Download - LP Nifas Dinot
LAPORAN PENDAHULUANPADA KLIEN DENGAN SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI
LETAK SUNGSANGDi Ruang Nifas RS. dr. H. M. Ansari Saleh Banjarmasin
Tanggal 3-8 Agustus 2015
Oleh :
Bernadino Oktavianus Manembu S. Kep NIM. I4B111209
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUANPADA KLIEN DENGAN SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI
LETAK SUNGSANGDi Ruang Nifas RS. dr. H. M. Ansari Saleh Banjarmasin
Tanggal 3-8 Agustus 2015
Oleh :
Bernadino Oktavianus Manembu S. Kep NIM. I4B111209
Banjarmasin, Agustus 2015
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan
Rismia Agustina, S.Kep., Ns, M.Kep Norma Ariatie, S.Kep., Ns
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA ATAS INDIKSI LETAK SUNGSANG
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
I. SECTIO CAESARIA
1. Pengertian Sectio Caesaria
Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus.
Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada
dinding abdomen dan dinding uterus.
Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara
ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah
pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai
pengganti kelahiran normal.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio sesarea
adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus.
2. Jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyayatan
a. Seksio sesarea klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan
cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan
sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan
kekurangannya adalah infeksi mudah menyebar secara intraabdominal
karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk persalinan yang
berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b. Seksio sesarea ismika atau profundal.
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat
pada segmen bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain : penjahitan luka
lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,
tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan
ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan
kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri
pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada
kandung kemih post operasi tinggi.
c. Seksio sesarea ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka
cavum abdominal.
3. Klasifikasi Sectio Caesarea
a. Seksio Sesarea Primer
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan
secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya
pada panggul sempit.
b. Seksio Sesarea Sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa,
bila tidak ada kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio sesarea.
c. Seksio Sesarea Ulang
Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea dan pada
kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
d. Seksio Sesarea Postmortem
Seksio sesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil cukup
bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.
4. Indikasi Sectio Caesarea
a. Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.
b. Plasenta previa
c. Gawat janin
d. Pernah seksio sesarea sebelumnya
e. Kelainan letak janin
f. Hipertensi
g. Rupture uteri mengancam
h. Partus lama (prolonged labor)
i. Partus tak maju (obstructed labor)
j. Distosia serviks
k. Ketidakmampuan ibu mengejan
l. Malpresentasi janin
Letak lintang
- Bila ada kesempitan panggul maka secsio sesarea adalah cara
yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan
besar biasa.
- Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan
secsio sesarea walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
- Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan
cara-cara lain.
Letak bokong
Secsio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
- Panggul sempit
- Primigravida
- Janin besar dan berharga
Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-
cara lain tidak berhasil.
Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
Gemelli, dianjurkan secsio sesarea bila
- Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
- Bila terjadi interlock
- Distosia oleh karena tumor
- Gawat janin
5. Komplikasi Sectio Caesarea
a. Infeksi puerpuralis (nifas)
Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi atau perut sedikit kembung
Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini
sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya
telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah
terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena :
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
Atonia uteri
Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
6. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Caesarea
Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain :
1) Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam
pertama dan 30 menit pada 4 jamkemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
3) Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
4) Pemberian antibiotika.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
5) Mobilisasi.
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat tidur dengan dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari
kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi
dengan bantuan.
6) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada
hari kelima setelah operasi.
II. LETAK SUNGSANG
1. Pengertian Letak sungsang
Letak sungsang adalah keadaan di mana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri.
Letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang
(membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di
bawah.
2. Anatomi Panggul
Menurut morfologinya, panggul dibedakan menjadi 4 jenis :
1) Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar
atau dengan diameter transversal yang lebih panjang
sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul
tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas.
2) Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih
panjang daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis
menyempit sedikit.
3) Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk
sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan,
dengan spina iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus
pubis yang menyempit.
4) Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas
lebih pendek daripada diameter transversa pada pintu atas
panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os
koksigis. Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os
pubis. Tulang-tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan
terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut
simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang
menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat
artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tulang
panggul) dan os koksigis (tulang tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya
memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu
persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung
koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5
cm. Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan
pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam
ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis
mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang
terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false pelvis.
Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor
atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat
organ-organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat
perlekatan otot-otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada
ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon,
rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium.
Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh
muskulus levator ani dan muskulus koksigeus.
Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :
1) Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus
vertebra sacrum, linea innominata, serta pinggir atas simfisis.
Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke
promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan
menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum,
promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap
menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan
kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata
diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata
diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata
obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak
antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, selisih
antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
2) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.
Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara
langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika,
sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala
engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut
distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu
sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara
sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
3. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun
terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang
menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah
panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah
jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5
cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum
atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir
bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
3. Klasifikasi Letak Sungsang
Klasifikasi letak sungsang :
a. Letak bokong (Frank Breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas.
b. Letak sungsang sempurna (Complete Breech)
Letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong
c. Letak sungsang tidak sempurna (Incomplete Breech)
Adalah letak sungsang di mana selain bokong bagian yang terendah
juga kaki atau lutut terdiri dari :
Kedua kaki = Letak kaki sempurna
Satu Kaki = Letak kaki tidak smpurna
Kedua lutut = Letak lutut sempurna
Satu lutut = Letak lutut tidak sempurna
Posisi bokong ditentukan oleh sakrum, ada 4 posisi :
a. Left sacrum anterior (Sakrum kiri depan)
b. Right sakrum anterior (Sakrum kanan depan)
c. Left Sakrum posterior (Sakrum kiri belakang)
d. Right Sacrum posterior (Sakrum kanan belakang)
4. Etiologi Letak Sungsang
Pada kehamilan sampai kurang 32 minggu, jumlah air ketuhan relatif
lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa,
dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang pada kehamilan triwulan terakhir janin
tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena
bokong dengan kedua tungkai yang berlipat lebih besar dari pada kepala,
maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus
uteri.
Faktor-faktor lain yang memegang peranan dalam terjadinya letak
sungsang diantaranya ialah multiparitas, hamil kembar, hidramnion,
hidrosepalus, plasenta previa dan panggul sempit, kelainan uterus, plasenta
yang terletak di daerah kornu fundus uteri.
5. Diagnosis Letak Sungsang
Diagnosis letak sungsang yaitu pada pemeriksaan luar : di bagian
bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat (kepala),
kepala teraba di fundus uteri. Selain itu ibu juga merasakan penuh dibagian
atas dan gerakannya terasa lebih banyak dibagian bawah. Denyut jantung
janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pada
umbilicus. Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar
tidak dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah
berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila ada keraguan, harus
dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi, setelah
ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai
dengan adanya sakrum, kedua tuberosisiskii, dan anus. Bisa dapat diraba
kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit,
sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar
dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang
telapak tangan.
6. Mekanisme Persalinan
Bokong masuk ke dalam rongga panggul dengan garis pangkal pada
melintang atau miring, setelah menyentuh dasar panggul terjadi putaran
paksi dalam, sehingga di pintu bawah panggul garis panggul pada
menempati diameter anteposterior dan tronkanter depan berada dibawah
simfisis. Kemudian terjadi leksi lateral pada badan janin, sehingga
trokunter belakang melewati perineum dan lahirlah seluruh bokong diikuti
oleh kedua kaki, setelah bokong lahir terjadi putaran paksi luar dengan
perut janin berada di posterior yang memungkinkan bahu melewati pintu
atas panggul dengan garis terbesar bahu melintang atau miring. Terjadi
putaran paksi dalam pada bahu, sehingga bahu depan berada di bawah
simfisis dan bahu belakang melewati perineum. Pada saat tersebut kepala
masuk ke dalam rongga panggul dengan sutura sagitalis melintang atau
miring.
Dalam rongga panggul terjadi putaran paksi dalam kepala sehingga
muka memutar ke posterior dan oksiput ke arah simpisis. Dengan
suboksiput sebagai hipomoklion, maka dagu, mulut, hidung, dahi dan
seluruh kepala lahir berturut-turut melewati perineum. Ada perbedaan
nyata antara kelahiran janin dalam prosentasi kepala dan kelahiran janin
dalam letak sungsang. Pada prosentase kepala yang lahir lebih dahulu ialah
bagian janin yang terbesar, sehingga bila kepala telah lahir, kelahiran
badan tidak memberi kesulitan. Sebaliknya pada letak sungsang, berturut-
turut lahir bagian-bagian yang makin lama makin besar dimulai dari
lahirnya bokong, bahu dan kemudian kepala. Dengan demikian meskipun
bokong dan bahu telah lahir, hal tersebut belum menjamin bahwa
kelahiran kepala juga berangsur-angsur berlangsung dengan lancar.
7. Prognosis
a. Bagi Ibu
Kemungkinan robekan pada perineum lebih besar karena
dilakukan tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan paritas
lebih lama, jadi mudah terkena infeksi.
b. Bagi anak
Pognosa tidak begitu baik, karena adanya gangguan peredaran
darah plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali
pusat terjepit antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia.
Oleh karena itu setelah pusat lahir dan supaya janin hidup, janin harus
dilahirkan dalam waktu 8 menit.
8. Komplikasi
a. Komplikasi pada janin
Prolaps tali pusat.
Trauma pada bayi akibat tangan mengalami extensi, kepala
mengalami extensi, pembukaan serviks belum lengkap disporposi
chepalopelvic.
Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat pelepasan
placenta, kepala macet.
Perlukaan atau trauma pada organ abdomen atau leher.
Patah tulang leher.
b. Komplikasi pada ibu
Pelepasan placenta.
Perlukaan vagina atau serviks.
Endometriosis.
Pathway Sectio Caesarea
INDIKASIKelainan letak janin, Hipertensi, Rupture uteri mengancam, Partus lama, Partus tak maju, Distorsio servik Disproporsi sefalopelvik, Palsenta previa, Gawat janin,
Pernah SC sebelumnya,Ketidakmampuan ibu mengejan
Resti perdarahan
perdarahan
Atonia uteri
Mempengaruhi tonus uteri
Resti kekurangan volume cairan dan
elektrolit
Respon mual muntah
Medulla oblongata
Pola napas tak efektif
Gangguan pada pons
Supresi SSP
Efek anestesi
Resti infeksI
Invasi
Luka bekas insisi
Nyeri
Diskontinu itas jaringan
Trauma jaringan
Cemas Pasca operatif
Sectio Caesarea
Adaptasi psikologis
Adaptasi fisiologis
Post partum
Proses laktasi
Produksi ASI sedikit
Isapan bayi Stimulasi Hip. Posterior
Stimulasi Hip.anterior Sekresi oksitosin
Putting inverte
Stimulasi duktus alveoli Kelj. Mamae
Sekresi prolaktin
Taking in Taking hold Letting go
Penerimaan peran baru
Perubahan peran
Cemas
Menghambat sekresi oksitosin
Pressure the ejection of breast feeding
Ineffective breast feedingGg. Mobilitas fisik
Kelemahan fisik
B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA
1. Kebutuhan Oksigenasi
Dampak general anastesi mengakibatkan depresi otot yang
mengakibatkan reflek batuk menurun, terjadi akumulasi scret pada jalan
napas mengakibatkan bersihan jalan napas dan pola napas tidak efektif.
2. Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Perdarahan intra/pasca operatif dapat menyebabkan volume
intravaskuler menurun, terjadi syok hipovolemik, terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Kebutuhan Sirkulasi
Perdarahan intra/pasca operatif dapat menyebabkan volume
intravaskuler menurun, tidak adequatnya volume cairan intravaskuler
menyebabkan penurunan tekanan darah, penurunan aliran darah (blood
flow) dan penurunan perfusi jaringan.
4. Kebutuhan Nutrisi
Dampak general anastesi, peristaltik usus menurun, kemampuan
digesti, ingesti dan absorpsi menurun, memicu mekanisme mual dan
muntah, mengakibatkan intake nutrisi berkurang.
5. Kebutuhan Eliminasi
Dampak general anastesi, peristaltik usus menurun, mengakibatkan
gangguan refluk inhibisi spingter ani, mengakibatkan konstipasi.
6. Kebutuhan Aktifitas
Rasa nyeri mengakibatkan kelemahan fisik dan hambatan mobilitas
fisik, terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari (ADL)
dan gangguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7. Kebutuhan Rasa Aman
Trauma jaringan akibat tindakan pembedahan merupakan faktor
utama pemicu timbulnya rasa nyeri, dan adanya luka operasi merupakan
port de entry bagi kuman masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan
faktor resiko terjadinya infeksi.
Respon adaptasi psikologis terhadap penerimaan peran baru dalam
keluarga dan keterbatasan kognitif mengakibatkan timbulnya kecemasan
dan tidak efektifnya laktasi.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan post operasi sectio caesarea hari 1-3 adalah adanya
rasa nyeri.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa
saja yang telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
3. Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus
haid berapa hari, lama haid, warna darah haid, HPHT kapan,
terdapat sakit waktu haid atau tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, riwayat menstruasi, riwayat
obstetric, anak hidup atau mati, usia, sehat atau tidak, penolong
siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien
apakah menggunakan KB hormonal atau yang lainya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana
yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan
perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai
ngantuk, harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran
merupakan gejala syok.
2. Sistem pernafasan
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut
dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah
jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar
merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk
dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang
memakai anaestesi general.
3. Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan
ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6
sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang
sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat
anestesi.
4. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada
penekanan intestinal. Ambulatori perlu diberikan untuk
menghilangkan gas dalam usus.
5. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan,
sampai ketakutan, marah atau menarik diri.
Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima
peran dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
6. Eliminasi
Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih
pucat.
Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber.
Misal: trauma bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung
kemih/ abdomen, efek-efek anestesia, mulut mungkin kering.
9. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.
Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema,
bengkok, nyeri tekan.
10. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek
anestesi.
2) Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi,
efek hormonal, distensi kandung kemih.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebih
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan
(nyeri).
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
6) Resiko infeksi dengan faktor risiko peningkatan kerentanan
tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau
transmisi interpersonal.
8) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan terhambatnya
pengeluaran ASI, perpisahan dengan bayi.
9) Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan
fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan
perawatan diri.
ASUHAN KEPERAWATAN
Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan output berlebihNOC :
Fluid balance Hydration Nutritional Status : Food and
Fluid IntakeKriteria Hasil :
Mempertahankan urine outputsesuai dengan usia dan BB, BJurine normal,
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidakada rasa haus yang berlebihan
Orientasi terhadap waktu dantempat baik
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batasnormal
pH urin dalam batas normal Intake oral dan intravena adekuat
NIC : Fluid Management1. Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
4. Kolaborasi pemberian cairan IV5. Monitor status nutrisi6. Berikan cairan oral7. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output
(50 –100cc/jam)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d efek anastesiNOC: Respiratory status: ventilation Respiratory status: airway patency
Kriteria Hasil: Mendemonstasikan batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
NIC : Airway Management1. Buka jalan nafas , gunakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi3. Auskultasi suara nafas 1-4 jam, catat suara
nafas4. Monitor pola respirasi, kecepatan, kedalaman
dan usaha bernafas5. Atur oksigen sesuai kebutuhan (Kolaborasi)6. Monitor nilai analisa gas darah dan, saturasi
oksigen
Nyeri akut b.d trauma pembedahanNOC:
Comfort level Pain level Pain control
Kriteria hasil: Pasien mampu mengontrol nyeri Melaporkan bahwa nyeri berkurang Pasien mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurangNIC: Pain Managementa. Melakukan pengkajian nyeri secara
menyeluruhb. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamananc. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan
d. Evaluasi pengalaman nyeri masa lalu.e. Ajarkan teknik nonfarmakologis seperti
kompres hangat dan tarik nafas dalamf. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgesik
Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri.NOC :
Knowlwdge : disease process Knowledge : health Behavior
Kriteria Hasil : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
NIC :Teaching : disease process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
5. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
Defisit Perawatan diri b.d kelemahan fisikNOC :
Self care : Activity of Daily LivingKriteria Hasil :
Klien terbebas dari bau badan Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan
untuk melakukan ADLs Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
NIC : Self Care assistane : ADLs
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
Hambatan Mobilitas Fisik b.d ketidaknyamanan (nyeri)NOC :
Joint Movement : Active Mobility Level Self care : ADLs Transfer performance
Kriteria Hasil : Klien meningkat dalam aktivitas fisik Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi
NIC :Exercise therapy : ambulation
1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan terhambatnya pengeluaran ASI, perpisahan dengan bayi.NOC :
Pembentukan pemberian ASI Mempertahankan pemberian ASI Pengetahuan pemberian ASI
Kriteria Hasil : Dapat mengidentifikasi aktivitas yang
menentukan atau meningkatkan menyusui yang berhasil.
NIC :Membantu Menyusui
1. Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting. 2. Anjurkan klien breast care dan menyusui yang
efektif. 3. Anjurkan klien memberikan asi esklusif. 4. Berikan informasi untuk rawat gabung.5. Anjurkan bagaimana cara memeras,
menyimpan, dan mengirim atau memberikan ASI dengan aman.
Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi interpersonal. NOC :
Anxiety control Coping
Kriteria Hasil : Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas Vital sign dalam batas normal
NIC :Anxiety Reduction1. Gunakan pendekatan yang menenangkan2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur3. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
tindakan prognosis 4. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien5. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
tehnik relaksasi6. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan7. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Resiko infeksi dengan faktor risiko peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahanNOC :
Immune Status Knowledge: Infection Control Risk Control
Kriteria Hasil : Klien terbebas dari tanda gejala infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukan prilaku hidup sehat
NIC :Infection control1. Kaji suhu badan pasien dan tanda vital 2. Pertahankan teknik aseptif, kebersihan tangan
atau menggunakan alkohol sebelum kontak dengan pasien
3. Batasi pengunjung bila perlu4. Mengkaji warna, turgor, kelenturan serta suhu
kulit, membran mukosa terhadap kemerahan dan panas
5. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. Evaluasi keadaan pasien terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum intravena.
6. Kolaborasi : memberikan antibiotik sesuai ketentuan
DAFTAR PUSTAKA
1. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2005.
2. Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta. 2000.
3. Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC : Jakarta. 2002.
5. Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.
6. Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina Pustaka : Jakarta. 2002.
7. Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.
8. Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com. 2013