ESP-Environmental Support Programme
Danida
Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UKL-UPL
Memprakirakan Dampak Lingkungan Kualitas Udara
Kualitas UdaraMemprakirakan Dampak Lingkungan:
Diterbitkan olehDeputi Bidang Tata Lingkungan - Kementerian Negara Lingkungan Hidup
dengan dukungan
Danish International Development Agency (DANIDA) melalui Environmental Sector Programme Phase 1
Desember 2007
Foto: Koleksi Qipra
PengantarPenyelenggaraan sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (AMDAL) di Indonesia masih membutuhkan berbagai penyem-
purnaan. Baik itu penyempurnaan pada aspek peraturan, aspek kelem-
bagaan, maupun aspek sumber daya manusia pelaksana AMDAL.
Selain aspek-aspek tersebut, KLH juga masih menjumpai berbagai
kekurangan pada aspek teknik pengerjaaan AMDAL. Sorotan khusus
diberikan banyak pihak terhadap lemahnya proses prakiraan dampak
lingkungan dalam kajian ANDAL. Banyak konsultan penyusun AM-
DAL mengerjakannya dengan menggunakan metodologi prakiraan
dampak yang kurang tepat.
Buku Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara ini diter-
bitkan sebagai salah satu wujud upaya KLH untuk meningkatkan
kualitas proses prakiraan dampak. Sebagaimana tercermin dari judul-
nya, buku ini memang khusus membahas prakiraan dampak terhadap
kualitas udara. Penekanan khusus diberikan pada urutan langkah ker-
ja dan output yang sebaiknya dihasilkan dari proses prakiraan dampak
kualitas udara.
Sebagai edisi pertama, buku ini tentunya masih ada kekurangan.
Tanggapan dan masukan dari para pembaca sangat diharapkan agar
KLH dapat terus menyempurnakan buku ini di edisi-edisi selanjutnya.
Menyusul buku ini, KLH akan segera menerbitkan buku-buku pan-
duan penggunaan metodologi prakiraan dampak untuk komponen-
komponen sosial, ekonomi, dan biofi sik lainnya.
Sebagai penutup, KLH mengucapkan rasa penghargaan dan terima
kasih kepada Pemerintah Kerajaan Denmark (melalui Danish Interna-
tional Development Agency atau DANIDA) atas dukungannya dalam
penyusunan, pencetakan, dan penyebarluasan buku ini.
Jakarta, Desember 2007
Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup
Ir. Hermien Roosita, MM
Daftar Isi1 MEMAHAMI PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARA ...... 1
Perubahan Kualitas Udara ........................................... 2
Prakiraan Dampak Kualitas Udara ............................ 7
Tahapan Prakiraan Dampak Kualitas Udara .......... 13
2 MEMPELAJARI KARAKTERISTIK EMISI ..................................... 15
Identifi kasi Sumber Emisi ............................................ 16
Karakterisasi Emisi ......................................................... 21
Menyeleksi Polutan Penting ....................................... 26
3 MELENGKAPI LINGKUP PRAKIRAAN DAMPAK ..................... 29
Membatasi Wilayah Studi ............................................ 30
Identifi kasi Objek Penerima Dampak .................... 32
Mengarahkan Prakiraan Dampak ............................. 37
4 MENCERMATI WILAYAH STUDI .................................................. 41
Mengukur Kualitas Udara Ambien ........................... 42
Mengenali Karakteristik Fisik Wilayah Studi .......... 44
Mempelajari Kondisi Meteorologis .......................... 47
5 SIMULASI PENYEBARAN POLUTAN .......................................... 53
Memilih Teknik Simulasi ............................................... 54
Menghitung Konsentrasi Sebaran Polutan ........... 62
Membuat Peta Isopleth ................................................ 65
Menghitung Konsentrasi Ambien Polutan ............ 70
Pengarah
Hermin Roosita, Ary Sudijanto, Harni Sulistyowati, Widhi Handoyo (Kan-tor Asisten Deputi Kajian Dampak Lingkungan, Deputi Bidang Tata Ling-kungan, KLH)
Penyusun
Qipra Galang Kualita, yang terdiri dari: Rudy Yuwono, Sri Listyarini , Laksmi Wardhani (konsep & tulisan), M. Taufi k Sugandi, E. Sunandar, Zarkoni (tata letak & desain grafis), Isna Marifa, Nuraman Sjach (dukungan editorial)
Apresiasi
Untuk Pendanaan: Danish International Development Agency (DANI-DA) melalui Environmental Sector Program (ESP) Phase 1.
Untuk Masukan dan Substansi: Arief Sabdo Yuwono (Institut Pertanian Bogor), Driejana (Institut Teknologi Bandung), Kardono (Ba-dan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Yeremiah RT (Universitas Na-sional), Yana Mariska, Taufi k Affi f (Institut Teknologi Bandung)
Untuk Foto: Winarko Hadi (IATPI), Bayu R. Tribuwono (Qipra), Taufi k Ismail (Qipra), Rio Marantika (Qipra), Deasy (Qipra), Yuyun Mulyani, Eka Jatnika, Indar Atmoko, Heri Wibowo, Sulaiman (Green Planet Indonesia)
Diterbitkan Oleh
Deputi Bidang Tata LingkunganKementerian Negara Lingkungan Hidup Republik IndonesiaGedung A Lantai 6Jl. D.I. Panjaitan Kav 24, Kebun Nanas, Jakarta 13410Telp/Faks (021) 85904925PO BOX 7777 JAT 13000e-mail: [email protected]: http:\\www.menlh.go.id
Disclaimer
Panduan ini adalah panduan lepas mengenai metodologi pra-kiraan dampak lingkungan terhadap kualitas udara. Isi dari pan-duan ini bukan merupakan satu-satunya metodologi yang boleh diberlakukan. Panduan ini tidak memiliki kekuatan hukum yang sama sebagaimana produk hukum Kementerian Negara Lingkun-gan Hidup.
Foto: Indar Atmoko
Tentang Buku Ini
Buku ini berisi uraian dari langkah-langkah kerja yang dibutuhkan dalam melakukan prakiraan dampak lingkungan terhadap kualitas udara. Lang-
kah-langkah kerja disusun sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan kajian AMDAL. Termasuk di dalamnya adalah langkah-langkah kerja dalam tahap
pelingkupan, khususnya penyusunan dampak penting hipotetik untuk kebutuhan prakiraan dampak kualitas udara.
Buku ini tidak ditujukan untuk menguraikan aspek ke-ilmiah-an dari dispersi polutan udara secara mendalam. Untuk uraian mengenai hal itu, pem-
baca disarankan untuk mencarinya dari referensi lain yang sudah banyak tersedia.
Sasaran pembaca buku ini adalah para ahli (konsultan) pencemaran udara yang akan membantu pemrakarsa untuk memprakiraan dampak kualitas
udara sebagai bagian dari kajian ANDAL. Para anggota Komisi Penilai AMDAL juga dapat memanfaatkan informasi dari buku ini saat ingin meme-
riksa kelayakan dokumen ANDAL yang dinilainya.
KLH tidak membatasi pemrakarsa dan para tenaga ahlinya untuk menggunakan metode-metode yang disebutkan dalam buku ini. Selama pem-
rakarsa memiliki alasan yang dapat diterima Komisi Penilai AMDAL, KLH mempersilahkan pemrakarsa untuk menggunakan metode prakiraan
dampak yang diinginkannya.
Susunan Buku
Buku ini diawali dengan bagian Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara yang memuat maksud, tujuan, batasan, tingkat kedalaman, dan
output dari suatu proses prakiraan dampak kualitas udara. Diharapkan pembaca nantinya dapat memiliki kesamaan pemahaman tentang proses
prakiraan dampak tersebut sebelum melangkah ke bagian-bagian lainnya. Bagian ini ditutup dengan uraian mengenai langkah-langkah kerja dari
proses prakiraan dampak kualitas udara.
Bagian selanjutnya, Mempelajari Karakteristik Emisi, mengulas langkah pertama dalam proses prakiraan dampak. Di sini dijelaskan cara meng-
identifi kasi sumber-sumber emisi dan mengenali karakteristik polutan yang diemisikan. Bagian ini diakhiri dengan uraian mengenai penentuan
jenis polutan penting yang perlu diprakirakan sebarannya.
Bagian Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak menjelaskan bagaimana tatacara menyusun lingkup prakiraan dampak kualitas udara. Termasuk
dalam uraiannya adalah bagaimana membatasi wilayah studi, mengidentifkasi objek-objek penerima dampak, dan menentukan waktu kajian.
Sebagai penutup, bagian ini menguraikan beberapa hal yang dapat digunakan sebagai kriteria penilaian sifat penting dampak.
Jenis data dan informasi yang dibutuhkan untuk simulasi sebaran polutan akan diuraikan pada bagian Mencermati Wilayah Studi. Termasuk di
dalamnya adalah data dan informasi mengenai kualitas udara ambien, kondisi permukaan lahan, dan kondisi meteorologis wilayah studi.
Bagian selanjutnya, Simulasi Penyebaran Polutan, mengulas berbagai pilihan teknik yang dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi sebar-
an polutan yang diemisikan suatu sumber. Selain perhitungan secara manual, bagian ini juga akan memperkenalkan beberapa perangkat lunak
(software) dispersi polutan yang dapat digunakan.
Foto: Taufi k Ismail
MEMAHAMI
PRAKIRAAN DAMPAK
KUALITAS UDARA1PERUBAHAN KUALITAS UDARA ........................................................... 2
Polutan Udara ........................................................................................ 2
Pencemaran Udara .............................................................................. 3
Boks: Baku Mutu Udara Ambien ................................................. 4
Dampak Perubahan Kualitas Udara ............................................... 6
PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARA .......................................... 7
Output Prakiraan Dampak ................................................................. 7
Boks: Kedalaman Prakiraan Dampak ......................................... 9
Kegiatan Wajib Prakiraan Dampak .................................................10
Dampak Penting Hipotetik................................................................ 10
Penilaian Dampak ................................................................................ 11
TAHAPAN PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARA ..................... 13
Bagian ini akan mengajak kita untuk memahami makna dari prakiraan
dampak terhadap kualitas udara. Khususnya pemahaman dalam konteks
pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Berbagai jenis polutan udara dan dampak-dampaknya akan dibahas di
awal bagian ini. Selanjutnya, di akhir bagian ini, kita akan menguraikan
tahap-tahap yang harus dijalani dalam memprakirakan dampak terse-
but. Termasuk juga tahap-tahap dalam proses pelingkupannya. Informasi
pada bagian ini sangat penting untuk dipahami sepenuhnya sebelum
kita melanjutkan ke uraian-uraian lain dalam buku ini.
1
Udara di sekeliling kita, atau udara ambien, memiliki
kualitas yang mudah berubah. Intensitas perubahannya
dipengaruhi oleh interaksi antar berbagai polutan yang
dilepas ke udara ambien dengan faktor-faktor meteo-
rologis (angin, suhu, hujan, cahaya matahari). Berikut ini
akan dibahas beberapa hal mendasar tentang perubah-
an kualitas udara.
POLUTAN UDARAPolutan primer yang diemisikan oleh suatu sumber emisi
akan mengalami berbagai reaksi fi sik dan kimia dengan
adanya faktor meteorologi seperti sinar matahari, kelem-
baban dan temperatur. Berbagai reaksi yang terjadi juga
dapat menyebabkan terbentuknya beberapa jenis polu-
tan sekunder (lihat gambar di bawah). Akibat dorongan
angin, polutan akan terdispersi (tersebar) mengikuti arah
angin tersebut. Sebagian polutan dalam perjalanannya
dapat terdeposisi (deposited) atau mengendap ke per-
mukaan tanah, air, bangunan, dan tanaman. Sebagian
lainnya akan tetap tersuspensi (suspended) di udara. Se-
luruh kejadian tersebut akan mempengaruhi konsentrasi
polutan-polutan di udara ambien. Atau, dengan kata lain,
mengubah kualitas udara ambien.
Sebenarnya terdapat banyak sekali jenis polutan yang
mungkin dapat mengotori udara ambien. Ada yang ber-
wujud gas, padatan, maupun cairan. Sebagian merupa-
kan polutan primer, sebagian lagi merupakan polutan
PERUBAHAN KUALITAS UDARAIlu
stra
si: T
oppe
aks
Polutan NOx dan SO2 ber-campur dengan air di udara
untuk menjadi hujan asam
Polutan ringan terbawa ke tempat-tempat yang sangat jauh dan menyebabkan pencemaran regional
Sebagian polutan terdepo-sisi jatuh di wilayah objek penerima dampak
Emisi polutan akan terdispersi mengikuti arah angin
Polutan dikeluarkan oleh Sumber Emisi
2 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
sekunder. Walau demikian, Baku Mutu Udara Ambien
(BMUA) nasional hanya menyebutkan 9 (sembilan) jenis
polutan umum, yaitu sulfur-dioksida (SO2), karbon-
monoksida (CO), nitrogen-dioksida (NO2), ozon (O3),
hidrokarbon (HC), PM10, PM2,5, TSP (debu), Pb (timah hi-
tam), dustfall (debu jatuh). Kesembilan polutan ini diang-
gap sebagai polutan-polutan yang memiliki pengaruh
langsung dan signifi kan pada kesehatan manusia.
PENCEMARAN UDARAMasuknya polutan ke dalam udara selalu menyebab-
kan perubahan kualitas udara. Walau demikian, masuk-
an polutan tersebut tidak selalu dapat menyebabkan
pencemaran udara. Mengacu pada defi nisi resminya,
pencemaran udara baru terjadi jika masukan polutan
menyebabkan mutu udara turun sampai ke tingkatan
yang menyebabkan fungsinya terhambat. Misalnya, sam-
pai ke tingkatan di mana kesehatan manusia terganggu,
atau lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Untuk mempermudah penilaian atas tercemar-tidaknya
udara, kita dapat membandingkan kualitas udara de-
ngan BMUA. Jika konsentrasi suatu polutan dalam udara
ambien sudah melampaui nilai baku mutunya, kita dapat
menyatakan bahwa udara sudah tercemar. Sebagai con-
toh, udara yang memiliki kandungan SO2 (1 jam) = 1.250
μg/Nm3 dapat dianggap sudah tercemar karena nilai itu
sudah melebihi nilai BMUA dari SO2 (1 jam) yang nilainya
900 μg/Nm3.
Polutan digolongkan sebagai polutan primer dan polutan sekunder. Polutan primer adalah polutan-polutan yang diemisikan langsung dari sumbernya, baik itu berasal dari a) sumber alamiah seperti ba-dai, letusan gunung berapi, semburan gas alam dari tanah, dan b) kegiatan-kegiatan manusia. Contoh dari polutan primer adalah CO, SO2, Cl2, dan debu. Di dalam udara ambien, sebagian polutan primer akan mempertahankan bentuk senyawa aslinya. Sementara itu sebagian lagi akan berubah bentuk sebagai akibat adanya interaksi dengan sesama polutan atau dengan unsur atmosfer. Polutan-polutan yang terjadi akibat interaksi dan reaksi itu dinamakan polutan sekunder. Contohnya adalah O3 (ozon) dan PAN (peroxyacetyl nitrate) yang ter-bentuk dari reaksi HC, NOx, dan oksigen.
Ilustrasi: Toppeaks
3
Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara
SULFURDIOKSIDA
Gas tidak berwarna, berbau dalam kon-sentrasi pekat. Banyak dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang me-ngandung sulfur, misalnya solar dan batu-bara. Menyebabkan sesak nafas bahkan kematian pada manusia dan juga pada hewan. Pada tumbuhan, menghambat fotosintesis, proses asimilasi dan respirasi. Merusak cat pada bangunan akibat reak-sinya dengan bahan dasar cat dan timbal oksida (PbO). Gas SO2 adalah kontributor utama hujan asam.
KARBON MONOKSIDA
Senyawa tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berben-tuk gas tidak berwarna. Dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna, seperti bensin, minyak dan kayu bakar. Juga dipro-duksi dari pembakaran produk-produk alam dan sintesis, termasuk rokok. Konsentrasi rendah dapat menyebab-kan pusing-pusing dan keletihan, kon-sentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian.
FLUORIDA
Golongan gas Halogen, berwarna coklat, sangat reaktif, dan beracun. Berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, reduksi fosfat dari tanaman, in-dustri penghasil aluminium dan lain-lain. Inhibitor yang dapat mencegah kerja berbagai enzim manusia, meru-sak sel tanaman. Konsentrasi cukup besar di atmosfi r akan mencemari air dan tanah.
NITROGEN DIOKSIDA
Gas ini berwarna coklat keme-rahan dan berbau tajam. Ter-utama dari proses pembakaran bahan bakar fosil, seperti bensin, batubara dan gas alam. NO2 bisa berasal dari oksidasi dengan kandungan N dalam bahan ba-kar dan juga oksidasi dengan N udara karena panas. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Paru-paru yang terkontaminasi dengan gas NOx akan meng-alami pembengkakan. Pada kon-sentrasi NO2 > 100 ppm keba-nyakan hewan akan mati.
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan
Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) di dalam Pera-
turan Pemerintah tentang Pengendalian Pencema-
ran Udara (PP Nomor 41 tahun 1999). Baku mutu ini
memiliki a) 9 parameter yang berlaku untuk menilai
kondisi udara ambien secara umum dan b) 4 para-
meter lain yang hanya berlaku untuk menilai kon-
disi udara ambien di kawasan industri kimia dasar.
Tiap parameter disertai nilai maksimalnya. Nilai-
nilai tersebut umumnya dinyatakan dalam satuan
konsentrasi, yaitu berat senyawa polutan dalam
mikrogram (μg) per meter kubik udara dalam kon-
disi normal (umumnya pada suhu 250 Celsius dan
tekanan 1 atmosfer). Kualitas udara ambien dikata-
kan baik jika konsentrasi polutan-polutannya masih
di bawah nilai baku mutunya.
Nilai BMUA disediakan untuk beberapa waktu ukur
rata-rata (averaging time). Misalnya, untuk waktu
ukur rata-rata 1 jam, nilai baku mutu NO2 adalah
400 μg/Nm3. Nilai itu nantinya harus dibandingkan
dengan nilai rata-rata pengukuran 1 jam NO2.
BMUA juga disertai informasi mengenai metode
analisis dan peralatan yang harus digunakan.
Baku Mutu Udara Ambien
Boks
4 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
OZON
Pada lapisan troposfer terbentuknya O3 akibat adanya reaksi fotokimia pada senyawa oksida nitrogen (NOx) dengan bantuan sinar matahari. Konsentrasi ozon yang tinggi da-pat menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan, serangan jantung dan kematian. Sebaliknya, di lapisan stratosfer keberadaan ozon sangat dibutuhkan untuk ‘menyelimuti’ permukaan bumi dari radiasi sinar ultraviolet.
TOTAL SUSPENDED PARTICULATE
Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu dan uap. Komposisi dan ukuran partikulat sangat berperan dalam menentukan pajanan. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar 0,1 mikron - 10 mikron. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan visibilitas.
PM10 berukuran ≤ 10 mikron. Mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan me-nyebabkan iritasi.
PM2,5 berukuran ≤ 2,5 mikron. Langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli.
DEBU JATUH
Partikel berukuran diatas 500 mikron. Secara alamiah dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Juga pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik.
KLORIDA
Gas berwarna hijau, bau sangat me-nyengat. Efek samping dari proses pe-mutihan (bleaching) dan produksi zat/senyawa organik yang mengandung klor. Menyebabkan iritasi mata. Jika masuk dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan membentuk asam klorida yang bersi-fat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan peradangan saluran perna-fasan.
HIDROKARBON Jika berbentuk gas di udara umumnya ter-golong sebagai Volatile Organic Compounds (VOC). Bentuk cair menjadi semacam kabut minyak. Jika padatan akan membentuk debu. Berasal dari industri plastik, resin, pigmen, zat warna, pestisida, karet, aktivitas geothermal, pembuangan sampah, kebakaran hutan serta transportasi. Di udara akan bereaksi dengan bahan lain dan membentuk Polycyclic Aroma-tic Hidrocarbon (PAH), bila masuk dalam paru-paru menimbulkan luka dan merangsang ter-bentuknya sel-sel kanker.
TIMBAL
Logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan. Sangat beracun dan menyebabkan berbagai dampak kesehatan terutama pada anak-anak. Dapat menyebab-kan kerusakan sistem syaraf dan pencernaan, sedangkan berbagai bahan kimia yang men-gandung timbal dapat menyebabkan kanker.
5
DAMPAK PERUBAHAN KUALITAS UDARA
Berubahnya kualitas udara akan menyebabkan timbul-
nya beberapa dampak lanjutan, baik terhadap kesehat-
an manusia dan makhluk hidup lainnya, aspek estetika
udara, keutuhan bangunan, dan lainnya. Berikut ini akan
diuraikan secara singkat berbagai dampak lanjutan terse-
but.
Dampak Terhadap Kesehatan Manusia
Yang banyak terjadi adalah iritasi mata dan gangguan
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), seperti hidung ber-
air, radang batang tenggorokan, dan bronkitis. Partikel
berukuran kecil dapat masuk sampai ke paru-paru dan
kemudian menyebar melalui sistem peredaran darah ke
seluruh tubuh. Gas CO, jika bercampur dengan hemoglo-
bin, akan mengganggu transportasi oksigen. Partikel tim-
bal akan mengganggu pembentukan sel darah merah.
Dampak Terhadap Tumbuhan dan Hewan
Tumbuhan di daerah berkualitas udara buruk dapat me-
ngalami berbagai jenis penyakit. Hujan asam menyebab-
kan daun memiliki bintik-bintik kuning. Hujan asam
akan menurunkan pH air sehingga kemudian mening-
katkan kelarutan logam berat misalnya merkuri (Hg) dan
seng (Zn). Akibatnya, tingkat bioakumulasi logam berat
di hewan air bertambah. Penurunan pH juga akan me-
nyebabkan hilangnya tumbuhan air dan mikroalga yang
sensitif terhadap asam.
Dampak Terhadap Aspek Estetika
Bau tidak enak, debu beterbangan, udara berkabut me-
rupakan beberapa contoh gangguan estetika udara am-
bien. Bau tidak enak dapat ditimbulkan oleh emisi gas-
gas sulfi da, amoniak, dan lainnya. Udara berasap kabut
(asbut) atau smoke and fog (smog) akan mengurangi jarak
pandang (visibility) kita. Hal ini sangat membahayakan
keselamatan pengendara mobil dan motor, selain juga
keselamatan penerbangan. Smog atau asbut umumnya
disebabkan oleh adanya reaksi fotokimia dari senyawa
organik volatil (VOC atau volatile organic compounds)
dengan NOx.
Dampak Terhadap Bangunan
Akibat fenomena hujan asam, air hujan dapat memiliki
pH antara 3 sampai 4. Selain menganggu tumbuhan dan
ekosistem air, hujan asam juga merusak material ba-
ngunan, seperti besi-besi baja, beton, dan batu-batuan.
Paparan air hujan asam akan menggerus permukaan
batu secara perlahan-lahan. Hal ini mudah terlihat dari
patung-patung tua yang ada di sekeliling kita. Demikian
juga pada dinding-dinding gedung yang berubah men-
jadi kehitaman.
Dampak Terhadap Kondisi Iklim
Akumulasi CO2, metana, dan N2O dapat membentuk
lapisan tipis di troposfi r. Pantulan panas matahari akan
terhambat sehingga suhu bumi pun meningkat (global
warming). Senyawa chlorofl uorocarbon (CFC) dapat
menjangkau lapisan stratosfer dan memecah molekul-
molekul ozon di sana. Kerusakan lapisan ozon di stratos-
fer menyebabkan sinar UV-B matahari tidak terfi lter dan
masuk ke permukaan bumi sehingga dapat mengakibat-
kan kanker kulit pada manusia yang terpapar
sinar itu.
Dampak terhadap kondisi iklim umum-
nya digolongkan sebagai dampak skala
makro. Jangkauannya mencapai
ribuan kilometer lebih. Dampak skala
makro umumnya disebabkan oleh
unsur-unsur polutan yang relatif
stabil, seperti CO2, metana, dan
CFC. Dampak terhadap kesehat-
an manusia, aspek estetika, dan
keutuhan bangunan umumnya
terjadi dalam skala mikro dan
skala meso yang jangkauan
dampaknya dapat mencapai
ratusan kilometer.
Foto: Taufi k Ismail
6 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AM-
DAL) merupakan bagian dari proses perencanaan suatu
kegiatan. Salah satu fungsinya adalah untuk mempra-
kirakan jenis dan besarnya dampak lingkungan penting
yang dapat terjadi akibat dilaksanakannya suatu rencana
kegiatan. Prakiraan dampak dilakukan pada salah satu
tahapan studi AMDAL yang disebut ANDAL (Analisis
Dampak Lingkungan Hidup).
Hasil prakiraan dampak digunakan sebagai salah satu
bahan pertimbangan untuk memutuskan kelanjutan
dari suatu rencana kegiatan. Hasil prakiraan dampak juga
dipakai untuk dasar perencanaan dari langkah-langkah
yang perlu diambil untuk mencegah atau mengendali-
kan potensi dampak tersebut.
Prakiraan dampak dalam ANDAL harus dilakukan ber-
dasarkan dampak penting hipotetik yang sudah
disepakati sebelumnya oleh Komisi Penilai AMDAL (lihat
bahasan mengenai Dampak Penting Hipotetik). Arti-
nya, dugaan-dugaan dampak penting dari emisi polutan
harus terlebih dahulu dimiliki sebelum dampak kualitas
udara dapat dilakukan, baik itu dugaan dampak di tahap
prakonstruksi, konstruksi, operasi, maupun pasca-opera-
si. Tanpa adanya dugaan dampak penting itu, proses pra-
kiraan dampak dikhawatirkan akan berlangsung tanpa
sasaran yang jelas.
Proses prakiraan dampak dilakukan dalam lingkup
wilayah studi dan lingkup waktu kajian tertentu.
Selain untuk memperjelas sasaran prakiraan dampak,
pembatasan ini dilakukan guna mengefi sienkan proses
ANDAL. Penentuan dampak penting hipotetik serta ling-
kup wilayah dan waktu kajian merupakan output dari
salah satu langkah kerja AMDAL yang disebut pelingku-
pan (scoping).
Prakiraan dampak kualitas udara perlu dilakukan setidak-
nya untuk berbagai skenario prakiraan yang ditentu-
kan. Tiap-tiap skenario diharapkan akan menghasilkan
output prakiraan yang berbeda. Salah satu skenario yang
perlu dilakukan adalah skenario kejadian terburuk
(worst-case scenario). Skenario prakiraan lainnya yang
patut dipertimbangkan adalah skenario berdasarkan
perbedaan kondisi operasi dari suatu rencana kegiatan,
skenario operasi musim hujan dan musim kemarau, dan
sebagainya.
OUTPUT PRAKIRAAN DAMPAK
Output prakiraan dampak kualitas udara merupakan
konfi rmasi dan pendalaman informasi dari jenis serta
besaran (magnitude) dampak penting hipotetik yang su-
PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARA
Dokumen Kerangka Acuan ANDAL (KA-ANDAL) berisi arahan dari pro-ses prakiraan yang akan dilakukan terhadap satu atau beberapa dugaan dampak penting (dampak penting hipotetik). Uraian dari pelaksanaan pra-kiraan dampak berikut hasilnya dapat dijumpai dalam dokumen Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL). Sedangkan langkah-langkah yang harus dilakukan permrakarsa untuk mengelola dampaknya dapat dijumpai dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL). Doku-men Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) berisi rencana pe-mantauan dari komponen-komponen lingkungan yang diprakirakan akan terkena dampak.
7
Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara
dah ditentukan sebelumnya. Output prakiraan dampak
kemudian perlu dinilai sifat penting-nya (signifi cancy)
untuk menentukan apakah suatu dampak penting hipo-
tetik memang benar-benar dapat digolongkan sebagai
dampak penting (lihat bahasan mengenai Penilaian Si-
fat Dampak).
Output prakiraan dampak ditampilkan sebagai:
1. Tabel Output Prakiraan Dampak Kualitas Udara;
Tabel ini berisi nilai konsentrasi sebaran polutan
maksimal (ΔCMAX) dan nilai konsentrasi ambien po-
lutan maksimal (CMAX) yang kemungkinan terjadi di
lokasi-lokasi objek penerima dampak. Perlu-tidaknya
tabel itu mencantumkan kedua jenis nilai konsentrasi
tersebut ditentukan oleh tingkat kedalaman prakiraan
dampak yang dipilih (lihat Boks mengenai Kedalaman
Prakiraan Dampak). Nilai-nilai konsentrasi dihitung
berdasarkan kondisi kejadian terburuk (lihat bahasan
mengenai Skenario Prakiraan Dampak di Bagian
3). Tiap jenis polutan penting yang diemisikan harus
memiliki tabelnya sendiri. Tabel juga dibuat untuk tiap
tahun prakiraan (lihat bahasan mengenai Waktu Ka-
jian di Bagian 3).
2. Peta Isopleth Semburan; Peta ini dibuat untuk
menunjukkan peningkatan konsentrasi polutan (ΔC)
di wilayah sekitar sumber emisi sebagai akibat adanya
emisi polutan yang bergerak mengikuti tiupan angin
dominan. Garis-garis isopleth nantinya akan memiliki
wujud seperti bola semburan (plume). Nilai-nilai pe-
ningkatan konsentrasi dihitung berdasarkan kondisi
kejadian rata-rata (lihat bahasan mengenai Skenario
Prakiraan Dampak di Bagian 3). Tiap jenis polutan
penting yang diemisikan harus memiliki peta isopleth-
nya sendiri. Cara pembuatan peta isopleth ini dapat
dilihat pada Bagian 5 buku ini.
3. Peta Isopleth Wilayah Sebaran; Peta ini dibuat un-
tuk menunjukkan pola peningkatan sebaran polutan
dalam kondisi rata-rata di seluruh wilayah sebaran
dampak. Gradasi peningkatan konsentrasi rata-rata
Peta isopleth berisi garis-garis yang menghubungkan titik-titik lokasi yang akan memiliki kesamaan konsentrasi sebaran polutan. Output prakiraan dampak setidaknya terdiri dari peta Isopleth Semburan (gambar atas) dan Peta Isopleth Wilayah Sebaran (gambar bawah). Peta-peta ini harus dibuat untuk tiap jenis po-lutan penting.
Foto: Koleksi Qipra
8 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Penentuan tingkat kedalaman yang dibutuhkan dapat dipengaruhi oleh tingkat prioritas dari suatu dampak penting hipotetik
(lihat bahasan terkait). Dalam beberapa kasus, kita mungkin cukup membutuhkan prakiraan Tingkat 1 (Prakiraan Penyebaran
Polutan). Misalnya saat kita ingn memprakirakan pengaruh dari sumber emisi yang bersifat sementara seperti kegiatan kon-
struksi. Sedangkan untuk kasus lainya, kita mungkin perlu melakukan prakiraan Tingkat 2 (Prakiraan Kualitas Udara Ambien).
Misalnya saat kita ingin memprakirakan pengaruh dari sumber emisi yang bersifat kontinyu dan terus menerus. Sementara itu,
dalam dokumen-dokumen ANDAL yang ada, prakiraan Tingkat 3 (Prakiraan Dampak Lanjutan) masih jarang sekali dilakukan
secara kuantitatif. Jenis dampak lanjutan yang diprakirakan akan terjadi berikut besarannya lebih banyak dinilai secara kualitatif
di bagian Evaluasi Dampak dokumen ANDAL. Perlu tidaknya kita melakukan prakiraan Tingkat 3 sebaiknya dikonfi rmasikan ke
Komisi Penilai AMDAL yang berwenang.
Ada 3 (tiga) tingkat kedalaman prakiraan dampak kualitas udara yang dapat diterapkan, yaitu:
Kedalaman Prakiraan DampakBoks
9
Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara
yang mungkin terjadi akan tervisualisasikan di peta
isopleth ini. Nilai-nilai peningkatan konsentrasi dihi-
tung berdasarkan kondisi kejadian rata-rata. Tiap jenis
polutan penting yang diemisikan harus memiliki peta
isopleth-nya sendiri. Tergantung kepada kedalaman
prakiraan yang dipilih, peta Isopleth Wilayah Sebaran
juga dapat dibuat untuk menunjukkan gradasi kon-
sentrasi ambien polutan. Cara pembuatan peta isop-
leth ini dapat dilihat pada Bagian 5 buku ini.
Perlu diingat bahwa nilai konsentrasi polutan perlu di-
sampaikan dalam suatu waktu rata-rata (averaging times).
Lebih baik lagi, kalau waktu rata-rata yang digunakan se-
suai dengan waktu rata-rata dalam kriteria penilaian sifat
pentingnya.
Output prakiraan dampak juga perlu disertai dengan in-
formasi mengenai frekuensi, durasi, dan kontinuitas dari
dampak yang akan terjadi. Informasi tersebut dibutuh-
kan agar pihak-pihak berkepentingan mengetahui bah-
wa suatu output prakiraan dampak hanya terjadi dalam
rentang waktu dan kondisi tertentu saja.
KEGIATAN WAJIB PRAKIRAAN DAMPAK
Prakiraan dampak kualitas udara perlu dilakukan jika
suatu rencana kegiatan Wajib AMDAL memiliki satu
atau lebih komponen kegiatan yang akan mengemisi-
kan polutan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk
mempengaruhi kualitas udara secara signifi kan. Jika
rencana kegiatan kita tidak mengemisikan polutan yang
dapat menimbulkan dampak penting, berdasarkan ha-
sil evaluasi dampak pada proses pelingkupan, prakiraan
dampak kualitas udara tidak perlu kita lakukan.
Prakiraan dampak kualitas udara seringkali juga tetap
perlu dilakukan untuk suatu sumber komponen kegiatan
walau emisinya diduga akan berada di bawah nilai BME-
nya. Walau konsentrasinya kecil, komponen kegiatan itu
mungkin saja akan mengemisikan polutan dalam jumlah
yang besar. Dengan laju emisi yang tinggi, emisi polutan
tersebut tetap mungkin mempengaruhi kualitas udara
ambien secara signifi kan.
DAMPAK PENTING HIPOTETIK
Seperti disebutkan sebelumnya, prakiraan dampak dalam
ANDAL harus dilakukan berdasarkan dugaan (hipotesa)
dampak penting yang sudah disepakati sebelumnya
oleh Komisi Penilai AMDAL. Suatu dampak penting hipo-
tetik setidaknya harus menyebutkan:
1) Komponen kegiatan penyebab dampak; Biasa dise-
but juga sebagai sumber dampak. Untuk kepenting-
Tidak seluruh jenis kegiatan wajib-AMDAL (sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri KLH tentang Jenis Ren-
cana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
Dengan AMDAL atau Per-Men KLH No. 11 Tahun 2006) ber-potensi untuk menimbulkan dampak tehadap kualitas udara, khususnya saat kegiatan-kegiatan itu sudah berada dalam tahap operasi. Beberapa jenis kegiatan wajib-AMDAL yang operasinya dikhawatirkan berdampak penting tehadap kuali-tas udara antara lain adalah terminal terpadu, pelabuhan atau pangkalan udara, bandar udara, industri semen, industri pulp atau industri kertas, industri petrokimia hulu, jalan tol, jalan raya, jalan layang, terowongan, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, instalasi pengolahan air limbah domes-tik, pertambangan mineral, batubara & panas bumi, kilang LPG, kilang LNG, kilang minyak, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD).
Foto: Heri W
ibowo
10 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
an prakiraan dampak kualitas udara, sumber dampak
adalah emisi polutan yang dikeluarkan dari suatu
sumber emisi.
2) Komponen lingkungan terkena dampak; Yaitu kuali-
tas udara ambien dari suatu wilayah. Untuk prakiraan
dampak Tingkat 3, kita perlu menyebutkan objek
terkena dampak dari berubahnya kualitas udara se-
bagai komponen lingkungan yang terkena dampak.
Kedua komponen di atas perlu disampaikan sespesifi k
mungkin agar proses prakiraan dampak dapat dilaku-
kan dengan tepat-sasaran dan efi sien. Misalnya dengan
membatasi komponen lingkungan terkena dampak
(kualitas udara ambien) hanya untuk beberapa jenis po-
lutan tertentu saja. Sumber dampak juga harus dilengkapi
dengan informasi mengenai lokasi sumber emisi dan
waktu pemunculannya (lihat bahasan mengenai Pola Pe-
munculan Emisi di Bagian 2).
Kedalaman prakiraan dampak yang akan digunakan juga
perlu tercermin dari pernyataan dampak penting hipo-
tetik. Untuk prakiraan Tingkat 3, komponen lingkungan
terkena dampak harus menyebutkan jenis dampak lanjut-
an yang dapat terjadi pada objek penerima dampak. Mi-
salnya, kesehatan penduduk desa khususnya menyang-
kut penyakit ISPA. Atau, produktivitas tanaman kentang
di daerah pertanian di suatu desa.
Dampak penting hipotetik, sesuai Pedoman Penyusun-
an Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(Peraturan Menteri LH No. 08 Tahun 2006), perlu dikla-
sifi kasikan dan diberikan tingkat prioritasnya. Tingkat
prioritas tersebut akan mempengaruhi penentuan keda-
laman prakiraan dampak dari suatu dampak penting
hipotetik. Dampak penting hipotetik dengan prioritas
rendah dapat saja menggunakan prakiraan Tingkat 1.
Sebaliknya, dampak penting hipotetik dengan prioritas
tinggi sebaiknya menggunakan prakiraan Tingkat 3.
PENILAIAN DAMPAK
Seperti disebutkan sebelumnya, output prakiraan dampak
perlu dipelajari untuk dinilai penting atau tidaknya
dampak tersebut. Penilaian sifat penting dampak di-
lakukan terhadap kriteria penilaian yang disepakati sebe-
lumnya. Beberapa kriteria penilaian yang dapat diguna-
kan antara lain adalah BMUA, nilai Tambahan Polutan
Maksimal (lihat bahasan terkait di Bagian 3), nilai Indeks
Standar Pencemaran Udara (ISPU), luas wilayah yang
kualitas udaranya akan berubah secara signifi kan, jumlah
manusia terkena dampak, dan sebagainya.
Penyimpulan penting-tidaknya suatu dampak juga mem-
pertimbangkan besaran dampak yang dapat terjadi.
Besaran dampak tersebut dihitung dengan memban-
dingkan hasil prakiraan kualitas udara (jika komponen
Contoh dari salah satu pernyataan dampak penting hipotetik adalah sumber dampak: emisi SO2 dan HC dari alat berat yang digunakan di lokasi pertambangan, komponen lingkungan terkena dampak: kualitas udara ambien desa Sugiharjo (khususnya menyangkut SO2 dan HC), de-ngan obyek penerima dampaknya adalah penduduk desa tersebut..
ilustrasi: Topppeaks
Sumber Dampak:EMISI SO2 & HC
Komponen Lingkungan Terkena Dampak:KUALITAS UDARA AMBIEN
Obyek Penerima DampakPemukiman Desa Sugiharjo
11
Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara
kegiatan jadi dilaksanakan) dengan rona dasar kualitas
udara (background concentration) di tahun prakiraan yang
sama. Untuk mendapatkan rona dasar kualitas udara di
suatu tahun prakiraan, perlu dilakukan prakiraan kualitas
udara dengan asumsi bahwa komponen kegiatan terse-
but tidak dilaksanakan (prakiraan nir-kegiatan).
Output prakiraan dampak juga perlu dinilai untuk sifat
pengaruh dampak-nya. Sederhananya adalah untuk
penilaian positif atau negatifnya dampak penting terse-
but. Suatu komponen kegiatan dinilai dapat membawa
dampak negatif, jika emisi polutannya diduga akan me-
nyebabkan kualitas udara menjadi lebih buruk. Seba-
liknya, komponen kegiatan itu dinilai dapat berdampak
positif, jika emisi polutannya diduga akan menyebabkan
kualitas udara menjadi lebih baik. Tentunya jika diban-
dingkan dengan kualitas udara nir-kegiatan di waktu
kajian (tahun prakiraan) yang sama. Banyak penyusun
AMDAL saat ini tidak melakukan prakiraan kualitas udara
nir-kegiatan. Jadi, penilaian besar-kecilnya dampak dini-
lai dengan mengacu kepada kualitas udara saat ini (rona
lingkungan awal). Hal ini dapat dibenarkan selama kita
yakin bahwa kualitas udara nir-kegiatan akan tetap sama
(statis) untuk tahun prakiraan yang kita pilih.
Suatu jalan pintas bawah-tanah (underpass) akan dibuat untuk memperlancar arus kendaraan bermotor di suatu kawasan yang kondisi lalu-lintasnya sudah sangat padat. Konsentrasi CO (rata-rata 24 jam) di kawasan itu saat ini sudah mencapai nilai 7.000 μg/Nm3. Saat underpass beroperasi di tahun 2010, jumlah kendaraan bermotor yang melintasi kawasan itu diprakirakan akan meningkat 50 persen dari jumlahnya saat ini. Akibatnya, walau jalan underpass sudah beroperasi, konsentrasi CO di kawasan itu diprakirakan tetap akan meningkat menjadi 10.000 μg/ Nm3. Untuk menilai positif-negatifnya dampak penting dari pembangunan underpass tersebut, prakiraan dampak nir-kegiatan di tahun 2010 juga dilakukan. Dengan asumsi underpass tidak jadi didirikan, maka diprakirakan kemacetan jalan akan sering terjadi. Laju kendaraan akan tersendat sehingga emisi CO akan lebih besar untuk jumlah kendaraan di tahun 2010 yang sama. Oleh karena itu, hasilnya menunjukkan konsentrasi CO di kawasan itu diprakirakan akan meningkat menjadi 13.000 μg/Nm3. Perbandingan konsentrasi CO di tahun 2010 antara kedua kondisi itu (dengan dan tanpa underpass) menunjukkan adanya jalan underpass justru akan membuat kualitas udara di kawasan tersebut menjadi lebih baik. De-ngan demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan underpass akan membawa dampak positif.
Info Grafi s: Zarkoni
12 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
TAHAPAN PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARABerikut ini adalah tahapan lengkap dari proses prakiraan
dampak kualitas udara. Mengacu ke tatalaksana penger-
jaan AMDAL, kedua tahap awal dalam diagram berikut
merupakan bagian dari proses pelingkupan. Hasilnya
dituangkan sebagai bagian dari dokumen KA-ANDAL.
Tahap-tahap selanjutnya merupakan bagian dari proses
prakiraan dampak yang baik proses maupun outputnya
dituangkan sebagai bagian dari dokumen ANDAL.
Memilih Teknik Simulasi
Menghitung Konsentrasi Sebaran Polutan
Membuat Peta Isopleth
Menghitung Konsentrasi Ambien Polutan
Membatasi Wilayah Studi
Identifi kasi Obyek Penerima Dampak
Mengarahkan Prakiraan Dampak
Identifi kasi Sumber Emisi
Karakterisasi Emisi
Menyeleksi Polutan Penting
Mengukur Kualitas Udara Ambien
Mengenali Karakteristik Fisik Wilayah Studi
Mempelajari Kondisi Meteorologis
13
Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara
Foto: Bayu Rizky
MEMPELAJARI
KARAKTERISTIK EMISI2IDENTIFIKASI SUMBER EMISI ................................................................ 16
Jenis Sumber Emisi .............................................................................. 17
Lokasi Sumber Emisi ........................................................................... 17
Dimensi Sumber Emisi ....................................................................... 19
Waktu Keberadaan Sumber Emisi .................................................. 19
KARAKTERISASI EMISI ............................................................................ 21
Jenis dan Jumlah Polutan ................................................................. 21
Boks: Faktor Emisi ................................................................... 22
Pola Pemunculan Emisi ..................................................................... 24
MENSELEKSI POLUTAN PENTING ........................................................ 26
Kriteria Batas Polutan Penting ........................................................ 26
Faktor Kekhawatiran Masyarakat ................................................... 27
Proses prakiraan dampak hanya dapat dilakukan setelah kita mengenali
karakteristik emisi polutan dari rencana kegiatan kita dengan baik. Cer-
mati dokumen perencanaan yang ada berikut denahnya. Dari situ, kita
dapat mengidentifi kasi berbagai sumber emisi yang akan ada. Dapatkan
seluruh jenis polutan yang akan diemisikan, sebelum kita mengestimasi
jumlah-jumlahnya. Langkah terakhir dari tahap ini adalah pemilihan po-
lutan-polutan penting yang nantinya akan diprakirakan sebarannya.
15
Sumber emisi adalah komponen-komponen atau
bagian-bagian dari suatu rencana kegiatan yang nanti-
nya akan mengemisikan polutan ke udara ambien. Untuk
prakiraan dampak kualitas udara yang komprehensif, kita
perlu mengidentifi kasi seluruh sumber emisi yang akan
ada di dalam rencana kegiatan. Tahapan identifi kasi sum-
ber emisi ini sebaiknya dilakukan pada tahap penentuan
dampak potensial di awal proses pelingkupan.
Identifi kasi sumber emisi dapat dilakukan dengan mem-
pelajari dokumen rancangan teknis dan jadwal pelaksa-
naannya. Adanya denah (layout) rencana kegiatan dapat
mempermudah pengidentifi kasian komponen-kom-
ponen kegiatan sumber emisi. Selain itu, sumber emisi
dapat juga diidentifi kasi dengan mempelajari kegiatan
lain yang sejenis dengan rencana kegiatan kita.
Informasi dari suatu sumber emisi perlu juga dileng-
kapi dengan keterangan mengenai lokasi, dimensi, dan
waktu keberadaan dari sumber emisi tersebut. Informasi-
IDENTIFIKASI SUMBER EMISI
Suatu rencana kegiatan dapat saja memiliki lebih dari satu sumber emisi (multiple sources). Operasi kegiatan pertambangan, misalnya, memiliki beberapa aktivitas sumber emisi. Contohnya, komponen kegiatan peledakan guna menyingkirkan lapisan tanah permukaan, komponen kegiatan pengangkutan batuan (ore) dengan menggunakan alat berat dan truk pengangkut, komponen kegiatan penggerusan batuan, dan komponen kegiatan ekstraksi mineral dari batuan tersebut.
Foto: Koleksi Qipra
16 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
informasi tersebut nantinya sangat dibutuhkan dalam
pemodelan penyebaran polutan.
JENIS SUMBER EMISI
Banyak jenis komponen kegiatan yang dapat menjadi
sumber emisi. Baik itu komponen-komponen kegiatan
dalam tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, mau-
pun pasca-operasi. Beberapa komponen kegiatan yang
se ringkali menjadi sumber emisi dari suatu rencana ke-
giatan dapat dilihat pada tabel di halaman berikutnya.
Suatu rencana kegiatan mungkin saja memiliki sumber
emisi bergerak (mobile source) dan sumber emisi tidak-
bergerak (stationary source). Dengan pola pengelom-
pokan yang lain, sumber-sumber emisi dari suatu ren-
cana kegiatan dapat saja terdiri dari sumber titik (point
source), sumber ruang (volume source), sumber area
(area source), dan sumber garis (line source). Salah satu
contoh sumber titik yang banyak terdapat dalam suatu
rencana kegiatan adalah cerobong (stack).
Banyak komponen kegiatan mengeluarkan emisi yang
tergolong sebagai emisi liar (fugitive emission). Disebut
demikian karena polutan-polutan akan langsung terlepas
ke udara tanpa melalui sistem penangkapan polutan dan
pelepasan terkendali di suatu titik, seperti cerobong atau
ventilasi udara. Beberapa contoh emisi liar adalah emisi
polutan dari aktivitas konstruksi, tangki penyimpanan
cairan (storage tanks) terbuka, timbunan bahan baku
(stockpile) terbuka, lokasi penurunan dan pemuatan ba-
rang (loading area), pelapisan aspal, instalasi pengolahan
air limbah, menara pendingin (cooling towers), kebocoran
alat, lahan terbuka yang tererosi oleh angin (open area
wind erosion), dan sebagainya.
Keberadaan perangkat pengendali polusi udara di
suatu sumber emisi juga sebaiknya diinformasikan ka-
rena nantinya sangat mempengaruhi perhitungan esti-
masi jumlah polutan. Saat ini umumnya cerobong sudah
direncanakan lengkap dengan perangkat pengendali
polusi udara. Perangkat tersebut bertugas untuk me-
ngurangi jumlah emisi polutan sampai ke tingkat kualitas
yang diinginkan.
LOKASI SUMBER EMISI
Lokasi sumber emisi, khususnya sumber titik, dapat di-
nyatakan dalam sistem koordinat Cartesian. Untuk
sumber wilayah dan sumber garis, kita perlu menyebut-
kan koordinat dari bagian sumber emisi yang letaknya
paling dekat dengan suatu obyek penerima dampak.
Koordinat titik terdekat itu nantinya digunakan dalam
perhitungan jarak dengan obyek penerima dampak.
Dalam rencana pengembangan jalan raya, sumber emisi penting di tahap operasi adalah kendaraan-kendaraan bermotor yang melintasi jalan tersebut. Sumber emisi ini dapat digolongkan sebagai sumber emisi bergerak, sekaligus juga sumber garis.
Foto: Taufi k Ismail
17
Mempelajari Karakteristik Emisi
18 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Elevasi sumber emisi menunjukkan jarak vertikal (atau
beda tinggi) antara sumber emisi, khususnya titik lepasan-
nya, dengan suatu bidang acuan atau elevasi + 0,0 meter.
Sebagai bidang acuan dapat digunakan elevasi permu-
kaan tanah atau elevasi muka-laut. Informasi mengenai
elevasi sumber emisi sangat perlu diperhatikan terutama
jika beda tingginya dengan penerima dampak dianggap
siginifi kan. Misalnya, sumber emisi ada di puncak bukit
sementara penerima dampak ada di kaki bukit. Atau, mi-
salnya sumber emisi merupakan cerobong yang tinggi-
nya mencapai puluhan meter.
DIMENSI SUMBER EMISI
Dimensi sumber emisi perlu diketahui untuk kepenti-
ngan berbagai hal. Jika sumber emisi merupakan suatu
cerobong, informasi dimensi sumber dibutuhkan antara
lain untuk menghitung tinggi kepulan (plume rise). Jika
sumber emisi merupakan sumber wilayah atau sumber
ruang, informasi tentang dimensi sumber emisi dibutuh-
kan untuk menghitung jumlah emisi.
Informasi dimensi yang dibutuhkan antara lain adalah:
Untuk cerobong: tinggi, diameter lubang dasar dan
lubang atas (bagian lepasan).
Untuk sumber wilayah: luas wilayah tersebut.
Untuk sumber garis: panjang dan lebar ruas jalan.
Ada baiknya informasi tentang dimensi sumber emisi di-
sampaikan bersama diagram teknisnya.
WAKTU KEBERADAAN SUMBER EMISI
Informasi mengenai kapan suatu sumber emisi kira-kira
akan dilaksanakan, dibangun, atau dioperasikan sangat
berguna nantinya saat kita ingin menentukan batas wak-
tu kajian (lihat bahasan terkait di Bagian 4 dari buku ini).
Waktu keberadaan sumber emisi sebaiknya disampaikan
sespesifi k mungkin, misalnya menyebutkan bulan dan ta-
hun dari rencana keberadaannya. Jadi, tidak hanya seke-
dar menyebutkan bahwa sumber emisi akan ada di tahap
prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca-operasi.
Waktu keberadaan dari tiap-tiap sumber emisi dapat di-
peroleh dari jadwal pelaksanaan rencana kegiatan kita.
Dari jadwal tersebut, kita juga dapat mengetahui durasi
dari kelangsungan komponen kegiatan sumber emisi.
Perlu diingat bahwa mungkin saja beberapa sumber emi-
si akan dilaksanakan dalam rentang waktu yang sama.
Posisi sumber emisi sebaiknya dinya-takan dalam koordinat 3 dimensi X, Y, Z. Ada baiknya nilai X dan Y menggu-nakan acuan sistem koordinat univer-sal, seperti UTM (Universal Transverse Mercator). Untuk nilai sumbu Z, kita bisa menggunakan elevasi muka-laut sebagai acuan. Dalam banyak kasus, posisi sumber emisi seringkali diang-gap sebagai titik acuan dan diberikan kordinat lokal 0,0. Demikian pula da-lam sistem kordinat relatif yang diper-hitungkan berdasarkan arah mata angin.
Info Grafi s: Koleksi Qipra
19
Mempelajari Karakteristik Emisi
Jika waktu keberadaannya bersamaan, ada kemungkin-
an emisi dari sumber-sumber itu nantinya perlu diaku-
mulasikan. Informasi waktu keberadaan sumber emisi
dan informasi waktu pemunculan emisi (lihat bahasan
mengenai Pola Pemunculan Emisi) diperlukan untuk
memastikan apakah sumber-sumber emisi yang ada di
suatu rencana kegiatan dapat dianggap sebagai sumber
majemuk (multiple sources).
Hasil identifi kasi sumber emisi cerobong harus mencakup lokasi dan elevasi dasar cerobong, tinggi cerobong, diameter cerobong, dan keberadaan perangkat pengendali polusi udara. Kapan cero-bong itu mulai dioperasikan juga merupakan salah satu informasi yang perlu kita ketahui.
Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan salah satu contoh dari sumber ruang (volume source), khususnya jika TPA tersebut memiliki timbun-an yang tinggi. Hasil dari identifi kasi sumber emisi harus menyebutkan bentuk, luas, tinggi, atau volume dari TPA tersebut. Emisi TPA merupakan salah satu contoh emisi fugitive atau emisi polutan yang tidak terkendali melalui cero-bong atau sistem ventilasi udara.
Foto: Sulaiman
20 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
KARAKTERISASI EMISIKarakteristik emisi ditunjukkan oleh jenis dan jumlah po-
lutan yang dikandungnya, selain juga pola pemunculan
emisinya. Berikut ini adalah uraian mengenai karakteristik
emisi dan cara-cara untuk mengestimasinya.
JENIS DAN JUMLAH POLUTAN
Seluruh jenis polutan yang dikeluarkan dari tiap sumber
emisi harus diidentifi kasi dan diestimasi jumlahnya. Infor-
masi mengenai jenis dan jumlah polutan seringkali sudah
tersedia di dokumen rancangan teknis dari rencana ke-
giatan bersangkutan. Namun demikian, jika informasi itu
belum tersedia, ada beberapa cara yang dapat kita gu-
nakan untuk memprakirakannya. Beberapa di antaranya
diuraikan berikut ini.
Estimasi dari Informasi Sumber Sejenis
Data hasil pemantauan dari sumber emisi sejenis
dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam mempra-
kirakan jenis dan jumlah polutan dari suatu sumber
emisi. Sebelum menggunakan cara ini, kita tentu ha-
rus memastikan dulu bahwa sumber emisi sejenis itu
memiliki rincian proses dan bahan baku yang serupa
dengan sumber emisi kita. Beda skala kegiatan juga
harus diperhatikan guna menghindari perhitungan
yang tidak tepat (underestimation atau overestima-
tion).
Estimasi dengan Faktor Emisi
Cara ini tergolong praktis sehingga sering sekali di-
gunakan. Nilai Faktor Emisi (lihat boks untuk uraian
lebih lengkap mengenai Faktor Emisi) dari berbagai
sumber emisi saat ini mudah dijumpai di berbagai
referensi. Salah satu referensi yang paling populer
adalah AP 42 Compilation of Air Pollutant Emis-
sion Factors (Fifth Edition) yang diterbitkan USEPA
(the United States Environmental Protection Agency).
Beberapa di antaranya adalah sumber-sumber emisi
dari kegiatan pembuangan sampah, kegiatan sektor
perminyakan, kegiatan industri kimia, industri per-
kayuan, makanan dan minuman, industri perkayuan,
Jumlah polutan umumnya dinyatakan sebagai laju emisi (emission rate) yang menunjukkan berat polutan yang diemisikan dalam satu unit waktu. Misalnya, laju emisi SO2 dari suatu pembangkit listrik tenaga uap besarnya adalah 40 ton/tahun.
Foto: Heri W
ibowo
21
Mempelajari Karakteristik Emisi
Nilai Faktor Emisi banyak digunakan sebagai dasar perhitungan laju emisi dengan menggunakan rumus berikut: Q = EF x A x (1 – ER/100)
Dimana, Q (emission rate atau laju emisi) adalah jumlah polutan yang diemisikan per satuan waktu; EF (emission factor) atau faktor emisi; A (rate of activity) adalah intensitas kegiatan per satuan waktu; dan ER (emission reduction effi ciency, dalam %) adalah efi siensi pengurangan polutan dari sistem pengendali emisi yang digunakan.
Ilustrasi berikut menunjukkan penggunaan Faktor Emisi untuk menghitung besaran emisi.
Kegiatan konstruksi apartemen menggunakan genset 35 kW yang digunakan 10 jam per hari. Genset ini menggunakan bensin tanpa timbal. Dengan ang-ka rata-rata konsumsi bensin 315 g/kWH, maka genset itu diperkirakan akan membutuhkan 13,5 liter/jam. Jika genset dioperasikan selama 40 hari, maka emisi genset itu diprakirakan akan memiliki karakteristik sebagai berikut.
- Intensitas kegiatan (A) = (35 kW) x (10 jam/hari) x (40 hari) = 14.000 kW-jam atau 14.000 kWH
- Efi siensi pengurangan polutan (ER) = 0 %- Untuk PM10, dengan faktor emisi (EF) = 4,38 x 10-4 kg PM10/kWH, maka Q = (4,38 x 10-4 kg PM10/kWH) x 14.000 kWH = 6,132 kg PM10
Tabel di samping menunjukkan hasil lengkap prakiraan laju emisi Genset ter-masuk polutan-polutan lain.
Faktor Emisi (emission factor) menunjukkan perkiraan jumlah polutan yang akan diemisikan oleh tiap unit komponen
kegiatan dari suatu sumber emisi. Nilai Faktor Emisi ditampilkan dalam satuan berat polutan per unit berat, volume, jarak,
atau durasi dari komponen kegiatan yang mengemisikan polutan tersebut. Beberapa contoh nilai Faktor Emisi berikut
satuannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Faktor EmisiBoks
22 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
industri logam, dan kendaraan bermotor. Kelemahan
dari perhitungan cara ini adalah akurasi nilai Faktor
Emisi-nya sendiri. Tidak semua nilai sudah diuji den-
gan menggunakan metode uji yang sahih.
Beberapa referensi faktor emisi juga sudah tersedia
untuk emisi liar. Salah satunya adalah buku Fugitive
Emission di Area Kegiatan Industri (2005) yang dike-
luarkan oleh KLH.
Estimasi dengan Baku Mutu Emisi
Baku mutu emisi (BME) menunjukkan konsentrasi
maksimal dari beberapa polutan penting yang boleh
diemisikan oleh suatu kegiatan. Penggunaan BME
untuk mengestimasi jumlah polutan hanya dapat di-
gunakan jika kita yakin bahwa emisi rencana kegiatan
nantinya tidak akan melampaui nilai BME-nya. Jum-
lah emisi polutan dihitung dengan mengalikan nilai
BME dari suatu polutan (CBME) dengan debit emisi (qvol
atau volumetric emission fl owrate) sebagaimana terli-
hat dari persamaan berikut :
Q = CBME
x qvol
Kelemahannya, cara ini hanya dapat digunakan untuk
jenis-jenis polutan yang tercantum di BME, seperti
Amoniak (NH3), Sulfur-Dioksida (SO2), Nitrogen-Diok-
sida (NO2), dan Partikulat.
Estimasi dengan Keseimbangan-Massa
Secara ilmiah, cara ini sangat dapat dipertanggung-
jawabkan. Walau demikian, cara ini membutuhkan
informasi yang sangat lengkap tentang bahan baku
dan produk yang terlibat dalam proses dari suatu
rencana kegiatan. Pendekatan keseimbangan-masa
ini tepat untuk digunakan jika sebagian besar bahan
baku akan terbuang nantinya sebagai polutan udara.
Sebaliknya, pendekatan ini tidak tepat untuk diguna-
kan jika kita tahu bahwa sebagian besar bahan baku
akan habis terkonsumsi atau bereaksi dengan senya-
wa kimia lain. Perlu juga diwaspadai bahwa cara ini
bisa saja menghasilkan nilai estimasi emisi yang kon-
sentrasinya ternyata melebihi BME.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak (KEP-13/MENLH/3/1995) menyediakan BME yang dikhususkan untuk industri besi dan baja, indus-tri pulp dan kertas, pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara, dan industri se-men. Selain itu, Kepmen ini juga menyediakan BME untuk jenis kegiatan lainnya. Untuk sumber bergerak, KLH menyediakan BME-nya dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang ambang batas emisi gas buang ken-daraan bermotor (KEP-35/MENLH/10/1993).
23
Mempelajari Karakteristik Emisi
Estimasi dengan Software Khusus
Banyak perangkat lunak (software) saat ini tersedia
untuk membantu kita dalam mengestimasi laju emisi
dari berbagai jenis sumber. Beberapa di antaranya
adalah 1) WATER9 untuk estimasi jumlah polutan
dari sistem jaringan, tangki penyimpanan, dan ins-
talasi pengolahan air limbah, 2) Landfi llGEM (the
Landfi ll Gas Emissions Model), untuk estimasi jumlah
metana, karbondioksida, dan senyawa organik lain-
nya yang diemisikan suatu TPA (landfi ll) sampah, 3)
TANKS untuk estimasi jumlah volatile organic com-
pound (VOC) dan polutan udara bahan beracun dan
berbahaya (B3) dari tangki penyimpanannya. Web-
site USEPA memberikan kesempatan bagi kita untuk
men-download beberapa software secara gratis.
Perlu diingat bahwa tiap rencana kegiatan umumnya
memiliki laju emisi yang berfl uktuasi. Untuk kepentingan
prakiraan dampak kajian ANDAL, ada baiknya kita meng-
gunakan jumlah polutan yang maksimal (QMAX). Khusus-
nya jika kita ingin melakukan prakiraan dampak untuk
skenario kejadian terburuk (lihat bahasan mengenai Ske-
nario Prakiraan di Bagian 3). Penggunaan jumlah polu-
tan dalam kondisi minimal dapat memberikan kita hasil
prakiraan yang mungkin menyesatkan.
Juga perlu diingat bahwa prakiraan dampak akan dilaku-
kan guna mendapatkan nilai konsentrasi di waktu rata-
rata (averaging times) tertentu. Untuk itu, nilai jumlah po-
lutan yang digunakan juga harus merupakan nilai untuk
waktu rata-rata yang sama.
POLA PEMUNCULAN EMISI
Pola pemunculan emisi akan sangat berpengaruh ter-
hadap pola penyebaran polutan dan dampak yang di-
timbulkannya. Pola pemunculan emisi ditunjukkan oleh
waktu, durasi, dan kontinuitas pemunculan emisi. Untuk
sumber cerobong, informasi tentang kecepatan, debit,
dan temperatur emisi juga dapat dianggap sebagai
bagian dari pola pemunculan emisi.
Waktu pemunculan emisi sangat mempengaruhi pola
penyebaran polutan. Polutan yang diemisikan di malam
hari umumnya akan tersebar lebih jauh dibandingkan
polutan yang diemisikan di siang hari. Munculnya emisi
hampir selalu mengikuti waktu keberadaan sumber
emisi. Emisi akan muncul umumnya tidak lama setelah
Emisi kendaraan motor hanya akan keluar di saat mesin motor hidup. Saat mesin motor mati, tidak lama kemudian biasanya emisi knalpot juga terhenti. Polutan penting dalam emisi mo-tor, sebagaimana emisi kendaraan bermotor yang mengguna-kan bahan bakar bensin lainnya, terdiri dari CO, HC, dan NOx.
Foto
: Tau
fi k Is
mai
l
24 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
dimulainya suatu kegiatan sumber emisi. Saat kegiatan
itu dihentikan, tidak lama kemudian biasanya emisi juga
terhenti.
Informasi mengenai waktu pemunculan emisi juga sa-
ngat dibutuhkan dalam memastikan apakah sumber-
sumber emisi yang ada di suatu rencana kegiatan dapat
dianggap sebagai sumber majemuk (multiple sources).
Durasi pemunculan emisi akan mempengaruhi jumlah
polutan yang diemisikan. Semakin lama durasi emisi,
semakin banyak juga polutan yang diemisikan. Durasi
pemunculan emisi juga hampir selalu mengikuti durasi
keberadaan sumber emisi. Informasi ini juga dibutuhkan
sebagai salah satu bahan pertimbangan saat kita melaku-
kan penilaian sifat penting dari suatu dugaan dampak.
Kontinuitas pemunculan emisi akan mempengaruhi
pola penyebaran dari polutan yang diemisikan. Sebagai
contoh, emisi CO dari sumber lalu-lintas jalan raya akan
memiliki pola penyebaran yang berbeda dengan emisi
CO dari sumber pabrik yang beroperasi secara kontinu.
Kontinuitas pemunculan emisi tentunya juga mempe-
ngaruhi potensi dampak yang dapat ditimbulkannya.
Emisi polutan yang tidak kontinyu seringkali dianggap
memiliki potensi dampak yang lebih kecil dibandingkan
emisi polutan yang kontinu.
Kecepatan lepasan emisi (stack exit velocity) menun-
jukkan cepat atau lambatnya emisi polutan keluar dari
sumbernya. Informasi kecepatan lepasan emisi lebih ba-
nyak dibutuhkan dalam prakiraan dampak dari sumber
cerobong. Khususnya untuk menghitung tinggi kepulan
(plume rise) emisi yang dikeluarkan dari suatu cerobong.
Debit emisi (volumetric emission fl owrate) menunjukkan
volume emisi yang dikeluarkan per satuan waktu. Untuk
suatu cerobong, debit emisi merupakan hasil perkalian
antara kecepatan lepasan emisi dengan luas penampang
cerobong.
Suhu lepasan emisi (exit temperature) menunjukkan
suhu dari aliran emisi saat meninggalkan sumbernya.
Tingginya suhu lepasan emisi, sama halnya dengan ke-
cepatan lepasan emisi, akan mempengaruhi tinggi kepu-
lan emisi dari suatu cerobong. Dalam penggunaannya,
suhu emisi lebih banyak dinyatakan dalam derajat Kel-
vin (0K).
Emisi dari suatu TPA akan terus ada walau operasinya sudah dihentikan. Durasi pemunculan emisi gas metana dan karbondioksidabisa mencapai waktu 30 tahun setelah TPA itu berhenti beroperasi.
Ilustrasi: Zarchoney & Toppeaks
25
Mempelajari Karakteristik Emisi
Pertama-tama, perlu disadari bahwa tidak semua polu-
tan yang akan diemisikan dapat menimbulkan dampak
penting. Jika lajunya kecil atau durasi pemunculannya
singkat, suatu emisi polutan kemungkinan besar tidak
akan terlalu mempengaruhi kualitas udara ambien sam-
pai ke tingkatan yang signifi kan. Atau, kecil kemungkin-
an emisi polutan tersebut akan menyebabkan kualitas
udara melampaui BMUA. Untuk alasan efi siensi, prakiraan
dampak dari polutan yang jumlahnya sedikit tidak selalu
perlu dilakukan. Lebih baik kita memusatkan perhatian
pada prakiraan dampak dari polutan-polutan yang jum-
lahnya besar saja. Kita dapat menyebut polutan yang
perlu diprakirakan dampaknya sebagai polutan penting.
Ada beberapa cara yang dapat dipertimbangkan sebagai
dasar penyeleksian polutan penting ini. Salah satunya
adalah dengan membandingkan nilai konsentrasi maksi-
mal (ΔCMAX) dari sebaran polutan dengan nilai Tambahan
Polutan Maksimal (TPM, lihat bahasan terkait di Bagian
3) untuk tiap-tiap polutan yang diemisikan. Perangkat lu-
nak SCREEN3 (lihat bahasan mengenai Pilihan Software
Dispersi Polutan di Bagian 5). dapat digunakan untuk
mempermudah perolehan nilai ΔCMAX tersebut. Cara lain-
nya adalah dengan menggunakan Kriteria Batas Polu-
tan Penting (KBPP) sebagaimana akan dibahas berikut
ini. Dasar-dasar pertimbangan dalam penyeleksian po-
lutan penting perlu disampaikan kepada Komisi Penilai
AMDAL untuk disepakati.
KRITERIA BATAS POLUTAN PENTING
Seleksi polutan penting akan lebih mudah jika kita me-
miliki Kriteria Batas Polutan Penting (KBPP) yang menye-
butkan jumlah minimal emisi polutan-polutan yang perlu
diprakirakan dampaknya dalam ANDAL. Jika kita menge-
misikan suatu polutan dalam jumlah melebihi nilai KBPP,
maka kita harus melakukan prakiraan dampak untuk po-
lutan tersebut.
KLH atau intansi-instansi lingkungan di daerah belum
mengeluarkan kriteria batas polutan penting ini. Walau
demikian ada beberapa contoh kriteria batas polutan
penting yang dapat digunakan sebagai pembanding.
Salah satunya adalah Criteria of Signifi cant Pollutant Emis-
sion Increases Requiring Impact Assessment yang dikeluar-
kan oleh New Jersey Department of Environmental Protec-
tion (lihat tabel di halaman berikut).
Kriteria Batas Polutan Penting sebaiknya didiskusikan
dengan pemerintah-pemerintah kota dan kabupaten di
Indonesia. Besarnya nilai kriteria untuk tiap daerah seha-
rusnya berbeda-beda tergantung status mutu udara am-
bien dari tiap daerah.
MENSELEKSI POLUTAN PENTING
Tidak semua polutan yang akan diemisikan perlu diprakirakan dampaknya, khususnya, polutan yang laju emisinya sangat sedikit. Dalam panduan prosedur prakiraan dampak kualitas udara di be-berapa negara lain, tahap ini disebut sebagai screening. Dalam tatalaksana pengerjaan AMDAL, tahapan seleksi polutan penting ini dapat diberlakukan sebagai bagian dari penentuan dampak penting hipotetik dalam proses pelingkupan.
26 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
FAKTOR KEKHAWATIRAN MASYARAKATAda beberapa faktor lain yang perlu kita pertimbang-
kan sebelum kita benar-benar mengabaikan prakiraan
dampak dari polutan-polutan yang jumlahnya sedikit.
Salah satunya adalah faktor persepsi atau kekhawatiran
masyarakat sekitar. Sesuai aturan mengenai Keterlibatan
Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses
AMDAL (Kepka Bapedal No. 08 Tahun 2000), tatalaksana
AMDAL memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
menyampaikan masukan kepada pemrakarsa. Mungkin
saja salah satu masukannya menyangkut kekhawatiran
terhadap keberadaan dan sebaran dari suatu jenis polu-
tan. Walaupun jumlahnya sedikit, ada baiknya kita me-
nanggapi kekhawatiran itu dan kemudian melakukan
prakiraan dampak dari polutan itu. Hasilnya mungkin saja
dapat digunakan untuk meyakinkan masyarakat sekitar
bahwa dampak yang mereka khawatirkan tidak akan per-
nah ada.
Keterangan:a. Bila tinggi cerobong/keluaran kurang dari 20 meter.b. Bila tinggi cerobong/keluaran lebih besar atau sama dengan
20 meter.
Kekhawatiran masyarakat terhadap emisi dioksin dari suatu insinerator selalu saja ada. Walau jumlahnya kecil, kita tetap perlu melakukan prakiraan penyebaran polutan itu. Hasilnya diharapkan dapat lebih meyakinkan masyarakat tentang besar-kecilnya dampak emisi dioksin di tempat mereka bermukim.
Foto: Koleksi Qipra
27
Mempelajari Karakteristik Emisi
Foto: Winarko Hadi
MELENGKAPI LINGKUP
PRAKIRAAN DAMPAK3MEMBATASI WILAYAH STUDI ................................................................ 30
Tinjauan Kondisi Geografi s ............................................................... 30
Acuan Nilai Tambahan Polutan Maksimal ................................... 30
IDENTIFIKASI OBJEK PENERIMA DAMPAK ........................................32
Sumber Informasi .................................................................................32
Lokasi Objek Penerima Dampak .....................................................33
Informasi Pelengkap ............................................................................36
MENGARAHKAN PRAKIRAAN DAMPAK ............................................ 37
Waktu Kajian ...........................................................................................37
Skenario Prakiraan Dampak ..............................................................37
Kriteria Penilaian Sifat Penting .........................................................38
Dari tahap sebelumnya, kita sudah mendapatkan informasi mengenai
karakteristik emisi yang ada dalam suatu rencana kegiatan. Di tahap ini,
proses pelingkupan prakiraan dampak kualitas udara akan dilengkapi.
Langkahnya, pertama, wilayah studi perlu ditentukan. Kedua, objek-ob-
jek penerima dampak di dalamnya diidentifi kasi. Dengan ditentukannya
waktu kajian, skenario prakiraan, dan juga kriteria penilaian sifat penting
dampak, proses pelingkupan dapat dianggap selesai.
29
Prakiraan dampak kualitas udara dilakukan untuk meng-
konfi rmasi berbagai dampak penting hipotetik yang
mungkin terjadi di dalam wilayah studi. Khusus untuk
permasalahan dampak kualitas udara, batas wilayah stu-
di merupakan batas terjauh dari suatu area yang kualitas
udara ambiennya masih mungkin terpengaruh secara
signifi kan oleh sebaran polutan.
Perlu diingat bahwa di tahap pelingkupan, wilayah studi
didefi nisikan dengan menggunakan data yang terbatas.
Perhitungannya dilakukan dengan sangat konservatif
guna memaksimalkan luas wilayah studi. Dengan demiki-
an, wilayah studi tidak dapat langsung diartikan sebagai
wilayah sebaran dampak. Baru dalam kajian ANDAL, di-
mana data aktual sudah tersedia, kita dapat mendefi nisi-
kan wilayah sebaran dampak yang lebih akurat.
Batas wilayah studi prakiraan dampak kualitas udara da-
pat ditentukan dengan beberapa cara. Dua di antaranya
adalah dengan 1) meninjau kondisi geografi s dari wilayah
di sekitar sumber emisi dan 2) menggunakan acuan nilai
Tambahan Polutan Maksimal (TPM). Berikut ini adalah
uraian dari kedua cara tersebut.
TINJAUAN KONDISI GEOGRAFIS
Keberadaan perbukitan, pegunungan, hutan, dan laut
dapat mempengaruhi arah dan laju sebaran polutan.
Dalam kondisi meteorologis tertentu keberadaan objek-
objek geografi s tersebut dapat memerangkap polutan
sehingga tidak tersebar lebih jauh lagi.
Pembatasan wilayah studi berdasarkan keberadaan
objek-objek geografi s ini layak digunakan jika memang
objek-objek geografi s pembatas berada tidak jauh dari
sumber emisi. Misalnya, dalam jarak kurang dari 10 km.
ACUAN NILAI TAMBAHAN POLUTAN MAKSIMAL
Adanya tambahan polutan (pollutant increase) di suatu
lokasi dapat menyebabkan konsentrasi ambien polu-
tan itu melebihi nilai baku mutu udara ambien (BMUA).
Jumlah tambahan maksimal bagi suatu polutan agar nilai
BMUA tidak terlampaui disebut nilai Tambahan Polutan
Maksimal (TPM atau maximum pollutant increase). Ba-
tas wilayah studi yang ditentukan berdasarkan nilai TPM
merupakan suatu lingkaran yang 1) titik pusatnya adalah
sumber emisi dan 2) radiusnya merupakan jarak sebaran
polutan terjauh yang konsentrasinya menyamai nilai TPM.
Besar-kecilnya nilai TPM di suatu wilayah seharusnya di-
tentukan oleh pemerintah daerah setelah mempertim-
bangkan kualitas udara ambien di wilayah itu. Jika kon-
MEMBATASI WILAYAH STUDI
Nilai Tambahan Polutan Maksimal (TPM) untuk suatu polutan di suatu wilayah ditentukan dengan mem-pertimbangkan selisih antara konsentrasi ambien po-lutan saat ini (CO) di wilayah tersebut dengan nilai ba-tas konsentrasi maksimalnya, misalnya sebagaimana diatur di Baku Mutu Udara Ambien (CBMUA).
30 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
sentrasi ambien polutan di suatu wilayah sudah tinggi
(mendekati nilai BMUA) maka nilai TPM untuk polutan itu
seharusnya rendah. Sebaliknya, jika konsentrasi ambien
polutan di suatu wilayah masih rendah (jauh di bawah
nilai BMUA) maka nilai TPM-nya dapat saja lebih besar.
Oleh karena pemerintah daerah umumnya belum memi-
liki nilai TPM untuk daerahnya, maka Pemrakarsa bisa
saja mengusulkan besaran nilai TPM tersebut. Tentunya
setelah mempertimbangkan data dari konsentrasi am-
bien polutan penting di sekitar tapak rencana kegiatan-
nya. Usulan nilai TPM perlu disetujui terlebih dahulu oleh
Komisi Penilai AMDAL sebelum digunakan dalam penen-
tuan batas wilayah studi.
Jika data konsentrasi ambien polutan belum ada maka
Pemrakarsa dapat saja mengusulkan nilai TPM yang be-
sarnya proporsional terhadap nilai BMUA untuk suatu po-
lutan. Sebagai contoh, nilai TPM sama dengan 20% dari
nilai BMUA. Jadi, jika nilai BMUA CO (1 jam) 6000 μg/Nm3
maka nilai TPM CO adalah 1200 μg/Nm3 (1 jam). Di negara
lain, khususnya untuk daerah yang kualitas udaranya sa-
ngat dilindungi, nilai TPM dapat mencapai seperduapu-
luh (5%) dari nilai BMUA.
Simulasi untuk menentukan jarak, setelah nilai TPM di-
sepakati, dapat dilakukan secara manual maupun de-
ngan berbagi permodelan seperti model dispersi Gauss
dan model kotak (box model) tergantung pada jenis
sumber emisi (titik, garis atau area), ketersediaan data
meteorologi dan sumber emisi. Program ini dapat digu-
nakan apabila data yang digunakan sebagai input (teru-
tama data karakteristik emisi dan sumber serta data me-
teorologi) tersedia dengan lengkap. Program komputer
SCREEN3 banyak digunakan untuk kepentingan ini (lihat
bahasan terkait di Bagian 5). Sebagaimana nanti akan
dibahas lebih lanjut, program SCREEN3 merupakan salah
satu program yang sangat praktis. Dengan mengasumsi-
kan kondisi udara sangat stabil (kelas stabilitas atmosfer
F), kita dapat memperoleh jarak terjauh yang cenderung
konservatif sehingga aman untuk digunakan sebagai ja-
rak batas TPM .
Titik TPM terjauh didapat setelah kita melakukan simu-lasi sebaran dari polutan penting yang memiliki laju emisi terbesar. Simulasi dilakukan berdasarkan asumsi kondisi terburuk (worst case). Artinya, simulasi dilaku-kan untuk kondisi atmosfer stabil (kelas stabilitas F) dengan menggunakan kecepatan angin tertinggi yang dijumpai. Wilayah studi kemudian dibuat dengan mem-buat lingkaran dimana lokasi sumber emisi merupakan titik pusatnya dan jarak titik TPM terjauh merupakan radiusnya.
31
Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak
Setelah batasan wilayah studi diperoleh, kita dapat me-
mulai identifi kasi objek-objek di dalam wilayah tersebut
yang kemungkinan dapat menerima dampak lanjut-
an dari berubahnya kualitas udara. Objek penerima
dampak tersebut dapat merupakan objek biotik mau-
pun objek abiotik. Dalam literatur asing, objek penerima
dampak perubahan kualitas udara sering disebut sebagai
Air Sensitive Receptor (ASR).
Guna mengarahkan proses identifi kasinya, kita perlu
mengetahui berbagai jenis dampak lanjutan yang dapat
ditimbulkan oleh polutan-polutan udara. Banyak refe-
rensi tersedia mengenai dampak lanjutan yang mungkin
ditimbulkan oleh tiap jenis polutan.
Penyebutan objek-objek penerima dampak dengan rinci,
terutama untuk prakiraan dampak Tingkat 3,
akan sangat membantu. Contoh, pe-
nyebutan nama bangunan atau jenis
tanaman yang berpotensi terke-
na dampak. Dengan adanya
rincian informasi tersebut,
data rona lingkungan
awal yang kita bu-
tuhkan nantinya hanya data yang terkait dengan rincian
objek itu saja.
Satu sumber emisi sangat mungkin akan berpengaruh
terhadap beberapa objek penerima dampak sekaligus.
Tidak hanya mempengaruhi objek sejenis tetapi juga ob-
jek yang berbeda. Misalnya, emisi pabrik semen kemung-
kinan besar dapat mempengaruhi manusia, tanaman,
dan bangunan yang berada di sekitarnya.
Prakiraan dampak kualitas udara juga seringkali dilaku-
kan untuk waktu prakiraan yang jauh ke depan. Misalnya,
untuk waktu 5 tahun dari sekarang di saat suatu pabrik
kertas baru mulai dapat dioperasikan. Objek-objek yang
ada 5 tahun mendatang mungkin sekali berbeda dengan
objek-objek yang ada saat ini. Mungkin saja nantinya
akan ada kawasan permukiman baru atau rumah sakit
baru di dekat rencana kegiatan kita.
SUMBER INFORMASI
Objek-objek penerima dampak dapat teridentifi kasi
dengan mengamati peta-peta wilayah yang mencakup
wilayah studi kita. Salah satunya adalah peta tataguna
lahan yang menunjukkan keberadaan kawasan pemuki-
IDENTIFIKASI OBJEK PENERIMA DAMPAK
Candi dan bangunan kuno lainnya merupakan salah satu jenis objek penerima dampak yang perlu dicermati. Contoh objek-objek pene-rima dampak lainnya kawasan pemukiman, lahan budidaya (per-tanian, perkebunan, peternakan), industri, hotel atau tempat pengi-napan lainnya, obyek wisata, sarana pendidikan, perpustakaan, perkantoran, pertokoan, sarana olahraga, sarana budaya, rumah sakit, bandar udara, sarana ibadah, tumbuhan dan hewan langka.
Foto: Winarko Hadi
32 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
man, perkebunan, persawahan, kawasan industri, ban-
dara, pelabuhan laut, tempat wisata, dan lain-lainnya.
Biasanya peta berskala 1:10.000 sudah cukup dapat di-
andalkan.
Sumber informasi lain yang cukup baik adalah laporan
status kondisi wilayah yang dibuat oleh kantor kelurahan
atau kecamatan setempat. Laporan-laporan demikian bi-
asanya bersifat tahunan. Informasi yang ada di dalamnya
cukup lengkap. Selain data demografi , informasi geogra-
fi s dan lingkungan biasanya juga tersedia.
Ada baiknya, dalam proses konsultasi masyarakat di ta-
hap pelingkupan ini, kita juga menanyakan ke masyarakat
sekitar tentang keberadaan suatu jenis objek yang dikha-
watirkan dapat terpengaruh oleh sebaran emisi nantinya.
Masyarakat setempat merupakan sumber informasi yang
dapat diandalkan. Mereka biasanya memiliki pengeta-
huan lebih akurat tentang keberadaan objek-objek di
sekitar tempat tinggalnya.
Keberadaan rencana objek-objek baru di masa datang
dapat diperoleh dari instansi perencanaan pembangun-
an atau penanaman modal di suatu daerah. Dokumen
rencana perkembangan wilayah dan peta rencana umum
tataruang juga dapat membantu.
LOKASI OBJEK PENERIMA DAMPAK
Objek-objek penerima dampak yang teridentifi kasi perlu
dilengkapi dengan informasi mengenai lokasi dan ele-
vasinya. Sama halnya dengan lokasi sumber emisi, lokasi
objek penerima dampak dapat dinyatakan dalam sistem
koordinat Cartesian. Kesamaan sistem koordinat antara
lokasi sumber emisi dan objek penerima dampak akan
mempermudah kita saat ingin menghitung jarak antara
objek tersebut dengan sumber emisinya. Lokasi objek
juga dapat dinyatakan dalam sistem grid jika objek
tersebut merupakan objek wilayah seperti lahan perta-
nian, danau, atau kawasan permukiman.
Penting juga disebutkan sudut arah dari lokasi objek
penerima dampak relatif terhadap sumber emisi (lihat
ilustrasi di halaman berikut). Arah dari objek penerima
dampak ini dibutuhkan saat kita ingin memilih data angin
yang akan digunakan dalam perhitungan konsentrasi
sebaran polutan rata-rata di lokasi objek tersebut. Con-
toh, jika suatu perkampungan terletak di sebelah timur
sumber emisi maka kita harus menggunakan data arah
angin barat untuk menghitung konsentrasi rata-rata dari
sebaran polutan di perkampungan tersebut.
Proses konsultasi masyarakat di tahap pelingkupan, sebagaimana diatur dalam aturan Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL, dapat kita manfaatkan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat setempat tentang keberadaan objek-objek di wilayah mereka.
Foto: Koleksi Qipra
33
Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak
Koordinat Relatif
Dalam perhitungan konsentrasi sebaran polutan, ter-
utama untuk sumber tunggal, kita seringkali perlu meng-
gunakan sistem koordinat relatif. Dalam sistem koordi-
nat relatif, garis sumbu absis-nya (sumbu x) harus selalu
paralel dengan garis arah mata angin. Cara mengkonversi
nilai koordinat lokal ke nilai koordinat relatif dapat dilihat
pada ilustrasi berikut.
Koordinat Polar
Selain pola koordinat Cartesian, kita juga dapat meng-
gunakan sistem koordinat polar. Sistem koordinat ini
Lokasi objek penerima dampak se-baiknya dinyatakan dalam sistem koordinat yang sama dengan sumber emisi. Jarak objek antara keduanya kemudian dapat dihitung dengan menggunakan rumus matematis sederhana. Ilustrasi di atas juga menunjukkan arah mata angin dari lokasi objek penerima dampak relatif terhadap lokasi sumber emisi.
Info Grafi s: Q
ipra
34 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
memiliki serangkaian garis konsentris yang berjarak
sama. Sumber emisi diletakkan di titik pusat lingkaran.
Beberapa perangkat lunak pemodelan dispersi polutan
mendukung penggunaan sistem koordinat polar ini.
Elevasi
Suatu objek penerima dampak dapat saja memiliki eleva-
si yang berbeda dengan sumber emisi. Perbedaan elevasi
antara keduanya sangat penting untuk diketahui. Walau
berjarak sama, objek-objek penerima dampak yang ber-
beda elevasi akan memiliki nilai hasil prakiraan sebaran
polutan yang berbeda. Semakin besar beda elevasinya,
semakin berbeda nilai hasil prakiraannya.
Terkadang untuk suatu objek penerima dampak kita perlu
memprakirakan konsentrasi sebaran polutan di beberapa
titik yang berbeda elevasi. Tiap titik penerima dampak
Suatu objek penerima dampak yang dinyatakan dalam sistem koordinat lokal dapat dikonversi ke sistem kordinat relatif sebagai berikut.- Pindahkan titik x = 0 dan y = 0 ke posisi sum-
ber emisi. Dengan demikian, sekarang sumber emisi memiliki kordinat x’ = 0 dan y’ = 0.
- Putar garis sumbu x’ searah jarum jam sampai garis itu paralel garis arah angin.
35
Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak
yang memiliki ketinggian dari muka tanah ini (fl agpole
receptors) harus diketahui elevasinya. Konsentrasi sebar-
an polutan kemudian akan dihitung untuk elevasi titik
penerima dampak tersebut. Dan, bukan elevasi dasar dari
objek penerima dampak.
INFORMASI PELENGKAP
Informasi lain mengenai objek penerima dampak yang
juga dibutuhkan adalah:
Besaran objek; Misalnya luas lahan untuk objek
wilayah, jumlah penduduk di suatu permukiman, atau
jumlah bangunan di suatu perkampungan. Informasi
besaran objek ini seringkali dibutuhkan sebagai salah
satu bahan pertimbangan saat kita melakukan penilai-
an sifat penting dampak.
Waktu keberadaan objek; Biasanya dinyatakan dalam
tahun di mana suatu objek ada. Hal ini sangat penting
khususnya jika objek kita merupakan objek masa da-
tang. Dengan kata lain, objek itu belum ada saat kajian
AMDAL dilakukan.
Informasi pelengkap lainnya adalah nama atau identitas
dari suatu objek penerima dampak. Misalnya, nama kom-
plek pemukiman, nama bangunan, nama objek wisata.
Pencantuman identitas ini dibutuhkan guna mencegah
kesalahpahaman dalam proses prakiraan dampak.
Sistem koordinat polar dapat juga digunakan sebagai pengganti sistem koordinat Cartesian. Walau demikian, sistem ini lebih baik di-gunakan jika sumber emisi hanya satu. Jika sumber emisinya lebih dari satu, kita akan memiliki beberapa lingkaran dengan titik pusat yang berbeda. Penggambarannya akan terlalu rumit.
Objek yang sedang dalam tahap konstruksi perlu diwaspadai ke-mungkinannya nanti menjadi salah satu obyek terkena dampak.
Foto: Taufi k
36 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
MENGARAHKAN PRAKIRAAN DAMPAKDengan teridentifi kasinya berbagai objek penerima
dampak, pendefi nisian dampak-dampak penting hipote-
tik sudah dapat dianggap lengkap. Walau demikian, pro-
ses prakiraan dampak belum dapat dilakukan sebelum
waktu kajian, skenario prakiraan, dan kriteria penilaian
sifat penting ditentukan. Berikut ini akan dibahas ketiga
hal tersebut.
WAKTU KAJIAN
Waktu kajian merupakan waktu yang dampak dan kon-
disi lingkungannya ingin diprakirakan. Waktu kajian se-
ring juga disebut sebagai tahun prakiraan (assessment
year) karena selama ini kebanyakan pihak menggunakan
tahun sebagai dasar satuan waktu dalam melakukan pra-
kiraan dampak. Hasil prakiraan dampak nantinya hanya
berlaku spesifi k untuk waktu-waktu kajian yang sudah
ditentukan saja.
Pada prinsipnya, waktu kajian ditentukan dengan mem-
pertimbangkan tahun-tahun dimana dampak yang me-
nonjol diduga akan terjadi. Dampak demikian dapat dia-
kibatkan antara lain oleh:
dimulainya kelangsungan komponen kegiatan yang
tergolong sebagai sumber emisi polutan penting (lihat
uraian Waktu Keberadaan Sumber Emisi di Bagian
2),
munculnya objek baru yang dapat terpengaruh oleh se-
baran polutan (lihat uraian Objek Penerima Dampak
di bagian ini),
diberlakukannya kebijakan baru yang dapat mem-
pengaruhi penilaian kita terhadap dampak penting
hipotetik, seperti adanya rencana pemberlakuan re-
visi BMUA, BME, maupun pembaharuan rencana tata
ruang.
SKENARIO PRAKIRAAN DAMPAK
Skenario prakiraan dampak antara lain terdiri dari 2 (dua)
jenis, yaitu:
Prakiraan dampak dari perubahan kualitas udara perlu dilakukan di tahun dimana akan ada suatu kegiatan lain yang diduga akan terpengaruh oleh emisi polutan. Sebagai contoh, keberadaan bangunan apartemen yang mungkin baru ada beberapa tahun setelah kegiatan kita berope-rasi.
Foto: Bayu Rizky
37
Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak
Skenario kondisi terburuk (worst-case scenario); mem-
berikan hasil prakiraan konsentrasi polutan maksimal
yang kemungkinan dapat terjadi di lokasi objek peneri-
ma dampak. Kalkulasi sebaran dampak untuk skenario
kondisi terburuk ini dilakukan dengan menggunakan
(1) laju emisi polutan maksimal (QMAX) dan (2) kom-
binasi pasangan nilai kecepatan angin rata-rata de-
ngan kelas stabilitas atmosfer. Perlu dipahami bah-
wa konsentrasi polutan maksimal di lokasi-lokasi yang
berbeda akan diperoleh pada kombinasi kecepatan
angin dan stabilitas yang berbeda-beda (lihat bahasan
mengenai Stabilitas Atmosfer di Bagian 4). Simulasi
dengan menggunakan skenario ini dibutuhkan dalam
pembuatan Tabel Output Prakiraan Dampak Kuali-
tas Udara (untuk Konsentrasi Maksimal) yang merupa-
kan salah satu output prakiraan dampak (lihat bahasan
terkait di Bagian 1).
Skenario kondisi rata-rata; memberikan hasil pra-
kiraan kualitas udara ambien yang menunjukkan nilai
konsentrasi rata-rata di lokasi-lokasi yang ditentukan.
Simulasi sebaran dampak dilakukan dengan menggu-
nakan (1) laju emisi polutan rata-rata (QAVE), (2) nilai
kecepatan angin rata-rata (untuk masing-masing
arah) dan kelas stabilitas atmosfernya. Simulasi dengan
menggunakan skenario ini dibutuhkan dalam pem-
buatan Peta Isopleth Sebaran Polutan yang merupa-
kan salah satu output prakiraan dampak (lihat bahasan
terkait di Bagian 1).
Pada prakiraan Tingkat 3, hasil prakiraan kualitas udara
untuk skenario kondisi umum dan skenario kondisi ter-
buruk perlu diikuti dengan kalkulasi untuk mengkonfi r-
masi berbagai dampak lanjutannya.
KRITERIA PENILAIAN SIFAT PENTING
Hasil prakiraan dampak nanti akan dinilai sifat penting-
nya terhadap kriteria penilaian tertentu (lihat bahasan
Penilaian Dampak di Bagian 1). Beberapa kriteria yang
patut dipertimbangkan adalah sebagai berikut.
Batas maksimal konsentrasi ambien polutan sesuai
BMUA nasional khususnya untuk prakiraan dampak
Dengan adanya informasi mengenai waktu kajian, kita sudah memiliki lingkup prakiraan dampak yang lengkap. Contohnya adalah sumber dampak: emisi partikulat dan SO2 dari pabrik kertas, komponen lingkungan terkena dampak: kualitas udara, khususnya menyangkut konsentrasi TSP dan SO2, di wilayah 1) candi Tunggadewo, 2) perumahan Bunga Swarga; waktu kajian: 1) tahun 2015 saat pabrik mulai beroperasi, dan 2) tahun 2020 saat kapasitas pabrik akan ditingkatkan.
Objek penerima dampak 2Perumahan Bunga Swarga
Objek penerima dampak 1Candi Tunggadewo
Sumber Emisi
Ilustrasi: Toppeaks
38 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Tingkat 2,
Batas maksimal peningkatan konsentrasi polutan,
atau nilai Tambahan Polutan Maksimal yang sebaiknya
ditetapkan dalam kebijakan pengendalian kualitas
udara di suatu daerah.
Batas konsentrasi pemaparan Indeks Standar Pence-
maran Udara atau ISPU (sebagaimana diatur dalam
Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor KEP-107/Kabapedal/11/1997).
Nilai batas konsentrasi ambien polutan sebagaimana
tercantum dalam 1) referensi ilmiah tentang dampak-
dampak lanjutan terhadap manusia, fl ora, fauna, ban-
gunan, iklim global dapat terjadi, 2) standar kualitas
udara ambien dari negara-negara lain; khususnya un-
tuk jenis-jenis polutan yang tidak tercantum dalam
BMUA Indonesia, dan 3) kajian-kajian ANDAL yang su-
dah dilakukan untuk daerah tersebut.
Luas wilayah yang kualitas udaranya akan berubah se-
cara signifi kan, jumlah manusia yang tinggal di wilayah
tersebut, atau tingkat kerusakan yang dapat terjadi
terhadap fl ora, fauna, dan bangunan, dan panjang-
pendeknya rentang waktu perubahan kualitas udara.
Perlu diingatkan kembali bahwa nilai-nilai konsentrasi
maksimal dalam BMUA selalu disertai dengan waktu ukur
rata-ratanya (lihat boks mengenai Baku Mutu Udara Am-
bien di Bagian 1). Oleh karena itu, jika BMUA digunakan
sebagai kriteria penilaian sifat penting dampak, kita ha-
rus memastikan bahwa nilai hasil prakiraan dampak di-
peroleh untuk waktu rata-rata yang sama. Misalnya, jika
nilai baku mutu NO2 (1 jam) digunakan sebagai kriteria
penilaian sifat penting dampak, seluruh prakiraan dam-
pak harus dilakukan untuk waktu rata-rata 1 jam.
Juga perlu diingatkan bahwa kriteria penilaian yang akan
digunakan harus disepakati terlebih dahulu oleh Komisi
Penilai AMDAL yang berwenang. Dan, ada baiknya kri-
teria penilaian sifat penting ini perlu disebutkan dalam
dokumen KA-ANDAL.
Luas dari suatu wilayah, atau jumlah rumah dan penduduk di dalamnya, merupakan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penen-tuan kriteria sifat penting.
Foto: BPLHD
Jawa Barat
39
Foto: Koleksi Qipra
MENCERMATI
WILAYAH STUDI4MENGUKUR KUALITAS UDARA AMBIEN ........................................... 42
Polutan Sasaran .................................................................................... 42
Pengambilan Sampel ......................................................................... 43
MENGENALI KARAKTERISTIK FISIK WILAYAH STUDI .................... 44
Kondisi Geografi s ................................................................................. 44
Tataguna Lahan .................................................................................... 45
MEMPELAJARI KONDISI METEOROLOGIS ........................................ 47
Arah dan Kecepatan Angin .............................................................. 47
Boks: Membaca Windrose .................................................... 48
Suhu dan Tekanan Udara .................................................................. 48
Stabilitas Atmosfer .............................................................................. 49
Tinggi Campuran ................................................................................. 51
Mengatasi Keterbatasan Data ......................................................... 51
Wilayah studi dan seluruh objek penerima dampak di dalamnya sudah kita
ketahui. Artinya, sekarang data wilayah studi sudah dapat dikumpulkan
dengan lebih efi sien. Selain untuk informasi rona lingkungan awal, data
wilayah studi nantinya dibutuhkan sebagai masukan dalam simulasi pe-
nyebaran polutan. Jenis data wilayah studi yang perlu dikumpulkan juga
ditentukan oleh jenis polutan, kedalaman prakiraan dampak, dan kriteria
sifat penting yang dipilih sebelumnya.
41
Kita perlu memiliki data kualitas udara ambien untuk
kepentingan prakiraan dampak kualitas udara. Jika data
tersebut belum tersedia maka kita perlu mengukurnya
sendiri. Dalam hubungannya dengan dampak penting
hipotetik data kualitas udara ambien tersebut akan dibu-
tuhkan untuk hal-hal berikut.
Dasar proyeksi kualitas udara untuk suatu tahun
prakiraan. Seperti disebutkan sebelumnya, kita juga
perlu memprakirakan kualitas udara nir-kegiatan un-
tuk suatu tahun prakiraan (lihat bahasan mengenai
Penilaian Dampak di Bagian 1). Jika diasumsikan pe-
ningkatan jumlah polutan di suatu wilayah adalah x %
per tahun, maka konsentrasi ambien polutan di suatu
tahun prakiraan (CO,Ti) dapat dihitung dengan persa-
maan berikut:
CO,Ti
= CO,To
x (1 + x/100)(To – Ti)
Dalam persamaan di atas, CO,To adalah konsentrasi am-
bien polutan di tahun awal (To). Perlu diperhatikan cara
ini memerlukan data historik pemantauan kualitas
udara lebih dari 5 tahun.
Penentuan batas maksimal konsen-
trasi sebaran polutan; Konsentrasi dasar
(background condition) polutan di suatu
tahun prakiraan, kita dapat menghitung
jumlah maksimal sebaran polutan yang
masih diterima oleh suatu wilayah agar
nilai BMUA-nya tidak terlampaui. Jumlah
maksimal ini dapat dijadikan nilai TPM
bagi suatu wilayah (lihat bahasan menge-
nai Acuan Nilai Tambahan Polutan Mak-
simal di Bagian 3).
Kalkulasi prakiraan konsentrasi ambien
polutan. Dibutuhkan khususnya untuk
prakiraan dampak tingkat 2. Nilai konsen-
trasi ambien polutan di suatu tahun pra-
kiraan nantinya akan dijumlahkan dengan konsentrasi
sebaran polutan dari sumber-sumber emisi yang mem-
pengaruhinya (lihat bahasan mengenai Menghitung
Konsentrasi Ambien Polutan di Bagian 5).
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dipahami se-
belum kita melakukan pengukuran kualitas udara am-
bien.
POLUTAN SASARAN
Pengukuran kualitas udara hanya perlu dilakukan untuk
jenis-jenis polutan penting saja. Itulah keuntungan dari
penyusunan dampak penting hipotetik yang rinci se-
hingga jenis-jenis polutan pentingnya sudah disebutkan
secara spesifi k sejak awal. Polutan-polutan lain, walaupun
termasuk sebagai polutan yang ditentukan BMUA, tidak
selalu perlu diukur jika memang tidak termasuk sebagai
polutan penting yang dihasilkan sumber emisinya. Pe-
nentuan jenis polutan yang akan diukur tentunya perlu
disepakati dulu oleh Komisi Penilai AMDAL.
Tiap jenis polutan membutuhkan metode analisis yang
berbeda. Metode yang layak digunakan sudah tercantum
MENGUKUR KUALITAS UDARA AMBIEN
42 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
di BMUA (lihat tabel berikut). Misalnya SO2 (Sulfur-Dioksi-
da) menggunakan metode analisis pararosanilin dengan
peralatan spektrofotometer. Hidrokarbon (HC) menggu-
nakan analisis dengan alat fl ame ionization detector de-
ngan peralatan gas chromatograph. Analisis tentu harus
dilakukan di laboratorium yang sudah terakreditasi.
PENGAMBILAN SAMPEL
Hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan
rencana pengambilan sampel (sampling) adalah lokasi,
waktu, metode, dan alat sampling.
Lokasi Sampling. Sampling perlu dilakukan di lokasi-
lokasi objek penerima dampak yang sudah disebutkan
dalam dampak penting hipotetik. Lokasi sampling harus
dapat mewakili (representatif ) luas dan kondisi objek
penerima dampak. Ketinggian lokasi sampling juga harus
disesuaikan dengan elevasi dari titik amatan kita di suatu
objek penerima dampak. Selain konsentrasi ambien di
permukaan tanah (groundlevel concentration), tidak ja-
rang kita juga membutuhkan data kualitas udara ambien
di elevasi lainnya. Misalnya, saat ingin menilai pengaruh
emisi terhadap kualitas udara dari bagian atas bangunan
tinggi.
Waktu Sampling. Untuk kepentingan AMDAL, sampling
perlu dilakukan guna mendapatkan nilai konsentrasi
ambien polutan yang maksimal. Misalnya, saat kondisi
lalu-lintas di suatu wilayah sedang ramai, atau di saat ke-
cepatan angin sedang rendah. Dengan demikian, dapat
diketahui pengaruh paling ekstrim dari suatu sumber
emisi terhadap objek penerima dampak. Waktu sampling
harus dicatat berikut kondisi iklim saat sampling dilaku-
kan. Perlu dipahami bahwa penentuan waktu rata-rata
(averaging times) akan mempengaruhi durasi pelaksa-
naan sampling. Seperti disebutkan sebelumnya, pemi-
lihan waktu rata-rata untuk tiap jenis polutan sebaiknya
mengikuti waktu yang tercantum dalam BMUA.
Perencanaan sampling harus dilakukan sebaik-baiknya agar kita dapat terhindar dari pengeluaran biaya yang tidak perlu.
Foto: Yuyun Mulyani
43
Mencermati Wilayah Studi
Kondisi permukaan lahan dari suatu wilayah studi dapat
mempengaruhi kondisi meteorologis di atasnya. Dan,
pada akhirnya kondisi meteorologis wilayah studi akan
mempengaruhi pola sebaran polutan. Beberapa karak-
teristik fi sik wilayah studi yang perlu dikenali antara lain
adalah kondisi geografi s, kontur lahan, tataguna lahan,
dan keberadaan bangunan tinggi. Informasi tentang
karakterstik fi sik wilayah studi ini nantinya akan dibu-
tuhkan sebagai masukan data (data-input) dalam peng-
gunaan perangkat lunak (software) pemodelan dispersi
penyebaran polutan (lihat Bagian 5). Berikut ini adalah
penjelasan mengenai beberapa aspek karakteristik fi sik
wilayah studi tersebut.
KONDISI GEOGRAFIS
Keberadaan laut atau badan air luas lainnya, dan tanah
dengan kontur berbeda akan menimbulkan variasi kon-
disi meteorologis di dalam wilayah studi.
Permukaan air yang luas, seperti laut dan danau, akan
menyebabkan suhu udara di atasnya berbeda dengan suhu
udara di permukaan tanah. Di siang hari, suhu udara di atas
permukaan air akan terlambat memanas dibandingkan
suhu udara di atas permukaan tanah. Tekanan udara
di atas daratan menjadi lebih rendah sehingga angin ber-
gerak dari laut ke darat di siang hari. Di malam hari, hal
sebaliknya akan terjadi. Tekanan udara di atas daratan
menjadi lebih tinggi sehingga angin akan bertiup ke arah
laut (lihat gambar di bawah) .
Tanah dengan kontur tinggi, seperti bukit, gunung,
dan sejenisnya, juga akan menyebabkan perubahan arah
angin di dalam wilayah studi. Di siang hari, pemanasan
lembah akan menyebabkan angin bertiup ke puncak gu-
nung. Sebaliknya di malam hari, suhu dingin di puncak
gunung akan menyebabkan angin bertiup ke dasar gu-
nung (lihat gambar di halaman berikutnya).
MENGENALI KARAKTERISTIK FISIK WILAYAH STUDI
Pengaruh Laut Terhadap Mata Angin
angin laut(siang hari)
angin darat(malam hari)
Ilustrasi: Toppeaks
44 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Perubahan arah angin ini tentu akan diikuti dengan per-
ubahan arah sebaran polutan. Di siang hari, keberadaan
laut dan lereng gunung akan menghambat pergerakan
polutan ke arahnya. Sebaliknya di malam hari, pergera-
kan polutan ke arah laut dan lereng gunung akan se-
makin cepat.
Tanah dengan kontur tinggi biasa disebut sebagai wilayah
dengan elevated terrain. Jika konturnya melebihi titik
lepasan emisi, tanah tersebut dapat digolongkan sebagai
wilayah dengan complex terrain. Sebaliknya, wilayah
yang kontur tanahnya rata dapat disebut sebagai wilayah
dengan fl at terrain.
TATAGUNA LAHAN
Wilayah studi digolongkan sebagai wilayah perkotaan
(urban) dan wilayah pedesaan (rural). Wilayah urban
diasumsikan selalu memiliki lebih banyak bangunan. Aki-
batnya, laju angin akan terhambat dan arahnya juga akan
terpengaruh. Hal demikian tentu juga diikuti dengan
penurunan laju perjalanan polutan. Beberapa kriteria
penentu apakah wilayah studi kita termasuk daerah rural
atau urban antara lain adalah:
Tutupan vegetasi: wilayah dianggap rural jika tutupan
vegetasinya lebih besar dari 35 %. Untuk kepentingan
pemodelan, wilayah seperti perumahan dengan lahan
luas, lapangan golf, taman kota yang luas, daerah per-
tanian, lahan terbuka, dan permukaan air seringkali
dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan ru-
ral.
Jumlah penduduk: wilayah dianggap rural jika popu-
Pengaruh Lahan Berkontur Tinggi Terhadap Mata Angin
angin lembah(siang hari)
angin Gunung(malam hari)
Ilust
rasi
: Top
peak
s
45
Mencermati Wilayah Studi
lasi penduduknya lebih kecil dari 750 orang per kilo-
meter persegi. Dan, dianggap urban jika populasinya
lebih besar dari 750 orang per kilometer persegi.
Untuk suatu wilayah studi yang setengah lebih wilayah-
nya tergolong sebagai wilayah urban, maka keseluruhan
wilayah studi tersebut dapat dianggap sebagai wilayah
urban. Begitu juga sebaliknya untuk wilayah rural.
Keberadaan gedung tinggi dapat mempengaruhi arah
dan kecepatan angin. Angin pasti akan mengitari ba-
ngunan yang berdiri di jalur perlintasannya, baik secara
horizontal maupun vertikal. Setelah melewati gedung
tinggi, angin akan tertarik kembali ke jalur semulanya.
Hal ini akan menimbulkan efek tarikan-gedung (build-
ing downwash) yang dapat meningkatkan konsentrasi se-
baran polutan di bagian hilir bawah gedung. Sementara
itu, gedung-gedung tinggi yang saling berdekatan dapat
menimbulkan efek lorong-angin (windtunelling) yang
akan meningkatkan kecepatan angin.
Wilayah urban (foto kiri) memiliki jumlah bangunan yang lebih rapat, sedangkan wilayah rural (foto kanan) memiliki kerapatan vegetasi yang lebih tinggi
Efek tarikan-gedung (building downwash) akan tim-bul jika aliran polutan bertemu dengan gedung tinggi.
Foto: Sulaiman
ilustrasi: Toppeaks
46 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
MEMPELAJARI KONDISI METEOROLOGIS Pada prinsipnya, data meteorologis yang paling baik un-
tuk digunakan adalah data yang 1) diambil dari stasium
terdekat dengan lokasi rencana kegiatan atau objek pe-
nerima dampak, 2) memiliki rentang waktu rekam (time-
series) yang panjang, dan 3) waktu rata-rata (averaging
times) yang pendek. Untuk penggunaan pemodelan rinci
(refi ned modeling), data meteorologis yang digunakan
adalah data dengan waktu rata-rata 1 jam untuk waktu
rekam selama 5 tahun (jika diambil dari stasiun terdekat).
Pemodelan rinci juga membutuhkan data atmosfer yang
bersifat spasial, khususnya untuk wilayah studi yang
luas. Sayangnya, data meteorologis seperti itu hampir
mustahil untuk didapat di Indonesia. Keterbatasan data
meteorologis memang akhirnya menyulitkan kita untuk
melakukan prakiraan sebaran polutan yang rinci.
Berikut ini akan dibahas beberapa jenis data meteorolo-
gis yang dibutuhkan dalam prakiraan sebaran polutan.
ARAH DAN KECEPATAN ANGIN
Angin merupakan penentu arah dan jauhnya polutan
akan tersebar. Tiupan angin barat akan mengakibatkan
polutan bergerak ke arah timur. Tiupan angin kencang
akan membuat polutan mampu menjangkau objek
penerima dampak yang lebih jauh. Walau demikian, se-
bagaimana ditunjukkan dalam formula dispersi Gaussian
(lihat boks terkait di Bagian 5), semakin kencang angin
bertiup maka semakin rendah konsentrasi sebaran polu-
tan (ΔC) di suatu titik.
Angin bertiup dari berbagai arah. Jarang ada daerah yang
tidak pernah menerima angin dari suatu arah tertentu.
Dengan demikian, tidak ada satupun lokasi di sekitar sum-
ber emisi yang sebenarnya terbebas dari sebaran polu-
tan. Sebagai contoh, walaupun data menunjukkan angin
dari utara sumber emisi merupakan angin dominan, kita
tidak dapat beranggapan bahwa wilayah di bagian utara
sumber emisi tersebut sebagai wilayah bebas dampak.
Ada saatnya nanti angin akan bertiup dari selatan. Hal ini
dengan mudah dapat terlihat dari gambar-gambar wind-
rose yang ada (lihat boks berikut).
Kecepatan angin biasanya diukur pada ketinggian standar, yaitu 10 meter (U10). Untuk kepenting-an pemodelan, kita butuh kecepatan angin pada ketinggian lepasan emisi (Zem). Misalnya, pemodelan sumber cerobong membutuhkan kecepatan angin di ujung cerobong. Untuk mendapatkan nilai kecepatan angin pada ketinggian lepasan emisi (Uem), kita dapat menggunakan rumus di ilustrasi ini. Konstanta p da-lam rumus tersebut mencerminkan tingkat kekasaran permukaan lahan sesuai kondisi tataguna lahan (lihat tabel di halaman selanjutnya).
Info Grafi s: Koleksi Qipra
47
Mencermati Wilayah Studi
Data lengkap mengenai arah dan kecepatan angin dibu-
tuhkan untuk membuat Peta Isopleth Wilayah Sebaran.
Semua arah angin harus diperhitungkan dalam pem-
buatan peta tersebut, demikian juga dengan kecepatan
rata-rata di tiap arah angin. Sementara itu, Peta Isopleth
Semburan hanya membutuhkan data arah dan kecepat-
an angin dominan saja (lihat bahasan terkait di Bagian
5).
SUHU DAN TEKANAN UDARA
Perbedaan suhu di udara ambien akan menimbulkan per-
Membaca WindroseBoks
Windrose merupakan diagram yang mengilustrasikan fl uktuasi arah dan kecepatan angin di suatu daerah. Masing-masing
cabang pada windrose melambangkan arah datangnya angin. Angin dari arah utara (angin utara) digambarkan sebagai
batang utara di bagian atas diagram. Suatu windrose dapat memiliki 8 cabang, 16 cabang, maupun 32 cabang arah angin.
Kebanyakan windrose di Indonesia dibuat untuk 16 cabang arah angin dimana tiap cabang arah angin memiliki perbe-
daan sudut 22,50. Kecepatan angin dalam suatu windrose dapat dinyatakan dalam m/detik, km/jam, atau knot.
Panjang tiap cabang menunjukkan persentase dari frekuensi angin yang bertiup ke suatu arah. Cabang terpanjang dianggap sebagai angin dominan di wilayah tersebut. Tiap cabang dibagi menjadi beberapa segmen dengan ketebalan atau warna berbeda. Panjang masing-masing segmen menunjukkan frekuensi pemunculan suatu rentang kecepatan angin di arah tersebut.
Suatu diagram windrose memiliki lingkaran tengah yang menggambarkan frekuensi pemunculan angin tenang (kecepatan angin < 1 m/detik). Semakin besar ukuran lingkaran tengahnya, semakin sering angin bertiup per-lahan di wilayah tersebut. Diagram windrose juga ada yang dilengkapi dengan diagram frekuensi kecepatan angin keseluruhan di wilayah tersebut.
Pola arah angin sering ditentukan oleh musim karena itu dianjurkan membagi data angin menjadi angin musim kemarau dan angin musim hujan. Bila tersedia data re-solusi jam, dapat juga dibuat windrose siang dan malam hari.
48 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
bedaan tekanan udara. Dan, perbedaan tekanan udara
akan mempengaruhi arah dan kecepatan angin di suatu
wilayah. Pada prinsipnya, angin bertiup dari wilayah
bertekanan tinggi ke wilayah bertekanan rendah.
Semakin tinggi udara berada maka semakin rendah juga
suhu ambiennya. Walau demikian, akibat adanya aliran
udara yang lebih panas, suhu udara dapat memanas
kembali pada ketinggian tertentu. Lapisan dimana suhu
udara mulai memanas kembali disebut lapisan inversi.
Lapisan inversi seringkali terbentuk pada malam hari di
saat udara lebih dipengaruhi oleh radiasi panas dari per-
mukaan bumi. Keberadaan lapisan inversi akan menen-
tukan tinggi ruang pencampuran di suatu wilayah (lihat
bahasan selanjutnya).
Dalam perhitungan konsentrasi sebaran polutan, data
mengenai suhu dan tekanan udara ambien umumnya
hanya dibutuhkan untuk menghitung tinggi kepulan
emisi cerobong (lihat bahasan mengenai Menghitung
Konsentrasi Sebaran Polutan di Bagian 5). Dalam per-
hitungannya, suhu udara biasanya disampaikan dalam
derajat Kelvin (OK). Sedangkan tekanan udara disampai-
kan dalam satuan Bar.
STABILITAS ATMOSFER
Stabilitas atmosfer menunjukkan tingkat turbulensi udara
di arah vertikal. Atmosfer yang stabil memiliki tingkat tur-
bulensi vertikal yang rendah. Artinya, polutan tidak akan
banyak terdispersi ke arah vertikal. Sebaliknya, atmos-
fer yang tidak stabil akan mendispersikan lebih banyak
polutan ke arah vertikal. Ilustrasi berikut menunjukkan
pengaruh kestabilan atmosfer terhadap penyebaran po-
lutan.
Stabilitas atmosfer sangat dipengaruhi oleh kecepatan
angin dan tingkat radiasi sinar matahari (incoming so-
lar radiation atau insolation). Kedua faktor itu menimbul-
kan variasi tekanan udara antara lapisan udara di dekat
permukaan tanah dengan lapisan udara yang lebih ting-
gi. Saat perbedaan tekanan udara di antara kedua lapisan
itu besar, sebagaimana sering terjadi di siang hari maka
atmosfer menjadi tidak stabil. Oleh karena tidak ada ra-
Kondisi udara yang stabil (kelas F) cenderung membuat polutan bergerak lebih jauh. Sebaliknya, kondisi udara yang sangat tidak stabil (kelas A) cenderung membuat polutan akan teraduk dan tercampur sejak keluar dari titik lepasannya.
Ilustrasi: Toppeaks
49
Mencermati Wilayah Studi
diasi matahari, variasi tekanan udara di malam hari
umumnya tidak terlalu besar. Hal ini menyebabkan at-
mosfer memiliki kondisi yang lebih stabil di malam hari.
Kecepatan angin dan tingkat radiasi sinar matahari di
suatu wilayah umumnya berfl uktuasi. Oleh karena itu,
suatu wilayah umumnya akan memiliki stabilitas atmos-
fer yang juga berfl uktuasi. Di suatu saat, wilayah tersebut
mungkin saja memiliki kondisi udara yang stabil, tapi di
lain waktu wilayah tersebut akan memiliki kondisi udara
yang tidak stabil. Dengan sendirinya konsentrasi sebaran
polutan di suatu titik juga akan berfl uktuasi mengikuti
fl uktuasi stabilitas atmosfer.
Untuk sederhananya, stabilitas atmosfer digolongkan ke
dalam 6 (enam) kelas, yaitu kelas A sampai kelas F. Ada
juga yang menyebutnya sebagai kelas 1 sampai kelas 6.
Kelas A ditujukan untuk kondisi udara yang paling tidak
stabil. Sebagaimana terlihat dalam tabel berikut, kelas
stabilitas atmosfer di siang hari lebih ditentukan oleh
kecepatan angin dan tingkat radiasi sinar matahari (in-
solation). Sedangkan kelas stabilitas atmosfer di malam
hari lebih ditentukan oleh kecepatan angin dan tutupan
awan (cloudiness).
Dalam formula dispersi Gaussian, kelas stabilitas atmosfer
nantinya akan digunakan dalam menghitung nilai stan-
dar dispersi (σy dan σz) dari kepulan emisi (plume). Untuk
jelasnya, lihat Boks: Memahami Persamaan Gaussian di
Bagian 5.
Konsentrasi sebaran polutan ( ΔC) di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh tingkat stabilitas atmosfernya. Walau demikian, nilai konsentrasi sebaran polutan maksimal (ΔCMAX) di suatu wilayah akan didapat pada kondisi stabilitas yang berbeda dengan nilai ΔCMAX di wilayah lain. Seperti terlihat di ilustrasi di atas, nilai ΔCMAX di titik A diperoleh saat kondisi atmosfer sedang tidak stabil. Sedangkan, nilai ΔCMAX di titik B diperoleh saat kondisi atmosfer sedang stabil.
50 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
TINGGI CAMPURAN
Tinggi campuran (mixing height) menunjukkan keting-
gian ruang pencampuran dari permukaan bumi dimana
dispersi polutan masih mungkin terjadi. Seperti disebut-
kan sebelumnya, ruang pencampuran terbentuk akibat
adanya lapisan inversi suhu di udara. Polutan akan lebih
terdispersi ke arah vertikal di suatu wilayah yang ruang
pencampurannya lebih tinggi.
Tinggi campuran suatu wilayah dipengaruhi antara lain
oleh suhu udara ambien, kecepatan angin, karakterstik
fi sik wilayah studi (khususnya tataguna lahan). Sama
dengan suhu udara, tinggi campuran di suatu wilayah
juga bervariasi dari waktu ke waktu. Tinggi campuran
bukan sesuatu yang mudah kita ukur sendiri. Nilai tinggi
campuran untuk suatu wilayah bisa diperoleh dari kantor
BMG terdekat.
MENGATASI KETERBATASAN DATA
Untuk prakiraan dampak kualitas udara yang rinci, kita
membutuhkan rekaman data meteorologis setidaknya 1
(satu) tahun. Sayangnya, data meteorologis yang lengkap
jarang sekali tersedia di Indonesia. Badan Meteorologi
dan Geofi sika (BMG) belum mampu menyediakan data
meteorologis untuk seluruh wilayah di Indonesia. Untuk
wilayah Indonesia, BMG baru memiliki 37 stasiun pe-
mantauan kualitas udara yang tersebar di 31 kota. Enam
stasiun berada di ibukota Jakarta dan semakin ke timur
semakin jarang ada stasiun pemantau BMG. Belum lagi
masalah rentang waktu rekaman data yang tersedia. Sa-
ngat sulit untuk mendapatkan data meteorologis dalam
rentang waktu yang panjang dari BMG.
Untuk mengatasi masalah itu, kita terpaksa perlu meng-
andalkan sumber-sumber alternatif lain, seperti:
bandara, yang umumnya memiliki data mengenai arah
dan kecepatan angin, suhu, dan tekanan udara,
hasil pemantauan udara dari kegiatan lain yang
berdekatan dengan wilayah studi, misalnya dari indus-
tri-industri besar yang biasanya melakukan peman-
tauan emisi dan kualitas udara ambien di sekitarnya,
rekaman stasiun meteorologis dari daerah lain yang
karakteristik geografi s dan topografi snya mirip.
Alternatif lainnya adalah dengan melakukan pengukur-
an sendiri. Stasiun cuaca kecil (portable weather station)
dapat saja didirikan di lokasi wilayah studi untuk melaku-
kan pemantauan cuaca dalam jangka waktu tertentu,
misalnya 3 (tiga) bulan.
Keberadaan lapisan inversi akan membatasi dispersi polutan ke arah vertikal. Keberadaan lapisan inversi menentukan tinggi dari ruang campuran di suatu wilayah.
Udara Dingin
Udara Dingin
Lapisan Inversi
Ilust
rasi
: Top
peak
s
51
Mencermati Wilayah Studi
Info Grafi s: Koleksi Qipra
SIMULASI
PENYEBARAN POLUTAN5MEMILIH TEKNIK SIMULASI ................................................................... 54
Boks: Memahami Persamaan Gaussian .......................... 54
Perhitungan Manual ........................................................................... 54
Boks: Perhitungan ΔCAVE secara Manual ......................... 56
Pilihan Software Dispersi Polutan ................................................... 57
MENGHITUNG KONSENTRASI SEBARAN POLUTAN ...................... 62
Perhitungan Konsentrasi Maksimal ............................................... 62
Perhitungan Konsentrasi Rata-Rata .............................................. 63
Boks: Perhitungan ΔCMAX dengan SCREEN3 .................. 64
MEMBUAT PETA ISOPLETH ................................................................... 65
Peta Isopleth Semburan ..................................................................... 65
Peta Isopleth Wilayah Sebaran ......................................................... 65
Boks: Pembuatan Isopleth Semburan .............................. 66
Boks: Pembuatan Isopleth Wilayah Sebaran ................. 68
MENGHITUNG KONSENTRASI AMBIEN POLUTAN ........................ 70
Boks: Kalkulasi Konsentrasi Ambien ................................ 71
Apapun tingkat kedalaman prakiraan dampak yang dipilih, kita tetap
memulainya dengan melakukan simulasi penyebaran polutan. Tentunya
sesuai dengan lingkup dan arah prakiraan yang ditentukan dalam proses
pelingkupan. Metoda simulasi kita pilih sesuai kebutuhannya. Tidak sela-
lu harus menggunakan perangkat lunak pemodelan yang canggih. Perhi-
tungan manual terkadang sudah mampu memberikan informasi yang kita
butuhkan. Setelah mendapatkan konsentrasi sebaran polutan, kita dapat
melanjutkannya ke prakiraan dampak tingkat-tingkat selanjutnya.
Konsentrasi Sebaran CO (8 jam), μg/m3
53
Prakiraan penyebaran polutan (Tingkat 1) dilakukan de-
ngan mensimulasi sebaran polutan sesuai dengan ling-
kup dampak penting hipotetik, waktu kajian, dan arah
prakiraan yang sudah ditentukan sebelumnya. Seperti di-
uraikan sebelumnya (lihat Boks: Kedalaman Prakiraan
Dampak di Bagian 1), hasil simulasi ini nantinya akan
menjadi dasar bagi kita dalam mengkalkulasi konsen-
trasi ambien polutan (prakiraan Tingkat 2) dan kemudian
mengevaluasi dampak lanjutannya (prakiraan Tingkat 3).
Ada beberapa teknik yang dapat dipakai untuk mensimu-
lasi sebaran polutan. Simulasi dapat dilakukan secara
manual maupun dengan menggunakan perangkat lunak
komputer yang khusus dibuat untuk pemodelan dispersi
polutan. Prinsip perhitungannya sama yaitu mengguna-
kan formula yang dikembangkan berdasarkan model
Gaussian (lihat boks di samping). Selain model itu, ada
juga simulasi yang dilakukan berdasarkan model kotak
(box model), untuk perhitungan sebaran polutan dengan
jenis sumber pencemar campuran seperti TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) dan daerah galian tambang.
PERHITUNGAN MANUAL
Walau formula dispersi Gaussian terkesan rumit, perhi-
tungan secara manual sebenarnya masih dimungkinkan.
Artinya, nilai ΔC masih bisa dihitung tanpa bantuan kom-
puter dan perangkat lunak (software) pemodelan dispersi
polutan. Boks di halaman selanjutnya menunjukkan lang-
kah kerja perhitungan manual saat kita ingin mendapat-
kan satu nilai konsentrasi polutan yang akan digunakan
untuk pembuatan Peta Isopleth Semburan.
Kelemahan utama dari perhitungan manual ini adalah
lamanya waktu untuk menyelesaikan satu hitungan. Per-
hitungan manual sangat sulit diandalkan saat kita perlu
melakukan perhitungan berulang sebagaimana dibutuh-
kan dalam penentuan batas wilayah studi dan pembuat-
an peta-peta isopleth (lihat bahasan mengenai Output
Prakiraan Dampak di Bagian 1). Untuk mempercepat
MEMILIH TEKNIK SIMULASI
Sampai saat ini, model Gaussian tetap dianggap paling te-
pat untuk melukiskan secara matematis pola 3 dimensi
dari perjalanan semburan (plume) emisi. Dari sumbernya,
emisi polutan akan bergerak sebagai plume mengikuti
arah angin, dan menyebar ke arah samping dan vertikal.
Konsentrasi polutan akan lebih tinggi di garis tengah
plume dan rendah di wilayah-wilayah tepi plume. Se-
makin ke tepi, konsentrasi semakin rendah. Jika diamati,
distribusi konsentrasi plume memiliki bentuk yang sama
dengan kurva distribusi normal atau kurva Gauss. For-
mula perhitungan ΔC yang mengikuti model Gaussian
ini dikembangkan pertama kali oleh Sir Graham Sutton di
tahun 1947. Ilustrasi berikut menunjukkan Formula Dis-
persi Gaussian.
Memahami Persamaan Gaussian
Boks
Pola penyebaran polutan di bidang datar melintang arah
angin (crosswind) dan vertikal akan mengikuti pola distri-
busi normal (Gauss).
54 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Pengaruh dispersi crosswind
Semakin jauh dari garis pusat semburan (plume axis), nilai
ΔC akan semakin mengecil.
Semakin menjauh dari sumbernya, bentuk plume ke arah
crosswind dan vertikal akan semakin melebar. Dengan
kata lain, standar deviasinya akan semakin besar. Be-
sarnya standar deviasi di arah crosswind dan vertikal sa-
ngat dipengaruhi oleh stabilitas atmosfer dan jarak objek
penerima dampak terhadap sumber emisi.
Info Grafi s: Koleksi Q
ipra
55
Simulasi Penyebaran Polutan
sumbu y’ (crosswind)
Perhitungan ΔCAVE secara Manual Boks
Suatu cerobong mengeluarkan SO2 sebanyak 500 g/detik. Sebuah objek penerima dampak di koordinat lokal 500, 1000
dikhawatirkan akan terpengaruh oleh emisi tersebut. Arah angin diketahui bertiup dari Barat-Daya ke objek tersebut. Ber-
dasarkan data lain yang sudah tersedia, kita dapat melakukan perhitungan manual sesuai langkah kerja di tabel berikut.
Berdasarkan perhitungan manual, di titik koordinat lokal (500, 1000) diperoleh konsentrasi sebaran
polutan rata-rata sebesar 0,06 μg/m3.
56 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
waktu perhitungan dan mengurangi volume pekerjaan,
banyak pihak sekarang sudah memanfaatkan program
spreadsheet, seperti Microsoft Excel. Kelemahan lain dari
perhitungan manual adalah sulitnya untuk memperhi-
tungkan pengaruh dari kondisi wilayah studi yang relatif
kompleks. Misalnya, wilayah studi yang permukaan la-
hannya berbukit, kasar, dan memiliki banyak bangunan.
PILIHAN SOFTWARE DISPERSI POLUTAN
Selain menggunakan teknik perhitungan manual, simu-
lasi penyebaran polutan dapat juga dilakukan dengan
menggunakan berbagai perangkat lunak (software) yang
tersedia di pasaran. Bahkan beberapa software pemo-
delan dispersi polutan dapat diunduh (download) dari
situs USEPA secara gratis.
Cara kerja software tersebut sebenarnya sama saja de-
ngan apa yang kita lakukan dalam perhitungan manual.
Bedanya hanya formula dispersi Gaussian dan nilai-nilai
parameter acuan sudah terprogram di dalam software
tersebut sehingga ratusan perhitungan berulang dapat
dilakukan dengan sangat cepat dan otomatis.
Walau terkesan canggih dan akurat, semua software dis-
persi polutan dikembangkan dengan beberapa asumsi
penyederhanaan fenomena alam. Oleh karena itu, perlu
selalu diwaspadai bahwa hasil simulasi akan berbeda
dengan kondisi nyatanya nanti. Asumsi-asumsi penye-
derhaaan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Polutan bersifat konservatif, sehingga tidak akan
mengalami reaksi kimia, transformasi, dan peluruhan
(decay).
Kelas stabilitas atmosfer, arah berikut kecepatan angin-
nya, dan parameter meteorologi lainnya selalu diang-
gap seragam dan konstan di seluruh wilayah sebaran
dampak.
Seluruh polutan yang jatuh ke permukaan tanah akan
terpantul balik ke lapisan udara. Tidak ada perhitungan
akibat pengaruh dari deposisi polutan.
Kelemahan akibat penyederhanaan di atas juga ada
dalam perhitungan dispersi Gaussian yang dilakukan se-
cara manual.
Berdasarkan kepentingan penggunaannya, software dis-
persi polutan dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Model penyaring (screening models); yang tepat di-
gunakan untuk mendapatkan nilai-nilai konsentrasi
sebaran polutan maksimal (ΔCMAX) sebagaimana dibu-
tuhkan untuk pengembangan Tabel Output Prakiraan
Dampak Kualitas Udara (lihat bahasan terkait di Bagian
1). Simulasi penyebaran polutan dilakukan dengan
menggunakan data meteorologis yang konservatif. Di
negara-negara lain, model screening banyak digunakan
untuk memilih polutan-polutan penting yang mem-
butuhkan pemodelan rinci (lihat bahasan mengenai
Menseleksi Polutan Penting di Bagian 2). Jika hasil
pemodelan screening menyimpulkan bahwa sebaran
dari suatu polutan tidak akan melampaui tolok ukur-
nya, maka pemodelan rinci tidak perlu lagi dilakukan.
Model screening umumnya memberikan hasil perhi-
tungan ΔCMAX dalam waktu rata-rata 1 jam.
2. Model rinci (refi ned models); yang lebih banyak di-
gunakan untuk mendapatkan nilai ΔC di lokasi objek
penerima dampak dengan lebih akurat. Model rinci
membutuhkan input data meteorologis yang eksten-
sif (setidaknya data satu tahun) dan lebih rinci diban-
dingkan model screening. Pengoperasiannya juga lebih
rumit daripada pemodelan screening. Oleh karena itu,
penggunaan seringkali dibatasi hanya untuk meng-
konfi rmasi nilai ΔC di lokasi objek penerima dampak
yang menurut pemodelan screening akan melampaui
nilai tolok-ukurnya.
Perlu dipahami bahwa tiap software memiliki kelebihan
dan kelemahannya masing-masing. Dan, tidak semua
software tepat dan layak digunakan untuk mengkonfi r-
masi dampak penting hipotetik kita.
Beberapa software (lihat tabel) yang dapat digunakan
untuk kepentingan simulasi penyebaran polutan antara
lain adalah:
57
Simulasi Penyebaran Polutan
SCREEN3; merupakan model sumber emisi tung-
gal (single source) yang dikembangkan USEPA untuk
mendapatkan konsentrasi maksimal dari sebaran po-
lutan. SCREEN3 biasanya digunakan sebagai model
pendahuluan bagi ISC3 (lihat bahasan selanjutnya).
Model ini tidak membutuhkan data meteorologis yang
ekstensif. Cukup hanya dengan satu set data masing-
masing untuk kecepatan angin, stabilitas atmosfer,
dan suhu udara ambien di sekitar titik lepasan emisi.
Bahkan guna mendapatkan nilai konsentrasi maksimal
yang mungkin terjadi di jarak-jarak tertentu, model ini
tidak membutuhkan data meteorologis apapun. Model
ini akan melakukan perhitungan sendiri dengan meng-
kombinasikan berbagai kecepatan angin dan kelas sta-
bilitas atmosfer yang mungkin terjadi. Hasil hitungan
SCREEN3 umumnya merupakan angka untuk waktu
rata-rata 1 jam. Model ini juga dilengkapi dengan ke-
mampuan untuk memperhitungkan pengaruh lapisan
inversi, fumigasi, tarikan bangunan (buliding down-
wash). Model ini dapat di-download dari www.epa.gov/
scram001/dispersion_screening.htm. Penggunaan
SCREEN3 di dalam kajian AMDAL dalam batasan ter-
tentu dapat dibenarkan. Hasil simulasi model ini se-
lalu dianggap bersifat konservatif. Artinya, penilaian
sifat penting akan dilakukan terhadap nilai konsentrasi
polutan yang lebih besar dari nilai sesungguhnya. De-
ngan demikian, kajian AMDAL akan memberikan hasil
yang lebih aman.
CAL3QHC; atau CALINE3 with Queing and Hotspot
Calculations merupakan model screening untuk emisi
polutan dari sumber lalu-lintas kendaraan bermo-
tor (ranmor). Seperti terlihat dari namanya, model ini
merupakan penambahan kemampuan model CALINE
3, khususnya dalam menghitung ΔCMAX di persimpangan
jalan dan sekitarnya. CAL3QHC biasanya digunakan
sebagai model pendahuluan bagi CAL3QHCR (lihat
bahasan selanjutnya). Sama dengan SCREEN3, model
ini akan mengkombinasikan data kecepatan angin
dan kelas stabilitas atmosfer untuk mendapatkan nilai
ΔCMAX. Model ini membutuhkan data rancangan jalan,
lokasi objek penerima dampak, laju emisi ranmor (ter-
masuk saat idle), pengaturan waktu lampu lalu-lintas,
konfi gurasi persimpangan jalan, jumlah jalur ranmor,
dan lainnya. Hasil hitungan CAL3QHC merupakan
angka untuk waktu rata-rata 1 jam. CAL3QHC dapat
di-download dari www.epa.gov/scram001/dispersion_
prefrec.htm.
CAL3QHCR; merupakan model versi rinci (refi ned mo-
del) dari CAL3QHC. Penggunaannya dikhususkan un-
tuk emisi polutan lalu-lintas ranmor, khususnya untuk
polutan CO dan partikulat. Hasilnya bisa memiliki re-
solusi yang lebih halus karena model ini menggunakan
data meteorologis 1 tahun (on-site) atau 5 tahun (sta-
siun pengukuran terdekat). Data tinggi pencampuran
(2 data per hari) juga diperhitungkan dalam model ini.
Selain data meteorologis, model ini membutuhkan
data lebih rinci yang terkait dengan wilayah sebaran
dampak. Model ini dapat mengerjakan perhitungan
untuk mendapatkan nilai ΔC untuk waktu rata-rata
1 jam sampai 24 jam. Software CAL3QHCR dapat di-
download dari www.epa.gov/scram001/dispersion_
prefrec.htm. Saat ini, software CALINE4 yang merupa-
58 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
kan pengembangan CAL3QHCR sudah diterbitkan
oleh USEPA.
ISC3; merupakan versi ketiga dari seri model Industrial
Source Complex yang dikembangkan USEPA. Model
ini mampu mensimulasi sebaran polutan yang berasal
dari sumber majemuk (multiple source), baik itu sum-
ber titik, sumber area, dan sumber volume. Dengan
beberapa kiat khusus, model ISC3 sebenarnya dapat
digunakan untuk mensimulasi sebaran polutan dari
sumber garis. Model ISC3 membutuhkan data me-
teorologis yang ekstensif berupa data tiap jam (hourly
condition data) untuk jangka waktu setahun. Data yang
dibutuhkan termasuk arah angin, kecepatan angin,
suhu, dan kelas stabilitas atmosfer. Tinggi campuran
(mixing heights) setidaknya harus tersedia 2 data untuk
tiap hari prakiraan. Data meteorologis harus terlebih
dahulu diolah oleh subprogram PCRAMMET sebelum
di-input ke dalam model ISC3. Model ISC3 terdiri dari 3
jenis, yaitu ISC3-ST (short term) untuk simulasi jangka
waktu pendek (skala prakiraan dampak dalam AMDAL),
ISC3-LT (long term) untuk simulasi jangka waktu pan-
jang (skala regional), dan ISC3-PRIME (Plume Rise Model
Enhancements). Sampai November 2005, model ISC3
merupakan model yang direkomendasikan USEPA un-
tuk digunakan dalam kajian prakiraan dampak kualitas
udara. Setelah waktu itu, USEPA merekomendasikan
Software SCREEN3 sudah diperbaiki tampilan input dan outputnya dalam SCREENVIEW.
Info Grafi s: Koleksi Q
ipra
59
Simulasi Penyebaran Polutan
model AERMOD yang lebih akurat (lihat bahasan beri-
kut). Model ISC3 dan panduannya dapat di-download
dari www.epa.gov/scram001/dispersion_alt.htm.
AERMOD; atau AMS/EPA Regulatory Model merupakan
salah satu model sumber majemuk tercanggih saat ini
yang dikembangkan USEPA bersama AMS (American
Meteorology Society). Oleh karena akurasinya yang
tinggi, USEPA sekarang lebih merekomendasikan
penggunaan model ini ketimbang model ISC3. Peng-
gunaan AERMOD sangat rumit. Selain membutuhkan
data meteorologis yang sangat kompleks, AERMOD
juga membutuhkan data rinci dari karakteristik per-
mukaan tanah dan tataguna lahan wilayah studi. Data
tersebut harus terlebih dahulu diolah oleh
beberapa subprogram yang dibuat untuk
menyertai AERMOD, seperti AERSUR-
FACE untuk data karakteristik permukaan
tanah, AERMET untuk data meteorologis,
dan AERMAP untuk data tataguna lahan.
AERMOD juga dilengkapi subprogram
AERSCREEN yang dibutuhkan untuk menyeleksi po-
lutan penting. AERMOD jarang sekali digunakan di In-
donesia karena keterbatasan data meteorologis. Model
ini dapat di-download dari www.epa.gov/scram001/
dispersion_prefrec.htm.
Software model dispersi polutan yang dikeluarkan USEPA
biasanya memiliki interface yang kurang user-friendly. Un-
tuk memudahkannya, beberapa perusahaan kemudian
mengembangkan interface yang lebih menarik. Salah
satunya adalah ScreenVIEW dari Lakes Environment Soft-
ware (Canada) yang dibuat untuk mempermudah peng-
gunaan SCREEN3.
Beberapa software yang dikeluarkan produsen-produsan komersial dapat memberikan tampilan output yang lebih menarik dan mu-dah dicerna.
Info
Gra
fi s: K
olek
si Q
ipra
60 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Beberapa faktor yang perlu kita pertimbangkan dalam
memilih software dispersi polutan.
Kesesuaian dengan jenis sumber emisi dan karak-
teristik emisinya. Sebagian sofware seperti SCREEN3,
ISC3, dan AERMOD dapat digunakan untuk berbagai
jenis sumber emisi (lihat bahasan mengenai Jenis Sum-
ber Emisi di Bagian 2). Namun, software CAL3QHC,
CAL3QHCR, dan CALINE4 hanya dibuat untuk kepen-
tingan simulasi penyebaran polutan dari sumber lalu-
lintas ranmor (sumber garis dan bergerak). Berbagai
keterbatasan software perlu dipahami khususnya yang
menyangkut keterbatasan dari aspek jenis sumber
emisi, jenis polutan penting, dan pola pemunculan
emisi.
Kesesuaian dengan output prakiraan dampak.
Setidaknya ada 2 jenis konsentrasi sebaran polutan
yang harus dihitung untuk memenuhi tuntutan output
prakiraan dampak (lihat bahasan terkait di Bagian 1),
yaitu ΔCMAX dan ΔCAVE. Penggunaan program screening
dirasakan cukup layak untuk menghitung nilai ΔCMAX.
Ketersediaan data meteorologis. Umumnya, semakin
banyak data yang diminta oleh suatu software maka se-
makin rincilah hasil perhitungannya. Misalnya, software
rinci seperti ISC3 dan CAL3QHCR membutuhkan data
meteorologis tiap jam selama jangka waktu setahun.
Tanpa ketersediaan data tersebut, hasil dari software
rinci akan menyesatkan. Masalah ketersediaan data
meteorologis ini merupakan hambatan utama bagi
kita di Indonesia untuk menggunakan software rinci.
Tidak heran jika akhirnya simulasi-simulasi penyeba-
ran polutan yang dijumpai dalam dokumen-dokumen
ANDAL lebih banyak menggunakan software screening
khususnya SCREEN3.
Kemudahan pengoperasiannya. Software screen-
ing, seperti SCREEN3 mudah dioperasikan, sedangkan
pengoperasian software rinci sangat sulit. Jika kita
tidak memahami teknik penggunaan suatu software,
perhitungan ΔC dapat memberikan hasil yang menye-
satkan.
Perlu diingatkan sekali lagi bahwa software komputer
merupakan perangkat yang menuntut input data yang
benar dan lengkap. Tanpa adanya data yang menunjang
maka penggunaan software yang canggih tidak akan
ada gunanya. Hasilnya dapat berbeda jauh dengan ke-
nyataannya nanti. Jika kita tidak bisa memperoleh data
yang dibutuhkan maka hindarilah penggunaan software
tersebut. Jenis software dispersi polutan yang akan digu-
nakan sebaiknya disepakati dulu dengan para anggota
Komisi Penilai AMDAL.
Foto: Heri W
ibowo
61
Simulasi Penyebaran Polutan
Simulasi penyebaran polutan dilakukan untuk menda-
patkan nilai ΔC di lokasi objek penerima dampak yang
disebutkan dalam dampak penting hipotetik. Seperti di-
uraikan sebelumnya, ada 2 (dua) jenis nilai ΔC yang dibu-
tuhkan untuk output prakiraan dampak (lihat bahasan
terkait di Bagian 1), yaitu:
(1) Nilai ΔCMAX atau konsentrasi sebaran polutan maksimal
(tertinggi) yang mungkin terjadi di suatu lokasi. Nilai
ini dibutuhkan untuk pembuatan Tabel Output Pra-
kiraan Dampak Kualitas Udara.
(2) Nilai ΔCAVE atau konsentrasi sebaran polutan rata-rata
yang mungkin terjadi di suatu lokasi. Nilai ini dibutuh-
kan untuk pembuatan kedua peta isopleth yang dibu-
tuhkan sebagai output prakiaan dampak
Perhitungan untuk mendapat ΔCMAX dan ΔCAVE dibedakan
dari penggunaan laju emisi dan kecepatan angin di sum-
ber emisi. Tabel berikut menunjukkan parameter yang
harus digunakan dalam menghitung konsentrasi sebaran
polutan.
Perhitungan nilai-nilai konsentrasi di atas dapat dilakukan
dengan excel bila konsentrasi tiap grid di wilayah studi di-
hitung otomatis dengan pemrograman sederhana soft-
ware tersebut. Output dan koordinatnya dapat diekspor
ke perangkat lunak untuk visualisasi kontur, seperti Surf-
er atau GIS dengan MapInfo, Arc View dan ArcGIS. Untuk
mempermudah, perhitungan dapat dilakukan dengan
menggunakan software dispersi polutan. Tentunya soft-
ware yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
kita. Penggunaan SCREEN3 dirasakan sesuai dengan ke-
terbatasan data meteorologis yang dapat kita gunakan.
PERHITUNGAN KONSENTRASI MAKSIMAL
Nilai ΔCMAX diperoleh dengan menggunakan kombinasi
kecepatan angin dan kelas stabilitas yang pada akhirnya
akan memberikan nilai konsentrasi sebaran polutan ter-
tinggi di suatu titik. Tidak ada cara praktis dan langsung
untuk mendapatkan nilai kecuali dengan mencoba satu
per satu kombinasi tersebut. Tabel berikut menunjukkan
kombinasi kecepatan angin dan kelas stabilitas yang ha-
rus digunakan untuk mendapatkan nilai ΔCMAX.
Penggunaan SCREEN3 dengan opsi Full Meteorology
dapat mempermudah kita dalam menghitung nilai ΔCMAX
tersebut. Boks berikut diharapkan dapat memperjelas
penggunaan SCREEN3 untuk memperoleh ΔCMAX.
Untuk sumber emisi lalu-lintas ranmor, penggunaan
CAL3QHC sangat dianjurkan dalam perolehan ΔCMAX.
Dalam prakiraan dampak Tingkat 1, nilai ΔCMAX dapat
langsung dibandingkan dengan nilai Tambahan Polu-
tan Maksimal (lihat bahasan terkait di Bagian 3) yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Jika nilai ΔCMAX melebihi
nilai TPM, emisi polutan itu dapat dianggap berpotensi
menimbulkan dampak penting. Seperti dibahas sebe-
lumnya, nilai TPM ditentukan setelah mempertimbang-
kan konsentrasi ambien polutan penting di sekitar lokasi
rencana kegiatan. Untuk mempermudah, nilai TPM dapat
ditentukan secara proporsional terhadap nilai BMUA un-
tuk suatu polutan. Misalnya, nilai TPM untuk suatu polu-
MENGHITUNG KONSENTRASI SEBARAN POLUTAN
62 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
tan besarnya sama dengan 10 % dari nilai BMUA.
PERHITUNGAN KONSENTRASI RATA-RATA
Nilai ΔCAVE diperoleh dengan menggunakan kecepatan
angin rata-rata dari arah angin yang kita pilih. Kelas sta-
bilitas atmosfer ditentukan kemudian berdasarkan kece-
patan angin tersebut dan kondisi-kondisi meteorologis
lainnya. Boks berikut diharapkan dapat memperjelas
perolehan ΔCAVE dengan perhitungan manual. Penggu-
naan SCREEN3 dengan opsi Single Stability Class and Wind
Speed dapat mempermudah kita dalam menghitung nilai
ΔCAVE tersebut.
Ada banyak rumus perhitungan yang dapat kita gunakan untuk menghitung tinggi kepulan dari emisi cerobong. Salah satunya adalah formula Holland.Rumus perhitungan lain yang banyak digunakan adalah rumus Briggs.
Info Grafi s: Koleksi Qipra
63
Simulasi Penyebaran Polutan
Perhitungan ΔCMAX dengan SCREEN3 Boks
Hasil pelingkupan dampak penting hipotetik dari suatu rencana Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU, khususnya untuk isu
dampak penting hipotetik kualitas udara, menunjukkan hasil sebagai berikut.
Sebelumnya juga ditetapkan bahwa emisi PLTU tidak
boleh menyebabkan adanya peningkatan konsentrasi
melebihi 10% dari konsentrasi polutan di Baku Mutu
Udara Ambien. Untuk CO yang nilai BMUA-nya 30.000
μg/Nm3 maka nilai Tambahan Polutan Maksimal
(TPM) adalah 3000 μg/Nm3. Sesuai kebutuhan Out-
put Prakiraan Dampak (Tingkat 1), kita diminta untuk
membuat perhitungan konsentrasi sebaran polutan
maksimal (ΔCMAX).Menggunakan SCREEN 3 dengan
pilihan full meteorology, kita dapat menghitung nilai
ΔCMAX untuk lokasi-lokasi yang disebutkan dalam
uraian dampak penting hipotetik di atas.
Keempat nilai ΔCMAX masih lebih rendah dari nilai
TPM yang sudah disepakati sebelumnya, yaitu 3.000
g/Nm3. Dengan demikian, emisi CO (1 jam) PLTU di-
simpulkan BUKAN merupakan dampak penting untuk
keempat objek penerima dampak.
64 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
MEMBUAT PETA ISOPLETHAda 2 peta isopleth yang setidaknya harus
dibuat sebagai output prakiraan dampak
kualitas udara, yaitu Peta Isopleth Sem-
buran dan Peta Isopleth Wilayah Sebar-
an. Untuk membuat peta-peta tersebut,
kita perlu melakukan perhitungan nilai ΔCAVE
sampai ratusan kali. Mengingat banyaknya
jumlah hitungan yang harus dilakukan, kita
perlu mengandalkan bantuan software dis-
persi polutan. Atau setidaknya mengguna-
kan program spreadsheet Excel sebagaimana
ditunjukkan dalam beberapa contoh perhi-
tungan berikut.
Penggambaran garis-garis isokonsentrasi
dapat dilakukan dengan bantuan software
pemetaan seperti Surfer. Program dalam
software ini dapat secara otomatis melaku-
kan interpolasi terhadap nilai-nilai di jarak-
jarak yang berdekatan.
PETA ISOPLETH SEMBURAN
Peta ini menunjukkan nilai rata-rata peningkatan konsen-
trasi polutan di sekitar sumber emisi akibat adanya plume
polutan yang bergerak mengikuti tiupan angin dominan.
Tergantung kesepakatan dengan Komisi Penilai AMDAL,
peta isopleth ini dapat saja dibuat untuk beberapa arah
angin.
Nilai ΔCAVE dihitung dengan ketentuan seperti tercantum
dalam tabel Parameter Perhitungan Konsentrasi Se-
baran Polutan. Boks berikut diharapkan dapat memper-
jelas proses pembuatan peta isopleth semburan ini.
PETA ISOPLETH WILAYAH SEBARAN
Peta ini menunjukkan pola distribusi peningkatan kon-
sentrasi polutan yang rata-rata terjadi di dalam wilayah
sebaran dampak. Nilai-nilai ΔCAVE dihitung berdasarkan
kondisi kejadian tersering. Perlu dipahami bahwa peta
Isopleth Wilayah Sebaran bukan menggambarkan pola
penyebaran polutan yang akan terjadi di suatu saat se-
cara sekaligus.
Sebaiknya di dalam peta Isopleth Wilayah Sebaran,
kita juga membuat garis isokontur yang menunjukkan
konsentrasi TPM. Dengan adanya garis itu, kita dapat
menunjukkan wilayah yang kemungkinan akan terkena
dampak penting. Kita kemudian dapat memprakirakan
jumlah orang atau komponen-komponen lingkungan
yag berpotensi terkena dampak. Garis isokonsentrasi
TPM itu sekaligus akan merevisi garis batas wilayah studi
yang kita tentukan sebelumnya (lihat bahasan mengenai
Membatasi Wilayah Studi di Bagian 3).
Contoh peta isopleth wilayah sebaran dari hasil prakiraan dampak kualitas udara di negara lain.
Info Grafi s: Koleksi Qipra
65
Simulasi Penyebaran Polutan
Pembuatan Isopleth SemburanBoks
Pertama, tentukan jenis polutan penting yang
ingin dibuat isoplethnya. Kemudian pilih arah
angin dominan dan ambil nilai kecepatan angin
rata-ratanya. Lalu, hitung konsentrasi sebaran
polutan untuk beberapa nilai x di sumbu arah
angin sesuai sistem koordinat relatif (atau garis
y = 0) dan z = 0 (groundlevel concentration). Bisa
dilakukan dengan bantuan program spread-
sheet Microsoft Excel (seperti contoh ini) atau
dengan software pemodelan dispersi polutan.
Hitung konsentrasi sebaran polutan penting (ΔC) sesuai arah angin dominan.
Nilai-nilai ΔC hasil perhitungan dicantumkan di titik-titik koordinat relatif pada
peta wilayah studi. Sebaiknya plotting dilakukan di peta yang berskala.
Plot-kan nilai ΔC di titik-titik koordinat yang dihitung.
66 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Tentukan nilai-nilai rentang interpolasi. Hitung dan dapatkan titik-titik yang menunjukkan
lokasi di mana nilai interpolasi berada. Tandai titik-titik interpolasi itu di peta.
Interpolasi-kan nilai ΔC sesuai rentang nilai konsentrasi yang diinginkan.
Hubungkan titik-titik hasil interpolasi dengan garis lurus. Lalu, kurangi kekakuan garis lurus
tersebut sehingga membentuk elips-elips konsentris ke arah angin dominan.
Haluskan garis isopleth.
Info Grafi s: Koleksi Q
ipra
67
Simulasi Penyebaran Polutan
Pembuatan Isopleth Wilayah SebaranBoks
Pertama, tentukan jenis polutan penting
yang ingin dibuat isoplethnya. Ambil nilai
kecepatan angin untuk tiap arah angin.
Untuk tiap arah angin, hitung konsentrasi
sebaran polutan untuk beberapa nilai x
di sumbu arah angin (sistem koordinat
relatif ) dengan z = 0 (groundlevel concen-
tration). Lakukan dengan software pe-
modelan dispersi polutan. Ulangi untuk
arah-arah angin lainnya.
Hitung konsentrasi sebaran polutan penting (ΔC) sesuai arah angin.
68 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Nilai-nilai ΔC hasil perhitungan (dari seluruh arah angin) dicantumkan di titik-titik koordinat relatif pada
peta wilayah studi. Sebaiknya plotting dilakukan di peta yang berskala.
Plot-kan nilai ΔC di titik-titik kordinat yang dihitung.
Tentukan nilai-nilai rentang interpolasi. Hitung dan dapatkan titik-titik yang menunjukkan lokasi
dimana nilai interpolasi berada. Tandai titik-titik interpolasi itu di peta. Hubungkan titik-titik hasil
interpolasi dengan garis lurus.
Interpolasi-kan nilai ΔC sesuai rentang nilai konsentrasi yang diinginkan.
Haluskan garis isopleth.Lalu, kurangi kekakuan garis lurus
tersebut sehingga membentuk be-
berapa elips konsentris yang memi-
liki titik pusatnya adalah lokasi sum-
ber emisi.
Info Grafi s: Koleksi Q
ipra
69
Simulasi Penyebaran Polutan
Prakiraan kualitas udara tingkat 2 (lihat Boks: Kedalaman
Prakiraan Dampak di Bagian 1) ditujukan untuk
mengetahui konsentrasi ambien dari suatu polutan akibat
adanya suatu rencana kegiatan yang akan menyebarkan
polutan tersebut. Caranya tidak terlalu sulit. Kita hanya
perlu menambahkan nilai hasil prakiraan dampak sebaran
polutan (prakiraan Tingkat 1) di suatu lokasi dengan
konsentrasi ambien dasar (background concentration) di
lokasi tersebut. Untuk kepentingan AMDAL, ada baiknya
kita selalu menambahkan nilai konsentrasi sebaran
polutan maksimal (ΔCMAX) ke konsentrasi ambien awal
(CO) sebagaimana ditunjukkan dalam rumus berikut.
C= CO
+ ΔCMAX
Beberapa hal yang perlu diingat dalam kalkulasi kualitas
udara ambien.
Penjumlahan harus dilakukan antara ΔCMAX dan CO dari
polutan penting sejenis dengan waktu rata-rata (aver-
aging times) yang sama.
Nilai CO yang digunakan harus merupakan nilai CO di
tahun prakiraan yang sama. Untuk itu, kita juga perlu
melakukan prakiraan kualitas udara nir-kegiatan (lihat
bahasan mengenai Penilaian Dampak di Bagian 1
dan Waktu Kajian di Bagian 3). Kondisi kualitas udara
ambien awal saat ini hanya dapat digunakan jika kita
yakin bahwa nilai CO akan tidak berubah sampai ke
suatu tahun prakiraan.
Ada kemungkinan suatu objek penerima dampak akan
menerima kiriman polutan dari beberapa sumber emisi.
Untuk itu, seluruh nilai konsentrasi sebaran polutan di
titik tersebut harus dijumlahkan sebagaimana terlihat
pada rumus berikut.
C = CO
+ ΔCMAX, 1
+ ΔCMAX, 2
+ΔCMAX, 3
+ .....
Seperti disebutkan sebelumnya, hasil kalkulasi kua-
litas udara ambien ini dapat juga ditampilkan dalam
wujud peta isopleth yang menghubungkan titik-
titik dengan konsentrasi ambien yang sama. Walau
demikian, pembuatannya akan memakan banyak
biaya karena kita harus memiliki data kualitas udara
ambien untuk seluruh wilayah sebaran dampak.
Output prakiraan kualitas udara ambien dalam
penilaiannya nanti akan dibandingkan dengan
satu atau beberapa kriteria penilaian yang sudah
disepakati sebelumnya. Kebanyakan pihak sampai
saat ini lebih senang menggunakan nilai-nilai
konsentrasi maksimal di BMUA sebagai kriteria
penilaian utamanya. Beberapa kriteria lainnya dapat
dilihat kembali pada bahasan mengenai Kriteria
Penilaian Sifat Penting di Bagian 3.
MENGHITUNG KONSENTRASI AMBIEN POLUTAN
Ilustrasi: Toppeaks
70 Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara
Kalkulasi Konsentrasi AmbienBoks
Tabel berikut menunjukkan hasil pengukuran konsentrasi ambien
CO (rona dasar) di tahun 2007 untuk lokasi-lokasi obyek penerima
dampak dari rencana pembangunan PLTU.
Tabel berikut menunjukkan prakiraan konsentrasi ambien CO (rona
dasar) di tahun 2015 jika diasumsikan tiap tahun konsentrasi ambien
akan meningkat 5%.
Nilai-nilai dalam tabel di atas juga dapat dianggap sebagai nilai prakiraan nir-kegiatan. Dengan menggunakan hasil
simulasi penyebaran polutan sebelumnya (lihat Boks: Perhitungan ΔCMAX dengan SCREEN3), kita dapat memper-
oleh tabel Output Prakiraan Dampak yang lebih lengkap sebagai berikut.
Keseluruhan nilai konsentrasi
CO, baik ΔCMAX maupun CMAX
masih lebih rendah dari pada
nilai dari kriteria penilaian sifat
pentingnya. Dengan demikian,
emisi CO (1 jam) PLTU disimpul-
kan BUKAN merupakan dampak
penting untuk ke-4 obyek pe-
nerima dampak.
71
Simulasi Penyebaran Polutan
LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATANAmdal = Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
AMS = American Meteorology Society
Andal = Analisis Dampak Lingkungan Hidup
ASR = Air Sensitive Receptor
B3 = Bahan Beracun dan Berbahaya
BME = Baku Mutu Emisi
BMUA = Baku Mutu Udara Ambien
CAL3QHC = Caline 3 with Queing and Hotspot Calculations
CAL3QHCR = Caline 3 with Queing and Hotspot Calculations Refi ned
CFC = Chlorofl uorocarbon
CO = Karbon Monoksida
EF = Emission Factor
ER = Emission Reduction
HC = Hidrokarbon
ISC3 = Industrial Source Complex 3
ISC3-LT = Industrial Source Complex 3 - Long Term
ISC3-PRIME = Industrial Source Complex 3 - Plume Rise Model Enhancements
ISC3-ST = Industrial Source Complex 3 - Short Term
ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan Atas
ISPU = Indeks Standar Pencemaran Udara
KA = Kerangka Acuan
KBPP = Kriteria Batas Polutan Penting
KLH = Kementerian Lingkungan Hidup
LNG = Liquefi ed Natural Gas
LPG = Liquefi ed Petroleum Gas
NO2 = Nitrogen Dioksida
Pb = Plumbum
PLTD = Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
PLTU = Pembangkit Listrik Tenaga Uap
RKL = Rencana Pengelolaan Lingkungan
RPL = Rencana Pemantauan Lingkungan
SO2 = Sulfur Dioksida
TPA = Tempat Pembuangan Akhir
TPM = Tambahan Polutan Maksimal
TSP = Total Suspended Particulate
USEPA = United States Environmental Protection Agency
UTM = Universal Transverse Mercator
UV = Ultra Violet
VOC = Volatile Organic Compounds
DAFTAR PUSTAKAAir Quality Forecasting: A Review of Federal Programs and Research Needs. NOAA Aeronomy
Laboratory. Colorado: USA. June 2001.
Air Quality Impact Analysis for the Proposed Second Street Crossing Project, City of Davis. Raney Planning & Management. California: USA. January 2005.
Air Quality Impact Assessment: Vic Park Tunnel Project, Auckland. Beca Infrastructure Ltd. New Zealand. 7 June 2006.
Aplication of Numerical Models to the Environtmental Impact Assessment (EIA) for Thermal Power Plants. Japan: Central Research Institute of Electric Power Industry. Criepi News 362. July 2002.
Atlas Kualitas Udara Nasional. 22 November 2006. Proyek Kerjasama Teknis Pemerintah Indonesia – Asian Development Bank.
Budirahardjo, E. 2000. Prediksi Dampak Penurunan Kualitas Udara dengan Modeling Matematika. Jakarta: t.p.
Cabral, Brenda. Review of Air Quality Impact Analysis Prevention of Signifi cant Deterioration (PSD) for ConocoPhillips Rodeo Refi nery Clean Fuels Expansion and Hydrogen Plant Projects. Bay Area Quality Management District. California: USA. March 2007.
Citizens Guide to Air Dispersion Modelling. Minnesota: Minnesota Pollution Control Agency. Air Quality/#1.06/August 2002.
Cooper and F.C. Alley, David. 1994. Air Pollution Control: A Design Approach. USA: Waveland Press, Inc.
Country Synthesis Report On Urban Air Quality of Management: Indonesia (Discussion Draft, December 2006). Asian Development Bank the Clean Air Initiative for Asian Cities (CAI-Asia) Center.
Curtis, Dean. Assessment of Air Quality M6 Toll Road - Nitrogen Dioxide and Particulate Matter (PM10). Pollution Control Walsall Metropolitan Borough Council. Walsall: UK. May 2007.
De Nevers, Noel. 1995. Air Pollutan Control Engineering. Singapore: Mc Graw Hill, Inc.
Draft Environmental Impact Report for the Bay Area Air Quality Management District’s Air Toxics NSR
Rule. Bay Area Air Quality Management District 939 Ellis Street San Francisco, CA. California: USA. April 20, 2005.
http://www.epa.qld.gov.au/environmental_management/air/air_quality_monitoring/air_pollutants/airborne_particulates/#Environmental_effects_particulate#Environmental_eff ects_particulate.
http://www.tva.com/environment/air/ontheair/index.htm.
Kiely, G. 1998. Environmental Engineering. McGraw-Hill International Editions. Singapore.
LaGrega, M., Buckingham, P., and Evans, J.C. 2001. Hazardous Waste Management. McGraw-Hill International Edition. McGraw-Hill Co, Inc. Singapore.
Misra and S.D. Tiwari, S.G. 1992. Air and Atmosperic Pollutants. New Delhi: Venus Publishing House.
Muhayatun (et al). Penentuan Sumber Cemaran Partikulat Udara Daerah Bandung dan Lembang 2004. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknik Nuklir Tema : Peran Sains dan Teknologi dalam P3TkN – BATAN Bandung, 14 – 15 Juni 2005.
National Pollutan Inventory. Chemical Transport Modelling for Air Quality Forecasting and Policy Development: Linking to Access. Environtment Australia. December 1999.
Peavy, H.S., Rowe, D.R., dan Tchobanoglous, G. 1985. Environmental Engineering. McGraw - Hill International Editions. Mc Graw – Hill, Inc. Singapore.
Technical Manual 1002: Guidance On Preparing An Air Quality Modeling Protocol. Bureau of Air Quality Evaluation Air Quality Permitting Program New Jersey Departement of Environtmental Protection. August 1997.
Tjasyono HK, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung: Penerbit ITB.