Download - makalah panu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari - hari kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi
oleh nilai individu dan kebiasaan (Hidayat, 2009).
Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ - organ tubuh
didalamnya, maka kebersihan kulit perlu dijaga kesehatannya. Kebersihan
kulit merupakan mekanisme utama untuk mengurangi kontak dan transmisi
terjadinya infeksi, salah satunya infeksi jamur (Larson E, 2001).
Infeksi jamur kulit cukup banyak ditemukan di Indonesia, yang
merupakan negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene
juga kurang sempurna (Madani A, 2000).
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur
atau mikosis yang mempunyai insidensi cukup tinggi ialah mikosis
superfisialis.Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah
dermatofitosis dan nondermatofitosis, yang terdiri atas berbagai penyakit
diantaranya Pityriasis versicolor (PV), yang lebih dikenal sebagai penyakit
panu (Budimulja, 2002).
Sebagian besar kasus Pityriasis versicolor terjadi karena keadaan yang
mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan jamur tersebut diduga
adanya faktor lingkungan diantaranya kelembaban kulit (Radiono, 2001).
Ditinjau dari masing - masing kasus mikosis superfisialis yang paling
sering ditemukan adalah Pityriasis versicolor. Pityriasis versicolor adalah
infeksi jamur superfisial pada lapisan tanduk kulit yang disebabkan oleh
Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare. Infeksi ini bersifat menahun,
ringan dan biasanya tanpa peradangan (Madani A, 2000).
Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak - anak dan
orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit kronik atau
yang mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi. (Budimulja, 2002).
Pityriasis versicolor dapat menyerang masyarakat kita tanpa
memandang golongan umur tertentu. Dari segi usia yakni usia 16 - 40 tahun.
1
Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor
predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak
keringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama. Tidak ada perbedaan
antara pria dan wanita, walaupun pernah dilaporkan di USA penderita yang
tersering menderita berusia antara 20 - 30 tahun dengan perbandingan
1.09% pria dan 0,6% wanita. Insidensi Pityriasis versicolor yang akurat di
Indonesia belum ada. Hanya diperkirakan 50% dari populasi di negara tropis
terkena penyakit ini (Partosuwiryo, 1992; Adiguna MS, 2001; Radiono, 2001).
Pityriasis versicolor adalah infeksi superfisial pada pada stratum
corneum kulit manusia yang disebabkan oleh khamir Malassezia. Penyakit ini
erat kaitannya dengan tingkat higiene perorangan. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui profil higiene perorangan dari siswasiswi sekolah dasar di
Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Sebanyak 130 siswa dari SD Pulau
Panggang 03 yang terletak di Pulau Panggang dan SD Pulau Panggang 02
yang terletak di Pulau Pramuka diperiksa permukaan kulitnya. Hasil
menunjukkan bahwa penderita Pityriasis versicolor siswa dari SD Pulau
Panggang 03 dua kali lipat (30%) dibandingkan siswa dari SD Pulau
Panggang 02 (15%). Siswa laki-laki yang menderita Pityriasis versicolor dua
kali lipat (30%) dibandingkan siswa perempuan yang hanya 15%.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, kami dapat menarik beberapa rumusan
masalah anatara lain sebagai berikut:
1.2.1 Apa definisi dari pityriasis versicolor ?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari pityriasis versicolor?
1.2.3 Bagaimana epidemiologi pityriasis versicolor?
1.2.4 Bagaimana cara penularan pityriasis versicolor?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari pityriasis versicolor?
1.2.6 Bagaimana manifestasi klinis dari pityriasis versicolor?
1.2.7 Bagaimana diagnose banding dari pityriasis versicolor?
1.2.8 Bagaimana gambaran klinis dari pityriasis versicolor?
1.2.9 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari pityriasis versicolor?
1.2.10Bagaimana penatalaksanaan dari pityriasis versicolor?
1.2.11Bagaimana perencegahan dari penyakit pityriasis versicolor ?
1.2.12Bagaimana prognosis dari pityriasis versicolor?
2
1.2.13Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan pityriasis
versicolor ?
1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari pityriasis versicolor .
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari pityriasis versicolor.
1.3.3 Untuk mengetahui epidemiologi pityriasis versicolor.
1.3.4 Untuk mengetahui cara penularan pityriasis versicolor.
1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi dari pityriasis versicolor.
1.3.6 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari pityriasis versicolor.
1.3.7 Untuk mengetahui diagnose banding dari pityriasis versicolor.
1.3.8 Untuk mengetahui gambaran klinis pityriasis versicolor.
1.3.9 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari pityriasis
versicolor.
1.3.10 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari pityriasis versicolor.
1.3.11 Untuk mengetahui pencegahan dari penyakit pityriasis
versicolor.
1.3.12 Untuk mengetahui prognosis dari pityriasis versicolor.
1.3.13 Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada
pasien dengan pityriasis versicolor.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pityriasis versicolor adalah infeksi jamur superfisial pada kulit yang
disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare dan ditandai
dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa gatal. Infeksi
ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan. Pityriasis
versicolor biasanya mengenai wajah, leher, badan, lengan atas, ketiak,
paha, dan lipatan paha (Madani A, 2000).
Penyakit ini terutama terdapat pada orang dewasa muda, dan
disebabkan oleh ragi Malassezia, yang merupakan komensal kulit normal
pada folikel pilosebaseus. Ini merupakan kelainan yang biasa didapatkan di
daerah beriklim sedang, bahkan lebih sering lagi terdapat di daerah beriklim
tropis. Alasan mengapa multipikasi ragi tersebut sampai terjadi dan dapat
menimbulkan lesi kulit pada orang-orang tertentu belum diketahui (Graham -
Brown, 2005).
2.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Malassezia furfur, yang dengan
pemeriksaan morfologi dan imunoflorensi indirek ternyata identik dengan
Pityrosporum orbiculare . Prevalensi Pityriasis versicolor lebih tinggi (50%) di
daerah tropis yang bersuhu hangat dan lembab (Radiono, 2001)
2.3 Epidemiologi
Pityriasis versicolor adalah penyakit universal tapi lebih banyak
dijumpai di daerah tropis karena tingginya temperatur dan kelembaban.
Menyerang hampir semua umur terutama remaja, terbanyak pada usia 16-40
tahun. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, walaupun di Amerika
Serikat dilaporkan bahwa penderita pada usia 20-30 tahun dengan
perbandingan 1,09% pria dan 0,6% wanita. Insiden yang akurat di Indonesia
belum ada, namun diperkirakan 40-50% dari populasi di negara tropis
terkena penyakit ini, sedangkan di negara subtropis yaitu Eropa tengah dan
utara hanya 0,5-1% dari semua penyakit jamur (Partogi, 2008).
4
Pityriasis versicolor dapat terjadi di seluruh dunia, tetapi penyakit ini
lebih sering menyerang daerah yang beriklim tropis dan sub tropis. Di Mexico
50% penduduknya menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi pada pria
dan wanita, dimana pria lebih sering terserang dibanding wanita dengan
perbandingan 3 : 2 (Amelia, 2011).
2.4 Cara Penularan
Sebagian besar kasus Pityriasis versicolor terjadi karena aktivasi
Malassezia furfur pada tubuh penderita sendiri (autothocus flora), walaupun
dilaporkan pula adanya penularan dari individu lain. Kondisi patogen terjadi
bila terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi
sebagai flora normal kulit. Dalam kondisi tertentu Malassezia furfur akan
berkembang ke bentuk miselial, dan bersifat lebih patogenik. Keadaan yang
mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan ragi tersebut diduga
adalah faktor lingkungan atau faktor individual. Faktor lingkungan diantaranya
adalah lingkungan mikro pada kulit, misalnya kelembaban kulit. Sedangkan
faktor individual antara lain adanya kecenderungan genetik, atau adanya
penyakit yang mendasari misalnya sindrom Cushing atau malnutrisi
(Radiono, 2001).
2.5 Patofisiologi
Pityriasis versicolor timbul disebabkan oleh organisme dimorfik, lipofilik
yaitu Malassezia furfur, yang dibiakan hanya pada media kaya asam lemak
rantai C12 – C14.Pityrosporon orbiculare,pityrosporon ovale, dan malassezia
furfur merupakan sinonim dari M.Furftur merupakan flora normal kutaneus
manusia, dan ditemukan pada 18% bayi dan 90-100% dewasa (Partogi,
2008).
Pada pasien dengan stadium klinis jamur tersebut dapat ditemukan
dalam bentuk spora dan dalam bentuk filament (hifa).Faktor-faktor yang
menyebabkan berkembangnya menjadi parasit sebagai berikut:
1. Faktor eksogen meliputi suhu, kelembaban udara dan keringat
(Budimulja, 2001). Hal ini merupakan penyebab sehingga
pityriasis versicolor banyak di jumpai di daerah tropis dan pada
musim panas didaerah subtropis. Faktor eksogen lain adalah
penutupan kulit oleh pakaianatau kosmetik dimana akan
5
mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2, mikroflora dan
pH (Partogi, 2008).
2. Sedangkan faktor endogen meliputi malnutrisi, dermatitis
seboroik,sindrom cushing, terapi imunosupresan, hiperhidrosis,
dan riwayat keluarga yang positif. Disamping itu bias juga
karena Diabetes Melitus, pemakaian steroid jangka panjang,
kehamilan, dan penyakit-penyakit berat lainnya yang dapat
mempermudah timbulnya Pityriasis versicolor (Partogi, 2008).
Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar
matahari yang masuk ke dalam lapisan kulit akan mengganggu proses
pembentukan melanin, adanya toksin yang langsung menghambat
pembentukan melanin, dan adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh
Pityrosporum dari asam lemak dalam serum yang merupakan inhibitor
kompetitf dari tirosinase (Partogi, 2008).
Beberapa faktor dapat berperan penting dalam perkembangan dan
manifestasi klinik dari Pityriasis versicolor.Lemak kulit memiliki pengaruh
pityrosporum merupakan jamur yang lipofilik dan bergantung kepada lemak
sehingga memiliki kaitan erat dengan trigliserida dan asam lemak yang
diproduksi oleh kelenjar serbasea. Ketergantungan terhadap lemak
menjelaskan bahwa Pityriasis versicolor memiliki prediksi pada kulit secara
fisiologik kaya akan kelenjar serbasea,dan tidak muncul pada tangan dan
telapak kaki. Pityriasis versicolor jarang pada anak-anak dan orang tua
karena kulit mereka rendah akan konsentrasi lemak, berbeda dengan orang
muda. Sekresi keringat pada daerah tropical endemic Pityriasis versicolor,
suhu akan mengakibatkan peningkatan sekresi keringat yang mempengaruhi
komposisi lapisan lemak kulit dan berhubungan dengan inisiasi Pityriasis
versicolor. Faktor hormonal,dilaporkan bahwa kasus Pityriasis versicolor
meningkat pada Atrogenik Cushing Syndrome yang diakibatkan perubahan-
perubahan status kulit,juga pada kehamilan dan akne vulgaris proses
depigmentasi kulit pada Pityriasis versicolor bersifat subyektif yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, ras, paparan matahari, inflamasi kulit, dan
efeknya langsung pityrosporum pada melanocytes. Studi histologi,
menunjukkan kehadiran sejumlah melanocytes pada daerah noda lesi
dengan dengeneratif dari Pityriasis versicolor. Hal ini memberikan petunjuk
terjadinya penurunan produksi melanin, penghambatan transfer melanin pada
6
keratinocytes, kedua hal tersebut menimbulkan kekurangan melanin pada
kulit. Pendapat lain bahwa lesi hipopigmentasi terjadi karena mekanisme
penyaringan sinar matahari oleh jamur sehingga lesi kulit menjadi lebih
terang dibandingkan dengan kulit sekitar lesi yang lebih gelap.Namum
pendapat ini kurang tepat untuk menjelaskan hipopigmentasi pada Pityriasis
versicolor karena beberapa kasus hipopigmentasi pada Pityriasis versicolor
tanpa terpapar oleh sinar matahari.
2.6 Manifestasi Klinis
Kelainan kulit Pityriasis versicolor sangat superficial dan ditemukan
terutama dibadan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak, berwarna -
warna, bentuk tidak teratur sampai teratur,batas jelas sampai difus. Bercak-
bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk
papulo-vaskular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya
asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia
bepenyakit tersebut. Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal
ringan, yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia akibat tidak
terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh tokis jamur terhadap
pembentukan pigmen sering dikeluhkan penerita. Penyakit ini sering dilihat
pada remaja walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari
infeksi (Burke,2006).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu fakor herediter,
penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan
nutrisi Pityriasis versicolor muncul dengan tiga bentuk, yaitu:
1. Papulosquamous
a. Paling sering bermanifestasi dalam gambaran bersisik,
batas jelas, banyak makula bulat samapi oval yang
tersebar pada batang tubuh, dada, leher, extrimitas, dan
kadang pada bagian bawah perut.
b. Macula cendrung untuk menyatu, membentuk area
pigmentasi irregular.Area yang terinfeksi dapat menjadi
gelap atau menjadi lebih terang dari kulit sekitar.
c. Kondisi ini akan lebih terlihat pada musim panas dimana
perbedaan warna akan lebih menonjol.
7
2. Inverse Pityriasis versicolor
a. Bentuk kebalikan dari Pityriasis versicolor pada keadaan
distribusi yang berbeda, kelainan pada region
flexural,wajah atau area tertentu pada ekstrimitas.Bentuk
ini lebih sering terlihat pada pasien yang mengalami
gangguan imunodefisiensi.
b. Bentuk ini dapat dibingungkan dengan kandidiasis,
dermatitis seborrhonik, psoriasis, erythrasma, dan infeksi
dermatophyte.
3. Folliculitis
a. Bentuk ketiga dari infeksi M.frurfur pada kulit melibatkan
folikel rambut.Kondisi ini biasanya terjadi pada area
punggung, dada, dan extrimitas.
b. Bentuk ini secara klinis sulit dibedakan dengan folikulitis,
bacterial. Infeksi akibat Pityrosporum folliculitis berupa
papula kemerahan atau pustula.
c. Factor predisposisi diantaranya diabetes, kelembapan
tinggi, terapi steroid atau antibiotika dan terapi
immunosupresan. Beberapa laporan menunjukkan
bahwa M.furfur memiliki peran dalan dermatitis sebrrhoik.
2.7 Diagnosa Banding
Diagnosa banding Pityriasis versicolor adalah :
a. Dermatitis seboroik
b. Sifilis stadium II
c. Pityriasis rosea
d. Psoriasis vulgaris
e. Vitiligo
f. Morbus Hansen tipe Tuberkoloid
g. Eritrasma
h. Pityriasis Alba
i. Hipopigmentasi pascainflamasi (Madani A, 2000).
8
2.8 Gambaran Klinis
Kelainan kulit Pityriasis versicolor sangat superfisial dan ditemukan
terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak - bercak berwarna -
warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak -
bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk
papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya
asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia
berpenyakit tersebut (Budimulja, 2002).
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang
merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar
matahari atau kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan
pigmen, sering dikeluhkan penderita (Budimulja, 2002).
Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak atau
makula berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi)
dengan rasa gatal ringan yang umumnya muncul saat berkeringat (Radiono,
2001).
Bentuk lesi tidak teratur dapat berbatas tegas atau difus. Sering
didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang
meluas membentuk plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu
folikular dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau
numular dan plakat (Madani A, 2000).
Pada kulit yang terang, lesi berupa makula cokelat muda dengan
skuama halus di permukaan, terutama terdapat di badan dan lengan atas.
Kelainan ini biasanya bersifat asimtomatik, hanya berupa gangguan
kosmetik. Pada kulit gelap, penampakan yang khas berupa bercak-bercak
hipopigmentasi. Hilangnya pigmen diduga ada hubungannya dengan
produksi asam azelaik oleh ragi, yang menghambat tironase dan dengan
demikian mengganggu produksi melanin. Inilah sebabnya mengapa lesi
berwarna cokelat pada kulit yang pucat tidak diketahui. Variasi warna yang
tergantung pada warna kulit aslinya merupakan sebab mengapa penyakit
tersebut dinamakan “Versicolor” (Graham-Brown, 2005).
9
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Selain mengenal kelainan-kelainan yang khas yang disebabkan oleh
Malassezia fulfur diagnosa Pityriasis versicolor harus dibantu dengan
pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan mikologis kerokan kulit
Pemeriksaan ini dengan pengambilan bahan dapat dengan
kerokan biasa atau dengan menggunakan cellotape yang ditempel pada
lesi.Setelah diambil, bahan diletakkan di atas gelas obyek lalu diteteskan
larutan KOH 20% dengan 1 bagian tinta parker blueback superchrome X
akan lebih memperjelas pembacaan karena member tampilan warna biru
yang cerah pada elemen-elemen jamur (Radiono, 2001).
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian
kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas
alkohol 70%, lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung
dalam lempenglempeng steril pula. Sebagian dari bahan tersebut
diperiksa langsung dengan KOH% yang diberi tinta Parker Biru Hitam,
Dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di
bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan
garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak
tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang
bersambung seperti kalung. Pada Pityriasis versicolor hifa tampak
pendekpendek, bercabang, terpotong-potong, lurus atau bengkok dengan
spora yang berkelompok (Trelia, 2003).
Hasil positif :
Hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf I, v, j ) dan
gerombolan spora budding yeast yang berbentuk bulat
mirip seperti sphagetti with meatballs.
Hasil negatif :
Bila tidak ada lagi hife, maka berarti bukan Pityriasis
versicolor walaupun ada spora.
2. Pemeriksaan dengan Sinar Wood
Pemeriksaan dengan Sinar Wood,dapat memberikan perubahan
warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat.
10
Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna
kuning keemasan sampai orange (Trelia, 2003).
Untuk menegakkan diagnosis dan untuk menentukan luasnya lesi
dapat dilakukan pemeriksaan dengan penyinaran lampu wood pada
seluruh tubuh penderita dalam kamar gelap.Hasilnya positif apabila
terlihat fluoresensi berwarna kuning emas pada lesi tersebut.
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan Pityriasis versicolor dapat diterapi secara topikal maupun
sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana
mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh
sebab itu diperlukan terapi, profilaksis untuk mencegah rekurensi :
2.10.1 Pengobatan Topikal
Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan
konsisten. Obat yang dapat digunakan ialah :
a. Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali
seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan selama
15-30 menit sebelum mandi
b. Salisil spiritus 10%
c. Turunan azol, misalnya : mikozanol, klotrimazol, isokonazol dan
ekonazol dalam bentuk topikal
d. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%
e. Larutan Natrium Tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis
mandi selama 2 minggu. (Partogi, 2008)
2.10.2 Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus Pityriasis
versicolor yang luasatau jika pemakaian obat topikal tidak berhasil.
Obat yang dapat diberikan adalah :
a. Ketoconazole, Dosis: 200 mg per hari selama 10 hari
b. Fluconazole, Dosis: dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu
c. Itraconazole, Dosis: 100 mg per hari selama 2 minggu (Madani
A, 2000)
2.10.3 Terapi hipopigmentasi (Leukoderma)
a. Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam
b. Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam
11
c. Jemur di matahari >10 menit antara jam 10.00-15.00
(Murtiastutik,2009).
Pityriasis versicolor cenderung untuk kambuh, sehingga pengobatan
harusdiulangi. Daerah hipopigmentasi perlu Waktu yang lama untuk
repigmentasi, dan kedaan yang bertahan lama ini janganlah dianggap
sebagai suatu kegagalan pengobatan (Graham-Brown, 2005).
2.11 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya Pityriasis versicolor dapat disarankan
pemakaian 50% propilen glikol dalam air untuk pencegahan kekambuhan.
Pada daerah endemik dapat disarankan pemakaian ketokonazol 200
mg/hari selama 3 bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan atau
pemakaian sampo selenium sulfid sekali seminggu (Radiono, 2001).
Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, perlu diberikan pengobatan
pencegahan, misalnya sekali dalam seminggu, sebulan dan seterusnya.
Warna kulit akan pulih kembali bila tidak terjadi reinfeksi. Pajanan terhadap
sinar matahari dan kalau perlu obat fototoksik dapat dipakai dengan hati-
hati, misalnya oleum bergamot atau metoksalen untuk memulihkan warna
kulit tersebut (Madani A, 2000).
2.12 Prognosis
Prognosisnya baik dalam hal kesembuhan,bila pengobataan dilakukan
menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus di teruskan 2 minggu
setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan
langsung negatif (Partogi, 2008).
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PITYRIASIS VERSICOLOR
3.1 Pengkajian Sistem Integumen
Nama
Mahasiswa
: Ni Kadek Mahayuni
Ardani
Tempat Praktik : Buring
NIM : 1201040299 Tanggal
Praktik
: 03-09-2014
A. Identitas Klien
Nama : Tn. I
Usia : 42 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.Mayjen Sungkono,Buring,Malang,Jawa Timur.
No. Tlp : 08123981823
Status pernikahan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tukang kebun dan Petani
Lama bekerja : 9 tahun sampai sekarang
B. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan terdapat berca-bercak putih yang tidak gatal
pada daerah lengan atas kanan dan kiri bertambah banyak sejak 1
bulan yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Bercak- bercak putih yang tidak gatal di lengan atas kanan dan kiri
sampai punggung bertambah banyak 1 bulan yang lalu.Awalnya bercak
putih dirasakan dilengan atas kanan dan kiri sebesar biji jagung yang
berjumlah sekitar 6 buah pada 2 bulan yang lalu bercak tersebut
bertambah banyak dan meluas disekitar lengan atas kanan dan kiri
13
serta muncul bercak putih di punggung. Bercak-bercak putih terasa
gatal kalau pasien berkeringat.Bercak putih tersebut jika digaruk maka
bercak semakin jelas.Pasien suka menggunakan pakaian berlapis dan
tidak menyerap keringat.Pasien bekerja dari pagi samapai sore sebagai
tukang kebun dan petani, pasien bekerja tanpa menggunakan pelindung
diri seperti topi,dan lebih sering terpapar sinar matahari. Pasien suka
berkerinngat sejak menggunakan pakaian berlapis,setiap pakaian
pasien terasa lembab karena keringat dan tidak sering diganti.Pasien
suka makan makanan pedas yang mengakibatkan pasien sering
berkeringat saat makan.Pasien mengganti baju 1 kali dan 2 kali mandi
dalam sehari.Kelembaban tempat tinggal tinggi.Pasien tinggal dirumah
kontrakan dengan satu ruang tamu dan dua kamar tidur, kamar tidur
pasien berukuran 3x2 m², dengan satu jendela dan 2 ventilasi, kamar di
huni oleh pasien dan istrinya, dan hanya menggunakan kipas angin
kecil.Pasien tidak ada mengeluhkan mati rasa atau kurang berasa pada
bercak-bercak putih tersebut.Riwayat trauma tidak ada, bercak-bercak
merah yang berubah warna menjadi putih tidak ada.Riwayat
mengonsumsi obat-obatan yang lama tidak ada,hanya menggunakan
salep ( kalpanak) selama 7 hari yang dibeli dipasaran.
C. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit panu atau pityriasis versicolor
sebelumnya.
1. Penyakit yang pernah dialami
a. Kecelakaan (jenis dan waktu) : tidak ada
b. Operasi (jenis dan waktu) : tidak ada
c. Penyakit
- Kronis : tidak ada
- Akut : pityriasis versicolor
d. Terakhir MRS : tidak ada
2. Alergi (obat, makanan, plester, dll)
Tipe Reaksi Tindakan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
14
3. Imunisasi
( √ ) BCG ( √ ) Hepatitis
( √ ) Polio ( √ ) Campak
( √ ) DPT
4. Kebiasaan
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok 5x sehari 2 batang ± 20 thn yang lalu
Minum Kopi 1x sehari 1 gelas ± 20 thn yang lalu
Alkoholisme Tidak ada Tidak ada Tidak ada
5. Obat-obatan yang digunakan
Jenis Lamanya Dosis
Kalpanax 7 hari 2 x sehari
D. Riwayat Keluarga
Keterangan :
: Laki – laki : Meninggal : Klien
: Perempuan : Tinggal Serumah
15
Tn. I
E. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
Kebersihan Baik Kurang
Bahaya Kecelakaan Tidak ada Ada
Polusi Tidak ada Ada
Ventilasi Cukup baik, 6 ventilasi kurang,ventilasi tidak baik
Pencahayaan Baik, 7 pencahayaan Berlebih ,terpapar sinar
matahari
F. Pola Aktivitas-Latihan
Jenis Di Rumah
Makan/minum Mandiri
Mandi Mandiri
Berpakaian/berdandan Mandiri
Toiletting Mandiri
Mobilitas di tempat tidur Mandiri
Berpindah Mandiri
Berjalan Mandiri
Naik tangga Mandiri
G. Pola Nutrisi-Metabolik
Jenis Di Rumah
Jenis diet/makanan Tidak ada
Frekuensi/pola 3x sehari
Porsi yg dihabiskan 1 porsi
Komposisi menu Nasi, lauk-pauk dan sayuran
Pantangan Tidak ada
Nafsu makan Baik
Berat Badan 65 kg
Sukar menelan (padat/cair) Tidak ada
Pemakaian gigi palsu (area) Tidak ada
Riw. Mslh penyembuhan luka Tidak ada
H. Pola Kebersihan Diri
16
Jenis Di Rumah
Mandi : Frekuensi 2x sehari
Penggunaan sabun Ya dengan sabun batangan
Keramas : Frekuensi Setiap mandi
Penggunaan sampo Ya
Gosok gigi : Frekuensi 2x sehari
Penggunaan odol Ya
Kesulitan Tidak ada
Upaya yg dilakukan Tidak ada
I. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : composmentis
b. Tanda-
tanda
vital :
c. TB : 169 cm BB : 65 kg
2. Kulit
Warna kulit : Sawo matang
Kelembaban : Normal (kesan kering tidak berlebihan)
Temperatur : Hangat keseluruhan
Tekstur : Lembut, halus dan kenyal
Turgor : Baik (kembali < 2 detik)
Edema : Konsistensi : tidak ada
Suhu : tidak ada
Bentuk : tidak ada
Mobilisasi : tidak ada
Odor/bau : Tidak berbau
Lesi : Lokasi : punggung,lengan atas kanan dan kiri
Distribusi : bercak-bercak putih sedikit menyebar ke
daerah pundak dan dada
Ukuran : luas di daerah pungung
17
TD : 130/80 mmHg Suhu : 36,8°C
RR : 20 x/menit Nadi : 87 x/menit
Warna : bercak-bercak putih
3. Rambut
Distribusi secara bilateral : Aksila : normal sesuai perkembangan usia
Pubis : normal sesuai perkembangan usia
Ketebalan dan tekstur : Normal dan tekstur baik
4. Kuku
Inspeksi : Warna : merah muda
Bantuk : simestris dan tidak terdapat lesi
Ketebalan : baik
Palpasi : Capilary refill time (CRT) : normal (kembali dalam waktu < 2
detik)
3.2 Analisa Data
No
.
Pengelompokan
Data
Etiologi Problem
1. DS :
- Klien mengatakan
terdapat bercak-
bercak putih yang
tidak gatal pada
punggung dan
kedua lengan atas
kanan dan kiri.
- Klien mengatakan
bercak putih terasa
gatal jika berkeringat
- Klien mengatakan
bercak putih tersebut
jika digaruk maka
akan tampak lebih
Jamur malassezia furfur
teraktivasi
↓
Perubahan
keseimbangan flora
normal kulit
↓
Faktor lingkungan
(kelembaban kulit)
↓
Jamur berkembang
menjadi
Miselia yang bersifat
patogenik
↓
Kerusakan
integritas kulit
18
jelas
DO :
- Terdapat
hipopigmentasi pada
punggung dan
kedua lengan atas
- TTV
TD : 130/80 mmHg,
RR : 20 x/mnt, N : 87
x/mnt,S : 36,8°c
- Di atas area
kelainan kulit
tersebut tedapat
sisik halus (skuama)
Menghasilkan asam
bikarbonat
↓
Menghambat tirosinase
pada melanosit
epidermis
↓
Pigmen melanosit tidak
terbentuk
↓
Hipopigmentasi
↓
Perubahan fungsi barier
kulit akibat pityriasis
versicolor
2. DS :
- Pasien mengatakan
malu untuk memakai
pakaian yang
pendek
- Pasien merasa tidak
percaya diri kalau
berkumpul dengan
masyarakat
setempat atau di
tempat kerja
DO :
- Pasien terlihat selalu
berpakaian panjang
dan berlapis
- pasien terlihat
menghindari kontak
mata
- ucapan pasien
seperti
Hipopigmentasi
↓
Malu dalam berpakaian
seperti biasanya
(lengan pendek)
↓
Sosialisasi dengan
masyarakat setempat
berkurang
↓
Gangguan citra tubuh
Gangguan citra
tubuh
19
merendahkan diri
sendiri
- pasien terlihat
kurang bersosialisasi
dengan masyarakat
setempat
3. DS :
- pasien mengatakan
tidak tahu cara
pengobatan penyakit
tersebut
- pasien mengatakan
malas untuk
mengganti baju jika
baju lembab
- pasien mengatakan
mandi menggunakan
sabun batang yang
bergantian dengan
teman kerjanya
beserta handuk
mandi
- pasien mengatakan
jarang menjemur
handuk
DO :
- pasien terlihat
memakai baju
berlapis dan tidak
menyerap keringat
- pasien tidak tahu
setelah ditanya
manfaat
penggunaan alat
pribadi
Faktor lingkungan
↓
Penggunaan sabun dan
handuk bersama
↓
Penularan jamur M.
furfur
↓
Hipopigmentasi
↓
Interpretasi informasi
yang salah
↓
Kurang pengetahuan
mengenai penyakit
Kurang
pengetahuan
(kebutuhan
belajar) mengenai
penyakit
20
- pasien tampak
bingung
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit akibat Pityriasis versicolor
2. Gangguan citra tubuh (harga diri) berhubungan dengan faktor
psikososial seperti pandangan masyarakat terhadap diri ditandai
dengan pernyataan perasaan negatif tentang ini.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi informasi ditandai
dengan pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah
konsepsi.
3.4 Rencana Tindakan Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit akibat pityriasis versicolor.
Tujuan : Mencapai penyembuhan tepat waktu
Kriteria hasil : Menunjukkan regenerasi jaringan
No. Rencana Tindakan Rasional
1. Kaji keadaan kulit. Mengetahui dan mengidentifikasi
kerusakan kulit untuk melakukan intervensi
yang tepat
2. Kaji keadaan umum dan
observasi TTV
Mengetahui perubahan status kesehatan
pasien
3. Kaji perubahan warna kulit Mengetahui perubahan status kesehatan
pasien.
4 Pertahankan agar daerah
yang terinfeksi tetap bersih
dan kering
Membantu mempercepat proses
penyembuhan
5 Kalaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat-obatan
Oleskan salep pada kulit yang telah
bersih,setelah mandi atau sebelum tidur,
meskipun lesinya telah hilang.
Menghentikan pengobatan dengan salep
21
dapat menimbulkan
kekambuhan.Pasalnya jamur belum
terbasmi dengan tuntas.
Bila lesinya minimal atau terbatas, dapat
diberikan secara topical dengan golongan
imidazol, misalnya ketoconazole dalam
bentuk krim. Pengobatan harus dilakukan
menyeluruh, tekun, dan konsistensi,
karena penyakit panu sering kambuh dan
untuk mencegah serangan ulang.
2. Gangguan citra tubuh (harga diri) berhubungan dengan faktor psikososial
seperti pandangan masyarakat terhadap diri ditandai dengan pernyataan
perasaan negatif tentang ini.
Tujuan : Citra tubuh/hrga diri kembali
Kriteria hasil : Menyatakan penerimaan diri sesuai situasi.
No. Rencana Tindakan Rasional
1. Kaji adanya gangguan citra
diri (menghndari kontak
mata, ucapan merendahkan
diri sendiri)
Gangguan citra diri akan menyertai
setiap penyakit atau keadaan yang
tampak nyata bagi pasien,kesan
orang terhadap dirinya berpengaruh
terhadap konsep diri
2. Kaji perubahan perilaku
pasien seperti: menutup diri,
malu berhadapan dengan
orang lain
Mengetahui tingkat ketidak percayaan
diri pasien dalam menentukan
intervensi selanjutnya
3. Bersikap realistis dan positif
selama pengobatan, pada
penyuluhan pasien
Meningkatkan kepercayaan dan
mengadakan hubungan antara
perawat dan pasien
4. Tingkatkan komunikasi
terbuka menghindari tiritik /
penularan tetang perilaku
pasien.
Meningkatkan keingingan untuk
mendiskusikan kesulitan / menyusun
ulang dan mengatasi masalah.
22
5. Berikan penguatan positif
terhadap kemajuan
Kata-kata penguatan dapat
mendukung terjadinya prilaku koping
positif
6. Dorong interaksi keluarga Mempertahankan garis komunikasi
dan memberikan dukungan terus
menerus pada pasien
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan /
mengingat, kesalahan interpretasi informasi ditandai dengan
pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsepsi.
Tujuan : informasi kesehatan terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Termotivasi untuk melaksanakan program terapis secara
komprehensif
2. Terpenuhinya pengetahuan tentang penyakit, prosedur
pengobatan, jadwal kontrol ke dokter ahli kulit,
pencegahan dan perawatan kulit
3. Mengenal perubahan gaya hidup atau tingkah laku untuk
pelaksanaan program terapi
4. Secara subjektif melaporkan keluhan gatal berkurang
No. Rencana Tindakan Rasional
1. Identifikasi sumber - sumber
pendukung yang
memungkinkan untuk
perawatan di rumah
Sumber pendukung seperti keluarga
dapat meberikan dukungan dan
pengawasan agar terlaksananya
program perbaikan kulit.
2. Jelaskan tentang pentingnya
pengobatan antifungus
Pemberian antifungus akan
dilanjutkan di rumah karena
dibutuhkan untuk mengurangi invasi
jamur pada kulit.
3. Anjurkan untuk selalu
menjaga kekeringan pada
Pasien diberitahukan untuk memakai
handuk dan lap wajah yang bersih
23
kulit setiap hari. Semua daerah kulit dan
lipatan kulit yang menahan air harus
dikeringkan dengan seksama karena
infeksi jamur akan berkembang pada
udara yang panas dan lembap.
Pakaian yang menyentuh kulit secara
langsung (seperti pakaian dalam)
harus dari pakaian katun yang bersih.
4. Tingkatkan cara hidup sehat
seperti intake makanan yang
baik, keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat,
monitor status kesehatan
dan adanya infeksi
Meningkatkan sistem imun dan
pertahanan terhadap infeksi.
5. Beritahu pasien bahwa
mereka dapat menulari
orang lain
Dengan mengetahui kondisi ini, maka
perlu diperhatikan tindakan higienis
rutin serta pemakaian alat pribadi.
3.5 Home Care
1. Keringkan handuk setelah dipakai dan ganti sesering mungkin.
2. Mandi rutin (minimal 2 kali sehari), memakai sabun dan bersih.
3. Simpan atau gantung pakaian di tempat kering.
4. Pola hidup sehat. Hal-hal yang mempengaruhi tumbuhnya jamur
adanya udara yang panas, lembab, kebersihan diri yang kurang,
kegemukan, sosial ekonomi rendah, pemakaian obat-obatan yang
lama, adanya penyakit kronis seperti TBC atau keganasan, dan
penyakit endokrin (diabetes mellitus).
5. Pada kehidupan sehari-hari, sebaiknya bila udara terasa panas, maka
kita harus rajin menyeka keringat yang menempel di badan.
6. Selain itu, setelah terkena air, maka sebaiknya segera
mengeringkannya, karena jamur senang dengan tempat yang lembab.
Dianjurkan pula untuk menggunakan pakaian, ataupun handuk secara
terpisah antar keluarga.
24
7. Sebaiknya pula menjaga keseimbangan berat badan. Sebab, pada
orang yang mengalami kegemukan (obesitas), umumnya lebih banyak
mengeluarkan keringat.
8. Pada pagi hari hingga siang membuka ventilasi jendela kamar, agar
sirkulasi udara dapat berjalan baik dan terkena sinar matahari.
9. Rajin menjemur kasur, agar bila ada jamur ataupun mikroorganisme
patologi bisa mati terkena terik matahari.
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesempulan
Pityriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur adalah
penyakit jamur superfisial yang berupa bercak berskuama halus yang
bewarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-
kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan
kulit kepala yang berambut.
Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, terlihat
sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai
teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal
s(ringan), atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan) sehingga ada
kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.
Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan
pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen. Keluhan gatal ringan
dan bercak hipopigmentasi, merupakan salah satu alasan penderita datang
berobat.
4.2 Saran
Penulis menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian tugas
Asuhan keperawatan Pityriasis Versicolor ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai
penyempurnaan tugas ini, sehingga dikemudian hari tugas-tugas
selanjutnya dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa.
26
LAMPIRAN I
PATOFISIOLOGI
27
Malasezia furfur di kulit manusia
Oleh karena faktor :
Endogen ( defisiensi imun ) Eksterogen (suhu, panas,
keringat, lingkungan yang lembab )
Menjadi patogen
Merangsang makrofag Memicu pembesaran melanosom yang dibuat oleh melanosit di lapisan basal
Menghasilkan asam di karbosilat sbg produk sampingannya
Menghambat urosinase
Pigmen melanosit tidak terbentuk
Hipopigmentasi ( macula lebih pucat dari sekitarnya )
Hiperpigmentasi
Meningkatnya sel epidemis
Skuama halus
Pelepasan mediator inflamasi
Peningkatan permebealitas kapiler
Keluarnya protein dari pembuluh darah dermis
Vasodilatasi pembuluh darah
Macula hiperemis
28
Hipopigmentasi
Perubaan fungsi barier kulit akibat pityriasis versicolor
Kepercayaan di diri menurun Interprestasi informasi yang tidak adekuat
Kerusakan integritas kulit Sosialisasi berkurang Kurang Pengetahuan
Gangguan citra tubuh
LAMPIRAN II
DOKUMENTASI
PASIEN DENGAN PITYRIASIS VERSICOLOR
29
Gambar 2. Tangan KananGambar 1. Tangan Kanan
Gambar 4. Tangan KiriGambar 3.Tangan Kiri
30
Gambar 5.Punggung
DAFTAR PUSTAKA
Alit.K. 2011.Penanganan Masalah Sistem Integumen (kulit, rambut, kuku).
Surabaya : FK Unair diakses pada tanggal 09 September 2014 dari
http://ners.unair.ac.id
Partogi, Donna. 2008. Pityriasis Versicolor dan Diagnosis Bandingnya. Medan :
USU e – Repository diakses pada tanggal 09 Sptember 2014 dikutip dari
http://repository.usu.ac.id
Raihany. 2013. Tinea Versicolor. Universitas Sumatera Utara diakses
pada 09 September 2014 dikutip dari http://repository.usu.ac.id
Widyawati. 2006. Uji Banding Efektivitas Laos (alpinia galanga) 2% Dengan
Ketokonazol 2% Terhadap Pertumbuhan Malassezia Furfur Pada Ptiriasis
Versikolor Secara In Vitro. Semarang : FK UNDIP diakses pada tanggal 09
september 2014 di kutip dari http://eprints.undip.ac.id
31