Download - Manfaat Sirih Untuk Kesehatan Gigi Dan Mulut
6
MANFAAT SIRIH UNTUK KESEHATAN GIGI DAN MULUT
2.1 Sirih
Tanaman sirih mempunyai banyak spesies dan memiliki jenis yang beragam,
seperti sirih gading, sirih hijau, sirih hitam, sirih kuning dan sirih merah. Semua jenis
tanaman sirih memiliki ciri yang hampir sama yaitu tanamannya merambat dengan
bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai yang tumbuh berselang seling dari
batangnya.
2.1.1 Sirih Merah (Piper Crocatum)
Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae,
tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh
berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna merah
keperakan dan mengkilap. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia
yakni alkoloid, saponin, tanin dan flavonoid. Sirih merah sejak dulu telah digunakan
oleh masyarakat yang berada di Pulau Jawa sebagai obat untuk meyembuhkan
berbagai jenis penyakit dan merupakan bagian dari acara adat (Manoi, 2007).
Penggunaan sirih merah dapat digunakan dalam bentuk segar, simplisia
maupun ekstrak kapsul. Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai
jenis penyakit seperti diabetes militus, hepatitis, batu ginjal, menurunkan kolesterol,
mencegah stroke, asam urat, hipertensi, radang liver, radang prostat, radang mata,
keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi dan memperhalus kulit. Hasil uji praklinis
pada tikus dengan pemberian ekstrak hingga dosis 20 g/kg berat badan, aman
dikonsumsi dan tidak bersifat toksik. Sirih merah banyak digunakan pada klinik
herbal center sebagai ramuan atau terapi bagi penderita yang tidak dapat di-
sembuhkan dengan obat kimia. Potensi sirih merah sebagai tanaman obat multi fungsi
sangat besar sehingga perlu ditingkatkan dalam penggunaannya sebagai bahan obat
moderen.Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae,
tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh
berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna merah
keperakan dan mengkilap. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia
yakni alkoloid, saponin, tanin dan flavonoid. Sirih merah sejak dulu telah digunakan
oleh masyarakat yang berada di Pulau Jawa sebagai obat untuk meyembuhkan
berbagai jenis penyakit dan merupakan bagian dari acara adat. Penggunaan sirih
merah dapat digunakan dalam bentuk segar, simplisia maupun ekstrak kapsul. Secara
empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes
millitustushepatitis, batu ginjal, menurunkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat,
hipertensi, radang liver, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan,
nyeri sendi dan memperhalus kulit. Hasil uji praklinis pada tikus dengan pemberian
ekstrak hingga dosis 20 g/kg berat badan, aman dikonsumsi dan tidak bersifat toksik.
Sirih merah banyak digunakan pada klinik herbal center sebagai ramuan atau terapi
bagi penderita yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia. Potensi sirih merah
sebagai tanaman obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan dalam
penggunaannya sebagai bahan obat moderen (Manoi, 2007).
Sirih merah (Piper crocatum) adalah salah satu tanaman obat potensial yang
sejak lama telah diketahui memiliki berbagai khasiat obat untuk menyembuhkan
berbagai jenis penyakit, disamping itu juga memiliki nilai-nilai spritual yang tinggi.
Sirih merah termasuk dalam satu elemen penting yang harus disediakan dalam setiap
upacara adat khususnya di Jogyakarta. Tanaman ini termasuk di dalam famili
7
Piperaceae dengan penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan
mengkilap saat kena cahaya (Manoi, 2007).
Sirih merah tumbuh merambat di pagar atau pohon. Ciri khas tanaman ini
adalah berbatang bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya
bertangkai membentuk jantung hati dan bagian ujung daun meruncing. Permukaan
daun mengkilap dan tidak merata. Yang membedakan dengan sirih hijau adalah selain
daunnya berwarna merah keperakan, bila daunnya disobek maka akan berlendir serta
aromanya lebih wangi(Manoi, 2007).
Klasifikasi sirih merah menurut Backer (1963) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper crocatum
Tanaman sirih merah (Piper crocatum) menyukai tempat teduh, berhawa
sejuk dengan sinar matahari 60-75%, dapat tumbuh subur dan bagus di daerah
pegunungan. Bila tumbuh pada daerah panas, sinar matahari langsung, batangnya
cepat mengering. Selain itu, warna merah daunnya akan pudar (Manoi 2007).
Ramuan sirih merah telah lama dimanfaatkan oleh lingkungan kraton
Jogyakarta sebagai tanaman obat yang beguna untuk ngadi saliro. Pada tahun 1990-an
sirih merah difungsikan sebagai tanaman hias oleh para hobis, karena penampilannya
yang menarik. Permukaan daunnya merah keperakan dan mengkilap. Pada tahun-
tahun terakhir ini ramai dibicarakan dan dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Dari
8
beberapa pengalaman, diketahui sirih merah memiliki khasiat obat untuk berbagai
penyakit. Dengan ramuan sirih merah telah banyak masyarakat yang tersembuhkan
dari berbagai penyakit. Oleh karena itu banyak orang yang ingin membudidayakannya
(Manoi, 2007).
Tanaman memproduksi berbagai macam bahan kimia untuk tujuan tertentu,
yang disebut dengan metabolit sekunder. Metabolit sekunder tanaman merupakan
bahan yang tidak esensial untuk kepentingan hidup tanaman tersebut, tetapi
mempunyai fungsi untuk berkompetisi dengan makhluk hidup lainnya. Metabolit
sekunder yang diproduksi tanaman bermacam-macam seperti alkaloid, terpenoid,
isoprenoid, flavonoid, cyanogenic, glucoside, glu-cosinolate dan non protein amino
acid. Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang paling banyak di produksi
tanaman. Alkaloid adalah bahan organik yang mengandung nitrogen sebagai bagian
dari sistim heterosiklik. Nenek moyang kita telah memanfaatkan alkaloid dari
tanaman sebagai obat. Sampai saat ini semakin banyak alkaloid yang ditemukan dan
diisolasi untuk obat moderen (Manoi, 2007).
Para ahli pengobatan tradisional telah banyak menggunakan tanaman sirih
merah oleh karena mempunyai kandungan kimia yang penting untuk menyembuhkan
berbagai penyakit. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yakni
alkoloid, saponin, tanin dan flavonoid. Dari buku ”A review of natural product and
plants as potensial antidiabetic” dilaporkan bahwa senyawa alkokoloid dan flavonoid
memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah (Manoi, 2007).
Kandungan kimia lainnya yang terdapat di daun sirih merah adalah minyak
atsiri, hidroksikavicol, kavicol, kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, p-
cymene, cineole, caryofelen, kadimen estragol, terpenena, dan fenil propada. Karena
banyaknya kandungan zat/senyawa kimia bermanfaat inilah, daun sirih merah
9
memiliki manfaat yang sangat luas sebagai bahan obat. Karvakrol bersifat
desinfektan, anti jamur, sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut
dan keputihan. Eugenol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, sedangkan
tanin dapat digunakan untuk mengobati sakit perut (Manoi, 2007).
Dalam Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia (JKKI) di dapatkan
kesimpulan dari bahwa ekstrak etanol sirih merah (Piper crocatum) mempunyai efek
antibakteri terhadap bakteri gram positif dan terhadap gram negatif. Konsentrasi
hambat minimum (KHM) dan Konsentrasi bunuh minimum (KBM) Staphylococcus
aureus pada konsentrasi 25% sementara untuk Escherichia coli KHM dan KBM pada
konsentrasi 6,25% (Juliantina dkk, 2011).
2.1.2 Sirih Hijau (Piper Betle L)
Daun sirih (Piper betle L) adalah nama sejenis tumbuhan merambat, daun dan
buahnya dimakan orang dikunyah bersama gambir, pinang dan kapur. Sirih termasuk
sebagai tanaman obat (fitofarmaka) (Sukmono, 2009).
Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang (betlephenol),
seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan chavicol yang memiliki daya
mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, anti jamur. Sirih berkhasiat
menghilangkan bau badan yang ditimbulkan bakteri dan cendawan (Sukmono, 2009).
Daun sirih juga bersifat menahan perdarahan, menyembuhkan luka pada kulit,
dan gangguan saluran pencernaan. Selain itu juga bersifat mengerutkan,
mengeluarkan dahak, meluruhkan ludah, hemostatik, dan menghentikan perdarahan
(Sukmono, 2009).
10
Sirih dikenal dalama beberapa nama Betel (Perancis), Betel, Betelhe, Vitele
(Portugal), Suruh, Sedah (Jawa), Seureuh (Sunda) dan Ju jiang (China) (Sukmono,
2009).
Tanaman merambat ini bisa mencapai tinggi 15 m. Batang sirih berwarna
coklat kehijauan, berbentuk bulat, beruas dan merupakan tempat keluarnya akar.
Daunnya yang tunggal berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling,
bertangkai, dan mengeluarkan bau yang sedap bila diremas (Sukmono, 2009).
Minyak atsiri daun Piper betel L. mempunyai aktivitas terhadap bakteri Gram
dan Bacillus subtilits, B. megaterium, Diplococcus pnemoniae, Eschericia coli,
Erwinia carotovora, Micrococcus pyogenes, proteus vulgaris, Pseudomonas
solanacearum, Salmonella typhosa, Sarcinia lutea, Shigella dysentriae, Streptococcus
pyogens, Vibrio comma (aktivitas antimikroba tersebut diperkirakan dari kavikol)
(Sukmono, 2009).
Di samping terhadap bakteri, aktivitas tersebut dapat pula terhadap berbagai
jamur (Asperlgillus niger, A. oryzae, Curvilaria lunata Fusarium oxysporum).
Triterpen dan triterpenoid dapat berefek sebagai antiplateled dan anti-inflamasi
(Sukmono, 2009).
Pada pengunyahan campuran daun Piper betel, biji pinang (Areca catechu)
dan kapur akan merubah arekolin menjadi arekaidin sehingga dapat menyebabkan
terjadinya stimulasi syaraf pusat (Sukmono, 2009).
Daya hambat terhadap pertumbuhan Staphyllococcus aureus dan Entamoeba
coli minyak atsiri yang diperoleh dengan metode ekstraksi lebih kuat dari pada
minyak atsiri yang diperoleh secara destilasi (Sukmono, 2009).
Minyak atsiri daun pada pengenceran 1:10.000 dapat mematikan
Paramoecium caudatum dalam jangka waktu 5 menit; sedangkan pada pengenceran
11
1:4000 dapat menghambat pertumbuhan Vibrio cholerae. Pengenceran 1:3000 dan
1:2000 dapat menghambat berturut-turut Salmonella typhosum, Shigella flexneri dan
Escherichia coli, Micrococcus pyogenes var. aureus. Krotepoksida mempunyai
potensi sitotoksik. Senyawa fenolik bunga Piper betle dapat berefek pada sekresi
katekolamin (Sukmono, 2009).
Di masyarakat sirih hijau dipakai untuk tujuan pengobatan pada hidung
berdarah (mimisen-Jawa), mulut berbau, mata sakit, radang tenggorokan. Daun
dikunyah bersama kapur (injet-Jawa) bersama biji pinang untuk penguat gigi dan
stimulansia; Campuran tersebut berasa pedas, astringent; menyebabkan air ludah
berwarna merah dan gigi menjadi berwarna hitam (Wijayakusuma, 2009).
Banyak digunakan untuk pengobatan penyakit asma, rheumatic arthritis,
rheumatalgia, luka-luka (Wijayakusuma, 2009).
2.1.3 Mekanisme Daun Sirih Membunuh Bakteri
Komponen aktif sirih hijau yaitu kavikol dan fenol, yang merupakan turunan
fenol dan sirih merah mengandung Flavonoid dan polifenolat yang merupakan
senyawa fenol (Juliantina, 2010; Hayne, 1987).
Fenol atau asam karbolat atau benzonel adalah zat kristal tidak berwarna yang
memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus
hidroksil (-OH). Fenol memiliki sifat kelarutan terbatas dalam air, cenderung asam,
dan mempunyai titik didih yang tinggi. Daya bunuhnya disebabkan fenol
mempresipitasikan protein secara aktif, dan merusak membran sel dengan cara
menurunkan tegangan permukaannya (Waluyo, 2004).
12
Fenol terhidroksilasi yang bersifat toksik terhadap bakteri. Sisi dan jumlah
grup hidroksil pada fenol memiliki hubungan dengan toksisitas terhadap bakteri.
Hidroksi yang meningkat menyebabkan toksisitas yang meningkat. Mekanisme
terhadap toksisitas fenolik terhadap bakteri meliputi inhibitor enzim oleh senyawa
yang teroksidasi, kemungkinan melalui reaksi dengan grup sulfidril atau melalui
interaksi non spesifik dengan protein (Rini dan Mulyono, 2003).
Kavikol pada sirih hijau merupakan turunan fenol, dan mempunyai daya
antibakteri lima kali lebih kuat dari pada fenol. Kavikol inilah yang memberi bau khas
pada daun sirih. Fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasi protein dan
merusak membran sel. Kehadiran fenol yang merupakan senyawa toksik,
mengakibatkan struktur tiga dimensi protein terganggu, dan terbuka menjadi struktur
acak tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Hal ini menyebabkan
protein terdenaturasi. Deret asam amino protein tersebut tetap utuh setelah denaturasi,
namun aktivitas biologisnya menjadi rusak, sehingga protein tidak dapat melakukan
fungsinya. Akibat yang ditimbulkan karena ikatan yang dibentuk oleh fenol adalah
dinding sel bakteri menjadi tidak stabil, dan pengendalian susunan protein bakteri
menjadi terganggu. Kerusakan dinding sel tersebut berakibat pada lolosnya
makromolekul, dan ion dari sel. Sel bakteri menjadi kehilangan bentuknya, dan
terjadilah lisis (Rini, 2005; Heyne, 1987).
Perbedaan kandungan kimia antara daun sirih hijau dan daun sirih merah juga
terletak pada kandungan flavanoid dan polifenolat, yang terdapat dalam sirih merah,
dimana keduanya memiliki efek yang besar untuk menghambat sintesis protein
bakteri gram positif seperti S. mutans, dan kurang efektif terhadap bakteri gram
negatif. Pada tumbuhan tingkat tinggi kandungan flavanoid lebih banyak dari pada
polifenolat, tetapi keduanya memiliki sifat yang hampir sama. Cara kerja
13
antibakterinya sebagai koagulator protein bakteri, sehingga mengakibatkan protein
menggumpal dan tidak dapat berfungsi lagi (Dwidjoseputro, 1994; Robinson, 1995)
2.1.4 Ektraksi Daun Sirih
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Armando,
2005).
Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu :
1. Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Armando, 2005).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan) (Armando, 2005).
2. Cara Panas
a.Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titih didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (Armando, 2005).
14
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontiniu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Armando, 2005).
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50 C (Armando, 2005).
d. Infus
Infus adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat
kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Infus adalah sediaan
cair yang dibuat dengan menyari simplisia menggunakan air pada temperatur 96-980
C selama 15-20 menit (Armando, 2005).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( ≥ 300 C) dan temperur
sampai titik didih air (Armando, 2005).
Metode ekstraksi yang digunakan untuk membuat ekstrak baik dari sirih
merah maupun sirih hijau adalah metoda ekstraksi Soxhlet. Metoda ini merupakan
pengembangan dari metoda maserasi dengan kelebihan antara lain: penggunaan
jumlah pelarut yang sedikit, ekstrak langsung terpisah dari sampel, waktu yang relatif
singkat. Ekstraksi sampel dilakukan secara bertahap menggunakan 3 pelarut yaitu n-
heksana, etilasetat dan etanol, sehingga diperoleh fraksi-fraksi ekstrak. Setiap
tahapan ekstraksi yang dilakukan diharapkan akan mengekstrak senyawa yang
15
mempunyai kepolaran sesuai dengan kepolaran pelarut yang sesuai kaidah ”like
dissolve like” (Armando, 2005).
Komponen yang dapat terekstrak diharapkan semaksimal mungkin karena
setiap tahapan ekstraksi dihentikan setelah pelarut yang keluar dari ekstraktor sudah
tidak berwarna (+ 20 sirkulasi). Ekstraksi komponen daun sirih dilakukan
menggunakan Soxhlet dengan metode ekstraksi bertahap, menggunakan pelarut non
polar (n-heksana) dilanjutkan dengan pelarut yang kepolarannya sedang (etilasetat)
dan terakhir menggunakan pelarut polar etanol. Pelarut n-heksana merupakan pelarut
non polar, sehingga ekstraksi menggunakan pelarut n-heksana diharapkan yang
terekstrak senyawa-senyawa yang mempunyai kepolaran yang rendah. Ekstraksi
menggunakan pelarut etilasetat yang merupakan pelarut dengan kepolaran sedang,
maka diharapkan yang terekstrak senyawa-senyawa dengan kepolaran yang sedang,
sedangkan pelarut etanol dengan kepolaran yang tinggi, diharapkan dapat
mengekstrak senyawa-senyawa yang mempunyai kepolaran tinggi (Armando, 2005).
Fraksi n-heksana akan menunjukkan komponen non-polar dari daun sirih yang
kemungkinan merupakan senyawa minyak atsiri, lemak atau minyak. Etilasetat
diharapkan akan mengekstrak komponen daun sirih yang semi polar. Tidak terlalu
banyak senyawa yang dapat terekstrak dalam pelarut yang bersifat semi polar
dibandingkan dengan fraksi n-heksana dan sekaligus hal juga menunjukkan bahwa
penggunaan n-heksana sebagai pelarut pengekstrak awal berhasil memfraksinasi
komponen non-polar dari daun sirih merah. Fraksi etanol lebih sederhana tampilan
kromatogramnya dan menunjukkan bahwa hanya senyawa yang bersifat polar yang
terdapat di dalam fraksi etanol dengan waktu retensi berkisar 28 – 32 menit, sehingga
fraksi etanol ini relatif terbebas dari komponen non-polar dan semi polar (Armando,
2005).
16
2.2 Streptokokus Mutans
Klasifikasi Streptococcus mutans menurut Bergey adalah :
Divisi : Firmiculares
Kelas : Firmicutes
Ordo : Lactobacilalles
Famili : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans
(Kidd & Bechall, 1991)
Streptococcus mutans adalah salah satu jenis bakteri yang mempunyai
kemampuan dalam proses pembentukan plak dan karies gigi. Bakteri ini pertama kali
diisolasi dari plak gigi oleh Clark pada tahun 1924 yang memiliki kecendrungan
membentuk kokus dengan formasi rantai panjang apabila ditanam pada medium (Kidd
& Bechall, 1991)
Streptococcus mutans menjadi yang paling banyak menyebabkan gigi
berlubang di sekitar luka tetapi sampai pada tahun 1960-an mikroba tersebut tidak
ditemukan (Kidd & Bechall, 1991)
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak
bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus berbentuk bulat atau
bulat telur dan tersusun dalam rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu
sekitar 180C – 400C. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi
manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabakan karies
untuk email gigi (Kidd & Bechall, 1991)
17
Streptococcus mutans adalah bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam,
asidourik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu
polisakarida yang dapat melekat, yang disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini,
S. mutans bisa menyebabkan melekatnya dan mendukung bakteri lain menuju ke
email gigi. Dengan demikian pH turun dan keadaan pH asam ini dapat melarutkan
email gigi sehingga terjadi karies gigi (Kidd & Bechall, 1991).
2.3 Uji Aktivitas Antibakteri
Kemampuan antimikroba dalam melawan bakteri dapat diukur menggunakan
metode yang biasa dilakukan yaitu (Jawetz dkk, 2008):
A. Metode konvensional : dilusi (agar atau kaldu), difusi dan Etest
B. Uji kepekaan komersial
2.3.1 Persiapan Sebelum Uji Dilakukan
Beberapa persiapan yang diperlukan untuk melaksanakan uji dengan metode
dilusi dan difusi yaitu meliputi persiapan inokulum dan antimikroba yang akan
digunakan (Dwidjoseputro, 1994; Jawetz dkk, 2008).
2.3.1.1 Persiapan Inokulum
Persiapan inokulum yang tepat penting untuk uji kepekaan untuk mendapatkan
hasil yang akurat dan konsisten. Ada dua persiapan yang harus dilakukan yaitu:
biakan murni dan pembuatan inokulum standar (Jawetz dkk, 2008).
Biakan murni diperlukan karena interpretasi berdasarkan inokulum
yang tercampur tidak dapat diterima dan akan menghambat mendapatkan hasil.
Biakan murni dilakukan dengan mengambil empat atau lima koloni yang sama secara
18
morfologi dan ditanam pada media perbenihan cair dan dibiarkan tumbuh subur, pada
umumnya memerlukan waktu inkubasi 3 sampai 5 jam. Bisa juga sebagai alternative
4 sampai 6 koloni berusia 16 sampai 24 jam dipilih dari media agar dan dibuat
suspensi dengan NaCl 0,85% untuk mendapatkan suspensi yang keruh. Kemudian
kekeruhan dibandingkan dengan suspensi standar Mc Farland, pada latar belakang
hitam. Standar Mc Farland dibuat dengan mencampur asam sulfat 1% dan barium
klorida 1,175% untuk mendapatkan kekeruhan standar. Standar kekeruhan 0,5 Mc
Farland telah tersedia secara komersial, yang memiliki kekeruhan sebanding dengan
1,5 x 108 colony forming unit (CFU)/ml (Jawetz dkk, 2008).
2.3.1.2 Memilih Antimikroba Untuk Uji Kepekaan
Pemilihan antimikroba dilakukan oleh staf medis terutama dokter spesialis
penyakit infeksi dan bila perlu disertai ahli farmasi. Pemilihan berdasarkan kelompok
bakteri, hasil identifikasi bakteri (karena ada beberapa antimikroba spesifik hanya
untuk bakteri tertentu. Deretan antimikroba secara umum didasarkan pada kelompok
organisme ,secara umum dibagi menjadi (Dwidjoseputro, 1994):
i. Enterobacteriaceae
ii. Pseudomonas aeruginosadan Acinetobacterspp
iii. Staphylococcusspp
iv. Enterococcus spp
v. Streptococcus spp (kecuali S. pneumoniae)
vi. Streptococcus pneumonia
vii. Haemophilus influenza
viii. Neisseria gonorrhoeae
19
2.3.2 Metode Konvensional
2.3.2.1 Metode Dilusi
Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan yaitu teknik dilusi perbenihan
cair dan teknik dilusi agar. Yang bertujuan untuk penentuan aktifitas antimikroba
secara kuantitatif, antimikroba dilarutkan kedalam media agar atau kaldu, yang
kemudian ditanami bakteri yang akan dites. Setelah diinkubasi semalam, konsentrasi
terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri di sebut dengan MIC (minimal
inhibitory concentration). Nilai MIC dapat pula dibandingkan dengan konsentrasi obat
yang didapat di serum dan cairan tubuh lainnya untuk mendapatkan perkiraan respon
klinik (Ansel, 1989; Jawetz dkk, 2008)
a) Dilusi perbenihan cair
Dilusi perbenihan cair terdiri dari makrodilusi dan mikrodilusi. Pada
prinsipnya pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi
volume yang digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume yang
digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba yang digunakan disediakan pada
berbagai macam pengenceran biasanya dalam satuan µg/ml, konsentrasi bervariasi
tergantung jenis dan sifat antibiotik. (misalnya cefotaxime untuk uji kepekaan
terhadap Streptococcus pneumonia, pengenceran tidak melebihi 2 μg/ml, sedangkan
untuk Escherichia coli pengenceran dilakukan pada 16 µg/ml atau lebih) (Ansel,
1989; Jawetz dkk, 2008).
Secara umum untuk penentuan MIC pengenceran antimikroba dilakukan
penurunan konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5, 0,25
µg/ml) konsentrasi terendah yang menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan jelas
baik dilihat secara visual atau alat semiotomats dan otomatis, disebut dengan
20
konsentrasi daya hambat minimum/ MIC (minimal inhibitory concentration) (Ansel,
1989; Jawetz dkk, 2008)
.
b) Dilusi agar
Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan
ditambahkan kedalam agar, sehingga akan memerlukan perbenihan agar sesuai jumlah
pengeceran ditambah satu perbenihan agar untuk kontrol tanpa penambahan
antibiotik, konsentrasi terendah antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri merupakan MIC antibiotik yang di uji. Salah satu kelebihan metode agar dilusi
untuk penentuan MIC Neisseria gonorrhoeae yang tidak dapat tumbuh pada teknik
dilusi perbenihan cair (Ansel, 1989; Jawetz dkk, 2008).
c. Penentuan MBC dari MIC perbenihan cair
Dasar penentuan antimikroba secara invitro adalah MIC (minimum inhibition
concentration) dan MBC (minimum bactericidal concentration). MIC merupakan
konsentrasi terendah bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan
hasil yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada pembiakan
kaldu. Sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah antimikroba yang dapat
membunuh 99,9% pada biakan selama waktu yang ditentukan.Agar antimikroba
efektif pada MIC atau MBC. Sedapat mungkin mencapai tempat infeksi. Absorpsi
obat dan distribusi antimikroba akan mempengaruhi dosis, rute dan frekuensi
pemberian antimikroba untuk mendapatkan dosis efektif di tempat terjadinya infeksi
(Ansel, 1989; Dwidjoseputro, 1994; Jawetz dkk, 2008)
21
Penentuan konsentrasi minimum antibiotik yang dapat membunuh bakteri /
minimum bactericidal concentration (MBC) dilakukan dengan menanam bakteri pada
perbenihan cair yang digunakan untuk MIC ke dalam agar kemudian diinkubasi
semalam pada 37ºC. MBC adalah ketika tidak terjadi pertumbuhan lagi pada agar
(Ansel, 1989; Dwidjoseputro, 1994; Jawetz dkk, 2008)
.
2.3.2.2 Metode Difusi.
Cakram kertas, yang telah dibubuhkan sejumlah tertentu antimikroba,
ditempatkan pada media yang telah ditanami organism yang akan di uji secara merata.
Tingginya konsentrasi dari antimikroba ditentukan oleh difusi dari cakram dan
pertumbuhan organism uji dihambat penyebarannya sepanjang difusi antimikroba
(terbenuk zona jernih disekitar cakram), sehingga bakteri tersebut merupakan bakteri
yang sensitif terhadap antimikroba. Ada hubungan persamaan yang hampir linear
(berbanding lurus) antara log MIC, seperti yang diukur oleh metode dilusi dan
diameter zona daya hambat pada metode difusi (Ansel, 1989; Jawetz dkk, 2008)..
Hasil dari tes kepekaan, mikroorganisme diklasifikasikan ke dalam dua atau
lebih kategori. Sistim yang sederhana menentukan dua kategori yaitu sensitif dan
resisten. Meskipun klasifikasi tersebut memberikan banyak keuntungan untuk
kepentingan statistik dan epidemiologi, bagi klinisi merupakan ukuran yang terlalu
kasar untuk digunakan. Dengan demikian hasil dengan 3 klasifikasi yang biasa
digunakan, (sensitif, intermediate, dan resisten) seperti pada metode Kirby-Bauer.
Terapi antimikroba idealnya berdasarkan penentuan bakteri penyebab dan
antimikroba sesuai yang sensitif terhadap bakteri tersebut (Ansel, 1989; Jawetz dkk,
2008).
22
Di laboratorium klinik, uji kepekaan lebih banyak digunakan metode cakram
difusi. Pada metode ini inokulum bakteri ditanam secara merata pada permukaan agar.
Cakram antimikroba diletakkan pada permukaan agar dan dibiarkan berdifusi ke
dalam media sekitarnya. Hasilnya dilihat zona hambat antimikroba terhadap
pertumbuhan bakteri. Ukuran zona jernih tergantung kepada kecepatan difusi
antimikroba, derajat sensitifitas mikroorganisme dan kecepatan pertumbuhan bakteri.
Zona hambat cakram antimikroba pada metode difusi berbanding terbalik dengan
MIC. Semakin luas zona hambat, maka semakin kecil konsentrasi daya hambat
minimum MIC. Untuk derajat kategori bakteri dibandingkan terhadap diameter zona
hambat yang berbeda-beda setiap antimikroba, sehingga dapat ditentukan kategori
resisten, intermediate atau sensitif terhadap antimikroba uji (Ansel, 1989; Jawetz dkk,
2008).
Uji kepekaan Metode agar difusi Kirby-Bauer:
Bahan yang diperlukan :
ü Agar Muller Hinton
ü Cakram antibiotik
ü Inokulum Standar Mc farland 0,5
(Ansel, 1989; Dwidjoseputro, 1994; Jawetz dkk, 2008)
Cara kerja:
1) Disiapkan agar Muller Hinton kondisikan pada suhu ruangan dan
permukaan agar kering
23
2) Persiapkan inokulum 0,5 Mc Farland (dibuat baru dari 4-6 koloni dalam
2 ml NaCl fisiologis, digunakan tidak lebih dari 15 menit dan supaya homogen bisa
dibantu dengan vortex
3) Penanaman pada agar Muller Hinton
Celupkan swab steril ke dalam inokulum bakteri , angkat swab kemudian di
atas permukaan suspensi inokulum pada sisi tabung putar swab dengan sedikit ditekan
agar tidak berlebih
4) Goreskan swab pada agar Muller Hinton dengan memutar agar sekitar 60
derajat 2 sampai 3 kali untuk memastikan seluruh permukaan agar tergores
5) Putarkan swab pada pinggiran agar untuk mengambil kelebihan suspensi
bakteri pada sekeliling cawan petri
6) Tempatkan cakram antibiotik pada permukaan agar yang telah ditanami
bakteri dengan memperhatikan jarak penyimpanan cakram. Dapat dilakukan
menggunakan pinset steril atau disk feeder (Ansel, 1989; Dwidjoseputro, 1994;
Jawetz dkk, 2008)
2.3.2.3 E-test
Metode yang digunakan selain metode Kirby-Bauer dalam uji kepekaan adalah
E-test (Epsilometer test) yang juga berdasarkan prinsip difusi. E-test digunakan untuk
pemeriksaan mikrobiologis untuk kepekaan bakteri dan jamur (Dwidjoseputro, 1994).
Etest menggunakan strip persegipanjang yang telah mengandung antibiotik.
Bakteri ditanam pada perbenihan agar kemudian diletakkan strip Etest pada
permukaan agar, setelah antibiotik berdifusi ke dalam agar akan terbentuk zona
hambat pada konsentrasi antibiotik yang bertingkat terdapat pada strip Etest. Setelah
24 jam inkubasi akan tampak zona hambat yang berbentuk elips, ketika sampai pada
24
garis zona yang telah melekat pada strip (tidak ada zona hambat lagi) pada
konsentrasi tersebut merupakan pembacaan hasil MIC (Dwidjoseputro, 1994).
2.3.3 Uji kepekaan Metode Komersial
Pada dasarnya metode komersial merupakan penggabungan metode
konvensial dilusi dan difusi dan keakuratan metode komersial ini dievaluasi dengan
cara membandingkan dengan metode konvensional. Media perbenihan , kondisi
lingkungan disesuaikan dengan standar metode konvensional dan ujuan dari metode
tetap sama seperti metode konvensional, hanya pengerjaan dan cara penggunaan
alatnya yang lebih praktis, dimana pencapaian tujuan bervariasi tergantung kepada
(Sacher dan McPherson, 2000):
Susunan bakteri dan komposisi antimikroba yang digunakan
Tingkat otomatisasi dalam penanaman, inkubasi, interpretasi dan
pelaporan
Metode yang digunakan untuk mengukur hambatan pertumbuhan
bakteri
Kecepatan memperoleh hasil
Akurasi
Jenis-jenis Metode komersial (Sacher dan McPherson, 2000) :
1. Metode mikrodilusi perbenihan cair (broth microdilution methods)
2. Secara umum metode ini didesain untuk menrima inokulum dan diinkubasi
pada kondisi sesuai petunjuk penggunaan, biasanya untuk pembacaannya
memerlukan alat semiotomatis.
3. Agar dilusi derivatif (agar dilution derivations)
25
4. Pada metode ini telah disediakan perbenihan agar yang telah mengandung
antimikroba melingkar, dimulai dari tengah-tengah /pusat lingkaran
perbenihan agar dengan konsentrasi tertinggi, terus melingkar ke arah tepi
dengan konsentrasi semakin menurun. Penanaman bakteri dimulai dari tepi
perbenihan dengan satu goresan tegak lurus. Difusi antibiotik akan tampak
zona hambat dari konsentrasi tinggi (pusat lingkaran) ke rendah (tepi)
5. Difusi pada agar derivatif (diffusion in agar derivations)
6. Pada metode ini digunakan perbenihan Muller Hinton yang diletakkan di
atasnya strip antibiotik secara melingkar
7. System pengujian otomatis (automated antimicrobial susceptibility test
system)
8. Metode ini dalam persiapan inokulum dan penanamam bakteri dilakukan
secara otomatis, cara pembacaan dan interpretasi kategori menggunakan
system algoritma
9. Metode pengujian alternative dan suplemen. Metode pengujian yang
bertujuan untuk mengetahui mekanisme resistensi
10. Metode yang langsung mendeteksi mekanisme resistensi spesifik
11. Metode dengan pengukuran antimikroba berdasarkan keberadaan
mekanisme khusus, misalnya berdasarkan metode fenotip, deteksi
asetiltransferase kloramfenikol.
12. Metode khusus untuk mendeteksi kompleks interaksi antimikroba-organisme
13. Tes kombinasi aktifitas antimikroba
14. Spiral Gradient Endpoint Test (SGE), merupakan uji kepekaan pada satu
agar terdiri dari 15 suspensi mikroba dapat digoreskan swab dengan arah
memutar melalui beberapa konsentrasi. Software dibutuhkan untuk
26
menghitung konsentrasi yang sebenarnya dari setiap mikroba yang tumbuh
yang menghambat pertumbuhan. Teknik ini digunakan untuk
menghilangkan keterbatasan metode konvensional dimana setiap media agar
hanya satu konsentrasi, menghemat waktu dan bahan karena satu plate SGE
sama dengan 8 plate pada metode konvensional (Sacher dan McPherson,
2000).
27