-
1
Buku Dalam Proses Penerbitan
-
2
Metode Kartometrik Solusi Tepat Bagi Penyelesaian Perselisihan
Batas Daerah
Oleh : Harmen Batubara1 Sumaryo Joyosumarto2 Lulus Hidayatno3
Kita seolah sudah terbiasa dengan berbagai hal terkait banyaknya
perselisihan batas daerah, padahal perselisihan itu telah banyak
menghabiskan waktu, dana dan peluang untuk pembangunan daerah
yang lebih baik. Sebagai contoh sengketa batas antara Kabupaten
Musirawas dengan Musi Banyuasin yang dipicu oleh rebutan SDA di
gassubhan 4, antara Kabupaten Blitar dengan Kabupaten Kediri dalam hal
memperebutkan kawah Gunung Kelud dan sengketa batas wilayah antara
Provinsi Jambi dengan Provinsi
Kepulauan Riau terkait kepemilikan
Pulau Berhala.
Sejak era otonomi daerah (Otda) tahun
1999, jumlah daerah otonom
bertambah sebanyak 205 buah, yakni 7
provinsi, 164 Kabupaten dan 34
kota (Kemendagri, 2010). Saat ini
batas antar daerah yang ada berjumlah
946 segmen dan baru 14% yang telah
ditegaskan melalui Permendagri,
selebihnya (86%) masih belum
ditegaskan dilapangan dengan bebagai
alasan (Subowo,2012). Dari fenomena batas wilayah yang akhir-akhir ini
muncul, Pertanyaannya adakah Solusi yang ampuh bagi penyelesaian
perselisihan Batas ini?
1 PT Indah Unggul Bersama, Wilayahperbatasan.com 2 Jurusan Geodesi FT-UGM
3 Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG
-
3
Didalam Undang-undang Pembentukan Daerah (UUPD) secara jelas telah
dilakukan tahap memilih batas yang jelas dengan dicantumkannya ayat-
ayat yang menentukan cakupan batas disebelah utara, timur, selatan dan
barat. Namun pilihan yang telah dilakukan pada umumnya tidak diikuti
dengan pendefinisian titik dan garis batas yang tegas di dalam peta
lampiran UUPD. Peta lampiran UUPD adalah peta yang bersifat legal,
artinya apa yang digambarkan pada peta tersebut memiliki kekuatan
hukum yang bersifat mengikat. Oleh sebab itu pembuatan peta lampiran
UUPD seharusnya dilakukan secara cermat dan benar sesuai kaidah
kartografis yang baku. Kesalahan dan tidak akuratnya gambar garis batas
wilayah di peta berpotensi menimbulkan sengketa posisional antar daerah
yang berbatasan (Adler,1995).
Permasalahan yang ditemukan, banyak peta batas wilayah pada UUPD
yang tidak memenuhi syarat teknis kartografis bila digunakan sebagai
dasar dalam penegasan batas daerah. Persyaratan teknis tersebut
meliputi : adanya skala, datum geodetik, sistem koordinat dan sistem
proyeksi peta. Penelitian yang telah dilakukan terhadap peta batas
wilayah pada UUPD periode 1990-2003, 68 % tidak mencantumkan skala.
Tidak adanya skala maka peta batas wilayah tersebut tidak dapat
digunakan untuk analisis spasial seperti mengukur panjang segmen batas
atau luas wilayah.
Dalam Permendagri No.1 tahun 2006, penegasan batas daerah
dititikberatkan pada upayamewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti
baik dari aspek yuridis maupun fisik di lapangan. Oleh sebab itu
Permendagri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas
Daerah, dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kurang
mendukung dalam proses percepatan penegasan batas daerah, sehingga
kemudian pada bulan Desember 2012 Menteri Dalam Negeri
mengeluarkan kebijakan mengganti Permendari No.1 tahun 2006 dengan
Permendagri yang baru yaitu Permendagri No.76 tahun 2012.
-
4
Salah satu perubahan yang mendasar pada Permendagri No.76
tahun 2012 adalah bahwa penegasan batas daerah untuk penentuan
koordinat titik-titik batas tidak harus selalu dilakukan dengan metode
survei lapangan, namun dapat ditentukan secara kartometrik di atas peta
dasar. Dalam Permendagri No. 76 tahun 2012, disebutkan bahwa
penegasan batas daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat
batas daerah yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan/atau
survei di lapangan, yang dituangkan dalam bentuk peta batas dengan
daftar titik-titik koordinat batas daerah. Metode kartometrik ini
diharapakan dapat mengurangi kegiatan survei lapangan yang biasanya
memerlukan dana yang besar dan waktu yang relatif lama pada kondisi
medan yang sulit dijangkau.
Metode Kartometrik
Mengacu kepada Permendagri
No.76 tahun 2012, metode Kartometrik
adalah penelusuran/penarikan garis
batas pada peta kerja dan
pengukuran/penghitungan posisi titik,
jarak serta luas cakupan wilayah
dengan menggunakan peta dasar dan
peta-peta lain sebagai pelengkap. Dari
pengertian ini, untuk penelusuran dan
penarikan garis batas serta pengukuran
dan perhitungan posisi (koordinat),
jarak serta luas cakupan wilayah, terlebih dahulu harus disiapkan peta
kerja. Peta kerja ini dibuat menggunakan peta dasar (peta RBI) sebagai
acuan dan peta-peta atau informasi geospasial lain seperti citra satelit
sebagai pendukung.
Penyiapan dokumen terdiri atas dokumen yang bersifat yuridis dan
dokumen teknis. Dokumen yuridis meliputi peraturan perundang-
undangan tentang pembentukan daerah yang bersangkutan dan dokumen
-
5
lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati
para pihak. Dokumen teknis meliputi peta dasar (peta RBI) dan
informasi geospasial lainnya (citra satelit, peta tematik) yang digunakan
sebagai dasar pembuatan peta kerja yang akan digunakan untuk
pelacakan batas.
Pekerjaan awal yang sangat penting dalam penegasan batas daerah
secara kartometrik adalah menyiapkan dan membuat peta kerja yang
akan digunakan dalam pelacakan untuk mencapai kesepakatan batas
antara daerah yang berbatasan dan digunakan untuk menentukan
koordinat titik-titik batas. Dalam hal peta dasar maka perlu tersedia peta
dasar yang memadai baik dari aspek skala maupun ketelitian dan
kebenaran informasi yang terkandung di dalam peta dasar tersebut.
Pekerjaan pelacakan meliputi memilih letak dan mendefinisikan
titil-titik dan garis batas. Memilih letak titik dan garis batas biasanya
merupakan kompromi antara pertimbangan geografis dengan
kepentingan politik. Tahap memilih letak ini biasanya merupakan fase
yang sangat kritis untuk mencapai kesepakatan letak titik dan garis
batas. Sedangkan mendefinisikan garis batas merupakan suatu proses
yang sebagian besar bersifat teknis (kartometris). Proses ini terdiri
atas penentuan posisi (koordinat) titik-titik batas secara teliti dan
kemudian mendefinisikannya yaitu menarik garis yang menghubungkan
titik-titik batas tersebut di atas peta serta menguraikannya dalam bentuk
narasi di dalam perjanjian (Jones, 1945).
Karena kegiatan boundary making pada dasarnya kegiatan yang
memiliki 3 aspek, yaitu aspek politik, aspek hukum dan aspek teknis
survei pemetaan, maka pada setiap tahapan diperlukan adanya suatu
berita acara yang mencatat semua hasil kesepakatan yang dilakukan
pada setiap tahapan.
Pilot Proyek Penegasan Batas Daerah Secara Kartometrik
-
6
Pada tahun anggaran 2013, Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG
melakukan pilot proyek kegiatan penegasan batas daerah secara
kartometrik khususnya dalam tahap menyiapkan peta kerja untuk dasar
pelacakan titik-titik dan garis batas. Lokasi pilot proyek adalah batas
daerah antar kabupaten/kota se provinsi
Kalimantan Tengah yang meliputi 23
segmen batas. Pelaksana kegiatan adalah
PT Indah Unggul Bersama (PT IUB).
Segmen batas antar daerah
kabupaten/kota di provinsi Kalimantan
Tengah disajikan pada Gambar.
Tahapan pekerjaan
Tahapan pekerjaan pada kegiatan
pilot proyek ini meliputi: a. pembuatan
peta koridor batas terkait 23 Segmen
batas kabupaten/kota Kalimantan Tengah
atau disebut juga pembuatan peta kerja, b. Pemodelan (2 dan 3 dimensi)
Peta Kerja dan c. Analisis atau pelacakan batas terhadap 23 segemen
batas antar kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Tengah diatas peta
kerja (metode kartometrik) dan d. sosialisasi hasil pekerjaan kepada
pihak terkait.
Pembuatan peta Segmen koridor batas
Pada proses ini terdapat tahapan pre-processing dan prosesing
citranya sendiri, dengan langkah langah sebagai berikut; Loading
image; Citra mentah (raw image) berupa format citra diproses secara
digital geoprocessing (image processing), seperti, format bit (16 sd 32
bit), format data (Geotiff, BILL, BSQ dll). Kemudian di koreksi
radiometrik citra, process untuk mengurangi efek kesalahan akibat
radiometri, seperti haze atmosfer, kesalahan strip data image dll.
-
7
Kedudian dilakukan koreksi geometri citra yakni penyesuain
sistem koordinat citra terhadap sistem koordinat nasional (WGS 84).
Metode yang dimaksud cukup dengan model image to map register,
dengan peta RBI skala yang memadai sebagai master correction. Karena
diperlukan juga untuk kontrol vertikal (ketinggian), diharapkan juga citra
terkoreksi terhadap data ketinggian. Data ketinggian yang dimaksud
cukup menggunakan data SRTM yang memadai. Sehingga output citra
fiinal berupa citra yang terkoreksi baik secara horisontal maupun vertikal
(Ortho Rectified Imagery).
Pada tahap Processing Citra, adalah prosesing pada citra yang
sudah terkoreksi (ORI) dan itu dilakukan dengan tahapan lewat Cropping
image (ROI) sesuai lokasi kegiatan; Overlay data citra dan data
kewilayahan; dan Analisis untuk updating segmen batas wilayah berbasis
citra. Dalam tahapan pekerjaan prosesing Citra ini PT IUB menyediakan
berbagai Software terkait prosesing yang diperlukan meliputi : Global
Mapper 11, Argis 10.1, Google earth, Spectral Transformer Tools untuk
Landsat-8 Imagery (GeoSage) dll. Proses data citra didahului dengan
melakukan Penggabungan (pembuatan Mosaik) peta RBI untuk seluruh
liputan batas daerah yang terdapat pada Kabupaten/Kota Provinsi
Kalimantan Tengah. Hal ini dilakukan dengan penyusunan liputan peta
sesuai dengan nomor Lembar peta (NLP) dibutuhkan atau sesuai corridor
batas.
Tahapan berikutnya adalah melakukan buffering terhadap segmen
koridor batas yang dibutuhkan. Proses buffering dilakukan dengan
memanfaatkan software Argis. Proses ini dilakukan dengan mengikuti
pemberian indeks segmen corridor batas sesuai kode wilayah
sebagaimana yang diberikan oleh PPBW-BIG dan sekaligus akan
menetapkan jumlah segmen koridor batas sesuai dengan ketentuan
Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah ditetapkan. Dari proses buffering
ini diperoleh sebanyak 23 segmen koridor batas ( sesuai Peta segmen
koridor batas).
-
8
Untuk memperkaya atau memperlihatkan lebih jelas keadaan
lapangan yang sebenarnya, maka dilakukan proses pemodelan baik dalam
2 ataupun 3 dimensi yang dilakukan dengan memanfaatkan Citra yang
ada. Prosesing ini lebih sederhana karena berbagai data citra yang ada
sudah dalam bentuk jadi (matang), dengan demikian prosesnya lebih
sederhana dan lebih cepat. Secara keseluruhan data segmen batas
provinsi Kalimantan Tengah telah ter cakup dengan baik diatas peta RBI,
citra Landsat, Aster, Spot4, 5,rapid eye dan Alos.
Analisa segmen batas
Setelah peta kerja termasuk
pemodelan 2 dan 3 dimensi selesai
dibuat, maka dilakukanlah proses
analisis pelacakan garis batas. Pada
kegiatan pelacakan ini dilakukan dua
tahap kegiatan yaitu memilih letak titik
dan garis batas dan mendefinisikan titik
dan garis batas sesuai dengan data
yang ada. Mendefiniskan titik dan letak
garis batas disini adalah menentukan
koordinat titik-titik batas, menentukan
panjang segmen batas serta menghitung luas cakupan wilayah. Peta kerja
yang dibuat ditampilkan dalam bentuk peta model 3 dimensi (3D)
sehingga sangat memudahkan untuk memilih letak titik dan garis batas
dengan pertimbangan geografis. Pemilihan letak garis batas yang
dilakukan, sebagian besar menggunakan pertimbangan geografis
(fenomena bentang alam seperti punggung bukit dan sungai) dan garis
indikatif batas kabupaten/kota yang tercantum pada peta RBI.
Sesuai dengan semangat analisis tersebut maka tahapan pada
pekerjaan ini diawali dengan mencari informasi atau data terkait batas-
Koridor batas Provinsi Kalsel
-
9
batas Provinsi, Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah
yang dalam hal ini dari UU Pembentukan provinsi Kalimantan Tengah. Di
Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 13 kabupaten dan 1 kota. Dari 14
kabupaten/kota tersebut, 8 kabupaten dibentuk pada era otonomi daerah
melalui Undang-undang No. 5 tahun 2002 tentang pembentukan daerah
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau,
Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di provinsi
Kalimantan Timur.
Pada undang-undang ini terdapat lampiran peta batas administrasi
wilayah kabupaten yang dibentuk, namun peta tersebut skalanya terlalu
kecil yang bervariasi dari 1: 1.000.000 s.d. 1: 2.000.000. Pada setiap
peta tidak dicantumkan sistem koordinat dan tidak digambarkan unsur
geografis, hanya digambarkan garis batas kabupaten yang dibentuk.
Secara teknis pemetaan, atau kondisi peta lampiran UU pembentukan
daerah seperti ini tidak dapat digunakan untuk dasar penegasan batas
baik secara kartometrik maupun secara survei lapangan. Peta lapmpiran
ini lebih tepat hanya digunakan untuk orientasi kedudukan letak
kabupaten yang dibentuk terhadap kabupaten yang lain.
Lima kabupaten yang lain dibentuk pada era sebelum otonomi daerah
yaitu melalui UU Darurat No. 3 tahun 1956 dan kota Palangkaraya
dibentuk melalui UU No. 5 tahun 1965. Pada undang-undang
pembentukan daerah 6 kabupaten/kota ini tidak dilampiri peta batas
administrasi wilayah daerah yang dibentuk.
Dari UU Pembentukan daerah tersebut diatas secara teknis tidak
dapat dijadikan sebagai acuan. Karena itu kita juga mencari Peta lainnya,
yakni peta penegasan batas yang tengah dilakukan oleh provinsi. Peta
tersebut adalah Peta penegasan batas daerah yang tengah dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sesuai dengan SK Gubernur
sebanyak 15 segmen beserta koordinat titik titk batas. Pada 15 segemen
yang telah ditegaskan melalui SK Gubernur Kalimantan Tengah, tidak lagi
dilakukan pemilihan titik batas. Letak titik batas menggunakan koordinat
-
10
titik batas yang telah ditetapkan dalam SK Gubernur Kalimantan Tengah
tersebut dan dilakukan pengeplotan letak garis batas pada segemen-
segmen yang letak garis batasnya telah ditegaskan dalam SK Gubernur
Kalimantan Tengah.
Batas lainnya yang kita jadikan pertimbangan adalah Indikasi Batas
pada peta RBI skala 1 : 50.000, akan tetapi dari berbagai pengeplotan
data batas indikatif tersebut, terlihat adanya ketidak sinkronan, dengan
kata lain data batas indikatif tersebut tidak dapat dijadikan sebagai
referensi.
Dari ujia coba penggunaan peta kerja yang dihasilkan untuk
melakukan pemilihan latak garis batas, dihasilkan tiga alternatif garis
batas yang nantinya dapat dipakai sebagai bahan untuk melakukan
kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Tiga alternatif tersebut
adalah: (1) letak garis batas versi batas indikatif pada peta RBI, (2) letak
batas versi penegasan SK Gubernur Kalimantan Tengah pada 15
segemen, (3) letak titik dan garis batas versi metode kartometrik pilot
proyek.
Sosialisasi
Sosialisasi hasil pembuatan peta kerja dan model penegasan batas
daerah secara kartometrik disampaikan kepada pihak terkait di jajaran
pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Sosialisasi dilakukan
dalam bentuk kegiatan workshop dengan tema: Ajudikasi dan
Pembuatan Peta Koridor Batas Kabupaten/Kota . Workshop dilaksanakan
selama 1 hari pada tanggal 4 Oktober 2013 di Palangkaraya.
PENUTUP
Sebagai penutup dari tulisan ini, disampaikan beberapa catatan
-
11
sebagai berikut:
1. Kegiatan pilot proyek telah dapat menghasilkan peta kerja. Pilot
proyek penegasan batas daerah yang dilakukan pada dasarnya baru
sampai pada tahap menyiapkan peta kerja yang akurat yang nantinya
dapat digunakan untuk bahan perundingan para pihak yang
berkepentingan terutama Tim Penegasan Batas Daerah (TPBD) Pusat
dan TPBD Provinsi dan TPBD Kabupaten/kota dalam melakukan
pelacakan, pengukuran dan penentuan koordinat ttik batas,
perhitungan panjang segmen garis batas serta perhitungan luas
cakupan wilayah daerah.
2. Pembuatan peta kerja memerlukan waktu 4 bulan, waktu yang relatif
cepat untuk jumlah 23 segmen batas yang meliputi 13 daerah
kabupaten dan 1 kota.
Referensi
Anonim, 2007, Permendagri No.1 tahun 2006 tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah, Departeman Dalam Negeri, Jakarta.
Anonim, 2012, Permendagri No. 76 tahun 2012 tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah, Kementrian Dalam Negeri, Jakarta.
Anonim, 2013, Kerangka Acuan Kerja Ajudikasi dan Pembuatan Peta
Koridor Batas Kabupaten/Kota, Pusat Pemetaan Batas Wilayah
Badan Informasi Geospasial, Cibinong.
Jones, S.,B., 1945, Boundary Making, A Handbook for Statesmen, Treaty
Editors and Boundary Commissioners , William S. Hein & Co.,Inc,
Buffalo, New York.
-
12