Download - Makalah Klimatologi Dasar
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi
tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka
produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Sutarno at all (1997) Studi tentang perilaku kejadian tiap
organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan perubahan-
perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang
dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah
hujan hal ini adalah karena curah hujan secara langsung atau tidak
langsung penting untuk pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan
bunga dan buah pada tumbuhan tropis.
Menurut Ashari (2006) sedikitnya ada 2 unsur yang
mempengaruhi hal tersebut, yaitu
1. Curah hujan dan distribusi hujan
2. Tinggi tempat dari permukaan laut.
2
Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara
oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan
akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih.
Kebanyakan speises tidak akan memasuki masa reproduktif jika
pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan
yang matang untuk berbunga, sehubungan dengan ini terdapat dua
rangsangan. Yang menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan
panjang hari (Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Jambu mete (Anacardium occidentale. L) merupakan salah satu
komoditas tanaman perkebunan yang memiliki arti ekonomis dan cukup
potensial karena produksinya dapat dipakai sebagai bahan baku industri
makanan. Dalam budidaya jambu mete faktor agroklimat dalam hal ini
kesesuaian iklim dan lahan sangat menentukan keberhasilan produksinya.
Untuk itu diperlukan kajian tentang kesesuaian agroklimat tanaman
jambu mete pada suatu daerah.
I.II. Tujuan dan Kegunaan
Makalah ini bertujuan untuk mengkaji kesesuaian agroklimat
tanaman jambu mete pada Kecamatan Maligano Kabupaten Muna.
Sedangkan kegunaaan makalah ini adalah untuk memperoleh informasi
tambahan tentang kesesuaian agroklimat tanaman jambu mete pada
Kecamatan Maligano Kabupaten Mun
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Agroklimat
2.1.1. Curah Hujan
Klasifikasi iklim menurut scmidth dan Fergusson ada 6 yaitu :
Tabel 1.1 Tipe Iklim menurut Schmidth dan Fergusson
No Tipe Iklim Jumlah %
1 A 0 – 14,3
2 B 14,33 – 33,3
3 C 33,3 - 60
4 D 60 - 100
5 E 100-167
6 F 167-300
7 G 300-700
8 H >700
Tabel 1.2. Tipe Iklim Menurut Oldeman
TIPE IKLIM MASSA BASAH MASSA KERING
A >9 1-4
4
B 7-9 <2
C 5-6 2-3
D 3-4 4-6
E <3 >6
Kepentingan tanaman terhadap besarnya curah hujan sudah
dirasakan sejak panen. Adapun titik yang kritis adalah saat pembungaa.
Apabila saat pembungaan banyak hujan turun, maka proses pembungaan
akan terganggu. Tepung sari menjadi busuk dan tidak mempunyai
viabilitas lagi. Kepala putik dapat busuk karena kelembaban yang tinggi.
Selain itu,aktivitas serangga penyerbuk juga berkurang saat kelembaban
tinggi.apabila trjadi kerusakan pada tepung sari dan kepala puti berarti
penyerbukan telah gagal. Hal ini juga berarti bahwa pembuahan dan
selanjutnya,panen, telah gagal dan harus menunggu tahun berikutnya
(Ashari 2006).
2.1.2. Tinggi Tempat dari Permukaan Laut
5
Tinggi tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara dan
intensitas sinar yang diterima oleh tanaman.Menurut Guslim (2007)
Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut.
Demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. Suhu dan
penyinaran inilah yang nantinya kan digunakan untuk menggolongkan
tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran rendah.
Ketinggian tempat dari permukaan laut juga sangat menentukan
pembungaan tanaman. Tanaman berbuahan yang ditanam di dataran
rendah berbunga lebih awal dibandingkan dengan yang ditanam pada
dataran tinggi (Ashari,2006).
2.1.3. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi
bunga, pertumbuhan dan differensiasi perbungaan (inflorescence), mekar
bunga, munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih.
Tanaman tropis tidak memerlukan keperluan vernalisasi sebelum
rangsangan fotoperiode terhadap pembungaan menjadi efektif. Tetapi,
pengaruh suhu terhaadap induksi bunga cukup kompleks dan bervariasi
tergantung pada tanggap tanaman terhadap fotoperiode yang berbeda.
6
Suhu malam yang tinggi mencegah atau memperlambat pembungaan
dalam beberapa tanaman.
2.1.4. Panjang Hari
Terdapat tiga penggolongan tanaman yang lazim, yaitu tanaman
berhari pendek (short day),tanaman berhari panjang (long day), dan
tanaman berhari netral (day netral) (Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Menurut Ashari (2004) respon pembungaan tanaman terhadap lamanya
penyinaran berbeda. Tanaman yang digolongkan tanaman hari pendek
(short day) adalah tanaman yang baru berbunga apabila periode gelap
lebih lama/ panjang dari kritisnya (misalnya 12 jam). Sebaliknya,
tanaman hari panjang (long day) adalah golongan tanaman yang hanya
mau berbunga apabila periode gelap kurang/ dibawah dari periode
kritisnya.
Pentingnya variasi panjang hari dalam menentukan waktu
pembungaan nyata berkaitan dengan latitud; sebagai contoh, tanaman
berhari pendek yang memiliki fotoperiode kritikal lebih dari 12 jam
berbunga jauh lebih dini di latitud yang lebih tinggi daripada latitud yang
rendah. Panjang hari dilaporkan berkorelasi dengan nisbah bunga jantan/
betina dalam tanaman berhari-pendek (Mugnisjah dan Setiawan,1995).
7
2.1.5. Radiasi Matahari
Radiasi matahari berhubungan dengan laju pertumbuhan tanaman,
fotosintesis, pembukaan (reseptivitas) bunga, dan aktivitas lebah
penyerbuk. Pembukaan bunga dan aktivitas lebah ditingkatkan oleh
radiasi matahari yang cerah, wilayah yang sering berawan berpotensi
kurang untuk produksi benih. Permukaan lahan ekuator sering menerima
total radiasi yang kurang dari lahan berlatitude 10-20 mdpl
(Guslim,2007).
2.2. Data Iklim Kecamatan Maligano Kabupaten Muna
Kecamatan Maligano adalah salah satu Kecamatan yang terletak
di Kabupaten Muna dengan keadaan wilayah :
2.2.1. Geografis
Kecamatan Maligano terletak di Kepulauan Muna jazirah sebelah
utara pulau Buton dengan batas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Wakorumba
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bonegunu
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Wakorumba
Selatan
Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Buton
8
Luas Kecamatan Maligano 157,62 Km2 atau kurang lebih 15762 ha
yang terdiri dari 9 Desa(BPS, 2008).
2.2.2. Topografis
Permukaan wilayah umumnya beragam ketinggian kisaran antara
0 – 1000 meter diatas permukaan laut, namun demikian topografis
sebagian besar berada pada kisaaran 25 – 100 meter dan 100 – 500 meter
diatas permukaan laut dengan persentase masing-masing antara 32,3%
dan 37,70% (BPS, 2008).
2.2.3. Ocenoggrafis
Kecamatan Maligano pada umumnya merupakan desa pantai
kecuali desa Lanpole dan Raimua yang tidak berbatasan langsung dengan
pantai (BPS,2008).
2.2.4. Iklim
Keadaan iklim di daerah ini tergolong iklim tipe B, yaitu keadaan
suhu rata-rata 28°C (BPS,2008).
Dari data iklim yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Sulawesi Tenggara, curah hujan tahunan selama 3 (tiga) tahun pencatatan
disajikan dalam tabel 1.2. yang dihitung berdasarkan klasifikasi iklim
menurut Scmith-Ferguson dan Oldeman adalah sebagai berikut:
9
Tabel 1.3.Data Curah hujan Tahunan di Kecamatan Maligano Kabupaten Raha
BULAN TAHUN JUMLAH RATA-
RATA2006 2007 2008
Januari 123 64 198
Februari 144 161 382
Maret 236 115 465
April 151 371 395
Mei 243 194 992
Juni 167 498 224
Juli 48 111 324
Agustus 2 114 139
September 0 81 37
Oktober 0 147 68
November 8 176 245
Desember 63 242 187
Bulan basah 6 10 10 26 8,6
Bulan lembab 1 2 1 4 1,3
Bulan kering 5 0 1 6 2
Massa basah 2 3 7 12 4
Massa kering 6 2 2 10 3,3
10
Klasifikasi Menurrut Scmith-Ferguson
Q= Rata−rata BKRata−rata BB
×100 %
= 2
2,8×100 %
= 23,25%Dari hasil perhitungan diatas menurut Klasifikasi Scmith-
Ferguson dan Oldeman Kecamatan Maligano memiliki tipe iklim B
dengan tipe Utamanya yaitu D ( massa basah) dan Sub tipenya 2 (massa
kering).
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Mete
Tanaman jambu mete merupakan salah satu komoditi andalan
Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi cukup besar untuk
dikembangkan. Berdasarkan data yang tercatat, luasan areal pertanaman
jambu mete di Sulawesi Tenggara yang mencapai 117.040,6 ha dan
Kabupaten Raha merupakan sentra produksi terbesar (Disbunhor,2003).
2.3.1. Tinggi Tempat
Tinggi tempat maksimum yang sesuai untuk mete tergantung
pada lintang temapat. Suhu rendah di tempat-tempat yang tinggi
mempengaruhi perkembangan tanaman. Di Tanzania, panen mete di
daerah yang tinggi dimulai beberapa minggu lebih lambat daripada di
11
daerah pantai, yang berarti bahwa hujan awal mungkin mengakibatkan
pembusukan buah sebelum panen.
2.3.2 Panjang Hari
Meskipun belum ada data yang jelas tentang pengaruh panjang
hari, tanaman mete dapat diharapkan dengan kondisi equator, yakni
panjang hari sama dengan panjang malam, keadaan ini mungkin paling
cocok. Dari observasi diberbagai Negara, dapat disimpulkan bahwa
pembungaan mete lebih banyak dipengaruhi oleh terjadinya musim hujan
dan kemarau dari pada oleh panjang hari. Di daerah-daerah yang musim
keringnya jelas pembungaan terjadi sekali pada awal musim kemarau.
2.3.3 Temperatur
Mete adalah tanaman tropis dan dapat bertahan pada suhu tinggi,
yaitu berkisar antara 27-35oC. Mete dapat bertahan pada suhu hampir 0oC
selama waktu yang sangat pendek.
2.3.4 Curah Hujan
Dalam tanah-tanah liat, dimana mete sukar menembus dan system
perakarannya kurang bisa berkembang, tanaman mete dapat menderita
kekeringan pada musim kemarau. Sedangkan di daerah-daerah yang
sama, pada tanah-tanah yang berpasir yang dalam, tanaman tidak
mengalami kekeringan. Dalam tanah-tanah yang solumnya tebal dan
gembur, dimana perakarannya dapat menembus dalam dan menyebar
12
luas, volume tanah yang tersedia bagi mete jauh lebih besar daripada
dalam tanah berat yang solumnya tipis. Akan tetapi pada tanah yang
kelompok dan solumnya tipis, tanaman mete menderita kekeringan hanya
dengan beberapa bulan kering.
Karena total hujan selama musim penghujan, bukan satu-satunya
factor yang menentukan ketersediaan air, nilai curah hujan optimum
untuk mete tidak dapat diberikan tanpa memerhatikan kondisi
pertumbuhan lainnya. Kesuburan tanaman mete ditiap daerah ahrus
dipandang dari sudut ekologis. Akan tetapi, dapat diperkirakan bahwa
iklim dengan 4-6 bulan kering dan curah hujan 1000-2000 mm per tahun
akan sesuai untuk tanaman mete komersial.
2.3.5 Cahaya Matahari
Diperkirakan bahwa mete dapat beradaptasi dengan iklin yang
musim keringnya panjang dan lembab nisbi rendah, kon
disi terbaik adalah lama penyinaran cukup tinggi sepanjang tahun.
Selama waktu yang lama bahwa cuaca berawan selama musim
pembungaan mengakibatkan panicle keriput dan layu(Ika dan Soemarno
1990).
13
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kecamatan Maligano Kabupaten Raha memiliki tipe Iklim B dengan
tipe utamanya D (massa basah) dan sub tipenya adalah 2 (massa
kering).
2. Syarat tumbuh tanaman jambu mete yaitu salah satunya keadaan suhu
rata-rata 27-35oC sedangkan suhu di Kecamatan Maligano berkisar
antara 28oC sehingga tanaman jambu mete sesui dibudidayakan di
daerah tersebut.
3.2. Saran
Saran yang dapat kami ajukan bahwa makalah kami masih jauh
dari sempurna dan perlu tambahan referensi untuk itu harap dmaklumi.
14
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………….. 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan……………………………………... 2
BAB II. PEMBAHASAN…………………………………………….. 3
2.1. Agroklimat………………………………………………… 3
2.1.1. Curah Hujan………………………………………… 3
2.1.2. Tinggi Tempat dari Permukaan Laut……………….. 4
2.1.3. Suhu………………………………………………… 5
2.1.4. Panjang Hari………………………………………… 5
2.1.4. Radiasi Matahari……………………………………. 6
2.2. Data Iklim Kecamatan Maligano Kabupaten Muna………. 6
2.2.1. Geografis…………………………………………… 6
2.2.2. Topografi…………………………………………… 7
2.2.3. Ocenoggrafis……………………………………….. 7
2.2.4. Iklim………………………………………………… 7
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Mete……………………. 9
2.3.1 Tinggi Tempat………………………………………. 9
2.3.2 Panjang hHari……………………………………….. 9
2.3.3 Temperatur………………………………………….. 10
2.3.4 Curah Hujan………………………………………… 10
2.3.5 Cahaya Matahari……………………………………. 10
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………….. 13
3.1. Kesimpulan ……………………………………………….. 13
3.2. Saran………………………………………………………. 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 14
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2003. Statistik Perkebunan dan Hortikultura. Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ashari,S.1998, Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Guslim,2007. Agroklimatologi,USU Press,Medan.
Ika dan Soemarno,1990. Jambu Mete dan Masalahnya. Penerbit Kalam Mulya. Jakarta
Mugnisjah,W.Q. dan Setiawan, A. 1995, Produksi Benih, Penerbit Bumi AksaraJakarta, bekerjasama dengan Pusat antar Universitas-Ilmu Hayat, Institut Pertanian, Bogor.