LAPORAN AKHIR
Pemetaan Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Menggunakan alat Penilaian Penghidupan Masyarakat dan Pemindaian Produk
Community Livelihood Appraisal and Product Scanning (CLAPS)
Di Kabupaten Berau
Oleh:
KATA PENGANTAR
Laporan ini disusun sebagai output kegiatan “Teridentifikasinya potensi dan produk HHBK unggulan pada skala Sentra HHBK” dalam Program Membangun Usaha Masyarakat dan Perluasan Jaringan Pasar Berbasis Pemanfaatan Berkelanjutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
Kegiatan identifikasi menggunakan pendekatan analisis data kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan alat bantu pendekatan Community Livelihood Aprraisal and Product Scanning (CLAPS) dengan tujuan mengidentifikasi HHBK potensial yang dapat dikembangkan menjadi usaha berkelanjutan termasuk identifikasi jenis/produk unggulan/skala komersial dari HHBK yang akan digunakan untuk pemilihan bentuk usaha kemasyarakatan. Hasil identifikasi untuk menyajikan data dasar yang terkait dengan nilai ekonomi dan pemetaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sebagai referensi bagi upaya peningkatan sumber penghidupan masyarakat di 25 kampung, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Jakarta, Desember 2017 Tim Penyusun
RINGKASAN Periode awal proyek di bulan Maret – Agustus 2017, Konsorsium melakukan penilaian sumber penghidupan masyarakat berbasis pemanfaatan HHBK di 25 kampung (7 Kecamatan) sasaran, serta 2 kampung ikutan diluar sasaran proyek di Kabupaten Berau. Dalam proses penggalian potensi HHBK, Konsorsium menggunakan pendekatan Community Livelihood Appraisals and Product Scanning (CLAPS), bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman sumberdaya HHBK, mengidentifikasi HHBK potensial yang dapat dikembangkan menjadi usaha berkelanjutan serta menilai kesiapan masyarakat dalam membangun usaha berbasis HHBK. Tahapan perolehan data potensi HHBK dibagi menjadi 2 kegiatan utama yaitu kegiatan Pelatihan CLAPS (loka latih) yang bertujuan memperkenalkan dan praktek penggunaan alat pemetaan CLAPS guna mendapatkan data awal peta potensi dan sebaran HHBK disetiap kampungnya, hasil lokalatih ditindaklanjuti dengan kegiatan Validasi Data (FGD dan wawancara) dimasing-masing kampung guna mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat. Kegiatan ini dilakukan secara partisipatif dengan keterlibatan aktif masyarakat khususnya generasi muda dan perempuan, secara kuantitatif jumlah peserta yang mengikuti kegiatan pelatihan CLAPS di 27 kampung berjumlah 252 orang dengan jumlah peserta 186 laki-laki dan 66 perempuan serta kegiatan validasi sejumlah 179 orang dengan rincian peserta 121 laki-laki dan 58 perempuan. Dalam proses perolehan data pendukung, Konsorsium juga melibatkan stakeholder kunci yaitu pemerintah kabupaten, kecamatan dan kampung, KPHP Berau Barat, serta NGO yang bekerja dikampung sasaran. Data identifikasi jenis HHBK yang diperoleh dari pelatihan dan validasi yang telah dilakukan di 25 kampung sasaran didapatkan sebanyak 195 jenis HHBK dengan komposisi 168 (86%) tumbuhan dan 27 (14%) hewan. Masing-masing HHBK dikelompokkan berdasarkan tipe pemanfaatannya, didapatkan 11 tipe cluster HHBK berdasarkan pemanfaatannya, dan cluster makanan, cluster obat-obatan dan cluster kerajianan menjadi kelompok HHBK terbanyak dan tersebar di 25 kampung sasaran. Serangkaian penilaian/seleksi dilakukan untuk memperoleh jenis HHBK unggulan untuk dikembangakan ke dalam skala usaha kabupaten. Proses penilaian dilakukan sengan skoring bersama masyarakat dengan menggunakan 4 kriteria penilaian diantaranya 1). Pemanfaatan dan pengelolaan HHBK, 2). Potensi pengelolaan berkelanjutan, 3). Pemindaian dan seleksi produk serta 4). SLA. Hasil seleksi CLAPS diperoleh rekomendasi 6 jenis HHBK potensial yaitu rotan, aren, ikan bulan-bulan, udang papai, bamboo dan pandan. Dalam sekoring, tidak selalu nilai tertinggi menjadi pilihan, jika masyarakat menilai HHBK tertentu memiliki potensi ekonomis untuk dikembangkan untuk menjadi usaha, maka dapat dipilih, selama HHBK tersebut tersedia dalam jumlah cukup dan tidak sulit untuk ber-regenerasi, dan masyarakat dapat dengan mudah melakukan pemanenan serta tidak menimbulkan dampak negative bagi kelestarian kawasan hutan
Dari 6 rekomendasi HHBK, Konsorsium melakukan penilaian kembali untuk memilih 3 jenis HHBK unggulan yang nantinya didorong menjadi produk unggulan kabupaten berau. Dengan pertimbangan penilaian dan data pendukung lainnya maka diperoleh 3 HHBK yang nantinya akan dikembangkan yaitu madu hutan, rotan dan ikan bulan-bulan.
SINGKATAN/AKRONIM
CLAPS : Community Livelihood Appraisal and Product Scanning
HHBK : Hasil Hutan Bukan Kayu
RPJMK : Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Kampung
NTFP EP : Non Timber Forests Product Exchange Programme
TFCA : Tropical Forest Conservation Action
LPPSLH : Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan
Lingkungan Hidup
PKHB : Program Karbon Hutan Berau
VCD : Value Chain Development
NGO : Non Government Organitation
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
SDA : Sumber Daya Alam
SDM : Sumber Daya Manusia
IUCN : International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources
HPH : Hak Pengusahaan Hutan
HTI : Hutan Tanaman Industri
KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat
LPHD : Lembaga Pengelola Hutan Desa
TNC : The Nature Conservacy
GIZ : Duetsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit
OWT : Operation Wallacea Trust
JAVLEG : Java Learning Center
BIOMA : Yayasan Biosfer Manusia
PEKA : Yayasan Peduli Konservasi Alam
BUMK : Badan Usaha Milik Kampung
vi | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii
RINGKASAN ........................................................................................................................ iv
SINGKATAN/AKRONIM ........................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... viii
1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Pemetaan CLAPS .................................................................................. 2
1.3. Metode Pemetaan CLAPS ................................................................................. 2
2 HASIL PEMETAAN CLAPS ............................................................................................ 6
2.2. Kampung Pemetaan Potensi HHBK di Kabupaten Berau .................................. 8
2.3. Sumber Penghidupan Masyarakat di 25 Kampung ............................................ 9
2.3.1. Aset Penghidupan Masyarakat ............................................................... 9
2.3.2. Kerentanan di 25 Kampung .................................................................. 10
2.3.3. Lembaga-Lembaga di 25 Kampung ..................................................... 11
2.4. Pengalaman Usaha di Tingkat Kampung (25 Kampung) .................................. 12
2.5. Penentuan Jenis HHBK Protensial................................................................... 13
2.5.1. Tahap 1 - Identifikasi Keanekaragaman Jenis HHBK ........................... 13
2.5.2. Tahap 2 - Seleksi Jenis HHBK Potensial .............................................. 14
2.6. Penilaian Aspek Pengelolaan Lestari (Keberlanjutan) di 14 Jenis HHBK Potensial ........................................................................................................................ 17
2.6.1. Identifikasi Aspek Pengelolaan Lestari - Menggunakan Alat Penilaian Keberlanjutan di 14 HHBK Potensial .................................................... 17
2.6.2. Identifikasi program – program yang fokus dalam isu perlindungan kawasan hutan dan pengembangan produk ......................................... 18
2.7. Pemilihan Produk HHBK Unggulan .................................................................. 20
2.7.1. Tahap 1: Identifikasi Produk HHBK Unggulan ...................................... 20
2.7.2. Tahap 2: Pemilihan Produk HHBK Unggulan ....................................... 22
2.8. Penilaian Aspek Ekonomi dan Konservasi di 3 Produk HHBK Unggulan ......... 23
2.8.1. Madu Hutan.......................................................................................... 23
2.8.2. Rotan Segah/Ronti ............................................................................... 27
2.8.3. Ikan Bulan - Bulan ................................................................................ 29
2.9. Analisis Kebijakan Pengembangan Produk HHBK Kabupaten Berau .............. 31
3 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................................... 38
3.1. Kesimpulan dan Rekomendasi ........................................................................ 38
3.2. Capaian Penting Pemetaan Potensi Sumberdaya HHBK (Fase 1 Proyek) ....... 40
3.3. Hambatan dan Tantangan Pemetaan Potensi Symberdaya HHBK .................. 40
3.4. Daftar Pustaka ................................................................................................. 41
vii | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas kawasan hutan Kabupaten Berau (2013) 7
Tabel 2. Daftar kampung sasaran pemetaan potensi HHBK di Kab. Berau 8
Tabel 3. Data kerentanan yang ada di 25 Kampung 10
Tabel 4. Daftar HHBK potensial yang sudah dimanfaatkan secara komersil di 25 kampung
15
Tabel 5. Rekomendasi jenis HHBK potensial berdasarkan penilaian CLAPS 16
Tabel 6. Jenis HHBK yang ditemui di wilayah kerja NGO, Kabupaten Berau 19
Tabel 7 Kriteria seleksi pemilihan produk HHBK unggulan 20
Tabel 9 Statistik Perdagangan Luar Negeri, ekspor Impor madu Indonesia 25
Tabel 10 Nilai ekspor produk rotan indonesia 27
Tabel 11 Hirarki kebijakan yang terkait dengan pengelolaan HHBK 32
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses penilaian potensi HHBK saat Pelatihan CLAPS di Kampung Batu-Batu, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau
3
Gambar 2. Kegiatan wawancara dalam rangka validasi data CLAPS di Kampung Long Pelay, Kecamatan Kelay
5
Gambar 3. Peta model kampung replikan SIGAP REDD+, KPH dan status kawasan
6
Gambar 4. Pengalaman pengelolaan usaha oleh kelompok di 25 kampung 12
Gambar 5. Pengalaman pengelolaan program oleh kelompok di 25 kampung 12
Gambar 6. Cluster HHBK berdasarkan manfaat dan Sebaran jenis HHBK di 25 Kampung (sebelum diseleksi)
13
Gambar 7. Cluster HHBK potensial berdasarkan jumlah jenis dan sebaran di 25 Kampung (sesudah diseleksi)
14
Gambar 8. Tingkat pengelolaan lestari 14 jenis HHBK potensial 18
Gambar 9 Analisa dan penilaian produk HHBK unggulan, difasilitasi oleh Jusufta Tarigan selaku Penanggung Jawab Pemanfaatan HHBK (Yogyakarta, 8 Juli 2017)
22
Gambar 10 Proses pemanenan madu hutan 23
Gambar 11 Lokasi dan produk rotan Kampung Teluk Sumbang, Kalimantan Timur 27
Gambar 12 Lokasi dan Ikan Bulan-Bulan di 2 kampung di Kalimantan Timur 29
Gambar 13 Peta sebaran Produk HHBK Unggulan di 25 kampung sasaran 30
viii | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar ASET Masyarakat di 25 Kampung 42
Lampiran 2. Daftar Kerentanan di 25 Kampung 44
Lampiran 3. Daftar Lembaga di 25 Kampung 45
Lampiran 4. Pengalaman usaha di 25 Kampung 47
Lampiran 5. Daftar total HHBK di 25 Kampung 48
Lampiran 6. Jumlah HHBK berdasarkan manfaat di 25 Kampung 53
Lampiran 7a. Kriteria seleksi pemilihan produk HHBK potensial 53
Lampiran 7b. Hasil Penilaian menggunakan 5 Kriteria untuk setiap Kampung 54
Lampiran 8. Sebaran HHBK total berdasarkan manfaat di 25 Kampung 72
Lampiran 9. Daftar Jenis HHBK potensial di 25 Kampung (setelah diseleksi) 74
Lampiran 10. Jumlah jenis HHBK potensial berdasarkan cluster manfaat di 25 Kampung
76
Lampiran 11. Sebaran 70 Jenis HHBK potensial berdasarkan manfaat di 25 Kampung
77
Lampiran 12. Daftar praktek pemanfaatan dan pengelolaan HHBK potensial 79
Lampiran 13. Sebaran HHBK potensial dengan pemanfaatan komersil, subsisten dan ritual
84
Lampiran 14. Praktek Pengelolaan Lestari HHBK potensial berdasarkan manfaat komersil
86
Lampiran 15. Daftar produk HHBK potensial berdasarkan 3 manfaat 87
Lampiran 16. Hasil penilaian produk HHBK unggulan menggunakan kriteria seleksi produk
88
1 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
1.1. Latar Belakang
Pemanfaatan hutan Kabupaten Berau selama ini masih berorientasi pada hasil perkebunan, pertambangan serta hutan kayu baik dari hutan alam maupun dari hutan tanaman, padahal disisi lain masih terdapat potensi kawasan hutan yang bernilai ekonomis yang perlu digali dan dioptimalkan pengelolaan, pemanfaatan, maupun pemungutannya, seperti aneka usaha kehutanan dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang kurang tersentuh, meskipun potensinya sangat besar. Sejalan dengan pembangunan kehutanan diharapkan tidak lagi hanya berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi sudah selayaknya menggali potensi HHBK, sehingga perlu kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan HHBK sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, dimana pada pasal 26 mengatur tentang pemungutan HHBK pada hutan lindung, dan pasal 23 dan 26 mengatur pemanfataan HHBK pada hutan produksi. Selaras dengan hal di atas, konsorsium 3 lembaga: Yayasan Penabulu berkonsorsium dengan Yayasan Pengembangan Sumberdaya Hutan Indonesia (NTFP-EP Indonesia), Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) melalui program TFCA melaksanakan program “Membangun Usaha Masyarakat dan Perluasan Jaringan Pasar Berbasis Pemanfaatan Berkelanjutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur” yang dilaksanakan di 25 kampung yang sudah memiliki komitmen pengelolaan sumber daya alam lestari yang terintegrasi dalam perencanaan kampung jangka menengah, seperti kampung yang telah menggunakan pendekatan SIGAP REDD+ dalam pembangunan kampung. Program konsorsium 3 lembaga ini bertujuan untuk pemanfaatan sumber daya hutan melalui pengelolaan usaha masyarakat berbasis HHBK secara lestari bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Melihat belum terkelolanya sumberdaya alam lokal terutama di hasil hutan bukan kayu (HHBK), maka program ini akan mengajak partisipasi masyarakat disekitar kawasan hutan untuk berupaya menemukan, membangun dan mengembangkan usaha berbasis HHBK yang kaitannya degan ekonomi, nilai budaya dan nilai kelestarian hutan. Periode awal Maret – Agustus 2017, Proyek telah melakukan identifikasi berbagai sumber pendapatan alternatif untuk masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan berbasis pemanfatan HHBK, selain itu juga menilai kesiapan masyarakat pengelola usaha berbasis HHBK. Studi ini dilakukan dalam bentuk lokalatih dengan pendekatan Community Livelihood Appraisal and Product Scanning (CLAPS), dimana penilaian dilakukan bersama dengan stakeholder kunci yaitu masyarakat dan kelompok adat yang ada diwilayah hutan, Pemerintah Kampung, Kecamatan dan Kabupaten serta instansi terkait yaitu KPHP Berau Barat dan NGO pendamping. dan dilanjutkan dengan kajian Value Chain Development (VCD) di masing-masing jenis HHBK unggulan. Analisa CLAPS dan VCD juga bertujuan untuk melakukan identifikasi cepat sumberdaya hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan yang akan dijadikan sebagai dasar dalam membangun skema bisnis bersama dengan para pemangku kunci di tingkat kampung dan kabupaten.
2 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
1.2. Tujuan Pemetaan CLAPS
Tujuan dari pemetaan (penilaian) potensi HHBK di 25 kampung dengan pendekatan Community Livelihood Appraisals and Product Scanning (CLAPS) yaitu:
Mengidentifikasi potensi sumberdaya hutan dan layanan yang ada di masyarakat dan menjadi mata pencaharian, khususnya hasil hutan bukan kayu (HHBK) di wilayah hutan Kabupaten Berau. Mengidentifikasi jenis HHBK potensial dan memberikan rekomendasi HHBK yang berpeluang untuk pemilihan/pengembangan produk.
Menilai situasi sumberdaya alam saat ini dan kegiatan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hutan, khususnya bergantung pada potensi sumberdaya alam HHBK yang berkelanjutan dan menilai kesiapan masyarakat pengelola usaha berbasis HHBK.
1.3. Metode Pemetaan CLAPS
Konsep dan Pendekatan dalam melakukan penilaian sumberdaya hasil hutan bukan kayu (HHBK) kami menggunakan alat yaitu Community Livelihood Appraisal and Product Scanning (CLAPS). CLAPS merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui/mengidentifikasi sumberdaya HHBK yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi usaha berkelanjutan. Selain itu juga mengidentifikasi persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun usaha yang berbasis HHBK, serta menilai sejauh apa kesiapan masyarakat yang akan membangun usaha berbasis HHBK tersebut. Alat ini merupakan adaptasi dari Kerangka Penilaian Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihoods Assessment / SLA)1. Serta Membangun Wirausaha Hasil Hutan Bukan Kayu Berbasis Masyarakat2. Alat CLAPS ini terbagi dalam 4 (empat) kriteria yaitu:
1. Sumber Penghidupan Masyarakat: Sumber penghidupan masyarakat dititik beratkan pada melihat kondisi ASET yang dimiliki oleh masyarakat (kampung) terkait dengan alam, fisik, sosial, keuangan dan manusia. Dari analisa aset ini dapat diketahui potensi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dimiliki oleh masyarakat (kampung). Selain itu juga mengidentifikasi potensi KERENTANAN yang dimiliki oleh kampung baik itu gangguan dan musim yang sering terjadi dan tren/pola yang telah terjadi yang berpengaruh terhadap aset yang di miliki oleh masyarakat (kampung). Bagian lain juga yang menjadi perhatian pada bagian ini adalah PROSES yang terjadi dimasyarakat, maksudnya adalah bagaimana interaksi yang terjadi di masyarakat, interaksi lembaga-lembaga yang ada di masyarakat baik itu lembaga pemerintahan, perusahan/swasta, NGO, perbankan dan lainnya yang berpengaruh terhadap potensi aset dan kerentanan masyarakat (kampung). Aset, kerentanan dan proses yang terjadi di masyarakat (kampung) menjadi pertimbangan dalam pemilihan produk yang akan dikembangkan dan usaha yang akan dibangun.
2. Pengalaman Usaha: Menilai seberapa siap masyarakat untuk menjalankan usaha. Pengalaman usaha ini dapat dilihat dari pengalaman masyarakat dalam mengelola usaha sebelumnya (jika sudah ada) atau dalam mengelola program di kampung. Dari pengalaman masa lalu ini dapat dilihat kekompakan masyarakat, pembagian peran dan kapasitas masyarakatnya.
1 DFID,2000 - Sustainable Livelihoods Assessment / SLA 2 D. Aquiza, 2008 - Membangun Wirausaha Hasil Hutan Bukan Kayu Berbasis Masyarakat
3 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
3. HHBK Potensial: Pemilihan HHBK Potensial dilakukan dalam beberapa tahapan penilaian. Pertama Identifikasi HHBK sebanyak 15 – 20 jenis HHBK (berdasarkan HHBK sering dijumpai/ ketersediaanya melimpah/ sering dimanfaatkan baik pemanfaatan pribadi, adat atau usaha ataupun HHBK endemik kampung dan memiliki nilai manfaat). Dilanjutkan dengan Seleksi 1: menggunakan alat pemindaian dan penilaian sumberdaya HHBK potensial dengan 5 indikator skoring (Keberlimpahan & distribusi, kemudahan panen, jarak, kemudahan regenerasi, dan hubungan dengan kelestarian hutan). Jenis HHBK potensial yang terpilih adalah HHBK dengan nilai tertinggi, 3 – 5 jenis HHBK potensial yang dipilih, tergantung kesepakatan masyarakat. HHBK potensial tidak selalu harus memiliki nilai tertinggi, jika ada HHBK menurut masyarakat mempunyai potensi untuk dikelola dan tidak termasuk dalam 3-5 HHBK potensial terpilih, dapat dimasukkan dengan catatan HHBK tersebut mudah untuk dibudidayakan, mudah untuk ber-regenerasi, teknologi untuk panen dapat diakses (jika perlu teknologi). Setelah didapatkan jenis HHBK potensial terpilih, kemudian dilanjutkan dengan Seleksi 2: Menggunakan Alat Penilaian Pemanfaatan dan Pengelolaan HHBK Lestari dan terakhir melakukan penilaian keberlanjutan.
4. Penilaian Produk Unggulan: Dalam penilaian produk HHBK unggulan terbagi dalam
2 bagian yaitu: 1) Pemindaian produk, Pemindaian produk menilai produk-produk yang dihasilkan dari HHBK potensial dari sisi alat – bahan-teknologi yang digunakan (mudah atau sulit untuk diadakan atau diterapkan), jumlah produsen dan jumlah produksi saat ini serta sarana prasarana yang tersedia di tingkat kampung dan dampak-dampak terhadap konservasi. 2). Seleksi produk, seleksi produk-produk turunan HHBK potensial dinilai kembali terkait dengan: teknologi, pasar/pemasaran dan keuntungan, sumberdaya alam dan legalitas serta kelayakan masyarakat.
Metode Identifikasi Potensi HHBK: Dalam implementasi metode CLAPS ini dilapangan, menggunakan 2 bentuk kegiatan yaitu Pelatihan (lokalatih) dan Validasi (FGD dan wawancara), serta mengumpulkan data sekunder untuk mendukung kelengkapan data primer yang diperoleh. Berikut proses kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan data CLAPS:
Langkah 1: Pelatihan Pemetaan CLAPS (Lokalatih)
Gambar 1. Proses penilaian potensi HHBK saat Pelatihan CLAPS di Kampung Batu-Batu, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau
4 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Pelatihan CLAPS dilaksanakan di tingkat Kecamatan diikuti oleh beberapa kampung yang masuk dalam sasaran program TFCA. Pelatihan CLAPS berbentuk Loka Latih, dimana pelatihan lebih difokuskan pada pengumpulan data awal potensi HHBK di tiap kampungnya. Peserta dikenalkan dan dilatih penggunaan alat CLAPS, cara melakukan pengumpulan data dan praktek pengumpulan data. Metode yang dilakukan dalam pelatihan ini adalah pemaparan dan penjelasan melalui presentasi dan diskusi kelompok (pengumpulan data).
Pelatihan diikuti oleh perwakilan dari masing-masing kampung sebanyak 3-5 orang dengan kriteria mengetahui/memahami informasi berikut (tidak wajib mengetahui semua informasi):
1. Kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik kampung,
2. Sumberdaya alam yang dimiliki kampung terutama Hasil Hutan Bukan Kayu dan potensi wisata (sebaran/lokasi dimana, kelimpahan, pemanfaatannya dan lain-lain),
3. Informasi dasar kampung (mata pencaharian penduduk, kalender musim, sejarah desa, sejarah bencana, faslitas kampung dan lain – lain)
Peserta juga mempertimbangkan keterwakilan dari kelompok perempuan dan kelompok muda serta stakeholder kunci (pelaku usaha, pemerintah kecamatan, kampung, adat dan NGO pendamping). Secara kuantitatif jumlah peserta yang mengikuti kegiatan pelatihan CLAPS di 25 kampung berjumlah 252 orang dengan jumlah peserta 186 laki-laki dan 66 perempuan. Tujuan pelatihan CLAPS (Loka Latih) yaitu peserta dikenalkan dan dilatih penggunaan alat CLAPS untuk mengidentifikasi potensi HHBK yang ada di kampung mereka. Berikut merupakan alat identifikasi CLAPS yang diperkenalkan dan digunakan dalam proses loka latih guna memperoleh informasi dan data potensi berbasis HHBK, diantaranya:
Aset komunitas (SDA, SDM, keuangan, fisik dan sosial).
Mengumpulkan informasi mengenai faktor kerentanan (informasi gangguan, musiman dan pola / tren).
Mengumpulkan informasi mengenai lembaga (pemerintah atau bukan pemerintah).
Mengumpulkan informasi mengenai mata pencaharian masyarakat dan kalender musim.
Membuat daftar Jenis HHBK/sumber daya HHBK (setiap kampung maksimal 20 jenis HHBK)
Melakukan penilaian menggunakan metode scoring (diperoleh 3-5 jenis HHBK potensial per masing-masing kampung)
Melakukan penilaian praktek pemanfaatan dan pengelolaan HHBK potensial (informasi mengenai praktek pemanfaatan dan praktek pengelolaan HHBK potensial yang sudah dilakukan)
Mengumpulkan informasi mengenai produk HHBK potensial (input, kapasitas, pasar dan infrastruktur).
Mengumpulkan informasi mengenai praktek usaha yang pernah dilakukan di
Kampung.
Selain data primer yang diperoleh melalui pelatihan CLAPS, juga mengumpulkan data sekunder diantaranya Profil Kampung, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMK) serta data sekunder dari mitra LSM yang melakukan pendampingan di kampung tersebut.
5 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Langkah 2: Validasi Data CLAPS
Gambar 2. Kegiatan wawancara dalam rangka validasi data CLAPS di Kampung Long Pelay, Kecamatan Kelay
Validasi data dilakukan setelah rangkaian pelatihan dan pengumpulan data telah selesai dilaksanakan. Kegiatan dilakukan dengan diskusi kelompok yang diikuti minimal 10 – 15 orang setiap kampungnya. Kegiatan FGD bertujuan untuk memastikan data yang dikumpulkan dari hasil loka latih akurat dan valid dengan melakukan cross check ke narasumber/masyarakat dengan pelibatan banyak masyarakat. Serta melakukan wawancara mendalam kepada stakeholder kunci kepada ketua adat, pelaku usaha, ataupun kelompok/masyarakat pencari HHBK. Selain validasi data, juga melakukan validasi lapangan dengan mengunjungi langsung letak HHBK berada/tumbuh, untuk mengetahui bentuk dan kelimpahan HHBK. Secara kuantitatif jumlah peserta yang mengikuti kegiatan validasi sejumlah 179 orang dengan rincian peserta 121 laki-laki dan 58 perempuan.
Langkah 3: Analisa Data CLAPS
Data primer dan skunder yang diperoleh dari lokalatih dan validasi data, dianalisis untuk mendapatkan gambaran umum terkait potensi dan pengelolaan HHBK oleh masyarakat. diantaranya:
1. Sumber penghidupan masyarakat
2. Pengalaman usaha
3. Jenis HHBK Potensial
4. Jenis dan produk HHBK unggulan
6 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.1. Profil Kabupaten Berau
Gambar 3. Peta model kampung replikan SIGAP REDD+, KPH dan status kawasan
Kabupaten Berau terletak antara 116o Bujur Timur dan 1o Lintang Utara sampai dengan 2o33’ Lintang Selatan dengan luas wilayah 34.127,17 km2. Memiliki lokasi yang berbatasan langsung dengan ibukota Provinsi Kalimantan Utara yaitu Kabupaten Bulungan. Batas wilayah yaitu : Utara – Kabupaten Bulungan; Selatan – Kabupaten Kutai Timur; Barat – Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Malinau; Timur – Selat Makasar. Suhu rata-rata
berkisar antara 26,2 – 27,7 C dengan curah hujan rata-rata berkisar 42,9 – 254,2 mm.3 Jika
ditinjau dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Timur, luas Kabupaten Berau adalah 13,92% dari luas wilayah Kalimantan Timur, dengan prosentase luas perairan 28,74%. Dengan wilayah yang terdiri atas perairan dan daratan.
3 Statistik Daerah Kabupaten Berau 2016
7 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Luas Kawasan Hutan di kabupaten Berau berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan SK.942/Menhut-II/2013 Tanggal 23 Desember 2013 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 79/Kpts-II/2001 Tanggal 15 Maret 2001 Tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Seluas 14.651553 Ha.4
Tabel 1. Luas kawasan hutan Kabupaten Berau (2013)
No. Jenis Fungsi Hutan Luas (Ha)
A
Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK)
Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam 220.00
Suaka Alam Laut dan Daratan 280.00
Hutan Lindung 370,339.00
Hutan Produksi 532,230.00
Hutan Produksi Konservasi 33,903.00
Hutan Produksi Terbatas 668,017.00
Tubuh Air 28,685.00
B
Kawasan Budidaya Non Kehutanan
Areal Penggunaan Lain 585,939.00
Jumlah 2,219,113.00
Hasil penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa
menunjukkan bahwa jenis Dipterocarpaceae yang terdapat di Kabupaten Berau mempunyai jumlah jenis Dipterocarpaceae yang tinggi yaitu 99 jenis. Total seluruh jenis yang ada di wilayah Kalimantan (termasuk Brunei, Sarawak dan Sabah) sebanyak 267 jenis yang berarti sekitar 37% jenis tersebut di temukan di Kabupaten Berau5. Keanekaragaman hayati fauna sebanyak 42 jenis mamalia, 108 jenis burung, 6 jenis reptil, 9 jenis amphibi, 35 jenis ikan air tawar dan 14 jenis nyamuk. Fauna mamalia terdiri dari 4 jenis primata, 10 jenis rodentia, 3 jenis tupai, 3 jenis kucing, 4 jenis tikus, 9 jenis kelelawar dan 9 jenis mamalia lainnya. Bekantan dan orang utan termasuk mamalia dan merupakan endemik Pulau Kalimantan, sedangkan 13 jenis mamalia yang termasuk kategori dilindungi, yaitu beruang madu, garangan, kancil, kukang, kijang kuning, kucing hutan, landak, macan dahan, musang hitam, muncak, pelanduk napu, rusa, dan trenggiling. Fauna burung (avifauna) diantaranya adalah beo atau tlung (Gracula religiosa), elang bondol (Hallaster indus), burung raja udang (Alcedo meninting) yang merupakan avifauna kategori dilindungi. Sedangkan reptil kategori dilindungi adalah ular sawa (Phyton molurus), dan 3 jenis amphibi 6. Dari sisi keanekaragaman HHBK, Berau memiliki banyak jenis HHBk mulai dari obat-obatan, buah-buahan, ikan, dan hewan yang saat ini masih dimanfaatkan masyarakat di dalam dan luar kawasan hutan. Selain itu Kabupaten Berau memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang banyak dijumpai di perairan atau kawasan laut kepulauan meliputi mangrove, lamun (seagrass-meadows), terumbu karang , ikan karang, Cetacean dan Manta Rays (kelompok paus dan lumba-lumba), penyu, ubur-ubur, biota lainnya (Decapoda, Alga, Plankton, Gastropoda, Bentik foraminifera). Dari sisi jumlah penduduk, Kabupaten Berau pada tahun 2017, jumlah penduduk Kabupaten Berau mencapai 214.828 jiwa. Jumalah terus meningkat setiap tahunnya, saat ini kabupaten Berau sebagai daerah tujuan migran pencari kerja baik dari pertambangan, kehutanan dan perkebuanan.
4 http://www.beraukab.go.id 5 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa 6 Identifikasi Keanekaragaman Flora Dan Fauna Berau Kalimantan Timur Pada Kegiatan Pra Survei Tapak PLTN
8 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.2. Kampung Pemetaan Potensi HHBK di Kabupaten Berau
Pemetaan potensi hasil hutan bukan kayu menggunakan alat CLAPS dilakukan di 25 kampung, 7 Kecamatan. Terbagi dalam 2 kelompok besar, yaitu: kampung dikawasan pesisir (11 kampung) dan kampung dikawasan hutan (14 kampung). Lokasi kerja proyek dilakukan di 25 kampung yang sudah memiliki komitmen pengelolaan sumber daya alam lestari yang terintegrasi dalam perencanaan kampung jangka menengah, seperti kampung-kampung yang telah menggunakan pendekatan SIGAP REDD+ dalam pembangunan kampung mereka. Tabel 2. Daftar kampung sasaran pemetaan potensi HHBK di Kab. Berau
No Kampung Kecamatan Keterangan
1 Biduk-Biduk Biduk - Biduk Kampung Pesisir
2 Giring-giring Biduk - Biduk Kampung Pesisir
3 Teluk Sulaiman Biduk - Biduk Kampung Pesisir
4 Teluk Sumbang Biduk - Biduk Kampung Pesisir
5 Dumaring Talisayan Kampung Pesisir
6 Biatan Hilir Biatan Kampung Pesisir
7 Biatan Hulu Biatan Kampung Kawasan Hutan
8 Batu-Batu Gunung Tabur Kampung Pesisir
9 Pulau Besing Gunung Tabur Kampung Pesisir
10 Tanjung Batu Kepulauan Derawan Kampung Pesisir
11 Pulau Semanting Kepulauan Derawan Kampung Pesisir
12 Pegat Batumbuk Kepulauan Derawan Kampung Pesisir
13 Merabu Kelay Kampung Kawasan Hutan
14 Merapun Kelay Kampung Kawasan Hutan
15 Muara Lesan Kelay Kampung Kawasan Hutan
16 Lesan Dayak Kelay Kampung Kawasan Hutan
17 Sidobangen Kelay Kampung Kawasan Hutan
18 Long Gie (Beliu) Kelay Kampung Kawasan Hutan
19 Long Duhung Kelay Kampung Kawasan Hutan
20 Long Boy Kelay Kampung Kawasan Hutan
21 Long Pelay Kelay Kampung Kawasan Hutan
22 Long Lamcin Kelay Kampung Kawasan Hutan
23 Punan Malinau Segah Kampung Kawasan Hutan
24 Long Ayap Segah Kampung Kawasan Hutan
25 Long Laai Segah Kampung Kawasan Hutan
9 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.3. Sumber Penghidupan Masyarakat di 25 Kampung
Sumber penghidupan masyarakat dipengaruhi oleh aset yang dimiliki oleh kampung. Aset tersebut meliputi aset manusia, aset alam, aset fisik, aset sosial dan ases keuangan. Keberadaan aset tersebut dipengaruhi oleh kerentanan baik itu berupa gangguan, musim dan pola yang kerap terjadi. Disisi lain proses dari interaksi masyarakat dengan lembaga-lembaga yang ada di kampung (pemerintah, swasta, sosial, lokal, nasional, internasional) berdampak terhadap keberadaan aset dan juga kerentanan. Secara umum aset yang dimiliki oleh masyarakat di 25 kampung pemetaan CLAPS disajikan pada (Lampiran 1)
2.3.1. Aset Penghidupan Masyarakat
ASET MANUSIA, masyarakat di 25 kampung (7 kecamatan) memiliki mata pencarian lebih dari satu. Bertani atau bercocok tanam, tanaman semusim dan tahunan (buah-buahan, sahang/lada, gaharu, karet, coklat dll) adalah mata pencarian utama masyarakat di 25 kampung sasaran Proyek. Masyarakat kampung pesisir, mencari ikan di laut (nelayan) menjadi mata pencarian utama mereka selain bertani. Sementara untuk Masyarakat di kawasan hutan (hulu), bertani adalah mata pencarian utama mereka, selain itu mencari ikan di sungai juga merupakan mata pencarian utama masyarakat kawasan hutan, namun tidak sebanyak bertani. Mata pencarian utama lainnya yang ada di 25 kampung adalah berdagang, pegawai (PNS, TNI, POLRI, Swasta dll) dan motoris. Mata pencaharian utama masyarakat di 25 kampung ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan kecuali untuk nelayan (laut) dan motoris dilakukan oleh laki-laki. Mata pencarian musiman bersumber dari hasil hutan (kayu dan bukan kayu), yaitu berburu hewan, membuat kerajinan, mencari gaharu, mencari madu, mengumpulkan buah (hutan), dan bertukang. Pekerjaan ini dilakukan jika ada pesanan dan atau pada saat musim tertentu, tidak tetap. Mata pencarian musiman ini lebih banyak dilakukan oleh laki-laki kecuali kerajinan yang dilakukan oleh perempuan.
Di 7 Kecamatan ini memiliki ASET ALAM berupa hutan daratan (kecuali Kecamatan Kepulauan Derawan) dan hutan mangrove (kecuali Kecamatan Kelay dan Segah). Semua kecamatan memiliki kekayaan jenis flora dan fauna hutan yang bervariasi, tergantung dengan status kawasan hutan dan perubahan penggunanan kawasan hutan (konversi hutan). Beberapa spesies dilindungi juga banyak ditemui (orang utan, bekantan dan penyu) serta jenis-jenis flora di kawasan hutan dalam penyedia jasa lingkungan bagi masyarakat sekitar kawasan. Selain itu di Kecamatan Kelay dan Segah ada masyarakat yang memiliki areal perkebunan sawit, HPH dan memiliki sumber mineral (batu bara). Di setiap kecamatan memiliki potensi mata air, sungai dan lokasi wisata (baik yang sudah berjalan maupun belum). Aset wisata yang sudah berjalan lebih banyak dijumpai di kawasan pesisir.
Dari sisi ASET FISIK, kampung pesisir memiliki fasilitas fisik lebih memadai. Akses jalan menuju kampung pesisir pada berupa jalan aspal dengan kualitas baik tetapi sedikit berlubang. Beberapa kampung hulu yaitu Sidobangen di Kecamatan Kelay akses jalan berupa aspal, sedangkan kampung lainnya akses berupa jalan tanah dan melalui sungai. Untuk kampung di Segah aksesnya berupa jalan tanah (Punan Malinau, Long Ayap dan Long Laai) dan sungai (Long Ayap dan Long Laai).
10 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Jaringan komunikasi (telepon dan internet) lebih banyak tersedia di kampung pesisir, dibandingkan kampung bukan pesisir, walaupun hanya berupa spot-spot bersignal. Kampung yang merupakan ibukota kecamatan dan yang dekat dengan ibukota kecamatan jaringan komunikasi lebih baik. Untuk fasilitas listrik semua kampung belum ada pelayanan listrik 24 jam, masih berupa pelayanan listrik 12 jam dan 6 jam dari PLTD kampung.
ASET SOSIAL yang dimiliki adalah lembaga pemerintah desa dengan lembaga mitra kerja pemerintah kampung seperti LPM, PKK, Karang Taruna. Lembaga – lembaga lokal diluar lembaga pemertintah seperti KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dan LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa) serta lembaga NGO lokal dan nasional dijumpai disemua kecamatan, namun tidak disetiap kampung. Untuk NGO internasional hanya di jumpai di Kecamatan Kelay dan Segah. Pola hubungan yang saat ini terjadi lembaga pemerintah kampung dan mitra kerjannya masih sebatas penyedia layanan, sebagian besar aktifitas peningkatan kapasitas warga masih kurang diperhatihan. Peran NGO disini lebih mengambil peran dalam peningkatan kapasitas masyarakat baik dalam aspek ekonomi dan konservasi.
ASET KEUANGAN yang dapat diakses oleh masyarakat adalah Bank KalTim, koperasi perusahaan dan koperasi bukan perusahan, Credit Union (CU), kelompok simpan pinjam. Di setiap ibukota kecamatan tersedia Bank KalTim, disetiap kampung terdapat koperasi perusahaan sawit, dan credit union terdapat di Kecamatan Talisayan dan Kelay.
2.3.2. Kerentanan di 25 Kampung Aspek kerentanan (gangguan, musim, pola tren) di 25 kampung pemetaan CLAPS dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu kerentanan pada kampung pesisir dan kerentanan pada kampung hulu (kawasan hutan). Data kerentanan di 25 Kampung pada Tabel 3. Kampung pesisir dan hulu memiliki kesamaan tipe kerentanan yaitu gangguan kebakaran, gangguan penyakit (manusia, tumbuhan & hewan), gangguan hama penyakit tanaman, gangguan dari kehadiran perusahaan dan dampaknya (konflik lahan, kerusakan dan berkurangnya sumberdaya alam), musim hujan, musim kering, musim buah, musim madu. Kerentanan yang lebih spesifik terjadi di kampung pesisir terkait dengan lokasi kampung dekat laut yaitu musim angin (selatan, utara, barat, timur), adanya illegal fishing dan konflik diantara nelayan. Kerentanan yang lebih spesifik terjadi di kampung hulu adalah musim berladang, perubahan musim buah & musim madu. Saat ini masyarakat dihadapi dengan tren budidaya tanaman sahang (merica), hal ini terlihat sebagian besar masyarakat petani mulai dari kampung hulu sampai hilir memiliki ladang sahang. Tren yang berkembang di kampung pesisir yaitu menjadi tren daerah tujuan wisata dan bertambahnya fasilitas transportasi darat serta tren pembangunan rumah wallet yang saat ini mulai menjamur di wilayah pesisir. Tabel 1. Data kerentanan yang ada di 25 Kampung
No.
Keterangan Jumlah
Kampung Gangguan Musim Pola
1 Kampung Pesisir
11 kampung di kecamatan Biduk-Biduk, Talisayan, Biatan, GunungTabur dan Kepulauan Derawan.
Kemarau panjang Hujan panjang Kebakaran hutan Hama & penyakit
tanaman Penyakit hewan,
penyakit pada manusia (diare, cacar dll)
Abrasi Illegal fishing (konflik) Kehadiran perusahan
sawit (limbah sawit)
Musim angin selatan, utara, barat dan timur (mempengaruhi waktu melaut)
Musim kemarau Musim kering Musim wisatawan
(lebaran, libur sekolah, akhir tahun),
Tujuan wisata bahari
Munculnya home stay dan penginapan
Membuat rumah burung wallet
Berkebun lada/sahang
Berternak sapi Konversi lahan ke
sawit
11 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No.
Keterangan Jumlah
Kampung Gangguan Musim Pola
Berkurangnya SDA dll) Persediaan BBM
(terutama pada musim melaut).
Meningkatnya sarana transportasi (mobil)
2 Kampung hulu dikawasan hutan/bukan pesisir
14 kampung di kecamatan Kelay, Segah & Biatan.
Kemarau panjang Gagal panen padi Kebakaran hutan Banjir Hama dan penyakit
tanaman Penyakit hewan Penyakit manusia Perusahan sawit
(kualitas air sungai menurun)
Tumpahan minyak sawit (CPO) menyebabkan kecelakaan motor
Minim SDA Konflik masyrakat
dengan perusahan Konflik antar kampung
(batas kampung)
Musim madu Musim buah Musim berladang Musim hujan Musim kering Musim ikan di
sungai (kemarau dan banjir)
Musim proyek ADK (pekerja musiman)
Musim panen sarang walet
Perubahan transportasi air menjadi darat, panen madu menurun
Harga madu meningkat
Pemanjat madu berkurang
Berkebun sahang/lada
Berkebun karet Harga karet
menurun Pasar malam Pendatang
(pekerja perusahan sawit)
Beberapa desa menjadi tujuan wisata alam
Gangguan, musim dan pola yang muncul, dapat mempengaruhi terhadap aset manusia (kualitas kesehatan,kapasitas manusia, aktivitas kerja), aset alam (kualitas dan kuantitas sumber laut, sumber hutan, lingkungan), fisik (kualitas dan kuantitas aset fisik), aset keuangan (perputaran uang di kampung) dan asset sosial (konflik, jaringan).
2.3.3. Lembaga-Lembaga di 25 Kampung Data Lembaga-lembaga yang bekerja di 25 kampung yaitu sebagai berikut: (Terlampir di Lampiran 3)
1. Lembaga Pemerintah Kampung 2. Lembaga mitra pemerintah kampung (BPK, LPM, PKK, Karang Taruna) 3. KSM /Kelompok Swadaya Masyarakat - 6 KSM 4. LPHD / Lembaga Pengelola Hutan Desa - 4 LPHD 5. NGO lokal, nasional, internasional - 12 NGO 6. Koperasi 7. Credit Union 8. Bank (Bank KalTim, BRI) 9. Perusahan Sawit – 13 perusahan 10. Perusahaan Tambang – 1 perusahan 11. Perusahan Kayu (HPH/HTI) – 8 perusahan 12. Lembaga pendidikan, 13. Lembaga keagamaan dan 14. Kelompok profesi (tani, nelayan)
Kehadiran Lembaga ini berpengaruh terhadap pelayanan pemerintahan kampung, peningkatan kapasitas manusia, perbaikan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan, peningkatan aset fisik dan meningkatkan sektor ekonomi. Disisi lain kehadiran perusahan tambang, sawit dan HPH/HTI memberikan dampak buruk kualitas sumberdaya alam dan fasilitas fisik yang dimiliki oleh kampung (jalan yang rusak), susahnya air bersih, dana sering menimbulkan konflik khususnya konflik lahan.
12 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.4. Pengalaman Usaha di Tingkat Kampung (25 Kampung) Penilaian pengalaman usaha setiap kampung dilakukan dengan melihat pengalaman kampung tersebut dalam mengelola usaha atau pengalaman mengelola program baik dari pemerintah maupun bukan pemerintah (NGO dan swasta). Detail data pengalaman usaha di 25 Kampung tersaji sebagai berikut: (Terlampir di Lampiran 4).
Gambar 4. Pengalaman pengelolaan usaha oleh kelompok di 25 kampung Dari 25 kampung sasaran, 11 kampung memiliki pengalaman mengelola usaha kelompok. 7 kampung berpengalaman mengelola usaha berbasis makanan, 1 kampung mengelola usaha berbasis pertanian/perkebunan dan 3 kampung berpengalaman mengelola usaha wisata.
Gambar 5. Pengalaman pengelolaan program oleh kelompok di 25 kampung Berdasarkan hasil pemetaan menunjukkan, dari 25 kampung, hampir semua kampung pernah mengelola program baik dari pemerintah maupun non pemerintah. Ada 18 kampung yang pernah mengelola program pertanian (yang dikelola oleh gapoktan). Serta hanya 1 kampung yang pernah mengelola program listrik.
7
1
3
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Makanan Pertanian/Perkebunan Wisata
Ju
mla
h K
am
pu
ng
Jenis Usaha
18
9
65
7
1
4
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Pertanian /GAKPOTAN
Nelayan /Perikanan
Ternak Simpan Pinjam Kehutanan Listrik Wisata
Ju
mla
h K
am
pu
ng
Jenis Program
13 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.5. Penentuan Jenis HHBK Protensial
2.5.1. Tahap 1 - Identifikasi Keanekaragaman Jenis HHBK
Sebelum melakukan penentuan Jenis HHBK potensial, tiap kampung terlebih dahulu membuat daftar identifikasi minimal sebanyak 15-20 jenis HHBK (berdasarkan ketersediaanya melimpah/ sering dijumpai/ sering dimanfaatkan baik pemanfaatan pribadi, adat atau usaha/ memiliki peluang pasar ataupun HHBK endemik kampung dan memiliki nilai manfaat). Hasil identifikasi, diperoleh daftar total HHBK (kompilasi) dari 25 kampung sebanyak 195 jenis HHBK dengan komposisi 168 (86 %) tumbuhan dan 27 (14 %) hewan (Data terlapir di Lampiran 5). Guna mempermudah menganalisa dan pemilihan jenis HHBK potensial, HHBK yang telah teridentifikasi tersebut kemudian dikelompokkan (Clustering) berdasarkan pemanfaatannya (Lampiran 6) data sebaran cluster terlampir di (Lampiran 8). Pembagian cluster HHBK potensial dimaksudkan agar lebih banyak HHBK yang dapat dimanfaatkan menjadi produk, serta semakin banyaknya masyarakat yang terlibat dalam skema usaha yang akan dikembangkan. 195 Jenis HHBK hasil identifikasi, masing-masing HHBK di kelompokkan berdasarkan tipe pemanfaatannya menghasilkan 11 cluster HHBK. Nama cluster, sebaran dan jumlah jenis HHBK dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 6. Cluster HHBK berdasarkan manfaat dan Sebaran jenis HHBK di 25 Kampung (sebelum diseleksi)
Dari hasil Identifikasi HHBK potensial di 25 kampung menunjukkan bahwa cluster makanan memiliki keragaman jenis tertinggi dengan total 85 jenis HHBK diikuti oleh jenis obat-obatan 59 jenis dan kerajinan 42 jenis. Hal ini memperlihatkan sumberdaya hutan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat didalam atau sekitar kawasan hutan khususnya dalam memenuhi kebutuhan gizi nabati dan hewani. Sisi obat-obatan dan kerajinan sumberdaya hutan menyumbang besar dari sisi kesehatan dan tradisi adat masyarakat.
85
59
42
7
5
4
4
3
2
1
4
25
25
25
15
7
18
4
4
11
8
5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Makanan (Bahan baku makanan, minuman, bumbu)
Obat-obatan
Kerajinan
Bangunan
Racun ikan dan hewan buruan
Resin
Perawatan tubuh
Pendukung Ekowisata
Aroma
Ritual
Lain-lain
Jumlah Jenis HHBK
Nam
a C
luste
r B
erd
asa
rka
n P
em
an
faa
tan
Jumlah Kampung Total HHBK
14 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.5.2. Tahap 2 - Seleksi Jenis HHBK Potensial
Seleksi 1: Menggunakan Alat Pemindaian dan Penilaian Sumberdaya HHBK Potensial
Setelah mendapatkan daftar HHBK dan manfaatkanya, dilanjutkan dengan melakukan seleksi HHBK dengan mengunakan 5 Kriteria penilaian dengan metode scoring. Berikut merupakan kriteria penilaian: (Tabel penilaian terlampir di Lampiran 7):
1. Keberlimpahan (banyak tidaknya) sumberdaya, serta distribusi (sebaran) sumber daya geografis secara luas
2. Mudah atau sulit di panen
3. Jarak dari masyarakat/kampung atau mudah tidaknya di jangkau
4. Kemudahan untuk berkembang biak
5. Hubungan dengan Pengelolaan Hutan /Konservasi
Dalam sekoring, tidak selalu nilai tertinggi menjadi pilihan, jika masyarakat menilai HHBK tertentu memiliki potensi ekonomis untuk dikembangkan untuk menjadi usaha, maka dapat dipilih, selama HHBK tersebut tersedia dalam jumlah cukup dan tidak sulit untuk ber-regenerasi, dan masyarakat dapat dengan mudah melakukan pemanenan serta tidak menimbulkan dampak negative bagi kelestarian kawasan hutan. Hasil seleksi HHBK disetiap kampung sebanyak 3 – 8 jenis HHBK potensial (Jumlah HHBK yang terpilih tergantung dengan kesepakatan masyarakat). Total HHBK potensial (kompilasi) dari 25 kampung setelah di seleksi sebanyak 70 jenis HHBK potensial dengan komposisi 84 (84%) tumbuhan dan 11 (16%) hewan terbagi kedalam 8 cluster HHBK. Berikut merupakan jenis HHBK potensial yang di bagi dalam cluster:
Gambar 7. Cluster HHBK potensial berdasarkan jumlah jenis dan sebaran di 25 Kampung (sesudah diseleksi)
34
23
17
4 1 3 1 1
17
21
24
8
1 3 1 1
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Makanan(Bahan baku
makanan,minuman,
bumbu)
Obat-obatan Kerajinan Bangunan Racun ikandan hewan
buruan
Resin Perawatantubuh
Lain-lain
Jumlah HHBK Jumlah Kampung
15 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Berdasarkan hasil seleksi Gambar 7, menunjukkan bahwa cluster HHBK potensial dengan pemanfaatan Makanan, Kerajinan dan Obat-obatan, tetap menjadi HHBK terbanyak ditemui dan dimanfaatkan oleh masyarakat di lebih 20 kampung dari 25 kampung sasaran pemetaan. (Daftar jenis, Cluster manfaat dan sebaran setiap jenis HHBK potensial terlampir di Lampiran 9, Lampiran 10 dan Lampiran 11)
Ketiga kelompok HHBK tersebut selain paling banyak ditemukan disetiap kampung, jumlah jenis HHBK pada cluster tersebut berkisar 25 – 50 % dari total HHBK potensial yang berhasil dipetakan. Cluster Makanan memiliki banyak keragaman 34 jenis HHBK sedangkan cluster HHBK kerajinan memiliki sebaran yang cukup luas yaitu di 24 kampung dengan keragaman jenis di 17 HHBK. Sehingga data/analisis tersebut menjadi dasar pemilihan 3 Cluster HHBK potensial yang akan didorong oleh Proyek.
Hasil seleksi pertama menunjukkan bahwa 70 jenis HHBK Potensial, belum semuanya dimanfaatakan secara komersil (dijual), ada yang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (subsisten) dan kebutuhan budaya (ritual) serta ada juga yang belum dimanfaatkan sama sekali. Dari 70 jenis HHBK potensial, berkisar 26 jenis HHBK yang sudah dimanfaatkan secara komersil, detail pada tabel berikut: (Informasi HHBK potensial dengan pemanfaatan secara komersil, subsisten dan ritual terlampir di Lampiran 13). Tabel 4. Daftar HHBK potensial yang sudah dimanfaatkan secara komersil di 25 kampung
No HHBK Produk Jumlah
Kampung
1 Nipah Makanan (siap pakai), atap dan kerajinan 4
2 Langsat Makanan (bahan mentah) 2
3 Aren Makanan (siap pakai) 2
4 Kemiri Makanan (bahan mentah) 1
5 Pidada Makanan (siap pakai) 1
6 Umbut Medang Makanan (bahan mentah) 1
7 Daun Mangar Makanan (siap pakai) 1
8 Sagu Lenga Makanan (bahan mentah) 1
9 Kepiting Makanan (bahan mentah) 2
10 Ikan Salap Makanan (bahan mentah) 2
11 Babi Makanan (bahan mentah) 2
12 Ikan bulan-bulan Makanan (bakso) 1
13 Udang papai Makanan (terasi) 1
14 Bandeng laki Makanan (bahan mentah) 1
15 Ikan Lele Makanan (bahan mentah) 1
16 Rotan Kerajinan (anjat/tas, bakul dan keranjang, tikar) 8
17 Daun biru/yus Kerajinan (topi) 8
18 Bambu Kerajinan (bakul) 6
19 Pandan Kerajinan (tikar) 3
20 Jeruju Obat-obatan (siap pakai) 2
21 Sembung Obat-obatan (siap pakai) 1
22 Sarang semut Obat-obatan (siap pakai) 1
23 Kayu benuang Obat-obatan (siap pakai) 1
24 Nibung Bangunan (dinding, lantai) 1
25 Tambu-tambu Perawatan tubuh 1
26 Damar Lem kapal, pelita 1
16 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Seleksi 2: Menggunakan Alat Penilaian Pemanfaatan dan Pengelolaan HHBK Lestari
Tahap selanjutnya, ke 70 Jenis HHBK Potensial diseleksi kembali menggunakan alat penilaian pemanfaatan dan pengelolaan HHBK dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
1. Praktek/Upaya Pemanfaatan/Pemanenan: - Bagian yang dipanen: akar, batang utama, cabang/dahan, daun, bunga, biji,
buah, seluruh bagian tumbuhan - Pemanfaat - Proses panen - Jumlah produk per pohon/rumpun/rambatan - Jumlah pohon /rumpun per Ha - Luas area dimana produk ditemukan dan dimana lokasinya - Musim bunga/musim buah/musim panen - Penggunaan oleh masyarakat (subsisten, komersial atau ritual adat budaya).
2. Praktek/Upaya Pengelolaan: - Dampak potensial dari pemafaatan terhadap ekologi - Ancaman luar yang mengancam sumberdaya HHBK potensial - Sistem pengelolaan yang sudah ada perdes, aturan adat tertulis/tidak tertulis,
mitos yang dipercaya dan dilakukan oleh masyarakat).
Selain kriteria penilaian diatas, Penentuan Jenis HHBK Potensial Kabupaten Berau juga mempertimbangkan kriteria penilaian berikut:
1. HHBK potensial yang sudah memiliki nilai jual atau sudah diusahakan
2. HHBK belum diusahakan dan memiliki nilai jual
3. Produk bukan bahan mentah, namun sudah merupakan produk setengah jadi atau siap saji/pakai (produk turunan).
Hasil seleksi berdasarkan kriteria-kriteria penilaian di atas, maka dari 70 jenis HHBK potensial diperoleh rekomendasi 14 jenis HHBK potensial Kabupaten Berau yang siap untuk dikembangkan ke tahap produksi/usaha diantaranya: (data penilaian terlapir di Lampiran 12)
Tabel 5. Rekomendasi jenis HHBK potensial berdasarkan seleksi 2 penilaian CLAPS
Cluster Makanan Cluster Kerajinan Cluster Obat-Obatan
Jenis Sebaran HHBK
(kampung) Jenis
Sebaran HHBK
(kampung) Jenis
Sebaran HHBK
(kampung)
Aren 2 Nipah 4 Daun mangar 1
Pidada (mangrove)
1 Rotan 8 Jeruju (mangrove)
2
Ikan bulan-bulan
1 Daun Biru/nyus 8 Daun sembung 1
Udang papai 1 Bambu 6 Akar kuning 3
Minyak tengkawang
4 Pandan 3 - -
Secara umum, ke 14 jenis HHBK potensial (Tabel 5) dari sisi praktek pemanfaatan masyarakat memiliki cara panen yang relatif mudah, memiliki jumlah tegakan/ rambatan/ anakan/ rumpun yang cukup besar serta banyak ditemukan/ tersebar cukup luas di wilayah Kabupaten Berau, serta sebagian besar memiliki musim bunga/musim panen sepanjang tahun, sedangkan untuk hewan ikan bulan-bulan dan udang papai memiliki siklus reproduksi yang relatif cepat dan melimpah.
17 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Dari segi upaya pengelolaan sebagian besar HHBK yang dimanfaatkan adalah daun dan buah sehingga tidak begitu berdampak kepada keberlangsungan tanaman itu sendiri, kecuali akar kuning, bambu dan rotan berdampak kepada tanaman, meskipun berdampak (sedang) karena dimanfaatkan batang dan akar, tetapi didukung dengan jumlah anakan dan rambatan yang banyak dan sebarannya yang cukup luas. Saat ini, pemanfaatan dan pengelolaan ke 14 HHBK potensial oleh masyarakat belum terlihat memiliki dampak terhadap ekologi hutan itu sendiri. Dikarenakan pemanfaatannya yang masih subsisten dan masih skala kecil sesuai kebutuhan saja. Aktivitas seperti pembukaan lahan untuk ladang secara masif, pembukaan lahan untuk perkebunan, ilegal loging dan pertambangan merupakan aktivitas yang saat ini terlihat nyata yang mengancam keberlangsungan HHBK dan memiliki dampak yang besar terhadap ekologi kawasan hutan. Hampir semua pemanfatan jenis HHBK yang berada di area hutan tidak dilindungi dengan perdes atau aturan adat tertulis/tidak tertulis kecuali komoditas madu hutan yang sudah memiliki aturan adat yang mengikat dalam pemanfaatan dan pengelolaannya (pohon mangeris).
2.6. Penilaian Aspek Pengelolaan Lestari (Keberlanjutan) di 14 Jenis HHBK Potensial
Upaya mendukung keberlanjutan produksi dan usaha berbasis HHBK serta mendukung kelestarian kawasan hutan, Proyek melakukan penilaian aspek-aspek pengelolaan lestari di 14 jenis HHBK potensial. Selain itu Proyek juga melakukan singkronisasi dengan program – program yang fokus dalam isu perlindungan kawasan hutan, baik dari pemerintah maupun NGO yang saat ini berjalan. Identifikasi penilaian potensi pengelolaan lestari HHBK nantinya difungsikan sebagai pertimbangan dalam penyusunan strategi implementasi pengembangan produk HHBK yang berbasis pelestarian kawasan hutan, berikut merupakan penilaian-penilaian aspek keberlanjutan dan pengelolaan lestari yang berhasil di identifikasi.
2.6.1. Identifikasi Aspek Pengelolaan Lestari - Menggunakan Alat Penilaian Keberlanjutan di 14 HHBK Potensial
Setelah 14 jenis HHBK potensial terpilih berdasarkan manfaat secara komersil, dalam pengembangannya perlu memperhatikan aspek praktek pengelolaan lestari dalam mendukung konservasi jasa lingkungan hutan Kabupaten Berau. Tahap selanjutnya melakukan skoring potensi pengelolaan berkelanjutan di 14 jenis HHBK potensial dengan kriteria sebagai berikut:
Dampak terhadap tanaman (bagian tanaman yang digunakan, dampak terhadap tanaman, potensi pengelolaan lestari)
Kelimpahan dan distribusi (penyebaran) (kepadatan populasi lokal (jumlah per ha), hasil panen per tumbuhan atau hewan, persebaran secara umum di pulau. Kalimantan, habitat atau tempat hidup)
Pertumbuhan & reproduksi (kemampuan tumbuh kembali, khusus untuk HHBK tanaman, tingkat pertumbuhan, usia kematangan reproduksi, laju reproduksi (anakan per tahun) dan pola reproduksi)
Terlampir di Lampiran 14. Praktek Pengelolaan Lestari HHBK Potensial berdasarkan manfaat komersil) – menggunakan alat Keberlanjutan (CLAPS)
18 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Hasil penilaian keberlanjutan ke 14 jenis HHBK potensial terlihat pada grafik berikut:
Gambar 8. Tingkat pengelolaan lestari 14 jenis HHBK potensial
Catatan: Data diatas, sebagai data pertimbangan pengembangan produk HHBK sekala usaha, artinya bahwa HHBK yang memiliki nilai potensi pengelolaan berkelanjutan/lestari yang “tinggi” menunjukkan bahwa HHBK tersebut memiliki potensi dikembangkan dengan membutuhkan modal yang lebih sedikit dibandingkan dengan HHBK yang memiliki nilai pengelolan lestari yang “rendah”.
2.6.2. Identifikasi program – program yang fokus dalam isu perlindungan kawasan hutan dan pengembangan produk
Selain penilaian pengelolaan lestari dengan alat CLAPS, Proyek juga mempertimbangkan program-program dengan fokus isu pengelolaan kelestarian hutan, sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat dalam upaya perlindungan hutan, khususnya pada focus isu Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang sudah dijalankan di setiap kampung dari pogram SIGAP REDD+ Pemerintah Daerah maupun program NGO. Selama proses identifikasi potensi HHBK Proyek selalu melibatkan penuh keterlibatan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan serta pemerintah dan NGO pendamping. Pelibatan masyarakat, pemerintah dan NGO dilakukan untuk memastikan proses identifikasi potensi HHBK dapat menyentuh sektor ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan secara komprehensif dan saling mendukung satu sama lain. Berikut merupakan lembaga-lembaga (NGO) pendamping yang bekerja dikampung replikan REDD+ dan melakukan pendampingan pengembangan produk masyarakat berbasis HHBK, yang menjadi salah satu pertimbangan pemilihan produk HHBK unggulan:
3
5
3
1 0 0
3
1
3
1
3
1 1
2
1 0 1
2
4 4
1
3
5
1 1
2 2
3
7
6
7
8
7 7 7 7
3
9
7
8 8
6
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
To
tal P
en
ilaia
n K
eb
erl
an
juta
n
HHBK Potensial
Dampak terhadap tanaman
Kelimpahan dan distribusi (penyebaran)
Pertumbuhan & reproduksi
19 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Tabel 6. Jenis HHBK yang ditemui di wilayah kerja NGO, Kabupaten Berau
No Lembaga Wilayah Kerja
Produk Upaya mendukung REDD+ Kecamatan kampung
1 Kanopi Gunung Tabur
Batu-Batu
Mangrove
(sirup, selai dan dodol)
Dalam upaya peningkatan ekonomi warga dalam upaya pelestarian mangrove (produk masih dalam tahap pengembangan)
2 Yakobi Gunung Tabur
Birang Langsat Masih dalam pengembangan dalam bentuk agrowisata buah
3 Krimapuri Kelay Merabu Madu, Kerajinan rotan
Madu hutan sudah berjalan, rotan masih dalam tahap pengembangan inovasi produk dalam mendukung program ekowisata
4 Payo-Payo Kelay
Long lamcin Gaharu dan buah-buahan
Mendukung tutupan lahan dengan pengayaan tanaman gaharu dan buah-buahan (dalam proses perencanaan)
Long Pelay Gaharu dan buah-buahan
Mendukung tutupan lahan dengan pengayaan tanaman gaharu dan buah-buahan (dalam proses perencanaan)
Segah Long Ayap - -
5 OWT Kelay
Muara Lesan - -
Lesan Dayak - -
Sidobangen - -
Long Beliu/Gie - -
Merapun Teh mangar Upaya mendukung pengurangan deforestasi khususnya kawasan sungai HLSL
6 Jala Pulau Derawan
Tanjung Batu
Mangrove
(sirup, selai dan dodol) dan ikan bulan-bulan (kerupuk amplang)
Dalam upaya peningkatan ekonomi warga dalam upaya pelestarian mangrove (produk masih dalam tahap pengembangan dan uji pasar)
7 Flim Pulau Derawan
Pegat Batumbuk
Udang ebi Upayanya dalam perlindungan kawasan manggrove
Teluk Semanting
Ikan bulan-bulan (kerupuk amplang)
Dalam upaya peningkatan ekonomi warga dalam upaya pelestarian mangrove (tahap perijinan, peningkatan kualitas dan perluasan pemasaran)
8 Menapak
Talisayan Dumaring - -
Sumber Mulya - -
Biatan Biatan ilir Aren
Masih tahap pembibitan (upaya dalam mendukung ekonomi masyarakat sekitar hutan desa dumaring)
9 KKB Biduk - Biduk Teluk Sumbang Agroforestri
Upayanya dalam peningkatan ekonomi dan menambah tutupan lahan
Lekmalamin Biduk - Biduk Biduk-biduk - -
10 Peka Indonesia
Biduk - Biduk Giring-Giring - -
Batu putih Sumber Agung - -
11 YPB Batu putih
Tembudan, - -
Ampen Medang - -
Lubang Klatak - -
20 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.7. Pemilihan Produk HHBK Unggulan
2.7.1. Tahap 1: Identifikasi Produk HHBK Unggulan
Hasil identifikasi potensi sumber penghidupan masyarakat berbasis HHBK dengan pendekatan CLAPS yang telah dilakukan, menghasilkan rekomendasi 14 jenis HHBK potensial yang terdiri dari Cluster Makanan (pidada, ikan bulan-bulan, udang papai, minyak tengkawang), Cluster Kerajinan (Aren, rotan, daun biru, bambu, pandan) dan Cluster Obat-Obatan (daun mangar, daun sembung, akar kuning). Tahap selanjutnya melakukan seleksi produk HHBK unggulan dilakukan dengan skoring menggunakan kriteria sebagai berikut: Tabel 7. Kriteria seleksi pemilihan produk HHBK Unggulan
No Kriteria
Teknologi Penambahan Nilai
Pasar dan Keuntungan
Sumberdaya Alam dan Legalitas
Kelayakan Masyarakat
1 Tersediannya teknologi penambahan nilai
Tersediannya pasar untuk menjual produk tersebut
Ada kebijakan yang mendukung/melindungi pemananen sumberdaya HHBK produk ini
Kelayakan dan komitmen yang tinggi dari masyarakat
2 Masyarakat dapat memperoleh/memiliki teknologi tersebut
Masyarakat terhubung dengan pasar produk tersebut
Pemanenan dan pengelolaan sumberdaya HHBK dilakukan secara lestari
Tidak bertentangan dengan nilai nilai budaya setempat
3 Masyarakat dapat menggunakan dan memelihara teknologi itu
Produk ini mempunyai keuntungan lebih dari produk sejenis (keuntungan bagi pembeli)
Sumberdaya HHBK berlimpah dan mudah untuk tumbuh kembali setelah panen
Sesuai dengan aset dimiliki masyarakat
Daftar produk HHBK potensial yang akan diseleksi terlampir di (Lampiran 15)
Keterangan : Untuk setiap indikator diberi nilai 1 – 3:
Nilai 1, jawaban tidak atau tidak ada
Nilai 2, jawaban ya dan ada
Nilai 3, jawaban ya dan ada sepanjang waktu
Hasil sekoring ke 14 Jenis HHBK Potensial7 untuk mendapatkan Jenis Produk HHBK Unggulan8, dijelaskan di Tabel 8:
7 Penilaian Jenis HHBK Potensial – Penilaian Jenis HHBK di tingkat kampung yang memilki potensi untuk dikembangkan 8 Penilaian Produk HHBK Unggulan – Penilaian Jenis/produk HHBK yang potensial untuk dikembangkan di tingkat kabupaten
21 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Tabel 8. Hasil identifikasi penilaian produk Kabupaten Berau
No Produk
Teknologi Penambahan
Nilai
Pasar dan Keuntungan
Sumberdaya Alam dan Legalitas
Kelayakan Masyarakat Total
Nilai
A B C A B C A B C A B C
1 Krupuk Ikan Bulan-Bulan 2 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 32
2 Amplang Ikan Bulan-Bulan 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 33
3 Bakso Ikan Bulan-Bulan 3 3 3 3 3 2 3 1 2 3 3 2 31
4 Nugget Ikan Bulan-Bulan 3 3 3 3 3 2 3 1 2 3 3 2 31
5 Tepung Pidada 1 1 1 1 1 1 3 1 3 1 3 1 18
6 Selai Pidada 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 27
7 Sirup Pidada 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 27
8 Selai Perangat 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 27
9 Sirup Perangat 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 27
10 Teh Mangar 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 27
11 Madu Hutan 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 31
12 Gula Aren 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 34
13 Terasi Udang papai 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36
14 Minyak Tengkawang 2 2 2 2 2 3 3 2 1 2 3 2 26
15 Obat Jeruju 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 28
16 Obat Sembung 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 28
17 Obat Akar Kuning 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 28
18 Tas Rotan 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 30
19 Anjat Rotan 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 32
20 Bakul Rotan 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 32
21 Keranjang Rotan 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 32
22 Tikar Rotan 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 31
24 Tampi Bambu 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 29
24 Bakul Bambu 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 30
25 Tikar Pandan 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 30
26 Seraung (topi) Daun Biru/Nyus
2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 29
27 Piring Lidi Nipah 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 29
Keterangan: blok kuning merupakan nilai tertinggi dari hasil skoring, menjadi dasar rekomendasi produk yang berpotensi dikembangkan menjadi produk unggulan sesuai dengan kriteria penilaian di Tabel 7.
Hasil skoring diatas, didapatkan 14 macam rekomendasi produk yang berasal dari 7 jenis HHBK potensial, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk HHBK unggulan. Ke 14 produk rekomendasi tersebut memiliki bahan baku yang berlimpah dan mudah untuk tumbuh kembali setelah dipanen, pemanenan dan pengelolaan sumberdaya HHBK dilakukan secara lestari, produk tersebut sudah diperjual belikan (komersil) walaupun belum memiliki regulasi, komitmen yang tinggi dari masyarakat dan tidak bertentangan dengan budaya masyarakat.
Tahapan identifikasi produk ini hanya bersifat rekomendasi berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan. Tidak selamannya nilai tertinggi dalam seleksi menjadi fokus pengembangan produk. Pemilihan produk HHBK unggulan akan ditindaklanjuti dengan penyepakatan di internal Konsorsium dengan mempertimbangkan aspek kesiapan dan banyaknya keterlibatan masyarakat, ketersediaan dan sebaran sumberdaya HHBK, kelembagaan, uniqe selling HHBK, akses pemasaran dan khususnya aspek konservasi yang dijelaskan sebagai berikut:
22 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.7.2. Tahap 2: Pemilihan Produk HHBK Unggulan
Gambar 9. Analisa dan penilaian produk HHBK unggulan, difasilitasi oleh Jusufta Tarigan selaku Penanggung Jawab Pemanfaatan HHBK (Yogyakarta, 8 Juli 2017)
Koordinasi Jogjakarta diikuti semua staff pengelola Proyek, melakukan analisa mendalam pemilihan produk HHBK unggulan yang mengacu kepada hasil identifikasi dan rekomendasi CLAPS di 25 kampung di Kabupaten Berau. Konsorsium mengawali dengan pemilihan cluster di 6 cluster yang telah dianalisa sebelumnyan dan disepakati 3 cluster HHBK menjadi fokus intervensi Proyek yaitu cluster makanan, kerajinan dan obat-obatan. Ketiga cluster ini menjadi kelompok HHBK yang akan dikembangkan menjadi produk usaha di Kabupaten Berau.
Setelah penentuan cluster HHBK, Konsorsium melakukan penilaian produk unggulan di masing – masing cluster. Produk yang dipilih diharapkan dapat diangkat menjadi produk sentra HHBK kabupaten, atau setidaknya mendekati dengan harapan tersebut. Dengan mempertimbangkan optimalisasi waktu program, biaya dan tingkat keberhasilan, maka disepakati pemilihan produk ini hanya akan memilih maksimal 3 produk saja. Dalam pemilihan produk HHBK unggulan ini, tim menetapkan beberapa kriteria dengan pertimbangan beberapa aspek yaitu
Aspek pertimbangan dan kriteria pemilihan produk HHBK unggulan yang di dorong yaitu:
• HHBK yang memiliki uniqe selling point dari sisi HHBK dan aspek konservasi • Ketersediaan sumberdaya masing-masing HHBK dari produk yang di dorong dan
akses pasar (aspek pengembangan ekonomi)
• Kesediaan dan kesiapan masyarakat untuk terlibat, di awal memulai dengan kelompok masyarakat yang sudah siap untuk menjalankan usaha .
• Mempertimbangkan dan mengalisa lagi produk-produk yang sudah ada dan diproduksi dalam sekala kecil dan sudah dipasarkan oleh masyarakat.
Hasil dari pertimbangan dari keempat kriteria tersebut maka Konsorsium menyepakati jenis HHBK unggulan yang nantinya akan dikembangkan dalam skala Kabupaten yaitu
1. Madu Hutan (Apis Dorsata) dan produk turunannya
2. Rotan Segah/Ronti berbasis produk kerajinan
3. Ikan Bulan-Bulan (Megalops cyprinoides) berbasis produk makanan.
23 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Disisi lain, Proyek juga tetap memberikan perhatian pada potensi produk HHBK per masing-masing kampung, baik untuk produk HHBK unggulan yang mampu dikonsolidasikan pada tingkat kabupaten, maupun bagi jenis HHBK non-unggulan yang kemungkinan hanya bisa didorong untuk dikembangkan dalam skala lokal yang lebih kecil/terbatas. Proyek tetap memberikan dukungan bagi pengembangan produk HHBK non-unggulan secara terbatas, dengan tetap menjaga fokus utama Proyek, sesuai mandat TFCA Kalimantan yaitu dukungan pengembangan usaha dan jaringan pasar bagi komoditas HHBK unggulan pada skala sentra HHBK di tingkat kabupaten. Pertimbangan terpilihnya ketiga produk unggulan, di jelaskan dibawah ini:
2.8. Penilaian Aspek Ekonomi dan Konservasi di 3 Produk HHBK Unggulan
2.8.1. Madu Hutan
Gambar 10. Proses pemanenan madu hutan
Peta Kondisi Komoditas Madu Hutan Kabupaten Berau
Dalam proses pengajuan proposal awal Konsorsium Penabulu berfokus kepada pengembangan 2 HHBK unggulan yaitu Madu Hutan dan satu komoditas lain yang akan ditentukan lewat pemetaan CLAPS. Pengajuan awal madu hutan merupakan produk HHBK unggulan Kabupaten Berau, hal ini terlihat dari blueprint rencana strategi jangka pendek pengelolaan HHBK oleh KPHP Berau Barat serta surat dukungan dan rekomendasi yang diberikan KPH kepada Proyek Konsorsium terkait madu hutan saat penyusunan konsep proposal tahun 2015. Seiring program berjalan, di tahap identifikasi HHBK didapatkan informasi tidak munculnya sarang madu di Kabupaten Berau sehingga tidak ada produksi madu, hal ini dikarenakan kebakaran hutan yang melanda kabupaten berau tahun 2015 dan iklim yang ekstrim di tahun 2016 sampai pertengahan 2017 menyebabkan tanaman sumber nektar tidak berbunga sama sekali dalam kurun waktu 2-3 tahun.
24 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Untuk mevalidasi ketersediaan Madu, Konsorsium menggali informasi sumber penyebabnya dengan mengidentifikasi sumber pohon nektar madu, perubahan pola iklim dari musim berbunga pohon sumber nektar dan juga perubahan vegetasi dan iklim di lokasi setempat. Berikut merupakan faktor utama penurunan produksi madu di Kabupaten Berau:
Daya dukung hutan dan pohon yang menjadi tempat lebah hutan membangun sarang (koloni) tidak didukung dengan vegetasi pelindung disekitaran pohon sarang madu (mangris)
Ketersedian tanaman yang menjadi sumber pakan lebah semakin berkurang dikarenakan semakin masifnya pembukaan lahan menjadi pertambangan dan perkebunan
Teknik panen masyarakat pemburu madu hutan masih kurang lestari, yaitu dengan cara menebang habis semua sarang (tidak menyisakan larva)
Kondisi perubahan cuaca dan iklim yang ekstrim dan tidak menentu mempengaruhi siklus tanaman untuk berbunga (penghasil nektar).
Serangkaian kegiatan validasi yang dilakukan, Proyek mendapatkan informasi masyarakat kampung bahwa mulai pertengahan tahun 2017 ini, lebah mulai muncul dan terindikasi membuat sarang-sarang di beberapa tempat. Diakhir tahun 2017 mendapatkan informasi adanya pemanenan madu di beberapa tempat yaitu di kecamatan biduk-biduk dan kelay tetapi masih dalam kuata kecil. Guna mendapatkan informasi yang lebih lengkap, Konsorsium di bulan agustus 2017 melakukan pemetaan VCD sebagai pemetaan lanjutan yang telah dilakukan TNC pada tahun 2015 di 3 kampung indikatif potensi madu yang belum terpetakan sebelumnya. Proses pemetaan VCD yang dilakukan juga ditemukan indikasi sarang labeh baru dan diprediksi panen pada tahun 2018. Melihat beberapa peluang dan indikasi tersebut konsorsium menyusun rencana strategi pengelolaan madu hutan berau dengan sekema pengembangan musiman dan dipadukan dengan produksi madu budidaya dengan memanfaatkan lebah kelulud endemik berau yang selama ini belum dikelola padahal memiliki nilai ekonomi dan konservasi yang cukup tinggi. Hasil kajian VCD terlampir di Lampiran dokumen hasil kajian VCD madu hutan Kabupaten Berau.
Peta Potensi Perdagangan Komoditas Madu Indonesia
Artikel yang disampaikan pada Acara Alih Teknologi Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, 2013 menyebut dengan luas hutan mencapai 136,88 juta ha (Kementerian Kehutanan, 2010) potensi pengembangan madu di Indonesia cukup besar. Sumber daya hutan itu dapat dikembangkan sebagai ekosistem dan peternakan lebah madu. Diperkirakan rata-rata produksi madu seluruh Indonesia sekitar 4.000 ton setiap tahunnya, dan dari produksi tersebut sekitar 75 % dihasilkan dari perburuan madu liar di hutan (Kuntadi, 2008)9. Perdagangan madu di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami defisit yang cukup besar, mengindikasikan bahwa produksi madu masih sangat rendah, sementara potensi pasar dalam negeri sangat besar. Secara nasional kebutuhan madu kurang labih 2.400 - 3.600 ton. Sementara produksi madu nasional hanya dalam kisaran 1.000-1500 ton. Artinya, ada kekurangan dalam ketersediaan madu secara nasional sebesar kurang lebih 1.400 – 2.100 ton pertahun10.
Dari sumber lain, peneliti lebah dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Kementerian Kehutanan, mengatakan pasokan madu domestik mencapai 8.000 ton per tahun11.
9 http://www.mongabay.co.id/2016/10/06/begini-ide-adopsi-untuk-pelestarian-lebah-dan-peningkatan-produksi-madu/ 10 http://www.kreasinegeri.com/tajuk/sajian-utama/bisnis-madu/ 11 http://keuanganinvestasi.blogspot.co.id/2015/03/permintaan-madu-nasional-alami.html
25 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Dengan total jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa dan asumsi konsumsi perkapita madu di Indonesia sebesar 30 gram/tahun, sebagai pembanding konsumsi madu di negara-negara maju seperti Jepang dan Australia telah mencapai kisaran 1.200-1.500 gram/orang/tahun12. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Statistik Perdagangan Luar Negeri, ekspor Impor madu Indonesia 2011 mencapai 3.074.972 kg (240,246. USD) dan pada 2012 naik menjadi 3.316.006 kg (765,413 USD). Sedangkan impornya, pada 2011 sebesar 2,299.016 kg (7,792,660, USD) dan menjadi 2,353,211. Kg (8.984, 972. USD) pada 2012. Tabel 9. Statistik Perdagangan Luar Negeri, ekspor Impor madu Indonesia 13.
Tahun Ekspor Impor
Volume (kg) Nilai (USD) Volume (kg) Nilai (USD)
2013 206.990 2.348.239 946.450 4.867.377
2014 615.584 1.269.568 2.243.474 8.851.165
2015 278.552 568.562 1.870.977 7.402.910
2016 (Januari) 2.962 15.590 70.217 289.206
Besarnya permintaan terhadap madu diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya dan peningkatan ini belum dapat diimbangi oleh kemampuan industri perlebahan dalam meningkatkan produksi madu, sehingga untuk mengatasi kondisi tersebut perlu pengembangan usaha lebah madu perlu dilakukan secara lesatari dalam upaya mejaga keberlanjutan produksi. Karena dilihat dari potensi Indonesia memiliki kawasan sumber nectar yang sangat besar, serta 11 jenis spesies lebah terbaik di dunia penghasil madu, 9 jenis diantaranya ada di Indonesia dan sayanganya belum semuanya terkelola maksimal14. Maka dari itu Proyek akan melakukan pengembangan usaha lebah madu lestari (Apis dorsata) dan pengembangan budidaya madu kelulud (Trigona spp.) yang potensinya sangat besar tetapi belum dikembangkan khususnya oleh masyarakat Kabupaten Berau.
Penilaian Aspek Ekonomi dan Konservasi Madu Hutan
Aspek Ekonomi: Dari sekian banyak produk non-kayu, madu hutan merupakan salah
satu komoditas unggulan masyarakat yang hidup dan tinggal di dalam dan sekitar hutan di Kabupaten Berau. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Juliade 2014 bahwa Madu hutan merupakan salah satu potensi hasil hutan bukan kayu yang sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat di area KPHP Model Berau Barat. Didukung data Studi Identifikasi dan sebaran HHBK unggulan Madu Hutan Kabupaten Berau, Rana Experimental dan TNC, tahun 2016 memperlihatkan bahwa potensi madu hutan di 17 kampung, pada 4 Kecamatan prioritas (Kelay, Segah, Gunung Tabur dan Biduk-Biduk), mencapai jumlah produksi sebesar 19.800 Liter/Tahun. Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Berau memiliki potensi produksi madu hutan yang sangat besar. Madu hutan Kabupaten Berau menjadi primadona karena telah menyumbang pendapatan ekonomi masyarakat yang cukup besar. Berdasarkan literasi Nilai ekonomi madu hutan dari 1 pohon/tahun dapat mencapai Rp 30.000.000,- dan dapat menghasilkan sampai puluhan tahun. Itu artinya nilai pohon bengris berdiri berharga dari pada nilai kayunya. Menurut laporan Kegiatan Rancangan Pengelolaan HHBK Unggulan Madu Hutan Kabupaten Berau pada bulan Agustus tahun 2017, setidaknya ada 20 kampung di kabupaten Berau yang memiliki potensi penghasil madu hutan
12 Dirjen BPDASPS, 2013 13 faostat.fao.org. dalam Isaac Thompson; MediaIndonesia. COM(12/07/2011; Smallcrab Online.www.smallcrab.com;
www.suaramerdeka.com ; newsipid… regionalinvestment. bkpm.go.id; suarapantura, 14 Agustus 2012; The world market for honey.www.fintrac.com; Stefan Bogdanov dalam Bee Product Science, www.bee-hexagon.net, 15 January 2012
14 http://industri.bisnis.com/read/20160126/99/513200/genjot-produksi-madu-perhutani-siapkan-18.000-ha-di-3-provinsi
26 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
yang sebaranya merata dari hulu di pedalaman sampai sampai hilir di daerah pesisir. Dari 20 kampung ini produktifitasnya mencapai 20.000 liter per tahun dengan variasi harga jual antara Rp. 75.000/liter sampai dengan Rp.250.000/liter tergantung banyaknya hasil, tempat dan jarak distribusi dari konsumen. Selain poensi madu, produk turunan dri sarang amdu juga memiliki nilai ekonomi yang cukup besar, yang saat ini masih belum di manfaatakan oleh masyarakat Berau. Pengolahan sarang lebah menjadi bahan baku lilin saat ini menjadi peluang tambahan karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi antara Rp 40.000 – Rp 70.000/kg.
Aspek Konservasi: Madu sebagai salah satu produk hasil hutan bukan kayu, sejak lama diyakini memiliki banyak manfaat bagi manusia dan alam. Keberadaan madu yang dihasilkan oleh koloni lebah hutan (Apis dorsata) dalam banyak studi ilmiah menunjukkan keberadaanya sebagai indikator kualitas kawasan hutan yang sehat dimana lebah hutan berperan penting dalam proses penyerbukan bunga tumbuhan hutan sehingga secara alami vegetasi didalam hutan dapat terus tumbuh dan
berkembang 15. Khususnya vegetasi di area tanaman Mangris/Bengris (tempat sarang
lebah) seperti Baccaurea sp, Artocarpus sp, dan bagi flora lainnya membutuhkan lebah sebagai agen penyerbuk yang menunjang bagi perkembangbiakan berbagai jenis tumbuhan.
Tanaman Bengris/mangris merupakan bentuk nyata kearifan lokal masyarakat dayak dalam pelestarian hutan. Madu oleh masyarakat adat Dayak dianggap sebagai kebutuhan yang tak tergantikan. Selain digunakan oleh mereka sendiri, madu ini juga dijual dengan harga yang menggiurkan. Tingginya nilai madu ini memicu beberapa masyarakat adat dayak mengakusisi suatu pohon Banggeris sebagai kepemilikannya. Hal ini dilakukan agar madunya tidak diambil oleh orang lain. Pengambilan madu tanpa izin atau bahkan melakukan penebangan akan dapat dikenai hukum adat yang cukup berat, dapat berupa denda atau bentuk hukuman lain tergantung dari hukum yang berlaku di tiap sukunya. Rusaknya hutan mengakibatkan rusaknya habitat bagi lebah madu untuk bersarang dan mengambil nektar untuk menghasilkan madu. Dalam prinsip ekologi, konservasi habitat berarti mengonservasi hutan beserta isinya. Vegetasi penyusun habitat merupakan satu ekosistem yang tidak dapat dipisahkan dari lebah madu sebagai sumber nektar.
Aspek keberterimaan masyarakat (sosial-budaya), dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa ahli dan peneliti antara lain dengan Rio Bertoni (Sekjend JMHI), Gilang Ramadhan (peneliti Rana Experimental) dan Taufik Hidayat (Senior program, TNC) tentang aspek keberterimaan masyarakat terhadap program pengembangan madu hutan ini cukup tinggi. Informasi ini terungkap dalam acara pelatihan panen madu secara lestari yang diselenggarakan oleh TNC pada tahun 2016 yang dihadiri oleh perwakilan dari pemburu madu dari 17 kampung se kabupaten Berau. Dalam kegiatan ini seluruh perwakilan menyatakan kesiapan atau kesediaanya berpartisipasi aktif dalam pengembagan produk madu hutan dan turunanya. Selain itu juga telah terpilih koordinator sementara di masing masing kampung. Hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian lanjutan yang dilakukan oleh tim konsorsium Penabulu pada bulan Agustus tahun 2017. Dari informasi diatas mengindikasikan bahwa tingkat keberterimaan masyarakat terhadap program pengembangan madu hutan terutama kepada para pemanjat madu di kabupaten Berau masih cukup tinggi.
15 Studi Identifikasi dan sebaran HHBK unggulan Madu hutan kabupaten Berau, TNC dan Rana Eksperimental, thn 2015.
27 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.8.2. Rotan Segah/Ronti
Gambar 11. Lokasi dan produk rotan Kampung Teluk Sumbang, Kalimantan Timur Peta Potensi Perdagangan Rotan Indonesia
Rotan Indonesia, dari data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan sekitar 85% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sementara 15% lainnya dihasilkan oleh negara lain seperti Filipina, Vietnam dan negara Asia lainnya. Potensi rotan Indonesia saat ini mencapai sekitar 622.000 ton/tahun, di mana terdapat 350 spesies rotan yang ada di Indonesia. Saat ini Indonesia menempati posisi ketiga (7,68%) dalam perdagangan rotan di pasar global setelah China (20,72%) dan Italia (17,71%) Tabel 10. Nilai ekspor produk rotan indonesia
Nilai Ekspor Produk Rotan Indonesia
2012 2013 2014 2015
190 juta USD 200 juta USD 173 juta USD 159 juta USD
Nilai ekspor produk rotan Indonesia pada tahun 2014 dan 2015 kembali menurun hal ini disebabkan lesunya ekonomi dunia selain itu juga dikarenakan adanya permasalahan dalam hal penyediaan pasokan bahan baku rotan itu sendiri. Industri setidaknya membutuhkan 40.000 - 60.000 ton rotan untuk diolah menjadi produk mebel di dalam negeri. Hanya saja, bahan baku rotan domestik dalam 5 tahun terakhir tidak mampu memenuhi sebanyak 30% dari permintaan industri16. Salah satu penyebabnya kelangkaan pasokan rotan tersebut, tak terlepas dari begitu maraknya praktik penyelundupan ke negara kompetitor produsen mebel. Nilai ekspor produk kerajinan Indonesia ke seluruh dunia pada Januari-Oktober 2016 mencapai US$ 615,7 juta. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama di 201517. Kemenperin mencatat, kinerja ekspor industri furnitur Indonesia pada tahun 2016 sebesar US$ 1,6 miliar. Sementara itu, berdasarkan data Centre for Industrial Studies (CSIL), nilai perdagangan furniture dunia pada tahun 2016 mencapai US$ 131 miliar. “Tahun 2017, nilai ekspor furnitur dunia diprediksi meningkat menjadi USD 138 miliar18. Hasil kajian VCD terlampir di Lampiran dokumen hasil kajian VCD Rotan Kabupaten Berau.
16 http://industri.bisnis.com/read/20171018/257/700781/pebisnis-minta-pengetatan-ekspor-rotan 17ttps://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170212154105-92-192976/pemerintah-fasilitasi-pengrajin-rotan-dan-kayu-ke-jerman 18 https://www.wartaekonomi.co.id/read141372/industri-mebel-nasional-potensial-rajai-pasar-global.html
28 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Penilaian Aspek Ekonomi dan Konservasi Rotan
Aspek Ekonomi: Kalimantan sejak lama sudah terkenal dengan kerajinan rotannya. Aneka produk hasil olahan dari rotan ini sebagian besar diproduksi oleh masyarakat Dayak sebagai upaya memperkenalkan unsur budaya mereka. Melimpahnya sumber daya alam yang bisa diolah menjadi kerajinan adalah alasan kuat mengapa kerajinan di Berau perlu lebih diperkenalkan kepasar yang lebih luas. Guna menumbuhkan kembali budaya-budaya masyarakat khususnya kepada generasi muda yang sudah mulai ditinggalkan serta peluang pengembangannya menjadikan peluang bagi kelompok dalam mendukung pengembangan pariwisata Kabupaten Berau. Melihat peluang potensi pasar kerajinan nasional maupun internasional saat ini yang mulai meningkat, pengembangan kerajinan rotan berau menjadi peluang yang cukup menjanjikan, disamping itu berau memiliki sumberdaya rotan yang cukup berlimpah. Meskipun bukan menjadi pendapatan utama, hasil produksi anyaman yang dihasilkan sangat membantu dalam peningkatan nilai tambah ekonomi keluarga. Nilai tambah menyesuaikan bentuk, motif dan ukuran berkisar antara Rp 50.000 – Rp 250.000 per buah, dengan rata-rata pendapatan dari penjualan berkisar antara Rp 500.000 – Rp 1.500.000 per bulan.
Aspek Konservasi: Secara ekologis rotan mensyaratkan harus ada tumbuhan pohon sebagai sebagai tegakan (rotan tumbuhan menjalar tapi tidak parasit). Tanaman rotan yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang lebih panjang, sehingga dengan membudidayakan rotan berarti juga menjaga kelestarian hutan (tegakan pohon). HHBK rotan menjadi salah satu HHBK yang tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan sehari-hari masyarakat dalam dan sekitar kawasan hutan. Rotan menjadi salah satu entitas budaya masyarakat dayak baik untuk kerajinan, berburu, membangun rumah, perangkap ikan, alat pemanen madu, acara adat dll. secara tidak langsung pemanfaatan rotan juga mendukung kelestarian hutan khususnya dari sisi keberlanjutan budaya masyarakat. Selain budaya, rotan merupakan salah satu sumber ekonomi meskipun bukan utama bagi masyarakat Teluk Sumbang, hal ini terlihat dari sebagian besar kelompok keluarga memproduksi kerajinan. Maka dari itu, menjaga ketersediaan tanaman rotan menjadi point penting bagi masyarakat. Dengan mendorong perluasan akses pemasaran produk, menjadikan semakin besar dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat dari pemanfaatan sumberdaya hutan. Semakin bertambahnya masyarakat yang terlibat, semakin kuat dalam menjaga ± 30% kawasan hutan kampung Teluk Sumbang sebagai sumber penghidupan masyarakat.
Aspek keberterimaan masyarakat (sosial-budaya), Dari serangkaian kegiatan pelatihan dan validasi, keberterimaan masyarakat terhadap program pengembangan rotan ini cukup tinggi. Dalam kegiatan ini seluruh perwakilan menyatakan kesiapan atau kesediaanya berpartisipasi aktif dalam pengembagan produk rotan dan turunanya. Dilihat dari melimpahnya sumberdaya dan keterampilan yang dimiliki oleh kalangan perempuan dalam mengolah yang cukup banyak.
29 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.8.3. Ikan Bulan - Bulan
Kampung-kampung pesisir berau yang memiliki potensi hasil laut yang cukup besar dan sama-sama kampung yang memiliki area hutan mangrove yang cukup luas. Ikan bulan-bulan merupakan salah satu jenis ikan yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok perempuan di kedua kampung sasaran Proyek yang diolah menjadi kerupuk dan amplang. Khususnya Kampung Teluk Semanting kerupuk ikan menjadi produk unggulan kampung mereka dalam mendukung wisata mangrove yang akan dikembangkan.
Gambar 12. Lokasi dan Ikan Bulan-Bulan di 2 kampung di Kalimantan Timur
Aspek Ekonomi dan Konservasi Ikan Bulan-Bulan (Kabupaten Berau)
Aspek Ekonomi: Komoditas ikan bulan-bulan telah menjadi incaran ataupun kebutuhan pokok para perajin kerupuk dan amplang di 2 kampung di Kecamatan Pulau Dearawan. Produksi kerupuk dan amplang memberikan nilai tambah ekonomi bagi keluarga dengan nilai jual amplang Rp 100.000/kg dan krupuk Rp 50.000/kg dengan produksi saat ini mencapai 675 kg/bulan kerupuk dan150 kg/bulan amplang dengan jumlah perajin teridentifikasi sebanyak 33 orang.
Aspek Konservasi: Secara ekologis Ikan bulan-bulan atau dalam bahasa ilmiah disebut Megalops cyprinoides, adalah ikan yang hidup di perairan pantai, muara sungai, namun lebih banyak dijumpai di daerah air payau. Ikan ini paling suka hidup di muara sungai, pantai dan rawa-rawa hutan bakau (mangrove). Ekosistem manggrove merupakan bagian penting dari keberlangsungan golongan kepiting, udang dan sebgian ikan laut, begitu halnya dengan Ikan bulan-bulan membutuhkan tanaman mangrove untuk berkembang biak (pemijahan telur).
Kesadaran masyarakat yang saat ini mulai meningkat akan pentingnya menjaga ekosistem kawasan mangrove, karena telah memberikan dampak ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat baik dari ikan segar maupun produk olahan (kerupuk dan amplang) ataupun produk manggrove itu sendiri. Dengan bertambahnya akses pemasaran produk dan peningkatan kualitas diharapkan semakin bertambahnya masyarakat yang terlibat dalam skema usaha pemanfaatan kawasan mangrove. Dengan semakin bertambahnya masyarakat yang mendapatkan manfaat dari mangrove secara tidak langsung akan menjaga luas kawasan hutan mangrove Teluk Semanting mencapai ± 279 ha serta ± 3.131 ha di Tanjung Batu.
Aspek keberterimaan: masyarakat siap kesediaanya berpartisipasi aktif dalam pengembagan produk ikan bulan-bulan khususnya dalam peningkatan kualitas dan perluasan pemasaran.
30 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Gambar 13. Peta Sebaran Produk HHBK Unggulan di 25 Kampung Sasaran Proyek
31 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
2.9. Analisis Kebijakan Pengembangan Produk HHBK Kabupaten Berau
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. P.21/Menhut-II/2009 disebutkan nilai ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Indonesia diperkirakan mencapai 90% dari total nilai ekonomi yang dapat dihasilkan dari ekosistem hutan. Selain itu, komoditi HHBK juga merupakan salah satu sumberdaya kawasan yang paling menyentuh kehidupan masyarakat sekitar hutan. Produk HHBK telah menjadi pemasukan sekaligus pendapatan langsung bagi pemenuhan kebutuhan banyak rumah tangga dan masyarakat di seluruh dunia.19 Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan produksi HHBK, pemerintah pusat telah mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain melalui Permenhut Nomor: P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu dan P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional. Di samping itu, pemerintah juga telah menetapkan kriteria dan indikator HHBK unggulan sebagaimana tertuang dalam Permenhut Nomor: P.21/Menhut-II/2009. Kebijakan pengembangan HHBK, baik yang berasal dari dalam maupun luar kawasan hutan diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada hasil hutan kayu, meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan dari HHBK, menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memelihara kawasan hutan, meningkatkan devisa sektor kehutanan bukan kayu, dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor kehutanan yang berasal dari komoditas HHBK20. Selain itu, lewat pengembangan hasil hutan bukan kayu ini diharapkan terjadi optimalisasi pemanfaatan HHBK, yang meliputi jumlah jenis, bentuk, tahap pengolahan, serta mutunya. Kemudian juga diharapkan optimalisasi potensi daerah dalam pengembangan HHBK sebagai alternatif sumber pangan, sumber bahan obat-obatan, penghasil serat, penghasil getah-getahan yang dapat meningkatkan ekonomi lokal dan nasional. Kabupaten Berau memiliki potensi HHBK cukup besar baik yang berada di dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan. Berdasarkan hasil identifikasi jenis HHBK di Kabupaten Berau terdapat sejumlah jenis HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat di 25 kampung sasaran yaitu sebanyak 195 HHBK dengan komposisi 168 (86 %) tumbuhan dan 27 (14 %) hewan21. Hasil kajian yang dilakukan Konsorsium berupa identifikasi jenis HHBK dan rencana pengembangan produk HHBK unggulan Kabupaten Berau. Dalam mendukung berjalannya pengelolaan produk berbasis HHBK yang akan dilakukan, Identifikasi kebijakan ini dimaksudkan untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan mulai dari tingkat pusat sampai kebijakan di tingkat daerah yang terkait dengan pengembangan HHBK. Tujuannya meliputi:
Mengidentifikasi kebijakan kebijakan dan dasar hukum dalam pengembangan HHBK di Kabupaten Berau
Menemukan peluang kebijakan dan dasar hukum yang tepat terhadap rencana pengembangan HHBK di daerah
Indentifikasi kebijakan yang terkait dengan pengelolaan HHBK mulai dari kebijakan paling tinggi (Undang-undang Dasar) sampai kebijakan pada tingkat kabupaten. Hasil identifikasi yang dimaksud disajikan pada Tabel 9.
19 Iqbal, 1993; Walter, 2001 20 Dephut, 2009. 21 Konsorsium Penabulu, NTFP EP dan LPPSLH - hasil identifikasi potensi HHBK di 25 Kampung di kabupaten Berau” 2017
32 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Tabel 11. Hirarki kebijakan yang terkait dengan pengelolaan HHBK
No Kebijakan Keterangan
1 Undang-Undang Dasar 1945
HHBK merupakan bagian dari kekayaan alam Indonesia yang harus dpergunakan untuk sebesar-besarnya “kemakmuran rakyat”.
Negara memiliki hak untuk menguasai dan selanjutnya mengatur peruntukannya agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan ekosistemnya
Undang-Undang ini mengedepankan prinsip “konservasi”
Keberadaan HHBK harus dipandang sebagai upaya perlindungan terhadap konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
Undang-undang ini menganut konsep “ekosentris” artinya, bahwa tujuan dari perlindungan lingkungan pada dasarnya adalah lingkungannya itu sendiri
3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Disamping mempertimbangkan aspek konservasi hutan, undang-undang ini juga memberi peluang untuk memanfaatkan hutan secara ekonomis
HHBK memiliki potensi ekonomi tinggi sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Undang-undang ini menganut konsep “anthroposentris”, bahwa lingkungan (hutan) untuk manusia.
Konsep yang ingin dikembangkan adalah “hutan lestari masyarakat sejahtera”
4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi landasan yuridis dalam kaitannya kewenangan pemanfaatan sumber daya alam termasuk HHBK antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, maupun antar pemerintahan daerah
Menjadi dasar hukum dalam melakukan kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam termasuk HHBK. Dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan
Oleh karena kewenangan yang dimiliki berdasarkan peraturan perundang-undangan (atributif), Pemerintah dan Pemerintah daerah memiliki wewenang menerbitkan perizinan dalam pemanfaatan sumber daya alam termasuk (HHBK) dan sumber daya lainnya.
5 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada intinya mengatur pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi serta terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan
Urusan pilihan, baik pemerintah propinsi maupun kabupaten kota meliputi urusan pemerintahan yang
33 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No Kebijakan Keterangan
secara nyata ada, dan berpotensi kebiasaan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Urusan kehutanan termasuk HHBK adalah urusan wajib dan pilihan yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
6 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya (Pasal 1 angka 8).
Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu.(Pasal 1 angka 9)
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang selanjutnya disingkat IUPHHK dan/atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disebut IUPHHBK adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran (Pasal 1 angka 13)
IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam hutan tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran (Pasal 1 angka 15).
Izin pemungutan hasil hutan kayu yang selanjutnya disingkat IPHHK adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan, pengangkutan, dan pemasaran untuk jangka waktu dan volume tertentu(Pasal 1 angka 16).
Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disingkat IPHHBK adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa bukan kayu pada hutan lindung dan/atau hutan produksi antara lain berupa rotan, madu, buah-buahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan, untuk jangka waktu dan volume tertentu (Pasal 1 angka 17)
7 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.35 / Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu
HHBK yang berasal dari hutan tunduk dan diatur sesuai ketentuan di bidang kehutanan.
HHBK yang tidak tercantum dalam lampiran peraturan ini sepanjang berasal dari hutan, tunduk dan diatur sesuai ketentuan di bidang kehutanan.
HHBK sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan ini sepanjang berasal dari luar hutan, tunduk dan diatur sesuai ketentuan yang berlaku.
HHBK yang berupa tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi dan tidak dilindungi serta yang termasuk dalam daftar Appendix Cites, tunduk dan diatur sesuai ketentuan yang berlaku
8 Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Penyusunan Grand Strategy ini adalah untuk memberikan arah, kebijakan serta gambaran pengembangan HHBK
34 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No Kebijakan Keterangan
Indonesia Nomor P.19/Menhut-Ii/2009 Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional
kepada pelaku usaha, para pihak dan masyarakat yang akan mengembangkan usaha HHBK. Sedangkan tujuannya adalah :
Menggali potensi daerah dalam pengembangan HHBK sebagai alternatif sumber pangan, sumber bahan obat-obatan, penghasil serat, penghasil getah-getahan dan lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Mendukung kebijakan nasional dalam mengembangkan dan meningkatkan produksi HHBK.
Adanya acuan mulai dari perencanaan sampai pasca panen bagi pelaku usaha, para pihak dan masyarakat luas dalam pengembangan HHBK
9 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 21/Menhut-Ii/2009 tentang Kriteria Dan Indikator Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan
Penyusunan kriteria dan standar ini dimaksudkan sebagai acuan dalam penetapan jenis HHBK unggulan serta menyamakan pemahaman dan langkah dalam upaya pengembangan HHBK untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan tujuannya adalah tersedianya jenis-jenis HHBK unggulan yang akan dikembangkan secara lebih terfokus dan terarah menjadi komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
10 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 46/Menhut-Ii/2009 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu Atau Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Produksi
Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disingkat IPHHK adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 16 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008.
Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat IPHHBK adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008.
11 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-Ii/2006 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara
Memberikan kepastian hukum dan pedoman kepada semua pihak yang melakukan usaha atau kegiatan di bidang kehutanan, sehingga penatausahaan hasil hutan berjalan dengan tertib dan lancar, agar kelestarian hutan, pendapatan negara, dan pemanfaatan hasil hutan secara optimal dapat tercapai.
Penatausahaan hasil hutan meliputi obyek dari semua jenis hasil hutan berupa kayu bulat, kayu bulat kecil, hasil hutan bukan kayu, hasil hutan olahan yang berasal dari perizinan sah pada hutan negara
12 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.8/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis (Renstra Kementerian Kehutanan Tahun 2010 - 2014
Dalam bab mengenai Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalam dan Sekitar Kawasan Hutan ditegaskan, bahwa: “ Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kebijakan prioritas Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Di Dalam dan Sekitar Kawasan Hutan, dilakukan melalui kegiatan pengembangan dan pemberdayaan perekonomian masyarakat melalui pengembangan hutan
35 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No Kebijakan Keterangan
kemasyarakatan, hutan rakyat, hutan desa, dan pengembangan desa konservasi. Selanjutnya peningkatan usaha perekonomian masyarakat dilakukan melalui pengembangan komoditas kehutanan berupa kayu dan non kayu/hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti rotan, getah-getahan, buah-buahan, umbi-umbian, serta usaha jasa pariwisata alam”.
13 Peraturan Daerah Peraturan Daerah ini secara substansial pembentukannya didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.
Penormaan di dalam Peraturan Daerah ini banyak mengulangi norma-norma yang diatur di dalam UU No. 41 Tahun 1999 dan PP 34 Tahun 2002 ( terjadi repetisi norma) yang sebenarnya tidak harus dilakukan karena akan mengurangi norma yang diatur di dalam peraturan yang sudah mengaturnya ( UU dan PP).
Peraturan Daerah ini tidak secara terperincimengatur tentang Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
14 RPJMD Kabupaten Berau
Pengelolaan hutan dan lahan secara lestari Pengembangan hasil hutan non kayu dan Jasa Lingkungan Hidup (Isu-isu pengelolaan menurut KLHS)
Peraturan yang berskala nasional (mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah sampai pada peraturan menteri kehutanan) sebagai dasar rujukan HHBK sudah cukup memadai. Artinya, hal-hal yang bersifat umum dan makro dari ketentuan undang-undang telah dijabarkan secara teknis kedalam peraturan yang lebih rendah baik dalam bentuk peraturan pemerintah maupun peraturan menteri kehutanan9. Dalam merumuskan pengaturan pengelolaan HHBK, penting untuk memperhatikan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Klausul yang harus diperhatikan menyangkut:
HHBK yang berasal dari hutan tunduk dan diatur sesuai ketentuan di bidang kehutanan
HHBK yang tidak tercantum dalam lampiran peraturan ini sepanjang berasal dari hutan, tunduk dan diatur sesuai ketentuan di bidang kehutanan; dan
HHBK sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan ini sepanjang berasal dari luar hutan, tunduk dan diatur sesuai ketentuan yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya jelas mengedepankan “konservasi”, oleh karena itu keberadaan HHBK harus dipandang sebagai upaya perlindungan terhadap konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Disamping, kedua kebijakan tersebut, juga telah diterbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.37/Menhut-II/2007Tentang Hutan Kemasyarakatan. Artinya, ada kesadaran dari pengambil kebijakan bahwa untuk mengelola hutan tidak bisa dibebankan kepada Pemerintah semata, melainkan juga perlu melibatkan masyarakat khususnya masyarakat di kawasan hutan.
36 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Saat ini Kabupaten Berau memiliki HPHD (Hutan Desa) di 5 kampung, yakni kampung Merabu Kecamatan Kelay, Kampung Biatan Ilir di Kecamatan Biatan, Kampung Dumaring di Kecamatan Talisayan, serta Kampung Punan Segah, dan Long Ayap yang berada di Kecamatan Segah. Penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada desa melalui lembaga desa dalam mengelola sumberdaya hutan secara lestari. Hal ini menjadi peluang bagi kampung dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara berkelanjutan. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan khususnya di bidang kehutanan sangat baik. Instrumen yuridis pendukung mulai dari tataran undang-undang, peraturan pemerintah sampai peraturan menteri kehutanan cukup memadai. Sering kali dalam implementasi, aturan-aturan tersebut tidak bisa dilaksanakan dengan baik. Nampaknya ada kegamangan pada pengampu kebijakan level lokal di daerah untuk menindaklanjuti dan mengambil keputusan yang strategis berkaitan dengan HHBK. Analisis sementara menunjukkan bahwa kebijakan yang bersifat nasional baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri kehutanan, tidak ditindaklanjuti dalam kebijakan lokal. Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Kabupaten maupun produk kebijakan lainnya 22. Hal ini terlihat dari, Rencana Pengembangan Daerah (RPJM 2016-2021) Kabupaten Berau tidak secara tegas dan terperinci mengatur tentang HHBK. Pada Undang-Undang No 23 Tahun 2014 menegaskan, Tentang Pemerintah Daerah mengatur mengenai pembagian urusan kehutanan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota). Menurut undang-undang tersebut, urusan bidang kehutanan sebagian besar mejadi wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. Kewenangan Pemerintah Daerah terhadap urusan bidang kehutanan terletak pada sub urusan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kewenangan Pemerintah Daerah hanya untuk pelaksanaan pengelolaan tanaman hutan raya (TAHURA) saja. Hal ini tentu saja membatasi wewenang Pemerintah Daerah dalam mengelola bidang kehutanan. Dalam upaya mendukung penguatan ekonomi masyarakat Kabupaten Berau (tertuang di RPJMD), Pemerintah Daerah secara khusus akan melakukan Peningkatan pengelolaan sumber daya hutan secara berkelanjutan. Dalam melaksanakan kebijakan ini, pemerintah akan memanfaatkan hasil hutan melalui prinsip pengelolaan hutan lestari; mengembangkan sistem pengelolaan hutan melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi/Lindung; melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan; mengembangkan hutan kemasyarakatan, hutan desa, dan hutan tanaman rakyat guna meningkatkan produksi lokal; serta mengembangkan potensi pengelolaan jasa lingkungan. (misi ke dua Kabupaten Berau yaitu Meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, memberdayakan usaha ekonomi kecil menengah yang berbasis kerakyatan, dan perluasan lapangan kerja termasuk pengembangan ekonomi kreatif berbasis pariwisata dan kearifan lokal). Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten juga tidak khusus membicarakan terkait pengelolaan ekonomi masyarakat berbasis HHBK, meski disadari bahwa potensi HHBK cukup tinggi serta memberikan kemanfaatan sebesar-besar bagi rakyat khususnya di sekitar kawasan hutan. Hal ini, menjadi peluang bagi Proyek untuk bersinergi dan mendukung misi dari Pemerintah Kabupaten Berau dalam pengembangan ekonomi kemasyarakatan berbasis HHBK. Dalam pengembangannya masih banyak ditemui kelemahan dalam mendukung pengelolaan HHBK diantaranya:
Belum adanya regulasi mengenai pengelolaan HHBK di tingkat Kabupaten yang didalamnya memuat:
22 Gatot Dwi Hendro - Analisis Kebijakan Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (Hhbk) Di Ntb Dan Ntt, 2012
37 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Perijinan dan tata niaga HHBK
Penerapan tekhnologi yang ramah lingkungan
Mekanisme koordinasi dan pembagian peran kelembagaan daerah dan instansi vertikal yang ada di daerah
Penguatan kelembagaan masyarakat
Pengaturan jaringan pemasaran produk HHBK.
Upaya mendukung hal tersebut, Proyek akan mendorong dan memfasilitasi adanya perolehan regulasi mengenai ijin pemungutan hasil hutan bukan kayu (IPHHBK) di tingkat kelompok pemburu/pencari HHBK. Guna menjamin dan memberikan kepastian hukum dan pedoman kepada semua pihak yang melakukan usaha atau kegiatan di bidang kehutanan, sehingga penatausahaan hasil hutan berjalan dengan tertib, kelestarian hutan terjaga, dan pemanfaatannya dapat optimal. Fasilitasi perolehan perijinan Proyek akan mengacu kepada kebijakan-kebijakan di Tabel 9, seperti Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu, Permenhut No P.46/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau HHBK pada Hutan Produksi, Permenhut No P.36/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Pemanfaatan HHBK dalam Hutan Alam atau dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan NOMOR P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu Atau Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Negara, Permenhut No P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, Permenhut No P.49/Menhut-II/2008 dan No P.89/Menhut-II/2014 tentang Hutan Desa, Permenhut No P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu pada KPHL dan KPHP. Selain Perijinan proyek juga akan memfasilitasi penguatan kelompok, pengembangan produk dan teknologi serta akases pemasaran dengan mempertimbangkan UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Desa (yang kemudian disempurnakan melalui UU No 2 Tahun 2015) mengenai pergeseran pihak yang berwenang dan model terkini kelembagaan pengelolaan sumber daya alam yang dimandatkan UU di tingkatan desa.
38 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
3.1. Kesimpulan dan Rekomendasi
Berikut merupakan kesimpukan dan rekomendasi dalam pelaksanaan pemetaan CLAPS ataupun rencana pengembangan yang dilakukan, dalam upaya pengembangan produk berbasis HHBK dan perluasan jaringan pemasaran:
1. Di 7 Kecamatan memiliki ASET Alam berupa wilayah hutan daratan dan hutan mangrove. Akan tetapi pengelolaannya belum dilakukan secara maksimal. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat.
2. Berkaitan dengan ASET Manusia, jumlah masyarakat yang memiliki kapasitas membuat kerajinan (rotan, bambu, pandan) banyak tersebar di 12 kampung perajin rotan, 8 kampung perajin bambu, 3 kampung perajin pandan. Masyarakat yang mempunyai kemampuan membuat terasi udang papai banyak dan ada di 1 kampung. Untuk pembuatan gula aren, masyarakat yang memanen nira (bahanbaku gula aren) dan pembuat gula aren terbatas disetiap kampungnya dan hanya 2 kampung yang teridentifikasi dimana masyarakatnya dapat membut aren. Agar produksi dapat berkelanjutan, perlu menambahkan pemanen nira terutama kaum muda.
3. Berkaitan dengan ASET Alam, Bahanbaku (HHBK) dari produk unggulan terpilih saat ini
kondisinya cukup berlimpah. Namun perlu diperhatikan mengenai cara panen dan ancaman terhadap tempat hidup HHBK tersebut yang dapat mempengaruhi keberlanjutan keberadaan HHBK tersebut. Sebagai contoh Ikan bulan-bulan dan udang papai, cara panennya belum lestari karena dalam pemanenan anak ikan bulan-bulan dan udang papai masih dipanen. Perlu ada teknik panen (menangkap) ikan bulan-bulan dan udang papai yang lestari, sehingga populasi tetap terjaga. Tidak diperbolehkan menggunakan bahan kimia.
4. Berkaitan dengan ASET Sosial
Dari sisi negatif keberadaan perusahan sawit, tambang dan kayu (HPH/HTI) akan berpengaruh terhadap penurunan sumberdaya bahan baku HHBK. Selain itu dapat memperjauh jarak masyarakat untuk mengakses sumberdaya bahan baku HHBK. Sebagai contoh penurunan kapasitas produksi madu merupakan dampak dari aktifitas perusahaan tersebut (sawit, hph dan batubara). Sehingga perlu dipersiapkan upaya untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya HHBK tersebut.
Dari sisi positif, adanya lembaga non pemerintah baik lokal, nasional maupun international sangat membantu dalam pembangunan kampung dan peningkatan kapasitas masyarakat.
39 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
5. Berkaitan dengan ASET Keuangan, untuk memperoleh modal kerja kelompok usaha, selain mengumpulkan dana dari anggota, masyarakat dapat mengakses sumber dana yang ada di kampung, kecamatan dan kabupaten. Di tingkat kampung adalah dana desa (ADK & APBD), pinjaman CU, koperasi (diluar koperasi perusahaan), dana CSR dari perusahaan. Koperasi perusahaan yang ada dikampung lebih berfungsi sebagai media transaksi (pembayaran) dari perusahan sawit dengan masyarakat, bukan untuk mengakses modal kerja. Di tingkat kecamatan masyarakat dapat mengaskses dana dari Bank KalTim dan BRI yang mempunyai program untuk kelompok usaha. Di tingkat kabupaten dapat mengakses dari Pemda Kab. Berau. Di tingkat nasional dapat mengakses dari program pemerintah pusat.
6. Berkaitan dengan ASET Fisik, HHBK dan produk unggulan yang terpilih sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Kelay (produk kerajinan) dimana fasilitas fisik seperti jalan, listrik, komunikasi dan teknologi masih terbatas jika dibandingkan kampung pesisir. Hal ini perlu diperhatikan dalam mobilisasi (transportasi) bahan baku tambahan dan teknologi dari luar kampung serta komunikasi pemesanan dan pengiriman barang. Sehingga perlu ada peningkatan sarana dan prasarana transportasi, media komunikasi, inventarisasi bahan baku produksi supaya proses pemasaran dan produksi tidak terhambat.
7. Kerentanan yang teridentifikasi di 25 kampung sangat berpengaruh terhadap aset
manusia (kualitas hidup, keterampilan, waktu & kapasitas kerja), aset alam (akses, kualitas, kuantitas sumberdaya), aset keuangan (peredaran uang), aset sosial (konflik dan jaringan), aset fisik (kualitas dan kuantitas aset fisik). Sehingga perlu mempertimbangkan dan memperhatikan factor dalam produksi, pemasaran dan berjalannya organisasi kelompok usaha tersebut.
8. HHBK unggulan di 7 Kecamatan Kab. Berau berdasarkan hasil CLAPS terfokus pada 3
cluster pemanfaatan yaitu a) Makanan, Minuman dan Bumbu ; b) Kerajinan dan c) Obat-Obatan.
9. Dalam mengelola HHBK sebagai usaha masyarakat harus meminimalkan biaya.
pemilihan sumberdaya HHBK dengan potensi pengelolaan lestari “tinggi’ karena membutuhkan input (modal) yang lebih kecil. Sebagai contoh: Bambu memiliki potensi pengelolaan lestari “tinggi”, sehingga jika akan dikembangkan akan membutuhkan modal yang lebih sedikit dibandingkan dengan HHBK yang lain.
10. Selain HHBK unggulan tersebut terdapat HHBK yang memiliki manfaat sebagai
penyedap alami yaitu daun Mekai (daun apa) Pycnarrhena cauliflora (Lampiran 5, no : 67).
11. Perlu mempertimbangkan kemampuan masyarakat dalam mengelola organisasi
kelompok usaha (manajemen kelompok, produksi, pemasaran dan keuangan), kekompakan kelompok dan berjejaring. Dari 25 kampung, hanya 7 kampung yang masyarakatnya memiliki pengalaman dalam mengelola usaha kelompok dan tidak semuanya usahanya masih berlanjut hingga kini. Hal baiknya semua kampung masyarakatnya sudah berpengalaman dalam berkelompok dan menjalankan program dengan capaian yang berbeda-beda (berhasil/sukses, gagal). Pengalaman mengelola usaha bersama, mengelola program menjadi modal untuk membangun usaha.
12. Kalender musim masyarakat.
Dalam mengelola usaha HHBK perlu memperhatikan kalender musim yang ada di Kampung karena akan berpengaruh dalam produksi dan pemasaran produk. Untuk kampung yang masyarakatnya berladang padi perlu memperhatikan waktu dimana mereka membuka lahan, membakar, menugal, membersih, dan panen. Pada waktu tersebut tingkat produksi masyarakat akan menurun Untuk kampung pesisir perlu
40 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
diperhatikan musim dimana nelayan melaut atau tidak. Musim menangkap ikan pada musim angin selatan (juni, juli, agustus, sept), masih bisa melaut musim angin utara (Maret), musim tidak bisa melaut angin utara (Jan, Feb) dan angin barat (Des). Pada musim melaut produksi akan menurun dibandingkan pada musim tidak melaut. Untuk kegiatan sosial, perlu diperhatikan waktu dimana ada kegiatan yang melibatkan banyak masyarakat. Seperti perayaan ulang tahun kampung – kecamatan – kabupaten, peringatan 17 agustus (kecamatan – kabupaten), pesta panen (kampung, kecamatan) dan perayaan hari keagamaan. Kegiatan ini merupakan waktu yang baik untuk melakukan pemasaran dalam jumlah besar.
13. Pemasaran. Produk unggulan yang terpilih merupakan produk komersil dalam skala kecil. Pemasaran saat ini sudah dilakukan di tingkat lokal kampung, kecamatan hingga kabupaten. Proses perluasan pemasaran nantinya, perlu dilakukan peningkatan kualitas produk dan inovasi untuk menyasar pasar yang lebih luas.
3.2. Capaian Penting Pemetaan Potensi Sumberdaya HHBK (Fase 1 Proyek)
Teridentifikasinya potensi jenis dan sebaran HHBK di 25 kampung sasaran yang nantinya dapat dikembangkan oleh kampung dalam mendukung ekonomi masyarakat kampung baik dalam sekema BUMDES ataupun KUBE
Mendapatkan data ASET yang dimiliki 25 kampung dalam mendukung pengembangan ekonomi berbasis hasil hutan bukan kayu
Proyek mendapatkan gambaran mengenai situasi dan kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar wilayah hutan dan pesisir dalam pemanfaatan sumberdaya alam khususnya HHBK.
Mendapatkan data dan informasi mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada potensi sumberdaya alam serta situasi kesiapan masyarakat dalam pengelolaan usaha berbasis HHBK.
Terbangunnya jaringan-jaringan kerjasama dengan pihak pemerintah Kabupaten, Kecamatan dan Kampung serta SKPD terkait, mitra NGO yang bekerja di Berau, masyarakat yang mendukung dalam pelaksanaan proyek ini khususnya dalam pengembangan produk dan perlindungan terhadap jasa lingkungan.
3.3. Hambatan dan Tantangan Pemetaan Potensi Sumberdaya HHBK
Hambatan dan tantangan kegiatan yang dihadapi dalam implementasi kegiatan pelatihan dan validasi sumber penghidupan masyarakat berbasis HHBK (Pemetaan CLAPS) diantaranya:
Jarak, akses tranportasi dan komunikasi berdampak pada proses persiapan pelatihan yang memakan waktu lama. Terbatasnya waktu pelatihan (3 hari) juga berdampak pada kelengkapan data HHBK.
Isu HHBK masih belum familiar dikalangan masyarakat (khususnya generasi muda) di Kabupaten Berau maka dari itu mengembalikan budaya lokal baik pengelolaan hutan dan pemanfaatan sumber hasil hutan bukan kayu, khususnya pada generasi muda dan masyarakat di sekitar hutan menjadi tantangan ke depan Proyek
Berkurangnya masyarakat sekitar hutan yang memanfaatkan HHBK sebagai sumber pendapatan utama, hal ini diakibatkan berkurangnya luasan hutan yang ada dan jarak tempuh menuju hutan yang semakin jauh, terutama untuk kampung-kampung dimana luasan hutannya bergeser menjadi kebun sawit dan penambangan.
41 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
3.4. Daftar Pustaka
BPS, 2016. Statistik Daerah Kabupaten Berau. Berau
Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa. 2009. Keragaman Jenis Dipterokarpa di Kabupaten Berau. Kalimantan Timur
BATAN. 2010. Identifikasi Keanekaragaman Flora Dan Fauna Berau Kalimantan Timur Pada Kegiatan Pra Survei Tapak PLTN. Berau, Kalimantan Timur
Chambers, Robert. 1994. The Origins and Practice of Participatory Rural Appraisal. Institute of Development Studies. Brigthon.
DFID, 2000. Sustainable Livelihoods Guidance Sheets.
Stockdale, Mary. 2005. Step to Sustainable and Community-Based NTFP Management. NTFP EP. Manila, Philipina.
D. Arquiza, Yasmin. 2008. Dari Biji menjadi Manik-Manik. Kisah, Kiat dan Panduan Membangun Wirausaha Hasil Hutan Bukan Kayu Berbasis Komunitas. NTFP EP. Manila, Philipina.
Juliade. 2014. Survei Potensi Madu Hutan Berau. Kalimantan Timur
TNC dan Rana Eksperimental. 2015. Studi Identifikasi dan sebaran HHBK unggulan Madu hutan Kabupaten Berau. Kalimantan Timur
Wibowo, Gatot Dwi Hendro. Identifikasi Pemetaan Konflik Sumberdaya Hutan di NTB, Kerjasama Pusat Penelitian Pengembangan Perdesaan (P3P) Unram dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappeda) Provinsi NTB, 2002.Iqbal, 1993; Walter, 2001.
Dirjen BPDASPS.2013
http://industri.bisnis.com/read/20171018/257/700781/pebisnis-minta-pengetatan ekspor-rotan
http://www.beraukab.go.id, Profil Kabupaten Berau
https://petatematikindo.wordpress.com/2014/02/09/administrasi-kabupaten-berau/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten Berau
http://keuanganinvestasi.blogspot.co.id/2015/03/permintaan-madu-nasional-alami.html
http://industri.bisnis.com/read/20160126/99/513200/genjot-produksi-madu-perhutani-siapkan-18.000-ha-di-3-provinsi
https://www.researchgate.net - Potensi Madu Hutan Dan Pengelolaannya Di Indonesia
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170212154105-92-192976/pemerintah-fasilitasi-pengrajin-rotan-dan-kayu-ke-jerman
https://www.wartaekonomi.co.id/read141372/industri-mebel-nasional-potensial-rajai-pasar-global.html
faostat.fao.org. dalam Isaac Thompson; MediaIndonesia. COM (12/07/2011; Smallcrab Online.www.smallcrab.com; www.suaramerdeka.com ; newsipid… regionalinvestment. bkpm.go.id; suarapantura, 14 Agustus 2012; The world market for honey.www.fintrac.com; Stefan Bogdanov dalam Bee Product Science, www.bee-hexagon.net, 15 January 2012
42 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
LAMPIRAN
DATA HASIL KEGIATAN PEMETAAN COMMUNITY LIVELIHOOD APPRAISAL AND PRODUCT SCANNING (CLAPS), DI KABUPATEN BERAU
Lampiran 1. Daftar ASET Masyarakat di 25 Kampung
NO Keterangan Biduk-
Biduk
Talisayan Biatan Gunung
Tabur
K.Derawan Kelay Segah
4
kampung
1
kampung
2
kampung
2
kampung
3
kampung
10
kampung
3
kampung
1 ASET MANUSIA
Mata pencarian
Utama
Petani
(tanaman
semusim &
kebun)
√ √ √ √ √ √ √
Nelayan (laut) √ √ √ √ √ - -
Nelayan
(sungai)
- - √ - - √ √
PNS/TNI/POLRI √ √ √ √ √ √ √
Pedagang √ √ √ √ √ √ √
Karyawan
swasta
√ √ √ √ √ √ √
Motoris
(perahu)
√ √ √ √ √ √ √
Mata pencarian
Musiman
Berburu hewan
di hutan
√ √ √ - - √ √
Kerajinan √ √ √ √
Pemanjat madu √ √ √ √ - √ √
Pencari gaharu √ √ √ - - √ √
Pengumpul
buah hutan
√ √ √ √ - √ √
Bertukang
(membuat
perahu, rumah
dll)
√ √ √ √ √ √ √
2 ASET ALAM
Hutan Daratan √ √ √ √ - √ √
Mangrove √ √ √ √ √ - -
Wisata √ √ √ √ √ √ √
Mata Air √ √ √ √ √ √ √
Sawit
- √ √ √ - √ √
43 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
NO Keterangan Biduk-
Biduk
Talisayan Biatan Gunung
Tabur
K.Derawan Kelay Segah
4
kampung
1
kampung
2
kampung
2
kampung
3
kampung
10
kampung
3
kampung
3 ASET FISIK
Akses Jalan
Aspal
√ √ √ √ √ - -
Akes Jalan
Tanah
√ √ √ √ √ √ √
Jaringan Telp
penuh
√ √ √ - - - -
Jaringan Telp
tidak penuh
√ √ √ √ √ √ √
Listrik 24 Jam - - - - - - -
Litrik <12 jam √ √ √ √ √ √ √
4 ASET SOSIAL
Lembaga
Pemerintah
Desa
√ √ √ √ √ √ √
Lembaga Lokal
(KSM/LPHD)
√ √ √ √ √ √ √
Lembaga NGO
Lokal &
Nasional
√ √ √ √ √ √ √
Lembaga
Internasional
- - - - - √ √
5 ASET KEUANGAN
Bank Kaltim √ - - √ √ √ -
Koperasi √ √ √ √ √ √ √
CU - √ - - - √ -
Kelompok
Simpan Pinjam
√ √ √ √ √ √ √
44 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 2. Daftar Kerentanan di 25 Kampung
No Keterangan Jumlah
Kampung Gangguan Musim Pola
1 Kampung
Pesisir
11 (Biduk-Biduk,
Talisayan, Biatan,
Gn Tabur,
K.Derawan)
Kemarau
panjang,hujan
panjang, kebakaran
hutan, hama &
penyakit tanaman,
penyakit hewan,
penyakit pada
manusia (diare,
cacar dll), abrasi,
illegal fishing
(konflik), kehadiran
perusahan sawit
(limbah sawit,
berkurangnya SDA
dll), persediaan BBM
(terutama pada
musim melaut).
Musim angin
selatan, utara, barat
dan timur
(mempengaruhi
waktu melaut),
musim kemarau,
musim kering,
musim wisatawan
(lebaran, libur
sekolah, akhir
tahun),
Tujuan wisata
bahari, munculnya
home stay dan
penginapan,
membuat rumah
burung wallet,
berkebun
lada/sahang,
berternak sapi,
konversi lahan ke
sawit, meningkatnya
saran transportasi
(mobil)
2 Kampung
hulu
(kawasan
hutan)
14 (Kelay, Segah,
Biatan)
Kemarau panjang,
Gagal panen padi,
kebakaran hutan,
banjir,Hama dan
penyakit tanaman,
Penyakit hewan,
Penyakit manusia,
Perusahan sawit
(kualitas air sungai
menurun, tumpahan
minyak sawit (cpo)
menyebabkan
kecelakaan motor,
SDA berkurang),
konflik masyrakat
dengan perusahan,
konflik antar
kampung (batas
kampung)
Musim madu, musim
buah, musim
berladang, musim
hujan, musim kering,
musim ikan di sungai
(kemarau dan
banjir), musim
proyek ADK (pekerja
musiman), musim
panen sarang walet
Perubahan
transportasi air
menjadi darat,
panen madu
menurun, harga
madu meningkat,
pemanjat madu
berkurang, berkebun
sahang/lada,
berkebun karet,
harga karet
menurun, pasar
malam, pendatang
(pekerja perusahan
sawit), beberapa
desa menjadi tujuan
wisata alam
45 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 3. Daftar Lembaga di 25 Kampung
No LEMBAGA Biduk-Biduk
Talisayan Biatan Gunung Tabur
KepulauanDerawan
Kelay Segah
1 KSM Lekmalamin
Biduk-biduk
2 KSM KKB Teluk Sumbang
3 KSM Parangat Timbatu
Batu-Batu
4 KSM JALA TJ. Batu
5 KSM Kerima Puri
Merabu
6 KSM Nemdah Nemkay
Lesan Dayak
7 KSM BP Segah
Long Laai
8 LPHD Dumaring Biatan Hulu, Biatan Hilir
Pegat Batumbuk
Long Ayap
9 PEKA Teluk Sulaiman
10 Menapak Dumaring Biatan Hulu, Biatan Hilir
11 Sahabat Cipta Dumaring Biatan Hulu, Biatan Hilir
12 Kanopi Batu-Batu
13 FLIM Pulau Semanting
Pegat Batumbuk
14 Payo -Payo Long Lamcin, Long Pelay
Long Ayap
15 JAVLEC 1 kampung
16 OWT Merabu, Sidobangen,Long Gie, Merapun, Muara Lesan
17 BIOMA Long Gie, Long Boy
18 Patriot Negeri 4 Kampung
1 kampung
2 kampung
2 kampung
3 kampung
10 kampung
46 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No LEMBAGA Biduk-Biduk
Talisayan Biatan Gunung Tabur
KepulauanDerawan
Kelay Segah
19 TNC Long Gie, Long Duhung
20 GIZ - Forclime Long Duhun, Long Boy, Long Pelay, Long Lamcin
Punan Malina, Long Laai, Long Ayap
21 CU Dumaring Sidobangen, Long Gie, Merapun
22 Koperasi 4 Koperasi di Kecamatan
1 Koperasi perusahaan sawit, 1 koperasi di luar sawit
Koperasi perusahan sawit
Koperasi perusahan sawit
Koperasi perusahan
Koperasi perusahan
Koperasi perusahan
23 BUMK Biduk-Biduk
24 Perusahaan HPH/HTI
PT Desy Timber
PT Karya Lestari, PT Mahardika Insan Mulia, PT Utama Indah Timber, PT Aditya, PT Wana Bakti, PT Amindo
PT Sumalindo
25 Perusahaan Sawit
PT Tanjung Buyu Perkasa
PT Dwiwira Lestari Jaya
PT Sentosa Kalimantan Jaya (SKJ)
PT Yuda, PT BSS, PT Gunta, PT GAS, PT Global,PT PA,PT Anugrah Agung Prima Abadi
PT Malindo Mas Perkebunan, PT Natuna Pasific Nusantara, PT Berau Karentindo Lestari
26 Perusahaan Tambang
PT Lati Tanjung Harapan
PT Lati Tanjung Harapan
47 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 4. Pengalaman usaha di 25 Kampung
NO Keterangan Biduk-
Biduk
Talisay
an Biatan
Gunung
Tabur
K.
Derawan Kelay Segah
Total
Kampung
1 Pengalaman mengelola usaha kelompok
1.1. Makanan 2 0 0 1 2 2 0 7
1.2 Pertanian /
perkebunan
0 0 0 0 0 1 0 1
1.3 Wisata 1 0 0 0 0 2 0 3
2 Pengalaman mengelola program
2.1 Pertanian /
GAKPOTAN
3 1 2 2 0 9 1 18
2.2 Nelayan /
Perikanan
1 1 0 2 3 1 1 9
2.3 Ternak 2 0 1 1 0 2 0 6
2.4 Simpan
Pinjam
2 0 0 1 1 1 0 5
2.5 Kehutanan 0 0 0 0 0 4 3 7
2.6 Listrik 0 0 0 0 0 1 0 1
2.7 Wisata 1 0 0 1 0 2 0 4
48 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 5. Daftar jenis HHBK di 25 Kampung
No Sumberdaya HHBK Manfat
Tumbuhan
1 Jamur Hutan Makanan, obat-obatan
2 Aren/Enau Makanan (Gula merah, kolang-kaling), minuman
3 Rotan Tunggal Kerajinan (anyaman, meubel, pengikat, perajut/penjahit atap)
4 Rotan Segah Kerajinan rumah tangga
5 Rotan Sabut Kerajinan
6 Rotan kawat/jarum Kerajinan (keranjang), pengikat, dll
7 Rotan pait Makanan(umbut)
8 Rotan Semule/Smleh/Guisamleh Obat pasca melahirkan, obat luka
9 Rotan Guitap tikar,tampi, bakul, lanjung
10 R. Guiwal tikar, lanjung
11 Rotan Semambu Kerajinan
12 Bambu [(Bambu lempaqi, tamiang -
t.sumbang,]
Kerajinan (anyaman, pagar), rampong ikan, makanan, tangkai
tombak ikan, kontruksi (alas pondok, tiang)
13 Bambu kecil Kerajinan
14 Madu Hutan/unyai (L.Ayap) Obat-obatan, kesehatan
15 Madu Kelulut (lenceng) Minuman sehat
16 Akar kuning Obat-obatan (hepatitis, malaria, batuk, flu), kesehatan
17 Akar merah Obat-obatan (penyakit panas, demam)
18 Damar (meranti, dangel) Resin, lem - kapal, penerangan, obat nyamuk
19 Pandan Hutan Kerajinan (tikar, bungkus makanan), makanan (umbut)
20 Jambu Biji Obat-obatan, kesehatan, makanan
21 Seppang Obat sakit ginjal
22 Mangrove Makanan, perahu, jala ikan, kayu api, tiang rumah
23 Api-api Pewarna alam, tepung, stamina
24 Daun sembung Obat-obatan (untuk penyakit malaria, stamina, penyakit dalam,
panas/demam)
25 Tuba Racun Ikan
26 Sarang semut Obat-obatan
27 Daun sirih hutan Obat-obatan
28 Kemiri Bumbu dan obat-obatan
29 Pala Makananan dan obat-obatan
30 Gaharu Ritual adat
31 Brotowali Obat-obatan
32 Pasak bumi Obat-obatan, pegel linuobat meriang,, malaria
33 Kayu Upas Racun sumpit
34 Daun serunai Obat-obatan
35 Petai Makanan
36 Durian Hutan. {Lahung, karuntungan,
sinatuk, Elay, sadoh (Dumaring),Buah
Lahjintong(dayak Gaai), Kertongan (Dayak
Punan) -Long Gie Sadon (Merapun)}
Bahan makanan
37 Sarang Walet Makan, Obat-obatan
49 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No Sumberdaya HHBK Manfat
38 Mengkudu Obat-obatan (obat koreng, pengusir tikus)
39 Akar Tarum/wantex Pewarna alami untuk kerajinan rotan (warna hitam)
40 Akar Gumalit Pewarna alami untuk kerajinan rotan (warna hitam)
41 Daun Nanas Benang/serat
42 Kayu Langir Sabun alami
43 Akar Arimungkat Sampo alami
44 Kayu Pahit Obat sakit perut
45 Asam Campuran masakan
46 Lingen Pewarna alami untuk kerajinan rotan (warna hitam)
47 Wakah Agul Pewarna alami untuk kerajinan rotan (warna hitam)
48 Nibung Makanan (umbutnya yang di ambil), bangunan (gazebo, tiang)
49 Gadung Makanan
50 Uwat Banta Ramuan Herbal untuk ibu setelah melahirkan
51 Akar Telasih Obat- obatan (untuk penyakit Diare/muntaber)
52 Uyu Pangikis Obat diare
53 Bawang Kayu Bumbu masak
54 Karuwung (buah) Makanan
55 Saluah (buah) Makanan
56 Rambutan (buah) Makanan
57 Langsat Makanan
58 Kayu Balik Angin Obat-obatan ( Penyakit tipes, malaria)
59 Mintembusan Obat luka
60 Dupar/Nyupah (mata kucing) Makanan
61 Gitaan (bentuknya akar dan merambat,
buahnya yang di manfaatkan)
Makanan
62 Pasin Makanan
63 Maritam (rambutan hutan) Makanan
64 Sibau Makanan
65 Getah Mallow Perekat parang
66 Akar Penawar racun Obat herbal
67 Daun Mekai (Bekai)/Daun Cungkanla Penyedap rasa/makanan
68 Getah Suling Pewarna
69 Daun kjausek Obat herbal
70 Daun Biru/Daun Sang/Daun Nyius(Cungslil) Kerajinan (seraung/topi, Atap, tikar)
71 Anggrek Hutan Hiasan rumah, ekowisata
72 Sagu Makanan
73 Nanga (sejenis palem dan berduri) Jenis sagu Makanan
74 Talang /Bangkala (sejenis palem tetapi tidak
berduri)
Sagu, ranting untuk sapu dan sumpit
75 Sagu Lenga Sagu
76 Sagu Blang Sagu, makanan
77 Nipah Bahan Bangunan (atap), Manisan, tepung, atap rumah, kerajinan,
nira gula merah, pucuk untuk obat
78 Perepat (jenis mangrove) Bahan pewarna dan sirup
50 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No Sumberdaya HHBK Manfat
79 Pidada, perangat (jenis Mangrove) Belum tahu manfaatnya, Sirup, dodol dan selai, Makanan (cuka),
Jus, Umpan pancing
80 Lantuju (Nephentes/kantong semar) Tali/ Pengikat
81 Lamiding (sejenis pakis) Makanan
82 Akar kayu manis Obat stamina
83 Pakis merah dan hijau Sayuran
84 Lujung Obat nyamuk, usir roh halus, ibu melahirkan, perut kembung
85 Tekajang Pewarna hitam rotan
86 Kepi Pewarna hitam rotan
87 Buah Pasir/pasih Makanan
88 Jeruju Obat - obatan (teh), kerupuk
89 Nyiri Lulur, pewarna
90 Saringkuum Obat – obatan
91 Bamban Kerajinan (anyaman)
92 Bangkawan Kerajinan
93 Kandis (Asam Jawa) Makanan
94 Serai Gajah Kerajinan
95 Pinang - Pinang Kerajinan
96 Piyai (manggrove) Makanan
97 Rutun Makanan
98 Galinggam Obat gatal
99 Tambu-Tambu (manggrove) Kosmetik (pupur dingin)
100 pinang obat diabetes, pewarna
101 toke'/bulguera (manggrove) bahan dasar tepung, kue dll
102 Ikan bulan-bulan Makanan
103 Talantang bonsai, perhiasan
104 Ikan merah Makanan
105 Onlong/Keladi Hutan - Long (L.Dunghung) Obat ibu melahirkan (mengecilkan perut pasca melahirkan), obat
sakit mata (L.Duhung)
106 Wuh (bhs. Dayak Gaai. Kulit kayu yang di
gunakan)
Pewarna alami (merah)
107 Langat (akar+ daun yang di gunakan) Pewarna alami (hitam)
108 Kumut (kulit kayu yang di gunakan)/terap Baju/pakaian tradisional, bahan pengikat
109 Jaudong Obat luka
110 Ginseng hutan/Dallel (L.Boy) Obat-obatan
111 Daun Yos Atap bangunan
112 Cempedak hutan Buah/makanan
113 Waleh (seperti manggis) Buah/makanan
114 Putuk Makanan (sagu)
115 Limpaung Pengganti asam
116 Wangi Makanan (buah)
117 Buluan Makanan (buah)
118 Raja bangun akarnya untuk pegal linu
119 Daun Sthi atap pondok
51 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No Sumberdaya HHBK Manfat
120 Pyai - Sagu atau singkong hutan "Pyai" racun ikan
121 Ubi hutan "akar gayuwuka" Makanan
122 Kayu Wu/Kwu /kulit hauen kulitnya untuk pewarna merah
123 Hawas daunnya untuk pewarna hitam
124 Kahpai daunnya untuk pewarna hitam
125 Ukasew akarnya untuk pewarna kuning
126 Sikjilieng batangnya untuk obat luka dalam dan luar, obat luka, keseleo,
memar
127 Ukayat daunnya untuk obat luka, sakit perut, amplas kayu. Airnya untuk
obat tetes mata
128 Wakhung kulit, batang, daun untuk obat luka
129 Kollieng Kulitnya untuk luka memar, patah tulang
130 Malao getahnya untuk lem, dijual
131 Yaujung Obat batuk, gatal
132 Balkol Kulitnya untuk Obat sakit perut, masuk angin,perut kembung
133 Akar sbukangkelmai obat sakit perut, kurang darah
134 Akar palciu Pewarna hitam
135 ulin pewarna hitam
136 Rotan Guilsinsak pewarna merah
137 Akar Tek'anbuk getahnya seperti karet
138 Tengkawang "Wang Way" minyak makan
139 kolieng kulitnya untuk obat luka dalam, patah tulang
140 kayu benuang obat malaria, pegel linu
141 daun cungmsal pewarna hitam
142 akar bo'k pewarna kuning
143 Buah Gutlin Makanan
144 Pisang pthylh Makanan
145 Baboh Batang muda untuk obat sakit kepala
146 Jaung pangan dan penghasilan
147 Akar sampai Jamu dan obat malaria
148 Bendang(sejenis aren/sawit) pangan dan penghasilan(dahannya dan anak sumpit)
149 Kayu lebo Obat sakit pinggang dan kulit
150 Umbut Medang Bahan makanan (sayuran)
151 Getah Malau Lem gagang parang dan perahu
152 getah Salu Racun sumpit
153 Talas Hutan Sumber makanan
154 Kapul Sumber makanan
155 Buah Kapul Sumber makanan
156 Law Pinneak Obat2an (untuk ibu melahirkan, mengusir roh jahat)
157 Sla Obat2an (untuk sakit perut)
158 Buah Ara Makanan
159 Manggar Minuman (the) daun
160 Akar Menggoi Obat diabetes
161 Udu (Rumput) Beme Obat maag
52 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No Sumberdaya HHBK Manfat
162 Daun Nyaugawan Perawatan pasca melahirkan
163 Bawang Tiwai Obat kanker
164 Daun Lemper Bumbu masak (pindang)
165 Belimbing Tunjuk Bumbu masak ikan
166 Umbut Beju Sayuran
167 Buah buli Makanan
168 Cungkalang penyedap rasa alami
Hewan
169 Biawak Belum pernah di manfaatkan, makanan, minyak biawak, kerajinan
tas (kulit)
170 Babi Hutan Makanan
171 Kancil Makanan
172 Landak Obat tipus
173 Ayam Hutan Makanan
174 Burung serindit Hiburan (master suara untuk burung lain)
175 Ikan Baung Makanan
176 Ikan Lele (kati) Makanan
177 Ikan Seluang Makanan
178 Ikan Lais Makanan
179 Ikan Gabus Makanan, obat pemulihan pasca operasi
180 Ikan sapan Makanan
181 Ikan Salap Makanan
182 Ikan Patin Makanan
183 Ikan Munjuk Makanan
184 Burungan (sejenis siput tapi agak panjang) Makanan
185 Kerang (Tudai) Makanan
186 Tiram Makanan dan bahan Saus
187 Siput Makanan, kerajinan (cangkang)
188 Kepiting Bakau Makanan, pengawet
189 Ikan Bandeng Laut dan Tenggiri Makanan (bahan baku kerupuk ikan dan amplang)
190 Bandeng laki Makanan
191 Bekantan Ekowisata
192 Udang Galah Makanan
193 kalong/kelelawar Obat-obatan
194 Semut Merah (Rang- rang) Makanan burung
195 Udang Papai Bahan buat terasi
53 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 6. Cluster dan jumlah HHBK berdasarkan manfaat di 25 Kampung
No Kelompok/Cluster HHBK Jumlah
HHBK
Jumlah
Kampung Keterangan
1 Makanan (Bahan baku makanan,
minuman, bumbu)
85 25 Makanan (71 HHBK), Minuman (5 HHBK),
Bumbu Masak (12 HHBK)
2 Obat-obatan 59 25
3 Kerajinan 42 25 Bahan baku (19 HHBK), Pewarna Alam
(22 HHBK)
4 Bangunan 7 15
5 Racun ikan dan hewan buruan 5 7
6 Resin 4 18
7 Perawatan tubuh 4 4
8 Pendukung Ekowisata 3 4
9 Aroma 2 11
10 Ritual 1 8
11 Lain-lain 4 5
Lampiran 7a. Kriteria dan Nilai dalam penentuan HHBK potensial
Kriteria Tinggi Nilai Sedang Nilai Rendah Nilai
1 Kelimpahan dan Distribusi (penyebaran)
Sangat berlimpah (banyak)
3 Cukup 2 Tersedia dalam jumlah rendah
1
2 Tingkat Kesulitan saat Panen
Mudah di panen 3 Sulit tapi memungkin- kan untuk dilakukan
2 Terlalu sulit untuk dilakukan
1
3 Jarak dari Masyarakat (kampung) Waktu tempuh dan cara tempuh
Sangat dekat 3 Jauh tapi dapat dijangkau (dituju)
2 Terlalu jauh, tidak dapat dikunjungi secara teratur
1
4 Kemudahan untuk berkembang biak Lihat dari jumlah biji/anakan/tunas dan kemampuan untuk bisa sukses tumbuh menjadi tanaman
Jumlah semai banyak dan tingkat kemampuan bertahan hidup semai tinggi
3 Jumlah semai banyak dan tingkat kemampuan bertahan hidup semai menengah
2 Jumlah semai banyak dan tingkat kemampuan bertahan hidup semai rendah
1
5 Hubungan dengan pengelolaan hutan Apakah jika dilakukan pemanenan terhadap tanaman tersebut akan merusak hutan?
Mendukung ekosistem hutan yang sehat
3 Ada hubungannya dengan pengelolaan hutan
2 Tidak mendukung ekosistem hutan yang sehat
1
54 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 7b. Hasil Penilaian menggunakan 5 Kriteria untuk setiap Kampung
1. Kampung Biduk-Biduk
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Jamur Hutan 2 3 3 3 3 14
2 Aren/Enau 1 1 3 3 3 11
3 Rotan Sabut 3 3 3 3 3 15
4 Rotan Tunggal 3 3 3 1 3 13
5 Bambu 3 3 3 3 2 14
6 Sarang Semut 3 2 2 1 2 10
7 Madu Hutan 1 1 1 2 1 6
8 Akar kuning 3 3 3 2 3 14
9 Damar 3 3 3 3 3 15
10 Pandan 3 3 3 3 3 15
11 Jambu Biji 3 2 3 3 3 14
12 Seppang 2 3 1 2 3 11
13 Mangrove 1 3 1 2 3 10
14 Daun sembung 3 3 3 3 3 15
2. Kampung Giring-Giring
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan Segah 2 2 2 2 3 11
2 Rotan Sabut 3 3 2 2 3 13
3 Damar (jenis: Meranti, Dagel) 2 3 2 1 3 11
4 Aren 3 2 3 3 3 14
5 kayu Seppang 2 3 2 2 3 12
6 Akar Kuning 3 3 2 1 3 12
7 Biawak 0
8 Bambu kecil 2 2 3 2 3 12
9 bambu Besar 3 3 3 2 3 14
10 Tuba 2 2 3 2 3 12
55 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
11 Sarang semut 2 1 1 1 1 6
12 Sembung 3 3 3 3 3 15
3. Kampung Teluk Sulaiman
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan Distribusi
(penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan Tunggal 3 3 3 3 3 15
2 Damar 3 3 3 2 3 14
3 Pandan Hutan 3 3 3 3 3 15
4 Mangrove (Bakau, Api-Api) 3 3 3 3 1 13
5 Aren 1 2 3 1 3 10
6 Babi Hutan 3 2 3 3 3 14
7 Biawak 3 1 3 3 3 13
8 Burung Serindit 3 2 3 3 3 14
9 Daun Sembung 3 3 3 3 3 15
10 Daun Sirih Hutan 2 3 2 2 3 12
11 Sarang Semut 3 3 3 3 3 15
12 Rotan Segah 2 3 3 3 3 14
13 Rotan Sabut 3 3 3 3 3 15
14 Kemiri 2 3 3 2 3 13
15 Pala 2 3 3 2 3 13
16 Gaharu 1 1 1 1 1 5
17 Tanaman Tuba 1 2 2 1 3 9
18 Brotowali 2 3 3 3 3 14
19 Pasak Bumi 1 1 1 1 1 5
20 Akar Kuning 2 3 3 3 3 14
21 Kayu Upas 1 1 1 1 2 6
22 Daun Serunai 2 3 3 3 3 14
23 Bambu 1 2 2 2 2 9
24 Madu Hutan 1 1 1 1 3 7
25 Petai 3 2 3 2 1 11
56 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
4. Kampung Teluk Sumbang
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Madu Hutan 2 1 1 2 2 8
2 Rotan Tunggal 3 2 2 3 3 13
3 Damar 3 2 2 3 3 13
4 Durian Hutan 3 3 2 3 3 14
5 Sarang Semut 3 1 3 3 3 13
6 Sarang Walet 1 1 1 3 2 8
7 Mangrove 1 3 3 3 3 13
8 Mengkudu 3 3 3 3 3 15
9 Akar Kuning 3 3 3 3 3 15
10 Daun Sembung 3 3 3 3 3 15
11 Bambu (Bambu Lempaqi, Tamiang)
1 3 1 3 3 11
12 Pandan Hutan 3 3 3 3 3 15
13 Rotan Kawat/Jarum 3 3 1 3 3 13
14 Seppang 1 2 3 2 3 11
15 Pohon Upas 3 1 2 3 1 10
16 Akar Tarum/Wantex 3 3 3 3 3 15
17 Rotan Ronti/Segah 3 2 3 3 3 14
18 Akar Gumalit 3 2 3 3 3 14
19 Daun Nanas 1 3 3 1 3 11
20 Kayu Langir 2 3 1 1 3 10
21 Akar Arimungkat 2 3 1 3 3 12
22 Kayu Pahit 2 3 1 1 3 10
5. Kampung Biatan Ilir
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Madu 2 1 1 1 3 8
2 Rotan 3 2 3 3 3 14
3 Damar 2 3 3 2 3 13
57 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
4 Putak 1 2 2 1 1 7
5 Limpaung 2 3 3 2 3 13
6 Lahung (Jenis Durian) 2 3 1 2 3 11
7 Lingen 1 3 3 3 3 13
8 Durian Hutan 2 3 1 2 3 11
9 Wanyi (Buah) 1 3 3 2 3 12
10 Akar Telasi 3 3 3 3 3 15
11 Buluan (Buah Hutan) 1 2 1 2 3 9
12 Akar Kuning 2 3 1 2 1 9
13 Jamur Buah 1 3 3 3 3 13
14 Nibung 2 2 3 3 1 11
15 Pandan Hutan 2 3 3 3 3 14
6. Kampung Biatan Ulu
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan 3 2 3 3 3 14
2 Madu 3 1 1 1 3 9
3 Asam 1 3 3 3 3 13
4 Lingen 1 1 1 1 3 7
5 Wakah Agul 3 3 3 3 3 15
6 Siput 1 3 3 3 3 13
7 Nibung 2 2 3 2 3 12
8 Gadung 1 1 3 1 3 9
9 Durian 2 3 1 3 3 12
10 Uwat Banta 2 3 3 1 3 12
11 Akar Kuning 3 3 3 2 3 14
12 Akar Telasih 3 3 3 3 3 15
13 Uyu Pangikis 1 3 3 1 3 11
14 Bawang Kayu 1 3 1 1 3 9
15 Bambu 3 3 3 3 3 15
16 Sagu 1 1 3 1 3 9
17 Aren 2 2 3 3 3 13
18 Gaharu 1 1 1 3 1 7
58 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
19 Damar 2 3 1 3 3 12
20 Karuwung (buah) 1 1 3 1 3 9
21 Saluah (buah) 2 1 3 2 3 11
22 Rambutan (buah) 2 2 3 3 3 13
7. Kampung Dumaring
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan Segah 3 2 2 3 3 13
2 Rotan Tunggal 3 1 2 1 3 10
3 Bambu (Petung, Pring, Tumiang)
3 3 3 3 3 15
4 Durian Hutan 3 3 3 2 3 14
5 Langsat 3 3 3 3 3 15
6 Aren 3 1 3 3 3 13
7 Kemiri 3 3 3 3 3 15
8 Damar 2 3 1 1 3 10
9 Uwat Banta 3 3 1 1 3 11
10 Madu Hutan 1 1 1 1 3 7
11 Akar Kuning 2 3 2 1 3 11
12 Akar Merah 2 3 2 1 3 11
13 Pasak Bumi 1 2 1 1 2 7
14 Daun Sembung 2 3 3 3 3 14
15 Kayu Balik Angin 3 3 3 3 3 15
16 Mintembusan 3 3 3 3 3 15
17 Gaharu 1 1 1 1 1 5
18 Dupar/Nyupah (Mata Kucing) 2 1 2 2 3 10
19 Gitaan (bentuknya akar dan merambat, buahnya yang di manfaatkan)
1 2 1 1 3 8
20 Pasin 2 2 1 1 3 9
21 Maritam (rambutan hutan) 2 2 1 2 3 10
22 Sibau 1 2 1 2 3 9
59 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
8. Kampung Pulau Besing
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Nipah 3 3 3 3 3 15
2 Pidada (manggrove) 3 3 3 3 3 15
3 Pandan Hutan 2 2 3 2 3 12
4 Pinang - Pinang 2 2 1 2 2 9
5 Bamban 2 2 1 2 2 9
6 Jeruju (manggrove) 2 3 3 2 3 13
7 Bambu 2 1 1 2 2 8
8 kalong/kelelawar 3 1 3 3 2 12
9 Bekantan 3 1 3 2 2 11
10 Nibung 2 1 1 1 2 7
11 Semut Merah (Rang- rang) 1 2 3 3 3 12
12 Piyai (manggrove) 1 3 3 3 3 13
13 Udang Galah 2 3 3 3 1 12
14 Siput 1 3 3 2 2 11
15 Rutun 1 3 3 3 2 12
16 Galinggam 1 3 3 3 3 13
17 Mengkudu 1 3 3 3 3 13
9. Kampung Batu-Batu
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Pidada/Perangat 3 3 3 3 3 15
2 Nipah 3 3 3 3 3 15
3 Durian Hutan 1 1 1 1 3 7
4 Rotan 3 3 3 3 3 15
5 Damar 1 1 1 1 3 7
6 Jeruju 3 3 3 3 3 15
7 Nyiri 1 1 1 1 3 7
8 Nibung 3 3 3 2 3 14
9 Saringkuum 1 1 3 2 3 10
60 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
10 Pasak Bumi 3 2 2 2 3 12
11 Anggrek 1 1 2 1 1 6
12 Bamban 2 3 3 3 3 14
13 Bangkawan 2 3 3 3 3 14
14 Pandan 2 3 3 3 3 14
15 Gaharu 1 1 1 1 3 7
16 Kandis (Asam Jawa) 2 3 2 1 3 11
17 Serai Gajah 1 3 3 3 3 13
18 Bambu 2 3 3 3 3 14
19 Bekantan 3 1 3 1 1 9
20 Kepiting Bakau 2 1 1 2 3 9
21 Udang Galah 3 2 2 3 3 13
10. Kampung Tanjung Batu
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Tambu-Tambu (Manggrove) 3 3 3 3 3 15
2 Api-Api (Manggrove) 3 2 3 3 3 14
3 Rotan 2 2 1 2 3 10
4 Pidada (Manggrove) 1 2 2 1 1 7
5 Kepiting Bakau 2 3 3 3 3 14
6 Siput 3 3 3 2 3 14
7 Pinang 2 2 3 2 3 12
8 Daun Pandan 2 3 3 3 3 14
9 Toke'/Bulguera (Manggrove) 3 2 3 1 3 12
10 Damar 1 2 1 1 3 8
11 Madu 1 1 1 1 1 5
12 Ikan Bulan-Bulan 3 3 3 3 3 15
13 Pasak Bumi 1 1 1 2 3 8
14 Sarang Semut 1 1 1 1 1 5
15 Talantang 2 3 2 2 2 11
16 Nibung 3 1 2 2 3 11
17 Jeruju 3 3 3 3 3 15
18 Nipah 2 2 2 2 3 11
19 Ikan Merah 3 1 3 3 3 13
61 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
11. Kampung Teluk Semanting
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Kepiting Bakau 3 2 3 3 3 14
2 Ikan Bandeng Laut Dan Tenggiri
2 1 2 2 3 10
3 Rotan 2 2 3 3 3 13
4 Nipah 3 3 3 3 3 15
5 Umbut Nibung 2 1 2 1 1 7
6 Perepat (Jenis Mangrove) 3 3 3 3 3 15
7 Pidada (Jenis Mangrove) 1 2 3 3 3 12
8 Api-Api (Jenis Mangrove) 3 3 3 3 3 15
9 Pandan Duri 1 3 3 3 3 13
10 Nibung 2 1 2 3 1 9
11 Siput 3 3 3 3 3 15
12 Biawak 3 1 3 3 3 13
13 Burungan (Sejenis Siput Berukuran Panjang)
3 3 3 3 3 15
14 Kerang (Tudai) 3 2 2 2 3 12
15 Bambu 1 3 2 2 1 9
16 Pasak Bumi 1 3 1 1 1 7
17 Tiram 2 2 3 2 3 12
18 Lantuju (Nephentes/Kantong Semar)
3 3 3 3 3 15
19 Damar 2 3 2 2 3 12
20 Lamiding (sejenis pakis) 3 3 3 3 3 15
12. Kampung Pegat Batumbuk
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Nipah 3 3 3 3 3 15
2 Nibung 3 2 3 3 3 14
3 Rotan 1 1 3 3 3 11
62 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
4 Kepiting 2 2 3 3 3 13
5 Udang Ebi 2 2 3 2 3 13
6 Api-api (manggrove) 1 1 3 2 1 8
7 Perangat (manggrove) 1 1 3 3 1 8
8 Bandeng laki 2 3 3 3 3 14
9 Jeruju (manggrove) 2 2 3 1 3 15
10 Buah buli 1 2 3 2 3 10
11 Siput 2 2 3 2 3 12
12 Tiram 2 2 3 2 3 12
13 Kerang 2 2 3 2 3 12
14 Pakis laut 1 2 3 2 3 11
13. Kampung Sidobangen
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan Dan
Distribusi( Penyebaran)
Tingkat kesulitan saat panen
Jarak dari masyarakat( kampung )
Kemudahan untuk
berkembang biak
Hubungan dengan pengolah
hutan Skor
1 Rotan 2 2 2 3 3 12
2 Damar 2 2 1 1 3 9
3 Madu 2 2 3 1 3 11
4 Bambu 3 3 3 3 3 15
5 Tengkawang 3 3 3 3 3 15
6 Akar kuning 2 2 2 2 3 11
7 Akar penawar 1 1 1 2 3 8
8 Akar Gingseng 2 2 1 2 3 10
9 Pasak bumi 3 3 3 2 3 14
10 Umbut Medang 3 3 3 3 3 15
11 Daun biru 3 3 3 3 3 15
12 Pohon Nanga 1 1 1 3 1 7
13 Landak 2 1 1 2 3 9
14 Daun sembung 2 2 1 3 3 11
15 Getah malau 1 1 1 1 1 5
16 Geta salu 3 3 3 3 3 15
63 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
14. Kampung Long Beliu
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan (uwie seka) 3 3 3 3 3 15
2 Damar 2 3 3 1 3 12
3 Madu hutan 2 1 1 3 3 10
4 Getah Mallow 1 1 1 1 1 5
5 Akar kuning 2 3 2 3 3 13
6 Akar Penawar racun 2 3 2 3 3 13
7 Daun Mekai (Bekai) 1 3 1 2 3 10
8 Getah Suling 1 2 1 1 2 7
9 Buah Lahjintong (dayak Gaai), Kertongan (Dayak Punan) 2 3 1 3 3 12
10 Babi Hutan 2 2 2 3 3 12
11 Daun kjausek 3 3 3 3 3 15
12 Aren 1 1 1 1 3 7
13 Daun Biru/Daun Sang 2 3 3 3 3 14
14 Anggrek Hutan 3 1 2 3 3 12
15 Ayam Hutan 2 1 1 1 3 8
16 Ikan sapan 3 3 3 3 3 15
17 Ikan Salap 3 3 3 3 3 15
18 Ikan Patin 3 3 3 3 3 15
19 Ikan Munjuk 3 3 3 3 3 15
20 Daun Pandan 2 3 2 3 3 13
21 Bambu 3 3 3 3 3 15
22 Nanga 2 1 2 2 1 8
23 talang 3 1 3 3 1 11
24 Pasak bumi 3 2 2 1 3 11
15. Kampung Lesan Dayak
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan Dan
Distribusi (Penyebaran)
Tingkat kesulitan saat panen
Jarak dari masyarakat (kampung )
kemudahan untuk
berkembang biak
Hubungan dengan pengolah
hutan Skor
1 Daun Yus 3 3 3 2 3 14
2 Pohon Terap/kumut 2 2 2 3 1 10
64 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
3 Tengkawang 3 3 2 3 3 14
4 Babi hutan 3 2 3 3 2 13
5 Ikan Salap 3 2 3 3 3 14
6 Bambu 2 2 2 2 2 10
7 Rotan 2 2 2 2 3 11
8 Law Pienneak 2 2 2 2 1 9
9 Sla 3 2 2 2 2 11
10 Akar Penawar 1 1 1 1 1 5
11 Akar kuning 1 1 1 1 1 5
12 Buah Ara 3 3 3 1 2 12
13 Karantungan 1 2 2 3 2 10
14 Madu hutan 2 2 3 1 3 11
15 Damar 2 2 2 3 2 11
16. Kampung Muara Lesan
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan Dan
Distribusi (Penyebaran)
Tingkat kesulitan saat panen
Jarak dari masyarakat (kampung )
kemudahan untuk
berkembang biak
Hubungan dengan pengolah
hutan Skor
1 Rotan 3 3 2 3 2 13
2 madu tawon 3 2 2 2 3 12
3 Madu Kelulut (lanceng) 1 3 3 3 3 13
4 Damar 3 2 1 2 3 11
5 Bambu 3 3 3 3 3 15
6 Durian hutan 2 3 2 3 3 13
7 Langsat 2 3 3 2 3 13
8 Daun Biru 2 3 2 2 3 12
9 Pasak bumi 3 2 2 3 1 11
10 Akar Kuning 1 3 1 2 2 9
11 Tengkawang 3 3 3 3 3 15
12 Daun Pandan 2 3 3 3 3 14
13 Daun sirih 1 2 3 2 3 11
14 Sarang Semut 2 1 2 1 1 7
15 Ikan Patin 1 1 1 2 2 7
16 kancil 1 1 1 2 2 7
65 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
17. Kampung Merabu
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan Dan
Distribusi (Penyebaran)
Tingkat kesulitan saat panen
Jarak dari masyarakat (kampung )
kemudahan untuk
berkembang biak
Hubungan dengan pengolah
hutan Skor
1 Rotan 3 2 3 2 3 13
2 Bambu 3 2 3 1 3 12
3 Bamban 3 2 2 1 3 11
4 Gaharu 1 2 1 1 3 8
5 Damar 2 1 1 1 3 8
6 Aren 3 2 3 2 3 13
7 Tengkawang 1 1 1 1 3 7
8 Akar Lebo 2 2 1 1 3 9
9 Durian 3 1 2 1 3 10
10 Akar Kuning 2 2 1 1 3 9
11 Langsat 3 2 3 2 3 13
12 Madu 2 2 2 1 3 10
13 Bendang 3 2 2 1 3 11
14 Jaung 2 3 2 2 3 12
15 Akar Sampai 2 3 1 2 3 11
18. Kampung Merapun
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan Dan
Distribusi( Penyebaran)
Tingkat kesulitan saat panen
Jarak dari masyarakat( kampung )
kemudahan untuk
berkembang biak
Hubungan dengan pengolah
hutan Skor
1 Temangar 3 3 3 3 3 15
2 Rotan Seka 2 2 1 1 3 9
3 Bambu 3 3 3 3 3 15
4 Sadon 1 1 1 2 3 8
5 Cempedak 1 2 2 2 3 10
6 Madu Hutan 2 2 1 1 2 8
7 Pasak Bumi 3 3 2 1 3 12
8 Akar Menggoi 3 3 3 3 3 15
9 Rumput Udu Beme 3 3 3 3 3 15
10 Daun Nyaungawan 3 3 3 2 3 14
11 Bawang Tiwai 1 3 3 2 3 12
12 Daun Lemper 3 3 3 3 3 15
66 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
13 Belimbing Tunjuk 1 3 3 2 3 12
14 Kulit Bawang Kayu 1 3 1 1 3 9
15 Umbut Beju 3 2 3 2 3 13
19. Kampung Long Duhung
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan Sangai / Segah 2 2 3 2 2 11
2 Rotan Semambu 1 2 3 1 2 9
3 R. Guitap 2 1 2 2 2 9
4 Madu Hutan 2 1 3 1 3 10
5 Daun Nyius (Cungslil) 3 3 3 2 3 14
6 Kumut 2 2 3 3 1 11
7 Yaujung 3 3 1 1 1 9
8 Balkol 1 3 1 1 3 9
9 Long "Seperti Keladi" 1 3 3 2 1 10
10 Pasak Bumi 3 2 3 1 1 10
11 Akar Snongkelmai 2 3 2 1 2 10
12 Akar Palciu 1 3 1 1 2 8
13 Kulit Kayu Ulin 1 3 2 1 3 10
14 Kayu Kwu 2 3 2 2 3 12
15 R. Guilsinsak 1 2 2 2 2 9
16 Tengkawang "Wang Way" 2 3 2 3 3 13
17 Akar Tek'anbuk 2 3 2 3 3 13
18 Getah Malao 2 2 2 3 3 12
19 Damar 1 2 2 2 3 10
20 Gaharu 1 2 2 3 1 9
20. Kampung Long Boy
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan Segah 3 3 3 3 3 15
2 Gaharu 2 3 2 1 3 11
67 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
3 Sagu Talang 1 3 1 1 3 9
4 Sagu Lenga 2 2 1 3 1 9
5 Sagu Blang 2 2 2 3 2 11
6 Sagu Pyai 2 2 1 3 2 10
7 Ubi Hutan "Akar Gayuwuka" 1 2 1 1 2 7
8 R. Guiwal 1 1 1 2 2 7
9 R. Guitap 1 2 1 3 2 9
10 Kayu Wu 2 3 2 3 3 13
11 Hawas 3 1 2 3 3 12
12 Kahpai 3 3 3 3 3 15
13 Ukasew 2 3 2 1 1 9
14 Sikjilieng 3 3 3 3 3 15
15 Ukayat 3 3 3 2 2 13
16 Wakhung 3 3 3 2 2 13
17 Pasak Bumi 3 2 3 1 1 10
18 Dallel "Ginseng Hutan" 1 2 1 2 2 8
19 Kollieng 1 3 1 1 3 9
20 Daun Nyius / Cungslil 2 3 2 3 3 13
21 Malao 1 1 1 1 1 5
21. Kampung Long Lamcin
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan Segah 2 2 3 2 2 11
2 R. Guiwal 2 2 2 2 2 10
3 R. Guitap 3 1 3 3 2 12
4 Bambu 2 2 3 3 2 12
5 Sagu Lenga 3 1 3 3 2 12
6 Sagu Talang 1 1 3 1 2 8
7 Balkol 1 3 1 1 3 9
8 Kolieng 1 3 1 1 3 9
9 Yaujung 2 3 3 1 3 12
10 Kayu Benuang 3 3 3 3 3 15
11 Akar Penawar 2 3 2 1 2 10
68 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
12 Durian Hutan 2 2 2 2 2 10
13 Cempedak 2 2 2 2 2 10
14 Buah Dupar "Mata Kucing" 1 1 1 1 2 6
15 Rambutan 3 2 3 3 2 13
16 Daun Cungmsal 2 2 2 1 3 10
17 Akar Bo'k 1 3 1 1 2 8
18 Kulit Hauen 1 3 1 1 3 9
19 R. Guilsin 2 2 2 2 2 10
20 Daun Nyius 3 3 3 3 3 15
22. Kampung Long Pelay
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Sikjilieng 3 3 3 3 1 13
2 Yaujung 2 3 2 1 3 11
3 Kolieng 1 3 1 1 3 9
4 Balkol 1 3 1 1 3 9
5 Baboh 2 3 3 3 1 12
6 Akar Penawar 1 3 1 1 3 9
7 Pasak Bumi 3 1 2 2 1 9
8 Daun Ulin 1 3 2 2 3 11
9 Kumut 2 1 2 3 1 9
10 Rotan Segah "Guiskak" 3 2 3 3 2 13
11 R. Guiwal 2 2 1 3 2 10
12 R. Guiwao 2 2 2 1 2 9
13 Daun Nyius 3 3 3 3 3 15
14 Daun Hawas 3 3 3 3 3 15
15 R. Guilsin 2 2 1 1 3 9
16 Buah Gutlin 1 1 1 1 3 7
17 Pisang Pthylh 1 3 3 3 3 13
18 Bambu Akar 3 3 3 3 2 14
19 Sagu Talang 2 2 3 3 2 12
20 Sagu Lenga 3 1 2 3 2 11
69 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
23. Kampung Long Ayap
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan Segah 3 2 3 3 3 14
2 R. Guitap 2 2 2 3 3 12
3 Lujung 3 3 2 1 3 12
4 Raja Bangun 1 2 2 1 2 8
5 Pasak Bumi 3 2 2 1 2 10
6 Onlong 3 3 3 3 2 14
7 Daun Nyius 2 3 1 3 2 11
8 Daun Sthi 3 3 3 3 3 15
9 Daun Cungkanla 2 3 1 1 3 10
10 Madu Hutan "UNYAI" 3 1 1 1 1 7
11 Sagu Ta'lang 3 1 3 3 1 11
12 Sagu Lenga 2 1 2 3 1 9
13 Singkong Hutan "Pyai" 3 1 3 3 2 12
14 Damar 1 3 1 1 3 9
15 Terap Hutan "Kumut" 3 2 3 3 1 12
16 R. Guisamleh 3 2 3 3 3 14
24. Kampung Punan Malinau
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Babi (Baboy) 2 2 1 3 3 11
2 Mekai 1 3 2 1 3 10
3 Madu 1 1 1 2 3 8
4 Pasak Bumi 3 2 1 1 1 8
5 Akar Penawar 1 3 1 1 1 7
6 Akar Kayu Manis 2 2 1 1 1 7
7 Pakis Merah Dan Hijau 3 3 3 3 3 15
8 Umbut Rotan Pait 2 2 1 3 3 11
9 Umbut Semule 3 2 2 3 3 13
70 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
10 Lujung 3 2 1 1 1 8
11 Rotan Sega (Uwek Seka) 3 2 1 3 3 12
12 Tekajang 1 2 1 1 2 7
13 Kepi 2 3 3 1 3 12
14 Ikan Salap 3 2 3 3 2 13
15 Ikan Baung 2 2 1 3 2 10
16 Ikan Lele (Kati) 3 3 2 3 2 13
17 Ikan Seluang 3 3 3 3 2 14
18 Ikan Lais 2 2 2 3 2 11
19 Ikan Gabus 2 2 3 3 2 12
20 Ikan Patin 1 2 1 3 2 9
21 Durian 2 3 1 3 3 12
22 Buah Pasir/Pasih 2 2 1 3 3 11
25. Kampung Long Laai
No Sumberdaya HHBK Kelimpahan dan
Distribusi (penyebaran)
Tingkat Kesulitan saat Panen
Jarak dari Masyarakat (kampung)
Kemudahan Untuk
Berkembang Biak (regenerasi)
Hubungan dengan
Pengelolaan Hutan
Skor
1 Rotan Segah 3 2 2 2 3 12
2 Rotan Semambu (Rotan Besar)
2 1 1 2 3 9
3 Damar 2 1 1 1 3 8
4 Pasak Bumi 3 3 2 1 3 12
5 Akar Penawar 2 3 1 1 3 10
6 Bambu 3 3 3 2 3 14
7 Lujung 3 3 2 2 3 13
8 Umbut Rotan/Smleh 3 2 2 2 3 12
9 Onlong/Keladi Hutan 3 3 3 3 3 15
10 Nanga 2 1 1 2 3 9
11 Bangkala 2 1 1 2 3 9
12 Wuh (Bhs. Dayak Gaai. Kulit Kayu Yang Di Gunakan)
2 1 1 1 3 8
13 Langat (Akar+ Daun yang di Gunakan)
1 1 1 1 3 7
71 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
14 Kumut (Kulit Kayu Yang Di Gunakan)
3 3 3 3 3 15
15 Jaudong 3 3 3 2 3 14
16 Babi 2 2 1 2 3 10
17 Ginseng Hutan 3 3 2 1 3 12
18 Mekai 3 3 3 3 3 15
19 Daun Yos 3 2 2 3 3 13
20 Cempedak Hutan 3 3 1 3 3 13
21 Buah Pasih 3 2 1 3 3 12
22 Waleh (Seperti Manggis) 3 1 1 2 3 10
72 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 8. Sebaran jenis HHBK total berdasarkan manfaat di 25 Kampung
No
Kampung Jumlah HHBK
Manfaat
Makanan
Minuman Bumbu masakan
Bahan baku
kerajinan
Pewarna Alam
kerajinan
Obat-obatan
Bangunan (atap, tiang, pengikat dll)
Resin Perawatan tubuh
Aroma Ritual adat
Racun ikan & hewan buruan
Pendukung Ekowisata
Lain-lain
Kecamatan Biduk-biduk
1 Biduk-Biduk
13 3 1 0 3 0 7 1 1 0 0 0 0 0 0
2 Giring-Giring
12 0 1 0 4 0 4 0 1 0 0 0 1 0 0
3 Teluk Sulaiman
25 7 1 0 5 10 1 1 0 1 1 1 0 4
4 Teluk Sumbang
22 2 0 0 5 2 8 3 1 2 0 0 1 0 0
Kecamatan Talisayan
5 Dumaring
22 8 1 1 3 0 8 2 1 0 1 1 0 0 0
Kecamatan Biatan
6 Biatan Hilir
15 7 0 1 2 1 3 1 0 0 0 0 0 0 0
7 Biatan Hulu
22 9 1 1 2 2 5 0 1 0 1 1 0 0 0
Kecamatan Gunung Tabur
8 Batu-Batu 21 6 1 1 5 1 3 3 1 1 1 1 0 2 0
9 Pulau Besing
17 7 2 0 5 0 5 2 0 0 0 0 1 1 1
Kecamatan Kepualauan Derawan
10 Tanjung Batu
19 6 2 0 3 3 5 1 1 1 0 0 0 1 0
11 Pulau Semanting
19 8 1 0 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 1
12 Pegat Batumbuk
14 8 1 0 2 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1
73 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No
Kampung Jumlah HHBK
Manfaat
Makanan
Minuman Bumbu masakan
Bahan baku
kerajinan
Pewarna Alam
kerajinan
Obat-obatan
Bangunan (atap, tiang, pengikat dll)
Resin Perawatan tubuh
Aroma Ritual adat
Racun ikan & hewan buruan
Pendukung Ekowisata
Lain-lain
Kecamatan Kelay
13 Merabu 15 7 0 0 4 0 4 0 1 0 1 1 0 0 0
14 Sidobangen
23 8 0 0 3 0 8 0 2 0 1 1 1 0 0
15 Lesan Dayak
15 5 1 4 0 5 2 1 0 0 0 0 0 0
16 Long Gie 24 11 1 1 4 1 5 0 2 0 0 0 0 1 1
17 Merapun 15 5 1 3 1 0 5 0 0 0 0 0
18 Muara Lesan
16 5 0 0 4 0 8 0 1 0 0 0 0 0 0
19 Long Boy 21 5 0 0 4 4 6 0 1 0 1 1 1 0 0
20 Long Duhung
20 1 0 0 4 4 6 1 4 0 1 1 0 0 0
21 Long Lamcin
20 7 0 0 4 4 5 2 0 0 0 0 0 0
22 Long Pelay
20 4 0 0 6 2 8 0 0 0 0 0 0 0 0
Kecamatan Segah
23 Punan Malinau
23 12 0 1 1 2 6 0 0 0 1 0 0 0 0
24 Long Ayap
16 2 0 1 4 0 6 3 1 0 1 0 1 0 0
25 Long Laai 22 6 0 1 4 2 7 2 1 0 1 0 0 0 0
74 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 9. Daftar Jenis HHBK Potensial di 25 Kampung (setelah diseleksi)
No Sumberdaya HHBK Manfaat
Tumbuhan
1 Jamur Hutan Makanan, obat-obatan
2 Aren/Enau Makanan (Gula merah, kolang-kaling), minuman
3 Rotan Segah Kerajinan rumah tangga
4 Rotan Sabut Kerajinan
5 Rotan Semule/Smleh/Guisamleh Obat pasca melahirkan, obat luka
6 Bambu [(Bambu lempaqi, tamiang - t.sumbang,] Kerajinan (anyaman, pagar), rampong ikan,
makanan, tangkai tombak ikan, kontruksi (alas
pondok, tiang)
7 Bambu kecil Kerajinan
8 Akar kuning Obat-obatan (hepatitis, malaria, batuk, flu),
kesehatan
9 Damar (meranti, dangel) Resin, lem - kapal, penerangan, obat nyamuk
10 Api-Api Pewarna alam, tepung, stamina
11 Pandan Hutan Kerajinan (tikar, bungkus makanan), makanan
(umbut)
12 Daun sembung Obat-obatan (untuk penyakit malaria, stamina,
penyakit dalam, panas/demam)
13 Sarang semut Obat-obatan
14 Kemiri Bumbu dan obat-obatan
15 Pasak bumi Obat-obatan, pegel linuobat meriang,, malaria
16 Durian Hutan. {Lahung, karuntungan, sinatuk,
Elay, sadoh (Dumaring),Buah Lahjintong(dayak
Gaai), Kertongan (Dayak Punan) -Long Gie
Sadon (Merapun),}
Bahan makanan
17 Mengkudu Obat-obatan (obat koreng, pengusir tikus)
18 Akar Tarum/wantex Pewarna alami untuk kerajinan rotan (warna hitam)
19 Lingen Pewarna alami untuk kerajinan rotan. (Warna hitam)
20 Wakah Agul Pewarna alami untuk kerajinan rotan. (Warna hitam)
21 Nibung Makanan (umbutnya yang di ambil), bangunan
(gazebo, tiang)
22 Akar Telasih Obat- obatan (untuk penyakit Diare/muntaber)
23 Langsat Makanan
24 Kayu Balik Angin Obat-obatan ( Penyakit tipes, malaria)
25 Mintembusan Obat luka
26 Daun Mekai (Bekai)/Daun Cungkanla Penyedap rasa/makanan
27 Getah Suling Pewarna
28 Daun kjausek Obat herbal
29 Daun Biru/Daun Sang/Daun Nyius(Cungslil) Kerajinan (seraung/topi, Atap, tikar)
30 Sagu Lenga Sagu
31 Nipah Bahan Bangunan (atap), Manisan, tepung, atap
rumah, kerajinan, nira gula merah, pucuk untuk obat
32 Perepat Bahan pewarna dan sirup
33 Pidada, perangat (jenis Mangrove) Belum tahu manfaatnya, Sirup, dodol dan selai,
Makanan (cuka), Jus, Umpan pancing
34 Latunju Tali/ Pengikat
75 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No Sumberdaya HHBK Manfaat
35 Laminding Makanan
36 Pakis merah dan hijau Sayuran
37 Jeruju Obat - obatan (teh), kerupuk
38 Piyai (manggrove) Makanan
39 Galinggam Obat gatal
40 Tambu-Tambu (manggrove) Kosmetik (pupur dingin)
41 Ikan bulan-bulan makanan
42 Kumut (kulit kayu yang di gunakan)/terap Baju/pakaian tradisional, bahan pengikat
43 Kayu Wu/Kwu /kulit hauen kulitnya untuk pewarna merah
44 Hawas daunnya untuk pewarna hitam
45 Sikjilieng batangnya untuk obat luka dalam dan luar, obat luka,
keseleo, memar
46 Malao getahnya untuk lem, dijual
47 Akar Tek'anbuk getahnya seperti karet
48 Tengkawang "Wang Way" minyak makan
49 kayu benuang obat malaria, pegel linu
50 Jaung pangan dan penghasilan
51 getah Salu Racun sumpit
52 Buah Ara Makanan
53 Manggar Minuman (the) daun
54 AKAR MENGGOI OBAT DIABETES
55 UDU (RUMPUT) BEME OBAT MAGH
56 Lujung Obat nyamuk, usir roh halus, ibu melahirkan, perut
kembung
57 Onlong Obat
58 Daun Sthi atap pondok
59 Cungkalang penyedap rasa alami
Hewan
60 Babi Hutan Makanan
61 Ikan Lele (kati) Makanan
62 Ikan Seluang Makanan
63 Ikan sapan Makanan
64 Ikan Salap Makanan
65 Ikan Patin Makanan
66 Ikan Munjuk Makanan
67 Burungan Makanan
68 Siput Makanan, kerajinan (cangkang)
69 Kepiting Bakau Makanan, pengawet
70 Ebi Terasi
76 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 10. Jumlah jenis HHBK Potensial berdasarkan cluster manfaat di 25 Kampung
No Kelompok/Cluster HHBK Jumlah
HHBK
Jumlah
Kampung Keterangan
1 Makanan (Bahan baku
makanan, minuman, bumbu)
34 17 Makanan (28 HHBK), Minuman (4
HHBK), Bumbu Masak (5 HHBK)
2 Obat-obatan 23 21
3 Kerajinan 17 24 Bahan baku (9 HHBK), Pewarna Alam
(8 HHBK)
4 Bangunan 4 8 -
5 Racun ikan dan hewan buruan 1 1 -
6 Resin 3 3 -
7 Perawatan tubuh 1 1 -
8 Lain-lain 1 1 -
77 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 11. Sebaran 70 Jenis HHBK Potensial berdasarkan manfaat di 25 Kampung
N
o
Kampung Jumlah
HHBK
Potensia
l
MANFAAT
Makanan Minuman Bumbu
masakan
Bahan
baku
kerajinan
Pewarna
Alam
kerajinan
Obat-
obatan
Bangunan
(atap,
tiang,
pengikat
dll)
Resin Perawatan
tubuh
Aroma Ritual
adat
Racun
ikan
&hewan
buruan
Pendukung
Ekowisata
Lain-
lain
Kecamatan Biduk-biduk
1 Biduk-
Biduk
5 0 0 0 2 0 2 0 2 0 0 0 0 0 0
2 Giring-
Giring
5 0 1 0 3 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Teluk
Sulaiman
5 0 0 0 2 0 2 1 1 0 0 0 0 0 0
4 Teluk
Sumbang
5 0 0 0 2 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0
Kecamatan Talisayan
5 Dumaring
5 1 0 1 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
Kecamatan Biatan
6 Biatan Hilir 6 1 0 0 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0
7 Biatan
Hulu
5 0 0 0 2 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0
Kecamatan Gunung Tabur
8 Batu-Batu 5 3 1 0 0 1 1 2 0 0 0 0 0 0 0
9 Pulau
Besing
6 3 2 0 1 0 4 1 0 0 0 0 0 0 0
Kecamatan Kepualauan Derawan
10 Tanjung
Batu
6 2 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
11 Pulau
Semanting
7 3 1 0 1 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0
78 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
N
o
Kampung Jumlah
HHBK
Potensia
l
MANFAAT
Makanan Minuman Bumbu
masakan
Bahan
baku
kerajinan
Pewarna
Alam
kerajinan
Obat-
obatan
Bangunan
(atap,
tiang,
pengikat
dll)
Resin Perawatan
tubuh
Aroma Ritual
adat
Racun
ikan
&hewan
buruan
Pendukung
Ekowisata
Lain-
lain
12 Pegat
Batumbuk
6 4 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1
Kecamatan Kelay
13 Merabu 5 4 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Sidobange
n
7 3 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0
15 Lesan
Dayak
5 4 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
16 Long Gie 8 5 1 1 3 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Merapun 5 1 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Muara
Lesan
6 3 0 0 3 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Long Boy 3 0 0 0 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Long
Duhung
5 1 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0
21 Long
Lamcin
5 2 0 0 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Long
Pelay
5 0 0 0 3 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Kecamatan Segah
23 Punan
Malinau
7 5 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Long Ayap 4 0 0 0 2 0 2 1 0 0 0 0 0 0 0
25 Long Laai 4 0 0 1 0 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0
79 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 12. Daftar praktek pemanfaatan dan pengelolaan HHBK Potensial
NO
HHBK
Pemanfaatan Pengelolaan
Bagian yang digunakan
Pemanfaatan Proses Panen
Jumlah produk perpohon/rumpun/rambatan/ ekor
Jumlah pohon/ rumpun/ ekor per Ha
Luas Area dimana produk di temukan dan dimana
Musim berbunga – Musim Berbuah – Musim Panen
Sumberdaya HHBK digunakan (dijual /subsisten/ budaya)
Dampak Potensial pemanfaatan HHBK terhadap Ekologi
Ancaman Luar Terhadap Populasi HHBK
Sistem Pengelolaan yang sudah ada
1 Bambu Batang Wadah/ tempat membuat Lemang
Batang yang di ambil yang setengah tua, berwarna hijau muda
7-10 lemang/batang
3-10 rumpun per Ha dan lokasinya berada dekat pemukiman.
Lokasi di sekitar perumahan dan perkebunan
Di panen saat di butuhkan, biasanya 1 x setahun pada saat pesta panen
Subsisten, budaya
tidak ada Pembukaan lahan untuk perkebunan/ lahan
Ada aturan adat jika masyarakat luar kampung ingin mengambil sumberdaya harus seijin pemilik bambu
Batang Kerajinan (tapis beras), bambu tipis dan tebal
Warna batang yang di ambil berwarna kuning telur
Maksimal 5 ruas yang di manfaatkan per batang
3-10 rumpun per Ha dan lokasinya berada dekat pemukiman.
Lokasi di sekitar perumahan dan perkebunan
Di panen saat di butuhkan saja, biasanya 2-3 kali setahun
Komersil, budaya, subsisten
tidak ada tidak ada/ lahan
2 Rotan Batang Kerajinan panen yang tua saja dengan ciri: kulit terkelupas, duri sudah lepas dan batang berwarna kuning. Di tebang dari pangkal dan di sisakan sekitar 20-50cm
10-50 batang per rumpun, yang di ambil hanya 5-10 batang saja per rumpun. 1 btng= 2-20 m panjangnya
5-10 rumpun per Ha
Di hutan ada sekitar 5000 an rumpun dan disekitar pemukinan sedikit
Berbunga setiap tahun
Komersil, budaya dan subsisten
tidak ada Pembukaan lahan untuk perkebunan, pertambangan, kebakaran hutan, illegal logging
tidak ada aturan yang mengatur tata cara pengelolaannya
3 Akar Kuning
Batang Obat herbal untuk penyakit: Malaria, Tipes, Diare
Batang di Tebang dan di sisakan 20-30 cm dari tanah,
1/2 - 2 kg per rambatan
2-5 rambatan per Ha
Di kawasan hutanHa
Berbuah setiap tahun, di panen setiap saat dan bisa di
Komersil, Subsisten
tidak ada Pembukaan kawasan hutan menjadi lahan
tidak ada aturan yang mengatur tata cara
80 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
NO
HHBK
Pemanfaatan Pengelolaan
Bagian yang digunakan
Pemanfaatan Proses Panen
Jumlah produk perpohon/rumpun/rambatan/ ekor
Jumlah pohon/ rumpun/ ekor per Ha
Luas Area dimana produk di temukan dan dimana
Musim berbunga – Musim Berbuah – Musim Panen
Sumberdaya HHBK digunakan (dijual /subsisten/ budaya)
Dampak Potensial pemanfaatan HHBK terhadap Ekologi
Ancaman Luar Terhadap Populasi HHBK
Sistem Pengelolaan yang sudah ada
diameter yang biasanya di panen sekitar 3 cm
panen lembali setelah berumur 2 tahun
perkebunan, tambang, ilegal logging
pengelolaannya
4 Nipah Daun Atap rumah/ pondok
Di pilih daun yang bagus, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Di potong pelepahnya lalu di anyam menjadi atap
4-5 pelepah per pohon
40-50 batang per ha
di kawasan pesisir (kawasan mangrove dan tepian sungai)
Sepanjang tahun bisa di ambil daunya
Komersil dan subsisten
Tidak ada Alih fungsi mangrove menjadi areal tambak
Belum ada aturan dalam pengelolaan
5 Aren Nira Gula merah Memotong bonggol, meletakkan bumbung. Ke dalam bumbung dimasukkan kapur sirih satu sendok makan, dan 1 potong atau potongan akar wambu (sebesar jari kelingking). Bumbung ini diikatkan secara kuat pada pohon.
250 buah / tandan, 3-5 tandan/ pohon
5 pohon per Ha
Rata-rata sebaran hanya sekitar 20% dari luas wilayah kampung. Banyak tumbuh di daerah yang lembab
Sepanjang tahun bisa di panen
Komersil dan subsisten
tidak ada pembakaran lahan, alih fungsi lahan
tidak ada
81 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
NO
HHBK
Pemanfaatan Pengelolaan
Bagian yang digunakan
Pemanfaatan Proses Panen
Jumlah produk perpohon/rumpun/rambatan/ ekor
Jumlah pohon/ rumpun/ ekor per Ha
Luas Area dimana produk di temukan dan dimana
Musim berbunga – Musim Berbuah – Musim Panen
Sumberdaya HHBK digunakan (dijual /subsisten/ budaya)
Dampak Potensial pemanfaatan HHBK terhadap Ekologi
Ancaman Luar Terhadap Populasi HHBK
Sistem Pengelolaan yang sudah ada
Penyadapan berlangsung selama 12 jam
6 Pidada Buah Sirup, Selai Dipetik buahnya dengan cara dijolok atau dipanjat
50 – 100 buah / pohon
Rata-rata 30 – 40 pohon
Tersebar kurang lebih 30% di kawasan mangrove
Sepanjang tahun
Subsisten Tidak ada Illegal loging, alih fungsi lahan mangrove untuk perikanan
Adanya peraturan kampung yang melarang melakukan penebangan mangrove (tetapi masih banyak masyarakat yang menebang mangrove)
7 Daun Mangar
Daun Teh daun, dipetik, dicuci, dikering angin, dicacah, dihaluskan
5 Kg mangar basah/pohon atau 1 Kg mangar kering/pohon
Kurang lebih 50-100 pohon
Pinggiran sungai
Musim bunga 2 bulan, musim panen biasanya musim hujan
Komersil dan subsisten
Tidak ada Perluasan kebun sawit, penebangan pohon illegal, penambangan
Belum ada aturan adat terkait mangar, saat ini dikelola Kelompok perempuan binaan OWT
82 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
NO
HHBK
Pemanfaatan Pengelolaan
Bagian yang digunakan
Pemanfaatan Proses Panen
Jumlah produk perpohon/rumpun/rambatan/ ekor
Jumlah pohon/ rumpun/ ekor per Ha
Luas Area dimana produk di temukan dan dimana
Musim berbunga – Musim Berbuah – Musim Panen
Sumberdaya HHBK digunakan (dijual /subsisten/ budaya)
Dampak Potensial pemanfaatan HHBK terhadap Ekologi
Ancaman Luar Terhadap Populasi HHBK
Sistem Pengelolaan yang sudah ada
8 Minyak Tengkawang
Buah Makanan (daging buahnya) dan minyak (bijinya)
menunggu buah jatuh, di kumpulkan dan di pilih yang kondisinya bagus
1 kg terdapat sektar 10-15 buah dan 1 pohon bisa mencapai hasil 2 ton buah
100 pohon per ha
25 % dari total wilayah kampung. Total wilayah kampung seluas 20.000 Ha
Berbunga, berbuah hanya setahun sekali (biasanya pada bulan November-maret)
masih sebatas untuk kebutuhan sendiri
tidak ada Perubahan fungsi lahan dan aktivitas ilegal logging
Semua masyarkat kampung boleh mengambil buahnya jika mau
9 Daun Biru/ Nyius
Daun tikar, payung, saraung
daun yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, daun tidak berlubang dan bercak, dipotong, dijemur
Jumlah daun disesuaikan dengan ukuran dan bentuk kerajinan kurang lebih 20-50 helai daun/produk
kurang lebih 100 pohon/ Ha
berada di area HP dan APL
tahun 1 kali berbuah tetapi tidak pasti bulannya. Panen dilakukan sesuai kebutuhan
Subsisten, komersil, budaya (pesta adat kudung betiung)
Tidak ada Hama babi (makan buah), monyet dan landak (makan batang)
belum ada aturan pengelolaannya
10 Pandan
Daun Tikar Daun yang di ambil yang sudah tua, di potong hanya pelepah daunnya saja deket dengan batang
Rata-rata ada 3 cabang/ rumpun. Kebutuhan antara 20-100 helai daun/produk anyaman
10 pohon per Ha
Rata-rata sebaran hanya 5-10% dari luas wilayah kampung. Tersebar di area APL
sepanjang tahun
Komersil dan subsisten
tidak ada Alih fungsi lahan menjadi lahan ladang
Belum ada aturan pengelolaannya
83 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
NO
HHBK
Pemanfaatan Pengelolaan
Bagian yang digunakan
Pemanfaatan Proses Panen
Jumlah produk perpohon/rumpun/rambatan/ ekor
Jumlah pohon/ rumpun/ ekor per Ha
Luas Area dimana produk di temukan dan dimana
Musim berbunga – Musim Berbuah – Musim Panen
Sumberdaya HHBK digunakan (dijual /subsisten/ budaya)
Dampak Potensial pemanfaatan HHBK terhadap Ekologi
Ancaman Luar Terhadap Populasi HHBK
Sistem Pengelolaan yang sudah ada
11 Jeruju Daun Teh, Keripik Daun muda di petik daun pucuk 3-4 helai.
100 daun per rumpun/ rambatan
± 50 rumpun/ rambatan
Kurang lebih ersebar di 20% area mangrove
Sepanjang tahun
Subsisten Tidak ada Alih fungsi lahan
Belum ada aturan pengelolaannya
12 Daun Sembung
Daun Jamu Tradisional dan obat panas, sakit malaria
Daun muda (daun pucuk)
15 pucuk per pohon
ada sekitar 700 pohon per Ha
Kurang lebih tersebar di 20 % dari luas wilayah kampung. (lahan yang terbuka/ bekas tebangan)
Sepanjang tahun
Subsisten Tidak ada Pembakaran area ladang (musim tanam)
Tidak ada aturan dalam pemanfaatnnya
13 Ikan Bulan-Bulan
Daging ikan
Kerupuk dan amplang
Alat pancing ataupun jala
Potensi rata-rata peneluran 500 – 1.000 telur
1.5 – 2 ton/bulan tersebar di area sungai dan kawasan mangrove
Tersebar di area mangrove dan sungai air payau
Sepanjang tahun
Komersil dan subsisten
Sumber pakan ikan predator lainnya
Alih fungsi hutan mangrove
Aturan pengelolaan kawasan konservasi mangrove
14 Udang Papai
Daging udang
Eby dan terasi
Jaring/ pukat khusus
Potensi rata-rata peneluran 1 indukan udang ebi 1.500 – 2.000 telur
Kurang lebih 100 kg/Ha
Tersebar di semua kawasan magrove
Sepanjang tahun (melimpah biasanya bulan juni – agustus)
Komersil dan subsisten
Sumber pakan iIkan predator dan biota lainnya
Alih fungsi hutan mangrove
Aturan pengelolaan kawasan konservasi mangrove
84 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 13. Sebaran HHBK Potensial dengan pemanfaatan komersil, subsisten dan ritual
No Kampung Komersil (skala kecil) Subsisten & ritual Belum
dimanfaatkan
A. KecamatanBiduk-Biduk
1 Biduk-Biduk Damar (Pelita/Lem Kapal) Rotan Serabut Pandan (Kerajinan) Akar Kuning Sembung (Obat)
2 Giring-Giring Aren (Gula) Bambu Rotan Tunggal Rotan Segah (Kerajinan) Sembung (Obat)
3 Teluk Sulaiman Damar (Pelita, Lem Kapal)
Pandan (Kerajinan) Sembung Sarang Semut (Obat)
Rotan Tunggal (Mentah)
4 Teluk Sumbang Rotan (Kerajinan) Akar Kuning Sembung (Obat) Pandan (Kerajinan Akar Tarum (Pewarna
Alam)
B. KecamatanTalisayan
5 Dumaring Bambu (Kerajinan) Langsat (Buah) Kemiri (Buah)
Kayu Balikangin Mintembusan (Obat)
C. KecamatanBiatan
6 Biatan Hili Pandan, Rotan (Kerajinan)
Damar (Pelita/Lem Kapal)
Lingen (Pewarna Alam) Akar Telasi (Obat) Jamur Buah (Makanan)
7 Biatan Hulu Bambu (Kerajinan) Rotan (Kerajinan) Akar Kuning Akar Telasi (Obat) Wakah Agur (Pewarna)
D. KecamatanGunung Tabur
8 Batu-Batu Nipah Pidada (Makanan) Nibung (Bangunan) Jeruju (Obat) Rotan (Kerajinan)
9 Pulau Besing Nipah (Atap) Pidada Piyai (Makanan)
Mengkudu Jeruju Gelinggam
E. KecamatanKepulauan Derawan
10 Tanjung Batu Tambu-Tambu (Perawatan Tubuh)
Kepiting Ikan Bulan-Bulan
(Makanan)
Siput/Lambi-Lambi (Makanan)
Pandan (Kerajinan)
11 Pulau Semanting Nipah (Atap) Ikan Bulan-Bulan
Burungan Perepat Siput Api-Api
12 Pegat Batumbuk Nipah (Makanan, Atap) Kepiting Udang Ebi Bandeng Laki (Makanan) Jeruju (Obat)
85 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
No Kampung Komersil (skala kecil) Subsisten & ritual Belum
dimanfaatkan
Nibung (Bangunan)
F. KecamatanKelay
13 Merabu Rotan Bambu (Kerajinan) Aren (Makanan)
Jaung (Bumbu) Langsat (Buah)
14 Sidobangen Babi Umbut Medang
(Makanan) Daun Biru/Nyus
(Kerajinan)
Bambu (Kerajinan) Pasak Bumi (Obat) Getah Sulu (Racun) Tengkawang (Minyak)
15 Lesan Dayak Daun Biru/Nyus (Kerajinan)
Ikan Salap Babi (Makanan)
Tengkawang (Minyak) Buah Ara (Makanan)
16 Long Gie Rotan Bambu Daun Biru/Nyus
(Kerajinan)
Daun Kjausek Ikan Salap (Makanan)
17 Merapun Daun Manggar (Minuman)
Bambu (Kerajinan)
Akar Menggoi Daun Udu Beme (Obat) Daun Lemper (Bumbu)
18 Muara Lesan Bambu Pandan (Kerajinan) Langsat (Buah)
Rotan Segah (Kerajinan) Durian (Buah) Tengkawang (Minyak)
19 Long Boy Rotan Segah Daun Biru/Nyus
(Kerajinan)
Sikjilieng (Obat)
20 Long Duhung Daun Biru/Nyus (Kerajinan)
Tengkawang (Minyak) Tekánbuk (Getah) Kayu Kwu (Pewarna)
21 Long Lamcin Rotan Segah Daun Biru/Nyus
(Kerajinan) Sagu Lenga (Makanan) Kayu Benuang (Obat)
22 Long Pelay Daun Niru/Nyius (Kerajinan)
Daun Hawas (Pewarna) Bambu Akar Rotan Segah (Kerajinan) Sikjilieng (Obat)
G. KecamatanSegah
23 Punan Malinau Babi Ikan Salap Ikan Lele (Makanan) Rotan Sega (Kerajinan)
Rotan Semleh (Obat) Ikan Seluang (Makanan)
24 Long Ayap Daun Sthi (Atap) Rotan Segah (Kerajinan) Onlong Lujung (Obat) Cungkanla (Bumbu)
25 Long Laai Rotan Segah (Kerajinan) Kumut (Kerajinan) Mekai (Bumbu) Pasak Bumi (Obat)
86 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 14. Praktek Pengelolaan Lestari HHBK Potensial berdasarkan manfaat komersil
HHBK
Bagian Tanaman Kelimpahan (Ketersedian )& Distribusi
(Penyebaran) Pertumbuhan & Reproduksi Total
Bagian yang digunakan
Dampak terhadap tanaman/Hewan
Potensi Pengelolaan lestari
Kepadatan Populasi Lokal (Jumlah/ ha)
Hasil panen / Sumber Daya
Penyebaran Regional
Habitat (tempat hidup) Spesifik
Kemampuan tumbuh kembali
Tingkat Pertumbuhan
Usia kematangan reproduksi
Tingkatan (laju) reproduksi (#bibit//thn
Pola Rep roduksi
Rendah Sedang Tinggi
Nipah Buah Rendah tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi rendah rendah tinggi tinggi 3 1 7
Aren Nira rendah rendah rendah tinggi tinggi tinggi tinggi rendah tinggi rendah tinggi 5 0 6
Pidada Buah Rendah tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi rendah rendah tinggi tinggi 3 1 7
Daun Mangar
Daun rendah tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi Tinggi 1 2 8
Ikan bulan-bulan
Seluruh bagian
Tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi 0 4 7
Udang Papai
Seluruh bagian
Tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi 0 4 7
Minyak tengkawang
Buah Rendah tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi rendah rendah tinggi tinggi 3 1 7
Rotan Batang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi rendah tinggi tinggi tinggi 1 3 7
Daun Biru/Yus
Daun Rendah Tinggi Tinggi Sedang
Tinggi Sedang Sedang
Rendah
Sedang Rendah Sedang
3 5 3
Bambu batang tinggi sedang rendah tingi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi 1 1 9
Pandan Daun rendah tinggi rendah rendah tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi 3 1 7
Jeruju Daun rendah tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi Tinggi 1 2 8
Daun sembung
Daun rendah tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi Tinggi 1 2 8
Akar kuning
Akar sedang rendah rendah sedang tinggi tinggi tinggi rendah tinggi tinggi tinggi 2 3 6
87 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 15. Daftar produk HHBK Potensial berdasarkan 3 manfaat.
Kelompok/Cluster No Produk Bahan baku Kampung
Makanan, minuman, bumbu
1 Krupuk Ikan Bulan-bulan P.Semanting
2 Amplang Ikan Bulan-bulan P.Semanting
3 Bakso Ikan Bulan-bulan Tanjung Batu
4 Nugget Ikan Bulan-bulan Tanjung Batu
5 Tepung Pidada Batu-batu
6 Selai Pidada Batu-batu
7 Sirup Pidada Batu-batu
8 Selai Perangat Batu-batu
9 Sirup Perangat Batu-batu
10 Teh Mangar Merapun
11 Madu Madu hutan 16 kampug
12 Gula Aren Giring-giring, Merabu
13 Terasi Udang Papai Pegat betumbuk
14 Minyak Tengkawang Tengkawang Sidobangen, Lesan dayak, Muara lesan, Long duhung
Obat-obatan
1 Obat Pencahar Jeruju Batu-batu, Pagat Betumbuk, Pulau Besing
2 Obat malaria, penyakit dalam, panas/demam, stamina
Sembung Biduk-biduk, Giring-giring, Teluk sulaiman, Teluk Sumbang
3 Obat-obatan (hepatitis, malaria, batuk, flu), stamina
Akar Kuning Biduk-biduk, T.Sumbang, Biatan hulu
Kerajinan
1 Tas, Rotan T.Sumbang, Long Boy, Long Duhung, Long Lamcin, Long Pelay
2 Anjat Rotan T. Sumbang, Sidobangen, Long Gie, Long Boy, Long Duhung, Long Lamcin, Long Pelay, Long Ayap, Long Laai
3 Bakul, Rotan
4 Keranjang Rotan
5 Tikar Rotan
6 Tampi Bambu
Muara Lesan, Merapun, Merabu, Sidobangen, Long Gie, Muara Lesan, Long Pelay, Long Ayap
7 Bakul Bambu Muara Lesan, Merapun, Merabu, Muara Lesan
8 Tikar
Pandan hutan
T.Sumbang, T.Sulaiman, Biatan hulir, Tj.Batu, Muara lesan
9 Seraung (topi) Daun Biru/Nyus
Sidobangen, Lesan Dayak, Long Gie, Long Boy, Long Duhung, Long Lamcin, Long Pelay
10 Piring Nipah Batu-Batu, P.Besing, T.Semanting, Pegat Betumbuk
88 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Lampiran 16. Hasil penilaian produk HHBK Potensial menggunakan kriteria seleksi produk
Produk
Teknologi
Penambahan Nilai
Pasar dan
Keuntungan
Sumberdaya Alam
dan Legalitas
Kelayakan
Masyarakat Total Nilai
A B C A B C A B C A B C
Krupuk Ikan bulan-
bulan 2 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 32
Amplang Ikan
bulan-bulan 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 33
Bakso Ikan bulan-
bulan 3 3 3 3 3 2 3 1 2 3 3 2 31
Nugget Ikan bulan-
bulan 3 3 3 3 3 2 3 1 2 3 3 2 31
Tepung Pidada 1 1 1 1 1 1 3 1 3 1 3 1 18
Selai Pidada 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 27
Sirup Pidada 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 27
Selai Perangat 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 27
Sirup Perangat 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 27
Teh Mangar 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 27
Madu Hutan 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 31
Gula Aren 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 34
Terasi Udang papai 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36
Minyak
Tengkawang 2 2 2 2 2 3 3 2 1 2 3 2 26
Obat Jeruju 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 28
Obat Sembung 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 28
Obat Akar Kuning 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 28
Tas Rotan 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 30
Anjat Rotan 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 32
Bakul Rotan 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 32
Keranjang Rotan 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 32
Tikar Rotan 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 31
Tampi Bambu 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 29
Bakul Bambu 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 30
Tikar Pandan 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 30
Seraung (topi)
Daun Biru/Nyus 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 29
Piring Lidi Nipah 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 29
89 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
LAMPIRAN
DOKUMENTASI KEGIATAN PEMETAAN COMMUNITY LIVELIHOOD APPRAISAL AND
PRODUCT SCANNING (CLAPS), DI KABUPATEN BERAU
I. PELATIHAN CLAPS
Bagan Kerja Pemetaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dengan alat CLAPS
Pembukaan Lokakarya dan Pelatihan Penghidupan Masyarakat & Pemilihan Produk berbasis HHBK di kecamatan Kelay
90 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Tenaga Ahli Konsorsium Penabulu menjelaskan cara kerja metodhe CLAPS dalam pelatihan pemetaan potensi HHBK di kecamatan Biatan.
Penjelasan materi HHBK dari team Konsorsium Penabulu pada peserta
dari kecamatan Gunung Tabur.
Kegiatan pengumpulan data HHBK potensial di kampung Long Lamcin yang melibatkan tokoh adat, pemerintahan desa dan perempuan perajin rotan.
91 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Kerja kelompok dalam pengumpulan data potensi HHBK dari kampung Pegat Batumbuk yang didampingi
staff Konsorsium Penabulu
Contoh hasil penggalian data Daftar HHBK, Penilian HHBK, Pemetaan HHBK potensial, bagian dari proses pemilihan HHBK unggulan
Contoh eksplorasi kelompok warga Biatan Ulu yang
membuat sketsa kampung dan hasil 15 jenis HHBK
92 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Contoh analisis dan evaluasi usaha masa lalu, lembar ini merupakan bagian dari penilaian kesiapan usaha.
Foto bersama team Konsorsium Penabulu, camat Biatan dan
sebagian peserta pelatihan di kecamatan Biatan
Foto bersama team Konsorsium Penabulu, Sekam Batu-Batu dan peserta pelatihan di kecamatan Gunung Tabur & Kep.Derawan
93 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
II. VALIDASI DATA (FORUM GROUP DISCUSSION)
Foto bersama team Konsorsium Penabulu, Camat Kelay dan peserta pelatihan di
kecamatan Kelay
FGD tentang penggalian lebih dalam tentang potensi HHBK potensial di kampung Tanjung Batu
Kec. Kepulauan Derawan
94 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
III. VALIDASI DATA (KUNJUNG LAPANG)
Kegiatan penggalian data untuk memvalidasi data HHBK dengan pak Andreas di hutan kampung Long Duhung
FGD tentang penggalian lebih dalam tentang potensi HHBK potensial di kampung long Ayap Kecamatan Segah.
FGD tentang penggalian lebih dalam tentang potensi HHBK potensial di kampung Long Duhung
Kecamatan Kelay
95 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Rangkaian validasi data HHBK di kampung Biatan Ilir untuk memvalidasi produk HHBK
Aren dan Rotan
Kegiatan validasi data di Batu-Batu untuk mengecek ulang sumberdaya HHBK di kawasan hutan mangrove kec. Gunung Tabur
96 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
Kunjungan dan validasi data pada perajin anyaman rotan di Teluk Sumbang kecamatan Biduk - Biduk dan kerajinan bambu di kampung Dumaring kecamatan
Talisayan
Kunjungan ke pengrajin tikar dan anyaman dari pandan di Teluk Semanting.
Kunjungan ke ibu-ibu pengrajin kerupuk dan amplang dari ikan Bulan – Bulan di Teluk
Semanting kecamatan Kepulauan Derawan
97 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
IV. BEBERAPA HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)
Pandan Hutan Berbagai jenis tumbuhan obat Damar
Pohon Nibung Bambu Pohon Aren
Rotan Buah Pidada
Jeruju Daun Mekai Ikan Bulan - Bulan
98 | Hasil Pemetaan Potensi HHBK - Community Livelihood Appraisal And Product Scanning (CLAPS)
V. KERAJINAN DARI PRODUK HHBK
Tikar motif dari rotan Berbagai jenis tas dan anjat
Tikar pandan Berbagai kerajinan rumah tangga dari bambu
Sraung/caping dayak Berbagai jenis kerajinan dari batok kelapa