Download - makalah 4 MTHT
D AFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 2
BAB II LAPORAN KASUS 3
BAB III PEMBAHASAN 6
A. Anamnesis 6
B. Analisis Masalah dan Hipotesis 7
C. Pemeriksaan Fisik 8
D. Pemeriksaan Penunjang 10
E. Diagnosis 11
F. Patofisiologi 13
G. Tatalaksana 14
H. Komplikasi 15
I. Prognosis 16
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 17
BAB V KESIMPULAN 28
BAB VI DAFTAR PUSTAKA 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hidung adalah salah satu organ sensori yang fungsinya sebagai organ penghidu. Jika
hidung mengalami gangguan, maka akan berpengaruh pada beberapa sistem tubuh, seperti
pernapasan dan penciuman.
Salah satu gangguan pada hidung adalah polip nasi. Polip nasi ialah massa lunak yang
bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin,
berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya
dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak
sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia 2 tahun, harus disingkirkan
kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Dulu diduga predisposisi timbulnya polip
nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak
mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih
belum diketahui dengan pasti. Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi
(13%) dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan pada usia dewasa
dan lebih sering pada laki – laki, dimana rasio antara laki – laki dan perempuan 2:1 atau 3:1.
Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok ras. Prevalensi polip hidung dilaporkan 1-2%
pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Jarang ditemukan pada anak- anak. biasanya
polip hidung ditemukan pada umur 20 tahun.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Lembar 1
Anda seorang dokter yang sedang bertugas di sebuah RS sampai suatu ketika datang seorang
laki- laki bapak Soecipto usia 35 tahun dengan keluhan kedua lubang hidung tersumbat yang
makin lama makin berat.
Karena bernafas dengan hidung mulai sulit pasien lalu bernafas dengan mulut, kemudian
memutuskan datang ke RS tempat anda jaga.
Sebagai dokter yang menerima pasien tersebut, anda mulai menentukan masalah dan memikirkan
beberapa hipotesis dan melakukan anamnesis lanjutan.
Lembar 2
Dari anamnesis yang anda kembangkan selanjutnya diketahui bahwa keluhan dirasakan sejak ± 3
bulan yang lalu, mula- mula ringan dan makin lama makin bertambah berat dan bersifat menetap,
tidak hilang timbul.
Sejak usia 20 tahun pasien mulai sering pilek dan bersin- bersin, kadang- kadang sesak nafas
disertai pernafasan yang berbunyi. Ibu pasien seorang penderita asma.
Kemampuan menghidunya mulai menurun bahkan hilang sama sekali. Tidak pernah mengalami
perdarahan hidung dan tidak ada trauma hidung.
Tiga bulan terakhir serangan sesak nafas tersebut makin sering timbul dan lebih lama
sembuhnya.
Lembar 3
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
3
Status generalis:
KU : sakit ringan
TD : 120/80 mmHg
N : 75/ menit
RR : 18/ menit
Suhu : 37oC
Kesadaran : Compos mentis
Mata : pupil bulat, isocor
Leher : JVP 5cm
Thorax : C/dbn,pulmo emfisema ringan
Abdomen : lemas, H/L tidak teraba
Ekstermitas : normal
Status lokalis
Telinga : ADS
Liang Telinga lapang tenang
Membran Timpani intak tenang
Hidung : hidung luar tenang, simetris
Rongga hidung ka/ki terlihat massa bening mengkilat berwarna sedikit abu- abu
berbentuk lonjong licin, bisa digerakkan, tidak ada rasa nyeri
Tenggorokan : tonsil T1 T2 tenang
4
Dinding faring granuler
PND +
Laboratorium
Hb : 15 gr%
Leukosit : 9000/ml
GDS : 130 mg%
Hitung jenis : 0/7/5/58/24/6
Lembar 4
Pada pemeriksaan foto rontgen sinus paranasal tampak semua sinus cerah, septum lurus di
tengah, konka mukosa menebal, rongga hidung sempit terisi massa.
Kesan : rinitis kronik
Suspek polip nasi
Pada tes kulit cukit (“prick test”) yang dilakukan pada lengan penderita terdapat hasil positif dua
untuk tungau debu rumah dan pasitif satu untuk udang dan ikan laut.(kontrol pasitif satu)
Setelah dapat ditegakkan diagnosanya anda menbuat perencanaan penatalaksaannya serta
mewaspadai komplikasi yang timbul.
Kemudian anda membuat prognosisnya.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Identitas Pasien
Nama : Tn. Soecipto
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : laki- laki
Alamat : --
Pekerjaan :--
Agama : --
Keluhan utama : kedua lubang hidung tersumbat yang makin lama makin berat.
Keluhan tambahan : bernafas dengan mulut
Riwayat penyakit sekarang : Kemampuan menghidunya mulai menurun bahkan hilang
sama sekali
Riwayat penyakit dahulu : Sejak usia 20 tahun pasien mulai sering pilek dan bersin-
bersin, kadang- kadang sesak nafas disertai pernafasan yang berbunyi
Riwayat keluarga : ibu menderita asama
Riwayat pengobatan :
A. Anamnesis Tambahan
Apakah disertai nyeri?
Apakah terpapar zat- zat tertentu?
Apakah ada cairan yang keluar dari lubang hidung?
Apakah mengalami demam?
Apakah mengalami sakit kepala?
Apakah ada batuk?
Apakah ada gangguan tidur?
Apakah sudah menggagu aktifitas?
Apakah saudara perokok atau peminum?
6
Apakah saudara pernah melakukan operasi hidung atau tht?
B. Analisis Masalah dan Hipotesis
Daftar Masalah Dasar Masalah Hipotesis
Kedua lubang hidung tersumbat yang makin lama makin berat.
Anamnesis keluhan
utama – pemeriksaan
fisik
- Polip hidung
- Deviasi septum
- Rhinitis Alergi
- Tumor
bernafas dengan
hidung mulai sulit
pasien lalu bernafas
dengan mulut
Anamnesis –
pemeriksaan fisik
- Polip hidung
- Deviasi septum
- Rhinitis Alergi
Sejak usia 20 tahun
pasien mulai sering
pilek dan bersin-
bersin, kadang-
kadang sesak nafas
disertai pernafasan
yang berbunyi.
Anamnesis - Rhinitis Alergi
Kemampuan
menghidunya mulai
menurun bahkan
hilang sama sekali
Anamnesis - Polip nasi
- Rhinitis Alergi
Tiga bulan terakhir
serangan sesak
nafas tersebut
makin sering timbul
dan lebih lama
sembuhnya
Anamnesis -
pemeriksaan fisik
- Rhinitis Alergi
- Polip Hidung
Rongga hidung
kanan kiri terlihat
Pemeriksaan fisik - Polip hidung
7
massa bening
mengkilat berwarna
sedikit abu-abu,
berbentuk lonjong,
licin bisa digerakan,
tidak ada rasa nyeri
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Hasil yang Didapat Interpretasi
Keadaan Umum
- Tekanan Darah :- Nadi :- RR :- Suhu :
Sakit Ringan
120/80 mmHg75x/menit18x/menit37ºC
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien mengeluh hidungnya tersumbat yang makin lama makin berat, bersifat menetap dan tidak hilang timbul menyebabkan pasien tampak sakit ringan dan menggang kehidupannya sehari-hariNormalNormalNormalNormal
Kesadaran Compos mentis NormalMata Pupil bulat, isocore NormalLeher JVP : 5cm NormalThorax C/ dbn, pulmo emfisema
ringanEmfisema sendiri merupakan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dimana terjadi pelebaran pada saluran bronchus terminalis sebagai kompensasi destruksi dari dinding alveoli tanpa adanya pertumbuhan jaringan fibrosis. Etiologinya adalah adanya pajanan ketika alergen tersebut terhirup dan masuk ke saluran napas sehingga menyebabkan reaksi imunologis.
8
Abdomen Soepel, H/L tak teraba NormalEkstremitas Normal Normal
Status Lokalis :
Status Lokalis
Hasil yang Didapat Interpretasi
Telinga Auricula Dextra-SinistraLiang telinga tenangMembran timpani intak tenang
Normal
Hidung Hidung luar tenang, simetris
Rongga hidung ka/ki terlihat massa bening mengkilat berwarna sediki abu-abu berbentuk lonjong licin, bisa digerakan, tidak ada rasa nyeri.
Berdasarkan tanda-tanda yang didapat mengarahkan ke salah satu hipotesis yaitu “polip nasi”. Massa tersebut terbentuk akibat adanya inflamasi kronik yaitu dari riwayat penyakit dahulu pasien sejak umur 20 tahun sering pilek, bersin-bersin, sesak nafas yang disertai pernafasan bunyi. Inflamasi kronik tersebut menyebabkan reaksi dari sel epitel, sel endotel vaskular dan fibroblast yang mempengaruhi integritas bioelektrik channel natrium yang mengakibatkan tertarik dan retensi air sehingga terbentuk polipoid.
Tenggorok Tonsil besar T1/T1tenang
Dinding faring granuler, PND +
NormalDinding faring granuler disebabkan oleh riwayat pernapasan kronik yang dialami pasien sejak usia 20 tahun, menyebabkan kelenjar limfoid belakang faring membesar sehingga tampak gambaran granuler
Pada tenggorokan didapatkan Post Nasal Drip + ini merupakan tetesan lendir yang menurun dari belakang hidung. Salah satu dari karakteristik-karakteristik yang paling umum
9
dari rhinitis kronis. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
Hasil Nilai Normal Keterangan
Hb : 15 g% 13-16 g% Normal
Leukosit : 9000/ml 5000-10.000/ml Normal
GDS : 130 mg% <200mg% Normal
Hitung jenis :
Basofil : 0
Eosinofil : 7
Neutrofil batang : 5
Neutrofil segmen : 58
Limfosit : 24
Monosit : 6
0-1
1-3
2-6
50-70
20-40
2-8
Pada eosinofil meningkat
dikarenakan adanya proses
alergi
Pemeriksaan Foto Rontgen Sinus Paranasal :
- Semua sinus cerah Normal, belum kompikasi ke sinusitis
- Septum lurus ditengah tidak ada deviasi septum
10
- Konka mucosa menebal karena adanya oedem mucosa
- Rongga hidung sempit terisi massa menurut kelompok kami massa tersebut adalah
polip.
Pemeriksaan Prick test :
- positif 2 untuk tungau debu rumah
- positif 1 untuk udang dan ikan laut
Menurut kelompok kami dari hasil pemeriksaan Prick Test pasien ini menderita rhinitis
alergi, terutama terhadap tungau debu rumah, udang, dan ikan laut.
E. Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding
Diagnosis Kerja
Polip Nasi
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di dapatkan bahwa
kedua lubang hidung tersumbat yang makin lama semakin berat sehingga pasien harus
bernafas melalui mulut dan bersifat menetap. Pada anamnesis tambahan dikatakan sejak
usia 20 tahun pasien mulai sering pilek dan bersin-bersin, kadang-kadang sesak nafas
disertai pernafasan yang berbunyi. Selain itu pada pemeriksaan fisik ditemukan torax
dengan emfisema ringan menandakan bahwa ada obstruksi pada saluran pernafasannya
serta polip hidung stadium 3 ditentukan dari rongga hidung terlihat massa bening
mengkilat berwarna sedikit abu-abu berbentuk lonjong licin, bisa digerakan, tidak ada
nyeri.
Diagnosis Banding
Kami mendiagnosis banding:
- Asma
11
berdasarkan riwayat yang dimiliki oleh ibu pasien serta adanya whizzing dan
sesak saat bernafas
- Keganasan
sesak saat pasien ini saat bernafas menandakan adanya obstruksi pada saluran
pernafasannya dan adanya massa pada rongga hidung pasien ini
- Sinusitis
berdasarkan riwayat pasien yang sejak 20 tahun yang lalu sering pilek dan bersin-
bersin diperkirakan adanya infeksi kronis yang dapat menyumbat atau
menginfeksi sinusnya.
- Konka polipoid
Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya sebagai
berikut :
Tidak bertangkai
Sukar digerakkan
Nyeri bila ditekan dengan pinset
Mudah berdarah
Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan
konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati
– hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa
menyebabkan vasokonstriksi sistemik, meningkatkan tekanan darah yang
berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya
F. Patofisiologi
12
Alergen yang diingesti oleh makrofag, sel dendrit dan limfosit B (sel antigen pembawa atau
APC), alergen kemudian di proses dan di bawa ke permukaan sel tersebut untuk berintteraksi
dengan limfosit T helper ( sel CD4 ).
- Pada pasien alergi, jumlah sel dendrit dan limfosit B di mukosa saluran nafas meningkat,
- Pada alergi IL-4 di lepaskan oleh CD4 dan menghasilkan proliferasi limfositt B. Sel B
mengalami “perubahan isotipe” sedemikian rupa sehingga mereka berubah dari
memproduksi IgM menjadi memproduksi IgE.
- IgE berikatan dengan sel mast dengan hasil degranulasi sel mast dan pelepasan mediator
vasoaktif ( mis : histamin ), kemotaktif dan inflamasi ( mis: leukotrien ).
- Interleukin lain seperti IL-8 & IL-5 di lepaskan dan mengaktivasi neutrofil ( PMN ) dan
eosinofil.
- IL-4 dan IL-5 juga mendorong ekspresi adhesi molekul pada sel endotel dan epitel
mengakibatkan semakin banyak migrasi sel inflamasi, terutama neutrofil dan eosinofil.
- Respon alergi merupakan respon vaskular dan selular menyebabkan inflamasi. Proses ini
terjadi secara episodik sebagai respon terhadap pajanan alergen,tetapi dapat
mengakibatkan perubahan kronis dalam mukosa pernapasan dengan gejala menetap.
- Berbagai efek klinis yang terjadi bergantung pada alergen, dan jaringan yang terutama
menjadi sasaran untuk respon alergi pada rinitis alergika:
• mukosa nasal mengalami edema dengan peningkatan produksi mukus.
• upaya inspirasi dengan tekanan jalan napas nasal negaif mengakibakan kolaps nasal dan
obtruksi jalan napas.
- Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom
serta predisposisi genetic. Menurut teori Bemstein, terjadi perubahan mukosa hidung
akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di
kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan
pembentukan kelanjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh
permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. Teori lain
mengatakan karena ketidak seimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang mengakibatkan dilepasnya
sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-lama menjadi
13
polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip
dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.
G. Tatalaksana
Terapi Pembedahan
Untuk kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip
yang masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung
dari luasnya penyakit (besarnya polip, dan adanya sinusitis yang menyertai).
Indikasi Pembedahan
- Polip berhubungan dengan tumor.
- Polip menghalangi saluran pernafasan
- Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus
Pada pasien ini dianjurkan untuk dilakukan :
- Polipektomi intranasal : menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal
dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan
dengan analgesi lokal, atau;
- Endoscopic Sinus Surgery (ESS) : merupakan teknik yang lebih baik karena tidak
hanya mengangkat polip tetapi juga membuka celah dalam meatus media, yaitu daerah
yang paling sering membentuk polip, sehingga dapat menurunkan tingkat
kekambuhan. Perlu diketahui luas daerah yang tepat saat pembedahan sehingga dapat
dilakukan ekstirpasi secara lengkap (Nasalide prosedur) atau aerasi sederhana pada
sinus. Prosedur ekstirpasi lebih efektive daripada aerasi sinus karena komplikasi yang
timbul lebih rendah apabila dilakukan oleh ahli bedah. Penggunaan surgical
microdebrider membuat prosedur ini lebih cepat dan lebih aman.
Untuk persiapan prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan
kortikosteroid untuk meredakan inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan
berkurang, dengan demikian lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan
trauma dapat dihindari. (1)
14
Medikamentosa
- Antihistamin untuk mengatasi gejala rhinitis alergika. Diberikan loratadin 1x10mg
- Pemberian kortikosteroid intranasal untuk menurunkan kemungkinan kekambuhan
pasca operasi. Diberikan fluticasone.
Non- Medikamentosa
- hindari pencetus alergi (kontrol alergi).
- ajari cara membuang ingus pasca pembedahan untuk menghindari melukai bekas
operasi.
- Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur mengunakan endoskop.
- rujuk ke spesialis THT.
- rujuk ke spesialis pulmonologi. (2)
H. Komplikasi
1. Sinusitis
Sinusitis sebagai akibat munculnya polip pada hidung itu sendiri terjadi karena sekret
atau cairan tak bisa keluar dari rongga hidung dan justru tertahan di dalamnya.
Endapan sekret itu kemudian menjadi area yang bagus berkembangnya kuman
penyakit. Hal itulah yang mengakibatkan terjadinya peradangan pada sinus atau
sinusitis.
2. Meningitis dan kerusakan mata
Keberadaan polip Nasi yang tak segera diatasi bisa mengakibatkan sinusitis atau
peradangan sinus yakni rongga pada area hidung dan sekitar mata. Peradangan
tersebut cukup berbahaya dan bisa berdampak pada kerusakan mata serta radang otak
atau meningitis.
3. Deviasi septum
4. Meski jarang terjadi, polip juga bisa merusak struktur tulang muka penderitanya,
polip menekan tulang wajah dalam waktu lama.
15
5. Karena letaknya yang berada di rongga hidung, polip yang memiliki bentuk
bertangkai atau berkaki ini akan menyebabkan penyumbatan hidung. Sehingga,
penderita seringkali mengeluhkan adanya penurunan fungsi indera penciuman. (3-5)
I. Prognosis
- Ad Vitam : Ad Bonam
Prognosis ad vitam untuk pasien ini adalah bonam karena fungsi
vital pasien ini masih baik.
- Ad Fungtionam : Ad Bonam
Dikarenakan fungsi penghidupannya dapat kembali normal
apabila diobati dengan pengobatan yang baik dan dilakukan
operasi.
- Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
Kemungkinan kekambuhan bisa dicegah apabila pasien tetap
menghindari paparan alergen seperti tungau debu rumah, ikan
dan udang.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi hidung
16
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang
tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar menonjol
pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga
bagian yaitu : paling atas kubah tulang yang tidak dapat digerakkan, dibawahnya terdapat kubah
kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobules hidung yang
mudah digerakkan,
Bagian puncak hidung biasanya disebu apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks
disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu
dengan dahi.yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di posterior, bagian
tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela
dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekung
dangkal memanjang dari atas kebawah disebut filtrum. Sebelah kolumela adalah nares anterior
atau nostril (lubang hidung) kanan dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan
sebelah inferior oleh dasar hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan
tulang hidung. Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os internum
disebelah anterior hingga koana di posterior. Yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh
17
septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk
kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior
(koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang
letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakangnares anterior, disebut dengan vestibulum. Vestibulum
ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior. Yang
terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah
konkha media, yang lebih kecil dari konkha superior, sedangkan yang terkecil ialah konkha
suprema dan konkha suprema biasanya rudimmenter. Konkha inferior merupakan tulang sendiri
yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid. Celah antara konkha inferior dangan dasar
hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut
meatus dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior.
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih
luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara celah yang lebih luas
dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksila, sinus frontal dan
bagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konkha media yang letaknya menggantung,
pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabitmenghubunbgkan meatus medius
dengan infundibulum yag dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial
infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan
meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior
medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal seebagai
processus uncinatus.
Dibagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar,
diantara lainya yang berbentuk pyramid irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis
dan puncaknya kearah apeks processus zigomaticus os maksila. Dasar cavum nasi dibentuk oleh
os frontal dan os sphenoid. Membrane mukosa alfaktorius pada bagian atap dan bagian cavum
18
nasi yang berdekatan mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat
saraf melewati lamina cribriformis os frontal dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I
olfaktorius.
Perdarahan hidung
Perdarahan hidung secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:
1. Arteri etmoidalis anterior.
2. Arteri etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika.
3. Arteri sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri
karotis eksterna.
Bagian ba3wah ronggaa hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris
interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari
foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung belakang
ujung posterior konkha media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang
arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superiordan arteri palatine mayor, yang
disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus kieesselbach letaknya superfisialis dan
mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung
19
mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum
dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus
kavernosus.
Persyarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persyarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nerrvus
oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang
maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus
meemberikan cabang nervous nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus
etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis
anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan memsauki hidung bersama arteri
etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang
nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatina, selain
member persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung. Ganglion ini menerima serabut, serabut sensoris dari nervus maksila. Serabut
parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan
sedikit diatas ujung posstreior konkha media. Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribrosa
20
dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu
pada mukosa olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung. (7)
B. Polip Hidung
DEFINISI
Polip hidung merupakan daging tumbuh seperti tumor yang timbul di dalam salah satu rongga
hidung atau keduanya. Terjadi karena munculnya massa lunak yang mengandung banyak cairan
di dalam rongga hidung, bewarna putih keabu-abuan yang terjadi akibat inflamasi mukosa
seperti daging yang tumbuh dalam hidung. Karena bentuknya yang seperti daging yang tumbuh
dalam hidung maka tak jarang polip hidung ini biasa juga disebut tumor hidung
Pada dasarnya daging yang tumbuh dalam hidung itu merupakan pertumbuhan dari selaput
lendir hidung yang bersifat jinak. pembentukan selaput lendir tersebut berkaitan erat dengan
berbagai masalah penyakit THT (telinga,hidung,tenggorokan) lainnya seperti rinitis alergi,
asma, radang kronis pada mukosa hidung-sinus paranasal, kista fibrosis, intoleransi pada aspirin.
Hal ini menunjukkan bahwa penyakit polip hidung bukanlah penyakit yang murni berdiri sendiri.
PENYEBAB
Polip hidung biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan
cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. pada awalnya polip yang
terbentuk akan tampak seperti air mata dan semakin lama akan berubah bentuk seperti daging
yang tumbuh berwarna keabu-abuan, pertumbuhan selaput lendir tersebut akan berakibat
seringnya terjadi penyumbatan hidung yang berefek pada penurunan fungsi indera penciuman
pada penderita polip hidung. Pada kasus lain penyumbatan dapat terjadi pada saluran lendir dari
sinus ke hidung, bila hal ini terjadi akan menyebabkan tertimbunnya lendir dalam sinus yang
berpotensi menimbulkan infeksi dan akhirnya menyebabkan terjadinya sinusitis.
Hingga saat ini para pakar belum menemukan jawaban yang pasti tentang hal apa saja yang
menjadi pemicu munculnya pertumbuhan dari selaput lendir berupa benjolan putih keabu-abuan
bertangkai itu. Akan tetapi dari studi dan pengamatan medis, telah ditemukan ada beberapa
21
faktor yang yang menjadi pertumbuhan selaput lendir tersebut yaitu radang kronis yang berulang
pada mukosa hidung dan sinus paranasal, gangguan keseimbangan vasomotor, peningkatan
cairan interstitial dan oedema (pembengkakan) mukosa hidung, faktor penyebab lainnya adalah :
Sinusitis (radang sinus) yang menahun.
Reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung yang berlangsung lama
Sumbatan hidung karena kelainan anatomi sehingga mempersempit rongga pada hidung
Adanya pembesaran pada konka.
Iritasi.
Polip sering ditemukan pada penderita :
1. Rhinitis alergika.
2. Asma.
3. Sinusitis kronis.
4. Kistik fibrosis. (8)
GEJALA
Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lender membengkak akibat penimbunan cairan,
seperti daerah di sekitar lubang sinus pada ringga hidung.Ketika baru terbentuk, sebuah polip
tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang
berwarna keabuan-abuan.
Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali mengeluhkan adanya
penurunanfungsi indera penciuman. Karena indera perasa berhubungan dengan indera
bpenciuman, maka penderita juga bisa mengalami penurunan fungsi indera perasa dan
penciuman.
Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke hidung.
Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu lama
22
berada didalam dinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya sinusitis. Penderita anak-anak sering
bersuaara sengau dan bernafas melalui mulutnya.
Mudah merasakan sakit kepala
Hidung tersumbat yang menetap dan selalu terasa akan adanya lendir pada sinus hidung.
Sering mengeluarkan lendir dari hidung seperti gejala influenza
Daya penciuman menurun.
Rongga sering hidung terasa gatal dan sering bersin.
Mata berair sebab alergi. (9)
PENGOBATAN
Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid kadang bisa memperkecil polip atau
bahkan menghilangkan polip.
Pembedahan dilakukan jika:
1. Polip menghalangi saluran pernafasan
2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus
3. Polip berhubungan dengan tumor
Polip cenderung tumbuh kembali jika penyebabnya (alergi maupun infeksi) tidak terkontrol.
Pemakaian obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid bisa memperlambat atau
mmencegah kekambuhan. Tetapi jika kekambuhan ini sifatnya berat. Sebaiknya dilakukan
pembedahan untuk memperbaiki drainase sinus dan membuang bahan-bahan yang terinfeksi.
PENCEGAHAN
Untuk membantu mengurangi kemungkinan mengalami polip hidung atau mencegah
kekambuhan polip hidung setelah perawatan dengan strategi pencegahan sebagi berikut:
23
1. Mengatur alergi dan asma. Mengikuti pengobatan dokter rekomendasi untuk mengelola
asma dan alergi. Jika gejala tidak mudah dan secara teratur di bawah kendali, konsultasi
dengan dokter tentang perubahan rencana pengobatan.
2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal-hal yang mungkin untuk memberikan
kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus, seperti allergen, polusi udara dan bahan
kimia.
3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan secara teratur dan menyeluruh. Ini adalah salah satu
cara terbaik untuk melindungi terhadap infeksi bakteri dan virus yang dapat menyebabkan
peradangan pada hidung dan sinus.
4. Melembabkan rumah. Gunakan pelembab ruangan jika rumah memiliki udara kering. Hal;
ini dapat membantu meningkatkan aliran lendir dari sinus dan dapat membantu mencegah
sumbatan dan peradangan.
5. Gunakan bilasan hidung atau nasal lavage. Gunakan air garam (saline) spray uatau nasal
lavage untuk membilas hidung. Hal ini dapat meningkatkan aliran dan membeli semprotan
saline atau lavage nasal dengan perangkat, seperti sedotan, untuk mencampurkan ¼ sendok
teh dengan 2 cangkir air hangat. Hindari air garam semprot yang mengandung zat aditif
yang dapat membakar lapisan mukosa hidung anda. (10)
C. Rhinitis Alergi
DEFINISI
Rinitis tergolong infeksi saluran napas yang dapat muncul akut ataukronik. Rinitis akut
biasanya disebabkan oleh virus yaitu pada selesma ataumenyertai campak, tetapi dapat juga
menyertai infeksi bakteri seperti pertusi.Rinitis disebut kronik bila radang berlangsung lebih
dari 1 bulan. Rinitis alergi,rhinitis vasomotor, dan rhinitis medikamentosa digolongkan dalam
rhinitis kronik.Rinitis kronik dapat berlanjut menjadi sinusitis. Salah satu bentuk rhinitis
kronisadalah rhinitis atropi yang diduga disebabkan oleh kuman Kliebsiella ozaena
Atau akibat sinusits kronis, defisiensi vitamin A.1
Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsihidung, terjadi
setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yangdiperantarai IgE.4
ETIOLOGI
Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor:
24
1. Alergen
Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejalarinitis alergika.
Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakanalergen hirupan utama penyebab
rinitis alergika dengan bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita, makanan masih
merupakan penyebab yang penting.
2. Polutan
Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis.Polusi dalam ruangan
terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon
oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida.Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini
telah diketahui lebih jelas.
3. Aspirin
Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitisalergika pada penderita
tertentu.
GEJALA KLINIS
Gambaran klinis pada rhinitis meliputi:
Ingus kental umumnya menunjukkan telah ada infeksi sekunder oleh bakteri.
Rinitis alergi maupun rhinitis vasomotor mudah dibedakan dari rhinitisinfeksi karena
ingus yang putih dan encer yang hanya keluar saat serangansaja.
Pada rhinitis atropi ingus kental diserta krusta berwarna hijau. Pada pemeriksaan hidung
tampak rongga hidung yang lapang karena konkamengalami
atropi.Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dansumbatan hidung.
Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita.Tanda-tanda fisik yang
sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yangabnormal, maloklusi gigi, allergic
gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas), allergic shiners (kulit berwarna kehitaman
dibawah kelopak mata bawah), lipatantranversal pada hidung (transverse nasal crease),
edema konjungtiva, mata gataldan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum
sering didapatkansekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-iruan.
Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan
masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya, kecemasan, dan
25
disfungsi keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-morbiditas.
Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif maupun negatif. Sedatif
antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif antihistamin berpengaruh
positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lainyang lebih banyak diterima adalah dengan
menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, menjadi intermiten ringan-sedang-
berat, dan persisten ringan-sedang-berat.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan rhinitis alergika meliputi:
Rinitis akut yang menyertai influenza dapat diobati dengan dekongestansistemik
seperti influenza
Kebiasaan menggunakan kongestan tetes hidung pada rhinitis kronissering menyebabk
an terjadinya rhinitis medikamentosa yang secara klinismenyerupai rhinitis vasomotor.
Pada rhinitis atropi hidung dicuci dengan air garam. Dekongestan akanmemperburuk
keadaan.
Pengobatan rhinitis alergi atau rhinitis vasomotor dapat ditambah denganCTM 1-
2mg/kali
Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa halantara lain:
1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
2. Tidak menimbulkan takifilaksis.
3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipundemikian
pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.
4.Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan
adanya efek samping sistemik.
Medika mentosa
Antihistamin
Antihistamin bekerja dengan memblok reseptor histamin. Dikenal 3macam reseptor
histamin yaitu H1, H2 dan H3. Reseptor histamin yang
diblok pada pengobatan rinitis alergi adalah H1 yang terdapat di bronkus,gastrointesti
nal, otot polos, dan otak.
26
Kortikosteroid
Berdasarkan pemakaiannya, kortikosteroid dibagi menjadi 2 yaitu topikaldan sistemik.
Kortikosteroid topikal menjadi pilihan pertama untuk penderitarinitis alergi dengan
gejala sedang sampai berat dan persisten (menetap), karenamempunyai efek
antiinflamasi jangka panjang. Kortikosteroid topikal efektif mengurangi gejala
sumbatan hidung yang timbul pada fase lambat.
Dekongestan
Dekongestan dapat mengurangi sumbatan hidung dan kongesti dengancara
vasokonstriksi melalui reseptor adrenergik alfa. Preparat topikal bekerjadalam waktu
10 menit, dan dapat bertahan hingga 12 jam.
Penstabil Sel Mast
Contoh golongan ini adalah sodium kromoglikat. Obat ini efektif mengontrol gejala
rinitis dengan efek samping yang minimal. Sayangnya, efek terapi tersebut hanya
dapat digunakan sebagai preventif. Preparat ini bekerjadengan cara menstabilkan
membran mastosit dengan menghambat influks ionkalsium sehingga pelepasan
mediator tidak terjadi. Kelemahan lain adalahfrekuensi pemakaiannya sebanyak 6 kali
per hari sehingga mempengaruhikepatuhan pasien
Imunoterapi
Mekanisme immunoterapi dalam menekan gejala rinitis adalah dengancara
mengurangi jumlah IgE, neutrofil, eosinofil, sel mast, dan limfosit T dalam peredaran
darah. Salah satu contoh preparat ini adalah omalizumab.
Omalizumabmerupakan antibodi anti-IgE monoklonal yang
bekerja dengan mengikat IgEdalam darah
Non Medikamentosa
Hindari Alergen
Sebenarnya cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah denganmenghindari
alergen. Cara ini murah dan rasional tapi sulit diterapkan. Ada 3 tipe pencegahan yaitu
primer, sekunder dan tersier (11)
27
BAB V
KESIMPULAN
Bapak Soecipto didiagnosis menderita polip hidung stadium 3 dengan diagnosis banding yaitu:
asma, keganasan. Tatalaksana untuk pasien ini yang dianjurkan ialah polipektomi intranasal atau
Endoscopic Sinus Surgery (ESS). Dengan tatalaksana yang adekuat, maka prognosis ad vitam
dan ad fungsionam pada pasien ini adalah ad bonam, sedangkan untuk ad sanationam dubia ad
bonam dikarenakan pasien harus benar-benar menghindari zat penyebab alergi agar keluhannya
tidak timbul kembali
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Nores JM, Avan P, Bonfils P. Medical management of nasal polyposis: a study in a series
of 152 consecutive patients. Rhinology. Jun 2003;41(2):97-102. [Medline].
2. Bikhazi NB. Contemporary management of nasal polyps. Otolaryngol Clin North Am.
Apr 2004;37(2):327-37, vi. [Medline]
3. Mygind N, Dahl R, Bachert C.2005. Nasal polyposis, eosinophil dominated
inflammation, and allergy.
4. Kramer MF, Rasp G. Nasal polyposis: eosinophils and interleukin-
5. Allergy. Jul 1999;54(7):669-80.
5. Bernstein JM. Update on the molecular biology of nasal polyposis. Otolaryngol Clin
North Am. Dec 2005;38(6):1243-55.
6. Blaiss MS. Expanding the evidence base for the medical treatment of nasal polyposis. J
Allergy Clin Immunol. Dec 2005;116(6):1272-4.
7. Anatomi dan fisiologi hidung. Available from
:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21283/4/Chapter%20II.pdf
8. Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho,Gangguan
pendengaranAkibat Obat ototoksik,Buku ajar Ilmu
Kesehatan Telinga ,Hidung ,Tenggorok Kepala & Leher.Edisi IV.Penerbit FK-UI,jakarta
2007,halaman 9-15,53-56
9. Adams,G.L.1997.Obat-obatan ototoksik.Dalam:Boies,Buku Ajar
PenyakitTHT,hal.129.EGC,Jakarta.
10. Andrianto,Petrus.1986.Penyakit Telinga,Hidung dan Tenggorokan,75-
76.EGC,Jakarta.
11. http://id.scribd.com/doc/31033909/Rhinitis-Alergi
29