negara.
Integrasi nasional merupakan kebutuhan mutlak bangsa Indonesia,
karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan tidak akan
menghilangkan kemajemukannya. Hal penting yang harus diupayakan bersama
dengan rasa tanggung jawab yang sebesar-besarnya, adalah bagaimana
mengupayakan kemajemukan itu menjadi suatu kekuatan yang menyegarkan bagi
bangsa Indonesia dan bukan menjadi unsur-unsur yang mencerai-beraikan
Indonesia.
Perlu disadari bahwa integrasi nasional merupakan masalah yang strategis
dan kompleks. Konsepsi integrasi nasional sangat terkait dengan konsepsi negara
nasional dan nation. Negara nasional adalah suatu negara yang didasarkan pada
ideologi nasionalisme, yang menghendaki adanya suatu wilayah nasional sebagai
tanah air dan didukung oleh bangsa (nation) yang utuh. Sedangkan bangsa
(nation) adalah suatu entitas politik yang terdiri atas warga negara suatu negara
nasional, yang walaupun berbeda-beda latar belakang ras, etnik, agama dan
golongan satu sama lain, tetapi mempunyai kehendak yang kuat untuk bersatu di
bawah payung negara nasional.
Oleh karena itu, suatu negara nasional, bangsa, serta integrasi nasional
bertumpu pada suatu tali halus batiniah yang mengikat seluruh unsur negara, yaitu
adanya kehendak yang kuat untuk bersatu. Berbagai suku, agama, ras, dan
golongan yang sudah ada sebelum adanya bangsa dan negara nasional, harus sudah
merasakan adanya kehendak yang kuat untuk bersatu yang timbul dari kontrak dan
komunikasi yang lama.
Secara kronologis, bangsa (nation) harus ada terlebih dahulu sebelum adanya
negara bangsa (the nation state). Hal itu berarti bahwa status kewarganegaraan
secara yuridis formal saja tidak dengan sendirinya menjadikan sekelompok orang
yang menjadi bagian dari suatu bangsa (nation) karena harus melalui proses
membatinkan negara ke dalam jiwa. Oleh karena itu, negara Indonesia yang di
proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang terdiri atas multietnik sebagai
suatu negara nasional dan suatu bangsa pendukung, mau tidak mau harus berlaku
transfer of loyality dari berbagai kelompok etnik tersebut kepada negara nasional
dan nation yang baru.
Proses transformasi yang dinamakan nation building tersebut merupakan
proses yang kompleks, dinamis, dan berjangka waktu yang lama. Dikatakan
demikian Karena kesetiaan pranasional tidak mungkin berubah secara sekejap.
Memang, semangat nasionalisme lebih mudah ditanamkan kepada generasi muda
daripada kepada generasi yang lebih tua dalam tatanan pranasional.
Proses menyatukan berbagai etnik untuk menjadi warga baru, yaitu warga
negara Republik Indonesia, tidak selalu mulus. Problem yang melekat adalah
problem pembentukan bangsa (nation) baru itu sendiri yang lebih dikenal sebagai
nation building and character building atau problem/masalah integrasi nasional yang
perlu pembinaan secara terus menerus.
Konsepsi bangsa (nation) atau bangsa Indonesia melekat pada asas
persatuan dan kesatuan bangsa, artinya walaupun terdiri atas berbagai suku,
agama, adat istiadat, asal-usul/keturunan, golongan dan lain-lain, semua itu terikat
di dalam satu keindonesiaan. Dengan demikian sangat tepat dan memadai
semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” untuk melambangkan sifat kebangsaan
Indonesia.
Konsepsi bangsa (nation) seperti itulah yang sesungguhnya dipersembahkan
oleh para pendiri bangsa (founding fathers dan founding mothers) kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. DESKRIPSI MATA KULIAH.
Mata kuliah Integrasi Nasional dibagi ke dalam 4 (empat) modul. Tiap-tiap
modul berisi pemahaman singkat, relevansi, dan uraian materi yang harus dipahami.
Keempat modul tersebut masing-masing membahas materi sebagai berikut :
1) KONSEPSI BANGSA (NATION) DAN WUJUD INTEGRASI NASIONAL.
Dalam materi ini dijelaskan :
a) Konsepsi Negara Bangsa (Nation State) dan
b) Wujud Integrasi Nasional.
2) TINJAUAN SINGKAT SEJARAH INTEGRASI NASIONAL. Dalam materi ini
dijelaskan :
a) Perjalanan Sejarah Integrasi Bangsa Indonesia dan
b) Tantangan Integrasi Nasional.
3) PERANAN NASIONALISME DALAM PROSES INTEGRASI NASIONAL.
Dalam materi ini dijelaskan :
a) Nasionalisme dan Ancaman Disintegrasi dan
b) Etno Nasionalisme dan bentuk Nasionalisme lainnya.
4) LINGKUNGAN STRATEGIS DAN PRIORITAS KEBIJAKAN SERTA
STRATEGI PEMBINAAN INTEGRASI NASIONAL. Dalam materi ini dijelaskan :
a) Pengaruh Lingkungan Strategis, Peluang, dan Kendala serta
b) Prioritas Kebijakan dan Strategi Pembinaan Integrasi Nasional.
c. STANDAR KOMPETENSI
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta PPSA/PPRA mengerti
dan memahami Integrasi Nasional untuk kepentingan perwujudan persatuan dan
kesatuan bangsa dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. KOMPETENSI DASAR
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta PPSA/PPRA, tidak hanya
mengerti dan memahami Integrasi Nasional, tetapi dapat juga secara rinci
menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan sebagai berikut :
1) Konsep Bangsa (Nation) dan Wujud Integrasi Nasional dikaitkan
dengan kondisi yang berlaku saat ini dan ke depan.
2) Tinjauan singkat Sejarah Integrasi Nasional serta perkembangannya ke
depan sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis untuk kepentingan
kelangsungan kehidupan nasional dalam rangka pembangunan nasional.
3) Peranan Nasionalisme dalam Proses Integrasi Nasional dihadapkan
pada perkembangan lingkungan strategis untuk kepentingan nasional
Indonesia. Dalam hal ini peserta diharapkan mampu untuk memetakan
berbagai ancaman yang perlu diwaspadai yang akan mengancam
nasionalisme Indonesia dan kelangsungan kehidupan nasional NKRI
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
4) Lingkungan strategis dan prioritas kebijakan serta strategi pembinaan
integrasi nasional dihadapkan pada ancaman disintegrasi sosial dan nasional,
serta prioritas kebijakan. Strategi pembinaan yang harus dilakukan
sehubungan dengan perkembangan lingkungan strategis yang diwarnai oleh
globalisasi dengan berbagai dampaknya tidak hanya menguntungkan
dalam menunjang integrasi nasional, tetapi sekaligus menjadi ancaman
disintegrasi nasional.
2. STRUKTUR MATERI.
a. Pokok-pokok Bahasan; Konsep Bangsa (Nation) dan Wujud Integrasi
Nasional dengan sub pokok bahasan meliputi :
1) Konsepsi Bangsa (Nation) dan
2) Wujud Integrasi Nasional.
b. Pokok-pokok Bahasan; Tinjauan Singkat Sejarah Integrasi Nasional dengan
sub pokok bahasan meliputi :
1) Perjalanan Sejarah Integrasi Bangsa Indonesia dan
2) Tantangan Integrasi Nasional.
c. Pokok-Pokok Bahasan; Peranan Nasionalisme dalam Proses Integrasi Nasional
dengan sub pokok bahasan meliputi :
1) Nasionalisme dan Ancaman Disintegrasi dan
2) Etno Nasionalisme dan Bentuk Nasionalisme lainnya
d. Pokok-Pokok Bahasan; Lingkungan Strategis dan Prioritas Kebijakan serta
Strategi Pembinaan Integrasi Nasional dengan sub pokok bahasan meliputi :
1) Pengaruh Lingkungan Strategis, Peluang dan Kendala dan
2) Prioritas Kebijakan dan Strategi Pembinaan Integrasi Nasional.
3. RENCANA PENYELESAIAN BAHAN AJARAN DAN TUGAS.
Seluruh kegiatan belajar bidang studi/materi pokok Kewaspadaan Nasional terdiri
atas materi pokok 1 (Kewaspadaan Nasional Pasca orde Baru, 3 modul, yaitu modul 1 s.d.
3). materi pokok 2 (Integrasi Nasional, 4 modul, yaitu modul 4 s.d. 7), dan materi
pokok 3 (Manajemen Konflik, 3 modul, yaitu modul 8 s.d. 10). Modul tersebut
diselesaikan dalam 10 minggu. Materi pokok 2, Integrasi Nasional diselesaikan dalam
waktu sebagai berikut :
a. minggu IV : Modul 4,
b. minggu V : Modul 5,
c. minggu VI : Modul 6, dan
d. minggu VII : Modul 7.
4. PETUNJUK BELAJAR.
Untuk mempelajari mata kuliah Integrasi Nasional, peserta PPRA/PPSA
diharuskan membaca dan menguasai isi buku (naskah Lembaga) Integrasi Nasional Pokja
Kewaspadaan Nasional Lemhannas RI. Disamping itu, buku-buku lain yang berkaitan
dengan Integrasi Nasional, seperti Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional sangat
dianjurkan untuk dibaca agar menambah kejelasan dan pemahaman, karena materi
Integrasi Nasional, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional, saling kait mengkait
antara yang satu dengan yang lainnya.
Kepada peserta PPRA/PPSA diharapkan mampu membuat rangkuman tiap-tiap
modul dan mengkaitkannya antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga peserta
PPRA/PPSA akan lebih memahami mata kuliah Integrasi Nasional secara utuh. Akan sangat
bermanfaat dan memiliki wawasan yang lebih luas, apabila peserta PPRA/PPSA mengikuti
setiap perkembangan situasi lingkungan strategis, lalu mengkaitkannya dengan teori-teori
yang dibahas dalam mata kuliah ini.
PANDUAN KHUSUS MATA KULIAH ”INTEGRASI NASIONAL”
MODUL 4
KONSEP BANGSA (NATION) DAN WUJUD
INTEGRASI NASIONAL
1. DESKRIPSI.
Konsep bangsa (nation) dan wujud Integrasi Nasional dalam ilmu pengetahuan
tentang Integrasi Nasional adalah pengetahuan yang berkaitan dengan kebangsaan
(nation) dan negara kebangsaan (nation state) yang keberadaan dan manfaatnya sangat
diperlukan dalam kehidupan nasional, seperti NKRI.
2. RELEVANSI.
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan peserta PPRA/PPSA akan memperoleh
pemahaman pengetahuan tentang konsep kebangsaan dan konsep negara kebangsaan
yang sangat diperlukan bagi setiap lulusan PPRA/PPSA Lemhannas RI, pendidikan pimpinan
tingkat nasional. Dengan mengerti dan memahami konsep bangsa (nation), konsep negara
kebangsaan serta wujud dari Integrasi Nasional, lulusan PPRA/PPSA diharapkan mampu
menjadi pimpinan nasional yang berkualitas negarawan. Pemimpin negarawan adalah
pemimpin yang berpikir, bersikap, dan bertindak sebagai negarawan. Berpikir negarawan
adalah berpikir menggunakan paradigma nasional. Bersikap negarawan adalah bersikap
selalu mawas ke dalam dan keluar (inward dan outward looking). Bertindak negarawan
adalah bertindak yang konseptual. Oleh karena itu, pengetahuan tentang konsep nation
dan wujud integrasi nasional sangat diperlukan bagi peserta PPRA/PPSA Lemhannas RI.
3. KEGIATAN BELAJAR.
a. Kegiatan Belajar 4 dengan Pokok Bahasan
1) Konsepsi Bangsa (Nation)
2) Wujud Integrasi Nasional.
b. Uraian singkat pokok bahasan tentang Konsepsi Bangsa dan Wujud Integrasi
Nasional, baca dan pelajari naskah lembaga tentang Integrasi Nasional pada bab II.
MODUL 5
TINJAUAN SINGKAT SEJARAH INTEGRASI NASIONAL
1. DESKRIPSI.
Tinjauan singkat sejarah Integrasi Nasional adalah bagian dari pengetahuan tentang
Integrasi Nasional. Keberadaan dan manfaat pengetahuan ini sangat diperlukan bagi
peserta PPRA/PPSA Lemhannas RI. Lemhannas RI sebagai LPNK (Lembaga Pemerintah
Non Kementerian) melaksanakan tugas pendidikan pimpinan tingkat nasional, memandang
perlu memberikan pengetahuan tersebut untuk membekali pimpinan tingkat nasional dalam
keterlibatannya pada kehidupan nasional dalam negara kebangsan NKRI.
2. RELEVANSI.
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan peserta PPRA/PPSA akan memperoleh
pemahaman pengetahuan tentang sejarah integrasi nasional secara singkat yang sangat
diperlukan oleh setiap peserta. Dengan bekal pengetahuan tersebut diharapkan peserta
semakin yakin bahwa integrasi nasional belum final dan masih akan terus berproses.
Dalam proses menuju Integrasi Nasional yang di harapkan tersebut, di yakini bahwa
berbagai kendala akan terus ditemukan. Sejarah menunjukkan bahwa sampai dengan saat
ini pun kendala yang menghadang proses menuju integrasi nasional masih terus
ditemukan, terlebih lagi pada era Reformasi atau era demokratisasi, yaitu era yang
memberi peluang kebebasan berekspresi bagi setiap anak bangsa dalam iklim demokrasi,
yang potensial mengundang disintegrasi bangsa.
3. KEGIATAN BELAJAR.
a. Kegiatan Belajar 5 dengan pokok bahasan
1) Perjalanan Sejarah Integrasi Bangsa Indonesia dan
2) Tantangan Integrasi Nasional
b. Uraian Singkat pokok bahasan tentang Perjalanan Sejarah Integrasi Bangsa
Indonesia dan Tantangan Integrasi Nasional, baca dan pelajari naskah lembaga
tentang Integrasi Nasional pada bab III.
MODUL 6
PERANAN NASIONALISME DALAM PROSES
INTEGRASI NASIONAL
1. DESKRIPSI.
Peranan nasionalisme dalam proses Integrasi Nasional adalah bagian dari
pengetahuan Integrasi Nasional yang keberadaan dan manfaatnya sangat diperlukan oleh
peserta PPRA/PPSA Lemhannas RI. Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang menjadi
syarat mutlak terjadinya integrasi nasional. Berbagai permasalahan yang terjadi
menyangkut integrasi nasional, berakar masalah pada kualitas dari nasionalisme itu sendiri.
Semakin kuat dan kokoh kualitas nasionalisme suatu bangsa, semakin kuat dan kokoh juga
integrasi nasional suatu bangsa, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, peranan
nasionalisme dalam proses integrasi nasional sangat signifikan.
2. RELEVANSI.
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan peserta PPRA/PPSA akan memperoleh
pemahaman pengetahuan tentang Peranan Nasionalisme dalam Proses Integrasi Nasional.
Hal ini diperlukan bagi Pimpinan Tingkat Nasional, yaitu pimpinan yang selalu berpikir,
bersikap, dan bertindak untuk kepentingan membangun dan memelihara persatuan dan
kesatuan Bangsa.
3. KEGIATAN BELAJAR
a. Kegiatan Belajar 6 dengan pokok bahasan
1) Nasionalisme dan Ancaman Disintegrasi
2) Etno Nasionalisme dan Bentuk Nasionalisme lainnya
b. Uraian Singkat pokok bahasan tentang Nasionalisme dan Ancaman
Disintegrasi serta Etno Nasionalisme dan Bentuk Nasionalisme lainnya, baca dan
pelajari naskah lembaga tentang Integrasi Nasional pada bab IV.
MODUL 7
LINGKUNGAN STRATEGIS DAN PRIORITAS KEBIJAKAN DAN
STRATEGI PEMBINAAN INTEGRASI NASIONAL
1. DESKRIPSI
Lingkungan Strategis dan Prioritas Kebijakan dan Strategi Pembinaan Integrasi
Nasional adalah bagian dari pengetahuan Integrasi Nasional, yang keberadaan dan
manfaatnya sangat diperlukan oleh peserta PPRA/PPSA Lemhannas RI. Lingkungan
strategis dengan berbagai fenomena dinamikanya membawa berbagai bentuk ancaman
bagi integrasi nasional, disamping mengandung muatan positif yang mampu memperkokoh
integrasi nasional. Agar dapat memanfaatkan muatan positif dan meminimalkan dampak
ancamannya, diperlukan kebijakan dan strategi pembinaan integrasi nasional.
2. RELEVANSI
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan peserta PPRA/PPSA memperoleh
pemahaman pengetahuan tentang Lingkungan Strategis dan Prioritas Kebijakan serta
Strategi Pembinaan Integrasi Nasional. Hal ini diperlukan bagi pimpinan tingkat nasional,
terlebih lagi dalam iklim mengedepannya demokratisasi. Pimpinan tingkat nasional adalah
pimpinan yang dituntut untuk selalu peduli dengan lingkungan strategisnya agar dapat
menghasilkan berbagai keputusan kebijakan dan strategi yang tepat dan akurat sesuai
dengan perkembangan situasi.
3. KEGIATAN BELAJAR
a. Kegiatan Belajar 7 dengan Pokok Bahasan
1) Pengaruh Lingkungan Strategis, Peluang dan Kendala
2) Prioritas Kebijakan dan Strategi Pembinaan Integrasi Nasional.
b. Uraian singkat pokok bahasan tentang Pengaruh Lingkungan Strategis,
Peluang, dan Kendala serta Prioritas Kebijakan dan Strategi Pembinaan Integrasi
Nasional, baca dan pelajari naskah lembaga tentang Integrasi Nasional pada bab V.
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
MODUL 4 s.d 7 BIDANG STUDI/MATERI POKOK
KEWASPADAAN NASIONAL
SUB B.S INTEGRASI NASIONAL
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI PROGRAM PENDIDIKAN REGULER ANGKATAN (PPRA) LII
TAHUN 2014
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan
2. Standar Kompetensi
3. Kompetensi Dasar
MODUL - 4
4. Pokok Bahasan Konsep Bangsa (Nation) dan Wujud Integrasi Nasional.
a. Konsepsi Bangsa (Nation)
b. Wujud Integrasi Nasional
5. Latihan/Penugasan/Soal Uraian
6. Petunjuk /Kunci Jawaban
MODUL - 5
7. Pokok Bahasan Tinjauan Singkat Sejarah Integrasi Nasional.
a. Perjalanan Sejarah Integrasi Bangsa Indonesia
b. Tantangan Integrasi Nasional
8. Latihan/Penugasan/Soal Uraian
9. Petunjuk/Kunci Jawaban
MODUL - 6
10. Pokok Bahasan Peranan Nasionalisme dalam Proses Integrasi
a. Nasionalisme dan Ancaman Disintegrasi
b. Etno Nasionalisme dan Bentuk Nasionalisme lainnya
11. Latihan/Penugasan/Soal Uraian
12. Petunjuk/Kunci Jawaban
MODUL - 7
13. Pokok Bahasan Lingkungan Strategis dan Prioritas Kebijakan serta Strategi
Pembinaan Integrasi Nasional
a. Pengaruh Lingkungan Strategis, Peluang, dan Kendala
b. Prioritas Kebijakan dan Strategi Pembinaan Integrasi Nasional.
14. Latihan/Penugasan/Soal Uraian
15. Petunjuk/Kunci Jawaban
DAFTAR BACAAN :
16. Bacaan Wajib Utama
17. Bacaan Wajib Pendukung
18. Bacaan Dianjurkan
PENDAHULUAN
1. Umum.
Integrasi nasional adalah proses dinamis yang menyatukan rakyat, wilayah, serta
pemerintah sebagai komponen fungsional komunitas politik nasional sehingga cukup andal
untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Namun, proses integrasi nasional tersebut
memakan waktu yang lama dan memerlukan pembinaan secara terus menerus.
Konsepsi bangsa (nation) bangsa Indonesia melekat pada asas bahwa sekalipun
bangsa tersebut terdiri atas bermacam-macam kemajemukan, baik suku bangsa, agama,
adat istiadat, asal-usul/keturunan maupun golongan, dan lain-lain, semuanya terikat di
dalam satu ke Indonesiaan.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika memang sangat tepat untuk melambangkan sifat
kebangsaan Indonesia. Dalam bangsa yang pluralistik itu perlu dikembangkan dan
disebarluaskan unsur-unsur yang bersifat integratif (menyatukan), sedangkan unsur yang
bersifat disintegratif haruslah dihilangkan atau setidak-tidaknya dijauhkan.
Ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945, sesungguhnya Indonesia yang dicita-citakan belum terwujud atau
terintegrasi secara utuh. Proklamasi baru merupakan langkah awal menjadi Indonesia
meskipun perjalanan menuju tujuan itu sudah dirintis sejak pergerakan Boedi Oetomo
tahun 1908.
Oleh karena itu, Integrasi Nasional harus dicermati secara kritis, konteksional, dan
proporsional karena hal-hal sebagai berikut :
a. Bangsa Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, ras, agama,
dan golongan.
b. Wilayah Indonesia merupakan kepulauan yang luas terdiri lebih kurang
17.508 (Hidros) pulau-pulau besar dan kecil dengan infrastruktur, perhubungan dan
telekomunikasi yang belum memadai.
c. Pemahaman masyarakat/rakyat tentang ke Indonesiaan dan terbentuknya
bangsa Indonesia relatif kurang.
d. Kedudukan dan posisi strategis Indonesia dapat dimanfaatkan oleh
kepentingan-kepentingan asing yang dapat merugikan bangsa dan negara.
Integrasi nasional merupakan kebutuhan mutlak bangsa Indonesia, karena
bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan tidak akan menghilangkan
kemajemukannya. Hal penting yang harus diupayakan bersama dengan rasa tanggung
jawab yang sebesar-besarnya, adalah bagaimana mengupayakan kemajemukan itu menjadi
suatu kekuatan yang menyegarkan bagi bangsa Indonesia dan bukan menjadi unsur-unsur
yang mencerai-beraikan Indonesia.
Perlu disadari bahwa integrasi nasional merupakan masalah yang strategis dan
kompleks. Konsepsi integrasi nasional sangat terkait dengan konsepsi negara nasional dan
nation. Negara nasional adalah suatu negara yang didasarkan pada ideologi nasionalisme,
yang menghendaki adanya suatu wilayah nasional sebagai tanah air dan didukung oleh
bangsa (nation) yang utuh. Sedangkan bangsa (nation) adalah suatu entitas politik yang
terdiri atas warga negara suatu negara nasional, yang walaupun berbeda-beda latar
belakang ras, etnik, agama dan golongan satu sama lain, tetapi mempunyai kehendak yang
kuat untuk bersatu di bawah payung negara nasional.
Oleh karena itu, suatu negara nasional, bangsa, serta integrasi nasional bertumpu
pada suatu tali halus batiniah yang mengikat seluruh unsur negara, yaitu adanya kehendak
yang kuat untuk bersatu. Berbagai suku, agama, ras, dan golongan yang sudah ada
sebelum adanya bangsa dan negara nasional, harus sudah merasakan adanya kehendak
yang kuat untuk bersatu yang timbul dari kontrak dan komunikasi yang lama.
Secara kronologis, bangsa (nation) harus ada terlebih dahulu sebelum adanya
negara bangsa (the nation state). Hal itu berarti bahwa status kewarganegaraan secara
yuridis formal saja tidak dengan sendirinya menjadikan sekelompok orang yang menjadi
bagian dari suatu bangsa (nation) karena harus melalui proses membatinkan negara ke
dalam jiwa. Oleh karena itu, negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945 yang terdiri atas multietnik sebagai suatu negara nasional dan suatu
bangsa pendukung, mau tidak mau harus memberlakukan transfer of loyality dari berbagai
kelompok etnik tersebut kepada negara nasional atau nation yang baru.
Proses transformasi yang dinamakan nation building tersebut merupakan proses
yang kompleks, dinamis, dan berjangka waktu yang lama. Dikatakan demikian Karena
kesetiaan pra nasional tidak mungkin berubah secara sekejap dan memang, semangat
nasionalisme lebih mudah ditanamkan kepada generasi muda dari generasi yang lebih
tua dalam tatanan pra nasional.
Proses menyatukan berbagai etnik untuk menjadi anggota warga baru, yaitu warga
negara Republik Indonesia, tidak selalu mulus. Problem yang melekat adalah problem
pembentukan bangsa (nation) baru itu sendiri yang lebih dikenal sebagai nation building
and character building atau problem/masalah integrasi nasional yang perlu pembinaan
secara terus menerus.
Konsepsi bangsa (nation) atau bangsa Indonesia melekat pada asas persatuan dan
kesatuan bangsa, artinya walaupun terdiri atas berbagai suku, agama, adat istiadat, asal-
usul/keturunan, golongan dan lain-lain, semua itu terikat didalam satu keindonesiaan.
Dengan demikian sangat tepat dan memadai semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” untuk
melambangkan sifat kebangsaan Indonesia.
Konsepsi bangsa (nation) seperti itulah yang sesungguhnya dipersembahkan oleh
para pendiri bangsa (founding fathers dan founding mothers) kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2. STANDAR KOMPETENSI
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta PPSA/PPRA mengerti dan
memahami Integrasi Nasional untuk kepentingan perwujudan persatuan dan kesatuan
bangsa dalam Wadah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3. KOMPETENSI DASAR
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta PPSA/PPRA, tidak hanya
mengerti dan memahami Integrasi Nasional, tetapi dapat juga secara rinci menjelaskan
hal-hal yang berhubungan dengan sebagai berikut :
a. Konsep Bangsa (Nation) dan Wujud Integrasi Nasional dikaitkan dengan
kondisi yang berlaku saat ini dan ke depan.
b. Tinjauan singkat Sejarah Integrasi Nasional serta perkembangannya ke depan
sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis untuk kepentingan kelangsungan
kehidupan nasional dalam rangka pembangunan nasional.
c. Peranan Nasionalisme dalam Proses Integrasi Nasional dihadapkan pada
perkembangan lingkungan strategis untuk kepentingan nasional Indonesia. Dalam
hal ini peserta diharapkan mampu untuk memetakan berbagai ancaman yang perlu
diwaspadai yang akan mengancam nasionalisme Indonesia dan kelangsungan
kehidupan nasional NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Lingkungan strategis dan prioritas kebijakan serta strategi pembinaan
integrasi nasional dihadapkan pada ancaman disintegrasi sosial dan nasional, serta
prioritas kebijakan. Strategi pembinaan yang harus dilakukan sehubungan dengan
perkembangan lingkungan strategis yang diwarnai oleh globalisasi dengan berbagai
dampaknya tidak hanya menguntungkan dalam menunjang integrasi nasional, tetapi
sekaligus menjadi ancaman disintegrasi nasional.
MODUL 4
4. POKOK BAHASAN : KONSEPSI BANGSA (NATION) DAN WUJUD INTEGRASI
NASIONAL.
a Konsepsi Bangsa (Nation).
Sesungguhnya Indonesia merupakan suatu keajaiban politik dalam dunia
modern karena :
1) Masyarakatnya sangat majemuk.
2) Mempunyai jumlah penduduk yang nomor 4 (empat) di dunia, memiliki
lebih kurang 1.072 etnik, dan memiliki lebih kurang 17.508 (Pusurta ABRI
1987) pulau besar dan kecil.
3) Penduduknya berbicara dalam ratusan dialek.
4) Terdapat 6 besar agama dunia.
5) Memilih bentuk negara kesatuan dengan sistem pemerintahan
presidensial.
Konsepsi “bangsa” (nation) dan konsepsi “negara bangsa” (nation state)
merupakan suatu produk sejarah modern. Para pemimpin/pendiri gerakan
kebangsaan Indonesia (founding fathers dan founding mothers) menggunakan
konsepsi bangsa (nation) dari Ernest Renan, Otto Bauer, dan Hogopian sebagai
dasar perjuangan mereka.
1) Esensi teori Ernest Renan tentang bangsa adalah sebagai berikut :
a) Suatu bangsa adalah Jiwa dan suatu asas kehormatan
b) Satu bangsa adalah satu solidaritas yang besar
(une nation est un grand solidarite)
c) Satu bangsa tidak memerlukan :
(1) Persatuan Bahasa
(2) Persatuan Agama
(3) Persatuan Turunan
d) Suatu keinginan untuk hidup bersama baik dimasa sekarang
dan dimasa yang akan datang (le de’sir d’^etre ensemble)
2) Esensi teori Otto Bauer tentang bangsa adalah sebagai berikut :
Bangsa adalah satu persamaan, suatu persatuan karakter dan
watak, yang tumbuh dan lahir karena persatuan pengalaman (eine nation
ist lene aus schicksal gemeinschaft erwachsene charackter gemeinschaft).
3) Esensi teori Hogopian tentang bangsa adalah sebagai berikut :
Bangsa (nation) :“A group of people who identify each other. The
resultant we feeling separates them from others, who may or may not have a
we feeling of their own“.
Apabila definisi tentang bangsa dari Ernest Renan diteliti ternyata sejalan
dengan teori Otto Bauer dan Hogopian, yaitu suatu bangsa tidak perlu harus ada
persamaan dalam :
1) bahasa
2) agama
3) keturunan
4) warna kulit
5) budaya, dan sebagainya
Kemudian, Soekarno melengkapinya lagi dengan catatan bahwa bangsa
adalah segerombolan manusia yang keras. Ia punya kehendak untuk hidup bersama
(dari Ernest Renan), ia punya karakter persatuan (dari Otto Bauer dan
Hogopian), tetapi yang berdiam di atas satu wIlayah geopolitik yang nyata sebagai
satu persatuan. Menurut Bung Karno, geopolitik ialah hubungan antara letak tanah
dan air dengan rasa dan kehidupan politiknya.
Dari pendapat para ahli tersebut, para founding fathers/founding mathers
membuat rumusan konsepsi bangsa (Nation) sebagai berikut : Bangsa (Nation)
adalah suatu entitas politik yang terdiri atas warga negara, yang walaupun berbeda
latar belakang ras, etnik, agama, budaya, golongan satu sama lain, tetapi punya
kehendak yang kuat untuk bersatu dibawah payung negara nasional dan didalam
suatu wilayah yang jelas batas-batasnya.
Integrasi nasional tidak mungkin terwujud sendiri, tetapi hanya akan
terwujud atau diwujudkan melalui upaya berlanjut, yaitu integrasi setiap komponen
negara dan integrasi antar komponen negara.
Bangsa tumbuh dan dibentuk secara sadar dan bertahap sebagai
komunitas politik modern yang memayungi berbagai komunitas primordial,
dengan tujuan sebagai sarana dan wahana kolektif untuk mewujudkan masa depan
bersama baik dalam bidang kesejahteraan maupun bidang keamanan. Selain itu,
pengalaman sejarah yang sama sebagai collective memory memperkuat kebangsaan
tersebut.
Bangsa adalah landasan sosiopsikologi, landasan sosiokultural serta landasan
sosiopolitik yang diperlukan untuk terbentuknya negara nasional. Sebaliknya,
negara nasional merupakan subjek utama hukum internasional yang ideal bagi
eksistensi bangsa. Satu bangsa akan sengsara tanpa negara dan satu negara akan
labil tanpa dukungan bangsa.
b. Wujud Integrasi Nasional.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Edisi ke III, cetakan ke 2, Balai
Pustaka, Jakarta, Tahun 2002), Integrasi adalah sifat atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang
memancarkan kewibawaan, kejujuran. Sedangkan pengertian universal
(http://en.wikipedia.org/wiki/integration), menguraikan bahwa integrasi ”is process
of combining or accumulating”. Pada masa lalu, Integrasi Nasional ditafsirkan
sebagai kombinasi dan akumulasi unsur terkait yang melebur, menjadi Kesatuan
Nasional yang digambarkan menyatu seperti ”sambal”. Namun, di era Reformasi dan
desentralisasi, penafsiran integrasi nasional lebih menghargai nilai-nilai kearifan lokal
dan nilai ke khasan daerah dalam bingkai NKRI dengan sesanti “Bhinneka
Tunggal Ika” yang dilandasi falsafah Pancasila. Hal tersebut digambarkan seperti
batang lidi; bila satu batang mudah dipatahkan namun bila berhimpun dalam satu
ikatan yang kokoh kuat akan sulit dipatahkan.
Indikasi telah tertanamnya integrasi nasional dapat dilihat dari adanya hal-hal
sebagai berikut :
1) Terwujudnya rasa aman dan kondisi minimal keamanan serta
kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagai tujuan pembentukan negara dan
pemerintahan.
2) Berfungsinya secara terpadu institusi-institusi kemasyarakatan,
kebangsaan dan kenegaraan.
3) Terpeliharanya komunikasi dan solidaritas kebangsaan diantara
berbagai golongan yang ada dalam masyarakat.
4) Kemampuan bangsa memanfaatkan peluang dalam menanggulangi
ancaman dari lingkungan yang serba berubah, demi menjamin kelangsungan
hidup dan perjuangannya.
Apabila dikaji secara seksama, sesungguhnya integrasi nasional terdiri dari :
1) integrasi intern komponen negara dan
2) integrasi antar komponen negara.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa Integrasi Intern Komponen Negara terdiri
dari integrasi intern rakyat, integrasi intern pemerintah, dan integrasi intern wilayah.
1) Integrasi Intern Rakyat, antara lain adalah :
a) Solidaritas sosial
b) Pembauran
c) Mobilitas horizontal dan vertikal
d) Kerukuan intern dan antarumat beragama
e) Hubungan intern dan antaretnik
f) Hubungan industrial (pekerja dan majikan)
g) Liputan pers dan komunikasi massa lainnya.
2) Integrasi Intern Pemerintah, antara lain adalah :
a) Keterbukaan rekrutmen elite
b) Sirkulasi elite
c) Komunikasi politik antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif
d) Tour of duty and tour of area
e) Etika profesional birokrasi
3) Integrasi Intern Wilayah, antara lain adalah :
a) Dukungan jaringan infrastruktur
b) Transportasi darat laut dan udara
c) Sarana komunikasi dan telekomunikasi
Sedangkan Integrasi Antar Komponen Negara terdiri dari integrasi antara
rakyat dan pemerintah, integrasi antara rakyat dan wilayah, dan integrasi antara
pemerintah dan wilayah ;
1) Integrasi antara rakyat dan pemerintah, antara lain adalah :
a) Masalah demokrasi
b) Kepemimpinan
c) Sistem politik
d) Legitimasi dan pertanggungjawaban pemerintah
e) Pembangunan hukum
f) Sistem pemilu
g) Otonomi dan desentralisasi
h) Jaminan HAM
i) Ketentuan tentang proses pergantian pemerintahan secara
damai.
2) Integrasi antara rakyat dan wilayah, antara lain, adalah :
a) Hak tradisional rakyat atas tanah rakyat ;
b) Tata ruang ;
c) Transmigrasi ;
d) Hak pribadi dan komunal tanah untuk kepentingan umum ;
e) Masalah lingkungan hidup ;
3) Integrasi antara pemerintah dan wilayah, antara lain adalah :
a) Perbatasan negara
b) Kerja sama dengan negara-negara tetangga
c) Penguasaan sumber daya nasional
d) Pembangunan pertahanan dan keamanan
e) Penegakan kedaulatan di darat, laut dan udara
f) Ruang angkasa
g) Pemeliharaan lingkungan
Catatan :
Menurut konvensi Montevideo (1933), tiga komponen negara nasional
adalah wilayah yang jelas batas-batasnya, rakyat yang tetap, dan pemerintah
yang mampu menunaikan tugas-tugas internasionalnya.
Sesungguhnya integrasi bangsa menuntut hal sebagai berikut :
1) Perlakuan persamaan hak bagi semua dan setiap warga negara
diseluruh kepulauan nusantara. Itu berarti bahwa integrasi bangsa hanya
akan terlaksana dengan baik selama ada jaminan bahwa hak-hak dasar serta
martabat warga negara dihormati dan tidak diingkari, diperkosa, ataupun
dilecehkan. Artinya tanpa jaminan itu integrasi menjadi lemah.
2) Jaminan keadilan bagi semua dan setiap warga negara dan berlaku
secara vertikal dan horizontal. Adanya fairness dapat menjadi kunci utama
dalam usaha merealisasikan keadilan dalam kehidupan sosial, baik dalam
bentuk keadilan komunitatif, maupun distributif.
3) Masyarakat perlu mendukung proses penyelenggaraan negara.
Prinsip demokrasi yang dirumuskan sebagai kedaulatan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat perlu dihidupkan kembali secara nyata dengan
harapan munculnya komitmen sosial setiap warga dalam karya bersama demi
terwujudnya cita-cita.
4) Sikap keterbukaan yang membuka perspektif luas serta mampu
membuka jalan untuk berkesempatan belajar lebih banyak dan
mengembangkan potensi dan kekuatan bangsa. Sikap keterbukaan akan
makin bermakna terutama bagi masyarakat yang pluralistis, khususnya dalam
rangka menumbuhkan saling pengertian, saling menghormati, dialog dan
kerja sama.
Dukungan masyarakat terhadap integrasi nasional akan menguat apabila
integrasi nasional tersebut bukan saja memberikan harapan hidup yang lebih baik di
masa depan, melainkan juga secara nyata telah memperbaiki taraf hidup
masyarakat sehari-hari, betapa pun kecilnya. Penolakan terhadap integrasi nasional
akan semakin keras jika kehidupan berbangsa dan bernegara bukan saja tidak
memperbaiki taraf hidup rakyat, tetapi justru menyengsarakan dan menghina
identitas sosiokultural, adat, serta kehidupannya.
Oleh sebab itu, integrasi nasional perlu ditangani secara profesional oleh
kualitas sinergi kenegarawanan para elite nasional (pusat dan daerah) yang
berperan dalam;
1) Kepemimpinan nasional
2) Kepemimpinan daerah
3) Kepemimpinan masyarakat
4) Kepemimpinan pers dan media massa lainnya
5) Kepemimpinan partai politik
6) Kepemimpinan lembaga perwakilan
7) Kepemimpinan aparat penegak hukum (polisi, jaksa, pengacara,
hakim)
8) Kepemimpinan angkatan perang
9) Kepemimpinan pengusaha
10) Kepemimpinan diplomat
11) Kepemimpinan dunia akademis
12) Kepemimpinan mahasiswa dan kader pemuda
13) Kepemimpinan seminar nasional
Harus diakui bahwa integrasi nasional secara utuh/bulat masih jauh dari
jangkauan ideal maka secara berkala harus ada upaya untuk menelurusi dan
mengkaji secara kritis kualitas integrasi tersebut, baik dari normatif, koersif maupun
fungsional.
Pendekatan integrasi normatif adalah upaya integratif oleh pemerintah yang
kurang menghargai proses budaya, yang alamiah, tetapi lebih bersifat memaksa.
Integrasi koersif menggunakan cara kekerasan, cara ideologis, serta tekanan-
tekanan fisik dan budaya dalam menyatukan bangsa.
sedangkan pendekatan integrasi fungsional adalah pemanfaatan saling
ketergantungan fungsional antar daerah dan antar golongan yang ada dalam
negara.
Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa prasyarat bagi terwujudnya
integrasi bangsa, antara lain adalah sebagai berikut :
1) Adanya pemahaman, dan kesadaran, dan tekad bersatu sebagai
bangsa Indonesia dalam wadah NKRI dari Sabang sampai Merauke
berlandaskan Pancasila.
2) Adanya pemahaman, kesadaran, dan kesepakatan tentang cita-cita
dan tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
3) Terwujudnya kesejahteraan dan keamanan yang berkeadilan di
seluruh wilayah tanah air. Tanpa kesejahteraan yang berkeadilan, sulit
diciptakan kondisi keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya,
tanpa kondisi keamanan yang kondusif, pembangunan untuk mewujudkan
kesejahteraan sukar dilaksanakan.
Kehidupan nasional amatlah dinamis karena didorong oleh faktor dari dalam
dan luar negeri. Faktor dari dalam negeri antara lain, pengaruh distribusi dan
mobilitas penduduk, alokasi sumber daya alam wilayah, dan sirkulasi elite.
Contoh faktor luar negeri ialah kehidupan nasional dipengaruhi oleh latar
belakang hubungan sejarah serta kepentingan nasional bangsa-bangsa lain baik di
bidang politik, ekonomi, budaya, dan militer. Tantangan terbesar negara nasional
adalah bagaimana mencapai efek sinerji yang positif dari seluruh potensi dan
sumber daya yang dimiliki, bukan saja agar tetap dapat berlangsung hidup,
melainkan agar dapat mencapai sasaran-sasaran nasional secara demokratis, adil,
terencana, dan penuh keadilan.
5. LATIHAN/PENUGASAN/SOAL URAIAN ;
a. Apakah yang Anda ketahui tentang konsepsi nation nya Ernest Renan, Otto
Bouer, Hogopian dan Bung Karno ?.
b. Apakah indikasi adanya integrasi nasional ?
c. Jelaskan secara rinci integrasi Inter dan antar komponen negara ?.
d. Apakah yang Anda ketahui tentang integrasi secara normatif, secara kohersif,
dan secara fungsional ?.
6. PETUNJUK/KUNCI JAWABAN
Agar dapat menjawab latihan/penugasan di atas, Anda diharapkan menguasai pokok
bahasan Konsepsi Nation dan Wujud Integrasi Nasional. Berupayalah untuk menuangkan
segala pemahaman yang telah dibaca sebelumnya dalam bentuk essay dengan redaksional
sendiri sebelum mengutip mentah-mentah. Akan lebih sempurna jawaban yang Anda
buat dengan menambahkan berbagai contoh yang anda peroleh dari referensi atau
bacaan lain. Dalam essay atau jawaban ini Anda diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat-pendapat yang tentunya argumentatif dan didukung oleh referensi dan nalar
logis.
Modul 5
7. POKOK BAHASAN : TINJAUAN SINGKAT SEJARAH INTEGRASI NASIONAL.
a. Perjalanan Sejarah Integrasi Bangsa Indonesia.
Zaman penjajahan Belanda ditandai dengan keberhasilan pemerintah
penjajah mempersatukan kepulauan nusantara secara administratif, yaitu Hindia
Belanda. Namun, secara politik Belanda melaksanakan politik penjajahan yang
bersifat disintegratif yang dikenal dengan politik devide et impera. Untuk
mendukung politik penjajahannya, Belanda berhasil pula menumbuhkan fanatisme
kesukuan di tengah-tengah masyarakat, sambil memasang isolasi (baik fisik maupun
psikososial) diantara kelompok-kelompok masyarakat.
Politik disintegratif tersebut berhasil dimanfaatkan oleh Belanda untuk
mencapai tujuan ekonomi perdagangan kolonialis, yang telah mendatangkan
kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat pribumi. Kondisi geografi Indonesia
yang menyebar sangat sesuai dengan politik penjajahan Belanda tersebut. Pulau-
pulau yang dipisahkan oleh laut sangat memungkinkan Belanda untuk membina
masyarakat di tiap pulau secara sendiri-sendiri sesuai dengan pola yang disiapkan.
Politik ekonomi penjajahan Belanda yang bersifat kapitalis telah
mendatangkan kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat pribumi Indonesia.
Proses pemiskinan masyarakat pribumi berlangsung secara eskalatif dan berlanjut
sampai datangnya batas waktu kesabaran dan daya tahan masyarakat mencapai titik
terendah, yaitu titik kritis dan sensitif yang merangsang timbulnya kesadaran bangsa
Indonesia untuk bangkit mengusir penjajah. Meskipun komunikasi antar
pulau/daerah waktu itu sangat sulit, namun perlawanan terhadap penjajah Belanda
terjadi di mana-mana secara hampir simultan. Hal itu dapat terjadi karena dampak
negatif penjajahan yang dirasakan oleh masyarakat berlangsung pada waktu yang
hampir bersamaan.
Berbagai perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat sejak akhir abad ke-
19 sampai medio abad ke-20 merupakan bukti yang tak terbantahkan. Sebagai
contoh perlawanan yang dipimpin oleh Diponegoro di Jawa Tengah, Imam Bonjol di
Sumatera Barat, Teuku Umar di Aceh, Sisingamangaraja di Tapanuli, Sultan
Hasanuddin di Sulawesi Selatan, dan Kapitan Pattimura di Ambon.
Lahirnya kelompok masyarakat baru yang lebih terdidik dan terpelajar sejak
akhir abad ke - 19 atau awal abad ke - 20 merupakan konsekuensi dari Gerakan
Humanis di Eropa terhadap pemerintah penjajah Belanda dan pemerintah penjajah
Eropa lainnya. Gerakan Humanis itu kemudian melakukan tekanan dan desakan
kepada seluruh pemerintah penjajah agar memperhatikan dan memperbaiki kondisi
humanis dari bangsa jajahannya, terutama yang menyangkut kesejahteraan dan
kercerdasan. Desakan tersebut memaksa pemerintah Belanda untuk mendirikan
berbagai lembaga pendidikan. Dengan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan
yang berjenjang dan berlanjut, saat memasuki abad ke-20 muncullah kelompok baru
di dalam masyarakat Indonesia, yaitu kelompok yang lebih terdidik dan terpelajar.
Kemudian dalam menyikapi kondisi rakyat yang berada dalam keadaan/proses
pemiskinan, berdirilah di Jakarta suatu perhimpunan pelajar bernama “Boedi
Oetomo”, yang kemudian diikuti oleh kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Boedi
Oetomo selanjutnya diikuti oleh berdirinya kelompok-kelompok lain seperti : Yong
Java, lalu disusul dengan berdirinya Yong Sumatera, Yong Ambon, Yong Sunda,
Yong Batak, Yong Celebes dan berbagai organisasi kedaerahan lainnya. Bahkan
kecenderungan semacam itu terjadi pula di bidang keagamaan seperti
Muhammadiyah, Syarikat Islam, PERTI, PSII, Pemuda Islam, Pemuda Kristen Jawa,
serta anak organisasi lainnya di bidang pendidikan, sosial, kepemudaan, maupun
kewanitaan.
Dengan berdirinya berbagai organisasi perhimpunan pemuda, dan pelajar,
baik yang bersifat kedaerahan maupun keagamaan, akhirnya timbul pengakuan
umum bahwa “Boedi Oetomo”, ternyata merupakan pemacu bangkitnya kesadaran
baru di seluruh kalangan pemuda pelajar pada waktu itu dan sesudahnya.
Pengakuan tersebut menetapkan tanggal 20 Mei 1908 sebagai Hari Kebangkitan
Nasional. Ketika memasuki tahun 1920-an, timbullah kesadaran baru di kalangan
perhimpunan pelajar bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang mulia diperlukan
kekompakan dan persatuan di antara mereka. Realisasi kesadaran itu tampak di
bidang organisasi, yaitu adanya usaha-usaha untuk melakukan federasi dan integrasi
dalam gerakan kepemudaan. Hal itu terjadi pada medio tahun 1926 di Jakarta
dengan adanya pertemuan para pengurus perhimpunan yang ada, dengan
membentuk Panitia Bersama untuk pertemuan akbar pemuda pelajar Indonesia.
Pertemuan itu disebut Kongres Pemuda Indonesia ke I, sebagai langkah integratif
awal untuk memecahkan permasalahan nasional yang ada. Langkah tersebut diikuti
pula oleh kegiatan Himpunan Indonesia di Negeri Belanda yang mengikuti Kongres
anti imperialis di Brussel, Belgia, pada tahun 1927.
Berbagai langkah integratif yang dilakukan oleh Panitia Bersama itu,
bersepakat untuk menyelenggarakan Kongres Pemuda Pelajar pada bulan Oktober
1928. Peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai Kongres Pemuda Indonesia ke II
yang puncaknya dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928 dan menelurkan
deklarasi bersama yang dikenal dengan “Sumpah Pemuda”. Tiga butir
pengakuan/tekad bersama, dalam Sumpah Pemuda adalah sebagai berikut ;
1) Kami Putra-Putri Indonesia mengaku bertanah tumpah darah yang
SATU, yaitu TANAH Indonesia.
2) Kami Putra-Putri Indonesia mengaku berbangsa yang SATU yaitu
BANGSA Indonesia.
3) Kami Putra-Putri Indonesia menjunjung BAHASA PERSATUAN, yaitu
BAHASA Indonesia.
Dengan demikian, Sumpah Pemuda yang berjiwakan “persatuan” merupakan
tonggak sejarah integrasi nasional yang sangat penting, mengandung harapan,
tekad, serta semangat untuk mewujudkan persatuan dalam wadah Indonesia
merdeka.
Sumpah Pemuda mengandung semangat politik integratif nasional untuk
menghadapi kebijaksanaan politik disintegratif penjajahan Belanda. Sumpah
Pemuda 1928 merupakan hasil jerih payah para pemuda pelajar Indonesia sendiri
dan bebas dari pengaruh atau dukungan apapun dari Pemerintan Belanda. Dengan
demikian Sumpah Pemuda telah melahirkan gerakan sosial dan politik baru menuju
Indonesia merdeka. Peluang emas untuk Indonesia merdeka menemukan
momen yang tepat pada saat berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia sejak
13 Agustus 1945 sebagai akibat kekalahan Jepang menghadapi kekuatan Sekutu
dalam Perang Dunia ke II. Kevakuman kekuasaan yang terjadi pada medio Agustus
1945 telah dimanfaatkan oleh para pemuda Indonesia yang juga para aktivis
Kongres Pemuda 1928 untuk mendesak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
merupakan tonggak integrasi berikutnya karena Proklamasi itu dilakukan dengan
semangat integrasi yang kompak dan utuh guna mewujudkan harapan dan tekad
yang terkandung dalam Sumpah Pemuda 1928. Semangat integrasi itu juga
berhasil melahirkan kesepakatan bahwa “Pancasila” sebagai ideologi negara dan
falsafah bangsa Indonesia melalui diskusi/dialog dalam sidang-sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang kemudian dituangkan di
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Perang Kemerdekaan 1945-1949 merupakan batu ujian bagi negara
Proklamasi dan semangat integrasi yang mendukungnya dalam menghadapi
berbagai ancaman yang datang dari luar, khususnya pihak Sekutu, Belanda, dan
komunis yang semuanya berskala internasional. Keberhasilan bangsa Indonesia
mengatasi ancaman-ancaman tersebut tidak dapat dilepaskan dari tingginya
semangat integrasi bangsa pada waktu itu.
Sistem Demokrasi Liberal yang dilaksanakan dalam tahun 1950-1959
merupakan kelanjutan dari pengakuan internasional melalui Konferensi Meja Bundar
(KMB, 1949) terhadap kekuasaan penuh (de jure) Republik Indonesia atas bekas
wilayah Hindia Belanda. Sistem Demokrasi Liberal itu justru telah melahirkan
berbagai gejala disintegrasi di berbagai bidang anatara lain : kesukuan, keagamaan,
pemerintahan, hubungan pusat-daerah, hubungan pemerintah-Angkatan Perang dan
bidang konstitusi, Sistem Demokrasi Liberal telah meracuni semangat integrasi yang
dijiwai Pancasila. Bahkan, sistem itu telah melahirkan beberapa pemberontakan
dalam negeri. Jalan keluar dari gejala disintegrasi itu adalah kembali ke jalan
Pancasila melalui Dekrit 5 Juli 1959, yaitu “Kembali ke UUD 1945”.
Sistem Demokrasi Terpimpin yang muncul sebagai pelaksanaan dan
kelanjutan dari Dekrit 5 Juli 1959, memperkenalkan suatu sistem demokrasi
yang seharusnya dipimpin oleh Pancasila. Demokrasi Terpimpin dimaksudkan untuk
mempersatukan kekuatan yang terpecah-pecah yang terjadi selama periode Sistem
Demokrasi Liberal 1950 - 1959. Konsep persatuan yang dipilih adalah konsep Bung
Karno 1926, yaitu Nasima/Nasisos (Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme/
Sosialisme) yang kemudian menjadi Nasakom (nasionalisme, agama dan
komunisme).
Sebelum Nasakom dilaksanakan sebagai konsepsi persatuan, ternyata PKI
juga berkepentingan untuk menjadikan Nasakom sebagai strategi politik komunis
sendiri. Kenyataan memang menunjukkan bahwa memasuki tahun 1965, PKI
berhasil menjadikan dirinya sebagai satu-satunya kekuatan politik yang kuat dan
utuh di Indonesia. Rencana lama PKI untuk mencetuskan revolusi komunis di
Indonesia diwujudkan melalui Pemberontakan G.30.S/PKI pada tanggal 30
September 1965 yang jika berhasil, tentu mengakibatkan disintgerasi total Indonesia
di bawah kekuasaan Komunis. Periode Demokrasi Terpimpin telah di warnai oleh
berlangsungnya pertarungan antara kekuatan yang pro Pancasila dan kekuatan pro
komunis. Namun, kegagalan pemberontakan G.30.S/PKI pada tanggal 30
September 1965 telah mengantarkan kemenangan bagi kekuatan Pancasila.
Kemenangan bagi pendukung Pancasila melahirkan Orde Baru, yaitu pemikiran dan
kelompok yang tetap membela Pancasila dan bertekad melaksanakan Pancasila
secara murni dan konsekuen. Lahirnya Orde Baru diharapkan garis politik nasional
kembali ke jalan Pancasila sebagai faktor utama integrasi nasional. Pimpinan
nasional selama Orde Baru secara terus menerus menyerukan perlunya pembinaan
integrasi nasional. Namun, bukan semangat integrasi nasional yang terwujud dalam
praksis, tetapi “kekuasaan” untuk melayani kepentingan penguasa beserta kroni-
kroninya sebagai faktor yang dominan (monopoli, KKN, feodalisme, birokrasi, dan
represi). Timbullah masalah, antara lain kecemburuan, ketidakpuasan, ketidakadilan,
konflik sosial, gagasan separatisme di berbagai lapisan masyarakat dan di daerah-
daerah. Maka, bangkitlah era reformasi yang penuh efhoria demokrasi, tetapi belum
mampu mengatasi hal-hal tersebut khususnya menyangkut kepastian hukum
walaupun pelaksanaan otonomi daerah sudah berjalan. Terpuruknya semangat
integrasi nasional tetap merupakan agenda prioritas tingkat nasional dan daerah
untuk perlu dibina dan ditingkatkan lagi.
Transformasi penafsiran integrasi nasional, digambarkan seperti ”lidi” bila
berdiri sendiri mudah dipatahkan, namun bila dalam ikatan yang kuat, sulit untuk
dipatahkan. Demikian pula bangsa Indonesia yang bersatu dalam ikatan NKRI, yang
dilandasi falsafah bangsa Pancasila belum menghargai nilai-nilai kearifan lokal yang
harmonis dengan nilai-nilai Nasional dan Universal.
b. Tantangan Integrasi Nasional.
Tantangan integrasi nasional meliputi antara lain :
1) Ketidakadilan
2) Penegakan hukum
3) Eksploitasi
4) Aspirasi masyarakat yang tidak tersalur
5) Kesenjangan sosial
6) KKN
7) Diskriminasi
8) Kemiskinan
9) Keterasingan
8. LATIHAN/PENUGASAN 2/SOAL URAIAN ;
a. Bagaimana Belanda/Penjajah menerapkan politik disintegrasinya (devide at
impera) ?.
b. Bagaimana dapat lahir kelompok semacam Boedi Oetomo – sebagai pemacu
persatuan Indonesia sampai dengan Soempah Pemoeda dan Kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945 ?.
c. Bagaimana Demokrasi Liberal yang belangsung selama 1950 - 1959 justru
telah meracuni persatuan Indonesia begitu juga demokrasi terpimpinnya Bung
Karno ?.
d. Mengapa sejak lahirnya era reformasi semangat disintegrasi justru sangat
mengedepan ?.
e. Apakah tantangan Integrasi Nasional ?.
9. PETUNJUK/KUNCI JAWABAN
Agar dapat menjawab latihan/penugasan di atas, Anda diharapkan menguasai
pokok bahasan Tinjauan Singkat Sejarah Integrasi Nasional. Berupayalah untuk
menuangkan segala pemahaman yang telah dibaca sebelumnya dalam bentuk esai dengan
redaksional sendiri sebelum mengutip mentah-mentah. Akan lebih sempurna jawaban yang
Anda buat dengan menambahkan berbagai contoh yang anda peroleh dari referensi atau
bacaan lain. Dalam esai atau jawaban ini Anda diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat-pendapat yang tentunya argumentatif dan didukung oleh referensi dan nalar
logis.
MODUL 6
10. POKOK BAHASAN : PERANAN NASIONALISME DALAM PROSES INTEGRASI
a. Nasionalisme dan Ancaman Disintegrasi.
Sebelum membahas tentang nasionalisme lebih jauh, ada baiknya apabila
disampaikan beberapa pendapat para pakar bahwa nasionalisme adalah :
1) Sebuah gerakan ideologis untuk memperoleh dan memelihara
kemerdekaan dan pemerintahan sendiri dan kemerdekaan atas nama
segolongan orang yang secara sungguh ingin membentuk ”bangsa” secara
aktual (Anthony D Smith).
2) Sebuah kekuatan penyatu atau homogenizing force (Ernest Gellner).
3) Sebuah artefak atau an imangined political community (Benedict
Anderson).
4) Sebuah alam pikiran atau a state of mind (Hans Kohn).
Secara umum disampaikan bahwa proses integrasi nasional perlu didukung
oleh ideologi nasionalisme. Oleh karena itu, dalam suatu bangsa yang
masyarakatnya secara sosiokultural majemuk (seperti Indonesia), ideologi
nasionalisme perlu memberikan jawaban ideologis serta arahan terhadap strategi
yang akan dianut dalam integrasi nasional.
Nasionalisme merupakan suatu ideologi yang memiliki kekuatan pengaruh
untuk menggerakkan. Hal itu merupakan perasaan menjadi bagian dari sesuatu dan
berfungsi membangun perasaan bagi satu komunitas nasional.
Jika mengkaji topik nasionalisme, amatlah kompleks dan tentu dapat didekati
dari berbagai aspek, sudut pandang, referensi serta tingkat kepakaran masing-
masing. Pada berbagai kesempatan ada saja orang bertanya atau
mempermasalahkan : “Bagaimanakah nasib nasionalisme Indonesia (yang lahir dari
konteks kolonialisme dan imperialisme) dalam menghadapi prospek era kesejagatan
(globalisasi) dewasa ini? Apakah kadar nasionalisme kita akan terus meluntur dan
kemudian lenyap sebagai suatu eksistensi” ?.
Nasionalisme terdiri atas kata-kata “nation” dan “isme”. Secara umum
“nation” berarti suatu masyarakat manusia yang memiliki wilayah, bahasa,
kebudayaan dan masa lalu yang sama serta mempunyai cita-cita yang sama pula
sedangkan “isme” berarti ”faham”.
Bagi Indonesia, nasionalisme adalah (counter) ideologi terhadap kolonialisme,
konservatisme serta statusquoisme kolonalisme. Maka tidaklah heran apabila pada
awalnya nasionalisme Indonesia sering bersifat radikalistik bahkan revolusioner.
Oleh karena itu, “nasionalisme Indonesia” sulit dipahami tanpa pendalaman dan
pembekalan pengetahuan tentang latar belakang sejarah kolonialisme di bumi
Nusantara.
Sesungguhnya embrio nasionalisme telah tumbuh sejak kelahiran Boedi
Oetomo pada tahun 1908, sedangkan Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928
merupakan prinsip-prinsip dasar dari nasionalisme. Kemudian cita-cita nasionalisme
tersebut semakin terkristalisasi dalam cita-cita tunggal yang lebih kongkret, yaitu
menuju Indonesia merdeka.
Puncak dari proses kristalisasi itu adalah Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, yang esensinya dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Secara defacto dan dejure telah lahir satu negara baru, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2) Telah lahir pula satu bangsa baru bangsa Indonesia.
3) Lahir juga ideologi negara Pancasila dan konstitusi UUD 1945.
4) Kalau demikian, apa sesungguhnya inti pengertian tentang
nasionalisme menurut persepsi Indonesia seperti yang digariskan oleh
founding fathers kita ?
5) Nasionalisme adalah suatu faham, suatu ideologi, suatu isme yang
berisi kesadaran bahwa tiap-tiap anggota bangsa merupakan bagian dari
suatu bangsa yang besar, yang berkewajiban mencintai dan membela
negaranya.
6) Setiap anggota bangsa perlu menyadari bahwa ia harus memiliki rasa
tanggungjawab sebagai bagian dari satu bangsa yang merdeka dan
berdaulat. Iapun harus menyadari bahwa bangsa yang merdeka memiliki
harga diri, martabat, kedudukan dan tanggungjawab terhadap masa
depan bangsanya.
7) Setiap saat semua warga negara harus siap membela kepentingan
bangsa dan negaranya, serta siap pula berkorban demi kelangsungan hidup,
keutuhan dan kebesaran perjuangan bangsanya.
8) Nasionalisme adalah jiwa dan semangat, untuk mendahulukan
kepentingan rakyat Indonesia agar tidak terjajah secara politik, ekonomi,
budaya bahkan militer. Jadi, sebenarnya cikal bakal nasionalisme atau
katakanlah jiwa yang terdalam dari nasionalisme adalah pembebasan dan
pemerdekaan dari suatu penindasan.
Namun, realitas sejarah mencatat, nasionalisme Indonesia selalu mengalami
pasang surut serta tiada henti menghadapi berbagai tantangan dan ancaman
(bahkan interpretasi), baik pada era Soekarno, era Soeharto, Habibie, Gus Dur
maupun di era Megawati.
Contoh :
Pada era Orde Lama pemerintahan Presiden Soekarno (Bung Karno)
nasionalisme di jadikan sebagai ideologi bangsa untuk proyek Nation Building dan
Charackter Building. Pada era Orde Baru pemerintahan Presiden Soeharto, menurut
banyak pengamat nasionalisme sekadar dijadikan peralatan politik untuk merawat,
memperbaiki, memaksimalkan penampilan mesin politik Orba.
Jika menghadapi dinamika kesejagatan (globalisasi) dewasa ini tentu ulasan
tentang nasionalisme tidak terlepas dari pendekatan struktur dan dinamika global,
eksistensi bangsa, dan situasi khusus yang berkembang di Indonesia.
Gagasan Giddens, misalnya, menepis pesimisme atau impian berakhirnya era
nasionalisme. Ada juga yang menggambarkan negara bangsa dan nasionalisme
Indonesia dewasa ini terjepit di antara dua kekuatan besar, yaitu globalisasi dan
etnik nasionalisme. Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa telah terjadi
pergeseran pengertian tentang nasionalisme, yaitu munculnya nasionalisme kapital
yang berorientasi kepada pasar. Padahal pasar global dikuasai oleh negara-negara
industri besar.
Timbul pertanyaan, yaitu apakah makna nasionalisme harus takluk kepada
kekuatan pasar bebas dunia ?. Oleh karena itu, harus selalu waspada karena
globalisasi dengan pasar bebasnya sebenarnya adalah bentuk neokapitalisme
transnasional atau imperialisme komtemprorer dan tirani globalisasi yang selalu
berusaha mengintervensi kebijakan dan kedaulatan nasional.
Akan tetapi, apa pun dahsyatnya gelombang globalisasi yang menerpa
Indonesia, ternyata kita tetap teguh karena memiliki salah satu kekuatan nasional
yaitu landasan sejarah bangsa. Dari proses “perjuangan sejarah” bangsa yang
panjang, telah terbentuk kesadaran ikatan geopolitis yang satu, ingatan kolektif
tentang peristiwa-peristiwa simbolik utama, perasaan kesamaan nasib, identitas
bangsa yang telah menumbuhkan kesatuan perasaan subyektif dan penilaian.
Nasionalisme kita telah membuktikan validitasnya dan akan tetap eksis sekalipun
dalam bentuk ekspresi dan identitas yang disesuaikan dengan perubahan lingkungan
strategis. Inilah merupakan kelemahan utama dari kebudayaan global menghadapi
kohesi integrasi nasional kita. Dengan demikian, betapa pun upaya-upaya penetrasi
global ke dalam aspek kehidupan negara dan bangsa, nasionalisme yang telah
dirintis oleh founding fathers dan founding mathers serta inteligensia kita akan
tetap bisa bertahan. Selain itu, kekuatan unifikasi global juga terbatas, tetapi
dengan catatan bahwa sejarah etnisitas Indonesia menuntut adanya kewajiban
menumbuhkan kesamaan serta keadilan dalam kehidupan keluarga besar bangsa
Nusantara ini. Karena apabila kewajiban ini terabaikan, gairah otonomi daerah
misalnya, seringkali tidak dapat dibedakan dengan gairah etnisistas berupa
kebangkitan politik etnis yang mengarah kepada pemerintahan lokal yang berwatak
etnis. Hal itu tentu akan menggoyahkan integrasi nasional.
b. Etno Nasionalism dan Bentuk nasionalisme lainnya.
Gejala etnonasionalisme adalah etnis di tingkat lokal yang cenderung
menyadari keberadaannya sebagai “yang harus berkuasa di daerahnya sendiri”,
sehingga orang dari etnis lain dianggap sebagai pihak yang harus disubordinasi
secara politis dan ekonomis. Kondisi seperti ini sangat merugikan eksistensi negara
bangsa, karena akan dapat meringkihkan kondisi integrasi nasional.
Distorsi dan krisis lain terhadap nasionalisme terefleksi juga dalam
berbagai konflik sosial dan ancaman separatisme. Sesungguhnya, Sumpah
Pemuda dan Proklamasi 17 Agustus 1945 mengandung missi agar kepemimpinan
bangsa mampu mengimplementasikan “semangat nasionalisme/semangat
kebangsaan” ke dalam praksis penyelenggaraan negara sebagaimana telah
dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945. Apabila lalai mengimplementasikan
semangat nasionalisme ke dalam “praksis” kehidupan politik, ekonomi, sosial,
budaya, hukum, dan keamanan, maka penyelenggaraan negara akan menjadi
lumpuh dan solidaritas bangsa menjadi rapuh.
Ketidakberhasilan menanamkan rasa nasionalisme ke dalam praksis
penyelenggaraan negara pasti akan membuka peluang munculnya kecemburuan,
ketidakpuasan, konflik sosial, politik identitas, KKN, gagasan separatisme, dan
sebagainya.
Jadi, dapat dipastikan bahwa suara-suara dan gagasan-gagasan separatisme
daerah, sesungguhnya mengandung makna dan jeritan daerah yang mendambakan
keadilan dalam praksis kehidupan bernegara yang perlu disikapi secara kritis,
dipahami serta diperbaiki.
Selain itu, menurut sejumlah pakar pada akhir abad ke-20 dunia ditandai
dengan bangkitnya nasionalisme baru yang cenderung primitif, internal agresif, tidak
toleran bahkan chauvinistic karena berdasarkan pada etnisitas dan nasionalisme
yang sempit.
Kemunculan nasionalisme yang chauvinistic dan fasis ini merupakan
perpaduan dari sentimen etnisitas, serta sentimen agama. Sebagai contoh, kasus
kebiadaban nasionalisme sempit etnis Serbia terhadap etnis Bosnia. Lalu bagaimana
sikap Indonesia ?, Indonesia menentang kebiadaban nasionalisme sempit tersebut
diatas.
Semangat nasionalisme harus dikembalikan kepada yang memilikinya, yaitu
masyarakat Indonesia, khususnya kepemimpinan nasionalnya agar segera
mewujudkan good governance dan clean government demi mempercepat
terealisasinya civil society yang mengimplementasikan semangat nasionalisme dalam
praksis kenegaraan.
Pembangunan, kehidupan politik, dan demokrasi tidak lagi didasarkan
pada fanatisme, tetapi perlu dibangun berdasarkan rasionalitas pemikiran yang
objektif, kritis serta konseptual, yang dikembangkan dengan budaya dialog, dan
dialog antar budaya sesama anak bangsa untuk menyongsong kehidupan masa
depan yang lebih beradab, lebih sejahtera dan aman serta tentram dalam bingkai
NKRI dari Sabang sampai Merauke berdasarkan Pancasila.
Hendaknya kita kembali kepada nasionalisme Pancasila, nasionalisme
patriotisme yang positif monoteistis-religius, humanis, demokrasi kerakyatan,
berkeadilan bagi semua etnik bangsa tidak picik dan fanatik, tetapi berwawasan
global serta mengerti akan tantangan zaman era globalisasi. Dari penjelasan singkat
di atas dapat disimpulkan bahwa peranan nasionalisme sangat penting dalam proses
integrasi nasional.
11. LATIHAN/ PENUGASAN 3/ SOAL URAIAN ;
a. Apakah yang anda ketahui tentang Nasionalisme Indonesia dan ancaman
disintegrasi ?.
b. Apakah yang Anda ketahui tentang etnonasionalisme dan bentuk
nasionalisme lainnya ?.
12. PETUNJUK/KUNCI JAWABAN
Agar dapat menjawab latihan/penugasan di atas, anda diharapkan menguasai pokok
bahasan Peranan Nasionalisme dalam Proses Integrasi. Berupayalah untuk menuangkan
segala pemahaman yang telah dibaca sebelumnya dalam bentuk esai dengan redaksional
sendiri sebelum mengutip mentah-mentah. Akan lebih sempurna jawaban yang Anda buat
dengan menambahkan berbagai contoh yang anda peroleh dari referensi atau bacaan lain.
Dalam esai atau jawaban ini anda diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat-
pendapat yang tentunya argumentatif dan didukung oleh referensi dan nalar logis.
MODUL 7
13. POKOK BAHASAN : LINGKUNGAN STRATEGIS DAN PRIORITAS KEBIJAKAN
SERTA STRATEGI PEMBINAAN INTEGRASI NASIONAL.
a. Pengaruh Lingkungan Strategis, Peluang dan Kendalanya.
Sesungguhnya pembinaan integrasi nasional bangsa Indonesia sudah
dilakukan sejak awal pembentukan NKRI dengan menyepakati Pancasila sebagai
ideologi bangsa. Kemudian Presiden RI I (pertama) Bung Karno mencanangkan
Pancasila sebagai dasar dalam pelaksanaan “Character and Nation Building” dalam
rangka pembinaan integrasi bangsa, karena Bung Karno sangat memahami dan
menyadari heterogenitas negara dan bangsa Indonesia.
Di samping faktor-faktor alamiah seperti diuraikan di atas, pembinaan
integrasi bangsa juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis,
baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Proses integrasi nasional bangsa
Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai saat ini masih mengalami pasang surut.
Potensi ancaman terbesar terhadap bangsa (nation) sebagai suatu komunitas
politik modern adalah apabila terjadi disintegrasi nasional oleh melemahnya ikatan
kejiwaan bangsa (collective memory) dan terjadinya pembusukan politik di kalangan
elite dalam wujud tidak berfungsinya lembaga-lembaga negara dan menurunnya
legitimasi elite bangsa.
Apabila aspirasi dan kepentingan serta rasa keadilan massa/rakyat dilanggar
secara sewenang-wenang oleh kaum elite, maka hal itu merupakan motif terkuat
munculnya perlawanan massa/rakyat terhadap elite. Hal itu merupakan “kerawanan”
bagi proses pemantapan integrasi nasional bangsa Indonesia.
Dalam membangun, membina, dan memantapkan proses integrasi nasional,
media massa memiliki peran yang sangat besar sebagai jembatan yang memperkecil
perbedaan-perbedaan yang muncul di kalangan masyarakat dalam hubungannya
dengan para pengambil keputusan. Oleh karena itu, dalam proses membangun
integrasi nasional bangsa Indonesia, diharapkan media massa mampu bertindak
sebagai kontrol sosial. Kontrol sosial yang di maksud adalah sebagai pengamat
lingkungan terhadap jalannya interaksi sosial, baik antara sesama masyarakat,
maupun atas jalannya suatu pemerintahan. Media massa diharapkan tidak
menempatkan dirinya pada salah satu pihak, tetapi harus Independen dan
seimbang dalam menyampaikan pemberitaan, sehingga akan sangat membantu
dalam proses demokratisasi.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam konteks fungsi sosial, media massa
memiliki kemampuan untuk memperluas wawasan khalayaknya. Oleh karenanya, di
sini fungsi mendidiknya lebih menonjol, namun apabila media massa berlebihan
dalam menyampaikan informasinya, maka dampaknya bisa menjadi berbalik. Salah
satu fungsi mendidik yang dominan adalah mampu berfungsi mengutamakan mana
yang penting dan mana yang tidak, oleh karena itu, kemampuan media massa
sebagai jembatan integrasi bangsa sangatlah besar. Dalam kampanye-kampanye
politik, media massa paling sering digunakan sebagai alat pemersatu. Demikian juga
media massa mampu digunakan untuk menaikkan atau membangkitkan aspirasi
masyarakat untuk lebih mengutamakan semangat persatuan dari pada perpecahan.
Kemampuan media massa untuk membangkitkan semangat persatuan pada
umumnya lebih banyak dijumpai di negara-negara berkembang dari pada di negara-
negara yang sudah maju. Hal itu disebabkan oleh masalah yang dihadapi sebagian
besar negara-negara tersebut adalah melaksanakan pembangunan ekonomi, karena
pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan pembangunan politik dimana kedua-
duanya saling menunjang.
Pada kenyataannya dalam konteks integrasi bangsa, media massa lebih
banyak dimanfaatkan oleh kekuatan politik tertentu dengan penguasaan media yang
bersangkutan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kesadaran pihak media
massa sendiri sebagai jembatan integrasi bangsa harus sudah memiliki niat baik
untuk membantu tanpa keterpaksaan. Faktor itu akan sangat menentukan karena
pada umumnya apa yang disampaikan oleh media massa akan dipercaya oleh
khalayak dan bahkan apa yang menjadi agenda media massa juga akan menjadi
agenda publiknya.
Apabila di dalam masyarakat muncul saling-silang pendapat, media massa
akan mampu menampungnya sebagai sarana pengungkapan aspirasi sosial
masyarakat sebagai bagian dari proses demokratisasi. Bahkan, dalam hal-hal
tertentu media massa mampu memberi masukan dalam proses komunikasi
interpersonal.
Konflik sosial yang memancing disintegrasi bangsa, dapat diselesaikan melalui
media massa. Namun sebaliknya, media massa dapat juga digunakan oleh
kekuatan-kekuatan tertentu untuk merusak integrasi bangsa.
Seringnya munculnya masalah-masalah konflik di media massa, dapat
disebabkan karena analisis cara penyampaian yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya, baik mengenai objek berita, maupun sudut pandang kritisnya
tentang peristiwa yang ditampilkan. Apabila sudut pandang dan analisisnya sangat
berbeda, maka akan mampu mengundang konflik, dan konflik yang berlebihan di
media massa berpotensi merusak integrasi bangsa. Oleh karena itu, peran media
massa sebagai sarana efektif untuk membentuk opini integrasi bangsa secara
demokratis, transparan, bertanggung jawab, dan berlanjut harus dipelihara.
Dalam rangka pembinaan integrasi nasional bangsa Indonesia masa kini dan
masa yang akan datang, perlu diidentifikasi faktor-faktor berpengaruh dalam negeri
dan luar negeri berupa kendala dan peluangnya.
1) Kendala.
Dalam era reformasi saat ini, muncul kembali ideologi non-Pancasila,
antara lain, ideologi agama, ideologi liberalis, kapitalis, dan individualis.1
Salah satu tujuan reformasi nasional adalah demokratisasi, namun yang
terjadi adalah kebebasan untuk mencapai kepentingan pribadi, kelompok
organisasi, dan daerahnya sendiri dengan segala cara, yang diwarnai oleh
primordialisme dan feodalisme dengan mengabaikan kepentingan nasional.
Perkembangan perekonomian Indonesia sampai dengan saat ini belum pulih
betul, sehingga banyak perusahaan yang menutup usahanya atau
memindahkan perusahaannya ke luar negeri. Banyak konglomerat Indonesia
yang bermasalah, melarikan modalnya ke luar negeri, sedangkan investor
1 Wacana untuk mencari ideology alternatif sebenarnya sudah muncul dalam polemik masyarakat, dalam
menyikapi berakhirnya perang dingin. Maksum (Ed), 1994, Mencari Ideologi Alternatif, Polemik Agama
Pasca Ideologi Menjelang Abad ke-21
baru masih menunggu situasi politik dan keamanan yang stabil. Utang
atau bantuan luar negeri masih merupakan keperluan dan sekaligus
beban bagi generasi yang akan datang. Akibat jumlah pengganguran dan
penduduk miskin meningkat, terjadilah kesenjangan sosial ekonomi yang
semakin melebar, sehingga mengundang peningkatan tindakan kriminalitas.
Rasa kebangsaan dan persatuan bangsa semakin merosot, kelompok-
kelompok primordial tumbuh dengan subur dan KKN terus merajalela.
Konflik atau bentrokan antar kelompok masih terjadi di beberapa
daerah. Separatisme dan konflik bersenjata masih berlangsung di Irian Jaya
dan penegakan hukum masih lemah sehingga belum memberikan dampak
yang positif. Kemampuan operasional TNI memerlukan dukungan alat
peralatan yang memadai, dan dukungan logistik, serta masih dibayang-
bayangi trauma pelanggaran hak asasi manusia.
2) Peluang.
Pancasila masih ditetapkan oleh MPR No.18 Tahun 1988 tentang
penghapusan P4 sebagai dasar negara dan ideologi nasional, yang berarti
merupakan perintah kepada para penyelenggara negara untuk mengamalkan
Pancasila dalam mengatur kehidupan nasional guna mewujudkan cita-cita dan
tujuan nasional.2 Dengan demikian masih terbuka peluang untuk
memantapkan integrasi nasional bangsa Indonesia, hal ini ditandai dengan
beberapa indikasi sebagai berikut :
a) Potensi kekayaan alam Indonesia yang masih cukup besar dan
beraneka ragamnya wilayah kepulauan yang luas serta posisi geografis
yang strategis merupakan modal dasar pembangunan nasional.
2 Dalam rangka memperingati Hari lahir Pancasila, Presiden SBY kembali mengingatkan tentang Pancasila
sebagai Dasar Negara. Lihat Yudhoyono.Susilo Bambang,DR.H, 2006 Menata Kembali Kerangka Kehidupan
Bernegara Berdasarkan Pancasila, Pidato Presiden Republik Indonesia Dalam Rangka Memperingati Hari
Lahir Pancasila, Jakarta Convention Center, 1 Juni 2006
b) Potensi kekayaan alam Indonesia masih cukup besar dan
beraneka ragam, wilayah kepulauan yang luas serta posisi
geografis yang strategis merupakan modal dasar pembangunan
nasional.
c) Potensi sumber daya manusia Indonesia dalam sistem ekonomi
kerakyatan dengan memanfaatkan peluang perdagangan bebas
diharapkan berpeluang untuk meningkatkan kesejahteraan yang
merata.
d) Sistem pendidikan nasional yang telah ada merupakan peluang
untuk memantapkan kembali kesadaran berbangsa Indonesia dalam
wadah NKRI. 3
e) “Character and Nation Building” yang telah dirintis oleh Bung
Karno merupakan peluang untuk digalakkan kembali.
f) TNI dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajuritnya, Polri dengan
Tri Bratanya, PNS dengan Panca Prasetyanya, tetap memiliki tekad dan
semangat juang untuk menciptakan keamanan dan menegakkan
kedaulatan NKRI. Warga bangsa yang memilki jiwa patriot dan
kesetiaan terhadap NKRI yang berdasarkan Pancasila merupakan
potensi untuk dibina menjadi kekuatan dalam mengatasi gerakan dan
pemberontakan bersenjata kaum separatis.
g) Bahasa nasional bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
dan kesatuan bangsa harus selalu mendapat perhatian dan perlakuan
yang semestinya. Bahasa daerah dan bahasa asing tidak boleh menjadi
faktor penggangu integrasi nasional
h) Budaya Indonesia melalui Pengembangan budaya nasional di
samping budaya daerah, akan menanamkan dan mengembangkan
rasa kesatuan dan kebersamaan sebagai bangsa sekalipun majemuk,
tetap terikat dalam kesatuan ke indonesiaan.
b. Prioritas Kebijakan dan Strategi Pembinaan Integrasi Nasional.
3 UU SisDikNas No 2 Tahun 2003 masih menyimpan kelemahan, karena dalam UU ini belum dicantumkan
tentang Pendidikan Pancasila.
Mengapa integrasi Bangsa Indonesia perlu secara terus menerus dipupuk
dan dibina dari generasi ke generasi ?. Jawabannya adalah karena adanya
faktor-faktor dominan yang secara alamiah melekat pada bangsa Indonesia seperti
yang sudah dijelaskan pada awal tulisan ini.
Karena sangat kompleksnya masalah integrasi nasional, maka perlu dipilih
prioritas yang tepat untuk menentukan kebijakan dan strategi pembinaannya, yang
akan dicapai dengan sasaran jangka pendek dan jangka panjang ;
1) Jangka Pendek :
a) Tegaknya kedaulatan NKRI di Irian Jaya.
b) Terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat.
c) Tegaknya hukum dan pemberantasan KKN.
d) Meningkatnya kesejahteraan rakyat yang makin merata.
e) Mulai tertatanya kehidupan politik yang demokratis dan
keterbukaan berlandaskan Pancasila.
f) Pemanfaatan peranan pers ditingkat nasional dan daerah untuk
menghindari disintegrasi nasional.
2) Jangka Panjang :
a) Mantapnya integrasi bangsa melalui sistem pendidikan nasional
dalam arti luas.
b) Mantapnya kesejahteraan rakyat melalui ekonomi kerakyatan.
c) Tertatanya kehidupan politik yang demokratis berlandaskan
Pancasila.
d) Terpeliharanya penegakan hukum dan disiplin nasional.
e) Terpeliharnya keamanan dan ketertiban masyarakat.
f) Terpeliharanya kedaulatan NKRI di seluruh wilayah Nusantara.
g) Pembinaan dan penggunaan bahasa nasional Indonesia yang
baik di setiap strata nasional.
h) Pelurusan sejarah nasional yang benar.
i) Tertatanya budaya, basis sosial, struktur, sistem rekrutmen dan
rotasi para elite, proses pengambilan keputusan, pola komunikasi
politik serta distribusi pendapatan dari aktor-aktor politik.
j) Kebijakan dan sistem pencegahan kejahatan dan penegakan
hukum.
k) Tertatanya kehidupan harmonis dan adil diantara komunitas
primordial-etnis, masyarakat adat dan kelompok minoritas.
l) Terciptanya media massa yang demokratis, transparan, kritis
serta mendukung integrasi nasional secara berlanjut.
m) Untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut perlu didukung
kepemimpinan nasional serta para elite nasional yang memiliki integritas
moral yang tinggi serta dapat diandalkan, kualitas SDM dengan jiwa
nasionalisme/patriotisme, juga berfungsinya institusi kelembagaan
pemerintahan dan kemasyarakatan secara sinergik guna mengelola dan
memanfaatkan potensi kekayaan alam yang luas secara berkeadilan.
14. LATIHAN/PENUGASAN 4/SOAL URAIAN ;
a. Apakah pengaruh lingkungan strategis bagi upaya pembinaan Integrasi
nasional, baik peluang dan kendalanya ?.
b. Apakah prioritas kebijakan dan strategi pembinaan integrasi nasional ?.
15. PETUNJUK/KUNCI JAWABAN
Agar dapat menjawab latihan/penugasan di atas, Anda diharapkan menguasai pokok
bahasan diatas menyangkut Peranan Nasionalisme dalam Proses Integrasi. Berupayalah
untuk menuangkan segala pemahaman yang telah dibaca sebelumnya dalam bentuk esai
dengan redaksional sendiri sebelum mengutip mentah-mentah. Akan lebih sempurna
jawaban yang Anda buat dengan menambahkan berbagai contoh yang Anda peroleh dari
referensi atau bacaan lain. Dalam esai atau jawaban ini Anda diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapat-pendapat yang tentunya argumentatif dan didukung oleh
referensi maupun nalar logis.
DAFTAR BACAAN
16. BACAAN WAJIB UTAMA
- Integrasi Nasional, Naskah Lembaga, LEMHANNAS RI, 2006-10-22
17. BACAAN WAJIB PENDUKUNG ;
a. GHALIA INDONESIA , Teori, Masalah dan Strategi.
b. SELO SOEMARDJAN, Menuju Tata Indonesia Baru.
c. DR. TAUFIK ABDULLAH, Nasionalisme.
d. DR. SOERJANTO POESPOWARDOJO, Integrasi.
e. MAYJEN TNI (PURN) BUDISANTOSO.S, SE, Integrasi Bangsa.
f. BRIGJEN TNI (PURN) DR. SAAFRUDDIN BAHAR, Integrasi Nasional.
g. BRIGJEN TNI (PURN) ALEX DINUTH, Mewaspadai Disintegrasi Nasional.
18. BACAAN DIANJURKAN ;
A. YUDHOYONO SUSILO BAMBANG, DR. H, 2006, Menata Kembali Kerangka
Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila, Pidato Presiden Republik Indonesia
Dalam Rangka Memperingati Hari Lahir Pancasila, JAKARTA CONVENTION CENTER,
1 JUNI 2006
B. MAKSUM (ED), 1994, Mencari Ideologi Alternatif, Polemik Agama Pasca
Ideologi Menjelang Abad ke - 21
C. Ketahanan Nasional, LEMHANNAS RI.
D. Wawasan Nusantara, LEMHANNAS RI.
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NASKAH LEMBAGA BIDANG STUDI/MATERI POKOK
KEWASPADAAN NASIONAL
SUB. B.S
INTEGRASI NASIONAL
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI PROGRAM PENDIDIKAN REGULER ANGKATAN (PPRA) LII
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Integrasi nasional adalah proses dinamis yang menyatukan rakyat, wilayah serta
pemerintah sebagai komponen-komponen fungsional dari komunitas politik nasional
sedemikian rupa sehingga cukup andal untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
Namun proses integrasi nasional tersebut memakan waktu yang lama serta perlu dibina
secara terus menerus.
Konsepsi nation atau bangsa Indonesia melekat pada asas bahwa sekalipun bangsa
Indonesia terdiri dari bermacam-macam kemajemukan, baik suku bangsa, agama, adat
istiadat, asal-usul/keturunan maupun golongan dan lain-lain, tetapi semuanya terikat
didalam satu ke Indonesiaan.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika memang sangat tepat untuk melambangkan sifat
kebangsaan Indonesia. Dalam bangsa yang pluralistik ini perlu dikembangkan dan
disebarluaskan unsur-unsur yang bersifat integratif (menyatukan). Sedangkan unsur-unsur
yang bersifat disintegratif haruslah dihilangkan atau setidak-tidaknya dijauhkan.
Tulisan atau Naskah Lembaga tentang integrasi nasional ini merupakan pancingan
awal atau acuan bagi pembaca untuk lebih mendalaminya dalam diskusi-diskusi
pendalaman tentang integrasi nasional, dalam berbagai forum termasuk pada kursus atau
pendidikan di Lemhannas.
Khususnya tentang masalah etnik dalam proses integrasi nasional, walaupun tidak
dibahas secara mendalam dalam naskah ini tentu tidak membatasi para pembaca untuk
mendiskusikannya kembali dalam forum-forum tertentu lainnya, agar diperoleh
pemahaman yang lebih komprehensif. Hal tersebut menyangkut berbagai kasus konflik
etnik di daerah-daerah yang mengarah kepada disintegrasi nasional. Selain itu adanya
gejala dominasi “etnis daerah” di daerah-daerah otonomi perlu mendapat perhatian kita.
Bagi Peserta PPSA/PPRA, Naskah ini sangat berguna untuk pembelajaran program
off campus, sebelum lebih banyak mendiskusikannya pada program in campus.
Jakarta, Januari 2014.
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI
KELOMPOK KERJA
BS. KEWASPADAAN NASIONAL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB - I PENDAHULUAN
BAB - II KONSEP NASION DAN WUJUD INTEGRASI NASIONAL
BAB - III TINJAUAN SINGKAT SEJARAH INTEGRASI NASIONAL
BAB - IV PERANAN NASIONALISME DALAM PROSES INTEGRASI
NASIONAL
BAB - V LINGKUNGAN STRATEGIS PRIORITAS KEBIJAKAN DAN
STRATEGI PEMBINAAN INTEGRASI NASIONAL
DAFTAR PUSTAKA iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
Ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945, sesungguhnya Indonesia yang dicita-citakan belum terwujud atau
terintegrasi secara utuh. Proklamasi baru merupakan langkah awal menjadi Indonesia
meskipun perjalanan menuju tujuan itu sudah dirintis sejak pergerakan Boedi Oetomo
tahun 1908.
Oleh karena itu, Integrasi Nasional harus dicermati secara kritis, konteksional, dan
proporsional karena hal-hal sebagai berikut ;
a. Bangsa Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, ras, agama,
dan golongan.
b. Wilayah Indonesia merupakan kepulauan yang luas terdiri lebih kurang
17.508 (Pusurta ABRI 1987) pulau-pulau besar dan kecil dengan infrastruktur,
perhubungan dan telekomunikasi yang belum memadai.
c. Pemahaman masyarakat/rakyat tentang ke Indonesiaan dan terbentuknya
bangsa Indonesia relatif kurang.
d. Kedudukan dan posisi strategis Indonesia dapat dimanfaatkan oleh
kepentingan-kepentingan asing yang dapat merugikan bangsa dan negara.
Integrasi nasional merupakan kebutuhan mutlak bangsa Indonesia, karena bangsa
Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan tidak akan menghilangkan kemajemukannya.
Hal penting yang harus diupayakan bersama dengan rasa tanggung jawab yang sebesar-
besarnya, adalah bagaimana mengupayakan kemajemukan itu menjadi suatu kekuatan
yang menyegarkan bagi bangsa Indonesia dan bukan menjadi unsur-unsur yang mencerai-
beraikan Indonesia.
Perlu disadari bahwa integrasi nasional merupakan masalah yang strategis dan
kompleks. Konsepsi integrasi nasional sangat terkait dengan konsepsi negara nasional dan
nation. Negara nasional adalah suatu negara yang didasarkan pada ideologi nasionalisme,
yang menghendaki adanya suatu wilayah nasional sebagai tanah air dan didukung oleh
bangsa (nation) yang utuh. Sedangkan bangsa (nation) adalah suatu entitas politik
yang terdiri atas warga negara suatu negara nasional, yang walaupun berbeda-beda latar
belakang ras, etnik, agama dan golongan satu sama lain, tetapi mempunyai kehendak yang
kuat untuk bersatu di bawah payung negara nasional.
Oleh karena itu, suatu negara nasional, bangsa, serta integrasi nasional bertumpu
pada suatu tali halus batiniah yang mengikat seluruh unsur negara, yaitu adanya kehendak
yang kuat untuk bersatu. Berbagai suku, agama, ras, dan golongan yang sudah ada
sebelum adanya bangsa dan negara nasional, harus sudah merasakan adanya kehendak
yang kuat untuk bersatu yang timbul dari kontrak dan komunikasi yang lama.
Secara kronologis, bangsa (nation) harus ada terlebih dahulu sebelum adanya
negara bangsa (the nation state). Hal itu berarti bahwa status kewarganegaraan secara
yuridis formal saja tidak dengan sendirinya menjadikan sekelompok orang yang menjadi
bagian dari suatu bangsa (nation) karena harus melalui proses membatinkan negara ke
dalam jiwa. Oleh karena itu, negara Indonesia yang di proklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945 yang terdiri atas multietnik sebagai suatu negara nasional dan suatu
bangsa pendukung, mau tidak mau harus memberlakukan transfer of loyality dari berbagai
kelompok etnik tersebut kepada negara nasional atau nation yang baru.
Proses transformasi yang dinamakan nation building tersebut merupakan proses
yang kompleks, dinamis, dan berjangka waktu yang lama. Dikatakan demikian Karena
kesetiaan pra nasional tidak mungkin berubah secara sekejap dan memang, semangat
nasionalisme lebih mudah ditanamkan kepada generasi muda dari pada kepada generasi
yang lebih tua dalam tatanan pra nasional.
Proses menyatukan berbagai etnik untuk menjadi anggota warga baru, yaitu warga
negara Republik Indonesia, tidak selalu mulus. Problem yang melekat adalah problem
pembentukan bangsa (nation) baru itu sendiri yang lebih dikenal sebagai nation building
and character building atau problem/masalah integrasi nasional yang perlu pembinaan
secara terus menerus.
Konsepsi bangsa (nation) atau bangsa Indonesia melekat pada asas persatuan dan
kesatuan bangsa, artinya walaupun terdiri atas berbagai suku, agama, adat istiadat, asal-
usul/keturunan, golongan dan lain-lain, semua itu terikat di dalam satu ke Indonesiaan.
Dengan demikian sangat tepat dan memadai semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” untuk
melambangkan sifat kebangsaan Indonesia.
Konsepsi bangsa (nation) seperti itulah yang sesungguhnya dipersembahkan oleh
para pendiri bangsa (founding fathers dan founding mothers) kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
BAB II
KONSEPSI BANGSA (NATION) DAN
WUJUD INTEGRASI NASIONAL
2. Konsepsi Bangsa (Nation).
Sesungguhnya Indonesia merupakan suatu keajaiban politik dalam dunia modern
karena :
a. Masyarakatnya sangat majemuk.
b. Mempunyai jumlah penduduk yang nomor 4 (empat) di dunia, memiliki lebih
kurang 1.072 etnik, dan memiliki lebih kurang 17.508 pulau besar dan kecil.
c. Penduduknya berbicara dalam ratusan dialek.
d. Terdapat 6 besar agama dunia.
e. Memilih bentuk negara kesatuan dengan sistem pemerintahan presidensial.
Konsepsi “bangsa” (nation) dan konsepsi “negara bangsa” (nation state) merupakan
suatu produk sejarah modern. Para pemimpin/pendiri gerakan kebangsaan Indonesia
(founding fathers dan founding mothers) menggunakan konsepsi bangsa (nation) dari
Ernest Renan, Otto Bauer, dan Hogopian sebagai dasar perjuangan mereka.
a. Esensi teori Ernest Renan tentang bangsa adalah sebagai berikut :
1) Satu bangsa adalah suatu jiwa dan suatu asas kerohanian
2) Satu bangsa adalah satu solidaritas yang besar
(une nation est un grand solidarite)
3) Satu bangsa tidak memerlukan :
a) Persatuan Bahasa
b) Persatuan Agama
c) Persatuan Turunan
4) Suatu keinginan untuk hidup bersama baik dimasa sekarang dan
dimasa yang akan datang (le de’sir d’^etre ensemble)
b. Esensi teori Otto Bauer tentang bangsa adalah sebagai berikut :
Bangsa adalah satu persamaan, suatu persatuan karakter dan watak,
yang tumbuh dan lahir karena persatuan pengalaman (eine nation ist lene aus
schicksal gemeinschaft erwachsene charackter gemeinschaft).
c. Esensi teori Hogopian tentang bangsa adalah sebagai berikut :
Bangsa (nation) :“A group of people who identify each other. The resultant
we feeling separates them from others, who may or may not have a we feeling of
their own“.
Apabila definisi tentang bangsa dari Ernest Renan diteliti ternyata sejalan dengan
teori Otto Bauer dan Hogopian, yaitu suatu bangsa tidak perlu harus ada persamaan
dalam :
a. bahasa
b. agama
c. keturunan
d. warna kulit
e. budaya, dan sebagainya
Kemudian, Soekarno melengkapinya lagi dengan catatan bahwa bangsa adalah
segerombolan manusia yang keras. Ia punya kehendak untuk hidup bersama (dari Ernest
Renan), ia punya karakter persatuan (dari Otto Bauer dan Hogopian), tetapi yang
berdiam di atas satu wIlayah geopolitik yang nyata sebagai satu persatuan. Menurut Bung
Karno, geopolitik ialah hubungan antara letak tanah dan air dengan rasa dan kehidupan
politiknya.
Dari pendapat para ahli/pakar tersebut, para founding fathers/founding mathers
membuat rumusan konsepsi bangsa (Nation) sebagai berikut : Bangsa (Nation) adalah
suatu entitas politik yang terdiri atas warga negara, yang walaupun berbeda latar belakang
ras, etnik, agama, budaya, golongan satu sama lain, tetapi punya kehendak yang kuat
untuk bersatu dibawah payung negara nasional dan di dalam suatu wilayah yang jelas
batas-batasnya.
Integrasi nasional tidak mungkin terwujud sendiri, tetapi hanya akan terwujud atau
diwujudkan melalui upaya berlanjut, yaitu integrasi setiap komponen negara dan integrasi
antar komponen negara.
Bangsa tumbuh dan dibentuk secara sadar dan bertahap sebagai komunitas
politik modern yang memayungi berbagai komunitas primordial, dengan tujuan sebagai
sarana dan wahana kolektif untuk mewujudkan masa depan bersama baik dalam bidang
kesejahteraan maupun bidang keamanan. Selain itu, pengalaman sejarah yang sama
sebagai collective memory memperkuat kebangsaan tersebut.
Bangsa adalah landasan sosiopsikologi, landasan sosiokultural serta landasan
sosiopolitik yang diperlukan untuk terbentuknya negara nasional. Sebaliknya, negara
nasional merupakan subjek utama hukum internasional yang ideal bagi eksistensi bangsa.
Satu bangsa akan sengsara tanpa negara dan satu negara akan labil tanpa dukungan
bangsa.
3. Wujud Integrasi Nasional
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Edisi ke III, cetakan ke 2, Balai Pustaka,
Jakarta, Tahun 2002), Integrasi adalah sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan
yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan,
kejujuran. Sedangkan pengertian universal (http://en.wikipedia.org/wiki/integration),
menguraikan bahwa integrasi ”is process of combining or accumulating”. Pada masa lalu,
Integrasi Nasional ditafsirkan sebagai kombinasi dan akumulasi unsur terkait yang melebur,
menjadi Kesatuan Nasional yang digambarkan menyatu seperti ”sambal”. Namun, di era
Reformasi dan desentralisasi, penafsiran integrasi nasional lebih menghargai nilai-nilai
kearifan lokal dan nilai kekhasan daerah dalam bingkai NKRI dengan sesanti “Bhinneka
Tunggal Ika“ yang dilandasi falsafah Pancasila. Hal tersebut digambarkan seperti batang
lidi; bila satu batang mudah dipatahkan namun bila berhimpun dalam satu ikatan yang
kokoh kuat akan sulit dipatahkan.
Indikasi telah tertanamnya integrasi nasional dapat dilihat dari adanya hal-hal
sebagai berikut :
a. Terwujudnya rasa aman dan kondisi minimal keamanan serta kesejahteraan
bagi seluruh rakyat sebagai tujuan pembentukan negara dan pemerintahan.
b. Berfungsinya secara terpadu institusi-institusi kemasyarakatan, kebangsaan
dan kenegaraan.
c. Terpeliharanya komunikasi dan solidaritas kebangsaan diantara berbagai
golongan yang ada dalam masyarakat.
d. Kemampuan bangsa memanfaatkan peluang dalam menanggulangi ancaman
dari lingkungan yang serba berubah, demi menjamin kelangsungan hidup dan
perjuangannya.
Apabila dikaji secara saksama, maka sesungguhnya integrasi nasional adalah terdiri
atas :
a. integrasi intern komponen negara dan
b. integrasi antar komponen negara.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa Integrasi Intern Komponen Negara terdiri dari
integrasi intern rakyat, integrasi intern pemerintah, dan integrasi intern wilayah.
a. Integrasi Intern Rakyat, antara lain adalah :
1) Solidaritas sosial
2) Pembauran
3) Mobilitas horizontal dan vertikal
4) Kerukuan intern dan antarumat beragama
5) Hubungan intern dan antaretnik
6) Hubungan industrial (pekerja dan majikan)
7) Liputan pers dan komunikasi massa lainnya.
b. Integrasi Intern Pemerintah, antara lain adalah :
1) Keterbukaan rekrutmen elite
2) Sirkulasi elite
3) Komunikasi politik antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif
4) Tour of duty and tour of area
5) Etika profesional birokrasi
c. Integrasi Intern Wilayah, antara lain adalah :
1) Dukungan jaringan infrastruktur
2) Transportasi darat laut dan udara
3) Sarana komunikasi dan telekomunikasi
Sedangkan Integrasi Antar Komponen Negara terdiri dari integrasi antar rakyat
dan pemerintah, integrasi antar rakyat dan wilayah, dan integrasi antar pemerintah dan
wilayah :
a. Integrasi antar rakyat dan pemerintah, antara lain adalah :
1) Masalah demokrasi
2) Kepemimpinan
3) Sistem politik
4) Legitimasi dan pertanggungjawaban pemerintah
5) Pembangunan hukum
6) Sistem pemilu
7) Otonomi dan desentralisasi
8) Jaminan HAM
9) Ketentuan tentang proses pergantian pemerintahan secara damai.
b. Integrasi antar rakyat dan wilayah, antara lain, adalah :
1) Hak tradisional rakyat atas tanah rakyat
2) Tata ruang
3) Transmigrasi
4) Hak pribadi dan komunal tanah untuk kepentingan umum ;
5) Masalah lingkungan hidup ;
c. Integrasi antar pemerintah dan wilayah, antara lain adalah :
1) Perbatasan negara
2) Kerja sama dengan negara-negara tetangga
3) Penguasaan sumber daya nasional
4) Pembangunan pertahanan dan keamanan
5) Penegakan kedaulatan di darat, laut dan udara
6) Ruang angkasa
7) Pemeliharaan lingkungan
Catatan :
Menurut konvensi Montevideo (1933), tiga komponen negara nasional adalah
wilayah yang jelas batas-batasnya, rakyat yang tetap, dan pemerintah yang mampu
menunaikan tugas-tugas internasionalnya.
Sesungguhnya integrasi bangsa menuntut hal sebagai berikut :
a. Perlakuan persamaan hak bagi semua dan setiap warga negara di seluruh
kepulauan nusantara. Itu berarti bahwa integrasi bangsa hanya akan terlaksana
dengan baik selama ada jaminan bahwa hak-hak dasar serta martabat warga negara
dihormati dan tidak diingkari, diperkosa, ataupun dilecehkan. Artinya tanpa
jaminan itu integrasi menjadi lemah.
b. Jaminan keadilan bagi semua dan setiap warga negara dan berlaku secara
vertikal dan horizontal. Adanya fairness dapat menjadi kunci utama dalam usaha
merealisasikan keadilan dalam kehidupan sosial, baik dalam bentuk keadilan
komunitatif, maupun distributif.
c. Masyarakat perlu mendukung proses penyelenggaraan negara. Prinsip
demokrasi yang dirumuskan sebagai kedaulatan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat perlu dihidupkan kembali secara nyata dengan harapan munculnya komitmen
sosial setiap warga dalam karya bersama demi terwujudnya cita-cita.
d. Sikap keterbukaan yang membuka perspektif luas serta mampu membuka
jalan untuk berkesempatan belajar lebih banyak dan mengembangkan potensi dan
kekuatan bangsa. Sikap keterbukaan akan makin bermakna terutama bagi
masyarakat yang pluralistis, khususnya dalam rangka menumbuhkan saling
pengertian, saling menghormati, dialog dan kerja sama.
Dukungan masyarakat terhadap integrasi nasional akan menguat apabila integrasi
nasional tersebut bukan saja memberikan harapan hidup yang lebih baik dimasa depan,
melainkan juga secara nyata telah memperbaiki taraf hidup masyarakat sehari-hari,
betapa pun kecilnya. Penolakan terhadap integrasi nasional akan semakin keras jika
kehidupan berbangsa dan bernegara bukan saja tidak memperbaiki taraf hidup rakyat,
tetapi justru menyengsarakan dan menghina identitas sosiokultural, adat, serta
kehidupannya.
Oleh sebab itu, integrasi nasional perlu ditangani secara profesional oleh kualitas
sinergi kenegarawanan para elite nasional (pusat dan daerah) yang berperan dalam :
a. Kepemimpinan nasional
b. Kepemimpinan daerah
c. Kepemimpinan masyarakat
d. Kepemimpinan pers dan media massa lainnya
e. Kepemimpinan partai politik
f. Kepemimpinan lembaga perwakilan
g. Kepemimpinan aparat penegak hukum (polisi, jaksa, pengacara, hakim)
h. Kepemimpinan angkatan perang
i. Kepemimpinan pengusaha
j. Kepemimpinan diplomat
k. Kepemimpinan dunia akademis
l. Kepemimpinan mahasiswa dan kader pemuda
n. Kepemimpinan seminar nasional
Harus diakui bahwa integrasi nasional secara utuh/bulat masih jauh dari jangkauan
ideal maka secara berkala harus ada upaya untuk menelurusi dan mengkaji secara kritis
kualitas integrasi tersebut, baik dari normatif, koersif maupun fungsional.
Pendekatan integrasi normatif adalah upaya integratif oleh pemerintah yang kurang
menghargai proses budaya, yang alamiah, tetapi lebih bersifat memaksa.
Integrasi koersif menggunakan cara kekerasan, cara ideologis, serta tekanan-
tekanan fisik dan budaya dalam menyatukan bangsa.
sedangkan pendekatan integrasi fungsional adalah pemanfaatan saling
ketergantungan fungsional antar daerah dan antar golongan yang ada dalam negara.
Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa prasyarat bagi terwujudnya integrasi
bangsa, antara lain adalah sebagai berikut :
a. Adanya pemahaman, dan kesadaran, dan tekad bersatu sebagai bangsa
Indonesia dalam wadah NKRI dari Sabang sampai Merauke berlandaskan Pancasila.
b. Adanya pemahaman, kesadaran, dan kesepakatan tentang cita-cita dan
tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
c. Terwujudnya kesejahteraan dan keamanan yang berkeadilan di seluruh
wilayah tanah air. Tanpa kesejahteraan yang berkeadilan, sulit diciptakan kondisi
keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, tanpa kondisi keamanan
yang kondusif, pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan sukar dilaksanakan.
Kehidupan nasional amatlah dinamis karena didorong oleh faktor dari dalam dan luar
negeri. Faktor dari dalam negeri antara lain, pengaruh distribusi dan mobilitas penduduk,
alokasi sumber daya alam wilayah, dan sirkulasi elite.
Contoh faktor luar negeri ialah : kehidupan nasional dipengaruhi oleh latar belakang
hubungan sejarah serta kepentingan nasional bangsa-bangsa lain baik di bidang politik,
ekonomi, budaya, dan militer. Tantangan terbesar negara nasional adalah bagaimana
mencapai efek sinergi yang positif dari seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki,
bukan saja agar tetap dapat berlangsung hidup, melainkan agar dapat mencapai sasaran-
sasaran nasional secara demokratis, adil, terencana, dan penuh keadilan.
BAB – III
TINJAUAN SINGKAT SEJARAH INTEGRASI NASIONAL
4. Perjalanan Sejarah Integrasi Bangsa Indonesia.
Zaman penjajahan Belanda ditandai dengan keberhasilan pemerintah penjajah
mempersatukan kepulauan nusantara secara administratif, yaitu Hindia Belanda. Namun,
secara politik Belanda melaksanakan politik penjajahan yang bersifat disintegratif yang
dikenal dengan politik devide et impera. Untuk mendukung politik penjajahannya, Belanda
berhasil pula menumbuhkan fanatisme kesukuan di tengah-tengah masyarakat, sambil
memasang isolasi (baik fisik maupun psikososial) diantara kelompok-kelompok masyarakat.
Politik disintegratif tersebut telah berhasil dimanfaatkan oleh Belanda untuk
mencapai tujuan ekonomi perdagangan kolonialis, yang telah mendatangkan kemelaratan
dan kemiskinan bagi masyarakat pribumi. Kondisi geografi Indonesia yang menyebar
sangat sesuai dengan politik penjajahan Belanda tersebut. Pulau-pulau yang dipisahkan
oleh laut sangat memungkinkan Belanda untuk membina masyarakat di setiap pulau secara
sendiri-sendiri sesuai dengan pola yang disiapkan.
Politik ekonomi penjajahan Belanda yang bersifat kapitalis telah mendatangkan
kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat pribumi Indonesia. Proses pemiskinan
masyarakat pribumi berlangsung secara eskalatif dan berlanjut sampai datangnya batas
waktu kesabaran dan daya tahan masyarakat mencapai titik terendah, yaitu titik kritis dan
sensitif yang merangsang timbulnya kesadaran bangsa Indonesia untuk bangkit mengusir
penjajah. Meskipun komunikasi antar pulau/daerah waktu itu sangat sulit, namun
perlawanan terhadap penjajah Belanda terjadi dimana-mana secara hampir simultan. Hal
ini dapat terjadi karena dampak negatif penjajahan yang dirasakan oleh masyarakat
berlangsung pada waktu yang hampir bersamaan.
Berbagai perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat sejak akhir abad ke-19 sampai
medio abad ke-20 merupakan bukti yang tak terbantahkan. Sebagai contoh perlawanan
yang dipimpin oleh Diponegoro di Jawa Tengah, Imam Bonjol di Sumatera Barat, Teuku
Umar di Aceh, Sisingamangaraja di Tapanuli, Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan, dan
Kapitan Pattimura di Ambon.
Lahirnya kelompok masyarakat baru yang lebih terdidik dan terpelajar sejak akhir
abad ke -19 atau awal abad ke - 20 merupakan konsekuensi dari Gerakan Humanis di
Eropa terhadap pemerintah penjajah Belanda dan pemerintah penjajah Eropa lainnya.
Gerakan Humanis itu kemudian melakukan tekanan dan desakan kepada seluruh
pemerintah penjajah agar memperhatikan dan memperbaiki kondisi humanis dari bangsa
jajahannya, terutama yang menyangkut kesejahteraan dan kercerdasan. Desakan tersebut
memaksa pemerintah Belanda untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan. Dengan
berdirinya lembaga-lembaga pendidikan yang berjenjang dan berlanjut, saat memasuki
abad ke-20 muncullah kelompok baru di dalam masyarakat Indonesia, yaitu kelompok yang
lebih terdidik dan terpelajar. Kemudian dalam menyikapi kondisi rakyat yang berada
dalam keadaan/proses pemiskinan, berdirilah di Jakarta suatu perhimpunan pelajar
bernama “Boedi Oetomo”, yang kemudian diikuti oleh kelompok-kelompok masyarakat
lainnya. Boedi Oetomo selanjutnya diikuti oleh berdirinya kelompok-kelompok lain seperti :
Yong Java, lalu disusul dengan berdirinya Yong Sumatera, Yong Ambon, Yong Sunda, Yong
Batak, Yong Celebes dan berbagai organisasi kedaerahan lainnya. Bahkan kecenderungan
semacam itu terjadi pula di bidang keagamaan seperti Muhammdiyah, Syarikat Islam,
PERTI, PSII, Pemuda Islam, Pemuda Kristen Jawa, serta anak organisasi lainnya di bidang
pendidikan, sosial, kepemudaan, maupun kewanitaan.
Dengan berdirinya berbagai organisasi perhimpunan pemuda, dan pelajar, baik yang
bersifat kedaerahan maupun keagamaan, akhirnya timbul pengakuan umum bahwa “Boedi
Oetomo”, ternyata merupakan pemacu bangkitnya kesadaran baru diseluruh kalangan
pemuda pelajar pada waktu itu dan sesudahnya. Pengakuan tersebut menetapkan tanggal
20 Mei 1908 sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Ketika memasuki tahun 1920-an,
timbullah kesadaran baru di kalangan perhimpunan pelajar bahwa untuk mencapai suatu
tujuan yang mulia diperlukan kekompakan dan persatuan di antara mereka. Realisasi
kesadaran itu tampak dibidang organisasi, yaitu adanya usaha-usaha untuk melakukan
federasi dan integrasi dalam gerakan kepemudaan. Hal itu terjadi pada medio tahun 1926
di Jakarta dengan adanya pertemuan para pengurus perhimpunan yang ada, dengan
membentuk Panitia Bersama untuk pertemuan akbar pemuda pelajar Indonesia. Pertemuan
itu disebut Kongres Pemuda Indonesia ke I, sebagai langkah integratif awal untuk
memecahkan permasalahan nasional yang ada. Langkah tersebut diikuti pula oleh kegiatan
Himpunan Indonesia di Negeri Belanda yang mengikuti Kongres anti imperialis di
Brussel, Belgia, pada tahun 1927.
Berbagai langkah integratif yang dilakukan oleh Panitia Bersama itu, bersepakat
untuk menyelenggarakan Kongres Pemuda Pelajar pada bulan Oktober 1928. Peristiwa
tersebut kemudian dikenal sebagai Kongres Pemuda Indonesia ke II yang puncaknya
dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928 dan menelurkan deklarasi bersama yang
dikenal dengan “Sumpah Pemuda”. Tiga butir pengakuan/tekad bersama, dalam Sumpah
Pemuda adalah sebagai berikut :
a. Kami Putra-Putri Indonesia mengaku bertanah tumpah darah yang SATU,
yaitu TANAH Indonesia.
b. Kami Putra-Putri Indonesia mengaku berbangsa yang SATU yaitu BANGSA
Indonesia.
c. Kami Putra-Putri Indonesia menjunjung BAHASA PERSATUAN, yaitu BAHASA
Indonesia.
Dengan demikian, Sumpah Pemuda yang berjiwakan “persatuan” merupakan
tonggak sejarah integrasi nasional yang sangat penting, mengandung harapan, tekad,
serta semangat untuk mewujudkan persatuan dalam wadah Indonesia merdeka.
Sumpah Pemuda mengandung semangat politik integratif nasional untuk
menghadapi kebijaksanaan politik disintegratif penjajahan Belanda. Sumpah Pemuda 1928
merupakan hasil jerih payah para pemuda pelajar Indonesia sendiri dan bebas dari
pengaruh atau dukungan apapun dari Pemerintan Belanda. Dengan demikian Sumpah
Pemuda telah melahirkan gerakan sosial dan politik baru menuju Indonesia merdeka.
Peluang emas untuk Indonesia merdeka menemukan momen yang tepat pada saat
berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia sejak 13 Agustus 1945 sebagai akibat
kekalahan Jepang menghadapi kekuatan Sekutu dalam Perang Dunia ke II. Kevakuman
kekuasaan yang terjadi pada medio Agustus 1945 telah dimanfaatkan oleh para pemuda
Indonesia yang juga para aktivis Kongres Pemuda 1928 untuk mendesak Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan
tonggak integrasi berikutnya karena Proklamasi itu dilakukan dengan semangat integrasi
yang kompak dan utuh guna mewujudkan harapan dan tekad yang terkandung dalam
Sumpah Pemuda 1928. Semangat integrasi itu juga berhasil melahirkan kesepakatan
bahwa “Pancasila” sebagai ideologi negara dan falsafah bangsa Indonesia melalui
diskusi/dialog dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, yang kemudian dituangkan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Perang Kemerdekaan 1945-1949 merupakan batu ujian bagi negara Proklamasi dan
semangat integrasi yang mendukungnya dalam menghadapi berbagai ancaman yang
datang dari luar, khususnya pihak Sekutu, Belanda, dan komunis yang semuanya berskala
internasional. Keberhasilan bangsa Indonesia mengatasi ancaman-ancaman tersebut tidak
dapat dilepaskan dari tingginya semangat integrasi bangsa pada waktu itu.
Sistem Demokrasi Liberal yang dilaksanakan dalam tahun 1950-1959 merupakan
kelanjutan dari pengakuan internasional melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun
1949 terhadap kekuasaan penuh (de jure) Republik Indonesia atas bekas wilayah Hindia
Belanda. Sistem Demokrasi Liberal itu justru telah melahirkan berbagai gejala disintegrasi
di berbagai bidang anatara lain : kesukuan, keagamaan, pemerintahan, hubungan pusat-
daerah, hubungan pemerintah-Angkatan Perang dan bidang konstitusi, Sistem Demokrasi
Liberal telah meracuni semangat integrasi yang dijiwai Pancasila. Bahkan, sistem itu telah
melahirkan beberapa pemberontakan dalam negeri. Jalan keluar dari gejala disintegrasi itu
adalah kembali ke jalan Pancasila melalui Dekrit 5 Juli 1959, yaitu “Kembali ke UUD 1945”.
Sistem Demokrasi Terpimpin yang muncul sebagai pelaksanaan dan kelanjutan dari
Dekrit 5 Juli 1959, memperkenalkan suatu sistem demokrasi yang seharusnya dipimpin
oleh Pancasila. Demokrasi Terpimpin dimaksudkan untuk mempersatukan kekuatan yang
terpecah-pecah yang terjadi selama periode Sistem Demokrasi Liberal 1950 - 1959.
Konsep persatuan yang dipilih adalah konsep Bung Karno 1926, yaitu Nasima/Nasisos
(Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme/ Sosialisme) yang kemudian menjadi Nasakom
(nasionalisme, agama dan komunisme).
Sebelum Nasakom dilaksanakan sebagai konsepsi persatuan, ternyata PKI juga
berkepentingan untuk menjadikan Nasakom sebagai strategi politik komunis sendiri.
Kenyataan memang menunjukkan bahwa memasuki tahun 1965, PKI berhasil menjadikan
dirinya sebagai satu-satunya kekuatan politik yang kuat dan utuh di Indonesia. Rencana
lama PKI untuk mencetuskan revolusi komunis di Indonesia diwujudkan melalui
Pemberontakan G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965 yang jika berhasil, tentu
mengakibatkan disintgerasi total Indonesia di bawah kekuasaan Komunis. Periode
Demokrasi Terpimpin telah di warnai oleh berlangsungnya pertarungan antara kekuatan
yang pro Pancasila dan kekuatan pro komunis. Namun, kegagalan pemberontakan
G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965 telah mengantarkan kemenangan bagi
kekuatan Pancasila. Kemenangan bagi pendukung Pancasila melahirkan Orde Baru, yaitu
pemikiran dan kelompok yang tetap membela Pancasila dan bertekad melaksanakan
Pancasila secara murni dan konsekuen. Lahirnya Orde Baru diharapkan garis politik
nasional kembali ke jalan Pancasila sebagai faktor utama integrasi nasional. Pimpinan
nasional selama Orde Baru secara terus menerus menyerukan perlunya pembinaan
integrasi nasional. Namun, bukan semangat integrasi nasional yang terwujud dalam
praksis, tetapi “kekuasaan” untuk melayani kepentingan penguasa beserta kroni-kroninya
sebagai faktor yang dominan (monopoli, KKN, feodalisme, birokrasi, dan represi).
Timbullah masalah, antara lain kecemburuan, ketidakpuasan, ketidakadilan, konflik sosial,
gagasan separatisme di berbagai lapisan masyarakat dan di daerah-daerah. Maka,
bangkitlah era reformasi yang penuh efhoria demokrasi, tetapi belum mampu mengatasi
hal-hal tersebut khususnya menyangkut kepastian hukum walaupun pelaksanaan otonomi
daerah sudah berjalan. Terpuruknya semangat integrasi nasional tetap merupakan agenda
prioritas tingkat nasional dan daerah untuk perlu dibina dan ditingkatkan lagi.
Transformasi penafsiran integrasi nasional, digambarkan seperti ”lidi” bila berdiri
sendiri mudah dipatahkan, namun bila dalam ikatan yang kuat, sulit untuk dipatahkan.
Demikian pula bangsa Indonesia yang bersatu dalam ikatan NKRI, yang dilandasi falsafah
bangsa Pancasila belum menghargai nilai-nilai kearifan lokal yang harmonis dengan nilai-
nilai Nasional dan Universal.
5. Tantangan Integrasi Nasional.
Tantangan integrasi nasional meliputi antara lain :
a. Ketidakadilan
b. Penegakan hukum
c. Eksploitasi
d. Aspirasi masyarakat yang tidak tersalur
e. Kesenjangan sosial
f. KKN
g. Diskriminasi
h. Kemiskinan
i. Keterasingan
BAB IV
PERANAN NASIONALISME DALAM PROSES
INTEGRASI NASIONAL
6. Nasionalisme dan Ancaman Disintegrasi.
Sebelum membahas tentang nasionalisme lebih jauh, ada baiknya apabila
disampaikan beberapa pendapat para pakar bahwa nasionalisme adalah :
a. Sebuah gerakan ideologis untuk memperoleh dan memelihara kemerdekaan
dan pemerintahan sendiri dan kemerdekaan atas nama segolongan orang yang
secara sungguh ingin membentuk ”bangsa” secara aktual (Anthony D Smith)
b. Sebuah kekuatan penyatu atau homogenizing force (Ernest Gellner)
c. Sebuah artefak atau an imangined political community (Benedict Anderson)
d. Sebuah alam pikiran atau a state of mind (Hans Kohn)
Secara umum disampaikan bahwa proses integrasi nasional perlu didukung oleh
ideologi nasionalisme. Oleh karena itu, dalam suatu bangsa yang masyarakatnya secara
sosiokultural majemuk (seperti Indonesia), ideologi nasionalisme perlu memberikan
jawaban ideologis serta arahan terhadap strategi yang akan dianut dalam integrasi
nasional.
Nasionalisme merupakan suatu ideologi yang memiliki kekuatan pengaruh untuk
menggerakkan. Hal itu merupakan perasaan menjadi bagian dari sesuatu dan berfungsi
membangun perasaan bagi satu komunitas nasional. Jika mengkaji topik nasionalisme,
amatlah kompleks dan tentu dapat didekati dari berbagai aspek, sudut pandang, referensi
serta tingkat kepakaran masing-masing. Pada berbagai kesempatan ada saja orang
bertanya atau mempermasalahkan : “Bagaimanakah nasib nasionalisme Indonesia (yang
lahir dari konteks kolonialisme dan imperialisme) dalam menghadapi prospek era
kesejagatan (globalisasi) dewasa ini? Apakah kadar nasionalisme kita akan terus meluntur
dan kemudian lenyap sebagai suatu eksistensi” ?.
Nasionalisme terdiri atas kata-kata “nation” dan “isme”. Secara umum “nation”
berarti suatu masyarakat manusia yang memiliki wilayah, bahasa, kebudayaan dan masa
lalu yang sama serta mempunyai cita-cita yang sama pula sedangkan “isme” berarti
”faham”.
Bagi Indonesia, nasionalisme adalah (counter) ideologi terhadap kolonialisme,
konservatisme serta statusquoisme kolonalisme. Maka tidaklah heran apabila pada awalnya
nasionalisme Indonesia sering bersifat radikalistik bahkan revolusioner. Oleh karena itu,
“nasionalisme Indonesia” sulit dipahami tanpa pendalaman dan pembekalan pengetahuan
tentang latar belakang sejarah kolonialisme di bumi Nusantara.
Sesungguhnya embrio nasionalisme telah tumbuh sejak kelahiran Boedi Oetomo
pada tahun 1908, sedangkan Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928 merupakan
prinsip-prinsip dasar dari nasionalisme. Kemudian cita-cita nasionalisme tersebut semakin
terkristalisasi dalam cita-cita tunggal yang lebih kongkret, yaitu menuju Indonesia
merdeka.
Puncak dari proses kristalisasi itu adalah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, yang esensinya dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Secara defacto dan dejure telah lahir satu negara baru, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
b. Telah lahir pula satu bangsa baru bangsa Indonesia.
c. Lahir juga ideologi negara Pancasila dan konstitusi UUD 1945.
d. Kalau demikian, apa sesungguhnya inti pengertian tentang nasionalisme
menurut persepsi Indonesia seperti yang digariskan oleh founding fathers kita ?
e. Nasionalisme adalah suatu faham, suatu ideologi, suatu isme yang berisi
kesadaran bahwa tiap-tiap anggota bangsa merupakan bagian dari suatu bangsa
yang besar, yang berkewajiban mencintai dan membela negaranya.
f. Setiap anggota bangsa perlu menyadari bahwa ia harus memiliki rasa
tanggungjawab sebagai bagian dari satu bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Iapun harus menyadari bahwa bangsa yang merdeka memiliki harga diri, martabat,
kedudukan dan tanggungjawab terhadap masa depan bangsanya.
g. Setiap saat semua warga negara harus siap membela kepentingan bangsa
dan negaranya, serta siap pula berkorban demi kelangsungan hidup, keutuhan dan
kebesaran perjuangan bangsanya.
h. Nasionalisme adalah jiwa dan semangat, untuk mendahulukan
kepentingan rakyat Indonesia agar tidak terjajah secara politik, ekonomi, budaya
bahkan militer. Jadi, sebenarnya cikal bakal nasionalisme atau katakanlah jiwa yang
terdalam dari nasionalisme adalah pembebasan dan pemerdekaan dari suatu
penindasan.
Namun, realitas sejarah mencatat, nasionalisme Indonesia selalu mengalami pasang
surut serta tiada henti menghadapi berbagai tantangan dan ancaman (bahkan interpretasi),
baik pada era Soekarno, era Soeharto, Habibie, Gus Dur maupun di era Megawati.
Contoh : Pada era Orde Lama pemerintahan Presiden Soekarno (Bung Karno)
nasionalisme dijadikan sebagai ideologi bangsa untuk proyek Nation Building dan
Charackter Building.
Pada era Orde Baru pemerintahan Presiden Soeharto, menurut banyak pengamat
nasionalisme sekadar dijadikan peralatan politik untuk merawat, memperbaiki,
memaksimalkan penampilan mesin politik Orba.
Jika menghadapi dinamika kesejagatan (globalisasi) dewasa ini tentu ulasan tentang
nasionalisme tidak terlepas dari pendekatan struktur dan dinamika global, eksistensi
bangsa, dan situasi khusus yang berkembang di Indonesia.
Gagasan Giddens, misalnya, menepis pesimisme atau impian berakhirnya era
nasionalisme. Ada juga yang menggambarkan negara bangsa dan nasionalisme Indonesia
dewasa ini terjepit di antara dua kekuatan besar, yaitu globalisasi dan etnik nasionalisme.
Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa telah terjadi pergeseran pengertian
tentang nasionalisme, yaitu munculnya nasionalisme kapital yang berorientasi kepada
pasar. Padahal pasar global dikuasai oleh negara-negara industri besar.
Timbul pertanyaan, yaitu apakah makna nasionalisme harus takluk kepada kekuatan
pasar bebas dunia ?. Oleh karena itu, harus selalu waspada karena globalisasi dengan
pasar bebasnya sebenarnya adalah bentuk neokapitalisme transnasional atau imperialisme
komtemprorer dan tirani globalisasi yang selalu berusaha mengintervensi kebijakan dan
kedaulatan nasional.
Akan tetapi, apa pun dahsyatnya gelombang globalisasi yang menerpa Indonesia,
ternyata kita tetap teguh karena memiliki salah satu kekuatan nasional yaitu landasan
sejarah bangsa. Dari proses “perjuangan sejarah” bangsa yang panjang, telah terbentuk
kesadaran ikatan geopolitis yang satu, ingatan kolektif tentang peristiwa-peristiwa
simbolik utama, perasaan kesamaan nasib, identitas bangsa yang telah menumbuhkan
kesatuan perasaan subyektif dan penilaian. Nasionalisme kita telah membuktikan
validitasnya dan akan tetap eksis sekalipun dalam bentuk ekspresi dan identitas yang
disesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis. Inilah merupakan kelemahan utama
dari kebudayaan global menghadapi kohesi integrasi nasional kita. Dengan demikian,
betapa pun upaya-upaya penetrasi global kedalam aspek kehidupan negara dan
bangsa, nasionalisme yang telah dirintis oleh founding fathers dan founding mathers
serta inteligensia kita akan tetap bisa bertahan. Selain itu, kekuatan unifikasi global juga
terbatas, tetapi dengan catatan bahwa sejarah etnisitas Indonesia menuntut adanya
kewajiban menumbuhkan kesamaan serta keadilan dalam kehidupan keluarga besar
bangsa Nusantara ini. Karena apabila kewajiban ini terabaikan, gairah otonomi daerah
misalnya, seringkali tidak dapat dibedakan dengan gairah etnisistas berupa kebangkitan
politik etnis yang mengarah kepada pemerintahan lokal yang berwatak etnis. Hal itu tentu
akan menggoyahkan integrasi nasional.
7. Etno Nasionalism dan Bentuk nasionalisme lainnya.
Gejala etnonasionalisme adalah etnis ditingkat lokal yang cenderung menyadari
keberadaannya sebagai “yang harus berkuasa di daerahnya sendiri”, sehingga orang dari
etnis lain dianggap sebagai pihak yang harus disubordinasi secara politis dan ekonomis.
Kondisi seperti ini sangat merugikan eksistensi negara bangsa, karena akan dapat
meringkihkan kondisi integrasi nasional.
Distorsi dan krisis lain terhadap nasionalisme terefleksi juga dalam berbagai konflik
sosial dan ancaman separatisme. Sesungguhnya, Sumpah Pemuda dan Proklamasi 17
Agustus 1945 mengandung missi agar kepemimpinan bangsa mampu
mengimplementasikan “semangat nasionalisme/semangat kebangsaan” ke dalam praksis
penyelenggaraan negara sebagaimana telah dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945.
Apabila lalai mengimplementasikan semangat nasionalisme ke dalam “praksis” kehidupan
politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan keamanan, maka penyelenggaraan negara
akan menjadi lumpuh dan solidaritas bangsa menjadi rapuh.
Ketidakberhasilan menanamkan rasa nasionalisme kedalam praksis
penyelenggaraan negara pasti akan membuka peluang munculnya kecemburuan,
ketidakpuasan, konflik sosial, politik identitas, KKN, gagasan separatisme, dan sebagainya.
Jadi, dapat dipastikan bahwa suara-suara dan gagasan-gagasan separatisme daerah,
sesungguhnya mengandung makna dan jeritan daerah yang mendambakan keadilan dalam
praksis kehidupan bernegara yang perlu disikapi secara kritis, dipahami serta diperbaiki.
Selain itu, menurut sejumlah pakar pada akhir abad ke-20 dunia ditandai dengan
bangkitnya nasionalisme baru yang cenderung primitif, internal agresif, tidak toleran
bahkan chauvinistic karena berdasarkan pada etnisitas dan nasionalisme yang sempit.
Kemunculan nasionalisme yang chauvinistic dan fasis ini merupakan perpaduan dari
sentimen etnisitas, serta sentimen agama. Sebagai contoh, kasus kebiadaban nasionalisme
sempit etnis Serbia terhadap etnis Bosnia. Lalu bagaimana sikap Indonesia ?, Indonesia
menentang kebiadaban nasionalisme sempit tersebut diatas.
Semangat nasionalisme harus dikembalikan kepada yang memilikinya, yaitu
masyarakat Indonesia, khususnya kepemimpinan nasionalnya agar segera mewujudkan
good governance dan clean government demi mempercepat terealisasinya civil society
yang mengimplementasikan semangat nasionalisme dalam praksis kenegaraan.
Pembangunan, kehidupan politik, dan demokrasi tidak lagi didasarkan pada fanatisme,
tetapi perlu dibangun berdasarkan rasionalitas pemikiran yang objektif, kritis serta
konseptual, yang dikembangkan dengan budaya dialog, dan dialog antar budaya sesama
anak bangsa untuk menyongsong kehidupan masa depan yang lebih beradab, lebih
sejahtera dan aman serta tentram dalam bingkai NKRI dari Sabang sampai Merauke
berdasarkan Pancasila.
Hendaknya kita kembali kepada nasionalisme Pancasila, nasionalisme patriotisme
yang positif monoteistis-religius, humanis, demokrasi kerakyatan, berkeadilan bagi
semua etnik bangsa tidak picik dan fanatik, tetapi berwawasan global serta mengerti akan
tantangan zaman era globalisasi. Dari penjelasan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa
peranan nasionalisme sangat penting dalam proses integrasi nasional.
BAB V
LINGKUNGAN STRATEGIS DAN PRIORITAS KEBIJAKAN
SERTA STRATEGI PEMBINAAN INTEGRASI NASIONAL
8. Pengaruh Lingkungan Strategis, Peluang dan Kendalanya
Sesungguhnya pembinaan integrasi nasional bangsa Indonesia sudah dilakukan
sejak awal pembentukan NKRI, yaitu dengan menyepakati Pancasila sebagai Ideologi
bangsa. Kemudian Presiden RI I (pertama) Bung Karno mencanangkan Pancasila sebagai
dasar dalam pelaksanaan “Character and Nation Building” dalam rangka pembinaan
integrasi bangsa, karena Bung Karno sangat memahami dan menyadari heterogenitas
negara dan bangsa Indonesia.
Di samping faktor-faktor alamiah seperti diuraikan di atas, pembinaan integrasi
bangsa juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis, baik dari dalam
negeri maupun dari luar negeri. Proses integrasi nasional bangsa Indonesia sejak awal
kemerdekaan sampai saat ini masih mengalami pasang surut.
Potensi ancaman terbesar terhadap bangsa (nation) sebagai suatu komunitas politik
modern adalah apabila terjadi disintegrasi nasional oleh melemahnya ikatan kejiwaan
bangsa (collective memory) dan terjadinya pembusukan politik dikalangan elite dalam
wujud tidak berfungsinya lembaga-lembaga negara dan menurunnya legitimasi elite
bangsa.
Apabila aspirasi dan kepentingan serta rasa keadilan massa/rakyat dilanggar secara
sewenang-wenang oleh kaum elite, maka hal itu merupakan motif terkuat munculnya
perlawanan massa/rakyat terhadap elite. Hal itu merupakan “kerawanan” bagi proses
pemantapan integrasi nasional bangsa Indonesia.
Dalam membangun, membina, dan memantapkan proses integrasi nasional, media
massa memiliki peran yang sangat besar sebagai jembatan yang memperkecil perbedaan-
perbedaan yang muncul dikalangan masyarakat dalam hubungannya dengan para
pengambil keputusan. Oleh karena itu, dalam proses membangun integrasi nasional
bangsa Indonesia, diharapkan media massa mampu bertindak sebagai kontrol sosial.
Kontrol sosial yang dimaksud adalah sebagai pengamat lingkungan terhadap jalannya
interaksi sosial, baik antara sesama masyarakat, maupun atas jalannya suatu
pemerintahan. Media massa diharapkan tidak menempatkan dirinya pada salah satu pihak,
tetapi harus Independen dan seimbang dalam menyampaikan pemberitaan, sehingga akan
sangat membantu dalam proses demokratisasi.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam konteks fungsi sosial, media massa
memiliki kemampuan untuk memperluas wawasan khalayaknya. Oleh karenanya, disini
fungsi mendidiknya lebih menonjol, namun apabila media massa berlebihan dalam
menyampaikan informasinya, maka dampaknya bisa menjadi berbalik. Salah satu fungsi
mendidik yang dominan adalah mampu berfungsi mengutamakan mana yang penting dan
mana yang tidak, oleh karena itu, kemampuan media massa sebagai jembatan integrasi
bangsa sangatlah besar. Dalam kampanye-kampanye politik, media massa paling sering
digunakan sebagai alat pemersatu. Demikian juga media massa mampu digunakan untuk
menaikkan atau membangkitkan aspirasi masyarakat untuk lebih mengutamakan semangat
persatuan dari pada perpecahan. Kemampuan media massa untuk membangkitkan
semangat persatuan pada umumnya lebih banyak dijumpai di negara-negara berkembang
dari pada di negara-negara yang sudah maju. Hal itu disebabkan oleh masalah yang
dihadapi sebagian besar negara-negara tersebut adalah melaksanakan pembangunan
ekonomi, karena pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan pembangunan politik
dimana kedua-duanya saling menunjang.
Pada kenyataannya dalam konteks integrasi bangsa, media massa lebih banyak
dimanfaatkan oleh kekuatan politik tertentu dengan penguasaan media yang bersangkutan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kesadaran pihak media massa sendiri sebagai
jembatan integrasi bangsa harus sudah memiliki niat baik untuk membantu tanpa
keterpaksaan. Faktor itu akan sangat menentukan karena pada umumnya apa yang
disampaikan oleh media massa akan dipercaya oleh khalayak dan bahkan apa yang
menjadi agenda media massa juga akan menjadi agenda publiknya.
Apabila di dalam masyarakat muncul saling-silang pendapat, media massa akan
mampu menampungnya sebagai sarana pengungkapan aspirasi sosial masyarakat sebagai
bagian dari proses demokratisasi. Bahkan, dalam hal-hal tertentu media massa mampu
memberi masukan dalam proses komunikasi interpersonal.
Konflik sosial yang memancing disintegrasi bangsa, dapat diselesaikan melalui
media massa. Namun sebaliknya, media massa dapat juga digunakan oleh kekuatan-
kekuatan tertentu untuk merusak integrasi bangsa.
Seringnya muncul masalah-masalah konflik di media massa, dapat disebabkan
karena analisis cara penyampaian yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya,
baik mengenai objek berita, maupun sudut pandang kritisnya tentang peristiwa yang
ditampilkan. Apabila sudut pandang dan analisisnya sangat berbeda, maka akan mampu
mengundang konflik, dan konflik yang berlebihan di media massa berpotensi merusak
integrasi bangsa. Oleh karena itu, peran media massa sebagai sarana efektif untuk
membentuk opini integrasi bangsa secara demokratis, transparan, bertanggung jawab, dan
berlanjut harus dipelihara.
Dalam rangka pembinaan integrasi nasional bangsa Indonesia masa kini dan masa
yang akan datang, perlu diidentifikasi faktor-faktor berpengaruh dalam negeri dan luar
negeri berupa kendala dan peluangnya.
a. Kendala.
Dalam era reformasi saat ini, muncul kembali ideologi non-Pancasila, antara
lain, ideologi agama, ideologi liberalis, kapitalis, dan individualis.4 Salah satu tujuan
reformasi nasional adalah demokratisasi, namun yang terjadi adalah kebebasan
untuk mencapai kepentingan pribadi, kelompok organisasi, dan daerahnya sendiri
dengan segala cara, yang diwarnai oleh primordialisme dan feodalisme dengan
mengabaikan kepentingan nasional. Perkembangan perekonomian Indonesia sampai
dengan saat ini belum pulih betul, sehingga banyak perusahaan yang menutup
usahanya atau memindahkan perusahaannya ke luar negeri. Banyak konglomerat
Indonesia yang bermasalah, melarikan modalnya ke luar negeri, sedangkan investor
baru masih menunggu situasi politik dan keamanan yang stabil. Utang atau bantuan
luar negeri masih merupakan keperluan dan sekaligus beban bagi generasi yang
akan datang. Akibat jumlah pengganguran dan penduduk miskin meningkat,
4 Wacana untuk mencari ideology alternatif sebenarnya sudah muncul dalam polemik masyarakat, dalam
menyikapi berakhirnya perang dingin. Maksum (Ed), 1994, Mencari Ideologi Alternatif, Polemik Agama
Pasca Ideologi Menjelang Abad ke-21
terjadilah kesenjangan sosial ekonomi yang semakin melebar, sehingga
mengundang peningkatan tindakan kriminalitas. Rasa kebangsaan dan
persatuan bangsa semakin merosot, kelompok-kelompok primordial tumbuh dengan
subur dan KKN terus merajalela.
Konflik atau bentrokan antar kelompok masih terjadi di beberapa daerah.
Separatisme dan konflik bersenjata masih berlangsung di Irian Jaya dan
penegakan hukum masih lemah sehingga belum memberikan dampak yang positif.
Kemampuan operasional TNI memerlukan dukungan alat peralatan yang memadai,
dan dukungan logistik, serta masih dibayang-bayangi trauma pelanggaran hak asasi
manusia.
b. Peluang.
Pancasila masih ditetapkan oleh MPR sebagai dasar negara dan ideologi
nasional, yang berarti merupakan perintah kepada para penyelenggara negara untuk
mengamalkan Pancasila dalam mengatur kehidupan nasional guna mewujudkan cita-
cita dan tujuan nasional.5 Dengan demikian masih terbuka peluang untuk
memantapkan integrasi nasional bangsa Indonesia, hal ini ditandai dengan beberapa
indikasi sebagai berikut :
1) Adanya parpol dan organisasi kemasyarakatan serta perseorangan
yang memiliki platform Pancasila, hal ini dapat merupakan peluang
memantapkan pengamalan Pancasila dalam mewujudkan sistem politik yang
demokratis tanpa mengabaikan kepentingan nasional.
2) Potensi kekayaan alam Indonesia yang masih cukup besar dan
beraneka ragamnya wilayah kepulauan yang luas serta posisi geografis yang
strategis merupakan modal dasar pembangunan nasional.
5 Dalam rangka memperingati Hari lahir Pancasila, Presiden SBY kembali mengingatkan tentang Pancasila
sebagai Dasar Negara. Lihat Yudhoyono.Susilo Bambang,DR.H, 2006 Menata Kembali Kerangka Kehidupan
Bernegara Berdasarkan Pancasila, Pidato Presiden Republik Indonesia Dalam Rangka Memperingati Hari
Lahir Pancasila, Jakarta Convention Center, 1 Juni 2006
3) Potensi sumber daya manusia Indonesia dalam sistem ekonomi
kerakyatan dengan memanfaatkan peluang perdagangan bebas
diharapkan berpeluang untuk meningkatkan kesejahteraan yang merata.
4) Sistem pendidikan nasional yang telah ada merupakan peluang untuk
memantapkan kembali kesadaran berbangsa Indonesia dalam wadah NKRI.6
5) “Character and Nation Building” yang telah dirintis oleh Bung Karno
merupakan peluang untuk digalakkan kembali.
6) TNI dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajuritnya, Polri dengan Tri
Bratanya, PNS dengan Panca Prasetyanya, tetap memiliki tekad dan
semangat juang untuk menciptakan keamanan dan menegakkan kedaulatan
NKRI. Warga bangsa yang memilki jiwa patriot dan kesetiaan terhadap NKRI
yang berdasarkan Pancasila merupakan potensi untuk dibina menjadi
kekuatan dalam mengatasi gerakan dan pemberontakan bersenjata kaum
separatis.
7) Bahasa nasional bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan
kesatuan bangsa harus selalu mendapat perhatian dan perlakuan yang
semestinya. Bahasa daerah dan bahasa asing tidak boleh menjadi faktor
penggangu integrasi nasional
8) Budaya Indonesia melalui Pengembangan budaya nasional di samping
budaya daerah, akan menanamkan dan mengembangkan rasa kesatuan dan
kebersamaan sebagai bangsa sekalipun majemuk, tetap terikat dalam
kesatuan ke indonesiaan.
9. Prioritas Kebijakan dan Strategi Pembinaan Integrasi Nasional.
Mengapa integrasi Bangsa Indonesia perlu secara terus menerus dipupuk dan dibina
dari generasi ke generasi ?. Jawabannya adalah karena adanya faktor-faktor dominan yang
secara alamiah melekat pada bangsa Indonesia seperti yang sudah dijelaskan pada awal
tulisan ini.
6 UU SisDikNas No 2 Tahun 2003 masih menyimpan kelemahan, karena dalam UU ini belum dicantumkan
tentang Pendidikan Pancasila.
Karena sangat kompleksnya masalah integrasi nasional, maka perlu dipilih
prioritas yang tepat untuk menentukan kebijakan dan strategi pembinaannya, yang
akan dicapai dengan sasaran jangka pendek dan jangka panjang ;
a. Jangka Pendek :
1) Tegaknya kedaulatan NKRI di Irian Jaya.
2) Terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat.
3) Tegaknya hukum dan pemberantasan KKN.
4) Meningkatnya kesejahteraan rakyat yang makin merata.
5) Mulai tertatanya kehidupan politik yang demokratis dan keterbukaan
berlandaskan Pancasila.
6) Pemanfaatan peranan pers ditingkat nasional dan daerah untuk
menghindari disintegrasi nasional.
b. Jangka Panjang :
1) Mantapnya integrasi bangsa melalui sistem pendidikan nasional dalam
arti luas
2) Mantapnya kesejahteraan rakyat melalui ekonomi kerakyatan.
3) Tertatanya kehidupan politik yang demokratis berlandaskan Pancasila.
4) Terpeliharanya penegakan hukum dan disiplin nasional, meliputi :
5) Terpeliharnya keamanan dan ketertiban masyarakat
6) Terpeliharanya kedaulatan NKRI di seluruh wilayah Nusantara
7) Pembinaan dan penggunaan bahasa nasional Indonesia yang baik di
setiap strata nasional
8) Pelurusan sejarah nasional yang benar
9) Tertatanya budaya, basis sosial, struktur, sistem rekrutmen dan rotasi
para elite, proses pengambilan keputusan, pola komunikasi politik serta
distribusi pendapatan dari aktor-aktor politik
10) Kebijakan dan sistem pencegahan kejahatan dan penegakan hukum
11) Tertatanya kehidupan harmonis dan adil diantara komunitas
primordial-etnis, masyarakat adat dan kelompok minoritas
12) Terciptanya media massa yang demokratis, transparan, kritis serta
mendukung integrasi nasional secara berlanjut.
Untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut perlu didukung
kepemimpinan nasional serta para elite nasional yang memiliki integritas moral
yang tinggi serta dapat diandalkan, kualitas SDM dengan jiwa
nasionalisme/patriotisme, juga berfungsinya institusi kelembagaan pemerintahan
dan kemasyarakatan secara sinergik guna mengelola dan memanfaatkan potensi
kekayaan alam yang luas secara berkeadilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. INTEGRASI NASIONAL, LEMHANNAS RI,1997
2. TEORI, MASALAH & STRATEGI, GHALIA INDONESIA
3. EDISI KHUSUS PERSEPSI LEMHANNAS, JUNI 1992
4. MENUJU TATA INDONESIA BARU, SELO SOEMARDJAN
5. NASIONALISME, DR. TAUFIK ABDULLAH
6. INTEGRASI, DR. SOERJANTO POESPOWARDOJO
7. INTEGRASI BANGSA, MAYJEN TNI (PURN) BUDISANTOSO.S, SE
8. INTEGRASI NASIONAL, BRIGJEN TNI (PURN) DR. SAAFRUDDIN BAHAR.
9. MEWASPADAI DISINTEGRASI NASIONAL, BRIGJEN TNI (PURN) ALEX DINUTH
10. YUDHOYONO.SUSILO BAMBANG,DR.H, 2006 MENATA KEMBALI KERANGKA
KEHIDUPAN BERNEGARA BERDASARKAN PANCASILA, PIDATO PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI LAHIR PANCASILA, JAKARTA
CONVENTION CENTER, 1 JUNI 2006
11. MAKSUM (ED), 1994, MENCARI IDEOLOGI ALTERNATIF, POLEMIK AGAMA PASCA
IDEOLOGI MENJELANG ABAD 21