Download - Megacolon Kongenital
LAPORAN KASUS BEDAH ANAK
SEORANG ANAK PEREMPUAN 2 TAHUN DENGAN
MEGACOLON CONGENITAL
Oleh:
Suryo Wahyu R. G0007229
Gabriel Arni S. G9911112071
Pembimbing:
dr. Guntur, Sp. BA
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2012
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. Zh
Umur : 2 tahun
Berat badan : 10 kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Tn. J
Pekerjaan Ayah : Swasta
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. E
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Krajan RT 04 RW 04 Kendak, Ngawi, Jawa Timur
Tanggal masuk : 30 Juni 2012
Tanggal pemeriksaan : 12 Juli 2012
No. RM : 01136580
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Susah buang air besar
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Allo anamnesis diperoleh dari orang tua pasien :
Sejak lahir pasien susah buang air besar. BAB pertama pasien saat
berusia 5 hari. Pasien bisa BAB jika diberi pencahar seperti microlax. BAB
sekitar 1 kali dalam seminggu kurang lebih ¼ gelas belimbing, konsistensi
lembek, warna kuning kecoklatan kadang hitam. Perut pasien juga kembung
dan pasien rewel jika mau BAB. Pasien masih mau makan sedikit sedikit,
BAK (+) normal, tidak ditemukan demam, tidak mual, dan tidak muntah.
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Dr. Soeroto Ngawi dengan diagnosis
suspect megacolon congenital.
1
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien adalah rujukan dari RSUD Dr. Soeroto Ngawi dengan
diagnosis suspect megacolon congenital dengan keluhan utama tidak bisa
BAB, perut menegang, kembung, dan kadang BAB berwarna hitam. Tidak
didapatkan riwayat gangguan pertumbuhan pada pasien.
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan.
- Riwayat keluarga sakit serupa : (-)
- Riwayat lingkungan diare : (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)
E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
- Faringitis : (-) - Enteritis : (-)
- Bronkitis : (-) - Disentri basiler : (-)
- Pneumonia : (-) - Disentri amuba : (-)
- Morbili : (-) - Thypus : (-)
- Pertusis : (-) - Cacing : (-)
- Difteri : (-) - Operasi : (-)
- Varicella : (-) - Gegar Otak : (-)
- Malaria : (-) - Fraktur : (-)
F. Riwayat Kelahiran
Penderita dilahirkan secara normal oleh bidan dan cukup bulan. Saat
dilahirkan penderita menangis kuat, dan gerak aktif.
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
- Keadaan umum : nampak lemah, rewel saat diperiksa.
- Derajat kesadaran : compos mentis
- Derajat gizi : gizi kesan cukup
B. Tanda vital
- Hearth Rate : 128x/menit
- Frekuensi Pernafasan : 24 x/ menit, tipe toracoabdominal.
- Suhu : 36,80C
C. Kulit
Kulit kuning langsat, kering (-), ujud kelainan kulit (-), hiperpigmentasi (-)
D. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut kering (-), rambut warna hitam, sukar dicabut.
E. Wajah
Odema (-), wajah orang tua (-)
F. Mata
Cekung (-/-), Oedema palpebra (-/-), Odema periorbita (-/-), konjungtiva
anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(2mm/2mm)
G. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)
H. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-), malammpati 1
I. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)
J. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1
K. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), JVP tidak
meningkat
3
L. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
M. Abdomen
Inspeksi : perut distended (+)
Auskultasi : bising usus (+) menurun
Perkusi : hipertimpani
Palpasi : nyeri tekan sulit dievaluasi
N. Ekstremitas
Akral dingin Oedem Ikterik
- Gerak aktif
O. Genital
BAK sehari sekitar 500 cc warna kuning jernih.
RT : TMSA dalam batas normal, massa (-), STLD (-), Feses menyemprot
(+)
4
- -
- -
- -
- -
- -
- -
IV. ASSESSMENT
Suspect Megacolon Congenital
V. PLANNING
- Terapi sesuai dari bagian anak
Infus RL 1000 cc/24 jam
Injeksi ceftriakson 500 mg/12 jam
Injeksi metamizol 150 mg/8 jam
- Diet lunak TKTP
- Wash out setiap pagi dan sore
- Darah lengkap
- Foto polos abdomen, colon in loop
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah Juni 2012
Hemoglobin : 13,6 g/dl
Hematokrit : 43 %
Eritrosit : 5,77 .106 µL
Leukosit : 13,2.103 µL
Trombosit : 603.103 µL
Golongan darah : B
PT : 12,8 detik
APTT : 28,5 detik
Albumin : 2,6 g/dl
HbsAg : non reaktif
Natrium : 132 mmol/L
Kalium : 4,4 mmol/L
Clorida : 107 mmol/L
5
TINJAUAN PUSTAKA
MEGACOLON KONGENITAL
A. Definisi
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak
mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar
(mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion),
maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya
sehingga usus menjadi membesar (megacolon). Panjang usus besar yang
terkena berbeda-beda untuk setiap individu.1
Merupakan penyakit obstruktif usus fungsional tersering pada neonatus,
akibat aganglionik meissner dan aeurbach dalam lapisan dinding usus, mulai
dari sfingter ani internus ke arah proksimal, 70-80% terbatas di daerah
rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon, dan sekitar 5 % dapat mengenai
seluruh usus sampai pylorus.2,3
B. Anatomi Anorektal
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ektoderm, sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan anus
dan rektum ini, maka perdarahan, persarafan, serta aliran limfa berbeda.
Rektum dilapisi mukosa glanduler, sedangkan kanalis analis, yang merupakan
epitel gepeng. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rektum dan
kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit
luar disekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik yang peka terhadap
rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom
dan tidak peka terhadap nyeri. Darah vena di atas garis anorektum mengalir
melalui sistem porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem
kava melalui vena iliaka.4,5
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan
inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir,
6
sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif
mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana
bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.4,5
Gambar 1. Rektum dan Kanalis Analis
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi
sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dikelilingi oleh
sfingter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi
rektum ke luar. Sfingter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan
depan.4,5
Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan
medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti
oleh a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior.
Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis
interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan
daerah anus.4,5
7
Persarafan motorik sfingter ani interna berasal dari serabut saraf
simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut
saraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua
jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus
levator ani dipersarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensarafi
sfingter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi
otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus
(parasimpatis). Kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan
n.splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).4,5
Sistem saraf autonomik intrinsik pada usus terdiri :
1. Pleksus Auerbach : Terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
Longitudinal.
2. Pleksus Meissner : Terletak di submukosa.
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada
pleksus tersebut.
C. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab timbulnya penyakit Hirschsprung adalah kelainan genetik.
Penyakit ini juga dapat ditemukan bersamaan dengan sindrom Down, kanker
tiroid, dan neuroblastoma.1,3
Absensi ganglion meissner dan aeurbach pada mukosa usus
mengakibatkan usus selalu dalam keadaan spastic dan gerak peristaltic pada
daerah tersebut tidak mempunyai gaya dorong sehingga usus bersangkutan
tidak ikut dalam proses evakuasi feses ataupun udara. Penampilan klinis
pasien sebagai gangguan passase usus.1
D. Gejala Klinis
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan
usia gejala klinis mulai terlihat5 :
Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pen-
geluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.
8
Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) meru-
pakan tanda klinis yang signifikans. Muntah hijau dan distensi abdomen
biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera.
Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia ka-
pan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat
dijumpai pada usia 1 minggu. Entorokolitis antara lain disebabkan oleh
bakteri yang tumbuh berlebihan pada daerah kolon yang iskemik akibat
distensi yang berlebihan pada dindingnya. Enterokolitis dapat timbul se-
belum tindakan operasi atau bahkan berlanjut setelah operasi definitif.
Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan dis-
ertai demam.
Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah kon-
stipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat ger-
akan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan
colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-
liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.
Gambar 2. Perbedaan kolon normal dan kolon yang membesar
pada megacolon kongenital
9
E. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa megacolon congenital didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang
menonjol dari megacolon congenital adalah suatu trias klasik gejala yang
terdiri dari 3,4:
1. Mekonium keluar terlambat setelah lebih dari 24 jam pasca kelahiran.
2. Perut kembung.
3. Muntah warna hijau
Pemeriksaan Patologi Anatomi 2,3,4
1. Biopsi hisap : mukosa dan submukosa memiliki akurasi 100% tidak
dijumpai sel ganglion meissner disertai penebalan serabut saraf
menegakkan diagnosis megacolon. Sedangkan ditemukannya sel ganglion
meskipun imatur akan menyingkirkan diagnosis penyakit ini.
2. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase : Dari hasil biopsi hisap
didapatkan peningkatan aktifitas enzim tersebut pada penyakit ini.
3. Pemeriksaan enzim norepinefrin dari jaringan biopsy usus. Usus yang
aganglionosis akan menunjukkan peningkatan aktfitas enzim tersebut.
Pemeriksaan Radiologi 2
1. Foto polos abdomen : didapatkan gambaran dilatasi dari usus ataupun
gambaran obstruksi dari usus. Selain itu foto ini juga untuk melihat apakah
telah terjadi perforasi.
2. Barium enema: pada barium enema akan tampak lumen rektosigmoid
mengecil di bagian proksimalnya dan terlihat daerah transisi diikuti daerah
usus yang melebar
F. Diagnosis Banding1
1. Atresia ileum atau mekonium plug sindrom.
2. Retardasi mental.
3. Hipotiroid kongenital.
4. Psikogenik.
10
G. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan pada megacolon congenital adalah mengatasi
obstruksi, mencegah enterokolitis, membuang segmen aganglionik, dan
mengembalikan kontinuitas usus.
Tindakan yang dilakukan antara lain1,5 :
1. Konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara.
2. Tindakan bedah sementara melalui kolostomi yang dibuat di kolon bergan-
glion normal yang paling distal, dengan tujuan untuk memperbaiki KU
pasien serta diharapkan usus dapat mengecil sendiri.
3. Tindakan bedah definitive dengan mereseksi bagian usus yang aganglionik
dan membuat anastomosis. Prosedurnya adalah Duhamel, Swenson, Soave
dan Rehbein.
Gambar 3. Ketiga operasi koreksi pembedahan Hirschsprung's disease.
A. Prosedur Duhamel tetap meninggalkan rektum di tempatnya dan membawa bowel
ganglionik ke ruang retrorektal. B. Prosedur Swenson merupakan reseksi dengan
11
anastomosis end-to-end anastomosis dilakukan dengan mengeksteriorisasi ujung bowel
melalui anus. C. The Soave operation yaitu dengan cara diseksi endorektal dan
membuang mukosa dari segmen distal aganglionik dan membawa bowel ganglionik turun
ke anus dalam saluran seromuskuler.5
12
Daftar Pustaka
1. De Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Bahasa Indonesia:
Sjamsuhidajat. Jakarta: EGC.
2. Mantu, F. N., 1995. Catatan Kuliah Bedah Anak. Jakarta: EGC.
3. Mansjoer, Arif dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius.
4. Reksoprodjo, S., 2005. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Indonesia.
5. Brunicardi et al. Eds. Schwartz’s Principles Of Surgery. 8th edition. 2004.
McGraw-Hill.
13