Download - LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE.docx
LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE
TORUS PALATINUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Maulidya Sari Iskantiwi
Tempat/tanggal lahir : Palembang, 13 Oktober 1989
Suku : Komering
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Alamat : Jalan Sukatani II no.58 Palembang
No. telepon : 08117803232
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Mahasiswi
No. Rek. Med : 1252 / 0000.83.98.00
II. ANAMNESA
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan gigi geligi RB pasien tidak rata. Pasien menyadari
hal tersebut sejak ±6 bulan yang lalu. Pasien ingin gigi geligi rahang bawahnya
dirapikan karena pasien merasa kurang percaya diri
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Perawatan Gigi :
Pasien pernah dirawat orthodontic ±9 tahun yang lalu selama 4 tahun.
Kebiasaan Buruk : -
Riwayat Sosial :
Pasien merupakan mahasiswa PSPDG UNSRI yang tinggal bersama kedua orang
tuanya. Pasien datang sendiri.
Riwayat Penyakit Sistemik :
Pasin tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
Wajah : Simetris
Bibir : Sehat
Kelenjar Getah bening submandibula : tidak teraba dan tidak sakit.
IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL
Debris : Tidak ada
Plak : Tidak ada
Kalkulus : ada di regio a
Perdarahan Papilla Interdental : Tidak ada
Gingiva : Terdapat kemerahan disekitar gigi regio a
Mukosa : Sehat
Palatum : Terdapat nodul 2 lobus berbentuk ovale, berwarna
merah muda pucat dgn konsistensi keras jika
ditekan, pada pertengahan 2/3 anterior palatum,
tidak sakit dengan panjang ±2,5 cm dan lebar ±2cm
di area gigi 654 | 456.
Lidah : Sehat
Dasar mulut : Sehat.
Hubungan Rahang : Orthognati
Kelainan gigi : Tidak ada
Keadaan gigi geligi
- Malposisi gigi : 17, 21, 37, 41, 42, 43, 47.
- Atrisi gigi : 14, 13, 23, 33, 41, 42, 43.
V. DIAGNOSA SEMENTARA
Torus Palatinus
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
VII. TINJAUAN PUSTAKA
Torus palatinus adalah suatu bentuk eksostosis tulang yang terjadi pada kira-kira
20% penduduk dewasa. Kelainan itu seringkali diturunkan, karenanya banyak
anggota keluarga mendapatkannya. Insidensi torus palatinus lebih banyak pada
wanita daripada pria.1
Torus sangat bervariasi dalam ukuran dan bentuk klinis, serta cenderung untuk
bertambah perlahan-lahan dalam semua dimensi sesudah pubertas. Letaknya selalu di
garis tengah palatum keras di sekitar kedua gigi premolar atau molar. Torus palatinus
biasanya berupa pembengkakan sekeras tulang, berbentuk kubah, licin tunggal tetapi
kadang-kadang dijumpai dengan suatu lekuk garis tengah dan beberapa tonjolann
setempat. Mukosa yang menutupi adalah merah muda pucat, tipis dan lembut. Batas
dari lesi dilukiskan oleh kontur oval yang timbul dari atap palatum.1,2
Baik torus palatinus maupun torus mandibularis bukan merupakan suatu penyakit
atau tanda dari suatu penyakit, tetapi jika ukurannya sangat besar akan menjadi suatu
masalah dalam pembuatan dan penggunaan gigi tiruan.5
Kriteria berikut digunakan untuk mengklasifikasikan perbedaan bentuk dari
torus:3
1. Flat torus : biasanya terdapat penonjolan yang sedikit cembung dengan
permukaan yang halus pada torus mandibularis. Hal yang sama pada torus
palatinus tetapi terjadi pemanjangan yang simetris pada kedua sisi dari
palatum.
2. Lobular torus : berupa sebuah penonjolan masa lobular yang dapat muncul
dari single base.
3. Nodular torus : biasanya muncul sebagai penonjolan yang multiple.
4. Spindle torus : terjadi sepanjang midline palatum pada torus palatinus dan
torus memanjang di kedua sisi mandibular pada torus mandibularis.
Etiologi dari torus palatinus belum diketahui secara pasti, ada beberapa faktor
yang diperkirakan merupakan penyebab terjadinya torus palatinus seperti faktor
herediter, trauma superfisial, maloklusi, respon fungsional pengunyahan.
Penyebab torus palatinus masih menjadi perdebatan antara faktor genetik dan
faktor lingkungan, seperti trauma pengunyahan.4
Secara histologis, torus palatinus dilapisi jaringan submukosa yang tebal
dengan tulang yang padat. Secara mikroskopis, torus palatinus seperti lapisan
tebal tulang kompak dan area sentral tulang spons. Pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan massa yang tebal dan padat, terlihat pada tulang kortikal dan
kadang-kadang terlihat tulang trabekula pada area sentral.4
VIII. DIAGNOSIS
Torus palatinus.
IX. RENCANA PERAWATAN
FASE I (Etiotropik)
FASE II (Bedah)
FASE III (Restoratif)
FASE IV (Pemeliharaan)
Scalling Kontrol plak, DHE
Perawatan ortodonti untuk mengoreksi malposisi gigi
Kontrol plak, DHE
X. PEMBAHASAN
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis pada
pasien. Torus palatinus tidak berbahaya, berkembang secara perlahan dengan
bentuk dan ukuran yang bervariasi. Torus palatinus bermula dari anak-anak terus
berkembang dan mencapai puncak perkembangannya pada usia dewasa, setelah
berada pada ukuran tetap maka perkembangannya terhenti.
Berdasarkan teori, Torus palatinus adalah jenis neoplasma dan terlihat seperti
hiperostosis dari perkembangan tulang palatal, terjadi bilateral sepanjang garis
sutura median palatina pada permukaan palatum, torus palatinus merupakan
massa tulang kortikal yang padat dan tebal dengan jumlah inti yang berbeda-beda,
ditutupi oleh lapisan tipis jaringan mukosa.
Adanya torus palatinus dihubungkan dengan faktor yang bersifat herediter.
Prevalensinya dua kali lebih besar pada wanita dari pada pria. Etiologi torus
palatinus pada pasien ini belum dapat diketahui secara pasti tetapi dapat
diturunkan secara autosomal dominan.
Rencana perawatan yang dilakukan pada pasien ini meliputi kontrol plak dan
memberitahukan pada pasien bahwa keadaannya merupakan bukan suatu
keganasan. Perawatan dengan pembedahan dilakukan apabila torus ini
mengganggu dalam hal pengunyahan dan pembuatan gigi tiruan.
Pada pasien ini tidak dilakukan tindakan pembedahan karena tidak ada
keluhan yang berarti dari pasien. Pada kunjungan berikutnya dilakukan kontrol
dan instruksi kepada pasien untuk tetap menjaga kebersihan mulutnya.
FOTO AWAL FOTO KONTROL 1 FOTO KONTROL 2
XI. KESIMPULAN
Torus palatinus adalah penonjolan tulang yang terdapat pada palatum
rahang atas yang disebabkan karena proses pertumbuhan tulang yang berlebihan.
Tidak diberikan perawatan khusus, pasien hanya diberikan kontrol plak (Edukasi,
Motivasi, Instruksi).
XII. DAFTAR PUSTAKA
1. Langlais RP, Miller CS. 2012. Atlas Berwarna Kelainan Mulut yang Lazim.
Jakarta: Hipokrates.
2. Regezi. 2003. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlation, 4 th edition: Tori
and Exostoses. United States: Elsevier Inc.
3. Firas AM, Ziad NA. 2006. The Journal of Contemporary Dental Practice. Volume
7: Torus Palatnus and Torus Mandibularis in Edentulous Patiens. Jordan.
4. Febhyani, Maria. 2005. Penatalaksanaan torus palatinus untuk persiapan
pembuatan gigi tiruan. Medan : USU.
5. Belsky, JL. 2003. Torus Palatinus : a new anatomical correlation with bone
density in postmenopausal women Connecticut, USA : the journal of clinical
endrocinology and metabolism.
LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE
TRAUMATIC ULCER
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Imartha Hamelia
Tempat/tanggal lahir : Prabumulih, 1 maret 1989
Suku : Komering
Jenis kelamin : Wanita
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Bukit sejahtera blok DK 01
No. telepon : 087897476030
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
No. Rek. Med : 0000.81.57.56
II. ANAMNESA
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan terdapat luka sariawan pada gusi bawah kiri di
antara gigi seri dan gigi taring. Terasa perih dan sakit bila berkumur, makan dan
bicara. Luka terjadi sekitar 3 hari yang lalu karena tertusuk sikat gigi ketika
menggosok gigi. Pasien ingin agar luka tersebut diobati.
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Perawatan Gigi :
- Pasien pernah menambal gigi bawah kanan belakang dengan tambalan logam.
- Pasien sedang menggunakan alat ortodontic cekat ±3 tahun.
Kebiasaan Buruk : -
Riwayat Sosial :
Pasien merupakan mahasiswa PSPDG UNSRI yang tinggal bersama kedua orang
tuanya. Pasien datang sendiri.
Riwayat Penyakit Sistemik :
Pasin tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
Wajah : Simetris
Bibir : Sehat
Kelenjar Getah bening submandibula : tidak teraba dan tidak sakit.
IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL
Debris : ada di regio a, c, d, e, f
Plak : ada di regio a, c, d, e, f
Kalkulus : ada di regio a, c, d, e, f
Perdarahan Papilla Interdental : ada di regio a, c, d, e, f
Gingiva : terdapat lesi ulseratif di gingiva antara gigi 32 dan
33, lesi berbentuk bulat irregular, berbatas jelas,
berwarna putih dgn sedikit bercak kemerahan
ditengahnya, dengan tepi kemerahan dan
diameternya ±5mm. lesi tersebut terasa sakit jika
disentuh, berkumur, makan, dan berbicara.
Kemerahan di sekitar gigi pada region a, c, d, e, f.
Mukosa : sehat
Palatum : sehat
Lidah : sehat
Dasar Mulut : sehat
Hubungan Rahang : Orthognati
Kelainan gigi : Tidak ada
Keadaan gigi geligi
- Terdapat tambalan resin komposit pada gigi 11, 21
- Terdapat tambalan amalgam pada gigi 46
- Pasien sedang menggunakan alat orthodonti cekat pada rahang atas dan bawah
dengan pencabutan gigi 14, 24, 34, 44.
V. DIAGNOSA SEMENTARA
- Diagnosa Sementara : Traumatic Ulcer
- Diagnosa Banding :
Stomatitis Aphtous Rekuren
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
VII. TINJAUAN PUSTAKA
Ulcer adalah suatu kerusakan lapisan epitel yang berbatas jelas yang
membentuk cekungan, ulcer sering ditemukan di rongga mulut. Traumatic ulcer
didefinisikan sebagai suatu kelainan yang berbentuk ulcer pada mukosa rongga
mulut yang disebabkan oleh paparan trauma. Traumatic ulcer merupakan lesi
sekunder yang berbentuk ulcer, yaitu hilangnya lapisan epitelium hingga melebihi
membrane basalis dan mengenai lamina propria oleh karena trauma.1,2
Traumatic ulcer dapat terjadi pada semua usia, baik jenis kelamin pria
maupun wanita. Lokasi bervariasi yaitu dapat terjadi pada mukosa pipi, mukosa
bibir, palatum dan tepi lidah. Ukuran lesi bervariasi dari beberapa millimeter
hingga sentimeter. Diagnosis dari keadaan ini sederhana dan seringkali dapat
diperoleh dari riwayat penyakit dan pemeriksaan temuan fisik.2,4
Traumatic ulcer tersebut dapat berupa ulcer yang tunggal atau multiple,
berbentuk simetris atau asimetris, ukurannya tergantung dari trauma yang menjadi
penyebab, dan biasanya nyeri. Kebanyakan merupakan keadaan akut, sedangkan
lainnya adalah kronis. Traumatic ulcer yang akut memiliki karakter adanya
kerusakan pada mukosa dengan batas tepi eritema dan ditengahnya berwarna
putih kekuningan, serta menimbulkan rasa nyeri sedangkan traumatic ulcer yang
kronis bisa tanpa disertai rasa nyeri dengan dasar induratif dan tepi yang
meninggi.1,2,6
Traumatic ulcer dapat diakibatkan oleh bahan-bahan kimia, panas, listrik
atau gaya mekanik. Penyebab traumatic ulcer yang paling sering ditemukan
adalah akibat iatrogenik, gigi yang tajam atau patah, protesa atau gigi tiruan dan
alat orthodonsi, menggigit bibir atau lidah yang kebas setelah suntikan anestesi
lokal, terutama pada anak-anak. Traumatic ulcer juga dapat disebabkan oleh
kesalahan penyikatan gigi dan bahan kimia.1,2,5
Traumatic ulcer karena trauma kimia dapat disebabkan oleh aspirin atau
obat-obatan untuk sakit gigi yang diletakkan langsung di mukosa mulut.2,5
Trauma panas dari makanan dan minuman dapat menyebabkan ulcer yang
umumnya terjadi pada palatum.2,5 Trauma menyebabkan disintegrasi atau
sobeknya jaringan sedangkan panas menyebabkan jaringan melepuh menjadi
vesikel yang kemudian pecah menjadi ulser.2
Penatalaksanaannya adalah dengan menghilangkan faktor etiologi dan
penggunaan obat kumur antiseptik atau penggunaan obat topikal selama fase
penyembuhan ulcer. Kebanyakan ulcer yang disebabkan oleh trauma local
sembuh spontan dalam 1 minggu jika penyebab dihilangkan dan pengobatan
pendukung digunakan. Biopsy diperlukan jika terdapat tanda-tanda keganasan
atau jika ulcer tidak sembuh dalam 3 minggu setelah faktor penyebab dihilangkan,
terdapat kemungkinan sebuah neoplasma atau penyakit serius lainnya.5
VIII. DIAGNOSA
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis terhadap pasien dimana ada
kelainan berupa lesi ulseratif di gingiva antara gigi 32 dan 33, lesi berbentuk bulat
irregular, berbatas jelas, berwarna putih, sedikit bercak kemerahan ditengahnya,
dengan tepi kemerahan dan diameternya ±5mm, lesi tersebut terasa sakit jika
disentuh, berkumur, makan, dan berbicara adalah Traumatic Ulcer.
IX. RENCANA PERAWATAN
FASE I (Etiotropik) Scalling
Kontrol plak, DHE Eliminasi faktor penyebab Medikasi Traumatic ulcer
FASE II (Bedah)
FASE III (Restoratif)
FASE IV (Pemeliharaan)
X. PEMBAHASAN
Lesi yang terdapat pada pasien ini adalah traumatic ulcer. Diagnosa ditegakkan
dari anamnesa dan pemeriksaan klinis pada pasien dapat diketahui bahwa pasien
mengalami lesi sejak 3 hari yang lalu disebabkan oleh tertusuk sikat gigi. Lesi tersebut
terdapat di gingiva antara gigi 32 dan 33, lesi berbentuk bulat irregular, berbatas jelas,
berwarna putih dengan sedikit bercak kemerahan ditengahnya, dengan tepi kemerahan
dan diameternya ±5mm. lesi tersebut terasa sakit jika disentuh, berkumur, makan, dan
berbicara.
Berdasarkan teori gambaran klinis dari traumatic ulcer adalah kerusakan pada
mukosa dengan batas tepi eritema dan ditengahnya berwarna putih kekuningan, serta
menimbulkan rasa nyeri.1,2,6 Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab dari
traumatic ulcer, di antaranya adalah trauma, bahan kimia, iatrogenik, protesa dan alat
orthodonsi. Pada pasien ini, penyebab terjadinya traumatic ulcer ini adalah akibat
tertusuk sikat gigi pada saat menggosok gigi.1,2,5
Penatalaksanaan untuk traumatic ulcer ini adalah eliminasi faktor penyebab dan
pemberian obat topikal berupa kenalog yang mengandung triamsinolon asetonida.
Ulcer pada pasien ini menghilang 8 hari setelah dilakukan perawatan. Selain itu,
perawatan yang dilakukan pada pasien ini adalah instruksi untuk menjaga kebersihan
mulut, menyikat gigi dan mengunyah makanan dengan hati-hati sehingga tidak
menyebabkan trauma pada rongga mulut, serta mengkonsumsi makanan bergizi.
Pasien dapat menjalankan intruksi dengan baik, sehingga lesi sembuh, tidak sakit dan
mukosa kembali membaik.
Kontrol plak, DHE Kontrol Traumatic ulcer
Foto lesi traumatic ulcer
foto kontrol setelah 4 hari
Foto kontrol setelah 8 hari
XI. KESIMPULAN
Diagnosa Traumatic Ulcer dapat ditegakkan dengan melihat gejala klinis berupa
adanya lesi tunggal, cekung, bulat/oval, bagian dasar berwarna kekuningan dengan
tepi kemerahan pada gingiva bawah kiri pasien. Lesi tersebut terasa sakit dan
penyebab umumnya biasanya disebabkan oleh trauma. Pada pasien ini, lesi terjadi
akibat tertusuk sikat gigi pada saat pasien menggosok gigi. Perawatan yang dilakukan
pada pasien ini meliputi pemberian DHE, menggosok gigi dengan hati-hati sehingga
tidak tertusuk sikat gigi pada rongga mulut, serta mengkonsumsi makanan bergizi dan
pemberian obat topikal berupa kenalog selama fase penyembuhan ulcer.
XII. DAFTAR PUSTAKA
1. Hanum, faizah. 2013. Efektifitas ekstrak anggur varietas probolinggo biru (Vitis
vinifera) terhadap proliferasi fibroblast pada traumatikus Rattus nuvergicus
albino. Surabaya: ADLN.
2. Regezi, dkk.2003.Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations. Edisi ke-4.
Elsevier Science: Missouri.
3. Greenberg, MS. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. Onterio
BC Decker
4. Farah, cs. 2003. Oral ulceration with bone sequestration. Australian dental
journal: 48 (1). P. 61-64
5. Scully, C. 2008. Common Non-systemic Causes of Oral Ulcer. Orofacial Disease:
25(10) : 478-84
6. Langlais, RP. 2012. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates. Hal. 94.
LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE
SIALADENOSIS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Sri Asriyani
Tempat/tanggal lahir : Palembang, 6 Agustus 1999
Suku : Komering
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Alamat : Jalan Cangkring Kedondong raye Banyuasin III
No. telepon : 081930951544
Pendidikan terakhir : SLTP
Pekerjaan : Pelajar
No. Rek. Med : 0000.80.87.11
II. ANAMNESA
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada bibir bawah kiri bagian
dalam, sejak 2 bulan yang lalu, benjolan tersebut belum pernah diobati, pasien merasa
benjolan tersebut tidak sakit, tapi pasien merasa terganggu, sehingga pasien
menginginkan benjolan tersebut dibuang.
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Perawatan Gigi : -
Kebiasaan Buruk : -
Riwayat Sosial :
Pasien merupakan siswi SMP yang tinggal bersama kedua orangtuanya. Ayahnya
tidak memiliki pekerjaan dan ibunya seorang buruh cuci. Pasien merupakan peserta
jamkesmas dengan status ekonomi yang tergolong rendah.
Riwayat Penyakit Sistemik :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
Wajah : Simetris
Bibir : Sehat
Kelenjar Getah bening submandibula : Tidak teraba dan tidak sakit.
IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL
Debris : ada di regio a, b, c, d, f
Plak : ada di regio d,f
Kalkulus : ada di regio d,f
Perdarahan Papilla Interdental : ada di regio d,f
Gingiva : Kemerahan di sekitar gigi region d,f
Mukosa : terdapat lesi nodular dengan diameter ±0,8cm pada
mukosa bibir bawah bagian dalam, berbatas jelas,
berbentuk seperti kubah, konsistensi kenyal,
berwarna merah muda dengan tepi kemerahan dan
tidak sakit.
Palatum : sehat
Lidah : sehat
Dasar Mulut : sehat
Hubungan Rahang : Orthognati
Kelainan gigi : Tidak ada
Keadaan gigi geligi
- Lesi D3 : 37, 36
- Lesi D4 : 46, 47
- Malposisi gigi : 11, 32, 31, 41, 42
V. DIAGNOSA SEMENTARA
- Diagnosa Sementara : Mucocele
- Diagnosa Banding : Karsinoma Mukoepidermoid
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan histopatologis pada
jaringan dengan ukuran 0,8x0,3x0,3, pada potongan dengan warna putih kekuningan
hasil mikroskopis menyebutkan sediaan berasal dari bibir bawah berupa kepingan-
kepingan jaringan yang terdiri dari asini seromukus kelenjar salivarius yang
hyperplasia, dipisahkan oleh septum interlobularis berupa jaringan ikat fibrokolagen,
dengan infiltrasi sel radang limfosit, dijumpai juga duktus ekskretorius. Pembuluh
darah dan otot serat lintang dalam batas normal. Tanda tanda keganasan tidak
dijumpai pada sediaan ini. Kesan: Sialadenosis pada bibir bawah.
VII. TINJAUAN PUSTAKA
Sialadenosis adalah sebuah penyakit kelenjar parenkim saliva yang disebabkan
oleh metabolisme dan gangguan sekresi pada kelenjar parenkim, yang ditandai dengan
kekambuhan, kronik, diffuse, tidak terdapat rasa nyeri, pembengkakan kelenjar saliva
bilateral, khususnya kelenjar parotid.1,3,4 Sialadenosis ini umumnya mempengaruhi
kelenjar saliva mayor, terutama kelenjar parotid, tetapi terkadang mempengaruhi
kelenjar submandibular dan jarang terjadi pada kelenjar saliva minor.3 penyakit ini
biasanya tidak mengganggu fungsi dari kelenjar saliva.4
Etiologi dari penyakit ini belum diketahui, tetapi dicurigai muncul
mengganggu peripheral neuropathy dari nervus otonom menunjukkan gangguan
aktivitas sekresi kelenjar saliva pada sel acinar.5 Kelainan ini banyak ditemukan
berhubungan dengan liver cirrhosis, diabetes mellitus, alcoholism kronik, malnutrisi,
thyroid dan ovarian insufficiency (ketidaknormalan kerja dari ovarium).6 Klinisnya,
biasanya muncul sebagai pembengkakan yang tidak sakit dari kelenjar parotid.
Pembengkakan relative lunak dan pengurangan sekresi saliva bisa saja terjadi.6
Kondisi ini paling banyak terjadi pada kelenjar saliva mayor terutama di
kelenjar parotis. Meskipun sialosis bisa idiopatik, namun dapat juga terjadi pada
penderita penyakit hati stadium lanjut, diabetes, defisiensi nutrisi, dan bulimia.
Meskipun sangat jarang terjadi, sialadenosis juga dapat terjadi sebagai reaksi terhadap
medikasi.2 Sejak penyakit sistemik atau suatu kondisi seperti diabetes mellitus dan
alcoholism berhubungan dengan sialadenosis, perkembangan penyakit ini jarang
terjadi pada anak-anak. Hampir semua kasus sialadenosis dilaporkan terjadi pada
pasien dewasa.4
Pada keadaan patohistologinya, ditemukan pembesaran sel acini yang
dihasilkan dari pembengkakan sel acinar yang banyak mengandung sekretori granul,
terjadi perubahan sel myioepitel dan perubahan postganglionic vegetative neuritis.1
Diagnosa banding dari sialadenosis adalah semua penyakit pembengkakan kelenjar
saliva yang mengalami kekambuhan atau gangguan sekresi kelenjar saliva.1
VIII. DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis terhadap pasien dimana ada
kelainan berupa lesi nodular berwarna merah muda dengan tepi kemerahan berukuran
diameter sekitar 0,8 mm pada mukosa bibir bawah, serta didukung oleh hasil PA,
maka dapat ditegakkan diagnose kelainan ini adalah Sialadenosis.
IX. RENCANA PERAWATAN
FASE I (Etiotropik)
FASE II (Bedah)
FASE III (Restoratif)
FASE IV (Pemeliharaan)
Scalling Kontrol plak, DHE
Tumpatan resin komposit pada gigi 37, 36, 46, 47 Perawatan ortodonti untuk mengoreksi malposisi
gigi
Kontrol plak, DHE Kontrol Sialadenosis
Eksisi Sialadenosis
X. PEMBAHASAN
Kunjungan 1 (sebelum perawatan)
Pada mukosa bukal kiri depan pasien, ditemukan terdapat lesi nodular dengan
diameter ±0,8cm pada mukosa bibir bawah bagian dalam, berbatas jelas, berbentuk
seperti kubah, konsistensi kenyal, berwarna merah muda dengan tepi kemerahan dan
tidak sakit. Berdasarkan pemeriksaan klinis, diagnose sementara lesi ini merupakan
mucocele, diagnose tersebut diambil berdasarkan lokasi dari lesi dan bentuk klinis
dari lesi tersebut. Tetapi setelah dilakukan eksisi terhadap pasien dan massa yang
diambil pada saat eksisi dikirim ke laboratoriom patologi anatomi, dan mendapatkan
hasil diagnosa akhir dari lesi tersebut adalah sialadenosis.
Diagnosa akhir tersebut juga didukung juga oleh anamnesa terhadap pasien
bahwa berat normal pasien jauh dari normal dan gangguan nutrisi, hal itu
dihubungkan dengan kondisi sosial ekonomi tergolong rendah dari keluarga pasien
yang orang tua pasien ibunya hanya seorang buruh cuci dan ayahnya sudah tidak
bekerja lagi karena menderita kelumpuhan. Sialadenosis adalah suatu penyakit
kelenjar saliva yang paling sering mengenai kelenjar saliva mayor, tetapi juga
terkadang mengenai kelenjar saliva minor. Perawatan yang dilakukan pada pasien ini
yaitu bedah eksisi.
Kunjungan 2 (Pembedahan)
Setelah pembedahan, massa yang diambil pada saat eksisi ini kemudian dikirim
ke bagian Patologi Anatomi. Pemberian medikasi pada pasien ini yaitu antibiotik
amoxicilin tablet 500mg yang diminum 3 kali sehari selama 5 hari dan analgesik
paracetamol tablet 500mg 3 kali sehari diminum jika pasien mengeluhkan terdapat
rasa sakit atau nyeri di daerah lesi setelah pembedahan. Pasien diminta datang
kembali seminggu kemudian untuk kontrol.
Kunjungan 3 (Kontrol pertama)
Pada kunjungan ketiga atau kontrol pertama pada pemeriksaan subjektifnya tidak
ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya masih terlihat sedikit kemerahan
dibanding mukosa disekitarnya.
Kunjungan 4 (Kontrol kedua)
Pada kunjungan keempat atau kontrol kedua pada pemeriksaan subjektifnya tidak
ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya luka bekas operasi telah hilang
dan warna mukosa sudah tampak sama dengan sekitarnya.
Pada saat kontrol, untuk menghindari rekurensi lesi, pasien diinstruksikan untuk
mengatasi kekurangan berat badannya dengan memperhatikan asupan makanan
secara teratur, serta instruksikan menjaga kesehatan rongga mulut.
XI. KESIMPULAN
Sialadenosis merupakan penyakit gangguan kelenjar saliva yang disebabkan oleh
metabolisme dan gangguan sekresi pada kelenjar parenkim, sering dijumpai pada
kelenjar saliva mayor yang biasanya disebabkan oleh keadaan sistemik dan
malnutrisi. Lesi ini ditemukan pada mukosa labial kiri depan pasien. Perawatan yang
dilakukan yaitu pembedahan eksisi lesi tersebut dan pasien diinstruksikan makan
asupan nutrisi yang cukup. Lesi berhasil dieksisi dan kondisi mukosa membaik
(proses penyembuhan baik) saat dilakukan kontrol pertama dan mukosa kembali
normal setelah kontrol kedua.
XII. DAFTAR PUSTAKA
1. Seifert, G, Donath, K. Classification of The Pathohistology of Disease of The
Salivary Glands – Review of 2.600 Cases in The Salivary Gland Register.
Hamburg: Institute of Pathology.
2. Burgers, Jeff. 2013. Salivary Abnormalities in Dentistry. California: Penwell
Publications.
3. Scully, dkk. 2008. Sialosis : 35 Cases of Persistent Parotid Swelling from Two
Countries. British Journal of Oral Maxillofacial Surgery 46 (2008) 468-472
4. Yangwen, MD, Hyun woo goo. 2012. Sonography and CT Findings of
Sialadenosis in a Child with Leukimia. Korean J. Radiol 2012; 13 (5): 634-636
5. Pape, S.K, dkk. 1995. Sialadenosis of The Salivary Glands. British Journal of
Plastic Surgery (1995) 48, 419-422.
6. Laskaris, George. 1994. Color Atlas of Oral Disease. Greece: Litsas Medical
Publication.
LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE
EPULIS HEMANGIOMATOSA / GRANULOMA PIOGENIK
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Sugianto bin Wardi
Tempat/tanggal lahir : Bojonegoro, 1 januari 1973
Suku : Jawa
Jenis kelamin : Pria
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Alamat : Desa Tegal Rejo Rt.009 Rw.004 Kel/Desa Tegal Rejo
Kec.Lawang Kidul Muara Enim
No. telepon : 081368696721
Pendidikan terakhir : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
No. Rek. Med : 0000.79.89.91
II. ANAMNESA
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan seperti daging tumbuh cukup
besar pada gusi di dekat lidah dan bibir di sekitar gigi taring dan geraham kecil kiri
bawahnya, benjolan tersebut kenyal dan mudah berdarah. Pasien menyadari benjolan
tersebut sejak 6 bulan yang lalu. Pasien ingin benjolan tersebut diambil karena pasien
merasa tidak nyaman.
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Perawatan Gigi : -
Kebiasaan Buruk :
Mengunyah pada satu sisi di sebelah kanan.
Riwayat Sosial :
Pasien merupakan seorang wiraswasta, sudah menikah dan memiliki 2 orang anak
perempuan.
Riwayat Penyakit Sistemik :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
Wajah : Simetris
Bibir : Sehat
Kelenjar Getah bening submandibula : tidak teraba dan tidak sakit.
IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL
Debris : ada di regio a, b, c, d, e, f
Plak : ada di regio a, b, c, d, e, f
Kalkulus : ada di regio a, b, c, d, e, f
Perdarahan Papilla Interdental : ada di regio a, b, c, d, e, f
Gingiva : terdapat lesi noduler dengan diameter ±2cm
dibagian lingual dan ±1cm dibagian labial pada
interdental gigi 33 dan 34, berwarna merah, kenyal,
tidak sakit dan mudah berdarah.
Oedem dan kemerahan disekitar gigi regio a, b, c,
d, e, f.
Mukosa : sehat
Palatum : sehat
Lidah : sehat
Dasar mulut : sehat
Hubungan Rahang : Orthognati
Kelainan gigi : Tidak ada
Keadaan gigi geligi
- Lesi D6 : 36
- Atrisi : 13, 23, 33, 43
V. DIAGNOSA SEMENTARA
- Diagnosa Sementara : Epulis granulomatosa
- Diagnosa Banding :
Epulis Fibromatosa
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan histopatologis pada
jaringan dengan ukuran 1,5x0,5x0,5 cm, pada potongan dengan warna putih
kecoklatan hasil mikroskopis menyebutkan sediaan berasal dari gingival dan
bukal sisi lingual, dilapisi skuamous kimpleks yang mengalami akantosis,
hipergranulosis. Subepitel berupa stroma jaringan ikat fibrokolagen terdiri dari
proliferasi pembuluh darah kecil-kecil, lumen berisi RBC, bersebuk padat sel
radang PMN, limfoplasmasitik. Tanda tanda keganasan tidak dijumpai pada
sediaan ini.
VII. TINJAUAN PUSTAKA
Epulis hemangiomatosa atau granuloma piogenikum merupakan sebuah
nodul kecil bertangkai, hemoragik yang paling sering terjadi pada gingiva, dan
memiliki tendensi yang kuat sekali untuk kambuh setelah dilakukan eksisi biasa.1,3
Epulis hemangiomatosa (granuloma piogenikum) merupakan suatu
kelainan yang sering ditemukan pada bibir bawah atau lidah. Secara mikroskopik
tampak nodulus merah, berukuran kira-kira 0,5 cm, sebagian tertutup epitel
gepeng. Di kanan gambar, membrane mukosa mulut tidak berubah. Struktur lesi
yang seperti bunga karang jelas terlihat pada gambar ini. Proliferasi kapiler timbul
persis seperti hemangioma kapiler. Juga ada infiltrasi granulosit yang tersusun
jarang. Biasanya ini akibat trauma, jarang ia tumor sejati. Wanita lebih sering
menderitanya.3
Granuloma piogenikum cenderung berkembang pada pasien-pasien yang
mempunyai kebersihan mulut yang jelek atau iritasi mulut kronis seperti adanya
restorasi-restorasi menggaung dan karang gigi.2
Klinisnya biasanya muncul pada daerah papilla interdental dan membesar
dari sisi labial dan lingual sampai beberapa cm jika dibiarkan tanpa perawatan.
Daerah perkembangan lain meliputi lidah, bibir, mukosa bukal dan lingir tak
bergigi.2,4 Muncul sebagai sebuah massa dengan permukaan yang rata atau
berlobus, berwarna merah tua atau merah keunguan karena terdapat lebih dominan
jaringan granulasi hiperplastik yang mengandung banyak pembuluh kapiler.
Granuloma piogenikum ini juga memiliki kecenderungan untuk berdarah, baik
spontan ataupun disebabkan oleh sedikit trauma. Terkadang terdapat ulserasi
dipermukaannya yang disebabkan oleh trauma kedua. Penyakit ini dapat
berkembang cepat menjadi ukuran yang bervariasi dan kemudian menjadi stabil
pada periode yang tidak menentu.4,5,6,8
Pada rongga mulut, granuloma piogenikum menunjukkan kasus yang
terdapat pada gingiva interdental sebanyak 70-75%. Banyak penelitian juga
menunjukkan bahwa perbandingan kasus pada wanita dan pria adalah 2:1. Dan
pada pasien pria biasanya lokasi dari kasus ini terjadi pada ekstra gingiva.7,9
Histopatologinya, epulis hemangiomatosa atau granuloma piogenikum
terdiri atas massa lobuler dari jaringan granulasi hiperplastik. Pada kasus yang
sudah kronis, mungkin saja terdapat inflamasi.4
Penatalaksanaan dari kasus ini adalah dilakukan bedah eksisi termasuk
jaringan ikat pada lesi tersebut. Factor etiologi juga dihilangkan seperti plak,
kalkulus, material asing dan penyebab trauma. Rekurensi bisa saja terjadi jika
bedah eksisi yang dilakukan tidak sempurna dan kegagalan pada penghilangan
factor etiologinya.2,4
VIII. DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis terhadap pasien dimana ada
kelainan berupa lesi noduler dengan diameter ±2cm dibagian lingual dan ±1cm
dibagian labial pada interdental gigi 33 dan 34, berwarna merah, kenyal, tidak
sakit dan mudah berdarah, serta ditunjang dengan pemeriksaan histopatologis
ditemukan adanya subepitel berupa stroma jaringan ikat fibrokolagen terdiri dari
proliferasi pembuluh darah kecil-kecil, lumen berisi RBC, bersebuk padat sel
radang PMN, limfoplasmasitik diagnosanya adalah Epulis Hemangiomatosa
(Granuloma Pi ogenik).
IX. RENCANA PERAWATAN
FASE I (Etiotropik) Scalling
Kontrol plak, DHE
FASE II (Bedah)
FASE III (Restoratif)
FASE IV (Pemeliharaan)
X. PEMBAHASAN
Kunjungan I (sebelum perawatan)
Kontrol plak, DHE Kontrol Epulis hemangiomatosa
Eksisi epulis hemangiomatosa Ekstraksi gigi 36
Kunjungan II (pembedahan)
Setelah pembedahan, massa yang diambil pada saat eksisi ini kemudian dikirim
ke bagian Patologi Anatomi. Pemberian medikasi pada pasien ini yaitu antibiotik
cefadroxil kapsul 500mg yang diminum 3 kali sehari selama 5 hari dan analgesik
paracetamol tablet 500mg 3 kali sehari diminum jika pasien mengeluhkan terdapat
rasa sakit atau nyeri di daerah lesi setelah pembedahan. Pasien diminta datang
kembali seminggu kemudian untuk kontrol.
Kunjungan III (kontrol pertama)
Pada kunjungan ketiga atau kontrol pertama pada pemeriksaan subjektifnya tidak
ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya masih terlihat sedikit luka bekas
operasi dgn warna kemerahan dibanding mukosa disekitarnya.
Kunjungan IV (Kontrol kedua)
Pada kunjungan keempat atau kontrol kedua pada pemeriksaan subjektifnya tidak
ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya luka bekas operasi telah sembuh,
tetapi warna gingiva masih sedikit kemerahan belum sama dengan warna gingiva
sekitarnya.
Kunjungan V (Kontrol ketiga)
Pada kunjungan kelima atau kontrol ketiga pada pemeriksaan subjektifnya tidak
ada keluhan rasa sakit dan pemeriksaan objektifnya luka bekas operasi telah sembuh,
dengan warna gingiva sudah sama dengan warna gingiva disekitarnya.
XI. KESIMPULAN
Epulis hemangiomatosa didiagnosa berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan histologis. Etiologinya akibat iritasi kronis dan lokal. Perawatan yang
dilakukan pada pasien ini adalah penginstruksian DHE (dental health education),
scalling, kemudian dilakukan bedah eksisi. Post medikasi diberikan cefadroxil tablet
500 mg 3 kali sehari selama 5 hari, serta paracetamol tablet 500 mg sehari tiga kali
sampai rasa sakit setelah operasi hilang dan pada kontrol terakhir diberikan betadine
mouthwash untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut pasien. Pada pasien ini lesi
sembuh setelah dilakukan bedah eksisi. Kontrol dilakukan tiga kali dan secara
bertahap mengalami penyembuhan yang baik.
XII. DAFTAR PUSTAKA
1. Greenberg, MS. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. Onterio:
BC Decker.
2. Langlais RP, Miller CS. 2012. Atlas Berwarna Kelainan Mulut yang Lazim.
Jakarta: Hipokrates.
3. Sandritter, W. Thomas, C. Histopatologi Buku teks dan Atlas untuk Pelajaran
Patologi Umum dan Khusus. Jakarta: EGC.
4. Regezi. 2003. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlation, 4th edition. United
States: Elsevier Inc.
5. Jafarzadeh, Hamid. Dkk. 2006. Oral Pyogenic Granuloma: a review. Mashad:
Journal of oral science, vol 48, No. 4, 167-175.
6. Saikhedar, Rashmi. Dkk. 2011. Pyogenic Granuloma: A Case Report.
Madhyapradesh: International Journal of Dental Clinics 2011: 3(3): 87-88.
7. Gotmare, Swati. Dkk. 2009. Pyogenic Granuloma – A case Report. Mumbai:
Scientific Journal Vol III – 2009.
8. Witjaksono, widowati. Dkk. 2005. Epulis and Pyogenic Granuloma with Occlusal
Interferance. Kelantan: Maj. Ked. Gigi (Dent. J) Vol. 38. No. 2 April-Juni 2005:
52: 55.
9. Munde, Anita. Dkk. 2011. Extragingival Pyogenic Granuloma. Maharashtra:
Journal of Indian Academy of Oral Medicine and Radiology, July- Sept 2011;
23(3): S451-453.
LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE
ORAL CANDIDIASIS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Abunawas
Tempat/tanggal lahir : Palembang, 4 mei 1961
Suku : Melayu
Jenis kelamin : Pria
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Alamat : jln. Rimba kemuning Lr. Swadaya no.82 Palembang
No. telepon : 089615400127
Pendidikan terakhir : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
No. Rek. Med : 0000.72.20.49
II. ANAMNESA
Keluhan Utama
Pasien datang ke poli gigi RSMH dengan rujukan kontrol dari ruang penyakit
dalam untuk penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut terutama sisa akar gigi pada
rahang atas kanan bagian belakang. Sisa akar tersebut sejak ±1,5 tahun yang lalu,
tidak sakit. Pasien ingin sisa akar tersebut dicabut karena merasa tidak nyaman.
Keluhan Tambahan : - terdapat bercak putih kekuningan pada bagian belakang lidah
sejak ± 2 bulan yang lalu, pasien merasa tidak nyaman dan ingin dirawat.
Riwayat Perawatan Gigi : -
Kebiasaan Buruk : -
Riwayat Sosial :
Pasien seorang pedagang buah. Peserta asuransi kesehatan jamsoskes, datang
bersama anaknya.
Riwayat Penyakit Sistemik :
Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes.
III. PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
Wajah : Simetris
Bibir : Sehat
Kelenjar Getah bening submandibula : tidak teraba, tidak sakit.
IV. PEMERIKSAAN INTRA ORAL
Debris : ada di regio a, c, f
Plak : ada di regio a, b, c, d, e, f
Kalkulus : ada di regio a, b, c, d, e, f
Perdarahan Papilla Interdental : ada di regio a, b, c, d, e, f
Gingiva : kemerahan disekitar gigi regio a, b, c, d, e, f.
Mukosa : sehat
Palatum : sehat
Lidah : terdapat plak putih kekuningan merata pada 2/3
posterior dorsum lidah, mengelupas saat dikerok
dan terasa perih.
Dasar mulut : sehat
Hubungan Rahang : Orthognati
Kelainan gigi : Tidak ada
Keadaan gigi geligi
- Sisa akar : 16
- Lesi D6 : 17, 26, 37, 47
- Lesi D4 : 27
- Lesi D3 : 34, 45
- Atrisi : 13, 23, 33, 43
V. DIAGNOSA SEMENTARA
o Kandidiasis
- Diagnosa Banding :
o Coated Tongue
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini yaitu pemeriksaan
mikrobiologi. Pada permukaan dorsal lidah dilakukan scrapping dan bahan swab
tersebut dikirim ke bagian mikrobiologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
tampak hasil mikroskopis KOH yeast cell (+) dan Pseudohypha (+), pada hasil
biakannya terdapat Enterobacter aggromelans, Staphylococcus aureus dan
Candida tropicalis.
VII. TINJAUAN PUSTAKA
Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi dalam rongga mulut yang
disebabkan oleh jamur Kandida.3 Spesies candida adalah penyebab paling sering
dari infeksi jamur pada manusia.7 Jamur Kandida sebenarnya merupakan flora
normal mulut, namun berbagai faktor seperti adanya gangguan sistem imun
maupun penggunaan obat-obatan seperti obat antibiotik dan steroid dapat
menyebabkan flora normal tersebut menjadi patogen.3 Kandidiasis oral umumnya
disebabkan oleh Candida albicans, dapat juga disebabkan oleh candida oral
lainnya seperti Candida glabrata, Candida guillermondii, Candida krusei, Candida
parapsilosis, Candida tropicalis.8,9
Infeksi kandidiasis dikaitkan dengan lesi putih nonkeratotik dan lesi putih
keratotik di mulut.1 Semua permukaan mulut dapat terinfeksi, meskipun daerah
yang paling sering adalah palatum, lidah, dan mukosa pipi. Gejala-gejala infeksi
dapat meliputi ketidaknyamanan ringan, rasa terbakar, atau pengecapan yang
berubah.2 Manifestasi dari kandidiasis oral dapat terjadi secara akut dan kronis
sesuai dengan tingkat variable keparahannya dan faktor-faktor predisposisinya.4
Faktor predisposisi hingga kini belum ada pemahaman yang jelas tengang
mekanisme dalam kandidiasis mulut, dimana organisme ini berkolonisasi pada
daerah yang luas dari epitelium mulut dan tidak pada suatu daerah yang tersendiri
dari papilla lidah, akan tetapi berbagai macam faktor predisposisi telah ditetapkan
melalui observasi klinis.1
Tipe-tipe kandidiasis meliputi kandidiasis akut yaitu acute
pseudomembranous candidiasis (thrush) dan acute atrophic candidiasis (antibiotic
sore mouth) sedangkan kandidiasis kronis yaitu chronic atrophic candidiasis
(denture sore mouth, angular cheilitis, median rhomboid glossitis) dan chronic
hyperplastic candidiasis.1,2,3
1. Acute pseudomembranous candidiasis
Kandidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush.1,2,3,9 Acute
pseudomembranous kandidiasis adalah suatu infeksi opportunistic
yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Candida
albicans superfisial.2 Secara klinis, pseudomembranosus kandidiasis
terlihat sebagai plak mukosa yang putih atau kuning, difus, bergumpal,
dapat dihilangkan dan meninggalkan permukaan yang berwarna
merah, kasar dan terkadang berdarah.2,3 Kandidiasis ini terdiri atas sel
epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai pada
mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras, palatum lunak, lidah,
jaringan periodontal dan orofaring.1,2,3
2. Acute atrophic candidiasis
Acute atrophic candidiasis memperlihatkan sebuah kemerahan
yang difus, biasanya muncul pada mukosa yang kering.9 Biasanya
bercak kemerahan tersebut terdapat pada mukosa yang kasar, atrofik
dan sakit sekali, menetap untuk beberapa waktu lamanya disertai
tanda-tanda yang minimal dari lesi pseudomembranous(putih).1,3
3. Chronic atrophic candidiasis
Chronic atrophic candidiasis adalah bentuk paling umum dari
kandidiasis kronis.2 Chronic atrophic candidiasis meliputi denture sore
mouth dan angular cheilitis.1
Denture sore mouth merupakan suatu peradangan difus dari daerah
pendukung gigi tiruan rahang atas, dengan atau tanpa disertai tanda
pecah-pecah dan peradangan dari komisura mulut.1 Etiologi dari
denture sore mouth ini adalah organisme candida yang ada di bawah
dasar gigi tiruan.2 Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada
mukosa yang terinflamasi di bawah gigi tiruan rahang atas, denture
stomatitis ini dapat diklasifikasikan atas tiga tipe atau tiga tahap
yaitu:2,3
• Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang
terlokalisir.
• Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak
dengan gigi tiruan.
• Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang
biasanya tampak pada bagian tengah palatum keras.
Angular cheilitis adalah suatu keadaan sakit kronis yang mengenai
sudut-sudut bibir baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut yang
terinfeksi tampak merah dan sakit. Angular cheilitis dapat terjadi pada
penderita anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin B12, dan pada gigi
tiruan dengan vertikal dimensi oklusi yang tidak tepat.2,3
4. Chronic hyperplastic candidiasis
Chronic hyperplastic candidiasis sering disebut juga sebagai Kandida
leukoplakia yang terlihat seperti plak putih pada bagian komisura
mukosa bukal atau tepi lateral lidah yang tidak bisa hilang bila
dihapus. Kondisi ini dapat berkembang menjadi displasia berat atau
keganasan. Kandida leukoplakia ini dihubungkan dengan kebiasaan
merokok.3 Tetapi tidak seperti leukoplakia, kandidiasis ini dapat
disembuhkan dengan terapi rutin antifungal.9
Penatalaksanaan kandidiasis oral dapat dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan rongga mulut, pemberian obat-obatan antifungal, dan sebisa mungkin
menghilangkan faktor predisposisi penyebab kandidiasis oral.3,5
Umumnya pasien Diabetes mellitus lebih rentan terkena infeksi.6
Patogenesis kandidiasis oral pada pasien Diabetes mellitus merupakan infeksi
bakteri oportunistik yang terjadi dalam keadaan hiperglikemia dan merupakan
salah satu komplikasi yang paling sering muncul pada penderita Diabetes
mellitus terkontrol maupun tidak terkontrol. Kandidiasis dapat ditemukan pada
penderita Diabetes mellitus, hal ini dapat terjadi karena didukung berbagai faktor
yang ada pada penderita Diabetes mellitus seperti: terjadinya defisiensi imun,
berkurangnya aliran saliva, keadaan malnutrisi, dan pemakaian gigi tiruan
dengan oral hygiene yang buruk.5
Kandidiasis pada penderita Diabetes mellitus merupakan komplikasi yang
dapat memperparah keadaan, terutama pada Diabetes mellitus yang bersifat
kronis. Kandidiasis kronis yang tidak segera dirawat dapat berlanjut menjadi
candida leukoplakia yang bersifat pra ganas, kemudian mengakibatkan
karsinoma sel skuamosa. Selain itu, kandidiasis dapat menyebar menjadi infeksi
sistemik yang menyerang organ vital seperti ginjal, paru, otak, dan dinding
pembuluh darah melalui aliran getah bening yang berakibat fatal.6
VIII. DIAGNOSIS
Berdasarkan klinis terdapat plak putih kekuningan merata pada 2/3
posterior dorsum lidah, mengelupas saat dikerok, terasa sedikit perih dan
pemeriksaan Mikrobiologi berupa pemeriksaan swab lidah dengan hasil
mikroskopis yeast cell (+) dan Pseudohypha (+). Biakan yang terbentuk adalah
Enterobacter aggromelans, Staphylococcus aureus, Candida tropicalis.
Pemeriksaan glukosa 2 jam PP pasien di bagian Patologi Klinik hasilnya 279
mg/dL, dan pemeriksaan glukosa puasa pasien di bagian Patologi Klinik hasilnya
190 mg/dL. Diagnosa dari kasus ini adalah Kandidiasis Pseudomembran Akut.
IX. RENCANA PERAWATAN
FASE I (Etiotropik)
FASE II (Bedah)
FASE III (Restoratif)
FASE IV (Pemeliharaan)
X. PEMBAHASAN
Diagnosa ditegakan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan klinis pada pasien ini yaitu
terdapat plak berwarna putih kekuningan pada 2/3 posterior permukaan dorsum lidah,
dapat dihilangkan dengan dikerok dan meninggalkan dasar kemerahan dan sedikit
sakit setelah pengerokan. Pasien mempunyai riwayat Diabetes mellitus, kemudian
dilakukan pemeriksaan laboratorium klinik ternyata ditemukan kadar gula darah
pasien lebih besar dari normal ( tinggi ) sehingga disimpulkan pasien memiliki
penyakit sistemik Diabetes Mellitus.
Scalling Kontrol plak,
DHE anjuran untuk membersihkan lidah dengan sikat gigi yang lembut
Pemberian medikasi : kandistatin, 4 kali 1 ml sehari
Kontrol plak DHE : Instruksi menyikat lidah dengan
bulu sikat yang lembut. Kontrol Kandidiasis
Ekstraksi sisa akar 16 PSA gigi 17, 26, 37, 47
Restorasi onlay pada gigi 17, 26, 37, 47 Tumpatan resin komposit pada gigi 34, 45, 47
Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan
Diagnosa sementara untuk lesi ini adalah kandidiasis pseudomembran akut. Untuk
memastikan diagnosa dilakukan pemeriksaan Mikrobiologi berupa pemeriksaan Swab
lidah. Hasil pemeriksaan menunjukkan yeast cell (+) dan Pseudohypha (+). Biakan
yang terbentuk adalah Enterobacter aggromelans, Staphylococcus aureus, Candida
tropicalis.
Perawatan yang diberikan pada pasien ini awalnya adalah kontrol plak dengan
memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien. Kemudian pasien diberikan
medikasi antifungal. Terapi antifungal yang diberikan pada pasien ini adalah suspensi
kandistatin, 4 kali 1 tetes dalam sehari digunakan sampai 1 minggu setelah tanda
klinis infeksi kandida hilang. Tiap ml suspensi kandistatin mengandung nistatin
100.000 unit yang merupakan salah satu antifungal dari golongan polyene yang
umum digunakan dalam terapi kandidiasis. Antifungal ini memiliki efek fungisidal
dan fungistatik yang penggunaannya dilanjutkan samapai beberapa hari setelah
penyembuhan secara klinis. Pada kontrol pertama setelah pemberian medikasi,
terlihat lidah pasien mengalami sedikit perubahan, lapisan putih pada lidah pasien
sedikit berkurang, dan pada kontrol kedua lapisan putih tersebut berkurang daripada
saat kontrol pertama.
FOTO AWAL FOTO KONTROL 1 FOTO KONTROL 2
XI. KESIMPULAN
Kandidiasis dapat didiagnosa dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan klinis,
dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikrobiologi. Gambaran klinis
ditemukan tanda khasnya berupa lesi berwarna putih-kekuningan pada dorsal lidah
dari 2/3 posterior lidah, tidak beraturan, dapat dikerok dan meninggalkan dasar yang
berwarna kemerahan. Perawatan pada pasien ini dengan penginstruksian DHE dan
pemberian obat antifungal suspensi kandistatin 4x1 tetes dalam satu hari. Pada kasus
ini pasien kooperatif melakukan instruksi yang diberikan, sehingga terlihat pada saat
kontrol lesi berkurang dan tidak ada keluhan dari pasien.
XII. DAFTAR PUSTAKA
1. Greenberg, MS. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. Onterio
BC Decker
2. Langlais RP, Miller CS. 2012. Atlas Berwarna Kelainan Mulut yang Lazim.
Jakarta: Hipokrates.
3. Andriyani, S. 2011. Kandidiasis Oral pada Pasien Tberkulosis Paru Akibat
Pemakaian Obat Antibiotik dan Steroid. Medan: USU.
4. Riefka, Mikyal. 2004. Penatalaksanaan Kandidiasis Oral. Medan: USU.
5. Heriyanty. 2007. Patogenese Kandidiasis Oral pada Penderita Diabetes Mellitus.
Medan: USU.
6. Sihotang, Parlindungan. 2008. Kandidiasis Rongga Mulut pada Penderita
Diabetes Mellitus. Medan: USU.
7. Pappas, Peter. dkk. 2009. Clinical Practice Guidelines for The Management of
Candidiasis : 2009 Update by The Infectious Disease Society of America.
Birmingham: University of Alabama.
8. Suyoso, Sunarso. 2013. Kandidiasis Mukosa. Surabaya: Universitas Airlangga.
9. Singh, Dangi. Yuvraj. dkk. 2010. Oral Candidiasis : A Review. Bilaspur: Guru
Gashidas Central University.