Download - Laporan Fenomena Dasar
BAB I
PUNTIRAN (TWIST)
A. Latar belakang
Beberapa aplikasi teknik menggunakan poros sebagai transmisi daya dari mesin
penggerak ke mesin yang lain seperti pompa, kompresor, system kendaraan dan lain-lain.
Beban poros pada system ini adalah torsi. Bila sebuah poros mendapat beban torsi maka
poros tersebut akan terpuntir membentuk sudut puntir tertentu dan dipenampang poros akan
terentuk distribusi tegangan tertentu pula tergantung pada dimensi poros dan modulus geser
elastisnya.
B. Tujuan
Tujuan praktikum adalah:
1. Mencari besar hubungan sudut puntir suatu poros dengan beban torsi
2. Mencari besar modulus geser elastis bahan poros
3. Menggambarkan distribusi tegangan penampang poros
C. Dasar Teori
Gambar 1.a menunjukan sebuah poros yang dijepit mati dibagian kiri dan bebas dibagian
ujung kanan. Gambar1.b menunjukan deformasi bagian-bagian poros setelah bekerjanya
torsi T pada ujung poros kanan. Kita lihat garis AB dipuntir pada permukaan poros menjadi
garis helix AB’. Radius OB diputar membentuk sudut Ø menjadi posisi baru OB’. Elemen-
elemen poros yang ada dipermukaan poros yang berbentuk bujursangkar berubah menjadi
jajar genjang (rhombus).
Deformasi ini menunjukan bahwa elemn-elemen poros mengalami tegangan geser.
Panjang sisi-sisi elemen tersebut tidak berubah, tidak ada tegangan normal pada elemen baik
arah longitudinal ataupun transfersal, ini menujukan bahwa elemen poros hanya mengalami
tegangan geser (pure share).
Jika tegangan geser maksimim yang disebabkan oleh torsi pada poros masih ada pada
batas elastis maka tegangan geser dipenanmpang melintang poros tersbut liniear dari sumbu
poros ke permukaan luar poros. Gambar 2 menunjukan distribusi tegangan gerser sepanjang
radius penampang. Tegangan geser terbesar max terletak dikulit poros salah satunya di titk
C. tegangan geser pada elemen dengan luasan berlokasi di dari sumbu dirumuskan
secara semigrafis:
Gaya geser pada elemen ΔA adalah:
Torsi yang dihasilkan oleh gaya geser ΔF terhadap sumbu poros:
torsi total yang dihasilkan gaya geser pada semua elemen pada penampang poros:
Sehingga
Dimana:
Didefinisikan sebagai momen inersia polar penampang melintang poros, untuk penampang
lngkaran J=π d4/32 dengan
D = diameter lingkaran
τma x = tegangan geser maksimum pada permukaan luar poros
T = torsi yang bekerja pada poros
C = jarak dari sumbu poros kearah keluar permukaan poros (radius poros)
Ketika poros diberi beban torsi, dua ujung poros berputar membentuk sudut tertentu
relative terhadap yang lain. Displacement sudut relative antara dua ujung pada poros disebut
sudut puntir.
Gambar diatas menunjukan sebuah poros panjang L yang dijepit mati disebelah kiri dan
disebelah kanan bekerja torsi T. garis longitudinal AB pada permukaan pors dipuntir
menggunakan torsi T menjadi garis AB’. Radius OB berputar sejauh Ø menjadi OB’. Sudut
Ø disebut sudut puntir dari poros sepanjang L.
Ambil panjang poros terpendek ΔL seperti gambar dibawah ini:
Garis longitudinal PQ menjadi PQ’ setelah dipuntir menggunakan torsi T. pada saat yang
sama radius OQ berputar dengan sudut yang kecil ΔØ (dalam radian) ke posisi OQ’. Sudut
QPQ’ dalam radian menunjukan distorsi sudut antara dua garis setelah dipuntir, sudut ini
didefinisikan sebagai shear strain γ (pertambahan sudut geser). Pada keadan elastic γmax
adalah sangat kecil, kita dapatkan:
………………………………(c)
Dimana C adalah jari-jari penampang melintang poros.
Hubungan distorsi elastic poros dalam hal ini pertambahan sudut geser (γmax) dan tegangan
geser maksimum pada daerah elastis sesuai hokum hooke:
Dimana: τmax = tegangan geser maksimum di permukaan poros
G = modulus geser material poros
Sedangkan:
(persamaan b)
Dimana J = momen inersia polar penampang melintang poros
Sehingga:
……………………………………………………(d)
Substitusikan persamaan (d) ke persamaan (c) di dapat:
Yang di sebut sebagai sudut puntir poros sepanjang ΔL.
Sudut total puntir poros yang dikenal torsi T sepanjang garis L adalah:
Sedangkan
Maka:
Dimana: Ø = sudut puntir poros dalam radian
T = torsi yang bekerja pada poros
G = modulus geser material poros
J = momen inersia sudut penampang melintang poros
Untuk penampang lingkaran J=πd4/32, dengan d=diameter lingkaran.
D. Alat dan Bahan
Alat:
1. Twist dan Beam Apparatus.
2. Dial indikator.
3. Jangka sorong.
4. Lempengan beban dengan massa 0,5 kg dan 1 kg.
Bahan:
1. Spesimen uji puntir yaitu batang baja karbon rendah ST 37
.
E. Langkah Kerja
1. Memisahkan kedua chuck pemegang pada relnya sejauh panjang spesimen puntir.
2. Mengkendorkan chuck pemegang dan memasukkan ujung-ujung spesimen ke masing-
masing chuck, kemudian mengencangkan chuck untuk menjepit specimen dan
memastikan tuas beban torsi dalam keadaan horizontal.
3. Mengukur diameter spesimen puntir (d). Mengukur panjang spesimen (L) dari ujung
dalam chuck sebelah kiri sampai ujung dalam chuck sebelah kanan.
4. Menggeser dudukan chuck mikrometer dibelakang chuck sebelah kanan, meletakkan
ujung mikrometer gauge tepat menempel diatas pena pengukuran pada chuck sebelah
kanan dan kemudian menyetting mikrometer pada posisi angka nol. Memastikan
mikrometer sudah kencang.
5. Memasang beban tertentu W pada tuas beban. Melihat berapa kenaikan pena pengukuran
(t) pada mikrometer.
6. Menurunkan beban dari tuas beban dan melihat apakah jarum mikrometer kembali ke
posisi nol. Kalau tidak kembali ke posisi nol, ada beberapa kemungkinan yaitu:
a. Dudukan mikrometer bergeser sewaktu beban diberikan, dudukan mikrometer harus
dikencangkan kembali.
b. Pencengkraman chuck kurang sehingga spesimen puntir selip terhadap chuck. Chuck
harus dikencangkan lagi.
c. Beban yang diberikan terlalu besar sehingga spesimen memasuki daerah plastis, maka
spesimen harus diganti dan memberikan beban yang lebih ringan.
7. Mengulangi urutan kerja no. 5 dan no. 6 sehingga diperoleh lima nilai t pda daerah elastis
dengan memvariasikan beban W dan panjang lengan l.
8. Ukurlah lengan pena pengukuran (r) dari sumbu chuck ke pena pengukuran tempat ujung
mikrometer gauge menempel. Sudut puntir dapat dicari dengan rumus puntir sebagai
berikut: Ø = arc tg (t/r)
F. Analisa Data
1. Hasil pengukuran
d = 8,00 mm; C = d/2 = 4.00 mm; J = πd4/32 = 401.92 mm4
l = 148, 249 mm
L = 49,00 mm
r = 36,00 mm
g = 9,82 m/dt2
Data hasil pengukuran uji puntir pada lengan kedua =148 mm.
NoM
(Kg) t (mm)1 1 1.122 1.5 1.33 2 2.184 2.5 3.25 3 5.09
Data hasil pengukuran uji puntir pada lengan kedua = 248 mm.
No m (kg)t
(mm)
1 1 2.652 1.5 3.643 2 4.84 2.5 6.355 3 7.4
BAB II
DEFLEKSI PADA BATANG
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak dikenal dengan kekuatan gaya yang bekerja pada
suatu material, secara umumnya jika suatu material diberikan gaya berupa tekanan dari
segala arah maka akan menyebabkan perubahn bentuk dari material tersebut. Eprubahan
yang terjadi salah satunya adalah perubahan bentuk permukaan atau sering disebut lendutan
(defleksi).
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah:
a. Mencari hubungan defleksi sebuah batang dengan beban melengkung
b. Memperoleh modulus elastisitas
c. Menggambarkan distribusi tegangan penampang batang
C. Landasan Teori
Batang horizontal (beam) yang diberi gaya vertikal kebawah akan melengkung cembung
kebawah. Bagian batang yang melengkung cembung kebawah disebabkan oleh momen
lengkung positif seperti pada gambar berikut:
Dua garis ab dan cd tegak lurus garis sumbu batang pada gambar. Titik potong O dari
garis ab dan cd adalah titik pusat kurva dan jarak dari titik O ke titik-titik sumbu batang
adalah jari-jari kurva ρ. Panjang busur mn sepanjang sumbu batang tidak berubah walaupun
busur bd merenggang dan busur ac memendek. Sudut Δθ dalam radian, panjang busur mn
adalah ρ . Δθ. Regangan εmax busur bd adalah:
untuk lengkung elastic, tegangan σmax sebanding dengan tegangan menurut hokum
hooke:
; dengan E modulus elastisitas
Rumus tegangan pada lengkungan σmax = M.C/I dengan M: momen yang bekerja, I:
momen inersia, maka kita dapatkan:
E.C/ρ = M.C/I
ρ = EI/M…………………………………………………………(1)
salah satu metode untuk menghitung defleksi sebuah batang adalah metode momen
area. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa:
1. Keadaan batang homogen dan mentaati hokum hooke, modulus elastisitas sama
pada perlakuan tarik dan tekan, bending dalam keadaan elastis.
2. Batang mempunyai garis semitri vertikal sejajr dengan batang luar yang bekerja.
3. Defleksi sangat kecil yang disebabkan hanya oleh momen lengkung, defleksi
karena geseran tidak ada.
Metode luasan momen merupakan metode semigrafik untuk mendapatkan slope dan
defleksi batang. Gambar 2.a dibawah adalah gambar sebuah batang sederhana yang diberi
gaya lengkung. Diagram momen dan kurva defleksi batang terlihat pada gambar 2.b dan 2.c.
Dua titik p dan q pada kurv defleksi adalah jarak kecil ΔX. Jari-jari kurva pada
defleksi pada titik ini adalah ρ. Sudut kecil Δθ dala radian antara jari-jari Op dan Oq sama
dengan:
Subtitisikan persamaan (1) kepersamaan daitas:
Dimana ΔA = M . ΔX adalah luas diagram momen antara titik p dan q. garis singgung
kurva defleksi di titik p dan q juga membuat sudut Δθ.
Penambahan devisiasi tangensial Δt sepanjang ΔX adalah ditunjukan gambar 2.c. bila Δt
sama dengan penambahan sudut Δθ dikali jarak elemen horizontal elemen ketitik B (XB).
Devisiasi tangensial total tAB adalah jarak vertikal antara titik B ke garis singgung kurva
defleksi dititk A.
Substitusikan Δθ = ΔA/(EI)
∑(XB . ΔAAB) adalah sama dengan AAB.X(rata-rata) dimana AAB adalah luasan diagram
momen dari titik A ke B dan X rata-rata adalah jarak horizontal pusat luasan ketitik B.
meskipun θAB = θBA dan AAB = ABA akan tetapi devisiasi tangensial tAB tidak sama dengan tBA
seperti ditunjukan pada gambar 3. TAB diukur dari titik A pada kurva defleksi secara vertical
ke garis singgung kurva defleksi titik B.
G. Analisa Data
1. Hasil pengukuran
b = 24.40 mm
h = 3.20 mm
L = 645.00 mm
I = bh3/12 = 66.62 mm
No m (Kg) P=m.g (N) δc (mm)
1 0.5 4.91 2.47
2 1 9.82 4.02
3 1.5 14.73 6.38
4 2 19.64 8.13
5 2.5 24.55 -
g=9.82 m/s2