LAPORAN KEGIATAN
MONITORING DAN EVALUASI INTERNAL BALAI
PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
Oleh:
TIM MONEV INTERNAL BPTP ACEH
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) ACEH
2016
1
Kata Pengantar
Monitoring dan evaluasi (Monev) merupakan salah satu kegiatan
rutin yang harus dilaksanakan oleh setia Satuan Kerja (Satker)
Pemerintah, termasuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh
yang secara kelembagaan termasuk ke dalam Kementerian Pertanian
melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan).
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan Monev adalah sebagai kontrol
dan jaringan umpan balik terhadap pelaksanaan kegiatan utama balai
(pengkajian dan diseminasi) dan kegiatan pendukung (manajemen).
Kontrol yang dimaksud adalah suatu mekanisme kajian berdasarkan
substansi pelaksanaan kegiatan, yaitu apakah kegiatan telah berbasis
kepada metode dan prosedur pelaksanaan yang sesuai dengan kaidah
kajian dan diseminasi (Pedum, Juklak, Juknis, Proposal dan
ROPP/RODHP). Selain itu, mekanisme kontrol juga mencakup
akuntabilitas penggunaan anggaran.
Pada Tahun Anggaran 2015, BPTP Aceh mendapatkan anggaran
sebesar Rp. 26. 862.038.000, dengan kegiatan utama mencakup
Pembangunan Taman Teknologi Pertanian (TTP), Bio-Industri, Unit
Penyediaan Benih Sumber (UPBS), Upaya Khusus (UPSUS) dan beberapa
kegiatan pendampingan komoditas strategis pertanian.
Akhirnya tim pelaksana berharap agar laporan Monev ini menjadi
input manajemen untuk memperbaiki beberapa bagian yang kurang
berjalan dengan baik, dengan tujuan pada TA. 2016 pelaksanaan kegiatan
pengkajian/diseminasi dan akuntabilitas keuangan dapat ditingkatkan.
Banda Aceh, Januari 2016
Tim Pelaksana Monev 2015 BPTP Aceh
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Monitoring dan evaluasi (monev) merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk membandingkan (performance) antara keragaan
perencanaan suatu penelitian/pengkajian (litkaji), diseminasi dan
kegiatan manajemen dengan pelaksanaan di lapangan serta luaran yang
dicapai. Dengan demikian, monev merupakan suatu kegiatan pemantuan
dan penilaian kemajuan serta keberhasilan suatu sistem manajemen
kegiatan. Selain itu, monev juga merupakan alat manajemen penelitian
yang sangat penting dari suatu lembaga pengkajian seperti Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh. Hasil dari kegiatan ini
diharapkan dapat memfasilitasi keterbukaan dan penyediaan informasi
penting yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan untuk
memperbaiki kinerja litkaji maupun diseminasi.
Monev internal difokuskan kepada kesesuaian aspek teknis dan
administrasi guna meningkatkan kualitas pelaksanaan program litkaji,
diseminasi dan manajemen. Kegiatan ini merupakan salah satu tugas
dan fungsi (tupoksi) tim monev internal dalam membantu tim monev Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Bogor
dalam melaksanakan pengawasan dan mekanisme kontrol, terhadap
kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
3
(BPTP) Aceh Tahun Anggaran 2015 sebagai Eselon di bawahnya, dimana
kegiatan ini merupakan bagian dari pembinaan untuk meningkatkan
kinerja (performance), kemandirian pelaksanaan serta akuntabilitas
kegiatan yaitu dari sisi kesesuaian antara realisasi keuangan dengan
realisasi fisik di lapangan.
1.2 Tujuan
A. Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pengkajian, diseminasi
dan manajemen BPTP Aceh Tahun Anggaran 2015.
B. Melakukan analisis kinerja pelaksanaan kegiatan pengkajian,
diseminasi dan manajemen BPTP Aceh Tahun Anggaran 2015.
C. Melakukan analisis perencanaan untuk kegiatan pengkajian,
diseminasi dan manajemen BPTP Aceh Tahun Anggaran 2016.
1.3 Keluaran
A. Terlaksananya monitoring dan evaluasi kegiatan pengkajian,
diseminasi dan manajemen BPTP Aceh Tahun Anggaran 2015.
B. Terlaksananya analisis kinerja pelaksanaan kegiatan pengkajian,
diseminasi dan manajemen BPTP Aceh Tahun Anggaran 2015.
C. Terlaksananya analisis perencanaan untuk kegiatan pengkajian,
diseminasi dan manajemen BPTP Aceh Tahun Anggaran 2016.
4
II. RUANG LINGKUP KEGIATAN
2.1 Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan litkaji dan diseminasi di BPTP Aceh Tahun
Anggaran 205, meliputi : (1) Monitoring Pelaksanaan kegiatan pengkajian
dan diseminasi; (2) Evaluasi kegiatan dengan membandingkan keragaan
kesesuaian antara Matriks, Proposal, Rencana Operasional Pelaksanaan
Pengkajian (ROPP), Rencana Operasional Diseminasi Hasil Pengkajian
(RODHP), Petunjuk Teknis (juknis) dan Term of Reference (TOR) dengan
hasil yang telah dicapai yang dapat di lihat pada luaran dan manfaat
kegiatan.
Monev internal kegiatan litkaji dan diseminasi telah dilaksanakan
oleh Tim Monev bersama-sama dengan tim kegiatan litkaji dan
diseminasi. Kegiatan monev internal dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yaitu,
(1) Desk work, yaitu dengan menelusuri dokumen yang berhubungan
dengan kegiatan pengkajian dan diseminasi seperti : Matriks, Proposal,
ROPP, RODHP, TOR dan Juknis; (2) Kunjungan ke lapangan (lokasi
kegiatan dilaksanakan); (3) Pertemuan antara peneliti/penyuluh untuk
membahas hasil monev, dan rencana tindak lanjut yang diperlukan.
Untuk mendapatkan akuntabilitas hasil monev, penilaian dilakukan
dengan menggunakan indikator monev yang telah dipersiapkan
(kuantitatif indikator). Evaluasi kegiatan dilakukan berdasarkan
dokumen awal kegiatan seperti matriks, proposal, ROPP, RODHP, TOR
5
dan juknis dengan laporan hasil litkaji dan diseminasi, serta inforamasi
yang diperoleh dari tim kegiatan, petani kooperator yang terlibat di
lapangan dan masyarakat sekitar lokasi kegiatan.
Kegiatan Monev tidak hanya dilakukan pada aktivitas yang bersifat
pengkajian dan diseminasi, akan tetapi juga dilakukan pada kegiatan
manajemen, dalam hal ini menyangkut kesesuaian Surat Keputusan (SK)
struktur pelaksana internal dengan tim pelaksana kegiatan, termasuk
juga pada kegiatan pada seksi pendayagunaan hasil pengkajian dan
diseminasi. Dengan kata lain basis pelaksanaan Monev adalah
melakukan kontrol terhadap seluruh kegiatan yang dibiayai oleh DIPA
BPTP Aceh Tahun Anggaran 2016.
6
III. GAMBARAN UMUM PENGKAJIAN DAN DISEMINASI
Pada tahun anggaran 2015, BPTP Aceh melaksanakan kegiatan
pengkajian dan diseminasi dengan total sebanyak 22 kegiatan, yang
terdiri dari tujuh kegiatan pengkajian dan 15 kegiatan diseminasi,
termasuk juga kegiatan pendampingan kegiatan strategis Kementerian
Pertanian (padi, kedelai, jagung, ternak, cabai dan bawang merah) serta
kegiatan manajemen (ketatausahaan, pendayagunaan hasil pengkajian,
serta program dan evaluasi) dengan posisi sebagai pendukung
pelaksanaan kegiatan pengkajian dan diseminasi. Secara lengkap
kegiatan pengkajian dan diseminasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Judul, lokasi kegiatan dan pagu anggaran pengkajian dan diseminasi BPTP Aceh TA.2015
No. Judul Kegiatan Lokasi Pagu (Rp.000)
I. Pengkajian/Inhouse
1. Kajian percepatan adopsi inovasi
teknologi budidaya dan pasca
panen kakao
Kabupaten Aceh Barat Daya
88.000
2. Uji adaptasi beberapa varietas padi dataran tinggi di Provinsi Aceh
Kabupaten Bener Meriah
88.000
3. Kajian teknologi pemanfaatan panen kedua (ratoon) padi di lahan sawah
Kabupaten Aceh Besar 83.500
4. Kajian pewilayahan komoditas
pertanian berdasarkan zona agro
ekologi (ZAE) mendukung
pembangunan pertanian di Provinsi
Aceh
Provinsi Aceh 303.000
5. Penggelolaan sumberdaya genetik (SDG)
Provinsi Aceh 144.000
6. Analisis dan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian
Provinsi Aceh 71.000
7
II. Diseminasi
1. Visitor Plot dan Klinik Teknologi Pertanian
Provinsi Aceh 100.000
2. Pameran/Ekspose Provinsi Aceh 90.000
3. Pengembangan Media Informasi Kota Banda Aceh 94.400
4. Peningkatan komunikasi inovasi teknologi dalam rangka percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian di Provinsi Aceh
Provinsi Aceh 80.000
5. Taman agroinovasi Kota Banda Aceh 100.000
6. Model penyediaan benih untuk pemenuhan kebutuhan wilayah (Padi, Kedelai dan Jagung)
Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, Aceh Besar dan Aceh Selatan)
507.000
7. Pendampingan pengembangan kawasan pertanian nasional tanaman pangan (padi, kedelai dan jagung)
Provinsi Aceh 746.200
8. Pendampingan pengembangan kawasan pertanian hortikultura (Cabai, bawang merah, jeruk)
Provinsi Aceh 256.000
9. Pendampingan kawasan pertanian peternakan sapi potong
Provinsi Aceh 120.000
10. Pendampingan KRPL Provinsi Aceh 313.500
11. Pendampingan Gugus Katam terpadu
Provinsi Aceh 83.300
12. Model laboratorium lapang Kabupaten Aceh Timur 114.500
13. Identifikasi calon lokasi, koordinasi, bimbingan dan dukungan teknologi UPSUS, ATP dan Komoditas utama Kementan
Provinsi Aceh 900.000
14. Pembangunan Agro Tekno Park Kabupaten Aceh Besar 7.500.000
15. Pendampingan PUAP Provinsi Aceh 100.000
16. Produksi Benih Sumber (padi, kedelai, jagung)
Provinsi Aceh 947.000
17. Model pengembangan pertanian Bio-Industri berbasis kedelai-kambing
Kabupaten Bireuen 560.000
18. Model pengembangan pertanian Bio-Industri berbasis kopi arabika
Kabupaten Aceh Tengah
476.000
19. Layanan perkantoran Provinsi Aceh 7.652.132
20. Operasional dan pemeliharaan perkantoran
Provinsi Aceh 1.066.960
21. Peralatan dan fasilitas perkantoran Provinsi Aceh 1.842.303
Jumlah 26.862.038
8
Berdasarkan data di atas, sebagian besar kegiatan yang
dilaksanakan dari sisi kajian diseminasi adalah kegiatan berbasis
pendampingan beberapa komoditas strategis termasuk pembangunan
Agro Tekno Park (Taman Teknologi Pertanian) yang merupakan kegiatan
dengan dana terbesar. Aktivitas pembangunan ATP meliputi
pembangunan beberapa gedung, bangunan dan adopsi inivasi teknologi
pertanian. Secara keseluruhan realisasi keuangan BPTP Aceh TA. 2015
mencapai 93.4% dari total pagu anggaran sebesar Rp. 26.862.038.000.
Beberapa ítem kegiatan dengan belanja tidak mencapai 100% adalah
kegiatan pembangunan Taman Teknologi Pertanian yaitu sebesar 91.6%.
Item yang tidak mencapai target realisasi, terutama kegiatan
pembangunan Taman Teknologi Pertanian disebabkan oleh adanya sisa
lelang pembangunan gedung dan bangunan, yang nilainya mencapai Rp.
480.000.000, pada dasarnya nilai ini bukan merupakan ketidakmampuan
tim untuk melaksanakan kegiatan/program, akan tetapi merupakan
penghematan uang negara, dalam bentuk sisa lelang. Di lain pihak, untuk
mengoptimalkan nilai tersebut dengan program lainnya melalui
mekanisme revisi POK sangat sulit dilakukan, karena waktu yang tersisa
hanya efektif satu bulan, sehingga optimalisasi hanya dapat dilakukan
pada kegiatan yang bersifat langsung dapat dilaksanakan, seperti
pelatihan untuk meningkatkan kapasitas petani pada inovasi teknologi
pertanian.
9
Dari sisi kegiatan diseminasi hasil penelitian dan pengkajian yang
merupakan kegiatan transfer teknologi dari pencetak teknologi (Balai
Penelitian Komoditas, Universitas) kepada penggunaan akhir teknologi
tersebut (petani). Sesuai dengan tupoksinya BPTP Aceh telah
melaksanakan transfer teknologi, pada tahun anggaran 2015, kegiatan
diseminasi yang dilaksanakan lebih banyak sama dengan yang telah
dilaksanakan tahun sebelumnya, kondisi tersebut mencerminkan
konsistensi program kegiatan, hal tersebut sesuai dengan arahan Bapak
Kepala Badan Litbang Pertanian dalam upaya meningkatkan kinerja hasil
litkaji agar kegiatan yang telah dilaksanakan dapat dirasakan oleh
pengguna akhir teknologi yaitu, petani. Selain kegiatan diseminasi yang
bersifat reguler seperti pengembangan media, klinik teknologi pertanian,
visitor plot, pada Tahun Anggaran 2016, BPTP Aceh juga mengemban
beberapa kegiatan diseminasi, yaitu dalam bentuk pelaksanaan
pendampingan inovasi teknologi pertanian komoditas strategis
Kementerian Pertanian (Kementan). Komoditas strategis tersebut
mencakup padi, kedelai, jagung (tanaman pangan), sapi (peternakan),
tebu (perkebunan), bawang merah dan cabai (hortikultura).
Dari sisi anggaran, kegiatan pendampingan inovasi teknologi
pertanian komoditas strategis cukup besar menyerap anggaran (sekitar
10%) dari total pagu BPTP Aceh. Selain itu kegiatan strategis Kementan
yang juga dilaksanakan oleh BPTP Aceh adalah pendampingan
10
pencapaian kemandirian pangan, melalui kegiatan yang diberi nama
UPSUS (upaya khusus). Secara teknis kegiatan ini lebih bersifat strategis,
yaitu koordinasi dengan pelaku (aktor) utama sub sistem pertanian di
daerah, untuk memutakhirkan data luas tanam dan luas panen dari
komoditas strategis, terutama komoditas padi sawah. Teknis pelaksanaan
melalui beberapa land offiser (LO) yang telah ditetapkan oleh Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). LO akan
melakukan koordinasi dengan pihak di daerah untuk melakukan
observasi dan investigasi beberapa gejala alam seperti banjir dan
kekeringan yang dapat mengurangi atau menggangu sistem produksi
komoditas padi, termasuk tingkat kerusakan saluran irigasi tersier yang
rusak atau tidak berfungsi secara maksimal.
Secara teknis kegiatan yang bersifat utama (major) dari BPTP Aceh
adalah unit penyediaan benih sumber (UPBS), pengembangan model desa
mandiri benih dan bio-industri berbasis komoditas kedelai-kambing dan
berbasis Kopi Arabika-ternak. Keempat kegiatan ini juga menyerap
anggaran yang cukup besar (5-6%) dari total pagu BPTP Aceh.
11
IV. HASIL MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN PENGKAJIAN DAN DISEMINASI
Pelaksanaan kegiatan Monev internal BPTP Aceh TA.2015
difokuskan pada aspek perencanaan dan pelaksanaan serta pencapaian
kinerja (performance) sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Aspek
perencanaan yang dievaluasi meliputi kelengkapan dokumen seperti
matriks, proposal, ROPP, RODHP dan petunjuk teknis serta TOR.
Sedangkan aspek pelaksanaan meliputi keragaan komposisi tim,
metodologi pelaksanaan, kesesuaian lokasi, dan aspek pengembangan
komoditas. Uraian berikut menampilkan hasil monitoring dan evaluasi
tersebut.
4.1 PERENCANAAN
Kelengkapan dokumen dalam perencanaan litkaji dan diseminasi
terdiri atas empat unsur: Matriks Program (MP), Proposal (RPTP), Rencana
Kegiatan (ROPP dan RODHP), petunjuk teknis, TOR, laporan tengah
tahunan dan laporan akhir masing-masing kegiatan. Evaluasi dilakukan
terhadap kelengkapan dari masing-masing unsur tersebut serta review
dari hasil seminar proposal dan hasil kegiatan. Berdasarkan hasil evaluasi
diketahui bahwa semua judul pengkajian, diseminasi dan kegiatan
manajemen BPTP Aceh TA.2015 telah dilengkapi dengan Matrik Program,
RPTP, RKTM (seksi Ketatausahan dan pendayaangunaan hasil
12
pengkajian, ROPP, RODHP, Petunjuk teknis, TOR, laporan tengah
tahunan dan laporan akhir masing-masing kegiatan.
4.2 PELAKSANAAN
Kegiatan Pengkajian (Inhouse)
4.2.1 Kajian percepatan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca
panen kakao
Metodologi
Secara teknis, adopsi inovasi teknologi oleh petani dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan, umur dan besaran luas
penguasaan lahan. Ketiga faktor tersebut merupakan faktor kunci dalam
percepatan adopsi inovasi teknologi disamping jumlah tanggungan dan
akses permodalan (Gambar 1), dalam hal ini fokus kepada teknologi
budidaya dan pasca panen kakao.
Analisi Faktual
Secara umum kegiatan berjalan dengan baik, sosialisasi pada pra-
kegiatan dilaksanakan, masyarakat di desa sekitar sangat antusias, lokasi
kegiatan, dalam hal ini Kabupaten Aceh Barat Daya sangat potensial
untuk dikembangkan karena merupakan salah satu sentra produksi
kakao di Provinsi Aceh, komoditas yang diusahakan merupakan potensi
utama daerah, dukungan pemerintah daerah sangat baik, dan hubungan
personal antara tim peneliti dengan petani kooperator sangat erat.
13
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Tingkat Adopsi Teknologi pada Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan
Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh
Di lain pihak perlu ada perbaikan baik secara teknis maupun
administrasi, seperti petunjuk teknis kegiatan belum ada, farming record
keeping belum berjalan dengan baik. Dari sisi metode pelaksanaan
terutama dari alat ukur yang digunakan untuk pencapaian sasaran
kegiatan secara kuantitaif belum memadai. Hal ini terungkap pada
seminar hasil kegiatan, dimana tim kajian belum menggunakan teknik-
teknik penarikan contoh secara jelas, misalnya metode penentuan jumlah
responden, lokasi sampling dan kerangka sampling (sampling frame) yang
Petani Kakao
Faktor – faktor yang berhubungan dengan keputusan petani
Intensitas Penyuluhan
Tingkat Adopsi
Paket Teknologi
Kakao
Umur Pengalaman Usahatani
Pendidikan
Luas Lahan
Jumlah Tanggungan
Kemampuan Permodalan
Adopsi Tinggi/Rendah
Produktivitas dan Mutu Kakao
14
digunakan serta alat analisis untuk mengukur secara kuantitafi tingkat
adopsi teknologi.
Kedepan, perlu dikaji dengan cermat mengenai tingkat presisi
metode yang digunakan dalam pengukuran tingak adopsi pengguna
terhadap inovasi teknologi yang diintroduksi (pra and post) kegiatan,
sehingga dapat dilihat dan dikaji faktor-faktor yang paling berpengaruh
terhadap tingkat adopsi inovasi teknologi dari pengguna (user), serta
umpan balik (mekanisme kontrol) yang didapatkan, untuk memperbaiki
(improvment) terhadap beberapa faktor penentu adopsi inovasi teknologi
oleh pengguna.
Gambar 2. Diskusi koordinasi pelaksanaan kegiatan dengan Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Barat
Daya
15
Gambar 3. Kegiatan Temu lapang kegiatan
2. Uji adaptasi beberapa varietas padi dataran tinggi di Provinsi
Aceh
a. Metodologi
3. Kajian teknologi pemanfaatan panen kedua (ratoon) padi di lahan
sawah
a. Metodologi
Kegiatan pengkajian Ratoon adalah tunas yang tumbuh pada
batang tanaman padi yang telah dipanen. Pemanfaatan tanaman
ratoon dapat produksi per unit luas dan per unit waktu. Waktu untuk
berproduksi tanaman ratoon lebih pendek jika dibandingkan dengan
penanaman kembali serta tidak memerlukan areal baru.
• Mendapatkan model teknologi panen kedua (ratoon) yang aplikatif.
• Memanfaatkan lahan bekas panen padi dengan teknologi panen
kedua (ratoon).
• Meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani melalui
teknologi ratoon.
Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Lamtui
Kecamatan Kuta Cot Glee dan Desa Reulung Geulumpang, Kecamatan.
Kuta Malaka Kabupaten Aceh Besar pada musim tanam (MT)
2015/2016. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah pola
faktorial.
16
Fakta menunjukkan bahwa kegiatan tidak dapat dilanjutkan
karena secara teknis ratoon padi yang telah tumbuh (berkumur sekitar
3 minggu) telah rusak oleh serangan hama tikus. Hal inilah yang
menjadi kendala dalam operasional sistem tanam ratoon, di Provinsi
Aceh, karena dengan seluruh tanaman telah di panen, maka yang ada
hanyalah tanaman ratoon yang mengakibatkan seluruh hama tikus ke
lokasi pengkajian.
Mekanisme Kontrol
Sebagai akibat kegiatan dihentikan karena serangan hama tikus,
maka oleh tim pelaksana telah dibuat berita acara
kegagalan/penghentian kegiatan yang telah diketahui oleh Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan Kepala BPTP Aceh.
4. Kajian pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro
ekologi (ZAE) mendukung pembangunan pertanian di Provinsi
Aceh
Metodologi
Kegiatan Kegiatan pengkajian dilakukan melalui pendekatan desk
study dan verifikasi lapangan (Gambar 3). Desk study menyusun peta ZAE
dan menganalisis data ke dalam Sistem Pakar (Expert System), sementara
verifikasi melalui survey ke lapangan bertujuan untuk pencocokan hasil
(re-checking).
17
Gambar 3. Diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas
pertanian
Analisi Faktual dan Mekanisme Kontrol
Secara umum kegiatan berjalan dengan baik, sosialisasi pada
pra-kegiatan dilaksanakan, lokasi kegiatan, dalam hal ini Kabupaten
Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi sentra produksi pertanian karena merupakan
secara tipologi lahan sangat sesuai untuk pengembangan beberapa
komoditi pertanian. Kabupaten Aceh Besar dan Pidie sebagai sentra
produksi padi, Aceh Jaya sangat potensial untuk optimalisasi lahan-
lahan sub optimal, sedangkan Kabupaten Aceh Selatan untuk
18
komoditas perkebunan, seperti pala, kopi, sedangkan pada komoditas
tanaman pangan adalah jagung.
Pada sisi yang lain terdapat beberapa kekurangan yang layak
untuk diperbaiki sebagai media kontrol untuk pelaksanaan kegiatan
pada masa yang akan datang, terutama sekali untuk tim pelaksana.
Harus diakui bahwa kegiatan ZAE sudah dilaksanakan oleh
Balitbangtan melalui BBSDL dan seluruh BPTP dalam jangka waktu
yang lama, akan tetapi hasil secara konkret masih pada hal yang sama,
yaitu Peta penggunaan lahan berbasis kesesuain komoditas dan iklim,
seharusnya dengan perkembangan aplikasi pemodalan berbasis
Geografical Information System (GIS) yaitu Archview dan Arch-Gis tim
peneliti mampu lebih dalam menggali potensi pengembangan
komoditas pertanian, tidak hanya berbasis tipologi lahan (Peta), akan
tetapi juga potensi sosial ekonomi, industri pertanian, kultur dan
tingkat aposi inovasi teknologi pertanian.
Foto: by tim AEZ BPTP Aceh
19
Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar
Foto: by tim AEZ BPTP Aceh
Gambar 5. Peta iklim Kabupaten Pidie
5. Penggelolaan Sumberdaya Genetik (SDG)
Metodologi
Inventarisasi SDG tanaman di lahan pekarangan rumah
petani dilakukan dengan metode survey, mendatangi rumah petani
contoh (sample), melakukan observasi dan wawancara dengan petani.
Prosedur inventarisasi SDG tanaman di luar pekarangan petani
dilakukan dengan mencatat semua tanaman yang memiliki ciri spesifik
(unik) dan bila terdapat tanaman yang memiliki manfaat sebagai
tanaman obat, pangan alternatif atau lainnya juga dicatat. Tahap
20
berikutnya adalah melakukan koleksi baik secara insitu maupun
eksitu. Selanjutnya dilakukan karakterisasi terhadap tanaman
maupun ternak lokal yang terdapat di luar pekarangan.
Analisi Faktual dan Mekanisme Kontrol
Pelaksanaan kegiatan SDG tahun 2015, secara teknis
merupakan lanjutan kegiatan yang sama pada tahun 2014. Pada
tahun 2015, fokus kegiatan ini pada tanaman pala di Kabupaten Aceh
Selatan. Basis dasar pemilihan tanaman ini karena merupakan
komoditas utama dalam perdagangan internasional, pala dimaksud
pada kegiatan ini adalah varietas lokal yang memiliki ciri spesifik dan
mutu minyak yang sangat baik. Pada sisi yang lain, akhir dekade 2010,
tanaman pala di kawasan ini menjadi perhatian serius karena
tingginya serangan hama dan penyakit, yang menyebabkan produksi
minyak pala di daerah ini turun drastis. Kegiatan lain dari SDG pada
tahun 2015 adalah Inventarisasi Tanaman di Lahan Pekarangan
seperti beberapa jenis bunga, mangga, jeruk nipis dan tanaman obat.
Hal mendasar yang menjadi perhatian kegiatan ini pada waktu
yang akan tidak hanya fokus kepada kegiatan yang bersifat inventarisi,
karakterisasi dan pembuatan kebun koleksi yang secara teknis sangat
baik untuk pelestarian SDG lokal, akan tetapi sebaiknya tim juga fokus
kepada kegiatan yang bersifat utilisasi, sehingga dapat diketahui
21
kenapa tim melakukan inventarisasi dan karakterisasi terhadap suatu
tanaman/ternak.
Foto: by tim SDG BPTP Aceh
Gambar 6. Perbandingan Pala Hutan dengan pala lokal dari ukuran buah
Foto: by tim SDG BPTP Aceh
Gambar 7. Kebun pembibitan pala di kebun milik petani pelestari
6. Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian Provinsi Aceh
Metodologi
Studi analisis kebijakan pembangunan ini berupa kegiatan
pengkajian dengan menggunakan metode seperti: (1) Survey: untuk
mendapatkan data dan informasi teknis dan sosial ekonomi yang
22
bersifat responsive dan berorientasi partisipatif, (2) Desk study:
analisis data-data sekunder yang menunjang berkaitan dengan topik
yang atau objek yang sedang dipelajari.
Topik kajian dalam penelitian ini adalah masalah dan isu
kebijakan pembangunan pertanian yang sedang berlangsung (top
issue) yang terkait dengan sektor pertanian. Oleh sebab itu, agar tidak
ketinggalan dan kehilangan relevansi, analisi kebijaksanaan ini perlu
dilakukan secara cepat sehingga diperoleh hasil kajian yang masih
tetap relevan untuk perumusan kebijaksanaan. Meskipun demikian,
metoda penelitian ini akan tetap memperhatikan landasan teoritis dan
mempertahankan objektivitas.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data
sekunder dan data primer. Penarikan contoh menggunakan teknik
kouta dan acak sederhana, dengan menggunakan kerangka contoh
dari daftar anggota kelompok tani. Selanjutnya pada masing-masing
responden dilakukan wawancara mendalam dengan menggunakan
alat bantu kuesioner.
Analisi Faktual dan Mekanisme Kontrol
Pada Tahun Anggaran 2016, kegiatan analisis kebijakan
pembangunan pertanian di Provinsi Aceh mengkaji topik tingkat
adopsi teknologi Penggelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan dampak
kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di Provinsi Aceh.
23
Kajian mengacu kepada analisis kebijakan dari kedua kegiatan
tersebut, sehinga dapat disintesa alternatif kebijakan yang dapat
diterapkan untuk meningkatkan adopsi inovasi keduanya.
Pada dasarnya dalam PTT terdapat beberapa komponen teknologi
yang bertujuan agar pengguna (petani) dapat melaksanakan kegiatan
usahatani secara efektif dan efisien serta ramah lingkungan. Keluaran
dari PTT adalah meningkatnya produktivitas tanaman yang
diusahakan. Dari beberapa komponen teknologi, yang harus menjadi
perhatian adalah teknologi sistem jajar legowo (2:1) yang dalam Bahasa
Aceh disebut Jurong.
Basis teknologi Jajar Legowo adalah mengupayakan agar seluruh
tanaman menjadi tanaman pinggir, yang secara teknis memiliki
kelebihan (agronomis) dibandingkan dengan tanaman lain. Dalam hal
ini akan meningkatkan jumlah anakan dan penyediaan unsur hara
serta intensitas matahari menjadi optimal. Di lain pihak teknologi ini
juga menyebabkan sistem pertanaman menjadi lebih kompleks,
karena merubah sistem pertanaman yang ada (eksisting) dan
meningkatnya biaya usahatani. Fakta-fakta tersebut yang harus
dirumuskan ke dalam alternatif kebijakan dalam penerapan teknologi
tersebut. Disamping penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) dan
bahan-bahan organik.
24
Pada kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), umumnya
adopsi kegiatan belum tampak pada eks kegiatan, kecuali pada daerah
Kota Banda Aceh. Hal ini disebabkan karena wujud dari kegiatan ini
adalah cost center, sehingga aktivitas kegiatan sangat bergantung
kepada pendanaan (APBN) bukan kepada adopsi teknologi yang
terdapat pada kegiatan KRPL tersebut. Walaupun klaim menyatakan
bahwa dengan pemanfaatan lahan pekarangan dengan tanaman-
tanaman produktif akan meningkatkan pendapatan tambahan
keluarga.
Analisis kritis dari pelaksanaan kegiatan analisis kebijakan
adalah, siapa yang akan mengeksekusi alternatif rekomendasi tersebut
dan apa peran masing-masing pegambil kebijakan tersebut. Hal ini
yang belum secara konkret tim pelaksana uraikan. Secara
kelembagaan, pembangunan pertanian melibatkan banyak pihak
(Pemda, Lembaga Penelitian dan Penyuluhan, Perguruan Tinggi,
Asosiasi Teknis dan Lembaga Swadaya Masyarakat) termasuk juga
petani dan pelaku lain yang secara fungsional memiliki tugas dan
fungsi masing-masing.
Ke depan yang harus dilakukan oleh tim pelaksana kegiatan
adalah merancang kegiatan analisis kegiatan berbasis pendekatan
sistem karena dengan pendekatan ini lingkup kajian lebih bersifat
menyeluruh (holistik) dan fokus kepada pencapaian tujuan (goal
25
oriented), sehingga alternatif kebijakan yang dirumuskan dapat
menjadi input penyusunan kebijakan dari masing-masing lembaga
(visible) pemangku kepentingan bidang pertanian di Provinsi Aceh.
Kegiatan Diseminasi
1. Visitor Plot dan Klinik Teknologi Pertanian
Prosedur Pelaksanaan
Visitor plot (petak kunjungan) adalah salah media interaksi
antara BPTP Aceh dengan user (pengguna teknologI) seperti petani,
pengusaha komoditas pertanian, pelajar dan mahasiswa dalam proses
adopsi inovasi teknologi pertanian. Pada Tahun anggaran 2016,
kegiatan visitor plot dilaksanakan di tiga lokasi, yaitu lingkungan
kantor BPTP Aceh, Banda Aceh, kemudian di Kebun Percobaan (KP)
Paya Gajah, Kabupaten Aceh Timur serta KP Pondok Gajah, Kabupaten
Bener Meriah.
Klinik Teknologi Pertanian juga merupakan wahana bagi Satker
BPTP Aceh berkontribusi bagi penyelesaian masalah-masalah bidang
pertanian aktual secara cepat (responsif). Wujud kegiatan ini adalah
melalui pelayanan aspek teknologi pertanian dalam bentuk advokasi,
diskusi dan rekomendasi (teknis aplikatif) terhadap suatu masalah
teknologi pertanian pada tataran operasional.
26
Beberapa topik yang diselesaikan antara lain masalah budidaya
pada kakao melalui aplikasi teknologi sambung samping dan
peningkatan kapasitas petani pada komoditas cabai melalui aplikasi
teknologi budidaya cabai sesuai dengan good agriculture practices
(GAP).
Analisi Faktual dan Mekanisme Kontrol
Pada dasarnya kegiatan visitor plot adalah optimalisasi lahan
disekitar BPTP Aceh dan KP agar lahan tersebut tertata dan menjadi
wahana kunjungan bagi pengguna dalam proses adopsi inovasi
teknologi pertanian, demikian juga dengan kegiatan Klinik Teknologi
Pertanian. Dalam beberapa hal, yang membedakan kedua kegiatan
adalah pada aspek operasional. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) visitor
plot berbasis kepada jumlah kunjungan, sedangkan Klinik Teknologi
Pertanian berdasarkan pada jumlah masalah yang diselesaikan.
Secara umum kedua kegiatan sudah dilaksanakan dengan baik,
yaitu telah berbasis kepada IKK masing-masing, akan tetapi terdapat
beberapa hal yang harus diperbaiki. Pada kegiatan Visitor Plot,
pelaksanaan belum berdasarkan kalender komoditas yang akan
ditanam, sehingga tata kelola lahan terlihat belum terlihat
berkesinambungan (continously). Dalam pengertian terdapat selang
waktu kekosongan pada lahan yang digunakan. Demikian juga
27
kegiatan penanaman belum berdasarkan prakiraan musim, sehingga
sering dijumpai tanaman kekurangan air.
Pada kegiatan Klinik Teknologi Pertanian, seharusnya kegiatan
advokasi dan layanan yang dilakukan berdasarkan input yang
signifikan, misalnya kejadian-kejadian bidang pertanian yang luar
biasa. Dalam hal ini tim harus jeli dalam memilih kegiatan (kasus) yang
akan ditangani. Perlu juga dideskripsikan jenis input (laporan) yang
digunakan, sehingga aspek signifikan penyelesaian masalah dapat
digambarkan secara konkret serta dapat dioperasionalkan oleh pelaku
di lapangan, dalam hal ini adalah petani.
foto by: tim klinik BPTP Aceh 2015
Gambar 8. Demplot advokasi inovasi teknologi cabai
Gambar 9. Demplot jagung visitor plot di KP Paya Gajah
28
Gambar 10. Demplot Kedelai Kipas Merah visitor plot di BPTP Aceh
2. Pameran dan Ekspose
Prosedur pelaksanaan
Secara teknis kegiatan pameran dan ekspose adalah wujud
dari teknik atau metode dari Badan Litbang Pertanian, dalam hal ini
adalah BPTP Aceh untuk menyebarluaskan hasil-hasil inovasi
teknologi yang telah dihasilkan oleh institusi internal Balitbangda
seperti Balit-balit komoditas dan institusi eksternal, misalnya
Perguruan Tinggi dan lembaga lainnya seperti LSM.
Pada Tahun Anggaran 2015, BPTP Aceh melaksanakan
kegiatan pameran dan ekspose pada event Hari krida pertanian di
Saree, pameran Teknologi Tepat Guna (TTG) di Banda Aceh, Pameran
Gebyar Benih di Blang Padang, Kabupaten Aceh Besar dan dan
pameran Hari pangan sedunia di Kota Palembang, Provinsi Sumatera
Selatan.
29
Analisis Faktual dan Mekanisme Kontrol
Secara teknis kegiatan pameran dan Eksposes yang telah
dilaksankan oleh Tim BPTP Aceh pada beberapa event diikuti telah
berjalan dengan baik. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang menjadi
perhatian untuk meningkatkan kualitas dari pelaksanaan kegiatan
pameran dan ekspose yang diikuti pada masa yang akan datang.
Dalam hal ini seharusnya tim pelaksana dapat mengetahui aspek
penerimaan terhadap beberapa inovasi teknologi pertanian yang
pamerkan/disebarluaskan.
Misalnya apakah teknologi tersebut telah sesuai dengan
kondisi kekinian terhadap masalah-masalah yang dihadapi pengguna,
ataupun seperti apa teknologi yang pengguna harapkan dan apakah
stand, display dan materi pameran telah sesuai dengan yang
diharapkan pengguna, sehingga kualitas dari kegiatan pameran dan
ekspose yang dilaksanakan dapat meningkat, dalam pengertian misi
yang diemban dapat sampai kepada para pengguna.
Foto by tim pameran BPTP Aceh 2015
Gambar 11. Stand BPTP Aceh Pameran HKP di Saree Aceh Besar
30
Foto by tim pameran BPTP Aceh 2015
Gambar 12. Stand BPTP Aceh Pameran TTG di Banda Aceh
Foto by tim pameran BPTP Aceh 2015
Gambar 13. Stand BPTP Aceh Pameran HPS di Palembang
3. Pengembangan Media Informasi
Prosedur Pelaksanaan
Kegiatan Pengembangan Media Informasi merupakan salah satu
teknik dari BPTP Aceh untuk menyebarluaskan inovasi teknologi
pertanian kepada para pengguna. Tujuan dari kegiatan ini adalah
meningkatkan tingkat adopsi para pengguna terhadap beberapa inovasi
31
teknologi pertanian yang telah dihasilkan oleh lembaga pencetak inovasi
teknologi seperti Balitbangtan melalui Balit-Balit Komoditas di seluruh
Indonesia serta Perguruan Tinggi.
Pada Tahun Anggaran 2016 melalui DIPA BPTP Aceh,
dilaksanakan kegiatan Pengembangan Media Informasi sebagai wujud
dari pelaksanaan Tupoksi BPTP Aceh. Teknis pelaksanaan kegiatan yaitu
pencetakan dan penyebarluasan media informasi pertanian, seperti
Bulletin Informasi Teknologi Pertanian, Leaflet Serambi Pertanian, Poster
dan melalui media penyiaran televise lokal.
Analisis Faktual dan Mekanisme Kontrol
Secara teknis pelaksanaan kegiatan Pengembangan Media
Informasi pada TA. 2015 telah berjalan dengan baik yaitu dari sisi
pelaksanaan pencetakan dan penyebarluasan bahan cetakan tersebut
kepada para pengguna, seperti para penyuluh pertanian lapangan (PPL).
Walaupun masih dalam wilayah dan jumlah yang terbatas di Provinsi
Aceh.
Secara prosedural berbasis metodologi, pada sisi perencanaan
kegiatan telah direncanakan dengan baik, misalnya terdapat kegiatan
analisis kebutuhan dan adanya pre-test dan post-test terhadap materi
yang akan dicetak dan disebarluaskan. Pada tataran ini, telah
direncanakan seperti apa level penerimaan pengguna terhadap materi
yang disebarluaskan. Akan tetapi dari sisi kedalaman materi pre-test dan
32
post-test, analisis yang dilakukan kurang mendalam, sehingga umpan
balik yang diharapkan dari pengguna kurang dapat ditangkap.
Dalam hal ini, ke depan tim pelaksana harus lebih mendalam pada
analisis pre dan post pelaksanaan. Dapat menggunakan alat analisis yang
lebih konkret dalam menjawab fakta-fakta yang terjadi dari penjaringan
sebelum dan sesudah dari penerima inovasi teknologi yang
disebarluaskan, yang tentunya sesuai dengan alat/media yang
digunakan.
4. Peningkatan Komunikasi Inovasi Teknologi dalam rangka
percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian di Provinsi
Aceh
Prosedur Pelaksanaan
Secara teknis fokus kegiatan ini adalah upaya peningkatakan
komunikasi para pelaku dalam pembangunan sistem pertanian di
Provinsi Aceh. Para pelaku yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah
penyuluh, peneliti dan pengguna dari inovasi teknologi pertanian
tersebut. Penyuluh dapat diterjemahkan sebagai aktor yang berada di
BPTP Aceh dan yang berada di daerah, dalam hal ini sesuai dengan lingku
dimana yang bersangkutan menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
seorang penyuluh lapangan pertanian (PPL).
Di lain pihak, peneliti yang dimaksud dengan kegiatan ini adalah
yang bertugas di lembaga pengkajian dan diseminasi seperti BPTP Aceh,
perguruan tinggi dan yang bertugas di pemerintah daerah (Balitbangda).
33
Pada dasarnya tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menjembatani
pelaku-pelaku tersebut dalam pembangunan sistem pertanian di Provinsi
Aceh. Wahana yang dapat digunakan antara lain pertemuan/diskusi
mengenai inovasi yang sangat dibutuhkan oleh pengguna, pembuatan
demplot atau demfram sebagai media pembelajaran (learning by doing)
dengan pendekatan spektrum diseminasi multi-chanel (SDMC).
Analisis Faktual dan Mekanisme Kontrol
Hal mendasar yang harus diperbaiki oleh tim pelaksana adalah
pemahaman terhadap konseptual dari kegiatan ini. Basis pelaksanaan
aktivitas adalah adanya hipotesis mengenai hasil inovasi penelitian
teknologi pertanian (riset terapan) yang belum sesuai dengan kebutuhan
pengguna. Di lain pihak, penyuluh sebagai aktor penentu adopsi inovasi
teknologi pertanian tersebut belum sepenuhnya mendapatkan dan
mampu mentransfer inovasi teknologi tersebut ke pengguna. Hipotesis
inilah yang sebenarnya menjadi kerangka konseptual pelaksanaan
kegiatan.
Secara teknis kegiatan dapat dikatakan berjalan dengan baik,
walaupun masih harus diperbaiki kualitas kegiatan, sehingga Indikator
Kinerja Kegiatan (IKK) dapat tercapai. Pencapaian IKK tentunya
memerlukan alat ukur (metode) yang secara teknis mampu mengukur
pencapaian IKK tersebut (sahih). Dalam hal ini tim pelaksana belum
melakukan hal tersebut, sehingga sulit untuk mengukur pencapaian IKK.
34
Ke depan, kegiatan ini telah menjadi salah satu kegiatan utama
dalam lingkup Balitbangtan, melalui BPTP Aceh. Dengan menjadi
kegiatan utama, tentunya aspek kualitas pelaksanaan kegiatan menjadi
fokus utama. Tim pelaksana sebaiknya memahami dengan benar
konseptual kegiatan, sehingga dapat menterjemahkan konseptual
tersebut ke dalam aktivitas nyata di lapangan. Selain itu juga agar lebih
intensif melibatkan beberapa komponen penyuluh dan peneliti yang
bertugas di pemerintah daerah, misalnya di BP4K, BP2KP, BPP dan
Balitbangda.
foto by pelaksana Komunikasi Inovasi Teknologi, 2015
Gambar 14. Pelatihan Peningkatas Kapasitas Penyuluh Kab. Aceh Timur
35
foto by pelaksana Komunikasi Inovasi Teknologi, 2015
Gambar 15. Temu Koordinasi Penyuluh di BPTP Aceh
5. Taman Agroinovasi
Prosedur Pelaksanaan
Taman Agroinovasi merupakan salah satu kegiatan BPTP Aceh
TA.2015 yang berbasis kepada media pembelajaran (aspek teknis inovasi
teknologi pertanian) kepada pengguna, selain itu juga bermanfaat untuk
meningkatkan nilai estetika lahan pekarangan kantor BPTP Aceh. Wujud
dari kegiatan ini adalah pembanguan taman dengan nuansa inovasi
teknologi pertanian terkini yang dapat menjadi media pembelajaran bagi
pengguna dan pengunjung di lingkungan Kantor BPTP Aceh.
Analisis Faktual dan Mekanisme Kontrol
Secara teknis kegiatan Taman Agroinovasi pada Tahun Anggaran
2015, berjalan dengan baik. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah
inovasi teknologi pertanian dijadikan objek seharusnya mengacu kepada
inovasi teknologi pertanian terkini yang dapat dimodelkan pada skala
terbatas. Dalam hal ini diperlukan pendalaman materi terhadap objek
36
yang akan dijadikan model (komoditas dan inovasi teknologi). Komoditas
mengacu kepada program strategis kementerian, sedangkan inovasi
teknologi berbasis kepada kekinian dan keterhandalan inovasi teknologi
tersebut. Perlu juga dipikirkan kalender tanaman yang dijadikan objek,
sehingga tidak terjadi kekosongan wahana karena tanaman yang
digunakan pada musim tanam selanjutnya belum siap secara teknis.
Foto by tim Taman Agroinovasi, 2015
Gambar 16. Taman Agroinovasi BPTP Aceh
6. Model penyediaan benih untuk pemenuhan kebutuhan wilayah
(Padi, Kedelai dan Jagung)
Prosedur Pelaksanaan
Salah satu program utama Balitbangtan adalah penyediaan benih
bermutu yang dapat dikembangkan secara mandiri oleh pelaku di suatu
kawasan. Pada Tahun Anggaran 2015, BPTP Aceh melaksanakan kegiatan
pengembangan model desa mandiri benih berbasis komoditas padi,
kedelai dan jagung. Output dari kegiatan ini adalah tersedianya jumlah
benih ketiga komoditas tersebut dengan status benih sebar. Kegiataan
37
model mandiri benih dilaksanakan di Kecamatan Trumon, Kabupaten
Aceh Selatan untuk Jagung. Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie
Jaya untuk Kedelai dan Kecamatan Titue dan Kemala Pidie pada
komoditas padi.
Beberapa teknis pelaksanaan yang dilakukan antara lain pelatihan
peningkatan kapasitas calon penangkar benih, melakukan perbanyakan
benih sesuai dengan target yang telah ditetapkan, proses sertifikasi benih
dan penyebarluasan benih kepada para pengguna. Umumnya benih yang
digunaka berasal dari Balai Penelitian Komoditas yang mempunyai tugas
dan fungsi sebagi penghasil breeder seed (BS) dan FS. Basis pelaksanaan
kegiatan adalah pendayagunaan kelompok-kelompok tani melalui
gabungan kelompok tani (Gapoktan), sehingga kegiatan lebih fokus dan
mudah untuk dikoordinir.
Analisis Faktual dan Mekanisme Kontrol
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah pemenuhan kebutuhan
benih bagi komoditas padi, kedelai dan jagung dalam jumlah yang cukup
dan berkualitas serta sesuai dengan kebutuhan (waktu) pengguna.
Hipotesis utama dari kegiatan ini adalah belum terpenuhinya benih
berkualitas saat musim tanam dalam jumlah yang cukup. Untuk
mengatasi masalah tersebut Kementerian Pertanian melalui Balitbangtan
melaksanakan kegiatan pengembangan model penyediaan mandiri benih
berbasis komoditas padi, kedelai dan jagung.
38
Secara umum kegiatan model penyediaan benih mandiri BPTP
Aceh TA. 2016 sudah berjalan dengan baik. Fakta ini didukung dengan
terpenuhinya target penyediaan benih padi, kedelai dan jagung. Akan
tetapi yang menjadi titik kritis dari kegiatan ini adalah, bagaimana
menyebarluaskan benih sebar tersebut secara berkelanjutan, karena
pada dasarnya untuk bisa menangkarkan benih diperlukan minimal
benih jenis FS (label putih) yang hanya dikeluarkan oleh Balit-balit
komoditas. Disinilah peran BPTP Aceh menjadi sangat penting sebagai
penghubung dengan Balit komoditas untuk bersama-sama menyediakan
benih, sehingga para penangkar dapat melaksanakan penyediaan benih
berkualitas secara berkelanjutan.
Berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa Dinas Pertanian dan
Tanaman Pangan lingkup Provinsi Aceh didapatkan bahwa umumnya
setiap daerah tersebut masih kekurangan benih berkualitas, terutama
benih padi. Fakta menunjukan bahwa sebagian besar petani masih
menggunakan benih padi varietas Ciherang dalam jangka waktu yang
lama, sehingga keunggulan dari benih tersebut sudah hilang. Disinilah
peran sentra kegiatan Mandiri Benih menjadi sangat penting. Diharapkan
dengan kegiatan ini petani di suatu kawasan dapat memenuhi benih
secara mandiri dan berkelanjutan.
39
Foto by tim mandiri benih, 2015
Gambar 17. Salah satu kegiatan pelatihan penyediaan benih mandiri
Foto by tim mandiri benih, 2015
Gambar 18. Tim di lokasi mandiri benih jagung Kab. Aceh Selatan
7. Pendampingan pengembangan kawasan pertanian nasional
tanaman pangan (padi, kedelai dan jagung)
Prosedur Pelaksanaan
Sesuai dengan program pembangunan nasional (Nawacita) bidang
pertanian yaitu kemandirian (berdaulat) pangan, Kementerian Pertanian
melalui Balitbangtan melaksanakan program pendampingan tujuk
komoditas strategis. Dalam konteks tanaman pangan, fokus pada padi,
40
kedelai dan jagung. Berdasarkan sistem kewilayahan Provinsi Aceh,
ketiga komoditas tersebut memiliki potensi yang sangat besar untuk
dikembangkan dengan wujud peningkatan produksi, luas tanam dan luas
panen.
Pada dasarnya kegiatan ini adalah diseminasi inovasi teknologi
pertanian komoditas padi, kedelai dan jagung. Dalam hal ini tim
pelaksana menggunakan metode Spektrum Diseminasi Multi Chanel
(SDMC). Suatu metode yang transfer inovasi teknologi dengan
menggunakan beberapa wahana yang tersedia di suatu kawasan tertentu.
Kegiatan pendampingan kawasan pertanian tanaman pangan padi
dilaksanakan di Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Barat, Jagung di
Kabupaten Aceh Tenggara dan Kedelai di Kabupaten Pidie Jaya.
Upaya peningkatan produksi yang dilakukan antara lain dengan
menyebarluaskan teknologi Lewogo 2:1, penggunaan pupuk berimbang,
penggunaan pupuk organik, PUTS, penggunaan benih berkualitas
(bersertifikat). Dilain pihak pada spektrum yang lebih luas, pelaksanaan
kegiatan aktif melakukan beberapa diskusi teknis dengan Dinas
Pertanian dan Tanaman pada masing-masing kabupaten dengan
melibatkan unsur peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan
lingkup kabupaten.
Analisis Faktual dan Mekanisme Kontrol
41
Hal terpenting dari kegiatan ini upaya peningkatan produktivitas
ketiga komoditas tersebut. Secara umum kegiatan pada TA. 2015 telah
dilaksanakan dengan baik. Akan tetapi yang harus menjadi perhatian dari
pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya adalah pencapaian tujuan utama
yaitu peningkatan produksi melalui inovasi teknologi pertanian yang telah
banyak dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian penghasil teknologi.
Foto by tim Pendampingan Pajale, 2015
Gambar 19. Salah Satu Kegiatan Pendampingan Padi Kab. Aceh Barat
Gambar 20. Kegiatan Pendampingan Jagung Kab. Aceh Tenggara
8. Pendampingan Pengembangan Kawasan Pertanian Hortikultura
(Cabai, Bawang Merah dan Jeruk)
42
Prosedur Pelaksanaan
Pada dasarnya prosedur pelaksanaan kegiatan pendampingan di
lingkup Balitbangtan, dalam hal ini dilaksanakan oleh BPTP Aceh adalah
sama. Adapun yang membedakan hanya pada komoditasnya. Tujuan dari
kegiatan ini adalah meningkatkan produksi melalui inovasi teknologi
pertanian (intensifikasi). Pendekatan yang digunakan adalah intoduksi
sistem good agriculture practices (GAP). Secara teoritis, komoditas Cabai
dan Bawang Merah bukan merupakan komoditas kunci, akan tetapi
Kementerian Pertanian telah menetapkan kedua komoditas ini menjadi
komoditas strategis, karena jumlah produksi (pasokan) yang akan
mempengaruhi harga, hal ini secara aggregat akan mempengaruhi inflasi
secara nasional.
Pada Tahun 2016, kegiatan pendampingan hortikultura berbasis
komoditas Cabai, Bawang Merah dan Jeruk dilaksanakan Kecamatan
Muara Tiga, Kabupaten Pidie untuk Cabai, Bawang Merah di Kecamatan
Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, sedangkan komoditas Jeruk di
Kecamatan Bies, Kabupaten Aceh Tengah. Spesifik kepada komoditas
Jeruk adalah Jeruk Keprok yang merupakan tanaman endemik Dataran
Tinggi Gayo.
Analisis Faktual dan Mekanisme Kontrol
43
Secara umum kegiatan pendampingan hortikultura TA. 2015
sudah berjalan dengan baik. Prinsip GAP sangat tepat digunakan dalam
inovasi teknologi pertanian pada komoditas hortikultura. Pada dasarnya
sistem GAP adalah penerapan beberapa tahapan dalam sistem budidaya
hortikultura, yang dimulai dari persiapan lahan, penggunaan pupuk
anorganik yang terkontrol, penanganan hama dan penyakit yang berbasis
Integrated Pest Management (IPM).
Secara kritis yang harus menjadi perhatian untuk pelaksanaan
kegiatan ini pada tahun yang akan datang, adalah peningkatan kapasitas
pelaku itu sendiri, karena dalam sistem pertanian tidak hanya berada
pada sisi on-farm yang dimanifestasikan dengan pendekatan GAP, akan
tetapi juga pada masalah penanganan pra-panen dan pasca panen yaitu
dengan pendekatan Good Handling Practices (GHP) dan Good
Manufacturing Practices (GMP) serta aspek pasar. Dengan aplikasi hal ini,
secara bertahap tentunya akan meningkatkan nilai tambah dari
komoditas yang dikaji. Disamping itu hal terpenting lainnya adalah upaya
integrasi komoditas ini dengan peternakan, sehingga pemanfaatan by
product pada masing-masing komoditas dapat dioptimalkan.
44
Foto by tim PKAH, 2015
Gambar 21. Salah satu kegiatan pelatihan pada kegiatan PKAH
Foto by tim PKAH, 2015
Gambar 22. Salah satu kegiatan pelatihan pada kegiatan PKAH
Foto by tim PKAH, 2015
Gambar 23. Salah satu kegiatan pelatihan pada kegiatan PKAH komoditas Bawang Merah
9. Pendampingan Kawasan Pertanian Peternakan Sapi Potong
Prosedur Pelaksanaan
45
Fokus kegiatan pendampingan kawasan pertanian peternakan sapi
potong adalah meningkatkan produksi sapi siap konsumsi, karena
tingginya impor daging sapi dari beberapa negara tetangga. Isu tingginya
harga daging sapi telah menjadi isu nasional yang menjadi salah satu
tolok ukur kinerja pemerintahan saat ini. Pada konteks Aceh, pada
dasarnya daerah ini adalah salah satu sentra produksi daging sapi, akan
tetapi belum di kelola secara optimal. Beberapa sentra produksi daging
sapi antara lain Kabupaten Aceh Besar, Bener Meriah dan Aceh Jaya.
Pada Tahun Anggaran 2015, kegiatan pendampingan kawasan
peternakan Sapi Potong dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar, Aceh
Jaya, Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tamiang. Sifat kegiatan adalah
pendampingan, maka lokasi kegiatan ditentukan berdasarkan lokasi
pengembangan yang telah ditentukan oleh pihak Pemerintah Kabupaten
setempat, melalui dinas peternakan. Beberapa fokus pendampingan
adalah pengurangan terjadinya inbreeding, karena umumnya pola yang
digunakan peternak adalah kawin alam. Selain itu juga diintrodusir
pemenuhan hijauan dengan penanaman rumput unggul, leguminosa dan
mineral.
Analisis Faktual dan Mekanisme Kontrol
46
Secara detail, pelaksanaan kegiatan pendampingan kawasan
peternakan sudah berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukan dengan fakta-
fakta adanya peningkatan bobot badan per masing-masing ternak contoh.
Kegiatan juga dilaksanakan di sentra-sentra produksi ternak sapi di
Provinsi Aceh. Hal perlu menjadi perhatian untuk pelaksanaan kegiatan
pada tahun yang akan datang adalah koordinasi dengan Pemerintah
Daerah pada masing-masing lokasi lebih ditingkatkan, dan pembinaan
pada kelompok-kelompok terus dilakukan, sehingga transfer teknologi
dapat secara maksimal dan berkelanjutan.
Gambar 24. Salah satu lokasi kegiatan di Kabupaten Bener meriah
Gambar 25. Kegiatan Temu Lapang Pendampingan Kawasan Peternakan
di Kabupaten Aceh Jaya
10. Model Pengembangan Pertanian Bio-Industri Berbasis Kedelai-Kambing
47
Prosedur Pelaksanaan
Pada dasarnya kegiatan ini adalah mengembangkan model
pertanian bio-industri. Bioindustri sendiri adalah upaya membangun
industri berbasis hasil pertanian, dengan memanfaatkan hasil sisa (by
product) dari masing-masing komoditas secara terintegrasi mendukung
industri pertanian tersebut. Pengertian industri berbahan baku pertanian
mengacu kepada skala operasi industri, dalam hal ini industri rumah
tangga, industri kecil, menengah dan besar. Sedangkan produk yang
hasilkan berupa produk setengah jadi atau produk jadi.
Pada kegiatan ini basis komoditas yang digunakan adalah integrasi
ternak kambing dan kedelai, sedangkan industri yang menjadi motor
penggerak adalah industri tahu. secara sistem telah terjadi integrasi
kedua komoditas tersebut, pemanfaatan by product secara nyata dapat
diaktualiasikan dalam suatu sistem yang diwujudkan dalam bentuk
model.
Pada Tahun Anggaran 2015, kegiatan ini dilaksanakan pada sentra
produksi kedelai di Provinsi Aceh yaitu Kabupaten Bireuen dan Pidie.
Secara umum kegiatan telah dilaksanakan dengan baik, dengan tolok
ukur bahwa tim pelaksana telah mampu mengintegrasikan masing-
masing by product dari komoditas untuk mendukung industri tahu. Telah
terlihat juga sistem integrasi yang berkelanjutan, walaupun tim pelaksana
belum mengaktualisasikan secara kuantitatif, akan tetapi cikal bakal
48
sistem bioindustri berbasis komoditi ternak Kambing dan Kedelai telah
terlihat.
Analisis Faktual dan Mekanisme Kontrol
Secara teknis, pelaksanaan kegiatan Pengembangan Model
Bioindustri berbasis Ternak Kambing dan Kedelai berjalan dengan baik,
hal ini ditunjukan dengan realisasi fisik dan keuangan yang mencapai
lebih dari 95%. Hasil kunjungan tim Monev Internal BPTP Aceh ke salah
satu lokasi kegiatan di Kabupaten Pidie, menunjukkan bahwa sistem
bioindustri telah terlihat, yaitu dengan adanya integrasi antara ternak
Kambing dengan Kedelai.
Dari sisi ternak kambing, kotoran kambing dimanfaatkan menjadi
pupuk organik pada tanaman Kedelai, sedangkan pada tanaman Kedelai
serasah digunakan sebagai pakan kambing. Di lain pihak produk kedelai
digunakan industri tahu, dan ampas tahu juga digunakan sebagai pakan
kambing. Secara keseluruhan sistem pemanfaatan by product pada
masing-masing komoditas telah terjadi dalam suatu sistem.
Secara teknis, sistem yang telah dibangun oleh tim pelaksana
masih harus diperbaiki, terutama pada struktur model yang dibangun.
Dalam hal ini model integrasi belum dikuantifikasi pada masing-masing
sub sistem (sub sistem kedelai, sub sistem kambing dan sub sistem
industri tahu). Skala industri juga belum diterjemahkan dengan jelas
berupa kapasitas produksi, karena dengan diketahuinya kapasitas
49
produksi maka kuantifikasi terhadap sistem dapat dilakukan. Selain itu
beberapa pertanyaan mendasar adalah seperti apa integrasi antara sub
sistem industri tahu dengan sub sistem kedelai dan ternak kambing, pola
interaksi pelaku juga belum digambarkan secara nyata.
Untuk pelaksanaan kegiatan ini pada waktu yang akan datang,
sebaikanya tim pelaksana harus melakukan kuantifikasi terhadap nilai
manfaat dari integrasi ketiga sub sistem tersebut. Fakta-fakta tersebut
harus diwujudkan dalam model yang konkrit sehingga sistem yang
dibangun dapat wujudkan.
Gambar 26. Salah satu anggota tim pelaksana di lokasi kegiatan
Gambar 27. Anggota tim Monev Internal BPTP Aceh di lokasi kegiatan
Bioindustri Kedelai-Ternak Kambing
11. Pembangunan Taman Teknologi Pertanian
Prosedur Pelaksanaan
50
Kegiatan Pembangunan Taman Teknologi Pertanian (TTP)
merupakan salah satu wujud dari visi pembangunan nasional (Nawacita).
Tujuan dari kegiatan ini adalah (1) sebagai pusat penerapan teknologi di
bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil (pasca
panen) yang telah dikaji oleh lembaga penelitian, swasta, perguruan tinggi
untuk diterapkan dalam skala ekonomi; (2) sebagai pusat diseminasi
teknologi, dan pusat advokasi bisnis bagi masyarakat luas.
TTP merupakan suatu kawasan implementasi inovasi yang telah
dikembangkan pada TSP, berskala pengembangan dan berwawasan
agribisnis hulu-hilir yang bersifat spesifik lokasi dengan kegiatannya
meliputi: penerapan teknologi pra produksi, produksi, panen, pasca
panen, pengolahan hasil, dan pemasaran, serta wahana untuk pelatihan
dan pembelajaran bagi masyarakat serta pengembangan kemitraan
agribisnis dengan swasta.
Untuk Provinsi Aceh, kegiatan Pembangunan TTP dilaksanakan di
Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar. Fokus pembangunan
fisik dilakukan di lahan seluas 1.86 Ha, sedangkan pembangunan di
kawasan mencakup seluas 400 Ha. Komoditas utama adalah padi sawah,
peternakan (sapi) dan hortikultura. Pada Tahun Anggaran 2015, kegiatan
fisik mencakup pembangunan laboratorium diseminasi, tempat
51
pengolahan pupuk organik, screen house, tempat pengolahan hasil
pertanian dan fasilitas kandang sapi.
Pada aspek yang lain, untuk meningkatkan adopsi inovasi
teknologi pertanian, pada masing-masing komoditas dilakukan beberapa
kegiatan yaitu, pada komoditas padi sawah adalah uji performa 14 VUB
dan beberapa pelatihan teknis. Demikian juga pada komoditas ternak dan
hortikultura. Pada komoditas ternak, untuk tahun 2015 masih fokus
kepada penyediaan hijauan dan membangun model pemeliharaan yang
visible untuk dilaksanakan. Hal yang menjadi menarik dari kegiatan ini
adalah adanya unsur bisnis dari kegiatan. Kegiatan bisnis yang potensial
untuk dikembangkan adalah penyediaan benih sumber, beras premium,
sayuran segar dan jasa alsintan.
Selain dari sisi teknis, hal terpenting dari kegiatan ini adalah aspek
administrasi yang mencakup legalitas penggunaan lahan, karena lahan
yang digunakan adalah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar
(persil 1 dan 2). Fokus lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah
penentuan struktur pelaksana TTP itu sendiri, dalam hal ini pasca
penyerahan pada tahun ke tiga, sejak program diluncurkan. Struktur
mencakup aspek kelembagaan yang membahas siapa yang akan
menggelola TTP tersebut sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat
tercapai dan berkelanjutan.
Analisis Kritis dan Mekanisme Kontrol
52
Sampai dengan saat ini, hal mendasar dari pelaksanaan kegiatan
pembangunan TTP Kota Jantho adalah konseptual dari pembangunan
TTP itu sendiri. Sejak diluncurkan tahun yang lalu, masih terjadi
refocusing terhadap konseptual kegiatan. Walaupun secara teknis
Balitbangtan telah merumukan Pedoman Umum (edisi pertama)
pelaksanaan kegiatan TSP dan TTP yang telah diterjemahkan oleh tim
pelaksana TTP Kota Jantho menjadi Profil kegiatan, Bisnis Plan, Master
Plan, Rencana Induk, Petunjuk teknis dan TOR.
Hal mendasar lainnya adalah seperti apa wujud kelembagaan yang
TTP Kota Jantho, karena sampai dengan saat ini proses perumusan aspek
kelembaan masih terus dilaksanakan pada tataran strategis (Bupati) dan
operasional (kepala dinas terkait). Pada beberapa diskusi terungkap
untuk memberdayakan Gabungan Kelompok Tani (gapoktan) setempat
dan juga masyarakat di kawasan TTP Kota Jantho tersebut.
Fakta menunjukkan bahwa, pembangunan TTP seperti yang ada
sekarang (lintas komoditas, sektoral dan teknis) merupakan pengalaman
pertama bagi BPTP Aceh, sehingga sangat dimungkinkan untuk terjadi
hal-hal yang belum maksimal, misalnya koordinasi dengan pemerintah
daerah dan stakeholder terkait, baik pada level kabupaten maupun
provinsi. Sehingga untuk pelaksanaan kegiatan pada tahun selanjutnya
adalah tim pelaksana pusat (BB Biogen) dan internal (BPTP Aceh) harus
53
sejalan dengan stakeholder terkait, termasuk juga melibatkan lebih jauh
LSM, KTNA dan pemerhati bidang pertanian.
Gambar 28. Salah satu bangunan di TTP Kota Jantho
Gambar 29. Kepala Balitbangtan, Sekda Aceh Besar dan Kepala BPTP
Aceh dalam panen raya padi di Kawasan TTP Kota Jantho
54
Gambar 30. Kondisi per 20 Pebruari TTP Kota Jantho
V. PENUTUP
Kesimpulan
55
Pada dasarnya pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi
(Monev) merupakan salah satu tolok ukur pelaksanaan sistem
manajemen pada suatu lingkungan. Inti dari pelaksanaan Monev adalah
pentingnya analisi mendalam terhadap pelaksanaan suatu kegiatan,
dalam hal ini fokus kepada analisis kesesuaian antara perencanaan,
pelaksanaan dan hasil yang dicapai. Termasuk juga akuntabilitas
penggunaan keuangan.
Secara umum kegiatan BPTP Aceh tahun anggaran 2015 telah
berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukan dengan tersedianya dokumen-
dokumen pelaksanaan kegiatan seperti Matrik usulan kegiatan, proposal,
ROPP, RODHP dan laporan akhir kegiatan. Termasuk juga pada kegiatan
manajerial. Walaupun secara teknis, banyak yang harus diperbaiki
terutama pada konten dari pelaksanaan kegiatan. Konten yang dimaksud
adalah analisis mendalam terhadap fakta-fakta pelaksanaan kegiatan
yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai input untuk kegiatan
selanjutnya.
Perbaikan metode dan prosedur pelaksanaan sangat penting untuk
ditingkatkan. Karena dengan metode yang sesuai terhadap objek
pengkajian dan diseminasi, tentunya tujuan yang diharapkan dapat
tercapai (terukur), demikian juga dengan umpan balik yang didapatkan.
56
LAMPIRAN-LAMPIRAN
57
LEMBARAN PENILAIAN MONEV TAHAP I (Kelengkapan dan kesesuaian Dokumen) Judul Pengkajian/Diseminasi : .................................................................... Penanggung Jawab : ....................................................................
S T A T U S
Matriks Proposal ROPP Juklak/Juknis Tengah
Tahunan Laporan
Akhir
Isi dengan : *) Ada +) Belum ada
Matriks dengan Proposal Proposal dengan ROPP ROPP dengan Juklak/Juknis
Isi dengan : *) sesuai +) tidak sesuai
Uraian Bobot Batas Score
Score Monev
Nilai
1. ROPP 35
a. Sesuai b. Perlu perbaikan ringan c. Revisi
81-100 61-80 0-60
2. Juklak/Juknis 20
a. Sesuai b. Perlu perbaikan ringan c. Revisi
81-100 61-80 0-60
3. Kuesioner awal kegiatan (assessment)
15
a. Sesuai dan fisibel b. Perlu perbaikan ringan c. Revisi
81-100 61-80 0-60
4. Kuesioner akhir kegiatan (adopsi) 30
a. Sesuai dan fisibel b. Perlu perbaikan ringan c. Revisi
81-100 61-80 0-60
T o t a l 100 -
Catatan Perbaikan/SaranPerubahan/Komentar Monev tahap I
58
1. ROPP : .........................................................................................
........................................................................................
........................................................................................
2. Juklak/Juknis : ..........................................................................................
........................................................................................
........................................................................................
3. Kuesioner awal : .........................................................................................
.......................................................................................
.......................................................................................
4. Kuesioner akhir : ........................................................................................
........................................................................................
.......................................................................................
Banda Aceh, ..................... 2015
Pemonev
(.............................................)
NIP. ............................
59
LEMBARAN PENILAIAN MONEV TAHAP II Judul Pengkajian/Diseminasi : ..................................................................... Penanggung Jawab : ......................................................................
Uraian Bobot Batas Score
Score Monev
Nilai
1. Format dan Kelengkapan Laporan
Penulisan/outline a. Sesuai b. Belum sesuai c. Tidak sesuai/menyimpang
5
81-100 61-80 0-60
2. Format dan Substansi Ringkasan a. Sesuai dengan substansi kegiatan b. Belum sesuai c. Menyimpang
15 81-100 61-80 0-60
3. Format dan substansi Pendahuluan a. Sesuai dengan substansi kegiatan b. Belum sesuai c. Menyimpang
10 81-100 61-80 0-60
4. Format dan Substansi Tinjauan Pustaka a. Sesuai dengan substansi kegiatan b. Belum sesuai c. Menyimpang
10 81-100 61-80 0-60
5. Format dan Substansi Metode Penelitian a. Sesuai dengan substansi kegiatan b. Belum sesuai c. Menyimpang
20 81-100 61-80 0-60
6. Konsistensi Hasil dan Pembahasan Sementara
a. Sesuai dengan tujuan kegiatan b. Belum sesuai/tidak terstruktur c. Menyimpang
35 81-100 61-80 0-60
7. Konsistensi Kesimpulan dan Saran Sementara
a. Sesuai dengan tujuan kegiatan b. Belum sesuai c. Menyimpang
5 81-100 61-80 0-60
T o t a l 100
60
Catatan Perbaikan/SaranPerubahan/Komentar Monev tahap II 1. Perbaikan : ...................................................................................................
.................................................................................................
.................................................................................................
................................................................................................
.................................................................................................
2. Saran : ..................................................................................................
..................................................................................................
.................................................................................................
.................................................................................................
Banda Aceh, ..................... 2015
Pemonev
(.................................................)
NIP. ............................
61
LEMBARAN PENILAIAN MONEV TAHAP III (Lapangan)
Judul Pengkajian/Diseminasi : ....................................................................
Penanggung Jawab : ....................................................................
Lokasi : ……………………………………………………….
Jenis Kegiatan : Baru Lanjutan
Uraian Bobot Batas Score
Score Monev
Nilai
I. Materi Pengkajian
1. Substansi Penelitian dengan Tupoksi BPTP a. Sesuai b. Belum sesuai c. Tidak sesuai/menyimpang
20 81-100 61-80 0-60
2. Substansi Penelitian dengan Arah Kebijakan Pembangunan Daerah
a. Sesuai b. Belum sesuai c. Menyimpang
10 81-100 61-80 0-60
3. Komoditas yang Di Kembangkan dengan Potensi Daerah
a. Sesuai b. Belum sesuai c. Menyimpang
15 81-100 61-80 0-60
4. Metodologi Pengkajian a. Sesuai dengan substansi kegiatan b. Belum sesuai c. Menyimpang
20 81-100 61-80 0-60
5. Lokasi/lahan dengan Komoditas a. Sesuai dengan Komoditas b. Tidak sesuai c. Menyimpang
10 81-100 61-80 0-60
6. Komposisi Tim Peneliti Sesuai dengan Komoditas
a. Sesuai dengan komoditas b. Belum sesuai
c. Tidak Sesuai
5 81-100 61-80
0-60
7. Teknologi Yang di Introduksi a. Sesuai dengan Kebutuhan Masyarakat b. Belum sesuai c. Menyimpang
20 81-100 61-80 0-60
T o t a l 100
62
II. Kerjasama (Kuesioner terbuka)
a. Dalam melaksanakan pengkajian Apakah tim telah melakukan kerjasama dengan dinas/instansi terkait b. Jika jawaban ya, sebutkan instansi yang terlibat 1.
2.
3.
c. Bentuk kerjasama dalam bentuk :
- Teknologi (jelaskan) : ............................................................................
...........................................................................
.........................................................................
- Sosialisasi (jelaskan) : .........................................................................
. .......................................................................
.......................................................................
- Perencanaan (jelaskan) : .....................................................................
... ................................................................
....................................................................
- Pemasaran (jelaskan) : .......................................................................
.....................................................................
.....................................................................
d. Komposisi antara tim BPTP dengan instansi lain :
63
III. Pengembangan - Apakah sifat pengkajian ke arah research to research atau research to
development : ……………………………. ................................................
Isi dengan : - research to research - cenderung research to research - research to development - cenderung research to development - Dengan alasan:
1................................................................................................................
2. ............................................................................................................
3. .............................................................................................................
IV. Rekomenadasi Kegiatan : a. Perlu pengkajian/diseminasi lanjutan, dengan alasan : 1. .. .................................................
2. ....................................................
3. .....................................................
b. Perlu pengkajian/diseminasi lanjutan, berdasarkan efaluasi : - Substansi penelitian : - Kesesuain dengan Tupoksi BPTP
- Komposisi tim peneliti disesuaikan dengan komoditas yang diteliti
- Kesesuain dengan arah kebijakan pemerintah daerah
- Teknologi yang diintroduksi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
64
c. Pengkajian/diseminasi di hentikan dengan alasan :
1. .. .................................................
2. ....................................................
3. .....................................................