Download - LAPORAN PENELITIAN UNIVERSITAS NASIONAL
LAPORAN PENELITIAN
UNIVERSITAS NASIONAL
PENGARUH TINGKAT INFLASI, SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR
RUPIAH TERHADAP PENERIMAAN PAJAK NEGARA
Ketua : Nungki Yartono
Anggota : Desna Azizah
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2020
i
ii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga
dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Negara (Studi pada
Kementerian Keuangan, Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia Periode 2015-
2019).
Hasil analisis dengan metode statistik menggunakan metode Regresi menunjukkan
bahwa tingkat inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara, suku bunga
tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara dan nilai tukar rupiah tidak
berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara.
Kata kunci: Penerimaan pajak negara, tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alahamdulillahi robbil ‘alamin, Puji dan syukur kita panjat kan atas
kehadirat Allah SWT atas rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dengan judul “Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar
Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Negara”. Penelitian ini disusun dalam rangka
memenuhi salah satu bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Selama penelitian ini penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Allah SWT dan segala puji bagi Allah atas semua nikmat
dan hidayah-Nya. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat
sebagai bahan referensi ataupun bahan pembanding bagi pembaca, dalam rangka
memperluas wawasan ilmu pengetahuan.
Dalam bagian akhir kata pengantar ini penulis mohon maaf apabila terdapat
kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu segala kritik dan saran penulis terima
dengan senang hati demi kesempurnaan penelitian ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 28 Desember 2020.
Penulis,
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah......................................... 4
1.2.1 Rumusan Masalah ......................................................... 4
1.2.2 Pembatasan Masalah ..................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
1.4 Kegunaan Penelitian................................................................... 5
1.4.1 Teoritis ........................................................................... 5
1.4.2 Praktis ............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori ...................................................................................................... 6
2.1.1 Ekonomi ............................................................................ 6
2.1.2 Pajak .................................................................................. 18
2.1.3 Tingkat Inflasi ................................................................... 26
2.1.4 Suku Bunga ....................................................................... 28
2.1.5 Nilai Tukar Rupiah ............................................................ 29
2.1.6 Penerimaan Pajak Negara ................................................. 33
2.2 Variabel dan Keterkaitan antar Variabel Penelitian ............................... 34
2.2.1 Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak
Negara ............................................................................... 34
v
2.2.2 Pengaruh Suku Bunga Terhadap Penerimaan Pajak
Negara ............................................................................... 35
2.2.3 Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Penerimaan
Pajak Negara ..................................................................... 35
2.3 Kerangka Analisis .................................................................................. 36
2.4 Hipotesis ................................................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian .................................................................................... 39
3.2 Data Penelitian ....................................................................................... 39
3.2.1 Sumber Data dan Jenis Data ...................................................... 39
3.2.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 40
3.2.3 Teknik dan Alat Pengumpulan Data .......................................... 40
3.3 Definisi Operasional............................................................................... 41
3.4 Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis ............................................. 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................... 50
4.1.1 Deskripsi Data dan Analisisnya ..................................... 50
4.1.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik ...................................... 54
4.1.3 Hasil Pengujian Hipotesis .............................................. 64
4.1.4 Pembahasan dan Rangkuman Hasil Penelitian .............. 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 67
5.2 Saran ........................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu keberhasilan penyelenggaraan negara adalah terlaksananya suatu
program pembangunan nasional, untuk pelaksanaan setiap tahunnya
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyusun sebuah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah menyusun APBN sesuai
dengan kebutuhan dalam penyelenggaraan negara dan kemampuan pendapatan
negara dalam rangka terwujudnya suatu perekonomian nasional dengan prinsip
efisiensi keadilan, kebersamaan berwawasan lingkungan, berkelanjutan,
menjaga suatu keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pada
saat ini pendapatan utama negara adalah bukan ekspor migas lagi, melainkan
pemerintah lebih meningkatkan penerimaan negara dalam sektor perpajakan.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara pada sektor perpajakan
nasional pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
melahirkan sebuah Undang-Undang tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan pada UU nomor 6 tahun 1983, kemudian melahirkan juga tentang
pajak penghasilan pada UU nomor 7 tahun 1983, tentang pajak pertambahan
nilai dan pajak penjualan atas barang mewah pada UU nomor 8 tahun 1983.
Kemudian di dua tahun berikutnya menghasilkan UU nomor 12 tahun 1985
tentang pajak bumi dan bangunan dan UU nomor 13 tahun 1985 yang berisi
tentang bea materai, selanjutnya dilakukan perubahan kembali pada tahun
berikutnya. Dalam UU di atas terdapat juga aspek hukum yang mencantumkan
sanksi-sanksi hukum apabila Wajib Pajak (WP) baik pribadi maupun badan
lalai dalam menunaikan kewajibannya membayar pajak.
Untuk mewujudkan kesinambungan fiskal yaitu konsisten dalam menjaga
langkah-langkah konsolidasi fiskal dan mendukung suatu pertumbuhan
ekonomi nasional, dalam mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran.
Maka secara umum APBN diarahkan mampu menjadi suatu pedoman dalam
2
2
pelaksanaan kegiatan suatu negara, sesuai dengan kemampuan keuangan
negara, dan menjaga stabilitas ekonomi makro.
Sesuai dengan penerimaan negara pada APBN tahun 2018 sebesar
Rp1.894,7 Triliun, dari sektor perpajakan sebesar Rp. 1.618,1 Triliun atau
sebesar 85,4% dari total penerimaan negara, dari sektor bukan pajak sebesar
Rp275,4 Triliyun atau sebesar 14,5% dari total penerimaan negara, dan dari
sektor hibah sebesar Rp1,2 Triliun atau sebesar 0,1% dari total penerimaan
negara.
Menyusun suatu APBN tahun 2018 tersebut menggunakan asumsi ekonomi
makro yang disepakati oleh dewan perwakilan rakyat dan pemerintah, yaitu
pada tingkat inflasi 3,5% yoy, tingkaat Suku Bunga Indonesia (SBI) tiga bulan
dengan rata rata 5,2% , nilai tukar rupiah tanggal 31 Desember 2018 sebesar
Rp 14.481 per USD, pertumbuhan ekonomi 5,4%, harga minyak mentah sebesar
48 dollar AS per barrel, dan lifting minyak sebesar 800 ribu barrel per hari.
Pada tahun 2019 pemerintah kembali mengajukan APBN, terdapat beberapa
perubahan dengan asumsi makro ekonomi yaitu pada tingkat inflasi 3,5% yoy,
tingkat Suku Bunga Indonesia (SBI) tiga bulan dengan rata-rata 5,3% per tahun,
nilai tukar rupiah tanggal 31 Desember 2019 sebesar Rp 13.901 per USD,
pertumbuhan ekonomi 5,3%, harga minyak mentah sebesar 70 dollar AS per
barel, dan lifting minyak sebesar 775 barrel per hari. Dengan adanya perubahan
tersebut penerimaan dari sektor perpajakan mengalami kenaikan dari 1.618,1
Triliun di tahun 2018 menjadi 1.786,4 Triliun di tahun 2019.
Nilai makro ekonomi dapat berubah-ubah setiap saat dikarenakan situasi
ekonomi global maupun nasional bergerak secara dinamis. Meskipun asumsi
makro berubah-ubah setiap saat, pemerintah tetap berupaya agar asumsi makro
dalam hal inflasi dan pertumbuhan ekonomi dapat tetap terjaga dan terealisasi
sesuai dengan perhitungan awal. Sedangkan pada harga minyak di Indonesia
akan mengikuti dinamika internasional, dan perlu diupayakannya asumsi makro
oleh pemerintah agar anggaran dan perekonomian dampaknya tidak terlalu
signifikan.
3
3
Jika salah satu pengaruh yang signifikan terhadap APBN yaitu kondisi
ekonomi makro maka perlu adanya perubahan APBN setiap tahunnya. Dengan
adanya nilai makro ekonomi yang dinamis maka penulis menyimpulkan perlu
adanya penelitian pada perubahan ekonomi makro khususnya pada tingkat
inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar rupiah apakah berpengaruh pada
pendapatan negara khususnya pada sektor penerimaan pajak negara.
Faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak negara, yang akan diteliti
salah satunya tingkat inflasi. Penurunan nilai uang terhadap nilai barang atau
jasa secara umum dapat diartika sebagai inflasi. Inflasi naik dikarenakan ada
nya harga barang atau jasa di dalam suatu daerah mengalami peningkatan, dan
pada tingkat inflasi naiknya harga barang atau jasa cenderung berlangsung
secara terus menerus dalam kurun waktu yang bersamaan.
Selanjutnya adalah faktor suku bunga yang akan diteliti. Suku bunga adalah
keuntungan dari pokok pinjaman yang dibayar sebagai bunga oleh penerima
pinjaman. Jadi kompensasi dari sang peminjam uang kepada pemberi pinjaman
atau imbalan jasa atas penggunaan uang dapat diartikan sebagai bunga.
Faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak negara terakhir yang akan
diteliti adalah nilai tukar rupiah, yang didefinisikan sebagai perjanjian yang
terkait nilai tukar mata uang terhadap pembayaran pada hari ini maupun di
kemudian hari atau dapat didefinisikan sebagai nilai mata uang dari satu negara
ke negara lain. Misalnya pada tanggal 31 Desember 2019 nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika adalah Rp 13.901 per USD, hal ini menandakan bahwa
Rp 13.901 senilai dengan 1 USD. Nilai tukar salah satu yang menjadi patokan,
nilai tukar biasanya diperhatikan oleh orang yang sering bepergian keluar
negeri, belanja barang mewah dengan mata uang asing, menentukan harga
barang dengan mata uang asing atau orang yang membutuhkan mata uang asing.
Penerimaan pajak di Indonesia merupakan salah satu kontribusi yang sangat
besar dalam kelangsungan pembangunan dan pembiayaan pemerintahan.
Penerimaan perpajakan merupakan sumber utama dengan proporsi sekitar 69-
70% dari total penerimaan dalam negeri. Pada tahun 2019 penerimaan pajak di
Indonesia sebesar 84,4% dari APBN. Jika terjadinya kegagalan dalam
4
4
pembangunan dan pembiayaan negara dikarenakan tidak tercapainya target
penerimaan pajak. Dengan adanya perubahan makro ekonomi secara dinamis,
penulis berharap pemerintah dapat mengantisipasi dan mencari alternatif
pembiayaan dalam pembangunan dan keberlangsungan pemerintahan apabila
penerimaan pajak negara tidak tercapai.
Penulis ini memilih penerimaan pajak negara sebagai bahan penelitian
dengan tahun periode 2015-2019. Penulis memandang permasalahan mengenai
penerimaan pajak negara dan faktor yang mempengaruhinya sangat menarik
untuk dikaji, maka penulis tertarik untuk menulis dengan judul: “PENGARUH
TINGKAT INFLASI, SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR RUPIAH
TERHADAP PENERIMAAN PAJAK NEGARA (Studi kasus pada
Kementerian Keuangan, Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia)”
1.2 Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena uraian diatas, penulis merumuskan apa yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apakah tingkat inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak
negara?
2. Apakah suku bunga berpengaruh terhadap penerimaan pajak
negara?
3. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan pajak
negara?
1.2.2 Pembatasan Masalah
Pengaruh penerimaan pajak negara yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yaitu tarif pajak itu sendiri, sedangkan faktor
eksternal diantaranya tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah,
harga minyak internasional, pertumbuhan ekonomi produksi minyak
mentah, dan harga minyak internasional. Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) tidak dapat mengendalikan faktor eksternal karena
perkembangannya menyesuaikan ekonomi pasar atau tergantung pada
kondisi ekonomi di Indonesia dan kondisi ekonomi internasional secara
keseluruhan.
5
5
Untuk memudahkan dalam penelitian, peneliti hanya membatasi
penelitian pada faktor eksternal khususnya faktor makro ekonomi yang
kemungkinan berpengaruh secara dominan terhadap penerimaan pajak,
di antaranya adalah tingkat inflasi, suku bunga bank Indonesia, dan nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan ditetapkan permasalahan yang diungkapkan dalam perumusan
masalah. Penulis memiliki tujuan dalam penulisan penelitian ini yaitu:
a. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh tingkat inflasi terhadap
penerimaan pajak negara.
b. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh suku bunga terhadap
penerimaan pajak negara.
c. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh nilai tukar rupiah terhadap
penerimaan pajak negara.
1.4 Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-
pihak yang membutuhkan, baik secara teoritis maupun praktis, diantaranya:
1.4.1 Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai faktor makro ekonomi khususnya pada tingkat inflasi, suku
bunga dan nilai tukar rupiah yang mempengaruhi penerimaan pajak
negara, serta juga diharapkan sebagai sarana mengembangkan ilmu
pengetahuan yang secara teoritis dipelajari di bangku perkuliahan
khususnya dibidang perpajakan Indonesia.
1.4.2 Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak
pemeritah dalam upaya pendapatan negara dalam sektor perpajakan
yang dipengaruhi oleh ekonomi makro khususnya pada tingkat inflasi,
suku bunga, dan nilai tukar rupiah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori
2.1.1 Ekonomi
Pengertian Ekonomi
Kata ekonomi menurut (Herispon, 2018) merupakan gabungan dari dua
suku kata yang berasal dari Bahasa Yunani yaitu “oikos” dan “nomos”.
Secara harfiah “oikos” berarti rumah tangga, sedangkan “nomos” berarti
aturan, kaidah, atau pengelolaan. Ekonomi adalah suatu studi tentang
pilihan yakni bagaimana individu dan kelompok memutuskan untuk
memanfaatkan kemampuannya untuk berproduksi, dan bagaimana
mereka memutuskan untuk mengalokasikan produk yang mereka
produksi. Dalam perkembangannya pengetahuan, dan konsep dari ilmu
ekonomi itu sendiri telah berkembang sedemikian rupa sehingga dalam
kajian-kajian, penarikan-penarikan kesimpulan dan penetapan asumsi-
asumsi telah menggunakan pendekatan ilmiah dengan menggunakan
metode statistik dan matematika. Sampai sekarang pembahasan dalam
ekonomi telah dibagi dalam dua bentuk yaitu secara makro disebut ilmu
ekonomi makro dan secara mikro disebut ilmu ekonomi mikro. Pada
dasarnya fokus dari kedua model pembahasan ini mempunyai tujuan
yang sama yaitu usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat atau individu
dalam perekonomian.
Ekonomi mikro
Menurut (Herispon, 2018) adalah membahas aktivitas ekonomi dalam
unit yang kecil secara individu (rumah tangga, perusahaan), dengan
tujuan untuk mencapai efisiensi dalam konsumsi, produksi dan
pemasaran, dan titik berat pembahasan sebagai berikut:
a. teori konsumen dan permintaan
b. teori produsen, biaya-biaya dan penawaran
7
c. teori pasar dan harga baik dalam pasar output maupun pasar input.
Makro Ekonomi
Menurut (Falianty, 2019) Ilmu ekonomi makro adalah memahami
peristiwa-peristiwa ekonomi di tingkat agregat dan memahami
perubahan keseimbangan perekonomian baik di dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Sejarah kelahiran makro ekonomi terkait
dengan kondisi Great Depression di Amerika Serikat pada tahun 1930-
an yang memunculkan kesadaran pentingnya memahami perilaku
ekonomi secara agregat. Lemahnya permintaan pada saat krisis
menyadarkan pentingnya kebijakan sisi permintaan serta injeksi dari
pengeluaran pemerintah untuk menstimulasi perekonomian yang
sedang melemah.
Perekonomian makro mengalami dinamika yang sangat pesat sejalan
dengan peristiwa makroekonomi yang melahirkan ide dan teori baru.
Krisis Asia 1997/1998 yang sepuluh tahun kemudian diikuti oleh Krisis
Global terkait subprime mortgage tahun 2008/2009 memunculkan
teori-teori baru mengenai krisis ekonomi. Krisis Yunani dan Eropa di
tahun 2011 semakin menyadarkan pentingnya menjaga tingkat utang
pada level aman dan pelajaran berharga mengenai koordinasi kebijakan
makro ekonomi pada sebuah satuan mata uang. Sejalan dengan
perkembangan itu perhatian masyarakat dunia terhadap ilmu makro
ekonomi semakin meningkat.
Ilmu makroekonomi muncul belakangan setelah ilmu mikroekonomi.
Kelahiran ilmu mikroekonomi adalah pada saat Adam Smith
meluncurkan buku The Wealth of Nations tahun 1776. Sedangkan
tonggak kelahiran makroekonomi adalah pasca Great Depression 1930-
an. Karena makroekonomi adalah mempelajari perilaku agen ekonomi
secara agregat maka konsistensi dengan ilmu mikroekonomi tetap perlu
dijaga. Mikroekonomi adalah fondasi dari makroekonomi, karena
makroekonomi merupakan agregasi dari mikroekonomi.
8
Ilmu mikroekonomi tidak akan lepas dari pembahasan kebijakan
makroekonomi. Kebijakan makro ekonomi mencakup kebijakan
moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan struktural. Ilmu ekonomi
makro adalah ilmu yang mempelajari fenomena ekonomi secara agregat
atau keseluruhan. Penjelasan makro ekonomi mencangkup perubahan
ekonomi yang mempengaruhi seluruh rumah tangga, perusahaan dan
pasar secara bersamaan (Mankiw, 2009).
Variabel Makroekonomi yang Utama
Makroekonomi membahas isu-isu penting yang selalu dihadapi suatu
perekonomian. Analisis mengenai penentuan tingkat kegiatan yang
dicapai suatu perekonomian merupakan bagian penting dari analisis
makroekonomi. Analisis ini menunjukkan bagaimana permintaan
agregat dan penawaran agregat akan menentukan tingkat keseimbangan
di suatu perekonomian. Setiap perekonomian selalu menghadapi
masala-masalah ini menimbulkan akibat buruk kepada masyarakat dan
harus dihindari atau besaran dampaknya dikurangi. Ada beberapa
permasalahan yang menjadi perhatian utama makroekonomi.
a. Tingkat Output Agregat
Ukuran utama dari keadaan perekonomian adalah output agregat.
Output agregat adalah total kuantitas barang dan jasa yang
diproduksi suatu perekonomian (negara) dalam suatu periode. Suatu
periode dimana output yang dihasilkan suatu perekonomian
mengalami penurunan disebut dengan resesi. Dan jika penurunan
output terjadi dalam waktu lama maka kondisi ini disebut dengan
depresi.
Ketika tingkat produksi menurun, maka jumlah barang dan jasa yang
beredar menjadi lebih sedikit, tingkat harga akan naik, dan standar
hidup masyarakat pun akan menurun. Karena ketika perusahaan
memutuskan untuk menurunkan output yang diproduksinya, maka
banyak pekerja yang akan dipecat, sehingga pendapatan masyarakat
akan menurun, dan pengangguran akan meningkat. Pemerintah akan
9
selalu memperhatikan tingkat produksi tiap periode di negaranya.
Yang menjadi perhatian bagi pemerintah bukan semata-mata total
barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahunnya, namun seberapa
besar tingkat pertumbuhan output tiap tahunnya. Tingkat
pertumbuhan yang tinggi mengartikan tingginya standar hidup
masyarakat dan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
b. Tingkat Harga Agregat
Peningkatan harga secara keseluruhan/ umum (inflasi) menjadi
perhatian utama bagi pemerintah. Inflasi adalah peningkatan harga
barang secara keseluruhan dan konsisten. Tingkat inflasi berbeda
dari satu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari suatu
negara dengan negara lainnya. Pada suatu periode tingkat inflasi bias
rendah, dan dapat pula tinggi atau bahkan sangat tinggi (bias
mencapai beberapa ratus atau beberapa ribu dalam setahun). Tingkat
inflasi yang sangat tinggi disebut dengan hyperinflation.
c. Pengangguran
Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
termasuk dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan, tetapi
belum mendapatkannya. Permasalahan pengangguran sangat
berhubungan dengan tingkat output. Faktor utama yang
menimbulkan pengangguran adalah menurunnya permintaan
agregat. Semakin menurunnya permintaan akan barang dan jasa
maka menurun pula keinginan perusahaan untuk memproduksi
barang dan jasa. Penurunan produksi ini memaksa perusahaan untuk
mengurangi biaya produksi, terutama pengurangan tenaga kerja
karena membayar upah merupakan biaya paling besar yang
ditanggung perusahaan.
d. Siklus Bisnis
Pada dasarnya, output agregat selalu mengalami perubahan baik
naik maupun turun. Gerakan naik atau turun agregat ini biasa disebut
sebagai siklus usaha. Pola naik turunnya output agregat tersebut
memiliki tenggang waktu yang berbeda, ada yang memiliki jangka
10
waktu pendek (3-11 tahun), jangka waktu panjang (30-70 tahun),
atau jangka waktu yang sangat panjang (200 tahun). Perbedaan
tenggang waktu siklus usaha tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu siklus jangka pendek biasanya banyak dipengaruhi oleh
perubahan musim, siklus jangka waktu panjang dipengaruhi oleh
perubahan teknologi, sedangkan siklus jangka waktu yang panjang
sekali biasanya lebih banyak dipengaruhi oleh tatanan sosial dan
kebudayaan masyarakat setempat. Ekonomi makro memandang
siklus usaha merupakan hal yang harus mendapat perhatian penting
mengingat dampak yang diakibatkannya sangat fatal bagi
perekonomian. Dampak umum yang mungkin terjadi adalah jika
pemerintah mengalami resesi ekonomi yang berkepanjangan akan
mengakibatkan perekonomian depresi. Begitupun sebaliknya,
ekspansi yang dilakukan secara berkepanjangan akan
mengakibatkan inflasi dan pada akhirnya akan terjadi resesi. Oleh
karena itu, pemerintah akan melakukan upaya-upaya untuk
menghadapi siklus ekonomi atau biasa disebut kebijakan anti siklus,
disebut juga kebijakan counter cyclical.
e. Stabilitas Nilai Tukar
Dengan adanya kegiatan perdagangan internasional dan terbukanya
perekonomian antar negara, stabilitas nilai tukar memiliki peranan
yang sangat penting. Nilai tukar yang stabil akan menciptakan
kondisi perekonomian yang kondusif, hal ini karena:
1) Stabilitas nilai tukar akan mempengaruhi stabilitas harga dan
inflasi
2) Stabilitas nilai tukar penting untuk mendorong ekspor
3) Stabilitas nilai tukar menciptakan kepastian dalam
perekonomian sehingga pelaku-pelaku ekonomi dapat
menciptakan prediksi dan antisipasi yang baik
Nilai tukar yang tidak stabil akan merugikan pelaku-pelaku ekonomi
dan menciptakan ketidakstabilan. Oleh karena itu, pemerintah
11
melalui otoritas moneter berusaha untuk mengendalikan stabilitas
nilai tukar.
f. Indikator Perekonomian Terbuka
Di dunia ini kita hidup sendirian. Kita pasti berhubungan dengan
negara-negara lain di seluruh dunia. Kondisi perekonomian di
negara-negara lain pun akan mempengaruhi perekonomian di dalam
negeri. Kegiatan ekspor dan impor merupakan bagian yang penting
dari kegiatan perekonomian suatu negara. Suatu perekonomian yang
mempunyai hubungan ekonomi dengan negara-negara lain disebut
dengan perekonomian terbuka (open economy).
Para ekonomi klasik berpendapat bahwa jika suatu perekonomian
menjalin hubungan perdagangan dengan negara lain, maka hal ini
akan memberi sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi. Dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi berarti pendapatan masyarakat
akan meningkat. Selain itu, keterbukaan juga dapat berdampak
buruk. Impor yang sangat tinggi hingga melebihi ekspornya akan
membawa dampak buruk. Impor yang tinggi berarti banyak
konsumen yang menggunakan barang luar negeri dibandingkan
barang dalam negeri. Akibatnya permintaan produk-produk dalam
negeri akan menurun dan akan menyebabkan pengangguran yang
tinggi.
Indikator Makroekonomi Utama
Keberhasilan kegiatan ekonomi adalah suatu hal yang selalu menjadi
impian bagi setiap negara, karena dengan keberhasilan tersebut tingkat
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat juga akan meningkat.
Tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi suatu negara dapat
dilihat pada indikator-indikator berikut:
a. Produk Domestik Bruto (PDB)
Salah satu indikator makro yang penting untuk mengetahui kondisi
ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data
Produk Domestik Bruto (PDB). PDB pada dasarnya merupakan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha, baik
12
menggunakan faktor produksi milik warga negara maupun warga
asing, di sebuah negara dalam suatu periode tertentu. PDB juga
dapat diartikan sebagai jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (Badan Pusat Statistik). PDB
dibedakan menjadi dua, yaitu PDB atas dasar harga berlaku dan
PDB atas dasar harga konstan.
PDB atas dasar harga berlaku atau disebut dengan PDB nominal
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. PDB atas dasar
harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan
struktur ekonomi.
Sedangkan PDB atas dasar harga konstan atau disebut dengan PDB
ril menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai
dasar. PDB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi secara ril (karena telah dihilangkan unsur
perubahan harga/inflasinya) dari tahun ke tahun. Terdapat tiga
pendekatan yang dapat digunakan dalam perhitungan PDB yaitu:
1) Pendekatan Produksi
2) Pendekatan Pengeluaran
3) Pendekatan Pendapatan
b. Harga
Tingkat harga umum diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK),
yaitu indeks yang mengukur perubahan rata-rata tingkat harga antar
waktu. Pertumbuhan dari IHK dapat menggambarkan tingkat inflasi.
Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga barang umum yang
terjadi secara terus menerus atau berkesinambungan. Oleh karena
pengaruhnya terhadap daya beli dan kesejahteraan masyarakat,
maka stabilitas harga sangat penting dalam suatu perekonomian. Di
mana untuk mengetahui IHK dapat dilakukan tahap perhitungan
berikut:
1) Menentukan keranjang komoditas yang dikonsumsi
13
2) Mengumpulkan data harga setiap komoditas per periode
3) Menghitung biaya konsumsi sesuai keranjang komoditas
4) Menentukan tahun dasar untuk mendapatkan IHK
c. Kesempatan Kerja dan Tingkat Pengangguran
Kesempatan kerja adalah ketersediaan lapangan pekerjaan untuk
angkatan kerja. Sementara, pengangguran adalah orang-orang yang
tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan, tetapi
belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang
menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran
masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok
makro ekonomi yang paling utama.
Kebijakan Makroekonomi
Untuk mengetahui kegiatan atau aktivitas perekonomian pemerintah
dapat berperan dengan mengeluarkan beberapa kebijakan atau regulasi
sebagai campur tangan pemerintah dalam perekonomian antara lain:
a. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka
mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik
dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur
jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan
pada peraturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Penerimaan pemerintah berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi
pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh
pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan
jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan
daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara
umum. Sedangkan pengeluaran pemerintah berhubungan dengan
pengeluaran baik belanja rutin maupun belanja modal.
14
1) Struktur Mekanisme APBN
Secara garis besar struktur APBN adalah Pendapatan Negara dan
Hibah, Belanja Negara, Keseimbangan Primer, Surplus/ Defisit
Anggaran, Pembiayaan. Asumsi dasar makro ekonomi sangat
berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur APBN.
Asumsi dasar tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi,
tingkat bunga SPN 3 bulan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,
harga minyak dan produksi/ lifting minyak atau lifting gas.
Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-
account. Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut
postur APBN. Faktor-faktor penentu APBN antara lain:
a) Pendapatan negara
b) Belanja negara
c) Pembiayaan
2) Pendapatan Negara dan Hibah
Pendapatan negara dan hibah merupakan semua penerimaan
negara dalam satu tahun anggaran yang menambah ekuitas dana
lancar dan tidak perlu dibayar kembali oleh negara. Besaran
pendapatan negara dan hibah terutama dipengaruhi oleh proyek
perkembangan ekonomi nasional dan internasional yang terkini
pada asumsi dasar ekonomi, serta kebijakan pemerintah di bidang
pendapatan negara dan hibah. Pendapatan ini terdiri penerimaan
dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri merupakan
sumber penerimaan negara terbesar, dengan menyumbangkan
sekitar 99,7% dari total penerimaan negara.
Hal ini terkait kebijakan pemerintah untuk mengoptimalkan
penerimaan dalam negeri agar dapat mendukung kebijakan
konsolidasi fiskal yang berkelanjutan.
3) Pengeluaran Negara (Belanja Negara)
Belanja negara merupakan semua pengeluaran negara dalam
satu tahun anggaran yang mengurangi ekuitas dana lancar dan
merupakan kewajiban negara, dan tidak akan diperoleh
15
pembayarannya kembali oleh negara. Besaran belanja yang
tercantum dalam APBN merupakan batas tertinggi sehingga
tidak dapat dilampaui. Belanja negara ini memiliki peran yang
strategis untuk mendukung percepatan pembangunan yang
inklusif dan berkelanjutan dalam mencapai dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Belanja negara terdiri dari belanja
pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Belanja pemerintah
pusat memiliki fungsi sebagai stabilisator bagi perekonomian.
4) Pembiayaan
Pembiayaan merupakan semua penerimaan negara yang harus
dibayar kembali/ pengeluaran negara yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada
tahun anggaran berikutnya serta penjualan aset dan penggunaan
Saldo Anggaran Lebih (SAL). Pembiayaan ini muncul apabila
besaran alokasi belanja melebihi besaran target pendapatan dan
hibah atau terjadi defisit, agar besaran belanja yang sudah
ditetapkan dalam APBN dapat dilaksanakan dengan baik.
Kebijakan pemerintah untuk pembiayaan ini diutamakan berasal
dari non utang dan utang dalam negeri dan juga menjaga net
outflow (jumlah penarikan pinjaman lebih kecil dibandingkan
dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri dan
penerusan pinjaman), dikarenakan memiliki risiko yang lebih
rendah (lebih fleksibel dalam mengelola portofolio utang dan
risiko utang) dibandingkan pembiayaan lainnya serta memiliki
multiplier effect yang positif pada perekonomian nasional.
5) Surat Utang Negara
Pengertian surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang nomor 24 tahun 2002 tentang surat utang
negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Berdasarkan
16
pengertian tersebut di atas maka surat utang negara pada
hakikatnya merupakan pinjaman negara. Menurut kamus besar
Bahasa Indonesia, pinjaman berarti utang yang dipinjam dari
pihak lain dengan kewajiban membayar kembali. Dalam
pengertian pinjaman negara tentunya terkandung makna yaitu
kegiatan atau penyelenggaraan pinjaman yang dilakukan oleh
negara sebagai subjeknya.
6) Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kontraktif
Kebijakan anggaran atau politik anggaran adalah sebagai
berikut:
a) Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk
membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara
guna memberikan stimulus pada perekonomian. Umumnya
sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif.
b) Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk
membuat pemasukannya lebih besar daripada
pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus
dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang
ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk
menurunkan tekanan permintaan.
c) Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan
pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik
anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran
serta meningkatkan disiplin.
7) Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Kegiatan Investasi dan
Pasar Modal
Salah satu instrumen pemerintah untuk kebijakan fiskal adalah
pajak oleh karena itu berikut ini adalah efek dari kebijakan atas
pajak. Perbedaan antara harga di mana saham dijual versus
harga di mana saham itu dibeli disebut sebagai capital again.
Ketika investor memegang posisi saham kurang dari satu tahun,
keuntungan disebut sebagai keuntungan modal jangka panjang.
17
Undang-undang pajak mempengaruhi arus kas setelah kena
pajak (yang dilaporkan perusahaan) yakni yang investor terima
dari hasil menjual saham, dan karena itu dapat mempengaruhi
permintaan untuk saham. Dengan mengasumsikan faktor lain
konstan, saham seharusnya dihargai lebih tinggi ketika tarif
pajak (untuk capital gain) relatif rendah (Madura, 2014).
8) Instrumen Kebijakan Fiskal
Instrumen kebijakan fiskal adalah sebagai berikut:
a) Melalui penerimaan pemerintah yaitu menurunkan tarif
pajak (ekspansif) dan menaikkan tarif pajak (kontraktif).
b) Melalui pengeluaran pemerintah yaitu menaikkan
pengeluaran pemerintah (ekspansif) dan menurunkan
pengeluaran pemerintah (kontraktif).
9) Kebijakan Desentralisasi Fiskal
Implementasi otonomi daerah secara luas, nyata, dan
bertanggung jawab beserta desentralisasi fiskal yang
mengikutinya, saat ini telah memasuki dasawarsa kedua. Peril
dipahami bahwa otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada
dasarnya merupakan instrumen yang digunakan dalam
penyelenggaraan pembangunan negara dan bukan tujuan
bernegara itu sendiri. Instrumen ini digunakan agar pencapaian
tujuan bernegara, yaitu kesejahteraan masyarakat, dapat lebih
mudah dicapai. Oleh karena itu, otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal dilakukan dengan menempatkan motor
penggerak pembangunan pada tingkat pemerintahan yang
paling dekat dengan masyarakat, yaitu pemerintah daerah.
b. Kebijakan Moneter
Kontrol atas jumlah uang beredar disebut kebijakan moneter
(monetary policy). Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan
suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan
internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
18
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan
ekonomi makro, yakni menjaga stabilitas ekonomi yang dapat
diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca
pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam
kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat
dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor
perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Tujuan
kebijakan moneter antara lain adalah:
1) Menjaga stabilitas ekonomi
2) Menjaga kestabilan harga
3) Meningkatkan kesempatan kerja
4) Memperbaiki neraca perdagangan dan neraca pembayaran luar
negeri
2.1.2 Pajak
Pengertian Pajak
Berikut beberapa pengertian pajak yang dikutip oleh R. Santoso
Brotodiharjo dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum Pajak
(1995:2-6) sebagai berikut:
a. Menurut (Waluyo, 2017) (pernah menjabat guru besar dalam
hukum pajak pada Universitas Amsterdam, kemudian Pemimpin
International Burreau of Fiscal Dokumentation di Amsterdam),
definisi pajak adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
b. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam
bukunya “Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan”
menyatakan:
19
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari pengertian–pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut:
a. Pajak dapat dipungut berdasarkan UU serta aturan pelaksanaanya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
b. Pemerintah tidak dapat menunjuk kepada individu terhadap
kontraprestasi dalam pembayaran pajak.
c. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dapat memungut
pajak.
d. Biaya pengeluaran-pengeluaran pemerintah didapat dari pajak,
walaupun pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan
untuk membiayai public investment.
e. Tujuan pajak sebagai budgeter dan mengatur.
Retribusi
(Pohan, 2014) pada prinsipnya retribusi sama dengan pajak. Yang
membedakannya adalah imbalan (kontraprestasi) di mana dalam
retribusi langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi. Adapun
unsur-unsur yang melekat pada retribusi, antara lain:
a. Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang.
b. Pemungutannya dilakukan oleh negara (dalam hal ini Pemerintah
Daerah)
c. Pelaksanaannya dapat dipaksakan
d. Kontraprestasi berupa pembayaran dari warga masyarakat akan
mendapatkan jasa timbal balik secara langsung yang tertuju pada
individu yang membayarnya
e. Uang hasil dari retribusi dipergunakan bagi pelayanan umum
berkaitan dengan retribusi yang bersangkutan
20
Pada umumnya hubungan retribusi dengan prestasi kembalinya adalah
langsung. Umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas pembayaran
berupa jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan. Misalnya retribusi
tempat pencucian mobil, pembayaran aliran listrik, retribusi lain.
Mendirikan bangunan, pembayaran uang sekolah, uang kuliah, uang
ujian, pembayaran air minum, aliran listrik, gas, dan sebagainya.
Retribusi itu berdasarkan pula atas peraturan-peraturan yang berlaku
umum, dan untuk menaatinya yang berkepentingan dapat pula dipaksa,
yaitu barang siapa yang ingin mendapat prestasi tertentu dari
pemerintah, harus membayar. Dengan demikian, apabila seseorang atau
badan yang sudah mendapatkan manfaat ekonomisnya tetapi tidak mau
membayar retribusinya, maka secara yuridis pelunasannya dapat
dipaksakan, seperti halnya dengan pajak.
Sumbangan
Istilah sumbangan ini mengandung pikiran, bahwa biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu, tidak boleh dikeluarkan
dari kas umum. Karena prestasi itu tidak ditujukan kepada penduduk
seluruhnya, melainkan hanya untuk kepentingan sekelompok
masyarakat tertentu saja. Oleh karenanya, maka hanya golongan
tertentu dari penduduk ini sajalah yang diwajibkan membayar
sumbangan ini. Dalam hal pemungutan pajak dan retribusi harus
berdasarkan undang-undang, maka sumbangan pungutannya tidak
berlandaskan undang-undang tetapi lebih bersifat sukarela dan gotong-
royong masyarakat setempat, tidak ada paksaan, dan imbalan langsung
sumbangan dapat dirasakan langsung oleh pemberi sumbangan.
Misalnya sumbangan pembangunan rumah ibadah atau perbaikan jalan.
Tinjauan Pajak dari Beberapa Aspek
Masalah dalam kegiatan perpajakan tidaklah sederhana, sekedar
menyerahkan sebagian atau beberapa persen dari penghasilan Wajib
Pajak kepada negara, tetapi caranya terlihat berbeda-beda bergantung
21
kepada pendekatannya. Dalam hal inilah pajak dapat ditinjau dari
beberapa aspek sebagai berikut:
a. Aspek Ekonomi
Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara
yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju
kesejahteraan. Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi
masyarakat. Meskipun kehidupan ekonomi sebagian besar
dijalankan dengan mengandalkan mekanisme pasar bebas,
mekanisme tersebut tidak akan berjalan apabila tidak ada
pemerintah. Untuk menjalankan roda pemerintahan yang mampu
menggerakkan secara efektif mekanisme pasar bebas, pemerintah
memerlukan pajak dari masyarakat. Pelayanan yang diberikan
pemerintah merupakan suatu kepentingan umum untuk kepuasan
bersama, sehingga pajak yang mengalir dari masyarakat akhirnya
kembali lagi untuk masyarakat. Hal ini erat kaitannya dengan
kebijakan ekonomi yang mengarah pada dukungan pemenuhan
kenaikan pendapatan masyarakat melalui distribusi pendapatan.
Dalam negara yang mengatur ekonomi bebas, semua orang ingin
dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan atau keinginan merekaa,
cukup makan, tersedianya perumahan yang memadai, pelayanan
kesehatan yang baik, fasilitas pendidikan yang cukup, dan
sebagainya. Ini semua dapat dicapai apabila pemerintah mampu
menyediakan berbagai prasarana untuk menunjang pembangunan
ekonomi. Prasarana dapat berupa jalan, jembatan, pelabuhan, air,
listrik, dan sebagainya. Apabila prasarana ekonomi tersebut kurang
memadai otomatis perekonomian tidak dapat berkembang.
Prasarana ekonomi tersebut erat kaitannya dengan pertumbuhan
ekonomi. Tanpa pertumbuhan ekonomi, negara tidak dapat
meningkatkan kesejahteraan warganya. Demikian pula, tanpa jarak
serta tanpa kesadaran membayar pajak, pemerintah tidak dapat
meningkatkan prasarana ekonominya. Untuk itu diperlukan usaha
mengarahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan
22
masyarakat, tabungan pemerintah, serta penerimaan devisa yang
berasal dari ekspor dan jasa. Pengarahan dana-dana investasi
tersebut harus ditingkatkan dengan cepat, sehingga peranan bantuan
luar negeri semakin berkurang. Perlu diperhatikan dalam beberapa
tahun anggaran. Pemerintah selalu mengalami defisit anggaran, hal
ini perlu disampaikan kepada pembayar pajak bahwa ekonomi
nasional tidak selalu baik. Untuk melindungi sesuatu yang lebih
penting, seringkali pemerintah harus melaksanakan kebijakan yang
seolah-olah bertentangan dengan dunia usaha sebagai contoh untuk
menurunkan inflasi, pemerintah melakukan kontraksi moneter atau
kebijakan uang ketat, sehingga tingkat bunga perbankan naik.
Keadaan seperti ini tidak dapat dijadikan dalih atau alasan Wajib
Pajak untuk melalaikan kewajibannya.
b. Aspek Hukum
Hukum pajak di Indonesia mempunyai hirarki yang jelas dengan
urutan, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan sebagainya.
Hierarki ini dijalankan secara ketat, peraturan yang ditingkatkan
lebih tinggi. Pajak merupakan masalah keuangan negara. Dasar yang
digunakan pemerintah untuk mengatur masalah keuangan negara
yaitu Pasal 23A Amandemen UUD 1945 (pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang). Undang-Undang pajak masih menggunakan
produk undang-undang zaman kolonial Belanda sampai
pembaharuan perpajakan selesai tahun 1983, Undang-undang
kolonial yang pada saat itu adalah aturan bea materai 1932,
ordonansi pajak perseroan 1925, ordonansi pajak kekayaan 1932,
dan ordonansi pajak pendapatan 1944. Dalam rangka reformasi
perpajakan nasional pemerintah bersama-sama dengan DPR berhasil
melahirkan undang-undang perpajakan yang baru, yaitu Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak
23
penghasilan, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang pajak
pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, Undang-
Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan,
Undang-Undang Nomor 13 tentang bea materai. Dalam undang-
undang di atas terdapat pula aspek hukum dengan mencantumkan
sanksi-sanksi hukum apabila Wajib Pajak lalai atau sengaja tidak
menunaikan kewajibannya membayar pajak. Selanjutnya dilakukan
pembaruan kembali pada tahun berikutnya.
c. Aspek Keuangan
Pendekatan dari aspek keuangan ini tercakup dalam aspek ekonomi
hanya lebih menitik beratkan pada aspek keuangan. Pajak dipandang
sebagai bagian yang sangat penting dalam penerimaan negara. Jika
dilihat dari penerimaan negara, kondisi keuangan negara tidak lagi
semata-mata dari penerimaan negara berupa minyak dan gas bumi,
tetapi lebih berupaya untuk menjadikan pajak sebagai primadona
penerimaan negara. Oleh karena itu, struktur penerimaan negara
sudah bergeser dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Salah satu
sumber dana untuk pembiayaan pembangunan yaitu tabungan
pemerintah yang merupakan selisih antara penerimaan dalam negeri
dan pengeluaran rutin. Alat ukur yang digunakan sebagai indikator
efektif dan produktifnya pemungutan pajak yaitu dalam fungsinya
pengumpulan penerimaan negara berupa pajak. Kecenderungan
umum dengan semakin maju suatu sistem pajak suatu negara, akan
semakin tinggi rasio pajak. Rasio pajak yaitu perbandingan antara
penerimaan pajak dan jumlah produk domestik bruto (PDB) di
Indonesia pada tahun 2010 baru mencapai 11,1% yang diharapkan
rasio pajak dapat meningkat untuk setiap tahunnya, sehingga dapat
tercipta kemandirian dalam pembiayaan nasional.
d. Aspek Sosiologi
Pada aspek sosiologi ini bahwa pajak ditinjau dari segi masyarakat
yaitu menyangkut akibat atau dampak terhadap masyarakat atas
pungutan dan hasil apakah yang dapat disampaikan kepada
24
masyarakat. Jelas bahwa pajak sebagai sumber penerimaan negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan juga digunakan untuk
membiayai pembangunan. Berarti, dengan pembangunan ini
dibiayai masyarakat. Oleh karena itulah, upaya untuk meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana
yang dihimpun berasal dari rakyat atau berasal dari pemerintah.
Dengan demikian, terlihat bahwa dari pajak terdapat sasaran yang
dikehendaki adalah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat secara merata dengan melakukan pembangunan di
berbagai sektor.
Asas-asas Pemungutan Pajak
Asas-asas pemungutan adalah suatu pegangan teguh untuk mencapai
suatu tujuan pemungutan pajak dalam memilih alternatif
pemungutannya, sehingga menemukan atau terdapat suatu kesamaan
dalam pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan
lagi dalam pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Dikemukakan
oleh Adam Smith asas-asas pajak sebagaimana dalam buku An Inquiry
into the Nature and Cause of the Wealth of Nations menyatakan bahwa
pemungutan suatu pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas berikut:
a. Keadilan
` Wajib Pajak baik orang pribadi atau badan dikenakan pajak sesuai
dengan penghasilannya atau kemampuannya masing-masing dalam
pembayaran pajak yang sesuai manfaatnya yang diterima. Pajak ini
sifatnya harus merata dan adil. Adil dalam arti ini yaitu setiap Wajib
Pajak harus menyumbangkan uangnya untuk pengeluaran
pemerintah dalam pembangunan negara yang lebih baik terhadap
fasilitas yang dimanfaatkan atas kepentingan bersama.
b. Kepastian
Dalam hal ini setiap Wajib Pajak mengetahui berapa besarnya pajak
yang harus dibayarkan atas penghasilan yang didapatkan, waktu
pembayaran hingga batas waktu pembayaran, dan sifatnya tidak
sewenang-wenang pada pihak otoritas pajak.
25
c. Convenience
Waktu yang digunakan Wajib Pajak untuk membayar suatu pajak
yaitu waktu dimana tidak menyulitkan Wajib Pajak.
d. Ekonomi
Biaya pemungutan pajak dan pemenuhan kewajiban secara ekonomi
bagi Wajib Pajak diharapkan serendah mungkin sehingga beban
Wajib Pajak tidak terlalu berat.
Fungsi Pajak
Pada pengertian di atas telah terdapat ciri-ciri yang khas pada pajak,
demikian pula terdapat fungsi pajak antara lain:
a. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang digunakan oleh
pemerintah dalam pembangunan negara atau pengeluaran
pemerintah, salah satu bukti masuknya pajak adalah pada APBN
sebagai penerimaan negara yang terbesar selain penerimaan bukan
pajak dan hibah.
b. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai bahan mengatur kebijakan pada bidang
sosial maupun ekonomi, seperti dikenakannya pajak lebih tinggi
pada barang mewah dapat lebih ditekankan.
Faktor Penerimaan Pajak
Faktor penerimaan pajak negara dapat dibagi menjadi dua bagian
adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor
yang berkaitan dengan internal KPP itu sendiri atau direktorat jenderal
pajak. Faktor eksternal adalah faktor makro ekonomi dan faktor WP.
Rendahnya kepatuhan, dan kesadaran WP atas lapornya pajak dengan
benar itu faktor dari Wajib Pajak, sedangkan dari makro ekonomi yang
dapat berpengaruh terhadap penerimaan pajak adalah nilai tukar rupiah,
pertumbuhan ekonomi, harga minyak di pasar internasional, tingkat
inflasi, dan suku bunga.
26
2.1.3 Tingkat Inflasi
Pengertian Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi adalah peningkatan harga barang secara keseluruhan dan
konsisten. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,
dan berbeda pula dari suatu negara dengan negara lainnya. Pada suatu
periode tingkat inflasi bisa rendah dan dapat pula tinggi atau bahkan
sangat tinggi, tingkat inflasi yang sangat tinggi disebut dengan
hyperinflations. Ada beberapa penyebab terjadinya inflasi antara lain:
a. Demand inflation
Bila dalam perekonomian terjadi dimana tingkat pengeluaran agregat
(demand) lebih besar dari kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan barang/jasa (supply) akan mendorong konsumen
membeli pada harga yang lebih tinggi, sebaliknya produsen akan
menambah produk dan menjual kepada pembeli yang bersedia
membayar lebih tinggi. Lebih jelasnya bahwa permintaan akan
barang dan jasa di pasar melebihi kemampuan produksi dari
produsen, maka akan mendorong harga menjadi naik.
b. Cost push inflation
Terjadinya kenaikan harga-harga bahan baku, naiknya upah tenaga
kerja, dan naiknya biaya overhead pabrik, sehingga mendorong
perusahaan untuk menaikan harga produknya di pasar. Dapat
dikatakan inflasi terjadi karena terjadinya kenaikan biaya produksi
sehingga akan menyebabkan harga jual produk naik pula.
c. Import inflation
Bila suatu negara mempunyai ketergantungan yang besar kepada
barang-barang impor dari negara lain, maka negara pengimpor
sangat rentan terhadap pengaruh inflasi yang terjadi pada negara asal
barang. Jika harga barang-barang impor yang didatangkan dari
negara lain naik atau tinggi, maka harga dari barang-barang yang
diimpor tersebut dalam negeri otomatis akan meningkat pula.
d. Penambahan penawaran uang yang lebih besar dari pertambahan
produksi dan penawaran barang, kondisi seperti ini dapat saja terjadi
27
dalam perekonomian bila pihak perbankan memberikan suku bunga
pinjaman yang rendah, bila pemerintah meningkatkan
pengeluarannya atau belanja rutinnya.
e. Kebijaksanaan pemerintah, kekacauan politik dan ekonomi juga
dapat menyebabkan inflasi, kebijaksanaan yang dimaksud misalnya
pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM),
pemerintah menaikan tarif pajak kepada perusahaan-perusahaan,
kekacauan politik juga memberikan kontribusi terjadinya inflasi
karena orang akan takut berusaha, takut melakukan aktivitas di
daerah konflik sehingga dapat menyebabkan pasokan barang-barang
berkurang.
f. Musim-musim tertentu pada suatu daerah yang bersifat temporer,
seperti di Indonesia, musim yang dikenal hanya musim hujan dan
musim kemarau. Bila musim hujan sering terjadi banjir sehingga
memberikan akibat berantai dalam perekonomian, seperti orang
tidak dapat melakukan aktivitas usaha, terjadi kemacetan atau
terputusnya pasokan barang kebutuhan karena terputusnya sarana
transportasi, kegagalan panen akibat terendam banjir dan lain
sebagainya. Hal yang hampir sama juga dapat terjadi bila musim
kemarau melanda suatu daerah.
Inflasi menimbulkan beberapa akibat buruk kepada individu,
masyarakat, dan kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Salah satu
akibat dari inflasi adalah menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pekerja yang memiliki tingkat upah tetap akan menurun taraf hidupnya
jika terjadi inflasi. Jika tidak diturunkan, inflasi cenderung mengurangi
tingkat konsumsi, mengurangi produktivitas, mengurangi ekspor dan
meningkatkan impor. Sehingga inflasi akan memperlambat pertumbuhan
ekonomi. Oleh karena itu, penurunan inflasi merupakan tujuan utama
bagi pemerintah, terutama jika negara tersebut mengalami
hyperinflations. Di mana inflasi digolongkan menjadi empat kategori,
yaitu:
a. Inflasi ringan (<10%)
28
b. Inflasi sedang (10% - 30%)
c. Inflasi berat (30% - 100%)
d. Hiperinflasi (>100%)
2.1.4 Suku Bunga
Pengertian Suku Bunga
Beberapa pengertian yang diberikan para ahli mengenai suku bunga
sebagai berikut:
Menurut Hubbard (1997:20 diuraikan dalam Laksmono (2001:31) :
“Bunga adalah biaya yang harus dibayar atas pinjaman yang
diterima dan imbalan lender atas investasinya. Suku bunga
mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan
uang lebih banyak atau menabung.”
Menurut Kern dan Guttman (1992:16) diuraikan dalam Laksmono
(2001:22):
“Suku bunga merupakan sebuah harga dan sebagaimana harga
lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara
permintaan dan penawaran.”
Suku bunga merupakan pengendalian atau menekan arus
pertumbuhan inflasi. Suku bunga jika rendah orang akan
menginvestasikan pada sektor produksi atau industri. Sedangkan suku
bunga jika mengalami tingkat yang tinggi mendorong orang untuk
menanam dananya pada bank Indonesia dibandingkan investasi pada
sektor produksi yang akan memberikan resiko yang sangat tinggi.
Meningkatnya nilai uang dan menyerap jumlah uang yang beredar di
masyarakat karena terjadinya suku bunga yang tinggi. Pengendalian
kebijakan tingkat suku bunga merupakan tugas dari bank Indonesia,
dengan demikian tingkat inflasi dapat dikendalikan. Dalam kehidupan
sehari-hari terdapat macam-macam suku bunga diantaranya yaitu:
a. Suku bunga dasar
Tingkat suku bunga yang ditentukan oleh bank sentral yang
diberikan kepada perbankkan dan tingkat suku bunga yang
29
ditetapkan bank sentral untuk mendiskonto surat-surat berharganya
yang ditarik merupakan suku bunga dasar.
b. Suku bunga efektif
Suku bunga yang dibebankan kepada debitur dalam jangka waktu
satu tahun, bila suku bunga nominal sama dengan suku bunga
merupakan suku bunga yang efektif.
c. Suku bunga nominal
Suku bunga yang ditentukan berdasarkan jangka waktu dalam satu
tahun merupakan suku bunga nominal.
d. Suku bunga padanan
Suku bunga padanan adalah suku bunga yang besarnya dihitung
setiap hari, setiap minggu, setiap bulan atau setiap tahun untuk
sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka waktu tertentu yang
dihitung secara antusias akan memberikan penghasilan bunga
dengan jumlah yang sama.
Penentuan Suku Bunga Indonesia
Menurut Bond dan Kurniati (1994:99) dalam Laksmono (2001:130):
“Suku bunga domestik sangat terkait dengan suku bunga
internasional. Hal ini disebabkan baiknya akses pasar keuangan
domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai
tukar yang tidak fleksibel. Peningkatan akses tersebut telah
memperbesar kendala manajemen moneter Bank Indonesia. Setiap
upaya untuk mempengaruhi money supply dengan meningkatkan suku
bunga diatas suku bunga internasional akan mendapat gangguan dari
arus modal masuk berjangka pendek. Namun Bank Indonesia terlihat
dapat mempertahankan derajat kebebasan beberapa suku bunga
domestic sehingga tetap dapat mempengaruhi suku bunga domestic
tanpa merubah kebijakan nilai tukar.”
2.1.5 Nilai Tukar Rupiah
(Suseno & Simorangkir, 2004) transaksi ekonomi yang dilakukan oleh
masyarakat dapat dipastikan menggunakan uang sebagai alat
pembayaran. Penggunaan suatu mata uang, semula hanyalah
didasarkan pada kepastian dari masyarakat yang mempergunakan.
Namun, dalam masyarakat modern penggunaan suatu mata uang pada
umumnya diatur dengan undang-undang. Misalnya, rupiah merupakan
30
mata uang yang berlaku di Indonesia dan diatur dalam Undang-Undang
No. 23 Tahun 1999 yang telah diamandemen dengan Undang-Undang
No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, Ringgit merupakan mata
uang resmi di Malaysia, Bath mata uang resmi di Thailand, Dolar
Amerika di Amerika Serikat, dan Yen di Jepang. Dalam perekonomian
terbuka, penggunaan uang dalam memperlancar transaksi tidak terbatas
hanya dilakukan antar penduduk, tetapi juga dapat dilakukan antar
penduduk suatu negara dengan negara lain dengan menggunakan mata
uang yang disepakati. Penggunaan uang dengan penduduk negara lain
tersebut umumnya dilakukan untuk transaksi pembayaran impor
barang-barang dan jasa ke penduduk di luar negeri maupun penerimaan
dari hasil ekspor barang jasa dari luar negeri. Dalam melakukan
transaksi dengan penduduk negara lain, masing-masing negara tentunya
akan menghadapi permasalahan mengenai alat pembayaran yang
digunakan untuk transaksi tersebut, misalnya mata uang yang
digunakan apakah mata uang asing atau mata uang masing-masing
negara serta berapa besar nilai suatu transaksi ditetapkan dalam mata
uang asing. Semua permasalahan yang berkaitan dengan mata uang
suatu negara dengan negara lainnya tersebut biasanya dikenal dengan
permasalahan nilai tukar.
Pengertian Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah
harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat
juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing.
Sebagai contoh nilai tukar (NT) Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD)
adalah harga satu dolar Amerika (USD) dalam rupiah (Rp), atau dapat
juga sebaliknya diartikan harga satu rupiah terhadap satu USD. Apabila
nilai tukar didefinisikan sebagai nilai rupiah dalam valuta asing dapat
diformulasikan sebagai berikut:
31
NT (IDR/USD) = Rupiah yang diperlukan untuk membeli 1 dolar
Amerika (USD)
NT (IDR/YEN) = Rupiah yang diperlukan untuk membeli satu Yen
Jepang
Dalam hal ini, apabila NT meningkat maka rupiah mengalami
depresiasi, sedangkan apabila NT menurun maka rupiah mengalami
apresiasi. Sementara untuk suatu negara menerapkan sistem nilai tukar
tetap, perubahan nilai tukar dilakukan secara resmi oleh pemerintah.
Kebijakan suatu negara secara resmi menaikkan nilai mata uangnya
terhadap mata uang asing disebut dengan revaluasi, sementara
kebijakan menurunkan nilai mata uang terhadap mata uang asing
tersebut devaluasi. Contoh lebih jelasnya mengenai pengertian tersebut
yaitu misalnya nilai tukar satu dolar Amerika (USD) terhadap mata
uang rupiah sebesar Rp8.500. apabila nilai tukar satu USD berubah
menjadi Rp9.000, maka nilai tukar rupiah mengalami penurunan atau
depresiasi. Sebaliknya apabila nilai tukar satu USD berubah menjadi
sebesar Rp8.000, maka nilai tukar rupiah mengalami peningkatan atau
apresiasi. Apabila nilai tukar didefinisikan sebagai nilai valuta asing
terhadap rupiah sebagai berikut:
NT (USD/IDR) = dolar Amerika yang diperlukan untuk membeli
satu rupiah
NT (YEN/IDR) = yen yang diperlukan untuk membeli saru rupiah
Dengan menggunakan konsep ini, apabila NT meningkat, maka rupiah
mengalami apresiasi untuk sistem nilai tukar mengambang bebas atau
revaluasi untuk sistem nilai tukar tetap, sedangkan apabila NT
menurun, maka rupiah mengalami depresiasi untuk sistem nilai tukar
mengambang bebas atau devaluasi untuk sistem nilai tukar tetap.
Contoh lebih jelas mengenai pengertian tersebut yaitu, satu rupiah nilai
sebesar 1/8.500 USD atau 0,00012 USD, nilai tukar rupiah mengalami
32
depresiasi jika menurun atau dengan contoh diatas sebesar 1/9.000 USD
atau 0,00011, mengalami apresiasi dengan nilai pada contoh 1/8.000
USD = 0,00013 USD.
Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, terdapat tiga faktor
utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing:
a. Faktor pembayaran impor
Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar
permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan
cenderung melemah, sebaliknya jika impor menurun, maka
permintaan valuta asing menurun sehingga mendorong menguatkan
nilai tukar.
b. Faktor aliran modal keluar
Semakin besar aliran modal keluar, maka semakin besar permintaan
valuta asing dan pada lanjutnya akan memperlemah nilai tukar.
Aliran modal keluar meliputi pembayaran utang penduduk
Indonesia (baik swasta maupun pemerintah) kepada pihak asing dan
penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri.
c. Kegiatan spekulasi
Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan
oleh spekulasi maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing
sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata
uang asing.
33
2.1.6 Penerimaan Pajak Negara
Penerimaan perpajakan merupakan sumber utama dengan proporsi
sekitar 69-70% dari total penerimaan dalam negeri, dan pemerintah
melaksanakan optimalisasi penerimaan perpajakan melalui kebijakan
tax policy and administration reform yang meliputi reformasi di bidang
administrasi, bidang peraturan dan perundang-undangan, bidang
pengawasan dan penggalian potensi. Contoh struktur penerimaan
APBN tahun 2019 tampak di Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Struktur Penerimaan APBN 2019
Sumber data: (www.kemenkeu.go.id/apbnkita, n.d.) diakses tanggal
13/11/2020
Pada tahun 2019 penerimaan pajak di Indonesia sebesar 84,4% dari
rencana anggaran pendapatan belanja negara. Capaian ini memang
lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 92,23%. Bahkan
kontribusi penerimaan pajak terhadap APBN tahun 2019 mengalami
peningkatan dari 67,59% di tahun 2018 menjadi 68,06% di tahun 2019.
Realisasi pajak di tahun 2019, sebagai berikut:
34
Tabel 2.1
Realisasi Pajak tahun 2019
Uraian APBN
2019
Realisasi (Triliun Rupiah)
Nominal % Growth
% thd
Target
Pajak Penghasilan 894,45 770,29 2,71% 86,12%
-Non Migas 828,29 711,21 3,78% 85,86%
-Migas 66,15 59,08 -8,68% 89,31%
PPN & PPnBM 655,39 532,91 -0,81% 81,31%
PBB (Sektor P3) 19,10 21,17 8,90% 110,84%
Pajak Lainnya 8,61 7,69 15,99% 89,32%
Jumlah 1.577,56 1.332,06 1,43% 84,44% Sumber data: https://www.kemenkeu.go.id/apbn2019 diakses tanggal 13/11/2020
2.2 Variabel dan Keterkaitan Variabel antar Variabel Penelitian
2.2.1 Pengaruh tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak negara
Tingkat inflasi merupakan naik atau turunya suatu harga pada barang-
barang dalam kurun waktu tertentu. Menurut Dirjen Pajak, Rahmany
(2014) penurunan tingkat inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
Karena adanya pertumbuhan suatu penerimaan negara seiring dengan
meningkatnya suatu konsumsi/ konsumen yang terjadi di masyarakat.
Untuk mengatasi inflasi, Bank Sentral akan mengurangi penawaran uang
dan menaikkan suku bunga, sedangkan langkah yang akan dilakukan oleh
Kementerian Keuangan adalah dengan mengurangi pengeluaran dan
menaikkan pajak individu dan perusahaan (Sukirno, 2013). Tingkat
Inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara, dikarenakan inflasi
bisa mempengaruhi naik atau rendahnya suatu harga barang atau jasa kena
pajak, sehingga jika inflasi mengalami penurunan maka harga barang atau
jasa akan mengalami penurunan sehingga konsumen akan meningkat
sehinggga PPN 10% atas barang atau jasa yang diterima negara akan
meningkat. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Tanzi dalam Nalendra
(2014) dimana tingkat inflasi mempunyai hubungan yang saling
keterkaitan untuk mempengaruhi penerimaan pajak yang riil.
35
2.2.2 Pengaruh suku bunga terhadap penerimaan pajak negara
Suku bunga merupakan bunga yang diberikan oleh BI kepada pemegang
SBI. Pemegang SBI adalah Bank Komersial yang membeli SBI. Selain
memutar uang nasabah dengan memberikan kredit, Bank Komersial juga
menanam modal ke BI. Orang akan melakukan investasi atau memutar
uangnya pada sektor produksi jika tingkat suku bunga mengalami
penurunan, sedangkan jika tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka
orang lebih mencari resiko yang rendah dengan cara menabungkan
uangnya pada bank. Suku bunga berpengaruh terhadap penerimaan pajak
negara, dikarenakan jika suku bunga turun maka investasi menjadi naik
kemudian produksi oleh dunia usaha mengalami kenaikan dan laba
perusahaan menjadi naik maka dari itu pajak yang diperoleh atas PPh
badan menjadi naik, maka penerimaan pajak negara mengalami kenaikan.
2.2.3 Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap penerimaan pajak negara
Nilai tukar mata uang atau sering disebut dengan kurs adalah harga satu
nilai mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan
harga mata uang domestik terhadap mata uang asing. Kurs valuta asing
dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan,
yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata
uang asing. Kurs valuta di antara dua negara kerapkali berbeda di antara
satu masa dengan masa yang lainnya. Pada dasarnya terdapat dua cara di
dalam menentukan kurs valuta asing, yaitu berdasarkan permintaan dan
penawaran mata uang asing dalam pasar bebas, dan ditentukan oleh
pemerintah, dan niali tukar rupiah digunakan pada saat kegiatan ekspor
dan impor barang atau jasa. Nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap
penerimaan pajak negara karena perusahaan memanfaatkan nilai tukar
rupiah sebagai pertimbangan dalam melakukan ekspor atau impor.
36
2.3 Kerangka Analisis
Pada penelitian ini penulis bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat
inflasi, suku bunga dan nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan
pajak negara, dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga variabel
independen yaitu tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah. Adapun
hubungan variabel-variabel dalam penelitian ini digambarkan dalam kerangka
penelitian yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.2
Kerangka Analisis
Sumber: Diolah oleh penulis, November 2020
Keterangan:
: Objek yang menjadi fokus analisis
: Alur yang menunjukkan hubungan fungsional
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D (2011: 64) “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan hanya berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data”.
Dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa hipotesis yang sesuai
dengan variabel-variabel terkait, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat
Tingkat Inflasi (X1)
Suku Bunga (X2)
Nilai Tukar Rupiah (X3)
Penerimaan Pajak
Negara (Y)
37
disebabkan oleh berbagai faktor seperti konsumsi masyarakat yang
meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau
bahkan spekulasi dan adanya ketidaklancaran distribusi barang. Inflasi
adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan dan dianggap terjadi jika
proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
mempengaruhi. Menurut Dirjen Pajak, Rahmany (2014) penurunan tingkat
inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Karena inflasi bisa
mempengaruhi naik atau rendahnya suatu harga barang atau jasa kena pajak,
sehingga jika inflasi mengalami penurunan maka harga barang atau jasa
akan mengalami penurunan sehingga konsumen akan meningkat sehinggga
PPN 10% atas barang atau jasa yang diterima negara akan meningkat.
Rafsanjani (2013) telah meneliti tentang pengaruh tingkat inflasi,
pengangguran, dan pendapatan perkapita terhadap penerimaan pajak dan
retribusi daerah yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh
terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah. Maka dari itu inflasi
mempengaruhi harga jual barang dan jasa sebagai Dasar Pengenaan Pajak
(DPP). Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat disusun adalah
sebagai berikut:
H1: Tingkat Inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara.
b. Suku Bunga
Suku bunga merupakan bunga yang diberikan oleh BI kepada pemegang
SBI. Pemegang SBI adalah Bank Komersial yang membeli SBI. Suku bunga
juga sebagai timbal balik yang didapatkan oleh kreditur atas dana yang
dipinjamkan ke debitur, dan suku bunga mempengaruhi keputusan individu
terhadap pilihan menginvestasikan atau menyimpan uangnya dalam bentuk
tabungan. Suku bunga berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara,
dikarenakan jika suku bunga turun maka investasi menjadi naik kemudian
produksi oleh dunia usaha mengalami kenaikan dan laba perusahaan
menjadi naik maka dari itu pajak yang diperoleh atas PPh badan menjadi
naik, maka penerimaan pajak negara mengalami kenaikan. Sumidartini
(2018) telah melakukan penelitian sebelumnya mengenai pengaruh nilai
tukar rupiah serta tingkat suku bunga terhadap penerimaan pajak pada
38
Direktorat Jenderal Pajak, yang menyatakan hasil penelitian bahwa suku
bunga berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pada Direktorat
Jenderal Pajak. Maka dari itu Suku bunga mempengaruhi naik atau turunnya
biaya operasional. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat
disusun adalah sebagai berikut:
H2: Suku bunga berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara.
c. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar mata uang atau sering disebut dengan kurs adalah harga satu nilai
mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga
mata uang domestik terhadap mata uang asing. Kurs valuta asing dapat juga
didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu
banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang
asing. Kurs valuta di antara dua negara kerapkali berbeda di antara satu
masa dengan masa yang lainnya. Nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap
penerimaan pajak negara karena perusahaan memanfaatkan nilai tukar
rupiah sebagai pertimbangan dalam melakukan ekspor atau impor.
Sumidartini (2018) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh nilai
tukar rupiah serta tingkat suku bunga terhadap penerimaan pajak pada
Direktorat Jenderal Pajak, yang menyatakan hasil penelitiannya bahwa nilai
tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Maka dari itu nilai
tukar rupiah mempengaruhi perusahaan dalam mempertimbangkan ekspor
atau impor. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat disusun
adalah sebagai berikut:
H3: Nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu
mengenai suatu hal yang akan dibuktikan secara objektif. Pada penelitian ini,
yang menjadi objek penelitian adalah tingkat inflasi yang terdaftar di Badan
Pusat Statistik, suku bunga yang terdaftar di Bank Indonesia, dan nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika yang terdaftar di Bank Indonesia, dan
penerimaan pajak negara yang terdaftar di Kementerian Keuangan dengan
periode 2015-2019.
Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif karena jenis dari penelitian
ini bersifat asosiatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ataupun juga
hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini mempunyai tingkat
tertinggi dibandingkan dengan deskriptif dan komparatif karena dengan
penelitian ini dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk
menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.
3.2 Data Penelitian
3.2.1 Sumber Data dan Jenis Data
Data yang diperlukan dalam suatu penelitian ini adalah data sekunder.
Metode dokumenter adalah metode yang digunakan oleh peneliti, metode
dokumenter adalah metode dimana pengumpulan datanya dengan
melakukan analisis terhadap semua catatan dan dokumen yang dimiliki
oleh organisasi atau instansi yang sebagai objek penelitian yaitu berupa
persentase tingkat inflasi yang terdapat pada Badan Pusat Statistik (BPS),
persentase suku bunga yang terdapat di Bank Indonesia (BI), nilai tukar
rupiah yang terdapat di Bank Indonesia (BI) dan penerimaan pajak negara
yang terdapat di Kementerian Keuangan. Data yang digunakan adalah
data periode 2015-2019.
40
3.2.2 Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2010:115) populasi merupakan wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah
tingkat inflasi yang terdaftar di BPS, suku bunga dan nilai tukar rupiah
yang terdaftar di BI tahun 2015-2019 dan penerimaan pajak negara yang
terdaftar di kementerian keuangan tahun 2015-2019.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
dalam penelitian adalah penerimaan pajak yang terdaftar di kementerian
keuangan, tingkat inflasi yang terdaftar di BPS, suku bunga dan nilai tukar
rupiah yang terdaftar di BI tahun 2015-2019 yang diambil menggunakan
“purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu” (Sugiyono 2010: 123). Kriteria pemilihan sampel
dalam penelitian ini adalah:
1) Tingkat inflasi umum yang terdaftar di BPS secara lengkap (data
bulanan) selama periode pengamatan tahun 2015-2019.
2) Suku bunga yang terdaftar di BI secara lengkap (data bulanan) selama
periode pengamatan tahun 2015-2019.
3) Nilai tengah tukar rupiah terhadap dolar Amerika (data bulanan) yang
terdaftar di BI secara lengkap selama periode pengamatan tahun 2015-
2019.
4) Penerimaan pajak negara (data bulanan) yang terdaftar di Kementerian
Keuangan secara lengkap selama periode pengamatan tahun 2015-
2019.
5) Data variabel makro ekonomi yang mendukung mengenai pengaruh
tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap penerimaan
pajak negara.
3.2.3 Teknik dan Pengumpulan Data
41
Data sekunder dapat menggunakan teknik dokumentasi dengan cara
mencatat atau mengakses sumber data sekunder. Pengumpulan data dan
bahan-bahan dalam penelitian ini diperoleh dari:
1) Tingkat inflasi yang terdaftar di Badan Pusat Statistik tahun 2015-
2019.
2) Suku bunga yang terdaftar di Bank Indonesia tahun 2015-2019.
3) Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terdaftar di Bank Indonesia
tahun 2015-2019.
4) Penerimaan pajak negara terdaftar di Kementerian Keuangan tahun
2015-2019.
5) Diakses dari website resmi BPS bps.go.id/ BI www.bi.go.id dan
Kementerian Keuangan www.kemenkeu.go.id/apbnkita.
3.3 Definisi Operasional
a. Variabel Independen (X)
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Tingkat Inflasi
Merupakan naiknya harga pada kurun waktu tertentu tidaklah
seragam. Kenaikan tersebut terjadi pada barang-barang tapi
kenaikannya tidak sama. Faktor faktor terjadinya cost push inflation
dapat disebabkan karena terjadinya depresiasi nilai tukar, dampak inflasi
luar negeri terutama negara-negara menjadi partner dagang,
peningkatan harga komoditi yang diatur oleh pemerintah, dan terjadi
negative supply shocks akibat bencana alam dan tergantungnya
distribusi. Dalam penelitian ini tingkat inflasi diukur dengan
menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) secara matematis dengan
rumus sebagai berikut:
(IHKt – IHKt-1)
Π = x 100%
IHKt-1
42
2) Suku Bunga
Merupakan pengendalian suatu arus pertumbuhan tingkat inflasi.
Orang akan melakukan investasi jika suku bunga mengalami penurunan,
sedangkan jika suku bunga mengalami kenaikan maka orang lebih
senang menanam uangnya pada bank dibandingkan investasi pada
sektor produksi karena resikonya sangat rendah. Suku bunga akan
meningkatkan suatu nilai uang dan menyerapnya jumlah uang yang
beredar di masyarakat jika mengalami kenaikan di suku bunga. Dalam
penelitian ini suku bunga menggunakan rumus sebagai berikut:
(vol1 x rate1) + (vol2 x rate2) + (vol3 x rate3) + (volN x rate N)
Total Volume
3) Nilai Tukar Rupiah
Merupakan harga satu unit mata uang asing dalam mata uang
domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap
mata uang asing. Sebagai contoh nilai tukar (NT) Rupiah terhadap dollar
Amerika (USD) adalah harga suatu dollar Amerika (USD) dalam rupiah
(Rp), atau dapat juga sebaliknya diartikan harga satu rupiah terhadap
satu USD. Faktor yang mempengaruhi suatu nilai tukar diantaranya
adalah pembayaran impor, aliran modal keluar, dan kegiatan spekulasi.
Dalam penelitian ini nilai tukar menggunakan nilai tukar tengah, rumus
yang digunakan sebagai berikut:
Kurs tengah = Kurs Jual + Kurs Beli
2
b. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel
dependennya adalah penerimaan pajak negara yaitu salah satu
kontribusi yang sangat besar dalam kelangsungan pembangunan dan
43
pembiayaan pemerintahan. Pengukurannya ini dilakukan secara
kuantitatif dalam jumlah bulanan.
Tabel 3.2
Definisi Operasional
Variabel Indikator Skala
Tingkat
Inflasi
Tingkat inflasi mencerminkan naik atau
turunnya suatu harga pada kurun waktu
ke waktu lainnya. Penurunan tingkat
inflasi akan berpengaruh terhadap
penerimaan pajak, karena akan
meningkatnya konsumen yang terjadi di
masyarakat. Dalam penelitian ini rumus
tingkat inflasi sebagai berikut :
(IHKt – IHKt-1)
Π = x 100%
IHKt-1
Rasio
44
Suku Bunga
Suku Bunga mencerminkan seseorang
melakukan pemutaran uang atau
menanamkan dananya kurun waktu
sesuai naik turunnya suatu suku bunga.
Jika suku bunga mengalami kenaikan
maka orang lebih menanam dananya di
bank karena memiliki resiko yang
rendah, sedangkan jika suku bunga
mengalami penurunan orang lebih senang
memutar uangnya dengan cara
menginvestasikan uangnya pada sektor
produksi. Dalam penelitian ini suku
bunga menggunakan rumus sebagai
berikut:
(vol1 x rate1) + (vol2 x rate2) + (vol3 x
rate3) + (volN x rate N)
Total Volume
Rasio
Nilai Tukar
Rupiah
Nilai tukar rupiah mencerminkan harga
satu unit mata uang asing dalam mata
uang domestik atau dapat juga dikatakan
harga mata uang domestic terhadap mata
uang asing. Sebagai contoh nilai tukar
(NT) Rupiah terhadap dollar Amerika
(USD) adalah harga suatu dollar Amerika
(USD) dalam rupiah (Rp), atau dapat juga
sebaliknya diartikan harga satu rupiah
terhadap satu USD. Faktor yang
mempengaruhi suatu nilai tukar
diantaranya adalah pembayaran impor,
aliran modal keluar, dan kegiatan
Rasio
45
spekulasi. Dalam penelitian ini nilai tukar
rupiah menggunakan nilai tukar tengah
dengan rumus:
Kurs tengah = Kurs Jual + Kurs Beli
2
Penerimaan
Pajak Negara
Penerimaan pajak negara yaitu salah satu
kontribusi yang sangat besar dalam
kelangsungan pembangunan dan
pembiayaan pemerintahan.
Pengukurannya ini dilakukan secara
kuantitatif dalam jumlah bulanan.
Nominal
Sumber: Diolah oleh penulis, November 2020
3.4 Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini, analisis dan pengujian hipotesis yang digunakan oleh
penulis yaitu:
a. Statistik Deskriptif
Menurut Indriantoro dan Bambang (2013) statistik deskriptif
merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi
sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Tabulasi menyajikan
ringkasan, pengaturan atau penyusunan data dalam bentuk tabel dan grafik.
Metode analisis data yang digunakan ini adalah dengan cara analisis
kuantitatif yang bersifat deskriptif yang menjabarkan data yang diperoleh
dengan menggunakan analisis regresi berganda untuk menggambarkan
fenomena atau karakteristik dari data, yaitu dengan memberikan gambaran
tentang faktor-faktor yang mempengaruhinya penerimaan pajak negara.
Metode analisis dalam penelitian ini akan dilakukan dengan aplikasi
komputer dalam program Statistical Product and Service Solutions (SPSS)
versi 25.
46
b. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa sampel yang
diteliti terbebas dari gangguan normalitas, multikolinieritas, autokorelasi,
dan heteroskedastisitas.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi
normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan analisis grafik Normal P-P Plot data yang
ditunjukan menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi dapat dikatakan memenuhi syarat asumsi
normalitas.
2) Uji Multikolinieritas
Menurut Ghozali (2016: 103) uji multikolinieritas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara
variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya atara
variabel independen tidak terjadi korelasi. Untuk mendeteksi ada
tidaknya multikolinieritas dalam model regresi dapat dilihat dari
Tolerance Value atau Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran
ini menunjukkan variabel independen manakah yang dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Tolerance yang rendah sama dengan nilai
VIF yang tinggi. Nilai cut-off yang umum adalah:
a) Jika nilai Tolerance > 10 persen dan nilai VIF < 10, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel
independen dalam model regresi.
b) Jika nilai Tolerance < 10 persen dan nilai VIF > 10, maka dapat
disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antara variabel
independen dalam model regresi.
3) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi berguna untuk mengetahui apakah dalam model
regresi tersebut terdapat hubungan yang kuat baik positif maupun
negatif antar data yang ada pada variabel-variabel penelitian. Untuk
47
melihat ada atau tidaknya autokorelasi maka menggunakan uji Durbin-
Watson, berikut hipotesis yang akan diuji:
a) Jika DW dibawah -2 berarti adanya autokorelasi positif.
b) Jika DW berada diantara -2 sampai +2 berarti tidak adanya
autokorelasi.
c) Jika DW diatas +2 berarti ada autokorelasi.
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka kondisi ini disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas.
c. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini digunakan untuk
menyatakan hubungan fungsional antara variabel independen dan variabel
dependen. Adapun bentuk model regresi yang digunakan sebagai dasar
adalah bentuk fungsi linear yakni:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana,
Y = Penerimaan pajak negara
X1 = Tingkat Inflasi
X2 = Suku Bunga
X3 = Nilai Tukar Rupiah
a = Konstanta
b1b2b3 = Koefisien regresi untuk masing-masing variabel independen
48
e = Faktor Pengganggu
d. Uji Koefisien Korelasi
Dalam penelitian ini uji koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui
besarnya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Koefisien korelasi dinyatakan dalam simbol “r”, besarnya “r” dapat
dinyatakan dalam interval -1 < r < 1. Jika r = 1 terdapat hubungan positif
antara variabel X1, dengan variabel Y, sebaliknya jika r = -1 terdapat
hubungan negatif antara variabel X1, dengan variabel Y.
e. Uji R2 (Koefisien Determinasi)
Menurut Ghozali (2016: 94) koefisien determinasi (R2) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu.
Nilai koefisien determinasi yang kecil berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai koefisien determinasi yang mendekati satu berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen.
f. Uji Hipotesis Analisis Parsial (Uji t)
Menurut Ghozali (2016: 97) uji regresi parsial merupakan pengujian
yang dilakukan terhadap variabel dependen atau variabel terikat. Uji
signifikansi parameter individual (uji t) merupakan pengujian hipotesis
untuk masing-masing variabel seperti tingkat inflasi, suku bunga dan nilai
tukar rupiah secara individu terhadap penerimaan pajak negara. Dalam
penelitian ini terdapat beberapa hipotesis yang dilakukan, dirumuskan
sebagai berikut:
1) Jika tingkat inflasi < 0.05 atau t hitung > t tabel maka variabel X secara
individu (parsial) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
Y.
49
2) Jika tingkat inflasi > 0.05 atau t hitung < t tabel maka variabel X secara
individu (parsial) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel Y.
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Data dan Analisisnya
Data penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder
merupakan sumber data yang diperoleh dengan cara membaca,
mempelajari, dan memahami melalui media lain yang bersumber dari
literatur, buku-buku, serta dokumen instansi atau lembaga. Data
sekunder ini diperoleh dalam bentuk dokumentasi yang rutin diterbitkan
setiap satu bulan oleh kementerian keuangan, badan pusat statistik dan
bank Indonesia, yang diperoleh langsung dari website resmi BPS
bps.go.id/, BI www.bi.go.id dan Kementerian Keuangan
www.kemenkeu.go.id/apbnkita. Berikut jumlah sampel dan uraian data
yang dikumpulkan oleh penulis:
Tabel 4.1
Jumlah Sampel
No Data Penelitian Jumlah
1
Data Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar
Rupiah yang terdapat dari Kementerian
Keuangan, Badan Pusat Statistik, dan Bank
Indonesia
12
2 Periode Penelitian 5
3 Jumlah Observasi 60
Sumber: Diolah oleh penulis, November 2020
Analisis data dilakukan menggunakan program SPSS versi 25. Untuk
memahami dan menginterpretasikan data maka perlu adanya proses
transformasi data penelitian dengan cara statistik deskriptif. Analisis statistik
deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan mendeskriptifkan
median, maksimum, minimum, dan standar deviasi.
51
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penerimaan pajak negara, sedangkan variabel independen yaitu tingkat
inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah. Penelitian ini dilakukan
dengan mengambil data persentase tingkat inflasi yang terdaftar di
Badan Pusat Statistik, pesentas suku bunga dan nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika yang terdaftar di Bank Indonesia pada tahun
2015-2019. Untuk mendeskripsikan dan menguji pengaruh antara
variabel bebas dan variabel terikat, maka pada bagian ini akan disajikan
deskripsi data yang diperoleh yaitu tabel analisis deskriptif.
Tabel 4.2
Hasil Pengolahan Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Tingkat Inflasi 60 .10 .61 .2638 .11021
Suku Bunga 60 4.25 7.75 5.7625 1.16483
Nilai Tukar Rupiah 60 12140.53 15178.87 13675.9702 573.68638
Penerimaan Pajak 60 25.1 224.8 108.615 38.8653
Valid N (listwise) 60
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Berdasarkan hasil statistik deskriptif dapat diketahui bahwa jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60. Dapat dilihat
tabel 4.3 bahwa rata-rata tingkat inflasi adalah 0.2638, tingkat inflasi
tertinggi (max) sebesar 0.61 yang terjadi di Januari 2015 dan tingkat
inflasi terendah (min) sebesar 0.10 yang terjadi di Oktober 2016 dan
Maret 2017. Tabel berikut menjelaskan tentang maksimum dan
minimum tingkat inflasi.
Tabel 4.3
Data Tingkat Inflasi
Inflasi (%) 2015 2016 2017 2018 2019
Januari 0.61 0.29 0.56 0.31 0.30
Februari 0.34 0.31 0.37 0.26 0.26
52
Maret 0.29 0.21 0.10 0.19 0.16
April 0.24 0.15 0.13 0.15 0.17
Mei 0.23 0.23 0.16 0.21 0.27
Juni 0.26 0.33 0.26 0.24 0.38
Juli 0.34 0.34 0.26 0.41 0.33
Agustus 0.52 0.36 0.28 0.30 0.43
September 0.44 0.33 0.35 0.28 0.29
Oktober 0.23 0.10 0.17 0.29 0.17
November 0.16 0.15 0.13 0.22 0.11
Desember 0.23 0.23 0.13 0.17 0.11
Sumber: Data diolah oleh penulis, November 2020
Keterangan: = minimum tingkat inflasi
= maksimum tingkat inflasi
Untuk hasil suku bunga dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60. Dapat dilihat pada tabel 4.3
bahwa rata-rata suku bunga adalah 5.7625, suku bunga tertinggi (max)
sebesar 7.75 yang terjadi di Januari 2015 dan suku bunga terendah (min)
sebesar 4.25 yang terjadi di September 2017 sampai April 2018. Tabel
berikut menjelaskan tentang maksimum dan minimum suku bunga.
Tabel 4.4
Data Suku Bunga
Suku Bunga
(%) 2015 2016 2017 2018 2019
Januari 7.75 7.25 4.75 4.25 6.00
Februari 7.50 7.00 4.75 4.25 6.00
Maret 7.50 6.75 4.75 4.25 6.00
April 7.50 6.75 4.75 4.25 6.00
Mei 7.50 6.75 4.75 4.75 6.00
Juni 7.50 6.50 4.75 5.25 6.00
Juli 7.50 6.50 4.75 5.25 5.75
Agustus 7.50 5.25 4.50 5.50 5.50
September 7.50 5.00 4.25 5.75 5.25
Oktober 7.50 4.75 4.25 5.75 5.00
November 7.50 4.75 4.25 6.00 5.00
Desember 7.50 4.75 4.25 6.00 5.00
Sumber: Data diolah oleh penulis, November 2020
53
Keterangan: = minimum suku bunga
= maksimum suku bunga
Untuk hasil nilai tukar rupiah dapat diketahui bahwa jumlah yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60. Dapat dilihat pada tabel 4.3
bahwa rata-rata nilai tukar rupiah adalah Rp 13.675,97, nilai tukar
rupiah tertinggi (max) sebesar Rp 15.178,87 terjadi di Oktober 2018 dan
nilai tukar rupiah terendah (min) sebesar Rp 12.140,53 terjadi di Mei
2015. Tabel berikut menjelaskan maksimum dan minimum Nilai Tukar
Rupiah.
Tabel 4.5
Data Nilai Tukar Rupiah
Nilai Tukar
Rupiah (Rp) 2015 2016 2017 2018 2019
Januari 12579.10 13889.05 13358.71 13380.36 14163.14
Februari 12749.84 13515.70 13340.84 13590.05 14035.21
Maret 13066.82 13193.14 13345.50 13758.29 14211.00
April 12947.76 13179.86 13306.39 13802.95 14142.58
Mei 12140.53 13419.65 13323.35 14059.70 14392.81
Juni 13313.24 13355.05 13298.25 14036.14 14226.53
Juli 13374.79 13118.82 13342.10 14414.50 14043.91
Agustus 13781.75 13165.00 13341.82 14559.86 14242.05
September 14396.10 13118.24 13303.47 14868.74 14111.10
Oktober 13795.86 13017.24 13526.00 15178.87 14117.57
November 13672.57 13310.50 13527.36 14696.86 14068.71
Desember 13854.60 13417.67 13556.21 14496.95 14017.45
Sumber: Data diolah oleh penulis, November 2020
Keterangan: = minimum nilai tukar rupiah
= maksimum nilai tukar rupiah
54
Hasil analisis deskriptif variabel penerimaan pajak negara diperoleh
nilai tertinggi (max) sebesar Rp 224,8 Triliun yaitu terjadi di Desember
2015. Nilai terendah (min) sebesar Rp 25,1 Triliun terjadi di Juni 2016
dan rata-rata penerimaan pajak sebesar Rp 108,615 Triliun. Hal ini dapat
dijelaskan melalui tabel penerimaan pajak.
Tabel 4.6
Data Penerimaan Pajak Negara
Penerimaan Pajak
(Rp) Triliun 2015 2016 2017 2018 2019
Januari 78.1 70.9 73.6 78.94 86
Februari 70 61.6 67.8 74.46 74.84
Maret 87.4 72.2 95.8 91.1 88.14
April 119.1 115.9 131 138.8 138.02
Mei 80.7 176.3 99.9 101.2 109.65
Juni 98 25.1 103.8 97.04 106.69
Juli 87.7 85.9 109 105.63 102.25
Agustus 78 103.4 97.8 112.29 95.57
September 101.9 185 99.2 101.4 101.43
Oktober 93.1 90.3 113.3 160.66 115.88
November 121.6 107.6 133.9 75.14 117.7
Desember 224.8 190.8 218.4 179.27 195.89
Sumber: Data diolah oleh penulis, November 2020
Keterangan: = minimum penerimaan pajak negara
= maksimum penerimaan pajak negara
4.1.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel dependen dan variabel independen mempunyai
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah
dengan menggunakan analisis grafik normal P-P Plot data yang
ditunjukan menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
55
garis diagonal, maka model regresi dapat dikatakan memenuhi
syarat asumsi normalitas. Berikut ini adalah hasil dari uji analisis
grafik normal P-P Plot.
Gambar 4.4
Hasil Pengujian Asumsi Normalitas Dengan Histogram
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Gambar 4.5
Hasil Pengujian Asumsi Normalitas Dengan P-P Plot
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
56
Berdasarkan P-P Plot grafik diatas dapat dilihat bahwa data
(titik) menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya
mengikuti garis diagonal. Begitupun dengan grafik histogramnya
menunjukan pola distribusi normal. Maka data layak digunakan
dalam data statistik parametrik karena memenuhi asumsi normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Biasanya dalam model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi antara variabel bebas atau independen. Di
dalam pengujian ini metode yang biasa digunakan yaitu dengan nilai
(1) Variance Inflation Factor (VIF) dan (2) Tolerance pada model
regresi. Jika dalam hasil uji nilai VIF kurang dari 10 dan tolerance
lebih dari 0,1 maka model regresi bebas dari multikolinearitas atau
tidak ada multikolinearitas dalam regresi. Hasil uji multikolinearitas
pada penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4.7
Hasil Pengolahan Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Tingkat Inflasi .902 1.109
Suku Bunga .891 1.123
Nilai Tukar Rupiah .985 1.015
a. Dependent Variabel: Penerimaan Pajak Negara
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Dari hasil tabel di atas menunjukkan bahwa semua variabel
bebas mempunyai VIF (Variance Inflation Factor) yang berada di
bawah angka 10 dari nilai tolerance yang berada di atas angka 0,1.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan
dalam penelitian tidak menunjukkan adanya gejala
57
multikolinearitas. Jadi, model regresi ini layak digunakan untuk
pengujian hipotesis.
c. Uji Heteroskedasitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas karena data
ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang,
dan besar). Berikut ini adalah hasil Uji heteroskedastisitas:
Gambar 4.6
Output Pengujian Heterokedastisitas
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Dari grafik Scatterplots di atas terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak dan tersebar baik diatas maupun dibawah
angka 0 pada sumbu Y. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedasitas pada model
regresi.
58
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi berguna untuk mengetahui apakah dalam model
regresi tersebut terdapat hubungan yang kuat baik positif maupun
negatif antar data yang ada pada variabel-variabel penelitian.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu satu sama lainnya. Berikut ini adalah hasil dari uji
autokorelasi:
Tabel 4.8
Hasil Pengolahan Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .419a .176 .131 36.2234 2.298
a. Predictors: (Constant), Nilai Tukar Rupiah, Tingkat Inflasi , Suku Bunga
b. Dependent Variable: Penerimaan Pajak
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Dari hasil output model summary di atas dapat dilihat nilai
Durbin-Watson dari hasil pengujian adalah 2,298. Dari jumlah data
(n) = 60 dan k = 3 (merupakan jumlah variabel independen)
diperoleh nilai dL sebesar 1,4797 dan nilai dU sebesar 1,6889.
Sehingga dapat dihitung nilai 4-dU = 2,3111 dan 4-dL = 2,5203.
Karena nilai Durbin-Watson sebesar 2,298 yang terletak pada daerah
antara dU dan (4-dU) atau 1,6889 < 2,298 < 2,3111, maka hipotesis
nol diterima berarti tidak ada autokorelasi. Hasil Durbin-Watson
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.7
Durbin-Watson
Autokorelasi
Positif
Daerah
Keragu-
raguan
Tidak Ada
Autokorelasi
Daerah
Keragu-
raguan
Autokorelasi
Negatif
0 dL dU 4-dU 4-dL 4
1,4797 1,6889 2,3111 2,5203
Sumber: Data diolah oleh penulis, November 2020 DW = 2,298
59
e. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis statistik digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
linear berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel-variabel bebas (independen) yaitu tingkat inflasi, suku
bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap variabel terikat (dependen)
yaitu penerimaan pajak negara. Hasil perhitungan model regresi ini
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9
Hasil Pengolahan Uji Regresi Linear Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardi
zed
Coefficien
ts
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.504 118.600 -.004 .997
Tingkat Inflasi -126.504 45.059 -.359 -2.807 .007
Suku Bunga -1.562 4.290 -.047 -.364 .717
Nilai Tukar Rupiah .011 .008 .164 1.338 .186
a. Dependent Variabel: Penerimaan Pajak Negara
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Berdasarkan tabel 4.10 di atas, maka diperoleh persamaan model
regresi sebagai berikut:
PPN = -0,504+ (-126,504)X1 + (-1,562)X2 + (0,011)X3 + e
Keterangan:
PPN = Penerimaan Pajak Negara
X1 = Tingkat Inflasi
X2 = Suku Bunga
X3 = Nilai Tukar Rupiah
Dari hasil diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
60
1) Nilai koefisien regresi tingkat inflasi sebesar -126,504 bahwa
setiap tingkat inflasi mengalami kenaikan sebesar 1%, maka
penerimaan pajak negara akan meningkat sebesar -126,504
dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap.
2) Nilai koefisien regresi suku bunga sebesar -1,562 bahwa setiap
suku bunga mengalami kenaikan sebesar 1%, maka penerimaan
pajak negara akan meningkat sebesar -1,562 dengan asumsi
variabel independen lainnya bernilai tetap.
3) Nilai koefisien regresi nilai tukar rupiah sebesar 0,011 bahwa
setiap nilai tukar rupiah mengalami kenaikan sebesar 1% maka
penerimaan pajak negara akan meningkat sebesar 0,011 dengan
asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap.
f. Uji Koefisien Korelasi
Tabel 4.10
Hasil Pengolahan Uji Korelasi (Tingkat Inflasi)
Correlations
Control Variables Tingkat Inflasi
Penerimaan
Pajak
Negara
Suku Bunga &
Nilai Tukar Rupiah
Tingkat Inflasi Correlation 1.000 -.351
Significance (2-tailed) . .007
df 0 56
Penerimaan Pajak
Negara
Correlation -.351 1.000
Significance (2-tailed) .007 .
df 56 0
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Berdasarkan tabel di atas, nilai koefisien korelasi parsial antara
tingkat inflasi dan penerimaan Pajak negara sebesar -0,351 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,007 < 0,05, maka dikatakan terdapat
hubungan negatif dan signifikan.
61
Tabel 4.11
Hasil Pengolahan Uji Korelasi (Suku Bunga)
Correlations
Control Variables Suku Bunga
Penerimaan
Pajak
Negara
Nilai Tukar Rupiah
& Tingkat Inflasi
Suku Bunga Correlation 1.000 -.049
Significance (2-tailed) . .717
df 0 56
Penerimaan Pajak
Negara
Correlation -.049 1.000
Significance (2-tailed) .717 .
df 56 0
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Berdasarkan tabel di atas, nilai koefisien korelasi parsial antara
suku bunga dan penerimaan pajak negara sebesar -0,049 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,717 > 0,05, maka dikatakan terdapat
hubungan negatif dan tidak signifikan.
Tabel 4.12
Hasil Pengolahan Uji Korelasi (Nilai Tukar Rupiah)
Correlations
Control Variables
Nilai Tukar
Rupiah
Penerimaan
Pajak
Negara
Tingkat Inflasi &
Suku Bunga
Nilai Tukar Rupiah Correlation 1.000 .176
Significance (2-tailed) . .186
Df 0 56
Penerimaan Pajak
Negara
Correlation .176 1.000
Significance (2-tailed) .186 .
Df 56 0
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Berdasarkan tabel di atas, nilai koefisien korelasi parsial antara
nilai tukar rupiah dan penerimaan pajak negara sebesar 0,176
62
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,186 > 0,05 maka dikatakan
terdapat hubungan positif dan tidak signifikan.
g. Uji R2 (Koefisien Determinasi)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai
koefisien determinasi yang kecil berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas. Nilai koefisien determinasi yang mendekati satu
berarti variabel-variabel independen memberikan hamper semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel
dependen. Hasil perhitungan koefisien determinasi (R2) dalam
penelitian ini disajikan dalam tabel 4.14
Tabel 4.13
Hasil Pengolahan Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .419a .176 .131 36.2234
a. Predictors: (Constant), Nilai Tukar Rupiah, Tingkat Inflasi , Suku Bunga
b. Dependent Variable: Penerimaan Pajak Negara
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Tabel menunjukkan nilai R Square sebesar 0,176 atau 17,6%
artinya dari ketiga variabel yaitu tingkat inflasi, suku bunga, dan
nilai tukar rupiah secara simultan (bersama-sama) berpengaruh
terhadap penerimaan pajak negara sebesar 17,6%. Sedangkan
sisanya sebesar 82,4% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang
tidak diajukan dalam penelitian ini.
h. Uji Hipotesis (Uji t)
Uji t merupakan salah satu uji hipotesis penelitian dalam analisis
regresi linear sederhana maupun analisis regresi linear multiples
(berganda). Uji t bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas
63
atau variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap
variabel terikat atau variabel dependen.
Tabel 4.14
Hasil Pengolahan Uji Hipotesis
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.504 118.600 -.004 .997
Tingkat Inflasi -126.504 45.059 -.359 -2.807 .007
Suku Bunga -1.562 4.290 -.047 -.364 .717
Nilai Tukar Rupiah .011 .008 .164 1.338 .186
b. Dependent Variabel: Penerimaan Pajak Negara
a. Dependent Variabel: Penerimaan Pajak Negara
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Berdasarkan tabel di atas pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengaruh tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak negara
Dari hasil uji hipotesis di atas dapat dilihat bahwa variabel
tingkat inflasi mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,007 <
0,05 dan nilai thitung > ttabel atau -2,807 < 1,673 yang berarti bahwa
tingkat inflasi secara parsial berpengaruh terhadap penerimaan
pajak negara dengan demikian H1 diterima.
2) Pengaruh suku bunga terhadap penerimaan pajak negara
Dari hasil uji hipotesis di atas dapat dilihat bahwa variabel suku
bunga mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,717 > 0,05 dan
nilai thitung > ttabel atau -0,364 < 1,673 yang berarti bahwa suku
bunga secara parsial tidak berpengaruh terhadap penerimaan
pajak negara dengan demikian H2 ditolak.
3) Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap penerimaan pajak negara
Dari hasil uji hipotesis di atas dapat dilihat bahwa variabel nilai
tukar rupiah mempunyai tingkat signifikansi seberapa 0,186 >
0,05 dan nilai thitung > ttabel atau 1,338 < 1,673 yang berarti bahwa
64
nilai tukar rupiah secara parsial tidak berpengaruh terhadap
penerimaan pajak negara dengan demikian H3 ditolak.
i. Uji Statistik F
Uji F pada dasarnya digunakan untuk membuktikan apakah
variabel-variabel independen (X) secara simultan (bersama-sama)
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Y). Hasil uji
statistik F dapat dilihat pada tabel di bawah ini, jika nilai probabilitas
lebih kecil dari 0,05 maka H0 diterima, sedangkan jika nilai
probabilitas lebih besar dari 0,05 maka menolak H0.
Tabel 4.15
Hasil Pengolahan Uji Statistik F
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 15640.815 3 5213.605 3.973 .012b
Residual 73479.583 56 1312.135
Total 89120.398 59
a. Dependent Variable: Penerimaan Pajak Negara
b. Predictors: (Constant), Nilai Tukar Rupiah, Tingkat Inflasi , Suku Bunga
Sumber: Data yang telah diolah SPSS 25, November 2020
Berdasarkan tabel di atas untuk pengujian hipotesis secara
simultan bahwa nilai Fhitung = 3,973 > Ftabel = 2,769 dan tingkat
signifikansi sebesar 0,012 < 0,05, jadi H0 diterima. Dengan
demikian bahwa ketiga variabel yaitu tingkat inflasi, suku bunga,
nilai tukar rupiah secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan pajak negara.
4.1.3 Hasil Pengujian Hipotesis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan pajak negara, dimana faktor-faktornya yaitu
tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah. Penelitian dilakukan
pada 60 sampel yang terdaftar di Kementerian Keuangan, Badan Pusat
Statistik, Bank Indonesia dengan periode penelitian 2015-2019 yang
65
pengambilan sampelnya menggunakan metode purposive sampling.
Adapun rangkuman penelitian sebagai berikut:
a. Variabel tingkat inflasi menunjukkan berpengaruh terhadap
penerimaan pajak negara dengan signifikansi sebesar 0,007 < 0,05.
Dengan demikian H1 diterima.
b. Variabel suku bunga menunjukkan tidak berpengaruh terhadap
penerimaan pajak negara dengan signifikansi sebesar 0,171 > 0,05.
Dengan demikian H2 ditolak.
c. Variabel nilai tukar rupiah menunjukkan tidak berpengaruh terhadap
penerimaan pajak negara dengan signifikansi sebesar 0,186 > 0,05.
Dengan demikian H3 ditolak.
4.1.4 Pembahasan dan Rangkuman Hasil Penelitian
a. Pengaruh Tingkat Inflasi terhadap Penerimaan Pajak Negara
Hipotesis pertama bertujuan untuk mengetahui tingkat inflasi
berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara. Berdasarkan tabel
4.15 dapat dilihat bahwa nilai thitung -2,807 dengan nilai signifikansi
0,007 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat inflasi
berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara, berarti H1 diterima
pada penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian tersebut terbukti
bahwa tingkat inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara
di Indonesia periode 2015-2019. Hal ini membuktikan bahwa
pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan oleh tinggi
rendahnya harga yang tersebar di pasar. Jika inflasi rendah maka
konsumsi di masyarakat meningkat sehingga meningkatnya PPN
yang didapat atas barang dan jasa, maka demikian meningkat pula
pendapatan pajak negara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu
oleh Rafsanjani (2013) bahwa tingkat inflasi berpengaruh terhadap
penerimaan pajak negara.
b. Pengaruh Suku Bunga terhadap Penerimaan Pajak Negara
66
Hipotesis ke dua bertujuan untuk mengetahui suku bunga
berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara. Berdasarkan table
4.15 dapat dilihat thitung -0,364 dengan nilai signifikansi 0,717 > 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa suku bunga tidak berpengaruh
terhadap penerimaan pajak negara, sehingga H2 ditolak pada
penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian tersebut terbukti bahwa
suku bunga tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara di
Indonesia periode 2015-2019. Hal ini membuktikan biaya bunga
tidak menyebabkan naik atau turunnya biaya operasional sehingga
tidak mempengaruhi laba dan penerimaan pajak.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya
yaitu oleh Sumidartini (2018) bahwa suku bunga secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak.
c. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Penerimaan Pajak Negara
Hipotesis ke tiga bertujuan untuk mengetahui nilai tukar rupiah
berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara. Berdasarkan tabel
4.15 dapat dilihat bahwa thitung 1,338 dengan nilai signifikansi 0,186
> 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai tukar rupiah tidak
berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara, sehingga H3 ditolak
pada penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian tersebut terbukti
bahwa nilai tukar rupiah tidak berpengaruh terhadap penerimaan
pajak negara di Indonesia periode 2015-2019. Hal ini membuktikan
bahwa perusahaan tidak memanfaatkan nilai tukar rupiah sebagai
pertimbangan dalam melakukan ekspor atau impor. Motivasi ekspor
atau impor lebih kepada demand dan supply di pasar.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sinamble &
Rahmawati (2019) yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah secara
parsial tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini meneliti tentang Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga, dan
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Negara. Dimana penerimaan
pajak negara menjadi variabel dependen, sedangkan variabel independenya
ada tiga yaitu tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah. Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
a. Variabel tingkat inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara. Hal
ini membuktikan bahwa konsumsi suatu masyarakat ditentukan oleh tinggi
rendahnya harga yang dipengaruhi oleh inflasi, maka semakin rendah
inflasi semakin tinggi pula pendapatan pajak negara yang diperoleh dari
PPN 10% atas barang atau jasa yang dikonsumsi masyarakat.
b. Variabel suku bunga tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara.
Hal ini karena suku bunga tidak menyebabkan naik atau turunnya biaya
operasional sehingga tidak mempengaruhi laba perusahaan dan penerimaan
pajak.
c. Variabel nilai tukar rupiah tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak
negara. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan nilai
tukar rupiah sebagai pertimbangan dalam melakukan ekspor atau impor.
Motivasi ekspor atau impor lebih kepada demand dan supply di pasar.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan terdapat
saran-saran penelitian selanjutnya antara lain:
a. Penelitian selanjutnya mungkin dapat memperluas sampel penelitian
dengan mempertimbangkan penggunaan seluruh data variabel yang
68
terdaftar di Badan Pusat Statistik, Kementerian Keuangan, dan Bank
Indonesia.
b. Periode penelitian selanjutnya sebaiknya menambah periode yang lebih
panjang yakni lebih dari lima tahun.
c. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan beberapa variabel
independen lain seperti, terdaftarnya wajib pajak, tingkat pengangguran,
pendapatan per kapita, beserta retribusi daerah dan sebagainya yang
mungkin dapat mempengaruhi penerimaan pajak negara guna memperoleh
penjelasan lebih baik mengenai fenomena tersebut serta memperluas ruang
lingkup yang dijadikan sampel.
d. Bagi pemerintah sebagai acuan agar terus menjaga kestabilan tingkat inflasi
agar tidak terjadinya kenaikan secara signifikan, sehingga akan
mempengaruhi penerimaan pajak negara, dan akan mempengaruhi
keberlangsungan pembangunan suatu negara karena pendapatan utama di
Indonesia adalah dari sektor perpajakan.
e. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan
wawasan pengetahuan terkait dengan penerimaan pajak negara serta
faktorfaktor yang mempengaruhinya. Khususnya yang berminat untuk
mengetahui lebih jauh tentang makro ekonomi terhadap penerimaan pajak
negara (melakukan penelitian) maka perlu modifikasi variabel-variabel
independen baik menambah variabel atau menambah time series datanya.
Sehingga akan lebih objektif dan bervariasi dalam melakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Angelia, S. (2014). Pengaruh Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Penerimaa Pajak Daerah Kota Bandung : Studi Kasus pada Dinas Pendapatan
Kota Bandung Item Type : Thesis ( Undergraduate ) Uncontrolled tingkat
inflasi , pertumbuhan ekonomi , penerimaan pajak daera. Faculty of Economic,
1051048, 1051048.
bps.go.id/. (n.d.). Badan Pusat Statistik.
Desideria, E. & N. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak
Dari Wajib Pajak Badan Tahun 2016-2017. Jurnal Multiparadigma Akuntansi,
I(2), 355–363.
Dian Triastuti1, D. P. (2016). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Belanja
Pembangunan/Modal dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Daerah
(Studi pada Pemerintahan Daerah Kota BANDUNG Periode 2007-2014).
Akuntansi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Telkom, 3(1), 320–330.
Falianty, T. A. (2019). Teori Ekonomi Makro dan Penerapannya di Indonesia. PT
RajaGrafindo Persada.
Herispon. (2018). Buku Ajar Makro Ekonomi ( buku II ) (Issue January 2009).
Mispiyanti1, I. N. K. (2019). Analisis Pengaruh PDRB, Inflasi, Nilai Kurs dan
Tenaga Kerja Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kabupaten Cilacap,
Banyumas, Purbalingga, Kebumen dan Purworejo. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Nalendra, E. H. R. (2013). Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dan
Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak. Universitas Komputer Indonesi,
1–11.
Nicola Putra Pratama Dwiatmanto, Rosalita Rachma Agusti, & (PS. (2016).
Pengaruh Inflasi, Pemeriksaan Pajak dan Jumlah Wajib pajak Terhadap
Penerimaan Pajak Penghasilan. Universitas Brawijaya, 23(45), 5–24.
Pohan, C. A. (2014). Pembahasan Komprehensif pengantar perpajakan: teori dan
konsep hukum pajak. Mitra Wacana Media.
Rafsanjani, F. A. (2013). Pengaruh tingkat inflasi, Pengangguran, dan Pendapatan
Perkapita terhadap penerimaan daerah pajak dan Retribusi daerah ( Studi Pada
Badan Pusat Statistik dan Dinas Pendapatan Kota Batu. Jurnal Universitas
Brawijaya, 2013.
Sinamble, T., & Rahmawati, S. (2019). Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan
Jumlah Pengusaha Kena Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan
Nilai. Jurnal Ekonomi Bisnis, 5(1), 83–97.
Sukowati, P. (2016). Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Penerimaan
Pajak Penghasilan. Universitas Brawijaya, 2016.
Sumidartini, A. N. (2018). Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Serta Tingkat Suku Bunga
Terhadap Penerimaan Pajak Pada Direktorat Jenderal Pajak. Transparansi
Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi, 9(1), 53–68.
https://doi.org/10.31334/trans.v9i1.85
Suseno, & Simorangkir, I. (2004). Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. Pusat
Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI, 12(12), 61.
Waluyo. (2017). Perpajakan Indonesia. Salemba Empat.
www.bi.go.id. (n.d.). Bank Indonesia.
www.kemenkeu.go.id/apbnkita. (n.d.). Kementerian Keuangan.
LAMPIRAN 1
Data Inflasi, Suku Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Pendapatan Pajak Negara
Tahun 2015 - 2019
Tahun/Bulan inflasi suku bunga nilai tukar
rupiah
pendapatan
pajak negara
(%) (%) (Rp) (Rp) Triliun
2015 3.02
Januari 0.61 7.75 12579.10 78.1
Februari 0.34 7.50 12749.84 70
Maret 0.29 7.50 13066.82 87.4
April 0.24 7.50 12947.76 119.1
Mei 0.23 7.50 12140.53 80.7
Juni 0.26 7.50 13313.24 98
Juli 0.34 7.50 13374.79 87.7
Agustus 0.52 7.50 13781.75 78
September 0.44 7.50 14396.10 101.9
Oktober 0.23 7.50 13795.86 93.1
November 0.16 7.50 13672.57 121.6
Desember 0.23 7.50 13854.60 224.8
2016 3.07
Januari 0.29 7.25 13889.05 70.9
Februari 0.31 7.00 13515.70 61.6
Maret 0.21 6.75 13193.14 72.2
April 0.15 6.75 13179.86 115.9
Mei 0.23 6.75 13419.65 176.3
Juni 0.33 6.50 13355.05 25.1
Juli 0.34 6.50 13118.82 85.9
Agustus 0.36 5.25 13165.00 103.4
September 0.33 5.00 13118.24 185
Oktober 0.10 4.75 13017.24 90.3
November 0.15 4.75 13310.50 107.6
Desember 0.23 4.75 13417.67 190.8
2017 2.95
Januari 0.56 4.75 13358.71 73.6
Februari 0.37 4.75 13340.84 67.8
Maret 0.10 4.75 13345.50 95.8
April 0.13 4.75 13306.39 131
Mei 0.16 4.75 13323.35 99.9
Juni 0.26 4.75 13298.25 103.8
Juli 0.26 4.75 13342.10 109
Agustus 0.28 4.50 13341.82 97.8
September 0.35 4.25 13303.47 99.2
Oktober 0.17 4.25 13526.00 113.3
November 0.13 4.25 13527.36 133.9
Desember 0.13 4.25 13556.21 218.4
2018 3.07
Januari 0.31 4.25 13380.36 78.94
Februari 0.26 4.25 13590.05 74.46
Maret 0.19 4.25 13758.29 91.1
April 0.15 4.25 13802.95 138.8
Mei 0.21 4.75 14059.70 101.2
Juni 0.24 5.25 14036.14 97.04
Juli 0.41 5.25 14414.50 105.63
Agustus 0.30 5.50 14559.86 112.29
September 0.28 5.75 14868.74 101.4
Oktober 0.29 5.75 15178.87 160.66
November 0.22 6.00 14696.86 75.14
Desember 0.17 6.00 14496.95 179.27
2019 3.95
Januari 0.30 6.00 14163.14 86
Februari 0.26 6.00 14035.21 74.84
Maret 0.16 6.00 14211.00 88.14
April 0.17 6.00 14142.58 138.02
Mei 0.27 6.00 14392.81 109.65
Juni 0.38 6.00 14226.53 106.69
Juli 0.33 5.75 14043.91 102.25
Agustus 0.43 5.50 14242.05 95.57
September 0.29 5.25 14111.10 101.43
Oktober 0.17 5.00 14117.57 115.88
November 0.11 5.00 14068.71 117.7
Desember 0.11 5.00 14017.45 195.89
Sumber: Diolah oleh penulis, November 2020