Modul 1 KELAINAN RONGGA MULUT KARENA INFEKSI VIRUS
Skenario 2
Seorang laki-laki 40 tahun datang ke RSGM Unhas dengan keluhan adanya
sariawan yang besar di daerah langit-langit sebelah kanan. Pasien merasa sangat nyeri
sejak 3 hari yang lalu, dan sudah meminum obat anti nyeri tapi tidak ada perubahan.
I. Kata Kunci:
1. Jenis Kelamin
2. Nyeri sejak 3 hari yang lalu
3. Usia
4. Obat anti nyeri
5. Sariawan yang besar
6. Tidak ada perubahan
7. Langit-langit sebelah kanan
II. Pertanyaan Penting:
1. Jelaskan kelainan rongga mulut yang disebabkan oleh virus!
2. Sebutkan macam-macam virus yang mempengaruhi terjadinya kelainan
rongga mulut!
3. Jelaskan tahapan penegakan diagnosis:
a. Pemeriksaan subjektif
b. Pemeriksaan objektif
c. Pemeriksaan tambahan
4. Jelaskan tanda dan gejala klinis pada kasus!
5. Jelaskan etiologi utama kelainan pada kasus!
6. Jelaskan faktor predisposisi kelainan pada kasus!
7. Jelaskan patomekanisme kelainan pada kasus!
8. Bagaimana prevalensi terjadinya kelainan pada kasus?
9. Apa diagnosis kelainan pada kasus?
10. Apa diagnosis banding kelainan pada kasus?
11. Mengapa obat anti nyeri tidak berpengaruh pada kasus?
12. Bagaimana penatalaksanaan kelainan pada kasus?
13. Bagaimana pencegahan pada kasus?
14. Apa dampak apabila kelainan pada kasus tidak ditangani?
III. Jawaban Pertanyaan:
1. Kelainan rongga mulut yang diakibatkan karena virus antara lain:
Primary Herpetic Gingivostomatitis
Kelainan ini disebabkan oleh virus herpes tipe 1 (HSV-1).
Karakteristik dari penyakit ini adalah pada intraoral terdapat gingivitis
marginal merah terang yang menyerang seluruh rongga mulut. Banyak
lesi hasil vesikuler pada gingiva, bibir, lidah, mukosa oral, dan kadang
pada kulit. Vesikel dapat pecah dan terlihat sebagai ulserasi yang
dikelilingi eritema.
Secondary/ Recurrent Herpes Simplex Infection
Kelainan ini disebbakan oleh reaktivasi virus laten herpes simplex
(HSV). Pada infeksi sekunder HSV, awalnya lesi tampak sebagai
kumpulan vesikel pada batas vermilion, kulit perioral, atau permukaan
intraoral. Jika terjadi pada bibir, maka dinamakan herpes labialis. Lesi
intraoral mulai muncul secara unilateral dalam bentuk vesikel kecil pada
palatal atau attached gingiva. Vesikel tersebut cepat pecah lalu sembuh
dalam waktu 7-10 hari.
Primary Varicella Zoster
Disebabkan oleh virus varicella zoster, pada anak-anak menyebabkan
cacar air, dan jika direaktivasi kembali maka menyebabkan herpes zoster.
Lesi dapat terbentuk pada seluruh bagian tubuh. Pada intraoral lesi dapat
terbentuk pada bibir, palatum durum, dan mukosa bukal.
Secondary Varicella Zoster
Disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster. Pada keadaan
intraoral, terdapat lesi pada permukaan mukosa atau palatal, berbentuk
vesikel kecil terletak unilateral.
Hand Foot And Mouth Disease
Disebabkan oleh virus coxsackie A-16 dan coxaskie strain A dan B
lainnya. Lesi intraoral bentuknya berupa vesikel yang dapat pecah dan
adanya rasa nyeri.
Paramyxoviridae Virus Infection : Rubeola
Disebabkan oleh virus dari family paramyxoviridae. Karakteristik
dari kelainan ini yaitu mempunyai lesi bernama koplik’s spot pada
mukosa bukal dan labial. Pada kasus yang parah, tedapat hypoplasia
enamel pada gigi dalam perkembangan.
Herpangina
Herpangina dapat terbentuk karena sekumpulan bentuk dari virus
coxsackie strain A. Pasien akan mengeluhkan radang tenggorokan
disertai virus, kekurangan nafsu makan, abdominal pain (rasa nyeri pada
dada), dan muntah. Tampakan intraoralnya terdapat lesi vesikuler
sepanjang 1-2 mm.
German Measles
Disebabkan oleh togavirus. Pada intraoral terdapat papula berwarna
merah gelap, kecil, pada palatum durum dan molle.
2. Macam-macam virus yang menyebabkan kelainan rongga mulut
Jenis Virus Infeksi Primer Infeksi Sekunder Immunocompromiss
ed host
Herpes
Simplex Virus
1
Gingivostomatitis,
Keratoconjunctivitis,
lesi genital dan kulit.
Herpes labialis,
intraoral ulcer,
Ketatoconjunctivit
is, Lesi pada
genital dan kulit.
Ulkus yang tidak
biasa pada daerah
mucocutaneous,
biasanya besar dan
persisten.
Herpes
Simplex Virus
2
Lesi genital dan
kulit,.Gingivostomatit
is,
Keratoconjunctivitis,
Infeksi neonatal,
Aseptic meningitis
Lesi pada genital
dan kulit,
Gingivostomatitis,
Aseptic
meningitis.
Ulkus yang tidak
biasa pada daerah
mucocutaneous,
biasanya besar dan
persisten. Infeksi
menyebar.
Varicella
Zoster Virus
Varicella (chicken
pox)
Zoster (shingles) Infeksi menyebar.
Cytomegalovir
us
Infectious
mononucleosis,
Hepatitis, Congenital
disease.
Retinitis,
gastroenteritis
hepatitis, severe oral
ulcers
Epstein-Barr
Virus
Infectious
mononucleosis,
Hepatitis
Encephalitis
Hairy leukoplakia;
lymphoproliferative
disorders
Human
Herpesvirus 6
Roseola infantum,
Otitis media,
Encephalitis
Demam; bone
marrow suppression
Human
Herpesvirus 7
Roseola infantum.
Human
Herpesvirus 8
Infectious
mononucleosis,
Febrile exanthema
Kaposi’s sarcoma,
lymphoproliferative
disorder, bone
marrow suppression
Simmian
Herpesvirus B
Mucocutaneous
lesions, Encephalitis
3. Langkah-langkah dalam penegakan diagnose:
a. Pemeriksaan Subjektif (Anamnesa)
Yaitu dengan menanyakan pasien untuk mencari informasi sebanyak
mungkin. Pada saat anamnesa, kondisi mental dan emosional pasien
juga harus diperhatikan. Selain itu, ada pentingnya juga menanyakan
umur, etnik, dan pekerjaan pasien. Sebagai operator, harus juga
menanyakan keluhan utama pasien. Operator juga perlu memperoleh
informasi mengenai:
Nama pasien: membantu mempermudah komunikasi
Usia pasien: dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
pasien, management yang berbeda antara anak dan orang dewasa
Jenis Kelamin: berhubungan dengan emosional pasien, faktor
hormonal, kehamilan, dan estetik
Alamat: memudahkan untuk komunikasi lebih lanjut dan ada
beberapa penyakit yang berhubungan dengan letak geografis
Pekerjaan : berhubungan dengan status sosial ekonomi pasien
Agama: biasanya memiliki infeksi yang berbeda
Riwayat medis pasien: ada tidaknya penyakit sistemik, apakah
pasien sedang menjalani perawatan medis lainnya, ada tidaknya
alergi, riwayat obat-obatan yang dikonsumsi, apakah pasien
merokok, hamil, dsb.
Riwayat dental: riwayat perawatan dental yang telah dijalani.
Riwayat keluarga dan social: misalnya penyakit keturunan, atau
riwayat lingkungan yang dapat menyebabkan penyakit.
Informed consent
b. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan tanda vital (suhu, respirasi, tingkat sakit, tekanan
darah, dan ukur nadi). Frekuensi nadi terbagi menjadi tachycardia
(lebih dari 100 /menit) dan Bradycardi (kurang dari 60 /menit).
Tekanan darah yang normal adalah 120/80, systole lebih dari 140
diindikaskan hipertensi. Suhu normal yaitu 36-37oC, demam febris
>37oC, suhu febris 37-38oC.
Pemeriksaan ekstraoral: ada tidaknya pembengkakan, palpasi pada
kelenjar paratiroid, kelenjar limfa, kelenjar tiroid, penekanan pada
daerah maksila atau tulang frontal untuk pemeriksaan ada tidaknya
dugaan sinusitis. Pemeriksaan kulit apakah ada perbuhan warna,
texture, dan rasa gatal. Pemeriksaan TMJ: Adakah rasa sakit yang
dirasakan? Adakah bunyi kliking saat membuka dan menutup
mulut? Adakah keterbatasan saat menggerakkan mandibula?
Pernahkan terkunci atau dislokasi? Lakukan palpasi pada pasien.
Pemeriksaan otot pengunyahan dan kelenjar getah bening.
Pemeriksaan intraoral: pemeriksaan jaringan lunak meliputi lidah,
mukosa mulut, gingiva, dan juga pemeriksaan jaringan keras yakni
gigi geligi. Lidah : volume, papilla, warna, fissure, bengkak dan
ulser, dan pergerakan lidah. Palatum: congenital clect, perforasi,
ulcer, pembengkakan, vfistula, papillary hyperplasia, dan
hyperkeratinisasi. Bibir: warna, texture, vertical fissure,
abnormalitas permukaan, cleft lip. Pipi: permukaan dalam pipi,
aphthous ulcer, leukoplakia, muous cyst, tumor, papilloma,
carcinoma. Tonsil dan faring : warna, ukuran dan permukaan
abnormal dari tonsil. Periksa dinding postpharyngeal adakah
pembengkakan, nodul, lymphoid hyperplasia, hyperplastic
adenoid, dan postnasal discharge. Kelenjar saliva: periksa adanya
pembengkakan. Muccobuccal fold: periksa warna, texture,
pembengkakan, dan fistula. Gigi: nomenklatur, karies, restorasi,
missing teeth, supernumerary teeth. Gingiva: warna, ukuran,
kontur, dan bentuk.
c. Pemeriksaan Tambahan / Penunjang
Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut, pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain pemeriksaan radiologi, biopsy, pemeriksaan
sitology, pemeriksaan mikrobiologi, dan pemeriksaan darah.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat
gambaran rongga mulut tergantung pada jenis lesi yang ditemukan.
Pemeriksaan biopsy. Biopsy eksisi adalah pengambilan jaringan
yang dibutuhkan untuk pemeriksaan histopatologi lebih lanjut.
Biopsy dilakukan bila ditenukan lesi yang mencurigakan atau bila
diagnosis belum dapat dilakukan. Biopsy insisi, dilakukan untuk
lesi yang besar atau bila diduga ada keganasan. Pada biopsy insisi,
ini hanya sebagian kecil dari lesi yang diambil beserta jaringan
sehat didekatnya. Pengambilan lesi dapat dilakukan dengan
menggunakan scalpel, punch biopsy, jarum suntik, dan biopsy
aspirasi.
4. Tanda dan gejala klinis:
Dimulai dari gejala prodromal yakni sakit atau nyeri yang dalam dan
rasa terbakar.
Biasanya sedikit atau tidak terjadi demam atau limfadenopati dalam 2-4
hari yang diikuti dengan munculnya vesikel pada dermatomal atau
pola zosteriform (unilateral, linier, dan distribusi bergerombol dari
vesikel, ulser, dan scrabs pada dermatomal yang disebabkan oleh salah
satu nervus).
Tampakan oral terdapat lesi pada bagian palatum di salah satu sisi.
(diameter 1-5 mm) yang mengalami keterlibatan dari nervus V 2 atau
N. Trigeminus cabang maxillaris.
Terdapat lepuhan dan ulser pada gingiva mandibula dan lidah sebagai
akibat dari keterlibatan N. trigemnus cabang mandibularis (N. V. 3)
5. Etiologi Utama dari kelainan pada kasus yakni:
Adanya virus hepes zoster atau juga disebabkan oleh reaktivasi dari virus
Varicella zoster yang laten di dalam ganglion posterior atau ganglion
intracranial.
6. Faktor Predisposisi, meliputi:
Trauma – pada beberapa kasus, trauma pada N. Trigeminus dapat
menyebabkan atau memicu infeksi virus herpes zoster.
Malignancy – perkembangan keganasan atau tumor pada region dorsal
ganglion dapat juga menyebabkan herpes zoster.
Radiasi – radiasi local X-ray dapat juga menjadi faktor predisposisi.
Immumosuppresive therapy – hal ini akan memicu reaktivasi dari virus
dan perkembangan dari lesi.
Adanya penyakit sistemik; infeksi HIV.
7. Patomekanisme dari kelainan pada kasus:
Infeksi primer dari Varicella zoster (VZV) ini pertama kali terjadi di
nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehinigga
terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan
ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endhotelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ke ganglion
sensoris dan berdiam diri atau laten di dalam neuron. Selama antibody yang
beredar di dalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini masih
dapat dinetralisir., tetapi pada saat tertentu (setelah dijelaskan sebelumnya)
saat dimana antibody tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah
reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
8. Prevalensi Herpes Zoster:
Penyakit ini umum terjadi pada dewasa usia 55 tahun keatas. Insiden
terjadinya herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia. Peran penting
usia sebagai faktor usia sebagai resiko terjadinya herpes zoster diduga terkait
dengan hilangnya komponen VZV-spesifik CMI (cell mediated immunity)
disebabkan faktor penuaan (menurunnya kekebalan tubuh) dikombinasikan
dengan turunnya imun tubuh yang terjadi dari waktu ke waktu setelah infeksi
awal Varicella zoster. Kehilangan kekebalan tubuh spesifik memungkinkan
VZV untuk menyelesaikan proses reaktivasi dan menyebar ke epidermis
untuk menghasilkan penyakit klinis. Namun, herpes zoster juga dapat terjadi
pada anak-anak tertentu yang system imun atau kekebalan tubuhnya menurun
atau pada anak yang diturunkan pada ibunya pada saat ibunya hamil memiliki
virus Varicella zoster dalam tubuhnya.
Dari hasil penelitian, Fleming, Cross, Cobb, dan Chapman dalam Geder
Difference in the Incidence in Shingles, dibuktikan bahwa wanita lebih
banyak terkena herpes zoster dibandingkan daripada pria.
9. Diagnosis
Pada scenario, diagnosisnya yakni herpes zoster. Hal ini ditandai pasien
dengan herpes zoster akan mengeluhkan terjadi gejala prodromal seperti
demam, malaise, nyeri dan limfadenopati. Dari tampakan intraoralnya juga
terdapat vesicular pada permukaan mukosa atau pada palatum yang lokasinya
unilateral.
10. Diagnosa banding herpes zoster yaitu herpes simplex. Yang dijabarkan pada
tabel dibawah ini.
Herpes Zoster Reccurent Herpes Simplex
Infection
Gejala prodromal: pusing,
hyperesthesia, dan nyeri.
Gejala prodromal: tension, burning,
dan itching (gatal).
Rasa nyeri yang parah. Rasa nyerinya sedang atau tidak
sebesar nyeri pasa herpes zoster.
Lesi terbatas pada lokasi nervus
sensoris.
Tidak ada lesi pada kulit
Bentuk infeksi sekunder dari
Varicella zoster virus (VZV).
Bentuk infeksi sekunder dari Herpes
simplex virus (HSV).
11. Obat anti nyeri tidak berpengaruh pada kasus herpes zoster disebabkan karena
virus Varicella zoster telah mengenai ujung saraf terbuka. Hal ini ditandai
dengan ulcer pada pallatum sebelah kanan (unilateral) yang merupakan infeksi
virus pada N. V. 2 atau N. Trigeminus cabang 2 yakni N. Maxillaris. Apabila
virus telah mengenai ujung saraf maka obat anti nyeri yang diberikan tidak
dapat bekerja dengan baik.
12. Penatalaksanaan Herpes Zoster:
Antiviral drug – acyclovir 800 mg lima kali sehari dapat
mempercepat proses penyembuhan lesi dalam waktu 48 jam.
Symptomatic treatment – antipyretic medication dengan
antipruritics diphenhydramine dapat digunakan untuk megatasi
rasa gatal yang dirasakan oleh pasien.
Prevention of postherpetic neuralgia – steroid intralesi dan
anestesi local dapat digunakan untuk menurunkan waktu
penyembuhan dan untuk mencegah post herpetic neuralgia.
Namun hal ini memiliki banyak efek samping dan beberapa
peneliti yang berbeda pendapat mengenai efisiensi steroid dalam
mengontol post herpetic neuralgia.
Capsaicin – topical capsaicin 0.025% empat kali sehari telah
menjadi pilihan dalam mengatasi sementara neuralgia yang dapat
terjadi setelah infeksi herpes zoster. Capsaicin merupakan derivate
dari red peppers. Mekanisme kerjanya meliputi penipisan substansi
P dalam neuron sensori perifer menyebabkan kulit kurang
sensitive. Setelah perawatan, pasien harus membasuh tangan
setelah penggunaannya dan untuk mencegah kontak dengan
permukaan mukosa.
Tetracycline rinse – obat kumur yang mengandung tetracycline 3-5
kali sehari, dapat mengurangi nyeri.
13. Pencegahan pada herpes zoster dapat dilakukan dengan pemberian vaksin
strain Vaeicella zoster virus (VZV) hal ini direkomendasikan oleh Advisory
Committee in Immunization Practice di USA. Pemberian vaksin dapat