Download - Makalah Gizi(Asli)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengonsumsi bahan makanan serat terutama sayur dan buah serta beberapa
jenis serat lain seperti havermouth juga baik bagi penderita kolesterol tinggi. Untuk
menurunkan kolesterol, bisa mengkonsumsi vitamin E, vitamin C, dan berbagai zat
lain seperti niasin dan lesitin yang terkandung dalam beras, kedelai, gandum, kacang
kedelai, dan bawang putih.8
Untuk penderita penyakit diabetes mellitus pada prinsipnya harus melakukan
pengaturan makan dengan mengurangi karbohidrat kompleks. Makanan pokok yang
banyak mengandung serat seperti ubi sangat dianjurkan dibandingkan dengan nasi
dan kentang. 8
Diet bagi penderita diabetes harus dikonsultasikan dengan dokter untuk
mengatur jumlah, jadwal, dan jenisnya. Jumlah kalori mesti pas sesuai kebutuhan, tak
lebih atau kurang. Jadwal harus dibuat tiga kali makan utama dan tiga kali makan
antara dalam selang waktu tiga jam. 8
Penderita harus membatasi makanan tinggi kalori, tinggi lemak, dan tinggi
kolesterol. Makanan yang dianjurkan adalah sayur dan buah yang kurang manis,
seperti apel, pepaya, tomat, kedondong, salak, dan pisang.Penyakit lain yang bisa
dikurangi efeknya dengan mengatur pola makan adalah hipertensi dan asam urat.
Untuk penderita hipertensi, selain mengatur asupan kalori yang seimbang, juga
harus dibatasi makanan yang mengandung banyak lemak dan kolesterol. Asupan
garam (natrium klorida) juga mesti dikurangi. 8
Beberapa penyakit, seperti diabetes mellitus dan asam urat, tak bisa
disembuhkan secara total. Namun, dengan pengaturan pola makan yang baik,
perkembangan penyakit bisa dihambat agar tak bertambah parah. Pengaturan pola
makan ditambah dengan olahraga dan istirahat cukup diharapkan dapat meningkatkan
1
kualitas hidup penderita.Pengaturan makan yang tepat sangat penting dalam
pencegahan dan pengendalian diabetes melitus atau kencing manis yang secara
medis didefinisikan sebagai kumpulan gejala terkait metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak akibat kekurangan atau gangguan fungsi insulin. Pengobatan dengan
perencanaan makanan diit/terapi nutrisi medik masih merupakan pengobatan utama,
tetapi bila hal ini dilaksanakan bersama dengan latihan jasmani/kegiatan fisik dan
ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral atau insulin. 8
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan paper ini bertujuan untuk lebih mengetahui lebih lanjut tentang
peran serat pada Diabetes Melitus. Selain itu, penulisan paper ini sebagai
sebagian syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Gizi
FK USU/RSUP H Adam Malik Medan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.DIABETES MELITUS
2.1.1 DEFINISI
Menurut WHO diabetes dan tipenya dapat definisikan sebagai
Diabetes :
Penyakit kronis dimana terdapat defisiensi terhadap produksi insulin yang
disebabkan oleh faktor turunan atau yang didapat. Defisiensi tersebut mengakibatkan
konsentrasi dari glukosa dalam darah untuk meningkat yang bisa merusak sistem
organ dalam tubuh kita, terutama pembuluh darah dan saraf. 1
Diabetes melitus tipe 1:
Diabetes tipe 1 (sebelumnya dikenal sebagai insulin-dependent) di mana
pankreas gagal dalam memproduksi insulin, yang penting untuk kelangsungan hidup.
Tipe 1 berkembang paling sering pada anak-anak dan remaja. 1
Diabetes melitus tipe 2:
Diabetes tipe 2 (dahulu disebut non-insulin-dependent) yang dihasilkan dari
ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan baik terhadap aksi insulin yang
dihasilkan oleh pankreas.Tipe 2 diabetes jauh lebih umum dan mewakili sekitar 90%
dari semua kasus diabetes di seluruh dunia.Tipe 2 sering terjadi pada orang dewasa.1
2.1.2 KLASIFIKASI
1. Diabetes melitus tipe 1
Terjadi destruksi sel ß, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.
Terjadi melalui proses imunologik atau idiopatik. Kekerapan di negara barat 10%,
di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran klinis biasanya timbul pada masa
kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang timbul pada
masa dewasa.3
2. Diabetes melitus tipe 2
3
Jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering
setelah umur 40 tahun.3
3. Diabetes melitus tipe lain
Defek genetik fungsi sel ß , defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati; karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang
jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Sindrom Down,
Sindrom Klinefelter, chorea Hungtinton, porfiria, dan lain-lain).3
4. Diabetes melitus gestasional
Diabetes yang mulai timbul atau mulai diketahui selama kehamilan. 3
2.1.3 PATOGENESIS
Patogenesis Diabetes melitus tipe 1
DM tipe 1 merupakan hasil interaksi antara faktor genetik, lingkungan, dan
imunologi, yang ujungnya menyebabkan kerusakan sel beta pankreas dan defisiensi
insulin. Diabetes melitus Tipe 1 adalah hasil dari kehancuran sel beta secara autoimun
dan pada sebagian besar, tapi tidak semua, individu memiliki bukti adanya reaksi
autoimun. Individu dengan kerentanan genetik memiliki massa sel beta yang normal
pada waktu lahir namun mulai kehilangan sel beta secara sekunder karena kerusakan
autoimun yang terjadi selama bulan-bulan hingga tahun.
Proses autoimun diduga dipicu oleh stimulus infeksi atau lingkungan dan didukung
oleh molekul spesifik sel-beta. Pada mayoritas kasus, penanda imunologi muncul
setelah terjadi peristiwa yang memicu, tetapi sebelum diabetes terlihat secara klinis.
Massa sel beta kemudian mulai menurun, dan sekresi insulin mengalami gangguan,
meskipun toleransi glukosa normal masih dipertahankan. Fitur – fitur diabetes tidak
terlihat dengan jelas sampai sebagian besar sel beta rusak (~ 80%).4
Patogenesis Diabetes melitus tipe 2
Diabetes tipe 2 ditandai dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin,
produksi glukosa hati yang berlebihan, dan metabolisme lemak yang abnormal.
4
Obesitas, khususnya visceral atau pusat, sangat umum pada diabetes melitus tipe 2.
Pada tahap awal kelainan, toleransi glukosa masih dalam batas normal, meskipun ada
resistensi insulin, karena sel-sel beta pankreas mengimbanginya dengan
mengeluarkan insulin lebih banyak. Seiring dengan peningkatan resistensi insulin dan
kompensasi lewat hiperinsulinemia, pankreas pada individu tertentu tidak dapat
mempertahankan keadaan hyperinsulinemic. Toleransi Glukosa terganggu(TGT),
ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial, dan kemudian memburuk.
Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik menyebabkan
diabetes dengan gambaran hiperglikemia pada saat puasa. 4
2.1.4 DIAGNOSIS
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia(PERKENI) membagi alur diagnosis DM
menjadi 2 bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM.
Gejala khas dari DM terdiri dari:
Polidipsia
Poliuria
Polifagia
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas
Gejala tidak khas DM diantaranya-
Lemas
Kesemutan
Luka yang sulit sembuh
Gatal
Mata kabur
5
Disfungsi ereksi(pria)
Pruritus vulva(wanita)
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali
aja cukup untuk menegakan diagnosis
Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali
pemeriksaan glukosa darah abnormal
Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl atau
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (puasa sedikitnya 8 jam) atau
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (mengunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan didalam air.
Cara pemeriksaan TTGO*
Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa.
Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak.
Puasa semalam, selama 10-12 jam.
Glukosa darah puasa diperiksa.
Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama
/ dalam waktu 5 menit.
Diperiksa glukosa darah 1(satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.
Selama pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. 3
Interpretasi dari pemeriksaan glukosa darah menurut American Diabetes
Association:
Glukosa plasma puasa(mg/dl)
Glukosa plasma 2 jam TTGO(mg/dl)
6
Normal <100 <100
Glukosa Darah Puasa
Terganggu (GDPT)
140-199
Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT)
140-199
Diabetes ≥126 ≥200
2.1.5 NILAI DIAGNOSTIK LAIN
C-peptida
Sebuah byproduct dari produksi insulin, biasanya oleh pankreas.
Tingkat/kadar C-peptida merupakan ukuran dari banyaknya insulin yang diproduksi
oleh tubuh. C-peptida terdiri dari senyawa kimia yang disebut asam amino. Bila
pankreas memproduksi insulin, ia melepaskan C-peptida ke dalam aliran darah.
Jumlah yang rendah dari C-peptida dalam darah menunjukan produksi insulin terlalu
rendah (atau tidak terjadi) karena tipe I diabetes, juga dikenal sebagai diabetes anak-
anak atau insulin-dependent. Jumlah tinggi yang abnormal dari C-peptida biasanya
menunjukan adanya tumor e.g. insulinoma yang mensekresi insulin.5
Kadar normal dari C-peptida biasanya menandakan bahwa pasien berada
dalam keadaan sehat. Namun, pada orang dengan diabetes, kadar normal dari C-
peptida menunjukkan tubuh memproduksi banyak insulin, tetapi tubuh tidak bisa
merespon dengan baik terhadapnya. Ini adalah ciri khas diabetes tipe 2. Oleh karena
itu, C-peptida, mempunyai peran penting dalam diagnostik. Nilai C-peptida yang
normal adalah (0,5-2 ng / ml). 5
Glycosilated hemoglobin
Pada usia 120 hari yaitu kehidupan normal sel darah merah, molekul glukosa
bereaksi dengan hemoglobin, membentuk hemoglobin terglikasi. Pada individu
dengan diabetes kurang terkontrol, kuantitas hemoglobin terglikasi jauh lebih tinggi
daripada orang sehat. Setelah terglikasi molekul hemoglobin, tetap seperti itu.
7
Penumpukan hemoglobin yang terglikasi dalam sel darah merah, mencerminkan
bahwa sel-sel telah terpapar selama siklus hidup mereka. Hemoglobin terglikasi
diukur untuk menilai efektivitas dari terapi dengan memantau regulasi jangka panjang
dari glukosa serum. Tingkat/kadar HbA1c sebanding dengan konsentrasi glukosa
darah rata-rata, selama empat minggu sebelumnya sampai tiga bulan. Menurut
standar pelayanan medis American Diabetes Association 2010, kadar HbA1c ≥ 6,5%
digunakan sebagai salah satu kriteria untuk diagnosis diabetes.
Nilai normal HbA1c <6%.5
2.1.6 KOMPLIKASI
Diabetes mellitus atau DM jika tidak ditangani dengan baik akan
mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal,
jantung, pembuluh darah kaki dan syaraf. Sejak ditemukanya insulin gambaran
komplikasi DM bergeser dari komplikasi akut seperti koma ketoasidosis dan infeksi
ke arah komplikasi kronik. Penyakit jantung koroner (PJK) dan penyakit pembuluh
darah otak 2 x lebih besar, 50x lebih mudah menderita ulkus atau gangren , 7x lebih
mudah mengidap gagal ginjal terminal dan 25x lebih cenderung mengalami kebutaan
akibat kerusakan retina daripada pasien non DM. Komplikasi DM pada dasarnya
terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik). 4
A. Akut
Ketoasidosis diabetik
Hiperosmolar non ketotik
Hipoglikemia
B. Kronik
Makroangiopati :
1. Pembuluh koroner
2. Vaskular perifer
8
3. Vaskular otak
Mikroangiopati :
1. Kapiler retina
2. Kapiler renal
Neuropati
Gabungan :
Kardiopati :PJK,Kardiomiopati
Rentan infeksi
Kaki diabetic, disfungsi ereksi
2.1.7 PENATALAKSANAAN
Kriteria pengendalian Diabetes Melitus:7
Tujuan terapi untuk tipe 1 atau 2 tipe DM adalah untuk:
(1) Menghilangkan gejala yang berhubungan dengan hiperglikemia
(2) Mengurangi atau menghilangkan komplikasi mikrovaskuler dan makrovascular
diabetes mellitus jangka panjang
(3) Memungkinkan pasien untuk mencapai gaya hidup sewajar mungkin.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dokter harus mengidentifikasi tingkat target
9
kontrol glikemik untuk setiap pasien, menyediakan pasien dengan sumber daya
pendidikan dan farmakologi yang diperlukan untuk mencapai tingkat ini, dan
memantau / mengobati komplikasi diabetes-terkait. 6
Penatalaksanaaan Diabetes Melitus mencangkup:
A. Edukasi
B. Terapi Gizi Medis
C. Latihan jasmani
D. Intervensi farmakologis
A. Edukasi:
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia.Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Pentingnya perawatan diri.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan 6
10
B. Terapi Gizi Medis:
Medical Nutritional Therapy(MNT) atau Terapi Gizi Medis adalah istilah
yang digunakan oleh ADA untuk menggambarkan koordinasi optimal asupan kalori
dengan aspek lain dari terapi diabetes (insulin, olahraga, penurunan berat badan).
Untuk masyarakat umum, diet yang meliputi buah-buahan, sayuran, serat makanan
yang mengandung, dan susu rendah lemak dianjurkan. Sebagaimana dengan aspek-
aspek lain dari terapi diabetes, MNT harus disesuaikan untuk memenuhi tujuan
masing-masing pasien. 8
Selanjutnya, pendidikan MNT merupakan komponen penting dari perawatan
diabetes yang komprehensif dan pendidikan harus diperkuat dengan edukasi pasien
secara reguler. Secara umum, komponen MNT sama bagi individu dengan DM tipe 1
atau tipe 2. 8
Tujuan MNT pada individu dengan DM tipe 1 adalah mengkoordinasikan
asupan kalori yang sesuai, dengan jumlah yang insulin yang sesuai. MNT pada DM
tipe 1 memerlukan pemantauan glukosa darah penderita yang terintegrasi untuk
menentukan regimen insulin yang optimal.American Diabetes Association
mendorong pasien dan penyedia layanan kesehatan untuk mengambil keuntungan dari
menghitung karbohidrat untuk memperkirakan kandungan gizi dari suatu makanan.
Berdasarkan perkiraan kandungan karbohidrat pada makanan, rasio insulin-
karbohidrat, dapat digunakan untuk menentukan dosis bolus insulin sesuai dengan
makanan.MNT harus fleksibel untuk memungkinkan kegiatan latihan/olahraga. 8
11
Salah satu komponen penting dari MNT dalam DM tipe 1 adalah untuk
meminimalkan kenaikan berat badan yang sering dikaitkan dengan manajemen
diabetes intensif. 8
Tujuan MNT pada DM Tipe 2 sedikit berbeda dan mengarah terhadap faktor
risiko kardiovaskular (hipertensi, dislipidemia, obesitas) dan penyakit pada populasi
ini. Kebanyakan orang mengalami obesitas, dan penurunan berat badan sangat
dianjurkan dan harus tetap menjadi tujuan penting. MNT pada DM tipe 2 harus
menekankan pengurangan kalori, mengurangi asupan lemak, meningkatkan aktivitas
12
fisik, dan mengkontrol hiperlipidemia dan hipertensi. Peningkatan konsumsi serat
dapat memperbaiki kontrol glikemik pada orang dengan diabetes tipe 2. Menurunkan
berat badan dan olahraga meningkatkan resistensi insulin.4
Perhitungan jumlah kalori:
Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya
faktor stres akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat diapakai indeks
massa tubuh(IMT) atau rumus Brocca 8
Penentuan status gizi berdasarkan Rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus :
berat badan idaman (BBI kg) = (TBcm - 100) -10%
Untuk pria <160 cm, wanita<150 cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10%.
Penentuan status gizi statuz gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
Berat badan kurang BB <90% BBI
Berat badan normal BB 90-110% BBI
Berat badan lebih BB 110-120% BBI
Gemuk BB >120% BBI
Untuk kepentingan praktis dalam praktek di lapangan digunakan rumus Brocca
Penentuan kebutuhan kalori per hari
1. Kebutuhan basal :
Laki – laki : BB idaman(kg) x 30 kalori
Wanita : BB idaman(kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian
Umur diatas 40 tahun : -5%
Aktivitas ringan : +10%
(duduk-duduk,nonton televisi dll)
Aktivitas sedang : +20%
(kerja kantoran, ibu rumah tangga, perawat, dokter)
Aktivitas berat : +30%
13
(olahragawan,tuakng becak dll)
Berat badan gemuk : -20%
Berat bdana lebih : -10%
Berat badan kurang : +20%
3. Stres metabolik : +10-30%
(infeksi, operasi,stroke dll)
4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester III, menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) diantara makan
besar.Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam
pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan
ini secara bertahap sesuai dengan kondisi kebiasaan penderita. 8
C. Latihan jasmani
Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi, persis sama dengan prinsip latihan
jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas,
durasi dan jenis.
Frekuensi: jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur
3-5 kali per minggu
Intensitas: ringan dan sedang (60-70% Maximum heart rate)
Durasi: durasi 30-60 menit
Jenis: latihan jasmani endurans(aerobik) untuk meningkatkan kemampuan
kardirespirasi seperti walking, jogging, berenang dan bersepeda
Untuk menentukan intensitas latihan, dapat digunakan Maximum heart
rate(MHR) yaitu 220 – umur. Setelah MHR didaptkan, dapat ditentukan Target
heart rate (THR).8
D. Intervensi Farmakologis
14
Obat Antihiperglikemik oral atau OAD(oral anti diabetics)
Golongan Sulfonilurea
Obat golongan ini sudah digunakan sejak tahun 1957. Golongan ini
mempunyai sifat farmakologis yang serupa demikian juga efek klinis dan mekanisme
kerjanya. Mekanismenya yaitu:
1. Menstimulasi pengelepasan insulin yang disimpan
2. Menurunkan ambang sekresi insulin
3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat ini hanya dapat bermanfaat untuk pasien yang masih mempunyai
kemampuan mensekresi insulin (DM type II). Semua obat ini dapat menyebabkan
hipoglikemia yang mungkin bersifat fatal, untuk mengurangi kemungkinanya, pada
orang tua dipilih yang masa kerjanya pendek. 7
Golongan Biguanid
Saat ini golongan yang masih dipakai adalah metformin. Metformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
seluler, distal dari reseptor insulin serta efeknya menurunkan produksi glukosa hati.
Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan
glukosa darah dan dan juga disangka menghambat absorpsi glukosa dari usus pada
keadaan sesudah makan. Metformin menurunkan glokusa darah tapi tidak
menyebabkan penurunan sampai dibawah normal, karena itu metformin tidak disebut
sebagai obat hipoglikemik tapi sebagai obat anti hiperlipidemik. 7
Alfaglukosidase Inhibitor
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfaglukosidase
didalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia posprandial. Obat ini bekerja di lumen usus
dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada keadaan
insulin. 7
Insulin Sensitizing Agent
15
Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologis yang meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral.
Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi
produksi glukosa di hati. Golongan obat ini baru mulai di pasarkan diluar negeri
( salah satu diantaranya adalah troglitazone) dan belum beredar di pasaran kita.
Diharapkan obat ini dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi
insulin dan dapat pula di pakai untuk mengatasi berbagai manifestasi resistensi
insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel
beta pankreas.7
Insulin
Saat ini tersedia berbagai jenis insulin, mulai dari human insulin sampai
insulin analog. Memahami farmakokinetik berbagai jenis insulin menjadi landasan
dalam penggunaan insulin sehingga pemakaiannya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan tubuh. Sebagai contoh untuk kebutuhan insulin basal dan prandial,
terdapat perbedaan antara jenis insulin yang digunakan. Dengan demikian, pada
akhirnya, akan tercapai kadar glukosa darah sesuai sasaran terapi.9
- Seperti telah diketahui, untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan :
o insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) atau
o kerja panjang. (long - acting insulin )
- Sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial (setelah makan) digunakan :
o insulin kerja cepat (sering disebut insulin reguler/short-acting insulin) atau
o insulin kerja sangat cepat (rapid- atau ultra-rapid acting insulin).
- Di pasaran, selain tersedia insulin dengan komposisi tersendiri, juga ada sediaan
yang sudah dalam bentuk campuran antara insulin kerja cepat atau sangat cepat
dengan insulin kerja menengah (disebut juga premixed insulin) 9
2.2 PERAN SERAT PADA DIABETES MELITUS
2.2.1 EFEK METABOLISME KARBOHIDRAT DAN SERAT PADA DIABETES
16
TIPE 2
A. Studi Diet Tunggal
Sejumlah laporan telah meneliti tindakan makanan tes yang berbeda pada
glukosa darah postprandial dan profil insulin penderita diabetes. Suatu analisis yang
komprehensif dari banyak penelitian uji makanan disajikan di tempat lain . Kajian
yang lebih mutakhir telah meneliti tindakan formulasi makanan baru yang
mengandung serat baik tambahan makanan atau kultivar tanaman atau strain dengan
konsentrasi yang lebih besar dari serat makanan. Respon glikemik yang berkurang
paling sering diamati dengan serat makanan larut yang hidrat dengan cepat dan
mengembangkan viskositas signifikan in vitro. Penghambatan pencernaan dan
penyerapan glukosa tergantung pada tindakan lanjutan dari serat makanan untuk
meningkatkan viskositas isi gastrointestinal, meskipun faktor-faktor lain selain
viskositas saja berkontribusi pada glikemia resultan.10
Pemeriksaan lebih dekat dari faktor hadir dalam makanan yang prediktif dari
resultan glycemia menunjukkan bahwa tingkat pencernaan in vitro, untuk meniru
dalam tindakan vivo, hanya lemah berkorelasi dengan konten total serat diet makanan
dan gagal berkorelasi dengan serat larut. Memang, interaksi yang kompleks antara
faktor fisik kimia dan dalam makanan yang ditemukan untuk memodulasi tingkat
pencernaan. Faktor-faktor penting diidentifikasi meliputi tingkat perbaikan makanan,
tingkat memasak, struktur pati, dan tingkat hidrasi serta kandungan asam selulosa dan
uronic. Untuk menjelaskan interaksi yang kompleks dari banyak komponen makanan
yang berkontribusi untuk menentukan tingkat akhir dari penampilan glukosa dalam
aliran darah setelah mengkonsumsi sumber makanan kaya karbohidrat, indeks
glikemik (GI) dikembangkan. GI ini telah terbukti menjadi alat yang kuat untuk
menentukan respon glikemik relatif baik makanan tunggal dan makanan campuran. 10
Mendampingi liberalisasi asupan sukrosa dalam diet diabetes telah menjadi
analisis dampak glisemik makanan yang kaya sukrosa dan gula lainnya, termasuk
fruktosa. Menariknya, makanan kaya sukrosa ditemukan memiliki GI sebanding
dengan makanan bertepung, termasuk roti dan sereal produk banyak. Memang,
17
penambahan sukrosa ke unsweetened tinggi GI sereal sarapan menurunkan respon
glikemik total makanan. Fruktosa, whichis lebih manis dari sukrosa, memiliki GI
rendah dari sukrosa, fruktosa karena secara perlahan diserap dan
hampir seluruhnya dihapus dari peredaran oleh hati. Pergantian pati baik untuk
sukrosa atau fruktosa telah ditunjukkan untuk tidak mengubah metabolisme glukosa,
meskipun ada satu laporan dari peningkatan dalam aksi insulin setelah substitusi
tepung untuk fruktosa. Yang penting, dampak baik sukrosa atau fruktosa pada lipid
plasma perlu dipertimbangkan. Sampai saat ini, dampak dari diet kaya fruktosa,
khususnya, adalah kontroversial, dengan penelitian yang menunjukkan baik tidak ada
perubahan atau konsentrasi trigliserida plasma meningkat pada
penderita diabetes. 10
Analisis endogen sintesis yang sangat-low-density (VLDL) lipoprotein juga
telah menunjukkan untuk menjadi berubah dengan fruktosa yang kaya diet dalam
lima individu dengan NIDDM, meskipun variabilitas besar respon yang diamati.
Namun, mengingat variabilitas ditandai tingkat lipid plasma mengikuti diet yang
mengandung sejumlah besar gula ditunjukkan dalam studi klinis dan heterogenitas
besar respon lipid postprandial pada orang dengan NIDDM, pemantauan dan
individual resep gula mungkin dianjurkan. 10
1. Mekanisme Aksi
Masih soal dugaan bagaimana memperlambat penyerapan karbohidrat pada
akhirnya mungkin bertindak untuk meningkatkan sensitivitas insulin pada penderita
diabetes. Sampai saat ini, empat mekanisme yang berbeda telah diusulkan untuk
menjelaskan bagaimana makanan yang mengandung peningkatan jumlah serat
makanan dapat bertindak untuk meningkatkan metabolisme
glukosa saat makan berikutnya. 10
a. Penghambatan Oksidasi Asam Lemak
Salah satu mekanisme yang dihipotesiskan untuk perbaikan berikutnya dalam
aksi insulin setelah konsumsi makanan yang kaya karbohidrat lambat dicerna dan
diserap adalah efek penghambatan asam lemak nonesterified (NEFAs) terhadap
18
pemanfaatan glukosa. Peningkatan konsentrasi NEFA telah terbukti untuk
meningkatkan tingkat oksidasi lemak, yang mengakibatkan penurunan sepadan dalam
oksidasi glukosa, hubungan metabolisme yang dikenal sebagai siklus asam glukosa-
lemak, pertama dijelaskan oleh Randle dkk.. Memang, kecenderungan untuk
penderita diabetes memiliki peningkatan kadar plasma NEFA dapat berkontribusi
pada penurunan tindakan insulin. Penyerapan karbohidrat Diperlambat mengarah ke
moderator, meskipun peningkatan berkelanjutan glukosa plasma disejajarkan dengan
konsentrasi insulin plasma berkelanjutan. Sekresi insulin dipertahankan dapat
memaksimalkan penyerapan glukosa dan oksidasi oleh insulin-sensitif jaringan,
sementara secara bersamaan menekan lipolisis dan ketersediaan NEFA, sehingga
menurunkan oksidasi lemak. Penyerapan glukosa yang cepat, bagaimanapun,
berspekulasi dengan cepat meningkatkan konsentrasi insulin plasma, menyebabkan
hipoglikemia pulih dan pelepasan hormon counterregulatory, termasuk
katekolamin. 10
Pelepasan katekolamin mengaktifkan lipolisis dan meningkatkan asam lemak
bebas plasma (FFA) tingkat. Namun, ada bukti yang terbatas dalam vivo untuk
hipotesis ini. Dua penelitian telah melaporkan penindasan berkelanjutan tingkat
NEFA dan oksidasi lemak setelah makan tinggi serat bila dibandingkan dengan
makanan rendah lemak isokalori. Namun penelitian lain, meskipun berbagai variasi
dalam profil penyerapan glukosa darah, telah mampu
menunjukkan oksidasi substrat diubah. 10
b. Transient Penurunan Glukosa Darah
Tindakan lebih lanjut hipotesis pencernaan karbohidrat melambat termasuk
minimalisasi dampak transien hiperglikemia plasma dan hiperinsulinemia setelah
makan diberikannya langsung pada tindakan insulin. Hiperglikemia akut in vitro
cepat downregulates aktivitas tirosin kinase dari reseptor insulin, GLUT4
kelimpahan, dan berpotensi dysregulates sintesis protein oleh modulasi ekspresi gen.
Hal ini juga ditetapkan bahwa hiperglikemia kronis merusak baik sekresi insulin dan
19
sensitivitas, sebuah fenomena yang dikenal sebagai'' toksisitas glukosa'', namun bukti
bahwa modifikasi postprandial akut bertindak untuk meningkatkan glukosa ini
efek toksik belum ditetapkan. 10
c. Sekresi Hormon Gastrointestinal
Sejumlah penelitian telah memberikan bukti sekresi hormon gastrointestinal
diubah, termasuk glucagon-like peptide 1 (GLP-1), somatostatin, vasoaktif
polipeptida intestinal (VIP), dan insulin-like growth factor 1 (IGF-1), setelah
konsumsi tinggi serat makanan. Namun, kadar plasma berbeda secara signifikan
antara studi, dengan sekresi hormon gastrointestinal diubah
tidak diamati pada semua studi10
Terutama, GLP-1 dan IGF-1 memiliki peran penting dalam mengatur sekresi
insulin dan tindakan, namun masih harus dibentuk jika konsentrasi sirkulasi
termodulasi akut dapat mempengaruhi tindakan insulin. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk sepenuhnya menjelaskan sekresi dampak perubahan hormon
gastrointestinal mungkin terhadap glukosa dan metabolisme lemak dalam diabetes. 10
d. Asam Lemak Rantai Pendek
Fermentasi oleh mikroflora kolon penduduk pati malabsorbed dan karbohidrat
undigestible (termasuk, fructo-oligosakarida, polisakarida nonstarch, pectins, dan
gusi) telah disarankan untuk mempengaruhi metabolisme glukosa dan lipid.
The nongaseous besar dengan-produk dari fermentasi anaerob adalah rantai pendek
asam lemak (SCFAs), yang asetat, propionat, butirat dan, diproduksi dalam rasio
molar perkiraan 60:25:12, adalah produk utama. Ini SCFAs dengan cepat diserap oleh
usus epitel, dengan jumlah yang signifikan asetat dan propionat memasuki aliran
darah portal. Asetat adalah ALRP hanya ditemukan dalam konsentrasi yang cukup
dalam darah perifer.Peripheral konsentrasi peningkatan asetat dalam menanggapi diet
tinggi serat. Satu studi telah menunjukkan bahwa suplementasi asetat oral dan infus
cecal dapat menurunkan lipolisis jaringan adiposa, menurunkan kadar plasma NEFA ,
meskipun glukosa oksidasi atau toleransi glukosa tetap tidak berubah. 10
20
Propionat akan dihapus dari sirkulasi portal oleh hati, di mana di ruminansia
merupakan prekursor gluconeogenic utama. Dalam nonruminants, termasuk manusia
dan tikus, propionat dapat bertindak untuk menghambat glukoneogenesis dan
merangsang glikolisis. Propionat oral, diberikan dalam bentuk kapsul, tidak
berdampak terhadap kadar glukosa darah, meskipun toleransi glukosa oral sedikit
membaik. Pendirian propionat dalam roti menyebabkan respon glukosa membaik,
meskipun penelitian ini mungkin merupakan hasil dari pencernaan pati propionat
menghambat. Penyerapan cepat dari propionat tertelan mungkin gagal untuk meniru
dalam situasi vivo release.Studies Portal berkelanjutan memanfaatkan infus propionat
dubur atau ileum untuk lebih mencerminkan dalam situasi vivo telah mampu
menunjukkan dampak dari propionat di kedua produksi glukosa hati atau sensitivitas
insulin perifer. propionate juga telah disarankan untuk mengatur laju sintesis
kolesterol hati di kedua in vivo dan in vitro studi hewan pengerat. Sementara
konsentrasi fisiologis yang relevan dari propionat dapat menghambat sintesis
kolesterol dalam hepatosit tikus, studi banding telah gagal untuk menunjukkan
penghambatan dalam hepatosit manusia, dengan penghambatan sintesis kolesterol
yang membutuhkan peningkatan 100 kali lipat dalam tingkat propionat. Suplementasi
propionat pada sukarelawan manusia telah cenderung menunjukkan penurunan
kolesterol HDL dan meningkatkan konsentrasi trigliserida. 10
Ada bukti yang baik dari sebuah studi tikus, di mana cecectomized tikus yang
diberi diet yang mengandung gum guar, bahwa penghapusan sekum tidak
mempengaruhi metabolisme glukosa bila dibandingkan dengan tikus
noncecectomized. Ini bukti, dikombinasikan dengan data yang dijelaskan di atas,
menyajikan sebuah skenario di mana metabolisme ALRP tidak mungkin secara
signifikan mempengaruhi karbohidrat perifer atau metabolisme lipid dalam
nonruminants.Saat ini, tidak ada mekanisme yang jelas telah muncul yang mendasari
strategi diet untuk memaksimalkan efektivitas makanan tinggi karbohidrat dan tinggi
serat. Kurangnya mekanisme akut dapat dianggap sebagai faktor penghambat desain
diet tinggi serat, yang dapat dianggap paling efektif dalam meningkatkan baik
21
karbohidrat dan metabolisme lipid pada penderita diabetes tipe 2. 10
B. Diet Tinggi Karbohidrat dan Tinggi Serat
1. Efek pada Metabolisme Glukosa
Mengingat bukti substansial yang diperoleh dari studi memanipulasi GI atau
profil penyerapan glukosa, cukup mengejutkan bahwa beberapa studi telah dirancang
dicapai dan dapat diterima tinggi-serat diet yang mungkin berdampak pada profil
penyerapan glukosa postprandial. Intervensi diet sedikit telah benar-benar mengukur
respon glukosa dan insulin makan. Dari intervensi diet memeriksa tindakan diet
tinggi serat, ada dua mode yang berbeda dari modifikasi diet. 10
Yang pertama adalah untuk memberikan suplemen serat makanan larut kental
pada dosis cenderung menghambat penyerapan glukosa. Pengelompokan yang luas
kedua studi telah digunakan dosis yang sangat tinggi serat bahwa setidaknya asupan
harian ganda.Kebanyakan penelitian menguji dampak pada metabolisme karbohidrat
dari intervensi diet yang mengandung serat larut tunggal terisolasi kental telah
didominasi dimanfaatkan gum guar, meskipun pektin, glukomanan, dan xanthan gum
telah diujicobakan. Gum guar suplemen untuk diet tinggi karbohidrat telah di
sebagian besar studi menurunkan hemoglobin glikosilasi dan glycosurea dan
meningkatkan sensitivitas insulin. Namun, dosis serat larut yang diperlukan untuk
mencapai tindakan ini sulit dicapai dari makanan saja.Makanan produk
menggabungkan guar gum atau yang kaya oat bran -glukan) telah membuntuti dengan
beberapa ukuran keberhasilan,( namun integrasi lumrah dalam
terapi diet diabetes dan penerimaan luas masih kurang. 10
Bukti yang mendukung tindakan menguntungkan dari diet kaya karbohidrat
dan serat dalam pengelolaan diabetes adalah, di terbaik, tidak meyakinkan. Beberapa
penelitian pada penderita diabetes telah melaporkan peningkatan dalam aksi insulin
mata pelajaran diabetes, namun isi serat makanan dari diet berkisar 90-45 gram setiap
hari . Studi ini, karbohidrat cocok dan asupan lemak dengan baik kandungan serat
yang rendah atau tinggi menunjukkan bahwa tindakan yang menguntungkan pada
sensitivitas insulin yang hadir hanya mengikuti diet tinggi serat. Bertentangan studi
22
ini adalah pengamatan bahwa diet di mana sebuah dosis harian perkiraan dari 40 g
serat makanan dicapai tidak berpengaruh pada aksi insulin. Terlepas dari metabolisme
glukosa yang dihasilkan, studi ini jelas tidak realistis dan tidak berlaku untuk
populasi diabetes yang lebih luas. 10
Perkiraan asupan serat makanan menunjukkan bahwa di negara-negara Barat
asupan rata-rata di urutan 10 - 13 g sehari. Hal ini jelas tidak pasti maka jika realistis
jangka panjang modifikasi diet ditujukan untuk memberikan lebih banyak serat
makanan akan bermanfaat dalam pengelolaan kadar glukosa darah pada diabetes tipe
2. Dari bukti-bukti yang masih harus dibayar sampai saat ini, pendekatan yang lebih
tepat adalah untuk memodulasi baik karbohidrat dan fraksi serat larut diet untuk
memaksimalkan kemungkinan bahwa karbohidrat
pencernaan dan penyerapan akan terhambat setelah setiap makan. Namun, dampak
dari diet tinggi karbohidrat pada lipid plasma juga harus diperhatikan. 10
2. Efek pada Metabolisme Lipid
Diet tinggi karbohidrat telah terbukti meningkatkan trigliserida plasma dan
konsentrasi kolesterol HDL. Meskipun temuan ini tidak universal, jelas bahwa diet
tinggi karbohidrat memiliki kapasitas untuk menonjolnya hipertrigliseridemia
postprandial, karena terutama untuk sekresi hati peningkatan trigliserida VLDL.
Penggabungan serat makanan ke dalam tinggi -karbohidrat cenderung meminimalkan
gangguan metabolisme trigliserida. Memang serat makanan, serat makanan larut
khususnya, menurunkan kolesterol plasma dan kadar LDL dalam mayoritas studi.
Sama-sama efektif dalam menurunkan lipid plasma dan meningkatkan risiko
aterogenik adalah diet kaya lemak tak jenuh tunggal. Analisis terbaru menunjukkan
bahwa kombinasi dari asam lemak tak jenuh tunggal dengan serat makanan, lebih
sebanding dengan diet Mediterania tradisional, yang paling efektif dalam
meningkatkan postprandial plasma lipid profil. 10
2.2.2. MANFAAT TAMBAHAN DIET TINGGI-KARBOHIDRAT, TINGGI-
SERAT DALAM PENGELOLAAN DIABETES
23
Meskipun ketidakpastian seputar manfaat dari diet tinggi karbohidrat, tinggi
serat dalam pengelolaan glukosa dan metabolisme lipid pada diabetes tipe 2, masih
ada bukti yang meyakinkan tambahan yang tinggi-karbohidrat diet memiliki atribut
menguntungkan lainnya. Bukti epidemiologis menunjukkan bahwa ada hubungan
positif antara jumlah lemak diet dan berat badan. Meskipun lemak dan karbohidrat
memiliki kekuatan setara pemuas, makanan highfat cenderung menghasilkan asupan
energi yang lebih besar. Tinggi-lemak dalam banyak kasus disukai ketika akses
makanan terbatas tersedia, dengan banyak penelitian melaporkan
peringkat lebih besar dari keinginan, rasa, dan kenikmatan dengan makanan tinggi
lemak.
Namun, studi yang membandingkan asupan produk makanan yang identik,
hanya berbeda dalam kadar lemak, menunjukkan konsumsi yang berdasarkan volume,
bukan kandungan energi, yang mengarah ke berlebihan energi pasif. Kapasitas
tanggapan penyimpanan dan metabolisme karbohidrat dan lemak untuk sangat
berbeda.Toko karbohidrat, terutama sebagai glikogen, kecil (200-500 g), dan
kapasitas untuk sintesis lemak dari prekursor karbohidrat, de novo lipogenesis, tidak
signifikan pada manusia . Toko glikogen yang tepat pemeliharaan, meskipun variasi
yang luas dalam asupan karbohidrat harian, yang dicapai dengan modulasi tingkat
oksidasi karbohidrat. Konsumsi karbohidrat memunculkan suatu hal penuh awal dari
toko glikogen tubuh, diikuti oleh modulasi kompensasi dari karbohidrat oksidasi
dengan cepat memulihkan keseimbangan tubuh total karbohidrat. Namun, tidak
seperti karbohidrat, manusia memiliki kapasitas yang sangat besar untuk
penyimpanan lemak, terutama di depot adiposa. 10
Keseimbangan lemak ditentukan terutama oleh perbedaan antara pengeluaran
energi total dan energi yang dicerna seperti karbohidrat atau protein. Meningkatkan
asupan lemak sehingga penyimpanan lemak sejajar, bukan seiring bertambahnya
oksidasi lemak. Ada juga sedikit bukti, sehubungan dengan metabolisme energi,
bahwa asam lemak tak jenuh tunggal berbeda dari asam lemak lainnya Overfeeding
sengaja jumlah isoenergetic dari karbohidrat atau lemak dalam hasil berat badan
24
kurang pada kelompok karbohidrat-makan sebagai oksidasi karbohidrat dan
pengeluaran energi total meningkat. Namun intervensi diet bertujuan untuk
meningkatkan kandungan karbohidrat dari diet menyebabkan penurunan asupan
energi dan berat badan. 10
Jelas itu, diet kaya karbohidrat yang menguntungkan untuk mengontrol berat
badan yang memadai pada penderita diabetes. Energi pembatasan, per se, sebelum
penurunan berat badan dapat meningkatkan aksi insulin pada individu diabetes.
Dengan pembatasan energi berkelanjutan, penurunan berat badan memberikan
kemajuan dalam kontrol glukosa darah dan komplikasi diabetes . Manajemen diabetes
yang bertujuan agresif menurunkan berat badan dengan menggunakan diet kalori
sangat rendah (VLCD) atau operasi pembatasan lambung sangat efektif dalam
meningkatkan aksi insulin. Sementara pembatasan berat badan agresif cocok untuk
sebagian kecil dari populasi diabetes dewasa, bertahap penurunan berat badan dan,
yang penting, manajemen berat badan tetap menjadi prioritas utama bagi banyak
penderita diabetes. 10
Bukti dari penelitian yang dilakukan pada populasi obesitas menunjukkan
bahwa pengurangan 10% energi lemak menghasilkan rata-rata 4 sampai 5 kg berat
badan. Isu penting adalah keberlanjutan ini penurunan berat badan dengan sukses,
manajemen berat badan postobese ditandai dengan konsumsi lanjutan dan kenikmatan
diet rendah lemak, tinggi karbohidrat, dikombinasikan dengan rezim olahraga
teratur.10
Saat ini ada beberapa data yang menunjukkan bahwa diet kaya bantuan serat
makanan dalam penurunan berat badan dan pemeliharaan berat. Namun, apakah serat
makanan larut atau tidak larut dapat diharapkan untuk memberi efek berbeda pada
rasa kenyang postingestive . Serat larut tambahan telah dilaporkan untuk mengurangi
kelaparan makanan segera setelah ,meskipun asupan energi harian total mungkin
tidak terpengaruh. 10
25
BAB III
KESIMPULAN
Argumen telah dibuat bahwa sangat penderita diabetes tipe 2 harus
menghindari diet tinggi karbohidrat, sebagai gantinya memilih makanan yang kaya
asam lemak tak jenuh tunggal. Hal ini didasarkan pada bukti yang tersedia yang berat
mempertahankan tinggi-karbohidrat diet yang dipilih tanpa memperhatikan dampak
glikemik kemungkinan dan kadar serat makanan mungkin sedikit merugikan glukosa
darah dan kadar lipid. Namun, minimalisasi dampak glikemik dari makanan
dikombinasikan dengan penggunaan rendah GI makanan atau memilih makanan yang
kaya serat dapat memberikan perlindungan. Meskipun bukti ini ada sedikit
pembenaran untuk pemilihan diet ditujukan untuk memberikan jumlah yang sangat
tinggi serat. Sementara serat makanan meningkat secara signifikan dapat memberikan
beberapa manfaat kesehatan tambahan, adopsi gaya hidup yang sukses adalah
26
mungkin dibatasi hanya untuk individu yang sangat termotivasi.
Terapi nutrisi untuk diabetes tipe 2 tidak perlu memusatkan perhatian khusus
pada kadar serat makanan dari diet di luar yang direkomendasikan untuk populasi
umum. Paling tepat, seperti yang dijelaskan oleh American Diabetes Association
(1998), adalah kebutuhan terus menekankan pilihan makanan sehat sesuai dengan
pedoman diet untuk masyarakat umum. Fokus khusus dalam tipe 2 diabetes
manajemen harus diberikan untuk penurunan berat badan dan / atau manajemen.
Pusat untuk manajemen berat badan adalah pemilihan tinggi-karbohidrat diet
di mana pilihan makanan yang beragam perencanaan disediakan. Secara keseluruhan,
terapi nutrisi untuk diabetes tipe 2 harus terus fokus pada personalisasi, keragaman,
dan keberlanjutan rencana diet di mana diet highcarbohydrate tetap pusat.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO.Programmes and projects. Diabetes Action Online. Defining diabetes.
Dikutip 3 December 2010. Dapat di akses di :
http://www.who.int/diabetesactiononline/diabetes/en/
2. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009
3. Purnawasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
27
Penyakit Dalam FKUI;2009
4. Alvin C. Powers. Diabetes Mellitus. Dalam Dennis L. Kasper, MD, Eugene
Braunwald, MD, Anthony S. Fauci, MD, Stephen L. Hauser, MD, Dan L. Longo,
MD, J. Larry Jameson, MD, PhD. HARRISON’S PRINCIPLES of Internal
Medicine 16th edition; 2005
5. Ari S. Eckman, MD, Division of Endocrinology and Metabolism, Johns Hopkins
School of Medicine, Baltimore, MD.Insulin C-peptide. Medline plus. Dikutip 3
December 2010. Dapat di akses di :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003701.htm
6. Executive Summary: Standards of Medical Care in Diabetes - 2010. American
Diabetes Association. Dikutip 3 December 2010. Dapat di akses di :
http://care.diabetesjournals.org/content/33/Supplement_1/S4.extract
7. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2.
Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI;2009
8. Yunir E., Soebardi S.Terapi non farmakologis pada diabetes melitus. Dalam:
Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI;2009
9. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, Prof. dr. Djoko Wahono Soeatmadji,
SpPD-KEMD, Prof H.A.H Asdie.Terapi Insulin pada pasien Diabetes Melitus.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus. Dipublikasi 2008.
28
10. Cameron S.D & Collier R.G.Dietary Fiber and Glucose Metabolism and
Diabetes.Dalam :Cho S.S & Dreher L.M, editor.Handbook of Dietary Fiber.USA.
Marcel Dekker, Inc;2001
29