Download - Makalah Retinopati Diabetika
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati diabetika merupakan salah satu dari empat kasus kebutaan yang
paling banyak terjadi di Amerika. Retinopati diabetika adalah kelainan retina yang ditemukan
pada penderita diabetes mellitus. Retinopati diabetika merupakan penyakit penyulit diabetes
yang paling penting. Hal ini karena insidennya cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% dan
prognosisnya pun kurang begitu baik terutama bagi pengelihatan. Penerita diabetes mempunyai
kecenderungan 25x lebih besar mengalami kebutaan, dibandingkan penderita non diabetes. Di
Amerika, diabetika menjadi penyebab tersering pada penduduk usia 20-64 tahun, sedangkan di
Inggris tersering pada pasien usia 30-60 tahun. Dari semua penderita diabetes melitus, ditemukan
25% mempinyai tipe yang lebih ringan, 5% mempunyai tipe retinopati yang proliferatif.
Katarak dalam bahasa Indonesia disebut bular, dmana pengelihatan tertutup seperti air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi kedua-
duanya. Berdasarkan WHO, di negara berkembang, 1-3% penduduk mengalami kebutaan dan
50% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju perbandingannya 1,2%
penyebab kebutaan adalah katarak.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Lembar 1
Anda adalah seorang dokter umum yang sedang bekerja di Puskesmas. Seorang ibu paruh
baya datang dengan keluhan penglihatan buram pada kedua mata. Tidak ada keluhan mata
merah, gatal, kotor ataupun sakit.
Lembar 2
Pada anamnesis didapatkan keluhan penglihatan buram di kedua mata sudah berlangsung
selama 6 bulan, dan semakin lama semakin parah. Buram dirasakan bila melihat jauh dan dekat.
Mata kiri lebih parah daripada mata kanan. Kadang-kadang mata silau bila melihat cahaya yang
terlalu terang, tetapi saat malam hari juga pasien merasa tambah buram.
Pasien pernah ke optik untuk mencoba menggunakan kacamata, tetapi tidak ada ukuran
yang cocok untuknya. Sejak muda pasien tidak pernah menderita gangguan penglihatan di mata.
Riwayat Diabetes Mellitus yang kurang terkontrol sejak 8 tahun yang lalu. Hipertensi 1
tahun terakhir. Pemeriksaan Gula darah puasa 1 minggu yang lalu 165 mg/dL.
Lembar 3
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan:
STATUS GENERALISATA
Keadaan Umum : Baik, compos mentis
TB : 158 cm BB : 70 kg
Tanda Vital : Suhu : Afebris
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Respiratory rate : 18x/menit
2
Nadi : 76x/menit
Kepala : lihat status oftalmologis
Thorax : Normal
Abdomen : Normal
Ekstremitas : Normal
STATUS OFTALMOLOGIS
OD OS
6/15, tidak dapat dikoreksi VISUS 1/60, tidak dapat dikoreksi
Normal PALPEBRA Normal
Normal KONJUNGTIVA Normal
Jernih KORNEA Jernih
Bulat, diameter 3 mm,
refleks cahaya direk indirek
+/+
IRIS/PUPIL Neovaskularisasi (+),
diameter 3 mm, reflex cahaya
direk indirek +/+
Keruh, tipis LENSA Keruh, tipis
Jernih FUNDUS MEDIA Perdarahan vitreous (+)
Bulat, CD 0,3; a/v 1/3; vena
berkelok-kelok
PAPIL Bulat, neovaskularisasi (+)
CD 0,3; a/v 1/3; vena
berkelok-kelok
Hard exudate sedikit, edema
(-)
MAKULA Hard exudate (+), edema
Soft exudate, flame-shaped
haemorrhages, dot, blot
RETINA Soft exudates, flame-shaped
haemorrhages, dot, blot,
neovaskularisasi
15 mmHg TEKANAN
INTRAOKULAR
17 mmHg
Tidak ada hambatan GERAKAN BOLA MATA Tidak ada hambatan
Normal LAPANG PANDANG Tidak bisa dinilai
3
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Suwati
Usia : 53 tahun
Pekerjaan : Guru
Status : Menikah
Alamat : Jl. Jambu no. 10 Jakarta Barat
ANAMNESIS
1. Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan keluhan penglihatan buram mulai dirasakan? Bagaimana perjalanan
keluhan tersebut? Apakah bertambah parah, sudah membaik menetap atau hilang
timbul? Penglihatan buram kalau melihat jauh atau dekat? Apakah penglihatan
buram dikedua mata atau salah satu mata saja?
Apakah ada gejala lain yang menyertai seperti mual muntah, pusing?
Apakah ada pandangan seperti berkabut?
Bila melihat ke samping ke kanan dan kiri kelihatan tidak?
Apakah penglihatan ada perbaikan setelah pakai kacamata?
Bagaimana penglihatan saat malam hari?
Apakah ada silau saat melihat cahaya terang?
Apakah merasa buram mendadak atau perlahan?
Apakah ada merasa fotofobia?
4
2. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah mengalami penyakit mata yang sama?
Apakah pernah mengalami trauma?
Apakah ada riwayat penyakit sistemik seperti DM, Hipertensi, infeksi,
keganasan?
Apakah ada riwayat operasi mata
3. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang mengalami hal seperti ini sebelumnya?
Apakah ada riwayat penyakit sistemik seperti DM, Hipertensi, infeksi,
keganasan?
4. Riwayat pengobatan
Apakah sebelumnya pernah mendapat pengobatan? Obat apa yang dikonsumsi?
ANALISIS MASALAH & HIPOTESIS
MASALAH Hipotesis Interpretasi
Penglihatan buram dan tenang serta berlangsung kronis
Mata Tenang Visus Turun
A Mendadak
1. Katarak2. Glaukoma3. Retinopathi Diabetes
B. Perlahan
1. Abalasio Retina2. Obstruksi Vena
Optica3. Neuritis Optik
5
Silau bila melihat cahaya dan bertambah buram di malam hari
Katarak Mature Pada pasien ini adanya kekeruhan menyeluruh pada lensanya (leukoria) yang mengakibatkan susah melihatnya di malam hari. Walaupun mata pasien akan melebar (midriasis) pada malam hari tetapi tetap cahaya tidak bisa masuk dan diteruskan ke retina
Tidak pernah ada ukuran yang cocok untuk matanya
Adanya kelainan anatomi Dengan kacamata apapun pasien tetap tidak merasakan adanya penglihatan yang tajam dikarenakan adanya kekeruhan lensa juga adany kerusakan bagian anatomis dari lensa
Diabetes Hiperfungsi korteks adrenal
Riwayat hipertensi Sindrom cushing
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
Keadaan Umum Baik, Compos mentis Compos Mentis Normal
Tinggi Badan 158 cm BMI = (18.5-22.9) Obesitas Kelas I
Berat Badan 70 kg (BMI = 28)
Tanda Vital
1. Suhu
2. Tekanan Darah
3. Respiratory
rate
4. Nadi
1. Afebris
2. 140/90 mmHg
3. 18x/Menit
4. 76x/Menit
1. 36.4-37.2° C /
Afebris
2. 120/80mmHg
3. 12-20x/Menit
4. 60-100x/Menit
Hipertensi Grade I
(Dilihat dari
Tekanan Darah)
6
Kepala Lihat Status Oftalmologis
Thorax Normal
Abdomen Normal
Ekstremitas Normal
Status Oftalmologis
OD OS Interpretasi
VISUS 6/15, Tidak bisa
dikoreksi.
1/60, Tidak bisa
dikoreksi
OD: Pada optotipi snellen pasien
hanya bisa membaca sampai baris ke-
4
OS: Pada pemeriksaan hitung jari
pasien hanya bisa membaca dari jarak
1 meter
Tidak bisa dikoreksi menandakan
kelainan anatomi dan bukan refraksi.
PALPEBRA Normal Normal Normal
KONJUNGTIVA Normal Normal Normal
KORNEA Jernih Jernih Normal
IRIS/PUPIL Bulat, diameter
3mm, reflex
cahaya direk
indirek +/+
Neovaskularisasi
(+), diameter
3mm, reflex
cahaya direk
OD: Normal
OS: Ada proliferasi sel endotel,
terjadi pada retinopati berat
7
indirek +/+
LENSA Keruh, tipis Keruh, tipis OD & OS: Katarak Senilis Matur.
FUNDUS
MEDIA
Jernih Perdarahan
vitreous (+)
OD: Normal
OS: Menandakan adanya
neovaskularisasi yang pecah
PAPIL Bulat, CD 0.3;
a/v 1/3; vena
berkelok kelok
Bulat,
neovaskularisasi
(+), CD 0.3; a/v
1/3; vena
berkelok kelok
OD: a/v 1/3 menandakan adanya
oklusi (N: 2/3); vena berkelok tanpa
neovaskularisasi menunjukkan
retinopati non-proliferasi
OS: ada oklusi, retinopati fase
proliferasi
MAKULA Hard exudates
sedikit, edema
(-)
Hard exudates
(+), edema
OD: Hard exudates berasal dari
infiltrasi lipid.
OS: Infiltrasi lipid, edema
menandakan vascular leakage
RETINA Soft exudates,
flame-shaped
hemorrhages,
dot, blot
Soft exudates,
flame-shaped
hemorrhages,
dot, blot,
neovaskularisasi
OD: Terdapat iskemia retina,
perdarahan vena akibat diapedesis,
dan kapiler rupture
OS: Terdapat iskemia retina,
perdarahan vena akibat diapedesis,
rupture kapiler, dan retinopati
stadium proliferasi
TEKANAN 15 mmHg 17 mmHg Normal; OS sedikit lebih tinggi dari
8
INTRAOKULAR OD mungkin akibat adanya edema.
GERAKAN
BOLA MATA
Tidak ada
hambatan
Tidak ada
hambatan
Normal
LAPANG
PANDANG
Normal Tidak bisa
dinilai
OD: Normal
OS: Lapang pandang tidak bisa
dinilai mungkin akibat pendarahan
neovaskularisasi.
DIAGNOSIS KERJA
Non Proliferatif Retinopati Diabetika Okuli Dextra & Proliferatif Retinopati Diabetika
Okuli Sinistra disertai Katarak Senilis ODS.
Dasar Diagnosis :
Faktor resiko pada pasien: Riwayat diabetes melitus yang kurang terkontrol sejak 8 tahun
yang lalu, hipertensi 1 tahun terakhir, obesitas.
Keluhan pasien: terdapat penurunan visus yang perlahan sejak 6 bulan lalu.
Pemeriksaan fisik: hipertensi stage 1, obese kelas 1
Status oftamologi OD: Visus 6/15 dan tidak dapat dikoreksi, lensa keruh dan tipis, a/v:1/3,
vena berkelok-kelok, hard exudate sedikit, soft exudate, flame shapped hemorrages, dot,
blot.
Status oftamologi OS: Visus 1/60 dan tidak dapat dikoreksi, neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis), lensa keruh dan tipis, perdarahan vitreous (+), neovaskularisasi papil (+),
a/v:1/3, vena berkelok-kelok, hard exudate & edema macula, soft exudate, flame shapped
hemorrages, dot, blot hemorrages.
PATOFISIOLOGI
9
Retinopati Diabetik Non Proliferatif
Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahan
kemungkinan diakibatkan karena adanya perubahan endotel vaskuler ( penebalan membran
basalis dan hilangnya pericyte ) dan gangguan hemodinamik ( pada sel darah merah dan agregasi
platelet ). Disini perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina ( intraretinal ),
terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membran internal. Karakteristik pada jenis ini
adalah dijumpainya mikroaneurisma multiple yang dibentuk oleh kapiler-kapiler yang
membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik, vena retina mengalami dilatasi
dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intraretinal. Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan
retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya didalam lapisan serat saraf yang berorientasi
horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak terletak di lapisan retina yang
lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikal. Edema makula pada retinopati diabetik
merupakan penyebab tersering timbulnya gangguan penglihatan. Edema ini terutama disebabkan
oleh rusaknya sawar retina-darah bagian dalam pada endotel kapiler retina sehingga terjadi
kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya.
Retinopati Diabetik Proliferatif
Iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh
halus ( neovaskularisasi ) yang sering terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior zona
perifer, disamping itu juga terdapat neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis. Pembuluh-
pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai
berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi
perdarahan massif dan dapat timbul penurunan penglihatan mendadak.
PENATALAKSANAAN
Non MedikaMentosa :
1. Regulasi gula darah dan kontrol tekanan darah
2. Diet rendah garam, rendah lemak dan rendah karbohidrat
3. Olahraga ringan seperti jogging
10
4. Konsul ke Dokter spesialis mata
Medikamentosa :
1. OD
Lakukan operasi fotokoagulasi laser. Manfaat terapi laser :
Menutup pembuluh darah yang bocor
Merusak retina yang kekurangan oksigen
Mencegah timbulnya pembuluh darah abnormal
2. OS
Tunggu perdarahan terserap sendiri selama 2-3bln, setelah itu baru dilakukan fotokoagulasi laser
3. EKIK + IOL
Lensa dikeluarkan seluruhnya dengan kapsulnya
Pasang IOL (Intra Oculer Lens) ±19.00 D
KOMPLIKASI
Ringan : non proliferative
Kebocoran pembuluh darah
Sumbatan pembuluh darah
Berat : proliferative
Pembentukan pembuluh darah baru yang rapuh, Segala akibatnya :
Perdarahan vitreus
Jaringan parut
11
Lepasnya retina (ablation retina)
Gangguan penglihatan sampai buta
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : OS : Dubia ad malam
OD : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
12
A. RETINOPATI DIABETIKA
Diabetes mellitus merupakan gangguan dari metabolisme karbohidrat, dimana tepung dan
gula tidak disimpan atau dipakai dengan semestinya. Hal ini menimbulkan gangguan pula pada
nutrisi jaringan diseluruh tubuh, termasuk mata. Pengobatannya dengan diit dan insulin, dapat
memperpanjang umur penderita diabetes mellitus, sehingga proses degenerasi dimata menjadi
bertambah penting. Yang paling khas adalah penyulitnya di retina.
Retinopati diabetika merupakan suatu gangguan pada mata yang disebabkan akibat
penyakit diabetes mellitus yang diderita dalam waktu yang relatif lama. Jumlah insidens
penderitanya yang cukup tinggi ditambah pula dengan manifestasi klinis tahap akhir berupa
kebutaan.
Patogenesa
Beberapa teori dikatakan dapat menyebabkan terjadinya retinopati diabetika. Namun terdapat
2 buah teori yang paling banyak menarik perhatian para pakar, yaitu :
1. Teori Enzim katalisis aldose reduktase.
Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa
intraselular meningkat, hal ini akan meningkatkan pula kadar sorbitor intraselular, yang
kemudian akan menghambat sintesis mio-inositol yang terdapat pada glomerular dan
jaringan saraf. Penurunan kadar mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme fosfo-
inositidin, yang kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-ATPase dan
memperburuk kerusakan mikrovaskular.
2. Teori protein Aminoguanidin.
Aminoguanidin ( suatu fraksi dari protein esensial ) , melalui mekanisme yang masih
terus diselidiki, pada tikus tikus percobaan ternyata dapat memperlambat pertambahan
mikroaneurisma dan penumpukan deposit protein pada kapiler kapiler di retina.
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari gangguan metabolik,
yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai ketinggian tertentu,
mengakibatkan keracunan sel sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah, yang
disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan irreversibel dari molekul glukosa
dengan protein yang disebut proses glikosilase protein.
13
Dalam keadaan normal, proses glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada penderita
diabetes mencapai 20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang
secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran darah,
yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan gangguan pada
daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan yang diurusnya. Kelainan kelainan ini
didapatkan juga didalam pembuluh pembuluh darah retina, yang dapat diamati dengan
melakukan
1. fundus fluorescein angiography
2. pemotretan dengan menggunakan film berwarna
3. oftalmoskop langsung dan tak langsung
4. biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman
Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan
mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang
lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan menonjol
membentuk mikroaneurisma. Mula mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar
makula, yang tampak sebagai titik titik merah pada oftalmoskop. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika. Pada keadaan lanjut, mikroaneurisma
didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun arteri. Baik kapiler yang abnormal
maupun aneurisma menibulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema, eksudat, perdarahan, di
sekitar kapiler dan mikroaneurisma.
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila terdapat di daerah makula,
edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan berlangsung dalam waktu relatif lama
akan menyebabkan degenerasi kistoid. Bila hal ini terjadi di daerah makula, ketajaman
penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada keadaan semula meskipun dilakukan
fotokoagulasi pada pengobatan.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran lipoprotein, tampak sebagai eksudat keras, menyerupai lilin
berkelompok yang berbentuk lingkaran di daerah makula, yang disebut bentuk sirsiner berwarna
putih kekuning kuningan. Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang gemuk dengan
kadar lemak darah yang tinggi.
14
Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan penyumbatan
yang dimulai di kapiler, kearteriola, dan pembuluh darah besar ; karenanya timbul hipoksi,
disusul dengan daerah iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral. Hipoksi mempercepat
timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksi timbul
eksudat lunat yang disebut cotton wool patch, yang merupakan bercak nekrose.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Juga disini
terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga didapatkan perdarahan sepanjang pembuluh darah
vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat
timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau dimana saja. Bentuknya dapat berupa
gulungan atau rete mirabile. Letaknya intraretina dan menjalar menjadi preretina.
Neovaskularisasi ini diikuti kemudian diikuti dengan jaringan proliferasi.5 Bila jaringan
fibrivaskular ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan dan tarikan pada retina sehingga
menyebabkan ablasi retina dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat menimbulkan penurunan
ketajaman penglihatan sampai kebutaan. Perdarahan yang timbul didalam badan kaca dapat
menyebabkan glaukoma hemoragik, yang sangat sakit dan menimbulkan kebutaan. Perdarahan
di dalam badan kaca juga diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik yang disertai
neovaskularisasi, yang juga dapat mengkerut dan menyebabkan ablasi retina dan kebutaan.
Dengan demikian, bila tidak diambil tindakan, retinopati diabetika cepat atau lambat akan
berakhir dengan kebutaan.
Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris yang disebut rubeosis iris, yang dapat
menimbulkan glaukoma akibat tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru tersebut
dan juga akibat perdarahan, karena pecahnya rubeosis iris.
Manifestasi klinis
Penurunan ketajaman pada penglihatan sentral berlangsung secara perlahan lahan,
tergantung dari lokalisasi, luas dan beratnya kelainan.
Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan fibrovaskuler,
tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat, perdarahan yang terdapat di daerah
makula, yang disebut makulopati, cepat menimbulkan gangguan penglihatan. Pada umumnya
visus pada stadium ini masih baik, tetapi bila sudah terjadi pembentukan jaringan fibrovaskuler,
gangguan visus pasti menyusul.
15
Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika :
1. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.
2. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler. Merupakan tanda awal dari retinopati
diabetika
3. Eksudat berupa :
a. hard eksudat : berwarna kuning karena eksudasi plasma yang lama. Pada
angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin diluar pembuluh darah.
Terutama terdiri dari lipid yang didapatkan pada hiperlipoproteinemia.
b. cotton wool patch : berwarna putih, tidak berbatas tegas, dihubungkan dengan
iskemik retina.
4. Shunt arteri vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler
5. Pelebaran vena, lumennya tidak teratur, berkelok kelok, terjadi akibat kelainan sirkulasi.
Dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
6. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler.
7. Akibat proliferasi sel sel endotel, timbul neovaskularisasi, tampak sebagai pembuluh
darah yang berkelok kelok, yang merupakan tanda awal dari penyakit yang berat. Mula
mula terdapat pada retina, kemudian menjalar ke preretina untuk kemudian masuk
kedalam badan kaca. Bila neovaskularisasi ini pecah dapat menimbulkan perdarahan di
retina, preretina, dan juga didalam badan kaca.
8. Neovaskularisasi preretina diikuti pula dengan proliferasi sel glia.
9. Edema makula, kondisi ini merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan pada
pasien pasien diabetes. Dalam setahunnya di Amerika, didapatkan 75.000 kasus baru.
Berdasarkan kelainan diatas. Daniel Vaughan membagi klasifikasi retinopati dibaetikum menjadi
beberapa stadium :
I. Mikroaneurisma, yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan bulat kecil
di daerah papil dan makula ; dengan vena sedikit melebar dan secara histologis di
dapatkan mikroaneurisma di kapiler bagian vena dilapisan nuklear luar.
II. Vena melebar ; tampak eksudat kecil kecil seperti lilin, tersebar, dan terletak dilapisan
pleksiform luar.
16
III. Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibar iskemik pada arteriola terminal.
IV. Vena vena melebar, sianosis, disertai sheating pembuluh darah. Perdarahan nyata
besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina dan preretina.
V. Perdarahan besar di retina dan preretina, juga infiltrasi ke badan kaca. Disusul dengan
terjadinya retinitis proliferans, yang diakibarkan timbulnya jaringan fibrotik dan
neovaskularisasi.
Derajat retinopati ini berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus diderita.
Pengobatan yang baik dapat memperlambat timbulnya retinopati, namun sekali timbul,
tampaknya tidak ada satu obatpun yang mampu mempengaruhi jalannya keadaan ini.
Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetes yang hebat dalam 20 tahun
meskipun dikontrol dengan baik.2
Beberapa keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes adalah
1. arteriosklerosis dan hipertensi arteri
2. hipoglikemi
3. hiperlipoproteinemi
4. kehamilan pada penderita diabetes juvenilis.
Adapun yang membagi stadium retinopati diabetikum menjadi dua (2) stadium yaitu:
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :
Retinopati nonproliferatif.
Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes, keadaan
ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan kecil
pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan
cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan
pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak
protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina.
Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari
pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula).
17
Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan
seseorang.
Retinopati proliferatif
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium
yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif
adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina.
Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola
mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat
menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati
proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata
sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.3
Terapi
Pengobatan dari diabetes melitusnya sendiri dengan diit dan pemberian obat obat anti
diabetik. Kontrol gula yang ketat dapat menurunkan insidens dan perbutukan dari retinopati
diabetika ini, terutama pada penderita diabetes IDDM.
Fotokoagulasi dengan Xenon Arc Fotokoagulator atau Argon Laserphoto Koagulator. Dimana
sinar dari alat tersebut ditembakan secara tidak langsung sehingga menimbulkan jaringan parut
di khorioretina, sehingga mengurangi kebutuhan metabolisme dan berakibat regresinya
neovaskularisasi. Tujuan dari fotokoagulasi ini adalah menutup kebocoran, merangsang
penyerapan cairan, mengurangi neovaskularisasi, mencegah timbulnya ablasi retina, dengan
harapan dapat menghambat menurunnya visus.
B. KATARAK SENILIS
1. Pendahuluan
Saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dimana hampir setengah
dari 45 juta orang mengalami kebutaan dan hampir 90% berasal dari daerah Asia dan Afrika.
Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia Tenggara dan
18
diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang diantaranya
berasal dari Asia Tengara.7
Katarak juga merupakan penyebab utama hilangnya penglihatan di Indonesia. Katarak
memiliki derajat kepadatan yang bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi
biasanya berkaitan dengan penuaan.8 Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut,
namun dapat juga merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis,
dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit
intraokular lainnya.9
Saat ini, seluruh dunia sedang menghadapi krisis katarak dimana jumlah kebutaan akibat
katarak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya usia harapan
hidup sehingga diperkirakan untuk mengeliminasi kebutaan akibat katarak dibutuhkan lebih dari
30 juta operasi katarak hingga tahun 2020.10
2. Definisi
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat
kedua-duanya.9
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa
bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.8
Gambar 1. Katarak Matur
19
( Dikutip dari kepustakaan No.11 )
3. Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta
kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia,
India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50%
dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.12
Survei tahun 1982 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,2% dari
seluruh populasi dan 0,76% disebabkan oleh katarak. Sedangkan pada survei tahun 1994-1997
yang diadakan oleh Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis
Mata Indonesia menunjukkan adanya peningkatan angka kebutaan yaitu mencapai 1,47% dan
1,02% diakibatkan oleh katarak.7
4. Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam: 9
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus embrional,
bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah katarak yang terdapat
pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metaolik dan penyakit lainnya seperti katarak
metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak
komplikata.8,9
Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut
yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dibedakan
dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur. Perbedaan stadium katarak senil
dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 9
20
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma
Tabel 1. Perbedaan Stadium Katarak Senil 9
5. Diagnosis
Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin
kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang
kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih
baik tanpa kacamata (“second sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks
refraksi lensa pada stadium insipient.11 Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa
awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak
pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop,
kaca pembesar atau slit lamp. 13
21
Gambar 2. Katarak pada mata yang dilihat dengan slit lamp
( Dikutip dari kepustakaan No. 13 )
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan
lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis pembentukan katarak dinilai terutama dengan
uji ketajaman penglihatan Snellen. 13
6. Terapi
Operasi
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan
bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah
mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila
telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah
telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.9,13
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 9
- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional,
SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification.
22
Gambar 4. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (ECCE)
( Dikutip dari kepustakaan No. 15 )
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran
ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi
melalui insisi ± 3 mm. 13
Gambar 5. Fekoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik
( Dikutip dari kepustakaan No. 16)
Fekoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini.
Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan
23
yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi
yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang rendah.17
Meskipun demikian, Manual Small Incision Cataract Surgery ( MSICS) yang adalah
modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang
dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan
dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang
rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.19
Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain: 9,18
- Ruptur kapsul posterior
- Glaukoma
- Uveitis
- Endoftalmitis
- Perdarahan suprakoroidal
- Prolap iris
Lensa Intraokuler
Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk
mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien
katarak.13
Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi
katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak
lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat
lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang
terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik.8
IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang
tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas
dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang
direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan
formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler.
Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara
24
lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa
intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat
pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan
ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).16
Gambar 7. Intra Ocular Lens
( Dikutip dari kepustakaan No.16 )
Pengukuran Kekuatan IOL
Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang sejak 25 tahun yang
lalu. Saat ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula berbeda yang dapat digunakan diantaranya
SRK II, SRK/T, Binkhorst, Hoffer Q, Holladay.20 Pada tahun 1980 formula SRK I dan II cukup
terkenal karena mudah digunakan akan tetapi karena seringnya ditemuka kesalahan pada hasil
pengukurannya akhirnya formula ini tidak lagi digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL
sempat ditarik kemudian pada tahun 1990 formula baru yang lebih akurat mulai dikembangkan.
Dengan menggunakan persamaan Gaussian kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus dibawah
ini:21
P = Kekuatan IOL (satuan dioptri)
K = Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata
AL = Axial lenght (milimeter)
25
P = [ nV / ( AL – C ) ] – [ K / ( 1 – K x C / nA ) ]
C = ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan permukaan IOL
(milimeter)
nV = Indeks refraksi dari vitreus
nA = Indeks refraksi dari humor aquos
Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan IOL,
bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL maka akan menghasilkan
kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada pada mata dengan AL 23,5mm. Kesalaha refraksi akan
turun samapai 1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm
pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih
bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan mata dengan AL panjang. 21
Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula
menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi
postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan
keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung. 21
Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan
suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk
mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk
formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri
harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar
batas normal maka pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya
dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua
mata. 21
26
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien tersebut
menderita non proliferative retinopati diabetikum pada ophtalmica dextra, proliferative retinopati
diabetikum pada ophtalmica sinistra, serta katarak senilis pada kedua mata. Dibutuhkan
penatalaksanaan secara terpadu untuk menghambat progresivitas penyakit tersebut. Prognosis
pada pasien ini adalah dubia ad bonam untuk ad vitam, dubia ad malam untuk ad fungsionam
OS, dubia ad bonam untuk ad fungsionam OD, serta dubia ad malam untuk ad sanationam.
27
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Iskandar N, sopeardi EA, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok, edisi
ketiga FKUI Jakarta 1997
2. Adam GL, Boies LC, Hilger PA. Bois Fundamentals of otolaryngology. A textbook of
Ear, Nose and Throat Disease. 6 th edition WB Saunders Co, 1989.
3. P.D. Bull : Disease of the Ear, Nose and throat, edisi 6, Blackwell science ; 1995
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed 6. Faringitis. Editors: Rusmarjono, Soepardi EA.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. hal. 221.
5. Younis RT, Lazar RH. History and current practice of tonsillectomy. Laryngoscope
2002;112:3-5
6. Berkowitz RG, Zalzal GH. Tonsillectomy in children under 3 years of age. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg 1990; 116:685-6.[Abstract]
7. Manalu R. Mass Cataract Surgery Among Barabai Community At Damanhuri Hospital,
South Kalimantan. IOA The 11th Congress In Jakarta, 2006. 127-131
8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika,
2000. 175-183
9. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 200-211
10. Yorston D. Monitoring Cataract Surgical Outcomes: Computerised Systems. http://www.
Journal of Community Eye Health.com [diakses 20 September 2010]
11. Ocompo VVD. Cataract, Senile. http://www.e-medicine.com [diakses 20 September
2010]
12. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior Subcapsular
Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory. Ophthalmologica
Indonesiana 2005;321:59.
28
13. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya Medika;
2000.176-177.
14. Pararajasegaram R. Importance of Monitoring Cataract Surgical Outcomes. Journal of
Community Eye Health, International Centre for Eye Health, London.
http://www.Joc.Com [diakses 20 September 2010]
15. Anonim. Extracapsular Cataract Extraction. www.surgeryencyclopedia.com. [diakses 20
September 2010]
16. Anonim. Phacoemulsification. www. visitech.org. [diakses 20 September 2010]
17. Shidik A, Rahayu T. Predictability of Phacoemulsification in Cipto Mangunkusumo
Hospital 2005; A- Scan Biometry Performed by Resident. IOA the 11 th Congress In
Jakarta, 2006.99-106
18. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3rd Ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1994. 234-
248.
19. Jayanegara IWG. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision Cataract Surgery.
IOA the 11th Congress In Jakarta, 2006. 168-171
20. Steinert RF. Cataract Surgery. Technique, Complications, Management. 1995. W.B.
Saunders Company. 22-6
21. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et all. Clinical Optics. Section 3. 2009-2010. American
Academy Opthamology.211-9
29