Download - Makalah Konser Fix
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan endodontik ialah perawatan bagian dalam gigi. Nama yang
sehari-hari dikenal adalah perawatan syaraf gigi atau perawatan pulpa gigi atau
perawatan saluran akar gigi. Istilah endodontik diambil dari bahasa Yunan “endon”
yang berarti dalam dan “ho dontas” yang berarti gigi. Atau dari kata
“endodontium” yang sama artinya dengan “pulpo dentinal organ”, yaitu lapisan
dalam gigi yang terdiri dari sel-sel odontoblast dan dentin.
Penyakit endodontik meliputi penyakit jaringan pulpa dan jaringan
periapikal gigi. Penyakit ini banyak diakibatkan oleh karies gigi. Data yang terbaru
dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit tersebut menempati 37%
dari semua jenis penyakit gigi dan mulut, namun penanggulangan yang dilakukan
baru mencapai 11%. Penyakit klasik tersebut dapat menyerang gigi pada semua
lapisan masyarakat, dari zaman dahulu sampai sekarang, baik pada masyarakat
yang tergolong daya emban rendah maupun daya emban tinggi.
Berbagai laporan menunjukan bahwa jumlah penyakit tersebut makin
meningkat terutama di kota-kota besar. Hal ini karena pengaruh modernisasi
mengubah gaya hidup masyarakat, yang mengakibatkan pergeseran pola makan
serta pola penyiapan makanan. Sistem kehidupan modern yang serba praktis
menuntut cara makan yang mudah dan cepat, yaitu dengan mengunyah jenis
makanan yang lunak. Akibatnya, penggunaan komponen sistem stomatognatik
menurun, sehingga produksi sekresi ludah berkurang. Dengan demikian, daya kerja
sistem kebersihan mulut ikut menurun. Rangkaian proses tersebut merupakan salah
satu penyebab terjadinya kerusakan enamel dan dentin, di samping berbagai
penyebab lain seperti trauma, zat kimia, dan radiasi.
Gigi karies merupakan salah satu penyebab terjadinya radang pulpa dan
periapikal yang paling banyak. Biasanya saseorang baru menyadari adanya
kerusakan gigi apabila sudah timbul rasa nyeri. Nyeri akan timbul bila rangsang
dapat mencapai ujung sel odontoblast yang ada di batas dentin dengan enamel.
Lapisan sel-sel odontoblast yang paling tepi menjorok masuk ke jaringan dentin,
1
2
daerah tersebut disebut kompleks pulpa dentin. Daerah ini merupakan daerah
pertahanan pulpa gigi yang paling depan.
Karies merupakan salah satu penyakit tertua yang telah ada sejak 14.000
tahun yang lalu. Sesuai dengan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004
yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menyebut prevalensi karies gigi di
Indonesia adalah 90,05 persen. Karies yang berlanjut lambat laun akan mencapai
bagian pulpa dan mengakibatkan peradangan pada pulpa. Walton
mengklasifikasikan keradangan pada pulpa terdiri dari pulpitis reversibel, pulpitis
irreversibel, degeneratif pulpa dan nekrosis pulpa. Proses peradangan pulpa yang
berlanjut dapat menyebabkan kelainan periapikal. Lesi periapikal dikelompokkan
menjadi simptomatik apikal periodontitis, asimptomatik apikal periodontitis dan
abses periapikal.
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat
memperlihatkan gejala pulpitis yang ireversibel. Nekrosis total, sebelum mengenai
ligamentum periodontal biasanya tidak menunjukkan gejala. Tidak merespon
terhadap tes suhu atau elektrik. Kadang-kadang bagian depan mahkota gigi akan
menghitam.
Tampilan radiografik pada destruksi tulang ataupun pada bagian yang
mengalami fraktur merupakan indikator terbaik dari nekrosis pulpa dan mungkin
membutuhkan beberapa bulan untuk perkembangan. Kurangnya respon terhadap tes
suhu dan elektrik tanpa bukti radiografik adanya destruksi tulang terhadap bagian
fraktur tidak menjamin harusnya terapi endodontik.
Anamnesis pada nekrosis pulpa berupa tidak ada gejala rasa sakit, keluhan
sakit terjadi bila terdapat keradangan periapikal. Pemeriksaan perkusi tidak
didapatkan nyeri dan pada palpasi juga tidak terdapat pembengkakan serta
mobilitas gigi normal. Foto rontgen gigi biasanya normal kecuali bila terdapat
kelainan periapikal terjadi perubahan berupa radiolusen pada lesi.
1.2 Rumusan Masalah
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang akan menjadi rumusan
masalah dan akan dibahas dalam makalah ini:
1.2.1 Bagaimanakah patogenesa penyakit jaringan pulpo periapikal?
3
1.2.2 Bagaimanakah diagnosis penyakit jaringan pulpo periapikal?
1.2.3 Bagaimanakah rencana perawatan endodontik konvensional penyakit
jaringan pulpo periapikal?
1.3 Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.3.1 Dapat menjelaskan patogenesa penyakit jaringan pulpo periapikal.
1.3.2 Dapat menjelaskan diagnosis penyakit jaringan pulpo periapikal.
1.3.3 Dapat menjelaskan rencana perawatan endodontik konvensional penyakit
jaringan pulpo periapikal.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang didapat dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.4.1 Dapat menganalisis dengan benar patogenesa penyakit jaringan pulpo
periapikal.
1.4.2 Menganalisis rencana perawatan endodontik konvensional dalam bidang
konservasi gigi.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pulpitis
Pulpitis adalah suatu radang yang terjadi pada jaringan pulpa gigi dengan
gambaran klinik yang akut. Merupakan penyakit lanjut karena didahului oleh
terjadinya karies, hyperemia pulpa baru setelah itu menjadi pulpitis, yaitu ketika
radang sudah mengenai kavum pulpa.
2.1.1 Etiologi
Penyebab pulpitis yang paling sering ditemukan adalah kerusakan email
dan dentin, penyebab kedua adalah cedera.
2.1.2 Gejala
Pulpitis menyebabkan sakit gigi yang tajam luar biasa, terutama bila
terkena oleh air dingin, asam, manis, kadang hanya dengan menghisap angin pun
sakit. Rasa sakit dapat menyebar ke kepala, telinga dan kadang sampai ke
punggung. Berikut ini adalah beberapa gejala lain dari pulpitis:
a. Sondasi (+)
b. Perkusi (-)
c. Reaksi dingin, manis dan asam (+)
d. Pembesaran kelenjar (-)
e. Rasa sakit tidak terus menerus, terutama pada malam hari
f. Rasa sakit tersebar dan tidak bisa dilokalisasi.
g. Rasa sakit berdenyut khas, yaitu rasa sakit yang tajam dan dapat menjalar ke
kepala dan telinga kadang ke punggung
2.1.3 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan klinis.
Dalam hal ini dapat dilakukan beberapa pengujian :
a. Diberikan rangsangan dingin, asam, manis
4
5
Pasien terasa sakit sekali/sakit bertambah menusuk. Rangsangan dingin, asam
dan manis (+)
b. Penguji Pulpa Elektrik
Pada pengujian dengan alat penguji elektrik, pasien merasa sangat nyeri,
kadang belum tersentuh pun pasien terasa sangat nyeri
c. Perkusi Dengan Pangkal Sonde
Pada pulpitis perkusi (-), tapi pasien merasa nyeri/perkusi (+), disebabkan
karena pada dasarnya pasien sudah merasa sakit pada giginya sehingga hanya
faktor sugesti yang mendasarinya. Bila perkusi terasa nyeri/perkusi (+), maka
peradangan telah menyebar ke jaringan dan tulang sekitarnya.
d. Roentgen Gigi
Pada pemeriksaan dengan roentgen maka didapatkan gambaran radiologist
berupa gambaran radioluscent yang telah mencapai kavum pulpa.
Pemeriksaan radiologist dilakukan untuk memperkuat diagnosa dan
menunjukkan apakah peradangan telah menyebar ke jaringan dan tulang
sekitarnya.
2.1.4 Rencana Terapi
a. Endodontics (perawatan saraf gigi)
b. Ekstraksi gigi
2.2 Pulpitis Reversible
Menurut arti katanya, pulpitis reversible adalah inflamasi pulpa yang tidak
parah. Jika penyebabnya telah dihilangkan, inflamasinya akan pulih kembali dan
pulpa akan kembali normal. Pulpitis reversible dapat ditimbulkan oleh stimuli
ringan atau yang berjalan sebentar seperti karies insipien, erosi servikal atau atrisi
oklusal, sebagian prosedur operatif, kuretasi periodontium yang dalam, dan fraktur
enamel yang menyebabkan terbukanya dentin. Biasanya pulpitis reversible tidak
menimbulkan gejala (asimtomatik), akan tetapi jika ada, gejala biasanya timbul dari
suatu pola tertentu. Aplikasi cairan atau udara dingin/panas misalnya, bisa
menimbulkan nyeri tajam sementara. Jika stimuli dihilangkan, yang secara normal
tidak menimbulkan nyeri atau ketidaknyamanan, nyeri akan reda segera. Stimuli
6
panas atau dingin menghasilkan respons nyeri yang berbeda-beda pada pulpa
normal. Jika panas diaplikasikan pada gigi yang pulpanya tidak terinflamasi, akan
timbul respon awal yang lambat; intensitas nyerinya akan makin naik jika suhunya
dinaikkan. Sebaliknya, nyeri sebagai respons terhadap aplikasi dingin pada pulpa
normal akan segera terjadi; intensitas nyeri cenderung menurun jika stimulus
dinginnya dipertahankan tetap. Berdasarkan observasi-observasi ini, respons pulpa
pada kedua keadaan, sehat atau sakit, tampaknya Pulpitis reversibel dapat berkisar
dari hiperemia ke perubahan inflamasi ringan hingga sedang terbatas pada daerah
dimana tubuli dentin terlibat. Secara mikroskopis terlihat dentin reparatif, gangguan
lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah dan adanya sel inflamasi kronis
yang secara imunologis kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol dapat
dilihat juga sel inflamasi akut.
Pulpitis reversibel yang simtomatik, secara klinik ditandai dengan gejala
sensitif dan rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh
rangsangan dingin daripada panas. Ada keluhan rasa sakit bila kemasukan
makanan, terutama makanan dan minuman dingin. Rasa sakit hilang apabila
rangsangan dihilangkan, rasa sakit yang timbul tidak secara spontan.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis reversibel adalah:
a. Anamnesa: ditemukan rasa sakit / nyeri sebentar, dan hilang setelah
rangsangan dihilangkan
b. Gejala Subyektif: ditemukan lokasi nyeri lokal (setempat), rasa linu timbul
bila ada rangsangan, durasi nyeri sebentar.
c. Gejala Obyektif: kariesnya tidak dalam (hanya mengenai enamel, kadang-
kadang mencapai selapis tipis dentin), perkusi, tekanan tidak sakit.
d. Tes vitalitas: gigi masih vital
e. Terapi: jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika
karies profunda perlu pulp capping terlebih dahulu, apabila 1 minggu
kemudian tidak ada keluhan dapat langsung dilakukan penumpatan.
Perawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah pencegahan. Perawatan
periodik untuk mencegah perkembangan karies, penumpatan awal bila kavitas
meluas, desensitisasi leher gigi dimana terdapat resesi gingiva, penggunaan pernis
kavitas atau semen dasar sebelum penumpatan, dan perhatian pada preparasi
7
kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis lebih lanjut. Bila
dijumpai pulpitis reversibel, penghilangan stimulasi (jejas) biasanya sudah cukup,
begitu gejala telah reda, gigi harus dites vitalitasnya untuk memastikan bahwa tidak
terjadi nekrosis. Apabila rasa sakit tetap ada walaupun telah dilakukan perawatan
yang tepat, maka inflamasi pulpa dianggap sebagai pulpitis irreversibel, yang
perawatannya adalah ekstirpasi, untuk kemudian dilakukan pulpektomi.
Prognosa untuk pulpa adalah baik, bila iritasi diambil cukup dini, kalau
tidak kondisinya dapat berkembang menjadi pulpitis irreversibel.
2.3 Pulpitis Ireversible
Definisi pulpitis irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang
persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu
stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang
terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal.
Pulpitis irreversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya
disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara
spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap
ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan.
Pulpitis irreversibel kebanyakan disebabkan oleh kuman yang berasal dari
karies, jadi sudah ada keterlibatan bakterial pulpa melalui karies, meskipun bisa
juga disebabkan oleh faktor fisis, kimia, termal, dan mekanis. Pulpitis irreversibel
bisa juga terjadi dimana merupakan kelanjutan dari pulpitis reversibel yang tidak
dilakukan perawatan dengan baik.
Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu
paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut:
perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke
dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap
berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit
biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi
secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh
pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah
parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat
8
keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu
stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke
gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena.
Secara mikroskopis pulpa tidak perlu terbuka, tetapi pada umunya terdapat
pembukaan sedikit, atau kalau tidak pulpa ditutup oleh suatu lapisan karies lunak
seperti kulit. Bila tidak ada jalan keluar, baik karena masuknya makanan ke dalam
pembukaan kecil pada dentin, rasa sakit dapat sangat hebat, dan biasanya tidak
tertahankan walaupun dengan segala analgesik. Setelah pembukaan atau draenase
pulpa, rasa sakit dapat menjadi ringan atau hilang sama sekali. Rasa sakit dapat
kembali bila makanan masuk ke dalam kavitas atau masuk di bawah tumpatan yang
bocor.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis ireversibel adalah:
a. Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta
menyebar
b. Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan
sakit), nyeri lama sampai berjam-jam.
c. Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi
dan tekan kadang-kadang ada keluhan.
d. Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi
dinyatakan vital.
e. Terapi: pulpektomi
Dengan pemeriksaan histopatologik terlihat tanda-tanda inflamasi kronis
dan akut. Terjadi perubahan berupa sel-sel nekrotik yang dapat menarik sel-sel
radang terutama leukosit polimorfonuklear dengan adanya kemotaksis dan terjadi
radang akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear pada daerah
nekrosis dan leukosit mati serta membentuk eksudat atau nanah. Tampak pula sel-
sel radang kronis seperti sel plasma, limfosit dan makrofag.
Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi, dan
penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden
(meringankan rasa sakit) misalnya kresatin, eugenol, atau formokresol. Pada gigi
posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, maka pengambilan pulpa koronal
atau pulpektomi dan penempatan formokresol atau dressing yang serupa di atas
9
pulpa radikuler harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara
bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi.
Prognosa gigi adalah baik apabila pulpa diambil kemudian dilakukan
terapi endodontik dan restorasi yang tepat.
2.4 Pulpitis Kronis Hiperplastik
Pulpitis hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis irreversible akibat
bertumbuhnya pulpa muda yang terinflamasi secara kronik hingga ke permukaan
oklusal. Biasanya ditemukan pada mahkota yang karies pada pasien muda. Pulpa
polip biasanya diasosiasikan dengan kayanya pulpa muda akan pembuluh darah,
memadainya tempat terbuka untuk drainase, dan adanya proliferasi jaringan. Pada
pemeriksaan histologi terlihat adanya epitel permukaan dan jaringan ikat di
bawahnya yang terinflamasi. Sel-sel epitel oral tertanam dan bertumbuh menutupi
permukaan dan membentuk tutup epitel.
Polip pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai benjolan jaringan
ikat seperti kol yang berwarna kemerah-merahan mengisi kavitas karies di
permukaan oklusal yang besar. Hal ini kadang-kadang diasosiasikan dengan tanda-
tanda klinis pulpitis ireversibel seperti nyeri spontan serta nyeri yang menetap
terhadap stimulus panas dan dingin . Ambang rangsang terhadap stimulus elektrik
adalah sama dengan pulpa normal. Respon gigi terhadap palpasi atau perkusi
normal. Perawatannya adalah pulpotomi, perawatan saluran akar atau ekstraksi.
2.5 Nekrosis Pulpa
Pulpa yang berfungsi normal pada umumnya berespon terhadap berbagai
stimulus (panas atau dingin). Pulpa normal merespon terhadap panas atau dingin
dengan nyeri yang ringan yang terjadi selama kurang dari 10 detik. Juga perkusi
pada gigi tidak menimbulkan respon nyeri. Bagaimanapun normal pulpa tidak akan
merespon terhadap tes suhu. Jika kanal pada akar mengalami kalsifikasi karena
proses penuaan, trauma, plak yang menempel atau penyebab lainnya, tes suhu tidak
akan memberikan respon selama pulpa gigi pasien tetap sehat dan berfungsi
normal. Tes elektrik pulpa memunculkan respon dari pasien yang pulpanya masih
10
berfungsi. Dokter harus berhati-hati terhadap hasil dari tes ini karena hasilnya tidak
tetap sehingga tidak diperlukan untuk melihat status kesehatan.
2.5.1 Pengertian Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses
lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara
tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsialis ataupun totalis.
Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu:
1. Tipe koagulasi
Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah menjadi
bahan yang padat.
2. Tipe liquefaction
Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan
yang lunak atau cair.Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil
akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak, indikan,
protamain, air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin
dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa.
Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit
anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangren pulpa.
2.5.2 Etiologi
Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada
umumnya disebabkan keadaan radang pulpitis yang ireversibel tanpa penanganan
atau dapat terjadi secara tiba-tiba akibat luka trauma yang mengganggu suplai
aliran darah ke pulpa. Meskipun bagian sisa nekrosis dari pulpa dicairkan atau
dikoagulasikan, pulpa tetap mengalami kematian. Dalam beberapa jam pulpa yang
mengalami inflamasi dapat berdegenerasi menjadi kondisi nekrosis. Penyebab
nekrosis lainnya adalah bakteri, trauma, iritasi dari bahan restorasi silikat, ataupun
akrilik. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada aplikasi bahan-bahan devitalisasi
seperti arsen dan paraformaldehid. Nekrosis pulpa dapat terjadi secara cepat (dalam
beberapa minggu) atau beberapa bulan sampai menahun. Kondisi atrisi dan karies
11
yang tidak ditangani juga dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa lebih
sering terjadi pada kondisi fase kronis dibanding fase akut.
2.5.3 Patofisiologi
Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast;
memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk
mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi apabila terjadi
inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang
jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis pulpa. Hal ini
sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau
penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang semakin
berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya. Nekrosis
pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteri pada jaringan
pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan
lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpal exposure, hal
ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada
jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa
akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa
yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk
sebagai hasil dari operative atau restorative prosedure yang kurang baik atau akibat
restorative material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada
enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah
infeksi bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan.
Sedangkan direct pulpa exposure bisa disebabkan karena proses trauma, operative
procedure dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini
mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan
pulpa. Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat
menyebabkan nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu.
Pada dasarnya prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam
pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat
menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya
mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi
12
kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena
kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark
sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi
rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh darah
kecil pada apeks. Semua proses tersebut dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis
pulpa.
2.5.4 Gejala
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat
memperlihatkan gejala pulpitis yang ireversibel. Yaitu menunjukkan rasa sakit yang
biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul
secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan
tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pada awal pemeriksaan klinik
ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan
oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin, bahan
makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau
pipi, dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah
pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat
datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali
dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan
umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus
tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya
dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan
rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah
belakang yang terkena. Radiograf umumnya menunjukkan suatu kavitas atau
tumpatan besar, suatu jalan terbuka ke saluran akar, dan suatu penebalan ligamen
periodontal.
Untuk pengobatan simtomatis diberikan obat-obat penghilang rasa
sakit/anti inflmasi (OAINS). Jika kausatif diberikan antibiotika (bila ada
peradangan).
Tindakan yang dilakukan gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu
dikeringkan dengan kapas. Beri anagesik, bila ada peradangan bisa di tambah
13
dengan antibiotik. Sesudah peradangan reda bisa dilakukan pencabutan atau dirujuk
untuk perawatan saluran akar. Biasanya perawatan saluran akar yang digunakan
yaitu endodontic intrakanal, yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar
dan saluran akar) dan kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi
tersebut.
a. Nekrosis Parsialis
Pulpa terkurung dalam ruangan yang dilingkungi oleh dinding yang kaku,
tidak memiliki sirkulasi darah kolateral, dan venula serta sistem limfenya akan
lumpuh jika tekanan intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis irreversible
akan menyebabkan nekrosis likuefaksi. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis
ireversibel diabsorbsi atau terdrainase melalui karies atau melalui daerah pulpa
terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya nekrosis akan tertunda; pulpa di akar
mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya, penutupan atau
penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan
total serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi, nekrosis pulpa iskemik
dapat timbul akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah. Dapat dikatakan
nekrosis pulpa parsialis apabila sebagian jaringan pulpa di dalam saluran akar
masih dalam keadaan vital.
Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat juga
disertai dengan episode nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan (dari periapeks).
Gejala klinis nekrosis pulpa parsialis:
1) Pada anamnesa terdapat keluhan spontan.
2) Pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit sebelum apikal.
Pemeriksaan klinis dari nekrosis pulpa parsialis:
1) Tes termis: bereaksi atau tidak bereaksi.
2) Tes jarum Miller: bereaksi.
3) Pemeriksaan rontgenologis: terlihat adanya perforasi.
Nekrosis pulpa parsialis dapat dilakukan perawatan dengan pulpektomi.
b. Nekrosis Totalis
Merupakan matinya pulpa seluruhnya. Nekrosis totalis biasanya
asimtomatik, tetapi bisa juga ditandai dengan nyeri spontan dan ketidaknyamanan
14
nyeri tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi merupakan indikasi awal matinya
pulpa. Dapat dilihat dari penampilan mahkota yang buram atau opak dan perubahan
warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan serta bau busuk dari gigi.
Perawatan terdiri dari preparasi dan obturasi saluran akar (perawatan saluran akar).
Pemeriksaan Klinis :
1) Pemeriksaan subyektif
2) Pemeriksaan obyektif.
Gigi dengan pulpa nekrotis tidak bereaksi terhadap tes termal dingin, tes
pulpa listrik, atau tes kavitas. Namun, gigi dengan pulpa nekrotis sering kali
sensitive terhadap perkusi dan palpasi asalkan disertai dengan inflamasi periapikal.
3) Rontgenologis
Gambaran radiografi umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan
besar, jalan terbuka ke saluran akar, dan penebalan ligament periodontal. Kadang-
kadang gigi yang tidak mempunyai tumpatan atau kavitas pulpanya mati karena
akibat trauma.
2.5.5 Penegakan Diagnosis
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada umumnya merupakan informasi pertama yang dapat
diperoleh. Keluhan ini berupa gejala atau masalah yang dirasakan pasien dalam
bahasanya sendiri yang berkaitan dengan kondisi yang membuatnya cepat-cepat
datang mencari perawatan. Keluhan utama hendaknya dicatat dengan bahasa apa
adanya menurut pasien.(Walton & Torabinejad, 1997 : 72)
2) Riwayat Kesehatan Umum
a. Data Demografis
Data demografis mengidentifikasi karakteristik pasien.
b. Riwayat Medis
Karena suatu riwayat medis tidak dimaksudkan sebagai pemeriksaan klinis
lengkap, pertanyaan medis janganlah terlalu luas. Buatlah formulir pemeriksaan
yang berisi penyakit serius yang sedang dan pernah dialami. Jika ditemukan adanya
penyakit fisik atau psikologis yang parah atau penyakit yang masih diragukan yang
15
mungkin mengganggu diagnosis dan perawatan kita, lakukanlah pemeriksaan lebih
lanjut dan konsultasikan dengan profesi kesehatan lainnya.
c. Riwayat Dental
Riwayat dental merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah dan
sedang diderita. Informasi ini menyediakan informasi yang sangat berharga
mengenai sikap pasien terhadap kesehatan gigi, pemeliharaan, serta perawatannya.
Infromasi demikian tidak hanya berperan penting dalam penegakan diagnosis,
melainkan berperan pula pada rencana perawatan. Kuesionernya hendaknya
berisikan pertanyaan mengenai gejala dan tanda, baik kini maupun di masa lalu.
Pengambilan riwayat dental ini merupakan langkah teramat penting dalam
menentukan diagnosis yang spesifik.(Walton & Torabinejad, 1997 : 72-73)
3) Pemeriksaan Subyektif
Sejumlah informasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi, riwayat
medis, dan riwayat dental serta keluhan utama didapatkan dari pemeriksaan
subyektif. Banyak pasien yang menunjukkan tingkatan nyeri yang jelas dan merasa
tertekan. Pada umumnya nyeri dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh
penyakit pulpa dan periradikuler yang parah dapat mempengaruhi kondisi fisik
pasien. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai lokasi, asal nyeri, karakter dan
keparahan nyeri yang dialami. Kemudian pertanyaan lanjutan mengenai spontanitas
dan durasi nyeri, serta stimulus yang merangsang atau meredakan nyeri. Keparahan
rasa nyeri dan obat-obatan yang diminum pasien untuk meredakan nyeri dan
keefektifannya juga perlu diketahui.
Makin intens nyerinya, makin besar kemungkinan adanya penyakit
irreversible. Nyeri intens dapat timbul dari pulpitis ieversible atau dari periodontitis
atau abses apikalis akut. Nyeri spontan yang bersama dengan nyeri intens juga
mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau periradikuler yang parah. (Walton &
Torabinejad, 1997 : 73-75)
4) Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan Ekstraoral
Penampilan umum, tonus otot, asimetri fasial, pembengkakan, perubahan
warna, jaringan parut ekstraoral, dan kepekaan atau nodus jaringan limfe servikal
atau fasial yang membesar, merupakan indikator status fisik pasien. Pemeriksaan
16
ekstraoral yang hati-hati akan membantu mengidentifikasi sumber keluhan pasien
serta adanya dan luasnya reaksi inflamasi rongga mulut.
b. Pemeriksaan Intraoral
Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum, dan otot-otot serta semua
keabnormalan diperiksa. Periksa pula mukosa alveolar dan gingival-cekatnya untuk
memeriksa apakah ada perubahan warna, terinflamasi mengalami ulserasi, atau
mempunyai saluran sinus. Gigi geligi diperiksa untuk mengetahui adanya
perubahan warna, fraktur, abrasi, erosi, karies, restorasi yang luas, atau
abnormalitas lain. Mahkota yang berubah warna sering merupakan tanda adanya
penyakit pulpa atau merupakan akibat perawatan saluran akar yang telah dilakukan
sebelumnya.
c. Tes Klinis
Tes klinis meliputi tes dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta
tes periodontium selain tes pulpa dan jaringan periapeks. Hasil satu tes harus
dikonfirmasikan dengan tes tambahan yang lain. Penting untuk diingat bahwa tes-
tes ini bukan tes untuk gigi melainkan tes mengenai respons pasien terhadap
berbagai stimuli. Pasien mungkin tidak memahami arti stimuli atau salah
menginterpretasikannya. Oleh karena itu, hasil tes obyektif dan subyektif dan tanda
yang ditemukan tidak konsisten sehingga kadang –kadang membingungkan.
(Walton & Torabinejad, 1997 : 77-78)
5) Tes Periapeks
a. Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Respons
positif yang jelas menandakan adanya inflamasi periodontium. Karena perubahan
inflamasi dalam ligament periodontium tidak selalu berasal dari pulpa dan dapat
diinduksi oleh penyakit periodontium, hasilnya harus dikonfirmasikan dengan tes
yang lain. Cara melakukan perkusi dengan mengetukan ujung kaca mulut yang
dipegang paralel atau tegak lurus terhadap mahkota pada permukaan insisal atau
oklusal mahkota.
b. Palpasi
Seperti halnya perkusi, palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi
meluas kearah periapeks. Respon positif menandakan adanya inflamasi
17
periradikuler. Palpasi dilakukan dengan menekan mukosa di atas apeks dengan
cukup kuat. Pemeriksaan hendaknya memakai juga gigi pembanding.
c. Tes kevitalan pulpa
Tes dingin menggunakan larutan chlor etil yang dibasahkan pada cotton
palate. Respon nyeri tajam dan sebentar akan timbul baik pada pulpa normal,
pulpitis reversible maupun irreversible. Akan tetapi jika responnya cukup intens
dan berkepanjangan, pulpa biasanya telah mengalami peradangan irreversible.
Sebaliknya jika pulpa nekrosis tidak akan memberikan respon.
Tes panas menggunakan gutta percha yang dipanaskan dan diaplikasikan
pada permukaan fasial. Seperti halnya pada tes dingin, nyeri tajam dan sebentar
menandakan pulpa vital atau peradangan reversible. Respon hebat dan tidak cepat
hilang adalah pulpitis irreversible. Jika tidak ada respon menandakan pulpanya
nekrosis.
Pengetesan pulpa secara elektrik diaplikasikan pada permukaan fasial
untuk menentukan ada tidaknya saraf sensoris dan vital tidaknya pulpa. Tes ini
masih belum sempurna dan mungkin menghasilkan respons positif dan negative
palsu. Metamorfosis kalsium dapat menghasilkan respons negative palsu. (Walton
& Torabinejad, 1997 : 79-81)
6) Pemeriksaan Radiografis
a. Periapeks
Lesi periradikuler yang disebabkan oleh pulpa biasanya memiliki empat
karakteristik yaitu (1) hilangnya lamina dura di daerah apeks, (2) radiolusens tetap
terlihat di apeks bagaimanapun sudut pengambilannya, (3) radiolusens menyerupai
suatu hanging drop; dan (4) biasanya nekrosis pulpa telah jelas. Lesi radiolusen
yang terbentuk sempurna disebabkan oleh hasil dari suatu pulpa yang nekrosis.
Suatu radiolusens yang cukup besar di daerah periapeks dengan gigi yang pulpanya
vital adalah bukan berasal dari lesi endodonsi melainkan struktur normal atau
penyakit nonendodonsi. Perubahan juga bisa berupa radiopak. Condensing osteitis
adalah reaksi yang jelas terhadap pulpa atau inflamasi periradikuler dan
mengakibatkan peningkatan dalam tulang medulla.
b. Pulpa
18
Hanya sedikit keadaan patologis khusus yang berkaitan dengan pulpitis
ireversibel terlihat secara radiografis. Suatu pulpa yang terinflamasi dengan
aktivitas dentinoklast dapat memperlihatkan pembesaran ruang pulpa yang berubah
abnormal dan merupakan tanda patologis dari resorpsi interna.kalsifikasi yang
menyebar luas dalam kamar pulpa menunjukkan adanya iritasi dengan derajat
rendah yang sudah berjalan lama (tidak harus suatu pulpitis ireversibel.) (Walton &
Torabinejad, 1997 : 83-85)
7) Tes Khusus
a. Pembuangan karies
Pada beberapa keadaan, yang perlu dilakukan untuk menentukan diagnosis
yang tepat adalah penentuan kedalaman penetrasi karies. Keadaan yang sering
dijumpai adalah adanya karies dalam yang terlihat secara radiografis, tidak ada
riwayat penyakit, dan pulpa yang memberikan respons terhadap tes-tes klinis.
Semua temuan lain tidak begitu relevan. Tes definitive finalnya adalah pembuangan
karies seluruhnya untuk melihat keadaan pulpanya.
Penetrasi karies ke dalam pulpa menandakan adanya pulpitis irreversible.
Karies yang belum berpenetrasi ke dalam pulpa biasanya menunjukkan suatu
pulpitis reversible (walaupun ada sejumlah pulpa yang mengalami inflamasi
irreversible tanpa ada daerah yang terbuka
b. Anastesi selektif
Tes ini berlawanan dengan tes kavitas yang dilaksanakan pada gigi tanpa
nyeri maupun gigi yang disertai gejala. Tes ini bermanfaat pada gigi yang sedang
nyeri terutama jika pasien tidak dapat menentukan gigi mana yang sakit, bahkan
tidak dapat pula menentukan lengkung giginya.
c. Transluminasi
Tes ini membantu mengidentifikasi fraktur mahkota vertikal karena
segmen fraktur dari mahkota tidak mentransmisikan cahaya secara sama.
Transluminasi menghasilkan bayangan gelap dan abu-abu di daerah fraktur.(Walton
& Torabinejad, 1997 : 85-87)
19
2.5.6 Rencana Perawatan
Jika sifat penyakitnya telah ditentukan, buatlah keputusan perawatan
dasarnya. Keputusannya dapat berupa perawatan saluran akar atau cara lain yang
lebih tepat. Sejumlah keadaan memerlukan perawatan saluran akar yang
dikombinasikan dengan prosedur tambahan. Sedangkan yang lain mungkin
memerlukan pencabutan atau perawatan sementara (misalnya pada suatu keadaan
darurat) dengan perawatan saluran akar definitif pada kunjungan berikutnya. Akan
tetapi keputusan utama adalah apakah memang suatu perawatan saluran akar
merupakan indikasi atau bukan.
1) Perawatan Berdasarkan Diagnosis
Diagnosis pulpa secara umum menentukan apakah perawatan saluran akar
memang diperlukan. Andaikata berbagai keadaan pulpa ini dibuat daftarnya, yakni :
normal, pulpitis reversible, pulpitis irreversible, dan nekrosis, terdapat suatu garis
yang membentang antara pulpitis reversible dan ireversibel. Semua yang ada di sisi
yang reversible mungkin perlu atau mungkin pula tidak perlu dilakukan perawatan
noninvasive, sedangkan yang berada pada sisi irreversible memerlukan pencabutan
atau perawatan saluran akar atau paling tidak pembuangan jaringan pulpanya yang
terinfeksi.
Diagnosis periapeks menandakan adanya sifat khusus yang harus diikuti,
biasanya dalam kaitannya dengan perawatan saluran akar. Dengan perkataan lain,
berkembangnya lesi periradikuler hanyalah karena adanya suatu penyakit pulpa
yang parah. Hal ini memerlukan terapi saluran akar (jika memang dibutuhkan) dan
kadang-kadang prosedur bedah lain seperti insisi dan drainase.(Walton &
Torabinejad, 1997 : 90)
2) Jumlah kunjungan
Walaupun masih merupakan bahan perdebatan, hasil penelitian mutakhir
menunjukkan bahwa perawatan saluran akar satu kali kunjungan dapat dilakukan
pada sebagian besar kasus. Akan tetapi, dokter gigi umum harus mengerjakan
macam perawatan ini dengan hati-hati serta memilih kasusnya dengan teliti.
a. Kunjungan Jamak
Ada dua keadaan yang memerlukan lebih dari satu kunjungan pasien.
Pertama adalah kasus yang rumit atau memerlukan waktu banyak. Yang berkaitan
20
dengan hal ini dan yang paling penting adalah manajemen pasien dan tingkat
toleransi pasien dan operatornya. Jika sudah lelah atau frustasi, hentikan dahulu
perawatan dan buat tumpatan sementara serta perjanjian pertemuan berikutnya.
Situasi lain adalah jika pasien memiliki gejala periradikuler parah dan
keluarnya eksudat saluran akar yang tidak berhenti. Flare up diantara waktu
kunjungan lebig sering terjadi pada situasi seperti ini. Flare up pasca perawatan
akan lebih sukar ditanggulangi jika saluran akarnya telah diiisi.
b. Pengaruh pada Prognosis dan Rasa Nyeri
Prognosis jangka panjang dan gejala setelah perawatan adalah dua hal
utama yang harus diperhitungkan dalam menentukan jumlah kunjungan. Dari
penelitian terungkap bahwa pada pasien yang asimtomatik, baik nyeri
pascaperawatan maupun kegagalan perawatan tidak disebabkan oleh apakah
perawatannya dilakukan dalam satu kali kunjungan. Tetapi perawatan saluran akar
satu kali kunjungan harus selalu disertai dengan kehati-hatian yang tinggi dan
dengan mempertimbangkan kasus per kasus dengan teliti. (Walton & Torabinejad,
1997 : 90-91)
Seperti telah dikemukakan di muka, jika diagnosis telah ditegakkan,
buatlah rencana perawatan keseluruhan. Walaupun demikian, pendekatan khusus
juga dilakukan tergantung kepada situasi tiap-tiap pasien. Rekomendasi umum
berikutnya dibuat berdasarkan diagnosis pulpa dan jaringan periapeks. Variasi atau
perubahan dalam perawatan ditentukan kemudian berdasarkan situasi yang
dihadapi.(Walton & Torabinejad, 1997 : 91)
3) Perawatan Untuk Diagnosis Pulpitis Reversible
Perawatan saluran akar bukan merupakan indikasi untuk kasus pulpitis
reversible (kecuali pada kasus-kasus tertentu). Pasien dengan pulpitis reversible,
biasanya ditangani dengan membuang penyebabnya kemudian diikuti dengan
restorasi (jika diperlukan). (Walton & Torabinejad, 1997 : 91)
2.5.7 Pulpektomi
Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi
merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang
bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas.
21
Meskipun perawatan ini memakan waktu yang lama dan lebih sukar daripada pulp
capping atau pulpotomi namun lebih disukai karena hasil perawatannya dapat
diprediksi dengan baik. Jika seluruh jaringan pulpa dan kotoran diangkat serta
saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasil perawatan yang baik pula.
Indikasi perawatan pulpektomi pada anak adalah gigi yang dapat
direstorasi, anak dengan keadaan trauma pada gigi insisif sulung dengan kondisi
patologis pada anak usia 4-4,5 tahun, tidak ada gambaran patologis dengan resorpsi
akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga perempat.(Mathewson:1995)
1) Pulpektomi Vital
Langkah-langkah perawatan pulpektomi vital satu kali kunjungan:
a. Pembuatan foto Rontgen untuk mengetahui panjang dan jumlah saluran
akar serta keadaan jaringan sekitar gigi yang akan dirawat.
b. Pemberian anestesi lokal untuk menghilangkan rasa sakit pada saat
perawatan.
c. Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari
kontaminasi bakteri dan saliva.
d. Jaringan karies dibuang dengan bor fisur steril. Atap kamar pulpa dibuang
dengan menggunakan bor bundar steril kemudian diperluas dengan bor
fisur steril.
e. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar
atau bor bundar kecepatan rendah.
f. Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa dikendalikan
dengan menekankan cotton pellet steril yang telah dibasahi larutan saline
atau akuades selama 3 sampai dengan 5 menit.
g. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas
kemudian diirigasi dan dikeringkan dengan cotton pellet steril. Jaringan
pulpa di saluran akar dikeluarkan dengan menggunakan jarum ekstirpasi
dan headstrom file.
h. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran
dan darah kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril
22
yang telah dibasahi dengan formokresol kemudian diaplikasikan ke dalam
saluran akar selama 5 menit.
i. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal
dengan menggunakan jarum lentulo.
j. Lakukan lagi foto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian .
k. Kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida
eugenol atau seng fosfat.
l. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen. (Bence:1990)
Gambar 2.1 Langkah-langkah Perawatan Pulpektomi Vital Satu Kali Kunjungan:1. Pembuangan jaringan karies, 2 dan 3. Pengambilan atap kamar pulpa, 4. Irigasi
kamar pulpa, 5. Jaringan pulpa di saluran akar dikeluarkan, 6. Irigasi saluran akar dengan akuades steril, 7. Pengisian saluran akar, 8. Penutupan kamar pulpa dengan semen, 9. Gigi
telah di restorasi.
2) Pulpektomi Non Vital
Perawatan endodontik untuk gigi sulung dengan pulpa non vital adalah
pulpektomi mortal (pulpektomi devital). Pulpektomi mortal adalah pengambilan
semua jaringan pulpa nekrotik dari kamar pulpa dan saluran akar gigi yang non
vital, kemudian mengisinya dengan bahan pengisi. Walaupun anatomi akar gigi
sulung pada beberapa kasus menyulitkan untuk dilakukan prosedur pulpektomi,
namun perawatan ini merupakan salah satu cara yang baik untuk mempertahankan
gigi sulung dalam lengkung rahang. (Andlaw,1993)
23
Langkah-langkah perawatan pulpektomi non vital:
Kunjungan pertama:
a. Lakukan foto rontgen.
b. Isolasi gigi dengan rubber dam.
c. Buang semua jaringan karies dengan ekskavator, selesaikan preparasi dan
desinfeksi kavitas.
d. Buka atap kamar pulpa selebar mungkin.
e. Jaringan pulpa dibuang dengan ekskavator sampai muara saluran akar
terlihat.
f. Irigasi kamar pulpa dengan air hangat untuk melarutkan dan membersihkan
debris.
g. Letakkan cotton pellet yang dibasahi trikresol formalin pada kamar pulpa.
h. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
i. Instruksikan pasien untuk kembali 2 hari kemudian.
Kunjungan kedua:
a. Isolasi gigi dengan rubber dam.
b. Buang tambalan sementara.
c. Jaringan pulpa dari saluran akar di ekstirpasi, lakukan reaming, filling, dan
irigasi.
d. Berikan Beechwood creosote.
e. Celupkan cotton pellet dalam beechwood creosote, buang kelebihannya, lalu
letakkan dalam kamar pulpa.
f. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
g. Instruksikan pasien untuk kembali 3 sampai dengan 4 hari kemudian.
Kunjungan ketiga:
a. Isolasi gigi dengan rubber dam.
b. Buang tambalan sementara.
c. Keringkan kamar pulpa, dengan cotton pellet yang berfungsi sebagai stopper
masukkan pasta sambil ditekan dari saluran akar sampai apeks.
d. Letakkan semen zinc fosfat.
24
e. Restorasi gigi dengan tambalan permanen. (Kennedy,1992)
3) Pulpektomi dan hipertensi
Pada perawatan pulpektomi digunakan anestesi lokal untuk mengurangi
rasa sakit akibat preparasi yang dikarenakan gigi yang masih mengandung bagian
vital. Akan tetapi, larutan anestesi lokal dapat berpengaruh terhadap pasien
hipertensi. Larutan anestesi lokal yang sering dipakai adalah lidokain yang
dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan.
Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan
dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau
timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi injeksi intravaskular
maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis adrenalin tersebut
menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh darah bisa
menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga tekanan darah menjadi
tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang menyebabkan
angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark myocardium.
Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi asal
kandungannya tidak lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan obat
anestesi lokal yang lain, yaitu Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut
mepivacaine mempunyai efek vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu diberikan
campuran vasokonstriktor. (Little JW,1997)
2.5.8 Mahkota Pasak
Gigi pasca perawatan endodontik akan lebih rapuh (brittle) yang
disebabkan karena kandungan air yang berkurang, adanya kavitas yang membesar
didalam sehingga email tidak mendapat dukungan dentin, dan akibat pengambilan
jaringan gigi pada saat dilakukan preparasi kamar pulpa dan saluran akar sehingga
tekanan fungsional pada tonjol akan menyebabkan terjadinya fraktur.
Atas dasar konsep tersebut maka dibutuhkan restorasi pasca perawatan
endodontik yang dapat menambah resistensi gigi terhadap fraktur akibat dari
pemakaian. Dengan demikian restorasi pasca endodontik pada gigi anterior kadang-
25
kadang memerlukan penguat pada daerah servikal yang merupakan daerah yang
paling kritis fraktur, antara lain pasak.
Gigi tiruan pasak adalah gigi tiruan yang mengganti gigi yang belum
dicabut tetapi mahkota gigi sudah rusak dan syaraf gigi sudah terinfeksi atau sudah
mati, tetapi akar giginya masih utuh. Untuk membuat mahkota pasak, harus
dilakukan perawatan endodontik lalu dilakukan pembentukan konstruksi pasak.
Mahkota pasak terdiri dari bagian logam yang ditanam ke dalam akar gigi serta
bagian di luar gigi sebagai pendukung mahkota. Setelah disemen ke dalam akar gigi
dibuat mahkota jaket.
Gigi tiruan mahkota atau umum disebut jaket merupakan gigi tiruan yang
dibuat untuk gigi yang belum dicabut tetapi mengalami kerusakan yang parah
sehingga sudah tidak bisa ditambal lagi, tetapi syaraf giginya belum mati. Gigi yang
rusak tersebut dikurangi sedemikian rupa dengan bentuk tertentu, kemudian diganti
dengan bahan akrilik/porselen/ kombinasi logam-porselen yang menyerupai
selubung/jaket yang bentuk dan warnanya disesuaikan dengan gigi sebelumnya atau
menggunakan gigi sebelahnya sebagai panduan. Gigi tiruan ini tidak dapat dilepas
oleh pasien karena ditempelkan langsung ke gigi dengan semen khusus.
Bahan gigi tiruan ini tergantung pada posisi dan kondisi giginya. Jaket
porselen biasanya diberi penguat logam, jadi pengurangan gigi harus lebih banyak
daripada akrilik. Keuntungan jaket porselen, warnanya lebih baik serta tahan aus
dibanding akrilik. Tetapi lebih mahal karena proses pembuatannya lebih rumit.
Selama crown dibuat, pada pasien dapat dibuatkan provisoris (mahkota sementara).
2.6 Hipertensi
Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama).
Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-
satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah
kita secara teratur.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik
adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi
(saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung
26
mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah
jelas, sehingga klasifikasi Hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan
darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh
darah.
Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah
yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila
lebih dari 140/90 mmHG dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tsb
disebut sebagai normal-tinggi. (batasan tersebut diperuntukkan bagi individu
dewasa diatas 18 tahun).
Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing,
muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa
pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah
kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya
pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.
2.6.1. Klasifikasi hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1 Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan
hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong
Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2 Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,
antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid
(hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain.
Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia
esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke
penderita hipertensi esensial.
27
2.6.2 Pengobatan hipertensi
Teknik pengobatan pasien hipertensi ada 2 macam yaitu :
a. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah
sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-
kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi
diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk
mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1 Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2 Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
3 Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan.
Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal,
tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan
farmakologis.
4 Ciptakan keadaan rileks
5 Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
6 Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
7 Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
b. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar
saat ini.
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan
daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
28
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf
yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita
diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia
(kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa
berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus
hati-hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
5. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II
(zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang
mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah :
Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah :
sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II
pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-
29
obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek
samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko
terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
30
BAB 3
KERANGKA KONSEP
30
31
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien yang mengkonsumsi obat-obat hipertensi memiliki kecenderungan
oral hygine yang buruk, karena ada beberapa obat yang dapat menyebabkan
produksi air liur terganggu, sehingga mulut terasa kering (xerostomia). Diantaranya
adalah obat antihipertensi (clonidine), antihistamin, amphetamine, dan obat-obatan
antikolinergik. Berkurangnya aliran air liur ini dapat meningkatkan resiko karies
dan bakteri infeksi karena air liur memiliki efek self-cleansing yang membilas
rongga mulut dari kotoran dan bakteri. Penggunaan obat kumur yang mengandung
alkohol juga dapat menyebabkan xerostomia.
Pada rongga mulut yang kekurangan produksi saliva menyebabkan
S.mutans yang awalnya floral normal rongga mulut menjadi bakteri opurtunistik.
Karena xerostomia ini mengakibatkan produksi IgA sebagai antibody menurun.
S.mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi,
yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Enzim hyaluronidase ini
merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat),
kalau dilihat dari namanya “hyaluronidase”, artinya adalah enzim pemecah
hyalin/hyaluronat. Fungsi jembatan antar sel sangat penting, sebagai transpor
nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun
dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat
diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat
terancam rusak atau mati atau nekrosis.
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim
dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu merambah
ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal. Jaringan pulpa yang kaya
akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast; memiliki kemampuan untuk melakukan
defensive reaction yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi
peradangan. Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau
merupakan proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan
kematian pulpa atau nekrosis pulpa.
31
32
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat
memperlihatkan gejala pulpitis yang ireversibel. Nekrosis total, sebelum mengenai
ligamentum periodontal biasanya tidak menunjukkan gejala. Tidak merespon
terhadap tes suhu atau elektrik. Kadang-kadang bagian depan mahkota gigi akan
menghitam. Perawatan saluran akar adalah perawatan yang dilakukan dengan
mengangkat jaringan pulpa yang telah terinfeksi dari kamar pulpa dan saluran akar,
kemudian diisi padat oleh bahan pengisi saluran akar agar tidak terjadi kelainan
lebih lanjut atau infeksi ulang. Tujuannya adalah untuk mempertahankan gigi
selama mungkin di dalam rahang, sehingga fungsi dan bentuk lengkung gigi tetap
baik. Perawatan saluran akar membutuhkan ketelatenan sehingga seringkali
membutuhkan lebih dari 1 kunjungan, bervariasi tergantung kasusnya.
Tahapan perawatan saluran akar adalah sebagai berikut:
a. Tahap 1
Mahkota gigi di-bur untuk mendapatkan jalan masuk ke kamar pulpa. Semua
tambalan dan jaringan rusak pada gigi (karies) dibuang.
b. Tahap 2
Pulpa dikeluarkan dari kamar pulpa dan saluran akar. Suatu instrumen kecil
yang disebut “file” digunakan untuk membersihkan saluran akar. Gigi ditutup
dengan tambalan sementara untuk melindungi kamar pulpa dan saluran akar
agar tetap bersih. Tambalan sementara akan dibongkar pada kunjungan
selanjutnya.
c. Tahap 3
Saluran akar diisi dan dibuat kedap dengan suatu bahan yang mencegah bakteri
masuk. Kamar pulpa sampai dengan permukaan mahkota gigi ditutup dengan
tambalan sementara.
d. Tahap 4
Tambalan sementara dibongkar dan diganti dengan tambalan tetap atau
dibuatkan “crown” (sarung gigi).
e. Tahap 5
Saluran akar, tambalan tetap, atau “crown” dievaluasi untuk melihat ada/
tidaknya masalah. Setelah PSA selesai, gigi akan disuplai nutrisinya oleh
tulang dan gusi di sekitarnya.
33
Selama Perawatan Saluran Akar (PSA) gigi, adakalanya gigi mengalami
rasa sakit, bisa karena saraf pulpa belum seluruhnya mati, bisa juga karena
pembersihan yang belum selesai. Bila gigi mempunyai akar yang bengkok, maka
tingkat kesulitan pembersihan saluran akar lebih tinggi daripada saluran akar yang
normal lurus. Belum lagi bila saluran akar utama mempunyai cabang-cabang. Oleh
karena itu perawatan saluran akar kadang bisa gagal karena faktor-faktor di atas.
Jika dirasakan bahwa rencana perawatan terlalu rumit dan juga dari pertimbangan
faktor kegagalan yang dapat terjadi, maka gigi tersebut boleh dicabut. Namun hal
penting yang harus diingat, gigi yang sudah “mati” harus segera dibuatkan gigi
palsu agar gigi-gigi di sebelahnya tidak bergeser.
Pada pasien dengan riwayat hipertensi maka perlakuan perawatan saluran
akar akan berbeda. Sebelum dilakukannya pulpektomi pasien terlebih dahulu
dikonsulkan pada dokter penyakit dalam, karena pasien akan diberikan obat
penurun tekanan darah. Hal ini dilakukan karena pasien akan diberi anestesi lokal
yang ditakutkan dapat terjadi komplikasi lain pada saat perawatan saluran akar.
34
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pasien didiagnosa mengalami nekrosis parsialis yang dapat dilakukan
perawatan secara pulpektomi.
5.2 Saran
Dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan, perlu diperhatikan
kondisi lokal dan sistemik pasien.
34
35
DAFTAR PUSTAKA
Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Diterjemahkan dari Handbook of Clinical Endodontics oleh E. H. Sundoro. Jakarta : Penerbit UI.
Kennedy, D. B. 1992. Konservasi Gigi Anak. Diterjemahkan dari Paediatric Operative Dentistry oleh N. Sumawinata dan S. H. Sumartono. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Curzon, M. E. J., J. F. Roberts., dan D. B. Kennedy. 1996. Kennedy’s PaediatricOperative Dentistry. 4th edition. London : Wright.
Andlaw, R. J., dan W. P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd edition. New York : Churchill Livingstone.
Mathewson, R. J., dan R. E. Primosch. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry;.3rd edition. Chicago : Quintessence Publishing.
Little, JW. 1997. Dental Management of the Medically Compromised Patient. 5th edition. Mosby. St.Louis.