Download - Laporan Postulat Koch
POSTULAT KOCH(Laporan Praktikum Bioekologi Penyakit Tumbuhan)
Oleh
Andino Nurponco G.1414121026Kelompok 5
JURUSAN AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2015
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan postulat koch untuk mengetahui
hubungan sebab akibat antara jamur Colletotrichum capsici dengan cabai. Pada
tahun 1884 Robert Koch mengusulkan serangkaian postulat yang dikenal dengan
nama Postulat Koch. Postulat Koch adalah suatu rangkaian pengujian untuk
membuktikan keberadaan mikrobia tertentu yang merupakan penyebab penyakit
(Jawetz, 1996).
Untuk mendiagnoses suatu penyakit yang belum diketahui patogennya, kita dapat
menggunakan postulat koch. Sebelum melakukan identifikasi terhadap patogen
baik berupa bakteri maupun jamur tersebut, terlebih dahulu kita harus
menumbuhkan atau membiakan patogen tersebut. Istilah tersebut biasa dikenal
dengan isolasi patogen. Mikroorganisme dapat berkembang biak dengan alami
atau dengan bantuan manusia. Dengan berbagai teknik isolasi kita akan coba
mengetahui teknik mana yang paling tepat dan paling baik untuk pertumbuhan
patogen atau mikroorganisme.
Antraknosa pada cabai disebabkan oleh genus Colletotrichum, yang digolongkan
menjadi enam spesies utama yaitu C. gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium,
C. capsici dan C. coccodes (Kim, et. al. 1999).
Antraknosa merupakan salah satu penyakit penting dalam produksi cabai di
daerah tropis yang panas dan lembab, dan juga dikenal sebagai penyakit busuk
buah prapanen dan pasca panen. Serangan penyakit ini disebabkan oleh cendawan
Colletotrichum spp, dan dapat menurunkan produksi sebesar 45-60 % dan kualitas
cabai (Hidayat, 2004).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengenal dan mengetahui cara-cara isolasi patogen tumbuhan.
2. Mengenal dan mengetahui morfologi patogen secara mikroskopis.
3. Mengetahui dan mempelajari cara-cara penularan penyakit.
4. Mengetahui hasil inokulasi patogen buatan dan gejala.
II. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 26, 2 dan 9 September s/d Oktober
2015 pukul 08.00 s/d 10.00 di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman.
2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat dalam praktikum kali ini adalah LAF, silet, jarum ose, pinset,
pembakar bunsen, tisu, mikroskop majemuk, kaca preparat, nampan, sedotan,
selotip, plastik warp, spatula dan jarum pentul. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan adalah media PDA, alkohol 70%, bagian tanaman yang bergejala, air
steril, biakan jamur dan gula.
2.3 Prosedur Kerja
Adapun proses kerja pada parktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Postulat Koch I
Meja kerja didisinfeksi dengan alkohol 70%, dilakukan disinfeksi pada
permukaan tanaman yang tebal dengan alkohol 70%. Dilakukan pemotongan pada
perbatasan daerah yang sakit dan sehat. Untuk jaringan tipis disediakan tiga buah
cawan petri. Cawan 1 diisi air steril, cawan 2 diisi larutan klorok 0,5%, cawan 3
diisi air steril. Dipotong bagian tanaman pada perbatasan daerah yang sakit dan
yang sehat (± 0,5 cm²), kemudian dimasukkan ke dalam cawan 1 selama 30 detik,
cawan 2 selama 2 menit, cawan 3 selama 30 detik. Setelah itu dikeringkan dengan
cara diletakkan diatas tisu. Untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur, potongan
langsung dimasukkan ke dalam media PDA. Untuk penyakit yang disebabkan
bakteri, potongan tadi dimasukkan dalam air steril 10 ml, dihomogenkan lalu
digoreskan pada PDA. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat mulai
tumbuhnya jamur, warna koloni, gambar/foto bentuk koloni. Pada pekan depan
praktikum, dilakukan pengamatan secara mikroskopis unutk melihat morfologi
jamur.
2. Postulat Koch II
Diambil biakan jamur dari praktikum sebelumnya dengan menggunakan jarum
pentul, letakkan di atas kaca preparat dan diamati bentuk jamur di atas mikroskop.
Kemudian disiapkan biakan patogen dalam cawan petri, media lubangi media
dengan bor gabus, disiapkan buah cabai dan disusun diatas sedotan yang sudah
disusun diatas nampan. Diambil cuplikan jamur dengan jarum ose, lalu ditaruh di
permukaan buah cabai yang sudah ditusuk dengan jaru dan yang tidak. Ditutup
dengan selotip dan nampan ditutup dengan plastik warp. Gejala diamati.
3. Postulat Koch III
Meja kerja didisinfeksi dengan alkohol 70%, dilakukan disinfeksi pada
permukaan tanaman yang tebal dengan alkohol 70%. Dilakukan pemotongan pada
perbatasan daerah yang sakit dan sehat. Untuk jaringan tipis disediakan tiga buah
cawan petri. Cawan 1 diisi air steril, cawan 2 diisi larutan klorok 0,5%, cawan 3
diisi air steril. Dipotong bagian tanaman pada perbatasan daerah yang sakit dan
yang sehat (± 0,5 cm²), kemudian dimasukkan ke dalam cawan 1 selama 30 detik,
cawan 2 selama 2 menit, cawan 3 selama 30 detik. Setelah itu dikeringkan dengan
cara diletakkan diatas tisu. Untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur, potongan
langsung dimasukkan ke dalam media PDA. Untuk penyakit yang disebabkan
bakteri, potongan tadi dimasukkan dalam air steril 10 ml, dihomogenkan lalu
digoreskan pada PDA. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat mulai
tumbuhnya jamur, warna koloni, gambar/foto bentuk koloni. Pada pekan depan
praktikum, dilakukan pengamatan secara mikroskopis unutk melihat morfologi
jamur.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
No Foto Keterangan1 Hasil isolasi pada Postulat Koch I.
Setelah dilihat diatas mikroskop, jamur
berbentuk bulat dan berwarna coklat,
tidak berbentuk bulan sabit. Namun
jamur memang sama dengan jamur
yang ada pada cabai yang terkena
penyakit.
2
http://bugwoodcloud.org/images/768x512/5498971.jpg
Hasil pengamatan mikroskopis dengan
mikroskop majemuk. Morfologi jamur
yang terlihat adalah berbentuk bulat.
Sedangkan jamur yang seharusnya
berbentuk bulan sabit. Gejala yang
ditimbulkan pun berbeda. Warna
jamur pada media berwarna coklat
sedangkan untuk jamur
Colletotrichum capsici berwarna
hitam.
3 Tidak ditusuk jarum Pada inokulasi cabai yang tidak
Ditusuk jarum
ditusuk jarum belum terlihat adanya
infeksi, meskipun ada baru sedikit dan
sangat kecil. Sedangkan pada cabai
yang ditusuk jarum, jamur sudah mulai
tumbuh dan berkembang memberikan
ciri-ciri gejala yang cukup kecil.
4 Hasil reisolasi pada minggu terakhir.
Jamur yang tumbuh bukan
Colletotrichum capsici melainkan
jamur lain. Namun jamur ini sama
dengan hasil isolasi pada minggu
pertama.
Pembahasan
Salah satu metode isolasi patogen yang cukup mudah dilakukan adalah postulat
koch. Postulat Koch atau Postulat Henle-Koch ialah 4 kriteria yang dirumuskan
Robert Koch pada 1884 dan disaring dan diterbitkannya pada 1890. Menurut
Koch, keempatnya harus dipenuhi untuk menentukan hubungan sebab-musabab
antara parasit dan penyakit.
Dalam melakukan uji postulat koch ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Menurut Agrios (1996), langkah-langkah untuk membuktikan hipotesis bahwa
patogen yang diisolasi adalah penyebab penyakit:
1. Patogen tersebut harus selalu didapatkan berasosiasi dengan penyakit pada
semua tumbuhan sakit yang diuji.
2. Patogen harus dapat diisolasi dan ditumbuhkan dalam biakan murni dalam
medium biakan, dan sifatnya menjelaskan (parasit non-obligat) dan tetap
penampilan dan pengaruhnya.
3. Patogen dari biakan murni harus dapat diinokulasikan ke tumbuhan yang sehat
dari spesies atau varietas yang sama dengan tempat penyakit tersebut muncul
dan patogen tersebut harus menghasilkan penyakit yang sama pada tumbuhan
yang diinokulasi.
4. Patogen harus dapat diisolasi kembali pada biakan murni dan sifatnya harus
betul-betul sama dengan yang diamati pada langkah kedua di atas.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam Teknik Postulat Koch meliputi
empat tahapan, yaitu asosiasi, isolasi, inokulasi, dan reisolasi. Asosiasi yaitu
menemukan gejala penyakit dengan tanda penyakit (pathogen) pada tanaman atau
bagian tanaman yang sakit. Isolasi yaitu membuat biakan murni pathogen pada
media buatan (pemurnian biakan). Inokulasi adalah menginfeksi tanaman sehat
dengan pathogen hasil isolasi dengan tujuan mendapatkan gejala yang sama
dengan tahap asosiasi. Reisolasi yaitu mengisolasi kembali patogen hasil inokulasi
untuk mendapatkan biakan patogen yang sama dengan tahap isolasi (Gilang,
2012).
Langkah asosiasi dan isolasi dilakukan pada praktikum minggu pertama. Pada
praktikum tersebut praktikan membawa cabai yang terkena penyakit antraknosa.
Kemudian jamur yang ada pada cabai dilihat di atas mikroskop untuk memastikan
bahwa jamur yang akan diisolasi adalah Colletotrichum capsici. Setelah dilihat
dengan mikroskop majemuk, kemudian jamur diisolasi di ruangan khusus.
Pengisolasian dilakukan dalam LAF agar tidak terjadi kontaminasi dari
mikroorganisme lain. Setelah diisolasi, biakan dibiarkan selama satu minggu.
Langkah inokulasi atau menginfeksikan kembali biakan pada cabai yang sehat
dilakukan pada minggu kedua. Biakan hasil isolasi minggu pertama dilihat lagi
diatas mikroskop, tetapi biakan yang tumbuh pada media tidak memiliki
morfologi seperti jamur Colletotrichum capsici, jamur yang terlihat berbentuk
bulat bukan bulan sabit, namun percobaan tetap dilanjutkan. Praktikan diharuskan
membawa cabai yang masih sehat sebagai bahan pengujian metode ini. Cabai
yang masih sehat diinfeksikan dengan biakan yang sudah dibuat seminggu yang
lalu. Kemudian cabai tersebut dimasukkan dalam nampan dan ditutup plastik
warp. Biarkan selama seminggu, dan seharusnya inokulan disemprod dengan air
untuk menjaga kelembaban cabai agar jamur dapat tumbuh dengan baik.
Langkan reisolasi dilakukan pada minggu ketiga. Cara kerjanya sama dengan
isolasi hanya saja jamur yang diambil berasal dari inokulan yang dibuat pada
minggu kedua. Setelah proses reisolasi selsai, pengamatan harus dilakukan setiap
hari untuk memantau pertumbuhan jamur. Dan hasilnya jamur yang tumbuh sama
dengan jamur yang sebelumnya dibiakkan. Jamur berbentuk bulat-bulat bukan
jamur Colletotrichum capsici yang diinginkan. Artinya percobaan untuk
mengidentifikasi jamur C. capsici gagal. Namun percobaan postulat koch berhasil,
karena jamur yang direisolasi sama dengan jamur yang diisolasi.
Pada saat langkah inokulasi, penginfeksian jamur terhadap cabai ada dua jenis.
Yang pertama buah cabai ditusuk dengan jaru terlebih dahulu dan yang kedia
tidak. Hasilnya cabai yang ditusuk terlebih dahulu lebih mudah terinfeksi daripada
yang tidak. Hal ini dikarenakan jamur lebih mudah menyerang cabai yang sudah
ditusuk karena memberikan celah untuk hifa jamur masuk ke dalam sel.
Sedangkan yang tidak ditusuk, jamur harus berusaha menghancurkan lapisan lilin
yang merupakan sistem pertahanan tanaman terhadap patogen terlebih dahulu,
sehingga akan lebih lama perkembangannya dibandingkan dengan yang ditusuk
terlebih dahulu.
Jamur Colletotrichum dapat menginfeksi cabang, ranting, daun dan buah. Infeksi
pada buah terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan sesudah tua. Gejala
diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit
melekuk. Serangan yang lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering,
membusuk dan jatuh (Rusli dkk, 1997).
Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang belum
dewasa/matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam pada satu
buah cabai. Ketika penyakit mengeras, bercak akan bersatu. Massa spora jamur
berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang konsentris pada
permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan kelihatan. Dengan
rabaan, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah mikroskop akan tampak
rambut-rambut halus berwarna hitam. Spora terbentuk cepat dan berlebihan dan
memencar secara cepat pada hasil cabai, mengakibatkan kehilangan sampai 100%.
Bercak dapat sampai ke tangkai dan meninggalkan bintik yang tidak beraturan
berwarna merah tua dengan tepinya berwarna merah tua gelap (Ivey and Miller,
2004).
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Jamur yang dibiakkan bukan jamur Colletotrichum capsici, kerena
morfologi dan gejala yang ditimbulkan tidak sesuai.
2. Percobaan postulat koch berhasil, hanya saja untuk membiakkan jamur
Colletotrichum capsici gagal.
3. Jamur yang terlihat pada mikroskop berbentuk bulat bukan bulan sabit.
4. Jamur lebih cepat tumbuh pada cabai yang sudah ditusuk jarum daripad
yang tidak ditusuk jarum.
5. Jamur yang tumbuh kemungkinan adalah Colletotrichum gloeosporioides.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gilang, R. 2012. Postulat koch. http://restugilang08.student.ipb.ac.id/2010/06 /21/postulat-koch/. IPB. Bogor.
Hidayat, 2004. Mikrobiologi Industri. C.V Andi Offset. Yogyakarta.
Ivey, M.L.L. and S.A.Miller. 2004. Anthracnose fruit rot of pepper, Ohio State University Extension Fact Sheet Plant Pathology, Columbus.hlm: 127-132
Jawetz, E. et al. 1996. Mikrobiologi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Kim, K.J., Kim, B.C., Choi, H.J., Kim, D.S., Suhartono, M.T., Pyun Y.R.. 2002. Isolation and characterization of a thermophilic lipase from bacillus thermoleovorans ID-1, FEMS Microbiol. Lett.,179, 393-400.
Rusli, I., Mardinus, Zulpadli., 1997. Penyakit antraknosa pada buah cabai di sumatera barat, prosiding kongres nasional xiv dan seminar ilmiah perhimpunan fitopatologi indonesia, Palembang, hlm: 187-190.
LAMPIRAN