Download - LINGUA STBA LIA (Vol. 8, No. 1, 2009)
2: Sekolah Tinggi Bahasa Asing S T BA
ISSN 1412-9183 Volume 8 Nomor 1, Maret 2009
JURNAL \ LH\A\-l
----
ISSN 1412-9183 Volmne 8 Nomor 1, Maret 2009
JURNAL ILMIAH LINGUA
PUSATPENELITIAN DANPENGABDIANPADAMASYARAKAT SEKOlAHTINGGI BAHASAASING UAJAKARTA
Penasihat Dr. Ekayani Tobing
Penanggung Jawab Sulistini Dwi Putranti MHum.
Penyunting Penyelia AslmlaniMunir, M Pd
Penyunting Pelaksana Dewi A. Yudhasari, MHum.
Agus Wahyudin, MPd
Penyunting TamuIPenelaah AhJi Dr. Agus Aris Munandar
Sekretaris Agus Wahyudin, MPd
TataUsaha Tety Kurman
Alamat Redaksi Jalan Pengadegan Tnnur Raya No.3
Telepon(021) 79181051, Faksimile (021) 79181048 E-mail: [email protected]
ISSN 1412-9183 Volume 8 Nomor 1, Maret 2009
Jendela
JURNAL fLHtAH LINaUA
DAFTARISI
Beberapa Kendala dalam Penetjemahan Novel Jepang Jargon Johana
Bahasa IkIa.n Politik Partai Demokrasi Indonesia Petjuangan (PDIP) pada Kampanye Pemilu Legislatif2009 Katubi
.J Produktivitas I-Sf Sebagai Penanda Jamak Nomina Regular Pada Teks "Brain Powered" dalam Reader's Digest EdisiMei2007 Neneng Sri Wahyuningsih
Implementasi e-Learning dalam Pengajaran Pemahaman Membaca setyowati
Pedoman Penulisan Jumal Dmiah LINGUA
1
1-17
18-37
38-54
55-79
Menetjemahkan adalah mengalihbahasakan suatu bahasa ke bahasa lain. Ketika menetjemahkan, ada beberapa kendala yang pasti akan dihadapi, baik
. teknik maupun nonteknis. Hal ini dapat tetjadi karena perbedaan geografis dan karakteristik antardua bahasa yang digunakan, seperti struktur kalimat, onomatope dan mimesis, serta adat atau kebiasaan. Untuk menghadapi kendala-kendala dalam penetjemahan diperlukan sejumlah cara. Seperti apakah itu? Silakan Anda baca dalam tulisan pertama, "Beberapa Kendala dalam Penetjemahan Novel Jepang".
Berbagai cara bahasa digunakan, tidak saja untuk penetjemahan seperti di atas, tetapi bisa juga untuk iklan, tidak terkecuali untuk politik. Melalui bahasa politik sebuah partai dapat memperkuat atau memperlemah kekuasaan. PDIP sebagai partai oposisi mencoba menggunakan bahasa iklan sebagai perlawanan atas kesuksesan yang selalu diekspos oleh pihak pemerintah. Bahasa iklan apa saja yang dilakukan oleh PDIP saat kampanye 2009? Sehmgkapnya dapat dibaca dalam tulisan kedua ini:
Penggunaan bahasa juga dapat dilihat berdasarkan pembentukannya, seperti halnya tulisan ketiga berikut. Produktivitas -s sebagai penanda jamak nomina regular temyata banyak muncul padat teks, misalnya "Brain Powered" dalam Reders Digest edisi Mei 2007 yang lalu. Seberapa banyak produktivitas -s dalam teks tersebut? Kita amati secara saksama hasil penelitian sekaligus tulisan ketiga ini.
Supaya pembelajaran bahasa diperoleh maksimal, diperlukan berbagai cara untuk mencapainya. Salah satu cara itu adalah penerapan e-learning dalam pengajaran pemahaman membaca mata pelajaran Bahasa Inggris. Dalam penelitian ini didapatkan simpulan bahwa kelas yang diberi perlakuan dengan menggunakan metode e-Iearning lebih responsive jika dibandingkan dengan kelas yang tidak diberi perlakuan metode tersebut. Telaah studi eksperimen ini sangat menarik sebagai altematif pembelajaran bahasa Inggris. Agar Iebih jelas, kita simak Volume 8, N omor 1, Maret 2009.
lendela
Jakarta, 09 Maret 2009 Redaksi
BEBERAP A KENDALA DALAM PENERJEMAHAN NOVEL JEP ANG
Jonjon Johana, M. Ed:
Abstrak Secara umum, penerjemahan adalah mengalihbahasakan suatu bahasa ke dalam bahasa
lain, sedangkan secara khusus, penerjemahan dapat dilakukan dengan mengambil intisari makna yang tersirat di dalam suatu ujaran atau pemyataan. Artinya, menarik simpulan dari ujaran atau pemyataan dengan cara mengubahnya dengan kata-kata yang lebih sederhana dan jelas agar mudah dipahami. Ketika menerjemahkan, pasti kita akan dihadapkan pada berbagai kendala, baik masalah teknis maupun nonteknis, yang disebabkan oleh perbedaan geografis dan perbedaan karakteristik antardua bahasa, seperti perbedaan struktur kalimat, huruf, sifat dialek, onomatope dan mimesis, serta adat istiadat dan kebiasaan yang melatari bahasa masing-masing. Meskipun terdapat banyak macam kendala yang harus dihadapi, apabila penerjemah berusaha dan berupaya untuk memecahkan kendala-kendala tersebut, penerjemahan novel atau cerpen Jepang ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan.
Kata kunci: penerjemahan, kendala teknis, kendala nonteknis
Abstract In general, translation is transferring the meaning from one language to another
language, whereas specifically translation is done by retrieving the implied meaning of utterances or statements by making a synthesis on the utterances or statements into simplified words to make it easier for target readers to understand. There are technical and non technical problems in translation due to geographical and language differences, such as syntactic, graphological, dialectical, and cultural differences. However, translating Japanese short stories or novels is feasibly done if translator manages to overcome such problems.
Key words: translating, technical problems, non technical problems
1. Pendahuluan
Secara umum, peneIjemahan adalah mengalihbahasakan suatu bahasa
ke dalam bahasa lain, misalnya mengalihbahasakan bahasa Inggris ke dalam
bahasa Indonesia atau sebaliknya. Secara khusus, peneIjemahan dapat
dilakukan dengan mengambil inti sari makna yang tersirat di dalam suatu ujaran
atau pemyataan. PeneIjemahan dalam arti yang kedua adalah menarik simpulan
• Dosen tetap di Jurusan Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Padjadjaran, Bandung sekaligus sebagai penerjemah.
Beberapa KendaIa daIam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Jobana) 1
dari ujaran atau pemyataan dengan cara mengubahnya dengan kata-kata yang
lebih sederhana dan jelas agar mudah dipahami.
Pada saat menerjemahkan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia atau
sebaliknya, pasti kita akan dihadapkan pada berbagai macam kendahi.
Kendala-kendala tersebut dapat muncul diakibatkan oleh letak geografis
negara, budaya (yang di dalamnya termasuk adat istiadat dan kebiasaan) dari
pemakai bahasa tersebut, dan unsur-unsur di dalam bahasa itu sendiri, seperti
tata bentuk, tata kalimat, huruf, dan sebagainya.
Ada orang yang mengatakan ·bahwa menerjemahkan adalah suatu
pekerjaan yang sulit juga sekaligus menyenangkan. Penulis sependapat dengan
pemyataan tersebut. Sulitnya, apabila menemukan suatu kata, ungkapan, atau
sesuatu yang dilatarbelakangi oleh adat istiadat dan kebiasaan yang belum
pemah dilihat atau didengar, kita akan terus-menerus mencarinya dengan
membuka-buka kamus atau bertanya pada orang yang mungkin tahu makna
kata, ungkapan, dan kebiasaan tersebut. Kadang-kadang untuk menemukan
makna dari kata atau ungkapan tersebut dapat menghabiskan waktu berhari-
hari. Menyenangkannya apabila sudah ditemukan jalan pemecahan untuk
kesulitan tersebut.
Tulisan ini akan mengungkap berbagai macam kendala atau kesulitan
yang dialami pada saat menerjemahkan novel-novel Jepang ke dalam bahasa
Indonesia. Kendala-kendala yang dihadapi pada saat menerjemahkan novel-
novel tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
2. Kendala-kendala yang Dihadapi pada Saat Menerjemahkan Novel
Jepang
Berikut ini adalah paparan mengenai contoh kendala yang dihadapi
ketika menerjemahkan novel Jepang. Munculnya kendala tersebut diakibatkan
2 LfNl;UA Vol. 8 No.1, Mat:et 1-17
oleh letak geografis Jepang, unsur-unsur di dalam bahasa itu sendiri,
onomatope dan mimesis, dialek, permainan kata-kata, permainan hurnf, serta
adanya perbedaan budaya antara J epang dan Indonesia.
2.1 Kendala yang Diakibatkan oleh Letak Geografis antara Indonesia dan
Jepang
Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa Jepang merupakan negara
yang terletak di daerah subtropis, sedangkan Indonesia berada di daerah tropis,
di bawah garis khatulistiwa. Dengan demikian, tentunya kedua negara tersebut
terdapat jenis binatang dan tumbuhan yang berbeda pula. Jika dalam teks
bahasa J epang muncul kata pohon sakura atau bunga sakura, hal ini dapat
diterjemahkan apa adanya karena kata sakura sudah merupakan suatu yang
umum yang sudah dikenal oleh dunia. Sebagai contoh kasus, dalam
penerjemahan Kaze No Matasaburo muncul kata keyald, maka untuk
menerjemahkan kata ini kita harns mencari dulu padanannya di dalam kamus
bahasa Jepang-Inggris, kemudian kita harns mencari padanannya dalam
bahasa Indonesia melalui kamus bahasa Inggris-Indonesia. N amun, di dalam
kamus bahasa Inggris-Indonesia, kebanyakan sebagai padanan kata-kata
. tersebut hanya tertulis 'sejenis pohon besar'. Akan terasa aneh sekali apabila
untuk padanan kata tersebut ditulis 'sejenis pohon besar'. Apabila terjadi kasus
seperti ini, tidak ada cara lain selain memasukkan kata-kata tersebut apa
adanya atau memasukkan bahasa Inggrisnya.
Dalam hal nama binatang pun, dengan terpaksa kita harns menerapkan
cara yang sama dengan yang diterapkan untuk nama tumbuh-tumbuhan.
Untung saja, pada saat menerjemahkan Noruwei No Mori, binatang-binatang
yang muncul dalam novel tersebut terdapat pula di Indonesia. Dengan
demikian, pada waktu meneIjemahkannya tidak terdapat kesulitan. Namun,
Beberapa Kendala dalam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Jobana) 3
kita akan merasa kesulitan apabila muncul nama binatang yang sebenarnya di
Indonesia juga ada, tetapi tidak ada kata yang tepat sebagai padanannya,
misalnya binatang kecil yang bergerak-gerak maju-mundur dengan sangat gesit
di atas permukaan air sungai yang disebut mizusumashi. Untuk binatang iru,
tidak dapat ditemukan padanannya di dalam bahasa Indonesia. Jika muncul
kasus seperti ini, terpaksa diterapkan cara penerjemahan yang sarna seperti di
atas, dengan memberikan catatan kaki, atau sebagai altematif dalam rangka
pengayaan kosakata bahasa Indonesia, mungkin saja kita dapat
memadankannya dengan bahasa daerah tertentu.
2.2 Onomatope dan Mimesis
Struktur kalimat bahasa Jepang berbeda dengan struktur bahasa
Indonesia. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa kalimat bahasa Indonesia
berstruktur S - P - 0, sedangkan kalimat bahasa J epang berstruktur S - 0 - p
dengan dilekati berbagai partikel. Untuk soal struktur kalimat ini, jika sudah
menguasainya, kita tidak akan menemui permasalahan dalam
menerjemahkannya.
Banyak orang yang mengatakan bahwa salah satu karakteristik bahasa
Jepang adalah adanya onomatope dan mimesis. Dalam bahasa Jepang, kata-
kata yang termasuk ke dalam jenis onomatope dan mimesis ini jumlahnya
sangat banyak, dan kata-kata ini dapat dikatakan muncul hampir dalam semua
novel Jepang. Tentu saja di dalam komik kata-kata jenis ini akan muncul jauh
lebih banyak lagi.
Untuk kata-kata dari jenis onomatope, tidaklah terlalu sulit untuk
menerjemahkannya. Kita dapat berupaya untuk mencari padanannya dengan
gaya penerjemahan kita sendiri. Sebagai contoh akan dimunculkan kalimat
4 LINGUA Vol.8 No.1, Maret 1-17
yang mengandung jenis kata-kata dimaksud dari novel Noruwei No Mori karya
Murakami Haruki.
(1) ;ak fj: L-lvc
t> jp t> t> fi0 ""(1;\""(,
r"Cfi' fi' c 1; \ 5 . Wareware wa hidoku shinto shita matsubayashi no naka 0 aruite ita. Michi no
ue ni wa natsu no owari ni shinda semi no shigai ga karakara ni kawaite
chirabatte ite, sore ga kutsu no shita de paripari to iu oto 0 tateta.
'Kami berjalan di dalam hutan pinus yang sunyi senyap. Di jalanan, bangkai
uir-uir (jangkrik), yang mati di akhir musim panas, berserakan sudah
mengering dan bangkai-bangkai itu mengeluarkan bunyi berkeretak di bawah
sepatu kami. '
Pada kalimat di atas terdapat onomatope paripari. Pari pari ini
menggambarkan bunyi peeahnya sesuatu yang sangat kering. Oleh sebab itu,
penulis menerjemahkan kata tersebut dengan kata 'berkeretak'. Akan tetapi,
"berkeretak" ini memberikan kesan kepada kita bahwa sesuatu itu sangat keras.
Dengan demikian, dapat saja kata tersebut diubah dengan kata "berkeresak"
jika kata ini dapat diterima. "Berkeresak" memberikan kesan bahwa sesuatu itu
. sifatnya kering dan ringan. Untuk kata-kata dari jenis onomatope ini dapat
dieari padanannya berdasarkan pada intuisi bahasa kita.
Berbeda dengan onomatope, untuk mimesis kita akan sangat kesulitan
untuk menemukan padanannya dalam bahasa Indonesia. Tentu saja ada juga
kata-kata dari jenis ini yang dapat kita padankan dengan kata-kata dalam
bahasa Indonesia meskipun padanan tersebut tidaklah pas betul. Di sini akan
dimuneulkan kembali eontoh kalimat sebelumnya.
Beberapa Kendala dalam Penerjernahan Novel Jepang (Jonjon Jobana) 5
(1) tlGk fi
t:dp G '\ -cftf( G Ii -':) -C v 'I -C,
Wareware wa hidoku shinto shita matsubayashi no naka 0 aruite ita. Michi no
ue ni wa natsu no owari ni shinda semi no shigai ga karakara ni kawaite
chirabatte ite, sore ga kutsu no shita de paripari to iu oto 0 tateta.
'Kami berjalan di dalam hutan pinus yang sunyi senyap. Di jalanan, bangkai
uir-uir Gangkrik), yang mati di akhir musim panas, berserakan sudah
mengering dan bangkai-bangkai itu mengeluarkan bunyi berkeretak di bawah
sepatu kami' .
Pada kalimat (1) terdapat kata shin yang merupakan mimesis yang
menggambarkan suasana yang amat sangat sunyi. Shin dapat dipadankan
dengan kata majemuk 'sunyi-senyap' meskipun tidakpas sekali. Selanjutnya,
kata karakarani di dalam kalimat yang kedua menggambarkan suatu kondisi
benda, dalam hal ini uir-uir, dalam keadaan kering sekering-keringnya tidak
mengandung kadar air lagi. Dalam terjemahannya, kata ini tidak ada
padanannya.
Sebagai contoh lain, jika muncul mImeSIS yang menggambarkan
suasana tersenyum, seperti nikkori, nikkot, niyaniya, dan nitanita, penerjemah
akan kebingungan. Semua mimesis di atas masing-masing menggambarkan
suasana senyum yang berbeda. Selain itu, apabila muncul pula mimesis yang
menggambarkan kondisi berjalan seseorang seperti burabura, furafura,
nosonoso atau nosorinosori, tekuteku, tobotobo, yoboyobo, dan yochiyochi,
penerjemah akan sangat kebingungan. Meskipun ada juga beberapa kata yang
dapat diberi padanannya dalam bahasa Indonesia, kebanyakan dari mimesis ini
sulit sekali untuk diterjemahkan. Apabila setelah berusaha juga tidak
6 UNallAVoI.8No.l, Mare): 1-17
mendapatkan padanannya, tindakan yang dapat diambil oleh penerjemah
hanyalah angkat tangan.
Sebagai tambahan, temyata kesulitan untuk menerjemahkan onomatope
dan mimesis ini tidak dihadapi oleh penerjemah dari Indonesia saja.
Penerjemah yang menggunakan bahasa Cina juga menghadapi permasalahan
, yang sarna. Misalnya untuk menerjemahkan onomatope gushatt (bunyi retak
atau patahnya benda keras yang mengandung kadar air), penerjemah dari
Malaysia yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Kanton memadankannya
dengan kata garatt, sedangkan penerjemah dari Taiwan menerjemahkannya
menjadi kata gatsutt. Waktu menerjemahkan kata ini, penulis memadankannya
dengan kata 'berderak' meskipun kata ini kurang tepat. Namun, pada saat itu,
penulis tidak dapat menemukan kata yang lebih tepat daripada kata ini.
2.3 Dialek
Di dalam novel Jepang tidak jarang muneul dialek dari suatu daerah
tertentu. Walaupun demikian, bagi orang Jepang sendiri dialek tersebut bukan
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipahamai karena hanya berbeda sedikit
dengan bahasa standar. Pada waktu meneIjemahkan dialek yang terdapat dalam
novel-novel tersebut ke dalam bahasa Indonesia, kita tidak mungkin
menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah tertentu yang ada di Indonesia
karena antara dialek bahasa Jepang dan bahasa daerah di Indonesia sifatnya
sangat berbeda. Apabila kita menghadapi masalah seperti ini, tidak ada eara
lain selain menerjemahkannya dengan bahasa Indonesia standar. Sebagai
eontoh dapat dilihat dialek yang muneul di dalam eerpen Kaze no Matasaburo
karya Miyazawa Kenji yang berbunyi seperti berikut.
(2a)
"Nashite naidera, una kamotanoga?"
Beberapa Kendala dalam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Johana) 7
"'Kenapa kamu menangis? Apa kamu menjahilinya?'"
"Dogo adari dabe?"
"'Di sekitar mana yaT"
Dialek yang digunakan Miyazawa Kenji dalam cerpennya ini adalah
dialek Nambu. Jika diubah menjadi bahasa standar, dialek tersebut akan
menjadi seperti berikut.
(2b) r l::5
"Doushite naiteru no, ldmi ga karakatta no ka?,'
"'Kenapa kamu menangis? Apa kamu menjahilinya?'"
(3b) r l:: =- '&J f:. VJ f=' 0 5 PJ "Doko atari darou ne?"
'''Di sekitar mana yam
Dari kedua kalimat tersebut dapat dilihat bahwa antara dialek Nambu dan
bahasa standar tidak terdapat perbedaan yang sangat mencolok. Kata-kata yang
muncul di dalam kalimat yang berupa dialek tersebut dapat dipahami oleh
seluruh orang Jepang. Dalam penerjemahannya, kedua kalimat tersebut
menjadi bahasa standar bahasa Indonesia.
Contoh lain yang berkaitan dengan dialek ini akan dimunculkati
penggalan dialog di dalam novel Bocchan karya Natsume Soseki, yang muncul
di antara tokoh utama Bocchan dan nenek tempat Botchan koso
(4) r VJ Q t L-J
8
"Sensei wa gekkyuu ga oagariru no ka namoshi."
'''Apakah gaji bulanan Pak guru akan naik?'"
"Agete yarutte iu kara, kotowarou to omoun desu."
UN4UA Vol.8 No.1, Mar«t 1-17
'''Ya katanya akan dinaikkan, tetapi saya akan menolaknya.'"
r Iv Q 0) t L- J
"Nande, okotowariru no zo namoshi?"
"'Mengapa menolaknya?'"
Partikel akhir kalimat namoshi yang digunakan oleh nenek pemilik kos
dalarn kalimat di atas merupakan partikel akhir kalimat di dalarn dialek
Kyushu. Partikel akhir kalimat seperti itu fungsinya sarna dengan kata fatis,
seperti deh, dong, loh, dan sih dalarn bahasa Indonesia. Selain itu, memang di
dalarn dialek Kyushu, verba yang digunakari agak sedikit berbeda dengan
bahasa Jepang standar. Walaupun demikian, tidaklah sulit untuk membedakan
dan maknanya pun tetap sarna. Dari contoh di atas dapat dilihat, untuk verba
agaru 'naik' dalarn bahasa standar, dalarn dialek Kyushu menjadi agariru, dan
untuk kotowaru 'menolak' menjadi kotowariru.
Dengan demikian, jika muncul dialek dalarn novel bahasa Jepang, tidak
adacara lain, kita hams meneIjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia standar
karena apabila kita teIjemahkan ke dalarn satu bahasa daerah yang ada di
Indonesia, mungkin itu hanya akan dapat dipaharni oleh pengguna bahasa
daerah itu.
2.4 Permainan Kata-kata
Pengarang-pengarang novel Jepang cukup banyak yang memasukkan
permainan kata-kata ke dalarn karyanya. Pengarang yang sangat piawai dalarn
permainan kata-kata ini di antaranya adalah Inoue Hisashi (sayangnya penulis
belum mendapat kesempatan untuk menerjemahkan salah satu karyanya). Pada
novel Bocchan yang sudah muncul di atas pun terdapat pula permainan kata-
kata. Dalarn kesempatan ini, akan penulis berikan contoh permainan kata-kata
yang muncul dalarn novel Bocchan tersebut.
Beberapa Kendala dalam Penerjemaban Novel Jepang (Jonjon Johana) 9
(5) --1T d t/-\y?-'tlRJctlvt;:o
-C tt t tc.tt Ivt;:o f33 J: IJ 5 t Iv C ttl; '\
J rttt t
c "Beraboume, inago mo batta mo onaji mon da. Daiichi sensei 0
tsuramaete namoshi ta nanda. Nameshi wa dengaku no told yori hoka ni kuu
monjanai"to abekobe ni yarikomete yattara "Namoshi to nameshi to wa
chigau zo na, moshi, " to itta.
(6) P V7 O):)(¥tr ... C\ *0) tt 0 *
50 Goruld ga Roshia no bungakusha de, Maruld ga Shiba no shashinshi
de, kome no naruld ga inochi no oya darou.
Pada kalimat dialog (5) Soseki mempennainkan kata namoshi yang
merupakan dialek Kyushu yang berfungsi sebagai kata fatis,. seperti yang
sudah diuraikan sebelumnya, dengan kata nameshi yang berarti 'nasi dicampur
sayur mentah'. Jika kalimat ini diterjemahkan apa adanya sesuai yang tertulis
di dalam bahasa Jepang, humor atau canda yang ingin disampaikan oleh
pengarang tidak akan tersampaikan. Untuk itu, dalam menerjemahkan kalimat
(5) di atas, penulis menerjemahkannya sebagai berikut.
"'Tolol kamu. Belalang juga walang juga, sama saja. Lagi pula, mana ada
murid ngomong hei-loh pada gurunya? Hello itu digunakan hanya pada waktu
menelepon, tahu ", kataku dengan seenaknya. "Hei, hei-Ioh dengan hello itu
berbeda, loh, " katanya.'
Jika pada nameshi wa dengaku no told yori hokani kuumon janai
diterjemahkan apa adanya, kalimatnya akan menjadi 'nasi cam pur sayur itu
hanya dimakan pada saat selamatan tanam padi', unsur humor yang ingin
10 LfNC;UA Vol.8 No.1, Maret 1-17
. . disampaikan oleh pengarang tidak akan tersampaikan, juga menjadi tidak akan
ada kaitannya dengan kalimat sebelum dan sesudahnya.
Pada kalimat (6), Soseki memunculkan kata-kata bersajak yang
berakhiran bunyi /d. Apabila diterjemahkan sesuai naskah aslinya, kalimatnya
akan berbunyi
. 'Sastrawan Rusia, Gorki; tukang potret pertama di Shiba, Jepang, Maruki; dan
pohon yang berbuah padi adalah orang tua.'
Naskah asli yang bersajak dari Soseki ini, apabila diterjemahkan seperti
di atas menjadi tidak bersajak lagi. Agar kal.i.mat tersebut menjadi bersajak
dalam bahasa Indonesia, frasa kome no naru /d yang berarti 'pohon yang
berbuah padi', dapat diubah menjadi 'pencari rizki' atau 'pemberi rizki'.
Dengan demikian, kalimat tersebut di dalam terjemahan bahasa Indonesia
menjadi 'Sastrawan Rusia, Gorki, tukang potret pertama di Shiba, Jepang,
Maruki, dan orang tua adalah pencari rizki'
Untuk kalimat-kalimat yang mengandung permainan kata-kata seperti
InI, sedikit banyak kita hams melakukan upaya agar apa yang ingin
disampaikan pengarang tersampaikan tanpa mengurangi orisinalitas dari isi
cerita. Tentu saja dalam menerjemahkan permainan kata-kata seperti ini
. sedapat mungkin kita upayakan agar tidak terlalu menyimpang dari teks asIi.
Namun, apabila tidak ada cara lain lagi yang dapat diambil, terpaksa kita
mengambil cara penerjemahan bebas agar kita dapat menyampaikan unsur
humor yang ingin disampaikan oleh pengarang.
2.5 Permainan Buruf
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa bahasa J epang pada
umumnya menggunakan tiga jenis huruf, yaitu huruf hiragana, katakana, dan
kanji. Keharmonisan bahasa Jepang akan muncul jika ditulis dengan ketiga
Beberapa Kendala dalam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Jobana) 11
jenis huruf tersebut. Apabila membaca tulisan yang hurufuya semua ditulis
dengan hiragana atau katakana saja, kadang-kadang kita akan merasa
kebingungan karena seolah-olah huruf itu bersambung-sambung. Akan tetapi,
apabila huruf dari tulisan tersebut merupakan gabungan dari ketiga jenis hurut
tadi, kita akan merasa mudah untuk membacanya.
Pada masa lampau, dalam bahasa Jepang terdapat pula huruf yang
disebut dengan man 'yogana. Man 'yogana adalah huruf yang digunakan
sebelum adanya huruf hiragana dan katakana. Huruf ini disebut huruf
man 'yogana karena dipakai dalam buku· kumpulan sajak atau lagu-Iagu yang
dibuat oleh golongan bangsawan dan ningrat pada akhir zaman Nara (tahun
780-an) yang disebut man 'yoshu. Huruf ini meminjam bunyi kanji untuk
mengungkapkan kata-kata di dalam bahasa Jepang, misalnya untuk
mengungkapkan kata haru 'musim semi'. Kalau sekarang, jika ditulis dengan
kanji, akan terdiri dari satu kanji yaitu 3f¥:, sedangkan apabila ditulis dengan
hiragana, akan menjadi dua huruf, yaitu O. Akan tetapi, jika ditulis dengan
man 'yogana, huruf itu akan menjadi Huruf ini sama sekali tidak ada
kaitannya dengan makna huruf kanji pembentuknya, hanya meminjam
bunyinya.
Tiga tahun yang laIu, tepatnya Maret 2006, penulis diberi kesempatan
untuk menghadiri simposium penerjemah karya Murakami Haruki di Jepang.
Simposium ini diprakarsai oleh The Japan Foundation bekerjasama dengan
koran Jepang, Y omiuri Shimbun. Berpuluh-puluh penerjemah dari seluruh
dunia diundang untuk mengikuti simposium ini. Kira-kira sebulan atau dua
bulan sebelum berangkat ke Jepang, para penerjemah ini diberi PR oleh panitia
pelaksana untuk menerjemahkan cerpen karya Murakami Haruki. Cerpen yang
dikirim oleh panitia ada dua buah dan penerjemah diberi kebebasan untuk
12 LfNQllAVol.8 No.1, Maret 1-17
memilih salah satu dari kedua cerpen terse but. Akan tetapi, karena cerpennya
pendek-pendek, kebanyakan para penerjemah menerjemahkan kedua-duanya.
Di dalarn salah satu dari cerpen, yaitu Y oru No Kumozaru, terdapat
kata-kata yang sarna dengan arti yang sarna pula, tetapi menggunakan huruf
yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya akan penulis munculkan kata-kata
.. yang merupakan dialog antara tokoh utarna dan tokoh monyet laba-Iaba dalarn
cerpen tersebut di bawah ini.
(7) r J
"Yaya, kimi wa dare da?"to watashi wa tazuneta.
r , ? J < t 0 § 0 teo "Yaya, kimi wa dare da?"to kumozaru wa Uta. .
0teo "Mane a surun janai"to watashi wa Uta.
"Mane a surun janai"to kumozaru wa Uta.
r--y* '7 J L '"( § o teo "Mane a surun janai"to watashi mo mane a shUe Uta.
0teo "Mane a surunjanai"to kumozaru mo katakana de mane a shite Uta.
"Yose yo na" to watashi wa Uta.
"Yose yo na" to kumozaru wa Uta.
Beberapa Kendala dalam Penerjemaban Novel Jepang (Jonjon Jobana) 13
"Chigau ZO, ima no wa hirakana de Wan da"
rJ§; 5 /C, 0klvt-cj "Chigau ZO, ima no wa hirakana de Wan da"
r*;O'\J§;0 --C .'5 ttv \;O)j
"Ji ga chigatteru janai ka"
"Ji ga chigatterujanai ka"
Jika melihat yang tertulis dengan huruf latin, semuanya akan terlihat
sarna, hanya merupakan pengulangan-pengulangan kata yang berbunyi sarna.
Narnun, apabila melihat teks bahasa Jepangnya, di situ terdapat perbedaan
huruf-huruf yang digunakan, ada hiragana, katakana, man 'yogana dan kanji.
Apabila hams menerjemahkan naskah bahasa Jepang yang menggunakan huruf
yang berbeda-beda dengan arti sarna, kita dituntut untuk dapat mengungkapkan
perbedaan tersebut dengan cara memodifikasi huruf latin yang biasa
digunakan. Sebagai salah satu cara untuk menerjemahkan naskah di atas adalah
dengan cara menerjemahkan kata-kata yang ditulis dengan huruf berbeda
tersebut dengan huruf latin yang berbeda pula, misalnya dengan huruf besar
dan huruf miring. Mungkin hanya cara inilah yang dapat digunakan unttik
memunculkan perbedaan tersebut. Dengan demikian, penggalan cerpen di atas
dapat diterjemahkan sebagai berikut.
"'Hei, siapa karnu?" tanyaku.'
'''Hei, siapa karnu?" kata monyet laba-laba.'
"'Jangan meniru!" kataku.'
"'Jangan meniru!" kata monyet laba-laba.'
"'JANGAN MENIRU!" kataku meniru.'
14 LlNl;IIAVo1.8 No.1, 1-17
"'JANGAN MENIRU!" kata monyet laba-laba meniruku dengan
menggunakan huruf besar.'
'''Sudahlah ya!" kataku'
"'SUDAHLAH Y A!" kata monyet laba-Iaba.'
'''Salah loh! Barusan kukatakan dengan hurufkecil.'"
. '''Salah loh! Barusan kukatakan dengan HURUF kecil.'"
'''Hurufnya salah loh!'"
'''HURUFNY A salah loh!'"
2.6 Perbedaan Budaya
Uraian di atas merupakan kendala-kendala teknis atau kendala yang
muneul akibat perbedaan letak geografis serta perbedaan bahasa itu sendiri,
yang penulis alami pada saat menerjemahkan novel-novel dan eerpen Jepang.
Di lain pihak, terdapat pula kendala yang diakibatkan oleh perbedaan adat
istiadat dan kebiasaan antara orang Jepang dan Indonesia. Dengan adanya
perbedaan adat istiadat dan kebiasaan tersebut, eara berpikir dan eara
memandang sesuatu pun sedikit-banyak akan berbeda pula.
Di dalam novel Noruwei No Mori, eukup banyak terdapat adegan-
adegan yang menggambarkan hubungan intim antara tokoh utama (Watanabe)
dan tokoh-tokoh perempuan yang muneul di dalamnya, misalnya adegan
hubungan intim antara Watanabe dan N aoko pada saat N aoko menyambut hari
ulang tahunnya yang ke-20. Adegan tersebut digambarkan seeara bebas terbuka
atau sedikit vulgar. Pada saat menghadapi kasus seperti ini, awalnya penulis
meneoba untuk tidak menerjemahkan adegan tersebut seeara apa adanya, tetapi
hanya menyiratkan bahwa adegan tersebut ada. Namun, ketika penulis
menerjemahkan bagian akhir novel ini, temyata adegan ini merupakan bagian
Beberapa Kendala dalam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Jobana) 15
penting yang sangat berkaitan erat dengan isi keseluruhan cerita. Oleh karena
itu, dengan sedikit terpaksa penulis menerjemahkannya secara apa adanya.
3. Simpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada saat
menerjemahkan novel/cerpen Jepang, penerjemah akan dihadapkan pada
berbagai macam kendala, baik kendala teknis maupun nonteknis, yang
disebabkan oleh
1. perbedaan geografis antara kedua negara;
2. perbedaan karakteristik kedua bahasa/negara, seperti perbedaan struktur
kalimat, hurnf, sifat dialek, serta adanya onomatope dan mimesis;
3. perbedaan adat istiadat dan kebiasaan kedua bangsa yang melatari bahasa
masmg-masmg.
Selain macam kendala seperti yang disebutkan di atas, sebenarnya masih
cukup banyak kendala yang akan kita hadapi pada saat menerjemahkan novel-
novel Jepang tersebut, misalnya yang berkaitan dengan gaya bahasa, serta kata-
kata atau istilah-istilah yang muncul pada zaman atau masa pada saat novel
tersebut ditulis. Meskipun banyak kendala yang hams dihadapi, apabila
penerjemah berusaha dan berupaya untuk memecahkan kendala-kendala
tersebut, penerjemahan novel atau cerpen Jepang ini bukanlah sesuatu yang
tidak mungkin dilakukan.
Daftar Pustaka
Inoue, Hisashi. Shikaban Nihongo Bunpou. Tokyo: Shinchousha, 1981.
Matsumura, Akira. 1989. Daijirin. Tokyo: Sanseido.
Murakami, Haruki. Noruwei No Mori. Tokyo: Koudansha, 2003.
16 UNC;UAVoL8No.l, 1-17
Murakami, Haruki. Yoru No Kumozaru. Tokyo: Shinchousha, 1998.
Natsume, Soseki. Bocchan. Tokyo: Kadokawa Shoten, 2003.
The Japan Foundation. A Wild Haruki Chase. Tokyo: Bungei Shunju.
UPT PSBJ. 1998. Ronbunshu. Bandung: Shanghai,2006.
Beberapa Kendala dalam Penerjemahan Novel Jepang (Jonjon Johana) 17
BAHASA IKLAN POLITIK PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDIP)
PADA KAMPANYE PEMILU LEGISLATIF 2009
Katubi
Dosen Pengajar Jurusan Bahasa Inggris Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA
Abstrak Bahasa iklan dalam kampanye politik merupakan bagian dari bahasa politik. Melalui
bahasa politik itulah sebuah partai dapat melegitimasi dan mendelegitimasi kekuasaan. Hasil kajian bahasa iklan politik PDIP pada masa kampanye pemiIu legislatif 2009 menunjukkan konsistensinya sebagai partai oposisi. Bahasa politik dalam iklan PDIP dapat dianggap sebagai bahasa perlawanan atas klaim keberhasilan pemerintahan SBY periode 2004-2009. Bahasa iklan PDIP mengekspresikan himpitan beban ekonomi "wong cilik" akibat kebijakan pemerintah SBY.
Kata Kunci: bahasa, iklan, polilik
Abstract Advertising language in a political campaign is part of political language. A party can
legitimize or de-legitimize power through the use of political language. A study on Indonesian Democratic Party of Struggle's (PDIP) political advertising language during the 2009 legislative election campaign has shown the party's consistency as an opposition party. Its political language in PDIP's ads can be considered as an opposed claim toward the SBY administration of 2004-2009. Its advertising language expresses the economical burdens faced by the "less fortunate people" resulted from the SBY administration policies.
Keywords: language, advertising, politic
Pendahuluan
Salah satu peristiwa politik penting pada 2009 adalah pemilihan umum
legislatif dan pemilihan presiden secara langsung. Sebelum dilaksanakan
pencoblosan, ada masa kampanye yang memungkinkan partai dan calon
legislatif memperkenalkan diri secara persuasif kepada masyarakat pemilih,
baik melalui kampanye terbuka, pemasangan baliho/spanduk, maupun melalui
iklan politik di media massa cetak dan elektronik, seperti radio dan televisi.
Iklan politik di televisi menjadi salah satu pilihan favorit partai politik untuk
18 LINGUA Yol8 Nol, Maret 18-37
memengaruhi pemilih karena kemampuannya menyedot perhatian masyarakat
dalam waktu singkat dan bersifat massal. Hal itu didukung oleh hasil jajak
pendapat Seputar Indonesia (SINDO) 4-6 Maret 2009, yaitu 57% responden
menyatakan bahwa sumber informasi pemilu bagi mereka adalah televisi.
Selain itu, menurut AGB Nielsen (Koran Tempo 24 Juni 2009), acara
,pemilihan umum di televisi menyedot perhatian khalayak dari acara televisi
jenis lain. Karena itu, ada komentar sinis dari masyarakat bahwa kesibukan
utama masyarakat Indonesia selama setengah tahun pada 2009 adalah
menonton iklan politik.
Pertarungan melalui bahasa iklan politik di televisi tidak terelakkan
karena politik pencitraan menghendaki terjadinya hal itu. Di antara berbagai
pertarungan iklan politik itu, sebenarnya pertarungan paling seru terjadi antara
Partai Demokrat dan PDI Perjuangan. Banyak pihak menuduh iklan politik PDI
Perjuangan dan Megawati Soekarno Putri sebagai upaya menyerang
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, menurut Arbi
Sanit (Kompas 22 November 2008), "pemasangan materi iklan yang
menunjukkan kelemahan pemerintah justru wajib dilakukan. Maksudnya, agar
pemerintah tahu letak ketidaksuksesannya. Kalau tidak, bisa lebih buruk
keadaannya karena pemerintah merasa selalu benar." Perseteruan PDI
Perjuangan dan Partai Demokrat itu bermula dari kekalahan Megawati atas
SBY pada pemilihan presiden untuk pertama kalinya di Indonesia pada 2004.
Tulisan ini hendak memaparkan hasil kajian bahasa iklan politik PDI
Perjuangan untuk mengungkap makna di balik iklan. Kajian ini menggunakan
analisis sintaktis-semantis dan analisis simbol-indeks. Ada sepuluh iklan yang
dikaji. Akan tetapi, karena keterbatasan ruang, hanya empat iklan yang
analisisnya dipaparkan secara rinci dalam tulisan ini. Tujuan kajian ini adalah
Bahasa Iklan Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pada Kampanye Pemilu Legislatif 2009 (Katubi)
19
menunjukkan posisi PDIP dalam kancah perpolitikan Indonesia melalui kajian
kebahasaan.
Analisis Bahasa Iklan: Aspek Sintaktik-Semantik
dan Simbol-Indeks
Pada bagian ini dipaparkan hasil analisis rinci tiap iklan, yang didahului
oleh paparan teks iklan itu sendiri. Tujuannya adalah memudahkan penunjukan
bagian yang diacu dalam analisis.
Teks Iklan PDI Perjuangan 1
20
(1) SUPER: Kemiskinan masih tiga puluh limajuta.
(2) Pemulung Sampah : Masih seperti ini, tambah susah.
(3) SUPER: Pengangguran masihjutaan.
(4) Pencari kerja : Cari kerja tambah susah.
(5) SUPER: Sembako masih tak terjangkau.
(6) Ibu Rumah Tangga : Sembako tambah mahal.
(7) FVO : Ayo, kita lakukan perubahan!
(8) PDI Perjuangan satu-satunya partai yang berani kontrak politik
mengubah nasib rakyat dengan memperjuangkan sembako murah,
menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
(9) Rakyat : Jadi, jangan lupa contreng PDI Perjuangan nomor dua
delapan!
Ket. SUPER: Super Imposed
FVO: Female Voice
LlN4lJA Vol.8 No1, Maret 18-37
1. Analisis Sintaksis
(l) Kemiskinan (S) masih tiga puluh lima juta (P)
(2) Pengangguran (S) masih jutaan (P)
(3) Cari kerja (S) tambah susah (P)
(4) Sembako (S) masih tak terjangkau (P)
(5) Sembako (S) tambah mahal (P)
Seluruh subjek pada iklan ini diarahkan untuk menghadapi seluruh
predikat yang bermakna keadaan. Artinya, beban dan masalah yang
ditanggung bangsa Indonesia belum dapat diselesaikan dengan baik, malah
menjadi semakin buruk. Pemerintah belum berhasil memperbaiki taraf hidup
rakyat.
(6) Ayo, kita (S) lakukan (P) perubahan (0)
(7) PDI Perjuangan satu-satunya partai yang berani kontrak politik (S)
mengubah (P) nasib rakyat (0) "dengan" mempeduangkan sembako
murah, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat (K)
(8) Jadi, jangan lupa contreng (P) PDI Perjuangan nomor dua delapan! (0)
Dalam iklan ini, subjek difungsikan sebagai pelaku perbuatan, yakni
pelaku yang melakukan perubahan. Artinya, PDI Perjuangan akan tampil
sebagai pelaku dari perubahan tersebut demi nasib rakyat yang lebih baik. Kata
sambung relatif yang menandai penggunaan bentuk elaborasi. Bentuk tersebut
digunakan untuk memperinci dan menguraikan nomina "satu-satunya" partai
yang membuat kontrak politik, hanya PDIP, tidak ada yang lain. Kata
penghubung dengan digunakan untuk menerangkan cara terhadap predikat
mengubah dalam iklan ini, yakni isi dari "kontrak politik" itu sendiri:
memperjuangkan sembako murah, menciptakan lapangan kerja, dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan semua itu, rakyat
Bahasa Iklan Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pada Kampanye Pemilu Legisiatif2009 (Katubi)
21
harns tumt andil sebagai pelaku perbuatan pada pemilu nanti, yakni dengan
mencontreng PDI PeIjuangan nomor 28.
2. Analisis Semantik
a. Kosakata
(1) Kemiskinan "masih" tiga puluh lima juta.
(2) "Masih" seperti ini "tarnbah" susah.
(3) Pengangguran "masih" jutaan.
(4) Cari keIja "tarnbah" susah.
(5) Sembako "masih" tak terjangkau.
(6) Sembako "tarnbah" mahal.
(7) "Ayo", kita lakukan "perubahan".
(8) PDI PeIjuangan "satu-satunya" partai yang "berani" melakukan
"kontrak politik" mengubah nasib rakyat dengan mempeIjuangkan
"sembako murah", "menciptakan" lapangan keIja, dan meningkatkan
"kesej ahteraan rakyat".
(9) "Jadi", jangan lupa "contreng" PDI Perjuangan nomor dua delapan!
Pemakaian kata masih dalarn (1), (2), (3), dan (5) merupakan simbol
dari sebuah keadaan yang statis, sedang berlangsung, belum selesai, dan tidak
tarnpak adanya perubahan yang berarti. Perubahan yang dimaksud di sini
adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
klausa numeralia masih tiga puluh lima juta dan masih jutaan yang
menunjukkan bahwa jumlah tersebut masih begitu besar untuk kasus
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Dalarn hal ini, tarnpak
pengangkaan realitas dilakukan untuk menunjukkan kondisi yang sangat buruk.
Hal yang sarna juga teIjadi dalarn penggunaan metafora tak terjangkau yang
berarti bahwa harga sembako di Indonesia masih terlalu mahal untuk rakyat
22 LlN£;UA Vol.S Nol, Maret lS-37
keci!. Kondisi yang statis ini, bukannya berubah malah dinilai semakin parah
dengan digunakannya kata tambah pada (2), (4), dan (6).
Lewat penggunaan kata masih dan tambah 1m, PDIP ingin
menunjukkan bahwa pemerintahan SBY belum berhasil menanggulangi kasus
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Bahkan, mereka menilai situasi
, ekonomi di negara ini semakin buruk di bawah pemerintahan SBY. Dalam hal
"sembako murah" ini, tampak pula PDIP memosisikan diri lebih baik daripada
pemerintahan SBY berkenaan dengan kenaikan harga sembako yang jauh lebih
kecil pada saat pemerintahan Megawati dahulu sehingga seolah-olah PDIP
lebih berpengalaman dalam mempertahankan harga.
Sesungguhnya isu-isu yang diangkat di atas adalah isu-isu klasik yang
gaungnya lumrah didengar dalam setiap era pemerintahan. Hanya pada konteks
ini, ketiga isu tersebut sengaja diangkat untuk menegaskan kontrak politik yang
sedang digagas PDIP. Karena itu, PDIP mengajak rakyat Indonesia untuk
bersama-sama melakukan perubahan dengan penggunaan pronomina persona
pertama jamak kita yang menyugestikan perangkulan suara, sebuah
kebersamaan inklusif. Klausa lakukan perubahan menunjukkan adanya sebuah
tawaran solusi terhadap kondisi yang ada, dengan sebuah perbuatan, tindakan,
gerak, dan aksi nyata yang dipresentasikan oleh kata lakukan. Karenanya,
PDIP memperformakan ini dengan istilah kontrak politik.
Sebagai satu-satunya partai yang berani melakukan kontrak politik, kata
satu-satunya adalah reduplikasi supedatif yang menunjukkan bahwa partai ini
eksklusif dan berbeda dari partai yang lain karena telah berani mengambil
tindakan yang bertransaksi hukum dalam peIjanjian yang kuat. Kata berani ini
juga merupakan ironi bagi partai-partai lain yang dinilai lamban, lemah,
pengecut, dan setengah-setengah serta tidak: berani melakukan kontrak politik
seperti partai PDIP.
Bahasa Ik:lan Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pada Kampanye Pemilu Legislatif 2009 (Katubi)
23
Kontrak politik yang dimaksud dalam iklan ini berupa tawaran solusi
kebijakan terhadap tiga isu yang diusung, yakni (1) sembako murah, (2)
lapangan kerja, dan (3) kesejahteraan rakyat. Maksudnya, anggota legislatif
PDIP yang temyata gagal memperjuangkan ketiga isu tersebut akan dikenakan
sanksi dengan tidak diealonkan lagi pada pemilu 2014 mendatang. Hal ini
dilakukan dengan eatatan, Megawati Soekarnoputri berhasil diangkat kembali
menjadi Presiden RI dan anggota dewan yang memperoleh kursi DPR dari
partai itu meneapai 30% suara.
Hal ini menjadi eksklusif dan dipandang sebagai sebuah terobosan bam
karena selama ini belum ada partai politik yang dinilai berani mengumumkan
target-terget yang terukur dengan ketegasan sanksi seperti itu. Dengan
demikian, kontrak politik ini rupa-rupanya dimaksudkan sebagai uji publik
bagi solusi kebijakan. Hal ini dilakukan sebab sampai saat ini rakyat dinilai
belum mampu mengevaluasi kinerja para pemenang pemilu. Karenanya,
partailah yang hams berusaha memotori dan mengambil inisiatif akan hal itu.
Adapun wujud perubahan yang berbentuk kontrak politik terhadap tiga
isu tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
(1) memperjuangkan sembako murah
24
Kata memperjuangkan adalah kosakata yang merangkum eara untuk
meneapai salah satu perubahan yang diusung partai ini demi sebuah kondisi
yang lebih baik. Kata memperjuangkan mengandung arti mengupayakan
atau mengusahakan sesuatu dengan sekuat tenaga, dalam hal ini adalah
menurunkan harga sembako hingga tereapai oleh daya beli masyarakat
keeil. Walaupun demikian, janganlah tertipu. Pemakaian kata murah di sini
masih ambigu. Seeara harfiah, kata murah artinya lebih rendah dari harga
yang dianggap berlaku di pasaran, tetapi tetap saja parameter yang berlaku
di sini masih bersifat relatif terhadap daya beli berbagai lapisan masyarakat
UNGUA Vo1.8 Nol, Maret 18-37
di Indonesia. Tampak dalam iklan ini, kata murah dipergunakan sebagai
magic word yang diharapkan mampu "menyihir" pendengaran massa.
(2) menciptakan lapangan kerja
Kata menciptakan mengandung arti menjadikan sesuatu yang bam tanpa
sokongan bahan terlebih dahuiu, dalam hal ini adalah lapangan kerja.
Tentu saja pada realitasnya hal ini tidak mungkin terjadi sebab kesempatan
bekerja bagi masyarakat tidak tercipta begitu saja. Lagi pula, motif
ekonomi yang ada dalam hidup bermasyarakat telah menuntut adanya
sirkulasi pekerj aan dari waktu ke waktu, tanpa peduli partai mana yang
tengah memerintah. Artinya, setiap tahunnya di negara kita telah tersedia
jutaan kesempatan kerja. Hanya memang lapangan pekerjaan yang tersedia
tidak sebanding dengan laju pertumbuhan dan jumlah penduduk. N amun,
kata ini dinilai telah berhasil menyugestikan efek instan, bahwasanya
segala kesulitan dapat diselesaikan dengan mudah bersama PDIP.
(3) meningkatkan kesejahteraan rakyat
Kata meningkatkan mengandung arti menaikkan dan mempertinggi, dalam
hal ini adalah taraf kesejahteraan rakyat. Pertanyaannya, dengan parameter
apa kesejahteraan rakyat layak diukur? Kalaupun digunakan persentase
pertumbuhan ekonomi sebagai tolak ukur, tetap saja parameter ini masih
begitu umum. Menghitung parameter kesejahteraan sama sulitnya dengan
mengukur parameter kemiskinan yang acapkali menjadi bahan perdebatan.
Kalimat terakhir merupakan saran dan simpulan dari iklan ini yang
ditandai dengan kata jadi. Kalimat imperatif yang ditandai oleh penggunaan
frasa jangan lupa menyugestikan keyakinan terhadap masyarakat (rakyat)
untuk memilih partai ini berdasar alasan-alasan yang telah dibangun di atas.
Bahasa IkIan Politik Partai Demokrasi Indonesia Petjuangan (PDIP) Pada Kampanye Pemilu Legislatif 2009 (Katubi)
25
b. Simbol dan Indeks
1. Kemiskinan masih tiga puluh lima juta (1) adalah simbol dari peliknya
persoalan kemiskinan di Indonesia, yang juga menyimbolkan kineIja
pemerintah yang buruk dalam hal pemberantasan kemiskinan.
2. Masih seperti ini (2) adalah simbol dari tidak adanya perubahan
keadaan, hal ini menjadi indeksikal dari klausa tambah susah.
3. Pengangguran masih jutaan (3) adalah simbol dari ketidakcakapan
pemerintah dalam menciptakan lapangan keIja, menangani
permasalahan populasi penduduk, dan meningkatkan SDM manusia
Indonesia. Sementara itu, ungkapan cari kerja tambah susah (4) adalah
indeksikal dari hal-hal tersebut.
4. Sembako tambah mahal (6) adalah simbol dari akibat tindakan
pemerintah SBY -JK menaikkan harga BBM dalam rangka
menyesuaikan diri terhadap tarif minyak dunia pada saat itu.
5. Kemiskinan, pengangguran, dan sembako mahal adalah simbol dari
seluruh kegagalan pemerintahan SBYpada periode 2004-2009.
6. Ayo, kita lakukan perubahan (7) adalah indeks dari seluruh kegagalan
di atas.
Teks Iklan PDI Perjuangan 2
(1) PDI PeIjuangan "turun" ke "lapangan"
(2) "Berbaur" dengan rakyat, "mendengar" keluhan
(3) "Menyerap aspirasi" dan "memastikan" bahwa Bantuan Langsung Tunai
diterima oleh "yang berhak"
(4) A: Alhamdulillah, BLT telah saya terima
(5) B : PDI PeIjuangan "memang" partainya "wong cilik"
26 LfN4UA Vot8 No1, Maret 18-37
1. Analisis Sintaksis
(1) PDI Perjuangan (S) turun (P) ke lapangan (K)
(2) Berbaur (P) dengan rakyat (K), mendengar (Pl keluhan (0)
(3) Menyerap (P) aspirasi (0) dan memastikan (P) "bahwa" Bantuan
Langsung Tunai diterima oleh yang berhak (K)
(4) Alhamdulillah, BL T (S) telah saya terima (P)
(5) PDI Perjuangan (S) memang partainya wong cilik (P)
Subjek pada keseluruhan iklan ini tampak selalu berhadapan dengan
predikat yang menyatakan peran atau makna perbuatan seperti turun, berbaur,
mendengar, menyerap, dan memastikan. Perbuatan tersebut dilakukan
seluruhnya untuk rakyat (objek). Hasil perbuatan tersebut adalah
dihadapkannya subjek pada predikat yang bermakna pengenal, yang menjawab
"apa dan siapa" subjek ini (partainya wong cilik).
Kata penghubung bahwa digunakan untuk menguatkan isi atau uraian
kalimat yang berada di depannya, yakni penerimaan dana Bantuan Langsung
Tunai (BL T) akan terns dijaga dan diawasi distribusinya sehingga sampai
kepada mereka yang berhak.
2. Analisis Semantik
a. Kosakata
Pada masa-masa kampanye, partai politik berlomba-lomba merangkul
simpati rakyat. Simpati tersebut tidak mungkin diraih dengan adanya "jarak"
antara mereka dan rakyat. Karenanya, bahasa iklan yang dipakai pun tidak
urung turut merepresentasikan "kedekatan" tersebut, tidak terkecuali iklan ini.
Klausa turun ke lapangan pada kalimat (1) adalah personiflkasi dari konsep
"bergerak ke arah bawah" atau "bergerak ke tempat yang lebih rendah dari
tempat semula". Artinya, dalam hal ini pemerintah sebagai elite politik yang
Bahasa Iklan Politik Partai Oemokrasi Indonesia Perjuangan (pOIP) Pada Kampanye Pemilu Legislatif 2009 (Katubi)
27
menempati hierarki atas dalam lapisan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bemegara turun ke lapisan bawahnya (rakyat). Klausa turun ke lapangan
merupakan konotasi dari masuknya elite-elite polilik PDIP tersebut ke dalam
hi,dup masyarakatlmedan kehidupan yang sesungguhnya. Klausa tersebut
didukung oleh kata berbaur yang terdapat pada kalimat kedua, yang berarti
kader PDIP berusaha masuk ke dalam lingkungan pergaulan masyarakat untuk
menyelami kesulitan hidup masyarakat, menyesuaikan diri, dan berdifusi
dengan meniadakan sifat-sifat eksklusiftadi.
Tidak hanya itu. Pembauran yang dilakukan PDI Perjuangan memiliki
misi untuk mendengar keluhan, menyerap aspirasi rakyat, dan memastikan
bahwa BL T diterima oleh yang berhak. Mendengar keluhan merupakan
konotasi dari mengindahkan, memperhatikan (untuk kemudian dituruti dan
dilaksanakan) keluhan rakyat atas permasalahan-permasalahan hidupnya.
Menyerap aspirasi merupakan tindak lanjut dari mendengar keluhan, yakni
mengendapkan dalam diri, harapan, tujuan, cita-cita, hasrat, dan keinginan
rakyat atas keberhasilan hidup di masa yang akan datang (tentu saja untuk
kemudian hams diupayakan agar cita-cita tersebut dapat terwujud).
Kedua misi tersebut masih berupa tindakan moral. Di akhir kalimat
iklan ini akhimya disebutkan tindakan riiI yang dilakukan PDIP, yakni
memastikan bahwa BLT diterima oleh yang berhak. Artinya, menjaga
distribusi (menjanjikan ketegasan dengan sepenuh hati) penerimaan BLT
kepada mereka yang berhak (mereka yang memiliki hak, pemilikan, dan
pewenangan untuk menerima itu, dalam hal ini adalah masyarakat miskin) agar
tidak sampai kepada orang-orang yang salah, tidak berwenang, tidak
berkeperluan, dan serakah.
Sejak awal, tampak Megawati Soekamoputri merupakan salah satu
yang paling frontal mengkritik kebijakan BLT di samping Prabowo Subianto.
28 LINGUA VoU Nol, Maret 18-37
Mega menyebut program BL T hanya akan membuat rakyat menjadi malas dan
mendidik rakyat menjadi pengemis. Semestinya, menurut Mega, dana yang ada
tidak diberikan secara langsung kepada rakyat, tetapi disalurkan melalui
pembangunan yang dapat memberdayakan masyarakat secara
berkesinambungan. N amun, pada realitasnya rakyat yang miskin tentulah akan
. menyambut dengan "gembira" program BLT dan menganggap pemerintahan
SBY sangat pemurah karena membagi-bagikan uang. Terlepas dari transparan
tidaknya proses distribusi yang dilakukan, program ini menempatkan SBY
beserta Partai Demokratnya sebagai partai yang prorakyat di mata masyarakat.
Di lain pihak, masyarakat yang bersangkutan tidak memahami persoalan
program itu dengan sebenarnya.
Khawatir kebijakan bagi-bagi uang melalui BLT yang dilakukan
pemerintah SBY dapat mendongkrak citra partai Demokrat dan SBY dan
melemahkan suara partainya, PDIP akhimya berubah sikap terhadap program
BLT. Melalui iklannya, PDIP justru melancarkan klaim bahwa kesuksesan
pembagian BL T tak lepas dari kerja keras mereka dan (turnt) menyatakan
bahwa PDIP sebagai partai yang memiliki fraksi di DPR juga ikut terlibat
dalam memproses pembahasan dan pembentukan inisiatif BL T terse but.
Yang terjadi dalam iklan ini, tak lain adalah salah satu upaya PDIP
meraih simpati rakyat dengan menjadi polisi distribusi terhadap pembagian
BL T dengan dalih bahwa uang negara adalah uang rakyat sehingga hams
digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat serta hendaknya
kesulitan rakyat tidak dimanipulasi untuk kepentingan politik jangka pendek.
Semua yang diusung dalam iklan tersebut tentu saja untuk menyugestikan tidak
adanyajarak antara elite-elite politik partai (subjek) dengan rakyatnya (objek).
Berdasar apa yang telah dilakukan PDI Perjuangan di atas, kalimat (5)
merupakan simpulan yang membenarkan bahwa PDI Perjuangan berhak
Bahasa Iklan Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pada Kampanye Pemilu Legis\atif2009 (Katubi)
29
diklaim sebagai partai wong cilik (orang kecil/rakyat kecil). Hal itu ditunjukkan
dengan kata memang. Frasa idiomatis wong cilik terse but tidak berarti PDI
Perjuangan adalah partai kecil, melainkan sebuah konotasi untuk menyebut diri
s,ebagai partai yang mengerti kebutuhan dan hajat hidup rakyat kecil
(masyarakat ekonomi kalangan bawah). Penggunaan frasa wong cilik tak lain
adalah strategi PDIP (dan tentu saja partai lain) untuk membidik pasar suara
"masyarakat desa" sebagai jumlah pemilih terbesar karena kemiskinan terbesar
diderita oleh orang desa. Kata ini juga dipilih untuk mempersempit "jarak"
antara elite politik sebagai subjek pemerintahan dan rakyat sebagai objeknya
dalam rangka meraih sebanyak-banyaknya suara pada pemilu nanti.
b. Simbol dan Indeks
1. Turun ke Zapangan (1) adalah simbol dari pendekatan elite-elite parpol
terhadap rakyat.
2. Berbaur dengan rakyat (2) adalah simbol dari bersatunya elite partai
PDIP dengan masyarakat.
3. Wong cilik (5) adalah indeksikal dari sikap politik PDIP yang turun ke
lapangan, berbaur dengan rakyat, mendengar keluhan, dan menyerap
aspirasi rakyat.
Teks Iklan PDI Perjuangan 3
(1) A : "Masih bingung" pilih partai?
(2) B : Aku nggak mau "pilih itu lagi", ah!
Nanti "gagallagi".
(3) "Contreng" PDI Perjuangan Nomor 28
30 LlNI;lJAVo1.8 Nol, Maret 18-37
1. Analisis Sintaksis
(1) Masih bingung pilih (P) partai (O)?
(2) Aku (S) nggak mau pilih (P) itu (0) lagi, ah!
(3) Nanti gagallagi (P).
(4) Contreng (P) PDI Perjuangan Nomor 28 (0)
Pada kalimat (2), aktor ditampilkan sebagai pelaku dalam bentuk aktif
transitif, yang melakukan negasi terhadap predikat objeknya. Hal tersebut
dilakukan karena ketakutan subjek akan terjadinya peristiwa yang sama (gagal
lagi).
2. Analisis Semantik
a. Kosakata
Masih hingung adalah klausa sindiran (ironi) terhadap masyarakat yang
masih menimbang-nimbang calon partai pilihan mereka. Hal ini dilontarkan
dengan maksud, sudah tidak ada lagi alasan untuk "tidak" memilih PDIP pada
pemilu nanti.
Klausa negatif yang terdapat pada kalimat (2) merupakan sindiran yang
ditujukan untuk pemerintahan SBY. Secara tidak langsung PDI Perjuangan
mengimbau masyarakat agar tidak lagi memilih partai yang sama (maksudnya
Partai Demokrat dengan SBy) karena partai yang telah dipilih masyarakat pada
pemilu 2004 dianggap gagal melaksanakan program-program pemerintah. Hal
itu ditunjukkan dengan klausa gagallagi. Karenanya, simpulan dari kausalitas
di atas pilihlah/contreng PDI Perjuangan yang memosisikan diri sebagai agen
perubahan menuju keberhasilan.
Bahasa Iklan Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pada Kampanye Pemilu Legislatif 2009 (Katubi)
31
b. Simbol dan Indeks
1. Masih hingung pilih partai (1) adalah simbol dari krisis kepercayaan
rakyat terhadap pemerintah serta buruknya sistem demokrasi di
negara kita.
2. Nggak mau pilih itu lagi (2) adalah simbol dari ketidakpuasan dan
kekecewaan rakyat terhadap kinerja pemerintahan SBY -JK.
3. Nanti gagallagi (2) adalah simbol dari boikot rakyat terhadap kinerja
yang buruk tersebut sekaligus merupakan indeksikal dari nggak mau
pilih itu lagi. Pemerintahan SBY dianggap gagal memenuhi janji-
janjinya.
4. Contreng PDIP nomor 28 (3) adalah indeksikal dari hal-hal di atas.
Teks Iklan PDI Perjuangan 4
(1) Megawati Soekarno Putri "kembali"
(2) "Membawa kontrak politik" untuk perubahan
(3) Perjuangkan "sembako murah"
(4) "Ciptakanjutaan" lapangan kerja
(5) Tingkatkan kesejahteraan rakyat
(6) Mari "berjuang bersama" PDI Perjuangan
1. Analisis Sintaksis
32
(1) Megawati Soekarno Putri (S) kembali (P).
(2) Membawa (P) kontrak politik (0) untuk perubahan (K).
(3) Perjuangkan (P) sembako murah (0).
(4) Ciptakan (P) jutaan lapangan kerja (0).
(5) Tingkatkan (P) keseiahteraan rakyat (0).
(6) Mari berjuang bersama (P) PDI Perjuangan (0).
LINGUA Vol.S Nol, Maret 18-37
Aktor pada iklan ini selalu berhadapan dengan predikat yang bennakna
perbuatan seperti kemba/i, membawa, perjuangkan, ciptakan, dan
tingkatkan terhadap objek-objek yang menduduki peran sebagai hasil.
pada teks iklan ini bahwa perbuatan akan dilakukan sebanyak-
banyaknya demi hasil-hasil yang diharapkan.
2. Analisis Semantik
a. Kosakata
Kata kembali pada kalimat (1) menunjukkan adanya sebuah penawaran
lagi terhadap program yang diusung PDI Perjuangan (kontrak politik menuju
perubahan) selain tentu saja berkonotasi terhadap penebalan jasa dan pre stasi
PDI Perjuangan, khususnya Mega dalam hal sembako murah.
Kata membawa pada kalimat (2) berkonotasi linear dengan perubahan.
Kata membawa di sini berarti 'mendatangkan, menyebabkan, dan
mengakibatkan sesuatu yang berujung pada disebutnya seseorang atau sesuatu
sebagai pelopor atau pahlawan.' Dalam iklan ini disebutkan bahwa Mega
membawa kontrak politik yang berarti 'mengambil dan mendatangkan tindakan
bertransaksi hukum dalam perjanjian yang kuat untuk perubahan keadaan ke
arah yang lebih baik.'
Frasa sembako murahyang terdapat pada kalimat (3) tak lain adalah
konotasi terhadap kata mahal yang pada lapis arti selanjutnya mengacu pada
keadaan ekonomi di era pemerintahan SBY.
Numeralia jutaan juga dipakai untuk menimbulkan efek "wah" yang
menunjukkan bahwa PDIP akan mencapai prestasi spektakuler terhadap
penyediaan kesempatan kerja di Indonesia dengan penginstanan ciptakan.
Adapun klausa berjuang bersama tidak lain merupakan ameliorasi dari pilih
dan contrenglah PDI Perjuangan pada pemilu nanti.
Bahasa Iklan Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pada Kampanye Pemilu Legislatif 2009 (Katubi)
33
b. Simbol dan Indeks
1. Kembali (1) merupakan simbol dari refonnasi yang diusung Mega
dan PDI terhadap pemerintahan SBY.
2. Perjuangkan sembako murah (3) adalah simbol dari protes rakyat
atas harga sembako yang tidak terjangkau oleh daya beli rakyat. Hal
itu terjadi karena naiknya harga BBM sampai empat kali pada
pemerintahan SBY.
3. Ciptakan jutaan Zapangan kerja (4) adalah simbol kompleksnya
pennasalahan pengangguran· di negara kita. Khudori (2009: 10)
menyatakan bahwa angka pengangguran masih sebesar 10,4 persen.
Negara yang mengemban amanat konstitusi untuk menjamin
pekerjaan dan penghidupan yang layakjustru absen.
4. Tingkatkan kesejahteraan rakyat (5) adalah simbol dari
problematika kemiskinan yang melanda bangsa kita karena
persentase penduduk miskin di Indonesia pada 2008 mencapai
15,42 persen. Berdasar data Bappenas, jumlah orang miskin tahun
2009 mencapai 14 persen.
5. Ketiga kondisi di atas (harga sembako yang melebihi daya beli,
kompleksnya permasalahan pengangguran, dan problematika
kemiskinan) adalah indeksikal dari kontrak politik untuk perubahan
(2).
Temuan
Hasil kajian bahasa iklan politik PDI Perjuangan menunjukkan partai
tersebut memang secara tegas menempatkan diri sebagai partai oposisi
terhadap pemerintahan SBY pada periode 2004-2009. Kata kunci yang
menjadi senjata PDIP melalui iklannya adalah "pemerintah SBY gagal." Hal
34 LfNGUAVo1.8 Nol, Maret 18-37
itu dapat ditunjukkan melalui kata kunci lain, yaitu tingginya harga kebu"tuhan
pokok, kemiskinan, dan pengangguran.
Karena itu, kegagalan pemerintahan SBY menjadi materi utama iklan
politik, PDIP, contohnya soal kemiskinan. Pemerintah SBY memang memiliki
target menjadikan angka kemiskinan 8,2 persen pada akhir masa
. pemerintahannya. Namun, pada 2008 angka kemiskina masih bertengger pada
15,4 persen dari jumlah penduduk Indonesia. "Jauh panggang dari api".
Begitulah bunyi pepatah yang tepat untuk menggambarkan keadaan itu.
Artinya, fakta menunjukkan bahwa pemerintah SBY sebenarnya memang
gagal memenuhi target yang dijanjikan. Begitu pun yang berkaitan denganjanji
penurunan angka pengangguran.
BLT temyata menjadi materi yang juga menarik bagi PDIP dalam
iklannya. Pertanyaannya adalah sebagai berikut. Apakah BL T secara serta-
merta dapat dikatakan sebagai kebijakan ekonomi yang membela kepentingan
rakyat miskin? Menurut Prasetyawan (2009), BLT masih jauh untuk dapat
dikatakan sebagai kebijakan ekonomi yang memihak rakyat miskin. Dengan
BL T rakyat tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan ekonomi. BL T
merupakan kebijakan untuk jangka waktu tertentu dan tidak bersifat permanen.
BL T merupakan program pengentasan kemiskinan ala Robin Hood yang
dirancang pemerintahan SBY. Sialnya bagi partai oposisi adalah pemberian
BL T benar-benar dirancang tepat mendekati pemilu legislatif dan diberikan
kembali menjelang pemilihan presiden secara langsung. Pada kasus ini BL T
yang diberikan dengan dalih menurunkan angka kemiskinan dijadikan sandera
politik hanya untuk mendongkrak popularitas pemerintahan SBY dan
partainya.
Praktik kebahasaan yang digunakan PDIP dalam iklan kampanyennya
sebagai partai oposisi diwujudkan dalam bentuk perlawanan terhadap
Bahasa Iklan Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pada Kampanye Pemilu Legislatif 2009 (Katubi)
35
kekuasaan melalui bahasa politiknya yang lebih mengarah pada pemyataan-
pemyataan yang menohok partai penguasa, terutama Partai Demokrat. Bahasa
politik PDIP menunjukkan resistensi aktif dengan menggunakan bahasa "wong
ciFk" yang mengedepankan realitas keseharian, seperti kata pekerjaan:
kemiskinan, dan sembako. Bahasa yang dilontarkan PDIP melalui iklan
politiknya merupakan ekspresi untuk mengungkapkan realitas sosial yang
selama ini dirasakan rakyat keeil, yakni himpitan beban ekonomi. Alhasil, oleh
PDIP bahasa itu digunakan sebagai instrumen untuk mendelegitimasi klaim
keberhasilan pemerintahan SBY.
Catatan Penutup
Bahasa iklan politik PDIP merupakan bahasa "balasan" untuk
mengimbangi klaim keberhasilan partai penguasa melalui iklan-iklannya. Hal
itu dapat dipahami karena posisi PDIP sebagai satu-satunya partai yang berani
menjadi oposisi pada era pemerintahan SBY periode 2004-2009. Sebagai
partai oposisi, tidak ditabukan baginya untuk menggunakan bahasa politik yang
menunjukkan kelemahan penguasa karena memang itulah tugas partai oposisi
dalam sistem demokrasi. Karena itu, sebuah kesalahan besar jika ada yang
menganggap bahasa iklan politik PDIP sebagai bahasa politik tanpa tata krama:
Sebuah kewajaran apabila penguasa melegitimasi dirinya melalui
rekayasa simbolis melalui bahasa dan mendapatkan perlawanan dari pihak
oposisi untuk mendelegitimasi kekuasaannya melalui bahasa pula. Hal yang
terpenting pertarungan itu tetap berdasar etika politik yang berlaku.
36 LfNl1lJA Vo1.8 No1, Maret 18-37
Daftar Pusaka
Dartanto, Teguh. "Terjajah Kemiskinan", dalam Koran Tempo 7 Agustus
2009. ,
Gerung, Rocky. "Menonton Politik," dalam Koran Tempo 3 Juli 2009 .
. "Iklan Wajib Tunjukkan Kelemahan Pemerintah," dalam Kompas 22
November 2008.
"Jumlah Penduduk Miskin Belum Berkurang," dalam Koran Tempo 4 Mei
2009.
Khudori. "Kegagalan Memahami Hakikat Kemiskinan," dalam Koran Tempo
12 Agustus 2009.
"Masalah BLT Jadi Bahan Polemik", dalam Kompas 29 Maret 2009.
Prasetyawan, Wahyu. "Bantuan Tunai Langsung: Pro-Rakyat Miskin?" dalam
Koran Tempo 2 April 2009.
"Pidato SBY Formalistik dan Menghindar," dalam Kompas 18 April 2009.
"Polling Pemilu", dalam Seputar Indonesia 9 Maret 2009.
Bahasa Iklan Politik Partai Demokrasi Indonesia Petjuangan (PDIP) Pada Kampanye Pemiiu Legisiatif2009 (Katubi)
37
PRODUKTIVITAS I-SI SEBAGAI PENANDA JAMAK NOMINA REGULAR PADA TEKS "BRAIN POWERED"
DALAM READER'S DIGEST EDISI MEl 2007
Neneng Sri Wahyuningsih, S.Pd Dosen Tetap Jurusan Inggris STBA LIA Jakarta
Abstrak Bahasa Inggris dan bahasa Indonesia memiliki perbedaan dalam tata bahasa. Salah
satu perbedaannya adalah penggunaan nomina jamak regular. Dalam bahasa Inggris, akhir -s atau -es diberikan pada nomina jamak regular berdasarkan akhiran fonologis pada kata itu. Penelitian ini mencoba mengidentifIkasi wujud alomorf penanda jamak I-sl nomina regular yang memiliki tingkat produktivitas paling tinggi dalam artikel "Brain Powered". Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tiga jenis Wujud alomorf nomina jamak regular, yaitu I-s/, I-v, dan I-iv, temyata wujud I-v memiliki tingkat produktivitas paling tinggi dengan persentase 68,75%, sedangkan wujud I-sl dan I-iv memiliki persentase 26,25% dan 5%.
Kata kunci: nomina jamak regular, produktivitas, akhiran fonologis
Abstract English and Indonesian languages have significant differencies in terms of grammar.
One of the differences is about regular plural nouns. English has a distinctive rule that for regular plural nouns, we can just put -s or -es and based on the phonological ending of the nouns, these endings will be pronunced as I-sf, I-zf, or I-iz! This research is trying to answer which ending sound is the most productive and how the process of pronunciation of the regular plural nouns in the article "Brain Powered" is. The findings of this research show that the ending pronounced as I-zl is the most productive one with the percentage of 68.75%, while the endings pronounced as I-sl and I-izl are 26.25% and 5% respectively.
Keywords: regular plural nouns, productivity, phonological ending
1. Pendahuluan
Dalam morfologi, dikenal unsur terkecil yang disebut sebagai morfem
(Kentjono dalam Kushartanti et.al, 2005:144). Morfem tersebut membentuk
unsur yang lebih besar dan mempunyai makna. Secara umum, morfem
dibedakan menjadi dua, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem
bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, misalnya {makan}, namun
38 UNQUA Vol.8 No.1, Maret 38-54
morfem {me-} merupakan morfem terikat karena tidak memiliki arti sebelum
dilekatkan dengan morfem bebas (Payne, 1997: 21).
Morfem berbeda bentuk karena adanya suatu kondisi tertentu.
Misalriya, morfem {me-} akan berubah bentuk dan bunyi jika dilekatkan pada
kata-kata yang memiliki huruf awal tertentu. Contoh: akan muncul jika
. bertemu dengan kata-kata berikut merah, ragu, naik, yakin. Sementara itu,
akan muncul bila {me-} melekat pada kata-kata sebagai berikut: bicara,
penuh, loto. Dalarn bahasa Inggris, fenomena serupa juga terjadi dikarenakan
syarat lonologis, misalnya dengan adanya kemunculan penanda jarnak {s}
yang dapat berupa I-s/, I-z!, dan I-iz/.
Dalarn bahasa Indonesia, tidak dikenal suatu bunyi khusus penanda
jarnak. Penanda jarnak dalarn bahasa Indonesia adalah berupa pengulangan
kata (misalnya buku-buku, anak-anak, ibu-ibu) dan pemakaian kata penanda
jarnak seperti beberapa dan ban yak (beberapa anak, ban yak buku). Perbedaan
penanda jarnak dalarn bahasa Inggris dan bahasa indonesia ini menarik untuk
dibahas karena dalarn bahasa Inggris, semua nomina regular yang akan
dibentuk dalarn bentuk jarnak hanya diberikan morfem {-s }, tetapi cara
pengucapan nomina yang dilekatkan dengan {-s} itu akan berbeda.
Alomorf penanda jarnak {-s} dalarn bahasa Inggris memiliki
produktivitas tinggi karena { -s } hanyalah satu-satunya penanda yang
digunakan jika ingin mengidentifIkasi kejarnakan suatu nomina regular.
Narnun, wujud mana yang paling banyak muncul, apakah itu I-s/, I-z!, atau liz!
menarik untuk dikaji.
2. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas muncul beberapa pertanyaan sebagai
berikut.
ProduktivitasJ-S/Sebagai Penanda Jarnak Nomina Regular Pada Teks "Brain Powered" daIarn Reader's Digest Edisi Mei 2007 (Neneng Sri Wahyuningsih, S.Pd)
39
1) Manakah wujud alomorf penanda jamak {s} nomina regular yang memiliki
tingkat produktivitas paling tinggi pada teks "Brain Powered" dalam
Reader's Digest edisi Mei 20077
2) Bagaimana pembentukan pelafalan nomina regular jamak pada teks "Brain
Powered" dalam Reader's Digest edisi Mei 20077
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui wujud alomorf
penanda jamak {-s} nomina regular yang memiliki tingkat produktivitas paling
tinggi pada teks Brain Powered" dalam Reader's Digest edisi Mei 2007. (2)
untuk mengetahui pembentukan pelafalan nomina regular jamak pada teks
"Brain Powered" dalam Reader's Digest edisi Mei 2007.
4. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi. kepustakaan
dan penulisan laporan hasil penelitian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif. Korpus penelitian dibatasi pada produktivitas alomorf penanda
jamak {s} nomina regular yang terdapat di teks "Brain Powered" dalam
Reader's Digest edisi Mei 2007. Analisis data dilakukan dengan cara
mendaftar dan menganalisis berdasarkan tingkat produktivitas wujud penanda
jamak {-s} nomina regular.
5. Landasan Teori
Berikut dijelaskan tentang produktivitas, pembentukan nomina jamak dan
jenis penanda jamak dalam bahasa Inggris, serta penjelasan lain yang yang
mendukung konsep-konsep tersebut.
40 LtN4UA VoL8 No.1, Maret 38-54
5.1 Produktivitas
Menurut Matthews (1997: 297) produktivitas merupakan sifat yang
memungkinkan terbentuknya kombinasi atau unsur barn dalam suatu elemen.
Dalam Kamus Linguistik, produktifitas yang berasal dari kata produktif artinya
mampu menghasilkan terus dan dipakai secara teratur untuk membentuk unsur-
unsur turunan barn; misalnya dalam bahasa Indonesia, prefIks di- merupakan
prefiks produktif (Kridalaksana, 2001: 178). Jadi, dengan kata lain,
produktifitas adalah bentuk afiksasi yang manipu membentuk unsur barn dan
dipakai secara terus-menerus dan berulang-ulang sehingga dapat membentuk
kata barn.
Haspelmath (2002) menjelaskan bahwa ada beberapa batasan yang
harns diperhatikan dalam kaidah pembentukan kata, yaitu batasan fonologis,
batasan morfologis, batasan sintaksis, batasan semantis, batasan pragmatis,
strata kosakata pinjaman, dan batasan secara sinonim. Batasan-batasan itu
dapat dijelaskan di bawah ini.
1) Batasan fonologis, yaitu batasan pembentukan kata oleh sufiks derivasi
(derivational suffix) yang akan menciptakan kesulitan dalam proses fonetik
(pronunciation or perception). Umumnya, kaidah batasan itu berupa
pengulangan ciri yang identik, misalnya pengulangan fonem atau
pengulangan vokal. Contoh: sufiks -ee dalam bahasa Inggris payee
berterima, tetapi kata freeee tidak berterima.
2) Batasan morfologis, yaitu batasan pembentukan kata oleh pola morfologi
tertentu.
3) Batasan sintaksis, yaitu batasan pembentukan kata oleh kaidah sintaksis
dalam kalimat. Contoh, kata kerja transitif membentuk kata dalam bentuk
Produktivitas/-S/Sebagai Penanda Jarnak Nomina Regular Pada Teks "Brain Powered" dalarn Reader's Digest Edisi Mei 2007 (Neneng Sri Wahyuningsih, S.Pd)
41
kausatif sehingga bentuk kausatif yang berasal dari kata kerja intransitif
tidak berterima.
4) Batasan semantis, yaitu batasan pembentukan kata oleh kombinasi afiks
yang mempengaruhi makna dan tidak semua kombinasi afiks ini berterima
untuk membentuk kata bam. Contoh, prefiks de- pada kata demotivated
berterima, tetapi prefiks de- pada desit tidak berterima.
5) Batasan pragmatis, yaitu batasan pembentukan kata oleh sufiks yang
mempengaruhi kegunaan kata itu dalam konteks semantis.
6) Batasan strata kosakata pinjaman,· yaitu batasan pembentukan kata oleh
sufiks yang dipinjam dari struktur bahasa lain.
7) Batasan secara sinonim, yaitu batasan pembentukan kata yang tidak
memungkinkan untuk dibentuknya kata bam karena kata tersebut sudah
memiliki kaidah sendiri. Contoh, ox, dalam bentuk jamak adalah oxen,
bukan axes.
Sementara itu, Katamba memberikan batasan dalam produktivitas yang
tidak jauh berbeda seperti yang dijelaskan Haspelmath. Menurutnya, batasan-
batasan dalam produktivitas adalah karena adanya penyekatan, faktor
fonologis, faktor morfologis, faktor semantis, faktor estetis dan pengadopsian
kata (1993: 66-79).
Menurut Haspelmath, ada empat cara yang dapat dilakukan untuk
mengukur tingkat produktivitas kata, yaitu
(1) melihat tingkat kemunculan kata bam yang dibentuk berdasarkan pol a
tertentu di dalam kamus;
(2) mengidentifikasi semua batasan pola pembentukan kata bam itu;
(3) membuat rasio antara kata bam dan kata yang mungkin terbentuk;
(4) menentukan kata bam melalui kamus yang memiliki riwayat yang baik.
42 LtNqUAVol.8 No.1,
5.2 Pembentukan Nomina Jamak dan Jenis Penanda Jamak dalam bahasa
Inggris
Ada dua jenis nomina yang dapat ditulis dalarn bentuk jarnak, yaitu
regular plurals dan irregular plurals. Berikut adalah penjelasan mengenai
regular plurals dan irregular plurals (Allsop, 1990: 12-18).
(1) Regular plurals
a. bentuk jarnak biasa: penarnbahan -s dan -es pada bentuk tunggal.
1) Penarnbahan -s:
(a) Nomina biasa: book 7 books seat 7 seats
(b) Nomina berakhiran -ay, -ey, -oy, -uy :
day 7 days boys keY-7 keys guY7 guys
2) Penarnbahan -es:
Nomina berakhiran -s, -ss, -sh, -ch, -x, -z
Contoh: bus 7 buses fuss-7 fusses wish7 wishes
Match -7 matches bOX7hoxes bUZZ7 buzzes
3) Konsonan + y 7 konsonan + ies
Contoh: flY7 flies party7 parties
4) Nomina berakhiran -0 ditambahkan -s, kecuali cargo, domino,
echo, hero, potato, tomato yang harus ditarnbahkan dengan -es
(misalnya tomatoes dan potatoes)
Contoh: photo 7 photos
Video7 videos
5) Nomina berakhiran -f ditambahkan -s kecuali calf, half, knife,
life, loaf yang menjadi -/-7 ves
Produktivitasl-S/Sebagai Penanda Jarnak Nomina Regular Pada Teks "Brain Powered" dalarn Reader's Digest Edisi Mei 2007 (Neneng Sri Wahyuningsih, S.Pd)
43
b. Pelafalan nominajarnak berakhiran-s dan-es
Nomina jarnak berakhiran --(e)s dapat dilafalkan melalui· tiga cara,
yaitu:
lizl setelah -s, -ss, -sh, -ch, -x, -z, -se, -ge, dan --dge, contoh:
buses
Izi setelah vowel dan konsonan bersuara, contoh: dogs
lsi setelah konsonan tak bersuara, contoh: lip lips
(2) Irregular Plurals
Beberapa nomina tidak dapat ditambahkan dengan -s atau -es karena
sifat nomina itu yang irregular. Misalnya, man men, feet. Bentuk
irregular plurals ini tidak akan dibahas di penelitian ini karena hanya berfokus
pada nominajarnak regular.
Pemikiran yang sarna diutarakan oleh Katarnba (1993: 30) yang
membagi penanda jarnak {-s} menurut alomorf, yang dibedakan berdasarkan
syarat fonologis. Distribusi penanda jarnak nomina regular tersebut dapat
dilihat pada bagan di bawah ini.
Alomorf Deskripsi Contoh
I-sl Jika nomina diakhiri dengan konsonan cups /kAps/, carts I ka:ts(
tak bersuara Ip, t, k, f, I leeks Ili:ksl
l-zI Jika nomina diakhiri dengan konsonan Bards Iba:dz/,
dan vowel bersuara I b, d, g, m, n, 1, r, mugsl mAgzl, keys lki:zI
w, j, I) I
I-izl Jika nomina diakhiri dengan bunyi Mazes Imeizezl
alveolar atau alveopa1atal I s, z, I, tI, d Asses I msizl
, I
44 LlNGlIA Vol.S No.1, Maret 38--54
Kenijono dalam Kushartanti et.al, 2005:146 juga menyebutkan bahwa
wujud /-s/ muncul di belakang fonem konsonan tak bersuara, kecuali /s, c, II, misalnya dalam dalam kata pets, laps, books, dan boots; wujud I-zl akan
muncul di belakang konsonan dan vocal bersuara, misalnya dalam pads, shoes,
games, hens, dan lungs; wujud /-izl muncul di belakang, misalnya /s, z, j, II
dalam katajudges, classes, dan peaches.
6. Pembahasan
Tingkat produktivitas alomorf /-s/ penanda jamak dapat dilihat dengan
menggolongkan kata-kata bemomina jamak ke dalam suatu tabel
penggolongan berdasarkan penggunaan kata itu di dalam teks "Brain Powered"
dalam Reader's Digest edisi Mei 2007. Setelah itu, nomina jamak itu
digolongkan berdasarkan wujud alomorf penanda jamak sehingga dapat
diketahui wujud penanda jamak yang paling produktif terdapat di dalam teks
yang dianalisis.
Tabel 1. Produktivitas Nomina Jamak yang Ada di dalam Teks Brain Powered dalam Reader's Digest edisi Mei 2007
No Nomina Jumlah HIm No Nomina Jamak Jamak
1 Movements 1 83 61 levels
2 Thoughts 1 83 62 months
3 Memories 1 83 63 days
4 Hopes 1 83 64 therapies
5 Technologies 1 83 65 trials
6 Treatments 1 83 66 disorders
7 Malfunctions 1 83 67 scientists
8 Findings 1 83 68 results
Produktivitas/-S/Sebagai Penanda Jamak Nomina Regular Pada Teks "Brain Powered" dalam Reader's Digest Edisi Mei 2007 (Neneng Sri Wahyuningsih, S.Pd)
Jumlah Him
1 86
1 86
1 86
1 87
2 87
3 87
2 87
1 87
45
9 Loves 1 83 69 obstacles 2 87
10 Dreams 1 83 70 drugs 5 87
11 Diseases 1 83 71 compounds 1 87
12 Advances 1 83 72 organs 1 87
13 Ways 1 83 73 walls 1 87 14 Noggins 1 84 74 vessels 1 87
15 Scientists 2 84 75 guards 2 87
16 Robotics 1 84 76 molecules 1 87
17 Researchers 1 84 . 77 patients 2 87
18 Slices 1 84 78 diseases 1 87
19 Discoveries 1 84 79 defects 1 87
20 Types 1 84 80 problems 1 87
21 Cells 3 84 81 advances 1 87
22 Genes 5 84 82 years 1 87
23 proteins 1 84 83 experiments 1 87 24 companIes 1 84 84 things 1 88
25 drugs 5 84 85 wounds 1 88
26 organs 1 84 86 injuries 1 88
27 Side effects 1 84 87 burns 1 88'
28 disorders 1 84 88 cannons 1 88
29 neuroscientists 1 84 89 tissues 1 88
30 deposits 1 84 90 weeks 1 88 31 mmers 1 84 91 colleagues 1 88
32 moments 1 84 92 parents 1 88
33 keys 1 84 93 nightmares 1 88 34 patients 2 84 94 senes 1 88
46 UN4UA Vo!.8 No.1, MarlJ! 38--54
35 Clumps 1 84 95 decades
36 orders 1 84 96 studies
37 flowers 1 85 97 intestines
38 points 1 85 98 cells
39 cells 1 85 99 molecuks
40 trials 1 85 100 patients
41 drugs 1 85 101 drugs
42 companies 2 85 102 cancers
43 orders 1 85 103 compounds
44 years 2 85 104 tumors
45 services 1 85 105 nutrients
46 researchers 1 85 106 studies
47 results 2 85 107 approaches
48 therapies 3 86 108 communities
49 patients 4 86 109 scientists
50 deliveries 1 86 110 doctors
51 drugs 1 86 111 powers
52 genes 1 86 112 scanners
53 parts 1 86 113 patients
54 ones 1 86 114 participants
55 scientists 1 86 115 leaders
56 years 1 86 116 phobias
57 trials 1 86 117 years
58 surgeons 1 86 118 parts
59 symptoms 1 86 119 themselves
60 Cells 1 86
Produktivitas/-S/Sebagai Penanda Jarnak Nomina Regular Pada Teks "Brain Powered" dalarn Reader's Digest Edisi Mei 2007 (Neneng Sri Wabyuningsih, S.Pd)
1 88 1 88 1 88 2 88 1 88 1 88 1 88 1 88 1 88 1 89
1 89 1 89 1 89 1 89 1 89 1 89 1 89 1 89
1 89 1 89 1 89 1 89 1 89
1 89
1 89
47
Nomina jamak yang ada di tabel"1 dapat dikelompokkan ke dalam
distribusi penanda jamak berdasarkan uraian yang diberikan oleh Katamba dan
Kentjono di bab sebelumnya. Data di atas lalu dikelompokkan berdasarkan
alomorf penanda jamak {-s}, yaitu I-s/, I-zl, dan I-izl sesuai dengan"
kaidah fonologis pembentukan nomina jamak. Dari tabel 1 di atas, tampak
bahwa nomina yang paling produktif adalah drugs dengan pemunculan kata
sebanyak dua belas kali, patients sebanyak enam kali, cells sebanyak 7 kali,
years sebanyak 5 kali, lalu genes, disorders, therapists, dan scientists sebanyak
masing-masing empat kali. Sisa nomina yang tidak disebutkan rata-rata muncul
di dalam teks sebanyak satu atau dua kali sehingga dianggap tidak produktif.
Dari data nomina jamak regular yang ada di dalam tabel 1, dapat dilihat
pengelompokkan nomina-nomina tersebut, apakah dilafalkan dengan alomorf l-
si, I-zl, atau I-izl. Tiap-tiap kategori hanya akan diuraikan beberapa nomina
yang dianggap mewakili pelafalan nominajamak regular.
Data 1. Nomina jamak regular berakhiran It I
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-sl karena
memiliki akhiran pelafalan It!. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
kamus bahwa kata defect, deposit, effect, experiment, moment, experiment,
nutrient, parent, scientist, nutrient, participant, part memiliki transkripsi
berakhiran It!, misalnya defect Idifekt/.
Data 2. Nomina jamak regular berakhiran /pI
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-si karena
memiliki akhiran pelafalan Ip/. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
kamus bahwa kata hope dan type memiliki transkripsi berakhiran Ipl misalnya
hope
Data 3. Nomina jamak regular berakhiran Irl
48 LrN4UA Vot8 No.1, Maret 38--54
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-z/ karena
memiliki akhiran pelafalan Ir/. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
kamus bahwa kata leader, cancer, doctor, disorder, leader, miner, nigthmare,
power,' researcher, scanner, dan year memiliki transkripsi berakhiran Ir,
misalnya leader l1ida(r)/.
, Data 4. Nomina jamak regular berakhiran 11/
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-zl karena
memiliki akhiran pelafalan Ill. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
kamus bahwa kata level, cell, molecule, wall, dan vessel memiliki
transkripsi berakhiran Ill, misalnya levell1evll.
Data 5. Nomina jamak regular berakhiran 1m!
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-z/ karena
memiliki akhiran pelafalan 1m!. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
kamus bahwa kata dream, problem, symptom memiliki transkripsi berakhiran
1m!; misalnya dream /driml.
Data 6. Nomina jamak regular berakhiran In!
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-z/ karena
memiliki akhiran pelafalan In!. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
kamus bahwa kata cannon, intestine, malfunction, protein, surgeon memiliki
transkripsi berakhiran In!, misalnya cannon ikaman/.
Data 7. Nomina jamak regular berakhiran vowel
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-z/ karena
memiliki akhiran pelafalan Iii. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
kamus bahwa kata key, day, dan way memiliki transkripsi berakhiran Iii
misalnya key iki:/.
ProduktivitasJ-S/Sebagai Penanda J amak Nomina Regular Pada Teks "Brain Powered" dalam Reader's Digest Edisi Mei 2007 (Neneng Sri Wabyuningsih, S.Pd)
49
Data 8. Nomina jamak regular berakhiran Idl
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-z/ karena
memiliki akhiran pelafalan Id/. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
bahwa kata compound, decade, dan wound memiliki transkripsi
berakhiran Id/, misalnya compound I'kompaund/.
Data 9. Nomina jamak regular berakhiran lsi
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-izl karena
memiliki akhiran pelafalan lsi. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
kamus bahwa kata advance dan slice ·memiliki transkripsi berakhiran lsi,
misalnya advance
Data 10. Nomina jamak regular berakhiran Iz/
Nomina ini dikategorikan sebagai nomina dengan alomorf I-izl karena
memiliki akhiran pelafalan Iz/. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat di
kamus bahwa kata disease memiliki transkripsi berakhiran Iz/, yaitu Idi'zizl.
Berdasarkan aturan bunyi fonologis seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, nomina jamak regular dan cara nomina-nomina itu dilafalkan,
didapatkan hasil seperti yang tertera di dalam tabel2 di bawah ini.
Tabel 2. Distribusi Wujud Alomorf Penanda Nomina Jarnak I-s/, I-zl dan liz! yang Ada pada Teks Brain Powered dalam Reader's Digest edisi Mei 2007
Distribusi Wujud Alomori Penanda Nomina No. Jamak {s} yang dilafalkan dengan Jumlah Persentase
1 I-sl 21 26.25%
2 I-z! 55 68.75%
3 liz! 4 5%
Total 80 100%
50 lfNt:jUA VoL8 No.1, Maret 38--54
Distribusi wujud alomorf penanda nomina jamak I-s/, l-z/, dan lizl itu akan
tampak lebih jelas dalam pie chart di bawah ini.
fil/-s! II/-zJ
O/izJ
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas ada beberapa simpulan yang dapat
ditarik. Pertama, teks "Brain Powered" dalam Reader's Digest edisi Mei 2007
memiliki 119 alomorf penanda nomina jamak regular. Hal ini menunjukkan
bahwa alomorf {-s} sebagai penanda nomina jamak memiliki tingkat
produktivitas yang tinggi dalam teks tersebut. Kedua, dari tiga jenis wujud
alomorf nomina jamak regular, yaitu I-s/, I-z/, dan I-iz/, temyata wujud I-z/
. memiliki tingkat produktivitas yang paling tinggi, yaitu 55 kata. Sementara itu,
wujud I-izl memiliki produktivitas yang paling rendah, yaitu sebanyak empat
kata.
Dari berbagai jenis nomina dan ciri pelafalan nomina jamak regular,
nomina yang paling banyak muncul adalah nomina dengan wujud alomorf
nomina jamak regular Izl karena nomina-nomina itu diakhiri dengan konsonan
dan vokal bersuara I b, d, g, m, n, 1, r, w, j, r) I. Hal ini bisa juga dikarenakan
nomina yang diakhiri dengan konsonan dan vokal bersuara memang banyak
terdapat dalam nomina bahasa Inggris.
ProduktivitasJ-S/Sebagai Penanda Jamak Nomina Regular Pada Teks "Brain Powered" dalam Reader's Digest Edisi Mei 2007 (Neneng Sri Wahyuningsih, S.Pd)
51
Daftar Pustaka
Allsop, Jake. 1990. Cassel's Students' English Grammar. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Bauer, Laurie. 1988. Introducing Linguistics Morphology.Edinburg: Edinburg
University Press.
Haspelmath, Martin. 2002. Understanding Morphology. London: Oxford
University Press.
Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: The Macmillan Press.
Krisdalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik Jakarta: Gramedia.
Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. (Peny.). 2005.
Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Payne, Thomas. E. 1997. Descrining Morphosyntax: A Guide for Field
Linguists. Cambridge: Cambridge University Press.
Larnpiran
Distribusi Wujud Alornorf Penanda N ornina Jarnak I-s/, I-v dan liz! pada Teks "Brain Powered" dalarn Reader's Digest edisi Mei 2007
I-sl l-zI /-izl
Defects Burns Advances
Deposits Cancers Approaches
Effects Cannons Diseases
Experiments Cells Slices
Hopes Colleagues
Moments Companies
52 LfN4IJA Vol.8 No.1, 38-54
Movements Compounds
Neuroscientists Days
Nutrients Decades
Parents Discoveries
Participants Disorders
Parts Doctors
Patients Dreams
Points Drugs
Results Findings
Robotics Genes
Scientists Guards
Thoughts Injuries
I Treatments Intestines
Types Keys
Weeks Leaders
Levels
Malfunctions
Memories
Miners
Molecules
Months
Nightmares
Noggins
Obstacles
Ones
Orders
Organs
Produktivitas/-S/Sebagai Penanda Jamak Nomina Regular Pada Teks "Brain Powered" dalam Reader's Digest Edisi Mei 2007 (Neneng Sri Wahyuningsih, S,Pd)
53
Phobias
Powers
Problems
Proteins . Researchers
Scanners
Series
Studies
Surgeons
Symptoms
Technologies
Themselves
Therapies
Things
Tissues
Trials
Tumors
Vessels
Walls
Ways
Wounds
Years
Jumlah:21 Jumlah:55 Jumlah: 4
54 LlNCjUA Vol.8 No.1, Maret 38··54
IMPLEMENTASI e-LEARNING DALAM PENGAJARAN PEMAHAMAN MEMBACA
Setyowati, S.Pd., M.Hum. Guru Bahasa Inggris SMA Negeri 6 Depok, Jawa Barat
Email: [email protected]
Abstrak Penelitian ini merupakan studi eksperimen tentang implementasi e-Learning dalam
pengajaran pemahaman membaca. Penelitian ini bersifat kuantilatif dengan desain eksperimen. Teknik pengumpulan data menggunakan tes try out Ujian Nasional 2008/2009 dan kuesinoner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa pada kelas pemahaman membaca yang sangat signifikan antara kelas e-Learning dan kelas yang menggunakan buku teks serta adanya respon positif dari siswa terhadap e-Learning dalam pengajaran pemahaman membaca. Rekomendasi penelitian ini adalah perlunya dukungan perangkat lunak dan keras dalam proses implementasi. Implementasi e-Learning ini dapat dijadikan sebagai model pembelajaran altematif agar pengajaran di kelas pemahaman membaca lebih bervariasi. Guru seharusnya menjelajahi MOODLE lebih lanjut untuk memperbaiki dan mengembangkan konten e-Learning, dan implementasi ini dapat dilakukan untuk pengajaran keterampilan menyimak atau menulis untuk penelitian lebih lanjut.
Kata kunci: implementasi, e-Ieaming, pemahaman membaca
Abstract This research is an experimental study of e-Learning implementation in teaching
reading comprehension. It uses quantitative and qualitative approach (mixed method) with experiment design. Collecting data technique uses try out test of National Examination and questionnaire. The research result shows that there is significant difference of students' achievement in reading comprehension class between a conventional class and two e-Learning classes and there is positive response from the students toward the implementation. There are four recommendations of this research. First, the implementation of e-Iearning needs good hardware and software instrument support. Second, this implementation can be an alternative teaching model to make teaching reading comprehension class more various. Third, teachers should explore MOODLE to improve and develop the content of e-Learning. Fourth, this e-Learning can be implemented for teaching listening or writing to do forther research.
Key words: implementation, e-learning, reading comprehension.
1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi beberapa tahun
belakangan ini menuntut guru untuk selalu berinovasi dan berkreasi. Saat ini,
pemerintah mewajibkan sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis
Implementasi e-Learning dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 55
ICT (Information Communication and· Technology) dalam kurikulum.
Pemanfaatan teknologi informasi untuk menciptakan suasana belajar yang
efektif dan menyenangkan telah dicanangkan oleh pemerintah dan tertuang
da,lam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003. Setelah Undang-Undang ini
diberlakukan, semua lembaga penyelenggara pendidikan dapat dan diizinkan
menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan alat bantu
pembelajaran elektronika atau e-Learning (Soekartawi, 2007: 3).
Di bidang bahasa, komputer telah menjadi salah satu sarana pendukung
pengajaran bahasa. Komputer sebagai .alat bantu pengajaran bahasa atau
disebut dengan istilah CALL (Computer-assisted Language Learning) telah
dikembangkan sejak 1960-an. Awalnya berupa software program sederhana
seperti Speak N Spell, kemudian berkembang hingga berbasis web ketika
internet muncul (Beatty, 2003: 8) sehingga e-Learning merupakan bagian dari
CALL.
e-Learning untuk pengajaran bahasa belum banyak dikembangkan. Hal
ini menjadi salah satu peluang bagi guru untuk berinovasi sesuai dengan tren
budaya belajar masyarakat saat inL e-Learning dapat digunakan sebagai alat
bantu dalam proses pengajaran empat keterampilan bahasa. Ada empat
keterampilan bahasa yang hams dikuasai oleh seorang pemelajar bahasa.
Keterampilan itu adalah kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Pengajaran kemahiran membaca merupakan salah satu komponen
penting dalam pemelajaran bahasa lnggris di sekolah. Teori-teori dan metode
pengajaran bahasa telah mengembangkan berbagai teknik pengajaran bahasa
Inggris untuk mengajarkan tiap keterampilan tersebut. Ketepatan dalam
pemilihan teknik pengajaran akan mendukung keberhasilan pemelajar dalam
menguasai keempat keterampilan itu. Kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa masih banyak pemelajar bahasa lnggris, khususnya di tingkat sekolah
56 lINGIJA Vots No.1, Maret 55-·79
menengah, yang mengalami kesulitan dalam menguaSaI keterampilan
pemahaman membaca (reading comprehension).
Sementara itu, kurikulum bahasa Inggris tirtgkat SMA memberikan porsi
yang banyak untuk pengajaran kemahiran pemahaman membaca. Hal ini
terlihat dari bentuk tes ulangan umum dan ujian nasional yang sebagian
. besar soal ujian berupa bentuk tes pemahaman membaca (reading
comprehension).
Penulis melakukan penelitian di SMA Negeri 6 Depok yang merupakan
tempat bekerja. Sebagai guru bahasa Inggris ·yang mengajar kelas XII (kelas
tiga) , penulis berusaha untuk memperbaiki teknik pengajaran pemahaman
membaca untuk meningkatkan nilai siswa pada tes pemahaman membaca.
Peningkatan nilai siswa itu diharapkan berimplikasi positif pada peningkatan
nilai bahasa Inggris siswa pada Ujian Nasional (UN) tahun 2008/2009.
2. Masalah dan Tujuan
Berdasarkan pengamatan sehari-hari pada semester ganjil lalu, ada
beberapa permasalahan yang penulis temukan di lapangan. Pertama, motivasi
membaca siswa dengan menggunakan buku teks rendah. Kedua, sebagian besar
teks-teks yang ada di buku ajar merupakan topik yang kurang memberikan
informasi barn sehingga mereka tidak tertarik untuk membacanya. Ketiga, hasil
tes pemahaman membaca siswa masih rendah.
Penulis ini tertarik untuk meneliti pengaruh teknik pengaJaran dan
penggunaan multimedia pembelajaran dalam kelas pemahaman membaca.
Teknik dan media pembelajaran yang dimaksud adalah sebuah teknik dan
media pembelajaran yang mampu meningkatkan motivasi siswa dalam
membaca dan kemampuan memahami isi bacaan. Dalam penelitianan ini,
penulis tertarik untuk merancang dan mengimplementasikan e-Learning
Implementasi e-Learning dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 57
sebagai media ajar di kelas dalam pengajaran pemahaman membaca. Bahan
ajar dipindahkan ke dalam bentuk elektronik dan disajikan melalui web yang
dirancang dengan menggunakan aplikasi MOODLE.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskari.
permasalahan utama dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Apakah implementasi e-Learning dalam pengajaran pemahaman membaca
mampu meningkatkan hasil belajar siswa di kelas pemahaman membaca?
2) Apakah ada perbedaan hasil belajar antara siswa laki-Iaki dan perempuan
setelah implementasi e-Learning dalatn pengajaran pemahaman membaca?
3) Bagaimanakah respon siswa terhadap implementasi e-Learning dalam
pengajaran pemahaman membaca?
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kemampuan e-
Learning dalam menciptakan pembelajaran yang efektif, menyenangkan, dan
mampu mengembangkan keterampilan pemahaman membaca (developing
reading comprehension skill) bagi pemelajar bahasa.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
1) perbedaan hasil belajar siswa dalam ke1as pemahaman membaca antara
kelas yang menggunakan e-Learning dan ke1as yang menggunakan buku
teks,
2) perbedaan hasil belajar antara siswa laki-laki dan perempuan setelah
implementasi e-Learning dalam pengajaran pemahaman membaca,
3) respon siswa terhadap implementasi e-Learning dalam pengajaran
pemahaman membaca.
58 LlNC;UA Vol.8 No.1, Maret 55-79
3. Landasan Teori
3.1 Definisi e-Learning
Ada berbagai definisi e-Learning yang diberikan oleh para pakar
teknologi infonnasi dari berbagai sudut pandang. Menurut Wahono (2008: ,
1) salah satu definisi yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari
Darin E. Hartley yang menyatakan bahwa "e-Learning merupakan suatu jenis
belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa
dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer
lain". LeamFrame.Com dalam Glossary of e-Learning Terms dalam Wahono,
menyatakan suatu definisi yang lebih luas. Learn menyatakan bahwa "e-
Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik
untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,
maupun komputer standalone" (Wahono, 2008: 1).
Jaya Kumar C. Koran (2002) dalam Hasbullah (2008: 5) mendefinisikan
e-Learning sebagai semua pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan
rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi
pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-
learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media
. internet. Onno W. Purbo (2002) dalam Hasbullah (2008: 6), menjelaskan
bahwa istilah "e" atau singkatan dari elektronik dalam e-Learning digunakan
sebagai istilah untuk segal a teknologi yang digunakan untuk mendukung
usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik seperti internet, intranet,
satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM. Sementara itu,
Soekartawi (2007: 25) mendefinisikan e-Learning sebagai berikut. e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array
of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes,
telecoriferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training
Implernentasi e-Learning dalarn Pengajaran Pernahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 59
or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi,
Haryono dan Librero, 2002).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan e-Learning
adalah sebagai berikut.
i) Metode belajar mengajar bam yang menggunakan media jaringan komputer
dan internet.
2) Penyampaian bahan ajar (konten) melalui media elektronik. Otomatis
bentuk bahan ajar juga dalam bentuk elektronik (digital). Materi
pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik,
animasi, simulasi, audio, dan video.
3) Sistem dan aplikasi elektronik yang mendukung proses belajar mengajar.
3.2 Perancangan e-Learning
Perancangan e-Learning untuk pengajaran pemahaman membaca didasari
oleh tiga rasionalitas utama. Pertama, adanya tuntutan zaman terkait dengan
informasi teknologi. Kedua, kebutuhan akan media pembelajaran yang menarik
dan modem yang mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Ketiga, buku teks tidak lagi cukup untuk menjawab kebutuhan pengajaran
bahasa. Sementara sumber di Iuar buku teks seperti situs-situs di internet
terkadang tidak sesuai dengan kurikulum, tujuan pembelajaran, dan tingkat
kemampuan siswa. Dengan demikian, seorang guru hams mampu membuat
program pembelajaran yang dapat membuat guru dan siswa lebih aktif, kreatif,
dan fokus pada konten yang relevan dan bermakna (Richardo-Amato, 2003:
335).
Implementasi e-Learning dalam penelitian ini bukan merupakan
pembelajaran jarak jauh, melainkan media pembelajaran untuk kelas
pemahaman membaca. Hal ini dilakukan agar variabel kontrol dapat dilakukan
60 LlN4IJAVo1.8 No.1, 55-79
pada saat dan situasi yang sama, yaitu dalam konteks pembelajaran di kelas
dengan tatap muka. Penulis memberi nama website dengan nama "English
Corner". Nama ini digunakan untuk menyatakan bahwa "English Corner"
ruang khusus dari kegiatan pembelajaran bahasa Inggris yang
berbasis leT. Teks dari buku ajar dipindahkan dalam bentuk elektronik
, ditambah video atau gambar yang digabung dengan instrumen musik untuk
membantu membentuk schema siswa. Alasan lain dari penggunaan video
dalam konten e-Learning ini adalah untuk membantu memudahkan
pemahaman siswa berkaitan dengan isi pelajaran dan membantu guru mencapai
tujuan pembelajaran (Ismail, 2008: 46).
Selain itu, penggunaan video diharapkan dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Sebagaimana Harmer (2001: 282) menyatakan bahwa salah satu
alasan mengapa video digunakan dalam pembelajaran adalah motivasi. Banyak
siswa menunjukkan peningkatan tingkat ketertarikan ketika mereka melihat
media audiovisual. Sementara gambar digunakan. sebagai salah satu strategi
pemelajaran lang sung dengan mengaktifkan kreasi mental. Oxford (1990: 41)
menyatakan bahwa untuk memasukkan konsep dalam memori otak salah satu
caranya dengan menggunakan gambar dari sebuah objek (visual imagery).
Dengan demikian, video dan gambar dapat membantu daya serap siswa
terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Rancangan e-Learning ini
memiliki dua konten utama. Pertama, teks yang didukung video atau gambar
dan musik. Kedua, kuis atau pertanyaan dari bacaan. Nilai kuis dan umpan
balik guru dapat dilihat langsung dengan cepat. Fitur e-Learning yang
diimplementasikan antara lain sebagai berikut.
Implementasi e-Leaming dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 61
-Gambar 2.1 Tampilan Front Page "English Corner"
.;,), "', •. ,-,- '-- ,-,,--,_."
""""'" ........ _ ...... __ .... ,--. ::;:;""',.".... -.
Gambar 2.2 Contoh Teks dengan Video
3.3 Teori Motivasi
Motivasi mutlak diperlukan dalam proses belajar mengaJar di kelas.
Motivasi guru dan siswa merupakan satu sinergi yang mampu menciptakan
keberhasilan belajar di kelas. Sumber motivasi yang dapat diperoleh siswa di
kelas di antaranya adalah dari guru dan metode pengajaran yang digunakannya
(Harmer, 2001: 51-52). Dalam menjalankan perannya sebagai pengajar
sekaligus motivator, guru perlu mengetahui cara-cara menumbuhkan motivasi
belajar siswa. Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan guru
meningkatkan motivasi belajar siswa, di antaranya adalah membuat tujuan
yang jelas, menciptakan lingkungan dan aktivitas belajar yang menarik dan
menyenangkan (Harmer, 2001: 53-54).
Berdasarkan teori motivasi dari Harmer di atas, salah satu dasar
pemikiran penelitian ini adalah merancang aktivitas belajar yang menarik dan
menyenangkan. Media dirancang khusus untuk pengajaran kemahiran
membaca yang mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Maka,
implementasi media pembelajaran berbasis web (e-Learning) dilakukan dan
62 UNljIJA Vol.8 No.1, Maret 55--79
diteliti. Implementasi ini merupakan inovasi baru di sekolah penulis yang
diharapkan mampu meningkatkan motivasi siswa dalam kelas pemahaman
membaca. Jika motivasi membaca siswa tinggi, mengajarkan kemahiran
membaca akan jauh lebih mudah dan hal ini berimplikasi positif
pada hasil belajar siswa pada tes pemahaman membaca.
3.4 Teori Schema, Background Knowledge, dan Knowledge of the Worltl
Schemata menurut Cook (1989: 69) adalah "mental representations of
typical situations, and they are used in discourse processing to predict the
contents of the particular situation which the discourse describe". Long (1987:
220) memberikan definisi schemata sebagai "acquired previously knowledge
structures" (Bartlett, 1932; Adams dan Collins, 1979, Rumelhart, 1980).
Hedge (2000: 189) menyatakan bahwa "general knowledge, sociocultural,
topic, and genre knowledge, together often referred to as schematic
knowledge". Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa schemata
adalah struktur pengetahuan umum yang telah diperoleh di masa lalu, di Iuar
aspek kebahasaan yang dapat berfungsi untuk memahami dan memprediksi isi
dari bacaan. Hedge (2000: 233) membedakan schemata ke dalam dua kategori.
Pertama, formal schemata merujuk pada pengetahuan tentang struktur dari
suam peristiwa tindak tutur. Kedua, content schemata merujuk pada
pengetahuan umum, sosikultural, dan topik. Hampir sama dengan Hedge,
Suryoputro (2006: 19) menyatakan bahwa " A content schema refers to
knowledge related to the content domain of the text. A formal schema refers
to knowledge related to the formal or rhetorical organizations of difftrent
types of texts". Carrell (1987b: 476) dalam Suryoputro (2006:20) menyatakan
bahwa content danformal schemata berpengaruh dalam pemahaman membaca.
Implementasi e-Leaming dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 63
Akan tetapi, dalarn konteks ESL, dia menyimpulkan bahwa content schemata
secara umum lebih penting dariformal schemata.
Cook (1989) dan Hedge (2000) sarna-sarna menyatakan bahwa schemata
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Akan tetapi, Long (1987)
memberikan batasan yang tegas antara background knowledge dan schemata.
Background knowledge adalah pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya,
sedangkan schemata adalah struktur pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya. Suryoputro (2006: 19) menyatakan bahwa background
knowledge, content, dan formal schemata akan membantu proses pemahaman
membaca. Content schema merujuk pada pengetahuan yang terkait dengan
bidang isi dari teks. Formal schema merujuk pada pengetahuan yang terkait
dengan bentuk atau organisasi retoris dari tipe teks yang berbeda. Sementara
background knowledge mencakupi pengetahuan umum yang telah dimiliki
sebelumnya.
Harnpir senada dengan content schema, Long. (1987) juga
memperkenalkan istilah knowledge of the world yang merujuk bidang yang
dikuasai oleh pembaca. Ketika pemelajar membaca topik yang sesuai dengan
bidang ilmunya, tentu pemaharnan akan mudah diperoleh. Akibatnya, dalam
proses pemaharnan sebuah teks tidak hanya melibatkan interaksi antara
background knowledge pembaca dan teks, tetapi juga melibatkan knowledge of
the world pembaca.
Dengan demikian, background knowledge pembaca menjadi salah satu
faktor yang sangat krusial dalarn pemaharnan. Konsekuensinya, guru
membutuhkan waktu dalarn membangun atau membentuk background
knowledge siswa untuk materi bacaan yang tidakfamiliar, dan hal ini menjadi
kegiatan yang penting. Perancangan konten e-Learning yang
diimplementasikan berpijak pada teori di atas. Media ajar audiovisual berbasis
64 UNC;UAVoL8 No.1, Mare,t 55-79
web yang dirancang, diharapkan mampu membentuk schema siswa sehingga
mereka mudah memahami teks yang dibaca. Sebagaimana Taylor (1995: 251)
menyatakan bahwa membantu siswa mengaktitkan dan menggunakan
backgro.und knowledge mereka yang relevan sebelum membaca mampu
meningkatkan pemahaman. Video dan gambar yang disajikan diharapkan dapat
membantu mereka memprediksi isi teks yang akan dibaca. Ketika telah
memiliki schema dari sebuah topik, siswa akan lebih siap dan mudah
memahami teks.
3.5 Teknik BoUom-up dan Top-down
Keterampilan membaca merupakan keterampilan reseptif. Akan tetapi,
kegiatan membaca adalah aktivitas yang aktif, bukan pasif. Ketika membaca,
terjadi interaksi antara pembaca dan teks. Interaksi pengetahuan itu dibutuhkan
dalam proses untuk memahami teks. Widdowson (1983) dalam Anderson
(1988:13) memaparkan bahwa dalam proses pemahaman terjadi interaksi
antara pengetahuan kebahasaan (systemic knowledge), pengetahuan
nonkebahasaan (schematic knowledge), dan pengetahuan isi (content
knowledge). Sementara itu, Coady (1979) dalam Long menyatakan bahwa "the
EFLIESL reader's background knowledge interacts with conceptual abilities
and process strategies, more or less successfully, to produce comprehension"
(Long, 1987: 219). Jadi, Widdowson dan Coady memiliki pendapat yang sama,
yaitu pengetahuan atau informasi yang telah dimiliki sebelumnya oleh
pembaca sangat memengaruhi keberhasilan pemahaman terhadap teks.
Dalam pengajaran keterampilan membaca dikenal istilah bottom-up dan
top-down seperti istilah yang digunakan dalam proses keterampilan menyimak
(listening) yang dipaparkan oleh Hedge (2000: 230-235). Istilah ini merujuk
pada teknik pengajaran keterampilan membaca yang menggunakan proses
Implementasi e-Leaming dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 65
interaksi ketiga pengetahuan yang dipaparkan oleh Widdowson (1983) dalarn
Anderson (1988:13), dengan urutan yang berbeda. Proses bottom-up dimulai
dengan systemic knowledge, kemudian content knowledge, dan schematic
!mowledge. Pengajar yang menggunakan prosedur bottom-up ini meyakini
bahwa dengan memberikan pengetahuan bahasa terlebih dahulu akan
membantu pemelajar dalarn memaharni teks. Jadi, pemelajar akan diberikan
sebuah daftar kosakata sulit, misalnya, atau istilah-istilah asing yang belum
diketahui.
Setelah itu, pemelajar diberikan pengetahuan tentang konteks, dan
terakhir pemelajar diharapkan marnpu menarik kesimpulan, yaitu memaharni
isi dari teks yang disajikan. Prosedur ini cocok untuk materi kelas membaca
yang topiknya sangat asing untuk pemelajar atau pemelajar dianggap tidak
memiliki schematic knowledge tentang materi itu. Contohnya, materi membaca
untuk mahasiswa ekonomi yang diberikan pada mahasiswa sastra atau
sebaliknya.
Sementara itu, prosedur top-down lebih cocok untuk untuk materi
membaca yang topiknya sudah dikenali (familiar) oleh pemelajar. Proses ini
dimulai dari schematic knowledge, kemudian content knowledge, terakhir
systemic knowledge. Pengajar menganggap bahwa pemelajar telah memiliki
pengetahuan tentang topik atau sosiokultural dari teks yang disajikan.
Contohnya, mahasiswa ekonomi diberikan teks tentang keuangan. Dengan
melihat judul atau dengan bantuan sebuah garnbar, misalnya, akan membuat
pemelajar siap untuk memaharni isi dari teks itu karena sudah menguasai topik
atau konteksnya. Setelah itu, pemelajar akan menganalisis ciri bahasa dan
struktur wacana berdasarkan pengetahuan linguistis yang telah dimilikinya.
Ketiga pengetahuan itu saling mendukung satu sarna lain dalarn
pemaharnan, baik dalam prosedur bottom-up maupun top-down. Ketepatan
66 LINGUA VotS No.1, 55--79
teknik yang dipilih oleh pengajar akan sangat ditentukan oleh siapa pemelajar
dan materi yang akan disajikan. Jadi, seorang pengajar dapat mengombinasikan
teknik bottom-up dan top-down ini dalam pengajaran keterampilan membaca.
Tidak, selamanya menggunakan bottom-up dan juga tidak selamanya
menggunakan top-down. Akan tetapi, keduanya dapat digunakan secara
. bervariasi sehingga pemelajar tidak bosan dan mampu mengasah ketiga
pengetahuan pemelajar (schematic, content, dan systemic knowledge) hingga
mahir.
Desain kegiatan pengajaran kemahiran membaca menurut William
(1984) dalam Hedge, baik dengan teknik bottom-up maupun top-down, terdiri
dari tiga fase, yaitu pre-reading, while reading, dan post-reading (2000: 209).
Pre-reading merupakan kegiatan warming up agar pemelajar siap dengan
konteks ketika memahami bacaan. While-reading merupakan kegiatan
pengajaran yang diisi dengan tugas-tugas yang telah dipersiapkan berdasarkan
teks yang telah dibaca. Post-reading adalah kegiatan akhir pengajaran
kemahiran membaca yang dapat diisi dengan kegiatan menyimpulkan,
memecahkan masalah, atau mengintegrasikan keterampilan membaca dengan
keterampilan yang lain.
Berdasarkan teori proses interaksi pengetahuan yang dipaparkan oleh
Widdowson, isi kegiatan pre-reading dengan teknik bottom-up dan top-down
akan berbeda. Pre-reading dengan teknik bottom-up akan diisi dengan kegiatan
mengulas struktur, kosakata, dan unsur kebahasaan lainnya. Sementara itu, pre-
reading dengan teknik top-down akan diisi dengan kegiatan memberikan
schema barn berkaitan dengan topik, memberikan contextual clues, dan
informasi penting lainnya di Iuar aspek bahasa.
Impiementasi e-Leaming dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 67
3.6. Genre Teks
Dalam pengajaran keterampilan menulis, dikenal istilah ancangan genre
(genre approach). Ancangan ini menggunakan pengenalan struktur teks untuk
langkah-Iangkah dalam menulis. Sementara itu, pengajaran kelas
pemahaman membaca dalam kurikulum bahasa Inggris tingkat SMA saat ini
juga menggunakan ancangan genre. Genre adalah gaya atau aliran (Shadily,
1975: 265). Genre dapatjuga berarti kind, style, category (especially of literary
form, eg poetry, drama, the novel) Hornby (1974: 358). Swales (1990: 33)
menyatakan bahwa "genre is quite easily used to refer to a distinctive category
of discourse of any type, spoken or written, with or without literary
aspirations." Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada awalnya kata genre
memiliki makna sempit, hanya untuk wacana yang terkait dengan kesusastraan
(literary form). Akan tetapi, saat ini telah mengalami perluasan makna
sehingga istilah ini juga digunakan untuk wacana di bidang nonkesusastraan,
baik lisan maupun tertulis. Dengan demikian, genre teks dapat diartikan
sebagai jenis teks, gaya teks, ataupun kategori teks.
Perubahan kurikulum sekolah dari kurikulum 2004 ke Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) , kemudian menjadi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) membawa perubahan dalam kurikulum bahasa Inggris
tingkat sekolah menengah. Saat berubah ke KBK, pengajaran bahasa Inggris
yang semula bersifat tematik menjadi berbasis genre (Genre Based Approach).
Oleh karena itu, pengajaran pemahaman membaca juga berbasis genre. Ada
sebelas genre teks dalam kurikulum bahasa Inggris tingkat SMA, yaitu
Narrative, Recount, Procedure, Descriptive, News Item, Report, Hortatory
exposition, Analytical Exposition, Explanation, Discussion, dan Review.
Dalam penelitian ini, genre teks yang digunakan sebagai konten e-
Learning atau materi ajar terdiri dari tujuh genre dan berjumlah sepuluh teks.
68 LINGUA Vo1.S No.1, Maret 55--79
Genre teks itu adalah Narrative, Report, Descriptive, News Item, Explanation,
Review, dan Discussion. Genre teks dalam penelitian ini dipilih berdasarkan
silabus dan Standar Kompetensi Lulusan 2009 (SKL) dari Badan Standar
Pendidikan (BSNP) .
. 4. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa Sekolah Menengah Atas kelas XII
(kelas tiga) jurusan Ilmu Alam (IA) yang dimulai pada awal semester 2 tahun
ajaran 2008/2009. Penelitian dilakukan selama· tiga bulan (Februari - April
2009). Lokasi penelitian dilakukan di institusi tempat penulis bekerja, yaitu
SMA Negeri 6 Depok, Jalan Raya Limo No 30, Kota Depok, Provinsi Jawa
Barat.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen (True
Experiment) dengan ancangan kuantitatif dan kualitatif (mixed methods).
Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
akibat dari adanya perlakuan yang dengan sengaja pada subjek (Aqib, 2006:
15). Ancangan yang digunakan adalah kombinasi antara ancangan kuantitatif
dan kualitatif atau disebut mixed methods research.
Desain penelitian eksperimen ini adalah Pretest-Posttest Group Design.
Artinya, dalam penelitian ini terdapat dua kelompok yang masing-masing
dipilih secara random (Sugiyono, 2008: 112). Kelompok eksperimen diberi
perlakuan (e-Learning), sedangkan kelompok kontrol tidak. Akan tetapi,
sebelum diberikan perlakuan, subjek penelitian diberikan pre-test untuk
mengetahui kemampuan awal mereka sebelum diberikan perlakuan. Untuk
mengetahui adanya pengaruh dari perlakuan, di akhir periode pemberian
perlakuan, subjek penelitian diberikan post-test. Setelah itu, kedua hasil tes
tersebut dibandingkan, diuji secara statistik, dan dianalisis.
Impiementasi e-Leaming dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 69
4.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner,
pre-test, dan post-test. Kuesioner digunakan untuk mengetahui respon siswa
tt(rhadap implementasi e-Learning, sedangkan tes digunakan untuk mengukui
hasil belajar siswa sebagai data kuantitatifyang akan dianalisis.
4.2 Analisis Data
Metode analisis data dilakukan secara induktif. Untuk mengetahui
pengaruh dari implementasi e-Learning dalam pengajaran pemahaman
membaca, dilakukan uji beda terhadap hasil pre-test dan post-test dengan
menggunakan t-test dalam program SPSS versi 13.0 for Windows. Jika
terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, implementasi e-Learning dalam pengajaran pemahaman
membaca berpengaruh secara signifikan (Sugiyono, 2008: 112). Selain itu,
analisis perubahan skor juga dilakukan dengan menggunakan Normalized Gain
(N-Gain). Menurut Hake (1999: 1) interpretasi dari Normalized Gain
berdasarkan kriteria berikut.
Tabell. Interpretasi Normalized Gain
Normalized Gain Score Interpretation
<0.3 low
0.3 - 0.7 medium
>0.7 high
Uji t-test dilakukan sebanyak lima kali, yaitu pertama uji t-test antara
kelas kontrol dan kelas eksperimen (KK-KE). Kedua, uji t-test antara kelas
70 LfN4lJA Vol.8 No.1, Maret 55-79
kontrol dan eksperimen-l (KK-KE-l). Ketiga, uji t-test antara kelas kontrol
dan eksperimen-2 (KK-KE-2). Keempat, uji t-test antara siswa laki-laki dan
perempuan pada kelas eksperimen. Variabel gender digunakan dalam analisis
data hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa siswa laki-laki
lebih antusias mengikuti kelas pemahaman membaca dengan e-Learning
. dibanding siswa perempuan. Kelima, uji t-test skor pre-test dan post-test pada
masing-masing kelas itu sendiri (t-test in group). Selain itu, data dari kuesioner
menunjukkan bahwa hanya ada satu orang siswa perempuan yang menyatakan
bahwa keterampilan pemahaman membaca itu sulit. Sementara pada siswa
laki-Iaki terdapat dua orang yang menyatakan bahwa keterampilan membaca
itu sulit. Fenomena ini menarik bagi penulis untuk melakukan analisis
berdasarkan gender sehingga dapat diketahui perbedaan pengaruh e-Learning
terhadap hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan. Terakhir, data kuesioner
dianalisis untuk mendeskripsikan respon siswa terhadap implementasi e-
Learning.
4.3 Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan uji t-test,
yang dilakukan sebanyak lima kali. Pertama, uji t-test untuk nilai pre-test dan
post-test antara kelas kontrol dan eksperimen (KK - KE). Kedua, uji t-test
untuk nilai pre-test dan post-test antara kelas kontrol dan eksperimen-l (KK -
KE-l). Ketiga, uji t-test untuk nilai pre-test dan post-test antara kelas kontrol
dan eksperimen-2 (KK - KE-2). Keempat, uji t-test untuk nilai pre-test dan
post-test antara siswa laki-Iaki dan perempuan pada kelas eksperimen. Kelima,
uji t-test antara nilai pre-test dan post-test pada masing-masing kelas itu
sendiri. Hasil uji t-test terangkum pada tabel 2 berikut.
Implementasi e-Leaming dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Bum.) 71
Tabel2. Hasil Uji t-test
Tes Uji t-test antar group {-test in
group
KK- KK- KK- GEN KK KE
KE KEl KE2 DER
Pre-test 0,58 0,38 0,94 0,08 - -Post- 0,00 0,00 0,16 0,09 - -test
Pre-test
-Post- - - - - 0,00 0,00
test
Uji t-test dengan program SPSS versi 13.0 for Windows ini menggunakan
dua sampel independen. Maka level signifikansi yang digunakan adalah 0,05
(Nisfiannoor, 2009: 114). Dengan demikian, tabel 2 dapat diinterpretasikan
berdasarkan pedoman berikut:
(a) Jika, p-value < 0,05 maka Ho tertolak, artinya HIbeIterima, ada
perbedaan.
(b) Jika, p-value > 0,05 maka Ho berterima, artinya HI tertolak, tidak ada
perbedaan.
Simpulan yang dapat ditarik dari analisis hasil uji t-test untuk skor
test adalah secara umum tidak ada perbedaan hasil belajar siswa di kelas
pemahaman membaca pada tes yang pertama antara kelas kontrol dan
eksperimen. Artinya, sebelum perlakuan e-Learning diberikan, tingkat
kemampuan siswa dalam menjawab soal tidak berbeda secara signifikan. Akan
tetapi, berdasarkan nilai mean pada hasil pre-test dapat diketahui bahwa kelas
eksperimen-I memiliki intake tertinggi dari kedua kelas yang lain. Artinya,
kelas eksperimen-I memiliki tingkat kemampuan yang paling tinggi dari kelas
kontrol dan eksperimen-2.
72 LINGUA Vol.S No.1, Maret 55-79
Simpulan dari analisis basil uji t-test untuk skor post-test adalah secara
umum ada perbedaan hasil belajar siswa di kelas pemahaman membaca yang
sangat signifIkan pada tes yang kedua antara kelas kontrol dan eksperimen.
setelah perlakuan e-Learning diberikan, tingkat kemampuan siswa
dalam menjawab soal tes pemahaman membaca tidak sama. Kelas eksperimen
,mengalami peningkatan hasil belajar yang signifIkan pada tes yang kedua.
Sementara itu, siswa laki-laki juga mengalami peningkatan hasil belajar yang
lebih tinggi daripada siswa perempuan. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa implementasi e-Learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa di
kelas pemahaman membaca, khususnya pada siswa laki-laki. Jadi, hipotesis
pertama dan dalam penelitian ini berterima, yaitu ada perbedaan hasil belajar
siswa dalam kelas pemahaman membaca yang signifIkan antara kelas yang
menggunakan e-Learning dan kelas yang menggunakan buku teks. Akan tetapi,
hipotesis kedua tertolak. Artinya perbedaan hasil belajar siswa dalam kelas
pemahaman membaca antara siswa laki-laki dan perempuan pada kelas
eksperimen kurang signifIkan.
Perbedaan Rerata Antara Kelompok (N-Gain)
Post test-Pre test
Noi7yl;llizlfd (JAIN
interpretation
1.18 2.44
Q.22 '. (),49
low mediu",
1.51 Q .. 29 ,
Low
1.98
Selain melakukan uji statistik dengan program SPSS, penulis juga
melakukan perbandingan rerata hasil belajar antara dua kelompok itu secara
manual. Hal ini dilakukan sebagai cross-check dari uji statistik yang telah
dipaparkan di atas dan sebagai data pendukung untuk memperkuat simpulan.
Implementasi e-Leaming dalarn Pengajaran Pemaharnan Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 73
Dengan melihat rerata per kelas antara keias kontrol dan ekperimen, diperoleh
hasil perhitungan sebagai berikut.
Tabel3. Perbandingan Rerata Kelas Kontrol dan Eksperimen
NO. RERATA KK KE-l KE-2 EG
1. Pre-test 4,73 4,98 4,75 4,86
2, Post-test 5,91 7,42 6,26 6,84
3, Peningkatan nilai 1,18 2,44 1,51 2,00
4, Prosentase 18% 29% 24% 26%
peningkatan nilai
Hasil perhitungan itu digunakan untuk mencari gain score atau disebut
Juga analisis perubahan skor (score change analysis). Dengan demikian,
berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa perubahan nilai kelas
eksperimen-l adalah sedang (medium), sedangkan kelas kontrol dan
eksperimen-2 adalah rendah (low). Terlihat jelas bahwa gain dari ketiga kelas
itu berubah, hanya kelas eksperimen-l memiliki gain yang paling besar.
Perubahan ini bukan bersifat kebetulan, tetapi akibat dari adanya perlakuan
khusus, yaitu e-Learning.
Gain yang rendah antara kelas kontrol dan eksperimen-2 terjadi karena
intake siswa sebelum diberi perlakuan di kedua kelas itu harnpir sarna. Setelah
diberi perlakuan e-Learning, gain kedua kelas juga tidak jauh berbeda. Jadi,
dapat dikatakan bahwa model pembelajaran konvensional dan e-Learning
sarna-sarna berpengaruh terhadap hasil belajar siswa di kelas pemaharnan
membaca. Akan tetapi, secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan gain antara kelas kontrol dan eksperimen (EG). Perbedaan itu terjadi
bukan karena faktor kesempatan, melainkan disebabkan adanya pengaruh
variabel lain, yaitu e-Learning. Dengan demikian, pemberian perlakuan e-
74 LfN4lJAVol.8 No.1, Mar'\t 55-79
Learning pada kelas eksperimen berpengaruh terhadap perubahan hasil belajar
siswa di kelas pemahaman membaca.
4.4 Analisis Data Kualitatif ,
Analisis data kualitatif dilakukan berdasarkan data yang dikumpulkan
, dengan menggunakan kuesioner. Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk
mengukur motivasi dan respon siswa terhadap implementasi e-Learning.
Kuesioner hanya diberikan pada kelas eksperimen sebanyak 81 orang siswa,
tetapi jumlah kuesioner yang dapat diisi dan dikumpulkan hanya ada 78
kuesioner. Jadi, ada tiga kuesioner yang tidak diisi dan dikumpulkan karena
siswa yang bersangkutan berhalangan hadir pada saat pembagian kuesioner.
Butir pertanyaan untuk mengukur motivasi membaca siswa dimulai dari butir
pertanyaan nomor 6 s.d. 10, sedangkan butir pertanyaan untuk mengukur
respon siswa terhadap implementasi e-Learning dimulai dari nomor 11 s.d. 19.
Sementara itu, butir pertanyaan nomor 20 digunakan sebagai salah satu acuan
rekomendasi untuk perbaikan implementasi e-Learning pada masa yang akan
datang.
4.5 Motivasi
Dari 78 responden terdapat 51 orang (65,4%) yang menyatakan suka
membaca teks bahasa Inggris dan hanya 27 orang (34,6%) yang menyatakan
tidak suka membaca teks bahasa Inggris. Terdapat 72 orang (92%) yang
menyatakan menyukai kelas pemahaman membaca dan hanya 6 orang (8%)
yang menyatakan tidak menyukai kelas pemahaman membaca. Alasan utama
mereka adalah sebagian besar karena kelas pemahaman membaca lebih
menarik, menggunakan teknologi komputer, dan dilakukan di luar kelas, yaitu
di laboratorium komputer yang suasananya lebih nyaman. Jadi, dapat
Impiementasi e-Leaming daiam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 75
disimpulkan bahwa implementasi e-Learning dalam pengajaran pemahaman
membaca mampu meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti kelas
pemahaman membaca itu sendiri.
Berdasarkan hasil analisis mengenru motivasi membaca yang telah
diuraikan di atas, dapat ditarik simpulan secara umum sebagai berikut.
Implementasi e-Learning dalam pengajaran pemahaman membaca dapat
meningkatkan motivasi membaca siswa dan motivasi dalam mengikuti proses
pembelajaran di kelas pemahaman membaca. Hal ini menjadi efek positif
untuk dijadikan sebagai salah satu alasan bagi keberlanjutan penggunaan e-
Learning pada kelas pemahaman membaca pada masa yang akan datang.
4.6 Respon Implementasi e-Learning
Dari 78 responden, temyata 75 orang (96,2%) menyatakan bahwa mereka
senang mengikuti kelas pemahaman membaca (Reading Comprehension) yang
diselenggarakan di laboratorium komputer dan hanya 3 orang (3,8%) yang
menyatakan tidak senang. Terdapat 74 orang (95%) dari 78 responden yang
menyatakan bahwa kelas pemahaman membaca dengan website "English
Corner" (e-Learning) itu menarik dan hanya 4 orang (5%) yang menyatakan
tidak menarik. Dari jawaban 78 responden, 72 orang (92,3%) menyatakan
bahwa video dan gambar yang ditampilkan dapat membantu mereka
memahami gambaran umum dari bacaan yang akan di baca dan 6 orang (7,7%)
menyatakan bahwa video dan gambar tidak cukup membantu mereka
memahami isi teks. Dari 78 responden, hanya ada 2 orang (2,6%) yang
menyatakan bahwa kuis online tidak menarik. Sementara itu, hampir seluruh
responden, yaitu 76 orang (97,4%) menyatakan bahwa lebih senang
mengerjakan kuis online. Ada 71 orang (91%) dari 78 responden yang
menyatakan setuju jika pengajaran pemahaman membaca untuk kelas yang
76 LlNlfUA Vol.8 No.1, Mare! 55-79
akan datang dilakukan dengan e-Learning seperti yang sudah
diimplementasikan. Responden yang tidak setuju dengan keberlanjutan
implementasi e-Learning dalam pengajaran pemahaman membaca hanya ada 7
orang (9%).
Dari keseluruhan urruran di atas, dapat dirangkum dalam sebuah
simpulan secara umum sebagai berikut. Implementasi e-Learning dalam
pengajaran pemahaman membaca mampu meningkatkan motivasi membaca
dan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pemahaman
membaca. Adanya respon postitif dari siswa terhadap implementasi e-Learning
membuktikan kebenaran dari hipotesis ketiga dalam penelitianan ini. Dengan
demikian, hipotesis ketiga dalam penelitian ini berterima, yaitu adanya respon
positif dari pemelajar terhadap implementasi e-Learning dalam pengajaran
pemahaman membaca.
5. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, simpulan permasalahan
yang dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Implementasi e-Learning dalam pengajaran pemahaman membaca
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa di kelas
pemahaman membaca.
2. Hasil uji t-test berdasarkan gender menujukkan bahwa perbedaan hasil
belajar antara siswa laki-laki dan perempuan kurang signifikan.
3. Implementasi e-Learning dalam pengajaran pemahaman membaca
mendapat respon positif dari siswa.
Impiementasi e-Learning dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 77
Daftar Pustaka
Anderson, Anne dan Tony Lynch. (1988). Listening. Oxford: Oxford
University Press.
Aqib, Zaenal. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV. Yrama
Widya.
Beatty, Ken. (2003). Teaching and Researching Computer-assisted Language
Learning. London: Longman.
Cook, Guy. (1993). Discourse. Oxford: Oxford University Press.
Hake, Richard R. (1999). Analyzing ChangeiGainScores.
http://www. AnalyzingChange-Gain.pdf.
Harmer, Jeremy. (2001). The Practice of English Language Teaching. London:
Longman.
Harmer, Jeremy. (2007). How to Teach English. Cina: Pearson Longman.
Hasbullah. (2008). Perancangan dan lmplementasi Model Pembelajaran
e-Learning Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Di JPTE
FPTKUP 1 Online.
http://www.puslitjaknov.org/datalfileI2008/makalah poster session pd
flHasbullah Perancangan%20dan%20Implementasi%20Model%20Pem
belajaran.pdf diakses 10 Januari 2009.
Hedge, Tricia. (2000). Teaching and Learning in the Language Classroom.
Oxford: Oxford University Press.
Hornby, A.S. (1974). Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current
English. Oxford: Oxford University Press.
Ismail, Mohd. Arif. Hj. & Rosnaini Mahmud. (2008). Teknik Video dalam
Pendidikan: Penerapan dan Pemupukan Nilai Melalui Bahan Sumber
78 LINGUA Vo1.8 No.1, 55--79
Video. Dalam Isjoni & Mohd. Arif. Hj. Ismail (Ed.). Pembelajaran
Virtual Perpaduan Indonesia-Malaysia. Y ogyakarta: Pustaka Pelajar.
Long, Michael H. dan Jack C. Richards. (1987). Methodology in TESOL.
USA: Heinle & Heinle Publishers. , Nisfiannoor, Muhammad. (2009). Pendekatan Statistika Modern untuk Emu
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Oxford, Rebbeca L. (1990). Language Learning Strategies. Boston: Heinle &
Heinle Publishers.
Richard-Amato, Patricia A. (2003). Making It Happen From Interactive to
Participatory Language Teaching: Theory and Practice. USA:
Longman.
Scorepak: Item Analysis. (2009, May 6). http://www.washington.edu/oea/pdfs/
resources/item_analysis.pdf.
Shadily, Hassan & John M. Echols. (1975). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Soekartawi. (2007). Merancang dan Menyelenggarakan e-Learning.
Y ogyakarta: Ardana Media dan Rumah Produksi Informatika.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suryoputro, Gunawan. (2006). The Effect of Teaching Cohesion and Webbing
on Comprehension. Disertasi. Jakarta: Universitas Atma Jaya.
Swales, John M. (1990). Genre Analysis. Cambridge: Cambridge University
Press.
Taylor, Barbara & Larry A. Harris, et.a!. (1995). Reading Difficulties:
Instruction and Assessment. USA: McGraw-Hill, Inc.
Wahono, Romi Satria. (2008). Meluruskan Salah Kaprah Tentang
e-Learning. Online. http://www.romisatriawahono.net diakses 10 Januari
2009.
Implementasi e-Leaming dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa (Setyowati, S.Pd., M. Hum.) 79