Download - Makalah Pokok Dan Tokoh
KAJIAN POKOK DAN TOKOH NOVELLA RITA HAYWORTH AND THE SHAWSHANK
REDEMPTION DALAM SUDUT PANDANG SASTRA MARXIS
Disusun Sebagai Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Pokok dan Tokoh Sastra Inggris
Dosen Pengampu: Dra. Ratna Asmarani, M.Ed., M.Hum
Ditulis oleh:Himni Addi Nugroho
A4A009017
FAKULTAS ILMU BUDAYAPROGRAM MAGISTER ILMU SUSASTRA
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010
2
1. Pendahuluan
Sastra sering dianggap memiliki hubungan dialogis yang sangat erat dengan
masyarakat. Dalam pandangan tersebut, sastra tidak hanya merupakan suatu entitas
yang dipengaruhi namun juga turut mempengaruhi perkembangan dan dinamika yang
terjadi di masyarakat. Di satu sisi, sastra merupakan cerminan dari keadaan
masyarakat, yang oleh karenanya sangat dipengaruhi oleh berbagai hal yang berkaitan
dengan masyarakat. Kedudukan sastra sebagai cerminan masyarakat terlihat melalui
berbagai jenis karya sastra populer yang mampu menunjukkan berbagai aspek
kehidupan yang erat kaitannya dengan masyarakat seperti aspek ekonomi, sosial,
politik, hukum bahkan agama. Salah satu contoh karya populer tersebut adalah
tetralogi Laskar Pelangi karya Andera Hirata yang menunjukkan berbagai
ketimpangan dalam bidang pendidikan di Indonesia. Di sisi lain, sastra juga
merupakan agent of change atau faktor pembaharu dalam masyarakat. Kedudukan
sastra sebagai faktor penggerak dinamika masyarakat diwakili oleh karya sastra
filosofis seperti Doctor Zhivago karya Boris Pasternak yang memiliki muatan
ideologis yang kuat hingga mampu menginspirasi terjadinya pergerakan politik di
Rusia.
Meskipun terlihat sebagai dua entitas yang mandiri, kedua fungsi atau
kedudukan karya sastra sebagaimana dijelaskan di atas memiliki keterkaitan yang erat
satu sama lain. Di satu sisi, sastra sebagai cerminan dari keadaan masyarakat dalam
kondisi tertentu dapat menjadi sarana yang ampuh bagi pihak-pihak tertentu untuk
3
mempengaruhi opini masyarakat terhadap suatu persoalan. Di sisi lain, kemampuan
sastrawan dalam melukiskan atau menggambarkan kondisi yang ada dalam
masyarakat sering dianggap sebagai ancaman bagi pihak-pihak tertentu sehingga
banyak karya sastra semacam ini yang dilarang untuk diterbitkan.
Menyikapi kondisi tersebut, terdapat beberapa pertimbangan dan kondisi yang
perlu dipertimbangkan dalam melihat keterkaitan antara kedua fungsi karya sastra
tersebut. Dalam hal ini, kedudukan karya sastra sebagai cerminan dari kondisi
masyarakat perlu mendapatkan perhatian lebih dalam mengingat kualitas cerminan
yang dihasilkan karya sastra yang satu pasti berbeda dengan karya sastra lain.
Perbedaan kualitas tersebut berkaitan utamanya dengan faktor dalam diri sastrawan
seperti latar belakang ekonomi, pandangan politik, agama atau kepercayaan, serta
kemampuan menggunakan berbagai perangkat sastra dalam menyampaikan pesan
atau merepresentasikan keadaan masyarakat di sekitarnya.
Keterkaitan antara kedua fungsi tersebut, secara langsung maupun tidak
langsung, semakin menunjukkan kuatnya kedudukan dan pengaruh dari berbagai
aspek sosial yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Oleh karena itu, tidaklah
mengeherankan apabila kini semakin banyak kritik atau kajian sastra yang berupaya
mengungkap aspek sosial yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Kajian atau kritik
sastra tersebut tidak terbatas pada aspek sosial yang terdapat dalam sebuah karya
sastra atau dalam diri sastrawan yang menghasilkan karya sastra tersebut (intrinsik),
4
namun juga dampak sosiologis yang dihasilkan oleh karya sastra terhadap masyarakat
(ekstrinsik).
Salah satu sudut pandang atau teori yang dapat dipergunakan untuk mengkaji
karya sastra berkaitan dengan aspek sosial adalah teori marxisme atau kritik sastra
marxis. Para pendiri dan tokoh dalam sastra marxis seperti Marx, Engels, Althuser,
Lukacs, Macherey, Goldman, Adorno, Bakhtin, dan Eagleton memiliki pemahaman
dan definisi yang berbeda terhadap aplikasi terori marxisme dalam kajian sastra.
Namun demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa kritik sastra marxis
merupakan sebuah upaya atau cara untuk memandang sebuah karya sastra sebagai
produk sosial zamannya. Dalam hal ini, kritik sastra marxis memfokuskan diri pada
hubungan karya sastra dengan struktur sosial, kekuasaan, konflik dan ideologi yang
terlihat melalui beberapa persoalan seperti pertentangan atau diskriminasi ras,
perjuangan kelas sosial, konflik budaya, ketimpangan ekonomi, serta penggunaan
kekuasaan dan politik sebagai sarana represi oleh kelompok atau kelas sosial tertentu
untuk mencapai tujuan tertentu.
Berkaitan dengan pengertian tersebut, Eagleton (1976), Morner dan Rausch
(1998), Oziewicz (2005), Milligan (2007), dan Sutherland (2008) menekankan bahwa
terdapat beberapa istilah kunci dalam sastra marxis yang perlu mendapatkan
perhatian khusus dalam penerapannya sebagai kritik sastra. Beberapa istilah kunci
tersebut adalah: (1) overt and covert atau aspek-aspek yang dimanifestasikan atau
ditunjukkan dan aspek-aspek yang laten atau tersembunyi; (2) power atau kekuasaan
5
yang pada umumnya digunakan secara represif oleh individu atau institusi seperti
pengadilan, penjara, polisi, angkatan bersenjata, gereja, sekolah, hingga keluarga ; (3)
social class atau kelas sosial yang pada umumnya dibagi menjadi lord atau kaum
penguasa atau masyarakat kelas atas, bourgeoise atau masyarakat kelas menengah
yang konservatif dan materialis serta proletarian atau masyarakat pekerja; (4)
ideology atau ideologi merupakan sistem kepercayaan, ide dan nilai yang menjadi
dasar suatu masyarakat; serta (5) economy atau ekonomi yang merupakan aspek
utama yang mendasari berbagai konflik yang terjadi dalam ranah kritik sastra marxis.
Lebih lanjut, Penerapan kritik sastra marxis dalam sebuah karya sastra dapat
dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: (1) dengan menemukan dan mengkaji aspek
overt atau aspek yang terlihat seperti diskriminasi ras, perjuangan kelas sosial, konflik
budaya, ketimpangan ekonomi, serta penggunaan kekuasaan dan politik sebagai
sarana represi, serta berbagai dinamika yang terjadi dalam perkembangan masyarakat,
dan menghubungkannya dengan aspek covert atau yang tersembunyi seperti ideologi;
(2) menemukan dan menghubungkan aspek overt yang ada dalam karya sastra dengan
aspek sosial pengarang; (3) menemukan dan menjelaskan hubungan antara berbagai
jenis karya sastra dengan jaman di mana karya sastra tersebut dihasilkan; (4)
menemukan dan menjelaskan hubungan antara karya sastra dengan jaman di mana
karya sastra tersebut ”dikonsumsi” serta (5) mengkaji secara khusus mengenai posisi
karya sastra tertentu sebagai sarana politis pihak-pihak tertentu.
6
Melalui kajian ini, penulis bermaksud menguraikan aspek pokok dan tokoh dalam
novella Rita Hayworth and the Shawshank Redemption (1982) melalui sudut pandang
sastra marxis. Dalam hal ini, kerangka pemikiran sastra marxis digunakan dalam
proses kajian terhadap pokok atau tema cerita sebagai suatu aspek yang covert atau
tersembunyi dalam sebuah cerita dan aspek tokoh yang merupakan aspek overt atau
terlihat dalam cerita. Pembahasan kedua aspek tersebut akan menyertakan beberapa
kata atau istilan kunci sastra marxis seperti: 1) overt (yang terlihat) dan covert (yang
tersembunyi); 2) power (kekuasaan); 3) social class (kelas sosial); 4) ideology
(ideology); serta 5) economy (ekonomi).
Objek kajian yang digunakan adalah sebuah novella yang ditulis oleh Stephen
King yang berjudul Rita Hayworth and the Shawshank Redemption (1982). Novella
tersebut mengisahkan seorang bankir yang didakwa melakukan pembunuhan terhadap
istrinya yang sedang berselingkuh dengan seorang pemain golf profesional. Atas
dasar dakwaan tersebut, Andy Dufresne, sang bangkir tersebut harus menjalani
hukuman penjara seumur hidup atas kejahatan yang tidak dilakukannya. Di dalam
penjara, Andy mengalami berbagai konflik baik dengan kepala dan para sipir penjara,
dengan sesama narapidana maupun dalam dirinya sendiri. Selain itu, novella tersebut
juga menunjukkan sisi lain dari institusi penjara dan kehidupan sosial masyarakat
Amerika pada era 1940 sampai 1970an.
7
2. Pembahasan
2.1. Pokok Permasalahan dalam novella Rita Hayworth and the Shawshank Redemption
Istilah tema sering dipertukarkan dengan istilah topik cerita. Dalam hal ini perlu
diperjelas bahwa tema cerita merupakan ide pokok yang bersifat spesifik yang
terkandung dari sebuah cerita, sementara topik lebih bersifat umum atau general.
Tema cerita merupakan ide utama atau pesan yang impisit atau inti dari suatu cerita
(Perrine, 1988., Morner dan Rausch, 1991., Meyer, 2002). Sementara Cuddon (1977)
mengemukakan bahwa the theme of a work is not its subject but rather its central
idea, which may be stated directly or indirectly. Dengan kata lain, tema cerita tidak
sebatas persoalan yang menjadi dalam cerita namun merupakan ide pokok yang
menjadi dasar dari persoalan tersebut.
Pembahasan mengenai pokok permasalahan atau theme dalam kajian sastra
marxis menjadi salah satu aspek yang menarik mengingat dalam sudut pandang ini,
setiap karya sastra dianggap memiliki sesuatu yang covert atau tersembunyi yang
ketika dipahami dalam konteks tertentu dapat menjadi inspirasi atau atau faktor
penggerak (agent of change) bagi sebuah perubahan sosial. Dalam hal ini, aspek
covert atau tersembunyi (tema) yang ditanamkan secara apik oleh sastrawan kedalam
karya sastra dapat dipahami melalui kajian terhadap aspek overt atau yang terlihat.
Dalam hal ini, aspek tema yang tersembunyi dalam cerita dapat dirumuskan melalui
pembahasan terhadap aspek latar dan tokoh yang terlihat dalam cerita.
8
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal kajian ini, sastra marxis memiliki
beberapa kata kunci yang dapat digunakan sebagai panduan dalam upaya memahami
suatu karya sastra. Beberapa kata atau istilkah kunci tersebut adalah: 1) overt (yang
terlihat) dan covert (yang tersembunyi); 2) power (kekuasaan); 3) social class (kelas
sosial); 4) ideology (ideology); serta 5) economy (ekonomi). Berdasarkan analisi data,
maka dapat disimpulkan bahwa topik atau pokok permasalahan yang menjadi aspek
covert atau tersembunyi dalam novella Rita Hayworth and the Shawshank
Redemption adalah adalah bahwa manusia terlahir sebagai mahluk yang bebas namun
hanya dengan upaya yang sungguh-sungguh, ia dapat mempertahankan
kebebasannya. Dalam hal ini, Andy sebagai orang yang bebas dalam arti tidak
bersalah terhadap pembunuhan terhadap istrinya dan kekasih istrinya tetap
mempertahankan harapan dan tetap berusaha meski membutuhkan kesabaran dan
pengorbanan selama 27 tahun di dalam penjara Shawshank.
Kebebasan, sebagai tema utama dan semangat yang ditunjukkan oleh tokoh utama
dalam novella ini, memiliki hubungan yang sangat erat dengan beberapa kata atau
istilah kunci yang sastra marxis diatas, seperti terlihat dalam uraian berikut:
1. Semangat kebebasan menjadi oposan dari represi kekuasaan dalam
pertentangan kelas sosial
Sastra marxis pada umumnya identik dengan perjuangan kelas dimana kelas yang
lebih tinggi berupaya mempertahankan kekuasaannya dengan menekan kelas
yang lebih rendah menggunakan kekuasaan yang mereka miliki. Dalam konteks
9
cerita ini, hampir seluruh kejadian terjadi di penjara Shawshank di negara bagian
Maine, dimana Andy menjalani hukuman dalam kurun waktu tahun 1948 sampai
1975 karena kejatan yang sebenarnya tidak ia lakukan. Dalam menjalani
kehidupannya di penjara, Andy mengalami berbagai bentuk kekerasan dan
tekanan baik dari sesama narapidana maupun dari para sipir dan kepala penjara.
Beberapa bentuk kekerasan yang dialami Andy diantaranya nampak dalam
kutipan berikut:
What the three of them did was to beat Andy within an inch of his life… (King, 1982: 17). 'You're going back into solitary for that Thirty days. Bread and water. Another black mark… (King, 1982: 42).You'll do the hardest time it's possible to do. You'll lose that one-bunk Hilton down in Cellblock 5, for starters, and you'll lose those rocks on the windowsill, and you'll lose any protection the guards have given you against the sodomites. (King, 1982: 46)
Dalam kedua kutipan diatas, Andy digambarkan tidak hanya mendapatkan
kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan oleh sesama tahanan bahkan sodomi,
namun juga kekerasan dari kepala penjara baik secara psikis seperti tekanan dan
ancaman maupun secara fisik seperti hukuman isolasi dan pengurangan jatah
makan. Namun demikian, Andy tetap menjadi dirinya sendiri baik dalam hal sifat
maupun perilaku. Ia tetap menunjukkan bahwa ia adalah orang yang bebas dan
berusaha untuk tetap bebas dan dapat melakukan hal yang ia sukai meskipun
berada dalam penjara. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut: it goes back to
what I said about Andy wearing his freedom like an invisible coat, about how he
never really developed a prison mentality. (King, 1982: 46).
10
Semangat kebebasan yang dimiliki dan dipertahankan Andy menjadikannya
memiliki posisi khusus. Dalam posisi tersebut Andy sering mengalami
pertentangan kelas dimana hak dan kepentingannya sebagai seorang tahanan yang
memiliki pengetahuan mengenai permasalahan dan kebijakan keuangan sering
bertentangan dengan kepentingan para sipir penjara bahkan kepala penjara yang
berupaya memanfaatkan kemampuannya tersebut untuk membantu mereka dalam
mengelola pemasukan yang mereka dapatkan dengan tidak semestinya. Apabila ia
melawan, maka konsekuensi dalam bentuk hukuman fisik dan psikis akan ia
dapatkan sebagaimana terlihat pada kutipan sebelumnya. Namun demikian, pada
beberapa kesempatan, Andy menunjukkan bahwa melalui kepandaian dan sifat
tenang yang ia miliki, Andy berani menghadapi ancaman atau situasi yang
menurut orang sangat berbahaya bagi keselamatannya. Kondisi tersebut dapat
dilihat pada kutipan berikut:
Suddenly it was Andy who had the upper hand. It was Hadley who had the gun on his hip and the Billy in his hand, Hadley who had his friend Greg Staminas behind him and the whole prison administration behind Stammas, the whole power of the state behind that, but all at once… it didn't matter... (King, 1982: 25)
Dalam kutipan diatas, Andy berani menghadapi ancaman Hadley dan Billy
sebagai sipir penjara yang memegang senjata api, yang tentu saja mendapatkan
dukungan dari kepala penjara (Stammas) beserta seluruh administrasi penjara
bahkan segala kekuasaan pemerintah negara bagian Maine yang tentu memihak
para sipir tersebut. Dalam konteks tersebut, Andy berani mempertahankan
11
pendapatnya bahwa ia dapat menolong Hadley untuk mendapatkan seluruh uang
yang diwarisinya meski Hadley sendiri tidak mempercayainya.
2. Kebebasan menjadi sebuah ideologi yang diperjuangkan
Penjelasan pada poin diatas telah menunjukkan bahwa kebebasan menjadi
semacam pegangan dan sekaligus senjata yang digunakan oleh Andy untuk
mempertahankan diri dalam pertentangan kelas. Dengan kata lain, kebebasan juga
menjadi ideologi yang dipegang teguh oleh Andy dalam menjalankan kehidupan
kesehariannya di dalam penjara. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Andy Dufresne wasn't much like me or anyone else I ever knew since I came inside. He brought in five hundred dollars jammed up his back porch… a sense of his own worth… or a feeling that he would be the winner in the end ... or maybe it was only a sense of freedom, even inside these goddamned grey walls. It was a kind of inner light he carried around with him (King, 1982: 27)
Dalam kutipan diatas, terlihat bahwa Andy memiliki semacam kepercayaan atau
ideologi bahwa ia adalah orang yang memandang diri sebagai orang yang
memiliki arti dalam hidup (worth) serta memiliki harapan akan keberhasilan
(winner). Lebih ari itu, ia percaya bahwa ia adalah orang yang memiliki
kebebasan (freedom) yang ia jadikan sebagai pemandu dalam menjalani
kehidupannya (inner light). Oleh karena itu, ketika Andy mengetahui bahwa ia
memiliki kesempatan untuk mengajukan persidangan ulang atas kasusnya
berdasarkan kesaksian Tommy bahwa mantan teman satu selnya yang bernama
Blatch lah yang telah membunuh istri dan selingkuhan istrinya, maka Andy
12
berupaya untuk meminta kepada kepala penjara (Sam Norton) untuk
menghubungi penjara tempat Blatch berada. Mengetahui hal tersebut, Sam
menolak membantu Andy karena ia ingin mempertahankan Andy di penjara
tersebut sebagai “pencuci” uangnya.kondisi tersebut dapat dilihat dalam kutipan
berikut:
They will remember Blotch! If I've got Tommy to testify to what Blatch told him, and Briggs to testify that Blatch was there, actually working at the country club, I can get a new trial!... 'It's my life, my chance to get out, don't you see that? And you won't make a single long-distance call to at least verify Tommy's story? Listen, I'll pay for the call! (King, 1982: 47)
Dalam kutipan diatas, Andy berupaya memperjuangkan kebebasan yang telah
menjadi ideologi atau kepercayaannya. Dalam hal ini, ketika strategi perlawanan
yang dilakukannya tidak berhasil, Andy menjalankan strategi kooperatif dengan
mengikuti segala kemauan kepala penjara Sam Norton dan para sipirnya. Dalam
hal ini, ia menggunakan kemampuan dan pengetahuannya dalam hal finansial
untuk membantu para sipir dan kepala penjara dalam mengelola keuangan
mereka. Selain itu, ia juga mengelola perpustakaan dan meminta bantuan dana
kepada para senator di negara bagian Maine agar dapat memperbanyak koleksi
perpustakaan tersebut. Upayanya yang sungguh-sungguh tersebut membuatnya
dapat bertahan dalam lingkungan penjara yang keras dengan perlindungan dan
hak istimewa untuk menghuni selnya sendirian. Seain itu, upayanya
mengembangkan perpustakaan membuatnya mengetahui bagaimana struktur
bangunan penjara terutama sel nya melalui cetak biru bangunan penjara yang ia
13
temukan. Kedua hal tersebut lah yang pada akhirnya membantu Andy hingga ia
dapat meloloskan diri dari penjara dan mendapatkan kebebasannya.
2.2. Tokoh dalam novella Rita Hayworth and the Shawshank Redemption
Dalam memahami sebuah cerita secara utuh, pembaca perlu memperhatikan aspek
intrinsik dan aspek ekstrinsik dari sebuah cerita. Dalam hal ini, pemahaman terhadap
aspek intrinsik merupakan dasar bagi eksplorasi atau pembahasan terhadap aspek
ekstrinsik. Aspek intrinsik yang menjadi fokus dalam kajian ini adalah tokoh dan
tema. Namun demikian, dalam memberikan penjelasan mengenai tokoh dan tema,
penulis merasa perlu memberikan elaborasi mengenai latar (tempat, waktu, sosial)
yang terdapat dalam cerita.
Pada umumnya tokoh dipahami sebagai individu atau seseorang yang ada
dalam cerita. Dalam hal ini, tokoh merupakan pelaku cerita (Cuddon, 1977).
Pengertian tersebut kemudian diperjelas oleh Potter (1967:3) yang mengemukakan
bahwa character is used not to refer to a person but refers to his whole nature – his
personality, his attitude toward life, his spiritual qualities, his intelligent, even his
physical build, as well as moral attributes. Dengan kata lain karakter tidak hanya
merujuk pada seseorang namun juga keseluruhan sifat, karakter, sikapnya terhadap
hidup, kualitas spiritual, kecerdasan, bentuk tubuh hingga moralitasnya.
Pembahasa mengenai tokoh dalam cerita menjadi penting mengingat tokoh
merupakan wadah dari pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam cerita.
14
Hal tersebut senada dengan pendapat Eagleton (1996) yang mengemukakan bahwa
the character is just a device for holding together different kinds of narrative
technique. Dalam hal ini, Eagleton lebih menyoroti karakter sebagai wadah yang
lebih penting untuk dibahas isinya daripada sebatas tampilan luarnya. Dengan
demikian, perlu diperhatikan bahwa tokoh perlu dipahami dalam konteks yang
sepenuhnya. Dalam hal ini, konteks latar menjadi aspek yang erat kaitannya dengan
pembahasa mengenai tokoh dan tema.
Dalam sudut pandang sastra marxis, tokoh dalam karya sastra merupakan
manifestasi dari masyarakat yang membawa pesan bagi masyarakat. Dalam sudut
pandang ini pula, kajian terhadap tokoh merupakan sarana untuk mengungkap pesan
yang umunya tersembunyi dalam pemikiran, perkataan, perilaku atau konteks situasi
dimana sesuatu hal terjadi. Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa sastra marxis
memfokuskan diri pada konflik atau pertentangan beragam kepentingan ekonomi dan
kekuasaan dari individu yang berasal dari kelas sosial yang berbeda yang selalu
mewarnai kehidupan masyarkat. Oleh karena itu, pembahasan mengenai tokoh
berikut ini akan mengetengahkan karakteristik, interaksi yang dilakukan dengan
tokoh lain, serta mata pencaharian dan hobi yang dimiliki. Pembahasan tersebut
selanjutnya akan dipergunakan untuk menentukan kelas sosial dan peran tokoh
tersebut dalam keseluruhan cerita.
Cerita yang terjadi dalam novella Rita Hayworth and the Shawshank
Redemption terjadi di sebuah penjara yang bernama Shawshank State Prison yang
15
berada di negara bagian Maine Amerika Serikat pada kurun waktu 1940 sampai
1970an. Tidak seperti penjara yang umumnya kita kenal di Indonesia, penjara
tersebut memiliki beberapa unit usaha seperti bengkel, binatu, kerajinan logam
hingga jasa konstruksi yang mempekerjakan para narapidana. Meski upah yang
diterima para narapidana tersbut kecil, mereka tetap melakukan pekerjaan tersebut
mengingat hal tersebut merupakan bagian dari kegiatan keseharian mereka. Upah
yang mereka peroleh mereka gunakan untuk membeli barang-barang yang mereka
butuhkan (seperti pasta gigi) atau mereka sukai (rokok, ganja, dan minuman keras).
Di dalam penjara tersebut, kepala penjara dan para sipirnya memiliki kekuasaan
tertinggi hingga mampu melakukan apapun yang mereka kehendaki. Kondisi latar
cerita tersebut sangat berkaitan dan mempengaruhi kondisi dan perkembangan tokoh
serta jalan cerita yang terjadi.
Aspek tokoh, dalam kerangka kajian sastra marxis ini, merupakan aspek overt atau
yang terlihat. Dalam hal ini, tokoh utama yang menjadi fokus kajian aspek tokoh
dalam kajian ini adalah Andy Dufresne, yang digambarkan sebagai individu
berperawakan tubuh kecil dengan penampilan yang selalu rapi serta pembawaan yang
tenang dan terkendali. Penggambaran tersebut terlihat dalam kutipan berikut: He was
thirty years old. He was a short neat little man with sandy hair and small, clever
hands. (King, 1982: 3). Dalam hal ini, penggambaran tokoh Andy terlihat memiliki
karakter yang halus, memiliki kepandaian dan keterampilan yang tinggi dalam
16
bidangnya, serta menunjukkan gaya hidup yang berkelas dengan penampilan yang
ditunjukkannya.
Sementara itu, kajian mengenai tokoh dalam sudut pandang sastra marxis tidak dapat
lepas dari beberapa kata kunci seperti kekuasaan, kelas sosial, ideologi dan ekonomi
sebagaimana telah diuraikan diatas. Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan
bahwa tokoh Andy merupakan individu yang berasal dari kelas sosial borjuis atau
kelas menengah yang memiliki karakteristik memiliki kekuasaan yang dekat dengan
unsur material (ekonomi), terpelajar atau memiliki keterampilan tertentu, memiliki
kegemaran khusus, serta memiliki lifestyle atau gaya hidup khusus yang
menjadikannya berbeda dari orang kebanyakan. Kutipan berikut menunjukkan
karakteristik Andy sebagai golongan borjuis atau kelas menengah.
He wore gold-rimmed spectacles. His fingernails were always clipped, and they were always clean… (King, 1982: 3). I do know that he brought in five hundred dollars when he came, and he was a banker in the straight world - a man who understands better than the rest of us the ways in which money can become power (King, 1982: 3)... He had told Andy that Andy walked around the exercise yard as if he were at a cocktail party… Andy wearing his freedom like an invisible coat… he never really developed a prison mentality.. (King, 1982: 45)
Beberapa kutipan diatas menunjukkan bahwa Andy merupakan pribadi yang memiliki
penampilan yang berkelas dan gaya hidup yang khas. Kedua hal tersebut ditunjang
dengan pengetahuan dan kekuatan finansial (uang) yang ia miliki. Kombinasi tersebut
menjadikannya memiliki kekuatan yang berbeda dari masyarakat kelas bawah
(proletariat) yang dalam hal ini diwakili oleh para narapidana kebanyakan yang tidak
17
memiliki pengetahuan ataupun kekuatan. Sementara itu, masih terdapat kelas
penguasa (lord) yang memegang kekuasaa berdasarkan hukum yang dalam konteks
cerita ini, menjadi rival utama kelas borjuis dalam pertentangan kelas yang terjadi.
Pergerakan sosial, baik yang terjadi dalam alam nyata (sejarah) maupun alam fiksi,
pada umumnya melibatkan kelas penguasa di satu sisi dan kelas rakyat jelata di sisi
yang lain. Namun demikian, perlu disadari bersama bahwa peran kelas bangsawan
dan pedagang (borjuis) sangat integral dan signifikan dalam menggerakkan
perjuangan sosial tersebut. Dalam konteks cerita ini, Andy yang termasuk kelas
menengah, menjadi oposan utama kelas penguasa (kepala penjara dan sipir). Dalam
pertentangan tersebut, Andy menunjukkan beberapa sifat seperti efisiensi, keuletan
dan pantang menyerah yang sangat berperan dalam membantunya agar dapat
bertahan menghadapi kekerasan dalam penjara dan meraih kebebasannya. Ketiga sifat
tersebut dapat dilihat dalam dua kutipan berikut:
He wasn't a man to waste time being social; he got right to the point… (King, 1982: 11). I think - and I felt something else, too. A sense of awe for the man's brute persistence. But I never knew just how persistent Andy Dufresne could be until much later… (King, 1982: 20) Andy went right through the wall -even with the soft concrete, it took him two rock-hammers and twenty-seven years to hack a hole big enough to get his slim body through four feet of it (King, 1982: 62)
Kutipan diatas menunjukkan bahwa Andy merupakan seseorang yang efisien dan
tidak suka basa-basi. Ia juga menunjukkan sifat yang sungguh-sungguh, ulet dan
pantang menyerah dalam mengerjakan pekerjaannya. Hal tersebut tersebut terlihat
ketika ia membuat ukiran batu mulia berbentuk driftwood yang memerlukan
18
ketelitian dan kerja keras dalamm waktu yang lama. Selain itu, ketelitian, kerja keras,
kesungguhan dan keuletan yang ditunjukkan Andy ketika secara sembunyi-sembunyi
ia membuat lubang di dinding selnya. Upayanya selama 27 tahun akhirnya
membuahkan hasil hingga ia dapat meloloskan diri melalui lubang yang ia buat
tersebut.
3. Kesimpulan
Dalam kerangka sastra marxis, andi dapat dianggap sebagai symbol perlawanan yang
tidak mau tunduk kepada kelas penguasa yang terus menekannya dengan berbagai
cara. Bahwa ia terus mempertahankan semangat kebebasannya sebagai sebuah
ideologi dan harapan atau semangat hidup menunjukkan serta terus menjalankan gaya
hidupnya yang berbeda dengan gaya hidup narapidana lain menunjukkan bahwa ia
adalah pribadi yang berani dan mampu mempertahankan ideologi atau keyakinan
yang dimiliki. Dalam hal ini, jika kebebasan yang merupakan tema utama
dikorelasikan dengan sudut pandang sastra marxis dan konteks cerita, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa salah satu cara dalam mempertahankan diri dalam
pertentangan kelas adalah dengan mempertahankan ideologi atau kepercayaan dengan
kemampuan yang dimiliki. Dalam hal ini, Andy menggunakan kekuatan keuangan,
pengetahuan, dan sifat atau karakternya dalam mempertahankan dan meraih
kebebasannya.
19
4. Penutup
Dari uraian mengenai tokoh dan dan tema yang terdapat dalam novella Rita
Hayworth and the Shawshank Redemption, dapat ditarik satu benang merah bahwa
dalam suatu institusi seperti penjara, pasti terdapat konflik kekuasaan antara individu
yang ada di dalamnya. Dalam hal ini, Andy yang merupakan seorang tahanan yang
pada awalnya diperlakukan sama seperti tahanan lain mampu menunjukkan bahwa ia
memiliki kelebihan yaitu pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang finansial.
Kelebihan tersebut selanjutnya ia gunakan untuk memperkuat posisi tawar dalam
setiap konflik yang dihadapinya. Dalam lingkungan dimana kekuatan fisik (yang
dimiliki narapidana pada umumnya) dan kekuasaan autoritatif (yang dimiliki para
sipir dan kepala penjara) cenderung lebih mendominasi, kekuatan intelegensia atau
pengetahuan memiliki karakteristik tersendiri yang mampu memanipulasi dan
memanfaatkan kedua kekuatan tersebut. Hal tersebut terlihat dari keberhasilan Andy
untuk tetap bertahan dan mampu meloloskan diri untuk meraih kebebasannya yang
sesungguhnya.
20
5. Daftar Pustaka
Eagleton, Terry. (1976). Marxism and Literary Criticism. Berkeley: University of California Press
Eagleton, Terry. 1996. Literary Theory: An Introduction (2nd edition). USA: Blackwell Publishing
King, Stephen. (1982). Rita Hayworth and Shawshank redemption: A story from Different seasons. Thorndike, ME: Thorndike Press.
Milligan, Don. 2007. Raymond Williams: Hope and Defeat in the Struggle for Socialism. Studies in Anti-Capitalism diakses pada 15 Mei 2010, dari www.studiesinanti-capitalism.net
Morner, Kathleen and Rausch, Ralph. 1998. NTC’s Dictionary of Literary Terms. Illinois: NTC Publishing Group.
Oziewicz, Marek. 2005. Introduction to Literary Theory and Criticism. diakses pada 15 Mei 2010, dari: http://www.wsf.edu.pl/old/teoria_lit11.pdf
Potter, James L. 1967. Elements of Fiction. Orlando: Harcourt Brace Jovanovich
Sutherland, Kesthon. 2008. Marx in Jargon. diakses pada 15 Mei 2010, dari: http://english.okstate.edu/worldpicture/WP_1.1/KSutherland.pdf